1 PEMIKIRAN MUHAMMAD SHAHRUR TENTANG POLIGAMI DALAM ISLAM Oleh: Jasmani (Dosen Tetap pada Jurusan Syari’ah STAIN Watampone ABSTRAK: Poligami adalah salah satu bentuk perkawinan yang dikenal luas oleh masyarakat manusia, dari dahulu hingga sekarang. Poligami adalah seorang laki-laki memiliki isteri lebih dari satu orang. Dalam Islam ditegaskan bahwa jumlah isteri seorang laki-laki sebanyak-banyaknya empat orang. Secara normatif, aturan seperti tersebut ditaati oleh kebanyakan umat Islam, kecuali oleh segelintir. Ternyata poligami ini tidak berhenti pada jumlah maksimal isteri, melainkan hal yang tak kalah pentingnya diperhatikan adalah mengapa poligami itu dibenarkan oleh Islam. Adakah hal yang harus diperhatikan di balik bolehnya isteri berbilang bagi seorang laki-laki? Tulisan ini mengenalkan pemikiran Muhammad Syahrur tentang poligami menurut Islam di tengah-tengah kontroversi poligmi itu sendiri menurut perundangundangan dan hukum agama. Polygamy is one form of marriage is widely recognized by human society, from then until now. Polygamy is a man having more than one wife. In Islam noted that the number of wives a man as many as four people. Normally, such a rule is adhered to by most Muslims, except by a few. It turns out that polygamy does not stop on the maximum number of wives, but it is no less important note is why polygamy is allowed by Islam. Do things to look behind multiple wives possible for a man? This paper introduces the thought of Muhammad Shahrur about polygamy according to Islam at the heart of the controversy itself institutes multiple marriage under the law and religious law. Kata kunci: Muhammad Syahrur, Poligami, Teori batas. I. PENDAHULUAN Kendatipun kebanyakan orang memiliki pasangan satu saja, namun ternyata ada juga sebagian orang senang memiliki isteri lebih dari satu orang. Seorang suami memiliki lebih dari satu orang isteri secara bersamaan disebut poligami. Orang yang kawin lebih dari satu setelah cerai, baik cerai hidup atau cerai mati tidak disebut berpoligami. 2 Beristeri lebih dari seorang adalah sebuah realita dalam masyarakat yang terus terjadi hingga hari ini, walaupun persepsi sikap masyarakat pada zaman tertentu tidak sama, bukan hanya empat tetapi lebih dari itu. Hal ini dikuatkan ketika Islam datang, Nabi saw menyuruh sahabatnya yang memiliki lebih dari 4 orang isteri untuk menceraikannya hingga empat saja. Bahkan, jauh sebelum Islam datang kebiasaan poligami dalam masyarakat telah berlangsung dari waktu ke waktu. Di Indonesia misalnya, poligmai mendapat legalitas dari perundang-undangan, namun di sisi lain banyak tokoh perempuan Indonesia yang keberatan. Banyak perempuan mengajukan gugatan cerai, dan atau pisah ranjang karenanya. Dengan fakta tersebut poligami menjadi kontroversi bagi masyarakat, terutama masyarakat muslim. Hal ini terjadi karena poligami di satu sisi dijustifikasi oleh sumber syariat- al-Qur’an dan sunnha, dan diperkuat dengan pendapat ulama (fikih). Sebuah premis mayor yang dianut oleh ulama bahwa poligami itu boleh dilakukan sesuai dengan ketentuan hukumnya, misalnya tidak boleh lebih dari empat orang isteri sesuai ayat 3 surat An-Nisa’ (4). Di tambah lagi dengan regulasi negara yang memperketat poligami seolah-olah menentang nash. Akibatnya terjadilah poligami dengan nikah di bawah tangan. Mungkin tidak berlebihan jika dikatakan persoalan poligami yang paling krusial adalah di kalangan masyarakat muslim. Hal ini terjadi masih banyaknya orang mempertentangkan antara