Siapa Yang Membuat Alkitab? -Jakob Van Bruggen

advertisement
Siapa Yang Membuat Alkitab? – Jakob Van Bruggen
Dikutip dari buku:
Siapa Yang Membuat Alkitab?
Mengenai Penyelesaian dan Kewibawaan Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru
Oleh: Jakob Van Bruggen
Alih Bahasa oleh: J.P.D. Groen
Diterbitkan Oleh: Momentum Christian Literature atas
kerjasama dengan LITINDO
Cetakan pertama, Agustus 2002.
Halaman 85-97
5. Wahyu dan Kritik
Bagi banyak orang di abad ke-20, kewibawaan kanon bukan lagi titik
tolak dalam pendekatan Alkitab mereka. Kitab-kitab Suci diterima hanya
sejauh kitab-kitab itu dapat bertahan terhadap uji coba kritik kita, atau jika
sesuai dengan panjang gelombang pengalaman kita sendiri. Pergaulan
bebas dengan Alkitab ini tampaknya disahkan oleh apa yang disebut ilmu
pengetahuan Alkitab modern sejati. Karena banyak kritik terhadap Kitabkitab Suci dilontarkan dengan kewibawaan ilmu pengetahuan, maka kita
seakan-akan menjadi kurang ilmiah kalau bersikap kritis terhadap kritik
itu. Tetapi justru pada pokok itu diperlukan sedikit perenungan. Bolehkah
kita sungguh-sungguh menganggap sikap-sikap bebas terhadap Kitab-kitab
Suci dan kanon yang diterima pada masa kini, sebagai hasil wawasan
ilmiah yang lebih baik dan membebaskan orang dari kepercayaan kepada
Alkitab secara lugu dan tanpa pertimbangan masak? Atau adakah
perspektif yang lain?
Page 1 Siapa Yang Membuat Alkitab? – Jakob Van Bruggen
Bab ini tidak membahas berbagai pertanyaan konkret yang diajukan
oleh para penafsir modern, dan yang juga meminta jawaban konkret. Yang
menjadi pokok bahasan pada halaman-halaman berikut ialah suasana
dimana diskusi itu akan dilakukan. Kalau sikap bebas dan kritis terhadap
Kitab-kitab Suci merupakan hasil ilmu pengetahuan yang sejati,
berdasarkan fakta-fakta, dan bebas dari praanggapan, maka semua orang
yang mau berdiskusi dengan mereka yang mendekati Alkitab secara kritis
itu, sudah lebih dulu dicap sebagai manusia yang tidak mengikuti
jamannya dan mencoba tetap mempertahankan dengan keras kepala
pendiriannya yang kuno dan tidak ilmiah. Maka kritik terhadap kritik
Alkitab tampaknya sesuai bagi orang-orang yang lahir terlambat dan yang
lebih sesuai dengan periode sebelum abad ke-18 atau ke-19. Dengan cara
ini, iklim untuk berdiskusi dengan sungguh-sungguh menjadi rusak.
Kita perlu mengusut secara historis apakah kritik terhadap kanon
benar-benar baru muncul oleh ilmu pengetahuan modern. Atau apakah
kritik ini barangkali jauh lebih tua dan hanya penampilannya yang baru di
jaman kita? Jika yang terakhir ini benar, maka meskipun kita tidak dapat
melepaskan diri dari diskusi dan penelitian lanjut, tetapi kita bebas dari
anggapan membingungkan bahwa kritik Alkitab adalah modern dan
ilmiah, sedangkan kepercayaan pada Alkitab adalah lugu dan tanpa
pertimbangan masak.
Peninjauan kembali berikut ini terdiri dari tiga bagian. Mula-mula
kita memperhatikan periode yang mendahului penetapan tertulis wahyu
dan kononisasinya. Kemudian kita memperhatikan periode dimana wahyu
berfungsi dalam bentuk tertulis sebagai kanon. Akhirnya, kita
memperhatikan potret diri dari ilmu pengetahuan Alkitab yang modern dan
kritis.
