BAB II PROTEKSI TRAFO DAYA 150/20 kV DAN PENYULANG BAWAH 20 kV 2.1 Transformator Daya Transformator adalah suatu alat listrik statis yang berfungsi merubah tegangan guna penyaluran daya listrik dari suatu rangkaian ke rangkaian yang lain melalui gandengan magnet berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik. Kerja transformator yang berdasarkan induksi elektromagnetik, Apabila ada arus listrik bolak-balik yang mengalir mengelilingi suatu inti besi maka inti besi itu akan berubah menjadi magnet dan apabila magnet tersebut dikelilingi oleh suatu belitan maka pada kedua ujung belitan tersebut akan terjadi beda tegangan mengelilingi magnet, maka akan timbul gaya gerak listrik (GGL). Secara garis besar adanya gandengan magnet antara rangkaian primer dan sekunder. Gandengan magnet ini berupa inti besi tempat melakukan fluks bersama. Berdasarkan cara melilitkan kumparan pada inti, dikenal dua macam tipe transformator yaitu tipe core (inti) dan tipe shell (cangkang). Seperti pada gambar 2.1 berikut ini : 6 7 (a) Gambar 2.1 (b) Tipe Transformator : (a) tipe core (inti), (b) tipe shell (cangkang) Transformator daya digunakan untuk merubah tegangan dari tegangan tinggi ke tegangan rendah begitupun sebaliknya agar didapatkan penyaluran daya yang efisien. Kemampuan transformator untuk merubah tegangan ini diperoleh karena dua macam lilitan yaitu lilitan primer dan lilitan sekunder, sehingga perbandingan jumlah lilitan dengan langsung menetapkan perbandingan tegangan dan dengan terbalik menetapkan perbandingan arusnya. Pada transformator ini jenis core dengan hubungan YNYn dimungkinkan adanya belitan ketiga delta virtual, dikarenakan apabila terjadi gangguan hubung singkat fasa ke tanah terdapat fluks urutan nol yang keluar melalui udara. Transformator daya berfungsi sangat penting dalam penyaluran daya listrik, oleh karena itu trafo harus diamankan untuk mencegah kerusakan akibat gangguan, baik gangguan yang terjadi didalam trafo itu sendiri maupun gangguan yang terjadi di luar trafo yang dapat mengakibatkan kerusakan pada trafo tersebut. 2.2 Gangguan Pada Transformator Daya Dan Penyulang Gangguan yang terjadi pada sistem tenaga listrik dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu gangguan yang bersifat tetap (permanen) dan gangguan yang bersifat 8 sementara (temporer). Gangguan yang bersifat permanen adalah gangguan yang dapat mengakibatkan kerusakan secara permanen, misalnya hubung singkat pada kabel atau belitan trafo karena tembusnya isolasi. Disini pada titik gangguan memang terjadi kerusakan yang permanen. Peralatan yang terganggu tersebut bisa dioperasikan kembali setelah bagian yang rusak diperbaiki atau diganti. Penyebab gangguan permanen antara lain penuaan isolasi, kerusakan mekanis isolasi, tegangan lebih dan sebagainya. Gangguan yang bersifat sementara adalah gangguan yang tidak mempunyai kerusakan secara permanen di titik gangguan, misalnya flashover antara penghantar fasa dan tanah/tiang karena sambaran petir, dahan pohon yang menyambar konduktor karena tertiup angin, atau burung/binatang lain yang terbang/merayap mendekati konduktor fasa dan sebagainya. Gangguan hubung singkat yang terjadi antar fasa (dua fasa atau tiga fasa) atau antar satu fasa ke tanah, dapat bersifat sementara atau permanen. 2.3 Relai Arus Lebih Sebagai Pengaman Gangguan Antar Fasa dan Satu Fasa Ke Tanah Gangguan di dalam trafo dapat berupa gangguan satu fasa ke tanah, gangguan antar fasa, gangguan antar belitan, gangguan sadapan, gangguan bushing dan sebagainya. Gangguan yang terbanyak adalah gangguan satu fasa ke tanah, sedangkan gangguan antar fasa relatif sedikit karena kedudukan belitan setiap fasanya terpisah. Gangguan tersebut kemungkinan akan menimbulkan kerusakan yang besar, di samping itu mempunyai resiko terjadinya kebakaran, sehingga gangguan tersebut harus dapat dihilangkan dalam waktu yang singkat. Sambungan dari trafo daya 9 dan sistem pembumiannya memegang peranan penting yang menentukan besar arus gangguan yang akan mengerjakan relai. Untuk mengatasi gangguan fasa ke tanah dapat digunakan relai arus lebih yang terletak di sirkit sekunder trafo arus dari ketiga fasanya. Jadi arus yang diukur adalah arus penjumlahan dari arus ketiga fasanya. Arus ini disebut arus sisa (residual