syariat, fikih dan perundang-undangan. Untuk meminimalisir hal itu, mau tak mau pemahaman yang memadai tentang nash-nash yang mengatur poligami dengan pendekatan yang relevan dan tepat harus dilakukan. II. PEMBAHASAN A. Riwayat hidup Muhammad Syahrur Muhammad Syahrur lahir pada tanggal 11 April 1938 di Damaskus, Syria. Ia adalah anak kelima dari pasangan suami isteri Deyb dan Siddiqah. Ia disekolahkan oleh orang tuanya di sekolah dasar sekolah umum di Midan, piggiran kota sebelah selatan Damaskus. Pendidikan menengahnya ditempuh hingga pada tahun 1957 setelah dirinya memperoleh ijazah dari sekolah Abdu al-Rahman al-Kawakib.1 Pada bulan Mei 1958, Muhammad Syahrur dikirim oleh pemerintah ke Moskow umtuk belajar teknik arsitektur. Kemudian pada tahun 1964 ia pun berhasil meraih gelar diploma dalam bidang teknik sipil. Setahun kemudian, 1965, ia ditunjuk sebagai asisten dosen pada fakultas teknik sipil di Univesitas Damaskus. Gelar Magister dan doktornya diraihnya di Universitas Nasional Irlandia, masing-masing 1 H.A,Rodli Makmun dkk, Poligami Dalam Tafsir Muhammad Syahrur, (Cetakan pertama, Ponorogo: Ponorogo Press, 2009), h. 53 3 pada tahun 1969 dan 1972 dengan spesialisasi bidang teknik sipil khususnya mekanika dan bangunan tanah.2 Muhammad Syahrur menulis buku tentang teknik bangunan. Ia sangat menguasai bahasa Inggris dan Rusia dan mempunyai minat besar tentang filsafat dan fiqh lughah. Ketiga bidang keilmuan tersebut banyak mendasari pemikiran dekonstruktifnya. Ia menulis beberapa buku yang memuat ide-idenya tentang kontekstualisasi pemahaman terhadap al-Qur’an dan sunnah maupun ajaran Islam lebih umum. Ia dengan keras dan tajam mengeritik konservatisme pemikiran Islam. dan mendekonstruksi hegemoni pemikiran klasik yang masih tertanam kuat dalam pengetahuan dan kesadaran umat Islam.3 Buku-buku tersebut adalah al-Kitab wa al-Qur’an: Qiraah Mu`ashirah (1992), Dirasah Islamiyah Mu`ashirah fi `Adalah Daulah wa al-Mujtama’ (1994), al-Islam wa al-Iman: Manzhumah al-Qiyam (1996), Nahwa Ushul Jadidah Li al-fiqh al-Islami, Fiqhu al-Mar’ah (2000).4 B. Pemikiran Muhammad Syahrur Tentang Poligami Seluruh ulama dan fuqaha menjadikan ayat 3 surat An-Nisa’ sebagai ketetapan Allah Swt bolehnya seorang suami memiliki isteri lebih dari seorang hingga empat orang dalam waktu bersamaan (bersama-sama hidup dalam ikatan perkawinan). Inilah yang kemudian lebih populer dikenal dengan poligami. Dengan demikian, dalam Islam, poligami menjadi ketetapan penting yang harus dipahami dengan baik dan benar. Ayat 3 surat An-Nisa’: وإن ﺧﻔﺘﻢ أﻻ ﺗﻘﺴﻄﻮا ﻓﻰ اﻟﯿﺘﻤﻰ ﻓﺎﻧﻜﺤﻮا ﻣﺎ طﺎب ﻟﻜﻢ ﻣﻦ اﻟﻨﺴﺎء ﻣﺜﻨﻰ وﺛﻠﺚ ورﺑﺎع ﻓﺈن ﺧﻔﺘﻢ أﻻ ﺗﻌﺪﻟﻮا ﻓﻮﺣﺪة أو ﻣﺎ ﻣﻠﻜﺖ أﯾﻤﺎﻧﻜﻢ ذﻟﻚ أدﻧﻰ أن ﻻ ﺗﻌﻮﻟﻮا Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap anak-anak perempuan yatim (bila mana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga dan emapat. Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil, maka kawinilah seorang saja atau dengan budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.5 Menurut Muhammad Syahrur, kawin lebih seorang isteri (poligami) dibolehkan. Menurutnya bentuk poligami itu adalah isteri kedua, ketiga dan keempat 2 Muhammad Syahrur, Al-Kitab wa al-Qur’an: Qiraah Mu`ashirah, (Cetakan kedua, Damskus: Dar Ahali, 1990), h. 823 3 H.A.Rodli Makmun, Op.cit., h. 55 4 Ibid. 5 Khadim al-Haramain al-syarifain Malik Fahd, Al-Qur’an dan terjemahnya , (Madinah alMunawarah: Mujamma’ al-Malik Fahd, 1418 H), h. 115 4 adalah semua janda yang memiliki anak yatim, ditinggal