MANAJEMEN LABA, RELEVANSI, DAN DECISION USEFULNESS: SEBUAH TINJAUAN KRITIS ATAS REGULASI AKUNTANSI Arif Widyatama STIE Panca Bhakti Palu surel: [email protected] ABSTRACT This article discusses about the accounting scandals that occurred this decade is due to the effect of earnings management. The management company will attempt to profit management techniques for various purposes, namely for the benefit of opportunistic and realistic. However, although the views of management motivation background doing earnings management, this article would like to see from the corner of the decisions made by stakeholders, especially shareholders. The existence of earnings management conducted by the management then it can degrade the reliability of the financial statements that would have an impact on the relevance of the financial statements as a basis for decision making in this regard the decision usefulness. On the other hand it is also a critique of accounting regulations that have been applied to both companies already listed on the Indonesia Stock Exchange and are not associated with credibility in the financial statements. Keywords: Accounting Scandal, Earnings Management, The reliability, relevance, Decision Usefulness, Regulatory Accounting PENDAHULUAN Pada hakikatnya masa depan perusahaan tergantung pada keputusan yang dihasilkan oleh manajemen dengan melihat apa yang telah dilakukan. Manajemen selaku pengelola perusahaan harus melaporkan informasi yang terkait dengan kegiatan perusahaan berupa laporan keuangan. Lebih lanjut, laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan memuat mengenai semua hal yang terjadi dalam perusahaan pada periode tersebut. Namun, menjadi sebuah pertanyaan besar mengenai apakah manajemen selaku pengelola perusahaan akan melaporan seluruh informasi yang tersedia di perusahaan kepada stakeholder dalam hal ini pemerintah, kreditur, karyawan, dan khususnya shareholder yang bertindak sebagai pemilik perusahaan. Sehingga dengan adanya pengungkapan informasi yang dilaku kan oleh manajer selaku pihak pengelola perusahaan maka keputusan-keputusan yang diambil oleh pihak stakeholder dalam hal ini pemerintah, kreditur, karyawan dan shareholder selaku prinsipal sesuai dengan keadaan perusahaan yang sebenarnya dan kemudian laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan dapat dikatakan bermanfaat untuk pengambilan keputusan. Namun hal tersebut ternyata tidak sepenuhnya ungkapkan oleh manajemen selaku pihak yang mengetahui informasi yang sebenarnya terjadi dalam perusahaan. Di sisi lain, Shareholder dan pihak berkepentingan seperti pemerintah, karyawan bahkan publik ingin seluruh informasi yang berupa laporan keuangan perusahaan dapat diungkapkan secara penuh (full disclosure) oleh manajemen. Lebih lanjut, prinsipal maupun pihak-pihak | 99 | yang berkepentingan dapat membuat keputusan sesuai dengan keadaan perusahaan yang sebenarnya. Dikarenakan jika terjadi kesalahan pengambilan keputusan baik itu pihak stakeholder dalam hal ini pemerintah, karyawan, maupun masyarakat serta pihak shareholder. Seperti kejadian skandal akuntansi yang pernah dialami berbagai perusahaan dalam beberapa dekade ini. Skandal-skandal akuntansi seperti yang terjadi pada kasus-kasus perusahaan dalam beberapa dekade ini seperti kasus Enron, WorldCom, Xerox dan mayoritas perusahaan besar lain di Amerika Serikat (Cornett et al, 2006; Sulistiawan et al,. 2011) disebabkan karena penyajian laporan keuangan yang tidak mencerminkan keadaan perusahaan sebenarnya. Laporan tahunan dan laporan keuangan disajikan oleh perusahaan sebagai salah satu informasi yang secara formal wajib dipublikasikan sebagai sarana pertanggungjawaban pihak manajer terhadap pengelolaan sumber daya pemilik, serta merupakan informasi yang memungkinkan bagi pihak-pihak di luar manajemen, mengetahui kondisi perusahaan. Laporan tahunan dan laporan keuangan merupakan salah satu acuan bagi para pengambil keputusan terutama bagi pemerintah, karyawan, masyarakat maupun shareholder. Hal ini disebabkan tidak lain karena para pihak yang berkepentingan itu tidak mampu mengakses informasi-informasi yang terdapat dalam perusahaan sehingga hampir dapat dikatakan laporan tahunan dan laporan keuangan merupakan satu-satunya jalan bagi pemerintah, karyawan, masyarakat, maupun shareholder untuk mengambil keputusan terkait dengan kinerja perusahaan. Namun sejauh mana informasi yang dapat diperoleh sangat tergantung pada tingkat pengungkapan (disclosure) dari laporan tersebut. Skandal akuntansi seperti yang terjadi pada berbagai perusahaan besar dewasa ini | 100 | Vol. 2 No. 2 Desember 2014 telah memberikan dampak yang begitu besar pada dunia akuntansi. Sehingga berbagai pertanyaan terkait dengan kredibilitas laporan keuangan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan patut dipertanyakan. Seperti yang diketahui bahwa komponen penting dalam laporan keuangan yang seringkali dijadikan sebagai alat untuk menginformasikan kinerja perusahaan adalah laba dan nilai buku. Laba memiliki nilai relevansi bila secara statistik berhubungan dengan harga saham: penurunan dan peningkatan laba berhubungan dengan penurunan atau kenaikan harga saham (Ball dan Brown: 1968). Masalah akan terjadi ketika relevansi laba dan nilai buku sebagai alat pengukur kinerja perusahaan ketika diperhadapkan dengan praktek real earnings management2 yang hampir atau sulit dibedakan dengan earnings management yang dilakukan manajer. Relevansi laba suatu perusahaan tentang