SKRIPSI ARINI EKA PRATIWI - FKIK

advertisement
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ISOLASI, SELEKSI DAN UJI AKTIVITAS
ANTIBAKTERI MIKROBA ENDOFIT DARI DAUN
TANAMAN Garcinia benthami Pierre TERHADAP
Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli,
Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium
SKRIPSI
ARINI EKA PRATIWI
NIM. 1111102000051
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
JAKARTA
JUNI 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ISOLASI, SELEKSI DAN UJI AKTIVITAS
ANTIBAKTERI MIKROBA ENDOFIT DARI DAUN
TANAMAN Garcinia benthami Pierre TERHADAP
Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli,
Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
ARINI EKA PRATIWI
NIM. 1111102000051
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
JAKARTA
JUNI 2015
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul Skripsi
: Arini Eka Pratiwi
: Farmasi
: Isolasi, Seleksi dan Uji Aktivitas Antibakteri Mikroba
Endofit dari Daun Tanaman Garcinia benthami Pierre
terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis,
Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella
typhimurium
Mikroba endofit dapat ditemukan di hampir setiap tanaman di bumi. Mikroba
endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tumbuhan pada periode
tertentu dan mampu membentuk koloni dalam jaringan tumbuhan tanpa
membahayakan inangnya, bahkan seringkali bersimbiosis secara mutualisme.
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan menyeleksi isolat mikroba endofit
dari daun Garcinia benthami Pierre yang berpotensial dalam menghasilkan
senyawa antibakteri. Aktivitas antibakteri isolat mikroba endofit dapat dilihat dari
pembentukan zona hambat di sekitar koloni menggunakan metode difusi agar
padat dan difusi cakram dengan bakteri patogen yaitu Staphylococcus aureus
ATCC 6538, Bacillus subtilis ATCC 6633, Escherichia coli ATCC 35218,
Shigella dysenteriae ATCC 13313 dan Salmonella typhimurium ATCC 14028.
Hasil isolasi mikroba endofit dari daun Garcinia benthami Pierre memberikan 18
isolat kapang endofit dan 7 isolat bakteri endofit. Fermentasi dilakukan terhadap 6
isolat kapang endofit pada media Potato Dextrose Yeast (PDY) selama tiga
minggu dengan kondisi stasioner dan 7 isolat bakteri endofit pada media Nutrient
Broth (NB) selama dua hari dengan kultur kocok. Hasil fermentasi kapang endofit
menunjukkan bahwa isolat kapang GB2, GB8, GB14, GB16, GB17, dan GB18
aktif terhadap Bacillus subtilis ATCC 6633; isolat kapang GB18 aktif terhadap
Escherichia coli ATCC 35218; isolat kapang GB2, GB16, dan GB17 aktif
terhadap Shigella dysenteriae ATCC 13313; isolat kapang GB2 dan GB8 aktif
terhadap Salmonella typhimurium ATCC 14028. Hasil fermentasi bakteri endofit
menunjukkan bahwa isolat bakteri IGB1, IGB2, IGB3, IGB4, IGB5, IGB6, dan
IGB7 aktif terhadap Escherichia coli ATCC 35218; isolat bakteri IGB3, IGB5,
dan IGB6 aktif terhadap Staphylococcus aureus ATCC 6538; isolat bakteri IGB1
dan IGB3 aktif terhadap Bacillus subtilis ATCC 6633; isolat bakteri IGB3 dan
IGB6 aktif terhadap Shigella dysenteriae ATCC 13313; isolat bakteri IGB3 aktif
terhadap Salmonella typhimurium ATCC 14028.
Kata Kunci: Garcinia benthami Pierre, mikroba endofit, antibakteri, metode difusi
agar padat, metode difusi cakram.
vi
ABSTRACT
Nama
Program Studi
Judul Skripsi
: Arini Eka Pratiwi
: Farmasi
: Isolation, Selection and Antibacterial Assay of Endophytic
Microbes from the Leaves of the Plant Garcinia benthami
Pierre against Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis,
Escherichia coli, Shigella dysenteriae, and Salmonella
typhimurium
Endophytic microbes can be found in almost every plant on earth. Endophytic
microbes are microbes that live inside plant tissues on certain periodes and is able
to form a colony inside plant tissues without indangering the host of the plant,
moreover it undergoes symbyosis mutualistically. The purpose of this research
was to isolate and select endophytic microbes from Garcinia benthami Pierre
leaves that have potential to produce antibacterial compounds. Antibacterial
activity was determined by measuring the inhibition zone with Diffusion Agar
Plate and Disc Diffusion methods using pathogenic bacteria i.e. Escherichia coli
ATCC 35218, Staphylococcus aureus ATCC 6538, Bacillus subtilis ATCC 6633,
Shigella dysenteriae ATCC 13313 and Salmonella typhimurium ATCC 14028.
The results of the endophytic microbes isolation in these experiments showed that
there were 18 isolates of endophytic fungi and 7 isolates of endophytic bacteria.
Fermentation carried out against 6 isolates of endophytic fungi in medium Potato
Dextrose Yeast (PDY) for three weeks with stationary conditions and 7 isolates of
endophytic bacteria in medium Nutrient Broth (NB) for two days with shaker
culture. The result of the endophytic fungi fermentation showed that GB2, GB8,
GB14, GB16, GB17, and GB18 isolates of fungi were active against Bacillus
subtilis ATCC 6633; GB18 isolates of fungi were active against Escherichia coli
ATCC 35218; GB2, GB16, and GB17 isolates of fungi were active against
Shigella dysenteriae ATCC 13313; GB2 and GB8 isolates of fungi were active
against Salmonella typhimurium ATCC 14028. The result of the endophytic
bacteria fermentation showed that IGB1, IGB2, IGB3, IGB4, IGB5, IGB6, and
IGB7 isolates of bacteria were active against Escherichia coli ATCC 35218;
IGB3, IGB5, and IGB6 isolates of bacteria were active against Staphylococcus
aureus ATCC 6538; IGB1 and IGB3 isolates of bacteria were active against
Bacillus subtilis ATCC 6633, IGB3 and IGB6 isolates of bacteria were active
against Shigella dysenteriae ATCC 13313, IGB3 isolates of bacteria were active
against Salmonella typhimurium ATCC 14028.
Keyword: Garcinia benthami Pierre, endophytic microbes, antibacterial, diffusion
agar plate methods, disc diffusion methods.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan
segala
rahmat
dan
karunia-Nya,
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Isolasi, Seleksi dan Uji Aktivitas
Antibakteri Mikroba Endofit dari Daun Tanaman Garcinia benthami Pierre
terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella
dysenteriae, dan Salmonella typhimurium”. Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurah limpahkan pada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga
dan sahabatnya.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di
Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini tidaklah dapat
terselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan
ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih terkhususkan kepada:
1. Ibu Puteri Amelia, M.Farm., Apt. selaku pembimbing I dan Bapak Saiful
Bahri, M.Si selaku pembimbing II, yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan
pikiran serta dengan sabar membimbing dan mengajari penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M. Kes, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu/Bapak Dosen dan Staf Akademika Program Studi Farmasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
5. Ayahanda tercinta, Bapak Nurtejo dan Ibunda tercinta, Ibu Rosadah terima
kasih atas doa yang selalu tercurah untukku, kasih sayang, dan dukungannya
yang menguatkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
viii
6. Adikku tersayang Rashanda dan Quesy Al Farroby yang selalu mendoakan
dan menghibur disaat penulis kesulitan.
7. Seluruh laboran di PLT dan FKIK, Mba Puji, Mba Festy, Kak Amal, dan Mba
Rani yang telah banyak membantu selama proses penelitian.
8. Teman-teman seperjuangan mikrobiologi yakni Brasti, Ati, Rahma, Puput,
Ambar, Meri, Imeh, Fitri, Cumi, Dila, Syaima, Adit, BTR, dan Mozer.
9. Sahabat-sahabatku yaitu Sheila, Meryza, Puput, dan Athiyah.
10. Seluruh teman-teman Farmasi Angkatan 2011 BD. Kebersamaan kita di dalam
suka dan duka akan selalu terkenang di dalam hati.
11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut
membantu menyelesaikan skripsi ini.
Dengan keterbatasan pengalaman, pengetahuan, maupun pustaka yang
ditinjau, penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini terdapat banyak kekurangan.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi kepentingan keilmuan maupun aplikasi di bidang
kesehatan.
Jakarta, 19 Juni 2015
Penulis
ix
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………….………. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS …………………………. iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …....……………………. iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI …………………………………. v
ABSTRAK …………………………………………………………………. vi
ABSTRACT ……………………………………………………………….. vii
KATA PENGANTAR …………………………………………………….. viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……….. ix
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI …………. x
DAFTAR ISI ……………………………………………………….…….… xi
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. xiv
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. xvii
DAFTAR ISTILAH ………………………………………………………... xviii
BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………..……………... 1
1.1 Latar Belakang ………..…………………………..……………. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………….………….….. 3
1.3 Tujuan Penelitian …………………………….…………….…… 3
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………….………….….. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………………………………..………….. 5
2.1 Mikroba Endofit ……………………………………..………….. 5
2.1.1 Mikroba Endofit yang Menghasilkan Antibiotika .….…… 6
2.1.2 Isolasi Fungi Endofit ………….………………………….. 6
2.2 Mikroba …………………….…………………………………... 7
2.2.1 Definisi ………………………….………………………... 7
2.2.2 Jenis ………………………………………….…………… 7
2.2.2.1 Bakteri ……………………………………………. 7
2.2.2.2 Kapang …………………………………………… 10
2.2.3 Patologis ………………………………………….………. 11
2.3 Karakterisasi Mikroba ………………….………………………. 12
2.3.1 Karakterisasi Bakteri ……………………….…………….. 12
2.3.1.1 Teknik Pewarnaan ………………………………... 12
2.3.2 Karakterisasi Kapang ………………………….…………. 14
2.4 Antimikroba …………………..…………………………..…….. 14
2.4.1 Definisi …………………………………………..……….. 14
2.4.2 Aktivitas dan Spektrum …………………………….....….. 14
2.4.3 Mekanisme Kerja ………………………………….....…… 15
2.5 Uji Aktivitas Antimikroba ……..……………………..……….... 16
2.5.1 Metode Difusi ………………………………..………….... 16
2.5.2 Metode Dilusi ………………...…………………………… 18
2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Metode Difusi pada
Pengujian Aktivitas Antimikroba…………….…………… 18
2.6 Pemilihan Media ……………………………………………….. 20
2.7 Bakteri Uji ……………………………………..………….……. 20
xi
2.7.1 Staphylococcus aureus ………………………………...…. 20
2.7.2 Bacillus subtilis ……………….......…………...…………. 21
2.7.3 Escherichia coli …………………………….…………..… 22
2.7.4 Shigella dysenteriae ………………………………..…….. 22
2.7.5 Salmonella typhimurium ……………………………...….. 23
2.8 Genus Garcinia …………………………………...……….…..... 24
2.9 Garcinia benthami Pierre ……………………..……...……..… 25
BAB 3 METODE PENELITIAN ……………………………………..…... 28
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ……………………………..…….. 28
3.2 Alat …………………………………...…………………………. 28
3.3 Bahan ………………………………………...…………………. 28
3.3.1 Sampel Penelitian ……………………………………..….. 28
3.3.2 Bahan untuk Proses Sterilisasi Permukaan …………….… 28
3.3.3 Bahan untuk Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroba … 29
3.3.4 Bakteri Uji …………………………………………...….. 29
3.3.5 Bahan untuk Karakterisasi Mikroba Endofit dan
Uji Kemurnian Mikroba Uji ………………………..…….. 29
3.3.6 Kontrol Uji Aktivitas Antibakteri ………..…….……….… 29
3.4 Prosedur Penelitian ……………………………………………… 29
3.4.1 Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroba ………………… 29
3.4.1.1 Pembuatan Media PDA ……………….………..…. 29
3.4.1.2 Pembuatan Media Agar Miring PDA ………..…… 30
3.4.1.3 Pembuatan Media NA …………………..….....….. 30
3.4.1.4 Pembuatan Media Agar Miring NA …………….… 30
3.4.1.5 Pembuatan Media MHA ………………………..… 31
3.4.1.6 Pembuatan Media PDY Broth ………….…….…… 31
3.4.1.7 Pembuatan Media NB …………...……..…………. 31
3.4.2 Isolasi Mikroba Endofit ……………………..…………….. 31
3.4.2.1 Sampling Tanaman ……………….…….…………. 31
3.4.2.2 Sterilisasi Permukaan ………………….………….. 32
3.4.3 Pemurnian Mikroba Endofit ……………………...……….. 32
3.4.3.1 Pemurnian Kapang Endofit ………………..……… 32
3.4.3.2 Pemurnian Bakteri Endofit …………...…………… 33
3.4.4 Karakterisasi Mikroba Endofit …………………….…..….. 33
3.4.4.1 Karakterisasi Kapang Endofit ……………….……. 33
3.4.4.2 Karakterisasi Bakteri Endofit ..……………………. 34
3.4.5 Uji Kemurnian Bakteri Uji ………………………………... 35
3.4.6 Peremajaan Bakteri Uji …………………………………… 35
3.4.7 Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji ………………………….. 35
3.4.8 Skrining Mikroba Endofit yang Berpotensi sebagai
Antibakteri …………………………………….………….. 36
3.4.8.1 Skrining Fungi Endofit yang Berpotensi sebagai
Antibakteri…………………………………..…….. 36
3.4.8.2 Skrining Bakteri Endofit yang Berpotensi sebagai
Antibakteri…………………………………...……. 36
3.4.9 Fermentasi Mikroba Endofit …………………………….... 37
3.4.9.1 Fermentasi Kapang Endofit …………………….… 37
3.4.9.2 Fermentasi Bakteri Endofit ….………..………...… 37
xii
3.4.10 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi
Mikroba Endofit …………………………………....……. 38
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………..…………….. 39
4.1 Hasil ……………………………………………………………. 39
4.1.1 Isolasi Mikroba Endofit ………………………………….. 39
4.1.2 Uji Kemurnian Bakteri Uji ……………………………….. 40
4.1.3 Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji …………………………. 42
4.1.4 Karakterisasi Mikroba Endofit …………………………... 43
4.1.4.1 Karakterisasi Kapang Endofit …………………..... 43
4.1.4.2 Karakterisasi Bakteri Endofit ……………………. 61
4.1.5 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Mikroba Endofit …… 65
4.1.5.1 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Kapang Endofit 65
4.1.5.2 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Bakteri Endofit 67
4.1.6 Fermentasi Mikroba Endofit …………………………….. 69
4.1.7 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi
Mikroba Endofit ……………............................................. 69
4.1.7.1 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil
Fermentasi Kapang Endofit ……………………… 69
4.1.7.2 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil
Fermentasi Bakteri Endofit ……………………... 71
4.2 Pembahasan …………………………………………………….. 73
BAB 5 PENUTUP …………………………………………………………. 81
5.1 Kesimpulan …………………………………………………….. 81
5.2 Saran …………………………………………………………… 81
BAGAN ALUR PENELITIAN ……………….………………………….... 82
DAFTAR REFERENSI …………...………………………….……………. 83
LAMPIRAN …………………………………………………...……………. 88
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Struktur Sel Bakteri …………………………………………. 8
Garcinia benthami Pierre …………………………………… 25
Escherichia coli ……………………………………………... 41
Staphylococcus aureus ……………………………………… 41
Bacillus Subtilis ……………………………………………... 41
Shigella dysenteriae …………………………………………. 41
Salmonella typhimurium …………………………………….. 42
Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji …………………………….. 42
Isolat GB1 …………………………………………………… 43
Isolat GB2 …………………………………………………… 44
Isolat GB3 …………………………………………………… 45
Isolat GB4 …………………………………………………… 46
Isolat GB5 …………………………………………………… 47
Isolat GB6 …………………………………………………… 48
Isolat GB7 …………………………………………………… 49
Isolat GB8 …………………………………………………… 50
Isolat GB9 …………………………………………………... 51
Isolat GB10 …………………………………………………. 52
Isolat GB11………………………………………………….. 53
Isolat GB12………………………………………………….. 54
Isolat GB13………………………………………………….. 55
Isolat GB14………………………………………………….. 56
Isolat GB15………………………………………………….. 57
Isolat GB16………………………………………………….. 58
Isolat GB17………………………………………………….. 59
Isolat GB18………………………………………………….. 60
Isolat IGB1 ………………………………………………….. 61
Isolat IGB2 ………………………………………………….. 61
Isolat IGB3 ………………………………………………….. 62
Isolat IGB4 ………………………………………………….. 63
Isolat IGB5 ………………………………………………….. 63
Isolat IGB6 ………………………………………………….. 64
Isolat IGB7 ………………………………………………….. 65
Zona hambat isolat kapang endofit terhadap B.subtilis …….. 66
Zona hambat isolat kapang endofit terhadap S.aureus ….….. 66
Zona hambat isolat GB2 terhadap S.dysenteriae …………… 66
Zona hambat isolat GB2 terhadap S.typhimurium…...……… 67
Zona antagonis isolat bakteri endofit terhadap E.coli, S.aureus,
& S.dysenteriae ……………………………………………… 68
Gambar 4.37 Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil
fermentasi kapang endofit …………………………………… 70
Gambar 4.38 Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil
fermentasi bakteri endofit terhadap E.coli ………………..… 71
Gambar 4.39 Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Gambar 4.9
Gambar 4.10
Gambar 4.11
Gambar 4.12
Gambar 4.13
Gambar 4.14
Gambar 4.15
Gambar 4.16
Gambar 4.17
Gambar 4.18
Gambar 4.19
Gambar 4.20
Gambar 4.21
Gambar 4.22
Gambar 4.23
Gambar 4.24
Gambar 4.25
Gambar 4.26
Gambar 4.27
Gambar 4.28
Gambar 4.29
Gambar 4.30
Gambar 4.31
Gambar 4.32
Gambar 4.33
Gambar 4.34
Gambar 4.35
Gambar 4.36
xiv
fermentasi bakteri endofit terhadap S.aureus ………………..
