BAB II KAJIAN TEORI A. Motivasi Belajar 1. Pengertian motivasi belajar Kata motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak agar menjadi aktif. terutama bila kebutuhan untuk Aktif pada saat-saat tertentu, mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak (Sardiman, 2009: 73). Menurut Mc. Donald dalam Sardiman A.M (2009: 73) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Motivasi merupakan daya penggerak/pendorong untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang bisa berasal dari dalam diri maupun dari luar (Dalyono, 2009: 57). Menurut Eko Putro Widoyoko (2012: 234) motivasi adalah kondisi yang muncul dalam diri individu yang disebabkan oleh interaksi antara motif dengan kejadian-kejadian yang diamati oleh individu, sehingga mendorong mengaktifkan perilaku menjadi tindakan nyata. Motivasi belajar merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan, pengalaman (Martinis Yamin, 2007: 219). 12 13 Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar merupakan suatu dorongan baik dari dalam diri siswa maupun dari luar yang akan menimbulkan suatu perubahan pada diri individu tersebut sebagai pengalaman dari individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya dan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Motivasi memiliki pengaruh terhadap perilaku belajar siswa, yaitu motivasi mendorong meningkatnya semangat dan ketekunan dalam belajar. Motivasi belajar memegang peranan yang penting dalam memberi gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar sehingga siswa yang mempunyai motivasi tinggi, mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar yang pada akhirnya akan mampu memperoleh prestasi yang lebih baik. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 80-81), ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu kebutuhan, dorongan dan tujuan. Kebutuhan terjadi apabila individu merasa tidak ada keseimbangan antara apa yang ia miliki dengan apa yang ia harapkan. Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan sedangkan tujuan merupakan hal yang ingin dicapai oleh seorang individu. 2. Teori tentang motivasi McClelland dalam Eko Putro Widoyoko (2012: 234) mengemukakan empat model motif, yaitu: a. The survival motive model atau motif yang dipakai untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Motif ini bersumber pada 14 b. c. d. kebutuhan-kebutuhan individu untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan biologis, seperti makan dan minum. The stimulus intensity model merupakan motif yang bersumber pada tingkat rangsangan yang dihadapi individu. Teori ini mengatakan bahwa motif atau dorongan untuk berbuat timbul karena adanya rangsangan yang kuat. Ini berarti agar timbul dorongan untuk berbuat harus ada rangsangan yang kuat. The stimulus pattern model merupakan motif yang didasarkan pada pola rangsangan di dalam suatu situasi. teori ini timbul bila rangsangan situasi berlawanan dengan harapan individu, maka akan menimbulkan pertentangan respon yang mengarah pada kekecewaan. The affective arousal model adalah teori motif yang mendasarkan diri pada pembangkitan afeksi, rangsangan atau situasi yang dihadapi individu dipasangkan dengan keadaan afeksi individu. motif muncul karena adanya perubahan situasi afeksi individu. 3. Fungsi dan tujuan motivasi Hasil belajar akan lebih optimal apabila ada motivasi. Sardiman (2009: 85) mengemukakan tiga fungsi motivasi, yakni: a. Mendorong manusia untuk berbuat. Motivasi di sini diartikan sebagai penggerak dari setiap kegiatan yang akan dilakukan manusia. b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Selanjutnya Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani (1991: 17) menjelaskan bahwa fungsi motivasi dalam belajar adalah sebagai berikut: a. b. c. Memberi semangat dan mengaktifkan peserta didik supaya tetap berminat dan siaga. Memusatkan perhatian peserta didik pada tugas-tugas tertentu yang berhubungan dengan pencapaian tujuan belajar. Membantu memenuhi kebutuhan akan hasil jangka pendek. 15 Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi motivasi dalam belajar antara lain mendorong peserta didik agar mempunyai semangat untuk belajar, menggerakkan kekuatan dalam diri peserta didik untuk belajar dan mengarahkan aktivitas-aktivitas peserta didik dalam belajar. Secara umum tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar secara sadar dan sengaja timbul keinginan dan kemampuannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil dan mencapai tujuan yang diinginkan. Bagi seorang guru tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan minat atau memacu para siswanya agar timbul suatu keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan prestasi dalam belajar sehingga akan tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan ditetapkan di dalam kurikulum sekolah (Ngalim Purwanto, 2007: 73). 4. Macam-macam motivasi Menurut Sardiman (2009: 86) macam atau jenis motivasi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Dengan demikian, motivasi atau motif-motif yang aktif sangat bervariasi. a. Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya 1) Motif-motif bawaan Motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir, jadi motivasi itu ada tanpa dipelajari. 2) Motif-motif yang dipelajari Maksudnya motif-motif yang timbul karena dipelajari. Motif-motif ini seringkali disebut dengan motif-motif yang disyaratkan secara sosial sebab manusia hidup dalam lingkungan sosial dengan sesama manusia lain, sehingga motivasi itu terbentuk. 16 Di samping itu Frandsen dalam Sardiman (2009:87), menambahkan jenis-jenis motif berikut ini: 1) Cognitive motives. Motif ini menunjuk pada gejala intrinsic, yakni menyangkut kepuasan individual. Jenis motif seperti ini adalah sangat primer dalam kegiatan belajar di sekolah, terutama yang berkaitan dengan pengembangan intelektual. 