kegiatan operasi yang dilakukan yang terindikasi melakukan earnings management dan terlebih lagi kepada real earnings management yang mengarah kepada tindakan kecurangan akuntansi seharusnya akan lebih rendah dari perusahaan yang tidak melakukan earnings management maupun real earnings management. Akibatnya, para pelaku pasar maupun pihak yang membutuhkan laporan keuangan perusahaan terkait dengan nilai laba perusahaan akan berpindah ke nilai buku dalam proses penilaiannya terhadap suatu perusahaan, walaupun dapat dikatakan kalau nilai buku perusahaan belum dapat menjamin cerminan keadaan perusahaan yang sebenarnya jika ternyata ada perlakuan earnings management atau bahkan real earnings management. Hal ini dikarenakan realitasnya antara manajemen selaku agent sering terjadi asimetry information dalam hubungannya dengan pertanggungjawaban kepada shareholders ataupun kepada stakeholders dalam hal ini peme- rintah, karyawan, kreditur maupun masyarakat sehingga. Sebagai contoh dalam hubungannya dengan program bonus, perikatan utang, dan kos politis, eksekutif perusahaan melakukan manajemen laba (Watts and Zimmerman, 1986). Tindakan tersebut diambil manajemen karena alasan-alasan yang terkait dengan perilaku oportunistik ataupun kontrak efisien dalam suatu hubungan keagenan. Tindakan manajemen tersebut juga dapat mempengaruhi kualitas informasi dalam jangka pendek. Dampak yang dihasilkan sangat besar terhadap kualitas informasi yang dicerminkan oleh laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan. Jika ditelusuri lebih lanjut terkait kualitas informasi adalah mengenai bagaimana asymetry information yang terjadi dalam perusahaan tersebut disebabkan agency problem. Agency problem timbul karena adanya konflik kepentingan antara shareholder dan manajer, karena tidak bertemunya utilitas yang maksimal antara mereka. Sebagai agent, manajer secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (prinsipal), namun di sisi yang lain manajer juga mempunyai kepentingan memaksimumkan kesejahteraan mereka. Sehingga ada kemungkinan besar agent tidak selalu bertindak demi kepentingan terbaik prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976). Asymetry information yang terdapat antara manajemen (agent) dengan pemilik (prinsipal) memberikan kesempatan kepada manajer untuk bertindak oportunis, yaitu memperoleh keuntungan pribadi. Dalam hal pelaporan keuangan, manajer dapat melakukan manajemen laba (earnings management) untuk menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Sehingga dari beberapa fenomena tersebut patut dipertanyakan fungsi dari regulasi akuntansi yang notabenenya berfungsi untuk melindungi hak-hak dari share holder dan stakeholder (Subroto: 2007). Ketika regulasi akuntansi tersebut tidak mampu me| 101 | Vol. 2 No. 2 Desember 2014 lindungi hak-hak shareholder dan stakeholder maka dapat dikatakan bahwa regulasi tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya sehingga perlu dilakukan perubahan. Sehingga regulasi akuntansi yang saat ini berlaku masih dapat dipertanyakan tingkat relevan maupun reabilitas yang terdapat pada SFAC 2 apakah masih dapat memenuhi kedua karakteristik primer dari kualitas informasi laporan keuangan. Atau masih dapat memenuhi karakteristik kualitatif laporan keuangan yang terdapat pada SFAC 8 yaitu relevan dan faithfulness representation sebagai pengganti dari SFAC 2. Akibat yang dihasilkan dari hal tersebut adalah pada pengambilan keputusan yang diambil oleh berbagai pihak dalam hal ini shareholder dan stakeholder. Berdasarkan dari latar belakang tersebut maka penulis mencoba untuk mengangkat sebuah masalah yang akan diungkapkan dalam paper ini terkait dengan perilaku earnings management yang dilakukan oleh manajemen untuk meningkatkan baik itu reputasi, penawaran saham umum perdana dan berbagai motivasi lainnya terkait apakah laporan keuangan tersebut masih dapat dijadikan acuan bagi shareholder ataupun stakeholder sebagai acuan dalam pengambilan keputusan (decision usefulness). Terdapat juga berbagai pertanyaan mengenai manajemen laba terkait dengan pengambilan keputusan. Hal tersebut dikarenakan dengan adanya perlakuan manajamen laba yang dilakukan oleh manajer maka hampir dapat dipastikan reabilitas atau bahkan faithfulness representation dari laporan keuangan yang dilaporkan manajer selaku pengelola perusahaan kepada shareholder dan stakeholder selaku pengguna dalam pengambilan keputusan akan tidak relevan dengan keadaan perusahaan yang sebenarnya. Sehingga hal tersebut dapat mengaburkan relevansi dari laporan keuangan yang dihasilkan. Hal ini juga dapat menjadi sebuah pertimbangan bagi para shareholder, stakeholder, bahkan mungkin standar setter dalam membuat sebuah standar sehingga nantinya kejadian seperti kasus Enron, World Com dan kasus lainnya yang terkait dengan manajemen laba tidak akan terjadi lagi, sehingga akan merugikan berbagai pihak. terutama pengguna laporan keuangan. PEMBAHASAN Manajemen Laba dalam Bingkai Teori Agensi Teori Agensi merupakan salah satu teori dasar yang sering digunakan untuk menjawab berbagai pertanyaan yang sering terjadi di perusahaan terutama dalam hal asimetry information. Argument penulis juga didukung oleh pendapat Jensen & Meckling (1976) yang menyebutkan bahwa salah satu pihak yang bertugas sebagai pemilik perusahaan disebut prinsipal bertugas mendelegasikan agen atau manajer untuk melakukan pekerjaan seperti yang diinginkan oleh prinsipal. Pada hubungan delegasi ini menurut Jensen & Meckling (1976) dalam