BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variable Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Otonomi atau autonomi berasal dari bahasa yunani, auto berarti sendiri dan noumus berarti hukum atau peraturan.Menurut UU No.32 Tahun 2004 otonomi daerah dan otonom dalam rangka pelaksanaan UU Otonomi Daerah untuk menghindari perbedaan persepsi dalam mengartikan pengertian dari otonomi tersebut. Dalam ketentuan umum UU No.32 Tahun 2004 Pasal 1 No.5 dan 6 menyebutkan: “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Sedangkan, “Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan mayarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dan sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. “Daerah otonom selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisai pemerintahan pada hakekatnya bertujuan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan. Desentralisasi merupakan sebuah instrument untuk mencapai salah satu tujuan Negara, yaitu terutama memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis (Dhaniar, 2013 dalam Mardiasmo, 2002) 10 11 Sedangkan pengertian desentralisasi menurut Undang-Undang No.32 tahun 2004 adalah sebagai berikut: “Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepala daerah otonom yang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Terbentuknya otonomi daerah berawal dari adanya krisis ekonomi dan politik yang dialami oleh bangsa Indonesia pada tahun 1997, yang berakhir pada tidak stabilnya perekonomian dan politik Indonesia. Dengan adanya otonomi daerah dianggap dapat menjawab tuntutan pemerataan pembangunan social ekonomi, penyelenggaraan pemerintahan, dan pembangunan kehidupan berpolitik yang jujur, sehingga tujuan Negara untuk mensejahterahkan rakyat dapat terwujud. Penyelenggaraan otonomi daerah yang dilaksanakan dengan memberi wewenang yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada kepala daerah secara proporsional tersebut diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. (Halim, 2007) 2.1.2 Prinsip Otonomi Adanya pemberian otonomi kepada suatu daerah bertujuan untuk meningkatkan daya guna kinerja pemerintah daerah, terutama dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat, sehingga dapat memaksimalkan hasil yang akan dicapai. Dikarenakan setiap daerah mempunyai karakteristik berbeda-beda maka otonomi daerah mewajibkan pemerintah daerah memberikan pelayanan yang khusus terhadap daerahnya masing-masing. Otonomi daerah memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk menumbuhkan kemandirian masyarakat dengan melakukan pemberdayaan 12 masyarakat, sehingga masyarakat makin mandiri dan juga mencegah terjadinya kesenjangan sosial dengan melaksanakan program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang semakin meningkat. 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Efektifitas Efektivitas memiliki arti berhasil atau tepat guna. Efektif merupakan kata dasar, sementara kata sifat dari efektif adalah efektivitas. Menurut Effendy mendefinisikan efektivitas sebagai berikut: ”Komunikasi yang prosesnya mencapai tujuan yang direncanakan sesuai dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah personil yang ditentukan” (Effendy, 1989:14). Efektivitas menurut pengertian di atas mengartikan bahwa indikator efektivitas dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya merupakan sebuah pengukuran dimana suatu target telah tercapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan. 2.2.2 Anggaran Penganggaran mempunyai peran penting dalam organisasi sektor publik. Organisasi membuat anggaran pendapatan dan belanja yang digunakan sebagai pedoman kebijakan untuk kepentingan publik dimana hasil pelaksana anggaran dipertanggungjawabkan dalam laporan keuangan. Menurut Mardiasmo (2009) pengertian Anggaran adalah: “Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, pada sektor publik anggaran harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik, didiskusikan dan diberi masukan”. 13 Berdasarkan uraian di atas anggaran adalah estimasi kinerja keuangan yang akan di dapat dalam waktu satu tahun. Anggaran sektor publik merupakan instrument akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksana program-program yang dibiayai dengan uang publik. Anggaran sektor publik mempunyai beberapa fungsi utama, yaitu: 1. Anggaran sebagai alat perencanaan (Planning Tool) Anggaran merupakan alat perencanaan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Anggaran sektor publik dibuat untuk merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah, berapa biaya yang dibutuhkan dan berapa hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah tersebut. 