BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL
PENELITIAN
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Fungsi Manajemen
Manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber
daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai
suatu tujuan tertentu (Hasibuan, 2014). Sedangkan manajemen kesehatan adalah
penerapan manajemen umum dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat,
sehingga yang menjadi objek atau sasaran manajemen adalah sistem yang
berlangsung (Notoatmojo, 2007).
Manajemen juga dipandang sebagai suatu proses, manajemen sebagai
rangkaian tahapan kegiatan yang diarahkan pada pencapaian tujuan dengan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manajemen sebagai suatu proses dapat
dipelajari dari fungsi-fungsi manajemen yang dilaksanakan oleh manajer. Adapun
ciri-ciri manajemen adalah sebagai berikut. (a) ditujukan untuk mempermudah
pencapaian tujuan organisasi, (b) suatu proses yang dimulai dari perencanaan,
pengorganisasian, penggerakkan pelaksanaan, pengarahan dan sampai ke pengawasan
dan evaluasi, (c) harus didukung oleh ketersediaan sumber daya manusia, material
dan sumber lain yang mendukung, (d) semua proses baik pendayagunaan dan maupun
7
penggerakkan dilakukan secara efektif dan efisien dan (e) manajer bertugas sebagai
penggerak dari semua sumber daya yang ada (Widjaya, 1997).
Fungsi-fungsi manajemen sangat dibutuhkan untuk kelangsungan program
dalam organisasi oleh karena beberapa hal, diantaranya. (a) manajemen sangat
diperlukan dalam sebuah organisasi untuk mencapai tujuannya, (b) manajemen sangat
diperlukan organisasi untuk membantu
menjaga keseimbangan antara tujuan
organisasi yang ditetapkan, sasaran organisasi yang ada dan kegiatan-kegiatan yang
saling bertolak belakang dengan berbagai kepentingan dalam suatu organisasi dan (c)
merupakan suatu cara untuk mengukur efisiensi dan efektivitas suatu organisasi
(Handoko, 2001). Secara garis besar dapat dikelompokan menjadi beberapa fungsi
yaitu : fungsi perencanaan (planning), fungsi pengorganisasian (organizing), fungsi
penggerakan pelaksanaan (staffing, commanding, directing, coordinating), fungsi
pengawasan dan pengendalian (controlling, reporting) (“Manajemen Pelayanan
Kesehatan,” 2003).
Fungsi manajemen merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
keberhasilan suatu program. Hal ini didukung oleh sebuah penelitian kuantitatif yang
mendapatkan bahwa ada hubungan antara fungsi manajemen dengan keberhasilan
Program Pemberian Makanan Tambahan pada balita gizi buruk di Kabupaten Tegal
(Fatmaningrum, 2007). Demikian juga, penelitian kualitatif eksploratif yang
dilakukan untuk menganalisis pelaksanaan Program SDIDTK anak balita dan
prasekolah di Puskesmas Kota Semarang, dimana program ini tidak berjalan dengan
baik karena ada fungsi manajemen terutama fungsi pengorganisasian dan
penggerakkan yang belum maksimal dilaksanakan dalam pelaksanaan program ini
(Maritalia, 2009).
2.1.1.2. Perencanaan
Perencanaan (planning) adalah proses penentuan tujuan dan pedoman
pelaksanaan dengan memilih yang terbaik dari alternatif-alternatif yang ada
(Hasibuan, 2014). Perencanaan merupakan fungsi dasar suatu manajemen, karena
fungsi lainnya seperti fungsi organizing, staffing, directing, dan controlling harus
direncanakan terlebih dahulu. Perencanaan dikatakan bersifat dinamis karena
kegiatannya menyesuaikan dengan adanya perubahan kondisi dan situasi (Hasibuan,
2014). Dengan kata lain bahwa perencanaan
merupakan sebuah proses untuk
merumuskan masalah-masalah yang berkembang di masyarakat, menentukan
kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling
pokok, menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan tersebut (Herlambang, 2013).
Perencanaan yang baik mempunyai ciri sebagai berikut; (a) berorientasi ke
masa depan, artinya berkaitan erat dengan masa yang akan datang, (b) ada tujuan
yang telah ditetapkan organisasi beserta strategi untuk mencapainya, (c) strategi
untuk mencapainya ditetapkan berupa: kebijakan, strategi, peraturan, standar,
organisasi, prosedur kerja dan sebagainya, dan (d) memperhitungkan pemanfaatan
sumber dana dan sumber daya, ketetapan yang telah ditetapkan serta upaya
pemecahan masalah yang mungkin ada.
2.1.1.3.Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan suatu kegiatan menentukan, mengelompokkan dan
mengatur beraneka kegiatan yang dibutuhkan dalam usaha mewujudkan tujuan
organisasi, penempatan orang dalam tiap kegiatan ini, penyediaan peralatan yang
dibutuhkan, menetapkan pendelegasian wewenang kepada setiap orang yang
melakukan kegiatan-kegiatan tersebut (Hasibuan, 2014). Handoko dalam Maritalia
(2009), menyatakan bahwa pengorganisasian adalah upaya dalam menentukan
sumber daya yang dibutuhkan agar tujuan organisasi dapat tercapai, penyusunan
kelompok kerja, pembagian tugas dalam kelompok kerja, pendelegasian wewenang
dan pengkoordinasian. Adapun maksud dari masing-masing komponen tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Menentukan Sumber Daya
Dalam rangka mencapai tujuan organisasi sangat tergantung dari sumber daya
yang tersedia. Sumber daya manusia adalah salah satu sumber daya yang
sangat penting yang terdiri dari orang-orang yang akan melakukan kegiatan
organisasi. Apabila anggota organisasi mau melaksanakan kegiatan dengan
baik, berinisiatif dan berdedikasi tinggi, maka diharapkan berbagai kegiatan
dapat terlaksana dengan baik sehingga memungkinkan tercapainya tujuan
yang telah ditetapkan.