mati oleh ayahnya semasih kecil.6 Menurut Muhammad Syahrur, syarat poligamai dalam Islam adalah: (1) isteri kedua, ketiga dan keempat adalah janda yang memiliki anak yatim, (2) Harus ada kekhawatiran tidak dapat berlaku adil kepada anak-anak yatim. Menurutnya, poligami tidak boleh dilakukan jika tidak terdapat dua syarat tersebut.7 Muhammad Syahrur tidak sependapat dengan peraktek poligami yang banyak dilakkan oleh umat Islam, dan juga banyak dipahami oleh para ulama dan ahli hukum Islam. Menurutnya, selama ini, poligami dilakukan begitu saja oleh laki-laki, dan banyak menyalahi ketentuan perundang-undangan. Muhammad Syahrur dengan pemikiran dekonstruktifnya tentang poligami menggugurkan pemahamn umat Islam kebanyakan. Ternyata, ia memiliki metode dan pendekatan yang berbeda dengan pendapat ahli hukum yang kebanyakan mengesampingkan faktor sosial, budaya ketika sebuah ayat hukum diturunakan dan sebuah hadis hukum diucapkan oleh Nabi saw. Munurut Muhammad Syahrur, poligami dalam Islam adalah solusi atas kesulitan yang menimpa anak yatim. Ayat 3 surat An-Nisa’ diawali dengan kekhawatiran tidak berlaku adil terhadap anak yatim. Ayat-ayat sesudahnya pun banyak berbicara tentang anak yatim, misalnya ayat 5 surat An-Nisa’. Dalam ayat tersebut menjelaskan salah satu tanggungjawab orang terhaap anak yatim adalah menjadi wali amanah atas pengurusan harta warisannya. Ayat tersebut menegaskan, jika anak yatim itu telah rasyid (cakap mengelola harta), maka hartanya yang waliamanahkan kepada seseorang harus diserahkan kepadanya. Dalam Islam, anak yatim adalah sebuah kelompok sosial yang mendapat legitimasi pemeliharaannya secara adil. Anak yatim harus disantuni dengan materi, apatah lagi kalau anak yatim itu banyak harta warisannya, sehingga menggiring orang tidak berlaku adil terhaap dirinya. Muhammad Syahrur berkata: sesungguhnya kami melihat poligami sebagai perintah Tuhan yang ditetapkan dengan persyaratan-persyaratan yang telah kami jelaskan sebagai jalan keluar bagi persoalan kemasyarakatan yang mungkin terjadi dan mungkin tidak. Kami berpendapat bahwa kita harus melaksanakan perintah tersebut tatkala terjadi problem dan sebaiknya kita meninggalkannya ketika tidak 6 Muhammad Shahrur, Dirasat Islamiyyat Mu`ashirah Nahwa Usul Jadidah Li al-Fiqh alIslamiy, diterjemahkan oleh Sahiron Syamsuddin dan Burhanuddin dengan judul “ Metodologi Fiqh Islam Kontemporer”, (Cetakan kelima, Yogyakarta: el-Saq Press, 2008), h. 430 7 Ibid. 5 terjadi problem. Problem itu terkait erat dengan sejarah perkembangan masyarakat dan kebudayaan masyarakat bersangkutan. Poligami adalah fenomena umum yang diterima oleh banyak suku bangsa tanpa adanya batas dan persyaratan.8 Apa yang dikatakan terakhir Muhammad Syahrur pada pernyataanya tersebut, memang dapat ditemukan dalam pemikiran fikih umat Islam. Dalam kitab tafsirnya, Ibnu Kasir ada melansir pendapat dari sebagian kelompok syiah yang berpoligami lebih dari empat hingga sembilan karena mengikuti Nabi saw, bahkan ada yang membenarkan tanpa batas.9 Salah satu karakteristik poligami menurut Muhammad Syahrur bahwa yang direkomendasikan layak dan memenuhi syarat oleh Allah Swt berpoligami adalah laki-laki yang sudah memiliki isteri. Hal ini dia pahami dari bilangan isteri dimulai dengan jumlah dua, kemudian tiga dan terakhir jumlah empat orang isteri (batas maksimal). Dalam teori batas Muhammad Syahrur, batas maksimal tersebut tidak boleh dilampaui. Melampauinya adalah sebuah pelanggaran hukum dan dosa. Dengan demikian rumus poligami menurut Muhammad Syahrur berdasarkan redaksi dan susunan kalimat ayat 3 surat An-Nisa/ adalah: 1+ 1 = 2 (poligami dengan 1 orang isteri lama dan 1 orang isteri baru). 