ii. tinjauan pustaka

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
SIKLUS HIDROLOGI
Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1993), siklus hidrologi adalah air yang menguap ke udara
dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan setelah malalui beberapa proses dan kemudian
jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Siklus hidrologi adalah sirkulasi air
yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi,
presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Menurut Asdak (2002), air yang jatuh ke permukaan bumi akan
tertahan sementara di sungai, danau atau waduk dan dalam tanah, sehingga dapat dimanfaatkan oleh
manusia dan makhluk hidup lainnya.
Perjalanan air dimulai dari penguapan air permukaan ke atmosfer melalui proses evaporasi,
dari tumbuhan melalui proses transpirasi dan dari gabungan keduanya melalui proses evapotranspirasi.
Uap air yang terbentuk dari proses evaporasi, transpirasi dan evapotranspirasi tersebut membentuk
awan setelah mencapai temperatur titik kondensasi dan jatuh ke permukaan bumi sebagai presipitasi.
Sebagian air tersebut mengalir sebagai run off melalui berbagai bentuk badan air seperti sungai,
danau, rawa dan kemudian masuk ke laut. Sebagian air yang lain mengalami infiltrasi dan perkolasi
membentuk aliran bawah permukaan menjadi aliran tanah. Dengan berbagai cara akhirnya airtanah
mengalir menuju laut (Todd, 1980).
Dalam siklus hidrologi, pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses
siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Energi matahari dan faktor-faktor iklim lain
menyebabakan terjadinya evaporasi di permukaan vegetasi dan tanah, laut dan badan air. Hasil
evaporasi berupa uap air akan terbawa oleh angin melintasi daratan yang bergunung maupun datar dan
pada keadaan atmosfer yang memungkinkan dengan kondisi iklim tertentu, sebagian dari uap air
tersebut akan terkondensai dan kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan
batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut. Konsep siklus hidrologi secara jelas
disajikan pada Gambar 1.
Sumber : Soemarto, 1987
Gambar 1. Siklus hidrologi
Sebelum mencapai permukaan, air hujan akan tertahan oleh tajuk vegetasi. Sebagian dari air
hujan tersebut akan tersimpan di permukaan tajuk dan sebagian akan jatuh ke atas permukaan tanah
melalui sela-sela daun (throughfall) atau mengalir melalui permukaan batang pohon (stemflow).
Sebagian air hujan tidak pernah sampai ke permukaan tanah karena terevaporasi kembali ke atmosfer
selama dan setelah berlangsungnya hujan (interception loss). Air hujan yang mencapai permukaan
tanah, sebagian akan masuk terserap ke dalam tanah (infiltration), sedangkan air hujan yang tidak
terserap ke dalam tanah akan tertampung sementara ke dalam cekungan-cekungan permukaan tanah
kemudian mengalir ke tempat yang lebih rendah dan selanjutnya masuk ke sungai.
Air infltrasi akan membentuk kelembaban tanah karena tertahan di dalam tanah oleh gaya
kapiler. Apabila tingkat kelembaban airtanah telah cukup jenuh maka air hujan yang baru masuk ke
dalam tanah akan bergerak lateral (horisontal). Pada tempat tertentu air tersebut akan keluar lagi ke
permukaan tanah (subsurface flow) dan akhirnya mengalir ke sungai.
2.2
AIRTANAH
Airtanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-ruang antara
butir-butir tanah dan di dalam retak-retak batuan yang disebut juga sebagai air celah atau fissure
water. Air yang mengisi pori lapisan bumi yang berada di bawah water table biasanya disebut airtanah
(Sosrodarsono dan Takeda, 1993). Menurut Bouwer (1978), airtanah adalah sejumlah air di bawah
permukaan bumi yang dapat terkumpul pada sumur-sumur, lorong-lorong dan saluran-saluran
drainase atau aliran alami di permukaan bumi melalui perembesan.
2.2.1 Infiltrasi Air Hujan dalam Tanah
Proses masuknya air hujan dari permukaan sampai ke lapisan akuifer disebut infiltrasi.
Hal ini menyatakan bahwa infiltrasi terbatas pada proses masuknya air permukaan sampai
lapisan akuifer dan selanjutnya gerakan air pada lapisan akuifer disebut perkolasi (Bouwer,
1978). Menurut Ardani (1997), perkolasi merupakan air di dalam tanah sebagai kelanjutan
proses infiltrasi. Air yang mengalami infiltrasi pada suatu saat akan melampaui batas tanah
untuk menahan air (pori-pori tanah telah terisi oleh air), sehingga kelebihan air akan terus
bergerak ke bawah berupa perkolasi. Laju perkolasi dari berbagai tekstur tanah disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Laju perkolasi dari berbagai tekstur tanah
Tekstur Tanah
Laju Perkolasi (mm/hari)
Lempung berpasir
3-6
Lempung
2-3
Lempung liat
1-2
Sumber : Rice Irrigation in Japan dalam Ardani (1997)
Infiltrasi maksimum pada kondisi tanah tertentu disebut sebagai kapasitas infiltrasi yang
tergantung pada struktur tanah, tata guna tanah, suhu dan faktor iklim setempat. Perubahan
kapasitas infiltrasi dapat dipengaruhi oleh musim penghujan, kemarau dan kelembaban tanah.
Jika kapasitas infiltrasi sudah maksimum maka kelebihan air akan menjadi air limpasan dan
kemudian masuk ke laut. Laju infiltrasi terjadi pada lapisan tanah bagian atas karena
kelembaban tanah tersebut relatif kering dan kecepatan infiltrasi akan semakin menurun pada
tanah yang lembab di bawah.
Pada suatu wilayah yang pada permukaan tanahnya terjadi infiltrasi dan langsung masuk
pada lapisan airtanah disebut sebagai daerah resapan (recharge area). Pada akuifer bebas,
daerah resapan meliputi seluruh permukaan tanah yang ada diatas. Pada lapisan akuifer dalam,
luas daerah resapan menjadi lebih sempit dan terletak pada elevasi yang lebih tinggi (Hoefs
dalam Djijono, 2002).