Manajer harus mampu melakukan pencarian, penempatan dan pelatihan serta
meningkatkan keterampilan sumber daya sebaik mungkin sehingga dapat
diberikan tanggung jawab sebagai pelaksana kegiatan organisasi. Dalam
penentuan sumber daya dilakukan melalui proses perekrutan, penempatan,
peningkatan keterampilan melalui peningkatan kapasitas dan peningkatan
kemampuan segala sumber daya yang terlibat dalam organisasi agar
terselenggara berbagai kegiatan sesuai rencana untuk mencapai tujuan
organisasi.
b. Penyusunan Kelompok Kerja
Perangkat yang menyusun kelompok kerja/berbeda antar organisasi. Pada
organisasi yang lebih sederhana, dalam menyusun kelompok kerja bisa
dikerjakan oleh pemimpin organisasi. Untuk organisasi yang lebih kompleks
dalam menyusun kelompok kerja harus dilakukan oleh bagian yang khusus
dalam hal ini bagian kepegawaian yang sering juga diperlukan keterlibatan
pihak lain. Dalam menyusun kelompok kerja akan dihasilkan susunan
kelompok kerja sesuai dengan kebutuhan organisasi. Susunan setiap
kelompok kerja akan berbeda antar organisasi sesuai dengan bidang organisasi
tersebut.
c. Pembagian Tugas Kelompok Kerja
Pembagian tugas kelompok kerja dalam suatu organisasi bertujuan untuk
mencapai tujuan yang mana tidak dapat dicapai oleh orang-orang itu sendiri.
Beberapa orang bekerja sama dengan baik dan berkoordinasi, memungkinkan
pencapaian yang lebih baik daripada dilakukan secara orang per orang. Dasar
prinsip pembagian kerja akan memungkinkan terjadinya synergy. Pembagian
pekerjaan diarahkan agar efektif dan efisien dalam penggunaan peralatan
sehingga terjadi peningkatan produktivitas. Besar tingkat spesialisasi
pekerjaan suatu organisasi bisa diperkirakan dengan mengamati label-label
penunjuk pekerjaan yang berbeda-beda dan bagaimana cara pengelompokkan
pembagian tugas yang ada (Handoko, 2001).
d. Pendelegasian Wewenang
Wewenang (authority) adalah suatu hak yang dimiliki untuk melaksanakan
hal atau memberi perintah kepada orang lain untuk melaksanakan pekerjaan
agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik. Mendelegasikan wewenang
berarti melimpahkan wewenang serta tanggung jawab secara resmi kepada
orang lain untuk melakukan suatu pekerjaan. Pendelegasian wewenang
memberi peluang kepada atasan dalam pencapaian hasil yang lebih baik
daripada dilakukan secara perorangan. Pendelegasian kewenangan dari
pimpinan kepada staf adalah sebuah proses yang perlu dilakukan supaya
organisasi dapat berjalan secara lebih efektif. Pendelegasian wewenang
memberi kemungkinan yang lebih besar kepada bawahan untuk berkembang.
Langkah-langkah
penjelasan
dalam
melakukan
pendelegasian
wewenang
adalah
tentang tugas yang dilaksanakan, spesifikasi dari keleluasaan
bawahan, memberi kebebasan kepada bawahan untuk berpartisipasi,
Pendelegasian wewenang harus melalui pemberitahuan kepada orang lain
bahwa sudah ada pendelegasian dan selalu lakukan pengawasan untuk feed
back.
e. Melakukan Koordinasi
Koordinasi merupakan suatu pengaturan kerja satu kelompok orang dengan
teratur agar tercipta satu kesatuan gerak langkah dalam usaha mencapai tujuan
organisasi
dengan cara bersama-sama. Pengkoordinasian yang baik akan
tercapai bila ada pemberian informasi, penyebarluasan dan pemrosesan suatu
informasi. Semakin besar variasi pekerjaan yang dilakukan oleh organisasi
semakin sering komunikasi harus dilakukan.
Koordinasi adalah suatu kegiatan yang berupaya dalam penyatuan berbagai
tujuan atau berbagai aktifitas dari unit-unit organisasi agar tercapai tujuan
utama maupun tujuan bersama agar kegiatan berjalan efektif dan efisien.
Melalui koordinasi diharapkan dapat mengurangi biaya agar tidak terjadi
pemborosan, efisiensi waktu, tenaga dan bahan (Handoko, 2001)
2.1.1.4. Penggerakan
Fungsi penggerakan yang biasa juga disebut dengan directing, actuating,
leading, dan pengarahan, merupakan hal yang paling penting dan paling berpengaruh
dalam keseluruhan kegiatan manajemen. Akan tetapi, penggerakkan akan dapat
dilaksanakan bila perencanaan, lembaga dan personalia sudah ditetapkan. Fungsi ini
sangat sulit untuk diterapkan sehubungan dengan rumitnya pengaturan para pekerja
karena mereka adalah mahkluk hidup yang mempunyai pikiran dan perasaan,
mempunyai harga diri, tujuan hidup dan sebagainya (Hasibuan, 2014).
Hal senada disampaikan oleh Terry (1990), yang mendefinisikan penggerakan
adalah suatu usaha membuat semua anggota kelompok agar mau bekerja sama dan
bekerja secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan organisasi sesuai dengan
perencanaan dan usaha-usaha pencapaian organisasi (Hasibuan, 2014). Berdasarkan
hal tersebut maka kegiatan penggerakan diuraikan sebagai berikut. (a) Pemberian
pengarahan, penjelasan, informasi mengenai aktivitas yang berkaitan secara
keseluruhan agar sesuai dengan tujuan organisasi yang telah ditetapkan, (b) membuat
peraturan, perintah dalam upaya melaksanakan kegiatan, (c) memberikan contoh
bagaimana cara bekerja dan memperlihatkan sikap yang baik dalam bekerja dan (d)
dapat
menyampaikan
kelebihan
dan
kekurangan
dalam
bekerja,
secara
obyektif(Widjaya, 1997).
2.1.1.5. Pengawasan
Fungsi pengawasan merupakan fungsi yang terakhir yang didefinisikan sebagai
suatu proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna menjamin bahwa
semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan telah berjalan sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan sebelumnya (Siagian, 2007). Sedangkan Harold Koontz dalam
Hasibuan (2014) menyamakan pengawasan dengan pengendalian yang merupakan
kegiatan pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar
rencana-rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dapat
terlaksana.
Fungsi pengendalian itu sendiri sangat erat kaitannya dengan fungsi perencanaan
dan kedua hal ini saling mengisi sehubungan beberapa hal yaitu; 1). pengendalian
harus terlebih dahulu direncanakan. 2). Pengendalian baru dapat dilaksanakan jika
ada perencanaan. 3). Pelaksanaan perencanaan akan baik, bila pengendalian
dilakukan dengan baik. 4). Tujuan baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau
tidak setelah pengendalian atau penilaian dilakukan (Hasibuan, 2014). Adapun
tahapan dalam proses pengawasan adalah sebagai berikut.
1
Menetapkan standar untuk melaksanakan kegiatan (perencanaan)
2
Menentukan cara untuk mengukur cara melaksanakan kegiatan
3
Mengukur kegiatan yang telah dilaksanakan
4
Membandingkan kegiatan yang telah dilaksanakan dengan standard dan
melakukan analisa terhadap penyimpangan yang terjadi
5
Mengambil tindakan koreksi bila perlu(Handoko, 2001).
