II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteri asam laktat (BAL) Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri gram positif, tidak berspora, berbentuk bulat atau batang, memproduksi asam laktat sebagai produk akhir selama fermentasi karbohidrat, katalase negatif, oksidase positif, mikroaerotoleran dan asidotoleran (Axelsson, 1998). BAL terbagi dalam dua golongan, yaitu bakteri homofermentatif dan bakteri heterofermentatif. Bakteri homofermentatif akan memecah gula menjadi asam laktat sedangkan bakteri heterofermentatif tidak hanya mengubah gula menjadi asam laktat tetapi juga menjadi asam asetat, dan etanol (Makarova et al., 2006 dalam Puryana, 2011). BAL telah lama digunakan pada industri makanan sebagai probiotik, BAL digunakan sebagai probiotik karena sebagian strain BAL bukan merupakan bakteri patogen dan dapat memberikan efek kesehatan, BAL dari kelompok Lactobacillus dan Bifidobacterium telah digunakan sebagai probiotik dalam produk pangan. Beberapa BAL yang juga digunakan sebagai probiotik antara lain L. acidophilus, L. amylovorus, L. casei, L. crispatus, L. delbrueckii, L. gallinarum, L.gasseri, L. Johnsonii, L. paracasei, L. plantarum, L. reuteri, dan L. rhamnosus (Holzapfel et al., 2005 dalam Sundari, 2014). Selain sebagai probiotik BAL juga memiliki sifat antimikrobial, kemampuan BAL menghasilkan asam laktat akan mengakibatkan penurunan pH yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti salmonela dan staphylococus aureus yang terdapat pada suatu bahan makanan (Fardiaz, 1993). 6 7 2.2 Probiotik Probiotik merupakan organisme hidup yang dapat memberikan efek yang menguntungkan kesehatan apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (FAO/WHO, 2001; FAO/WHO, 2002; ISAPP, 2009 dalam Anastiawan, 2014) dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora intestinal pada saat masuk dalam saluran pencernaan (Shitandi et al., 2007). Istilah probiotik pertama kali diperkenalkan oleh Lilly dan Stillwell pada tahun 1965 untuk nama bahan yang dihasilkan oleh mikroba yang mendorong pertumbuhan mikroba lain. Probiotik memiliki hubungan timbal balik dengan mikroflora usus dan epithelium usus, dan cara kerjanya adalah dengan meregulasi fungsi tubuh dan mempengaruhi fungsi tubuh yang berhubungan dengan faktor resiko. Probiotik sangat potensial untuk meregulasi dan optimasi sejumlah besar fungsi dalam tubuh (Antoine, 2007). Probiotik dapat memproduksi bakteriosin yang mampu melawan beberapa strain patogen. Probiotik juga memproduksi asam laktat, asam asetat, hidrogen peroksida, laktoperoksidase, lipopolisakarida, dan beberapa antimikrobial lainnya. Probiotik juga menghasilkan sejumlah nutrisi penting dalam sistem imun dan metabolisme host, seperti vitamin B (Asam Pantotenat), pyridoksin, niasin, asam folat, kobalamin, dan biotin, serta antioksidan penting seperti vitamin K (Adams, 2009). Probiotik memiliki 3 mekanisme fungsi bagi kesehatan tubuh, yaitu : (1) fungsi protektif yaitu kemampuannya untuk menghambat patogen dalam saluran pencernaan. Terbentuknya kolonisasi probiotik dalam saluran pencernaan, mengakibatkan kompetisi nutrisi dan lokasi adhesi (penempelan) antara probiotik dan bakteri lain, khususnya patogen. Pertumbuhan probiotik juga akan menghasilkan berbagai komponen anti bakteri (asam organik, hidrogen peroksida, 8 dan bakteriosin yang mampu menekan pertumbuhan patogen); (2) fungsi sistem imun tubuh, yaitu dengan peningkatan sistem imun tubuh melalui kemampuan probiotik untuk menginduksi