GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, sehingga perlu dilakukan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh sungguh; b. bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya untuk melestarikan dan mengembangkan lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup; c. bahwa segala bentuk usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan akan memberikan dampak terhadap lingkungan hidup dan oleh sebab itu perlu dilakukan pengelolaan lingkungan hidup; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Jambi Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 75) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 75) sebagai UndangUndang, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 958 Nomor 112 ) ; 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah -1­ (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAMBI dan GUBERNUR JAMBI MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Provinsi Jambi. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Jambi. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat dengan DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi. 4. Kepala Daerah adalah Gubernur Jambi. 5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi Jambi. 6. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat dengan SKPD adalah lembaga yang membantu Gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. 7. Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda adalah Peraturan Daerah Provinsi Jambi. 8. Badan Lingkungan Hidup Daerah adalah satuan kerja Pemerintah Provinsi Jambi yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 9. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahkluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup lainnya. 10. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. 11. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup termasuk sumber daya kedalam proses pembangunan -2­ 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. untuk menjamin kemajuan, kesejahteraan dan kelangsungan hidup generasi masa kini dan generasi mendatang. Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Daya Dukung Lingkungan adalah kemajuan lingkungan hidup untuk mendukung kehidupan manusia dan mahkluk hidup lainnya. Pelestarian Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan mahkluk hidup lainnya. Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat energi dan/atau komponen lain yang masuk/dimasukkan kedalamnya. Sumber Daya adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam baik hayati maupun non hayati dan sumber daya buatan. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya/dimasukkannya mahkluk hidup, zat energi dan/atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai pada tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak berfungsi sesuai peruntukannya. Perusakan Lingkungan Hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Bahan Berbahaya Beracun (B3) adalah setiap bahan yang karena sifat/konsentrasi, jumlahnya baik secara lansung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahkluk hidup lainnya. Limbah Bahan Berbahaya Beracun (LB3) adalah sisa suatu usaha dan atau yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/ataukonsentrasinya dan atau jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan dan/atau membahayakan lingkungan, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahkluk hidup lainnya. Sengketa Lingkungan Hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya/diduga adanya pencemaran dan/atau perusak lingkungan hidup. Dampak Lingkungan Hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan -3­ 26. 27. 28. 29. 30. yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan. Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok orang yang terbentuk atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat yang tujuan dan kegiatannya di bidang lingkungan hidup. Orang adalah orang perseorangan dan/atau kelompok orang dan/atau badan hukum. Menteri adalah Menteri yang ditugasi mengelola lingkungan hidup BAB II ASAS, TUJUAN, DAN SASARAN Bagian Kesatu Asas Pasal 2 Pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas: Pengelolaan Lingkungan Hidup diselenggarakan dengan asas tanggungjawab, asas berkelanjutan, dan asas manfaat. Bagian Kedua Tujuan Pasal 3 Pengelolaan Lingkungan Hidup bertujuan : a. untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan masyarakat dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia; c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem; d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup; e. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup; f. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan; g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia; h. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; i. mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan j. mengantisipasi isu lingkungan global. -4­ Bagian Ketiga Sasaran Pasal 4 Sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah : a. tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup ; b. terwujudnya masyarakat sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup ; c. terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan ; d. tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup ; e. terkendalinya pemanfataan sumber daya secara bijaksana ; f. terlindunginya terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. BAB. III HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 5 Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup setiap orang berhak : a. memanfaatkan sumber daya alam secara sah yang berwawasan lingkungan ; b. memperoleh informasi