bab ii tinjauan pustaka

advertisement
 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Biaya
Dalam kegiatan perusahaan ada banyak keputusan yang harus diambil oleh
manajemen
untuk kelangsungan hidup perusahaan. Dalam pengambilan keputusan
dibutuhkan informasi yang dapat diukur, dianalisis, dan dilaksanakan. Ukuran
yang seringkali dipakai untuk menilai berhasil atau tidaknya manajemen suatu
perusahaan adalah laba yang diperoleh perusahaan. Laba terutama dipengaruhi
oleh tiga faktor yaitu volume produk yang dijual, harga jual produk, dan biaya.
Biaya menentukan harga jual untuk mencapai tingkat laba yang dikehendaki
dimana harga jual mempengaruhi volume penjualan, sedangkan volume penjualan
langsung mempengaruhi volume produksi, dan volume produksi mempengaruhi
biaya.
2.1.1
Pengertian Biaya
Dalam buku yang berjudul Akuntansi Biaya dinyatakan:
“Dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur
dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi
untuk tujuan tertentu. Ada 4 unsur pokok dalam definisi biaya tersebut di
atas:
1.
2.
3.
4.
Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi,
Diukur dalam satuan uang,
Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi,
Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.”
Mulyadi (2010:8)
14
15
Menurut Mursyidi (2008:13) dalam buku Akuntansi Biaya: Conventional
Costing, Just in Time, dan Activity-Based Costing menyatakan bahwa “Biaya
dapat
diartikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi baik yang berwujud
maupun tidak berwujud yang dapat diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi
atau akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu”. Sedangkan dalam buku
Akuntansi
Biaya dinyatakan
“Biaya adalah harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam
rangka memperoleh penghasilan (revenues) dan akan dipakai sebagai
pengurang penghasilan. Biaya digolongkan ke dalam harga pokok
penjualan, biaya penjualan, biaya administrasi dan umum, biaya bunga,
dan biaya pajak perseroan”.
(Supriyono, 2011:16)
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa
biaya merupakan suatu pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan
uang baik yang telah terjadi atau akan terjadi dalam suatu organisasi yang
digunakan untuk mencapai tujuan tertentu.
2.1.2
Penggolongan Biaya
Dalam akuntansi biaya, biaya digolongkan dengan berbagai macam cara.
Angka-angka biaya dapat diartikan bervariasi tergantung pada tujuannya. Inilah
yang dimaksud dengan informasi berkenaan dengan biaya. Istilah lainnya adalah
“Different Costs for Different Purposes” (Mulyadi, 2010:13; Witjaksono 2006:9).
Sedangkan dalam buku yang berjudul Akuntansi Biaya, Supriyono (2011:18)
menyatakan bahwa “Penggolongan adalah proses mengelompokkan secara
sistematis atas keseluruhan elemen yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu
16
yang lebih ringkas untuk dapat memberikan informasi yang lebih punya arti atau
lebih penting”.
Dalam hal ini, Mulyadi (2010:13) menjelaskan bahwa biaya dapat
digolongkan menurut objek pengeluaran, fungsi pokok dalam perusahaan,
hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai, perilaku biaya dalam hubungannya
dengan
perubahan volume kegiatan, dan jangka waktu manfaatnya. Biaya dapat
digolongkan
sebagai berikut:
a.
Penggolongan Biaya Menurut Objek Pengeluaran
Dalam cara penggolongan ini, nama objek pengeluaran merupakan dasar
penggolongan biaya. Misalnya nama objek pengeluaran adalah bahan bakar, maka
semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut “biaya bahan
bakar”.
b. Penggolongan Biaya Menurut Fungsi Pokok dalam Perusahaan
Dalam perusahaan manufaktur, ada tiga fungsi pokok, yaitu fungsi
produksi, fungsi pemasaran, dan fungsi administrasi & umum. Oleh karena itu
dalam perusahaan manufaktur, biaya dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok:
1) Biaya produksi
Biaya produksi merupakan semua biaya yang berhubungan dengan fungsi
produksi atau kegiatan dalam mengolah bahan baku menjadi produk jadi
yang siap untuk dijual. Biaya produksi dapat digolongkan ke dalam:
17
a) Biaya Bahan Baku
Bahan baku adalah bahan yang akan diolah menjadi bagian produk
selesai dan pemakaiannya dapat diidentifikasikan atau diikuti jejaknya
atau merupakan bagian integral pada produk tertentu. Biaya bahan
baku adalah harga perolehan dari bahan baku yang dipakai di dalam
pengolahan produk.
b) Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya tenaga kerja langsung (direct labor) adalah balas jasa yang
diberikan
kepada
karyawan
pabrik
yang
manfaatnya
dapat
diidentifikasikan atau diikuti jejaknya pada produk tertentu yang
dihasilkan perusahaan.
c) Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead pabrik (factory overhead cost) adalah biaya produksi
selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
2) Biaya pemasaran.
Biaya pemasaran merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan
kegiatan pemasaran produk.
3) Biaya administrasi umum.
Biaya administrasi umum merupakan biaya-biaya untuk mengkoordinasi
kegiatan produksi dan pemasaran produk. Biaya ini terjadi dalam rangka
penentuan
kebijaksanaan,
pengarahan,
perusahaan secara keseluruhan.
dan
pengawasan
kegiatan
18
c.
