BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biaya Dalam kegiatan perusahaan ada banyak keputusan yang harus diambil oleh manajemen untuk kelangsungan hidup perusahaan. Dalam pengambilan keputusan dibutuhkan informasi yang dapat diukur, dianalisis, dan dilaksanakan. Ukuran yang seringkali dipakai untuk menilai berhasil atau tidaknya manajemen suatu perusahaan adalah laba yang diperoleh perusahaan. Laba terutama dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu volume produk yang dijual, harga jual produk, dan biaya. Biaya menentukan harga jual untuk mencapai tingkat laba yang dikehendaki dimana harga jual mempengaruhi volume penjualan, sedangkan volume penjualan langsung mempengaruhi volume produksi, dan volume produksi mempengaruhi biaya. 2.1.1 Pengertian Biaya Dalam buku yang berjudul Akuntansi Biaya dinyatakan: “Dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Ada 4 unsur pokok dalam definisi biaya tersebut di atas: 1. 2. 3. 4. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, Diukur dalam satuan uang, Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi, Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.” Mulyadi (2010:8) 14 15 Menurut Mursyidi (2008:13) dalam buku Akuntansi Biaya: Conventional Costing, Just in Time, dan Activity-Based Costing menyatakan bahwa “Biaya dapat diartikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi baik yang berwujud maupun tidak berwujud yang dapat diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu”. Sedangkan dalam buku Akuntansi Biaya dinyatakan “Biaya adalah harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan (revenues) dan akan dipakai sebagai pengurang penghasilan. Biaya digolongkan ke dalam harga pokok penjualan, biaya penjualan, biaya administrasi dan umum, biaya bunga, dan biaya pajak perseroan”. (Supriyono, 2011:16) Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa biaya merupakan suatu pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang baik yang telah terjadi atau akan terjadi dalam suatu organisasi yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. 2.1.2 Penggolongan Biaya Dalam akuntansi biaya, biaya digolongkan dengan berbagai macam cara. Angka-angka biaya dapat diartikan bervariasi tergantung pada tujuannya. Inilah yang dimaksud dengan informasi berkenaan dengan biaya. Istilah lainnya adalah “Different Costs for Different Purposes” (Mulyadi, 2010:13; Witjaksono 2006:9). Sedangkan dalam buku yang berjudul Akuntansi Biaya, Supriyono (2011:18) menyatakan bahwa “Penggolongan adalah proses mengelompokkan secara sistematis atas keseluruhan elemen yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu 16 yang lebih ringkas untuk dapat memberikan informasi yang lebih punya arti atau lebih penting”. Dalam hal ini, Mulyadi (2010:13) menjelaskan bahwa biaya dapat digolongkan menurut objek pengeluaran, fungsi pokok dalam perusahaan, hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai, perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, dan jangka waktu manfaatnya. Biaya dapat digolongkan sebagai berikut: a. Penggolongan Biaya Menurut Objek Pengeluaran Dalam cara penggolongan ini, nama objek pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya. Misalnya nama objek pengeluaran adalah bahan bakar, maka semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut “biaya bahan bakar”. b. Penggolongan Biaya Menurut Fungsi Pokok dalam Perusahaan Dalam perusahaan manufaktur, ada tiga fungsi pokok, yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran, dan fungsi administrasi & umum. Oleh karena itu dalam perusahaan manufaktur, biaya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok: 1) Biaya produksi Biaya produksi merupakan semua biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan dalam mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Biaya produksi dapat digolongkan ke dalam: 17 a) Biaya Bahan Baku Bahan baku adalah bahan yang akan diolah menjadi bagian produk selesai dan pemakaiannya dapat diidentifikasikan atau diikuti jejaknya atau merupakan bagian integral pada produk tertentu. Biaya bahan baku adalah harga perolehan dari bahan baku yang dipakai di dalam pengolahan produk. b) Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya tenaga kerja langsung (direct labor) adalah balas jasa yang diberikan kepada karyawan pabrik yang manfaatnya dapat diidentifikasikan atau diikuti jejaknya pada produk tertentu yang dihasilkan perusahaan. c) Biaya Overhead Pabrik Biaya overhead pabrik (factory overhead cost) adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. 