1. ASAL DAN BENTUK KRITIK
Kritik terhadap wahyu Allah tidak baru. Ia sama tuanya dengan taman
Firdaus, jadi ia berasal dari jaman serangan pertama Iblis terhadap umat
manusia ciptaan Allah. Pertanyaan pertama ular kepada perempuan itu,
berbunyi, "Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini
Page 2 Siapa Yang Membuat Alkitab? – Jakob Van Bruggen
jangan kamu makan buahnya, bukan?" Pertanyaan ini mengandung nada
kritik terhadap Allah sendiri. Kritik terhadap Allah itu langsung
menghasilkan kritik terhadap wahyu-Nya: "Sekali-kali kamu tidak akan
mati, tetapi Allah mengetahui bahwa pada waktu kamu memakannya
matamu akan terbuka dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang
yang baik dan yang jahat" (Kej. 3:1-5). Permulaan itu menandai kelanjutan
yang berlangsung selama berabad-abad.
Dalam kebenciannya kepada karya Allah dan kasih Allah kepada
manusia, Iblis mengerahkan berbagai sarana ke dalam peperangan.
Misalnya senjata berupa ajaran sesat, atau penduniawian, atau pematahan
semangat. Namun senjata-senjata tersebut seringkali diasah dengan batu
asahan yang sama, yakni kritik terhadap wahyu Allah. Dengan kritik itu,
segala sesuatu yang lain dirongrong, karena siapakah yang berani
membangun hidupnya di atas dasar yang goyah dan meragukan? Dan
bagaimana sebuah Alkitab yang diserang masih bisa menjadi batu penjuru
bagi etika Kristen?
Dalam perjalanan sejarah, kita melihat bagaimana wahyu Allah selalu
diiringi oleh kritik yang menggerogotinya. Ketika TUHAN melalui Musa
membebaskan sebuah bangsa dan memberi hukum-hukum untuk
kehidupan, kewibawaan hukum itu dirongrong oleh gerutuan,
"Sungguhkah TUHAN berfirman dengan perantaraan Musa saja?
Bukankah dengan perantaraan kita juga Ia berfirman?" (Bil. 12:2). Ketika
TUHAN memberi nasihat keras melalui Yeremia untuk menyelamatkan
bangsa-Nya dari kebinasaan, dan menyuruh supaya nubuat-nubuat itu
dicatat untuk raja Yoyakim, kita melihat bahwa sesudah pembacaan
nubuat itu, raja merobek-robek gulungan tulisan itu halaman demi halaman
dan melemparkannya ke dalam perapian, sebagai benda yang tidak
berharga (Yer. 36:23). Ketika orang banyak kagum melihat keunggulan
Yesus atas roh-roh jahat, para ahli Taurat menuduh Yesus telah
mengadakan perjanjian dengan penghulu setan, Beelzebul (Mrk. 3:22).
Yesus Kristus dengan jelas menunjukkan asal dari penolakan dan kritik
yang tiada habisnya itu. Pada waktu orang mengecam wahyu yang Ia
terima dari Bapa, dan menyebut Dia kerasukan atau bersimpati terhadap
bangsa Samaria (Yoh. 8:48). Yesus menjawab orang-orang Yahudi yang
menghakimi-Nya itu, "Apakah sebabnya kamu tidak mengerti bahasa-Ku?
Page 3 Siapa Yang Membuat Alkitab? – Jakob Van Bruggen
Sebab kamu tidak dapat menangkap firman-Ku. Iblislah yang menjadi
bapamu dan kamu ingin melalukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah
pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab
di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas
kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta"
(Yoh. 8:43-44). Teguran yang tajam dan keras itu diucapkan kepada
orang-orang yang mengira bahwa mereka berdiri dalam tradisi iman.
