BAB II

advertisement
BAB II
PROTEKSI TRAFO DAYA 150/20 kV DAN
PENYULANG BAWAH 20 kV
2.1
Transformator Daya
Transformator adalah suatu alat listrik statis yang berfungsi merubah tegangan
guna penyaluran daya listrik dari suatu rangkaian ke rangkaian yang lain melalui
gandengan magnet berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik.
Kerja transformator yang berdasarkan induksi elektromagnetik, Apabila ada arus
listrik bolak-balik yang mengalir mengelilingi suatu inti besi maka inti besi itu
akan berubah menjadi magnet dan apabila magnet tersebut dikelilingi oleh suatu
belitan maka pada kedua ujung belitan tersebut akan terjadi beda tegangan
mengelilingi magnet, maka akan timbul gaya gerak listrik (GGL).
Secara garis besar adanya gandengan magnet antara rangkaian primer dan
sekunder. Gandengan magnet ini berupa inti besi tempat melakukan fluks
bersama. Berdasarkan cara melilitkan kumparan pada inti, dikenal dua macam tipe
transformator yaitu tipe core (inti) dan tipe shell (cangkang). Seperti pada gambar
2.1 berikut ini :
6
7
(a)
Gambar 2.1
(b)
Tipe Transformator : (a) tipe core (inti), (b) tipe shell (cangkang)
Transformator daya digunakan untuk merubah tegangan dari tegangan tinggi ke
tegangan rendah begitupun sebaliknya agar didapatkan penyaluran daya yang
efisien. Kemampuan transformator untuk merubah tegangan ini diperoleh karena
dua macam lilitan yaitu lilitan primer dan lilitan sekunder, sehingga perbandingan
jumlah lilitan dengan langsung menetapkan perbandingan tegangan dan dengan
terbalik menetapkan perbandingan arusnya.
Pada transformator ini jenis core dengan hubungan YNYn dimungkinkan adanya
belitan ketiga delta virtual, dikarenakan apabila terjadi gangguan hubung singkat
fasa ke tanah terdapat fluks urutan nol yang keluar melalui udara. Transformator
daya berfungsi sangat penting dalam penyaluran daya listrik, oleh karena itu trafo
harus diamankan untuk mencegah kerusakan akibat gangguan, baik gangguan
yang terjadi didalam trafo itu sendiri maupun gangguan yang terjadi di luar trafo
yang dapat mengakibatkan kerusakan pada trafo tersebut.
2.2
Gangguan Pada Transformator Daya Dan Penyulang
Gangguan yang terjadi pada sistem tenaga listrik dapat digolongkan menjadi dua
bagian yaitu gangguan yang bersifat tetap (permanen) dan gangguan yang bersifat
8
sementara (temporer). Gangguan yang bersifat permanen adalah gangguan yang
dapat mengakibatkan kerusakan secara permanen, misalnya hubung singkat pada
kabel atau belitan trafo karena tembusnya isolasi. Disini pada titik gangguan
memang terjadi kerusakan yang permanen. Peralatan yang terganggu tersebut bisa
dioperasikan kembali setelah bagian yang rusak diperbaiki atau diganti. Penyebab
gangguan permanen antara lain penuaan isolasi, kerusakan mekanis isolasi,
tegangan lebih dan sebagainya.
Gangguan yang bersifat sementara adalah gangguan yang tidak mempunyai
kerusakan secara permanen di titik gangguan, misalnya flashover antara
penghantar fasa dan tanah/tiang karena sambaran petir, dahan pohon yang
menyambar konduktor karena tertiup angin, atau burung/binatang lain yang
terbang/merayap mendekati konduktor fasa dan sebagainya. Gangguan hubung
singkat yang terjadi antar fasa (dua fasa atau tiga fasa) atau antar satu fasa ke
tanah, dapat bersifat sementara atau permanen.
2.3
Relai Arus Lebih Sebagai Pengaman Gangguan Antar Fasa dan Satu
Fasa Ke Tanah
Gangguan di dalam trafo dapat berupa gangguan satu fasa ke tanah, gangguan
antar fasa, gangguan antar belitan, gangguan sadapan, gangguan bushing dan
sebagainya. Gangguan yang terbanyak adalah gangguan satu fasa ke tanah,
sedangkan gangguan antar fasa relatif sedikit karena kedudukan belitan setiap
fasanya terpisah.
Gangguan tersebut kemungkinan akan menimbulkan kerusakan yang besar, di
samping itu mempunyai resiko terjadinya kebakaran, sehingga gangguan tersebut
harus dapat dihilangkan dalam waktu yang singkat. Sambungan dari trafo daya
9
dan sistem pembumiannya memegang peranan penting yang menentukan besar
arus gangguan yang akan mengerjakan relai.
Untuk mengatasi gangguan fasa ke tanah dapat digunakan relai arus lebih yang
terletak di sirkit sekunder trafo arus dari ketiga fasanya. Jadi arus yang diukur
adalah arus penjumlahan dari arus ketiga fasanya. Arus ini disebut arus sisa
(residual current), atau arus urutan nol yang memang baru muncul ketika ada
gangguan fasa ke tanah.
Karena relai ini mendeteksi arus urutan nol maka relai gangguan tanah tidak
dilalui arus beban baik yang seimbang maupun yang tidak seimbang, juga tidak
dialiri arus gangguan hubung singkat antar fasa, dua fasa atau tiga fasa karena
penjumahan arus-arus itu dititik pertemuan ketiga fasanya sama dengan nol. Jadi
relai gangguan tanah tidak sensitif terhadap arus beban maupun arus hubung
singkat antar fasa. Arus gangguan satu fasa ke tanah hampir selalu lebih kecil
daripada arus hubung singkat tiga fasa, bahkan lebih kecil dari arus beban
nominalnya, oleh karena itu nilai settingnya bisa lebih kecil daripada arus beban.
Nilai setting yang kecil ini bisa disebabkan karena :

Gangguan satu fasa ke tanah hampir selalu melewati tahanan gangguan.