2. Anggaran sebagai alat pengendalian (Control Tool) Sebagai alat pengendalian, anggaran memberikan rencana detail atas pendapatan dan pengeluaran pemerintah agar pembelanjaan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. 3. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal (Fiscal Tool) Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal pemerintah digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. 4. Anggaran sebagai alat politik (Political Tool) Anggaran digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan keuangan terhadap prioritas tersebut. 5. Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi (Coordination and Communication Tool) Anggaran berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja dalam lingkungan eksekutif. Anggaran harus dikomunikasikan keseluruh bagian organisasi untuk dilaksanakan. 6. Anggaran sebagai alat penilaian kinerja (Performance Mearsument Tool) Anggaran merupakan wujud komitmen dari Budget Holder (eksekutif) kepada pemberi wewenang (Legislatif). Kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan 14 pencapaian target anggaran dan efesiensi pelaksana anggaran. Kinerja manajemen publik dinilai berdasarkan beberapa yang berhasil eksekutif capai yang dikaitkan dengan anggaran yang telah ditetapkan. 7. Anggaran sebagai alat motivasi (Motivation Tool) Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajer dan stafnya agar bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan. 8. Anggaran sebagai alat untuk menciptakan ruang publik (Public Sphere) Berbagai organisasi kemasyarakatan harus terlihat dalam proses penganggaran publik. Jika tidak ada alat untuk menyampaikan suara, maka hal-hal yang tidak diinginkan seperti tindakan boikot, vandalisme dan sebagainya akan terjadi. 2.2.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakikatnya merupakan salah satu instrument kebijakan yang dipakai sebagai salah satu alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Menurut Halim (2012) Pengertian APBD adalah: “Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu anggaran daerah yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut: rencana penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan, jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka, periode anggaran biasanya satu tahun”. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Berbagai fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sesuai dengan ketentuan dalam pasal 3 ayat 4 UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu: 15 1. Fungsi Otorisasi Anggaran merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. 2. Fungsi Perencanaan Anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. 3. Fungsi Pengawasan Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 4. Fungsi Alokasi Anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. 5. Fungsi Distribusi Anggaran daerah harus mengandung arti/memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. 6. Fungsi Stabilitasi Anggaran daerah harus mengandung arti/menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian. Sesuai aturan APBD dan tujuan otonomi daerah, bahwa hakekat anggaran daerah merupakan alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, maka APBD harus benar-benar menggambarkan perangkaan ekonomis yang mencerminkan kebutuhan masyarakat untuk memecahkan masalahnya dan meningkatkan kesejahteraannya. 2.2.4 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah salah satu sumber penerimaan yang harus selalu terus menerus dipacu pertumbuhannya. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, PAD merupakan sumber keuangan yang paling penting dibandingkan dengan 16 sumber-sumber diluar PAD, karena PAD dapat dipergunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif daerah sedangkan bentuk pemberian pemerintah (non PAD) sifatnya lebih terikat. Dengan penggalian dan peningkatan PAD diharapkan pemerintah daerah juga mampu meningkatkan kemampuannya dalam penyelenggaraan urusan daerah. Menurut Halim (2012) pengertian Pendapatan Asli Daerah adalah: “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlalu”. Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah pasal 1 ayat 17 pengertian PAD adalah: “Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Apabila kebutuhan pembiayaan suatu daerah lebih banyak diperoleh dari subsidi atau bantuan dari pusat, dan nyatanya kontribusi PAD terhadap kebutuhan pembiayaan sangat kecil, maka dapat dipastikan bahwa kinerja keuangan daerah masih sangat lemah”. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan daerah dalam memenuhi kegiatan belanja daerah tersebut. Pendapatan Asli Daerah dapat menunjukan tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin besar PAD yang didapatkan kemungkinan daerah tersebut dapat memenuhi kebutuhan belanjanya sendiri tanpa harus bergantung pada pemerintah pusat. Hal ini menunjukan pemerintah daerah mampu untuk mandiri, dan begitu juga sebaliknya. Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 6 menjelaskan bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari: 1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah. 17 2.2.5 Pajak Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, bahwa: “Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Jenis pendapatan pajak untuk provinsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 terdiri dari: 1. Pajak Kendaraan Bermotor 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 4. Pajak Air Permukaan 5. Pajak Rokok Jenis pendapatan pajak untuk kabupaten/kota berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 terdiri dari: 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Pengambilan bahan galian golongan c 7. Pajak Parkir 8. Pajak Mineral bukan Logam dan Bantuan 9. Pajak Sarang Burung Walet 10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkantoran 11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 18 Pajak merupakan iuran rakyat yang berfungsi untuk membiayai pengeluaranpengeluaran Negara untuk kepentingan umum. Namun demikian fungsi pajak dibagi dalam 2 (dua) fungsi yaitu: 1. Fungsi Budgeter Fungsi Budgeter adalah fungsi pajak yang letaknya di sektor publik pajakpajak disini merupakan suatu alat atau suatu sumber untuk memasukan uang sebanyak-banyakan ke dalam kas Negara yang pada waktunya akan dipergunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara. Pajak-pajak ini terutama yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran rutin dan apabila setelah itu masih ada sisa (surplus), maka surplus tersebut dapat dipergunakan untuk membiayai investasi pemerintah, surplus ini disebut juga public saving dan ini merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Namun karena public saving tersebut tidak cukup untuk membiayai pembangunan pada dewasa ini, maka pemerintah telah berusaha untuk memperoleh dana-dana lain yang antara lain yaitu, hutang dalam negeri maupun luar negeri. 2. Fungsi Mengatur Fungi mengatur adalah fungsi pajak yang digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan. Fungsi mengatur ini lazimnya dilihat dari sektor swasta. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa untuk dapat mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang telah ditetapkan, maka kebijakan fiskal sebagai suatu alat pembangunan harus didasarkan atas kombinasi tarif pajak yang tinggi (baik pajak langsung maupun pajak tidak langsung) dengan suatu fleksibilitas yang lazim ada dalam sistem pengenaan pajak berupa pembebasan pajak dan pemberian insentif (dorongan-dorongan) untuk merangsang private investment yang diharapkan. 19 2.2.6 Retribusi Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, bahwa: “Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan”. Hal ini menunjukan adanya timbal balik langung antara pemberi dan penerima jasa. Pengelompokan retribusi berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 108 terdiri dari: 1. Jenis Retribusi Jasa Umum terdiri dari: 1) Retribusi pelayanan kesehatan 2) Retribusi layanan persampahan/kebersihan 3) Retribusi penggatian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil 4) Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat 5) Retribusi pelayanan parker ditepi jalan umum 6) Retribusi pelayanan pasar 7) Retribusi pengajuan kendaraan bermotor 8) Retribui pemeriksaan alat pemadam kebakaran 9) Retribusi penggantian biaya cetak peta 10) Retribusi penyediaan dan penyedotan kakus 11) Retribusi pengolahan limbah cair 12) Retribusi pelayanan tera/tera ulang 13) Retribusi pelayanan pendidikan, dan 14) Retribusi pengadilan menara telekomunikasi 2. Jenis Retribusi Jasa Usaha terdiri dari: 1) Retribusi pemakaian kekayaan daerah 20 2) Retribusi pasar grosir dan pertokoan 3) Retribusi tempat pelelangan 4) Retribusi terminal 5) Retribusi tempat khusus parker 6) Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa 7) Retribusi rumah potong hewan 8) Retribusi pelayanan kepelabuhan 9) Retribusi tempat rekreasi dan olahraga 10) Retribusi penyebrangan air, dan 11) Retribusi penjualan produksi usaha daerah 3. Retribusi Perizinan Tertentu terdiri dari: 1) Retribusi izin mendirikan bangunan 2) Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol 3) Retribusi izin gangguan 4) Retribusi izin trayek, dan 5) Retribusi izin usaha perikanan 2.2.7 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan merupakan hasil yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan yang terpisah dari pengelolaan APBD. Jika atas pengelolaan tersebut memperoleh laba, laba tersebut dapat dimasukan sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah. Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ini mencakup: 1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/Badan Usaha Miik Daerah (BUMD). 2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN. 3. Bagian laba ata penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha milik masyarakat. 21 2.2.8 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah merupakan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengeolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis-jenis lain pendapatan ali daerah yang sah berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, terdiri dari: 1. Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan 2. Jasa giro 3. Pendapatan bunga 4. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah 5. Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan pengadaan barang dan jasa oleh daerah 6. Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing 7. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksana pekerjaan 8. Pendapatan denda pajak 9. Pendapatan denda retribusi 10. Pendapatan eksekusi atas jaminan 11. Pendapatan dari pengembalian 12. Fasilitas sosial dan umum 13. Pendapatan dari penyelengaraan pendidikan dan penelitian 14. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan 2.2.9 Efisiensi efisiensi merupakan kemampuan perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya untuk memperoleh hasil tertentu dengan menggunakan masukan (input yang serendah-rendahnya) untuk menghasilkan suatu keluaran (output), dan juga merupakan kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar. 22 Sedangkan menurut Supriyono dalam bukunya yang berjudul “Akuntansi Manajemen II” mendefinisikan efisiensi sebagai berikut: “Efisiensi adalah juka suatu unit dapat bekerja dengan baik, sehingga dapat mencapai hasil atau tujuan yang diharapkan”.(Supriyono, 1997:35) 2.2.10 Belanja Daerah Menurut Halim (2007) pengertian Belanja Daerah: “Belanja Daerah adalah semua pengeluaran pemerintah daerah pada suatu periode anggaran yang mengurangi saldo anggaran lebih dalam periode anggaran yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah”. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, Belanja Daerah didefinisikan sebagai: “Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan bersih”. Selanjutnya, dalam pengoperasionalisasinya pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sebagaimana terutang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, menyatakan bahwa Belanja Daerah merupakan bagian dari pengeluaran daerah, disamping pengeluaran pembiayaan daerah. Dalam hal ini, belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat, khususnya dalam pemberian pelayanan umum. Belanja daerah dalam Pasal 22 (1) huruf b dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, objek, dan rincian objek belanja, yaitu: 1. Urusan wajib 23 2. Urusan pilihan 3. Urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, failitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Klasifikasi belanja menurut urusan wajib, mencakup: 1. Pendidikan 2. Kesehatan 3. Pekerjaan umum 4. Perumahan rakyat 5. Penataan ruang 6. Perencanaan pembangunan 7. Perhubungan 8. Lingkup hidup 9. Pertanahan 10. Kependudukan dan catatan sipil 11. Pemberdayaan perempuan 12. Keluarga berencana dan keluarga sejahtera 13. Sosial 14. Tenaga kerja 15. Koperasi dan usaha kecil menengah 16. Penanaman modal 17. Kesatuan bangsa dan politik dalam negeri 18. Pemerintahan umum 19. Kepegawaian 24 20. Pemberdayaan masyarakat dan desa 21. Statistik 22. Arsip, dan 23. Komunikasi dan informatika Klasifikasi belanja urusan pilihan, mencakup: 1. Pertanian 2. Kehutanan 3. Energi dan sumber daya mineral 4. Pariwisata 5. Kelautan dan perikanan 6. Perdagangan 7. Perindustrian, dan 8. Transmigrasi 2.2.11 Belanja Daerah Menurut Fungsi Belanja menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan keseluruhan dan perpaduan pengelolaan keuangan Negara. Klasifikasi belanja menurut fungsi, terdiri dari: 1. Pelayanan umum 2. Ketertiban dan ketentraman 3. Ekonomi 4. Lingkungan hidup 5. Perumahan dan fasilitas umum 6. Kesehatan 7. Pariwisata dan budaya 8. Pendidikan, dan 9. Perlindungan sosial 25 2.2.12 Belanja Daerah Menurut Organisasi Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah. 2.2.13 Belanja Daerah Menurut Program dan Kegiatan Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. 