PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2008 ISSN : 1411 – 4216 PENGARUH pH PADA PRODUKSI ASAM ORGANIK VOLATIL DARI STILLAGE BIOETANOL UBI KAYU SECARA ANAEROBIK Diah Meilany* dan Tjandra Setiadi Program Studi Teknik Kimia, Fak. Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung Labtek X Lt 3, Jln. Ganesha 10, Bandung ,40132, Telp (022) 2506454 Abstrak Pengolahan stillage secara anaerobik menghasilkan asam organik volatil yang merupakan produk antaranya. Asam organik volatil adalah asam organik dengan atom C1 hingga C4, yaitu asam format, asam asetat, asam propionat, dan asam butirat. Asam asetat merupakan precursor utama terbentuknya metana. Dengan demikian perlu diperhatikan kondisi pengolahan anaerobik yang dapat menghambat terbentuknya metana tetapi tidak mengganggu terbentuknya asam organik volatil. Pada penelitian ini dipelajari pengaruh pH terhadap produksi asam organik volatil. Sebelum dipakai sebagai media pengolahan anaerobik, terlebih dahulu stillage bioetanol ubi kayu dianalisa untuk mengetahui karakteristiknya. Selanjutnya disaring serta diencerkan hingga memiliki kandungan COD ± 20 g/L. Bibit yang berupa kotoran sapi dan sudah diaklimatisasi ditanamkan ke dalam stillage. Pengolahan anaerobik berlangsung dalam erlenmeyer yang sudah dimodifikasi bervolume kerja 1,5 L. Dalam erlenmeyer stillage bioetanol ubi kayu diproses selama 72 jam dengan variasi derajat keasaman 5, 6, dan 7.. Pengambilan contoh pada setiap tempuhan dilakukan sebanyak delapan kali. Kedua kondisi penelitian berlangsung pada suhu tetap, 35°C. Hasil yang didapat adalah pada pH 7 menghasilkan perolehan asam organik volatil total terbanyak. Pada akhir proses didapatkan asam asetat ± 50% dan asam propionat ± 40 %. Masih tingginya asam propionat menunjukkan tekanan parsial H2 masih relatif tinggi. Kata kunci: proses anaerobik ; stillage bioetanol ubi kayu; asam organik volatil total ; asam asetat ; asam propionat 1. Pendahuluan Latar belakang Kebutuhan energi yang makin lama makin meningkat memaksa sebagian negara penghasil dan pengguna BBM memikirkan energi alternatif untuk menggantikan posisi BBM yang cadangannya makin menipis. Isu pemanasan global juga tidak kalah gencarnya sehingga penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar non fosil mulai dikembangkan lebih giat. Indonesia sebagai salah satu negara penghasil BBM sekaligus pengguna juga tidak mau ketinggalan turut berpartisipasi. Di tahun 2025 telah dicanangkan penggunaan 5% bioetanol sebagai pengganti bahan bakar bensin. Suatu jumlah yang besar mengingat jumlah kendaraan berbahan bakar bensin di Indonesia yang tidak sedikit. Pasokan bioetanol dengan sendirinya akan melonjak, yang direncanakan berasal dari dalam negeri. Sayangnya pada industri bioetanol dengan bahan baku ubi kayu merupakan industri yang sangat banyak menghasilkan limbah cair, yang dikenal dengan nama stillage. Untuk setiap 1 liter bioetanol yang dihasilkan, akan menghasilkan stilage sebanyak 17 – 25 liter. Hal ini tentu akan membawa masalah bagi lingkungan bila tidak ditangani dengan serius. Dari berbagai cara penanganan limbah, salah satu cara yang menarik untuk dikaji adalah penggunaan stillage untuk menghasilkan asam organik volatil secara anaerobik. Selain lebih hemat energi, asam organik volatil yang dihasilkan juga memiliki nilai ekonomi yang tidak kecil karena kelebihannya yaitu bersifat alami bukan sintetis. Asam asetat misalnya yang biasa dipakai sebagai cuka masak, atau sebagai bahan baku pembuatan lem