2.1.2. Manajemen operasional
Manajemen operasional didefinisikan sebagai keseluruhan aktivitas untuk
mengatur dan mengkoordinir faktor–faktor produksi secara efektif dan efisien untuk
dapat menciptakan dan menambah nilai dan benefit dari produk (barang atau jasa)
yang
dihasilkan
oleh
sebuah
organisasi(Anoraga,
2009).
Manajemen Operasional merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan
pembuatan barang, jasa, dan kombinasinya, melalui proses transformasi dari sumber
daya produksi menjadi keluaran yang diinginkan(Herjanto, 2007). Hal yang sama
disampaikan oleh Agus Ahyari yang mengartikan manajemen operasional adalah
suatu proses kegiatan untuk mengadakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengkoordinasian dari produksi dan proses produksi(Ahyari, 2002). Berdasarkan hal
tersebut maka manajemen operasional dapat digambarkan sebagai berikut.
Lingkungan
INPUT
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tenaga Kerja
Modal
Bahan baku
Energi
Tanah
Informasi
Manajerial
Proses
Transformasi
OUTPUT
PRODUK
(Barang atau jasa)
Gambar 2.1 Manajemen Operasional
Sumber : Anoraga, 2009
Proses transformasi tersebut terdiri atas perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan dan pengawasan.
Dalam melakukan keempat proses di atas dibutuhkan peran dari manajer operasi
yang dapat mengarahkan berbagai masukan (input) agar dapat memproduksi berbagai
keluaran (output) dengan jumlah yang sesuai dengan permintaan konsumen, selain itu
juga memperhatikan dan menanggapi kekuatan-kekuatan dari lingkungan eksternal
yang terus menerus berkembang(Anoraga, 2009).
Menurut Higgins (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen operasional
adalah :
1. Pimpinan (Manajer)
Setiap tindakan yang diambil oleh pimpinan (manajer) akan berpengaruh
dalam beberapa hal seperti aturan-aturan, kebijakan-kebijakan dan prosedur
organisasi terutama permasalahan personalia, distribusi imbalan, gaya
komunikasi, cara yang digunakan untuk memotivasi, tehnik dan tindakan
pendisiplinan, interaksi antara karyawan dan kelompok, interaksi antar
kelompok, perhatian pada permasalahan yang dimiliki karyawan dari waktu
ke waktu, serta kebutuhan akan kepuasan dan kebutuhan karyawan.
2. Tingkah laku karyawan
Tingkah laku karyawan mempengaruhi melalui kepribadian mereka,
kebutuhan mereka, dan tindakan-tindakan yang mereka lakukan untuk
memuaskan kebutuhan tersebut. Komunikasi karyawan memainkan bagian
penting, karena cara seseorang berkomunikasi menentukan tingkat sukses atau
gagalnya hubungan antar manusia.
3. Tingkah laku kelompok kerja
Terdapat kebutuhan tertentu pada kebanyakan orang dalam hal persahabatan,
suatu kebutuhan yang seringkali dipuaskan oleh kelompok dalam organisasi.
Kelompok-kelompok berkembang dalam organisasi secara formal utamanya
pada kelompok kerja dan informal sebagai kelompok persahabatan dan
kesamaan minat.
4. Faktor eksternal
Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang berada diluar oganisasi (ekternal)
yaitu sasaran dari kebijakan yang terdiri dari potensi penduduk dan sumber
daya alam, kondisi ekonomi, kemajuan tekhnologi, budaya lokal dan
dinamika politik lokal(Higgins, 2011).
2.1.3 Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja ( PKPR )
Masa remaja adalah merupakan suatu masa dimana terjadi pertumbuhan dan
perkembangan yang cepat baik fisik, psikis maupun intelektual. Pola cepatnya
pertumbuhan dan perkembangan ini menjadikan remaja dimana saja berada memiliki
ciri-ciri yang khas seperti memiliki rasa ingin tahu yang besar, suka akan petualangan
dan selalu tertantang untuk melakukan sesuatu tanpa pertimbangan akan akibat dari
perbuatannya. Sifat ini ditunjang oleh adanya sarana di sekitar yang dapat memenuhi
rasa ingin tahu tersebut. Hal ini sering menjadi dilema didalam batinnya. Apabila
tindakan yang dilakukan dalam menanggulangi konflik ini tidak tepat, maka remaja
akan terjerumus ke dalam perilaku beresiko dan kemungkinan remaja akan
menanggung akibat lanjutannya dalam bentuk berbagai masalah kesehatan baik fisik,
psikis dan sosial yang akan diderita sepanjang hidupnya (D. K. RI, 2009a).
Memperhatikan kebutuhan remaja dan mempertimbangkan peran dan fungsi
Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberikan kepada
masyarakat, seyogyanya Puskesmas senantiasa memberi pelayanan yang baik kepada
remaja yang merupakan salah satu komunitas masyarakat yang berhak mendapatkan
pelayanan kesehatan. Pemberian pelayanan di Puskesmas sangat strategis dan dapat
dilakukan secara efektif dan efisien dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber
daya manusia dan luas cakupan Puskesmas meliputi seluruh wilayah yang sesuai
dengan keberadaan remaja baik di perkotaan maupun di pedesaan yang terpencil(D.
K. RI, 2009a).
Tujuan dari Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja adalah meningkatkan
pemberian layanan yang berkualitas, mendorong peningkatan penggunaan Puskesmas
oleh
remaja
dalam
upaya
memperoleh
layanan
kesehatan,
meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan perilaku remaja dalam pencegahan permasalahan
kesehatan remaja, mengikutsertakan remaja mulai dari merencanakan, melaksanakan
dan mengawasi kegiatan pemberian pelayanan kesehatan yang diperuntukkan bagi
remaja(D. K. RI, 2009a).
Beberapa bentuk layanan kesehatan yang memenuhi kebutuhan remaja dan
sesuai dengan keinginan para remaja, sudah dikenalkan kepada remaja dengan
sebutan PKPR yaitu Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja. Pelayanan kesehatan ini
terdiri dari beberapa upaya kesehatan yaitu : promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Melihat permasalahan remaja yang ada, bagian yang memerlukan
penanganan yang lebih serius adalah upaya promotif dan preventif, tetapi dengan
selalu mengedepankan kepentingan remaja(D. K. RI, 2009a).
Pengertian PKPR adalah pelayanan yang diberikan kepada remaja, bisa diakses,
menyenangkan, menerima remaja dengan baik, menghargai remaja, menjaga rahasia,
peka akan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan kesehatan remaja
yang menjangkau remaja, dengan kegiatan yang bisa diterima oleh remaja, sesuai
kebutuhan, menyeluruh, efisien dan efektif(D. K. RI, 2009a).