current), atau arus urutan nol yang memang baru muncul ketika ada gangguan fasa ke tanah. Karena relai ini mendeteksi arus urutan nol maka relai gangguan tanah tidak dilalui arus beban baik yang seimbang maupun yang tidak seimbang, juga tidak dialiri arus gangguan hubung singkat antar fasa, dua fasa atau tiga fasa karena penjumahan arus-arus itu dititik pertemuan ketiga fasanya sama dengan nol. Jadi relai gangguan tanah tidak sensitif terhadap arus beban maupun arus hubung singkat antar fasa. Arus gangguan satu fasa ke tanah hampir selalu lebih kecil daripada arus hubung singkat tiga fasa, bahkan lebih kecil dari arus beban nominalnya, oleh karena itu nilai settingnya bisa lebih kecil daripada arus beban. Nilai setting yang kecil ini bisa disebabkan karena : Gangguan satu fasa ke tanah hampir selalu melewati tahanan gangguan. Titik netral sistem mungkin dibumikan melalui tahanan. Arus gangguan satu fasa ke tanah pada sistem dengan pembumian langsung pada umumnya juga sedikit lebih kecil daripada arus hubung singkat tiga fasa sebab impedansi urutan nol saluran pada umumnya lebih besar daripada impedansi urutan positifnya, kecuali jika lokasi gangguannya dekat dengan pusat pembangkit. 10 Pada penyulang TM, relai arus lebih untuk pengaman gangguan antar fasa pada umumnya dipasang pada ketiga fasa (R, S dan T)., namun bisa juga di pasang pada fasa R dan fasa T. Untuk pengaman gangguan fasa ke tanah dipasang satu relai setiap penyulang yaitu pada titik bintang CT dan biasanya disebut sebagai Ground Fault Relay (GFR), seperti pada gambar 2.2 sebagai berikut : CT PMT A PMT B PMT C Isa Isb Isc Sistem O C R Keterangan : OCR : Over Current Relay GFR : Ground Fault Relay O C R O C R G F R 3 Io Gambar 2.2 Relai Arus Lebih Relai hubung singkat yang settingnya diatas arus beban maksimum, kurang atau tidak sensitif terhadap gangguan fasa ke tanah, karena nilai arus gangguan ke tanah yang relatif kecil sedangkan nilai setting relai arus hubung singkat diatas arus beban. Relai gangguan tanah juga bisa salah kerja akibat arus hubung singkat yang besar jika nilai settingnya terlalu kecil karena kesalahan trafo arus diketiga fasanya. Oleh karena itu diperlukan relai gangguan-gangguan tanah yang sangat sensitif dengan nilai setting arus yang sangat kecil, agar didapatkan kepekaan yang sangat tinggi bila terjadi gangguan yang jauh pada sistem distribusi. Rumus dasar yang digunakan adalah hukum ohm : 11 I= V ......................................................................................................(2.1) Z I = arus ganguan (hubung singkat) V = tegangan sumber Z = impedansi dari sumber ke titik gangguan (impedansi ekivalen) 2.4 Teori Komponen Simetris Teori komponen simetris merupakan metode yang sangat penting dan merupakan pokok perubahan berbagai artikel dan penyelidikan uji coba gangguan tak simetris pada sistem transmisi, yang terjadi karena hubung singkat, impedansi antar saluran, impedansi dari satu atau dua saluran ke tanah, atau penghantar yang terbuka. Persoalan pada sistem tenaga listrik tiga fasa yang seimbang dapat diselesaikan dengan mengubah semua sistem menjadi satu fasa. Dua fasa lainnya sama dengan fasa pertama dengan pergeseran sudut fasa ± 1200. Metode komponen simetris mencoba menyelesaikan sistem tiga fasa yang tidak seimbang menjadi sistem satu fasa dengan bantuan fasor tak seimbang. Fasor tiga fasa tidak seimbang diuraikan menjadi dua fasor fasa seimbang yang masing-masing disebut komponen urutan positif dan komponen urutan negatif dan satu fasor yang disebut komponen urutan nol. Suatu sistem tak seimbang yang terdiri dari n fasor yang berhubungan dapat diuraikan menjadi n buah sistem dengan fasor yang dinamakan komponen simetris (symmetrical components) dari fasor aslinya, n buah fasor pada setiap himpunan komponennya adalah sama panjang dan sudut diantara fasor yang bersebelahan dalam himpunan itu sama besarnya. Tiga fasor tak seimbang dari 12 sistem tiga fasa dapat diuraikan menjadi tiga sistem fasor yang seimbang. Himpunan seimbang komponen itu adalah : 1. Komponen urutan positif, yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya, terpisah satu dengan yang lain dalam fasa sebesar 1200 dan mempunyai urutan fasa yang sama seperti fasor aslinya. 