Titik netral sistem mungkin dibumikan melalui tahanan.
Arus gangguan satu fasa ke tanah pada sistem dengan pembumian langsung pada
umumnya juga sedikit lebih kecil daripada arus hubung singkat tiga fasa sebab
impedansi urutan nol saluran pada umumnya lebih besar daripada impedansi
urutan positifnya, kecuali jika lokasi gangguannya dekat dengan pusat
pembangkit.
10
Pada penyulang TM, relai arus lebih untuk pengaman gangguan antar fasa pada
umumnya dipasang pada ketiga fasa (R, S dan T)., namun bisa juga di pasang
pada fasa R dan fasa T. Untuk pengaman gangguan fasa ke tanah dipasang satu
relai setiap penyulang yaitu pada titik bintang CT dan biasanya disebut sebagai
Ground Fault Relay (GFR), seperti pada gambar 2.2 sebagai berikut :
CT
PMT
A
PMT
B
PMT
C
Isa
Isb
Isc
Sistem
O
C
R
Keterangan :
OCR : Over Current Relay
GFR : Ground Fault Relay
O
C
R
O
C
R
G
F
R
3 Io
Gambar 2.2
Relai Arus Lebih
Relai hubung singkat yang settingnya diatas arus beban maksimum, kurang atau
tidak sensitif terhadap gangguan fasa ke tanah, karena nilai arus gangguan ke
tanah yang relatif kecil sedangkan nilai setting relai arus hubung singkat diatas
arus beban. Relai gangguan tanah juga bisa salah kerja akibat arus hubung singkat
yang besar jika nilai settingnya terlalu kecil karena kesalahan trafo arus diketiga
fasanya. Oleh karena itu diperlukan relai gangguan-gangguan tanah yang sangat
sensitif dengan nilai setting arus yang sangat kecil, agar didapatkan kepekaan
yang sangat tinggi bila terjadi gangguan yang jauh pada sistem distribusi. Rumus
dasar yang digunakan adalah hukum ohm :
11
I=
V
......................................................................................................(2.1)
Z
I
= arus ganguan (hubung singkat)
V
= tegangan sumber
Z
= impedansi dari sumber ke titik gangguan (impedansi ekivalen)
2.4
Teori Komponen Simetris
Teori komponen simetris merupakan metode yang sangat penting dan merupakan
pokok perubahan berbagai artikel dan penyelidikan uji coba gangguan tak simetris
pada sistem transmisi, yang terjadi karena hubung singkat, impedansi antar
saluran, impedansi dari satu atau dua saluran ke tanah, atau penghantar yang
terbuka.
Persoalan pada sistem tenaga listrik tiga fasa yang seimbang dapat diselesaikan
dengan mengubah semua sistem menjadi satu fasa. Dua fasa lainnya sama dengan
fasa pertama dengan pergeseran sudut fasa ± 1200. Metode komponen simetris
mencoba menyelesaikan sistem tiga fasa yang tidak seimbang menjadi sistem satu
fasa dengan bantuan fasor tak seimbang. Fasor tiga fasa tidak seimbang diuraikan
menjadi dua fasor fasa seimbang yang masing-masing disebut komponen urutan
positif dan komponen urutan negatif dan satu fasor yang disebut komponen urutan
nol.
Suatu sistem tak seimbang yang terdiri dari n fasor yang berhubungan dapat
diuraikan menjadi n buah sistem dengan fasor yang dinamakan komponen
simetris (symmetrical components) dari fasor aslinya, n buah fasor pada setiap
himpunan komponennya adalah sama panjang dan sudut diantara fasor yang
bersebelahan dalam himpunan itu sama besarnya. Tiga fasor tak seimbang dari
12
sistem tiga fasa dapat diuraikan menjadi tiga sistem fasor yang seimbang.
Himpunan seimbang komponen itu adalah :
1. Komponen urutan positif, yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya,
terpisah satu dengan yang lain dalam fasa sebesar 1200 dan mempunyai
urutan fasa yang sama seperti fasor aslinya.
2. Komponen urutan negatif, terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya,
terpisah satu dengan yang lain dalam fasa sebesar 1200 dan mempunyai
urutan fasa yang sama berlawanan seperti fasor aslinya.
3. Komponen urutan nol, terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya dan
dengan pergeseran fasa nol antara fasor yang satu dengan yang lain.
Pada umumnya, ketika memecahkan permasalahan dengan menggunakan
komponen simetris bahwa ketiga fasa dari sistem dinyatakan sebagai a, b dan c
dengan cara yang demikian sehingga urutan fasa tegangan dan arus dalam sistem
adalah a b c, sedangkan urutan fasa dari komponen urutan negatif adalah a c b.
Jika fasor aslinya adalah tegangan, maka tegangan tersebut dapat dinyatakan
dengan subskrip tambahan ‘1’ untuk komponen urutan positif, ‘2’ untuk
komponen urutan negatif dan ‘0’ untuk komponen urutan nol.
Karena setiap fasor tak seimbang yang asli adalah jumlah komponen fasor asli
yang dinyatakan dalam suku – suku komponenya, seperti pada gambar 2.3 sebagai
berikut :
Va = Va1 + Va2 + Va0………………………….......................................(2.2)
Vb= Vb1 + Vb2 + Vb0…………………………......................................(2.3)
Vc = Vc1 + Vc2 + Vc0…………………………......................................(2.4)
13
Gambar 2.3
Tiga Himpunan Fasor Seimbang Yang Merupakan Komponen
Simetris Dari Tiga Fasor Tak Seimbang
2.5
Sistem Per-Unit (p.u)
Dalam sistem per-unit terdapat empat besaran dasar yaitu besaran dasar daya
dalam kilovolt-ampere (kVA) atau megavolt-ampere (MVA), besaran dasar
tegangan dalam volt (V) atau kilovolt (kV), besaran dasar impedansi dalam ohm
(Ω) dan besaran dasar arus dalam ampere (A). Hubungan antara besaran dasar,
besaran per – unit dan besaran sebenarnya adalah :
Besaran per-unit =
besaran( sebenarnya )
besaran(dasar )
Besaran sebenarnya = besaran per-unit * besaran dasar
Untuk mendapatkan impedansi sumber, salah satu besaran tegangan dasar di
pangkatkan dan besaran daya dipilih sebagai daya hubung singkat. Impedansi ini
berlaku untuk urutan positif dan negatif. Sehingga didapatkan dengan rumus
sebagi berikut:
 kV 2 
 ...................................................................................(2.5)
Xs  
 MVAS 
 Zs
= Rs + jXs (urutan positif dan negatif).......................................(2.6)
14
dimana :
Zs
= besaran impedansi sumber (Ω)
Rs
= besaran resistansi sumber (Ω)
Xs
= besaran reaktansi sumber (Ω)
kV
= besaran tegangan dasar (kV)
MVAs = besaran daya sumber (MVA)
Kemudian mencari impedansi trafo urutan positif dan negatif sama dengan
mencari impedansi sumber. Hanya saja impedansi sumber menggunakan besaran
daya hubung singkat, sedangkan impedansi trafo menggunakan besaran daya trafo
itu sendiri sesuai dengan efisensi (dalam %) impedansi hubung singkat. Sehingga
didapatkan dengan rumus sebagai berikut:
 kV 2 