Penggolongan Biaya Menurut Hubungan Biaya dengan Sesuatu yang
Dibiayai
Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau departemen.
Dalam
hubungannya dengan produk, biaya produksi dibagi menjadi dua: biaya produksi
langsung dan biaya produksi tidak langsung. Dalam hubungannya dengan
departemen,
biaya dibagi menjadi dua golongan: biaya langsung departemen dan
tidak langsung departemen.
biaya
1) Biaya Langsung
Biaya langsung adalah biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya
adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Biaya produksi langsung
terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya
langsung departemen (direct departmental costs) adalah semua biaya yang
terjadi di dalam departemen tertentu.
2) Biaya Tidak Langsung
Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan
oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya tidak langsung dalam hubungannya
dengan produk disebut dengan istilah biaya produksi tidak langsung atau
biaya overhead pabrik (factory overhead cost). Dalam hubungannya
dengan departemen, biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi di
suatu departemen, tetapi manfaatnya dinikmati oleh lebih dari satu
departemen.
19
d. Penggolongan Biaya Menurut Perilakunya dalam Hubungannya
dengan Perubahan Volume Aktivitas
Dalam hubungannya dengan perubahan volume aktivitas, biaya dapat
digolongkan menjadi:
1)
Biaya Variabel (Variable Cost)
Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding
(proporsional) dengan perubahan volume kegiatan, semakin besar volume
kegiatan semakin tinggi jumlah total biaya variabel, semakin rendah
volume kegiatan semakin rendah jumlah total biaya variabel. Pada biaya
variabel, biaya satuan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan,
jadi biaya satuan konstan.
2) Biaya Semi Variabel (Semi Variable Cost)
Biaya semi variabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan
perubahan volume kegiatan. Biaya semi variabel mengandung unsur biaya
tetap dan unsur biaya variabel. Biaya semi variabel adalah biaya yang
jumlah totalnya akan berubah sesuai dengen perubahan volume kegiatan,
akan tetapi sifat perubahannya tidak sebanding. Semakin tinggi volume
kegiatan semakin rendah biaya, tetapi perubahannya tidak sebanding. Pada
biaya semi variabel, biaya satuan akan berubah terbalik dihubungkan
dengen perubahan volume kegiatan tetapi sifatnya tidak sebanding.
Sampai dengan tingkatan kegiatan tertentu semakin tinggi volume kegiatan
20
semakin rendah biaya satuan, semakin rendah volume kegiatan semakin
tinggi biaya satuan
Biaya Semifixed
3)
Biaya semifixed adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan
tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi
tertentu.
4) Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap dalam kisar volume
kegiatan tertentu. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap
konstan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan atau aktivitas
sampai dengan tingkatan tertentu. Pada biaya tetap, biaya satuan (unit cost)
akan berubah berbanding terbalik dengan perubahan volume kegiatan,
semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya satuan, semakin
rendah volume kegiatan semakin tinggi biaya satuan.
e.
Penggolongan Biaya Atas Dasar Jangka Waktu Manfaatnya
Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi menjadi dua:
pengeluaran modal dan pengeluaran pendapatan.
1) Pengeluaran Modal (capital expenditures)
Pengeluaran modal adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu
periode akuntansi (biasanya periode akuntansi adalah satu tahun kalender).
Pengeluaran modal ini pada saat terjadinya dibebankan sebagai kos aktiva,
21
dan dibebankan dalam tahun-tahun yang menikmati manfaatnya dengan
cara didepresiasi, diamortisasi atau dideplesi. Contoh pengeluaran modal
adalah pengeluaran untuk pembelian aktiva tetap, untuk reparasi besar
terhadap aktiva tetap, untuk promosi besar-besaran, dan pengeluaran untuk
riset dan pengembangan suatu produk.
2) Pengeluaran Pendapatan (revenue expenditures)
Pengeluaran pendapatan adalah biaya yang hanya mempunyai manfaat
dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut. Pada saat
terjadinya, pengeluaran pendapatan ini dibebankan sebagai biaya dan
dipertemukan dengan pendapatan yang diperoleh dari pengeluaran biaya
tersebut. Contoh pengeluaran pendapatan antara lain adalah biaya iklan,
biaya telex, dan biaya tenaga kerja.
2.2
Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi merupakan suatu informasi penting yang
dibutuhkan dalam perusahaan manufaktur. Menurut Horngren dkk (2006:45),
harga pokok produksi (cost of goods manufactured) adalah biaya barang yang
dibeli untuk diproses sampai selesai, baik sebelum maupun selama periode
akuntansi berjalan. Tanpa perhitungan harga pokok produksi perusahaan tidak
dapat menentukan berapa harga jual yang akan ditetapkan untuk produknya serta
berapa besar laba atau rugi yang akan didapat oleh perusahaan. Bustami dan
Nurlela dalam buku Akuntansi Biaya mengemukakan bahwa:
22
penentuan harga pokok adalah bagaimana memperhitungkan biaya kepada
suatu produk atau pesanan atau jasa, yang dapat dilakukan dengan cara
memasukkan seluruh biaya produksi atau hanya memasukkan unsur biaya
produksi variabel saja.