pembentukan IgA, aktivasi makrofag, modulasi profil sitokin, serta menginduksi hyporesponsiveness terhadap antigen yang berasal dari pangan; (3) fungsi metabolit probiotik yaitu metabolit yang dihasilkan oleh probiotik, termasuk kemampuan probiotik mendegradasi laktosa di dalam produk susu terfermentasi sehingga dapat dimanfaatkan oleh penderita lactose intolerance (Rahayu, 2003). Konsumsi probiotik biasanya diaplikasikan pada pembuatan produk pangan olahan seperti; yogurt, keju, minuman penyegar, es krim, yakult, permen dan yogurt beku (Senok, 2009; Granato et al., 2010 dalam Puryana, 2011). Jumlah minimal strain probiotik yang ada dalam produk makanan adalah sebesar 106 CFU/g atau jumlah strain probiotik yang harus dikonsumsi setiap hari sekitar 108 CFU/g, dengan tujuan untuk mengimbangi kemungkinan penurunan jumlah bakteri probiotik pada saat berada dalam jalur pencernaan (Shah, 2007). Menurut Food and Agriculture Organization/World Health Organization (FAO/WHO, 2001), mikroba probiotik seharusnya tidak hanya mampu bertahan melewati saluran pencernaan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk berkembang biak dalam usus. Ini berarti mikroba probiotik harus tahan terhadap cairan lambung dan dapat tumbuh dalam cairan empedu yang terdapat dalam saluran pencernaan, atau dikonsumsi dalam jalur makanan yang memungkinkan untuk bertahan hidup melintasi saluran pencernaan dan terkena paparan empedu. Selain itu, probiotik juga harus mampu menempel pada permukaan enterosit, mampu membentuk kolonisasi pada saluran pencernaan, mampu menghasilkan zat anti 9 mikroba (bakteriosin), dapat berkembang biak dengan baik, dan memberikan pengaruh yang menguntungkan kesehatan manusia. Hal yang penting lainnya adalah tidak bersifat patogen dan aman jika dikonsumsi. Strain probiotik juga harus tahan dan tetap hidup selama proses pengolahan makanan dan penyimpanan, mudah diaplikasikan pada produk makanan, dan tahan terhadap proses psikokimia pada makanan (Prado et al., 2008). Bakteri probiotik sebelum dimasukkan ke dalam suatu produk makanan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar bakteri tersebut masih mampu hidup dan menjadi aktif ketika masuk ke dalam organ gastrointestinal. Faktor-faktor tersebut adalah keadaan psikologis dari bakteri probiotik, kondisi fisik dari produk (misalnya suhu), komposisi kimia dari produk tersebut (seperti karbohidrat, nitrogen, mineral, aktifitas air, dan oksigen), dan interaksi antara bakteri probiotik dengan kultur starter. Interaksi antara bakteri probiotik dengan kultur starter atau dengan matrik produk yang lain akan membuat kerja dari bakteri probiotik tersebut lebih intensif (Chapman dan Hall dalam Ruspriana, 2008). 2.3 Lactobacillus rhamnosus SKG34 Lactobacillus rhamnosus SKG34 merupakan bakteri asam laktat yang diisolasi dari susu kuda sumbawa. Berdasarkan penelitian Sujaya et al., (2008b), menunjukkan bahwa Lactobacillus rhamnosus SKG 34 memiliki bentuk batang dengan rantai sel yang panjang, tidak membentuk gas dari glukosa (homofermentatif Lactobacilli), bersifat amidon positif (mampu memfermentasi maltosa dan amidon) dan memberikan hasil negatif pada uji katalase. 