4
Pada lapisan tanah yang semi permeabel, material tanah mempunyai tekstur yang halus.
Tekstur ini mempunyai sifat penyaring air yang sangat halus (ultra filtrasi), penyaring aktif,
selektor ionik, sehingga memungkinkan terjadi tekanan osmotik dan perbedaan potensial listrik
dalam lapisan tanah. Lapisan tanah yang impermeabilitas ditentukan berdasarkan porositas
antar partikel dan sifat ionik serta koloidal. Impermeabilitas ini berfungsi sebagai penyaring
airtanah atau sebagai purifikasi (Appelo dan Postma dalam Djijono, 2002).
2.2.2 Sumber Airtanah
Sumber utama dari airtanah adalah air hujan yang masuk kedalam tanah atau melalui
badan air seperti sungai dan mengalami poses perkolasi menuju akuifer. Air yang mengalami
proses infiltrasi masuk ke dalam tanah akan meningkatkan kelembaban tanah dan setelah
melampaui kapasitas jenuh maka air akan bergerak vertikal untuk masuk ke dalam lapisan
airtanah oleh pengaruh gaya gravitasi.
Sumber airtanah selain air hujan dapat juga berasal dari dalam tanah meskipun dalam
jumlah yang relatif kecil. Menurut Todd (1980), sumber tersebut meliputi :
1. Connate water atau kantong air yang terperangkap dalam lapisan tanah dan terjadi
pada saat proses pengendapan.
2. Air metaforik merupakan air yang keluar pada saat batuan mengalami proses
metamorphose, kedua jenis air tersebut disebut sebagai air rejuvenil atau rejuvened
water.
3. Air magma atau plutonik yaitu merupakan air rejuvenil yang berasal dari aktivitas
magma.
4. Air meteorik yang berasal dari atmosfer dan dapat mencapai lapisan jenuh secara
langsung dan tidak langsung.
5. Air marin yang berasal dari laut menerobos ke akuifer.
Suryahadi dalam Ardani (1997) menjelaskan bahwa banyaknya kandungan airtanah di
suatu daerah tergantung pada iklim/musim atau banyaknya curah hujan, banyak atau sedikit
tumbuh-tumbuhan (hutan, padang, dsb.), topografi (lereng, datar, dsb.) dan derajat
kesarangan/derajat celah batuan. Potensi sumberdaya air di suatu daerah sangat dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain lapisan batuan sebagai penyusun sistem akuifer, faktor
morfologi dan penggunaan lahan, menyangkut tetumbuhan penutupnya serta faktor curah hujan
yang merupakan sumber asal airtanah (Notodihardjo, 2004).
2.2.3 Pergerakan Airtanah
Mekanisme pergerakan bahan-bahan material yang terkandung di dalam air pada suatu
medium yang permeabel atau porous disebut sebagai dispersi (pergerakan) airtanah. Dispersi
sangat dipengaruhi oleh arah aliran airtanah dan partikel-partikel yang terkandung di dalam
lapisan airtanah. Dispersi dapat berbentuk longitudinal atau paralel dengan arah aliran airtanah
dan transversal, yaitu menyimpang dari arah aliran airtanah. Dua macam dispersi ini secara
bersama-sama membentuk konus terbuka searah aliran airtanah. Besar atau kecil sudut konus
ditentukan oleh ukuran butiran tanah dan partikel yang mengalami dispersi (Stum dan Morgan
dalam Djijono, 2002).
Bahan-bahan dispersan yang masuk ke dalam sistem lapisan akuifer yang tidak terdapat
secara alami pada airtanah tersebut dikatakan sebagai bahan kontaminan. Bahan kontaminan
yang dapat mempengaruhi sistem kehidupan pada lingkungan airtanah baik secara kimia, fisika
5
atau sebaran organisme, dikategorikan sebagai bahan pencemar lingkungan hidup. Bahan
pencemar ini dapat berasal dari alam maupun aktivitas kegiatan manusia (Manahan, 1994).
Gerakan airtanah pada lapisan akuifer mengikuti hukum Darcy sebagai berikut :
…….….………………………………………………….......... (1)
Keterangan:
Q = debit air yang mengalir melalui potongan tanah seluas A cm2.
A = penampang dari saluran air.
k = koefisien konduktifitas.
I = gradient potensial kapiler dan gradient gravitasi.
Besaran k (koefisien konduktifitas) tergantung pada jenis tanah, kelembaban tanah dan
tegangan tanah. Menurut Richard antara lempung, liat dan pasir mempunyai besaran koefisien
konduktifitas yang berbeda-beda (Sosrodarsono dan Takeda, 1993).
Menurut Seyhan (1990), pengukuran arah aliran airtanah dapat dilakukan dengan empat
metode, yaitu :
1. Metode kartografik menggunakan kontur airtanah atau permukaan piziometrik dari
pengamatan air pada jaringan sumur-sumur alami atau lubang-lubang pengeboran.
2. Pelacak : terdapat tiga cara menggunakan pelacak yaitu :
1) Memasukkan pelacak buatan (pewarna garam, hydrogen, kobalt) ke dalam lubang bor
dan tempat konsentrasi puncak airtanah pada jaringan sumur-sumur pengamatan di hilir.
2) Pemasangan bahan-bahan pelacak alami (konsentrasi tritium yang terdapat pada air
hujan, dibandingkan dengan terdapat pada airtanah).
3) Pemasukan dan pengamatan pada lubang bor tunggal.
3. Pengukuran aliran : pengukuran dilakukan secara langsung dengan menggunakan pengukur
arus atau pengukur arus termal. Pengukur arus termal akan mengukur jumlah air yang
dipanaskan antara dua tempat pengamatan (berbanding terbalik dengan kecepatan aliran).
4. Model-model airtanah
Berdasarkan sifat lapisan batuan terhadap airtanah, maka batuan sebagai media aliran
dibedakan menjadi empat macam (Ardani, 1997), yaitu :
1) Akuifer, yaitu lapisan batuan yang mepunyai susunan sedemikian rupa sehingga dapat
menyimpan dan meluluskan air dalam jumlah yang berarti. Contoh : pasir, kerikil, batu
pasir, batu gamping yang berlubang-lubang dan lava yang retak-retak.