2) Biaya pemasaran. Biaya pemasaran merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk. 3) Biaya administrasi umum. Biaya administrasi umum merupakan biaya-biaya untuk mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produk. Biaya ini terjadi dalam rangka penentuan kebijaksanaan, pengarahan, perusahaan secara keseluruhan. dan pengawasan kegiatan 18 c. Penggolongan Biaya Menurut Hubungan Biaya dengan Sesuatu yang Dibiayai Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau departemen. Dalam hubungannya dengan produk, biaya produksi dibagi menjadi dua: biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung. Dalam hubungannya dengan departemen, biaya dibagi menjadi dua golongan: biaya langsung departemen dan tidak langsung departemen. biaya 1) Biaya Langsung Biaya langsung adalah biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya langsung departemen (direct departmental costs) adalah semua biaya yang terjadi di dalam departemen tertentu. 2) Biaya Tidak Langsung Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan produk disebut dengan istilah biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik (factory overhead cost). Dalam hubungannya dengan departemen, biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi di suatu departemen, tetapi manfaatnya dinikmati oleh lebih dari satu departemen. 19 d. Penggolongan Biaya Menurut Perilakunya dalam Hubungannya dengan Perubahan Volume Aktivitas Dalam hubungannya dengan perubahan volume aktivitas, biaya dapat digolongkan menjadi: 1) Biaya Variabel (Variable Cost) Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding (proporsional) dengan perubahan volume kegiatan, semakin besar volume kegiatan semakin tinggi jumlah total biaya variabel, semakin rendah volume kegiatan semakin rendah jumlah total biaya variabel. Pada biaya variabel, biaya satuan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan, jadi biaya satuan konstan. 2) Biaya Semi Variabel (Semi Variable Cost) Biaya semi variabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya semi variabel mengandung unsur biaya tetap dan unsur biaya variabel. Biaya semi variabel adalah biaya yang jumlah totalnya akan berubah sesuai dengen perubahan volume kegiatan, akan tetapi sifat perubahannya tidak sebanding. Semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya, tetapi perubahannya tidak sebanding. Pada biaya semi variabel, biaya satuan akan berubah terbalik dihubungkan dengen perubahan volume kegiatan tetapi sifatnya tidak sebanding. Sampai dengan tingkatan kegiatan tertentu semakin tinggi volume kegiatan 20 semakin rendah biaya satuan, semakin rendah volume kegiatan semakin tinggi biaya satuan Biaya Semifixed 3) Biaya semifixed adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu. 4) Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap dalam kisar volume kegiatan tertentu. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap konstan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan atau aktivitas sampai dengan tingkatan tertentu. Pada biaya tetap, biaya satuan (unit cost) akan berubah berbanding terbalik dengan perubahan volume kegiatan, semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya satuan, semakin rendah volume kegiatan semakin tinggi biaya satuan. e. Penggolongan Biaya Atas Dasar Jangka Waktu Manfaatnya Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi menjadi dua: pengeluaran modal dan pengeluaran pendapatan. 1) Pengeluaran Modal (capital expenditures) Pengeluaran modal adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi (biasanya periode akuntansi adalah satu tahun kalender). Pengeluaran modal ini pada saat terjadinya dibebankan sebagai kos aktiva, 21 dan dibebankan dalam tahun-tahun yang menikmati manfaatnya dengan cara didepresiasi, diamortisasi atau dideplesi. Contoh pengeluaran modal adalah pengeluaran untuk pembelian aktiva tetap, untuk reparasi besar terhadap aktiva tetap, untuk promosi besar-besaran, dan pengeluaran untuk riset dan pengembangan suatu produk. 2) Pengeluaran Pendapatan (revenue expenditures) Pengeluaran pendapatan adalah biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut. Pada saat terjadinya, pengeluaran pendapatan ini dibebankan sebagai biaya dan dipertemukan dengan pendapatan yang diperoleh dari pengeluaran biaya tersebut. Contoh pengeluaran pendapatan antara lain adalah biaya iklan, biaya telex, dan biaya tenaga kerja. 