Firman itu memperingatkan kita juga supaya menyadari bahwa pengakuan
terhadap wahyu Allah bukan hal yang otomatis bagi siapa pun. Allah
memberikan wahyu-Nya di dunia yang penuh asap mesiu peperangan. Dan
gas beracun dapat memabukkan kita sehingga kita tidak mendengar
dengan sungguh-sungguh atau tidak mau mendengar apa yang Allah
katakan. Sejak saat Allah memberikan wahyu-Nya, terdapat gerakan
menentang yang hebat untuk menutupi wahyu itu dengan cara apa pun.
Mengenai bentuk-bentuk kritik itu, setidak-tidaknya kita dapat
membedakannya dalam beberapa bentuk utama.
a. Kritik terhadap asal-usul wahyu. Pada saat TUHAN melakukan
perbuatan-perbuatan-Nya yang besar di dunia ini, tidak mudah bagi
manusia untuk mengingkari kenyataan itu. Firaun tak dapat
mengabaikan keajaiban yang dilakukan Musa. Tetapi raja itu
berusaha menganggap tanda-tanda itu bukan berasal dari TUHAN,
tetapi dari keahlian sihir yang dimiliki Musa. Bukankah para tukang
sihirnya sendiri mampu melakukan hal yang sama? Akhirnya jalan
pelarian ini ditutup, karena pada tulah yang ketiga para tukang sihir
Firaun tidak berdaya. Dan dengan terkejut mereka mengatakan,
"Inilah tangan Allah!" (Kel. 8:18-19). Usaha untuk menghindari
kuasa wahyu dengan berkata bahwa asal-usulnya bukan pada Allah,
juga kita lihat ketika mukjizat-mukjizat yang dilakukan Yesus
dianggap berasal dari Iblis (Beelzebul), padahal alasan seperti itu
tidak mereka kemukakan ketika ada orang lain yang mengusir roh
jahat (Luk. 11:18-20). Lalu Yesus mengingatkan orang-orang Yahudi
bahwa sudah tiba waktunya bagi mereka untuk melihat "tangan
Allah" (Luk. 11:20).
Page 4 Siapa Yang Membuat Alkitab? – Jakob Van Bruggen
b. Kritik terhadap realita wahyu itu. Apabila antara perbuatan Allah dan
masa dimana kita hidup telah berlalu beberapa waktu, lebih mudah
untuk menyatakan bahwa mungkin semua mukjizat itu tidak pernah
terjadi. Peristiwa besar itu menjadi sebuah cerita dan cerita itu tidak
dipercaya, sehingga realita sejarah di mana Allah menyatakan diriNya diragukan. Demikianlah Sanherib dengan kata-kata penghinaan
yang ditujukan kepada penduduk Yerusalem, sama sekali
meremehkan fakta bahwa TUHAN benar-benar telah memimpin
bangsa-Nya keluar dari Mesir (Yes. 36-37). Dan saat gempa bumi
pada hari Paskah itu telah berlalu, dan para penjaga kuburan yang
tadinya lari tunggang langgang tak lagi ketakutan, Sanhedrin
menyebarkan berita dusta bahwa jenazah Yesus dicuri oleh muridmurid-Nya. Dengan demikian, mereka hendak mengingkari
kenyataan kebangkitan Yesus dan tidak memperhitungkan wahyu
mengenai hal itu (Mat. 28:11-15). Dan sudah dalam suratnya yang
kedua, rasul Petrus harus melawan orang-orang yang menganggap
para rasul mempercayai dongeng-dongeng (2Pet. 1:16).
c. Kritik terhadap kewibawaan wahyu. Meskipun seandainya orangorang tidak mempersoalkan asal dan realita wahyu, tetapi wakyu itu
tetap dapat dirongrong. Sesuai sifatnya, wahyu Allah menuntut
pengakuan, kepercayaan dan ketaatan karena ALLAH yang
memberikan wahyu kepada manusia ciptaan-Nya. Namun
kewibawaan itu dapat dilemahkan. Hal itu terjadi ketika nabi-nabi
palsu berdiri di samping nabi sejati dan meminta perhatian dan
penghormatan yang paling berbeda untuk pemberitaan yang berbeda.