hubungan metafora sebuah hubungan kontrak. Teori keagenan berkaitan dengan menyelesaikan dua masalah yang dapat terjadi pada lembaga terkait. Permasalahan pertama adalah masalah lembaga yang muncul ketika (a) keinginan atau tujuan pokok dan konflik agen dan (b) sulit atau mahalnya biaya yang dikeluarkan bagi prinsipal untuk meverifikasi apa yang telah agen lakukan. Pada permasalahan ini mengungkapkan bahwa pada setiap entitas baik bisnis maupun publik akan terjadi konflik antara shareholder dan manajer. Permasalahan tersebut menimbulkan ketidakpercayaan bagi prinsipal sebagai pemilik perusahaan. Akibat hal tersebut akhirnya prinsipal harus segera memverifikasi mengenai apa yang telah dilakukan oleh manajer dalam perusahaan tersebut. Kedua adalah masalah pembagian risiko | 102 | Vol. 2 No. 2 Desember 2014 yang timbul pada saat pokok dan agen memiliki sikap yang berbeda terhadap risiko. Dalam hal ini masalah yang risiko yang dihadapi antara prinsipal dan agen adalah prinsipal ingin risiko yang dihadapi itu besar sehingga jika prinsipal memiliki risiko yang besar maka harapannya return yang diterima juga besar. Namun hal ini berbeda dengan agen yang tidak menyukai risiko. Dimana hal ini prinsipal dapat mengurangi risiko yang dihadapi dengan cara mendiversifikasi saham yang ditanamkan dalam perusahaan ke perusahaan lain, sehingga jika perusahaan tersebut mengalami kerugian maka terdapat perusahaan lain yang mendukung atau memiliki return untuk menutupi kerugian tersebut. namun kondisi yang berbeda dihadapi oleh manajer. Yang jika perusahaan mengalami kerugian maka manajer tersebut tidak memiliki “cadangan” atau jaminan bahwa manajer tersebut dapat kembali bangkit seperti dulu. Hal ini yang menjadi problem atau sebuah dilema yang dihadapi oleh manajemen dalam menjalankan perusahaannya. Sehingga manajemen tersebut harus melakukan hal yang terbaik bagi perusahaan. Penulis berpendapat pada titik ini juga merupakan salah satu motivasi seorang manajer untuk mempertahankan posisi di perusahaan, maka seorang manajer tersebut melakukan manajemen laba. Manajemen Laba Manajer mempunyai kepentingan kuat dalam pilihan kebijakan akuntansi. Berdasarkan hal itu, manajer dapat memilih kebijakan akuntansi dari sekumpulan kebijakan (contohnya GAAP), maka alamiah jika kita menduga kalau mereka akan memilih kebijakan yang dapat memaksimalkan utilitas mereka dan atau nilai pasar dari perusahaan. Hal ini dapat disebut sebagai manajemen laba (earnings man- agement). Pemahahaman terhadap manajemen laba penting bagi akuntan, karena hal ini memudahkan perbaikan pemahaman terhadap kegunaan pendapatan bersih, baik untuk pelaporan kepada investor maupun untuk pengadaan kontrak. Berikut terdapat berbagai definisi mengenai manajemen laba yang dikemukakan oleh para ahli: a. Scott (2009) mengemukakan sebuah definisi dari manajemen laba adalah sebagai berikut: Manajemen laba adalah pilihan bagi manajer akan kebijakan akuntansi untuk mencapai suatu tujuan yang spesifik; b. Healy dan Wahlen (1999), manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan, dengan tujuan untuk memanipulasi besaran (magnitude) laba kepada beberapa stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian (kontrak) yang tergantung pada angkaangka akuntansi yang dilaporkan; dan c. Wang dan Campbell (2012) menyebutkan manajemen laba umumnya dipahami sebagai upaya oleh orang dalam perusahaan untuk melindungi posisi mereka dan keuntungan dengan memanipulasi informasi keuangan yang diberikan kepada orang luar. Hal ini sering mengambil bentuk perataan laba atau manipulasi pendapatan. d. Schipper (1989) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Lebih lanjut disebutkan menurut Scott (2009) pilihan kebijakan akuntansi diinterpre tasikan cukup luas. Meskipun pembagian jalur ini masih belum tepat, tapi hal ini memudahkan pembagian pilihan kebijakan akuntansi kedalam dua kategori. Pertama adalah pilihan kebijakan akuntansi itu sendiri, seperti amortisasi garis lurus versus amortisasi saldo menurun, atau kebijakan untuk pengakuan pendapatan (revenue). Kategori lainnya adalah akrual diskresioner, seperti cadangan untuk kerugian kredit, jaminan, nilai persediaan dan timing serta jumlah item-item luar biasa seperti penangguhan dan cadangan untuk reorganisasi. Sejatinya earnings management memilik banyak interpretasi dan sulit dibedakan dengan earnings management. Hampir dapat dikatakan kedua konsep tersebut memiliki perbedaan yang sangat kecil terutama dalam teknikteknik yang digunakan dalam earnings management dan real earnings management. Pada artikel ini memuat mengenai tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh manajer dengan melalui teknik-teknik manajemen lagi yang nantinya dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. Dimana menurut Lo (2007) manajemen laba memiliki banyak kesamaan dengan kualitas laba. Lo (2007) berpendapat bahwa manajemen laba tidak cukup untuk menjamin kualitas laba tinggi (atau angka akuntansi berkualitas tinggi lebih umum), karena faktor lain berkontribusi terhadap kualitas laba. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan adanya perlakuan manajemen laba maka kualitas laba yang diharapkan mungkin tidak akan seperti ekspektasi para shareholder dan stakeholder. Pola dari Manajemen Laba Berikut terdapat beberapa pola dari manajemen laba yang telah dikemukakan oleh Scott (2009): 1. Taking a bath Hal ini dapat terjadi selama periode stress atau yang berkaitan dengan pengorgaVol. 