10 L. rhamnosus SKG34 berpotensi digunakan sebagai probiotik sebab bakteri ini mampu bertahan pada kondisi pencernaan secara in vitro. Dalam pengujiannya, L. rhamnosus SKG34 mampu melewati simulasi kondisi lambung dengan pH 3 dan 4, tidak mengubah asam kolat primer (kolat) menjadi asam kolat skunder (deoksikolat), serta dapat menghidrolisis garam empedu (Sujaya et al., 2008a). Puryana (2011) menyatakan pemberian L. rhamnosus SKG34 sebanyak 108 sel/hari selama tiga minggu berpengaruh terhadap kadar kolesterol serum darah tikus putih, dimana terjadi penurunan kolesterol serum darah yang signifikan sebesar 28,5%. Selain itu dari penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2013) dapat diketahui bahwa L. rhamnosus SKG34 dapat berkolonisasi pada saluran pencernaan manusia yang dibuktikan dengan adanya sel L. rhamnosus SKG34 pada feses manusia. L. rhamnosus SKG34 juga memiliki kemampuan untuk menurunkan kadar Lipid profile, khususnya bagi subjek yang memiliki permasalahan terhadap kolesterol, dan dapat mengatasi masalah pencernaan seperti konstipasi. 2.4 Mikroenkapsulasi Mikroenkapsulasi adalah proses fisik dimana bahan aktif (bahan inti), seperti partikel padatan, tetesan air ataupun gas, dikemas dalam bahan sekunder (dinding), berupa lapisan film tipis. Proses ini digunakan untuk melindungi suatu zat agar tetap tersimpan dalam keadaan baik dan untuk melepaskan zat tersebut pada kondisi tertentu saat digunakan (Suparta, 2012). Mikroenkapsulasi memiliki 11 berbagai keuntungan, diantaranya dapat melindungi zat inti karena dilindungi oleh lapisan dinding polimer dan dapat menjaga stabilitas zat inti dalam waktu lama. Menurut Istiyani (2008) komponen mikrokapsul terdiri dari bahan inti, bahan penyalut dan pelarut. Bahan inti adalah bahan spesifik yang akan disalut, dapat berupa zat padat, cair ataupun gas. Bahan penyalut adalah bahan yang digunakan untuk melapisi bahan inti dengan tujuan tertentu, misalnya menutupi rasa dan bau yang tidak enak, perlindungan terhadap pengaruh lingkungan, meningkatkan stabilitas, mencegah penguapan, kesesuaian dengan bahan inti maupun bahan lain yang berhubungan dengan proses penyalutan, serta sesuai dengan metode mikroenkapsulasi yang digunakan. Pemilihan bahan penyalut merupakan hal kritis karena akan mempengaruhi stabilitas emulsi sebelum pengeringan dan daya simpan setelah pengeringan penyalut yang biasa digunakan pada mikroenkapsulasi BAL antara lain maltodekstrin, alginat, karagenan, susu skim, dan gum arab. Enkapsulasi pada bakteri dapat memberikan kondisi yang mampu melindungi mikroba dari pengaruh lingkungan yang tidak menguntungkan, seperti suhu dan bahan kimia. Enkapsulasi dikatakan berhasil jika bahan yang dienkapsulasi memiliki viabilitas sel yang relatif tinggi dan sifat-sifat fisiologis yang relatif sama dengan sebelum dienkapsulasi. Enkapsulasi dapat mempertahankan viabilitas bakteri probiotik dibandingkan dengan sel bebas tanpa enkapsulasi (Chandramouli et al., 2003). Pada penelitian Permatasari (2015) mengenai viabilitas L. rhamnosus SKG 34 terenkapsulasi digunakan 3 bahan penyalut yang berbeda yaitu maltodekstrin, alginat dan karagenan. Hasil terbaik diperoleh dari enkapsulasi menggunakan 12 maltodekstrin sebagai bahan penyalut. Dengan bahan penyalut ini, bakteri asam laktat mampu bertahan hidup hingga suhu medium mencapai 55oC. 2.5 Jeruk siam Jeruk siam (Citrus nobilis var. microcarpa) merupakan salah satu varietas jeruk yang sangat banyak dibudidayakan di Indonesia. Jeruk siam tumbuh baik di berbagai daerah sentra produksi seperti Kalimantan Barat (Pontianak), Kalimantan Selatan (Banjar), Jawa Barat (Garut), Jawa Timur (Pasuruan), dan Bali (Kintamani). Jeruk siam memiliki ciri-ciri, yaitu berkulit tipis (±2 mm), permukaannya halus, licin, dan mengkilap, serta menempel lekat pada daging buahnya. Dasar buahnya berleher