2.2 Harga Pokok Produksi Harga pokok produksi merupakan suatu informasi penting yang dibutuhkan dalam perusahaan manufaktur. Menurut Horngren dkk (2006:45), harga pokok produksi (cost of goods manufactured) adalah biaya barang yang dibeli untuk diproses sampai selesai, baik sebelum maupun selama periode akuntansi berjalan. Tanpa perhitungan harga pokok produksi perusahaan tidak dapat menentukan berapa harga jual yang akan ditetapkan untuk produknya serta berapa besar laba atau rugi yang akan didapat oleh perusahaan. Bustami dan Nurlela dalam buku Akuntansi Biaya mengemukakan bahwa: 22 penentuan harga pokok adalah bagaimana memperhitungkan biaya kepada suatu produk atau pesanan atau jasa, yang dapat dilakukan dengan cara memasukkan seluruh biaya produksi atau hanya memasukkan unsur biaya produksi variabel saja. (Bustami dan Nurlela, 2006:48) Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa informasi mengenai keakuratan dalam menghitung besarnya harga pokok produksi sangatlah penting karena dengan mengetahui harga pokok produksi yang tepat maka perusahaan akan dapat menentukan besarnya harga jual yang sesuai atas produk yang dihasilkannya. 2.3 Unsur-Unsur Harga Pokok Produksi Penghitungan dan penentuan harga pokok produksi tidak akan dapat dilakukan jika perusahaan tidak mengetahui apa saja yang harus diperhitungkan dalam menentukan harga pokok produksi. Bustami dan Nurlela (2006:60) menjelaskan bahwa harga pokok produksi merupakan kumpulan biaya produksi yang terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik ditambah persediaan produk dalam proses awal dan dikurang persediaan produk dalam proses akhir, namun apabila tidak ada persediaan produk dalam proses awal dan akhir maka harga pokok produksi akan sama dengan biaya produksi. 2.3.1 Biaya Bahan Baku Langsung (Direct Material) Unsur pertama dalam harga pokok produksi adalah biaya bahan baku langsung (direct material). Mulyadi (2010:275) dalam buku Akuntansi Biaya mendefinisikan bahwa “Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian 23 menyeluruh produk jadi”. Pengertian ini diperjelas oleh Bustami dan Nurlela (2006:10) yang menyatakan bahwa “Bahan baku langsung adalah bahan baku yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari produk selesai dan dapat ditelusuri langsung kepada produk selesai”. Terdapat perbedaan antara biaya bahan baku dengan biaya bahan mentah. Seperti yang dijelaskan dalam buku yang berjudul Penganggaran Perusahaan dinyatakan: Biaya bahan baku (material cost) adalah bahan langsung atau bahan utama yang dipakai untuk membuat produk tertentu. Bahan langsung beda dengan bahan mentah. Bahan mentah (raw material) artinya bahan yang belum dimasak (diolah) yaitu meliputi bahan baku dan bahan pembantu (bahan penolong). (Nafarin, 2008:497) Dari beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya bahan baku langsung adalah biaya yang timbul akibat pemakaian suatu bahan untuk membuat produk jadi. Bahan baku yang akan digunakan oleh perusahaan dapat diperoleh dari berbagai tempat baik itu lokal, impor, atau dari pengolahan sendiri. 2.3.2 Biaya Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor) Unsur harga pokok produksi yang selanjutnya adalah biaya tenaga kerja langsung (direct labor). Bustami dan Nurlela (2006:10) mengemukakan bahwa “Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang digunakan dalam merubah atau mengkonversi bahan baku menjadi produk selesai dan dapat ditelusuri secara langsung kepada produk selesai”. Sedangkan Mulyadi (2010:319) mengartikan tenaga kerja sebagai usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan untuk mengolah produk, sehingga biaya tenaga kerja merupakan harga yang dibebankan 24 untuk penggunaan tenaga kerja manusia tersebut. Berdasarkan hal di atas maka dapat disimpulkan bahwa biaya tenaga kerja langsung merupakan biaya tenaga manusia yang bekerja langsung mengolah produk. 2.3.3 Biaya Overhead Pabrik (Manufacturing Overhead) Unsur harga pokok produksi yang selanjutnya adalah biaya overhead pabrik. Biaya overhead pabrik termasuk ke dalam biaya produksi selain dari biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung. Dalam buku Akuntansi Biaya dinyatakan: Biaya overhead pabrik (factory overhead cost) adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, yang elemennya dapat digolongkan ke dalam: (a) Biaya bahan penolong. (b)Biaya tenaga kerja tidak langsung. (c) Penyusutan dan amortisasi aktiva tetap pabrik. (d)Reparasi dan pemeliharaan aktiva tetap pabrik. (e) Biaya listrik, air pabrik. (f) Biaya asuransi pabrik. (g)Biaya overhead lain-lain. (Supriyono, 2011:21) Menurut Bustami dan Nurlela (2006:10-12), biaya overhead pabrik adalah biaya selain biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung tetapi membantu dalam merubah bahan menjadi produk selesai. Biaya ini tidak dapat ditelusuri secara langsung kepada produk selesai. Biaya overhead dapat dikelompokkan menjadi elemen: 25 1. Bahan tidak langsung (bahan pembantu atau penolong) produk tetapi pemakaiannya relatif lebih kecil dan biaya ini tidak dapat ditelusuri secara langsung kepada produk selesai. Bahan tidak langsung adalah bahan yang digunakan dalam penyelesaian 2. Tenaga kerja tidak langsung Tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja yang membantu dalam pengolahan produk selesai, tetapi tidak dapat ditelusuri kepada produk selesai. 