2 No. 2 Desember 2014 | 103 | nisasian kembali/reorganisasi, termasuk mempekerjakan CEO yang baru, jika perus ahaan harus melaporkan kerugian, maka manajemen merasa terpaksa untuk melaporkan kerugian dalam jumlah besar, sehingga mereka melaporkan sedikit kerugian pada poin ini. Konsekuensinya mereka akan menangguhkan aset, menyediakan biaya yang dapat diperkirakan di masa depan, dan secara umum “clear the decks”. 2. Income minimization Bentuk ini mirip dengan “taking a bath”, tetapi lebih sedikit ekstrim, yakni dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba yang tinggi dengan mempercepat penghapusan aktiva tetap dan aktiva tak berwujud dan mengakui pengeluaranpengeluaran sebagai biaya. Pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis, kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva tak berwujud, biaya iklan dan pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan, hasil akuntansi untuk biaya eksplorasi. 3. Maksimisasi income. Berasal dari PAT, manajer mungkin terlibat dalam pola maksimisasi income bersih yang dilaporkan untuk tujuan bonus, menyediakan hal ini tidak berarti menempatkan mereka diatas cap. Perusahaan yang mendekati pelanggaran perjanjian hutang juga dapat memaksimalkan income. 4. Income Smoothing/Perataan Laba. Income smoothing merupakan pola manajemen earning yang paling menarik. Healy, 1985 dalam Scott (2009) berpendapat bahwa manajer mempunyai insentif untuk melakukan income smoothing sehingga mereka paling tidak tetap berada diantara | 104 | Vol. 2 No. 2 Desember 2014 bogey dan cap. Lebih lanjut, jika manajer adalah penentang resiko, maka mereka lebih menyukai aliran bonus yang kurang variabel sehingga perlu melakukan income smoothing bersih. Manajer juga mampu memengaruhi nilai pasar dari saham perusahaan mereka dengan manajemen laba. Contoh, mereka ingin menciptakan kesan laba yang mulus dan berkembang sepanjang waktu. Berdasarkan efisiensi pasar sekuritas, hal ini mengharuskan mereka menggunakan informasi dari dalam. Jadi manajemen laba dapat menjadi sarana untuk mengkomunikasikan informasi dalam dari manajemen ke investor. Pertimbangan ini mengarah pada kesimpulan yang menarik dan mungkin mengejutkan bahwa hanya sedikit dari manajemen laba yang merupakan hal yang bagus. Tentu saja, aspek efisiensi dari manajemen laba terlalu dikedepankan, karena manajemen laba itu mengurangi reliabilitas. Selain menurunkan reabilitas dari laporan keuangan dikarenakan tidak mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya, maka hal ini tentu saja dapat menurunkan tingkat relevansi dari laporan keuangan yang dihasilkan. Menurut Scott (2009) Pengguna laporan keuangan tersebut dkarenakan seperti yang diketahui bahwa peranan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang berguna khususnya dalam pengambilan keputusan investasi oleh investor. Walaupun terdapat pendapat yang dikemukakan oleh Scott bahwa terdapat beberapa kondisi yang memberikan pendapat bahwa ada faktor-faktor subjektif yang dilakukan oleh individu dalam hal ini manajer harus membuat keputusan tanpa berdasarkan laporan keuangan seperti Single-Person Decision Theory. Akan tetapi bila dipandang dari sudut stakeholder bukan hanya berasal berasal dari laporan keuangan namun menurut penulis terdapat informasi-informasi di luar dari laporan keuangan itu yang dapat menjadi sebuah point penting dalam pengambilan keputusan. Motivasi untuk Melakukan Manajemen La ba Penelitian Healy yang direfer oleh Scott (2009) yang menerapkan manaj amen laba diterapkan pada kontrak bonus. Namun manajer dapat terlibat dalam manajemen laba untuk berbagai alasan lain. Sekarang kita akan mempertimbangkan beberapa motivasi lain untuk manajemen laba yaitu: 1. Motivasi kontrak lainnya Kontrak utang biasanya tergantung pada variabel akuntansi, yang timbul dari masalah moral hazard antara manajer dan pemimpin dianalisis. Untuk mengendalikan masalah kontrak pinjaman jangka panjang, biasanya pembatasan untuk melindungi terhadap tindakan oleh manajer yang bertentangan dengan kepentingan kreditur terbaik seperti pinjaman dividen berlebihan tambahan atau membiarkan modal kerja atau pemegang saham jatuh ekuitas ditentukan tingkat bogey yang semuanya melemahkan keamanan pemberi pinjaman yang ada. Manajemen laba untuk tujuan perjanjian diperkirakan oleh hipotesis perjanjian utang dari teori akuntansi positif. mengingat bahwa pelanggaran perjanjian dapat membebankan biaya berat, manajer perusahaan akan diharapkan untuk menghindarinya. 2. Untuk temuan laba investor dan menjaga reputasi Investor laba harapan dapat dibentuk dalam berbagai cara. misalnya mereka mungkin didasarkan pada pendapatan untuk periode yang sama tahun lalu, atau pada pengamat atau perkiraan perusahaan. perusahaan yang laporan lebih besar dari yang diharapkan biasanya menikmati harga saham yang signifikan, karena investor merevisi ke atas probabilitas dari kinerja masa depan yang baik laba. sebaliknya perusahaan yang gagal memenuhi harapan mengalami penurunan harga saham yang signifikan. 3. Penawaran umum perdana (IPO) Menurut definisi, perusahaan membuat penawaran umum perdana (IPO) tidak memiliki harga pasar mapan. ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana menghargai saham perusahaan tersebut. Mungkin informasi akuntansi keuangan termasuk dalam prospektus adalah sumber informasi yang bermanfaat. Selain itu terdapat juga motivasi earnings manajement yang dikemukakan oleh beberapa ahli termasuk Healy (1985) mengenai motivasi bonus yang dilakukan oleh manajer terkait dengan manajemen laba. Motivasi bonus merupakan dorongan manajer perusahaan dalam melaporkan laba yang diperolehnya untuk memperoleh bonus yang dihitung atas dasar laba tersebut. Manaj er perusahaan dengan rencana bonus lebih mungkin menggunakan metode-metode akuntansi yang meningkatkan income yang dilaporkan pada periode berjalan. Alasanya adalah tindakan seperti itu mungkin akan meningkatkan persentase nilai bonus jika tidak ada penyesuaian untuk metode yang dipilih. Penelitian Healy (1985) menggunakan pendekatan program bonus manajemen, yaitu bahwa manajer akan memperoleh bonus secara positif ketika laba berada di antara batas bawah (bogey) dan batas atas (cap). Vol. 2 No. 2 Desember 2014 | 105 | Selain itu terdapat beberapa motivasi lain yang dilakukan oleh manajer terkait dengan manajemen laba. Seperti yang dikemukakan oleh Mulford & Comiskey (2010) menunjukkan motivasi lain manajer melakukan manajemen laba adalah untuk menaikan saham pada saat penawaran saham perdana, maksimalisasi bonus, pencegahan atas pelanggaran perjanjian pinjaman, serta untuk memenuhi peramalan consensus analysis. The Decision-Usefulness Approach Pendekatan decision usefulness untuk teori akuntansi mengambil sudut pandang pada “jika kita tidak dapat mempersiapkan secara teoritis laporan keuangan yang benar, paling tidak kita dapat mencoba membuat biaya historis menjadi lebih bermanfaat. Kita harus memberi perhatian lebih pada pemakai laporan keuangan dan kebutuhan keputusan mereka”. Menurut Scott (2009) peranan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang berguna khususnya dalam pengambilan keputusan investasi oleh investor. Dengan menggunakan pendekatan decision usefulness, seorang akuntan dalam mempersiapkan informasi yang berguna harus tahu bagaimana investor membuat keputusan yaitu dengan mempertimbangkan dua hal berikut: 1. Siapakah pengguna laporan keuangan? Yang jelas terdapat beberapa pengguna laporan keuangan. Adalah sangat membantu jika kita menggolongkannya kedalam beberapa kelompok antara lain: investor, pemberi pinjaman, manajer dan pemerintah. Kelompok ini disebut konstituen akuntansi. 2. Apa masalah keputusan dari pengguna laporan keuangan? Dengan memahami masalah dalam pengambilan keputusan pengguna laporan keuangan, akuntan akan lebih baik dalam memenuhi kebutuh| 106 | Vol. 2 No. 2 Desember 2014 an informasi yang diperlukan para pengguna tersebut. Laporan keuangan yang disiapkan, disesuaikan dengan keperluan khusus penggunanya. Hal ini diharapkan akan membawa pada pengambilan keputusan yang lebih baik. Namun, untuk mengetahui jenis masalah dalam pengambilan keputusan pengguna laporan keuangan tidaklah mudah. Akuntan harus memahami logika berfikir mereka. Menurut Scott (2009) cara yang bisa dilakukan antara lain dengan menggunakan teori ekonomi dan keuangan yaitu teori pengambilan keputusan individu (single-person theory of decision) dan teori investasi (theory of investment). a. Teori Keputusan Orang Tunggal (SinglePerson Decision Theory) Teori ini mengambil sudut pandang dari seorang individu yang harus membuat keputusan dalam ketidakpastian, berarti teori ini tidak digunakan jika kondisi sudah ideal. Kondisi ideal adalah kondisi di mana karakter ekonomi sudah sempurna dan pasar sudah komplet atau sepadan dari kekurangan informasi asimetri dan rintangan lain menjadi wajar dan operasi pasar efisien. Teori ini masih relevan pada akuntansi karena laporan keuangan menyediakan tambahan informasi yang berguna untuk banyak keputusan. Jadi, simpulannya teori ini merupakan pilihan yang bagus untuk mulai memahami bagaimana individu membuat keputusan rasional di bawah ketidakpastian. Untuk bisa dikatakan berguna, suatu informasi harus mampu membantu memprediksi return investasi di masa depan. Bagaimana laporan keuangan berbasis historical cost membantu penggunanya? Yaitu dengan membantu prediksi bahwa adanya bad news atau good news yang terkandung di dalam laporan keuangan, akan tetap ada di masa mendatang. Ada dua jenis cara menggunakan informasi keuangan untuk prediksi harapan return investasi masa depan: 1. Dengan menggunakan informasi pendapatan bersih saat ini Current Financial Statement (good news or bad news in net income) prediksi future earning power prediksi future expected return -* -* 2. Dengan menggunakan informasi arus kas saat ini Current Financial Statement (good news or bad news in cash flow) prediksi future cash flow prediksi future expected return -* -* Dengan demikian, berdasarkan teori keputusan, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan berbasis historical cost masih bermanfaat bagi investor meskipun laporan tersebut tidak melaporkan secara langsung aliran kas masa depan berbasis perhitungan nilai sekarang (present-value-based). b. Teori investasi (theory of investment) Teori investasi (theory of investment) merupakan teori yang mempelajari tentang komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan untuk memperoleh sejumlah keuntungan pada masa yang akan datang. Misalnya seorang investor membeli sejumlah saham saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan dari kenaikan harga saham ataupun sejumlah dividen pada masa yang akan datang. Sebaliknya tujuan investasi tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan investor. Pada dasarnya, keputusan investasi adalah trade off antara return dan resiko (Jones, 1998 dalam Scott, 2009). Return adalah hasil yang diperoleh dari modal yang kita investasikan. Return dibedakan menjadi 2, expected