Xt  Xt %
 MVA  ...........................................................................(2.7)
trafo 

 Zt
= Rt + jXt (urutan positif dan negatif)........................................(2.8)
dimana :
Zt
= besaran impedansi trafo (Ω)
Rt
= besaran resistansi trafo (Ω)
Xt
= besaran reaktansi trafo (Ω)
kV
= besaran tegangan dasar (kV)
MVAtrafo
= besaran daya trafo (MVA)
Xt%
= impedansi hubung singkat (%)
Sedangkan untuk besaran impedansi trafo urutan nol, dengan memperhatikan ada
atau tidaknya belitan delta, yaitu sebagai berikut :
15
-
jika kapasitas delta sama dengan kapasitas bintang maka nilai
reaktansinya.
Xt 0 = Xt (berlaku pada trafo unit)……………….............................…(2.9)
-
jika trafo tenaga di GI dengan hubungan Yy biasanya punya belitan delta
dengan kapasitas ⅓ kapasitas primer (sekunder).
Xt 0 = 3 x Xt.........................................................................................(2.10)
-
jika trafo tenaga di GI dengan hubungan Yy yang tidak punya belitan delta
di dalamnya. Nilai Xt 0 = berkisar antara 9 sampai dengan 14 kali Xt.
Biasanya 10 kali Xt.
Xt 0 = 10 x Xt.......................................................................................(2.11)
Pada besaran impedansi penyulang urutan positif, urutan negatif maupun nol yang
harus diperhatikan adalah impedansi dasar dalam satuan ohm per km dan jarak
antar penyulang. Kemudian dinyatakan dalam efisiensi jarak penyulang yang
mengalami gangguan.
Z penyulang = Panjang Jaringan x Z (Ω/km)......................................(2.12)
Untuk n % panjang jaringan yang ditentukan lokasi gangguannya.
Z penyulang = n % x Z penyulang.......................................................(2.13)
Kemudian mencari besaran impedansi ekivalen urutan positif dan negatif yang
sudah ditentukan oleh lokasi gangguannya. Dengan menjumlahkan Zs + Zt + Z
penyulang.
Z1 ekivalen = Zs + Zt + Z penyulang (urutan positif dan negatif)......(2.14)
Sedangkan untuk impedansi ekivalen urutan nol yang sudah ditentukan lokasi
gangguannya. Hitungan didasarkan pada sistem pentanahan netral sistem pasokan
16
dari GI pentanahan tahanan 12 ohm. Maka tahanan netral di sisi sekunder nilai 3 x
RN.
ZRN
= 3 x RN...................................................................................(2.15)
Sehingga Z0 ekivalen didapatkan sebagi berikut :
Z0 ekivalen
= ZRN + Zt 0 + Z0 penyulang (urutan nol).....................(2.16)
Pada umumnya besaran daya dipilih pertama, lalu salah satu tegangan dipilih
sebagai tegangan dasar, tegangan sistem yang lainnya dapat ditentukan dengan
menggunakan referensi dari rating primer dan sekunder trafo. Tegangan dasar
biasanya menggunakan tegangan fasa-fasa dalam kilovolt. Formula untuk
menghitung besaran dasar adalah :
Ib =
Zb =
kVAb
3.kVb
..........................................................................................(2.17)
kVb .1000
3.I b