3. Biaya tidak langsung lainnya Biaya tidak langsung lainnya adalah biaya selain bahan tidak langsung dan tenaga kerja tidak langsung yang membantu dalam pengolahan produk selesai tetapi tidak dapat ditelusuri kepada produk selesai. Biaya yang termasuk dalam biaya ini adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pabrik, listrik pabrik, air & telepon pabrik, sewa pabrik, asuransi pabrik, pemeliharaan mesin pabrik, penyusutan pabrik, peralatan pabrik, refreshing karyawan pabrik, dan reparasi mesin dan peralatan pabrik. Untuk memberikan data biaya produk yang tepat waktu dan menurunkan fluktuasi dalam biaya overhead pabrik, perusahaan dapat mengestimasi biaya overhead pabrik pada suatu volume yang dicapai guna menghasilkan tarif pembebanan yang kemudian tarif ini dapat digunakan untuk membebankan overhead pabrik ke berbagai departemen. Agar tarif biaya overhead pabrik dapat dipakai sebagai dasar pembebanan biaya yang adil dan teliti serta utuk kepentingan lainnya, maka dalam menentukan tarif harus mempertimbangkan beberapa faktor yaitu dasar 26 yang digunakan, pemilihan tingkat aktivitas, memasukkan atau tidak memasukkan overhead tetap, penggunaan tarif tunggal atau beberapa tarif, dan penggunaan tarif yang berbeda untuk aktivitas jasa (Carter dan Usry, 2006:413-414). Rumus yang digunakan untuk menghitung tarif overhead pabrik adalah: Menurut Mursyidi (2008:35) pada beberapa perusahaan, harga pokok produksi dihitung dengan klasifikasi biaya produksi mengambil alternatif sebagai berikut: 1. Biaya produksi diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu biaya bahan dan biaya konversi. Artinya biaya tenaga kerja langsung digabung dengan biaya overhead pabrik. Kondisi ini dimungkinkan jika biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik relatif kecil bila dibandingkan dengan biaya bahan. 2. Ada juga perusahaan yang mengklasifikasikan biaya produksi menjadi biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja, dan biaya pabrik tidak langsung. Kondisi ini jika perusahaan menganggap biaya bahan penolong relatif besar sehingga perlu untuk dilakukan pengendalian melalui pencataan terpisah dengan biaya pabrik tidak langsung. 3. Secara konvensional dalam pembahasan akutansi biaya, proses produksi akan menelan biaya bahan, biaya tenaga kerja, dan biaya lainnya. Untuk ini dilakukan klasifikasi biaya produksi menjadi biaya bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Biaya bahan penolong 27 (bahan tidak langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung dimasukkan dalam biaya overhead pabrik). 2.4 Sistem Harga Pokok Produksi Sistem akumulasi biaya menitikberatkan pada tata cara pengumpulan biaya, sedangkan berapa nilai yang dibebankan atau dicatat merupakan masalah pengukuran. Biaya dalam sistem pesanan maupun proses dapat diukur sebesar jumlah biaya sesungguhnya, normal atau standar (Blocher, Stout, & Cokins, 2011:150; Witjaksono, 2006:24). 2.4.1 Sistem Biaya Aktual (Actual Costing System) Menurut Blocher, Stout, & Cokins (2011:150) dalam buku yang berjudul Manajemen Biaya menjelaskan bahwa “Sistem perhitungan biaya aktual (actual costing system) menggunakan biaya aktual yang terjadi untuk seluruh biaya produk yang mencakup biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik”. Sedangkan menurut Witjaksono (2006:25) mengatakan bahwa “Dalam sistem biaya aktual, seluruh biaya dicatat berdasarkan nilai yang aktual”. Dalam buku Akuntansi Biaya, Supriyono (2011:40) mengatakan bahwa “Sistem harga pokok sesungguhnya (historical cost system atau postmortem cost system atau actual cost system) adalah sistem pembebanan harga pokok kepada produk atau pesanan atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan harga pokok atau biaya sesungguhnya dinikmati”. 28 Sistem ini walaupun secara teori merupakan sistem yang ideal, namun dalam implementasinya kerap menghadapi kendala pengukuran, terutama dalam pengukuran biaya overhead pabrik. Sistem biaya sesungguhnya ini jarang digunakan, karena sistem tersebut dapat menghasilkan biaya produk per unit yang berfluktuasi dari periode ke periode. Hal tersebut menimbulkan masalah dalam penentuan harga jual, keputusan menambah atau menghentikan lini produk, dan evaluasi kinerja. Sebagian besar biaya overhead yang sesungguhnya baru akan diketahui pada akhir periode. Jadi, sistem biaya sesungguhnya tidak dapat menyediakan informasi tentang biaya produk per unit yang akurat secara tepat waktu. 