(Bustami dan Nurlela, 2006:48)
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa informasi mengenai
keakuratan dalam menghitung besarnya harga pokok produksi sangatlah penting
karena dengan mengetahui harga pokok produksi yang tepat maka perusahaan
akan dapat menentukan besarnya harga jual yang sesuai atas produk yang
dihasilkannya.
2.3
Unsur-Unsur Harga Pokok Produksi
Penghitungan dan penentuan harga pokok produksi tidak akan dapat
dilakukan jika perusahaan tidak mengetahui apa saja yang harus diperhitungkan
dalam menentukan harga pokok produksi. Bustami dan Nurlela (2006:60)
menjelaskan bahwa harga pokok produksi merupakan kumpulan biaya produksi
yang terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead
pabrik ditambah persediaan produk dalam proses awal dan dikurang persediaan
produk dalam proses akhir, namun apabila tidak ada persediaan produk dalam
proses awal dan akhir maka harga pokok produksi akan sama dengan biaya
produksi.
2.3.1
Biaya Bahan Baku Langsung (Direct Material)
Unsur pertama dalam harga pokok produksi adalah biaya bahan baku
langsung (direct material). Mulyadi (2010:275) dalam buku Akuntansi Biaya
mendefinisikan bahwa “Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian
23
menyeluruh produk jadi”. Pengertian ini diperjelas oleh Bustami dan Nurlela
(2006:10) yang menyatakan bahwa “Bahan baku langsung adalah bahan baku
yang
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari produk selesai dan dapat
ditelusuri langsung kepada produk selesai”. Terdapat perbedaan antara biaya
bahan baku dengan biaya bahan mentah. Seperti yang dijelaskan dalam buku yang
berjudul
Penganggaran Perusahaan dinyatakan:
Biaya bahan baku (material cost) adalah bahan langsung atau bahan utama
yang dipakai untuk membuat produk tertentu. Bahan langsung beda
dengan bahan mentah. Bahan mentah (raw material) artinya bahan yang
belum dimasak (diolah) yaitu meliputi bahan baku dan bahan pembantu
(bahan penolong).
(Nafarin, 2008:497)
Dari beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya bahan
baku langsung adalah biaya yang timbul akibat pemakaian suatu bahan untuk
membuat produk jadi. Bahan baku yang akan digunakan oleh perusahaan dapat
diperoleh dari berbagai tempat baik itu lokal, impor, atau dari pengolahan sendiri.
2.3.2
Biaya Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor)
Unsur harga pokok produksi yang selanjutnya adalah biaya tenaga kerja
langsung (direct labor). Bustami dan Nurlela (2006:10) mengemukakan bahwa
“Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang digunakan dalam merubah atau
mengkonversi bahan baku menjadi produk selesai dan dapat ditelusuri secara
langsung kepada produk selesai”. Sedangkan Mulyadi (2010:319) mengartikan
tenaga kerja sebagai usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan untuk
mengolah produk, sehingga biaya tenaga kerja merupakan harga yang dibebankan
24
untuk penggunaan tenaga kerja manusia tersebut. Berdasarkan hal di atas maka
dapat disimpulkan bahwa biaya tenaga kerja langsung merupakan biaya tenaga
manusia
yang bekerja langsung mengolah produk.
2.3.3
Biaya Overhead Pabrik (Manufacturing Overhead)
Unsur harga pokok produksi yang selanjutnya adalah biaya overhead
pabrik. Biaya overhead pabrik termasuk ke dalam biaya produksi selain dari biaya
bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung. Dalam buku
Akuntansi Biaya dinyatakan:
Biaya overhead pabrik (factory overhead cost) adalah biaya produksi selain
biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, yang elemennya dapat
digolongkan ke dalam:
(a) Biaya bahan penolong.
(b)Biaya tenaga kerja tidak langsung.
(c) Penyusutan dan amortisasi aktiva tetap pabrik.
(d)Reparasi dan pemeliharaan aktiva tetap pabrik.
(e) Biaya listrik, air pabrik.
(f) Biaya asuransi pabrik.
(g)Biaya overhead lain-lain.
(Supriyono, 2011:21)
Menurut Bustami dan Nurlela (2006:10-12), biaya overhead pabrik adalah biaya
selain biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung tetapi membantu
dalam merubah bahan menjadi produk selesai. Biaya ini tidak dapat ditelusuri
secara langsung kepada produk selesai. Biaya overhead dapat dikelompokkan
menjadi elemen:
25
1. Bahan tidak langsung (bahan pembantu atau penolong)
produk tetapi pemakaiannya relatif lebih kecil dan biaya ini tidak dapat
ditelusuri secara langsung kepada produk selesai.
Bahan tidak langsung adalah bahan yang digunakan dalam penyelesaian
2. Tenaga kerja tidak langsung
Tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja yang membantu dalam
pengolahan produk selesai, tetapi tidak dapat ditelusuri kepada produk
selesai.