(kVb ) 2 .1000 (kVb ) 2

.............................................(2.18)
kVAb
MVAb
dimana :
Ib
= besaran dasar arus (A)
kVb
= besaran dasar tegangan (kV1-1)
kVAb = besaran dasar daya (kVA)
MVAb = besaran dasar daya (MVA)
Zb
= besaran dasar impedansi (Ω/fasa)
Elemen impedansi biasanya dinyatakan dalam ohm atau miliohm atau dalam
persen pada suatu peralatan. Impedansi kabel secara umum dinyatakan dalam ohm
dan impedansi trafo dalam persen dengan rating kVA/MVA. Sebagai contoh 5 %
pada trafo 500 kVA. Besaran impedansi sebenarnya dapat dirubah ke dalam
besaran per-unit dengan rumus :
17
Zpu =
Z e .kVAb
...............................................................…………(2.19)
1000.(kVb ) 2
Z .kVAb
Zpu = %
100.kVAe
 kVe

 kVb
2

 ........................................................................(2.20)

Z pu( e ) .kVAb  kVe

Zpu =
kVAe
 kVb
2

 ………………..…………………………..(2.21)

dimana :
Zpu
= impedansi per-unit
Zpu e
= impedansi per-unit pada rating kVA dari elemen
Ze
= impedansi sebenarnya dalam ohm
Z%
= impedansi yang dinyatakan dalam persen
kVAe = daya sebenarnya dalam kVA
kVe
= tegangan sebenarnya dalam kV
Jika resistansi diabaikan maka rumus tersebut menggunakan besaran reaktansi (X)
sebagai pengganti dari impedansi (Z).
2.6
Analisa Gangguan Pada Sistem Distribusi 20 kV
Gangguan-gangguan yang terjadi pada penyulang sistem distribusi 20 kV dapat
menyebabkan kerusakan pada trafo yang berada disebelah hulunya, oleh karena
itu gangguan tersebut harus dapat diatasi agar tidak merusak peralatan. Gangguangangguan pada sistem tenaga listrik pada umumnya merupakan gangguan hubung
singkat yang tidak simetris, terutama gangguan satu fasa ke tanah. Pada umumnya
gangguan tiga fasa akan menghasilkan arus gangguan yang paling besar, tetapi
ada kalanya gangguan satu fasa tanah akan menghasilkan arus gangguan yang
besar.
18
Gangguan pada sistem tenaga listrik dapat dikategorikan dengan :
1. Gangguan pararel (shunt faults) atau hubung singkat.
2. Gangguan simultan (simultaneous faults) atau mempunyai lebih dari satu
gangguan yang terjadi pada waktu yang bersamaan.
2.6.1
Gangguan Satu Fasa Ke Tanah
Pada umumnya gangguan satu fasa ke tanah terjadi karena satu penghantar
fasanya terhubung singkat ke tanah baik secara langsung atau terhubung dengan
kawat tanah. Pada penyulang arus hubung singkat satu fasa ke tanah di rumuskan
sebagai berikut :
If =
3V / 3
..........................................................................................(2.22)
Z
dimana :
If
= arus hubung singkat satu fasa ke tanah
V
= tegangan dasar fasa – netral
Z
= impedansi ekivalen (Z1 +Z2 + Z0)
Sehingga pada persamaan 2.23 akan menentukan semua tegangan dan arus pada
gangguan. Jika ketiga jaringan urutan tegangan itu dihubungkan seri seperti
ditunjukkan dalam gambar 2.4 (b) maka akan menemukan nilai arus dan
tegangan, karena ketiga impedansi urutan itu akan terhubung seri dengan
tegangan Vf. Dengan jaringan urutan yang dihubungkan sedemikian rupa maka
tegangan pada masing-masing jaringan urutan adalah komponen simetris Va
dengan urutan tersebut. Hubungan jaringan urutan seperti yang ditunjukkan dalam
Gambar 2.4 (b) menunjukkan cara yang mudah untuk mengingat beberapa
persamaan guna menyelesaikan gangguan tunggal dari saluran ke tanah, karena
19
semua persamaan yang diperlukan dapat ditentukan dari hubungan jaringan urutan
tersebut