kayu, polivinil asetat, membran selulosa asetat, PHA (Poli Hidroksi Alkanoat) dan banyak lagi yang lain. JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG C-014-1 PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2008 ISSN : 1411 – 4216 Perumusan Masalah Proses anaerobik yang menggunakan kultur campuran akan menghasilkan biogas sebagai produk akhirnya melalui serangkaian reaksi. Komponen penting dari biogas adalah metana. Sedangkan precursor utama pembentuk metana adalah asam asetat yang merupakan asam organik volatil. Selain asam asetat, dalam rangkaian reaksi proses anaerobik juga akan dihasilkan asam organik volatil lain yaitu asam propionat, asam butirat, asam valerat dan asam isovalerat dalam jumlah lebih kecil. Dalam proses produksi asam organik volatil secara anaerobik harus menghambat terbentuknya metana. Beberapa faktor yang mempengaruhinya telah dipelajari, diantaranya kandungan bahan organik umpan, suhu, pH, dan waktu tinggal. Pada suhu hidup mikroba mesofilik maupun termofilik bisa diperoleh asam asetat dalam jumlah terbanyak dibanding asam organik volatil lain. (Yeoh, 1997 ; Lata, dkk., 2002). Selain itu pada penelitian yang menggunakan media sintetik dan suhu tetap, jenis asam organik volatil yang terbentuk akan dipengaruhi oleh pH media (Horiuchi, dkk., 2002 ; Elefsiniotis, dkk., 2004 ; Cheong, dkk., 2006). Sedangkan kandungan COD umpan dan waktu tinggal dipelajari oleh Nugroho dan Yustendi, (2007). Nugroho dan Yustendi, (2007) menemukan bahwa pada pada proses anaerobik terhadap stillage bioetanol ubi kayu dengan kandungan COD awal ± 20 g/L, suhu 35°C dan pH 6 ± 0,9 menghasilkan asam organik volatil total terbanyak. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dilakukan penelitian lanjutan untuk mempelajari pengaruh pH dalam proses produksi asam organik volatil dari stillage bioetanol ubi kayu. Tujuan Penelitian Dalam rangka memproduksi asam organik volatil diperlukan kondisi lingkungan yang sesuai untuk menghambat terbentuknya metana. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pH media pengolahan anaerobik untuk mendapatkan asam organik volatil sebanyak mungkin dari stillage bioetanol ubi kayu secara anaerobik. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah : 1. Stillage yang diolah adalah stillage bioetanol ubi kayu dari pabrik bioetanol skala kecil di Cicurug Sukabumi. 2. Mikroba yang dipakai sebagai bibit berasal dari kotoran sapi yang telah diaklimatisasikan 3. Stillage bioetanol ubi kayu akan diolah secara partaian (batch) dalam bioreaktor yang berupa erlenmeyer yang sudah dimodifikasi pada suhu pengolahan anaerobik yang tetap (35°C). Pengaturan pH berlangsung secara manual dengan penambahan K2CO3 saat pH turun dan H3PO4 saat pH naik. 4. COD stillage bioetanol ubi kayu awal ditetapkan sebesar ± 20 g/L, berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh Nugroho dan Yustendi (2007). 5. Analisa dilakukan terhadap stillage bioetanol ubi kayu sebelum dan setelah pengolahan anaerobik, meliputi nilai COD, kandungan asam organik volatil total, MLSS serta komposisi asam organik volatil. 6. Untuk tiap variabel yang dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali dengan menganggap tiap perlakuan merupakan percobaan tersendiri. 