3. Biaya tidak langsung lainnya
Biaya tidak langsung lainnya adalah biaya selain bahan tidak langsung dan
tenaga kerja tidak langsung yang membantu dalam pengolahan produk
selesai tetapi tidak dapat ditelusuri kepada produk selesai. Biaya yang
termasuk dalam biaya ini adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pabrik,
listrik pabrik, air & telepon pabrik, sewa pabrik, asuransi pabrik,
pemeliharaan mesin pabrik, penyusutan pabrik, peralatan pabrik,
refreshing karyawan pabrik, dan reparasi mesin dan peralatan pabrik.
Untuk memberikan data biaya produk yang tepat waktu dan menurunkan fluktuasi
dalam biaya overhead pabrik, perusahaan dapat mengestimasi biaya overhead
pabrik pada suatu volume yang dicapai guna menghasilkan tarif pembebanan yang
kemudian tarif ini dapat digunakan untuk membebankan overhead pabrik ke
berbagai departemen. Agar tarif biaya overhead pabrik dapat dipakai sebagai
dasar pembebanan biaya yang adil dan teliti serta utuk kepentingan lainnya, maka
dalam menentukan tarif harus mempertimbangkan beberapa faktor yaitu dasar
26
yang digunakan, pemilihan tingkat aktivitas, memasukkan atau tidak memasukkan
overhead tetap, penggunaan tarif tunggal atau beberapa tarif, dan penggunaan tarif
yang
berbeda untuk aktivitas jasa (Carter dan Usry, 2006:413-414). Rumus yang
digunakan untuk menghitung tarif overhead pabrik adalah:
Menurut Mursyidi (2008:35) pada beberapa perusahaan, harga pokok
produksi dihitung dengan klasifikasi biaya produksi mengambil alternatif sebagai
berikut:
1.
Biaya produksi diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu biaya bahan dan
biaya konversi. Artinya biaya tenaga kerja langsung digabung dengan biaya
overhead pabrik. Kondisi ini dimungkinkan jika biaya tenaga kerja dan biaya
overhead pabrik relatif kecil bila dibandingkan dengan biaya bahan.
2.
Ada juga perusahaan yang mengklasifikasikan biaya produksi menjadi biaya
bahan baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja, dan biaya pabrik tidak
langsung. Kondisi ini jika perusahaan menganggap biaya bahan penolong
relatif besar sehingga perlu untuk dilakukan pengendalian melalui pencataan
terpisah dengan biaya pabrik tidak langsung.
3.
Secara konvensional dalam pembahasan akutansi biaya, proses produksi akan
menelan biaya bahan, biaya tenaga kerja, dan biaya lainnya. Untuk ini
dilakukan klasifikasi biaya produksi menjadi biaya bahan langsung, biaya
tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Biaya bahan penolong
27
(bahan tidak langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung dimasukkan
dalam biaya overhead pabrik).
2.4
Sistem Harga Pokok Produksi
Sistem akumulasi biaya menitikberatkan pada tata cara pengumpulan
biaya, sedangkan berapa nilai yang dibebankan atau dicatat merupakan masalah
pengukuran. Biaya dalam sistem pesanan maupun proses dapat diukur sebesar
jumlah biaya sesungguhnya, normal atau standar (Blocher, Stout, & Cokins,
2011:150; Witjaksono, 2006:24).
2.4.1
Sistem Biaya Aktual (Actual Costing System)
Menurut Blocher, Stout, & Cokins (2011:150) dalam buku yang berjudul
Manajemen Biaya menjelaskan bahwa “Sistem perhitungan biaya aktual (actual
costing system) menggunakan biaya aktual yang terjadi untuk seluruh biaya
produk yang mencakup biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung,
dan biaya overhead pabrik”. Sedangkan menurut Witjaksono (2006:25)
mengatakan bahwa “Dalam sistem biaya aktual, seluruh biaya dicatat berdasarkan
nilai yang aktual”.
Dalam buku Akuntansi Biaya, Supriyono (2011:40) mengatakan bahwa
“Sistem harga pokok sesungguhnya (historical cost system atau postmortem cost
system atau actual cost system) adalah sistem pembebanan harga pokok kepada
produk atau pesanan atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan harga pokok atau
biaya sesungguhnya dinikmati”.
28
Sistem ini walaupun secara teori merupakan sistem yang ideal, namun
dalam implementasinya kerap menghadapi kendala pengukuran, terutama dalam
pengukuran
biaya overhead pabrik. Sistem biaya sesungguhnya ini jarang
digunakan, karena sistem tersebut dapat menghasilkan biaya produk per unit yang
berfluktuasi dari periode ke periode. Hal tersebut menimbulkan masalah dalam
penentuan
harga jual, keputusan menambah atau menghentikan lini produk, dan
evaluasi
kinerja. Sebagian besar biaya overhead yang sesungguhnya baru akan
diketahui pada akhir periode. Jadi, sistem biaya sesungguhnya tidak dapat
menyediakan informasi tentang biaya produk per unit yang akurat secara tepat
waktu.
2.4.2
Sistem Biaya Normal (Normal Costing)
Untuk mengatasi masalah atau kelemahan biaya aktual, dikembangkan
sistem biaya normal, dimana hanya biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
dicatat (diukur) berdasarkan jumlah yang sesungguhnya. Biaya overhead pabrik
dicatat berdasarkan tarif ditentukan dimuka (predetermined overhead rate).