Jika netral tegangan tidak ditanahkan, jaringan urutan-nol merupakan rangkaian
terbuka, dan Z0 adalah tak terhingga. Karena pada persamaan 2.23 menunjukkan
bahwa Ia1 adalah nol bila Z0 tak terhingga, Ia2 dan Ia0 harus nol juga. Jadi, tidak
ada arus yang mengalir dalam saluran a karena Ia merupakan jumlah
komponennya, yang kesemuanya adalah nol. Hasil yang sama dapat juga dilihat
tanpa menggunakan komponen-komponen simetris karena pemeriksaan rangkaian
menunjukkan bahwa tidak terdapat jalur untuk aliran arus pada gangguan jika
tidak ada hubungan tanah pada netral tegangan.
Gangguan tidak simetris menyebabkan arus tidak seimbang dalam sistem,
sehingga dibutuhkan komponen simetris untuk perhitungannya sebagaimana
uraian di atas, seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.4 (a) dan (b) sebagai
berikut :
Ia0
F0
+
Va0
-
a
b
Z0
N0
Ia1
Ia1
F1
c
Iaf
Vaf
Ibf = 0
F
Zf
Icf = 0
Jaringan Urutan
Nol
3Z1
+
Va1
-
+
1,0+j0
-
Z1
Jaringan Urutan
Positif
N1
Ia2
F2
+
Va2
-
Z2
Jaringan Urutan
Negatif
N2
(a)
Gambar 2.4
(b)
Gangguan Satu Fasa Ke Tanah : (a) Gambaran Umum (b)
Rangkaian Ekivalen Jaringan Urutan
20
Gangguan satu fasa ke tanah yang terjadi dimisalkan pada fasa a dengan Vf adalah
tegangan sebelum terjadi gangguan (Vf = 1.0 < 00p.u).
dimana :
1,00 0
Ia0 =Ia1 = Ia2 =
…………………………………...(2.23)
Z 0  Z1  Z 2  3Z f
Arus gangguan untuk fasa adalah
Iaf = Ia0 + Ia1 + Ia2……………………………………………………..(2.24)
Atau
Iaf = 3Ia0 = 3Ia1 = 3Ia2……………………………………...………….(2.25)
2.6.2
Gangguan Fasa-Fasa Langsung
Pada umumnya gangguan antar fasa pada sistem tenaga listrik ketika dua
penghantar terhubung singkat. Pada penyulang arus hubung singkat dua fasa di
rumuskan sebagai berikut:
If =
V
...................................................................................................(2.26)
Z
dimana :
If
= arus hubung singkat dua fasa
V
= tegangan dasar
Z
= impedansi ekivalen (Z1 + Z2)
Pada gangguan fasa-fasa langsung misal fasa b dan fasa c mengalami gangguan
akan menyebabkan kenaikan arus pada fasa b dan c, sedangkan tegangan untuk
fasa tersebut menjadi drop (menjadi nol). Seperti ditunjukkan dalam
gambar 2.5 (a).
21
Sehingga pada persamaan 2.27, 2.28, 2.30 dan 2.31 merupakan persamaan khusus
untuk gangguan antar fasa. Persamaan khusus tersebut menunjukkan bagaimana
jaringan urutan disambungkan untuk melukiskan gangguannya. Karena Z0 tidak
terdapat dalam persamaan itu, maka jaringan urutan nol tidak digunakan. Jaringan
urutan positif dan negatif harus terhubung paralel karena Va1 = Va2. Hubungan
paralel jaringan urutan positif dan negatif tanpa jaringan urutan nol akan membuat
Ia1 = -Ia2, seperti telah ditetapkan oleh persamaan 2.28. Sambungan jaringan
urutan untuk gangguan antar saluran ditunjukkan dalam gambar 2.5 (b). Bila
disambungkan dengan cara ini, arus dan tegangan dalam jaringan urutan akan
memenuhi semua persamaan yang diturunkan untuk gangguan antar fasa.
Karena tidak ada tanah pada gangguan tersebut, hanya ada satu tanah dalam
rangkaian itu (yaitu pada netral tegangan) dan tidak ada arus yang dapat mengalir
ke tanah. Dalam penurunan hubungan gangguan antar fasa kita telah mendapatkan
bahwa Ia0 = 0. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa tidak ada arus tanah yang
dapat mengalir, karena arus tanah In sama dengan 3Ia0. Ada atau tidak adanya
suatu netral yang ditanahkan pada tegangan tidak mempengaruhi arus gangguan.