2.4.2 Sistem Biaya Normal (Normal Costing) Untuk mengatasi masalah atau kelemahan biaya aktual, dikembangkan sistem biaya normal, dimana hanya biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja dicatat (diukur) berdasarkan jumlah yang sesungguhnya. Biaya overhead pabrik dicatat berdasarkan tarif ditentukan dimuka (predetermined overhead rate). Sistem biaya normal kerap ditemui pada sistem biaya pesanan (Witjaksono, 2006:25). Dalam buku yang berjudul Manajemen Biaya dinyatakan bahwa “Sistem perhitungan biaya normal (normal costing system) menggunakan biaya aktual untuk mencatat biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung, serta biaya normal untuk biaya overhead pabrik” (Blocher, Stout, & Cokins 2011:150). Perhitungan biaya normal digunakan untuk menghindari fluktuasi biaya per unit pada perhitungan biaya aktual yang disebabkan oleh perubahan jumah unit 29 produksi dan biaya overhead dari bulan ke bulan. Dengan menggunakan tarif biaya overhead pabrik tahunan yang telah ditentukan sebelumnya maka akan menormalisasikan fluktuasi biaya overhead. Rumus untuk menghitung tarif overhead adalah sebagai berikut: 2.4.3 Sistem Biaya Standar (Standard Costing) Dalam buku yang berjudul Manajemen Biaya dinyatakan: “Sistem perhitungan biaya standar menggunakan biaya dan jumlah standar untuk ketiga jenis biaya produksi: biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Biaya standar merupakan biaya yang diekspetasikan perusahaan untuk dicapainya. Sistem perhitungan biaya standar memberikan dasar untuk pengendalian biaya, evaluasi kinerja, dan perbaikan proses” (Blocher, Stout, & Cokins, 2011:150). Dalam hal ini, Witjaksono (2006:25) menjelaskan bahwa “Dalam sistem biaya standar, seluruh biaya dicatat berdasarkan standar. Keuntungan pencatatan sistem ini adalah memudahkan pembebanan biaya karena berkurangnya kegiatan pengukuran, karena telah ada kepastian tarif”. Dalam buku Akuntansi Biaya Tingkat Lanjut: Kajian Teori dan Aplikasi, Bustami dan Nurlela (2006:77-78) menyatakan bahwa biaya standar membantu perencanaan dan pengendalian operasi perusahaan dalam: 1) Penetapan anggaran: dengan adanya biaya standar, anggaran untuk volume dan bauran produk dapat disusun dengan cepat dan andal. 30 2) Mengendalikan biaya dengan cara memotivasi karyawan dan mengukur efisiensi operasi. Dapat menyederhanakan prosedur perhitungan biaya dan mempercepat 3) penyusunan laporan biaya. 4) Membebankan biaya ke persediaan, produk dalam proses, dan produk jadi. 5) Menetapkan tawaran kontrak: menghitung biaya yang terjadi untuk suatu kontrak akan lebih mudah menggunakan biaya standar, atau jika akan memproduksi suatu produk yang spesifik. Namun, meskipun telah ditetapkan dengan jelas standar apa yang dibutuhkan oleh perusahaan, tetapi tidak ada jaminan bahwa standar telah ditetapkan dalam perusahaan secara keseluruhan dengan ketaatan atau kelonggaran yang relatif sama. Seringkali standar cenderung untuk menjadi kaku atau tidak fleksibel, meskipun dalam jangka waktu pendek. Keadaan produksi selalu mengalami perubahan, sedangkan perbaikan standar jarang sekali dilakukan. Jika standar sering diperbaiki, hal ini menyebabkan kurang efektifnya standar tersebut sebagai alat pengukur pelaksana. Tetapi jika tidak diadakan perbaikan standar, padahal telah terjadi perubahan yang berarti dalam produksi, maka akan terjadi pengukuran pelaksanaan yang tidak tepat dan tidak realistis (Mulyadi, 2010:389). 31 2.5 Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi Pengumpulan kos produksi sangat ditentukan oleh cara produksi. Secara garis besar, cara memproduksi produk dibagi menjadi dua macam: produksi massa dan produksi atas dasar pesanan. Perusahaan yang berproduksi berdasarkan produksi massa melaksanakan pengolahan produksinya untuk memenuhi persediaan di gudang. Sedangkan perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan melaksanakan pengolahan produknya atas dasar pesanan yang diterima dari pihak luar. 2.5.1 Harga Pokok Proses (Process Costing) Menurut Supriyono (2011:37) menyatakan bahwa “Metode Harga Pokok proses adalah metode pengumpulan harga pokok produk di mana biaya dikumpulkan untuk setiap satuan waktu tertentu, misalnya bulan, triwulan, semester, tahun”. Sedangkan menurut Blocher, Stout, & Cokins (2011:286) mendefinisikan bahwa “Perhitungan biaya berdasarkan proses („process costing‟) merupakan sistem perhitungan biaya produk yang mengakumulasikan biaya menurut proses atau departemen dan membebankannya pada sejumlah besar produk yang hampir serupa”. Dalam buku Akuntansi Biaya, Witjaksono (2006:23) menjelaskan bahwa sistem biaya proses diterapkan pada industri manufaktur yang karakteristik produksinya sebagai berikut. 