Gambar 4.40 Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil
fermentasi bakteri endofit terhadap B.subtilis ……………….
Gambar 4.41 Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil
fermentasi bakteri endofit terhadap S.dysenteriae …………...
Gambar 4.42 Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil
fermentasi bakteri endofit terhadap S.typhimurium…………..
xv
72
72
72
72
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Halaman
Beberapa ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif ……….…. 9
Pewarnaan Gram ……………………………………………….. 13
Skrining Aktivitas Antibakteri dari Kapang Endofit ……….…... 67
Skrining Aktivitas Antibakteri dari Bakteri Endofit ………….… 68
Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Kapang
Endofit ………………………………………………………….. 70
Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Bakteri
Endofit ……………………………………………………….…. 71
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Hasil Determinasi Tanaman ……………………………….. 88
Bagan Sterilisasi Permukaan ……………………………….. 89
Bagan Isolasi Mikroba Endofit …………………………….. 89
Bagan Pemurnian Mikroba Endofit ………………………… 90
Bagan Karakterisasi Kapang Endofit ……………………… 91
Bagan Fermentasi Mikroba Endofit ………………………… 92
Bagan Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi
mikroba endofit ………………………………………..…… 93
Lampiran 8 Hasil Isolasi Mikroba Endofit ……………………………… 93
Lampiran 9 Hasil Stock Culture Mikroba Endofit ……………………… 96
Lampiran 10 Hasil Fermentasi Mikroba Endofit ………………………… 96
Lampiran 11 Data Absorbansi Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji …………. 97
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
xvii
DAFTAR ISTILAH
AM
ATCC
CaCO3
DNA
GB1
GB2
GB3
GB4
GB5
GB6
GB7
GB8
GB9
GB10
GB11
GB12
GB13
GB14
GB15
GB16
GB17
GB18
IGB1
IGB2
IGB3
: Antimikroba
: American Type Culture Collection
: Kalsium karbonat
: Deoxyribose-nucleic Acid
: Kode isolat kapang endofit pertama yang diisolasi dari daun yang
berada di tengah ranting
: Kode isolat kapang endofit kedua yang diisolasi dari daun yang
berada di tengah ranting
: Kode isolat kapang endofit ketiga yang diisolasi dari daun yang
berada di pangkal ranting
: Kode isolat kapang endofit keempat yang diisolasi dari daun yang
berada di tengah ranting
: Kode isolat kapang endofit kelima yang diisolasi dari daun yang
berada di dekat pucuk daun
: Kode isolat kapang endofit keenam yang diisolasi dari daun yang
berada di tengah ranting
: Kode isolat kapang endofit ketujuh yang diisolasi dari daun yang
berada di pangkal ranting
: Kode isolat kapang endofit kedelapan yang diisolasi dari pucuk
daun
: Kode isolat kapang endofit kesembilan yang diisolasi dari daun
yang berada di tengah ranting
: Kode isolat kapang endofit kesepuluh yang diisolasi dari daun
yang berada di tengah ranting
: Kode isolat kapang endofit kesebelas yang diisolasi dari daun
yang berada di tengah ranting
: Kode isolat kapang endofit keduabelas yang diisolasi dari daun
yang berada di tengah ranting
: Kode isolat kapang endofit ketigabelas yang diisolasi dari daun
yang berada di pangkal ranting
: Kode isolat kapang endofit keempatbelas yang diisolasi dari daun
yang berada di pangkal ranting
: Kode isolat kapang endofit kelimabelas yang diisolasi dari daun
yang berada di pangkal ranting
: Kode isolat kapang endofit keenambelas yang diisolasi dari daun
yang berada di pangkal ranting
: Kode isolat kapang endofit ketujuhbelas yang diisolasi dari daun
yang berada di pangkal ranting
: Kode isolat kapang endofit kedelapanbelas yang diisolasi dari
daun yang berada di pangkal ranting
: Kode isolat bakteri endofit pertama yang diisolasi dari pucuk daun
: Kode isolat bakteri endofit kedua yang diisolasi dari pucuk daun
: Kode isolat bakteri endofit ketiga yang diisolasi dari pucuk daun
xviii
IGB4
IGB5
IGB6
IGB7
IgM
KBM
KHM
LAFC
MBC
MIC
MHA
mRNA
NA
NaCl
NaOCl
NB
NRRL
OD
PABA
PAS
PDA
PDB
PDY
RNA
tRNA
UK
Y
: Kode isolat bakteri endofit keempat yang diisolasi dari daun
berada di dekat pucuk daun
: Kode isolat bakteri endofit kelima yang diisolasi dari daun
berada di dekat pucuk daun
: Kode isolat bakteri endofit keenam yang diisolasi dari daun
berada di dekat pucuk daun
: Kode isolat bakteri endofit ketujuh yang diisolasi dari daun
berada di dekat pucuk daun
: Immunoglobulin M
: Kadar Bunuh Minimum
: Kadar Hambat Minimum
: Laminar Air Flow Cabinet
: Minimum Bactericidal Concentration
: Minimum Inhibitory Concentration
: Mueller Hinton Agar
: messenger Ribonucleic Acid
: Nutrient Agar
: Natrium Klorida
: Natrium Hipoklorit
: Nutrient Broth
: Northern Regional Research Laboratory
: Optical Density
: Para Amino Benzoic Acid
: Asam p-aminosalisilat
: Potato Dextrose Agar
: Potato Dextrose Yeast
: Potato Dextrose Yeast
: Ribonucleid Acid
: transfer Ribonucleic Acid
: Ungu Kristal
: Lugol
xix
yang
yang
yang
yang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pencarian sumber senyawa bioaktif terus-menerus dilakukan seiring
dengan makin banyaknya penyakit-penyakit baru yang bermunculan, mulai dari
penyakit infeksi, kanker, dan beberapa penyakit berbahaya lainnya. Senyawa
bioaktif dapat diperoleh dari beberapa sumber, diantaranya dari tumbuhan, hewan,
mikroba dan organisme laut. Salah satu sumber senyawa bioaktif yang berasal
dari mikroba adalah mikroba endofit (Prihatiningtias, 2005).
Indonesia merupakan negara yang memiliki area hutan hujan tropis yang
luas. Hutan hujan tropis merupakan sumber tumbuh-tumbuhan yang mengandung
senyawa bioaktif yang potensial (Strobel, 2002). Mikroba endofit adalah mikroba
yang hidup di dalam jaringan tumbuhan pada periode tertentu dan mampu
membentuk koloni dalam jaringan tumbuhan tanpa membahayakan inangnya,
bahkan seringkali bersimbiosis secara mutualisme (Petrini et al., 1992; Tan &
Zou, 2001). Mikroba endofit dapat diisolasi dari jaringan akar, batang dan daun
(Strobel, 2003). Salah satu fakta yang menarik tentang mikroba endofit adalah
kemampuannya untuk memproduksi senyawa-senyawa bioaktif, baik yang sama
dengan inangnya ataupun tidak sama tetapi seringkali memiliki aktivitas biologis
yang serupa dengan senyawa bioaktif yang diproduksi inangnya (Strobel et al.,
1996; Tan & Zou, 2001; Castillo UF et al., 2002; Strobel, 2002).
Beberapa bakteri endofit mampu menghasilkan produk potensial antara
lain: bakteri endofit Bacillus polymixa hasil isolasi dari tanaman Anuma
(Artemisia annua) dapat memproduksi senyawa kimia antimalaria artemisinin di
dalam media cair sintetik (Simanjuntak et al., 2004). Streptomyces griseus dari
tanaman Kandelia candel menghasilkan asam p-aminoacetophenonic sebagai
antimikroba (Guan et al., 2005), Serratia marcescens dari tanaman Rhyncholacis
penicillata menghasilkan oocydin A sebagai antifungi (Strobel et al., 2004).
Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa bioaktif merupakan
peluang yang sangat menantang dalam penyediaan bahan baku obat. Pembiakan
atau kultur mikroba endofit dapat dilakukan dalam jumlah yang sangat besar tanpa
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
memerlukan lahan yang luas sebagaimana halnya tumbuh-tumbuhan, demikian
pula waktu yang dibutuhkan sebelum panen pun lebih singkat. Penanganannya
pun relatif lebih mudah dan kemungkinan besar lebih murah dibandingkan
merawat kebun tumbuhan obat yang luas. Dengan demikian penggunaan mikroba
endofit sebagai sumber bahan baku obat secara ekonomis diperkirakan lebih
efisien dibandingkan dengan menggunakan tumbuhan obat (Sinaga et al., 2009).
Pemanfaatan mikroba endofit sebagai sumber bahan baku obat juga akan
mereduksi kerusakan alam yang disebabkan oleh penebangan tumbuhan obat
dalam jumlah besar. Apalagi sudah terbukti pula bahwa dalam satu tumbuhan
dapat diisolasi lebih dari satu bahkan puluhan jenis mikroba endofit yang masingmasing mempunyai potensi untuk memproduksi satu atau lebih senyawa bioaktif,
maka dapat dikatakan bahwa produksi bahan baku obat melalui kultur mikroba
endofit merupakan peluang yang sangat besar. Oleh sebab itu penelitian-penelitian
untuk mengeksplorasi keanekaragaman jenis serta kandungan zat bioaktif yang
diproduksi oleh mikroba endofit tersebut sangat perlu dilakukan (Sinaga et al.,
2009).
Salah satu keanekaragaman yang perlu dieksplorasi kandungan zat bioaktif
yang diproduksi oleh mikroba endofit yaitu berasal dari famili Clusiaceae, salah
satunya adalah dari genus Garcinia yang merupakan tumbuhan tropis. Di
Indonesia dikenal sebagai tanaman manggis-manggisan dan terdapat sekitar 100
spesies yang tersebar dan merupakan bagian penting dari komposisi hutan (Sosef
et al., 1998; Sari, 1999). Tanaman ini juga tumbuh di daerah subtropis, seperti di
Kepulauan Jepang, Korea dan sebagian wilayah dataran Cina (Ilyas et al., 1994;
Likhitwitayawuid et al., 1998).
Dari berbagai penelitian yang dilakukan pada beberapa spesies Garcinia
berhasil diisolasi senyawa-senyawa kelompok xanton, benzofenon, flavonoid, dan
triterpenoid (Verheij & Coronel, 1992; Likhitwitayawuid et al., 1998). Umumnya
senyawa-senyawa tersebut mempunyai aktivitas biologik dan farmakologik seperti
antiinflamasi, antimikroba, antifungi, dan antioksidan (Likhitwitayawuid et al.,
1998; Iinuma et al., 1998). Bagian tanaman yang berbeda dari Genus Garcinia
seperti buah, kulit buah, bunga, daun, kulit batang dan batang telah digunakan
secara global sebagai ethnomedicine untuk mengobati beberapa gangguan seperti
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
peradangan, stres oksidatif, infeksi mikroba, kanker, dan obesitas (Hemshekhar et
al., 2011).
Garcinia benthami Pierre merupakan salah satu spesies dari genus
Garcinia. Tumbuhan ini dapat ditemukan di Thailand, Malaysia, Singapura,
Filipina, dan Indonesia (Heyne K, 1987; Rachman, 2003). Di Indonesia tanaman
ini banyak terdapat di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Berdasarkan penelitian
sebelumnya ekstrak dari daun Garcinia benthami Pierre mengandung senyawa
alkaloid, flavonoid, steroid/terpenoid, tannin, kuinon, kumarin, dan saponin
(Amelia, 2011).
Oleh karena belum adanya informasi mengenai mikroba endofit dari
tanaman Garcinia benthami Pierre, maka penelitian ini merupakan penelitian
pendahuluan untuk mengisolasi mikroba endofit dari daun tanaman Garcinia
benthami Pierre dan menentukan aktivitas antibakterinya. Uji aktivitas antibakteri
tersebut dilakukan terhadap beberapa bakteri yang menyebabkan penyakit pada
manusia.
1.2
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang menunjukkan bahwa mikroba endofit dapat
menghasilkan senyawa bioaktif yang dapat digunakan sebagai bahan baku obat.
Mikroba endofit dapat ditemukan di hampir setiap tanaman di bumi, salah satu
tanaman yang diduga memiliki mikroba endofit adalah Garcinia benthami Pierre.
Tanaman tersebut belum pernah dilakukan isolasi mikroba endofit dan diuji
aktivitasnya sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus Subtilis,
Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium.
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengeksplorasi antibakteri yang dihasilkan oleh mikroba endofit
yang diperoleh dari daun tanaman Garcinia benthami Pierre.
1.3.2
Tujuan Khusus
Untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari mikroba endofit yang diisolasi
dari daun tanaman Garcinia benthami Pierre terhadap Staphylococcus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan
Salmonella typhimurium.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini adalah memberikan sumbangan ilmu pengetahuan
terhadap ilmu mikrobiologi.
1.4.2
Manfaat Metodologis
Metodologi dalam penelitian ini dapat digunakan untuk mengeksplorasi
mikroba endofit dari berbagai tanaman yang ada di Indonesia.
1.4.3
Manfaat Aplikatif
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi untuk para pembuat
kebijakan dan menambah perbendaharaan antibakteri.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Mikroba Endofit
Mikroba endofit dapat ditemukan hampir di semua tanaman di muka bumi
ini, dan merupakan mikroba yang tumbuh di dalam jaringan tanaman. Mikroba
endofit dapat diisolasi dari akar, batang dan daun suatu tanaman. Bakteri dan
fungi adalah jenis mikroba yang umum ditemukan sebagai mikroba endofit, akan
tetapi yang banyak diisolasi adalah golongan fungi. Hubungan antara mikroba
endofit dan inangnya dapat berbentuk simbiosis mutualisme sampai hubungan
yang patogenik (Strobel, 2002).
Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder
sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat
diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit yang
diisolasi dari tanaman inangnya tersebut. Kurang lebih 300.000 jenis tanaman
yang tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau
lebih mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan fungi (Strobel & Daisy, 2003).
