II-1 B A B II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wilayah Pesisir 2.1.1 Definisi

advertisement
B A B II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Wilayah Pesisir
2.1.1
Definisi Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir sampai saat ini belum memiliki definisi yang baku.
Pembatasan wilayah pesisir secara pasti bergantung pada kondisi fisik,
morfologi, ekosistem dan oseanografi wilayah pesisir setempat.
Sehingga, batas wilayah pesisir setiap negara dapat berbeda-beda.
Meskipun begitu, ada baiknya jika kita menyimak definisi-definisi dari
wilayah pesisir yang sudah ada sebagai gambaran umum untuk
mendefinisikan wilayah pesisir. Definisi-definisi tersebut dapat dilihat
pada Tabel II-1.
Tabel II-1 Definisi Wilayah Pesisir
Sumber
Glosari istilah perencanaan dan
pengelolaan sumber daya laut
dan pesisir, MREP, 1997
[SULASDI, 2007]
Kesepakatan Internasional
[Beatley, 1994 dalam
SULASDI, 2007]
Definisi Wilayah Pesisir
Suatu kawasan geografi luas dimana bercampur faktorfaktor terestrial dan lautan yang menghasilkan sistemsistem bentuk daratan dan ekologi yang unik
Wilayah peralihan antara lautan dan daratan, ke arah darat
mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air
laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah
paparan benua
Pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat wilayah
pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun
terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti
Soegiharto (1976)
[SULASDI, 2007]
pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin.
Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian
laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang
terjadi di darat seperti sedimentasi, dan aliran air tawar,
juga yang disebabkan oleh kegiatan manusia seperti
penggundulan hutan dan pencemaran
II-1
2.1.2
Kerusakan Lingkungan Wilayah Pesisir
Lingkungan (hidup) didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi, kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya [UU 23/97, Pasal 1
Ayat 1, dalam Sumardjito, 2007]. Lingkungan dapat diartikan sebagai
suatu ekosistem, yaitu suatu sistem yang terdiri atas komponen biotik
dan abiotik yang saling berinteraksi dan membentuk suatu kesatuan
yang utuh [Dahuri dkk, 2004; Asdak, 2004]. Berdasarkan definisi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkungan meliputi ekosistem dan
sumber daya yang ada di suatu wilayah.
Berdasarkan pengertian di atas, maka lingkungan wilayah pesisir dapat
didefinisikan sebagai kesatuan segala sumber daya (abiotik) dan
makhluk hidup (biotik) yang terdapat di wilayah pesisir. Ekosistem
pesisir dapat dibagi menjadi dua, yaitu ekosistem alamiah dan buatan.
Ekosistem alamiah wilayah pesisir antara lain adalah mangrove,
terumbu karang, estuari, padang lamun, dan pantai. Sedangkan
ekosistem buatan antara lain berupa tambak, kawasan permukiman, dan
kawasan industri [Dahuri dkk, 2004].
Kerusakan lingkungan wilayah pesisir adalah perubahan kondisi
lingkungan
wilayah pesisir yang berpengaruh buruk
terhadap
kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Kerusakan, pada hakikatnya, adalah suatu perubahan, baik yang
disebabkan oleh faktor dari dalam maupun luar. Perubahan salinitas
perairan pesisir akibat aliran air tawar yang berlebih dari sungai
sehingga melewati ambang batas toleransi suatu ekosistem akan
mengancam keberlangsungan hidup ekosistem tersebut. Dengan kata
lain, telah terjadi kerusakan ekosistem / lingkungan.
Jenis-jenis permasalahan dan kerusakan lingkungan wilayah pesisir
antara lain:
II-2
1.
Sedimentasi
Sedimentasi adalah pengendapan sedimen, baik dari sungai maupun
dari laut lepas, dan merupakan suatu proses alamiah yang pasti terjadi di
wilayah pesisir. Proses sedimentasi berfungsi konstruktif terhadap
wilayah pesisir, yakni membentuk daratan pantai dan dibutuhkan oleh
ekosistem pesisir sebagai sumber hara. Namun, apabila kadarnya
berlebihan, sedimentasi berdampak bencana dan kerusakan bagi
wilayah pesisir, seperti pendangkalan perairan pesisir.