Jika netral tegangan tidak ditanahkan, Z0 adalah tak terhingga dan Va0 tak tentu
(indeterminate), tetapi tegangan antar fasa dapat diperoleh karena tegangan itu
tidak mengandung komponen urutan nol..
Gangguan tidak simetris menyebabkan arus tidak seimbang dalam sistem,
sehingga dibutuhkan komponen simetris untuk perhitungannya sebagaimana
uraian di atas, seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.5 (a) dan (b) sebagai
berikut :
22
Zf
a
b
F
Iaf
Ibf
c
Icf = -Ibf
F0
+
Va0
-
Z0
N0
Ia2
Ia1
Ia0
F2
F1
+
Va1 +
- 1,0+j0
-
+
Va2
-
Z1
Z2
N2
N1
Zf
Jaringan Urutan
Nol
(a)
Jaringan Urutan
Positif
Jaringan Urutan
Negatif
(b)
Gambar 2.5
Gangguan Fasa-Fasa : (a) Gambaran Umum
(b) Rangkaian Ekivalen Jaringan Urutan
Gangguan fasa-fasa langsung yang terjadi dengan Vf adalah tegangan sebelum
terjadi gangguan (Vf = 1.0 < 00p.u).
Dari gambar 2.5 (a) diperoleh
Iaf = 0……………………………………………………………...…..(2.27)
Ibf = -Icf ……………………………………………………………….(2.28)
Vbc = Vb-Vc = Zf Ibf ……………………………………………….….(2.29)
Dari gambar 2.5 (b), arus urutan dapat dirumuskan
Ia0 = 0…………………………………………………………………(2.30)
1,00 0
Ia1 = -Ia2 =
…………………………………………….(2.31)
Z1  Z 2  Z f
Dengan mensubtitusikan persamaan (2.15) dan (2.16) maka diperoleh arus
gangguan untuk fasa b dan c adalah
Ibf = -Icf =
3 Ia1   90 0 .....................................................................(2.32)
23
2.6.3
Gangguan 2 Fasa Ke Tanah
Pada umumnya gangguan dua fasa ke tanah pada sistem transmisi terjadi ketika
konduktor berhubungan langsung dengan netral dari sistem pentanahan tiga fasa.
Sehingga pada persamaan 2.36 adalah persamaan khusus untuk gangguan dua fasa
ke tanah. Dengan jaringan urutan yang dihubungkan paralel, seperti terlihat dalam
gambar 2.6 (b), karena tegangan urutan positif, urutan negatif, dan urutan nol
adalah sama pada gangguan. Pemeriksaan gambar 2.6 (b) akan menunjukkan
bahwa semua keadaan yang telah diturunkan untuk gangguan dua fasa ke tanah
telah dipenuhi oleh rangkaian dalam gambar ini. Diagram sambungan jaringan ini
menunjukkan bahwa arus urutan potitif Ia1 ditentukan oleh tegangan Vf yang
dikenakan pada Z1 yang terhubung seri dengan gabungan paralel Z2 dan Z0.
Hubungan yang sama diberikan oleh persamaan 2.36. Seperti yang ditunjukkan
dalam gambar 2.6 (a) dan (b) sebagai berikut :
a
F
Iaf = 0
Ibf
Zf
Icf
Zf
Zf
b
Zf
Ia0 = 0
c
F0
F1
+
Va0
-
Z0
N0
Zf
Zf
Ia2
Ia1
+
Va1 +
- 1,0+j0
-
Z1
F2
+
Va2
-
Z2
N2
N1
Ibf + Icf
Jaringan Urutan
Nol
(a)
Gambar 2.6
Jaringan Urutan
Negatif
Jaringan Urutan
Positif
(b)
Gangguan Fasa-Fasa Ke Tanah : (a) Gambaran Umum
(b) Rangkaian Ekivalen Jaringan Urutan
24
Gangguan dua fasa ke tanah yang terjadi dengan Vf adalah tegangan sebelum
terjadi gangguan (Vf = 1.0 < 00p.u). Untuk analisa gangguan dua fasa ke tanah
dimisalkan fasa yang terganggu adalah pada fasa b dan c.
Iaf = 0.....................................................................................................(2.33)
Vbf = (Zf + Zg)Ibf + Zg Icf ........................................................................(2.34)
Vcf = (Zf + Zg)Icf + Zg Ibf........................................................................(2.35)
Dari gambar 2.6 (b) arus urutan positif dapat digambarkan :
Ia1 =
( Z1  Z f ) 
1,00 0
…………………………(2.36)
( Z 2  Z f )( Z 0  Z f  3Z g )
Z 0  Z 2  2Z f  3Z g
Arus urutan negatif dan nol dapat berbentuk dengan menggunakan aturan
pembagian arus , yaitu :