Ada 2 (dua) hal mendasar yang harus dilakukan dalam PKPR yaitu pemberian
pelayanan yang peduli remaja dan adanya jejaring kerjasama lintas program dan
lintas sektor dalam Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja.
2.1.3.1. Jejaring PKPR
Permasalahan sosial dan kesejahteraan adalah merupakan permasalahan yang
kompleks dimana yang menjadi penyebab dan cara meyelesaikan permasalahan tidak
mungkin dilaksanakan oleh satu sektor saja. Penyelesaian permasalahan remaja tidak
dapat dilakukan oleh pemerintah saja. Peran serta sektor terkait seperti organisasi non
pemerintah, swasta serta Lembaga Swadaya Masyarakat menjadi hal yang penting.
Masing-masing sektor mempunyai fungsi dan peranan tersendiri, oleh karena itu
perlu diatur dan disepakati agar bisa saling mendukung dan menjadi usaha yang
selaras dan dapat membantu keberlangsungan program melalui pendekatan kemitraan
seperti berikut :
1. Penjajakan dan kesepakatan awal
2. Menyamakan persepsi
3. Mengatur tanggung jawab dan peranan masing-masing sektor
4. Berkomunikasi dan berkoordinasi
5. Melaksanakan kegiatan
6. Pemantauan dan pengevaluasian
Jejaring kesehatan remaja merupakan suatu bentuk kerjasama aktif antara
beberapa pihak yang terdiri dari lintas sektor, lintas program, organisasi profesi,
organisasi kemasyarakatan, institusi pendidikan, pihak swasta serta mitra potensial.
Agar jejaring bisa melaksanakan fungsinya agar berfungsi dengan baik sehingga
tercapai tujuan yang disepakati maka perlu ditetapkan beberapa hal antara lain :
1. Melaksanakan rapat rutin antar anggota jejaring.
2. Berkomunikasi secara teratur melalui sarana yang telah disepakati.
3. Informasi dasar nasional tentang upaya kesehatan remaja.
4. Keberadaan laman yang berhubungan dengan permasalahan remaja.
5. Mengusahakan peningkatan kemampuan SDM dan sarana prasarana anggota
jejaring.
Adanya jaringan yang bergerak dibidang kesehatan remaja memungkinkan
memperoleh beberapa manfaat seperti:
a. Adanya berbagai mitra yang terlibat memungkinkan jangkauan yang lebih
luas dibidang pelayanan kesehatan remaja.
b. Terlibatnya berbagai mitra (pemerintah, non-pemerintah dan swasta)
memungkinkan terlaksananya dan tercapainya program kesehatan remaja
yang efisien dan efektif sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan adanya
pengawasan dalam pemakaian dana.
c. Kesesuaian, koordinasi dan keselarasan dalam melaksanakan program
kesehatan remaja dari mitra jejaring memungkinkan percepatan mencapai
tujuan program.
d. Mengetahui sumber daya yang ada diantara mitra jejaring akan membuat
perencanaan program remaja bisa komprehensif dan terintegrasi.
e. Adanya efek sinergi dan manfaat yang saling menguntungkan
diantara
anggota jaringan kesehatan remaja memberi manfaat ganda (multiplier effect)
positif sehingga antar anggota jejaring menjadi lebih baik.
f. Dalam mencapai tujuan program kesehatan remaja menjadi lebih ringan.
g. Kegiatan anggota menjadi lebih terarah dan professional.
2.1.3.2. Pemberian Pelayanan
Pemberian pelayanan PKPR disesuaikan dengan keadaan serta keperluan remaja
yang dilakukan di dalam maupun di luar Puskesmas, sedangkan untuk jumlah sasaran
bisa perorangan maupun kelompok, dilakukan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas,
petugas di institusi lain dan masyarakat, semuanya didasari dengan semangat
kemitraan. Beberapa kegiatan dalam PKPR meliputi :
1. Pemberian Informasi dan edukasi.
a. Kegiatan bisa dilakukan di Puskesmas maupun di luar Puskesmas, baik orang
per orang atau berkelompok.
b. Bisa dilakukan oleh pendidik di sekolah, konselor sebaya yang sudah dilatih
dari sekolah atau dari sektor lain yang terkait dengan menggunakan materi
dari Puskesmas dan sebaiknya berkoordinasi dengan petugas Puskesmas.
c. Beberapa metode bisa digunakan seperti ceramah tanya jawab, Focus Group
Discussion (FGD), diskusi interaktif melalui media cetak atau media
elektronik seperti ; radio, email, telepon/hotline dan SMS. Memakai media
KIE yang lengkap, dengan bahasa yang mudah dipahami oleh sasaran seperti
remaja, orang tua, guru maupun sasaran lain yang mendukung. Pemberian
informasi untuk remaja sebaiknya tidak menggurui dan bila perlu dilakukan
dengan santai, disini petugas lebih sebagai teman bagi remaja(D. K. RI,
2009a).
2. Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang dan rujukannya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika memberi pelayanan kepada
remaja yang mengunjungi Puskesmas seperti;
a. Remaja yang datang ke Puskesmas ditangani sesuai penyakitnya, diberikan
pelayanan dengan berpedoman pada prosedur tetap penanganan sesuai
keluhan yang diderita.
b. Pemberi pelayanan kesehatan baik di Poli Umum, Poli KIA, Poli Gigi, UGD
dan lain-lain, dalam memberi pelayanan kepada remaja, diharapkan bisa
menggali permasalahan secara menyeluruh yang mungkin akan bermasalah
dimasa yang akan datang pada remaja, untuk selanjutnya jika ada
permasalahan lain yang diketemukan bila perlu agar dirujuk ke ruang
konseling.
c. Pemberi pelayanan kesehatan di Puskesmas untuk pasien remaja dari bagian
penunjang seperti; petugas loket, petugas laboratorium. Pemberi pelayanan
PKPR harus peduli pada pasien remaja dan bisa menjaga kerahasiaan
permasalahan pasien.
d. Pemberi pelayanan kesehatan yang bertanggungjawab dengan Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja harus senantiasa menjaga kelangsungan pemberian
pelayanan dan melakukan pencatatan hasil rujukan sesuai kasus (D. K. RI,
2009a).