Sedimen
yang
masuk
ke
wilayah
pesisir
berpotensi
untuk
mendangkalkan perairan pesisir, membentuk delta dan tanah-tanah
timbul. Terbentuknya delta dan tanah timbul dipengaruhi oleh 3 faktor
[De Blij dan Muller, 1996] yaitu :
1. kuantitas dan jenis material sedimen yang dibawa aliran sungai
2. konfigurasi dasar laut yang dekat dengan mulut sungai
3. kekuatan arus dan gelombang laut
2.
Banjir
Banjir di wilayah pesisir dapat disebabkan oleh pendangkalan sungai,
pasang-surut laut, atau kombinasi kedua-duanya. Bila curah hujan
tinggi, sungai yang dangkal tidak mampu menampung air hujan,
sehingga terjadilah banjir. Kenaikan muka air laut akibat pemanasan
global juga berkontribusi dalam menyebabkan banjir di wilayah pesisir.
3.
Pencemaran perairan pesisir
Pencemaran perairan pantai berakibat buruk bagi wilayah pesisir jika air
laut tidak mampu lagi untuk membersihkan dirinya dari bahan-bahan
pencemar yang masuk ke perairan pantai. Bahan-bahan pencemar air
laut dapat berasal dari darat dan laut. Bahan pencemar dari darat seperti
limbah rumah tangga, industri, dan pertanian. Bahan pencemar dari laut
seperti tumpahan minyak dari kapal-kapal. Pencemaran perairan pesisir
dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem dan biota-biota perairan
pesisir.
II-3
4.
Degradasi Fisik Habitat Pesisir
Wilayah pesisir memiliki keanekaragaman ekosistem dan biota
(biodiversity) yang tinggi. Kerusakan ekosistem wilayah pesisir dapat
terjadi karena pencemaran perairan pesisir, konversi lahan, dan
eksploitasi yang berlebihan oleh manusia, seperti penambangan
terumbu karang, dan penebangan hutan mangrove. Berikut ini adalah
beberapa contoh kerusakan ekosistem wilayah pesisir :
a. Kerusakan hutan mangrove
Kerusakan hutan mangrove mengakibatkan penurunan kualitas
sumber daya ekosistem mangrove. Hal ini ditunjukkan dengan
penurunan luas hutan mangrove di Indonesia. Penurunan luas hutan
mangrove
disebabkan
oleh
pemanfaatan
yang
berlebihan,
pencemaran limbah, sedimentasi, dan perubahan pasokan air tawar
[Dahuri dkk, 2004].
b. Kerusakan ekosistem terumbu karang
Ekosistem terumbu karang, seperti halnya mangrove, juga berfungsi
sebagai habitat biota-biota laut dan penahan terjangan ombak dan
gelombang laut. Stabilitas ekosistem terumbu karang dipengaruhi
oleh intensitas cahaya (kecerahan), temperatur perairan, dan
salinitas. Adanya pencemaran perairan, sedimentasi, dan kelebihan
air tawar akibat banjir menjadi penyebab kerusakan ekosistem
terumbu karang.
c. Kerusakan ekosistem padang lamun
Ekosistem padang lamun juga berperan sebagai habitat berbagai
jenis biota laut. Lamun sangat membutuhkan intensitas cahaya yang
tinggi untuk kelangsungan hidupnya, jadi kondisi air yang keruh
dapat merusak ekosistem padang lamun. Salinitas, temperatur, dan
kualitas air laut juga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
kelestarian ekosistem ini.
d. Kerusakan ekosistem rumput laut
Rumput laut merupakan makanan utama bagi beragam spesies
II-4
organisme laut, seperti bulu babi [Dahuri dkk, 2004]. Selain itu,
rumput laut bermanfaat sebagai bahan baku industri kosmetika,
obat-obatan, dan makanan. Seperti halnya padang lamun, aktivitas
kehidupan rumput laut akan terganggu jika perairannya keruh akibat
kandungan sedimen yang berlebihan.
e. Kerusakan ekosistem estuari
Estuari merupakan ekosistem tempat air laut dan air tawar bertemu
dan bercampur. Dengan demikian, kondisi lingkungan estuari,
khususnya salinitas, sangat fluktuatif, sehingga hanya beberapa
spesies organisme saja yang mampu bertahan terhadap perubahan
tersebut. Inilah penyebab miskinnya flora dan fauna yang hidup di
ekosistem ini [Dahuri, dkk, 2004]. Dengan kata lain, estuari
merupakan ekosistem yang sangat rentan terhadap perubahan
lingkungan dan mudah rusak.