Apabila endofit yang diisolasi dari suatu tanaman obat dapat menghasilkan
alkaloid atau metabolit sekunder sama dengan tanaman aslinya atau bahkan dalam
jumlah yang lebih tinggi, maka kita tidak perlu menebang tanaman aslinya untuk
diambil sebagai simplisia, yang kemungkinan besar memerlukan puluhan tahun
untuk dapat dipanen (Radji, 2005).
Berbagai jenis endofit telah berhasil diisolasi dari tanaman inangnya, dan
telah berhasil dibiakkan dalam media kultivasi yang sesuai. Demikian pula
metabolit sekunder yang diproduksi oleh mikroba endofit tersebut telah berhasil
diisolasi dan dimurnikan serta telah dielusidasi struktur molekulnya (Radji, 2005).
Menurut Tan & Zou (2001), mikroba endofit memang dapat menghasilkan
senyawa bioaktif yang karakternya mirip atau sama dengan inangnya. Hal ini
disebabkan adanya pertukaran genetik yang terjadi antara inang dan mikroba
endofit secara evolusioner.
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
2.1.1 Mikroba Endofit yang Menghasilkan Antibiotika
Pestalotiopsis micrispora merupakan fungi endofit yang paling sering
ditemukan di tanaman hutan lindung di seluruh dunia. Endofit ini menghasilkan
metabolit sekunder ambuic acid yang berkhasiat sebagai antifungi (Li, JY et al.,
2001). Phomopsichalasin, merupakan metabolit yang diisolasi dari fungi endofit
Phomopsis spp. berkhasiat sebagai antibakteri Bacillus subtilis, Salmonella
enterica, Staphylococcus aureus, dan juga dapat menghambat pertumbuhan fungi
Candida tropicalis (Horn WS et al., 1995).
Antibiotika berspektrum luas yang disebut munumbicin, dihasilkan oleh
endofit Streptomyces spp. strain NRRL 30562 yang merupakan endofit yang
diisolasi dari tanaman Kennedia nigriscans, dapat menghambat pertumbuhan
Bacillus anthracis, dan Mycobacterium tuberculosis yang multiresisten terhadap
berbagai obat anti TBC (Castillo UF et al., 2002). Jenis endofit lainnya yang juga
menghasilkan antibiotika berspektrum luas adalah mikroba endofit yang diisolasi
dari tanaman Grevillea pteridifolia. Endofit ini menghasilkan metabolit
kakadumycin. Aktivitas antibakterinya sama seperti munumbicin D, dan
kakadumycin ini juga berkhasiat sebagai antimalaria (Castillo UJ et al., 2003).
2.1.2
Isolasi Fungi Endofit
Pada umumnya fungi endofit diisolasi dari organ tumbuhan yang masih
segar dan telah disterilisasi permukaannya (Agusta, 2009). Sterilisasi permukaan
ini bertujuan untuk menghilangkan mikroorganisme epifit yang berada di
permukaan tumbuhan, sehingga koloni yang diperoleh merupakan koloni endofit
yang berasal dari dalam jaringan tumbuhan (Larran et al., 2001). Untuk sterilisasi
permukaan organ tumbuhan tersebut yang umum digunakan adalah dengan cara
merendamnya dalam alkohol (70 – 95%) (Agusta, 2009). Alkohol bekerja dengan
cara merusak lapisan membran sel mikroorganisme. Alkohol dapat melarutkan
lipid dan mendenaturasi protein yang ada pada membran sel. Hal tersebut dapat
mengganggu fungsi membran sel dalam mengatur transportasi cairan ke dalam
dan keluar sel sehingga membuat sel mikroorganisme menjadi lisis (McDonnell &
Russell, 1999).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
Akan tetapi, kemampuan alkohol untuk mensterilkan permukaan organ
tumbuhan tersebut mempunyai spektrum yang sempit atau sangat terbatas
sehingga perlu dikombinasikan dengan bahan kimia lainnya, dan biasanya sering
dikombinasikan dengan larutan natrium hipoklorit (NaOCl) (Agusta, 2009).
Natrium hipoklorit merupakan senyawa klorin. Senyawa klorin diketahui mampu
menghambat pertumbuhan sel mikroorganisme dengan cara mengganggu proses
oksidasi dari enzim-enzim penting sehingga fungsi metabolisme dari sel tersebut
terganggu dan sel mikroorganisme tidak dapat tumbuh (Valera et al., 2009).
2.2
Mikroba
2.2.1
Definisi
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme hidup yang berukuran
sangat kecil dan hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop.
Mikroorganisme ada yang tersusun atas satu sel (uniseluler) dan ada yang tersusun
atas beberapa sel (multiseluler). Walaupun mikroorganisme uniseluler hanya
tersusun atas satu sel, namun mikroorganisme tersebut menunjukkan semua
karakteristik
organisme
hidup,
yaitu
bermetabolisme,
bereproduksi,
berdiferensiasi, melakukan komunikasi, melakukan pergerakan, dan berevolusi
(Pratiwi, 2008).
2.2.2
Jenis
Organisme yang termasuk ke dalam golongan mikroorganisme adalah
bakteri, archaea, fungi (kapang dan khamir), protozoa, dan virus. Virus, bakteri,
dan archaea termasuk ke dalam golongan prokariot, sedangkan fungi dan
protozoa termasuk ke dalam golongan eukariot (Pratiwi, 2008).
2.2.2.1 Bakteri
Organisme prokariotik dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu
eubakteri yang merupakan bakteri sejati dan archaea yang secara morfologi
serupa dengan eubakteri, namun memiliki perbedaan dalam hal ciri-ciri fisiologis.
Kelompok bakteri terdiri atas semua organisme prokariotik patogen dan
nonpatogen yang terdapat di daratan dan perairan, serta organisme prokariotik
yang bersifat fotoautotrof. Kelompok archaea meliputi organisme prokariotik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
yang tidak memiliki peptidoglikan pada dinding selnya, dan umumnya hidup pada
lingkungan yang bersifat ekstrem (Pratiwi, 2008).
Gambar 2.1 Struktur Sel Bakteri
(Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Struktur_sel_bakteri)
a. Morfologi Sel Bakteri
Ada beberapa bentuk dasar bakteri, yaitu bulat (tunggal: coccus, jamak:
cocci), batang atau silinder (tunggal: bacillus, jamak: bacilli), dan spiral yaitu
berbentuk batang melengkung atau melingkar-lingkar (Pratiwi, 2008).
Satuan ukuran bakteri ialah mikrometer (µm), yang setara dengan 1/1000
mm atau 10-3 mm. Bakteri yang paling umum berukuran kira-kira 0,5 – 1,0 x 2,0 –
5,0 µm (Pelczar, 1986).
b. Struktur Sel Bakteri (Pratiwi, 2008)
1) Struktur Eksternal Sel Bakteri

Glikokaliks (selubung gula) / Kapsul

Slime (lapisan lendir)

Flagela

Fimbria (jamak: fimbriae)

Pili (tunggal: pilus)

Dinding sel
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
Tabel 2.1. Beberapa ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif (Pelczar, 1986)
Ciri
Perbedaan Relatif
Gram positif
Gram negatif
Tebal (15 – 80 nm)
Tipis (10 – 15 nm)
Berlapis tunggal (mono)
Berlapis tiga (multi)
Komposisi dinding
Kandungan lipid rendah
Kandungan lipid tinggi
sel
(1 – 4%)
(11 – 22%)
Peptidoglikan ada
Peptidoglikan ada di
sebagai lapisan tunggal;
dalam lapisan kaku
komponen utama
sebelah dalam;
merupakan lebih dari
jumlahnya sedikit,
50% berat kering pada
merupakan sekitar 10%
beberapa sel bakteri
berat kering
Asam teikoat
Tidak ada asam teikoat
Lebih rentan
Kurang rentan
Pertumbuhan
Pertumbuhan dihambat
Pertumbuhan tidak
dihambat oleh zat-zat
dengan nyata
begitu dihambat
Relatif rumit pada
Relatif sederhana
Struktur dinding sel
Kerentanan terhadap
penisilin
warna dasar,
misalnya kristal
violet
Persyaratan nutrisi
banyak spesies
Resistensi terhadap
Lebih resisten
Kurang resisten
gangguan fisik
2) Struktur Internal Sel Bakteri

Sitoplasma: substansi yang menempati ruangan sel bagian dalam. Di
dalam sitoplasma terdapat berbagai enzim, air (80%), protein,
karbohidrat, asam nukleat, dan lipid yang membentuk sistem koloid
yang secara optik bersifat homogen.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10

Membran plasma (inner membrane): struktur tipis yang terdapat di
sebelah dalam dinding sel dan menutup sitoplasma sel. Berfungsi
untuk memecah nutrien dan memproduksi energi.

Daerah inti (daerah nukleoid): mengandung kromosom bakteri.

Ribosom: berperan pada sintesis protein.

Badan inklusi: organel penyimpan nutrisi.

Endospora: struktur dengan dinding tebal dan lapisan tambahan pada
sel bakteri yang dibentuk di sebelah dalam membran sel. Berfungsi
sebagai pertahanan sel bakteri terhadap panas ekstrem, kondisi kurang
air, dan paparan bahan kimia serta radiasi.
2.2.2.2 Kapang
Kapang adalah organisme kemoheterotrof yang memerlukan senyawa
organik untuk nutrisinya (sumber karbon dan energi). Kapang merupakan fungi
yang berfilamen dan multiseluler. Identifikasi kapang didasarkan pada
kenampakan fisik (morfologi), termasuk karakteristik koloni dan spora reproduktif
(Pratiwi, 2008).
a. Morfologi Kapang
Tubuh kapang (thallus) dibedakan menjadi dua bagian yaitu miselium dan
spora. Miselium merupakan kumpulan beberapa filamen yang disebut hifa. Bagian
dari hifa yang berfungsi untuk mendapatkan nutrisi disebut hifa vegetatif.
Sedangkan bagian hifa yang berfungsi sebagai alat reproduksi disebut hifa
reproduktif atau hifa udara (aerial hypha), karena pemanjangannya mencapai
bagian atas permukaan media tempat fungi ditumbuhkan (Pratiwi, 2008).
Terdapat tiga macam morfologi hifa, yaitu (Pratiwi, 2008):
1. Aseptat (coenocytic hypha), yaitu hifa yang tidak memiliki dinding sekat
(septa).
2. Septat hifa (hifa bersekat) dengan sel-sel uninukleat. Septa membagi hifa
menjadi ruang-ruang yang berisi 1 inti, dan pada tiap sekat terdapat pori-pori
yang memungkinkan perpindahan inti dan sitoplasma dari satu ruang ke ruang
lainnya
3. Septa dengan ruang-ruang yang berisi lebih dari 1 inti (multinukleat).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
b. Reproduksi Kapang
Kapang
bereproduksi
baik
secara
aseksual
dengan
pembelahan,
pembentukan tunas atau spora, maupun secara seksual dengan peleburan inti dari
kedua induknya. Pada pembelahan, sel akan membagi diri membentuk dua sel
yang sama besar, sedangkan pada pertunasan (budding), sel anak tumbuh dari
penonjolan kecil pada sel induk (Pratiwi, 2008).
c. Fisiologi Kapang
Kapang memerlukan kondisi kelembaban yang tinggi, persediaan bahan
organik, dan oksigen untuk pertumbuhannya. Lingkungan yang hangat dan
lembab mempercepat pertumbuhan kapang. Kapang tumbuh dengan baik pada
kondisi lingkungan yang mengandung banyak gula dengan tekanan osmotik tinggi
dan kondisi asam yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri. Hal ini
memungkinkan kapang dapat tumbuh pada selai atau acar (Pratiwi, 2008).
Kapang merupakan organisme aerob sejati. Kapang tumbuh dalam kisaran
temperatur yang luas, dengan temperatur optimal berkisar antara 22 – 30ºC.
Spesies kapang patogenik mempunyai temperatur pertumbuhan optimal lebih
tinggi, yaitu berkisar antara 30 – 37ºC. Beberapa kapang mampu hidup pada
temperatur 0ºC sehingga menyebabkan kerusakan produk yang disimpan pada
penyimpanan dingin (Pratiwi, 2008).
Kapang berbeda dengan bakteri dilihat dari kondisi lingkungan tempat
hidupnya dan karakteristik nutrisinya. Kapang tumbuh baik pada pH ±5 yang
terlalu asam bagi bakteri; lebih tahan terhadap tekanan osmotik sehingga dapat
tumbuh baik pada kadar garam atau kadar gula yang tinggi; dapat hidup pada
substansi dengan kondisi kelembaban sangat rendah; memerlukan lebih sedikit
nitrogen dibandingkan bakteri; dan dapat memetabolisme karbohidrat kompleks
seperti lignin sehingga dapat tumbuh pada substrat-substrat seperti dinding kamar
mandi, sepatu kulit, dan sampah kertas (Pratiwi, 2008).
2.2.3
Patologis
Sebagian kecil mikroorganisme bersifat patogen. Mikroorganisme alami
dalam tubuh kita disebut mikroorganisme normal atau flora normal. Meskipun
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
flora normal ini tidak patogen, namun dalam keadaan tertentu dapat bersifat
patogen dan menimbulkan penyakit infeksi. Contoh mikroorganisme patogen
adalah bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli O157:H7 yang
menyebabkan diare, Shigella dysenteriae yang menyebabkan disentri, khamir
Candida albicans yang menyebabkan keputihan, kapang Aspergillus flavus yang
menghasilkan aflatoksin yang dapat meracuni makanan, virus Ebola yang
menyebabkan penyakit Ebola, human immunodeficiency virus yang menyebabkan
penyakit AIDS, protozoa Toxoplasma gondii yang menyebabkan toksoplasmosis
dan sebagainya (Pratiwi, 2008).
2.3
Karakterisasi Mikroba
2.3.1
Karakterisasi Bakteri
2.3.1.1 Teknik Pewarnaan (Pelczar, 1986)
Banyak senyawa organik berwarna (zat pewarna) digunakan untuk
mewarnai mikroorganisme untuk pemeriksaan mikroskopis. Telah dikembangkan
prosedur-prosedur pewarnaan untuk:
1. Mengamati dengan lebih baik bentuk morfologi mikroorganisme secara
kasar.
2. Mengidentifikasi bagian-bagian struktural sel mikroorganisme.
3. Membantu mengidentifikasi dan/atau membedakan organisme yang
serupa.
Langkah-langkah utama dalam mempersiapkan spesimen mikroba yang
diwarnai untuk pemeriksaan mikroskopis ialah:
1. Penempatan olesan, atau lapisan tipis spesimen, pada kaca objek.
2. Fiksasi olesan itu pada kaca objek, biasanya dengan pemanasan,
menyebabkan mikroorganisme itu melekat pada kaca objek.
3. Aplikasi pewarna tunggal (pewarnaan sederhana) atau serangkaian larutan
pewarna atau reagen (pewarnaan diferensial).
Pewarnaan sederhana. Pemberian warna pada bakteri atau jasad-jasad
renik lain dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis,
atau olesan, yang sudah difiksasi, dinamakan pewarnaan sederhana.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
Pewarnaan
diferensial.
Prosedur
pewarnaan
yang
menampilkan
perbedaan di antara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba. Dengan
teknik ini biasanya digunakan lebih dari satu larutan zat pewarna atau reagen
pewarnaan.
Pewarnaan Gram. Salah satu teknik pewarnaan diferensial yang paling
penting dan paling luas digunakan untuk bakteri ialah pewarnaan Gram. Dalam
proses ini olesan bakteri yang terfiksasi dikenai larutan-larutan berikut yaitu ungu
kristal, lugol, alkohol 96% (bahan pemucat), dan safranin atau beberapa pewarna
tandingan lain yang sesuai. Bakteri diwarnai dengan metode Gram ini dibagi
menjadi dua kelompok. Salah satu di antaranya, bakteri Gram positif,
mempertahankan zat pewarna ungu kristal dan karenanya tampak ungu tua.