3. Konseling
Konseling merupakan suatu kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan
konselor kepada klien, dimana proses tersebut tetap mengedepankan komunikasi
yang baik, dimana konselor bisa menawarkan bantuan berupa pemberian dukungan,
keterampilan, keahlian serta dukungan pengetahuan yang berkelanjutan sehingga
pasien remaja bisa mengerti dan mengetahui jati dirinya, mengetahui masalah yang
dihadapi dengan baik dan seterusnya bisa membantu diri sendiri dengan berpegang
pada beberapa hal yang telah dipelajarinya. Beberapa hal yang menjadi tujuan dari
program ini adalah sebagai berikut.
1. Memberikan bantuan kepada pasien remaja agar bisa mengetahui permasalahan
yang dihadapi, membantu dalam mengambil keputusan yang tepat hal- hal yang
sebaiknya dilakukan agar bisa menangani masalahnya dengan baik.
2. Membantu dalam pemberian pengetahuan, keterampilan, menggali potensi serta
sumber daya secara berkelanjutan agar dapat membantu pasien remaja dalam :
a. Mengatasi permasalahan yang dihadapi seperti ; kecemasan, depresi atau
masalah kesehatan mental lain.
b. Dapat mencegah dan waspada terhadap isu permasalahan yang mungkin bisa
menimpa dirinya.
c. Memberi motivasi dan saran untuk mencari pertolongan bila menemui
permasalahan.
3
Konseling
Konseling merupakan suatu kegiatan yang dapat mewakili Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja, sehingga langkah-langkah dalam pemberian pelayanan agar dijadikan
acuan dalam memberi penilaian terhadap kualitas pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja.Voluntary Counseling and Testing for HIV/AIDS (VCT) adalah suatu
kegiatan konseling yang diikuti secara khusus oleh petugas laboratorium untuk
pemeriksaan HIV/AIDS secara sukarela. Keterampilan petugas dan sarana khusus
sangat diperlukan, dan hanya bisa dilaksanakan oleh pemberi kesehatan yang dilatih
secara khusus untuk mencegah kejadian HIV/AIDS(D. K. RI, 2009a).
4
Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS)
Dalam menangani permasalahan kesehatan pada
remaja harus tetap diingat
dengan sikap optimisme bahwa apabila remaja dibekali dengan pengetahuan
keterampilan hidup sehat maka diharapkan remaja akan sanggup menghindar dari
pengaruh yang membahayakan kesehatannya. Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat
merupakan adaptasi dari Life Skills Education (LSE). Life skils atau keterampilan
hidup adalah kemampuan psikososial seseorang untuk dapat memenuhi kebutuhan
dan mengatasi permasalahan dalam kehidupannya sehari-hari secara efektif.
Keterampilan ini berperan penting dalam promosi kesehatan dalam ruang lingkup
yang luas yaitu kesehatan fisik, mental dan sosial.
Kompetensi psikososial tersebut meliputi 10 aspek keterampilan, yaitu:
a. Keterampilan dalam pengambilan keputusan
b. Keterampilan dalam memecahkan masalah
c. Keterampilan berpikir kreatif
d. Keterampilan berpikir kritis
e. Keterampilan berkomunikasi secara efektif
f. Keterampilan menjalin hubungan interpersonal
g. Kesadaran diri
h. Empati
i. Mengendalikan emosi
j. Mengatasi stress(D. K. RI, 2009a).
5. Pelatihan Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya
Pelatihan konselor sebaya adalah suatu upaya bagaimana melibatkan remaja
dalam program remaja, sebagai salah satu persyaratan keberhasilan Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja. Melatih remaja menjadi konselor sebaya memiliki
beberapa keuntungan seperti pendidik sebaya yang berperan sebagai agen perubahan
untuk teman sebayanya agar mempunyai perilaku yang sehat, sebagai agen yang
membantu keberhasilan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja. Konselor sebaya
bersedia membantu petugas kesehatan dalam merencanakan, melaksanakan dan
melakukan evaluasi program ini. Kelompok Sebaya yang mempunyai minat, bakat
dan sering menjadi tempat mengadu bagi teman sebaya yang memerlukan saran bisa
diberikan keterampilan tambahan agar dapat meningkatkan keterampilan hubungan
interpersonal dan konseling, agar dapat melakukan konseling sebagai konselor sebaya
(D. K. RI, 2009a).
6. Pelayanan rujukan
Puskesmas sebagai unit dari pemberi layanan klinis medis, melakukan rujukan
bila menemui kasus kesehatan remaja ke tingkat pelayanan kesehatan yang lebih
tinggi(D. K. RI, 2009a).
7. Monitoring dan Evaluasi.
Monitoring dan evaluasi Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja di Puskesmas
selain dilaksanakan oleh instansi atau pihak diluar Puskesmas, juga harus
dilaksanakan oleh Puskesmas itu sendiri. Monitoring dan evaluasi akan membantu
petugas menemukan masalahnya secara lebih awal sehingga bisa dilakukan perbaikan
tanpa memerlukan banyak biaya dan waktu, sehingga pelayanan yang berkualitas
lebih cepat tercapai.
Monitoring dan evaluasi oleh tingkat administrasi yang lebih tinggi, hal ini
dilakukan dengan menganalisa laporan yang rutin dikirim oleh Puskesmas ke Dinas
Kesehatan serta dipadukan dengan mengamati proses pelayanan secara langsung di
lapangan. Sistem onitoring dan evaluasi adalah proses mengumpulkan dan
menganalisa data secara teratur, kemudian dibandingkan dengan indikator maupun
target. Sistem monitoring dan evaluasi akan menampilkan data yang bisa digunakan
untuk melakukan penilaian terhadap hal-hal berikut.
a. Apakah kegiatan program sudah terlaksana dengan baik dan benar, bagaimana
tingkat keberhasilannya, serta deteksi bila ada penyimpangan atau masalah
yang dihadapi.
b. Apakah unsur-unsur sistem seperti input dan proses yang dilakukan membuat
perbaikan sesuai target yang telah ditetapkan.
c. Apakah feed back terhadap output dan proses dihubungkan dengan input
d. Apakah ada faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Program
Pelayanan Kesehatan Remaja di Puskesmas seperti; Faktor lingkungan atau
eksternal seperti; masyarakat, geografis, kebijakan setempat dan sebagainya,
demikian juga faktor internal seperti provider(D. K. RI, 2009a).
2.1.4 Manejemen Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja ( PKPR )
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja adalah pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh petugas kesehatan di Puskesmas yang ditujukan untuk remaja. Ada
beberapa tahapan dalam pemberian pelayanan kesehatan ini yaitu dimulai dari
persiapan, pelayanan, monitoring dan evaluasi serta pencatatan dan pelaporan.