Gambar II-1 Ekosistem dan biota pesisir : (a) padang lamun, (b)
mangrove, (c) rumput laut, (d) terumbu karang, (e) populasi ikan
5.
Abrasi
Abrasi pantai adalah proses mundurnya pantai dari kedudukan semula
akibat pengikisan oleh kekuatan arus dan gelombang laut. Kerusakan
II-5
ekosistem yang berperan sebagai penahan abrasi, seperti mangrove dan
terumbu karang, menyebabkan potensi kerusakan akibat abrasi semakin
besar. Dampak buruk abrasi dapat mengancam keberlangsungan
ekosistem buatan, seperti permukiman, industri, dan budidaya, terlebih
yang berada di dekat atau di pinggir pantai.
6.
Intrusi air asin
Intrusi air asin dari laut adalah masuknya air laut ke darat. Air asin
dapat masuk melalui saluran sungai atau merembes melalui tanah.
Intrusi air laut melalui sungai disebabkan debit air sungai yang kecil,
sedangkan intrusi melalui tanah disebabkan tipisnya cadangan air tanah
kawasan pesisir dan hilir akibat pemakaian yang berlebihan. Akibatnya,
manusia akan kesulitan dalam mendapatkan sumber air bersih untuk
kehidupan sehari-hari mereka.
Gambar II-2 Proses intrusi air laut ke sumur-sumur penduduk
7.
Eutrofikasi
Eutrofikasi adalah pengkayaan perairan dengan nutrien, khususnya
nitrogen dan fosfat, yang menyebabkan meningginya populasi alga dan
tanaman pada perairan tersebut (blooming alga). Peningkatan jumlah
tersebut
menyebabkan
konsumsi
oksigen
meningkat,
sehingga
kandungan oksigen pada kolom air, khususnya dasar perairan,
berkurang. Kandungan oksigen yang sedikit menyebabkan terjadinya
aktivitas anaerob yang menghasilkan racun berupa metana dan sulfat.
Akibatnya, ikan-ikan dan organisme komunitas dasar perairan, seperti
terumbu karang, mengalami kematian. Selain itu, berkembangnya jenis
alga beracun, seperti dinoflagellata, menyebabkan terjadinya fenomena
II-6
red tides, yang dapat mematikan ikan-ikan.
Gambar II-3 Proses terjadinya eutrofikasi
2.1.3 Pengembangan Aspek Ekonomi dan Sosial Masyarakat Pesisir
Pengembangan aspek ekonomi dan sosial masyarakat pesisir merupakan
komponen dari pembangunan wilayah pesisir dan laut. Perbaikan
kualitas hidup masyarakat pesisir merupakan tantangan utamanya.
Kualitas hidup yang lebih baik mensyaratkan adanya pendapatan yang
tinggi, pendidikan yang baik, peningkatan standar kesehatan dan nutrisi,
perbaikan lingkungan hidup, dan pemberantasan kemiskinan [Bank
Dunia, 1991 dalam Todaro, 1999].
a. Pengembangan aspek ekonomi masyarakat pesisir
Ilmu ekonomi dapat diartikan sebagai ilmu / studi tentang individuindividu dan masyarakat dalam membuat pilihan, dengan atau tanpa
menggunakan uang, untuk menghasilkan (produksi) berbagai jenis
barang dan jasa dan menyalurkannnya (distribusi) kepada berbagai
individu dan golongan masyarakat (konsumen). Proses produksi
untuk menghasilkan berbagai produk, baik berupa barang maupun
jasa, dilakukan dengan memanfaatkan potensi-potensi sumber daya
yang ada [Suryonandono, 2006].