Kelompok yang lain, bakteri Gram negatif, kehilangan ungu kristal ketika dicuci
dengan alkohol, dan sewaktu diberi pewarna tandingan dengan warna merah
safranin, tampak berwarna merah. Hal ini tampaknya disebabkan oleh perbedaan
dalam struktur kimiawi permukaannya. Langkah-langkah dalam prosedur serta
hasil-hasilnya pada setiap tahap dirangkumkan pada tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Pewarnaan Gram (Pelczar, 1986)
Larutan dan
No.
Urutan
Penggunaannya
1.
2.
Ungu Kristal
(UK)
Lugol (Y)
3.
Alkohol 96%
4.
Safranin
Reaksi dan Tampang Bakteri
Gram Positif
Gram Negatif
Sel berwarna ungu
Sel berwarna ungu
Kompleks UK-Y
terbentuk di dalam sel;
sel tetap berwarna ungu
Dinding sel mengalami
dehidrasi, pori-pori
menciut; daya rembes
dinding sel dan membran
menurun, kompleks UKY tak dapat ke luar dari
sel; sel tetap ungu
Sel tak terpengaruhi,
tetap ungu
Kompleks UK-Y
terbentuk di dalam sel;
sel tetap berwarna ungu
Lipid terekstraksi dari
dinding sel, pori-pori
mengembang, kompleks
UK-Y keluar dari sel; sel
menjadi tak berwarna
Sel menyerap zat
pewarna ini, menjadi
merah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
2.3.2 Karakterisasi Kapang
Pengamatan morfologi secara makroskopis kapang dilakukan dengan
mengamati karakteristik koloni suatu biakan, antara lain meliputi: warna dan
struktur permukaan koloni; ada atau tidaknya tetes eksudat (exudate drops); dan
ada atau tidaknya lingkaran konsentris (zonasi). Pengamatan koloni dilakukan
sejak awal penanaman hingga beberapa waktu tertentu, dan segala macam
perubahan yang terjadi harus dicatat (Gandjar et al.,1999).
Pengamatan mikroskopis tersebut meliputi sekat hifa (bersekat atau tidak
bersekat), pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak bercabang), warna hifa (hialin,
transparan atau gelap), ada tidaknya konidia, dan bentuk konidia (bulat, lonjong,
berantai, atau tidak beraturan). Pengamatan mikroskopis dilakukan pada
pengamatan hari terakhir (5-7 hari) dengan menggunakan mikroskop (Ariyono et
al., 2014).
2.4
Antimikroba
2.4.1
Definisi
Antimikroba (AM) ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba
yang merugikan manusia (Gunawan, 2011). Menurut Syahrurachman et al.
(1994), antimikroba adalah suatu substansi kimia yang diperoleh dari atau
dibentuk oleh berbagai spesies mikroorganisme lainnya. Antimikroba tersebar di
alam dan memegang peranan penting dalam mengatur populasi mikroba dalam
tanah, air, limbah dan kompos. Antimikroba ini berbeda dalam susunan kimia dan
cara kerjanya. Dari sekian banyak antimikroba yang telah berhasil ditemukan,
hanya beberapa saja yang cukup tidak toksik untuk dapat dipakai dalam
pengobatan. Antimikroba yang kini banyak dipergunakan, kebanyakan diperoleh
dari genus Bacillus, Penicillium dan Streptomyces (Syahrurachman et al., 1994).
2.4.2
Aktivitas dan Spektrum
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat
menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik dan
ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisidal.
Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau
membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimum (KHM)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
dan kadar bunuh minimal (KBM). Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat
meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisidal bila kadar antimikrobanya
ditingkatkan melebihi KHM (Gunawan, 2011).
Berdasarkan spektrum kerjanya, antimikroba dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu berspektrum sempit (benzyl penisilin dan streptomisin) dan
berspektrum luas (tetrasiklin dan kloramfenikol) (Gunawan, 2011).
2.5.3 Mekanisme Kerja
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam lima
kelompok (Gunawan, 2011):
1. Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba
Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini ialah sulfonamida,
trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon. Dengan mekanisme kerja
ini diperoleh efek bakteriostatik. Mikroba membutuhkan asam folat untuk
kelangsungan hidupnya. Berbeda dengan mamalia yang mendapatkan asam folat
dari luar, kuman patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam amino
benzoat (PABA) untuk diikutsertakan dalam pembentukkan asam folat, maka
terbentuk analog asam folat yang nonfungsional. Akibatnya, pertumbuhan
mikroba akan terganggu.
2. Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba
Dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer
mukopeptida (glikopeptida). Antimikroba ini akan menghambat reaksi yang
paling dini dalam proses sintesis dinding sel dan diakhiri dengan menghambat
reaksi terakhir (transpeptidasi) dalam rangkaian reaksi tersebut. Oleh karena
tekanan osmotik dalam sel kuman akan menyebabkan terjadinya lisis, yang
merupakan dasar efek bakterisidal pada kuman yang peka. Contoh antimikroba ini
adalah penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin.
3. Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba
Antimikroba ini dapat merusak permeabilitas selektif dari membran sel
mikroba dengan cara mengubah tegangan permukaan (surface-active agent).
Kerusakan membran sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari
dalam sel mikroba yaitu protein, asam nukleat, nukleotida, dan lain-lain.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini yaitu polimiksin, golongan
polien serta berbagai antimikroba kemoterapeutik.
4. Antimikroba yang menghambat sintesis protein sel mikroba
Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein.
Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada
bakteri, ribosom terdiri atas dua sub unit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi
dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. Untuk berfungsi pada sintesis protein,
kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom
70S. Penghambatan sintesis terjadi dengan berbagai cara. Ada yang berikatan
dengan komponen ribosom 30S dan menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca
oleh tRNA pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk protein yang
abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Sebagai contoh: streptomisin dan
tetrasiklin. Ada juga yang berikatan dengan ribosom 50S dan menghambat
translokasi kompleks tRNA-peptida dari lokasi asam amino ke lokasi peptida.
Akibatnya, rantai polipeptida tidak dapat diperpanjang karena lokasi asam amino
tidak dapat menerima kompleks tRNA-asam amino yang baru. Sebagai contoh:
eritromisin, linkomisin, dan kloramfenikol.
5. Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba
Antimikroba ini berikatan dengan enzim polymerase-RNA (pada sub unit)
sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Golongan
kuinolon menghambat enzim DNA girase pada kuman yang fungsinya menata
kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral hingga dapat masuk ke
dalam sel kuman yang kecil. Contoh antimikroba kelompok ini ialah rifampisin
dan golongan kuinolon.
2.5
Uji Aktivitas Antimikroba (Pratiwi, 2008)
2.5.1
Metode Difusi
a. Metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer)
Metode ini untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang
berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami
mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen
antimikroba pada permukaan media agar.
b. E-test
Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (minimum inhibitory
concentration) atau KHM (kadar hambat minimum), yaitu konsentrasi miminal
suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari
kadar terendah hingga kadar tertinggi dan digerakkan pada permukaan media agar
yang telah ditanami mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih
yang ditimbulkannya yang menunjukkan kadar agen antimikroba yang
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar.
c. Ditch-plate technique
Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada
parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada
bagian tengah secara membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam)
digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba.
d. Cup-plate technique
Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, yaitu dibuat sumur pada
media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut
diberi agen antimikroba yang akan diuji.
e. Gradient-plate technique
Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media agar secara
teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media agar dicairkan dan larutan uji
ditambahkan. Campuran kemudian dituang ke dalam cawan petri dan diletakkan
dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya dituang di atasnya. Plate
diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan
permukaan media mengering. Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada
arah mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil diperhitungkan sebagai
panjang
total
pertumbuhan
mikroorganisme
maksimum
yang
mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan. Bila:
X: panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y: panjang pertumbuhan aktual
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
C: konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media mg/mL atau
µg/mL, maka konsentrasi hambatan adalah: [(X.Y)] = C mg/mL atau µg/mL.
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat dari
lingkungan padat dan cair, faktor difusi agen antimikroba dapat mempengaruhi
keseluruhan hasil pada media padat.
2.5.2 Metode Dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth dilution) dan
dilusi padat (solid dilution).
a. Metode dilusi cair/broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration atau kadar
hambat minimum, KHM) dan MBC (minimum bactericidal concentration atau
kadar bunuh minimum, KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri
pengenceran agen antimikroba pada media cair yang ditambahkan dengan
mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih
tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang
ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair
tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama
18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan
sebagai KBM.
b. Metode dilusi padat/solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media
padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba
yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji.
2.5.3
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Metode Difusi pada Pengujian
Aktivitas Antimikroba
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil pengamatan aktivitas
antimikroba dengan metode difusi (Lorian, 1980), antara lain:
1) Kedalaman Agar
Untuk memperoleh sensitivitas yang optimal, cawan petri diisi dengan
lapisan agar tidak lebih dari 2 sampai 3 mm dan merata pada setiap bagiannya.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
Keseragaman kedalaman Agar penting untuk menjamin datarnya bagian dasar
sebagai tempat pengujian.
2) Ukuran Inokulum
Ukuran inokulum
merupakan salah
satu
variabel
penting yang
berpengaruh pada besar kecilnya zona hambatan dan konsentrasi hambat
minimum. Jika ukuran inokulum kecil, akan diperlukan lebih banyak waktu untuk
mencapai masa sel mikroba. Akibatnya zona hambat yang terbentuk akan menjadi
lebih besar, dan konsentrasi hambat minimum menjadi lebih kecil.
3) Komposisi Media
Aktivitas zat antimikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kationkation dalam media. pH media dan adanya berbagai macam bahan antagonis.
Kecepatan difusi dari zat antimikroba ditentukan oleh konsentrasi media,
konsentrasi berbagai ion dan adanya ikatan elektrostatik antara zat antimikroba
dengan sekumpulan ion dalam media. Kapasitas gizi dari media juga sangat
mempengaruhi panjangnya fase pertumbuhan dari mikroba uji, dan akan turut
mempengaruhi ukuran zona hambatan dan konsentrasi hambat minimum.
4) Temperatur Inkubasi
Tiap-tiap golongan mikroba memiliki temperatur pertumbuhan optimal
(fungi umumnya 10-35ºC, bakteri 20-45ºC). Inkubasi akan sangat mempengaruhi
pertumbuhan mikroba uji. Kecepatan pertumbuhan akan menurun pada temperatur
yang lebih rendah daripada temperatur optimal pertumbuhan mikroba dan terhenti
pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur optimal pertumbuhan mikroba.
5) Waktu Inkubasi
Besarnya zona hambatan ditentukan pula oleh jangka waktu inkubasi.
Misalnya kebanyakan bakteri patogen dapat diamati pertumbuhannya setelah 5
atau 6 jam inkubasi. Pada inkubasi selanjutnya zona hambatan akan menjadi lebih
kecil karena terjadi perubahan pertumbuhan bakteri pada tepi zona hambatan dan
konsentrasi hambatan minimum akan lebih besar.
6) Konsentrasi zat antimikroba
Semakin tinggi konsentrasi zat aktif antimikroba akan semakin besar
hambatan terhadap pertumbuhan mikroba, sehingga zona hambatan akan lebih
besar.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
2.6.
Pemilihan Media (Lay, 1992)
Beberapa syarat yang harus dipenuhi media pertumbuhan mikroba adalah
sebagai berikut:
1) Cukup mengandung unsur-unsur makanan yang mudah diambil oleh mikroba.
2) Tidak mengandung inhibitor atau zat-zat lain yang menghambat pertumbuhan
mikroba.
3) Memiliki tekanan osmotik yang sesuai dengan kebutuhan mikroba.
4) Memiliki pH yang sesuai kebutuhan mikroba.
5) Steril.
2.7
Bakteri Uji
Bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Staphylococcus
aureus, Escherichia coli, Bacillus Subtilis, Shigella dysenteriae, dan Salmonella
typhimurium.
2.7.1
Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen yang bersifat Gram
positif. Klasifikasi bakteri ini adalah (Sleigh & Timbury, 1994):
Kingdom
: Prokaryota
Filum
: Bacteria
Kelas
: Schizomyces
Ordo
: Eubacteriales
Famili
: Micrococcaceae
Genus
: Staphylococcus
Spesies
: Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Setiap
jaringan ataupun alat tubuh dapat diinfeksi olehnya dan menyebabkan timbulnya
penyakit dengan tanda-tanda yang khas, yaitu peradangan, nekrosis, dan
pembentukkan abses. Kuman ini berbentuk sferis, bila bergerombol dalam
susunan yang tidak teratur mungkin sisinya agak rata karena tertekan. Diameter
kuman antara 0,8 – 1,0 mikron. Kuman ini tidak bergerak, tidak berspora dan
Gram positif. Jenis-jenis Staphylococcus di laboratorium tumbuh dengan baik
dalam kaldu biasa pada suhu 37ºC. Batas-batas suhu untuk pertumbuhannya ialah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
15ºC dan 40ºC, sedangkan suhu pertumbuhan optimum ialah 35ºC. Pertumbuhan
terbaik dan khas ialah pada suasana aerob; kuman ini pun bersifat anaerob
fakultatif dan dapat tumbuh dalam udara yang hanya mengandung hidrogen dan
pH optimum untuk pertumbuhan ialah 7,4. Pada lempeng agar, koloninya
berbentuk bulat, diameter 1-2 mm, cembung, buram, mengkilat, dan
konsistensinya lunak. Warna khas ialah kuning keemasan, hanya intensitas
warnanya dapat bervariasi (Syahrurachman et al., 1994).
2.7.2
Bacillus subtilis
Bacillus subtilis merupakan bakteri Gram positif berbentuk batang besar,
membentuk rantai, berspora, dan sifatnya aerob. Panjang bakteri ini 2-3 µm dan
lebarnya 0,7-0,8 µm (Jawetz & Adelberg, 1996).
Bakteri ini menggunakan sumber N dan C untuk energi pertumbuhan.
Spora resisten terhadap perubahan lingkungan, tahan terhadap panas kering dan
desinfektan kimia tertentu selama waktu yang cukup lama dan tetap ada selama
bertahun-tahun dalam tanah yang kering (Jawetz & Adelberg, 1996).
Berikut adalah klasifikasi Bacillus subtilis menurut Madigan (2005):
Kingdom
: Bacteria
Filum
: Firmicutes
Kelas
: Bacilli
Ordo
: Bacillales
Famili
: Bacillaceae
Genus
: Bacillus
Spesies
: Bacillus subtilis
Bacillus subtilis dapat tumbuh pada suhu 45-55°C minimum pada suhu 5-
20°C, dan suhu optimumnya bervariasi antara 25-37°C. Bakteri ini banyak
terdapat di tanah, air, udara, saluran pencernaan hewan, dan bahan pangan tertentu
(Buckle, 1985).
Bacillus subtilis menyebabkan penyakit pada manusia dengan sistem imun
terganggu, misalnya gastroenteritis akut dan meningitis (Jawetz & Adelberg,
1996). Bakteri ini juga dikenal sebagai penyebab keasaman pada makanan kaleng
karena fermentasi gula yang dikandung bahan pangan tersebut (Buckle, 1985).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
2.7.3 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang
pendek, motil aktif dan tidak membentuk spora yang diklasifikasikan sebagai
berikut (Juliantina et al., 2008):
Kingdom
: Prokaryota
Filum
: Gracilicutes
Kelas
: Scotobacteria
Ordo
: Eubacteriales
Famili
: Enterobacteriaceae
Genus
: Escherichia
Spesies
: Escherichia coli
Pembiakan E. coli bersifat aerob atau fakultatif anaerob, pertumbuhan
optimum pada suhu 37ºC. E. coli mempunyai beberapa antigen, yaitu antigen O
(polisakarida), antigen K (kapsular), antigen H (flagella). Antigen O merupakan
antigen somatik berada dibagian terluar dinding sel lipopolisakarida dan terdiri
dari unit berulang polisakarida. Antibodi terhadap antigen O adalah IgM. Antigen
K adalah antigen polisakarida yang terletak di kapsul (Juliantina et al., 2008).