Demikianlah nabi Hananya merongrong perkataan Yeremia dan
mematahkannya, diiringi kata-kata, "Beginilah firman TUHAN:
Dalam dua tahun ini begitu jugalah Aku akan mematahkan kuk
Nebukadnezar, raja Babel itu, dari pada tengkuk segala bangsa" (Yer.
28:11). Dan Zedikia bin Kenaana, menampar pipi Mikha sesudah
nabi itu menyampaikan pesannya yang mengandung malapetaka
kepada Ahab, dan berkata: "Mana boleh Roh TUHAN pindah
daripadaku untuk berbicara kepadamu?" (1Raj. 22:24). Juga rasul
Paulus harus melawan orang-orang yang menyamar sebagai rasul,
Page 5 Siapa Yang Membuat Alkitab? – Jakob Van Bruggen
sebagai malaikat terang, yang ingin memudarkan wahyu yang
diberikan Tuhan kepada Paulus dan mengurangi rasa hormat bagi
perkataannya (2Kor. 11:13-15; 12:11-21).
Kritik atas wahyu Allah dapat kita lihat juga di sekitar wahyu yang
dituangkan dalam tulisan, yakni Alkitab. Namun kritik Alkitab bukanlah
awalnya. Yang lebih tua dari kritik Alkitab ialah kritik terhadap wahyu,
yang kemudian melahirkan kritik terhadap Alkitab.
2. KRITIK TERHADAP KITAB SUCI
Kritik terhadap Perjanjian Baru dalam abad-abad pertama mempunyai
prasejarah dalam kritik terhadap Perjanjian Lama dalam abad-abad
sebelum Masehi. Pertama-tama, kaum kafir yang sanagt membenci bangsa
Yahudi, mengkritik isi kitab yang dijadikan pedoman hidup bangsa itu.
Menurut kaum kafir, "Alkitab" Yahudi adalah dokumen yang mencatat
usaha mempertahankan diri, buah pikiran beberapa orang kusta yang
dihina dan diusir dari Mesir (demikianlah kata Tacitus, orang kafir
pencatat sejarah di awal abad kedua Masehi). Orang kafir khususnya
mengecam hukum-hukum mengenai makanan orang Yahudi, dan cara
hidup mereka yang memisahkan diri. Penulis Yahudi Josephus, yang lebih
tua daripada Tacitus yang hidup sejaman dengannya, berusaha membantah
kritik itu dalam tulisannya yang menentang Apion, dan juga dalam
bukunya yang besar mengenai jaman-jaman lampau bangsa Yahudi, yang
nadanya lebih positif.
Tetapi Kitab-kitab Suci Musa dan para nabi tidak hanya diserang oleh
pihak kafir. Ada juga kesulitan mengenai jumlah Kitab-kitab Suci yang
ditimbulkan oleh pihak lain. Bangsa Samaria dengan keras kepala menolak
mengakui tulisan Daud, Salomo dan semua nabi; mereka menganggap
memiliki wahyu Allah dalam bentuk yang lebih murni karena hanya
mengakui kelima Kitab Musa dan karena lebih mementingkan Sikhem
"dari jaman Musa" daripada Yerusalem "dari jaman Daud" (bnd. Yoh.
Page 6 Siapa Yang Membuat Alkitab? – Jakob Van Bruggen
4:20). Di pihak lain, ada beberapa kalangan apokaliptis yang di samping
Hukum Taurat dan para nabi, menjunjung tinggi pengungkapan rahasia
dari Henokh atau Barukh, dan menganggapnya sebagai firman Allah. Jadi,
sejak sebelum Masehi isi dan cakupan Perjanjian Lama sudah menjadi
sasaran tekanan dan kritik.
Apa yang terjadi pada awal Masehi dengan Perjanjian Baru,
sebetulnya berjalan sejajar dengan apa yang terjadi dengan Perjanjian
Lama. Di sini juga kita temukan kritik terhadap isi dan cakupan.