II-7
Tabel II-2 Sektor perekonomian wilayah menurut BPS [BPS, 2004]
Sektor
Primer
Sekunder
Tersier
Isian
•
Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan
•
Pertambangan dan penggalian
•
Industri Pengolahan
•
Listrik dan air bersih
•
Konstruksi
•
Perdagangan, hotel dan restoran
•
Pengangkutan dan komunikasi
•
Keuangan, persewaan dan Jasa Perusahaan
•
Jasa-jasa
Tujuan pengembangan ekonomi masyarakat adalah [Todaro, 1999] :
1. kenaikan pendapatan per kapita
2. pengentasan kemiskinan
3. penambahan lapangan kerja
Usaha yang dapat dilakukan untuk memenuhi tantangan tersebut
bagi masyarakat pesisir adalah dengan melancarkan kegiatankegiatan ekonomi wilayah pesisir, yakni memanfaatkan potensi
sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan wilayah pesisir,
mentransformasikannya menjadi barang dan jasa, yang akan
meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir.
Kegiatan-kegiatan
ekonomi wilayah pesisir dapat dilihat pada Tabel II-3.
b. Pengembangan aspek sosial masyarakat pesisir
Pengembangan aspek sosial bertujuan untuk memperbaiki kualitas
hidup masyarakat dengan menjadikan setiap anggota masyarakat
dapat [Todaro, 1999; BPS, 2004]:
1. memenuhi kebutuhan
sandang, pangan, dan papan.
2. peningkatan standar
kesehatan
3. kebebasan menjalankan agama
4. mengenyam pendidikan yang baik
5. memenuhi kebutuhan berupa rasa
aman
II-8
Tabel II-3 Beberapa kegiatan ekonomi wilayah pesisir
Kegiatan Ekonomi
Isian
• Perikanan tangkap
Perikanan
• Budidaya perikanan pantai
• Tambak udang ,
• Budidaya kepiting, tiram,
bandeng
Budidaya Pesisir dan
Pertanian
kerang mutiara
• Tambak garam
• Irigasi dan drainase
• Budidaya rumput laut
• Sawah pasang surut
• Hutan mangrove
Kehutanan dan Perkebunan
• Perkebunan kelapa
• Pengolahan ikan dan udang
• Pengolahan minyak sawit
Industri Ringan dan Berat
• Galangan kapal
• Penambangan pasir laut, karang
Pertambangan
• Penambangan minyak dan gas bumi
• Pelabuhan
Perhubungan
• Sarana transportasi darat
Perdagangan dan Keuangan
Pariwisata
• Pasar
• Bank
• TPI
• Koperasi
• Renang dan selam
• Selancar
• Ecotourism
• Memancing
• Pelayaran
Sumber : Suryonandono, 2005
Permasalahan yang sering terjadi berkenaan dengan masyarakat
wilayah pesisir adalah rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat
wilayah pesisir. Tingkat kesejahteraan yang rendah tersebut
disebabkan oleh rendahnya daya beli masyarakat, yang merupakan
sebab sekaligus akibat dari rendahnya tingkat pendidikan dan
kesehatan. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat pesisir
menyebabkan kurangnya pengetahuan mereka tentang potensi
sumber
daya
pesisir,
baik
cara
pemanfaatannya
maupun
konservasinya. Hal ini menyebabkan terbatasnya masyarakat pesisir
dalam bermata pencaharian dan tidak adanya inovasi untuk
meningkatkan pendapatannya melalui diversifikasi usaha kecil dan
II-9
menengah dengan memanfaatkan potensi sumber daya pesisir
[Suryonandono, 2005; Fitria, 2007].
Kondisi
kesehatan
masyarakat
pesisir
umumnya
juga
memprihatinkan. Menurut yang tercantum dalam Atlas Wilayah
Pesisir Jawa Barat Bagian Utara, terganggunya kesehatan
masyarakat mempengaruhi kinerja dan produktivitas mereka dalam
mencari penghasilan dan mendorong adanya pengeluaran uang yang
lebih banyak, seperti untuk biaya pengobatan.. Kemiskinan
masyarakat pesisir yang membatasi akses mereka kepada sarana
kesehatan makin memperburuk keadaan. Masyarakat pesisir pada
umumnya kurang memperhatikan kebersihan lingkungan dan
kebersihan penggunaan sumber air, sehingga sering terkena
penyakit pencernaan dan pernafasan, seperti infeksi saluran
pernafasan atas (ISPA), muntaber, dan demam berdarah.