pendek dengan puncak berlekuk. Tangkai buahnya pendek dengan panjang sekitar 3 cm dan berdiameter 2,6 mm. Berat tiap buah sekitar 75.6 gram atau ± 13 buah per kilogram, dengan diameter rata-rata tiap buah 5 - 6 cm. Biji buahnya berbentuk ovoid, warnanya putih kekuningan dengan ukuran sekitar 0,9 x 0,6 cm, dan jumlah biji per buahnya sekitar 20 biji (Sumartono, 1982). Kandungan gizi yang dimiliki buah jeruk memiliki manfaat yang sangat baik bagi kesehatan manusia, misalnya saja kandungan vitamin C yang terdapat dalam buah jeruk bermanfaat untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dalam melawan berbagai ancaman penyakit. Selain itu, vitamin C juga berperan sebagai antioksidan yang dapat mencegah kerusakan sel akibat radikal bebas. Jeruk juga mengandung vitamin A yang bermanfaat untuk kesehatan mata. Kandungan gizi dalam buah jeruk siam dapat dilihat pada Tabel 1. 13 Tabel 1. Kandungan gizi jeruk siam per 100 gram Kandungan Gizi Satuan Energi kkal Protein g Lemak g Karbohidrat g Kalsium mg Fosfor mg Serat g Besi mg VitaminA RE VitaminB1 mg VitaminB2 mg VitaminC mg Niacin g Sumber: Andriani (2008) 2.6 Jumlah 28.00 0.50 0.10 7.20 18.00 10.00 0.20 0.10 160.00 0.6 0.03 29.00 0.30 Sari buah Minuman sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum, dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diijinkan (Anon., 1995). Pembuatan sari buah utamanya bertujuan untuk meningkatkan ketahanan simpan, serta diversifikasi produk buah-buahan. Sari buah pada umumnya dibuat dengan cara menghancurkan daging buah dan kemudian ditekan (pressing) untuk memperoleh sarinya. Gula ditambahkan pada proses pembuatan sebagai pemanis sari buah, penambahan gula sangat bergantung pada tingkat kemanisan alami dari buah tersebut contohnya pada penelitian sari buah nangka, kadar gula yang ditambahkan adalah sebesar 15% (Fauzan, 2007). Selain itu, pengawet biasanya ditambahkan untuk memperpanjang daya simpan pada sari buah. Selanjutnya, cairan tersebut disaring, dibotolkan, dan dipasteurisasi agar daya simpan pada sari buah semakin lama. 14 Sari buah dapat dibedakan berdasarkan kekeruhannya menjadi 2 macam, yaitu sari buah keruh dan sari buah jernih. Sari buah keruh merupakan sari buah yang mengandung partikel-partikel koloid yang terdispersi sehingga tampak keruh. Penghilangan partikel-partikel tersebut akan menghasilkan sari buah yang jernih. Contoh sari buah keruh, yaitu sari buah jeruk, tomat, nenas, dan aprikot, sedangkan sari buah jernih misalnya sari buah apel. Syarat mutu minuman sari buah menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Syarat mutu minuman sari buah (SNI 01-3719-1995) No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan : 1.1. Aroma Normal 1.2. Rasa Normal 1.3. Warna Normal 2 3 Bilangan formal Bahan Tambahan Pangan 3.1. Pemanis buatan 3.2.Pewarna tambahan 3.3. Pengawet Cemaran logam 4.1. Timbal (Pb) 4.2. Tembaga (Cu) 4.3. Seng (Zn) 4.4. Timah (Sn) 4.5. Raksa (Hg) 5 Cemaran Arsen 6 Cemaran mikroba 6.1.Angka lempeng total 6.2. Bakteri koliform 6.3. E. coli 6.4. Salmonella 6.5. S. Aureus 6.6. Vibrio. Sp 6.7. Kapang 6.8. Khamir * Khusus dikemas dalam kaleng ml NaOH/ 100ml Min 15 Sesuai dengan SNI 01-0222-1995 Sesuai dengan SNI 01-0222-1995 Sesuai dengan SNI 010222-1995 Sesuai dengan SNI 010222-1995 mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maks. 0.3 Maks. 5.0 Maks. 5.0 Maks. 40/250.0* Maks 0.03 Maks. 0.2 Koloni/gram APM/ml APM/ml Koloni/ 25 ml Koloni/ml Koloni/ml Koloni/ml Koloni/ml Maks. 2.0 x 10 Maks 