2. Komponen urutan negatif, terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya, terpisah satu dengan yang lain dalam fasa sebesar 1200 dan mempunyai urutan fasa yang sama berlawanan seperti fasor aslinya. 3. Komponen urutan nol, terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya dan dengan pergeseran fasa nol antara fasor yang satu dengan yang lain. Pada umumnya, ketika memecahkan permasalahan dengan menggunakan komponen simetris bahwa ketiga fasa dari sistem dinyatakan sebagai a, b dan c dengan cara yang demikian sehingga urutan fasa tegangan dan arus dalam sistem adalah a b c, sedangkan urutan fasa dari komponen urutan negatif adalah a c b. Jika fasor aslinya adalah tegangan, maka tegangan tersebut dapat dinyatakan dengan subskrip tambahan ‘1’ untuk komponen urutan positif, ‘2’ untuk komponen urutan negatif dan ‘0’ untuk komponen urutan nol. Karena setiap fasor tak seimbang yang asli adalah jumlah komponen fasor asli yang dinyatakan dalam suku – suku komponenya, seperti pada gambar 2.3 sebagai berikut : Va = Va1 + Va2 + Va0………………………….......................................(2.2) Vb= Vb1 + Vb2 + Vb0…………………………......................................(2.3) Vc = Vc1 + Vc2 + Vc0…………………………......................................(2.4) 13 Gambar 2.3 Tiga Himpunan Fasor Seimbang Yang Merupakan Komponen Simetris Dari Tiga Fasor Tak Seimbang 2.5 Sistem Per-Unit (p.u) Dalam sistem per-unit terdapat empat besaran dasar yaitu besaran dasar daya dalam kilovolt-ampere (kVA) atau megavolt-ampere (MVA), besaran dasar tegangan dalam volt (V) atau kilovolt (kV), besaran dasar impedansi dalam ohm (Ω) dan besaran dasar arus dalam ampere (A). Hubungan antara besaran dasar, besaran per – unit dan besaran sebenarnya adalah : Besaran per-unit = besaran( sebenarnya ) besaran(dasar ) Besaran sebenarnya = besaran per-unit * besaran dasar Untuk mendapatkan impedansi sumber, salah satu besaran tegangan dasar di pangkatkan dan besaran daya dipilih sebagai daya hubung singkat. Impedansi ini berlaku untuk urutan positif dan negatif. Sehingga didapatkan dengan rumus sebagi berikut: kV 2 ...................................................................................(2.5) Xs MVAS Zs = Rs + jXs (urutan positif dan negatif).......................................(2.6) 14 dimana : Zs = besaran impedansi sumber (Ω) Rs = besaran resistansi sumber (Ω) Xs = besaran reaktansi sumber (Ω) kV = besaran tegangan dasar (kV) MVAs = besaran daya sumber (MVA) Kemudian mencari impedansi trafo urutan positif dan negatif sama dengan mencari impedansi sumber. Hanya saja impedansi sumber menggunakan besaran daya hubung singkat, sedangkan impedansi trafo menggunakan besaran daya trafo itu sendiri sesuai dengan efisensi (dalam %) impedansi hubung singkat. Sehingga didapatkan dengan rumus sebagai berikut: kV 2 Xt Xt % MVA ...........................................................................(2.7) trafo Zt = Rt + jXt (urutan positif dan negatif)........................................(2.8) dimana : Zt = besaran impedansi trafo (Ω) Rt = besaran resistansi trafo (Ω) Xt = besaran reaktansi trafo (Ω) kV = besaran tegangan dasar (kV) MVAtrafo = besaran daya trafo (MVA) Xt% = impedansi hubung singkat (%) Sedangkan untuk besaran impedansi trafo urutan nol, dengan memperhatikan ada atau tidaknya belitan delta, yaitu sebagai berikut : 15 - jika kapasitas delta sama dengan kapasitas bintang maka nilai reaktansinya. Xt 0 = Xt (berlaku pada trafo unit)……………….............................…(2.9) - jika trafo tenaga di GI dengan hubungan Yy biasanya punya belitan delta dengan kapasitas ⅓ kapasitas primer (sekunder). Xt 0 = 3 x Xt.........................................................................................(2.10) - jika trafo tenaga di GI dengan hubungan Yy yang tidak punya belitan delta di dalamnya. Nilai Xt 0 = berkisar antara 9 sampai dengan 14 kali Xt. Biasanya 10 kali Xt. Xt 0 = 10 x Xt.......................................................................................(2.11) Pada besaran impedansi penyulang urutan positif, urutan negatif maupun nol yang harus diperhatikan adalah impedansi dasar dalam satuan ohm per km dan jarak antar penyulang. Kemudian dinyatakan dalam efisiensi jarak penyulang yang mengalami gangguan. Z penyulang = Panjang Jaringan x Z (Ω/km)......................................