Sistem biaya normal kerap ditemui pada sistem biaya pesanan (Witjaksono,
2006:25).
Dalam buku yang berjudul Manajemen Biaya dinyatakan bahwa “Sistem
perhitungan biaya normal (normal costing system) menggunakan biaya aktual
untuk mencatat biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung, serta
biaya normal untuk biaya overhead pabrik” (Blocher, Stout, & Cokins 2011:150).
Perhitungan biaya normal digunakan untuk menghindari fluktuasi biaya per unit
pada perhitungan biaya aktual yang disebabkan oleh perubahan jumah unit
29
produksi dan biaya overhead dari bulan ke bulan. Dengan menggunakan tarif
biaya overhead pabrik tahunan yang telah ditentukan sebelumnya maka akan
menormalisasikan
fluktuasi biaya overhead. Rumus untuk menghitung tarif
overhead adalah sebagai berikut:
2.4.3
Sistem Biaya Standar (Standard Costing)
Dalam buku yang berjudul Manajemen Biaya dinyatakan:
“Sistem perhitungan biaya standar menggunakan biaya dan jumlah
standar untuk ketiga jenis biaya produksi: biaya bahan baku langsung,
biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Biaya standar
merupakan biaya yang diekspetasikan perusahaan untuk dicapainya.
Sistem perhitungan biaya standar memberikan dasar untuk pengendalian
biaya, evaluasi kinerja, dan perbaikan proses”
(Blocher, Stout, & Cokins, 2011:150).
Dalam hal ini, Witjaksono (2006:25) menjelaskan bahwa “Dalam sistem
biaya standar, seluruh biaya dicatat berdasarkan standar. Keuntungan pencatatan
sistem ini adalah memudahkan pembebanan biaya karena berkurangnya kegiatan
pengukuran, karena telah ada kepastian tarif”.
Dalam buku Akuntansi Biaya Tingkat Lanjut: Kajian Teori dan Aplikasi,
Bustami dan Nurlela (2006:77-78) menyatakan bahwa biaya standar membantu
perencanaan dan pengendalian operasi perusahaan dalam:
1) Penetapan anggaran: dengan adanya biaya standar, anggaran untuk volume
dan bauran produk dapat disusun dengan cepat dan andal.
30
2) Mengendalikan biaya dengan cara memotivasi karyawan dan mengukur
efisiensi operasi.
Dapat menyederhanakan prosedur perhitungan biaya dan mempercepat
3)
penyusunan laporan biaya.
4)
Membebankan biaya ke persediaan, produk dalam proses, dan produk jadi.
5) Menetapkan tawaran kontrak: menghitung biaya yang terjadi untuk suatu
kontrak akan lebih mudah menggunakan biaya standar, atau jika akan
memproduksi suatu produk yang spesifik.
Namun, meskipun telah ditetapkan dengan jelas standar apa yang
dibutuhkan oleh perusahaan, tetapi tidak ada jaminan bahwa standar telah
ditetapkan dalam perusahaan secara keseluruhan dengan ketaatan atau
kelonggaran yang relatif sama. Seringkali standar cenderung untuk menjadi
kaku atau tidak fleksibel, meskipun dalam jangka waktu pendek. Keadaan
produksi selalu mengalami perubahan, sedangkan perbaikan standar jarang
sekali dilakukan. Jika standar sering diperbaiki, hal ini menyebabkan kurang
efektifnya standar tersebut sebagai alat pengukur pelaksana. Tetapi jika tidak
diadakan perbaikan standar, padahal telah terjadi perubahan yang berarti dalam
produksi, maka akan terjadi pengukuran pelaksanaan yang tidak tepat dan tidak
realistis (Mulyadi, 2010:389).
31
2.5
Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi
Pengumpulan kos produksi sangat ditentukan oleh cara produksi. Secara
garis
besar, cara memproduksi produk dibagi menjadi dua macam: produksi massa
dan produksi atas dasar pesanan. Perusahaan yang berproduksi berdasarkan
produksi massa melaksanakan pengolahan produksinya untuk memenuhi
persediaan di gudang. Sedangkan perusahaan yang berproduksi berdasarkan
pesanan melaksanakan pengolahan produknya atas dasar pesanan yang diterima
dari pihak luar.
2.5.1
Harga Pokok Proses (Process Costing)
Menurut Supriyono (2011:37) menyatakan bahwa “Metode Harga Pokok
proses adalah metode pengumpulan harga pokok produk di mana biaya
dikumpulkan untuk setiap satuan waktu tertentu, misalnya bulan, triwulan,
semester, tahun”. Sedangkan menurut Blocher, Stout, & Cokins (2011:286)
mendefinisikan bahwa “Perhitungan biaya berdasarkan proses („process costing‟)
merupakan sistem perhitungan biaya produk
yang mengakumulasikan biaya
menurut proses atau departemen dan membebankannya pada sejumlah besar
produk yang hampir serupa”.
Dalam buku Akuntansi Biaya, Witjaksono (2006:23) menjelaskan bahwa
sistem biaya proses diterapkan pada industri manufaktur yang karakteristik
produksinya sebagai berikut.