( Z 0  Z f  3Z g )
Ia2 = - 
 Ia1............................................(2.37)
 ( Z 0  Z1  3Z g )  ( Z 2  Z f ) 


(Z 2  Z f )
Ia0 = - 
 Ia1...........................................(2.38)
 ( Z 2  Z f )  ( Z 0  Z f  3Z g ) 
Arus gangguan untuk fasa b dan c maka diperoleh :
Ibf = Ia0 + a2Ia1 + aIa2.............................................................................(2.39)
Dan
Icf = Ia0 + aIa1 + a2Ia2.............................................................................(2.40)
2.6.4
Gangguan Tiga Fasa Ke Tanah
Pada umumnya gangguan tiga fasa merupakan gangguan yang seimbang
(symmetrical), tetapi juga bisa di analisa dengan menggunakan komponen
25
simetris. Pada penyulang arus hubung singkat tiga fasa di rumuskan sebagai
berikut:
If =
V/ 3
............................................................................................(2.41)
Z
dimana :
If
= arus hubung singkat tiga fasa
V
= tegangan dasar
Z
= impedansi ekivalen (Z1)
Pada persamaan 2.42 sampai 2.44 merupakan persamaan khusus untuk gangguan
tiga fasa ke tanah. Persamaan khusus tersebut menunjukkan bagaimana jaringan
urutan disambungkan untuk melukiskan gangguannya. Karena Ia0 dan Ia2 = 0
yang terdapat dalam persamaan itu, maka jaringan urutan nol dan jaringan urutan
negatif tidak digunakan. Jaringan urutan positif seperti terlihat dalam gambar 2.7
(b), karena tegangan urutan positif menunjukkan semua keadaan yang telah
diturunkan untuk gangguan tiga fasa ke tanah telah dipenuhi oleh rangkaian dalam
gambar ini. Diagram sambungan jaringan ini menunjukkan bahwa arus urutan
potitif Ia1 ditentukan oleh tegangan Vf yang dikenakan pada Z1. Seperti yang
ditunjukkan dalam gambar 2.7 (a) dan (b) sebagai berikut :
Gangguan tidak simetris menyebabkan arus tidak seimbang dalam sistem,
sehingga dibutuhkan komponen simetris untuk perhitungannya sebagaimana
uraian di atas, seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.7 (a) dan (b) sebagai
berikut :
26
a
F
b
Zf
Icf
Ibf
Iaf
Zf
Zf
c
+
Va0
-
Zf+ 3Zg
Ia0
Zf
Ia1
Zf
Ia2
F0
F1
F2
Z0
N0
+
Va1
-
+
1,0+j0
-
+
Va2
-
Z1
Z2
N2
N1
Zf Iaf + Ibf + Icf
Jaringan Urutan
Nol
Jaringan Urutan
Positif
(a)
Jaringan Urutan
Negatif
(b)
Gambar 2.7
Gangguan Tiga Fasa : (a) Gambaran Umum
(b) Rangkaian Ekivalen Jaringan Urutan
Gangguan dua fasa ke tanah yang terjadi dengan Vf adalah tegangan sebelum
terjadi gangguan (Vf = 1.0 < 00p.u).
Arus urutan positif, negatif dan nol dapat digambarkan seperti :
Ia0 = 0…................................................................................................(2.42)
Ia2 = 0....................................................................................................(2.43)
1,00 0
Ia1 =
.....................................................................................(2.44)
(Z1  Z f )
Dari persamaan diatas maka didapat rumus arus gangguan masing-masing fasa
adalah sebagai berikut :
Iaf = Ia1 =
1,00 0
..............................................................................(2.45)
(Z1  Z f )
Ibf = a2Ia1 =
1,0240 0
..........................................................................(2.46)
(Z1  Z f )
1,0120 0
Icf = aIa1 =
............................................................................(2.47)
(Z1  Z f )
27
2.7
Sistem Pembumian Transformator Daya
Sistem pembumian pada trafo daya sangatlah penting, khususnya sejak gangguan
yang sering terjadi adalah gangguan fasa ke tanah. Sehingga pengaman terhadap
peralatan sangatlah dibutuhkan. Tujuan dari pembumian adalah untuk
memperkecil tegangan lebih sementara, untuk pengamanan peralatan itu sendiri,
mendeteksi gangguan dengan cepat dan untuk mengisolasi area yang terganggu.
Sistem pembumian pada trafo dibagi menjadi empat tipe yaitu :

Trafo yang tidak dibumikan.

Trafo yang dibumikan dengan tahanan tinggi.

Trafo yang dibumikan dengan tahanan rendah.

Trafo yang dibumikan langsung (solid grounding)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan metode pembumian sebagai
berikut :

Level tegangan sistem tenaga listrik

Kemungkinan adanya
tegangan lebih sementara
(transient
overvoltage)

Tipe dari peralatan yang ada dalam sistem tenaga listrik

Kontinuitas dari pelayanan

Keadaan tanah di lingkungan peralatan

Biaya dari peralatan, termasuk alat proteksi dan pemeliharaannya

Keamanan

Toleransi dari tingkat gangguan
Beberapa tipe pembumian memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing.
Berikut ini akan dibahas mengenai masing-masing tipe pembumian diatas.
28
2.7.1
Trafo Yang Tidak Dibumikan
Pada sistem berikut ini trafo tidak dibumikan sama sekali, pembumiannya hanya
oleh kapasitansi dari sistem ke tanah. Keuntungan dari sistem ini adalah apabila
terjadi gangguan tanah maka arus gangguan tanahnya sangat kecil, sehingga
kemungkinan kerusakan peralatan menjadi kecil dan tidak terlalu penting untuk
memisahkan area yang terganggu.
Sistem ini kadang-kadang digunakan di sistem pembangkitan industri-industri
yang membutuhkan kontinuitas penyaluran tenaga listrik yang tinggi dan sangat
penting untuk memperkecil kerugian akibat kehilangan tenaga listrik. Selain
keuntungan yang telah disebutkan diatas pada sistem yang tidak dibumikan
memiliki persoalan yang cukup penting, pada sistem ini terdapat tegangan lebih
sementara yang bersifat merusak dan selalu memiliki potensial yang berbahaya
bagi peralatan dan manusia.
Gangguan fasa tanah pada sistem yang tidak diketanahkan memiliki perubahan
dari segitiga tegangan normal yang seimbang. Arus yang melalui impedansi fasa
seri akan menyebabkan sedikit perubahan pada segitiga tegangan.
Suatu sistem dikatakan tidak diketanahkan (floating grounding) atau sistem delta.
Jika tidak ada hubungan galvanis antara sistem itu dengan tanah, seperti pada
gambar 2.8 berikut ini :
29
a
b
c
IG
Gambar 2.8
2.7.2
Trafo Yang Tidak Dibumikan
Trafo Yang Dibumikan Dengan TahananTinggi
Sistem pembumian dengan tahanan tinggi dapat membatasi arus gangguan fasa
tanah. Resistor pembumian dihubungkan pada netral trafo. Dengan tahanan tinggi
kerusakan-kerusakan karena arus sangat berkurang. Pembumian ini dipilih untuk
tujuan :

Mencegah pemutusan yang tidak direncanakan.