(2.12) Untuk n % panjang jaringan yang ditentukan lokasi gangguannya. Z penyulang = n % x Z penyulang.......................................................(2.13) Kemudian mencari besaran impedansi ekivalen urutan positif dan negatif yang sudah ditentukan oleh lokasi gangguannya. Dengan menjumlahkan Zs + Zt + Z penyulang. Z1 ekivalen = Zs + Zt + Z penyulang (urutan positif dan negatif)......(2.14) Sedangkan untuk impedansi ekivalen urutan nol yang sudah ditentukan lokasi gangguannya. Hitungan didasarkan pada sistem pentanahan netral sistem pasokan 16 dari GI pentanahan tahanan 12 ohm. Maka tahanan netral di sisi sekunder nilai 3 x RN. ZRN = 3 x RN...................................................................................(2.15) Sehingga Z0 ekivalen didapatkan sebagi berikut : Z0 ekivalen = ZRN + Zt 0 + Z0 penyulang (urutan nol).....................(2.16) Pada umumnya besaran daya dipilih pertama, lalu salah satu tegangan dipilih sebagai tegangan dasar, tegangan sistem yang lainnya dapat ditentukan dengan menggunakan referensi dari rating primer dan sekunder trafo. Tegangan dasar biasanya menggunakan tegangan fasa-fasa dalam kilovolt. Formula untuk menghitung besaran dasar adalah : Ib = Zb = kVAb 3.kVb ..........................................................................................(2.17) kVb .1000 3.I b (kVb ) 2 .1000 (kVb ) 2 .............................................(2.18) kVAb MVAb dimana : Ib = besaran dasar arus (A) kVb = besaran dasar tegangan (kV1-1) kVAb = besaran dasar daya (kVA) MVAb = besaran dasar daya (MVA) Zb = besaran dasar impedansi (Ω/fasa) Elemen impedansi biasanya dinyatakan dalam ohm atau miliohm atau dalam persen pada suatu peralatan. Impedansi kabel secara umum dinyatakan dalam ohm dan impedansi trafo dalam persen dengan rating kVA/MVA. Sebagai contoh 5 % pada trafo 500 kVA. Besaran impedansi sebenarnya dapat dirubah ke dalam besaran per-unit dengan rumus : 17 Zpu = Z e .kVAb ...............................................................…………(2.19) 1000.(kVb ) 2 Z .kVAb Zpu = % 100.kVAe kVe kVb 2 ........................................................................(2.20) Z pu( e ) .kVAb kVe Zpu = kVAe kVb 2 ………………..…………………………..(2.21) dimana : Zpu = impedansi per-unit Zpu e = impedansi per-unit pada rating kVA dari elemen Ze = impedansi sebenarnya dalam ohm Z% = impedansi yang dinyatakan dalam persen kVAe = daya sebenarnya dalam kVA kVe = tegangan sebenarnya dalam kV Jika resistansi diabaikan maka rumus tersebut menggunakan besaran reaktansi (X) sebagai pengganti dari impedansi (Z). 2.6 Analisa Gangguan Pada Sistem Distribusi 20 kV Gangguan-gangguan yang terjadi pada penyulang sistem distribusi 20 kV dapat menyebabkan kerusakan pada trafo yang berada disebelah hulunya, oleh karena itu gangguan tersebut harus dapat diatasi agar tidak merusak peralatan. Gangguangangguan pada sistem tenaga listrik pada umumnya merupakan gangguan hubung singkat yang tidak simetris, terutama gangguan satu fasa ke tanah. Pada umumnya gangguan tiga fasa akan menghasilkan arus gangguan yang paling besar, tetapi ada kalanya gangguan satu fasa tanah akan menghasilkan arus gangguan yang besar. 18 Gangguan pada sistem tenaga listrik dapat dikategorikan dengan : 1. Gangguan pararel (shunt faults) atau hubung singkat. 2. Gangguan simultan (simultaneous faults) atau mempunyai lebih dari satu gangguan yang terjadi pada waktu yang bersamaan. 2.6.1 Gangguan Satu Fasa Ke Tanah Pada umumnya gangguan satu fasa ke tanah terjadi karena satu penghantar fasanya terhubung singkat ke tanah baik secara langsung atau terhubung dengan kawat tanah. Pada penyulang arus hubung singkat satu fasa ke tanah di rumuskan sebagai berikut : If = 3V / 3 ..........................................................................................