2. Bahan dan Metode Penelitian Bahan Penggunaan bahan terbagi menjadi dua, yaitu bahan yang dipakai dalam proses anaerobik serta bahan yang dipakai untuk menganalisa karakteristik stillage bioetanol ubi kayu serta contoh hasil pengolahan anaerobik. Bahan proses anaerobik 1. stillage bioetanol ubi kayu 2. Aquadest pengencer stillage bioetanol ubi kayu 3. K2CO3 dan H3PO4 pekat 4. Kultur campuran berupa kotoran sapi yang sudah diaklimatisasi Bahan analisa 1. reagensia dalam penentuan konsentrasi COD awal dan akhir stillage bioetanol ubi kayu 2. reagensia dalam penentuan konsentrasi BOD5 awal stillage bioetanol ubi kayu 3. reagensia dalam penentuan Asam Organik Volatil Total (Total Volatile Organic Acid) awal dan akhir stillage bioetanol ubi kayu 4. reagensia dalam penentuan nitrogen organik awal stillage bioetanol ubi kayu JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG C-014-2 PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2008 ISSN : 1411 – 4216 Peralatan Dalam penelitian ini, digunakan bioreaktor berupa labu erlenmeyer yang dimodifikasi untuk mempelajari pengaruh pH yang terkendali secara manual dalam produksi asam organik volatil pada suhu 35°C. Untuk menjaga homogenitas proses digunakan longitudinal shaker yang dilengkapi pemanas air (waterbath). Pada gambar 1 disajikan skema bioreaktor berupa erlenmeyer yang dimodifikasi dengan volume kerja 1,5 L. Erlenmeyer tersebut dilengkapi dengan pipa kaca (1) tempat mengambil contoh dan masuknya gas nitrogen. Pipa ini harus dijaga agar tidak berhubungan dengan udara luar dengan memasang penjepit selang. Selain itu terdapat juga pipa leher angsa (2) berisi air untuk mengamati keberadaan gas, pipa gas nitrogen keluar (3), pipa gas nitrogen masuk untuk menyingkirkan gas hidrogen (4), sparger (5) dan pompa peristaltik (6). 1. pipa kaca 2. leher angsa 3. selang sirkulasi nitrogen keluar 4. selang sirkulasi N2 masuk 5. sparger 6. pompa peristaltik Gambar 1 Skema erlenmeyer yang dimodifikasi Metode penelitian Penelitian ini bertujuan memproduksi asam organik volatil dari stillage bioetanol ubi kayu pada kondisi anaerobik. Mula-mula stillage bioetanol ubi kayu disaring sebelum dapat dipakai. Untuk mengetahui karakteristik stillage tersebut perlu dilakukan analisa yang meliputi analisa pH, COD, BOD5, nitrogen organik, fosfor, kalium, natrium, padatan total, padatan tersuspensi. Selanjutnya mempersiapkan bibit agar dapat bekerja pada media baru berupa stillage bioetanol ubi kayu pada pH 5,6 dan suhu ruang. Bibit yang dipakai berasal dari kotoran sapi. Tahap ini dinamakan tahap aklimatisasi. Setelah bibit dan stillage bioetanol ubi kayu siap untuk dipakai, dilanjutkan dengan penanaman bibit ke dalam stillage bioetanol ubi kayu pada erlenmeyer yang dimodifikasi dan proses anaerobik dilangsungkan pada variasi pH 5, 6 dan 7. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada stillage bioetanol ubi kayu maka dilakukan analisa terhadap hasil proses yang meliputi pH, COD, asam organik volatil total serta komponen asam organik volatil. Selain itu dilakukan juga analisa padatan tersuspensi untuk mengetahui pertumbuhan mikroba selama proses anaerobik. Kondisi anaerobik didapat dengan menutup rapat bioreaktor, memasang plastik hitam penutup wadah serta menyemburkan gas nitrogen ± 10 menit di awal proses. Untuk menjaga suhu tetap, bioreaktor direndam dalam penangas air (waterbath) yang dilengkapi longitudinal shaker. Sebagai pengendali pH ditambahkan K2CO3 atau H3PO4 setiap kali selesai mengambil contoh karena pengendaliannya secara manual. Gas nitrogen juga dialirkan selama ± 5 menit untuk memaksimalkan pengusiran hidrogen setiap kali selesai mengambil contoh. 