return (return yang diharapkan terjadi di masa depan) dan realized return (return actual yang terjadi di masa lalu). Risk (resiko) adalah kemungkinan bahwa return actual tidak akan sama dengan return yang diharapkan (expected return). Return dan risk mempunyai hubungan yang positif, semakin besar risiko yang harus ditanggung, semakin besar return yang harus dikompensasikan. Beberapa teori dalam pengambilan keputusan (decision usefulness approach) di atas menjelaskan mengenai hal-hal yang penting dan harus diperhatikan dalam membuat sebuah keputusan baik oleh pemerintah, karyawan, kreditor, masyarakat dan bahkan shareholder selaku pemilik perusahaan. Menurut decision usefulness approach menggunakan data-data keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan yang dipublikasi oleh perusahaan. Dengan kata lain laporan keuangan merupakan salah satu informasi yang dibutuhkan oleh pihak stakeholder dan shareholder dalam proses pengambilan keputusan. Apabila reabilitas yang dimiliki oleh laporan keuangan rendah maka hampir dapat dipastikan laporan keuangan tersebut tidak relevan dikarenakan laporan keuangan tersebut tidak mencerminkan keadaan perusahaan sehingga relevansi dalam pengambilan keputusan dapat dikatakan juga akan dapat menjebak para stakeholder maupun shareholder. Manajemen Laba dan Pengambilan Keputusan Stakeholder: Sebuah Tinjauan Kritis Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa manajemen laba merupakan pilihan bagi manajer akan kebijakan akuntansi untuk mencapai suatu tujuan yang spesifik. Vol. 2 No. 2 Desember 2014 | 107 | Yang dimana laporan keuangan yang dihasilkan oleh manajer terkait dengan apa yang terjadi di perusahaan dapat dikatakan tidak mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya walaupun ada beberapa pendapat yang mendukung bahwa manajemen laba merupakan tindakan yang wajar dikarenakan sesuai dengan legalitas standar yang berlaku. Namun penulis bercermin pada beberapa skandal akuntansi yang terjadi sebelumnya seperti pada kasus Enron, WorldCom, Xerox dan beberapa skandal akuntansi lainnya sudah memberikan bukti bahwa dengan adanya perlakuan manajemen laba dalam hal ini adalah real management yang dilakukan oleh manajer maka hampir dapat dipastikan laporan keuangan yang dihasilkan oleh manajer tidak mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya. Dikarenakan menurut pendapat penulis jika laporan keuangan yang dihasilkan manajer tersebut sudah mengalami manajemen laba dijadikan acuan sebagai dasar pengambilan keputusan oleh stakeholder maka dapat dipastikan skandal-skandal akuntansi tersebut tidak akan terjadi. Sehingga hal ini mengundang berbagai pertanyaan apakah dengan adanya manajemen laba maka laporan keuangan yang dihasilkan sudah berkualitas sehingga relevan untuk digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat jalur hubungan yang terjadi antara manajemen laba dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh stakeholder dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 1 Hubungan Antara Manajemen Laba Fleksibilitas Standar Kualitas Laporan Keuangan Relevansi Pengambilan Keputusan Stakeholder Manajemen Laba dan Pengambilan Keputusan | 108 | Vol. 2 No. 2 Desember 2014 Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa manajemen laba dapat mempengaruhi pengambilan keputusan (decision usefulness) yang akan dilakukan oleh para stakeholder terutama investor dalam menanamkan saham atau berbagai keputusan lain terkait dengan data akuntansi yang telah diperoleh. Menurut penulis dengan adanya manajemen laba yang dilakukan oleh manajer selaku pengelola perusahaan maka hal tersebut dapat menurunkan salah satu karakteristik kualitatif SFAC 2 yakni reabilitas laporan keuangan perusahaan yang sekarang diganti menjadi SFAC 8 yakni faithfulness representation. Lebih lanjut dikatakan jika mengacu pada SFAC 8 maka manajemen laba tersebut akan menurunkan kualitas dari laporan keuangan. Hal tersebut dapat menurunkan kredibilitas laporan keuangan dalam pengambilan keputusan, sehingga jika digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan oleh stakeholder terutama untuk para investor dalam hal investasi maka hampir dapat dipastikan tidak mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya. Secara tidak langsung hal ini dapat merugikan stakeholder yang menggunakan laporan keuangan perusahaan tersebut sebagai dasar keputusan. Sejatinya laporan keuanga yang dihasilkan oleh manajer harus dapat mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya sehingga berbagai keputusan yang terkait dengan data-data akuntansi perusahaan yang tercermin melalui laporan keuangan dapat dilakukan dengan tepat. Walaupun terdapat berbagai kelebihan dari adanya manajemen laba seperti dapat meningkatkan reputasi maupun keuntungan lainnya jika perusahaan tersebut ingin melakukan IPO. Akan tetapi jika dipandang dari segi pengambilan keputusan maka hal ini dapat menjadi sebuah kritikan tajam terkait dengan konsep manajemen laba itu sendiri. Apakah harus dipertahankan untuk meningkatkan keuntungan dari sisi perusahaan ataukah konsep manajemen laba ini harus ditekan seminimalisir agar nantinya keputusan yang akan diambil oleh berbagai pengguna atau stakeholder sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh pengguna. Pendapat penulis ini didukung oleh Scott (2009). Dimana menurut Scott (2009) tindakan manajemen laba tersebut dapat menurutkan reabilitas laporan keuangan dan nantinya dapat menurunkan relevansi laporan keuangan