BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada akhir abad 20 telah diketahui, prolonged pregnancy (umur kehamilan yang memanjang) dianggap bukan suatu permasalahan, kecuali jika kehamilan disertai keadaan lain misalnya macrosomia (bayi besar) dan penyulit dalam persalinan. Induksi persalinan direkomendasikan bertujuan menghindari pertumbuhan janin lebih lanjut untuk mencegah terjadinya distosia. Pada tahun 1950, diketahui bahwa kehamilan usia 42 minggu atau lebih meningkatkan morbiditas pada bayi sehingga membutuhkan suatu intervensi. Tindakan induksi persalinan pada unfavorable cervik (servik yang belum matang) dianggap memiliki risiko yang besar. Pada tahun 1970-an, terdapat suatu anggapan bahwa usia kehamilan 42 minggu atau lebih memerlukan suatu intervensi berupa persalinan atau penilaian yang cermat terhadap kesehatan janin. Menurut Ventura et al., (1997), berdasarkan data National Center for Death Statistics di Amerika Serikat pada 1995, dari 3,9 juta kelahiran 34% di antaranya mengalami induksi atau stimulasi. Adapun indikasi dilakukan induksi persalinan berupa ketuban pecah dini, ibu dengan hipertensi, status kesejahteraan janin melalui CTG (cardiotocografy) tidak dapat dinilai dan pada kehamilan postterm. Induksi persalinan dilakukan pada 10-20% dari seluruh kehamilan dengan berbagai indikasi. Induksi persalinan dapat menurunkan kesejahteraan janin, hasil luaran janin dan kesejahteraan ibu hamil. Penurunan kesejahteraan janin pada induksi persalinan disebabkan oleh beberapa keadaan seperti: kegagalan induksi, hiperstimulasi, gawat janin, prolaps tali pusat, solusio plasenta, rupture uteri, hiperbilirubinemia dan perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri. Angka kematian bayi yang dihubungkan dengan induksi persalinan belum diketahui secara pasti, tetapi faktor utama penyebab kematian perinatal adalah asfiksia (35%), cacat bawaan (25%), prematuritas (25%) dan lain-lain. 1 Menurut Lucas et al. (1965), perbandingan luaran bayi pada 6.624 kehamilan postterm, pada 60.000 kehamilan tunggal dengan usia kehamilan berkisar 38-41 minggu dan studi pada kehamilan lebih dari 42 minggu, didapatkan peningkatan angka kematian bayi yang lebih besar pada umur kehamilan lebih dari 42 minggu, baik pada intrapartum atau kematian neonatal oleh karena berbagai keadaan diantaranya hipertensi dalam kehamilan, penyulit dalam persalinan sehingga terjadi prolonged labor (waktu persalinan memanjang), adanya cephalopelvic disproportion (CPD), anoksia pada bayi yang tidak jelas penyebabnya dan malformasi kongenital (Cunningham et al., 2001: 729-41, 2005: 535-40). Induksi persalinan dilakukan apabila persalinan lebih baik daripada berisiko terhadap ibu dan janin bila kehamilan terus berlanjut. Hal paling penting adalah waktu dilakukan induksi persalinan (Ramos et al., 2005). Induksi persalinan umum dilakukan sebagai suatu prosedur obstetrik, jika menunggu terjadinya persalinan spontan membahayakan kondisi ibu atau janin. Meskipun kemungkinan dilakukan seksio sesaria lebih tinggi jika dilakukan induksi persalinan daripada menunggu persalinan spontan. Angka kejadian induksi semakin meningkat yaitu dari 10% menjadi 20% di beberapa institusi oleh karena peningkatan jumlah induksi oleh karena indikasi obstetri atau medis. Adapun salah satu faktor yang meningkatkan angka induksi persalinan adalah banyak praktisi kesehatan beranggapan bahwa kehamilan lewat waktu atau postterm akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada janin jika tidak segera dilahirkan (Khan et al., 2012). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat perbedaan luaran pertanyaan induksi persalinan dalam hal keberhasilan induksi dan kejadian asfiksia pada umur kehamilan <42 minggu dibandingkan induksi persalinan pada usia kehamilan ≥ 42 minggu? 2 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui bagaimana luaran induksi persalinan umur kehamilan <42 minggu dibandingkan ≥42 minggu. 2. Tujuan Khusus a. Keberhasilan induksi b. Kejadian asfiksia D. Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan informasi tentang bagaimana luaran induksi persalinan pada usia kehamilan <42 minggu dibandingkan usia kehamilan ≥42 minggu, dalam keberhasilan induksi dan kejadian asfiksia. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat dipertimbangkan dalam mengambil keputusan untuk melakukan induksi persalinan pada kehamilan postterm. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian mengenai kehamilan postterm dan luarannya telah dilakukan sebelumnya, namun terdapat perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. 3 TABEL 1. Penelitian Mengenai Luaran Kehamilan Postterm Peneliti Sampel dan Lokasi Metode penelitian Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan RCT kematian perinatal meningkat 2 RCT Briscoe, et 19 penelitian, 3407 al.,(2005) subjek, Canada kali pada umur hamil 42 minggu dan meningkat 4-6 kali pada 44 minggu. Pavivic et 1367 subjek, Winnipig al., (2008) (Canada) Kohort prospektif risiko kematian perinatal umur kehamilan 42 minggu 2-4 per Kohort prospektif 1000 kelahiran. Delaney, et 3 penelitian (1 RCT, 2 al., (2008) Kohort prospektif), Meta risiko kematian perinatal umur Meta analisis kehamilan 41- 42 minggu 1- 2,8 analisis 6588 subjek, Canada Heimstad, 614 subjek, United et al., Kingdom (2007) per 1000 kelahiran. RCT risiko kematian perinatal RCT meningkat 2,12 kali pada umur kehamilan 43 minggu dan induksi pada umur kehamilan 41 minggu mengurangi risiko kematian perinatal. 4