3. Hasil dan Pembahasan Proses Aklimatisasi Proses aklimatisasi bertujuan untuk mendapatkan bibit yang siap bekerja untuk memproduksi asam organik volatil dari substrat yang kompleks yaitu stillage bioetanol ubi kayu. Dalam tabel 1 ditampilkan komposisi stillage bioetanol ubi kayu yang dipakai sebagai bahan baku dalam penelitian ini JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG C-014-3 PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2008 ISSN : 1411 – 4216 Tabel 1 Komposisi stillage bioetanol ubi kayu Parameter COD BOD5 pH Padatan total Padatan tersuspensi Nitrogen total Fosfor total Kalium Natrium Satuan mg O2/L mg O2/L g/L g/L mg N/L mg P2O5/L mg K2O/L mg Na/L Nilai 70.176 35.000 3,9 – 4,2 118,1 1,4 820 4,42 7836,74 26,76 Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai COD stillage bioetanol ubi kayu cukup tinggi. Hal ini yang merupakan salah satu dasar dilakukannya penelitian ini. Karena nilai COD yang tinggi menggambarkan besarnya kandungan bahan organik dalam suatu bahan. Seperti sudah disampaikan sebelumnya, bahan organik merupakan sumber nutrisi bagi mikroba dalam proses anaerobik untuk diubah menjadi asam organik volatil. Selain itu karena stillage bioetanol ubi kayu merupakan limbah, dengan diubahnya sebagian bahan organik menjadi asam organik volatil maka potensi stillage bioetanol ubi kayu sebagai limbah akan berkurang. Stillage bioetanol ubi kayu yang dipakai diencerkan hingga memiliki nilai COD ± 20 g/L dengan MLSS awal 400 mg/L. Setelah kotoran sapi diaklimatisasi pada pH ± 5,6 dan suhu kamar dengan waktu sekitar 5 bulan didapatkan MLSS akhir 3000 mg/L. Stillage bioetanol ubi kayu yang sudah siap menjadi bibit akan mengalami perbedaan warna yang semula coklat keruh menjadi lebih jernih. Produksi Asam Organik Volatil Total Asam organik volatil total ditentukan dengan cara mendistilasi kaldu fermentasi, selanjutnya distilat dititrasi dengan larutan basa. Konsentrasi asam total yang didapat dinyatakan sebagai konsentrasi asam asetat. Cara ini merupakan cara baku dalam penentuan konsentrasi asam organik volatil. Karena pengambilan contoh mempengaruhi volume kerja yang dipakai, maka semua hasil yang didapat dihitung dengan mengembalikan ke volume awalnya. Hasil yang didapat pada penelitian yang berlangsung dalam erlenmeyer bervolume kerja 1,5 L ditampilkan dalam gambar 3. TAOV, g C 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 waktu sampling, jam pH 5 pH 6 pH 7 Gambar 3 Produksi Asam Organik Volatil Total Dari gambar 3 terlihat bahwa asam organik volatil total terbanyak diperoleh pada saat pH proses 7. Sedangkan waktu terbaik produksi asam organik volatil total adalah 24 jam. Berbeda dengan hasil yang diperoleh oleh Hwang dkk (2001), pada pH 5,9 dan suhu 35°C membutuhkan waktu 0,88 hari. Sedangkan Yang dkk (2004) melaporkan pada saat suhu 35°C dan pH 6 memerlukan waktu 2,1 hari. JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG C-014-4 PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2008 ISSN : 1411 – 4216 Pada erlenmeyer terjadi perubahan bahan organik menjadi asam organik volatil. Perubahan ini dapat dinyatakan sebagai nilai yield bahan organik. Pada pH proses 7 didapat yield sebesar 17,9 %. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut. yield = ( massa akhir AOVT − massa awal AOVT ) x100% (1) massaCOD awal Dalam rumus 1 diatas, nilai massa dinyatakan sebagai g karbon (g C). AOV, g C Produksi asam organik volatil spesifik Untuk mengetahui komposisi asam organik volatil dalam penelitian ini dilakukan analisa dengan menggunakan Chromatografi Ion DIONEX ICS 1000. Contoh yang sudah diambil harus diawetkan dulu pada pH ± 2 dan suhu 4oC sebelum dianalisa. Hasil analisa menunjukkan bahwa terdapat lima jenis asam organik volatil yaitu asam format, asam asetat, asam propionat, asam butirat dan asam valerat. Hasil penelitian dengan tiga variasi nilai pH proses, hasilnya disajikan seperti pada gambar 4 hingga 6 berikut. 