1) Sistem produksi merupakan sistem produksi yang berjalan terus menerus (intermitten). 32 2) Produk yang dihasilkan merupakan produksi massal dan bersifat seragam (homogen). 3) Tujuan produksi adalah untuk membentuk persediaan (inventory). Dalam perusahaan manufaktur biasanya memiliki unit-unit produk yang baru selesai sebagian (barang dalam proses) pada akhir periode akuntansi. Menurut sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan, perusahaan tidak akan sulit untuk menangani unit yang baru sebagian selesai karena dapat ditelusuri dan dilihat dalam kartu biaya pesanan. Namun, pada sistem perhitungan biaya berdasarkan proses, biaya produk untuk unit yang selesai sebagian tidak tersedia informasinya. Perhitungan biaya produk dimulai dengan menentukan biaya produksi per unit dalam setiap departemen produksi. Biaya per unit harus mempertimbangkan jumlah pekerjaan yang telah dilakukan dan baru sebagian selesai. Dalam perhitungan ini diperlukan ukuran untuk mencerminkan jumlah yang tepat dari pekerjaan produksi yang telah dilakukan selama periode tersebut yaitu unit ekuivalen. Unit ekuivalen (equivalent units) merupakan jumlah unit selesai yang sama atau serupa yang sudah dapat dihasilkan berdasarkan jumlah pekerjaan yang benar-benar dilakukan atas unit-unit produk yang telah selesai maupun yang selesai sebagian. Unit ekuivalen tidak sama dengan unit-unit secara fisik. Sebuah perusahaan kimia memproses 30.000 galon bahan kimia, dimana 20.000 galon telah selesi pada akhir bulan, tetapi 10.000 galon sisanya hanya selesai 50%. Unit fisik adalah sebanyak 30.000 galon, tetapi unit ekuivalennya hanya sebanyak 25.000 galon [20.000 + (10.000 x 50%)] (Blocher, Stout, & Cokins, 2011: 286-287). 33 Dokumen utama pada sistem perhitungan biaya berdasarkan proses secara umum adalah laporan biaya produksi, yang disiapkan pada setiap akhir periode untuk setiap proses atau departemen produksi. Menurut Blocher, Stout, & Cokins (2011:290) menyatakan bahwa “Laporan biaya produksi (production cost reports) adalah laporan yang meringkas jumlah unit fisik dan unit ekuivalen dari suatu departemen, biaya yang dikeluarkan selama periode yang bersangkutan, serta yang dibebankan ke unit yang selesai dan ditransfer maupun persediaan biaya akhir barang dalam proses”. Blocher, Stout, & Cokins (2011:290-291) menjelaskan bahwa pembuatan laporan biaya produksi meliputi lima tahap berikut ini: 1) Menganalisis arus fisik dari unit produksi. 2) Menghitung unit ekuivalen untuk setiap elemen biaya produksi. 3) Menentukan total biaya untuk setiap elemen biaya produksi. 4) Menghitung biaya per unit ekuivalen untuk setiap elemen biaya produksi. 5) Membebankan total biaya produksi ke unit yang telah selesai dan persediaan akhir barang dalam proses. Terdapat dua metode dalam penyusunan laporan biaya produksi per departemen dalam perusahaan yang menggunakan perhitungan biaya berdasarkan proses yaitu metode rata-rata tertimbang dan metode masuk pertama, keluar pertama (first-in, first-out - FIFO). Dalam buku Manajemen Biaya: Penekanan Strategis, Blocher, Stout, & Cokins (2011:292) menyatakan bahwa “Metode ratarata tertimbang (weighted-average method) mencakup seluruh biaya dalam perhitungan biaya per unit, mencakup baik biaya yang terjadi selama periode 34 bersangkutan maupun biaya yang terjadi pada periode sebelumnya yang ditunjukkan sebagai persediaan awal barang dalam proses dari periode bersangkutan”. Sedangkan untuk metode FIFO, Blocher, Stout, & Cokins (2011:292) mengatakan bahwa “Metode FIFO mencakup perhitungan biaya per unit yang hanya meliputi biaya yang terjadi dan pekerjaan yang dilakukan selama periode bersangkutan”. 2.5.2 Harga Pokok Pesanan (Job Order Costing) Perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan mengolah bahan baku menjadi produk jadi berdasarkan pesanan dari pihak luar perusahaan. Ada beberapa karakteristik produksi dimana metode harga pokok pesanan diterapkan. Seperti yang terdapat dalam buku Akuntansi Biaya Edisi 5 dinyatakan: Karakteristik usaha perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan adalah sebagai berikut: 1) Proses pengolahan produk terjadi secara terputus-putus; jika pesanan yang satu selesai dikerjakan, proses produksi dihentikan, dan mulai dengan pesanan berikutnya. 