2) Akuiklud, yaitu lapisan batuan yang dapat menyimpan air tetapi tidak dapat
mengalirkan air tersebut dalam jumlah yang berarti. Contoh : lempung, tufa halus, lanau
dan berbagai batuan yang berukuran lempung.
3) Akuifug, yaitu lapisan batuan yang dapat menyimpan dan mengalirkan air. Contoh :
granit, batuan yang kompak, keras dan padat.
4) Akuitar, yaitu lapisan batuan yang mempunyai susunan sedemikian rupa sehingga dapat
menyimpan air tetapi hanya dapat mengalirkan air dalam jumlah yang terbatas,
misalnya terdapat rembesan atau bocoran. Akuitar terletak diantara akuifer dan
akuiklud.
2.2.4 Pengambilan Airtanah
Menurut Widjaja (1986), pemanfaatan dan pengambilan airtanah di suatu cekungan
airtanah yang tidak terkendali dalam arti pengambilan jumlah airtanah melebihi jumlah
pengisian airtanah, atau secara keseluruhan output sistem air lebih besar daripada input, akan
menimbulkan efek-efek antara lain:
6
a.
b.
c.
d.
Penurunan cadangan airtanah.
Penurunan muka airtanah secara terus-menerus.
Terjadinya susupan air bergaram dari laut ke arah daratan.
Terjadinya land subsidence (penurunan tanah).
Dengan meningkatnya kebutuhan air, baik untuk keperluan industri, pertanian dan
kebutuhan rumah tangga, pengambilan airtanah juga mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Hal ini menjadi salah satu faktor pendorong besarnya pemanfaatan airtanah.
Menurut Asdak (2002), dalam merencanakan pengambilan airtanah, perlu persiapan yang
meliputi teknik pengambilan airtanah, informasi hidrogeologi, peta pengendalian airtanah,
informasi geologi, peta topografi, data meteorologi dan hidrologi di daerah yang akan
dimanfaatkan airtanahnya. Selain itu diperlukan pula informasi tentang penyebaran akuifer,
lokasi sumber mata air dan kualitas airtanah di daerah pengkajian.
Pengambilan airtanah (water yield) dapat dilakukan dengan berbagai cara dan sumber air
yang dipergunakan dapat berupa akuifer terkekang, akuifer bebas atau akuifer tumpang.
Pembuatan sumber sebagai upaya pengambilan airtanah sudah lama dipergunakan orang.
Pembutan sumur ini adalah pembuatan lubang dari permukaan tanah menembus lapisan-lapisan
tanah sampai mencapai lapisan akuifer, menampung untuk sementara waktu air yang
terkumpul dari akuifer ke dalam lubang yang dibuat dan kemudian mengambilnya dengan
timba atau pompa.
Kualitas dan kuantitas airtanah yang diambil dari sumur ini, dipengaruhi oleh kondisi
akuifer yang dijadikan sumber. Menurut Singh (1980), terdapat tiga faktor yang mengatur
perkembangan penggunaan sumur, yaitu :
1. Geologi permukaan bumi.
2. Porositas dan permeabilitas akuifer.
3. Jumlah air yang tersimpan pada lapisan tanah.
Pengaruh geologi pada permukaan bumi terhadap sumur-sumur yang bersumber pada
akuifer ikut menentukan jumlah air yang terkandung dalam akuifer dan akan menentukan
jumlah air yang dapat diambil dari sumur yang bersumber pada akuifer tersebut. Pada lapisan
akuifer terkekang, umumnya mengandung jumlah air yang tetap dan di beberapa daerah dapat
dikatakan tidak banyak dipengaruhi oleh perubahan musim, terutama di daerah yang jauh dari
wilayah pengisian kembali (recharge area). Pada akuifer bebas, tebal lapisan tanah yang
mengandung air sangat tergantung pada musim dan ini akan menentukan jumlah air yang dapat
diambil melalui sumur-sumur yang bersumber pada akuifer tersebut (Singh, 1980).
Porositas dan permeabilitas akuifer mempengaruhi pengambilan air dari akuifer. Semakin
porous dan permeabel akuifer, semakin mudah pengambilan air dari akuifer tersebut. Namun
sebaliknya akan makin cepat mengalami pengurangan kapasitas tampungnya dan akan mudah
mengalami fluktuasi akibat imbuhan (recharge) yang tidak sesuai dengan jumlah
pengambilannya (water yield). Sumur yang terletak pada bagian atas dari lapisan akuifer
miring (sloping) ke bawah, akan menerima air hanya pada saat permukaan akuifer cukup
tinggi, yang hanya terjadi pada musim hujan. Sebaliknya sumur yang terletak pada dataran di
bagian bawahnya, akan lebih banyak menyimpan air dan tidak akan mengalami kekeringan
walaupun musim kemarau.
Menurut Djijono (2002), berdasarkan sumber air (jenis akuifer) dan cara pembuatan,
sumur dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sumur dangkal yang mempergunakan
akuifer bebas sebagai sumber dan sumur dalam yang mempergunakan akuifer terkekang
sebagai sumber. Sumur dangkal mengunakan akuifer bebas atau kadang-kadang pada suatu
7
daerah dapat juga berupa akuifer tumpang sebagai sumber air tersebut. Sifat akuifer tumpang
sesuai dengan sifat akuifer tersebut, yaitu fluktuatif, mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan, kualitas airnya sangat bervariasi tergantung dari kondisi lingkungan.
Sumur dalam yang bersumber dari akuifer terkekang, maka kuantitas air tidak fluktuatif,
tidak banyak dipengaruhi lingkungan kecuali di daerah pengisian kembali, kualitas air tersebut
hanya bervariasi oleh jenis tanah yang menyusun akuifer, sehingga hanya bervariasi pada
kandungan bahan-bahan organik alami. Hal ini dengan sendirinya tidak akan berlaku apabila
terjadi retakan dinding akuifer, sehingga memungkinkan terjadi perkolasi dari daerah sekitar
akuifer tersebut.