Isi Injil dan surat-surat diserang oleh pihak kafir. Sebagaimana
Josephus membantah Apion, begitu juga Origen satu abad kemudian
menentang Celcus, orang kafir yang ahli filsafat. Orang ini menyerang
Injil dalam tulisannya "Firman yang Benar" (Alêthês Logos, kira-kira
tahun 175). Ia berpendapat bahwa tak mungkin kebenaran tunggal yang
begitu mulia dapat terpecah-pecah menjadi empat Injil yang berbeda-beda.
Celcus menganggap Yesus lebih sebagai produk jaman-Nya. Menurutnya,
penyihiran dari Mesir telah memberi sumbangan pada mukjizat Yesus,
sedang pemujaan helenistis terhadap manusia sebagai dewa menyebabkan
Yesus disembah sebagai ilahi oleh para pengikut-Nya. Pada abad ketiga
dan keempat, Kaum neoplatonisme, dan para pengikut Mani mengecam
agama Kristen yang menurut mereka merupakan gejala penyakit dalam
kebudayaan. Seorang pengikut neoplatonisme, Porphyrius (lahir tahun
232) sudah menunjukkan berbagai hal dimana menurut pendapatnya, Injil
saling bertentangan satu sama lain. Ia juga memperhatikan apa yang pada
abad ke-20 disebut "Parusieverzögerung" (penundaan kedatangan kembali
Yesus Kristus). Menurutnya, perkataan Yesus mengenai akhir dunia yang
sudah dekat, tidak terwujud sebagaimana yang dimaksudkan, dan belum
terjadinya kedatangan-Nya kembali membuktikan bahwa ucapan-ucapan
dalam Injil tidak dapat dipercayai. Kaisar Julianus si murtad yang bertahta
kemudian, yang sesudah mengikuti pendidikan Kristen pindah ke agama
kafir Neoplatonisme, menulis banyak buku menentang orang Kristen, yang
disebutnya kaum "Galilea". Ia merekonstruksi semacam sejarah evolusi
agama Kristen, karena penyebutan Yesus sebagai Allah dipandangnya
sebagai perkembangan yang timbul kemudian oleh pengaruh Yohanes,
padahal sejarah sebenarnya mulai dengan seorang guru yang hanya
manusia saja, sebagaimana para penulis Injil sering menggambarkan
Page 7 Siapa Yang Membuat Alkitab? – Jakob Van Bruggen
Yesus. Pada waktu yang sama, pada paruh kedua abad keempat Masehi,
mantan Neoplatonis, Augustinus, bukannya tanpa alasan menulis buku
yang khusus dibaktikan untuk membasmi pemikiran bahwa ada
pertentangan dalam Injil. Tulisannya yang tidak jadi diselesaikan
"Kesesuaian Para Penulis Injil" (De consensu evangelistarum)
menunjukkan aktualnya kritik terhadap Injil dan perlawanan terhadapnya
di abad-abad pertama gereja. Isi Injil diserang dengan kritik terhadap
Kitab-kitab Suci di mana Injil itu ditulis.
Di abad-abad yang sama cakupan kanon Perjanjian Baru juga dikritik.
Ini dilakukan terutama oleh pihak orang murtad yang memiliki penilaian
lain tentang kebenaran wahyu. Di satu pihak di beberapa kalangan
Gnostik, berbagai tulisan yang sangat dijunjung tinggi ditempatkan di
samping Perjanjian Baru. Sebagaimana kalangan apokaliptis Yahudi
menghormati wahyu-wahyu rahasia, begitu pula kelompok-kelompok
Gnostik hidup dari pengetahuan rahasia mengenai aeon, manusia, dan
kosmos. Pada akhir abad kedua, Irenaeus dalam bukunya "Melawan
kesesatan" (Adversus Haereses) berusaha keras memerangi kaum Gnostik
dan kitab-kitab mereka yang berisi wahyu-wahyu rahasia.