2) Produk dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan oleh pemesan sehingga pesanan yang satu dapat berbeda dengan pesanan yang lain. 3) Produksi ditujukan untuk memenuhi pesanan, bukan untuk memenuhi persediaan di gudang. Karakterisitik usaha perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan tersebut di atas berpengaruh terhadap pengumpulan biaya produksinya. Metode pengumpulan biaya produksi dengan metode harga pokok pesanan yang digunakan dalam perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Perusahaan memproduksi berbagai macam produk sesuai dengan spesifikasi pemesan dan setiap jenis produk perlu dhitung harga pokok produksinya secara individual. 35 2) Biaya produksi harus digolongkan berdasarkan hubungan dengan produk menjadi dua kelompok yaitu biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung. 3) Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung sedangkan biaya produksi tidak langsung disebut dengan istilah biaya overhead pabrik. 4) Biaya produksi langsung diperhitungkan sebagai harga pokok produksi pesanan tertentu berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi, sedangkan biaya overhead pabrik diperhitungkan ke dalam harga pokok pesanan berdasarkan tarif yang ditentukan di muka. 5) Harga pokok produksi per unit dihitung pada saat pesanan selesai diproduksi dengan cara membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk pesanan tersebut dengan jumlah unit produk yang dihasilkan dalam pesanan yang bersangkutan. (Mulyadi, 2010:37-39) Dalam buku Akuntansi Biaya dinyatakan: “Dalam sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan (job order costing atau job costing), biaya produksi diakumulasikan untuk setiap pesanan (job) yang terpisah; suatu pesanan adalah output yang diidentifikasikan untuk memenuhi pesanan pelanggan tertentu atau untuk mengisi kembali suatu item dari persediaan. Hal ini berbeda dengan sistem perhitungan biaya berdasarkan proses di mana biaya diakumulasikan untuk suatu operasi atau subdivisi dari suatu perusahaan, seperti departemen” (Carter & Usry, 2006:127). Menurut Mulyadi (2010:39), dalam perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan, informasi harga pokok produksi per pesanan bermanfaat bagi manajemen untuk : 1) Menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan. 2) Mempertimbangkan penerimaan atau penolakan pesanan. 3) Memantau realisasi biaya produksi. 36 4) Menghitung laba atau rugi tiap pesanan. 5) Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca. Dalam buku Akuntansi Biaya, Witjaksono (2006:37-38) menjelaskan bahwa tujuan harga pokok proses pesanan adalah setelah pengumpulan (akumulasi) biaya produksi selesai dilakukan, maka dapat dihitung harga pokok produksi untuk setiap pesanan. Pada saat pesanan diterima dapat dilakukan estimasi biaya produksi untuk menentukan harga jual sebagai berikut: Estimasi biaya tenaga kerja xxx Estimasi biaya bahan baku xxx Estimasi biaya overhead xxx + Total estimasi biaya produksi xxx Ditambah marjin laba yang diharapkan xxx + Harga jual yang dibebankan pada pemesan xxx Berikut ini ilustrasi urutan proses produksi berdasarkan pesanan: Penerimaan Pesanan dari Pelanggan Produksi Dimulai Schedule Jobs Pemesanan Bahan Baku 37 2.6 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi Dalam buku yang berjudul Akuntansi Biaya Edisi 5, Mulyadi (2010:17) menyatakan bahwa “Metode unsur-unsur penentuan biaya ke kos dalam produksi kos adalah produksi. cara memperhitungkan Dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam kos produksi, terdapat dua pendekatan: full costing dan variable costing”. Dalam buku Akuntansi Biaya dinyatakan: “Sistem perhitungan harga pokok membahas mengenai tata cara atau metode penyajian informasi biaya produk dan jasa berdasarkan informasi dari sistem akumulasi biaya dan sistem biaya. Secara garis besar terdapat 2 macam alternatif sistem perhitungan harga pokok, yakni: 1) Sistem Perhitungan Harga Pokok Penuh (Full Costing/Absorption Costing). 2) Sistem Perhitungan Harga Pokok Variabel (Variable Costing)”. (Witjaksono, 2006:25) 2.6.1 Sistem Perhitungan Harga Pokok Penuh (Full Costing/ Absorption Costing) Menurut Mulyadi (2010:122) menyatakan bahwa “Full costing atau sering pula disebut absorption atau conventional costing adalah metode penentuan harga pokok produksi, yang membebankan seluruh biaya produksi, baik yang berperilaku tetap maupun variabel kepada produk”. Sedangkan dalam buku Akuntansi Biaya, Witjaksono (2006:102) menjelaskan bahwa dalam absorption costing seluruh biaya manufaktur dibebankan pada produk yaitu direct materials, direct labor, variable overhead, dan fixed overhead. 38 Dalam buku Akuntansi Biaya, Mulyadi (2010:122) menjelaskan bahwa berikut ini merupakan harga pokok produksi menurut metode full costing: Biaya tenaga kerja langsung xx Biaya overhead pabrik variable xx Biaya overhead pabrik tetap xx Harga pokok produk xx Kos produk yang dihitung dengan pendekatan full costing terdiri dari unsur kos produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel, dan biaya overhead pabrik tetap) ditambah dengan biaya nonproduksi (biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum). 