1. Persiapan Pelayanan
Ada beberapa kegiatan yang dilakukan dalam tahap persiapan Pelayanan
PKPR yaitu.
a. Penyajian data
b. Advokasi
c. Sosialisasi
d. Pelatihan bagi petugas Puskesmas
e. Persiapan sarana dan prasarana
f. Promosi PKPR
g. Pelatihan konselor Sebaya
2. Pelaksanaan Pelayanan
a. Pemeriksaan kesehatan
b. Pengobatan
c. Konseling
d. Penyuluhan
3. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada hambatan atau
masalah dalam pelaksanaan PKPR. Monitoring dan evaluasi dilakukan pada
semua tahapan PKPR
a. Tahap Persiapan
Adanya kesiapan Puskesmas dalam mengadakan sarana prasarana dan
SDM yang sudah dilatih, tersosialisasinya program bagi petugas kesehatan
dan lintas sektor terkait.
b. Tahap pelaksanaan
Terisinya format laporan/registrasi pemeriksaan, pengobatan dan rujukan,
konseling dari kasus remaja yang ditangani serta adanya kegiatan diskusi
terarah.
4. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dilakukan oleh petugas Puskesmas baik kegiatan didalam gedung
maupun kegiatan diluar gedung. Petugas Puskesmas merekapitulasi seluruh
kegiatan untuk dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk
selanjutnya dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi. Dinas Kesehatan
Provinsi melanjutkan laporan ke pusat.
Kegiatan pencatatan dan pelaporan bermanfaat untuk mendapatkan
data kesehatan remaja di wilayah Puskesmas, melakukan perencanaan dan
memantau kegiatan PKPR sehingga dapat ditentukan langkah-langkah
perbaikan.
Manfaat Program PKPR bagi remaja menurut penelitian Agustini dan
Arsani (2013), diperoleh bahwa manfaat Program PKPR mencakup informasi
mengenai kesehatan dan cara menjaganya, tempat berkonsultasi hingga
sebagai tempat berbagi dengan remaja lainnya. Besar manfaat program ini
menunjukkan tingginya kebutuhan remaja akan pelayanan kesehatan yang
memang difokuskan bagi mereka, mengingat perbedaan situasi dan kondisi
pada masa remaja (Arsani, 2013).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Muthmainnah (2013), selama
ini remaja hanya sebagai obyek program dan belum menjadi subyek. Padahal
remaja telah menyadari perilaku beresiko, dampaknya, sehingga remaja
merasa membutuhkan program kesehatan remaja, namun remaja belum
mengetahui ada program PKPR, karena remaja belum pernah dilibatkan
dalam program (Muthmainnah, 2013).
Sebuah penelitian di Puskesmas Tugu, Kendal, Jawa Tengah, bahwa
permasalahan manajemen pelayanan komunitas pada program PKPR terjadi
pada keempat fungsi manajemen. Permasalahan itu muncul karena kegiatan
PKPR di Kelurahan Tugu selama ini dilakukan pada tahap sekolah belum
sampai ke pelayanan remaja di komunitas dan luar sekolah (Susanto, 2012)
2.2.Konsep Penelitian
Konsep proses perencanaan adalah penyusunan rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh penanggung jawab program PKPR baik di Puskesmas PKPR dan
Dinas Kesehatan sebelum proses pelaksanaan kegiatan yang meliputi ; penetapan
target, tujuan dan sasaran, penghitungan penentuan sumber daya dan strategi
pencapaian kegiatan. Adapun yang terlibat dalam perencanaan program PKPR ini
adalah Kepala Puskesmas, tim yang akan terlibat dalam pemberian pelayanan PKPR
seperti ; dokter, petugas gizi, petugas penyuluhan, paramedis dan petugas lain yang
dibutuhkan dan yang paling penting adalah konselor sebaya di sekolah selaku wakil
dari kelompok remaja yang merupakan sasaran dari program PKPR ini.
Konsep proses pengorganisasian adalah kegiatan yang dilakukan oleh
penanggung jawab Program PKPR dalam penyusunan penentuan sumber daya,
penyusunan kelompok kerja, membagi tugas kelompok kerja, mendelegasikan
wewenang dan koordinasi yang dilakukan oleh penanggung jawab Program PKPR,
yang terlibat dalam proses pengorganisasian adalah Kepala Puskesmas, pemegang
program remaja, konselor sebaya di sekolah selaku wakil dari kelompok remaja,
lintas sektor dan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pelayanan
kepada remaja.
Konsep proses penggerakan yaitu kegiatan yang dilakukan oleh penanggung
jawab program PKPR meliputi; pemberian pengarahan, pemberian motivasi dan
melakukan komunikasi dengan pelaksana kegiatan Pelayanan PKPR di Puskesmas,
konselor sebaya yang ada di sekolah, lintas sektor dan lembaga swadaya masyarakat
yang bersedia bermitra dalam mendukung pelaksanaan Program PKPR.
Konsep proses pengawasan dan evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh
penanggung jawab Program PKPR dalam pengawasan yang dilakukan terdiri dari ;
mengukur pelaksanaan kegiatan, membandingkan hasil dengan standar serta
melakukan perbaikan, tentu saja disini diperlukan keterlibatan dari kepala Puskesmas,
pemegang program dan remaja yang dalam hal ini diwakili oleh konselor sebaya di
sekolah, lintas sektor dan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang
pelayanan kesehatan remaja.
Konsep faktor pendorong dan penghambat adalah hal-hal yang membuat
Program PKPR di Puskesmas tidak berjalan dengan baik. Sedangkan faktor
pendorong adalah hal-hal yang menjadi pendorong program PKPR di Puskesmas bisa
berjalan dan sesuai dengan tujuan program yang ingin dicapai.
Konsep remaja adalah anak yang berusia 10-19 tahun yang mendapatkan
pelayanan kesehatan Puskesmas baik di luar gedung dan di dalam gedung tanpa
memperhitungkan sudah menikah atau belum.
Konsep pelayanan PKPR adalah
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
Puskesmas kepada anak usia 10 – 19 tahun, baik di dalam gedung maupun di luar
gedung tanpa memperhitungkan sudah menikah atau belum.
Penerapan fungsi manajemen dan peran serta masyarakat harus selalu dilakukan
pada setiap kegiatan di sektor kesehatan keluarga, masyarakat dan remaja memiliki
peran utama dalam memanfaatkan akses pelayanan kesehatan PKPR yang bertujuan
untuk melindungi kesehatan para remaja. Program PKPR ini akan dapat berjalan
dengan baik bila dalam proses penyelenggaraannya melibatkan masyarakat, keluarga
dan remaja selaku kelompok sasaran yang diharapkan akan memanfaatkan pelayanan
kesehatan PKPR dan yang paling merasakan manfaat dari program yang
dilaksanakan.