(2.22) Z dimana : If = arus hubung singkat satu fasa ke tanah V = tegangan dasar fasa – netral Z = impedansi ekivalen (Z1 +Z2 + Z0) Sehingga pada persamaan 2.23 akan menentukan semua tegangan dan arus pada gangguan. Jika ketiga jaringan urutan tegangan itu dihubungkan seri seperti ditunjukkan dalam gambar 2.4 (b) maka akan menemukan nilai arus dan tegangan, karena ketiga impedansi urutan itu akan terhubung seri dengan tegangan Vf. Dengan jaringan urutan yang dihubungkan sedemikian rupa maka tegangan pada masing-masing jaringan urutan adalah komponen simetris Va dengan urutan tersebut. Hubungan jaringan urutan seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.4 (b) menunjukkan cara yang mudah untuk mengingat beberapa persamaan guna menyelesaikan gangguan tunggal dari saluran ke tanah, karena 19 semua persamaan yang diperlukan dapat ditentukan dari hubungan jaringan urutan tersebut Jika netral tegangan tidak ditanahkan, jaringan urutan-nol merupakan rangkaian terbuka, dan Z0 adalah tak terhingga. Karena pada persamaan 2.23 menunjukkan bahwa Ia1 adalah nol bila Z0 tak terhingga, Ia2 dan Ia0 harus nol juga. Jadi, tidak ada arus yang mengalir dalam saluran a karena Ia merupakan jumlah komponennya, yang kesemuanya adalah nol. Hasil yang sama dapat juga dilihat tanpa menggunakan komponen-komponen simetris karena pemeriksaan rangkaian menunjukkan bahwa tidak terdapat jalur untuk aliran arus pada gangguan jika tidak ada hubungan tanah pada netral tegangan. Gangguan tidak simetris menyebabkan arus tidak seimbang dalam sistem, sehingga dibutuhkan komponen simetris untuk perhitungannya sebagaimana uraian di atas, seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.4 (a) dan (b) sebagai berikut : Ia0 F0 + Va0 - a b Z0 N0 Ia1 Ia1 F1 c Iaf Vaf Ibf = 0 F Zf Icf = 0 Jaringan Urutan Nol 3Z1 + Va1 - + 1,0+j0 - Z1 Jaringan Urutan Positif N1 Ia2 F2 + Va2 - Z2 Jaringan Urutan Negatif N2 (a) Gambar 2.4 (b) Gangguan Satu Fasa Ke Tanah : (a) Gambaran Umum (b) Rangkaian Ekivalen Jaringan Urutan 20 Gangguan satu fasa ke tanah yang terjadi dimisalkan pada fasa a dengan Vf adalah tegangan sebelum terjadi gangguan (Vf = 1.0 < 00p.u). dimana : 1,00 0 Ia0 =Ia1 = Ia2 = …………………………………...(2.23) Z 0 Z1 Z 2 3Z f Arus gangguan untuk fasa adalah Iaf = Ia0 + Ia1 + Ia2……………………………………………………..(2.24) Atau Iaf = 3Ia0 = 3Ia1 = 3Ia2……………………………………...………….(2.25) 2.6.2 Gangguan Fasa-Fasa Langsung Pada umumnya gangguan antar fasa pada sistem tenaga listrik ketika dua penghantar terhubung singkat. Pada penyulang arus hubung singkat dua fasa di rumuskan sebagai berikut: If = V ...................................................................................................(2.26) Z dimana : If = arus hubung singkat dua fasa V = tegangan dasar Z = impedansi ekivalen (Z1 + Z2) Pada gangguan fasa-fasa langsung misal fasa b dan fasa c mengalami gangguan akan menyebabkan kenaikan arus pada fasa b dan c, sedangkan tegangan untuk fasa tersebut menjadi drop (menjadi nol). Seperti ditunjukkan dalam gambar 2.5 (a). 21 Sehingga pada persamaan 2.27, 2.28, 2.30 dan 2.31 merupakan persamaan khusus untuk gangguan antar fasa. Persamaan khusus tersebut menunjukkan bagaimana jaringan urutan disambungkan untuk melukiskan gangguannya. Karena Z0 tidak terdapat dalam persamaan itu, maka jaringan urutan nol tidak digunakan. Jaringan urutan positif dan negatif harus terhubung paralel karena Va1 = Va2. Hubungan paralel jaringan urutan positif dan negatif tanpa jaringan urutan nol akan membuat Ia1 = -Ia2, seperti telah ditetapkan oleh persamaan 2.28. Sambungan jaringan urutan untuk gangguan antar saluran ditunjukkan dalam gambar 2.5 (b). Bila disambungkan dengan cara ini, arus dan tegangan dalam jaringan urutan akan memenuhi semua persamaan yang diturunkan untuk gangguan antar fasa. Karena tidak ada tanah pada gangguan tersebut, hanya ada satu tanah dalam rangkaian itu (yaitu pada netral tegangan) dan tidak ada arus yang dapat mengalir ke tanah. Dalam penurunan hubungan gangguan antar fasa kita telah mendapatkan bahwa Ia0 = 0. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa tidak ada arus tanah yang dapat mengalir, karena arus tanah In sama dengan 3Ia0. Ada atau tidak adanya suatu netral yang ditanahkan pada tegangan tidak mempengaruhi arus gangguan. Jika netral tegangan tidak ditanahkan, Z0 adalah tak terhingga dan Va0 tak tentu (indeterminate), tetapi tegangan antar fasa dapat diperoleh karena tegangan itu tidak mengandung komponen urutan nol.. Gangguan tidak simetris menyebabkan arus tidak seimbang dalam sistem, sehingga dibutuhkan komponen simetris untuk perhitungannya sebagaimana uraian di atas, seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.5 (a) dan (b) sebagai berikut : 22 Zf a b F Iaf Ibf c Icf = -Ibf F0 + Va0 - Z0 N0 Ia2 Ia1 Ia0 F2 F1 + Va1 + - 1,0+j0 - + Va2 - Z1 Z2 N2 N1 Zf Jaringan Urutan Nol (a) Jaringan Urutan Positif Jaringan Urutan Negatif (b) Gambar 2.5 Gangguan Fasa-Fasa : (a) Gambaran Umum (b) Rangkaian Ekivalen Jaringan Urutan Gangguan fasa-fasa langsung yang terjadi dengan Vf adalah tegangan sebelum terjadi gangguan (Vf = 1.0 < 00p.u). Dari gambar 2.5 (a) diperoleh Iaf = 0……………………………………………………………...