tentang pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian hak asasi manusia; c. berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; d. menyiapkan laporan/pengaduan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Pasal 6 (1) (2) Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup setiap orang wajib : a. memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup; b. mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup ; c. menanggulangi kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup ; d. melakukan efisiensi secara terpadu dan terarah terhadap pemanfaatan sumber daya alam ; Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar, akurat, terbuka dan tepat waktu mengenai pengelolaan lingkungan hidup. BAB. IV WEWENANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Pasal 7 (1) Dalam Pengelola Lingkungan Hidup Pemerintah Provinsi mempunyai wewenang : a. mengelola dan mengoordinasikan pengendalian lingkungan hidup lintas Kabupaten / Kota ; b. merencanakan, mengevaluasi dan melaksanakan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup; c. mengatur pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatannya -5­ (2) sesuai dengan kewenangannya ; d. mengatur dan mengamankan kelestarian sumber daya air dan lahan lintas Kabupaten/Kota ; e. melakukan penilaian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi setiap kegiatan yang potensial menimbulkan dampak besar dan penting, baik yang berdampak positif maupun negatif yang lokasinya lebih dari satu kabupaten/kota dan kegiatannya berada dalam rentang kendali Pemerintah Provinsi ; f. melakukan pengawasan dan pengembangan sumber daya alam, konservasi lintas kabupaten / kota ; g. menyelenggarakan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup lainnya berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Penjabaran operasional dan wilayah kewenangan lintas Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. Pasal 8 Dalam menjalankan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada Pasal 7, Pemerintah Provinsi memiliki tanggung jawab sebagai berikut : a. melakukan koordinasi dan/atau kerja sama dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Kabupaten/Kota dan pihak lain ; b. meningkatkan pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam pengelolaan lingkungan hidup ; c. memberikan pelayanan pengaduan dan mediasi kasus/sengketa lingkungan hidup d. melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum lingkungan hidup ; e. bekerja sama dengan swasta dan masyarakat dalam memberdayakan pengelolaan lingkungan hidup ; f. bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan sehat; g. mendorong pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup Kabupaten/Kota berdasarkan koordinasi dan kerja sama yang saling menguntungkan. BAB. V SISTIM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Pasal 9 (1) (2) (3) Pengelolaan Lingkungan Hidup dilakukan melalui pendekatan karakteristik yang memadukan kepentingan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat serta kelestarian lingkungan. Sistim Pengelolaan Lingkungan Hidup meliputi kegiatan penelitian, pengembangan, perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan pengendalian dan evaluasi lingkungan hidup Kabupaten dan Kota serta lintas Kabupaten/Kota. Sistim pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. -6­ BAB. VI PERIZINAN Pasal 10 (1) (2) (3) Setiap usaha/kegiatan yang pengawasan dan pengendaliannya berada di bawah kewenangan Pemerintah Provinsi, wajib mendapatkan persetujuan/izin maupun penyampaian laporan kegiatan kepada Gubernur. Jenis usaha/kegiatan sebagaimana dimasud pada ayat (1) meliputi : a. usaha/kegiatan didalam kawasan lindung lintas Kabupaten/Kota ; b. usaha/kegiatan konservasi sumber daya alam lintas Kabupaten/Kota ; c. usaha/kegiatan pemanfaatan sumber daya air dan lahan, laut lintas Kabupeten/Kota; d. pengeloaan limbah hasil usaha/kegiatan lintas Kabupaten/Kota ; e. pengelolaan bahan berbahaya beracun di wilayah administrasi Provinsi ; f. usaha/kegiatan yang berpotensi besar dan luas menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Mekanisme dan prosedur untuk mendapatkan persetujuan dan/atau izin sebagimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. Pasal 11 (1) (2) (3) Setiap rencana usaha/kegiatan yang berada di bawah kewenangan Pemerintah Provinsi diwajibkan memiliki Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup berdasarkan besar dan pentingnya dampak yang ditimbulkan sebagai persyaratan penerbitan izin. Mengkoordinasikan pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan pada setiap usaha/kegiatan yang menjadi kewenangan Provinsi. Kriteria dampak besar dan penting sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaiberikut : a. besarnya jumlah penduduk yang terkena dampak rencana usaha/kegiatan ; b. luas wilayah penyebaran dampak ; c. banyaknya unsur-unsur lain lingkungan hidup yang terkena dampak ; d. sifat akumulatif dampak ; e. berbalik/tidak berbaliknya dampak ; f. lamanya dampak berlangsung. Pasal 12 (1) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (1) ditetapkan bahwa: a. setiap usaha/kegiatan yang akan menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan atau dokumen UKL/UPL berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku ; -7­ (2) b. setiap rencana/kegiatan yang tidak tergolong dalam kategori sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib memiliki dokumen Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) yang mengikat ; Jenis usaha/kegiatan yang tergolong dalam kategori sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serta mekanisme prosedur dan petunjuk