1) Sistem produksi merupakan sistem produksi yang berjalan terus menerus
(intermitten).
32
2) Produk yang dihasilkan merupakan produksi massal dan bersifat seragam
(homogen).
3) Tujuan produksi adalah untuk membentuk persediaan (inventory).
Dalam perusahaan manufaktur biasanya memiliki unit-unit produk yang
baru selesai sebagian (barang dalam proses) pada akhir periode akuntansi.
Menurut
sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan, perusahaan tidak akan
sulit untuk menangani unit yang baru sebagian selesai karena dapat ditelusuri dan
dilihat dalam kartu biaya pesanan. Namun, pada sistem perhitungan biaya
berdasarkan proses, biaya produk untuk unit yang selesai sebagian tidak tersedia
informasinya. Perhitungan biaya produk dimulai dengan menentukan biaya
produksi per unit dalam setiap departemen produksi. Biaya per unit harus
mempertimbangkan jumlah pekerjaan yang telah dilakukan dan baru sebagian
selesai. Dalam perhitungan ini diperlukan ukuran untuk mencerminkan jumlah
yang tepat dari pekerjaan produksi yang telah dilakukan selama periode tersebut
yaitu unit ekuivalen. Unit ekuivalen (equivalent units) merupakan jumlah unit
selesai yang sama atau serupa yang sudah dapat dihasilkan berdasarkan jumlah
pekerjaan yang benar-benar dilakukan atas unit-unit produk yang telah selesai
maupun yang selesai sebagian. Unit ekuivalen tidak sama dengan unit-unit secara
fisik. Sebuah perusahaan kimia memproses 30.000 galon bahan kimia, dimana
20.000 galon telah selesi pada akhir bulan, tetapi 10.000 galon sisanya hanya
selesai 50%. Unit fisik adalah sebanyak 30.000 galon, tetapi unit ekuivalennya
hanya sebanyak 25.000 galon [20.000 + (10.000 x 50%)] (Blocher, Stout, &
Cokins, 2011: 286-287).
33
Dokumen utama pada sistem perhitungan biaya berdasarkan proses secara
umum adalah laporan biaya produksi, yang disiapkan pada setiap akhir periode
untuk
setiap proses atau departemen produksi. Menurut Blocher, Stout, & Cokins
(2011:290) menyatakan bahwa “Laporan biaya produksi (production cost reports)
adalah laporan yang meringkas jumlah unit fisik dan unit ekuivalen dari suatu
departemen,
biaya yang dikeluarkan selama periode yang bersangkutan, serta
yang dibebankan ke unit yang selesai dan ditransfer maupun persediaan
biaya
akhir barang dalam proses”.
Blocher, Stout, & Cokins (2011:290-291) menjelaskan bahwa pembuatan
laporan biaya produksi meliputi lima tahap berikut ini:
1) Menganalisis arus fisik dari unit produksi.
2) Menghitung unit ekuivalen untuk setiap elemen biaya produksi.
3) Menentukan total biaya untuk setiap elemen biaya produksi.
4) Menghitung biaya per unit ekuivalen untuk setiap elemen biaya produksi.
5) Membebankan total biaya produksi ke unit yang telah selesai dan
persediaan akhir barang dalam proses.
Terdapat dua metode dalam penyusunan laporan biaya produksi per
departemen dalam perusahaan yang menggunakan perhitungan biaya berdasarkan
proses yaitu metode rata-rata tertimbang dan metode masuk pertama, keluar
pertama (first-in, first-out - FIFO). Dalam buku Manajemen Biaya: Penekanan
Strategis, Blocher, Stout, & Cokins (2011:292) menyatakan bahwa “Metode ratarata tertimbang (weighted-average method) mencakup seluruh biaya dalam
perhitungan biaya per unit, mencakup baik biaya yang terjadi selama periode
34
bersangkutan maupun biaya yang terjadi pada periode sebelumnya yang
ditunjukkan sebagai persediaan awal barang dalam proses dari periode
bersangkutan”.
Sedangkan untuk metode FIFO, Blocher, Stout, & Cokins
(2011:292) mengatakan bahwa “Metode FIFO mencakup perhitungan biaya per
unit yang hanya meliputi biaya yang terjadi dan pekerjaan yang dilakukan selama
periode
bersangkutan”.
2.5.2
Harga Pokok Pesanan (Job Order Costing)
Perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan mengolah bahan baku
menjadi produk jadi berdasarkan pesanan dari pihak luar perusahaan. Ada
beberapa karakteristik produksi dimana metode harga pokok pesanan diterapkan.
Seperti yang terdapat dalam buku Akuntansi Biaya Edisi 5 dinyatakan:
Karakteristik usaha perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan
adalah sebagai berikut:
1) Proses pengolahan produk terjadi secara terputus-putus; jika pesanan
yang satu selesai dikerjakan, proses produksi dihentikan, dan mulai
dengan pesanan berikutnya.
2) Produk dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan oleh
pemesan sehingga pesanan yang satu dapat berbeda dengan pesanan
yang lain.
3) Produksi ditujukan untuk memenuhi pesanan, bukan untuk memenuhi
persediaan di gudang.
Karakterisitik usaha perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan
tersebut di atas berpengaruh terhadap pengumpulan biaya produksinya.