3,0 2,0 1,0 0,0 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 w aktu sam pling, jam format asetat propionat valerat asetat propionat butirat Gambar 4 Produksi asam organik volatil spesifik pada pH 5 AOV, g C 3,0 2,0 1,0 0,0 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 w aktu sam pling, jam format asetat propionat valerat asetat propionat butirat Gambar 5 Produksi asam organik volatil spesifik pada pH 6 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG C-014-5 PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2008 ISSN : 1411 – 4216 3,0 AOV, g C 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 w aktu sam pling, jam format asetat propionat valerat asetat propionat butirat Gambar 6 Produksi asam organik volatil spesifik pada pH 7 Seperti terlihat pada gambar 4 hingga gambar 6, asam asetat dan asam propionat mendominasi produk proses anaerobik. Pada proses dengan pH 5 terlihat asam asetat cenderung naik tetapi tidak securam asam propionat yang naiknya lebih tajam. Hal ini menunjukkan laju pembentukan asam asetat lebih rendah dibanding laju pembentukan asam propionat. Hasil yang serupa dinyatakan oleh Qing dan Fang, (2002) yang mendapatkan pada rentang pH 4 – 4,5 dihasilkan lebih banyak asam propionat. Sedangkan pada pH proses 6 terlihat ada fluktuasi produksi asam asetat di awal dan mulai meningkat di akhir rentang waktu yang diambil. Berbeda dengan produksi asam propionat yang cenderung terus meningkat dan hanya mengalami sedikit penurunan. Hasil berbeda didapat oleh Qing dan Fang (2002) yang menyatakan bahwa pada rentang pH 6 – 6,5 lebih banyak dihasilkan asam asetat dan asam butirat, seperti yang juga didapat oleh Nugroho dan Yustendi (2007). Pada pH proses 7 terlihat bahwa produksi asam asetat cenderung menurun demikian juga dengan asam propionat. Tetapi sama dengan pada pH proses 5 dan 6, asam asetat dan asam propionat mendominasi produk. Hasil penelitian Hu dkk (2006) melaporkan bahwa pH 6,9 merupakan kondisi optimal untuk proses asidogenesis dan menghasikan lebih banyak asam asetat serta asam propionat. Tetapi Horiuchi dkk (2002), melaporkan pada rentang pH 5 – 7 akan didapat asam butirat dan asam asetat lebih banyak. Perbedaan yang terjadi diduga karena kondisi bibit yang dipakai pada penelitian kali ini tidak pada rentang pH mendekati 7. Adanya asam propionat yang cenderung meningkat mengindikasikan satu hal penting. Kandungan gas H2 terakumulasi dalam erlenmeyer, hingga asam propionat tidak bisa terkonversi oleh mikroba asetogen untuk menghasilkan asam asetat. Asam propionat tetap diproduksi oleh mikroba asidogen tetapi tidak bisa diubah menjadi asam asetat. Reaksi pembentukan asam asetat dari asam propionat (Speece, 1996) dituliskan sebagai berikut. − ⎯⎯ → CH COO − + HCO − + H + + 3H ∆G° = 76 kJ/mol CH 3CH 2COO +3 H 2O ← 3 3 2 − ⎯⎯ → 2CH COO − + 2 H CH 3CH 2CH 2COO +2 H 2O ← 3 2 ∆G° = 48,1 kJ/mol Bila melihat nilai energi bebas Gibb’s standart nilainya positif. Karena positif maka reaksi tidak dapat berlangsung, hingga untuk membuat energi bebas Gibb’s menjadi negatif, maka tekanan parsial hidrogen harus di bawah 10-4 atm agar asam propionat bisa berubah menjadi asetat , (Speece, 1996). Sedangkan