pelaksanaannya akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. Pasal 13 (1) (2) Bagi usaha/kegiatan yang telah beroperasi/berjalan tetapi belum memiliki dokumen kelayakan lingkungan hidup diwajibkan membuat atau memiliki Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) atau Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) Petunjuk teknis pembuatan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. BAB. VII PENGAWASAN Pasal 14 (1) (2) Gubernur melakukan pengawasan terhadap penanggung jawab usaha/kegiatan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang Lingkungan Hidup. Untuk melakukan pengawasan sebagimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur dapat mendelegasikan pengawasan kepada pejabat fungsional / intansi teknis yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 15 (1) (2) Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada Pasal 14, Intansi teknis yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan lingkungan hudup melakukan koordinasi, menyusun perencanaan dan kerja sama dengan instansi Pemerintah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Mekanisme pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur Jambi. BAB. VIII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 16 (1) (2) (3) Gubernur menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. Sanksi administratif terdiri atas: a. teguran tertulis; b. paksaan Pemerintah; c. pembekuan izin lingkungan; atau d. pencabutan izin lingkungan. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana. -8­ (4) Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c dan huruf d dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan Pemerintah. (5) Gubernur dapat melakukan paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b berupa: a. penghentian sementara kegiatan produksi; b. pemindahan sarana produksi; c. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi; d. pembongkaran; e. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran; f. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau g. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup. (6) Pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan: a. ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup; b. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya; dan/atau c. kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya. (7) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dapat dikenakan denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan Pemerintah. (8) Gubernur berwenang untuk memaksa penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya. (9) Gubernur berwenang atau dapat menunjuk pihak ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan. (10) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif diatur dalam Peraturan Gubernur. BAB. IX PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP Bagian Kesatu Umum Pasal 17 (1) (2) (3) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui Pengadilan atau di luar Pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersangkutan. Penyelesaian sengketa di luar Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Perundang–undangan yang berlaku. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar Pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa. -9­ Bagian Kedua Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan Pasal 18 Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Pasal 19 Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, dapat digunakan jasa pihak ketiga, untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup. Pasal 20 (1) (2) Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa pelayanan sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak. Ketentuan mengenai penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. Bagian Ketiga Penyelesaian Sengketa Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Pengadilan Paragraf 1 Ganti Rugi Pasal 21 (1) (2) (3) (4) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu. Setiap orang yang melakukan pemindahtanganan, pengubahan sifat dan bentuk usaha, dan/atau kegiatan dari suatu badan usaha yang melanggar hukum tidak melepaskan tanggung jawab hukum dan/atau kewajiban badan usaha tersebut. Pengadilan dapat menetapkan pembayaran uang paksa terhadap setiap hari keterlambatan atas pelaksanaan putusan pengadilan. Besarnya uang paksa diputuskan berdasarkan peraturan perundangundangan. Paragraf 2 Tanggung Jawab Mutlak Pasal 22 (1) Penanggung Jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan Bahan Berbahaya dan Beracun, dan/atau menghasilkan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun bertanggung jawab secara multak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara - 10 ­ (2) (3) langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup disebabkan salah satu alasan dibawah ini : a. adanya bencana alam atau peperangan, atau; b. adanya keadaan terpaksa diluar kemampuan manusia, atau; c. adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemaran /perusakan lingkungan hidup. Dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, pihak ketiga bertanggung jawab membayar ganti rugi. Paragraf 3 Daluwarsa untuk Pengajuan Gugatan Pasal 23 (1) (2) Tenggang daluwarsa hak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan mengikuti tenggang waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan Hukum Acara Perdata yang berlaku, dan dihitung sejak saat korban mengetahui adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Ketentuan mengenai tenggang daluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku terhadap pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan Bahan Berbahaya dan