2+1= 3 (poligamai dengan 2 orang isteri lama dan 1 orang isteri baru) 3_1= 4 (poligama dengan 3 orang isteri lama dan satu orang isteri baru). Pembatasan jumlah maksimal perempuan yang dapat dopligami hingga empat orang adalah berdasarkan ayat 3 surat An-Nisa’, dan berdasarkan dengan riwayat dari Salim dari ayahnya bahwa sesungguhnya Ghailan bin Salamah al-Saqafiy masuk Islam semenara ia memiliki 10 orang isteri. Nabi saw bersabda: “ “إﺧﺘﺮ ﻣﻨﮭﻦ أرﺑﻌﺎ, pilihlah 4 orang di antaranya.10 Dengan demikian menurut Muhammad Syahrur, yang berpoligami itu adalah laki-laki yang sedang memiliki isteri, dan perempuan dipoligami adalah semuanya janda yang berstatus single parents, memiliki anak yang masih kecil, belum balig. Di luar poligami seperti ini, menurutnya, bukan poligami yang dikehendaki oleh Allah Swt. Selanjutnya Muhammad Syahrur berpendapat bahwa poligami adalah hal yang diperintahkan oleh Allah Swt. Tujuannya mulia yaitu melindungi anak yatim dengan cara mengawini ibunya. Menjadi single parents, secara psikologis adalah kondisi yang berat bagi seorang janda, apalagi jika anak-anaknya berjumlah beberapa 8 Ibid., h. 434 Lihat Ibnu Kasir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, Jilid 1, (Beirut-Libanon: Dar al-Fikr, 1992), h. 9 557 10 Ibid., h. 556 6 orang. Dengan adanya laki-laki yang beristeri yang mau mengawininya, maka sedikit banyaknya anak yatim dapat terurus dengan baik. Karenanya Laki-laki yang dapat berpoigami bukan sembarang laki-laki, melainkan memang yang peduli dengan perlindungan anak, khususnya anak yatim. Poligami masuk pada teori limit tahap ketiga, yaitu adanya batas minimal dan batas maksimal. Batas minimal dari sebuah pernikahan adalah 1 orang isteri. Perbuatan seseorang di bawah batas minimal adalah tidak dibolehkan dalam Islam seperti seorang rahib dan motif apapun yang menyebabkan ia berselibat (tidak kawin). Sementara batas maksimal diterapkan agar seseorang tidak beristeri lebih dari 4 orang, tetapi maksimal 4 orang saja. Perbuatan yang melebihi batas maksimal akan menyulitkan dan membebani kehidupan serta dapat mengganggu sikap adil seseorang.11 Dalam perkawinan poligami, Muhammad Syahrur menetapkan standar kuantitas dan kualitas. Standar kuantitas ditetapkan untuk menentukan berapa jumlah perempuan yang boleh dikawini. Batas minimal perempuan yang dikawini adalah 1 orang, sedangkan batas maksimalnya adalah 4 orang.. Hal ini menunjukkan bahwa standar kuantitas poligami adalah 2 hingga 4 isteri secara bersamaan.12 Adapun standar kualitas poligami, menurut Muhammad Syahrur, bahwa bagi seorang yang menikah pertama kalinya dengan seorang perempuan, tidak ada ketentuan secara kualitas bahwa perempuan tersebut harus perawan atau janda, baik janda yang punya anak atau tidak. Standar kualitas hanya ditetapkan bagi pelaku poligami yang hendak menikahi perempuan yang kedua, ketiga dan keempat, di mana status isteri-isteri tersebut harus perempuan janda yang mempunyai anak yatim. Maka, seorang poligan tidak boleh menikahi isteri yang kedua, ketiga dan keempat yang berstatus perempuan perawan.13 Untuk memperjelas pemikiran Syahrur tentang poligami ini, perlu ditampilkan Teori limit poligami dengan menggunakan standar kuantitas dan kualitas sebagai berikut: 11 Muhammad Syahrur, Al-Kitab wa Al-Qur’an, Qiraah Mu`ashirah, (Damaskus: Dar Ahali, 1990), h. 462 12 H.A.Rodli Makmun, Poligami, . . ., h. 88 13 H.A.Rodli Makmun, Poligami. . ., h. 88 7 Batas maksimal secara kuantitas dengan tidak mempertimbangkan kualitas (perawan/janda) 4 3 2 1 Batas minimal (perawan/janda) secara kuantitas dengan tidak mampertimbangkan kualitas 1 Gambar 1 tersebut merupakan realitas yang terjadi dalam pengamalan fiqih Islam, dan telah diberlakukan sejak masa Nabi saw sampai sekarang. Dalam gambar tersebut, pembatasan secara kuantitas tidak disertai dengan ketentuan akan kualitas, Secara kuantitas, seorang laki-laki dapat beristeri 1 sampai 4 orang. Adapun secara kualitas, status perempuan yang dinikahi untuk pertama sampai keempat tidak dibedakan, berstatus perawan atau janda. Ini menunjukkan bahwa seseorang dapat berpoligami dengan perempuan yang semuanya perawan atau semuanya janda atau sebagian perawan dan sebagiannya lagi janda. Tidak ada yang membedakan status isterinya. Hal inilah yang terjadi dalam pemahaman masyarakat Islam sepanjang sejarah. Batas maksimal secara kuantitas dan kualitas dengan orientasi pada janda yang memiliki anak 4 3 2 1 Batas minimal secara kuantitas dengan tidak mempertimbangkan kualitas (perawan/janda) 2 8 Pada gambar 2 Muhammad Syahrur merekonstruksi pemahaman tentang poligami dengan menggunakan standar kuanitas dan kualitas secara bersamasama.Secara kuantitas, memang Islam hanya membolehkan poligami untuk 4 orang isteri saja. Tetapi secara kualitas perlu dibedakan antara status isteri pertama dengan nisteri kedua, ketiga dan keempat.Isteri pertama dapat berstatus janda atau perawan, namun isteri kedua, ketiga dan keempat, status isteri harus janda yang mempunyai anak. Jadi tidak bisa seseorang mengawini semua isterinya dalam kondisi perawan, tetapi sebaliknya harus mengawini isteri-isterinya yang semuanya janda beranak.14 Hampir semua ulama berpendapat bahwa Allah memerintahkan mengawini perempuan yatim dalam ayat 172 surat Al-Nisa’, sehingga bukan janda-janda yang harus dikawini. Menurut Muhammad Syahrur, pemahaman seperti itu tidak tepat, karena sasaran poligami sebenarnya adalah perlindungan terhadap anaknya si janda. Mengawini janda itu hanyalah sarana untuk sampai pada tujuan yang dimaksud. Allah menyuruh umat Islam mengurus anak-anak yatim secara adil. Di masa awal Islam, ketika terjadi perang sabil, banyak sekali janda dan anak yatim, sehingga Allah Swt menurunkan wahyu tentang perlindungan anak yatim ini agar tidak terlantar sebagai sebuah kompensasi jasa ayahnya yang telah mati syahid. Sangat teranglah, bahwa poligami yang syar`i menurut Muhammad Syahrur adalah legal dan berpahala. Poligami yang tidak seperti itu, maka tidak berpahala, justeru dapat menyebabkan seorang poligan berdosa dan melanggar syariat dan hukum. C. Analisis Setelah melakukan penelusuran pemikiran dekonstruktif Muhammad Syahrur tentang poligami, penulis menemukan titik-titik simpul poligami itu sebagai berikut: 1. Poligami adalah peintah agama sebagaiman termaktub dalam ayat 3 surat AnNisa’ dan sunnah sebagaimana keputusan nabi saw atas sahabat Ghailan bin Salamah al-Saqafiy. Menurut Muhammad Syahrur, umat Islam tidak boleh apriori menolak poligami itu. 2. Poligan mestilah laki-laki yang telah beristeri satu terlebih dahulu. Karena itu laki-laki bujang tidak boleh berpoligami dengan menikahi dua orang perempuan sekaligus. 