2) Self-expression. Penampilan diri adalah sebagian dari perilaku manusia. Yang penting kebutuhan individu itu tidak sekedar tahu mengapa dan bagaimana sesuatu itu terjadi, tetapi juga mampu membuat suatu kejadian. Untuk itu memang diperlukan suatu kretivitas, penuh imajinasi. Jadi dalam hal ini seseorang memiliki keinginan untuk aktualisasi diri. 3) Self-enhancement. Melalui aktualisasi diri dan pengembangan kompetensi akan meningkatkan kemajuan diri seseorang. Ketinggian dan kemajuan diri memang menjadi salah satu keinginan bagi setiap individu. Dalam belajar dapat diciptakan suasana kompetensi yang sehat bagi anak didik untuk mencapai prestasi. b. Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis dalam Sardiman (2009: 88) adalah sebagai berikut: 1) Motif atau kebutuhan organis, seperti: kebutuhan untuk minum, makan, bernafas, dan lain-lain. 2) Motif-motif darurat. Yang termasuk dalam jenis motif ini antara lain: dorongan untuk menyelamatkan diri, untuk berusaha, dll. Motivasi jenis ini timbul karena rangsangan dari luar. 3) Motif-motif objektif. Dalam hal ini menyangkut kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk menaruh minat. c. Motivasi jasmaniah dan rohaniah Ada beberapa ahli yang menggolongkan jenis motivasi menjadi dua yakni motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah. Motivasi jasmaniah seperti misalnya: refleks, insting otomatis, nafsu. Sedangkan yang termasuk motivasi rohaniah adalah kemauan (Sardiman, 2009: 88-89). d. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik. 1) Motivasi intrinsik Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. 17 2) Motivasi ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Sebagai contoh seseorang itu belajar karena tahu besok pagi akan ujian dengan harapan mendapatkan nilai baik (Sardiman, 2009: 89-91). 5. Ciri-ciri motivasi berprestasi McClelland dalam Eko Putro Widoyoko (2012: 235) mengemukakan Ciri-ciri orang yang memiliki motivasi tinggi adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. Memperlihatkan berbagai tanda aktivitas fisiologis yang tinggi. Menunjukkan kewaspadaan yang tinggi berorientasi pada keberhasilan dan sensitif terhadap tandatanda yang berkaitan dengan peningkatan prestasi kerja. Memiliki tanggung jawab secara pribadi atas kinerjanya. Menyukai umpan balik berupa penghargaan dan bukan insentif untuk peningkatan kinerjanya. Inovatif mencari hal-hal yang baru dan efisien untuk peningkatan kinerjanya. 6. Bentuk motivasi Ada beberapa bentuk motivasi yang dapat dimanfaatkan dalam rangka mengarahkan belajar anak didik di kelas, sebagai berikut (Sardiman, 2009: 92-95): a. Memberi Angka Angka yang dimaksud adalah sebagai simbol atau nilai dari hasil aktivitas belajar anak didik. Angka atau nilai yang baik mempunyai potensi yang besar untuk memberikan motivasi kepada anak didik lainnya karena apabila anak didik mendapat angka yang baik, maka motivasi siswa akan meningkat. 18 b. Hadiah Hadiah adalah memberikan sesuatu kepada orang lain sebagai penghargaan atau kenang-kenangan. Dalam dunia pendidikan, hadiah bisa dijadikan sebagai alat motivasi. Hadiah dapat diberikan kepada anak didik yang berprestasi, rangking satu, dua atau tiga dari anak didik lainnya. Dalam pendidikan modern, anak didik yang berprestasi tinggi memperoleh predikat sebagai anak didik teladan dan untuk perguruan tinggi disebut sebagai mahasiswa berprestasi. Sebagai penghargaan atau prestasi mereka dalam belajar, dapat berupa uang beasiswa, uang pembinaan, piagam dan lain-lain. c. Saingan atau kompetisi Saingan atau kompetisi ini dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong anak didik agar mereka bergairah belajar. Apabila iklim belajar yang kondusif terbentuk, maka setiap anak didik terlihat dalam kompetisi untuk menguasai bahan pelajaran yang diberikan. d. Ego-Involvement Menumbuhkan kesadaran kepada anak didik agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai suatu tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertahankan harga diri, adalah salah satu bentuk motivasi yang cukup penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk 19 mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya. Penyelesaian tugas dengan baik adalah simbol kebanggaan dan harga diri. Begitu juga dengan anak didik sebagai subjek belajar. Anak didik akan belajar dengan keras bisa jadi karena harga dirinya. e. Memberi ulangan Dengan memberikan ulangan bisa dijadikan sebagai motivasi, anak didik biasanya mempersiapkan diri dengan belajar jauhjauh hari untuk menghadapi ulangan. Oleh karena itu, ulangan merupakan strategi yang cukup baik untuk memotivasi anak didik agar lebih giat belajar. f. Mengetahui hasil Dengan siswa mengetahui hasil belajar bisa dijadikan sebagai alat motivasi. Bagi anak didik yang menyadari betapa besarnya sebuah nilai prestasi belajar akan meningkatkan intensitas belajarnya guna mendapatkan prestasi belajar yang melebihi prestasi belajar yang diketahui sebelumnya. g. Pujian Pujian yang diucapkan pada waktu yang tepat dapat dijadikan sebagai alat motivasi. Pujian merupakan motivasi yang baik. Guru bisa memanfaatkan pujian untuk memuji keberhasilan anak didik dalam mengerjakan pekerjaan sekolah. Pujian 20 diberikan sesuai dengan hasil kerja, bukan dibuat-buat atau bertentangan sama sekali dengan hasil kerjaan anak didik. h. Hukuman Pemberian hukuman merupakan alat motivasi bila dilakukan dengan pendekatan edukatif, bukan karena dendam. Pendekatan edukatif yang dimaksud di sini sebagai hukuman yang mendidik dan bertujuan memperbaiki sikap perbuatan anak didik yang dianggap salah. Sehingga dengan hukuman yang diberikan itu anak didik tidak mengulangi kesalahan atau pelanggaran minimal mengurangi frekuensi pelanggaran. Akan lebih baik bila anak didik berhenti melakukannya dihari mendatang. i. Hasrat untuk belajar Hasrat untuk belajar merupakan gejala psikologis yang tidak berdiri sendiri, tetapi berhubungan dengan kebutuhan anak didik untuk mengetahui sesuatu dari objek yang akan dipelajarinya. Kebutuhan itulah yang akan menjadi dasar aktivitas anak didik dalam belajar. Tidak ada kebutuhan berarti tidak ada hasrat untuk belajar. j. Minat Minat sangat erat kaitannya dengan motivasi sehingga apabila dalam diri siswa terdapat minat dalam suatu hal, maka hal ini akan dapat menumbuhkan motivasi yang tinggi. 