2.2.14 Belanja Daerah Menurut Kelompok Belanja Klasifikasi belanja menurut kelompok belanja dirinci dalam kelompok belanja langsung dan kelompok belanja tidak langsung. 1. Belanja Langsung Belanja Langsung merupakan yang dianggarkan secara terikat secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: 1) Belanja pegawai untuk pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. 2) Belanja barang dan jasa digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah. Belanja barang pakai harus bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/pengadaan, sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai. 26 3) Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 huruf c digunakan untuk pengeluaran yang dilaksanakan dalam rangka pembelian/pengadaan barang dan jasa. 2. Belanja Tidak Langsung Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja terdiri dari: 1) Belanja pegawai merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundangundangan. Belanja pegawai juga tunjangan pimpinan dan anggota DPRD serta gaji dan tunjangan kepala daerah dan wakil kepala daerah. 2) Belanja bunga digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang (principal outstanding) berdasarkan perjanjian jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. 3) Belanja subsidi digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dapat terjangkau oleh masyarakat banyak. 4) Belanja hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakat/perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya. 5) Belanja sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. 6) Belanja bagi hasil digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau 27 pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 7) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 huruf g digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang berifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota. 8) Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak bisa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan pemerintah daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup. 2.3 Kinerja Pemerintah Daerah 2.3.1 Pengertian Kinerja Pemerintah Daerah Batasan mengenai kinerja bisa dilihat dari berbagai sudut pandang. tergantung tujuan masing-masing organisasi (misalnya untuk profit atau untuk costumer satisfaction) juga tergantung pada bentuk organisasi itu sendiri (misalnya organisasi publik verus organisasi swasta atau organisasi sosial). Kinerja Pemerintah Daerah dapat didefinisikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian hasil pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan Pemerintah Daerah dalam mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran daerah yang terutang dalam dokumen perencanaan daerah. Dilihat dari dimensi waktu, dokumen perencanaan daerah terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 20 tahunan, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 1 tahunan. (Soleh dan Supripto, 2011) Kinerja adalah istilah yang mencakup banyak konsep yang berbeda. Kinerja berarti hasil kegiatan yang dilakukan dalam kaitannya dengan tujuan yang dikejar. 28 Tujuannya adalah untuk memperkuat sejauh mana pemerintah mencapai tujuan mereka. (Curristine, 2005) Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh aparat pemerintah daerah sebagai penjabaran visi yang telah ditetapkan. Misi merupakan pernyataan yang menetapkan tujuan aparat pemerintah daerah dan sasaran yang ingin dicapai. Pernyataan misi membawa organisasi bisa berbentuk apa saja tugas organisasi, dan bagaimana melakukan tugas organisasi tersebut. Tujuan merupakan penjabaran atau implementasi dari pernyataan misi, dan tujuan adalah hasil akhir yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1 sampai dengan 5 tahun. Tujuan organisasi adalah meletakkan kerangka prioritas untuk memfokuskan arah semua program dan aktivitas lembaga dalam melaksanakan misi lembaga. Sasaran adalah penjabaran dari tujuan, yaitu yang akan dicapai melalui tindakan-tindakan yang akan dilakukan dalam jangka waktu tahunan, semesteran, triwulanan ataupun bulanan. Sasaran harus menggambarkan hal yang ingin dicapai melalui tindakan-tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Adanya strategi didasarkan pada keunggulan dan kemampuan yang dimiliki oleh organiasi dengan mempertimbangkan keunggulan dan kelemahannya. Oleh sebab itu, strategi juga harus bersifat realistis dengan memperhatikan peluang dan hambatan eksternal organisasi. 