Airtanah yang berkaitan dengan pengembangan air diklasifikasikan dalam lima jenis
sesuai dengan kondisi airtanah, yaitu airtanah dalam dataran alluvial, airtanah dalam kipas
destrial, airtanah dalam teras dilluvial, airtanah di kaki gunung api dan airtanah zona batuan
retak (Sosorodarsono dan Takeda, 1993). Untuk memenuhi kebutuhan airtanah tersebut, cara
pengambilan airtanah seringkali tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hidrologi yang baik,
sehingga seringkali menimbulkan dampak negatif yang serius terhadap kelangsungan dan
kualitas sumber daya airtanah. Menurut Asdak (2002), dampak negatif pemanfaatan airtanah
yang berlebihan dapat dibedakan menjadi dampak yang bersifat kualitatif (kualitas airtanah)
dan kuantitatif (pasokan airtanah). Pencemaran kualitas airtanah juga dijumpai di daerah yang
berbatasan dengan pantai dalam bentuk intrusi air laut ke dalam sumur-sumur penduduk.
2.3
AKUIFER
Akuifer merupakan lapisan pembawa air yang mempunyai susunan sedemikian rupa, sehingga
dapat menyimpan dan mengalirkan air. Formasi-formasi yang berisi dan memancarkan airtanah
disebut sebagai akuifer (Linsley dan Franzini, 1991). Jumlah airtanah yang dapat diperoleh di
sembarang daerah tergantung pada sifat-sifat akuifer yang ada di bawahnya serta pada luasan cakupan
dan frekuensi imbuhan. Lapisan permeable atau lapisan yang dapat dilalui oleh airtanah seperti
lapisan pasir atau lapisan kerikil yang jenuh dengan airtanah disebut juga dengan akuifer
(Sosrodarsono dan Takeda, 1993). Dengan demikian pada dasarnya akuifer adalah kantong air yang
berada di dalam tanah.
2.3.1 Jenis Akuifer
Akuifer dibedakan menjadi dua, yaitu akuifer bebas (unconfined aquifer) dan akuifer
terkekang (confined aquifer). Menurut Kruseman dan De Ridder (1991), berdasarkan nilai
permeabilitas (k) lapisan batuan, akuifer dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu akuifer
bebas (unconfined aquifer), akuifer setengah bebas (semi unconfined aquifer), akuifer setengah
tertekan (semi confined aquifer) dan akuifer tertekan (confined aquifer).
Akuifer bebas (unconfined aquifer), yaitu akuifer yang berada di atas lapisan kedap. Pada
lapisan atas dibatasi oleh suatu bidang batas air bebas (water table) atau phreatic level yang
mempunyai tekanan sama dengan tekanan udara di sekitarnya. Akuifer bebas terbentuk ketika
tinggi muka airtanah (water table) menjadi batas atas zona tanah jenuh. Akuifer setengah bebas
(semi unconfined aquifer), yaitu akuifer yang batas atasnya dibatasi oleh suatu lapisan butir
halus (fine grained layer) yang jika dilakukan pemompaan, aliran horizontal pada lapisan
tersebut cukup besar sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Akuifer setengah tertekan
(semi confined aquifer), yaitu akuifer yang jenuh dengan air yang pada bagian atasnya dibatasi
oleh suatu lapisan setengah kedap (semi privios) dan pada bagian bawahnya dibatasi oleh
8
lapisan kedap atau lapisan setengah kedap lainnya. Pada akuifer ini komponen aliran
horisontalnya cukup kecil, sehingga diabaikan.
Akuifer tertekan (confined aquifer), yaitu akuifer yang jenuh dengan air yang dibatasi
oleh suatu lapisan kedap pada bagian atasnya dan pada bagian bawahnya. Pada umumnya
tekanan airnya lebih besar dari pada tekanan atmosfer. Air yang berada pada akuifer inilah
yang disebut dengan air artesis. Penjelasan tentang jenis akuifer disajikan Gambar 2.
Sumber : Asdak, C (2002)
Gambar 2. Akuifer bebas dan akuifer terkekang
Menurut Ardani (1997), jika ditinjau dari jenis aliran dan produktifitas akuifer dibagi
empat, yaitu :
1. Akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir yang terdiri atas :
1) Akuifer produktifitas tinggi dan penyebaran luas.
2) Akuifer produktif dengan penyebaran luas.
3) Akuifer dengan produktifitas sedang dan penyebaran luas.
4) Akuifer setempat dengan produktifitas sedang.
2. Akuifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir yang terdiri atas :
1) Akuifer dengan produktifitas tinggi dan penyebaran luas. Akuifer ini mempunyai
keterusan dan kisaran kedalaman airtanah yang beragam.
2) Akuifer dengan produktifitas sedang dan penyebaran luas. Akuifer ini umumnya
terdapat pada endapan vulkanik muda yang mempunyai kelulusan tinggi hingga sedang,
terutama pada endapan lahar dan lava vesikuler.
3. Akuifer dengan aliran melalui celahan, rekahan dan saluran yang terdiri atas :
1) Akuifer produktif setempat. Aliran airtanah ini terbatas pada celahan atau rekahan atau
saluran pelarutan.
2) Akuifer produktif. Aliran airtanah ini terbatas pada celahan atau rekahan lava vesikuler.
4. Akuifer (bercelah atau bersarang) dengan produktifitas rendah dan daerah langka air
1) Akuifer dengan produktifitas rendah. Umumnya kelulusan rendah dan setempat, namun
airtanah dalam masih bias disadap, meskipun debitnya kecil.
2) Daerah airtanah langka.
2.3.2 Karakteristik Akuifer
Menurut Asdak (2002), peranan formasi geologi atau akuifer sangat penting dalam
terbentuknya airtanah dan keberadaan airtanah. Formasi geologi tersebut baik terdapat pada
9
zona bebas (unconfined aquifer) maupun zona terkekang (confined aquifer). Karakteristik
akuifer ditentukan oleh tipe akuifer dan zona akuifer.
a. Tipe Akuifer
Dalam menentukan formasi geologi untuk tujuan pengisian airtanah ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan, terutama mengenai tipe akuifer, karakteristik zona tanah tidak jenuh
dan juga karakteristik zona tanah jenuh. Untuk studi kelayakan atau penelitian yang
menekankan pentingnya proses dan mekanisme pengisian airtanah, karakteristik formal geologi
atau akuifer yang relevan untuk dipelajari adalah :
1) Tipe formasi batuan karena jenis batuan akan menentukan tingkat permeabilitas akuifer.