21 k. Tujuan yang diakui Rumusan tujuan yang diakui merupakan alat motivasi yang sangat penting, sebab dengan mengetahui tujuan yang harus dicapai, maka akan timbul keinginan dan semangat untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, dalam proses kegiatan belajar mengajar, guru perlu menyampaikan tujuan yang ingin dicapai kepada siswa. B. Prestasi Belajar 1. Pengertian prestasi belajar Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 895), prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Prestasi belajar merupakan hasil evaluasi pendidikan yang dicapai oleh siswa setelah menjalani proses pendidikan secara formal dalam jangka waktu tertentu dan hasil belajar tersebut berupa angka-angka (Sumadi Suryabrata, 2006: 6). Hakikat prestasi belajar adalah sebagai berikut. Prestasi belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi peserta didik merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 3). Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi 22 pelajaran yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar Untuk mencapai prestasi belajar yang maksimal, seorang siswa harus berusaha belajar dengan baik. Beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Sumadi Suryabrata (2006: 233) antara lain yaitu: a. Faktor dari luar individu, meliputi: 1) Faktor sosial; pribadi guru yang mengajar, sikap orang tua terhadap anak yang sedang belajar, situasi pergaulan dan teman sebaya. 2) Faktor non sosial; yaitu waktu belajar, cuaca, tempat tinggal, fasilitas, dll. b. Faktor dari dalam diri individu, meliputi: 1) Faktor psikologis; yaitu minat, rasa aman, pengalaman masa lampau, intelegensi dan inspirasi. 2) Faktor fisiologis; yaitu kematangan fisik, kesehatan badan, kualitas makanan dan fungsi panca indra. Prestasi belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai tes hasil belajar siswa dari materi pelajaran yang dipelajari secara bersama-sama. Sehingga dapat diketahui prestasi siswa yang meningkat setelah menggunakan strategi pembelajaran TSTS (Two Stay Two Stray). Dengan demikian, untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, guru harus memberikan motivasi-motivasi kepada siswa agar siswa aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, selama mengikuti proses belajar mengajar, siswa diarahkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran PKn. 23 C. Konsep Belajar dan Pembelajaran PKn 1. Konsep Belajar a. Pengertian belajar Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010: 2). Menurut Sardiman A.M (2009: 20-21) Belajar dapat dilihat baik dari segi mikro maupun makro. Dalam arti luas belajar diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya, sedangkan dalam arti sempit belajar diartikan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya pribadi seutuhnya. Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses aktivitas yang dilakukan oleh individu secara sengaja dengan tujuan agar terjadi perubahan pada kemampuan diri dan perilaku pada individu. Dengan belajar maka individu yang tidak mampu untuk melakukan sesuatu menjadi mampu untuk melakukan sesuatu. 24 b. Tujuan belajar Menurut Sardiman A.M (2009: 26-28), secara umum ada tiga jenis tujuan belajar, yaitu: 1) Untuk mendapatkan pengetahuan Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir. Di sini dikatakan bahwa tidak dapat mengembangkan kemampuan berfikir tanpa adanya bahan pengetahuan, begitu juga sebaliknya, dengan adanya kemampuan berpikir maka akan menambah pengetahuan. 2) Penanaman konsep dan keterampilan Dalam merumuskan suatu konsep memerlukan suatu keterampilan. Keterampilan bersifat jasmani dan rohani. Ketrampilan jasmaniah adalah ketrampilan-ketrampilan yang dapat dilihat, diamati sehingga akan menitikberatkan pada ketrampilan gerak/penampilan dari anggota tubuh. Sedangkan ketrampilan rohani lebih menyangkut masalah-masalah yang bersifat abstrak mengenai masalah-masalah penghayatan dan ketrampilan berfikir serta kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep. 3) Pembentukan sikap Pembentukan sikap, mental dan perilaku anak didik tidak terlepas dari penanaman nilai. Guru sebagai pendidik dalam 25 berinteraksi dengan siswa harus memindahkan nilai-nilai dalam setiap kegiatan pembelajaran. c. Teori-teori belajar Menurut para ahli ada beberapa teori dalam belajar, yaitu: (Slameto, 2010: 9-15). 1) Teori gestalt Teori ini dikemukakan oleh Koffa dan Kohler. Menurut mereka belajar yang penting yakni adanya penyesuaian pertama yaitu memperoleh response yang tepat untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Belajar yang penting bukan mengulangi hal-hal yang harus dipelajari tetapi mengerti atau memperoleh suatu insight. Prinsip belajar menurut teori gestalt: a) Belajar berdasarkan keseluruhan. b) Belajar adalah suatu proses perkembangan. c) Siswa sebagai organisme keseluruhan. d) Terjadi transfer. e) Belajar adalah reorganisasi pengalaman. f) Belajar harus dengan insight. g) Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan siswa. h) Belajar berlangsung terus menerus. 26 2) Teori belajar menurut J. Bruner Menurut Bruner belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah. 3) Teori belajar dari R. Gagne Terhadap masalah belajar, Gagne memberikan dua definisi, yaitu: a) Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah laku. b) Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang diperoleh dari instruksi. 4) Purposeful learning Purposeful learning adalah belajar yang dilakukan dengan sadar untuk mencapai tujuan dan yang: a) Dilakukan siswa sendiri tanpa perintah atau bimbingan orang lain. b) Dilakukan siswa dengan bimbingan orang lain di dalam situasi belajar mengajar di sekolah. 