…..(2.27) Ibf = -Icf ……………………………………………………………….(2.28) Vbc = Vb-Vc = Zf Ibf ……………………………………………….….(2.29) Dari gambar 2.5 (b), arus urutan dapat dirumuskan Ia0 = 0…………………………………………………………………(2.30) 1,00 0 Ia1 = -Ia2 = …………………………………………….(2.31) Z1 Z 2 Z f Dengan mensubtitusikan persamaan (2.15) dan (2.16) maka diperoleh arus gangguan untuk fasa b dan c adalah Ibf = -Icf = 3 Ia1 90 0 .....................................................................(2.32) 23 2.6.3 Gangguan 2 Fasa Ke Tanah Pada umumnya gangguan dua fasa ke tanah pada sistem transmisi terjadi ketika konduktor berhubungan langsung dengan netral dari sistem pentanahan tiga fasa. Sehingga pada persamaan 2.36 adalah persamaan khusus untuk gangguan dua fasa ke tanah. Dengan jaringan urutan yang dihubungkan paralel, seperti terlihat dalam gambar 2.6 (b), karena tegangan urutan positif, urutan negatif, dan urutan nol adalah sama pada gangguan. Pemeriksaan gambar 2.6 (b) akan menunjukkan bahwa semua keadaan yang telah diturunkan untuk gangguan dua fasa ke tanah telah dipenuhi oleh rangkaian dalam gambar ini. Diagram sambungan jaringan ini menunjukkan bahwa arus urutan potitif Ia1 ditentukan oleh tegangan Vf yang dikenakan pada Z1 yang terhubung seri dengan gabungan paralel Z2 dan Z0. Hubungan yang sama diberikan oleh persamaan 2.36. Seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.6 (a) dan (b) sebagai berikut : a F Iaf = 0 Ibf Zf Icf Zf Zf b Zf Ia0 = 0 c F0 F1 + Va0 - Z0 N0 Zf Zf Ia2 Ia1 + Va1 + - 1,0+j0 - Z1 F2 + Va2 - Z2 N2 N1 Ibf + Icf Jaringan Urutan Nol (a) Gambar 2.6 Jaringan Urutan Negatif Jaringan Urutan Positif (b) Gangguan Fasa-Fasa Ke Tanah : (a) Gambaran Umum (b) Rangkaian Ekivalen Jaringan Urutan 24 Gangguan dua fasa ke tanah yang terjadi dengan Vf adalah tegangan sebelum terjadi gangguan (Vf = 1.0 < 00p.u). Untuk analisa gangguan dua fasa ke tanah dimisalkan fasa yang terganggu adalah pada fasa b dan c. Iaf = 0.....................................................................................................(2.33) Vbf = (Zf + Zg)Ibf + Zg Icf ........................................................................(2.34) Vcf = (Zf + Zg)Icf + Zg Ibf........................................................................(2.35) Dari gambar 2.6 (b) arus urutan positif dapat digambarkan : Ia1 = ( Z1 Z f ) 1,00 0 …………………………(2.36) ( Z 2 Z f )( Z 0 Z f 3Z g ) Z 0 Z 2 2Z f 3Z g Arus urutan negatif dan nol dapat berbentuk dengan menggunakan aturan pembagian arus , yaitu : ( Z 0 Z f 3Z g ) Ia2 = - Ia1............................................(2.37) ( Z 0 Z1 3Z g ) ( Z 2 Z f ) (Z 2 Z f ) Ia0 = - Ia1...........................................(2.38) ( Z 2 Z f ) ( Z 0 Z f 3Z g ) Arus gangguan untuk fasa b dan c maka diperoleh : Ibf = Ia0 + a2Ia1 + aIa2.............................................................................(2.39) Dan Icf = Ia0 + aIa1 + a2Ia2.............................................................................(2.40) 2.6.4 Gangguan Tiga Fasa Ke Tanah Pada umumnya gangguan tiga fasa merupakan gangguan yang seimbang (symmetrical), tetapi juga bisa di analisa dengan menggunakan komponen 25 simetris. Pada penyulang arus hubung singkat tiga fasa di rumuskan sebagai berikut: If = V/ 3 ............................................................................................