2) Kondisi tekanan hidrolik dalam tanah, yakni untuk menentukan apakah airtanah berada di
zona bebas atau terkekang.
3) Kedalaman permukaan potensiometrik di bawah permukaan tanah, terutama di sekitar
daerah pelepasan atau pengambilan air.
Batuan akuifer mempunyai sifat permeabel, terbentuk dari batuan sedimen, belum
mengalami konsolidasi, bertekstur kasar seperti pasir dan batuan sedimen lain yang lebih kasar
dari itu (Bouwer, 1978).
b. Zona Akuifer
Untuk usaha-usaha pengisian kembali airtanah melalui peningkatan proses infiltrasi tanah
serta usaha-usaha reklamasi airtanah, maka kedudukan akuifer dapat dipandang dari dua sisi
yang berbeda, yaitu :
1) Zona akuifer tidak jenuh adalah suatu zona penampung air di dalam tanah yang terletak di
atas permukaan tanah baik dalam keadaan alamiah (permanen) atau saat setelah
barlangsungnya periode pengambilan airtanah.
2) Zona akuifer jenuh adalah suatu zona penampung airtanah yang terletak di bawah
permukaan airtanah kecuali zona penampung airtanah yang sementara jenuh dan berada di
bawah daerah yang sedang mengalami pengisian airtanah.
Zona akuifer tidak jenuh merupakan zona penyimpanan airtanah yang paling dalam
mengarungi kadar pencemaran airtanah dan oleh karena itu zona ini sangat penting untuk
usaha-usaha reklamasi dan sekaligus pengisian kembali airtanah. Zona akuifer jenuh lebih
unggul dibandingkan dengan zona akuifer tidak jenuh, yaitu dapat memasok airtanah dalam
jumlah lebih besar serta mempunyai kualitas air yang lebih baik.
Lapisan tanah yang berada diantara permukaan tanah dan permukaan airtanah pada
akuifer bebas merupakan lapisan tanah yang tidak jenuh (unsaturated zone). Jenis tekstur dan
struktur tanah pada lapisan tanah ini ikut menentukan bahan-bahan terlarut dari airtanah yang
melewatinya dan sekaligus berfungsi sebagai filter. Sifat dan kimia lapisan tanah ini juga
menentukan kualitas airtanah terutama pada lapisan airtanah bebas dan akuifer tumpang (Laws,
1981).
Menurut Tood (1980), zona akuifer tidak jenuh atau zona aerasi dapat dibagi menjadi
beberapa bagian wilayah penampung air, yaitu :
1) Zona airtanah (soil water zone). Zona ini bermula dari permukaan tanah dan berkembang
ke dalam tanah melalui akar tanaman. Kedalaman airtanah ini bervariasi tergantung pada
tipe tanah dan vegetasi. Zona airtanah ini dapat diklasifikasi menjadi zona air higroskopis,
yaitu air yang diserap langsung dari udara di atas permukaan tanah dan zona air kapiler dan
air gravitasi, yaitu air yang bergerak ke dalam tanah karena gravitasi bumi.
2) Zona pertengahan (intermediate zone). Zona ini umumnya terletak antara permukaan tanah
dan permukaan airtanah dan merupakan daerah infiltrasi.
10
3) Zona kapiler (capillary zone). Zona kapiler terbentang dari permukaan airtanah ke atas
sampai ketinggian yang dapat dicapai oleh gerakan air kapiler.
4) Zona jenuh (saturated zone). Pada zona jenuh ini semua pori-pori tanah terisi oleh air.
2.4
KUALITAS AIR
Pemanfaatan dan pengambilan airtanah yang tak terkendali dalam arti pengambilan jumlah
airtanah yang berlebihan tanpa diimbangi jumlah pengisian airtanah akan merugikan manusia itu
sendiri. Dalam penggunaan airtanah diperlukan kualitas air tertentu untuk kebutuhan air minum
maupun untuk kebutuhan yang lain.
Pengolahan airtanah dapat menentukan kualitas air. Pada lapisan tanah dangkal kualitas dan
kuantitas airtanah lebih bersifat fluktuatif bila dibandingkan airtanah dalam. Lingkungan fisik
merupakan faktor utama yang mempengaruhi pengisian dan pengambilan airtanah. lapisan airtanah
dangkal merupakan lapisan airtanah yang lebih mudah terpengaruh oleh kondisi lingkungan di daerah
tersebut, sedangkan untuk lapisan akuifer dalam, pengaruh lingkungan fisik pada wilayah tersebut
tidak terlalu besar (Kumar, 1979).
Kualitas airtanah tergantung pada perpaduan antara air yang masuk ke dalam tanah, batuan
yang dilewati dan pada akhirnya mencapai lapisan airtanah yang ada dalam akuifer. Dengan kata lain
kualitas airtanah ditentukan oleh material yang dilewatinya, yaitu jenis tanah dan batuan, jenis aliran,
dan proses perubahan fisik, kimia maupun biologi air. Konsentrasi material yang terlarut dalam
airtanah dapat meningkat atau turun sejalan dengan pergerakan air dalam siklus hidrologi. Jadi
kualitas airtanah ditentukan oleh lingkungan yang mempengaruhi selama dalam perjalanan (Waite
dalam Djijono, 2002). Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi tersebut adalah:
1) Faktor iklim, yaitu meliputi curah hujan, temperatur, tekanan dan kelembaban udara. Air hujan
melarutkan unsur-unsur kimia yang ada di atmosfer seperti O2, CO2, N, SO4. Konsentrasi dan jenis
unsur atau senyawa kimia yang terlarut dalam air hujan dapat mencapai permukaan tanah.
Temperatur dan tekanan udara ikut menentukan tingkat konsentrasi unsur-unsur yang terlarut
dalam air hujan.
2) Faktor litologi tanah dan batuan merupakan sumber mineral yang terlarut di dalam airtanah.