27 d. Prinsip-prinsip belajar Prinsip-prinsip belajar menurut Slameto (2010: 27-28) yaitu: 1) Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar a) Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional. b) Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional. c) Belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif. d) Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya. 2) Sesuai hakikat belajar a) Belajar itu proses kontinu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya. b) Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery. c) Belajar adalah proses kontinuitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan memberikan respon yang diharapkan. 28 3) Sesuai materi atau bahan yang harus dipelajari. a) Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya. b) Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya. 4) Syarat keberhasilan belajar a) Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang. b) Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/ketrampilan/sikap itu mendalam pada siswa. e. Faktor-faktor belajar Menurut Muhibbin Syah (2007: 145) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: 1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/ kondisi jasmani dan rohani siswa. 2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa. 3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. 29 Berdasarkan ketiga faktor-faktor yang mempengaruhi belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa ketiga faktor belajar di atas saling mempengaruhi dan saling berkesinambungan dalam menentukan keberhasilan siswa dalam belajar. Maka dari itu ketiga faktor tersebut harus dipenuhi dengan sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan hasil belajar yang baik. 4) Konsep Pembelajaran Pkn a. Pengertian pembelajaran Pembelajaran terjemahan dari bahasa Inggris “Instruction” terdiri dari dua kegiatan utama yaitu belajar (learning) dan mengajar (teaching), kemudian disatukan dalam satu aktivitas yaitu kegiatan belajar mengajar. Menurut Chaedar Alwasilah, Sebagaimana dikutip Toto Ruhimat dkk (2011: 180-182) pembelajaran merupakan sistem sosial tempat berlangsungnya mengajar dan belajar. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1 ayat 20, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendiidk dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan sekitarnya, sehingga akan timbul akibat dari proses interaksi tersebut. Proses pembelajaran di sini tidak hanya transfer ilmu antara guru dengan siswa, tetapi di sini terjadi 30 interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa, sehingga dengan terjadinya interaksi tersebut maka akan menciptakan peserta didik yang aktif dalam kegiatan pembelajaran. b. Prinsip-prinsip pembelajaran Menurut Chaedar Alawasilah (Toto Ruhimat, dkk, 2011: 182-187) terdapat prinsip-prinsip umum dalam pembelajaran, yakni: 1) Bahwa belajar menghasilkan perubahan perilaku peserta didik yang relatif permanen. 2) Peserta didik memiliki potensi, dan kemampuan yang merupakan benih kodrati untuk ditumbuh kembangkan. 3) Perubahan atau pencapaian kualitas ideal itu tidak tumbuh alami linier sejalan proses kehidupan. Sedangkan prinsip-prinsip khusus dalam pembelajaran yaitu: 1) Prinsip perhatian dan motivasi 2) Prinsip keaktifan 3) Prinsip keterlibatan langsung/berpengalaman. 4) Prinsip pengulangan. 5) Prinsip tantangan. 6) Prinsip balikan dan penguatan 7) Prinsip perbedaan individual. 31 c. Hakikat pembelajaran PKn Pada hakikatnya PKn merupakan civic education atau citizenship education. Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) merupakan mata pelajaran yang bertugas bagaimana membentuk warga negara yang baik (how a good citizen). Warga negara yang baik adalah warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya. Dengan kesadaran akan hak dan kewajiban maka seorang warga negara diharapkan menjadi kritis, partisipatif dan bertanggung jawab. Lampiran Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 menjelaskan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan : Mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, trampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan Arni Fajar (2005: 141) menyatakan bahwa mata pelajaran kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosiokultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. 32 Sementara itu, menurut Numan Somantri (2001: 299) Pendidikan Kewarganegaraan adalah : Program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarka Pancasila dan UUD 1945. Menurut NCSS (National Council of Social Studies) dalam Numan Somantri (2001: 284) pengertian PKn adalah sebagai berikut : Citizenship education is a process comprising all the positive influences which are intended to shape a ciitzen’s view to his role in society. It comes partly from formal schooling, partly from parental influences and partly from learning outside the classroom and the home. Through citizenship education, our youth are helped to gain an understanding of our national ideas, the common good, and the process of self government. Dari pengertian PKn menurut NCSS diatas, maka diketahui bahwa PKn mempunyai cakupan yang lebih tegas karena bahannya meliputi pengaruh positif dari lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan lingkungan kelas. PKn diharapkan mampu membantu siswa dalam hal memahami dan menggapai cita-cita nasional serta siswa dapat membuat keputusan-keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan dalam menghadapi masalah pribadi, masyarakat dan negara. 