2.6.2 Sistem Perhitungan Harga Pokok Variabel (Variable Costing) Menurut Mulyadi (2010:122) menyatakan bahwa “Variable costing adalah metode penentuan harga pokok produksi yang hanya membebankan biaya-biaya produksi variabel saja ke dalam harga pokok produk”. Sedangkan dalam buku Akuntansi Biaya, Witjaksono (2006:102) menjelaskan bahwa dalam variable costing yang dibebankan pada produk hanyalah biaya manufaktur variabel yaitu direct materials, direct labor, dan variable overhead. Dalam buku Akuntansi Biaya, Mulyadi (2010:122) menjelaskan bahwa berikut ini merupakan harga pokok produk menurut metode variable costing: 39 Biaya bahan baku xx Biaya tenaga kerja variable xx Biaya overhead pabrik variable xx Harga pokok produk xx Kos produk yang dihitung dengan pendekatan variable costing terdiri dari unsur kos produksi variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel) ditambah dengan biaya nonproduksi variabel (biaya pemasaran variabel dan biaya administrasi dan umum variabel). 2.7 Profitabilitas 2.7.1 Pengertian Profitabilitas Salah satu fungsi dari informasi harga pokok produksi dalam perusahaan manufaktur atau industri adalah untuk mengetahui profitabilitas produk yang dihasilkan. Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan keuntungan pada tingkat penjualan tertentu. Kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba tergantung pada efisiensi dan efektivitas pelaksanaan, serta sumber data yang tersedia untuk melakukan usahanya (Hanafi dkk, 2005:85). 2.7.2 Alat Pengukuran Profitabilitas Analisis laporan keuangan dapat digunakan untuk kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari hasil operasinya. Analisis tersebut terdiri dari 40 penelaahan hubungan-hubungan dan tendensi atau kecenderungan untuk menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta perkembangan perusahaan. analisis laporan keuangan, diantaranya adalah: Kasmir (2010:70) menyatakan bahwa terdapat beberapa jenis teknik 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Analisis perbandingan anatara laporan keuangan; Analisis trend; Analisis persentase per komponen; Analisis sumber penggunaan dana; Analisis sumber dan penggunaan kas; Analisis rasio; Analisis laba kotor; Analisis titik impas (break even point). Alat analisis yang akan digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap tingkat laba yang diperoleh oleh perusahaan adalah menggunakan analisis rasio. Menurut Kasmir (2010:72), “Analisis rasio merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan pos-pos yang ada dalam satu laporan keuangan atau pos-pos antara laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi”. Perhitungan rasio profitabilitas yang akan digunakan adalah rasio marjin laba kotor (Gross Profit Margin Rasio). Rasio ini merupakan perimbangan antaraa gross profit (laba kotor) yang diperoleh perusahaan dengan tingkat penjualan yang dicapai pada periode yang sama. Formula untuk gross profit margin ratio adalah sebagai berikut: atau Rasio ini mencerminkan/menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai setiap rupiah penjualan. Bila rasio ini dikurangkan terhadap angka 100% maka akan menunjukkan jumlah yang tersisa untuk menutup biaya operasi dan laba 41 bersih. Pada perusahaan manufaktur, setiap perubahan marjin bruto dapat melibatkan suatu kombinasi perubahan harga jual produk dan tingkat biaya pabrikasi jika produk dibuat sendiri oleh perusahaan. Sedangkan pada perusahaan dagang atau jasa, marjin laba bruto dapat dipengaruhi oleh harga yang dibebankan untuk produk atau jasa yang diberikan dan harga yang dibayar untuk barang yang dari luar, atau untuk jasa yang diberikan oleh sumber daya internal maupun dibeli eksternal (Munawir, 2007:99). 2.8 Penentuan Harga Pokok Produksi sebagai alat Ukur Profitabilitas Salah satu manfaat dari informasi mengenai harga pokok produksi adalah penentuan harga jual produk (Mulyadi, 2010:39). Perhitungan harga pokok produk tersebut harus dilakukan secara tepat karena akan berpengaruh pada keputusan pihak manajemen dalam menentukan harga jual. Jika terjadi kesalahan dalam penentuan harga jual, maka akan berpengaruh pada laba/rugi yang dihasilkan perusahaan. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penentuan harga pokok produk secara tidak langsung sangat berperan penting dalam penilaian profitabilitas atas produk yang dihasilkan. Hasil mengenai profitabilitas tersebut akan sangat membantu perusahaan untuk memanfaatkan sumber daya yang ada di perusahaan secara efektif dan efisien.