Gushar Ramdany, Indrati Kusumaningrum dan Bagus Fajar Pamungkas KARAKTERISTIK KIMIAWI KERUPUK TULANG IKAN BELIDA (Chitala sp.) (Chemical Characteristics of Bone Fish Kerupuk Belida (Chitala sp.)) GUSHAR RAMDANY1), INDRATI KUSUMANINGRUM2) dan BAGUS FAJAR PAMUNGKAS3) 1) 2) Mahasiswa Jurusan BDP-FPIK, Unmul Staf Pengajar Jurusan BDP -FPIK, Unmul Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Jl. Gunung Tabur No. 1 Kampus Gunung Kelua Samarinda E-mail: [email protected] ABSTRACT Kerupuk is a popular snack which is usually consume as a complement food. The purposes of this study were to know the best ratio of starch and fishbone, and to determine their chemical compositions. Observed variable in this study were proximate compositions are moisture, ash, protein, fat and carbohydrate. The ratio of starch and fish bone were A1 (10:90), A2 (20:80), A3 (30:70), A4 (40:60), and A5 (50:50). The result of the research shows the range of moisture content 9.02% - 9.25%, ash 4.75% - 11.52%, protein 3.40% - 11.59%, fat 0.30% - 3.09% and carbohydrate 64.74% - 82.30%. Overall, the treatment of A2 (20:80) was accordance with SNI-012713-1999 which was in 9.21% moisture content, 5.04% protein, 0.57% fat and 78.52% carbohydrate. Keywords: fish bone, kerupuk, proximate PENDAHULUAN Pemanfaatan limbah dari industri hasil perikanan, seperti kepala, tulang, sisik dan kulit kebanyakan masih kurang dimanfaatkan dan menjadi limbah pada industri pengolahan di bidang perikanan. Termasuk pada pengolahan maupun pemanfaatan ikan oleh rumah tangga, bagian dari ikan yang dibuang dan menjadi limbah adalah kepala, ekor sirip, tulang dan jeroan dengan menghasilkan bagian ikan yang dikonsumsi (edible portion) yang telah disiangi rata-rata sebesar 65% (Irawan 1995). Hal ini berarti pengolahan ikan pada umumnya meninggalkan limbah perikanan sebesar 35%. Tulang ikan merupakan salah satu limbah dari industri perikanan yang belum dimanfaatkan dengan baik. Salah satu unit usaha produksi perikanan yang menghasilkan limbah tulang ikan adalah unit usaha amplang yang ada di Samarinda. Tulang ikan terdiri dari senyawa organik dan senyawa anorganik (mineral). Menurut Jung et al. (2005), tulang ikan hoki (Johnius belengerii) mengandung bahan organik sekitar 30,54% (bk) yang terdiri dari protein 28,04%, lipid 1,94% dan karbohidrat 0,56%, sedangkan bahan mineral anorganiknya sekitar 69,46% (bk) terutama terdiri dari 59,69% kalsium (Ca) dan 35,81% fosfor (P). Dari aspek pangan dan gizi, tulang ikan sangat kaya akan kalsium yang dibutuhkan manusia. Kalsium diketahui menjadi elemen penting yang diperlukan untuk berbagai fungsi di dalam tubuh kita termasuk penguatan gigi dan tulang, fungsi saraf dan banyak reaksi enzimatik yang membutuhkan kalsium sebagai kofaktor. Hal ini juga diperlukan untuk kontraksi otot dan pengaturan permeabilitas ion natrium melintasi membran sel termasuk sel-sel saraf. Konsentrasi kalsium dalam plasma darah tetap hampir konstan, dan hanya berbeda sedikit dari waktu ke waktu untuk individu tertentu (Anderson dan Garner 1996). Manusia dewasa membutuhkan asupan kalsium 500-800 mg/hari (Widya Karya Pangan 68 Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 19. No. 2, April 2014 – ISSN 1402-2006 Gushar Ramdany, Indrati Kusumaningrum dan Bagus Fajar Pamungkas dan Gizi LIPI 1998). Selain itu pada bidang pangan dan industri pertanian, kalsium digunakan sebagai bahan makanan antiseptik untuk mencegah pembusukan buah-buahan dan sayuran dan membantu proses pembuatan keju (Kim dan Jung 2006). Salah satu alternatif solusi untuk memanfaatkan limbah tulang ikan adalah dalam bentuk produk kerupuk. Prospek pemanfaatan dalam bentuk kerupuk dari tulang ikan ini bisa memberikan