Batuan beku seperti batuan vulkanik tidak mudah larut dalam air, tetapi melarutkan sedikit silica.
Batuan sedimen umumnya melarutkan kalsium, sodium, sulfat dan bikarbonat.
3) Kandungan karbon dioksida dan oksigen lebih banyak dipengaruhi oleh proses fotosintesis dan
transpirasi dari tanaman.
4) Waktu tinggal (residence time) air ikut menentukan jumlah konsentrasi mineral yang terlarut.
Makin lama air tersebut tinggal dalam batuan tertentu maka semakin besar mineral tersebut terlarut
dalam air.
Kualitas airtanah berbeda pada dimensi dan waktu dimana airtanah tersebut berada. Pada
lingkungan perkotaan yang padat penduduk, pada lingkungan industri dan pada daerah pegunungan
yang tidak tercemar lindi air limbah akan mempunyai kualitas air yang tidak sama. Musim hujan dan
musim kemarau dapat mempengaruhi tingkat konsentrasi unsur-unsur tertentu yang terlarut dalam air,
bahkan dalam waktu singkat dapat terjadi perubahan tingkat konsentrasi unsur-unsur tertentu
(Wuryadi, 1981).
2.4.1 Sumber Kontaminasi Airtanah
Airtanah merupakan sumber air yang murah, banyak digunakan oleh penduduk untuk
berbagai keperluan baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun untuk komersil. Kualitas
airtanah akan selalu berubah disepanjang alirannya, tergantung komponen-komponen yang
11
terkandung di dalam batuan yang dilaluinya. Karena airtanah akan kontak dengan batuan
tersebut, terjadi proses pelarutan mineral, proses ini akan kontak terus berlangsung lama dan
akan mempengaruhi kualitas airtanah tersebut.
Menurut Rengganis dan Herawan (1997), airtanah yang sering terkontaminasi sumber
pencemar biasanya terjadi pada airtanah dangkal. Airtanah dari akuifer dalam dapat
mempunyai resiko pencemaran tinggi, jika terjadi bocoran dari akuifer dangkal. Berbagai
macam sumber pencemaran airtanah adalah :
1) Sanitasi yang tidak teratur dari perkotaan dan perkampungan.
2) Limbah cair industri.
3) Pembuangan limbah padat.
4) Daerah pertanian dengan penggunaan pupuk/pestisida lebih.
2.4.2 Kriteria dan Parameter Kualitas Air
Setiap bentuk penggunaan air memerlukan batas kualitas air tertentu yang berbeda-beda
sesuai persyaratan kebutuhan dan baku mutu yang telah ditentukan. Air yang digunakan untuk
air minum langsung harus memenuhi kriteria persyaratan sifat fisika, kimia, bakteriologi dan
radioaktifitas. Persyaratan sifat fisika air antara lain tidak berasa, tidak berbau dan tidak
berwarna. Persyaratan kimia air antara lain air tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia
dalam batas yang membahayakan kesehatan, sedangkan persyaratan bakteriologi antara lain air
tidak boleh mengandung bakteri yang dapat menyebabkan penyakit.
Penetapan kriteria parameter umumnya didasarkan atas bahan yang kelebihan dan
kekurangannya akan mengganggu sistem kehidupan. Oleh karena itu, dapat dipahami jika
parameter yang diajukan untuk suatu peruntukan terdapat perbedaan antara satu peraturan
dengan peraturan yang lain, mengingat tanggapan yang berbeda antara kelompok manusia di
suatu tempat dengan tempat yang lain.
Persyaratan kualitas air tertentu secara teoritis ditentukan oleh sejumlah parameter yang
spesifik dengan kisaran kadar tertentu pula. Di atas batas kadar tersebut umumnya cenderung
kapada indikasi terjadinya kontaminasi maupun sampai tingkat pencemaran air atau bahkan
kerusakan lingkungan.
Sebagai contoh, penentuan kualitas air dalam hal untuk mengetahui tingkat kerusakan
kondisi dan lingkungan airtanah karena maraknya aktifitas pembangunan dan pengembangan
perkotaan tidak sama dengan penentuan kualitas air untuk konsumsi, pertanian, perikanan,
peternakan atau keperluan industri. Parameter kualitas air untuk berbagai peruntukan
didasarkan pada PP No. 20 tahun 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air
sedangkan untuk mengetahui tingkat kerusakan kondisi dan lingkungan airtanah didasarkan
pada Kepmen ESDM Nomor 1451.K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pemerintah di
Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah.
Tingkat kerusakan kondisi dan lingkungan airtanah dapat diketahui dengan analisis
kualitas airtanah berdasarkan parameter Daya Hantar Listrik (DHL) dan Total Dissolved Solid
(TDS). Daya Hantar Listrik (DHL) atau Conductivity adalah gambaran numerik dari
kemampuan air untuk menghantarkan arus listrik. Nilainya tergantung pada kandungan garamgaram terlarut yang dapat terionisasi dalam air pada temperatur saat pengukuran dilakukan.
Kereaktivan dari setiap ion yang terlarut, bilangan valensi, dan konsentrasi sangat
mempengaruhi nilai DHL. Sebagian besar senyawa anorganik (asam, basa, dan garam) seperti
HCl, Na2CO3 dan NaCl merupakan konduktor yang baik. Sebaliknya senyawa-senyawa
12
organik seperti sukrosa dan benzena yang tidak terionisasi dalam air merupakan konduktor
yang jelek.
Satuan DHL adalah mhos/cm. mhos adalah kebalikan dari satuan tahanan listrik ohm
(). Satuan mhos/cm identik dengan Siemens (S). Nilai DHL aquades berkisar antara 0.5
hingga 2.0 mhos/cm dan dapat meningkat setelah didiamkan beberapa minggu menjadi 2.0
hingga 4.0 mhos/cm. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh penyerapan karbondioksida
udara ke dalam air dan peningkatan kadar amonia. Nilai DHL air limbah industri biasanya
melebihi 10,000 mhos/cm.