(2.41) Z dimana : If = arus hubung singkat tiga fasa V = tegangan dasar Z = impedansi ekivalen (Z1) Pada persamaan 2.42 sampai 2.44 merupakan persamaan khusus untuk gangguan tiga fasa ke tanah. Persamaan khusus tersebut menunjukkan bagaimana jaringan urutan disambungkan untuk melukiskan gangguannya. Karena Ia0 dan Ia2 = 0 yang terdapat dalam persamaan itu, maka jaringan urutan nol dan jaringan urutan negatif tidak digunakan. Jaringan urutan positif seperti terlihat dalam gambar 2.7 (b), karena tegangan urutan positif menunjukkan semua keadaan yang telah diturunkan untuk gangguan tiga fasa ke tanah telah dipenuhi oleh rangkaian dalam gambar ini. Diagram sambungan jaringan ini menunjukkan bahwa arus urutan potitif Ia1 ditentukan oleh tegangan Vf yang dikenakan pada Z1. Seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.7 (a) dan (b) sebagai berikut : Gangguan tidak simetris menyebabkan arus tidak seimbang dalam sistem, sehingga dibutuhkan komponen simetris untuk perhitungannya sebagaimana uraian di atas, seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.7 (a) dan (b) sebagai berikut : 26 a F b Zf Icf Ibf Iaf Zf Zf c + Va0 - Zf+ 3Zg Ia0 Zf Ia1 Zf Ia2 F0 F1 F2 Z0 N0 + Va1 - + 1,0+j0 - + Va2 - Z1 Z2 N2 N1 Zf Iaf + Ibf + Icf Jaringan Urutan Nol Jaringan Urutan Positif (a) Jaringan Urutan Negatif (b) Gambar 2.7 Gangguan Tiga Fasa : (a) Gambaran Umum (b) Rangkaian Ekivalen Jaringan Urutan Gangguan dua fasa ke tanah yang terjadi dengan Vf adalah tegangan sebelum terjadi gangguan (Vf = 1.0 < 00p.u). Arus urutan positif, negatif dan nol dapat digambarkan seperti : Ia0 = 0…................................................................................................(2.42) Ia2 = 0....................................................................................................(2.43) 1,00 0 Ia1 = .....................................................................................(2.44) (Z1 Z f ) Dari persamaan diatas maka didapat rumus arus gangguan masing-masing fasa adalah sebagai berikut : Iaf = Ia1 = 1,00 0 ..............................................................................(2.45) (Z1 Z f ) Ibf = a2Ia1 = 1,0240 0 ..........................................................................(2.46) (Z1 Z f ) 1,0120 0 Icf = aIa1 = ............................................................................(2.47) (Z1 Z f ) 27 2.7 Sistem Pembumian Transformator Daya Sistem pembumian pada trafo daya sangatlah penting, khususnya sejak gangguan yang sering terjadi adalah gangguan fasa ke tanah. Sehingga pengaman terhadap peralatan sangatlah dibutuhkan. Tujuan dari pembumian adalah untuk memperkecil tegangan lebih sementara, untuk pengamanan peralatan itu sendiri, mendeteksi gangguan dengan cepat dan untuk mengisolasi area yang terganggu. Sistem pembumian pada trafo dibagi menjadi empat tipe yaitu : Trafo yang tidak dibumikan. Trafo yang dibumikan dengan tahanan tinggi. Trafo yang dibumikan dengan tahanan rendah. Trafo yang dibumikan langsung (solid grounding) Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan metode pembumian sebagai berikut : Level tegangan sistem tenaga listrik Kemungkinan adanya tegangan lebih sementara (transient overvoltage) Tipe dari peralatan yang ada dalam sistem tenaga listrik Kontinuitas dari pelayanan Keadaan tanah di lingkungan peralatan Biaya dari peralatan, termasuk alat proteksi dan pemeliharaannya Keamanan Toleransi dari tingkat gangguan Beberapa tipe pembumian memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing. Berikut ini akan dibahas mengenai masing-masing tipe pembumian diatas. 28 2.7.1 Trafo Yang Tidak Dibumikan Pada sistem berikut ini trafo tidak dibumikan sama sekali, pembumiannya hanya oleh kapasitansi dari sistem ke tanah. Keuntungan dari sistem ini adalah apabila terjadi gangguan tanah maka arus gangguan tanahnya sangat kecil, sehingga kemungkinan kerusakan peralatan menjadi kecil dan tidak terlalu penting untuk memisahkan area yang terganggu. Sistem ini kadang-kadang digunakan di sistem pembangkitan industri-industri yang membutuhkan kontinuitas penyaluran tenaga listrik yang tinggi dan sangat penting untuk memperkecil kerugian akibat kehilangan tenaga listrik. Selain keuntungan yang telah disebutkan diatas pada sistem yang tidak dibumikan memiliki persoalan yang cukup penting, pada sistem ini terdapat tegangan lebih sementara yang bersifat merusak dan selalu memiliki potensial yang berbahaya bagi peralatan dan manusia. Gangguan fasa tanah pada sistem yang tidak diketanahkan memiliki perubahan dari segitiga tegangan normal yang seimbang. Arus yang melalui impedansi fasa seri akan menyebabkan sedikit perubahan pada segitiga tegangan. Suatu sistem dikatakan tidak diketanahkan (floating grounding) atau sistem