Pengembangan aspek sosial dan ekonomi dalam rangka pemberdayaan
masyarakat wilayah pesisir memiliki 5 komponen utama. Kelima
komponen itu adalah :
1. ekonomi, sosial, budaya, hukum
2. kewilayahan
3. ekosistem
4. daerah aliran sungai
5. oseanografi pantai dan estuari
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai termasuk ke dalam komponen
pembangunan wilayah pesisir disebabkan fungsi sungai sebagai
penghubung antara darat dan laut. Segala material hasil aktivitas darat
yang masuk ke dalam perairan sungai akan dibawa ke perairan pesisir
dan mempengaruhi kondisi lingkungan pesisir, baik yang bersifat
konstruktif maupun destruktif. Menurut UNEP, sekitar 80% bahan
pencemar yang ditemukan di laut berasal dari kegiatan manusia di
daratan [Dahuri, 2004]. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa, melalui
aliran sungai, ekosistem pesisir mendapat material-material yang
II-10
dibutuhkannya, seperti sedimen dan unsur hara. Oleh karena itu,
pengkajian tentang DAS dan pengelolaannya sangat dibutuhkan demi
terlaksananya pembangunan wilayah pesisir, khususnya pada aspek
ekonomi dan sosial
Gambar II-4 Pengaruh DAS dalam menyebabkan kerusakan lingkungan wilayah pesisir
2.2
Daerah Aliran Sungai
2.2.1
Pengertian Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan
satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat berupa
pemisah topografis (berupa punggung-punggung bukit dan lembah) dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh
aktivitas daratan. [UU no. 7/2004 tentang Sumber Daya Air; SULASDI,
2007].
II-11
Gambar II-5 Ilustrasi batas DAS
Sungai tidak bisa dipisahkan dari daur hidrologi, karena sungai
merupakan alat utama dalam proses tersebut. Daur hidrologi sendiri
adalah suatu siklus yang menentukan keberadaan air di bumi. Air
merupakan unsur utama yang berperan dalam kehidupan manusia,
hewan, tumbuh-tumbuhan, dan lingkungan. Sehingga, kajian tentang
daur hidrologi sangat penting jika dikaitkan dengan pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya air untuk keberlangsungan hidup makhluk
hidup. Ilustrasi tentang daur hidrologi dilukiskan pada Gambar II-6.
Daur hidrologi merupakan suatu siklus yang kompleks, yang terdiri atas
beberapa proses. Genangan air di lautan dan di daratan (danau, waduk,
rawa) menguap karena adanya radiasi matahari. Proses tersebut
dinamakan Evaporasi. Penguapan air tidak hanya terjadi pada daerahdaerah genangan air, melainkan juga air yang dikandung oleh tumbuhtumbuhan. Proses penguapan kandungan air yang ada pada tumbuhtumbuhan disebut Transpirasi. Uap air di atmosfer hasil proses
transpirasi dan evaporasi tersebut akan mengalami pergerakan dan
mengalir akibat adanya perbedaan tekanan udara. Kemudian, karena
proses pendinginan, uap air tersebut akan mengalami perubahan ke fase
cair dan terjadilah hujan (Presipitasi) di darat atau di laut. Air hujan
yang jatuh di daratan akan mengalami 2 hal : sebagian akan meresap ke
dalam tanah melalui proses Infiltrasi, dan selebihnya akan mengalir di
permukaan tanah berupa air larian (runoff) dan mengalir menuju sungai.
II-12
Aliran permukaan ini akan mengalirkan air ke danau-danau atau
kembali ke laut (Soewarno,1991).