Pemerintah bertugas memfasilitasi kegiatan di masing-masing tingkatan dan
operasionalnya melalui peran Puskesmas dan petugas kesehatan yang didukung juga
oleh masyarakat, keluarga, remaja dan sektor terkait. Petugas kesehatan diharapkan
dapat menerapkan fungsi-fungsi manajemen dengan baik sehingga dalam
pelaksanaan program PKPR ini, masing-masing komponen mengambil peran sesuai
porsinya dalam membantu keberhasilan pelaksanaan program PKPR ini. Pelaksanaan
Program PKPR ini akan dimonitoring oleh Kepala Puskesmas dengan prinsip-prinsip
supervisi fasilitatif PKPR.
Penelitian ini akan mengacu pada teori fungsi manajemen menurut G.R Terry
yang meliputi fungsi perencanaan, fungsi penggerakkan, fungsi pengorganisasian dan
fungsi pengawasan. Disamping itu juga akan dilihat faktor-faktor yang menjadi
pendorong dan penghambat dari setiap tahapan kegiatan fungsi-fungsi manajemen
yang akan dilakukan yang mengacu pada teori perilaku menurut Kurt Lewin yang
mana perilaku manusia adalah suatu keadaan seimbang antara kekuatan-kekuatan
pendorong (driving force) dan kekuatan-kakuatan penghambat (restining force).
Perilaku dapat berubah apabila terjadi ketidak seimbangan antara kedua kekuatan
tersebut.
2.3. Landasan Teori
2.3.1. Teori Perilaku
2.3.1.1 Teori Perilaku menurut Kurt Lewin
Menurut Kurt Lewin, perilaku adalah fungsi karakteristik individu (seperti :
motif, nilai-nilai, sifat, kepribadian) dan lingkungan, faktor lingkungan memiliki
kekuatan besar dalam menentukan perilaku individu, terkadang lingkungan
berpengaruh lebih besar daripada karakteristik individu sehingga menjadikan perilaku
bersifat lebih kompleks. Perilaku manusia adalah suatu suatu keadaan yang seimbang
antara kekuatan-kekuatan pendorong dan kekuatan-kekuatan penahan. Masih menurut
Lewin bahwa perilaku dapat berubah apabila ada keadaan tidak seimbang antara
kekuatan pendorong dan kekuatan penahan dalam diri seseorang sehingga
memungkinkan perilaku seseorang menjadi berubah. Adapun beberapa ketidak
seimbangan tersebut adalah :
a. Kekuatan pendorong meningkat karena adanya rangsangan yang memicu
berubahnya perilaku seseorang dalam hal ini yang mendorong terjadinya
perubahan perilaku adalah berupa peningkatan kapasitas yang diikuti oleh
pemegang program maupun konselor sebaya.
b. Kekuatan penahan menurun, karena adanya rangsangan yang menurunkan
kekuatan penahan, seperti bagaimana fungsi-fungsi manajemen itu diterapkan
serta dukungan dari semua bagian yang terkait.
c. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun, suatu keadaan
yang seimbang sehingga memungkinkan perilaku berubah seperti adanya
pelatihan untuk para pemegang program serta diterapkannya fungsi-fungsi
manajemen dengan baik (Nursalam, 2011).
Sebuah analisis situasi program kesehatan reproduksi remaja di Kota Depok
menekankan pada analisis 4 faktor, yaitu kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
suatu organisasi dalam pelaksanaan program kesehatan remaja. Hasil analisis
menunjukkan terdapat permasalahan dalam keempat fungsi manajemen, yaitu fungsi
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kesehatan reproduksi
remaja. Hal ini memerlukan adanya pelayanan kesehatan reproduksi di masyarakat
melalui peergroup remaja di komunitas dalam upaya meningkatkan pengetahuan,
sikap, dan ketrampilan hidup remaja dalam kesehatan reproduksi (Susanto, 2012).
2.3.1.2 Teori Perilaku menurut Lawrence Green
Teori Lawrence Green adalah sebuah teori yang mengaitkan perilaku manusia
dengan kesehatan. Kesehatan individu atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor diluar
perilaku dan faktor perilaku, sedangkan perilaku itu sendiri dibentuk melalui
beberapa faktor yaitu :
1.4 Faktor predisposisi ( Predisposing factor )
Faktor
predisposisi
terwujud
dalam
pengetahuan,
sikap,
keyakinan,
kepercayaan, nilai-nilai sosial budaya dan sebagainya.
2.4 Faktor pendukung ( enabling factor )
Faktor pendukung berkaitan dengan keadaan fisik seperti sarana dan
prasarana, fasilitas Puskesmas dan lain-lain.
3.4 Faktor pendorong ( reinforcing factor )
Faktor pendorong berhubungan dengan kebijakan, petugas kesehatan atau
petugas lain yang berhubungan dengan kesehatan lain.
2.3.2. Teori Manajemen
Banyak teori manajemen yang dikemukakan oleh para ahli, tetapi pada dasarnya
tujuan dari manajemen adalah untuk mencapai tujuan organisasi melalui fungsi
manajemen antara lain :
2.3.2.1 Teori Manajemen menurut Henry Fayol
Fungsi-fungsi manajemen diklasifikasikan oleh Henry Fayol sebagai perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), pemberian perintah (commanding),
pengkoordinasian (coordinating) dan pengawasan (controlling). Henry Fayol dalam
bukunya “Administration Industrielle et Generale” mengemukakan prinsip-prinsip
manajemen yaitu : 1) pembagian kerja (Division of work), 2) otoritas (Authority), 3)
disiplin (Discipline), 4) kesatuan perintah (Unity of commad), 5) kesatuan arah (Unity
or direction),
6) pengutamaan kepentingan umum (Subordination of individual
interest to general interest), 7) pengupahan yang adil (Remuneration), 8) pemusatan
(Centralization), 9) hierarki (Scalar chain), 10) teratur (order), 11) keadilan (Equity),
12) kesetabilan staf (Stability of tenure of personal), 13) inisiatif (Initiative), 14) dan
semangat kelompok (Ecsprit de corps)(Manullang, 2012).
2.3.2.2 Teori manajemen menurut GR Terry
Fungsi manajemen menurut Terry terdiri atas perencanaan (planning),
pengorganisasian
(organizing),
penggerakan
(actuating)
dan
pengawasan
(controlling). Perencanaan diartikan sebagai penetapan kegiatan yang akan dilakukan
oleh organisasi dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan, perencanaan
dirumuskan sebagai kegiatan menetapkan tujuan, kebijakan, cara kerja, anggaran dan
kegiatan dari organisasi. Jadi perencanaan termasuk didalamnya penganggaran adalah
fungsi manajemen dalam penetapan tujuan yang ingin dicapai suatu organisasi,
penetapan aturan-aturan dan pedoman pelaksanaan, melaksanakan tugas penetapan
urutan pelaksanaan yang harus dilakukan, penetapan kebutuhan biaya dan
kemungkinan pemasukan dana yang akan diperoleh serta serangkaian kegiatan yang
akan dilaksanakan di masa yang akan datang.