20 <3 Negatif 0 Negatif Maks. 50 Maks. 50 4 Sumber: Anon., 1995 15 2.7 Gula Gula adalah istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa. Gula umumnya dibuat dari tebu atau bit yang mengalami proses pemurnian sampai kadar sakarosa 99,3% (Buckle et. al, 1987). Masyarakat luas lebih mengenal istilah gula pasir dari pada sukrosa. Proses pembuatan gula pasir terdiri dari ektraksi nira dari batang tebu dengan cara digiling, kemudian dilakukan proses penjernihan dengan metode sulfasi yang mengakibatkan menghilangnya bahan-bahan non-gula, lalu diuapkan dan dikristalisasi. Gula yang sudah dikristal dipisahkan dengan cara disaring untuk mendapatkan kristal gula yang bersih. Kemudian tahapan yang terakhir adalah pengeringan. Proses pengeringan dilakukan dengan udara panas hingga suhu 80˚C (Sumargono & Ferykasari, 2007 dalam Darwin, 2013). Menurut Darwin (2013), gula merupakan salah satu karbohidrat sederhana karena dapat langsung larut dalam air dan langsung diserap oleh tubuh. Secara umum, gula dikelompokkan menjadi monosakarida, disakarida, dan oligosakarida. Monosakarida merupakan gula sederhana yang tersusun dari satu molekul gula saja. Contoh monosakarida adalah fruktosa, glukosa dan galaktosa. Disakarida merupakan gula yang tersusun dari dua molekul gula, contohnya adalah sukrosa yang terdiri dari gabungan glukosa dan fruktosa, sedangkan oligosakarida merupakan gula yang tersusun dari dua atau lebih molekul gula. Selain sebagai pemanis, gula juga dapat digunakan sebagai stabilizer pada pembuatan adonan kue maupun roti. Selain itu, gula juga digunakan sebagai bahan pengawet makanan. Dalam proses metabolisme asam laktat, gula dipecah 16 oleh BAL menjadi asam laktat. Semakin banyak gula, maka aktivitas pemecahan gula menjadi asam laktat oleh BAL semakin besar, namun konsentrasi gula yang berlebihan dapat mengakibatkan kondisi lingkungan menjadi hipertonik sehingga cairan dari dalam sel BAL akan mengalir keluar yang mengakibatkan dehidrasi dan pengkerutan sel (Plasmolisis). 2.8 Minuman probiotik Minuman probiotik merupakan minuman yang didalamnya berisi bakteri hidup yang sangat menguntungkan bagi inangnya karena dapat meningkatkan keseimbangan mikroflora usus. Bakteri yang digunakan dalam minuman probiotik berasal dari kelompok bakteri asam laktat (BAL) seperti Lactobacillus Bulgaricus, Streptococcus Thermopilus, dan Lactobacillus Rhamnosus. Minuman probiotik termasuk ke dalam pangan fungsional yang memiliki kandungan komponen aktif dan dapat memberikan efek terhadap kesehatan tubuh. Keuntungan yang dapat diperoleh dari konsumsi minuman probiotik, antara lain mencegah infeksi pencernaan, mencegah kolesterol (bakteri probiotik menghasilkan zat-zat antikolesterol dan menyerap sejumlah kolesterol ke dalam selnya), dan dapat mencegah kanker (antikarsinogenik). Kebanyakan minuman probiotik menggunakan bahan dasar dari susu hewani antara lain yoghurt dan kefir, selain dari susu hewani terdapat pula minuman probiotik menggunakan susu nabati seperti soyghut yang dibuat dengan bahan dasar kacang kedelai. Produk yang dikatakan sebagai probiotik harus mengandung bakteri probiotik dengan jumlah minimal 107 CFU/mL (Yang, 2000). Dengan jumlah sel 17 probiotik tersebut diharapkan dapat mengantisipasi penurunan jumlah sel selama melewati sistem saluran pencernaan. Berdasarkan SNI (Anon., 2009) standar total asam untuk susu fermentasi berkisar 0,2-0,9%, dan menurut CODEX (2003) dalam Hartayanie (2012) standar total asam untuk susu fermentasi minimal 0,3%.