Di sisi lain, di samping ekspansi kanon itu ada pula reduksi kanon
yang formal, khususnya pada Marcion di pertengahan abad kedua. Para
pengikut Marcion adalah orang-orang pertama yang melancarkan penilaian
kritus dan reduksi terhadap kanon dari sudut semacam gambaran Allah
yang "dicerahi" (lihat juga Bab III 2). Bentuk yang mereka pakai bersifat
khas. Namun demikian, metode mereka sering muncul lagi di abad-abad
kemudian. Mereka bertitik tolak dari anggapan bahwa Allah yang abadi
jauh lebih tinggi daripada segala hal yang duniawi. Dia juga lebih tinggi
daripada Allah Pencipta (demiurgos), yang menciptakan dunia yang dalam
Perjanjian Lama disebut sebagai TUHAN (JHVH). Yesus telah
mewahyukan Allah yang mahatinggi dan mengajarkan bahwa Dia adalah
kasih dan karunia. Allah tidak mengenal emosi-emosi manusiawi seperti
kemarahan dan kesedihan. Iman mempersatukan kita dengan Dia dan
mengangkat kita di atas dunia yang diciptakan oleh Allah Pencipta
demiurgos, dimana disana juga terdapat surga dan malaikat. Berdasarkan
gambaran Allah itu, Marcion menolak Perjanjian Lama. Baginya Kitab itu
hanya berfungsi sejauh dapat mendukung wahyu Injil yang datang
Page 8 Siapa Yang Membuat Alkitab? – Jakob Van Bruggen
kemudian. Di dalam Perjanjian Baru, ia hanya mempertahankan Injil
Lukas, dan sepuluh surat Paulus. Menurutnya, rasul dan penginjil yang
berhubungan erat dengannya itu paling jelas membedakan Injil dari
Hukum Taurat yang diberikan oleh demiurgos (Perjanjian Lama). Para
penulis Kristen pada akhir abad kedua, dipelopori oleh Tertulianus dengan
bukunya "Menentang Marcion" (Adversus Marcionem), telah dengan
sengit melawan perusakan kanon dan pembuatan patung Allah ini, hingga
akhirnya para pengikut Marcion tidak dapat bertahan sebagai penentang
gereja.
Kritik Kitab Suci itu memaksa Gereja Kuno untuk semakin teliti dan
dengan kesepakatan umum mendaftarkan kitab-kitab yang sudah diakui
oleh gereja-gereja sebagai yang mempunyai kewibawaan dan berasal dari
Kristus. Pada akhirnya, kanon menjadi data yang begitu mutlak dalam
sejarah gereja, sehingga kritik atas cakupan kanon itu hampir tidak
diterima lagi. Kanon menjadi fakta yang tetap. Bahkan mereka yang di
abad ke-20 memangkasi bagian-bagian pada semua sisi kanon itu dan
hanya mau menyisahkan beberapa bagian kecil yang mereka anggap
penting karena sifat otentik dan religiusnya, biasanya tidak punya rencana
untuk menerbitkan Alkitab alternatif yang sudah "dimurnikan" sebagai
pengganti Perjanjian Baru atau seluruh Alkitab. Oleh karena itu, dilihat
sepintas lalu, Alkitab dalam bentuk dan cakupannya sekarang tampaknya
telah diakui oleh semua orang sebagai titik tolak. Namun di abad-abad
kemudian, muncullah bentuk kritik terhadap Kitab Suci yang ketiga, yakni
bentuk campuran dari kritik terhadap isi dan cakupan kanon. Inilah kritik
terhadap kewibawaan Kitab-kitab Suci.
Kita menyebutnya bentuk campuran. Ia mirip dengan kritik terhadap
cakupan, karena dilontarkan oleh orang-orang yang menyebut dirinya
orang Kristen atau ahli teologi. Tetapi, kesamaannya dengan kritik
terhadap isi ialah bahwa sekarang kritik orang kafir diterapkan, meskipun
dengan pretensi Kristen. Dengan kritik Kitab Suci ini, hakikat agama
Kristen tidak dijadikan sasaran dan kanon yang resmi tidak disentuh.