E.coli terdapat di saluran pencernaan manusia dan binatang, dapat pula
ditemukan di sungai, danau, tanah, dan tempat lain yang telah terkontaminasi
feses. E.coli dapat menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare. Namun
sebagai bagian dari flora normal saluran pencernaan, E.coli berperan penting
untuk pencernaan makanan dengan memproduksi vitamin K dari materi-materi
yang tidak tercernakan di usus besar. Selnya berukuran antara 0,4-0,7 µm x 1,4
µm (Syahrurachman et al., 1994).
2.7.4
Shigella dysenteriae
Shigella dysenteriae merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang,
tidak berflagel, dan ukuran 0,5-0,7 µm x 2-3 µm. Sifat pertumbuhan adalah aerob
dan fakultatif anaerob, pH pertumbuhan 6,4-7,8, suhu pertumbuhan optimum
37°C (Syahrurachman et al., 1994). Klasifikasi bakteri ini adalah (Dwidjoseputro,
1998):
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
Kingdom : Prokayota
Filum
: Bacteriophyta
Kelas
: Gammaproteobacteria
Ordo
: Eubacteriales
Famili
: Bactericeae
Genus
: Shigella
Spesies
: Shigella dysenteriae
Bakteri ini dapat menyebabkan disentri basiler. Disentri adalah salah satu
dari berbagai gangguan pencernaan yang ditandai dengan peradangan usus
terutama kolon, disertai nyeri perut dan buang air besar yang sering mengandung
darah dan lendir (Pelczar, 1986).
2.7.5 Salmonella typhimurium
Salmonella typhimurium merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk
batang, tidak berspora, ukuran 1-3,5 µm x 0,5-0,8 µm, besar koloni rata-rata 2-4
mm, mempunyai flagel peritrikh. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan
fakultatif anaerob, pada suhu 15-41°C (suhu pertumbuhan optimum 37,5°C) dan
pH pertumbuhan 6-8 (Syahrurachman et al., 1994).
Berikut adalah klasifikasi Salmonella typhimurium (Batt & Mary, 2014):
Kingdom
: Bacteria
Filum
: Proteobacteria
Kelas
: Gammaproteobacteria
Ordo
: Enterobacteriales
Famili
: Enterobacteriaceae
Genus
: Salmonella
Spesies
: Salmonella typhimurium
Bakteri dari genus Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi yang
jika tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut
salmonelosis. Gejala salmonelosis yang paling sering terjadi adalah gastroenteritis
yang disebabkan oleh Salmonella typhimurium. Salmonella tidak selalu
menimbulkan perubahan dalam warna, bau, maupun rasa pada makanan yang
terkontaminasinya. Semakin tinggi jumlah Salmonella di dalam makanan semakin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
besar kemungkinan timbulnya gejala infeksi pada orang yang menelan makanan
yang telah terkontaminasi oleh bakteri Salmonella (Jay, 1978).
2.8
Genus Garcinia
Genus Garcinia yang merupakan tumbuhan tropis. Di Indonesia dikenal
sebagai tanaman manggis-manggisan dan terdapat sekitar 100 spesies yang
tersebar dan merupakan bagian penting dari komposisi hutan (Sosef et al., 1998;
Sari, 1999). Tanaman ini juga tumbuh di daerah subtropis, seperti di Kepulauan
Jepang, Korea dan sebagian wilayah dataran Cina (Ilyas et al., 1994;
Likhitwitayawuid et al., 1998).
Garcinia mempunyai habitus berupa pohon dengan tinggi mencapai 25-33
m dan jarang yang berupa semak. Batangnya lurus dengan diameter 60-100 cm,
mengecil ke arah ujung. Bentuk pohon seperti kerucut, memiliki percabangan
berselang-seling. Seluruh bagian tanaman mengeluarkan getah putih atau kuning
yang kental dan lengket, bila dilukai. Daun selalu berwarna hijau, berhadapan
silang. Genus ini ada yang berumah satu (monoecious) dan ada yang berumah dua
(dioecious). Bunga berada di ketiak daun. Daun kelopak dan daun mahkota terdiri
dari 4-5 helai; bunga jantan memiliki benang sari yang jumlahnya bervariasi,
dengan tangkai sari bersatu menjadi satu tiang tengah atau membentuk 4-5 berkas.
Bagian putik mengecil atau tidak sama sekali. Bunga betina biasanya berukuran
lebih besar daripada bunga jantan, seringkali menyendiri, benang sari semu
dengan tangkai-tangkai sarinya yang bersatu menjadi sebuah cincin di bagian
pangkal, atau menjadi 4-5 berkas pendek; bakal buah beruang 2-12, biasanya
berbentuk papilla. Bijinya besar, biasanya terbungkus oleh arilus yang berisi
banyak sari buah; embrionya berupa massa yang padat, hanya tersusun atas
hipokotil, sedangkan keping bijinya tidak ada. Bagian kayu dari genus ini
biasanya keras dengan warna yang beragam mulai kuning sampai coklat
kemerahan dan umumnya memiliki tekstur bagus (Veirhej & Coronel, 1992;
Sosef, 1998).
Garcinia mangostana dikenal dengan nama Queen of fruit, selain buahnya
dapat dimakan, kulit ari biji dari buah ini digunakan sebagai obat luka dan infeksi,
penurun panas dan mengurangi rasa sakit. G. cambogia sekarang banyak terdapat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
di pasaran sebagai suplemen untuk mengurangi berat badan. Getah bagian batang
G. hanburyi Hook digunakan sebagai pencahar, biji G. dulcis Kurz dikenal
sebagai obat gondok dan buah G. indica telah dimanfaatkan sebagai obat cacing
dan kardiotonik. Di bidang industri tanaman ini juga telah dipakai sebagai bahan
dasar sabun dan lilin, minyak dari tanaman ini juga dapat digunakan untuk obat
urut dan urtikaria (Sosef, 1998).
Dari berbagai penelitian yang dilakukan pada beberapa spesies Garcinia
berhasil diisolasi senyawa-senyawa kelompok xanton, benzofenon, flavonoid, dan
triterpenoid (Verheij & Coronel, 1992; Likhitwitayawuid et al., 1998). Umumnya
senyawa-senyawa tersebut mempunyai aktivitas biologik dan farmakologik seperti
antiinflamasi, antimikroba, antifungi, dan antioksidan (Likhitwitayawuid et al.,
1998; Iinuma et al., 1998).
2.9
Garcinia benthami Pierre
Garcinia benthami Pierre merupakan salah satu spesies dari genus
Garcinia. Tumbuhan ini dapat ditemukan di Thailand, Malaysia, Singapura,
Filipina, dan Indonesia (Heyne K, 1987; Rachman, 2003). Di Indonesia banyak
terdapat di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Pada penelitian Elya et al. (2004)
telah berhasil diisolasi senyawa benzofenon baru dari kulit batang Garcinia
benthami Pierre yaitu ismailbenzofenon dan hilmibenzofenon.
Gambar 2.2 Garcinia benthami Pierre
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
Tumbuhan Garcinia benthami Pierre secara taksonomi mempunyai
klasifikasi sebagai berikut (Heyne K, 1987):
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Sub kelas
: Archichlamydeae
Ordo
: Guttiferales
Familia
: Clusiaceae
Genus
: Garcinia
Species
: Garcinia benthami Pierre
Garcinia benthami Pierre mempunyai habitus berupa pohon dengan tinggi
mencapai 30 m. Batangnya lurus, mengecil ke arah ujung. Bentuk pohon berupa
kerucut, memiliki percabangan berselang-seling. Seluruh bagian tanaman
mengeluarkan getah kuning yang kental dan lengket bila dilukai. Daun selalu
berwarna hijau, berhadapan berseling. Bunga berada di ketiak daun. Daun kelopak
dan daun mahkota terdiri dari 4-5 helai. Bunga jantan memiliki benang sari yang
yang jumlahnya bervariasi, dengan tangkai sari bersatu menjadi satu tiang tengah
atas. Bunga betina biasanya berukuran lebih besar dari bunga jantan, seringkali
menyendiri, benang sari semu dengan tangkai-tangkai sarinya yang bersatu
menjadi sebuah cincin di bagian pangkal, bakal buah beruang 2-12 dan biasanya
berbentuk papila. Bijinya besar, biasanya terbungkus oleh arilus yang berisi
banyak sari buah. Embrionya berupa masa padat, hanya tersusun atas hipokotil,
sedangkan bijinya tidak ada (Rachman, 2003).
Penelitian terdahulu dari Garcinia benthami Pierre telah berhasil diisolasi
senyawa benzofenon baru, yaitu ismailbenzofenon dan hilmibenzofenon (Elya et
al., 2004) serta salimbenzophenon (Elya et al., 2006) dari kulit batang G.
benthami. Dari ekstrak aseton kulit batang G. benthami telah berhasil diisolasi
senyawa stigmasterol, asamolean-5,12-dien-3β-ol-28-oat dan senyawa flavonoid
yaitu epikatekin (Elya et al., 2006). Dua triterpenoid telah berhasil diisolasi dari
ekstrak n-heksana kulit batang G. benthami yaitu friedelin dan asam-3β-
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
hidroksida-lanosta-9(11),24-dien-26-oat
(Elya
et
al.,
2009).
Berdasarkan
penelitian sebelumnya ekstrak dari daun Garcinia benthami Pierre mengandung
senyawa alkaloid, flavonoid, steroid/terpenoid, tannin, kuinon, kumarin, dan
saponin (Amelia, 2011).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Mei 2015 di
Laboratorium Mikrobiologi Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : cawan petri
(Petriq), tabung reaksi (Pyrex), labu Erlenmeyer (Schott Duran), beaker glass
(Schott Duran), gelas ukur (Pyrex), batang drigalski, batang L, cover glass, kaca
obyek, pipet tetes, spatula, gunting bedah, pisau bedah, pinset, jarum ose, tissue
steril, kertas saring, kertas perkamen, jangka sorong (Trickle), pH indikator,
plastic wrap, alumunium foil, mikropipet dan tip (Bio Rad), Laminar Air Flow
Cabinet, timbangan analitik (Scout Pro), inkubator (Memmert), autoklaf otomatis
(ALP), autoklaf (All American), oven (Memmert), hot plate (Thermo Scientific),
magnetic stirrer, bunsen, shaker (Stuart Scientific), sentrifus (Hettich Zentrifugen
EBA 20), sentrifus berpendingin (Peqlab), vortex (Thermolyne), paper disc 6 mm
(Oxoid), mikroskop cahaya (Olympus), dan alat-alat gelas lain yang biasa
digunakan di laboratorium mikrobiologi.
3.3
Bahan
3.3.1
Sampel Penelitian
Daun tanaman Garcinia benthami Pierre sebanyak 4 helai beserta pucuk
daun yang masih segar diperoleh dari koleksi Kebun Raya Bogor. Tanaman ini
telah dideterminasi di Lembaga Penelitian Biologi atau Herbarium Bogoriense,
Bogor.
3.3.2
Bahan untuk Proses Sterilisasi Permukaan
Air bersih yang mengalir, alkohol 70%, natrium hipoklorit (NaOCl)
5,25%, aquades steril.
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
3.3.3 Bahan untuk Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroba
Potato Dextrose Agar (Merck), Nutrient Agar (Merck), Mueller Hinton
Agar (Oxoid), Nutrient Broth (Merck), Kalsium karbonat (CaCO3), Potato
Dextrose Broth (Oxoid), dan Yeast Extract (Merck).
3.3.4
Bakteri uji
Bakteri uji yang digunakan yaitu bakteri Gram positif (Staphylococcus
aureus ATCC 6538, Bacillus subtilis ATCC 6633) dan Gram negatif (Escherichia
coli ATCC 35218, Shigella dysenteriae ATCC 13313, Salmonella typhimurium
ATCC 14028).
3.3.5
Bahan untuk Karakterisasi Mikroba Endofit dan Uji Kemurnian
Bakteri Uji
Larutan kristal violet, lugol, alkohol 96%, larutan safranin, aquades steril,
NaCl 0,9%.
3.3.6
Kontrol Uji Aktivitas Antibakteri
Cakram kloramfenikol konsentrasi 30 µg/cakram (Oxoid) dan aquades
steril.
3.4
Prosedur Penelitian
3.4.1
Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroba
3.4.1.1 Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar)
Media Potato Dextrose Agar (PDA) plate dibuat untuk isolasi kapang
endofit dan pemurnian kapang endofit. Media ini dibuat dengan cara PDA
ditimbang sebanyak 39 gram, kemudian ditambahkan aquades hingga 1 liter.
Larutan tersebut kemudian dipanaskan di atas hot plate dan diaduk dengan
magnetic stirrer hingga homogen. Selanjutnya disterilisasi dengan autoklaf
selama 15 menit pada suhu 121ºC. Media dituang ke dalam cawan petri secara
aseptis masing-masing ±10 mL, lalu dibiarkan di suhu ruang hingga media
memadat (Ramadhan, 2011).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
3.4.1.2 Pembuatan Media Agar Miring PDA (Potato Dextrose Agar)
Media agar miring Potato Dextrose Agar (PDA) dibuat untuk pemurnian
(pembuatan stock culture) kapang endofit. Media ini dibuat dengan cara Potato
Dextrose Agar (PDA) ditimbang sebanyak 39 gram, kemudian ditambahkan
aquades hingga 1 liter. Larutan tersebut kemudian dipanaskan di atas hot plate dan
diaduk dengan magnetic stirrer hingga homogen. Kemudian media dituang ke
dalam tabung slant masing-masing ±5 mL. Selanjutnya disterilisasi dengan
autoklaf selama 15 menit pada suhu 121ºC. Media yang telah steril diletakkan
dalam posisi miring ±45º dan media dibiarkan memadat (Rustanti, 2007).
3.4.1.3 Pembuatan Media NA (Nutrient Agar)
Media Nutrient Agar (NA) plate dibuat untuk isolasi dan pemurnian
bakteri endofit, skrining antibakteri mikroba endofit serta peremajaan bakteri uji.
Media ini dibuat dengan cara Nutrient Agar (NA) ditimbang sebanyak 20 gram
dan dilarutkan dalam aquades hingga 1 liter. Larutan tersebut kemudian
dipanaskan di atas hot plate dan diaduk dengan magnetic stirrer hingga homogen.
Media disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121ºC.
Kemudian media dituang ke dalam cawan petri masing-masing ±10 mL, media
dibiarkan memadat (Rustanti, 2007).
3.4.1.4 Pembuatan Media Agar Miring NA (Nutrient Agar)
Media agar miring Nutrient Agar (NA) dibuat untuk pemurnian
(pembuatan stock and working culture) bakteri endofit. Media ini dibuat dengan
cara Nutrient Agar (NA) ditimbang sebanyak 20 gram dan dilarutkan dalam
aquades hingga 1 liter. Larutan tersebut kemudian dipanaskan di atas hot plate dan
diaduk dengan magnetic stirrer hingga homogen. Kemudian media dituang ke
dalam tabung slant masing-masing 5 mL. Selanjutnya disterilisasi dengan autoklaf
selama 15 menit pada suhu 121ºC. Media yang telah steril diletakkan dalam posisi
miring ±45º dan media dibiarkan memadat (Rustanti, 2007).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
3.4.1.5 Pembuatan Media MHA (Mueller Hinton Agar)
Media Mueller Hinton Agar (MHA) plate dibuat untuk uji antibakteri dari
supernatan hasil fermentasi mikroba endofit. Media ini dibuat dengan cara 38
gram media Mueller Hinton Agar (MHA) disuspensikan dengan 1 liter aquades.
Larutan tersebut kemudian dipanaskan di atas hot plate dan diaduk dengan
magnetic stirrer hingga homogen. Media disterilisasi dengan autoklaf pada suhu
121ºC selama 15 menit. Kemudian media dituang ke dalam cawan petri masingmasing ±10 mL, media dibiarkan memadat (Adawiyah, 2013).
3.4.1.6 Pembuatan Media PDY Broth (Potato Dextrose Yeast Broth)
Media PDY Broth dibuat untuk media fermentasi kapang endofit. Media
ini dibuat dengan cara ditimbang 24 gram Potato Dextrose Broth, 2 gram Yeast
extract, 5 gram Kalsium karbonat (CaCO3). Semua bahan kecuali Kalsium
karbonat dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, ditambahkan aquades hingga 1
liter, dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer di atas hot plate. Kalsium
karbonat ditambahkan sedikit demi sedikit ke larutan media tersebut hingga
dicapai pH 6-7. Selanjutnya disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit dengan
suhu 121ºC (Ramadhan, 2011).