33 Dari berbagai Kewarganegaraan pengertian diatas, maka mengenai dapat Pendidikan dinyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk karakter warga negara agar menjadi warga negara yang cerdas, terampil, kritis terhadap berbagai permasalahan yang terjadi di sekitar dan kreatif yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945. Sehingga melalui mata pelajaran Pkn diharapkan Warga Negara Indonesia menjadi warga negara yang cerdas dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai yang diamanatkan Pancasila dan UUD 1945. d. Visi dan misi Pendidikan Kewarganegaraan Visi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah berorientasi pada terbentuknya masyarakat demokratis yang lebih dikenal dengan masyarakat madani (civil society). PKn paradigma baru berupaya memberdayakan warga Negara melalui proses pendidikan agar mampu berperan serta aktif dalam sistem pemerintahan yang demokratis. Berdasarkan pada visi mata pelajaran PKn tersebut, maka dapat dikembangkan misi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan paradigma baru, yaitu membentuk warga negara yang baik (good citizenship), yaitu menciptakan kompetensi siswa agar mampu berperan aktif dan bertanggung jawab bagi kelangsungan pemerintahan demokratis melalui 34 pengembangan pengetahuan karakter dan keterampilan warga negara. Dengan demikian misi dari PKn dapat disimpulkan dari bagian pendahuluan pada naskah standar isi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Misi dari Pendidikan Kewarganegaraan yaitu sebagai berikut : 1) Pendidikan sebagai wawasan kebangsaan yang berarti pendidikan yang menyiapkan peserta didik agar memiliki pemahaman yang mendalam dan komitmen yang kuat serta konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 Konstitusi Negara Republik Indonesia. 2) Pendidikan yang demokrasi berarti pendidikan yang menyiapkan peserta didik agar mampu menjalankan hakhak sebagai warga negara untuk menjalankan prinsipprinsip demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 3) Pendidikan yang menyiapkan peserta didik agar memiliki kesadaran bela negara, penghargaan terhadap hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak serta sikap perilaku anti korupsi, kolusi dan nepotisme (Winarno, 2006: 29). Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa visi Pendidikan Kewarganegaraan adalah menciptakan masyarakat madani yang demokratis, dari visi tersebut maka dapat dikembangkan misi Pendidikan Kewarganegaraan adalah membentuk masyarakat yang baik dan bertanggung jawab terhadap kelangsungan pemerintahan yang demokratis, serta memiliki wawasan pendidikan demokratis sehingga menyiapkan 35 peserta didik yang memiliki kesadaran bela negara, penghargaan terhadap hak asasi manusia. e. Fungsi dan tujuan PKn Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 (Sunarso, dkk, 2006: 5). Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan menurut Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dalam KTSP adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. 2) Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyaarakat, berbangsa dan bernegara. 3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain. 4) Berinteraksi dengan bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu, “Secara sederhana tujuan PKn adalah membentuk warga negara yang lebih baik (a good citizen) dan mempersiapkannya untuk masa depan. Ukuran warga negara yang baik untuk setiap bangsa/negara akan ditentukan oleh ukuran 36 normatif yaitu ideologi dan konstitusi negara yang bersangkutan” (Cholisin, 2004: 12). Menurut Ahmad Sanusi, Tujuan Civic Educatioan pada umumnya adalah sebagai berikut, (Cholisin, 2004 : 15) : 1) Kehidupan kita di dalam jaminan-jaminan konstitusi. 2) Pembinaan bangsa menurut syarat-syarat konstitusi. 3) Kesadaran warga negara melalui pendidikan dan komunikasi politik. 4) Pendidikan untuk (ke arah) warga negara yang bertanggung jawab. 5) Latihan-latihan berdemokrasi. 6) Turut serta secara aktif dalam urusan-urusan publik. 7) Sekolah sebagai laboratorium demokrasi. 8) Prosedur dalam pengambilan keputusan. 9) Latihan-latihan kepemimpinan. 10) Pengawasan demokrasi terhadap lembaga-lembaga eksekutif dan legeslatif 11) Menumbuhkan pengertian dan kerjasama internasional. Selain itu, Numan Somantri (2001: 279) mengemukakan bahwa tujuan umum PKn adalah untuk mendidik warga negara agar menjadi warga negara yang baik, yang bisa digambarkan dengan warga negara yang berjiwa patriotik, mempunyai rasa toleransi yang tinggi, setia terhadap bangsa dan negara, beragama, demokratis dan berjiwa pancasilais. Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa tujuan mata pelajaran PKn adalah untuk menciptakan warga negara yang baik yang mampu berpartisipasi aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi, dan berjiwa pancasila yang bertindak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. 37 f. Karakteristik mata pelajaran PKn Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 Tahun 2006, Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang secara umum bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Sehubungan dengan itu, Pendidikan Kewarganegaraan mencakup dimensi pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan nilai (values). Secara garis besar dimensi pengetahuan Kewarganegaraan (Civic knowledge) yang tercukup dalam Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi politik, hukum dan moral. Materi pengetahuan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintahan dan nonpemerintahan, identitas nasional, pemerintahan berdasar hukum dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, sejarah nasional, hak dan tanggung jawab warga negara, hak asasi manusia, hak sipil, dan hak politik (Abdul Gafur, 2003 : 9-10). 38 Pendidikan kewarganegaraan yang berhasil, akan menumbuhkan sikap mental yang bersifat cerdas dan penuh tanggung jawab pada peserta didik dengan perilaku yang: 1) Beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah bangsa. 2) Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 3) Bersikap rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara. 4) Bersikap profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara. 5) Aktif memanfaatkan ilmu dan teknologi serta seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa, dan negara (Sunarso, dkk, 2008: 13). D. Metode Ceramah 1. Pengertian metode ceramah Metode ceramah adalah penuturan atau penjelasan guru secara lisan, dimana dalam pelaksanaannya guru dapat menggunakan alat bantu mengajar untuk memperjelas uraian yang disampaikan kepada siswa-siswanya (Suryono, 1992:99). Menurut Winarno Surachmad dalam Suryosubroto (2002: 165) yang dimakhsud ceramah sebagai metode mengajar ialah penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelasnya., sedangkan menurut Wina Sanjaya (2010: 147) metode ceramah adalah suatu cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan secara langsung kepada sekelompok siswa. Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode ceramah merupakan salah satu metode mengajar dimana guru 39 dalam melaksanakan pembelajarannya dengan menerangkan atau menjelaskan materi pelajarannya secara lisan di depan kelas. Berkenan dengan sifatnya menurut Suryosubroto (2002: 165) metode ceramah dilaksanakan dalam hal apabila: a. Guru akan menyampaikan fakta-fakta/kenyataan atau pendapatpendapat dimana tidak ada bahan bacaan yang menerangkan faktafakta tersebut. b. Guru harus menyampaikan fakta kepada murid-murid yang besar jumlahnya, sehingga metode lain tidak mungkin dipakai. c. Guru menghendaki berbicara yang bersemangat untuk merangsang murid-murid mengerjakan sesuatu. d. Guru akan menyimpulkan pokok penting yang telah dipelajari untuk memperjelas murid dalam melihat hubungan antara hal-hal yang penting lainnya. e. Guru akan memperkenalkan hal-hal baru dalam rangka pelajaran yang lalu. Suryosubroto (2002: 168) mengemukakan Langkah-langkah untuk mengefektifkan metode ceramah antara lain sebagai berikut: a. Terlebih dahulu harus diketahui dengan jelas dan dirumuskan sekhusus-khususnya mengenai tujuan pembicaraan atau hal yang hendak dipelajari oleh murid. 40 b. Bahan ceramah kemudian disusun sedemikian hingga: 1) Dapat dimengerti dengan jelas, artinya setiap pengertian dapat menghubungkan antara guru dengan murid-murid pendengarnya. 2) Menarik perhatian murid-murid. 3) Memperlihatkan pada murid-murid bahwa bahan pelajaran yang mereka peroleh berguna bagi penghidupan mereka. c. Menanam pengertian yang jelas dimulai dengan suatu ikhtisar ringkas tentang pokok-pokok yang akan diuraikan. Kemudian menyusul bagian utama penguraian dan penjelasan pokok-pokok tersebut. Pada akhirnya disimpulkan kembali pokok-pokok penting yang telah dibicarakan itu. Dapat pula dilengkapi gambar-gambar, bagan-bagan dan sebagainya. 2. Kelebihan dan Kelemahan Metode Ceramah Menurut Wina Sanjaya (2010: 148-149) ada beberapa alasan mengapa ceramah sering digunakan, alasan ini sekaligus merupakan keunggulan metode ini, antara lain: a. Ceramah merupakan metode yang murah dan mudah untuk dilakukan. b. Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. c. Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan. 41 d. Melalui ceramah guru dapat mengontrol keadaan kelas oleh karena sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru yang memberikan ceramah. e. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih sederhana. Disamping beberapa kelebihan diatas ceramah juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya: a. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru . b. Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme. c. Guru yang kurang memiliki kemampuan yang bertutur baik, ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan. d. Melalui ceramah sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum. E. Pembelajaran Kooperatif dan TSTS (Two Stay Two Stray) 1. Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) Pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Slavin mengemukakan, pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana kelompok belajar dan bekerja dalam 42 kelompok-kelompok kecil yang berjumlah empat orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar (Isjoni, dkk. 2008: 150). Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang, yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen) (Wina Sanjaya, 2010: 242). Menurut Made Wena (2008: 189) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi yang silih asih sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa. Menurut Anita Lie (2008: 28) pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur. Pembelajaran kooperatif adalah proses belajar mengajar yang melibatkan penggunaan kelompokkelompok kecil yang memungkinkan siswa untuk bekerja bersama-sama di dalamnya guna memaksimalkan pembelajaran mereka sendiri dan pembelajaran satu sama lain (David W Johnson, dkk, 2010:4) Dengan memperhatikan pengertian dari pembelajaran kooperatif di atas, dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang di dalamnya terdapat 43 kelompok-kelompok, setiap kelompok terdiri atas 4-5 orang yang heterogen dengan tujuan untuk melatih kerterampilan siswa baik keterampilan berpikir maupun keterampilan sosial. Bentuk keterampilan yang dimaksud seperti keterampilan mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan dari orang lain, serta bekerja sama antar sesama atau anggota kelompok. b. Karakteristik pembelajaran kooperatif Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan-bahan materi pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama dan gotong royong antarsesama anggota kelompoknya. Wina Sanjaya (2010: 244-246) mengemukakan empat karakteristik dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: 1) Pembelajaran secara tim Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan, oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap tim bersifat heterogen artinya kelompok terdiri atas anggota yang memiliki kemampuan akademik, jenis kelamin, dan latar belakang sosial yang berbeda. 44 2) Didasarkan pada manajemen koopertaif Dalam pembelajarn kooperatif memiliki empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan dan fungsi kontrol. 