2.3.2 Pengukuran Kinerja Instansi Pemerintah Pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat untuk mengendalikan suatu organisasi. Pengukuran kinerja pemerintah tersebut bermaksud untuk meningkatkan akuntabilitas, transparansi, pengelolaan organisasi dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat (Bambang dan Osmad, 2007) 29 Adanya pengukuran kinerja tidak bisa langsung sempurna dan pemerintah harus selalu melakukan upaya. Setelah itu, pemerintah akan melakukan perbaikanperbaikan atau pengukuran kinerja yang telah disusun. Dalam menetapkan ukuran kinerja, organisasi harus menetapkan sesuai dengan besarnya organisasi, kultur, visi, tujuan, sasaran, dan struktur orgaisasi. 2.3.3 Dimensi Kinerja Pemerintah Daerah Dimensi Keungan Dimensi ini meliputi kemampuan Pemerintah Daerah dalam hal: Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, peningkatan pendapatan perkapita, pendapatan asli daerah, dan mengurangi celah fiskal daerah. Memperbaiki struktur belanja daerah. Hal ini penting, mengingat dewasa ini persentase belanja pegawai pada umumnya masih sangat besar dibandingkan dengan belanja modal. 2.4 Kerangka Pemikiran Penelitian ini menggunakan dua variabel independen yaitu Pendapatan Asli Daerah (X1) dan Belanja Daerah (X2) serta variabel dependen yaitu Kinerja Pemerintah Daerah (Y1). Kemampuan pemerintah daerah untuk menghasilkan keuangan daerah melalui penggalian kekayaan asli daerah atau PAD, harus terus dipacu pertumbuhannya karena kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini akan sangat berpengaruh pada kinerja pemerintah daerah. Dengan adanya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 yang berganti menjadi Undang-Undang No.32 Tahun 2004, lalu kemudian berganti lagi menjadi Undang-Undang No.12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah, kini Pemerintah Daerah memiliki kewenangan yang lebih besar untuk mengurus dan mengelola khususnya dalam hal pengelolaan keuangan daerahnya sendiri. Dengan diberlakukannya Undang-Undang ini, pemerintah daerah 30 dapat mendapatkan peluang yang lebih besar untuk dapat menggali potensi lokal dan meningkatkan kinerja keuangan daerahnya dalam rangka mewujudkan kemandirian suatu daerah. Adanya desentralisasi keuangan merupakan konsekuensi dari adanya kewenangan untuk mengelola keuangan secara mandiri. Pemerintah daerah akan melaksanakan fungsinya secara efektif jika mendapat kebebasan dalam pengambilan keputusan pengeluaran di sektor publik dan mendapat dukungan sumber-sumber keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain dari pendapatan yang sah. Menurut Halim (2012) pengertian Pendapatan Asli Daerah adalah: “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlalu”. Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah pasal 1 ayat 17 pengertian PAD adalah: “Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Apabila kebutuhan pembiayaan suatu daerah lebih banyak diperoleh dari subsidi atau bantuan dari pusat, dan nyatanya kontribusi PAD terhadap kebutuhan pembiayaan sangat kecil, maka dapat dipastikan bahwa kinerja keuangan daerah masih sangat lemah”. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan daerah dalam memenuhi kegiatan belanja daerah tersebut. Pendapatan Asli Daerah dapat menunjukan tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin besar PAD yang didapatkan kemungkinan daerah tersebut dapat memenuhi kebutuhan belanjanya sendiri tanpa harus bergantung pada pemerintah pusat. Hal ini menunjukan pemerintah daerah mampu untuk mandiri, dan begitu juga sebaliknya. 31 Pembelanjaan rutin yang dilakukan oleh pemerintah daerah disebut sebagai belanja daerah. Untuk dapat membiayai belanja daerah, pemerintah daerah harus dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yaitu melalui peningkatan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah daerah. Menurut Halim (2007) pengertian Belanja Daerah: “Belanja Daerah adalah semua pengeluaran pemerintah daerah pada suatu periode anggaran yang mengurangi saldo anggaran lebih dalam periode anggaran yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah”. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, Belanja Daerah didefinisikan sebagai: “Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan bersih”. Klasifikasi belanja menurut kelompok belanja dirinci dalam kelompok belanja langsung dan kelompok belanja tidak langsung. 1. Belanja Langsung Belanja Langsung merupakan yang dianggarkan secara terikat secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. 