solusi, mengingat pembuatan kerupuk relatif mudah dan murah. Selain itu kerupuk juga digemari oleh hampir semua lapisan masyarakat, karena mempunyai rasa yang khas. Kerupuk adalah salah satu makanan khas Indonesia yang digemari oleh masyarakat baik dari berbagai strata sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari proses pembuatan kerupuk tulang ikan belida, mengetahui perbandingan terbaik tepung tapioka dengan tulang ikan belida serta mengetahui komposisi proksimat kerupuk dari tulang ikan belida. BAHAN DAN METODE Preparasi Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan adalah tulang ikan belida (Chitala sp.). Tulang ikan belida diperoleh dari salah satu industri pengolahan amplang di Samarinda. Bahan lain yang digunakan antara lain tepung tapioka, sodium bikarbonat, minyak goreng dan bumbu-bumbu seperti garam, gula, telur ayam, dan air. Peralatan yang digunakan antara lain baskom, sendok, panci presto, blender, timbangan analitik, food processor, alat pengukus, alat pemotong (pisau), plastik bening, dan peralatan untuk menggoreng. Metode Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahap, dimana penelitian tahap pertama dilakukan untuk mempelajari pembuatan kerupuk tulang ikan belida dan mengetahui perbandingan tulang ikan belida dengan tepung tapioka, sedangkan pada penelitian tahap kedua bertujuan untuk mengetahui perbandingan terbaik tepung tapioka dengan tulang ikan belida. Proses pembuatan kerupuk tulang ikan diawali dengan membersihkan tulang ikan dengan dicuci menggunakan air dingin, selanjutnya tulang ikan di rebus pada suhu bertekanan menggunakan panci presto selama 2 jam. Setelah didinginkan, tulang yang telah direbus di hancurkan menggunakan food processor hingga halus. Pembuatan kerupuk dibuata berdasarkan komposisi antara tulang ikan dengan tepung tapioka. Perbandingan tepung tapioka dan tulang ikan sesuai perlakuan yang sudah ditentukan. Tulang ikan dicampur dengan tepung tapioka, gula, garam, telur, bawang putih, sodium bikarbonat, dan air, kemudian bahan-bahan tersebut diaduk hingga menghasilkan adonan yang kalis dan homogen. Adonan dicetak dengan ukuran panjang 20 cm, lebar 2,5 cm dan tinggi 2 cm lalu dikukus hingga matang. Setelah itu, adonan didinginkan selama 24 jam. Adonan diiris tipis-tipis dengan ketebalan 1-1,5 mm kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari selama 36 jam. Kerupuk yang telah kering diuji komposisi proksimatnya. RancanganPercobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap, terdiri dari 5 perlakuan dan 3 ulangan yaitu A1 (10:90), A2 (20:80), A3 (30:70), A4 (40:60), dan A5 (50:50). Data dianalisis keragamannya (ANOVA), dan bila hasilnya menunjukkan ada beda nyata, dilanjutkan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada selang kepercayaan 95%. Prosedur analisis Analisis komposisi proksimat meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat. Analisis kadar air menggunakan metode thermogravimetri dengan mengacu pada AOAC (1995). Analisis kadar abu dihitung dari sisa hasil pembakaran organik pada suhu 550 oC berdasarkan AOAC (1995). Kadar protein dianalisis menggunakan metode semi mikro kjeldahl berdasarkan AOAC (1995) dengan prinsip Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 19. No. 2, April 2014 – ISSN 1402-2006 69 Gushar Ramdany, Indrati Kusumaningrum dan Bagus Fajar Pamungkas menghitung kandungan total nitrogen pada bahan yang selanjutnya dikonversi manjadi kadar protein. Sedangkan perhitungan karbohidrat dilakukan secara by difference. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar air Kadar air bahan pangan merupakan jumlah air yang dikandung bahan pangan dan sangat berpengaruh pada mutu dan keawetan pangan (Martinez et al. 2007). Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan citarasa bahan pangan. Hasil pengamatan kadar air kerupuk tulang ikan belida disajikan pada Gambar 1. Kadar Air (%) 10 8 6 4 9.25 9.21 9.02 9.05 9.08 A1 (10:90) A2 (20:80) A3 (30:70) A4 (40:60) A5 (50:50) 2 0 Perlakuan Gambar 1. Kadar Air Kerupuk Tulang Ikan Belida Kadar air merupakan salah satu faktor penting yang dapat menentukan mutu kerupuk, karena kadar air yang terikat dalam kerupuk sebelum digoreng mempengaruhi volume pengembangan kerupuk matang (Hustiany 2005). Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air kerupuk mentah adalah 9,02% - 9,25% dan secara statistik tidak beda nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa komposisi tulang ikan belida yang terkandung dalam kerupuk tidak berpengaruh terhadap kadar air kerupuk. Kadar air kerupuk mentah lebih dipengaruhi oleh suhu dan waktu penjemuran. Namun demikian, kadar air kerupuk tulang ikan belida masih memenuhi standar mutu kerupuk ikan berdasarkan SNI 01-2713-1999 yaitu maksimal 12%. Kadar Abu Kadar abu menunjukkan kandungan mineral suatu bahan. Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengontrol konsentrasi garam anorganik seperti natrium, kalium, karbonat dan fosfat (Sudarmadji et al. 1997). Apabila kadar abu tinggi, maka kandungan mineralnya juga tinggi. Hasil pengamatan kadar abu kerupuk tulang ikan belida disajikan pada Gambar 2. 70 Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 19. No. 2, April 2014 – ISSN 1402-2006 Gushar Ramdany, Indrati Kusumaningrum dan Bagus Fajar Pamungkas 14 Kadar Abu (%) 12 10 8 6 4 2 4.75 6.67 7.84 9.33 11.52 0 A1 (10:90) A2 (20:80) A3 (30:70) A4 (40:60) A5 (50:50) Perlakuan Gambar 2. Kadar Abu Kerupuk Tulang Ikan Belida Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar abu kerupuk tulang ikan sekitar 4,75% - 11,52%. Penambahan tulang ikan belida pada pembuatan kerupuk dapat meningkatkan kandungan mineral kerupuk yang dihasilkan. Kadar abu kerupuk yang dihasilkan tidak masih diatas batas maksimal kadar abu yang ditetapkan oleh SNI 01-2713-1999 yaitu kadar abu maksimal untuk kerupuk ikan sebesar 1%. Abu adalah zat organik yang tidak ikut terbakar dalam proses pembakaran zat organik. Zat tersebut diantaranya adalah natrium, klor, kalsium, fosfor, magnesium dan belerang (Winarno 1997). Apabila kadar abu tinggi berarti kandungan mineralnya juga tinggi. Tulang ikan memilki proporsi 10% dari total susunan tubuh ikan yang memiliki kadar kalsium dalam bentuk kalsium fosfat sebanyak 14% dari total susunan tulang. Bentuk kompleks ini terdapat pada tulang dan dapat diserap oleh tubuh dengan baik 6070% (Subasinghe 1996). Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa kerupuk dari tulang ikan belida dapat menjadi sumber mineral terutama kalsium bagi manusia. Kadar Protein Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh karena berfungsi sebagai zat pengatur dan pembangun, selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh. Kadar protein dalam makanan merupakan suatu faktor yang dapat dijadikan bahan pertimbangan tersendiri bagi konsumen. Adanya protein cukup penting dalam menentukan kualitas kerupuk tulang ikan, karena memiliki fungsi penting dalam tubuh yang diantaranya adalah pembongkaran molekul protein untuk mendapatkan energi atau unsur senyawa seperti nitrogen atau sulfur didalam metabolisme tubuh (Buckle 1985). Oleh karena itu protein menjadi bagian penting dalam pangan. Hasil analisis kadar protein kerupuk tulang ikan belida disajikan pada Gambar 3. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 19. No. 2, April 2014 – ISSN 1402-2006 71 Gushar Ramdany, Indrati Kusumaningrum dan Bagus Fajar Pamungkas Kadar Protein (%) 12 10 8 6 9.81 4 2 11.59 7.68 3.40 5.04 0 A1 (10:90) A2 (20:80) A3 (30:70) A4 (40:60) A5 (50:50) Perlakuan Gambar 3. Kadar Protein Kerupuk Tulang Ikan Belida Hasil analisis kadar protein pada kerupuk tulang ikan belida menunjukkan bahwa semakin besar komposisi tulang ikan maka kadar protein yang terkandung semakin meningkat dan menunjukkan perbedaan yang nyata. Meningkatnya komposisi tulang ikan yang digunakan dapat menjadi penyebab meningkatnya kadar protein yang terdapat pada kerupuk tulang ikan. Hal ini dikarenakan ikan memiliki kandungan protein berkisar antara 20-35 persen, dan diduga tidak jauh berbeda dengan kandungan protein pada tulang ikan sehingga berpotensi tinggi menjadi sumber protein utama dalam konsumsi pangan karena kelengkapan komposisi kandungan asam amino essensial serta mutu daya cernanya yang setara dengan telur (Wahyuni 2001). Berdasarkan SNI 01-2793-1999 kadar protein pada kerupuk ikan yang dianjurkan minimal 5%. Kadar protein pada A1 saja yang masih dibawah standar SNI, sedangkan perlakuan lainnya masih memenuhi standar yang diajukan oleh SNI yaitu minimal 5%. Kadar Lemak Lemak merupakan komponen pangan yang berfungsi sebagai sumber energi, karena setiap gramnya lebih banyak energi daripada karbohidrat atau protein (Buckle 1985). Namun keberadaan lemak pada pangan juga perlu diperhatikan karena oksidasi lemak dapat menghasilkan ketengikan sehigga mempengaruhi penerimaan konsumen (Winarno 1997). Hasil pengamatan kadar lemak kerupuk tulang ikan belida disajikan pada Gambar 4. 3.5 Kadar Lemak (%) 3.0 3.09 2.5 2.0 2.02 1.5 1.0 0.5 0.30 0.98 0.57 0.0 A1 (10:90) A2 (20:80) A3 (30:70) A4 (40:60) A5 (50:50) Perlakuan Gambar 4. Kadar Lemak Kerupuk Tulang Ikan Belida 72 Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 19. No. 2, April 2014 – ISSN 1402-2006 Gushar Ramdany, Indrati Kusumaningrum dan Bagus Fajar Pamungkas Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar lemak yang terkandung dalam kerupuk tulang ikan mentah sekitar 0,30% - 3,09% dan secara statistik berbeda nyata. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan tulang ikan makan meningkatkan kadar lemak kerupuk yang dihasilkan. Tingginya kadar lemak pada kerupuk tulang ikan karena karena tulang ikan masih mengandung lemak yang besar dari pada kandungan lemak yang terdapat pada tepung tapioka yaitu 0,3%. Menurut Suzuki (1981), semakin tinggi kadar air, maka kandungan lemaknya akan semakin rendah. Berdasarkan SNI 01-2793-1999 kadar lemak pada kerupuk ikan yang dianjurkan maksimal 0,8%. Kadar lemak pada perlakuan A1 dan A2 berturut-turut yaitu 0,30% dan 0,57% yang berarti memenuhi standar yang diajukan oleh SNI, sedangkan pada perlakuan A3, A4 dan A5 masih di atas standar yang diajukan oleh SNI yaitu maksimal 0,8%. Kadar Karbohidrat (%) Kadar Karbohidrat Karbohidrat selain sebagai sumber kalori utama juga mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, seperti rasa, warna dan tekstur (Winarno 1997). Karbohidrat juga merupakan senyawa organik yang terdiri dari serat kasar dan bahan bebas tanpa nitrogen ( Buckle et al. 1985). Hasil pengamatan kadar karbohidrat kerupuk tulang ikan belida disajikan pada Gambar 5. Kadar karbohidrat ditentukan secara by difference dari selisih 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein sehingga kadar karbohidrat tergantung dari faktor pengurangannya (Winarno 1997). Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar karbohidrat yang terkandung dalam kerupuk tulang ikan mentah sekitar 64,73% - 82,30% dan secara statistik berbeda nyata. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 82.30 A1 (10:90) 78.52 74.48 69.69 64.73 A2 (20:80) A3 (30:70) A4 (40:60) A5 (50:50) Perlakuan Gambar 5. Kadar Karbohidrat Kerupuk Tulang Ikan Belida Dari histogram diatas menunjukkan bahwa penambahan tulang ikan belida dapat menurunkan kadar karbohidrat kerupuk yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena kandungan karbohidrat yang terdapat pada tulang ikan lebih kecil dari pada kandungan karbohidrat yang terdapat pada tepung tapioka yaitu sebesar 86,9% sehingga menyebabkan kadar karbohidrat kerupuk tulang ikan semakin kecil dengan adanya penambahan tulang ikan. Adanya penurunan kadar karbohidrat kerupuk dapat disebabkan oleh adanya peningkatan dan penurunan kandungan gizi lain karena kadar karbohidrat sangat tergantung dari faktor pengurangannya (Winarno, 1997). KESIMPULAN DAN SARAN Secara keseluruhan kerupuk dengan perlakuan A2 dengan rasio tulang ikan 20% dan tepung tapioka 80%) telah memenuhi syarat standar mutu kerupuk tulang ikan (SNI-01-2713-1999) yaitu kadar air 9,21%, kadar protein 5,04%, kadar lemak 0,57% dan kadar karbohidrat 78,52%. Berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk meneliti lebih lanjut mengenai cara pengeringan kerupuk sehingga kerupuk Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 19. No. 2, April 2014 – ISSN 1402-2006 73 Gushar Ramdany, Indrati Kusumaningrum dan Bagus Fajar Pamungkas dapat kering lebih cepat dan merata. Selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai umur simpan atau daya awet pada kerupuk tulang ikan belida. DAFTAR PUSTAKA Anderson JJB, Garner SC (1996). Calcium and phosphorous nutrition in health and disease. In Anderson JJB and Garner SC (editor). Calcium and Phosphorous in Health and Disease. New York: CRC Press. [AOAC] Association of Official Analytic Chemistry. 1995. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical Chemistry. Virginia: Associaition of Official Analytical Chemistry. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1999. Standar Nasional Indonesia 01-2713. Kerupuk Ikan. Jakarta. Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wooton M. 1987. Food Science. In Purnomo H, Adiono (penerjemah). Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Groff J, Dandren LS, Gropper S. 2001. Advanced Nutrition and Human Metabolism. Australia: Wadsworth. Hustiany R. 2005. Karakteristik produk olahan kerupuk dan surimi dari daging ikan patin (Pangasius sutchi) hasil budidaya sebagai sumber protein hewani. Media Gizi dan Keluarga 29(2): 66-74. Irawan A. 1995. Pengolahan Hasil Perikanan. Solo: Aneka Solo. Jung WK, Park PJ, Byun HG, Moon SH, Kim SK. (2005). Preparation of hoki (Johnius belengerii) bone oligophosphopeptide with a high affinity to calcium by carnivorous intestine crude proteinase. Food Chem 91: 333-340. Kim SK, Jung WK. 2006. Fish and bone as a calcium source. In Fereidoon Shahidi (editor). Maximising the value of marine by-products. New York: CRC Press. Matinez I, M Santaella, G Ros dan M.J Periago. 2007. Content and In Vitro Availability of Fe, Zn, Mg and P Homogenized Fish-BASe Weaning Foods After Bone Addition. J Food Chem 63: 299305. Subasinghe S. 1996. Innovative and value-added tuna product and markets. Infofish International 1/98 January/February. Sudarmadji S, Haryono, Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Minuman. Bandung: Penerbit Angkasa. Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein: Processing Technology. London: Aplied Science Publisher. Wahyuni M. 2001. Ikan untuk Perbaikan Kualitas Anak Indonesia. Kompas, Minggu, 23 Desember 2001. http://kompas.com [8 Juni 2011]. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi. 1983. Laporan Umum dan Kumpulan. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 74 Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 19. No. 2, April 2014 – ISSN 1402-2006