Metode pengumpulan biaya produksi dengan metode harga pokok pesanan
yang digunakan dalam perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Perusahaan memproduksi berbagai macam produk sesuai dengan
spesifikasi pemesan dan setiap jenis produk perlu dhitung harga pokok
produksinya secara individual.
35
2) Biaya produksi harus digolongkan berdasarkan hubungan dengan
produk menjadi dua kelompok yaitu biaya produksi langsung dan biaya
produksi tidak langsung.
3) Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga
kerja langsung sedangkan biaya produksi tidak langsung disebut dengan
istilah biaya overhead pabrik.
4) Biaya produksi langsung diperhitungkan sebagai harga pokok produksi
pesanan tertentu berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi,
sedangkan biaya overhead pabrik diperhitungkan ke dalam harga pokok
pesanan berdasarkan tarif yang ditentukan di muka.
5) Harga pokok produksi per unit dihitung pada saat pesanan selesai
diproduksi dengan cara membagi jumlah biaya produksi yang
dikeluarkan untuk pesanan tersebut dengan jumlah unit produk yang
dihasilkan dalam pesanan yang bersangkutan.
(Mulyadi, 2010:37-39)
Dalam buku Akuntansi Biaya dinyatakan:
“Dalam sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan (job order
costing atau job costing), biaya produksi diakumulasikan untuk setiap
pesanan (job) yang terpisah; suatu pesanan adalah output yang
diidentifikasikan untuk memenuhi pesanan pelanggan tertentu atau untuk
mengisi kembali suatu item dari persediaan. Hal ini berbeda dengan sistem
perhitungan biaya berdasarkan proses di mana biaya diakumulasikan untuk
suatu operasi atau subdivisi dari suatu perusahaan, seperti departemen”
(Carter & Usry, 2006:127).
Menurut Mulyadi (2010:39), dalam perusahaan yang produksinya
berdasarkan pesanan, informasi harga pokok produksi per pesanan bermanfaat
bagi manajemen untuk :
1) Menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan.
2) Mempertimbangkan penerimaan atau penolakan pesanan.
3) Memantau realisasi biaya produksi.
36
4) Menghitung laba atau rugi tiap pesanan.
5) Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses
yang disajikan dalam neraca.
Dalam buku Akuntansi Biaya, Witjaksono (2006:37-38) menjelaskan
bahwa tujuan harga pokok proses pesanan adalah setelah pengumpulan
(akumulasi) biaya produksi selesai dilakukan, maka dapat dihitung harga pokok
produksi untuk setiap pesanan. Pada saat pesanan diterima dapat dilakukan
estimasi biaya produksi untuk menentukan harga jual sebagai berikut:
Estimasi biaya tenaga kerja
xxx
Estimasi biaya bahan baku
xxx
Estimasi biaya overhead
xxx +
Total estimasi biaya produksi
xxx
Ditambah marjin laba yang diharapkan
xxx +
Harga jual yang dibebankan pada pemesan
xxx
Berikut ini ilustrasi urutan proses produksi berdasarkan pesanan:
Penerimaan
Pesanan dari
Pelanggan
Produksi
Dimulai
Schedule Jobs
Pemesanan
Bahan Baku
37
2.6
Metode Penentuan Harga Pokok Produksi
Dalam buku yang berjudul Akuntansi Biaya Edisi 5, Mulyadi (2010:17)
menyatakan
bahwa
“Metode
unsur-unsur
penentuan
biaya
ke
kos
dalam
produksi
kos
adalah
produksi.
cara
memperhitungkan
Dalam
memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam kos produksi, terdapat dua
pendekatan: full costing dan variable costing”.
Dalam buku Akuntansi Biaya dinyatakan:
“Sistem perhitungan harga pokok membahas mengenai tata cara atau
metode penyajian informasi biaya produk dan jasa berdasarkan informasi
dari sistem akumulasi biaya dan sistem biaya.
Secara garis besar terdapat 2 macam alternatif sistem perhitungan harga
pokok, yakni:
1) Sistem Perhitungan Harga Pokok Penuh (Full Costing/Absorption
Costing).
2) Sistem Perhitungan Harga Pokok Variabel (Variable Costing)”.
(Witjaksono, 2006:25)
2.6.1 Sistem Perhitungan Harga Pokok Penuh (Full Costing/ Absorption
Costing)
Menurut Mulyadi (2010:122) menyatakan bahwa “Full costing atau sering
pula disebut absorption atau conventional costing adalah metode penentuan harga
pokok produksi, yang membebankan seluruh biaya produksi, baik yang
berperilaku tetap maupun variabel kepada produk”. Sedangkan dalam buku
Akuntansi Biaya, Witjaksono (2006:102) menjelaskan bahwa dalam absorption
costing seluruh biaya manufaktur dibebankan pada produk yaitu direct materials,
direct labor, variable overhead, dan fixed overhead.
38
Dalam buku Akuntansi Biaya, Mulyadi (2010:122) menjelaskan bahwa
berikut ini merupakan harga pokok produksi menurut metode full costing:
Biaya tenaga kerja langsung
xx
Biaya overhead pabrik variable
xx
Biaya overhead pabrik tetap
xx
Harga pokok produk
xx
Kos produk yang dihitung dengan pendekatan full costing terdiri dari
unsur kos produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya
overhead pabrik variabel, dan biaya overhead pabrik tetap) ditambah dengan
biaya nonproduksi (biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum).