tersebut. selain itu menurut Scott (2009) laporan keuangan yang dihasilkan menyediakan informasi yang berguna khususnya dalam pengambilan keputusan investasi oleh investor. Dengan menggunakan pendekatan decision usefulness, seorang akuntan dalam mempersiapkan informasi yang berguna harus tahu bagaimana investor membuat keputusan. yang bersifat monopoli atau mendekati monopoli. Sehingga dapat dipastikan regulasi merupakan salah satu cara agar hak dari investor yaitu memperoleh informasi yang benar dapat tercapai. Akan tetapi dengan adanya konsep manajemen laba maka terdapat berbagai pertanyaan yang timbul terkait dengan integritas regulasi akuntansi yang dapat dilihat pada gambar berikut. Decision Usefulness Conseptual Framework SFAC 1 & SFAC 2 Integritas Regulasi Akuntansi? SFAC 8 IASB Concept Pengambilan Keputusan Stakeholder Manajemen Laba Tinjauan Kritis atas Regulasi Akuntansi dalam Perspektif Manajemen Laba Regulasi yang dilakukan oleh pemerintah dilakukan melalui undang-undang, peraturan pemerintah, kepu-tusan menten atau keputusan lembaga pemerintah lain yang mengatur mengenai organisasi profesi dan haknya untuk berpraktik publik serta persyaratan pengungkapan dalam pelaporan keuangan perusahaan, Regulasi yang dilakukan oleh profesi akuntansi sendiri berupa regulasi penentuan dan pemonitoran standar akuntansi dan pengauditan (Scott: 2003). Dengan adanya regulasi maka diharapkan sebuah kehidupan atau secara khusus dalam pelaporan keuangan pihakpihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut dapat tercapai serta dapat dilindungi dari perilaku-perilaku opportunistik manajemen. Seperti yang diungkapkan oleh Subroto (2007) Tujuan diadakannya regulasi pada umumnya untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat konsumen agar tidak dirugikan oleh perusahaan penyedia jasa Fleksibilitas Kualitas Laporan Keuangan Relevansi Gambar 2 Model Hubungan Manajemen Laba dan Regulasi Akuntansi Berdasarkan gambar tersebut maka dapat dijelaskan sebuah alur keterkaitan antara manajemen laba terhadap integritas laporan keuangan. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa menurut penulis serta terdapat beberapa pendapat para ahli yang mengemukakan bahwa dengan adanya manajemen laba maka hal tersebut dapat faithfulness representation dari laporan keuangan sehingga dapat menurunkan relevansi yang dimana kita ketahui relevansi merupakan rerangka konseptual dalam hal ini adalah SFAC 8. Laporan keuangan tersebut harus memuat karakteristik kualitatif laporan keuangan yakni relevansi dan representative faithfulness. Jika suatu laporan keuangan tidak memenuhi karakteristik Vol. 2 No. 2 Desember 2014 | 109 | kualitatif dari laporan keuangan maka hampir dapat dipastikan laporan keuangan tersebut tidak bermanfaat. Karena sejatinya karakteristik kualitatif laporan keuangan tersebut dibuat pada dasarnya untuk kebermanfaatan. Sehingga jika regulasi akuntansi yang telah dibuat tidak memiliki asas kebermanfaat bila ditinjau dari relevansi maka regulasi tersebut patut dipertanyakan. Regulasi akuntansi tersebut menjadi sebuah pertanyaan ketika perhadapkan dengan konsep manajemen laba. Manajemen laba yang di sisi lain memiliki keuntungan bagi perusahaan terutama jika perusahaan tersebut ingin reputasi perusahaan menjadi baik. Akan tetapi akan muncul berbagai pertanyaan apakah laporan keuangan tersebut masih dapat dijadikan acuan atau masih dapat dikatakan kredibel sebagai dasar pengambilan keputusan. Seperti kasus IPO yang dilakukan oleh Facebook belakangan ini, pada awal IPO saham yang dimiliki sangat mahal akan tetapi setelah beberapa hari proses IPO saham yang dimiliki justru anjlok sehingga para investor merasa dirugikan. Oleh karena itu, adanya perlakuan manajemen laba yang dilakukan manajemen terkait dengan laporan keuangan, maka hampir dapat dipastikan reabilitas dari laporan keuangan tersebut masih perlu dipertanyakan. Serta menurut Scott (2009) jika reabilitas dari laporan keuangan tersebut menurun maka dianggap laporan keuangan tersebut tidak relevan jika digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan (decision usefulness). Pengaruh manajemen laba terhadap SFAC 8 sebagai konvergensi IFRS ini masih belum bisa dibuktikan di Indonesia, sehingga pengaruhnya masih belum dapat diputuskan. Namun, bila melihat berbagai penelitian mengenai dampak IFRS terhadap nilai menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Iatridis & Rouvolis (2010) di Greece menunjukkan bahwa The change in ûrm book value secara positif signifikan mengikuti per ubahan IFRS yang dilakukan di Negara tersebut. Namun, dapat dikatakan baru sedikit | 110 | Vol. 2 No. 2 Desember 2014 penelitian mengenai dampak IFRS mengenai relevansi sehingga untuk kasus-kasus di Indonesia masih perlu dijelajahi lebih mendalam. Selain berhubungan dasar pengambilan keputusan, dengan adanya perlakuan manajemen laba yang dilakukan oleh manajer maka hal itu menjadi sebuah pertanyaan mengenai regulasi akuntansi, yang dimana regulasi akuntansi itu seharusnya dapat memberik perlindungan terhadap masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Subroto (2007) Tujuan diadakannya regulasi pada umumnya untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat. Sehingga jika regulasi itu sendiri masih belum dapat melindungi hak-hak publik untuk memperoleh informasi yang sebenarnya maka regulasi akuntansi tersebut masih memiliki banyak celah untuk dimanfaatkan oleh salah satu pihak sehingga belum mampu untuk melindungi hak-hak publik itu