3) Kemauan untuk bekerja sama Keberhasilan dalam pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh karena itu prinsip kerja sama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif. 4) Ketrampilan bekerja sama Kemampuan untuk bekerja sama kemudian dipraktikan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam ketrampilan bekerja sama. Ketrampilan tersebut dapat diwujudkan dalam menyampaikan ide, bentuk bagaimana mengemukakan siswa pendapat, dalam dan memberikan kontribusi kepada keberhasilan kelompok. Dengan melihat karakteristik dari pembelajaran kooperatif di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif, setiap kelompok dituntut untuk saling bekerja sama antarsesama anggotanya, sehingga semua anggota kelompok saling berpartisipasi secara aktif, dengan begitu maka tidak ada anggota kelompok yang hanya nitip nama saja. 45 c. Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif Menurut Johnson & Johnson dan Sutton, sebagaimana dikutip Anita Lie (2008: 31) terdapat lima unsur penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) d. Saling ketergantungan positif. Tanggung jawab perseorangan Tatap muka Komunikasi antar anggota. Evaluasi proses kelompok. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif Trianto (2010: 66-67) mengemukakan enam langkah utama dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: 1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. 2) Menyajikan informasi kepada siswa, baik lewat jalan demonstrasi maupun lewat bahan bacaan. 3) Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif. 4) Membimbing kelompok bekerja dan belajar. 5) Evaluasi. 6) Memberikan penghargaan kepada kelompok yang berprestasi. Dengan melihat langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif yang berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran adalah siswa, di sini guru hanya sebagai fasilitator. Untuk itu kerja sama dalam kelompok sangat mempengaruhi hasil belajar. 46 e. Jenis-jenis pembelajaran kooperatif Variasi dalam model cooperative learning, yaitu: 1) STAD (Student Teams Achievement Division) Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran yang terdiri dari kelompok-kelompok kecil dengan jumlah tiap kelompok 4-5 siswa secara heterogen. STAD terdiri atas lima kegiatan utama yaitu: penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok (Trianto, 2010: 68). 2) Model pembelajaran Jigsaw Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson. Menurut Priyanto sebagaimana dikutip Made Wena (2008: 194-195) ada beberapa langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, yaitu: pembentukan kelompok asal, pembelajaran pada kelompok asal, pembentukan kelompok ahli, diskusi kelompok ahli, diskusi kelompok asal (induk), diskusi kelas, pemberian kuis dan pemberian penghargaan kelompok. 3) Investigasi Kelompok (Group Investigation) Model pembelajaran ini pertama kali dikembangkan oleh Thelan. Sharan, dkk membagi langkah-langkah pelaksanaan model investigasi kelompok meliputi 6 fase, yaitu: memilih topik, perencanaan kooperatif, implementasi, analisis dan sintesis, presentasi hasil final. 4) TPS (Think Pair Share) Strategi TPS (think pair share) atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi ini pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan kolegannnya. Langkah-langkah dalam strategi ini adalah guru memberi suatu pertanyaan atau masalah kepada siswa dan meminta siswa untuk berpikir (Thinking) sendiri atas jawaban atau masalah, selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan (pairing) dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh, pada langkah akhir guru meminta pasanganpasangan untuk berbagi (share) mempresentasikan hasil diskusinya didepan kelas ( Trianto, 2010: 81-82). 5) NHT (Numbered Head Together) NHT (Numbered Head Together) atau penomoran berpikir bersama merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Model pembelajaran ini pertama kali dikembangkan oleh Spenser 47 Kagen. Langkah-langkah dalam pembelajaran ini adalah: penomeran kepada setiap anggota kelompoknya, kemudian guru memberikan pertanyaan kepada siswa, selanjutnya siswa dituntut untuk berpikir bersama dan menyataukan pendapatnya kepada tiap anggota kelompoknya. Pada langkah akhir guru memanggil nomer tertentu dan siswa yang nomernya dipanggil mengacungkan tangannya untuk menjawab pertanyaan (Trianto. 2010: 82-83). 6) TGT (Team Games Tournament) Model pembelajaran ini pertama kali dikembangkan oleh David De Vries dan Keath Edward (1995). Pada model ini siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka. Komponen TGT meliputi: Presentasi guru, kelompok belajar, turnamen dan pengenalan kelompok. Berdasarkan variasi model pembelajaran kooperatif di atas maka dapat disimpulkan bahwa semua model pembelajaran kooperatif pada dasarnya sama yaitu merupakan pembelajaran secara kelompok dan tujuannya untuk meningkatkan kerjasama antar anggota kelompok, sedangkan yang membedakan model pembelajaran kooperatif dengan tipe lainnya adalah terletak pada langkah-langkah pembelajarannya. 2. TSTS (Two Stay Two Stray) a. Pengertian TSTS Teknik belajar mengajar dua tinggal dua tamu (Two Stay Two Stray) dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia didik. Struktur dua tinggal dua tamu memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan 48 kelompok lain. Teknik ini dikembangkan karena banyaknya kegiatan belajar yang diwarnai dengan kegiatan individu, siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, sebagai makhluk sosial kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama lain dengan sesama manuisa. b. Langkah-langkah TSTS Adapun langkah-langkah model pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu Anita Lie (2008:60-61) adalah sebagai berikut: 1) Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa. 2) Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain. 3) Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka. 4) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. 5) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. c. Kelebihan dan kekurangan TSTS Adapun kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two Stay Two Stray) adalah sebagai berikut: 1) Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatkan 2) Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna 3) Menumbuhkan keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar 49 4) Menumbuhkan kerjasama siswa untuk saling memberikan ide dan gagasan 5) Melatih siswa untuk berbagi informasi dengan siswa lain. 6) Membantu meningkatkan motivasi belajar siswa Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two Stay Two Stray) adalah sebagai berikut: 1) Membutuhkan waktu lama 2) Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok. F. Penelitian yang Relevan 1. Jurnal penelitian dari Lina Nurkhasanah, Bakti Mulyani dan Suryadi Budi Utomo (2013) Mahasiswa prodi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta dalam jurnalnya yang berjudul “Efektifitas Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dan Think Pair Square (TPSq) Melalui Pemanfaatan Peta Konsep terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Sistem Koloid Kelas XI SMA N 4 Magelang Tahun Ajaran 2011/2012” Dalam jurnal penelitian ini disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa pada pokok bahasan sistem koloid menggunakan pembelajaran kooperatif berbantuan peta konsep tipe TSTS lebih tinggi daripada tipe TPSq. Hal itu terbukti pada hasil penelitian diperoleh selisih prestasi kognitif siswa kelas eksperimen I (TSTS) dan kelas eksperimen II (TPSq) masing-masing sebesar 32.28 dan 28.56. Nilai rata-rata prestasi kognitif siswa kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II masing-masing sebesar 71.34 dan 50 69.03. Hasil uji t pihak kanan diperoleh ݐ௧ (1.67) < ݐ௧௨ kognitif (1.75) dan ݐ௧ (1.67) < ݐ௧௨ afektif (2.12). 2. Penelitian dari Wiga Arini (2012) mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta dalam skripsinya yang berjudul “Efektivitas Metode Problem Solving dalam Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri di Kabupaten Magelang pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaran”. Dalam penelitian ini, disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara motivasi belajar PKn peserta didik yang menggunakan problem solving dan yang menggunakan ceramah. Terdapat perbedaan antara prestasi belajar PKn peserta didik yang menggunakan metode problem solving dengan yang menggunakan metode ceramah. G. Kerangka Berpikir Motivasi sangat diperlukan dalam proses pembelajaran karena dengan adanya motivasi belajar yang tinggi maka akan berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa berasal dari dalam (intern) dan luar (ekstern). Faktor yang berasal dari dalam individu meliputi: minat, kecerdasan, persepsi, keadaan jasmani sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dari luar individu meliputi: pribadi guru yang mengajar, sikap orang tua terhadap anak yang sedang belajar dan situasi pergaulan serta teman sebaya. Ciriciri motivasi belajar yang baik bisa ditunjukkan dengan perilaku-perilaku peserta didik yang mengarah pada kegiatan pencapaian prestasi, 51 kemampuan peserta didik dalam mengantisipasi kegagalan serta bertanggung jawab secara pribadi dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Kurangnya motivasi dalam mengikuti pembelajaran PKn dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran yang masih menggunakan metode konvensional yaitu ceramah yang membuat siswa merasa bosan dan kurang tertarik terhadap pelajaran PKn. Hal ini berpengaruh terhadap prestasi belajar mereka yang rendah. Proses belajar saat ini harus bisa memberdayakan potensi peserta didik dalam setiap kegiatan. Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber informasi/teacher center yang siap mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, namun fungsinya berubah menjadi fasilitator dalam proses pembelajaran yang tujuannnya agar peserta didik lebih aktif dan mandiri dalam usaha mencapai tujuan belajar. Agar peserta didik tidak merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran PKn maka guru perlu mengubah cara penyampaian materi pelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang inovatif. Salah satu model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two Stay Two Stray) yaitu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Model pembelajaran ini merupakan upaya untuk memicu motivasi dan semangat belajar siswa agar kegiatan pembelajaran lebih bermakna dan lebih berorientasi pada keaktifan siswa. Proses pembelajaran dengan 52 model kooperatif tipe TSTS (Two Stay Two Stray) dimulai dengan pembagian kelompok diskusi yang masing-masing kelompok terdiri dari 4 siswa dengan tugas yang berbeda, yakni 2 siswa tinggal di tempat untuk membagikan informasi kepada siswa yang bertamu kekelompoknya dan 2 siswa lainnya bertamu kekelompok lain untuk mencari informasi. langkah terakhir yang dilakukan adalah siswa bisa mengambil kesimpulan dari apa yang telah didiskusikan. Karena itu Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two Stay Two Stray) diduga dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan diharapkan bisa memfasilitasi aktivitas belajar siswa dalam pembentukan ranah kognitif, afektif dan psikomotor yang dimiliki siswa sebagai sarana untuk memperoleh motivasi dan prestasi belajar PKn yang lebih daripada metode ceramah. H. Perumusan Hipotesis Berdasarkan kerangka berfikir tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan motivasi belajar pendidikan kewarganegaraan antara kelas yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan metode ceramah. 2. Terdapat perbedaan prestasi belajar pendidikan kewarganegaraan antara kelas yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan metode ceramah.