Sepintas hal ini tampak lebih baik daripada kritik orang kafir atau kaum
murtad di Gereja Kuno. Tetapi sebenarnya kritik atas kewibawaan kanon
(atau bagian-bagian darinya) bisa disamakan dengan ngengat, baik dalam
agama Kristen maupun dalam kanon.
Page 9 Siapa Yang Membuat Alkitab? – Jakob Van Bruggen
Apa yang terjadi sekarang? Dari dalam, rasa hormat dan segan pada
wahyu Allah digerogoti, dan dengan demikian, fondasi agama Kristen
menjadi lapuk. Sekarang orang mengadakan pembedaan antara "kanon
formal" dan "kanon material". Dengan kanon formal orang memahami
Alkitab sebagaimana yang telah diterima di gereja Kristen, sejak jaman
dulu. Kanon material ialah bahan tertentu di dalam kanon formal, yang
dianggap mempunyai kewibawaan religius tertentu. Jadi kanon sebenarnya
terletak dalam kanon dan harus ditentukan lebih lanjut oleh penelitian
ilmiah yang kritis. Bagaimanapun populernya ungkapan "kanon di dalam
kanon" itu kini, tetapi kita berpendapat telah terjadi permainan kata yang
keliru. Hal itu memang tak mungkin lebih dari permainan kata, yaitu
pemakaian kata "kanon" dalam arti yang berbeda. Namun itu bukan
permainan yang jujur, melainkan permainan curang. Meskipun terkadang
maksudnya baik, sesungguhnya taruhannya disembunyikan. Taruhan
dalam kata "kanon" ialah pengakuan terhadap kewibawaan ilahi dari
wahyu yang ditetapkan dalam tulisan. Tetapi walaupun kata itu
dipertahankan, taruhannya dengan diam-diam dihilangkan. Sebuah "kanon
di dalam kanon" yang terbentuk lewat analisa dan penilaian kritis manusia,
tak pernah dapat menjadi kanon yang berasal dari tempat lain, dan yang
diliputi kewibawaan ilahi. Siapa yang membuat manusia menjadi cacat dan
mengiris-irisnya, sambil berkata bahwa yang penting baginya ialah
"manusia di dalam manusia", telah menggantikan rasa hormat dan segan
terhadap orang lain itu dengan gambarannya sendiri.
Usaha mencari kanon material selalu menemukan pembenarannya
dalam berbagai ketidakberesan did alam atau di sekitar Alkitab yang
menimbulkan kritik. Old soldier never die! Maka muncul lagi semua hal
yang pada abad-abad pertama sebetulnya sudah dilihat oleh para musuh
orang Yahudi dan penentang orang Kristen. Pertentangan antara Injil,
persamaan dengana agama-agama kontemporer, keragaman teologi di
dalam Injil, pertentangan dengan ilmu pengetahuan alam atau dengan ilmu
pengetahuan sejarah, beberapa hal yang tak dapat diterima oleh orangorang yang membaca Injil di abad-abad berikut, dan seterusnya, dan
seterusnya. Tetapi kalau dulu semua itu diajukan untuk menyelesaikan
masalah dengan orang Yahudi atau untuk mengesampingkan gereja
Kristen, sekarang hal itu dipakai untuk mempertahankan kanon dan
menghilangkan hakikatnya. Kitab-kitab Suci boleh tetap ada, sementara
Page 10 Siapa Yang Membuat Alkitab? – Jakob Van Bruggen
Apa Yang Ditulis dikecam dengan keras. Tetapi dalam abstraksi ini, iman
tidak akan hidup! Namun demikian, perkataan berikut tetap berlaku, tanpa
iman tak seorang pun akan selamat. Tetapi siapa yang dapat
mempertahankan iman, apabila orang harus mengikuti petunjuk dari
Kompas di dalam kompas?
Pengutipan dari artikel ini harus mencantumkan:
Dikutip dari
http://www.geocities.com/thisisreformed/artikel/siapa_membuat_alkitab.html
Page 11 
Download