3.4.1.7 Pembuatan Media NB (Nutrient Broth)
Pembuatan media NB (Nutrient Broth) berdasarkan instruksi pada
kemasan. Media NB (Nutrient Broth) dibuat untuk media fermentasi bakteri
endofit. Media ini dibuat dengan cara ditimbang sebanyak 8 gram Nutrient Broth,
kemudian ditambahkan aquades hingga 1 liter dan dihomogenkan dengan
magnetic stirrer di atas hot plate. Selanjutnya disterilisasi dengan autoklaf selama
15 menit dengan suhu 121ºC.
3.4.2
Isolasi Mikroba Endofit
3.4.2.1 Sampling Tanaman
Daun dari tanaman Garcinia benthami Pierre sebanyak 4 helai beserta
pucuk daun yang masih segar diperoleh dari koleksi Kebun Raya Bogor, lalu
dideterminasi di Lembaga Penelitian Biologi atau Herbarium Bogoriense, Bogor.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
3.4.2.2 Sterilisasi Permukaan
Sampel daun sebanyak 4 helai beserta pucuk daun yang masih segar dicuci
di bawah air mengalir selama 10 menit. Sterilisasi permukaan dilakukan di dalam
Laminar Air Flow Cabinet (LAFC). Daun direndam di dalam alkohol 70% selama
1 menit, sambil di kocok pelan. Lalu dipindahkan ke dalam larutan natrium
hipoklorit (NaOCl) 5,25% selama 5 menit. Selanjutnya daun tersebut direndam
kembali di dalam alkohol 70% selama 30 detik (Radji et al., 2011). Setelah itu
dibilas dengan aquades steril selama 1 menit dan diulang dua kali. Daun tersebut
dikeringkan di atas kertas saring steril (Ariyono et al., 2014). Kemudian daun
dipotong-potong menjadi beberapa bagian kecil dengan ukuran ± 1 x 1 cm2 pada
daun yang berada didekat pucuk, ditengah ranting, dipangkal ranting dengan
gunting bedah steril dan pada bagian pucuk daun dibelah menjadi 2 bagian dengan
pisau bedah steril. Selanjutnya secara hati-hati diletakkan pada media isolasi PDA
dan NA. Setiap cawan petri berisi satu atau dua potongan. Selanjutnya pada media
PDA diinkubasi pada suhu ruang selama 14 hari dan pada media NA diinkubasi
pada suhu 35ºC selama 3 hari. Semua proses sterilisasi hingga proses pengeringan
dilakukan secara aseptis di dalam LAFC (Ramadhan, 2011).
Kemudian pada aquades steril bilasan terakhir diambil dengan
menggunakan batang L dan diisolasi ke PDA dan NA lainnya, perlakuan ini
berfungsi sebagai kontrol. Perlakuan kontrol berfungsi untuk mengetahui dan
menentukan apakah mikroba yang tumbuh merupakan mikroba endofit atau
bukan. Apabila pada media PDA dan NA kontrol tumbuh mikroba, maka mikroba
yang tumbuh bukanlah mikroba endofit. Sedangkan apabila pada media PDA dan
NA kontrol tidak tumbuh mikroba, maka mikroba yang tumbuh adalah mikroba
endofit (Ariyono et al., 2014).
3.4.3
Pemurnian Mikroba Endofit
3.4.3.1 Pemurnian Kapang Endofit
Kapang endofit yang telah tumbuh pada media isolasi kemudian
dimurnikan ke dalam media PDA plate lain. Koloni yang mempunyai bentuk yang
berbeda dengan koloni lainnya dapat dianggap sebagai isolat yang berbeda.
Kemudian dilakukan pemurnian sampai diperoleh isolat murni (tunggal).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
Pemurnian dilakukan dengan cara menginokulasikan sedikit hifa dengan ose atau
pinset dari setiap koloni endofit yang berbeda ke media PDA dan diinkubasi
selama 7 hari pada suhu ruang (Kumala et al., 2006). Selanjutnya isolat kapang
yang telah murni dipindahkan ke dalam media PDA lain untuk digunakan sebagai
working culture dan media agar miring PDA yang digunakan sebagai stock
culture. Kultur kapang endofit diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruang (Kumala
dan Endro, 2007).
3.4.3.2 Pemurnian Bakteri Endofit
Bakteri yang tumbuh pada media isolasi NA, disubkultur pada plate media
NA pada suhu 35ºC selama 24-48 jam, sampai diperoleh koloni murni. Koloni
murni kemudian dipindahkan ke agar miring NA dan diinkubasi selama 24-48 jam
pada suhu 35ºC. Setiap isolat bakteri endofit dibuat dua pada agar miring NA,
masing-masing dipergunakan sebagai stock culture dan working culture (Rosana,
2001).
3.4.4
Karakterisasi Mikroba Endofit
3.4.4.1 Karakterisasi Kapang Endofit
1)
Karakterisasi Makroskopis Kapang Endofit
Pengamatan morfologi secara makroskopis kapang dilakukan dengan
mengamati karakteristik koloni suatu biakan, antara lain meliputi: warna dan
struktur permukaan koloni; ada atau tidaknya tetes eksudat (exudate drops); dan
ada atau tidaknya lingkaran konsentris (zonasi). Pengamatan koloni dilakukan
sejak awal penanaman hingga beberapa waktu tertentu, dan segala macam
perubahan yang terjadi harus dicatat (Gandjar et al.,1999).
2)
Karakterisasi Mikroskopis Kapang Endofit
Cawan petri yang berisi tissue, kaca objek, dan cover glass disterilisasi
terlebih dahulu. Kemudian tissue dibasahi dengan aquades steril sehingga suasana
dalam cawan petri menjadi lembab. Kaca objek steril yang berada diatas tissue
selanjutnya ditetesi media PDA dengan menggunakan pipet steril. Kemudian
dengan menggunakan jarum ose diambil sedikit miselium kapang endofit,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
diletakkan pada media agar PDA yang diteteskan pada kaca objek dan perlahan
ditutup dengan cover glass steril. Setelah itu diinkubasi pada suhu ruang selama 7
hari (Kumala dan Ainun, 2014 dengan modifikasi).
Pengamatan mikroskopis tersebut meliputi sekat hifa (bersekat atau tidak
bersekat), pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak bercabang), warna hifa (hialin,
transparan atau gelap), ada tidaknya konidia, dan bentuk konidia (bulat, lonjong,
berantai, atau tidak beraturan). Pengamatan mikroskopis dilakukan pada hari ke-7
dengan menggunakan mikroskop (Ariyono et al., 2014).
3.4.4.2 Karakterisasi Bakteri Endofit
1)
Karakterisasi Makroskopis Bakteri Endofit
Karakterisasi makroskopis bakteri endofit dilakukan dengan mengamati
morfologi dan pertumbuhan koloni. Pengamatan yang dilakukan meliputi bentuk
koloni (whole colony), bentuk tepi (edge), warna (colour) dan bentuk permukaan
(elevation) (Mutmainnah et al., 2008).
2)
Karakterisasi Mikroskopis Bakteri Endofit
Karakterisasi
mikroskopis
dilakukan
pengamatan
dengan
metode
pewarnaan Gram, yaitu menyiapkan preparat uji dengan mengoleskan bakteri
setipis mungkin di atas kaca objek yang kemudian difiksasi dengan cara
dilewatkan di atas nyala api sebentar untuk melekatkan bakteri. Preparat tersebut
diwarnai dengan larutan kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit, dicuci dengan
air mengalir selama 5 detik, diteteskan larutan lugol di atas preparat dan dibiarkan
selama selama 1 menit, dicuci kembali dengan air mengalir kemudian dicuci
dengan alkohol 96% selama 30 detik sampai tidak ada lagi zat warna lugol lalu
dicuci kembali dengan aquades mengalir. Diteteskan larutan safranin selama 1030 detik kemudian dicuci kembali dengan air mengalir, dikeringkan dengan cara
diletakkan di atas kertas saring dan diperiksa preparat di bawah mikroskop
(Handayani, 2007).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
3.4.5 Uji Kemurnian Bakteri Uji
1)
Uji Kemurnian Makroskopis Bakteri Uji
Sebelum digunakan, bakteri uji di uji kemurniannya terlebih dahulu. Uji
kemurnian bakteri uji dilakukan dengan mengamati morfologi dan pertumbuhan
koloni. Pengamatan yang dilakukan meliputi bentuk koloni (whole colony),
bentuk tepi (edge), warna (colour) dan bentuk permukaan (elevation)
(Mutmainnah et al., 2008).
2)
Uji Kemurnian Mikroskopis Bakteri Uji
Uji kemurnian secara mikroskopis dilakukan pengamatan dengan metode
pewarnaan Gram, yaitu menyiapkan preparat uji dengan mengoleskan bakteri
setipis mungkin di atas kaca objek yang kemudian difiksasi dengan cara
dilewatkan di atas nyala api sebentar untuk melekatkan bakteri. Preparat tersebut
diwarnai dengan larutan kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit, dicuci dengan
air mengalir selama 5 detik, diteteskan larutan lugol di atas preparat dan dibiarkan
selama selama 1 menit, dicuci kembali dengan air mengalir kemudian dicuci
dengan alkohol 96% selama 30 detik sampai tidak ada lagi zat warna lugol lalu
dicuci kembali dengan air mengalir. Diteteskan larutan safranin selama 10-30
detik kemudian dicuci kembali dengan air mengalir, dikeringkan dengan cara
diletakkan di atas kertas saring dan diperiksa preparat di bawah mikroskop
(Handayani, 2007).
3.4.6
Peremajaan Bakteri Uji
Peremajaan Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli,
Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium diinokulasi sebanyak satu ose
ke media agar miring NA dan diinkubasi selama 18 – 24 jam pada suhu 35ºC
(Radji, 2006).
3.4.7
Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji
Hasil peremajaan bakteri uji pada agar miring NA ditambahkan dengan 5
mL NaCl 0,9% steril. Sebanyak 0,2 mL suspensi bakteri masing-masing
diinokulasikan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL yang berisi media NB 200 mL,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
dikocok dan NB steril tanpa suspensi bakteri sebagai kontrol. Spektrofotometer
visibel diatur dengan panjang gelombang 600 nm, kuvet dibersihkan kemudian
diukur absorban awal NB steril sebagai kontrol dan NB yang mengandung bakteri
pada menit ke-0 (t0). Setelah absorban awal ditentukan, media NB diinkubasi pada
pengocokan 120 rpm pada temperatur 35°C. Setiap interval 30 menit dilakukan
pengukuran
absorban
untuk
mendapatkan
kurva
pertumbuhan.
Kurva
pertumbuhan diakhiri setelah melewati fase stasioner (Khotimah, 2010).
3.4.8 Skrining Mikroba Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri
3.4.8.1 Skrining Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri
Skrining kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri dilakukan
dengan metode difusi agar padat (Diffusion Agar Plate Method). Bakteri uji yang
digunakan yaitu Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli,
Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium. Masing-masing suspensi
bakteri uji pada media NB yang telah berumur fase mid log diambil 0,1 mL dan
dipipetkan ke dalam media agar NA padat dan disebarkan secara merata dengan
menggunakan batang drigalski (Spread Plate Method). Kemudian, isolat kapang
endofit yang telah dimurnikan ke dalam media PDA diambil dengan sedotan steril
berdiameter 6 mm dan ditempelkan di atas permukaan media NA yang berisi
bakteri uji. Satu cawan petri media NA yang telah berisi bakteri uji dapat ditanami
potongan isolat murni kapang endofit ±6 isolat. Kultur di inkubasi pada suhu
35°C selama 3 hari. Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter zona
hambat di sekitar kapang endofit. (Melliawati & Harni, 2009). Isolat yang
menunjukkan zona hambat dipilih sebagai isolat untuk pengujian selanjutnya
yaitu fermentasi dan uji aktivitas antibakteri.
3.4.8.2 Skrining Bakteri Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri
Skrining bakteri endofit yang berpotensi sebagai antibakteri dilakukan
dengan metode difusi cakram (disc diffusion methods). Bakteri uji yang digunakan
yaitu Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Bacillus subtilis, Shigella
dysenteriae, dan Salmonella typhimurium. Masing-masing suspensi bakteri uji
pada media NB yang telah berumur fase mid log diambil 0,1 mL dan dipipetkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
ke dalam media agar NA padat dan disebarkan secara merata dengan
menggunakan batang drigalski. Isolat bakteri endofit yang telah berumur 24 jam
di media agar miring NA, kemudian ditambahkan 5 mL NaCl 0,9% steril.
Sebanyak 10 µL suspensi bakteri endofit diserapkan pada cakram steril
berdiameter 5 mm dan dikeringkan. Setelah itu, cakram diletakkan di atas media
NA yang telah diinokulasi dengan bakteri uji, kemudian dilakukan inkubasi
selama 24 jam pada suhu 35ºC, dan diamati ada tidaknya zona bening yang
terbentuk (Simarmata et al., 2007 dengan modifikasi).
3.4.9
Fermentasi Mikroba Endofit
3.4.9.1 Fermentasi Kapang Endofit
Kapang endofit yang terseleksi positif menghasilkan zona hambat
dilakukan fermentasi. Proses fermentasi dimulai dengan menumbuhkan kultur
murni pada media PDA selama ±7 hari. Miselia dan media agar dari fungi endofit
diambil sebanyak 3 bulatan berdiameter 6 mm kemudian dimasukkan ke dalam
media PDY 200 mL dan dilakukan inkubasi selama 21 hari pada suhu ruang
dalam kondisi stasioner (Phongpaichit et al., 2006 dengan modifikasi). Hasil
fermentasi disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit dan
supernatan yang diperoleh dijadikan sebagai larutan uji aktivitas antibakteri
(Rosana et al., 2001 dalam Kumala dan Endro, 2007).
3.4.9.2 Fermentasi Bakteri Endofit
Dilakukan fermentasi cair dengan menggunakan media NB sebanyak 10
mL dalam tabung bersumbat kapas. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama 2
hari dengan kecepatan shaker 170 rpm. Biomassa sel dipanen dengan
menggunakan sentrifus berpendingin 3000 rpm selama 20 menit pada suhu 4°C.
Supernatan dari hasil sentrifus digunakan untuk uji aktivitas antibakteri (Kumala
et al., 2006).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
3.4.10 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Mikroba
Endofit
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram
(disc diffusion methods). Sebanyak 20 µL larutan uji (supernatan dari hasil
fermentasi mikroba endofit) diserapkan pada kertas cakram steril berdiameter 6
mm. Cakram yang sudah diresapi larutan uji diletakkan pada permukaan media
MHA padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji (Staphylococcus
aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella
typhimurium) dengan metode pour plate yaitu dengan cara mengambil 1 mL
suspensi bakteri uji pada fase mid log menggunakan pipet, kemudian diteteskan
ke dalam cawan petri steril dan selanjutnya ditambahkan media MHA cair suhu
±55°C sebanyak 10 mL lalu digoyangkan sampai suspensi bakteri uji merata di
seluruh media, didiamkan sampai membeku dan media siap digunakan. Sebagai
kontrol positif digunakan cakram kloramfenikol konsentrasi 30 µg dan kontrol
negatif yaitu aquades steril yang diserapkan pada cakram dan dikeringkan. Setelah
semua cakram diletakkan di atas permukaan media MHA tersebut, kemudian
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35ºC. Aktivitas antibakteri dinyatakan
sebagai diameter zona hambat (mm) yang dihasilkan oleh supernatan hasil
fermentasi mikroba endofit. Diameter zona hambat diukur dengan menggunakan
jangka sorong (Radji et al., 2011 dengan modifikasi).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
HASIL
4.1.1
Isolasi Mikroba Endofit
Mikroba endofit diisolasi dari tanaman Garcinia benthami Pierre. Sebelum
isolasi, dilakukan dahulu sterilisasi permukaan terhadap sampel tanaman.