delta. Jika tidak ada hubungan galvanis antara sistem itu dengan tanah, seperti pada gambar 2.8 berikut ini : 29 a b c IG Gambar 2.8 2.7.2 Trafo Yang Tidak Dibumikan Trafo Yang Dibumikan Dengan TahananTinggi Sistem pembumian dengan tahanan tinggi dapat membatasi arus gangguan fasa tanah. Resistor pembumian dihubungkan pada netral trafo. Dengan tahanan tinggi kerusakan-kerusakan karena arus sangat berkurang. Pembumian ini dipilih untuk tujuan : Mencegah pemutusan yang tidak direncanakan. Apabila sistem sebelumnya dioperasikan tanpa pengetahanan dan tidak ada relai tanah yang terpasang. Apabila pembatasan kerusakan karena arus dan tegangan lebih diinginkan, tetapi tidak dibutuhkan relai tanah yang selektif. Dalam sistem ini trafo dibumikan melalui resistor yang mempunyai nilai yang sama atau lebih rendah dari total kapasitansi ke tanah. Dalam sistem ini arus gangguan yang terjadi kecil untuk memperkecil kerusakan, dengan demikian dapat membatasi tegangan lebih sementara sampai dengan 2,5 kali nilai tertinggi terhadap tanah. Resistor pembumian dihubungkan pada netral dari trafo hubungan bintang. 30 Pembumian trafo dengan tahanan tinggi di Indonesia diterapkan di daerah Jawa Timur. Sistem distribusi 20 kV tiga fasa, 3 kawat dengan resistor pembumian netral melalui tahan tinggi sebesar 500 Ω. Arus gangguan yang terjadi pada sistem ini sangat kecil sehingga di perlukan relai yang sensitif karena apabila terjadi gangguan tidak terlalu berbahaya. Dapat ditunjukkan pada gambar 2.9 berikut ini : R IG ZG Gambar 2.9 2.7.3 IG Trafo Yang Dibumikan Dengan Tahanan Tinggi Trafo Yang Dibumikan Dengan Tahanan Rendah Pada sistem ini pembumian bertujuan untuk membatasi arus gangguan satu fasa ke tanah diperkirakan 50 sampai 600 A di sisi primer. Sistem ini memiliki keuntungan dari segi isolasi peralatan karena tegangan dari fasa yang tidak terganggu tidak naik secara besar bila terjadi gangguan fasa tanah penghantar yang lainnya. Pada umumnya tipe pembumian dengan tahanan rendah menggunakan reaktor atau resistor yang diletakkan di netral dari trafo. Sistem pembumian ini sebagian besar digunakan pada sistem yang bertegangan 2,4 - 13,8 kV yang pada umumnya menggunakan motor yang dihubungkan langsung. 31 Untuk sistem di Indonesia pembumian dengan tahanan rendah diterapkan di daerah Jawa Barat dan DKI Jakarta dengan resistor pembumian sebesar 12 Ω dan 40 Ω pada sistem yang bertegangan 20 kV. Sistem pembumian dengan resistor 12 Ω pada umumnya digunakan pada saluran kabel (SKTM) dan pembumian 40 Ω pada saluran udara (SUTM), seperti pada gambar 2.10 berikut ini : R IG ZG IG Gambar 2.10 Trafo Yang Dibumikan Dengan Tahanan Rendah 2.7.4 Trafo yang Dibumikan Langsung Sistem pembumian ini tidak menggunakan impedansi yang dihubungkan dengan tanah, jadi dalam sistem netral dari trafo tetap dihubungkan ke tanah tetapi tidak melalui impedansi. Pembumian ini disebut juga pembumian efektif dimana pada sistem ini memenuhi persamaan : X0 R ≤ 3 ; 0 ≤ 1...................................................................................(2.48) X1 X1 dimana X0 dan R0 adalah reaktansi dan resistansi urutan nol dan X1 adalah reaktansi urutan positif dari sistem tenaga listrik. Pada sistem ini arus gangguan 32 tanah yang terjadi sangat bervariasi dari arus yang sangat kecil sampai arus yang lebih besar dari arus gangguan tiga fasa. Hal ini dapat terjadi tergantung dari konfigurasi dan besaran-besaran sistem tenaga listrik itu sendiri dan lokasi gangguannya. Dengan bervariasinya arus gangguan fasa tanah yang terjadi terhadap lokasi gangguan, maka sistem pembumian ini dapat digunakan untuk menentukan lokasi gangguan dan mengisolasi area yang terganggu secara selektif dengan relai proteksi. Sistem pembumian langsung di Indonesia diterapkan pada sistem di Jawa Tengah dengan konsultan dari Amerika, sistem ini digunakan pada saluran udara (SUTM) tiga fasa empat kawat. Pada sistem ini arus gangguan yang terjadi sangat besar, tetapi memiliki keuntungan antara lain untuk beban yang tersebar seperti di pedesaan sehinga tidak perlu menarik saluran tiga fasa cukup dengan satu fasa saja karena bebannya cenderung jauh antara satu dengan yang lain. Sistem tersebut dilukiskan dalam gambar 2.11 berikut ini : IG ZG IG Gambar 2.11 Trafo Yang Dibumikan Langsung