2.6.2
Sistem Perhitungan Harga Pokok Variabel (Variable Costing)
Menurut Mulyadi (2010:122) menyatakan bahwa “Variable costing adalah
metode penentuan harga pokok produksi yang hanya membebankan biaya-biaya
produksi variabel saja ke dalam harga pokok produk”. Sedangkan dalam buku
Akuntansi Biaya, Witjaksono (2006:102) menjelaskan bahwa dalam variable
costing yang dibebankan pada produk hanyalah biaya manufaktur variabel yaitu
direct materials, direct labor, dan variable overhead.
Dalam buku Akuntansi Biaya, Mulyadi (2010:122) menjelaskan bahwa
berikut ini merupakan harga pokok produk menurut metode variable costing:
39
Biaya bahan baku
xx
Biaya tenaga kerja variable
xx
Biaya overhead pabrik variable
xx
Harga pokok produk
xx
Kos produk yang dihitung dengan pendekatan variable costing terdiri dari
unsur
kos produksi variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan
biaya overhead pabrik variabel) ditambah dengan biaya nonproduksi variabel
(biaya pemasaran variabel dan biaya administrasi dan umum variabel).
2.7
Profitabilitas
2.7.1
Pengertian Profitabilitas
Salah satu fungsi dari informasi harga pokok produksi dalam perusahaan
manufaktur atau industri adalah untuk mengetahui profitabilitas produk yang
dihasilkan.
Profitabilitas
adalah
kemampuan
suatu
perusahaan
untuk
menghasilkan keuntungan pada tingkat penjualan tertentu. Kemampuan
perusahaan untuk memperoleh laba tergantung pada efisiensi dan efektivitas
pelaksanaan, serta sumber data yang tersedia untuk melakukan usahanya (Hanafi
dkk, 2005:85).
2.7.2
Alat Pengukuran Profitabilitas
Analisis laporan keuangan dapat digunakan untuk kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba dari hasil operasinya. Analisis tersebut terdiri dari
40
penelaahan hubungan-hubungan dan tendensi atau kecenderungan untuk
menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta perkembangan perusahaan.
analisis laporan keuangan, diantaranya adalah:
Kasmir (2010:70) menyatakan bahwa terdapat beberapa jenis teknik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Analisis perbandingan anatara laporan keuangan;
Analisis trend;
Analisis persentase per komponen;
Analisis sumber penggunaan dana;
Analisis sumber dan penggunaan kas;
Analisis rasio;
Analisis laba kotor;
Analisis titik impas (break even point).
Alat analisis yang akan digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap
tingkat laba yang diperoleh oleh perusahaan adalah menggunakan analisis rasio.
Menurut Kasmir (2010:72), “Analisis rasio merupakan analisis yang digunakan
untuk mengetahui hubungan pos-pos yang ada dalam satu laporan keuangan atau
pos-pos antara laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi”.
Perhitungan rasio profitabilitas yang akan digunakan adalah rasio marjin
laba kotor (Gross Profit Margin Rasio). Rasio ini merupakan perimbangan antaraa
gross profit (laba kotor) yang diperoleh perusahaan dengan tingkat penjualan yang
dicapai pada periode yang sama. Formula untuk gross profit margin ratio adalah
sebagai berikut:
atau
Rasio ini mencerminkan/menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai
setiap rupiah penjualan. Bila rasio ini dikurangkan terhadap angka 100% maka
akan menunjukkan jumlah yang tersisa untuk menutup biaya operasi dan laba
41
bersih. Pada perusahaan manufaktur, setiap perubahan marjin bruto dapat
melibatkan suatu kombinasi perubahan harga jual produk dan tingkat biaya
pabrikasi
jika produk dibuat sendiri oleh perusahaan. Sedangkan pada perusahaan
dagang atau jasa, marjin laba bruto dapat dipengaruhi oleh harga yang dibebankan
untuk produk atau jasa yang diberikan dan harga yang dibayar untuk barang yang
dari luar, atau untuk jasa yang diberikan oleh sumber daya internal maupun
dibeli
eksternal
(Munawir, 2007:99).
2.8
Penentuan Harga Pokok Produksi sebagai alat Ukur
Profitabilitas
Salah satu manfaat dari informasi mengenai harga pokok produksi adalah
penentuan harga jual produk (Mulyadi, 2010:39). Perhitungan harga pokok
produk tersebut harus dilakukan secara tepat karena akan berpengaruh pada
keputusan pihak manajemen dalam menentukan harga jual. Jika terjadi kesalahan
dalam penentuan harga jual, maka akan berpengaruh pada laba/rugi yang
dihasilkan perusahaan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penentuan harga pokok
produk secara tidak langsung sangat berperan penting dalam penilaian
profitabilitas atas produk yang dihasilkan. Hasil mengenai profitabilitas tersebut
akan sangat membantu perusahaan untuk memanfaatkan sumber daya yang ada di
perusahaan secara efektif dan efisien.
Download