Pengorganisasian merupakan seluruh proses mengelompokkan orang-orang, alat,
tugas, tanggung jawab dan wewenang, sehingga tercipta suasana organisasi yang
bergerak sebagai satu kesatuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Setelah
ditetapkan rencana, maka kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
itu, dibagi-bagi antara anggota manajemen dan bawahannya. Sedangkan penggerakan
bisa dikatakan segala tindakan yang dilakukan pemimpin untuk memulai dan
melaksanakan kegiatan yang telah digariskan pada saat perencanaan dan
pengorganisasian agar tujuan organisasi bisa tercapai. Pelaksanaan secara fisik segala
kegiatan dan aktifitas tersebut, maka manajemen harus melakukan tindakan-tindakan
seperti
:
kepemimpinan
(leadership),
perintah
(instruksi),
komunikasi
(communication) dan nasehat (counseling). Pengawasan disebut juga pengendalian,
adalah fungsi manajemen yang melakukan penilaian dan koreksi bila diperlukan agar
pelaksanaan kegiatan oleh bawahan berjalan dengan baik, berjalan sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan (Terry, 2006).
2.4. Model Penelitian
Program Pelayanan Kesehatan Remaja sudah mulai dikenalkan di Puskesmas sejak
dekade yang lalu. Selama ini program untuk remaja lebih banyak berupa pemberian
informasi masalah kesehatan dalam bentuk ceramah, tanya jawab melalui wadah
Usaha Kesehatan Sekolah ( UKS ), organisasi kepemudaan, karang taruna dan kader
remaja lain yang dibentuk oleh Puskesmas. Petugas Puskesmas bertindak sebagai
fasilitator dan narasumber. Pemberian pelayanan kesehatan yang peduli remaja
seperti memperlakukan remaja secara khusus, sesuai keinginan, selera dan kebutuhan
remaja belum dilaksanakan. Remaja yang datang ke Puskesmas diperlakukan seperti
pasien biasa dan ditangani sesuai keluhan penyakitnya. Remaja tidak dilibatkan
dalam pelaksanaan program pelayanan kesehatan Puskesmas yang diperuntukkan
bagi remaja (D. K. RI, 2009a).
Keterlibatan atau dukungan masyarakat juga penting untuk pelaksanaan PKPR
karena sebagian besar masyarakat masih takut dan khawatir jika remaja diberikan
informasi kesehatan reproduksi akan terdorong menjadi aktif secara seksual. Oleh
karena itu perlu sosialisasi dan penjelasan tujuan program ke orang tua, tokoh agama,
tokoh masyarakat serta melibatkan mereka dalam diskusi dengan remaja (Palupi,
2008).
Keberhasilan Program PKPR sangat tergantung dari komitmen pemerintah dan
masyarakat serta kesinambungan dalam pelaksanaannya sesuai dengan perannya
masing-masing. Peran Puskesmas sebagai penanggung jawab pelayanan kesehatan di
wilayah kerjanya akan menentukan sasaran program, memastikan ketersediaan
sumber daya serta melakukan pemantauan. Sebagai pelaksana kegiatan adalah
pemegang program remaja di Puskesmas selaku penanggung jawab Program PKPR di
wilayah kerjanya, penting menerapkan fungsi-fungsi manajemen dalam mengelola
program.
Program PKPR ini sangat komplek karena masih ada pro dan kontra terutama
pemberian infomasi tentang kesehatan reproduksi, untuk itu kegiatan koordinasi
dengan pemegang program sejenis, guru di sekolah dan orang tua menjadi sangat
penting agar remaja benar-benar mendapat informasi yang benar dari sumber yang
berkompeten sehingga tidak terjerumus kedalam perilaku kesehatan yang salah.
Penelitian tentang Fungsi Manajemen Pelaksanaan Program PKPR
di
Puskesmas PKPR di Kabupaten Gianyar ini ingin melihat pengelolaan program
PKPR dari segi manajemen. Penelitian ini menggunakan pendekatan teori manajemen
menurut G.R.Terry yaitu perencanaan
meliputi penetapan tujuan program,
penghitungan penentuan sumber daya, dan strategi pencapaian. Pengorganisasian
terdiri dari kegiatan penentuan sumber daya, menyusun kelompok kerja, membagi
tugas kelompok kerja, mendelegasikan wewenang, melakukan koordinasi dengan
unsur-unsur terkait seperti : pelaksana program sejenis, guru di sekolah dan orang tua
remaja. Penggerakan terdiri dari pengarahan, memberi motivasi dan komunikasi, dan
pengawasan yaitu mengukur pelaksanaan kegiatan, membandingkan dengan standar,
tindakan perbaikan bila perlu. Fungsi manajemen ini disesuaikan dengan batas
kewenangan pemegang program.
Model penelitian yang digunakan dalam penelitian analisis fungsi manajemen
program PKPR di Puskesmas PKPR di Kabupaten Gianyar, mengacu pada teori
manajemen menurut
G.R. Terry, terdiri dari fungsi perencanaan, fungsi
pengorganisasian, fungsi penggerakan dan fungsi pengawasan. Teori manajemen
dihubungkan dengan pelaksanaan Program PKPR di Puskesmas seperti pada gambar
berikut.
Lingkungan
Input
Proses
Fungsi
manajemen
Perencanaan
Pengorganisasian
Penggerakan
Pengawasan dan
Evaluasi
Faktor
Pendorong
Program
PKPR
Faktor
Penghambat
Out put
Gambar 2.2. Model Penelitian
Pelaksanaan program PKPR dihubungkan dengan fungsi-fungsi manajemen.
Fungsi manajemen tersebut terdiri atas fungsi perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan, dan pengawasan serta evaluasi. Keberhasilan suatu program juga tidak
terlepas dari faktor lingkungan yang memiliki kekuatan besar dalam menentukan
perilaku individu, terkadang lingkungan berpengaruh lebih besar daripada
karakteristik individu sehingga menjadikan perilaku bersifat lebih komplek masih
menurut Lewin bahwa perilaku dapat berubah apabila ada keadaan tidak seimbang
antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan atau penghambat dalam diri
seseorang sehingga memungkinkan perilaku seseorang menjadi berubah.
Download