Beracun dan/atau menghasilkan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Paragraf 4 Hak Masyarakat dan Organisasi Lingkungan Hidup untuk Mengajukan Gugatan Pasal 24 (1) (2) (3) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai masalah lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat. Jika diketahui bahwa masyarakat menderita karena akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup sedemikian rupa, sehingga mempengaruhi perikehidupan pokok masyarakat, maka Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab dibidang lingkungan hidup dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 25 (1) (2) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan pola kemitraan, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), - 11 ­ (3) terbatas pada tuntutan untuk hak melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil. Organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila memenuhi persyaratan: a. berbentuk badan hukum atau yayasan; b. anggaran dasar organisasi lingkungan hidup yang bersangkutan menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup; c. melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. Pasal 26 Tata cara pengajuan gugatan dalam masalah lingkungan hidup oleh orang, masyarakat dan/atau organisasi lingkungan hidup mengacu pada Hukum Acara Perdata dan Peraturan Perundang-undangan lain yang berlaku. Paragraf 5 Gugatan Administratif Pasal 27 (1) (2) Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha negara apabila: a. badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen AMDAL ; b. badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada kegiatan yang wajib UKL-UPL, tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL; dan/atau c. badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan yang tidak dilengkapi dengan izin lingkungan. Tata cara pengajuan gugatan terhadap keputusan tata usaha negara mengacu pada Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. BAB X PENYIDIKAN Pasal 28 (1) (2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan instansi pemerintah daerah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang pengelolaan lingkungan hidup diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang : a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana dibidang lingkungan hidup; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana dibidang lingkungan hidup; c. mengambil sampel, foto dan meminta keterangan dan bahan - 12 ­ (3) (4) bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana dibidang lingkungan hidup; d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang lingkungan hidup; e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dibidang lingkungan hidup; f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang lingkungan hidup. Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia. Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia. BAB. XI KETENTUAN PIDANA Pasal 29 (1) (2) (3) (4) (5) (6) Barang siapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup diancam dengan sanksi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang - undangan yang berlaku. Barang siapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup diancam dengan sanksi sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Barang siapa yang dengan melanggar ketentuan perundang­ undangan yang berlaku sengaja melepaskan dan atau membuang zat energi atau komponen lain yang berbahaya atau beracun masuk di atas atau ke dalam tanah, ke dalam udara atau ke dalam air permukaan, melakukan impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan bahan tersebut, menjalankan instalasi yang berbahaya, padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain, diancam dengan sanksi sesuai ketentuan Peraturan Perundang - undangan yang berlaku. Barang siapa yang dengan melanggar ketentuan Perundang­ undangan yang berlaku karena kealpaannya melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2) dan (3) diancam dengan sanksi sesuai ketentuan Peraturan Perundang ­ undangan yang berlaku. Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan, diancam dengan sanksi sesuai ketentuan Peraturan Perundang - undangan yang berlaku Tindak Pidana selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3), (4) dan (5) Pasal ini adalah Pelanggaran. - 13 ­ Pasal 30 Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Peraturan Daerah ini dilakukan oleh dan atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, diancam dengan sanksi sesuai ketentuan Peraturan Perundang - undangan yang berlaku. BAB. XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 31 (1) (2) Segala ketentuan peraturan yang berkaitan dengan pemberian persetujuan/izin, pelaporan rencana usaha/kegiatan yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi tetap diberlakukan sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini. Setiap usaha/kegiatan yang telah berjalan dan perizinannya berada di bawah kewenangan Pemerintah Provinsi, selambat­ lambatnya 6 (enam) bulan setelah diundangkannya Peraturan Daerah ini, wajib menyelesaikan Dokumen Kelayakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1). BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 32 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya, akan diatur lebih lanjut oleh Gubernur. Pasal 33 Peraturan Daerah ini berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Jambi. Ditetapkan di Jambi pada tanggal GUBERNUR JAMBI H. HASAN BASRI AGUS Diundangkan di Jambi pada tanggal 2012 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI JAMBI SYAHRASADDIN LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAMBI TAHUN 2012 NOMOR - 14 ­ 2012