3. Perempuan yang dipoligami oleh poligan adalah single parents, janda yang memiliki anak yatim. Menurut Muhammad Syahrur, anak yatim adalah anak yang telah meninggal ayahnya semasa ia masih kecil. Kalau ibunya meninggal bukanlah anak yatim, dan atau kalau ia sudah dewasa kemudian meninggal ayahnya, juga tidak disebut yatim. 4. Kawin poligami harus memenuhi dua syarat, yaitu: (1) isteri-isteri yang dipoligami adalah semuanya janda yang telah memiliki anak., (2) Poligan 14 Muhammad Syahrur, Al-Kitab . . ., h. 601 9 5. 6. 7. 8. harus memiliki rasa khawatir tidak dapat berlaku adil terhadap isteri dan anakanaknya, baik anak dari isteri yang pertama maupun isteri-isteri lainnya. Muhammad Syahrur melarang seorang laki-laki berpoigami jika tidak memenuhi kedua syarat itu. Kalau tidak memenuhi kedua syarat itu, maka patuhilah perintah Allah untuk kawin secara standar saja, yaitu dengan 1 orang isteri. Sesuai dengan gaya bahasa al-Qur’an tentang poligami berdasarkan firman Allah kawinilah perempuan yang kamu senangi dua, tiga dan empat menujukan bahwa kawin poligami itu tidak boleh sekaligus melainkan dengan bertahap, dua terlebih dahulu, kemudian tiga, dan terakhir empat. Pemikiran Muhammad Syahrur tentang poligami dengan metode pendekatannya, memberikan posisi tawar yang tinggi bagi janda dengan berdasar pada kata “ “ﻣﺎ طﺎب ﻟﻜﻢ, yang kamu senangi, bukan “ “ﻣﺎ ﺷﺌﺘﻢ, yang kamu kehendaki. Pemikiran poligami Muhammad Syahrur sangat pro gender, mengayomi isteri dan perempuan yang tersubordinasi oleh laki-laki. Hukum perkawinan nasional, baik undan-undang nomor 1 tahun 1974, maupun Kompilasi hukum Islam telah mengatur poligami itu masing-masing dalam pasal 4 dan pasal 58. Keduanya membenarkan seseorang berpoligami jika: isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya, isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, isteri tidak dapat melahirkan keturunan.15 Alasan poligami tersebut sangat berbeda dengan pendapat Muhammad Syahrur. Menurutnya, berpoligami seperti ini adalah penemuan hukum yang mengesampingkan metode ilmiah dengan mengabaikan kondisi sosial yang digambarkan oleh ayat 3 surat An-Nisa’ tentang poligami yang diapit oleh tema pokok tentang anak yatim. Secara ilmiah, kedua variabel tentu memiliki korelasi. Dari sinilah munculnya pemikiran Muhammad Syahrur tentang poligami yang berbeda selama ini. Muhammad Syahrur menegaskan bahwa peraktek poligami yang berbeda dengan pendapatnya sudah berlangsung sejak dahulu kala hingga hari ini. Berdasarkan persepsi Muhammad Syahrur, peraktek poligami yang berlangsung di tengah-tengan masyarakat Islam adalah serampangan, sangat jauh dari harapan Allah. Perakek poligami yang dipahami oleh ulama klasik adalah parsial, hanya bertumpu pada bilangan isteri, tidak berdasarkan konteks dan struktur ayat alQur’an itu sendiri. Al-Qur’an dan sunnah harus benar-benar menjadi rujukan dalam berpoligami. Hal ini disebabkan, Islam sebagai ajaran yang dibawa oleh nabinya Muhammad saw. 15 Tim redaksi, Hukum Keluarga, (Cetakan pertama, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010), h. 245 dan 285 10 adalah ajaran samawi yang terakhir, tentu membawa pembaruan yang mengandung kebenaran ilahiyah, satu di antaranya adalah masalah perkawinan, kususnya poligami. Poligami adalah masalah yang kompleks dalam masyarakat manusia. Poligami sudah sangat lama diperaktekkan oleh masyarakat manusia dengan berbagai alasan, yang bersifat personal, sosial, pisikal, ekonomi, besarnya jumlah perempuan jika dibanding dengan laki-laki (demografi/ kependudukan) dan sebagainya.16 Sebuah catatan penulis tentang pemikiran poligami Muhammad Syahrur yaitu