Gambar II-6 Daur Hidrologi (www.euwfd.com)
2.2.2
Unsur-unsur Daerah Aliran Sungai
Di dalam DAS terdapat interaksi antara komponen biotik dan abiotik,
sehingga DAS merupakan suatu ekosistem. Sebagai suatu sistem, DAS
melakukan suatu proses terhadap masukan (input) dan menghasilkan
suatu keluaran (output). Dengan demikian, proses yang sedang dan
telah terjadi di dalam sistem DAS dapat dievaluasi dengan melihat
output dari proses tersebut. Komponen-komponen dalam ekosistem
DAS dapat dilihat pada Gambar II-7.
II-13
Curah Hujan sebagai
unsur masukan bagi
Daerah Aliran Sungai
Topografi
Penggunaan
Lahan
Debit Air Sungai
Kondisi
Tanah
Jaringan
Sungai
Hasil Sedimen
Vegetasi
Penutup
Tanah
Kandungan Zat
Pencemar
Gambar II-7 Unsur-unsur DAS [Asdak, 2004]
Air hujan yang jatuh pada DAS akan mengalami interaksi dengan
komponen-komponen ekosistem DAS dan akan menghasilkan keluaran,
berupa debit air dan material-material yang terbawa olehnya, seperti
sedimen. Besarnya jumlah keluaran sedimen dari DAS adalah
bergantung kepada besarnya erosi yang terjadi dalam DAS. Erosi sangat
dipengaruhi oleh curah hujan dan komponen-komponen DAS, yaitu
vegetasi, tanah, dan aktivitas manusia. Begitu juga dengan besarnya
debit air yang dihasilkan.
DAS disusun atas unsur-unsur fisis dan biologis yang saling
berinteraksi satu sama lain. Secara rinci, unsur-unsur DAS akan
diuraikan sebagaimana uraian berikut ini.
Curah Hujan
Komponen yang menjadi masukan untuk ekosistem DAS adalah curah
hujan. Istilah yang lebih umum dari curah hujan adalah Presipitasi.
Presipitasi didefinisikan sebagai suatu peristiwa klimatik yang bersifat
alamiah, yaitu perubahan bentuk dari uap air di atmosfer menjadi
butiran-butiran air berupa curah hujan dan atau salju, sebagai akibat dari
II-14
proses kondensasi. Presipitasi disebut sebagai peristiwa klimatik
alamiah, karena bentuk presipitasi yang terjadi di suatu wilayah
dipengaruhi oleh iklim di wilayah tersebut. Bentuk yang dihasilkan dari
proses kondensasi ada dua jenis, yakni berupa butiran-butiran air hujan
dan salju. Pada daerah beriklim tropis, presipitasi terjadi dalam bentuk
curah hujan, sedangkan pada daerah yang beriklim sedang (sub-tropik),
presipitasi terjadi dalam bentuk curah hujan dan salju [Asdak, 2004].
Besaran yang menyatakan curah hujan adalah intensitas hujan, dengan
satuan mm per satuan waktu. Klasifikasi intensitas hujan dapat dilihat
pada Tabel II-4 berikut ini.
Tabel II-4 Klasifikasi intensitas hujan harian menurut Departemen Kehutanan
Intensitas Hujan (mm / hari)
Klasifikasi
0 – 13.6
Sangat Rendah
13.6 – 20.7
Rendah
20.7 – 27.7
Sedang
27.7 – 34.8
Tinggi
> 34.8
Sangat Tinggi
Jaringan Sungai
Sungai dan anak-anak sungai pada suatu DAS membentuk pola jaringan
sungai. Pembentukan pola-pola tersebut dipengaruhi oleh struktur
geologi. [Lay, 1992]. Pola dan bentuk aliran sungai memperngaruhi
potensi erosi, khususnya erosi tebing-tebing sungai. Besaran lain yang
menggambarkan DAS yang penting dalam pengelolaan DAS adalah
kerapatan sungai yang merupakan perbandingan panjang sungai dengan
luas daerah alirannya. Kerapatan sungai merupakan salah satu
parameter dalam perkiraan erosi dan hasil sedimen dalam DAS.
Kerapatan sungai, secara matematis, dinyatakan sebagai berikut :
Kerapatan Sungai =
Panjang Sungai
Luas DAS
II-15
Tabel II-5 menyajikan klasifikasi jumlah percabangan sungai untuk
mengetahui nilai indeks potensi erosi pada suatu DAS. Nilai tersebut
berguna untuk mengetahui tingkat kekritisan suatu DAS.