sendiri. Argument ini dukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Fields et al., (2001) yang mengemukakan bahwa regulasi akuntansi mempengaruhi kualitas dan kuantitas pengungkapan keuangan, yang pada gilirannya akan memberikan implikasi kesejahteraan dan kebijakan, dalam keberadaan eksternalitas. Akan tetapi regulasi akuntansi tersebut akan berjalan sesuai dengan mestinya yaitu memberikan implikasi yang positif terhadap kesejahteraan dan kebijakan bagi kepentingan stakeholder terutama bagi pemegang saham. Namun, dengan adanya perlakuan manajemen laba ini maka memberikan sebuah sinyal bahwa dampak positif yang seharusnya diberikan melalui pengungkapan laporan keuangan tidak akan terjadi. Bahkan mungkin dapat dikatakan sebagai penipuan publik, dikarenakan laporan keuangan yang dihasilkan oleh manajemen baik dari segi reabilitas maupun relevansi tidak akan mencerminkan keadaan perusahaan yang se- benarnya. Sehingga menurut penulis regulasi akuntansi yang telah diberlakukan bagi perusahaan-perusahaan, maupun yang sudah listing maupun belum di Bursa Efek Indonesia harus ditinjau kembali agar perlakuan manajemen laba yang dilakukan oleh manajer tidak akan terjadi. Sehingga pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan dalam pengambilan keputusan tidak akan salah. DAFTAR PUSTAKA KESIM PU LAN Eisenhardt, K. M. 1989. “Agency Theory: An Assessment and Review”. Academy of Management Review. Vol. 14. No.1. pp 57—74. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan mengenai konsep manajemen laba yang sering dilakukan oleh manajer terkait dengan pertanggunjawaban terhadap pihak stakeholder khususnya pemegang saham. Manajemen laba tersebut bila dipandang dari asas kebermanfaat dari segi pengambilan keputusan maka hal tersebut tidak perlu dilakukan. Dikarenakan dengan adanya manajemen laba maka akan membuat reabilitas dari laporan keuangan menurun sehingga hal tersebut akan berdampak pada relevansi dari laporan keuangan tersebut yang juga akan semakin menurun karena kegiatan perusahaan yang dicerminkan melalui laporan keuangan tidak relevan terhadap kejadian pada saat laporan keuangan tersebut dilaporkan. Selain itu, artikel ini juga dapat menjadi sebuah tinjauan kembali terhadap regulasi akuntansi yang hingga sekarang digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang telah listing ataupun belum sebagai dasar penyusunan laporan keuangan. Regulasi akuntansi sebaiknya ditinjau kembali sehingga tindakan manajemen laba yang dilakukan manajemen tidak akan terjadi lagi, sehingga nantinya akan merugikan berbagai pihak terkait dalam pengambilan keputusan. Artikel ini juga dapat dijadikan sebuah acuan agar skandal akuntansi yang pernah terjadi seperti kasus Enron, World Com, Xerox dan beberapa entitas lain tidak akan terjadi lagi. Ball, R. & Brown, P. 1968. An empirical evaluation of accounting income numbers. Journal of Accounting Research, 6 (2): 159–177. Cornett M. M, J. Marcuss, Saunders dan Tehranian H. 2006. Earnings Management, Corporate Governance, and True Financial Performance. http:// papers.ssrn.com/ Deegan, C. (2004). Financial Accounting Theory. McGrawHill, Australia. Fazeli, Yasin S. & Rasouli, Habib A. 2011. Real Earnings Management and the Value Relevance of Earnings. International Research Journal of Finance and Economics. ISSN 1450-2887 Issue 62 (2011) Field, et al. 2001. Empirical Research on Accounting Choice. Journal of Accounting and Economics, 31 (2001) 255-307 Gaffikin, M. (2008). Accounting Theory: Research, Regulation and Accounting Practice. Pearson Education. Australia. Healy, Paul M. and J.M. Wahlen. 1999. A Review Of The Earnings Management Literature And Its Implications For Standard Setting. Accounting Horizons 13, 365-383. Jensen, M.C.; dan Meckling, W.H.. 1976. “Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure”. Journal of Financial Economics, Vol. 3. No. 4. Kothari. 2005. Performance Matched Discretionary Accrual Measures. Journal of Accounting and Economics 39 (2005) 163–197) Latridis, George & Rouvolis, Sotiris. 2010. The postadoption effects of the Implementation of International Financial Reporting Standards in Greece. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation vol 19 pp 55–65 Lo, Kin. 2008. Earnings management and earnings quality. Journal of Accounting and Economics 45 (2008) 350–357 Mulford, Charles W. & Comiskey, Eugene E. 2010. Deteksi Kecurangan Akuntansi. PPMManajemen. Jakarta Vol. 2 No. 2 Desember 2014 | 111 | Schipper,K.,1989. Commentary on earnings management. Accounting Horizons vol 3, pp 91–102. Scott, W.R. (2000). Financial Accounting Theory. E.Book. Prentice-Hall, Toronto, Canada. _______ . (2009). Financial Accounting Theory. PrenticeHall, Toronto, Canada. Subroto, Bambang. (2007). Regulasi Akuntansi untuk Mengurangi Asimetri Informasi. Jurnal Aplikasi Manajemen. Volume 5, nomor 3, desember 2007 Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi.1995. Metode | 112 | Vol. 2 No. 2 Desember 2014 Sulistiawan et al., 2011. Creative Accounting (Mengungkap Manajemen Laba dan Skandal Akuntansi). Salemba Empat. Jakarta. Wang, Yin & Campbell, Michael. 2012. Corporate governance, earnings management, and IFRS: Empirical evidence from Chinese domestically listed companies. Advances in Accounting, incorporating Advances in International Accounting 28 (2012) 189–192 Watts, R. L,; J. L., Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. New Jersey: Prentice-Hall International Inc. Penelitian Survey.LP3ES, Jakarta