2. Belanja Tidak Langsung Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kinerja Pemerintah Daerah dapat didefinisikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian hasil pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan Pemerintah Daerah dalam mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran daerah yang terutang dalam dokumen perencanaan daerah. Dilihat dari dimensi waktu, dokumen perencanaan daerah terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 20 tahunan, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 1 tahunan. (Soleh dan Supripto, 2011) 32 Kinerja adalah istilah yang mencakup banyak konsep yang berbeda. Kinerja berarti hasil kegiatan yang dilakukan dalam kaitannya dengan tujuan yang dikejar. Tujuannya adalah untuk memperkuat sejauh mana pemerintah mencapai tujuan mereka. (Curristine, 2005) Berdasarkan kerangka pemikiran terebut, maka hubungan antara variable dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Efektifitas PAD (X1) Kinerja Pemerintah Daerah (Y1) Efisiensi Belanja Daerah (X2) 2.5 Hipotesis Penelitian 2.5.1 Pengaruh Efektifitas Pendapatan Asli Daerah terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Serang Pendapatan Asli Daerah memiliki peran yang cukup signifikan dalam menentukan kemampuan daerah untuk melakukan aktivitas pemerintah dan programprogram pembangunan daerah. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat serta menjaga dan memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. Peningkatan Pendapatan asli daerah merupakan wujud dari kinerja pemerintah. Jika peningkatan realisasi pendapatan asli daerah lebih besar dari target pendapatan asli daerah, maka hal tersebut menunjukan bahwa kinerja pemerintah dalam meningkatkan efektifitas pendapatan asli daerah dapat dikatakan baik. 33 Semakin tingginya pendapatan asli daerah yang dihasilkan, maka semakin baik pula kinerja yang ditunjukan pemerintah dalam meningkatkan efektifitas pendapatan asli daerah sebagai wujud kemandirian dari suatu daerah. Untuk menentukan tingkat efektivitas Pendapatan Asli Daerah digunakan asumsi sebagai berikut ini (Mahmudi, 2010:143) : Tabel 2.1 Tingkat Efektivitas Pendapatan Asli Daerah Persentase Pencapaian Hasil >100% Sangat Efektif 100% Efektif 86%-99% Cukup Efektif 75%-85% Kurang Efektif <75% Tidak Efektif 2.5.2 Pengaruh Efisiensi Belanja Daerah terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Serang Belanja Daerah merupakan salah satu pengeluaran rutin yang dikeluarkan pemerintah daerah dalam membiayai kebutuhan pemerintah daerah serta dalam menjalankan program-program yang dibuat oleh pemerintah dalam menunjang pemerataan bangunan dan pertumbuhan ekonomi. Sumber dana untuk memenuhi belanja daerah berasal dari transfer pemerintah pusat, pendapatan asli daerah, serta investasi daerah. Dana transfer berupa dana perimbangan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah setiap tahunnya merupakan salah satu bantuan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pemerintah daerah, terutama untuk pemerintah daerah yang secara maksimal belum dapat menghasilkan pendapatan asli daerah. Berdasarkan hal tersebut, dengan terpenuhinya belanja daerah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pemerintah daerah seperti salah satunya belanja pegawai, 34 maka seharusnya kinerja pemerintah daerah dapat meningkat seiring dengan meningkatnya belanja daerah untuk setiap tahunnya. Dengan terpenuhinya kebutuhan pemerintah daerah berupa belanja daerah, pemerintah daerah seharusnya mampu pula menunujukan kinerja yang maksimal baik dalam mengelola dana tersebut ataupun dalam menggunakannya untuk program-program pemerintah. Belanja Daerah dapat dikatakan efisien apabila belanja daerah yang dianggarkan pemerintah lebih besar dibandingkan realisasi belanja daerah. Hal ini tersebut tentu mengacu pada efisiensi belanja daerah yang meunjukan bahwa kinerja pemerintah daerah dalam mengelola dana tersebut dapat dikatakan baik. Untuk menentukan tingkat efisiensi belanja daerah digunakan asumsi sebagai berikut ini (Mahmudi, 2010:148) : Tabel 2.2 Tingkat Efisiensi Belanda Daerah Persentase Pencapaian Hasil >100% Sangat Tidak Efisien 100% Tidak Efisien 86%-99% Cukup Efisien 75%-85% Efisien <75% Sangat Efisien 2.6 Hipotesis Menurut Sugiyono (2009) Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang dikemukakan baru berdasarkan pada teori yang peneliti peroleh, belum berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh melalui pengumpulan dan analisis data. Maka dari itu berdasarkan pembahasan diatas, hipotesis yang akan disajikan adalah sebagai berikut: 35 H1 : Efektifitas Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif secara parsial terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. H2 : Efisiensi Belanja Daerah berpengaruh positif secara parsial terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. H3 : Efektifitas Pendapatan Asli Daerah dan Efisiensi Belanja Daerah berpengaruh positif terhadap Kinerja Pemerintah Daerah.