Padatan Terlarut Total atau Total Dissolved Solid (TDS) adalah bahan-bahan terlarut
dalam air yang tidak tersaring dengan kertas saring milipore dengan ukuran pori-pori
(porousity) 0.45 m. Bahan-bahan terlarut dianalisa dengan cara menyaring air sampel dengan
kertas saring tersebut (menggunakan “vacuum pump”), kemudian air sampel tersaring diuapkan
dalam oven pada suhu 103 C hingga 105 C. Metode penentuan TDS ini merupakan metode
gravimetrik, yang terdiri dari rangkaian kegiatan penyaringan, penguapan, dan penimbangan.
Berdasarkan pertimbangan penurunan kualitas airtanah, tingkat kerusakan kondisi dan
lingkungan airtanah tertekan maupun tidak tertekan dapat dibagi menjadi 4 tingkatan, yaitu :
1) Aman, apabila penurunan kualitas yang ditandai dengan kenaikan zat padat terlarut kurang
dari 1,000 mg/l atau DHL kurang dari 1,000 mhos/cm.
2) Rawan, apabila penurunan kualitas yang ditandai dengan kenaikan zat padat terlarut antara
1,000-10,000 mg/l atau DHL antara 1,000-1.500 mhos/cm.
3) Kritis, apabila penurunan kualitas yang ditand,i dengan kenaikan zat padat terlarut antara
1,.000-100,000 mg/l atau DHL antara 1,500-5,000 mhos/cm.
4) Rusak, apabila penurunan kualitas yang ditandai dengan kenaikan zat padat terlarut lebih
dari 100,000 mg/l atau tercemar logam berat dan atau bahan berbahaya dan beracun atau
DHL lebih dari 5,000 mhos/cm.
Pengkategorian zona airtanah tersebut berdasarkan pada Kepmen ESDM Nomor
1451.K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pemerintah di Bidang Pengelolaan Air Bawah
Tanah. Kriteria mengenai kerusakan kondisi dan lingkungan airtanah akibat dari pemanfaatan
air bawah tanah dibedakan menjadi 4 tingkatan, yaitu:
1) Aman, apabila penurunan muka air bawah tanah kurang dari 40%.
2) Rawan, apabila penurunan muka air bawah tanah 40%-60%.
3) Kritis, apabila penurunan muka air bawah tanah 60%-80%.
4) Rusak, apabila penurunan muka air bawah tanah lebih dari 80%.
2.5
INTRUSI AIR LAUT
Pemanfaatan airtanah yang berlebihan dan pengelolaan sumber-sumber air yang tidak
memperhatikan keadaan lingkungan dapat mengakibatkan penurunan muka airtanah, intrusi air laut,
banjir, penurunan muka tanah dan lain sebagainya. Intrusi air laut adalah proses masuknya air laut ke
dalam akuifer daratan sebagai dampak terjadinya pemanfaatan airtanah yang berlebih dan tidak
terarah.
Di daerah pantai kendala yang dihadapi adalah aspek kualitas air, khususnya dengan adanya air
asin. Kepadatan penduduk yang tinggi dan banyaknya industri menyebabkan tingginya pencemaran
air di pusat kota (dataran pantai), sehingga penduduk di daerah pantai banyak yang menggunakan
sumur bor dengan akuifer dalam sebagai sumber air tersebut. Konsep intrusi air laut secara lengkap
dan jelas disajikan pada Gambar 3.
13
Sumber : Asdak, C (2002)
Gambar 3. Intrusi air laut
Menurut Soenarto dan Widjaja (1985), penyusupan air laut akan bergerak menjauh dari garis
pantai selama pemompaan untuk pemasoknya di tempat-tempat yang terdekat dengan daerah batas air
tawar dan air asin. Selain itu, meskipun pemompaan tidak melebihi pemasoknya, penyusupan air laut
akan tetap terjadi, hanya saja akan berhenti tetap di suatu tempat tertentu, jika tercapai pada keadaan
tetap (stady state).
Besarnya salinitas yang mengenai lensa air tawar yang terisolasi yang diisi kembali oleh
infiltrasi dan yang mengapung pada air garam dijelaskan dengan prinsip dari Bodon-Hezberg (Seyhan,
1990) adalah :
[
]
..……………………………….…………………………………………... (2)
Keterangan :
H = ketebalan kantong air tawar.
ρf = kerapatan air tawar = 1,000 gm/cm3.
ρs = kerapatan air asin, sekitar 1,025 gm/cm3.
h = perbedaan tinggi antara permukaan laut dan permukaan airtanah (atau piezometrik), m.
2.5.1 Faktor Pengaruh Intrusi Air Laut
Faktor kondisi alami, airtanah tawar baik pada akuifer tertekan maupun akuifer tak
tertekan akan terlepas dan mengalir ke laut melewati akuifer-akuifer di daerah pantai yang
berhubungan dengan laut pada pantai yang menjorok ke laut. Tetapi karena meningkatnya
jumlah pengambilan airtanah sehubungan dengan peningkatan jumlah penduduk atau
perkembangan peruntukan airtanah maka terjadi aliran balik airtanah atau air laut mengalir
masuk ke dalam akuifer daratan. Fenomena ini yang dinamakan dengan intrusi atau
penyusupan air laut.
Jika air laut mengalir masuk ke dalam sumur-sumur produksi, maka akan terjadi
pencemaran atau kontaminasi air asin terhadap airtanah pada sumur-sumur tersebut, sehingga
airtanah tawar tidak dapat dimanfaatkan lagi. Di daerah pantai pencemaran air asin pada sistem
akuifer tawar disebabkan oleh intrusi air laut (seawater intrution). Intrusi air laut juga dapat
terjadi jika terdapat media buatan yang menghubungkan secara langsung antara air laut dan
airtanah, seperti dibuatnya saluran-saluran daerah pantai.
14
Di daerah pantai Jakarta intrusi air laut terjadi karena susunan daratan pantainya tersusun
oleh endapan berfasies laut dan daratan dengan ukuran butiran halus (lempung) sampai kasar
(kerikil), intrusi air laut kemungkinan dapat pula terjadi karena adanya aliran air asin dari
lempung berfasies laut ke dalam sistem akuifer tawar. Lempung berfasies laut ini bertindak
sebagai akuiklud, yakni lapisan batuan yang mampu menyerap air tetapi tidak mampu
melepaskannya dalam jumlah yang berarti (DGTL, 1988).