asam butirat, bisa lebih mudah diubah menjadi asam asetat dibanding asam propionat. Karena meski nilai energi bebas Gibb’s standart masih positif tetapi tekanan parsial hidrogen yang dibutuhkan lebih tinggi, yaitu bernilai 10-3 atm. Untuk menurunkan tekanan parsial hidrogen hingga serendah itu dapat dibantu dengan menggunakan kultur campuran antara mikroba asetogenik penghasil H2 dan mikroba metanogen pengguna H2. Pada perkembangan terakhir dipakai dua buah bioreaktor yang dipasang seri, (Nie dkk, 2007). Pada bioreaktor pertama dihasilkan asam asetat, CO2 dan H2. Selanjutnya di bioreaktor kedua, CO2 dan H2 dikonversi menjadi asam asetat. Penggunaan sirkulasi gas dan proses fedbatch di sistem bioreaktor seri tersebut juga dapat meningkatkan konversi asam asetat, (Nie dkk, 2008). Pada penelitian kali ini ditambahkan gas nitrogen untuk JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG C-014-6 PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2008 ISSN : 1411 – 4216 mengusir sebagian besar gas H2 yang terbentuk setiap kali selesai mengambil contoh. Selain itu dipakai pompa peristaltik untuk mensirkulasi gas nitrogen yang berfungsi sebagai pengusir (stripper) H2 yang terbentuk. Untuk lebih jelasnya, tabel 2 menyajikan komposisi asam organik volatil di akhir proses. Dari tabel 2 nampak jelas bahwa di akhir proses asam asetat dan asam propionat yang mendominasi produk. Di semua variasi pH asam asetat diperoleh berkisar 50 % sedangkan asam propionat berkisar 40 %. Tabel 2 Komposisi asam organik volatil di akhir proses Komponen Asam format Asam asetat Asam propionat Asam butirat Asam valerat pH 5 0,9 49,4 45,3 3,2 1,2 Komposisi ( % ) pH 6 0,7 52,1 40,6 5,7 0,9 pH 7 0,0 55,9 33,3 10,2 0,6 Penurunan COD Sesuai definisinya, COD melambangkan keberadaan senyawa organik dalam suatu bahan. Reaksi pembentukan asam organik volatil dari stillage bioetanol ubi kayu akan mengkonsumsi sebagian bahan organik yang terkandung dalam stillage bioetanol ubi kayu. Dengan terbentuknya asam organik volatil dari stillage bioetanol ubi kayu maka COD stillage bioetanol ubi kayu akan turun. Pada penelitian ini yang berlangsung dalam erlenmeyer dengan variasi pH didapat hasil yang bervariasi juga. Hal ini dapat dilihat pada gambar 7. Pada gambar tersebut terlihat bahwa secara keseluruhan terjadi penurunan nilai COD di ke tiga variasi pH proses. Persentase penurunan nilai COD pada berbagai variasi nilai pH dapat dilihat pada gambar 8. COD, g C 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 waktu sampling, jam pH 5 pH 6 pH 5 pH 7 pH 7 pH 6 Gambar 1 Penurunan COD di erlenmeyer JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG C-014-7 % penurunan COD PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2008 ISSN : 1411 – 4216 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 7,5 pH Gambar 2 Persentase penurunan COD stillage bioetanol ubi kayu di erlenmeyer Pada gambar 8 terlihat bahwa proses pada pH 6,0 memberikan hasil terbaik yaitu penurunan nilai COD sebesar 14,3 %. Nilai yang tidak terlalu besar untuk penurunan COD suatu proses penanganan limbah. Hal ini mengindikasikan selama proses tidak terjadi perubahan bahan organik menjadi metana. Perubahan yang terjadi adalah bahan organik menjadi asam organik volatil yang terlarut. Tetapi bila melihat asam organik volatil total yang dihasilkan, seharusnya pH 7 memberikan penurunan COD lebih baik. Kemungkinan besar disebabkan pH 6 lebih cocok untuk pertumbuhan sel bibit dibanding pH 7, karena bibit yang