Apabila sistem sebelumnya dioperasikan tanpa pengetahanan dan
tidak ada relai tanah yang terpasang.

Apabila pembatasan kerusakan karena arus dan tegangan lebih
diinginkan, tetapi tidak dibutuhkan relai tanah yang selektif.
Dalam sistem ini trafo dibumikan melalui resistor yang mempunyai nilai yang
sama atau lebih rendah dari total kapasitansi ke tanah. Dalam sistem ini arus
gangguan yang terjadi kecil untuk memperkecil kerusakan, dengan demikian
dapat membatasi tegangan lebih sementara sampai dengan 2,5 kali nilai tertinggi
terhadap tanah. Resistor pembumian dihubungkan pada netral dari trafo hubungan
bintang.
30
Pembumian trafo dengan tahanan tinggi di Indonesia diterapkan di daerah Jawa
Timur. Sistem distribusi 20 kV tiga fasa, 3 kawat dengan resistor pembumian
netral melalui tahan tinggi sebesar 500 Ω. Arus gangguan yang terjadi pada sistem
ini sangat kecil sehingga di perlukan relai yang sensitif karena apabila terjadi
gangguan tidak terlalu berbahaya. Dapat ditunjukkan pada gambar 2.9 berikut ini :
R
IG
ZG
Gambar 2.9
2.7.3
IG
Trafo Yang Dibumikan Dengan Tahanan Tinggi
Trafo Yang Dibumikan Dengan Tahanan Rendah
Pada sistem ini pembumian bertujuan untuk membatasi arus gangguan satu fasa
ke tanah diperkirakan 50 sampai 600 A di sisi primer. Sistem ini memiliki
keuntungan dari segi isolasi peralatan karena tegangan dari fasa yang tidak
terganggu tidak naik secara besar bila terjadi gangguan fasa tanah penghantar
yang lainnya. Pada umumnya tipe pembumian dengan tahanan rendah
menggunakan reaktor atau resistor yang diletakkan di netral dari trafo. Sistem
pembumian ini sebagian besar digunakan pada sistem yang bertegangan 2,4 - 13,8
kV yang pada umumnya menggunakan motor yang dihubungkan langsung.
31
Untuk sistem di Indonesia pembumian dengan tahanan rendah diterapkan di
daerah Jawa Barat dan DKI Jakarta dengan resistor pembumian sebesar 12 Ω dan
40 Ω pada sistem yang bertegangan 20 kV. Sistem pembumian dengan resistor 12
Ω pada umumnya digunakan pada saluran kabel (SKTM) dan pembumian 40 Ω
pada saluran udara (SUTM), seperti pada gambar 2.10 berikut ini :
R
IG
ZG
IG
Gambar 2.10 Trafo Yang Dibumikan Dengan Tahanan Rendah
2.7.4
Trafo yang Dibumikan Langsung
Sistem pembumian ini tidak menggunakan impedansi yang dihubungkan dengan
tanah, jadi dalam sistem netral dari trafo tetap dihubungkan ke tanah tetapi tidak
melalui impedansi. Pembumian ini disebut juga pembumian efektif dimana pada
sistem ini memenuhi persamaan :
X0
R
≤ 3 ; 0 ≤ 1...................................................................................(2.48)
X1
X1
dimana X0 dan R0 adalah reaktansi dan resistansi urutan nol dan X1 adalah
reaktansi urutan positif dari sistem tenaga listrik. Pada sistem ini arus gangguan
32
tanah yang terjadi sangat bervariasi dari arus yang sangat kecil sampai arus yang
lebih besar dari arus gangguan tiga fasa. Hal ini dapat terjadi tergantung dari
konfigurasi dan besaran-besaran sistem tenaga listrik itu sendiri dan lokasi
gangguannya. Dengan bervariasinya arus gangguan fasa tanah yang terjadi
terhadap lokasi gangguan, maka sistem pembumian ini dapat digunakan untuk
menentukan lokasi gangguan dan mengisolasi area yang terganggu secara selektif
dengan relai proteksi.
Sistem pembumian langsung di Indonesia diterapkan pada sistem di Jawa Tengah
dengan konsultan dari Amerika, sistem ini digunakan pada saluran udara (SUTM)
tiga fasa empat kawat. Pada sistem ini arus gangguan yang terjadi sangat besar,
tetapi memiliki keuntungan antara lain untuk beban yang tersebar seperti di
pedesaan sehinga tidak perlu menarik saluran tiga fasa cukup dengan satu fasa
saja karena bebannya cenderung jauh antara satu dengan yang lain. Sistem
tersebut dilukiskan dalam gambar 2.11 berikut ini :
IG
ZG
IG
Gambar 2.11 Trafo Yang Dibumikan Langsung
Download