2.5.2 Indikasi Terjadinya Intrusi Air Laut
Intrusi air laut di suatu wilayah dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu muka airtanah di bawah muka air laut, curah hujan yang kering, sifat fisik tanah dan
batuan kurang/lambat meluluskan air, letaknya dekat dengan pantai, luas lahan terbangun
sangat luas dan penduduknya sangat padat (Hamid, 2000). Menurut DGTL (1988), intrusi air
laut di suatu wilayah dapat dikenal dengan melakukan pendekatan kualitas airtanah, hidrolika
airtanah dan lingkungan batuan yang menyusunnya.
Pendekatan lingkungan pengendapan dilakukan terutama untuk menafsirkan
kemungkinan terjadinya aliran air asin dari formasi batuan berfasies laut atau kejadian
sebaliknya, yakni adanya sistem akuifer tawar disekitar airtanah asin. Pendekatan kualitas
airtanah, yakni menganalisa kimia fisika airtanah baik airtanah dangkal (bebas) maupun
airtanah dalam (tertekan) dan mengukur kedudukan muka airtanah. Pendekatan hidrolika
airtanah, yakni dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh penurunan muka airtanah dalam
kaitannya dengan pengambilan airtanah.
2.6
ANALISIS REGRESI
Persamaan regresi adalah persamaan matematik yang menggambarkan hubungan antara
peubah bebas dan terikat. Secara kuantitatif hubungan antara peubah bebas dan peubah terikat tersebut
dapat kita modelkan dalam suatu persamaan matematik, sehingga dapat menduga nilai suatu peubah
tak bebas apabila diketahui peubah bebas (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Menurut Walpole (1995),
persamaan regresi adalah persamaan matematik yang memungkinkan kita meramalkan nilai-nilai
suatu peubah tak bebas dari nilai-nilai satu atau lebih peubah bebas.
Dalam suatu peramalan kita mengetahui nilai peubah tak bebas y berdasarkan peubah bebas x
yang kemudian dianalisis dalam bentuk kurva regresi. Analisis regresi adalah suatu alat ukur yang
juga digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya korelasi antar variabel (Hasan, 2003). Analisa
regresi lebih akurat dalam melakukan analisa korelasi karena pada analisa itu kesulitan dalam
menunjukan slop (tingkat perubahan suatu varabel terhadap variabel lainnya dapat ditentukan). Jadi
dengan analisa regresi, peramalan atau perkiraan nilai variabel terikat pada nilai variabel bebas lebih
akurat pula.
2.6.1 Persamaan Regresi Linear
Menurut Supranto (1998), persamaan regresi dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu regresi
linear, regresi kuadratis atau regresi parabola dan regresi eksponensial atau logaritma. Regresi
linear adalah regresi yang variabel bebasnya (variabel x) berpangkat paling tinggi satu. Untuk
regresi linear sederhana, yaitu regresi linear yang hanya melibatkan dua variabel (variabel x
dan y), persamaan garis regresinya dapat dituliskan dalam dua bentuk, yaitu sebagai berikut :
…………………………………..………………………………………..…. (3)
Keterangan :
a, b = konstanta atau parameter.
15
x
y
= variabel bebas yang nilainya dapat dipergunakan untuk meramalkan.
= variabel terikat.
2.6.2 Regresi Kuadratis atau Regresi Parabola
Regresi kuadratis adalah regresi dengan variabel x ada yang berpangkat dua. Bentuk
regresi kuadratis adalah :
……………………….………………………………………………... (4)
Keterangan :
y = variabel terikat.
x = variabel bebas.
a, b, c adalah konstanta.
2.6.3 Regresi Eksponensial atau Logaritma
Regresi eksponensial adalah regresi dengan variabel x berpangkat konstanta b atau
konstanta b berpangkat x. bentuk umum regresi eksponensial adalah :
…………………………….………………….………………………………..… (5)
Keterangan :
y = variabel terikat.
x = variabel bebas.
a,b = konstanta atau penduga.
2.6.4 Persamaan Regresi Polynomial
Persamaan regresi polynomial adalah persamaan regresi yang terdiri dari persamaan
regresi sederhana dan regresi kuadratik. Menurut Draper dan Smith (1981), model regresi
polynomial terdiri dari beberapa pangkat yang dinotasikan dalam xj. Model pangkat pertama
sederhana hanya dengan satu variabel penduga. Model pangkat kedua biasa digunakan dalam
studi hasil awal dimana diharapkan nila y diperoleh lebih tinggi. Model pangkat tiga juga
digunakan dalam menentukan hasil kerja suatu variabel dengan lebih banyak frekuensi
daripada model pangkat dua. Model ini digunakan untuk mendapatkan nilai koefisien yang
lebih tinggi dibandingkan dengan dua model diatas.
Variabel tidak bebas y sering dipengaruhi oleh lebih dari satu variabel bebas x. Hubungan
variabel y dan beberapa variabel x ini akan lebih tepat apabila ditunjukan atau diperkirakan
melalui analisis regresi ganda (multiple regression) atau yang disebut juga dengan regresi
polynomial. Metode regresi polynomial digunakan untuk mendapatkan fungsi linear yang
benar.
Polynomial orthogonal digunakan untuk mendapatkan sebuah model polynomial dari
beberapa pangkat (orde) ke dalam satu variabel. Misalkan terdapat n pengamatan (xi, yi) =
1,2,………..n dimana x adalah sebuah varabel bebas (variabel penduga) dan y adalah variabel
tak bebas (variabel hasil) dan akan dihasilkan sebuah model persamaan regresi polynomial
sebagai berikut (Draper dan Smith, 1981) :
……
………………………….…………….... (6)
Keteranngan :
yi = peubah tak bebas, xi = peubah bebas.
β = koefisien peubah.
Dari trend persamaan pada kurva regresi dapat diketahui hubungan DHL dan TDS
terhadap jarak dari tepi pantai yang dapt digunakan untuk memprediksi intrusi air laut.
16
Download