dipakai hasil aklimatisasi pada pH 5,6. sehingga sebagian bahan organik diubah menjadi sel yang tidak terdeteksi dalam analisa COD. 4. Kesimpulan Dari penelitian ini didapat beberapa hal yang merupakan kesimpulan sebagai berikut 1. Waktu proses untuk memperoleh asam organik volatil optimal dalam erlenmeyer adalah 24 jam, pada pH 7 2. Asam asetat yang didapat berkisar 50 % sedangkan asam propionat sekitar 30 % - 40 % dalam produk akhir 3. Asam propionat masih cukup banyak dalam produk, berarti tekanan parsial H2 masih relatif tinggi Ucapan terimakasih Terimakasih sebesar besarnya disampaikan kepada LPPM ITB melalui RISET- KK-ITB 2007 dengan no kontrak 182C/K01.9/PL/2007 untuk pendanaan penelitian ini. Daftar Pustaka Ahn, J.-H., Hwang, S. (2004)., Modeling and biokinetics in anaerobic acidogenesis of starch-processing wastewater to acetic acid, Biotechnology Progress 20(2): 636 - 638. Cheong, D.-Y., Hansen, C. L. (2006), Acidogenesis characteristics of natural, mixed anaerobes converting carbohydrate-rich synthetic wastewater to hydrogen, Process Biochemistry , Volume 41(8), 1736 - 1745. Elefsiniotis, P., Oldham, W.K., (2004), Influence of pH on the acid-phase anaerobic digestion of primary sludge, Journal of Chemical Technology & Biotechnology 60 (1): 89 – 96 Hu, Z.H.,Yu, H.Q.,Zheng,J.C., (2006), Application of response surface methodology for optimization of acidogenesis of cattail by rumen cultures, Bioresource Technology97:2103-2109 Horiuchi, J. I., Shimizu, T., Tada, K., Kobayashi, M. (2002), Selective production of organic acids in anaerobic acid reactor by pH control, Bioresource Technology 82(3):209 – 213 Hwang , S., Lee , Yongse., Yang, Keunyoung. (2001), Maximization of acetic acid production in partial acidogenesis of swine wastewater, Biotechnology and Bioengineering 75(5): 521 – 529 Lata, K., Rajeshwari, K.V., Pant, D.C., Kishore, V.V.N., (2002), Volatile fatty acid production during anaerobic mesophilic digestion of tea and vegetable market waste, World Journal of Microbiology & Biotechnology 18: 589 - 592 Naturgerechte Technologien, Bau.-und. Wirtschaftsberatung(TBW) GmbH (1998), Energetic reuse of distillery wastewater, CDC-TBW Nugroho, A., Yustendi, K., (2007),The effect of COD concentration on volatile organic acid production from the cassava ethanol stillage, Penelitian S1, Institut Teknologi Bandung Nie, Y.Q., Liu, H., Du, G.C., Chen, J. (2007). Enhancement of Acetate Production by a Novel Coupled Syntrophic Acetogenesis with Homoacetogenesis Process.,Process Biochemistry 42(4):599-565 Nie, Y.Q., Liu, H., Du, G.C., Chen, J. (2008). Acetate Yield Increased by Gas Circulation and Fed-Batch Fermentation in a Novel Syntrophic Acetogenesis and Homoacetogenesis Coupling System., Bioresource Technology 99(8):2989-2995 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG C-014-8 PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2008 ISSN : 1411 – 4216 Speece, R.E.,(1996), Anaerobic Biotechnology for Industrial Waste Waters, Vanderbilt University, hal. 42-43 Qing, H.Y., Fang, H.H.P., (2002), Acidogenesis of dairy wastewater at various pH levels, Water Science & Technology, 45(10): 201-206 Yang, K., Oh, C., Hwang, S (2004), Optimizing volatile fatty acid production in partial acidogenesis of swine wastewater, Water Science & Technology 50(8):169-176 Yeoh B, G. (1997), Two phase anaerobic treatment of cane-molasses alcohol stillage, Water Science & Technology 36(6-7):441-448 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG C-014-9