isteri kedua, ketiga dan keempat tidak memperoleh waris.17 Disayangkan tidak ditemukan pendekatan yang digunakan dalam pendapatnya ini. Pada hal menurut hukum waris Islam isteri adalah ahli waris yang tidak pernah tidak mendapat waris sama sekali, Paling tidak bagian terbanyaknya berkurang, yaitu jika ia ditinggal mati oleh suaminya dan tidak ada anak, maka isteri mendapat 1/4 bagian harta peninggalan, dan jika ada anak, maka ia mendapat 1/8 bagian. Jika terdapat lebih seorang isteri, maka ia berserikat pada 1/4 sama rata jika tidak anak, dan berserikat pada 1/8 sama rata jika ada anak.18 Alasan jumhur fuqaha tersebut sangat masuk akal, sebab seorang laki-laki yang berpoligami berarti ia dimiliki oleh isterinya secara bersama-sama, dan karenannya masing-masing isteri memiliki hak mewaris secara bersamaan pula terhadap harta peninggalannya. Kalau poligami diartikan laki-laki mengawini beberapa orang perempuan secara bersamaan, maka perempuan-perempuan tersebut juga memiliki hak bersamaan atas suaminya yang seorang tersebut. Artinya, semua isteri yang dipoligami berserikat pada bagian isteri dalam hukum faraidh, yaitu 1/4 atau 1/8 sesuai dengan ketentuan Allah SWT dalam ayat 12 surat An-Nisa’. III. PENUTUP 1. Pemikiran Muhammad Syahrur tentang poligami adalah hal yang baru. Pemikirannya berdasarkan metode penafsiran yang runtut, sesuai denga konteks ayat 3 surat An-Nisa’. Kawin lebih dari satu orang dibicarakan oleh Tuhan di sekitar ayat tentang perlindungan anak yatim. Anak yatim pada waktu itu boleh dikatakan kejadian luar biasa sehingga Tuhan menurunkan informasi solusinya, yaitu dengan poligami terhadap janda-janda para syuhada’. 2. Implikasi pemikiran Muhammad Syahrur tentang poligami adalah menggugat pemahaman poligami ulama selama ini, undang-undang dan peraktek 16 Hammudah Abd al-`Ati, The Family Structure in Islam, diterjemahkan oleh Anshari Thayib drngan judul “ Keluarga Muslim”, (Cetakan pertama, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1984), h.145 17 Muhammad Syahrur,Op.cit., h. 433 18 Lihat Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 3, (t.t: Dar al-fikr al-`arabiy, 1987), h. 437 11 poligami dalam masyarakat muslim di berbagai belahan dunia. Muhammad Syahrur lebih cenderung meniadakan poligami sebagai suatu bentuk ketidakmampuan menurut Al-Qur’an. Menurut Muhammad syahrur, poligami adalah sebuah bentuk perlindungan terhadap anak, bukan kekrasan terhadap mereka dengan kesan tidak baik terhadap seorang ibu tiri atau bapak tiri dalam banyak kasus. DAFTAR RUJUKAN Abd al-`Ati, Hammudah. The Family Structure in Islam. Diterjemahkan oleh Anshari Thoyib dengan judul “ Keluarga Muslim”. Cetakan pertama. Surabaya: Bina Ilmu, 1984 Ibnu Kasir. Tafsir al-Qur’an al-`Azhiem. Jilid 1.Beirut-Libanon:Dar al-fikri, 1992 Makmun, Rodli dkk. Poligami dalam Tafsir Muhammad Syahrur. Cetakan pertama. Ponorogo: Ponorogo Press, 2009 Sabiq, Sayid. Fiqh al-Sunnah. Jilid 3. T.t: Dar al-fikr al-`Arabi, 1987 Syahrur, Muhammad. Al-Kitab wa al-Qur’an: Qiraah Mu`ashirah. Damaskus: Dar al- Ahali, 1990 Syahrur, Muhammad. Dirasat al-IslamiyatMu`ashirah Nahwa Ushul Jadidah li alfiqh al-Islami. Diterjemahkan oleh Sahiron dan Burhanuddin dengan judul “Metodologi Fiqh Islam Kontemporer”.Cetakan kelima.Yogyakarta: el-Saq Press, 2008 Al-Syarifain, Khadim al-Haramain.Al-Qur’an dan Terjemahnya. Madinah alMunawarah: Mujamma’ al-malik Fahd, 1418 H Tim redaksi. Hukum Keluarga. Cetakan pertama. Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010