Tabel II-5 Klasifikasi jumlah percabangan sungai [CRC/URI CRMP, 2002]
Jumlah Percabangan Sungai
Klasifikasi
0–2
Ringan
3–4
Sedang
5–9
Kuat
> 10
Sangat Kuat
Topografi
Pada pengelolaan DAS, faktor topografi merupakan salah satu
parameter yang harus diperhatikan. Topografi DAS mempengaruhi
unsur-unsur lain yang terkait dengan DAS. Kemiringan dan panjang
lereng adalah 2 diantara banyak faktor yang menggambarkan
karakteristik topografi suatu DAS, dan karakteristik topografi ini
menentukan besarnya kecepatan dan volume aliran air ( air larian ) yang
mempengaruhi potensi erosi [Asdak, 2004]. Klasifikasi kemiringan
lereng DAS dapat dilihat pada Tabel II-6.
Tabel II-6 Klasifikasi kemiringan lereng Departemen Kehutanan
Kemiringan ( % )
Klasifikasi
0–8
Datar
8 – 15
Landai
15 – 25
Agak curam
25 -45
Curam
> 45
Sangat curam
Kondisi Tanah
Parameter penting yang terkait dengan karakteristik tanah dalam rangka
pengelolaan Daerah Aliran Sungai adalah mudah atau tidaknya tanah
II-16
tersebut tererosi (erodibilitas tanah). Erodibilitas tanah ditentukan oleh
sifat-sifat tanah yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama
lain, seperti tekstur, struktur, dan permeabilitas tanah.[Asdak, 2004].
Klasifikasi jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi disajikan di
dalam Tabel II-7. Tanah yang peka erosi berarti mudah untuk terkikis
(tererosi).
Tabel II-7 Contoh kelas-kelas tanah hasil klasifikasi Departemen Kehutanan RI berdasarkan
kepekaannya terhadap erosi
Jenis Tanah
-
Aluvial
-
Planosol
-
Glei
-
Laterik
-
Hidromorf Kelabu
-
Hidromorf
Latosol
Klasifikasi
Tidak Peka
Kurang Peka
-
Brown Forest
-
Non calcic Brown
-
Mediteran
-
Andosol
-
Grumusol
-
Podsol
-
Laterit
-
Podsolic
-
Litosol
-
Regosol
-
Organosol
Agak Peka
Peka
Sangat Peka
Vegetasi Penutup Tanah
Karakteristik dan struktur vegetasi penutup tanah memberikan pengaruh
terhadap proses erosi tanah sepanjang DAS. Vegetasi memberikan
pengaruh dalam mencegah erosi dengan cara [Asdak, 2004] :
1.
melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan
2.
menurunkan volume dan kecepatan air larian
3.
menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui sistem
perakarannya
II-17
4.
mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air
Vegetasi yang memiliki karakteristik tajuk (percabangan) yang berlapis
dapat membantu menurunkan besarnya erosi yang akan dialami tanah
akibat energi kinetik dan diameter air hujan. Struktur penanaman
vegetasi dengan merapatkan tumbuhan bawah juga dapat menurunkan
besarnya erosi tanah akibat air hujan.
Gambar II-8 Kondisi vegetasi penutup tanah : tumbuhan bawah yang rapat (atas) ,
dan sedikit tumbuhan bawah (bawah). Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya erosi.
[Asdak, 2004]
Penggunaan Ruang dan Lahan DAS
Daerah Aliran Sungai mencakup sungai beserta anak-anak sungai dan
wilayah daratan di sekitarnya, yang memiliki hubungan fungsional
antara
keduanya,
yakni
menampung
air
hujan
kemudian
mengalirkannya ke sungai atau anak-anak sungai. Dalam wilayah
daratan sepanjang DAS terdapat berbagai macam penggunaan lahan,
baik alamiah maupun buatan manusia, antara lain :
1. Hutan
4. Perindustrian
2. Pertanian
5. Utilitas, seperti transportasi dan
3. Permukiman
pemanfaatan sumber daya air sungai
II-18
Download