Sterilisasi permukaan dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC).
Daun direndam di dalam alkohol 70% selama 1 menit, sambil di kocok pelan.
Lalu dipindahkan ke dalam larutan natrium hipoklorit (NaOCl) 5,25% selama 5
menit. Selanjutnya daun tersebut direndam kembali di dalam alkohol 70% selama
30 detik (Radji et al., 2011). Setelah itu dibilas dengan aquades steril selama 1
menit dan diulang dua kali (Ariyono et al., 2014).
Pada proses isolasi, koloni mikroba endofit yang tumbuh dari dalam
jaringan daun di media pertumbuhannya yang secara makroskopis berbeda
dianggap merupakan isolat yang berbeda, dan jika bentuk koloni mikroba endofit
sama maka dianggap isolat yang sama, akan tetapi jika terdapat perbedaaan dari
laju pertumbuhan mikroba endofit yang secara makroskopis sama, maka dianggap
sebagai isolat yang berbeda. Setiap koloni dengan morfologi berbeda dipisahkan
menjadi isolat-isolat tunggal, sampai diperoleh isolat murni yaitu isolat yang
hanya mengandung satu bentuk morfologi yang sama.
Berdasarkan hasil isolasi didapatkan 25 isolat mikroba endofit yang terdiri
dari 18 isolat kapang endofit yaitu GB1, GB2, GB3, GB4, GB5, GB6, GB7, GB8,
GB9, GB10, GB11, GB12, GB13, GB14, GB15, GB16, GB17, dan GB18; dan 7
isolat bakteri endofit yaitu IGB1, IGB2, IGB3, IGB4, IGB5, IGB6, dan IGB7.
Kapang endofit tumbuh setelah 5 hari dan bakteri endofit tumbuh setelah 3 hari
dari proses penanaman potongan daun di atas media isolasi. Kontrol sterilisasi
menunjukkan bahwa sterilisasi permukaan yang dilakukan mampu menghambat
pertumbuhan mikroba pada permukaan tanaman sehingga isolat mikroba yang
diperoleh diyakini merupakan mikroba endofit. Isolat kapang dan bakteri endofit
serta kontrol sterilisasi permukaan dapat dilihat pada lampiran 8 hal. 93.
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
4.1.2 Uji Kemurnian Bakteri Uji
Uji kemurnian dilakukan untuk memastikan bahwa bakteri uji yang
digunakan merupakan bakteri uji yang benar-benar murni tanpa adanya
kontaminasi. Maka dilakukan pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis.
Hasil dari pengamatan makroskopis adalah sebagai berikut:
1) Escherichia coli
Dalam media pembenihan NA (Nutrient Agar) (35°C, 24 jam), koloni bakteri
berbentuk bulat, berwarna putih dengan permukaan mengkilat.
2) Staphylococcus aureus
Dalam media pembenihan NA (Nutrient Agar) (35°C, 24 jam), koloni bakteri
berbentuk bulat, berwarna kuning keemasan, permukaan pinggir rata, dan
koloni berdiameter 0,8-1,2 mm.
3) Bacillus Subtilis
Dalam media pembenihan NA (Nutrient Agar) (35°C, 24 jam), koloni bakteri
berbentuk titik-titik bulat, berwarna putih, permukaan pinggir rata, dan koloni
berdiameter 0,9-1,0 mm.
4) Shigella dysenteriae
Dalam media pembenihan NA (Nutrient Agar) (35°C, 24 jam), koloni bakteri
berbentuk bulat, berwarna putih, permukaan pinggir rata, dan koloni
berdiameter 0,6-1,9 mm.
5) Salmonella typhimurium
Dalam media pembenihan NA (Nutrient Agar) (35°C, 24 jam), koloni bakteri
berbentuk bulat, berwarna putih, permukaan pinggir rata, dan koloni
berdiameter 0,9-1,0 mm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
Hasil dari pengamatan mikroskopis yaitu dengan pewarnaan Gram adalah sebagai
berikut:
1) Escherichia coli
Pengamatan
secara
mikroskopis
(Perbesaran
1000x) Escherichia coli adalah bakteri Gram
negatif berbentuk basil pendek dan berwarna
merah.
Gambar 4.1 Escherichia coli
2) Staphylococcus aureus
Pengamatan
secara
mikroskopis
(Perbesaran
1000x) Staphylococcus aureus adalah bakteri
Gram
positif
berbentuk
coccus
tersusun
berkelompok seperti anggur dan berwarna ungu.
Gambar 4.2 Staphylococcus aureus
3) Bacillus Subtilis
Pengamatan
secara
mikroskopis
(Perbesaran
1000x) Bacillus Subtilis adalah bakteri Gram
positif berbentuk basil dan berwarna ungu.
Gambar 4.3 Bacillus Subtilis
4) Shigella dysenteriae
Pengamatan
secara
mikroskopis
(Perbesaran
1000x) Shigella dysenteriae adalah bakteri Gram
negatif berbentuk batang dan berwarna merah.
Gambar 4.4 Shigella dysenteriae
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
5) Salmonella typhimurium
Pengamatan
secara
mikroskopis
(Perbesaran
1000x) Salmonella typhimurium adalah bakteri
Gram negatif berbentuk batang dan berwarna
merah.
Gambar 4.5 Salmonella typhimurium
4.1.3
Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji
Pengamatan kurva pertumbuhan dari masing-masing bakteri uji perlu
dilakukan sebelum skrining ataupun pengujian antibakteri. Tujuannya adalah
untuk mengetahui pertumbuhan bakteri. Pada kurva pertumbuhan dapat dilihat
pertumbuhan bakteri berdasarkan fasenya, yaitu fase lag, fase log (fase
eksponensial), fase stasioner, dan fase kematian. Fase log (fase eksponensial) ini
merupakan fase yang cocok untuk pengujian antibakteri. Kurva pertumbuhan
diakhiri setelah melewati fase stasioner. Data selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran 11 hal. 97.
Gambar 4.6 Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
4.1.4 Karakterisasi Mikroba Endofit
Karakterisasi mikroba endofit yang telah diisolasi dari daun tanaman
Garcinia benthami Pierre dilakukan dengan pengamatan makroskopis dan
mikroskopis. Pengamatan makroskopis dilakukan dengan media pertumbuhannya
masing-masing, untuk kapang endofit ditumbuhkan pada media PDA dan untuk
bakteri endofit ditumbuhkan pada
media NA. Sedangkan pengamatan
mikroskopis dilakukan dengan mengamati mikroba endofit di bawah mikroskop
dengan perbesaran 200-400x untuk kapang endofit dan perbesaran 1000x untuk
bakteri endofit.
4.1.4.1 Karakterisasi Kapang Endofit
1) Isolat GB1
Makroskopis
Mikroskopis
(Isolat GB1 tampak atas)
Isolat GB1 (Perbesaran 400x)
(Isolat GB1 tampak bawah)
Gambar 4.7 Isolat GB1
Ket: GB1 (Isolat kapang endofit ke-1 yang diisolasi dari daun yang berada di tengah
ranting).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna hijau tua dan
bagian pinggir berwarna putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini
yaitu hijau tua kebiruan dan bagian pinggir berwarna putih. Kapang ini memiliki
tekstur seperti beludru, bentuk pinggirnya tidak rata, tidak memiliki zonasi dan
exudate drop.
Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang tidak bersekat.
Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak
memiliki konidia.
2) Isolat GB2
Makroskopis
Mikroskopis
(Isolat GB2 tampak atas)
Isolat GB2 (Perbesaran 400x)
(Isolat GB2 tampak bawah)
Gambar 4.8 Isolat GB2
Ket: GB2 (Isolat kapang endofit ke-2 yang diisolasi dari daun yang berada di tengah
ranting).
Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna coklat muda dan
bagian pinggir berwarna krem. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini
yaitu bagian tengah berwarna kehijauan, kemudian coklat tua, dan bagian pinggir
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
berwarna krem. Kapang ini memiliki tekstur seperti beludru, bentuk pinggirnya
tidak rata dan memiliki zonasi. Exudate drop pada kapang ini berupa butiran
berwarna hitam.
Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat.
Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak
memiliki konidia.
3) Isolat GB3
Makroskopis
Mikroskopis
(Isolat GB3 tampak atas)
Isolat GB3 (Perbesaran 400x)
(Isolat GB3 tampak bawah)
Gambar 4.9 Isolat GB3
Ket: GB3 (Isolat kapang endofit ke-3 yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal
ranting).
Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna hijau tua dan
bagian pinggir berwarna putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini
yaitu hijau tua kehitaman dan bagian pinggir berwarna putih. Kapang ini memiliki
tekstur seperti beludru, bentuk pinggirnya tidak rata, tidak memiliki zonasi dan
exudate drop.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat.
Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan memiliki
konidia yang berbentuk bulat.
4) Isolat GB4
Makroskopis
Mikroskopis
(Isolat GB4 tampak atas)
Isolat GB4 (Perbesaran 400x)
(Isolat GB4 tampak bawah)
Gambar 4.10 Isolat GB4
Ket: GB4 (Isolat kapang endofit ke-4 yang diisolasi dari daun yang berada di tengah
ranting).
Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna hijau tua dan
bagian pinggir berwarna putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini
yaitu hijau tua kehitaman, sedikit kecoklatan dan bagian pinggir berwarna putih.
Kapang ini memiliki tekstur seperti beludru, bentuk pinggirnya tidak rata, tidak
memiliki zonasi dan exudate drop.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat.
Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna gelap, dan memiliki
konidia yang berbentuk bulat.
5) Isolat GB5
Makroskopis
Mikroskopis
(Isolat GB5 tampak atas)
GB 5 (Perbesaran 200x)
(Isolat GB5 tampak bawah)
Gambar 4.11 Isolat GB5
Ket: GB5 (Isolat kapang endofit ke-5 yang diisolasi dari daun yang berada di dekat pucuk
daun).
Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna hijau tua dan
bagian pinggir berwarna putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini
yaitu hijau tua kehitaman dan bagian pinggir berwarna putih. Kapang ini memiliki
tekstur seperti beludru, bentuk pinggirnya tidak rata, tidak memiliki zonasi dan
exudate drop.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat.
Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna gelap, dan tidak memiliki
konidia.
6) Isolat GB6
Makroskopis
Mikroskopis
(Isolat GB6 tampak atas)
GB 6 (Perbesaran 200x)
(Isolat GB6 tampak bawah)
Gambar 4.12 Isolat GB6
Ket: GB6 (Isolat kapang endofit ke-6 yang diisolasi dari daun yang berada di tengah
ranting).
Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna hijau tua dan
bagian pinggir berwarna putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini
yaitu hijau tua kehitaman dan bagian pinggir berwarna putih. Kapang ini memiliki
tekstur seperti beludru dengan granul berwarna hijau tua, bentuk pinggirnya tidak
rata, tidak memiliki zonasi dan exudate drop.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat.
Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak
memiliki konidia.
7) Isolat GB7
Makroskopis
Mikroskopis
(Isolat GB7 tampak atas)
GB 7 (Perbesaran 200x)
(Isolat GB7 tampak bawah)
Gambar 4.13 Isolat GB7
Ket: GB7 (Isolat kapang endofit ke-7 yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal
ranting).
Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna hijau tua dan
bagian pinggir berwarna putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini
yaitu hijau tua kebiruan dan bagian pinggir berwarna putih. Kapang ini memiliki
tekstur seperti beludru dengan granul berwarna hijau tua, bentuk pinggirnya tidak
rata, tidak memiliki zonasi dan exudate drop.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat.
Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan memiliki
konidia berbentuk bulat.
8) Isolat GB8
Makroskopis
Mikroskopis
(Isolat GB8 tampak atas)
GB 8 (Perbesaran 400x)
(Isolat GB8 tampak bawah)
Gambar 4.14 Isolat GB8
Ket: GB8 (Isolat kapang endofit ke-8 yang diisolasi dari pucuk daun).
Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna coklat muda
kekuningan dan bagian pinggir berwarna kuning. Warna sebalik (reverse colony)
dari kapang ini yaitu coklat tua, coklat muda, coklat tua, coklat muda, kuning
(berselang-seling). Kapang ini memiliki tekstur seperti kapas, bentuk pinggirnya
tidak rata, memiliki zonasi dan exudate drop berupa butir halus warna bening dan
coklat tua pada hifa.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat.
Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak
memiliki konidia.
9) Isolat GB9
Makroskopis
Mikroskopis
(Isolat GB9 tampak atas)
GB 9 (Perbesaran 400x)
(Isolat GB9 tampak bawah)
Gambar 4.15 Isolat GB9
Ket: GB9 (Isolat kapang endofit ke-9 yang diisolasi dari daun yang berada di tengah
ranting).
Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna putih dan bagian
pinggir putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu putih gading,
kuning muda, dan putih gading (berselang-seling). Kapang ini memiliki tekstur
seperti kapas, bentuk pinggirnya tidak rata, memiliki zonasi dan exudate drop
berupa butir halus warna bening pada hifa.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat.
Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak
memiliki konidia.
10) Isolat GB10
Makroskopis
Mikroskopis
(Isolat GB10 tampak atas)
GB 10 (Perbesaran 400x)
(Isolat GB10 tampak bawah)
Gambar 4.16 Isolat GB10
Ket: GB10 (Isolat kapang endofit ke-10 yang diisolasi dari daun yang berada di tengah
ranting).
Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna putih dan bagian
pinggir putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu putih gading.
Kapang ini memiliki tekstur seperti kapas, bentuk pinggirnya tidak rata, memiliki
zonasi dan exudate drop berupa butir halus warna bening pada hifa.
Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat.
Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak
memiliki konidia.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
11) Isolat GB11
Makroskopis
Mikroskopis
(Isolat GB11 tampak atas)
GB 11 (Perbesaran 400x)
(Isolat GB11 tampak bawah)
Gambar 4.17 Isolat GB11
Ket: GB11 (Isolat kapang endofit ke-11 yang diisolasi dari daun yang berada di tengah
ranting).
Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna putih dan
bagian pinggir putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu putih
gading. Kapang ini memiliki tekstur seperti kapas, bentuk pinggirnya tidak rata,
memiliki zonasi dan exudate drop berupa butir halus warna bening pada hifa.
Perbedaan isolat GB11 dengan isolat GB10 adalah pembentukkan exudate drop
pada GB11 lebih cepat.
Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat.
Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak
memiliki konidia.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
12) Isolat GB12
Makroskopis
Mikroskopis
(Isolat GB12 tampak atas)
GB 12 (Perbesaran 400x)
(Isolat GB12 tampak bawah)
Gambar 4.18 Isolat GB12
Ket: GB12 (Isolat kapang endofit ke-12 yang diisolasi dari daun yang berada di tengah
ranting).
Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna hijau tua dan
bagian pinggir berwarna putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini
yaitu hijau tua kebiruan dan bagian pinggir berwarna putih. Kapang ini memiliki
tekstur seperti beludru, bentuk pinggirnya tidak rata, tidak memiliki zonasi dan
exudate drop. Perbedaan isolat GB12 dengan isolat GB1 adalah pertumbuhan dari
isolat GB12 lebih lama daripada GB1.
Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat.
Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak
memiliki konidia.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
13) Isolat GB13
Makroskopis
Mikroskopis
(Isolat GB13 tampak atas)
GB 13 (Perbesaran 400x)
(Isolat GB13 tampak bawah)
Gambar 4.19 Isolat GB13
Ket: GB13 (Isolat kapang endofit ke-13 yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal
ranting).
Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna hijau tua.
Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu hijau tua. Kapang ini
memiliki tekstur seperti beludru, bentuk pinggirnya tidak rata, tidak memiliki
zonasi dan exudate drop. Perbedaan isolat GB12 dengan isolat GB1 adalah
pertumbuhan dari isolat GB12 lebih lama daripada GB1.
Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat.
Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak
memiliki konidia.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
14) Isolat GB14
Makroskopis
Mikroskopis
(Isolat GB14 tampak atas)
GB 14 (Perbesaran 400x)
(Isolat GB14 tampak bawah)
Gambar 4.20 Isolat GB14
Ket: GB14 (Isolat kapang endofit ke-14 yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal
ranting).
Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna coklat tua
kekuningan dengan bagian atas hifa berwarna putih dan bagian pinggir berwarna
putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu coklat tua kekuningan
dengan bagian atas hifa berwarna putih dan bagian pinggir berwarna putih.
Kapang ini memiliki tekstur seperti kapas, bentuk pinggirnya tidak rata, memiliki
zonasi dan exudate drop berupa butiran berwarna coklat tua.
Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat.
Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak
memiliki konidia.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
15) Isolat GB15
Makroskopis
Mikroskopis
(Isolat GB15 tampak atas)
GB 15 (Perbesaran 400x)
(Isolat GB15 tampak bawah)
Gambar 4.21 Isolat GB15
Ket: GB15 (Isolat kapang endofit ke-15 yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal
ranting).
Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna hijau tua dan
bagian pinggir berwarna putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini
yaitu hijau tua kehitaman dan bagian pinggir berwarna putih. Kapang ini memiliki
tekstur seperti beludru dengan granul berwarna abu-abu, bentuk pinggirnya tidak
rata, memiliki exudate drop berupa butiran berwarna hitam, dan tidak memiliki
zonasi.
Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat.
Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak
memiliki konidia.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
16) Isolat GB16
Makroskopis
Mikroskopis
(Isolat GB16 tampak atas)
GB 16 (Perbesaran 400x)
(Isolat GB16 tampak bawah)
Gambar 4.22 Isolat GB16
Ket: GB16 (Isolat kapang endofit ke-16 yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal
ranting).
Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna hijau tua,
bagian atasnya terdapat hifa berwarna abu-abu dan bagian pinggir berwarna putih.
Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu hijau tua kebiruan dan
bagian pinggir berwarna putih. Kapang ini memiliki tekstur seperti beludru,
bentuk pinggirnya tidak rata, memiliki zonasi, dan exudate drop berupa butiran
berwarna hitam.
Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat.
Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan memiliki
konidia.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
17) Isolat GB17
Makroskopis
Mikroskopis
(Isolat GB17 tampak atas)
GB 17 (Perbesaran 400x)
(Isolat GB17 tampak bawah)
Gambar 4.23 Isolat GB17
Ket: GB17 (Isolat kapang endofit ke-17 yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal
ranting).
Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna coklat
kekuningan, hijau muda, krem dan bagian atas terdapat hifa berwarna putih.
Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu coklat tua, kuning cerah,
hijau, kuning muda, krem (berselang-seling). Kapang ini memiliki tekstur seperti
kapas, bentuk pinggirnya tidak rata, memiliki zonasi, dan exudate drop berupa
butiran berwarna hitam dan oranye.
Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat.
Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak
memiliki konidia.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
18) Isolat GB18
Makroskopis
Mikroskopis
(Isolat GB18 tampak atas)
GB 18 (Perbesaran 400x)
(Isolat GB18 tampak bawah)
Gambar 4.24 Isolat GB18
Ket: GB18 (Isolat kapang endofit ke-18 yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal
ranting).
Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna putih dan
terdapat spora berwarna hitam. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini
yaitu putih gading dan spora berwarna hitam. Kapang ini memiliki tekstur seperti
kapas, bentuk pinggirnya tidak rata, memiliki exudate drop berupa butiran halus
berwarna bening pada hifa, dan tidak memiliki zonasi.
Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat.
Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan memiliki
konidia.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
4.1.4.2 Karakterisasi Bakteri Endofit
1) IGB1
Makroskopis
Mikroskopis
Isolat IGB1
IGB 1 (Perbesaran 1000x)
Gambar 4.25 Isolat IGB1
Ket: IGB1 (Isolat bakteri endofit ke-1 yang diisolasi dari pucuk daun).
Secara makroskopis, bakteri ini memiliki bentuk koloni (whole colony)
bulat, bentuk tepi (edge) bergelombang, warna (colour) putih kekuningan, bentuk
permukaan (elevation) timbul.
Secara mikroskopis, bakteri ini jika dilihat di bawah mikroskop dengan
perbesaran 1000x yaitu memiliki bentuk basil, berwarna ungu, dan Gram positif.
2) IGB2
Makroskopis
Mikroskopis
Isolat IGB2
IGB 2 (Perbesaran 1000x)
Gambar 4.26 Isolat IGB2
Ket: IGB2 (Isolat bakteri endofit ke-2 yang diisolasi dari pucuk daun).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
Secara makroskopis, bakteri ini memiliki bentuk koloni (whole colony)
bulat, bentuk tepi (edge) rata, warna (colour) putih, bentuk permukaan (elevation)
menggunung.
Secara mikroskopis, bakteri ini jika dilihat di bawah mikroskop dengan
perbesaran 1000x yaitu memiliki bentuk coccus/diplococcus, berwarna ungu, dan
Gram positif.
3) IGB3
Makroskopis
Isolat IGB3
Mikroskopis
IGB 3 (Perbesaran 1000x)
Gambar 4.27 Isolat IGB3
Ket: IGB3 (Isolat bakteri endofit ke-3 yang diisolasi dari pucuk daun).
Secara makroskopis, bakteri ini memiliki bentuk koloni (whole colony)
bulat, bentuk tepi (edge) bergelombang, warna (colour) putih, bentuk permukaan
(elevation) timbul.
Secara mikroskopis, bakteri ini jika dilihat di bawah mikroskop dengan
perbesaran 1000x yaitu memiliki bentuk coccus, berwarna ungu, dan Gram
positif.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
4) IGB4
Makroskopis
Mikroskopis
Isolat IGB4
IGB 4 (Perbesaran 1000x)
Gambar 4.28 Isolat IGB4
Ket: IGB4 (Isolat bakteri endofit ke-4 yang diisolasi dari daun yang berada di dekat
pucuk daun).
Secara makroskopis, bakteri ini memiliki bentuk koloni (whole colony)
bulat, bentuk tepi (edge) rata, warna (colour) putih, bentuk permukaan (elevation)
menggunung.
Secara mikroskopis, bakteri ini jika dilihat di bawah mikroskop dengan
perbesaran 1000x yaitu memiliki bentuk basil pendek, berwarna ungu, dan Gram
positif.
5) IGB5
Makroskopis
Mikroskopis
Isolat IGB5
IGB 5 (Perbesaran 1000x)
Gambar 4.29 Isolat IGB5
Ket: IGB5 (Isolat bakteri endofit ke-5 yang diisolasi dari daun yang berada di dekat
pucuk daun).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
Secara makroskopis, bakteri ini memiliki bentuk koloni (whole colony)
bulat, dari atas terlihat konsentris, bentuk tepi (edge) rata, warna (colour) kuning,
bentuk permukaan (elevation) timbul.
Secara mikroskopis, bakteri ini jika dilihat di bawah mikroskop dengan
perbesaran 1000x yaitu memiliki bentuk basil, berwarna ungu, dan Gram positif.
6) IGB6
Makroskopis
Mikroskopis
Isolat IGB6
IGB 6 (Perbesaran 1000x)
Gambar 4.30 Isolat IGB6
Ket: IGB6 (Isolat bakteri endofit ke-6 yang diisolasi dari daun yang berada di dekat
pucuk daun).
Secara makroskopis, bakteri ini memiliki bentuk koloni (whole colony)
bulat, bentuk tepi (edge) rata, warna (colour) putih, bentuk permukaan (elevation)
timbul.
Secara mikroskopis, bakteri ini jika dilihat di bawah mikroskop dengan
perbesaran 1000x yaitu memiliki bentuk basil, berwarna ungu, dan Gram positif.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
7) IGB7
Makroskopis
Mikroskopis
Isolat IGB7
IGB 7 (Perbesaran 1000x)
Gambar 4.31 Isolat IGB7
Ket: IGB7 (Isolat bakteri endofit ke-7 yang diisolasi dari daun yang berada di dekat
pucuk daun).
Secara makroskopis, bakteri ini memiliki bentuk koloni (whole colony)
bulat, bentuk tepi (edge) rata, warna (colour) putih, bentuk permukaan (elevation)
menggunung.
Secara mikroskopis, bakteri ini jika dilihat di bawah mikroskop dengan
perbesaran 1000x yaitu memiliki bentuk coccus, berwarna ungu, dan Gram
positif.
4.1.5 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Mikroba Endofit
4.1.5.1 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Kapang Endofit
Skrining aktivitas antibakteri dari kapang endofit menunjukkan 6 isolat
kapang endofit aktif sebagai antibakteri yaitu isolat kapang GB2, GB8, GB14,
GB16, GB17, dan GB18. Terdapat 3 isolat kapang endofit yang aktif terhadap
Bacillus subtilis yaitu isolat GB2, GB14, dan GB17. Terdapat 4 isolat kapang
endofit yang aktif terhadap Staphylococcus aureus yaitu isolat GB2, GB8, GB16,
dan GB18. Hanya 1 Isolat kapang endofit yang aktif terhadap Shigella dysenteriae
dan Salmonella typhimurium yaitu isolat GB2. Dan tidak ada isolat yang aktif
terhadap Escherichia coli. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.1 hal. 67.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
66
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.32 Zona hambat isolat kapang endofit terhadap B.subtilis: (a) zona
hambat GB2 terhadap B.subtilis; (b) zona hambat GB14 terhadap B.subtilis; (c)
zona hambat GB17 terhadap B.subtilis
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 4.33. Zona hambat isolat kapang endofit terhadap S.aureus: (a) zona
hambat GB2 terhadap S.aureus; (b) zona hambat GB8 terhadap S.aureus; (c) zona
hambat GB16 terhadap S.aureus; (d) zona hambat GB18 terhadap S.aureus.
(a)
Gambar 4.34 Zona hambat isolat GB2 terhadap S.dysenteriae
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
67
Tabel 4.1 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Kapang Endofit
Distribusi Zona Hambat Isolat Kapang Endofit berdasarkan
Bakteri Patogen E.coli, B.subtilis, S.aureus, S.dysenteriae, dan
S.typhimurium (mm)
Isolat
Kapang
Endofit
GB1
GB2
GB3
GB4
GB5
GB6
GB7
GB8
GB9
GB10
GB11
GB12
GB13
GB14
GB15
GB16
GB17
GB18
E.coli
B.subtilis
S.aureus
S.dysenteriae
S. typhimurium
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
13,9
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7,875
0
0
8,95
0
0
18,375
0
0
0
0
0
7,625
0
0
0
0
0
0
0
7,55
0
6,3
0
12,05
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
10,8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Gambar 4.35 Zona hambat isolat GB2 terhadap S.typhimurium
4.1.5.2 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Bakteri Endofit
Skrining aktivitas antibakteri dari bakteri endofit menunjukkan 6 isolat
bakteri endofit yang memberikan zona antagonis terhadap bakteri uji yaitu isolat
kapang IGB1, IGB2, IGB3, IGB4, IGB5, dan IGB6. Data selengkapnya dapat
dilihat pada tabel 4.2 hal. 68.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
68
Tabel 4.2 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Bakteri Endofit
Distribusi Zona Antagonis Isolat Bakteri Endofit berdasarkan
Bakteri Patogen E.coli, B.subtilis, S.aureus, S.dysenteriae, dan
S.typhimurium (mm)
Isolat
Bakteri
Endofit
E.coli
B.subtilis
S.aureus
S.dysenteriae
S.typhimurium
IGB1
IGB2
IGB3
IGB4
IGB5
IGB6
IGB7
7,87
8,2
9,8
8,77
8,54
8,46
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8,4
0
0
0
0
7
6,9
6,775
6,65
6,35
6,1
0
0
0
0
0
0
0
0
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4.36. Zona antagonis isolat bakteri endofit terhadap E.coli, S.aureus, &
S.dysenteriae, (a) zona antagonis IGB1, 3, dan 4 terhadap E.coli; (b) zona antagonis IGB5
dan 6 terhadap E.coli; (c) zona antagonis IGB3 terhadap S.aureus; (d) zona antagonis
IGB5 dan 6 terhadap S.dysenteriae
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
69
4.1.6 Fermentasi Mikroba Endofit
Fermentasi isolat kapang endofit dilakukan menggunakan media PDY
(Potato Dextrose Yeast), namun tidak semua kapang endofit difermentasi, dari
hasil skrining aktivitas antibakteri yang telah diseleksi didapatkan 6 isolat kapang
endofit yang akan dilanjutkan pada proses fermentasi dan uji aktivitas antibakteri
yaitu isolat GB2, GB8, GB14, GB16, GB17, dan GB18. Fermentasi isolat bakteri
endofit dilakukan menggunakan media NB (Nutrient Broth). Semua isolat bakteri
endofit yaitu IGB1, IGB2, IGB3, IGB4, IGB5, IGB6, dan IGB7 dilakukan proses
fermentasi dan uji aktivitas antibakteri.
Hasil dari fermentasi segera disentrifugasi dan supernatan yang diperoleh
adalah sebagai larutan uji untuk uji aktivitas antibakteri dari mikroba endofit
terhadap bakteri patogen (Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia
coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium).
4.1.7
Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Mikroba
Endofit
4.1.7.1 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Kapang
Endofit
Uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi kapang endofit
dilakukan dengan metode difusi cakram (disc diffusion methods) dan pengukuran
zona hambat terhadap pertumbuhan bakteri uji. Dari pengukuran diameter zona
hambat diperoleh hasil yang ditunjukkan pada tabel 4.3 hal. 70. Supernatan dari
suspensi koloni kapang endofit yang aktif sebagai antibakteri terhadap
Escherichia coli yaitu dari isolat GB18. Tidak ada supernatan dari isolat kapang
endofit yang aktif sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Supernatan
dari isolat kapang endofit yang aktif sebagai antibakteri terhadap Bacillus subtilis
yaitu GB2, GB8, GB14, GB16, GB17, dan GB18. Supernatan dari isolat kapang
endofit yang aktif sebagai antibakteri terhadap Shigella dysenteriae yaitu GB2,
GB16, dan GB17. Supernatan dari isolat kapang endofit yang aktif sebagai
antibakteri terhadap Salmonella typhimurium yaitu GB2 dan GB8.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70
Tabel 4.3 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Kapang
Endofit
Distribusi Zona Hambat dari Supernatan Hasil Fermentasi Isolat
Kapang Endofit berdasarkan Bakteri Patogen E.coli, B.subtilis, S.aureus,
S.dysenteriae, dan S.typhimurium (mm)
Isolat Kapang
Endofit
GB2
GB8
GB14
GB16
GB17
GB18
Kloramfenikol
(Kontrol +)
Aquades steril
(Kontrol -)
E.coli
S.aureus B.subtilis
S.dysenteriae
S.typhimurium
0
0
0
0
0
6,73
0
0
0
0
0
0
7,31
7,27
7,32
7,1
7,12
7,55
6,98
0
0
8,08
7,34
0
6,75
6,87
0
0
0
0
9,08
18,2
19,33
18,93
18,65
0
0
0
0
0
Zona Hambat Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Kapang Endofit
Gambar 4.37. Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi
kapang endofit: (a) zona hambat isolat kapang terhadap E.coli; (b) zona hambat isolat
kapang terhadap S.dysenteriae; (c) zona hambat isolat kapang terhadap S.typhimurium;
(d) zona hambat isolat kapang terhadap B.subtilis.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
71
4.1.7.2 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Bakteri
Endofit
Uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi bakteri endofit
dilakukan dengan metode difusi cakram (disc diffusion methods) dan pengukuran
zona hambat terhadap pertumbuhan bakteri uji. Dari pengukuran diameter zona
hambat diperoleh hasil yang ditunjukkan pada tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Bakteri
Endofit
Distribusi Zona Hambat dari Supernatan Hasil Fermentasi Isolat
Bakteri Endofit berdasarkan Bakteri Patogen E.coli, B.subtilis,
S.aureus, S.dysenteriae, dan S.typhimurium (mm)
Isolat Bakteri
Endofit
IGB1
IGB2
IGB3
IGB4
IGB5
IGB6
IGB7
Kloramfenikol
(Kontrol +)
Aquades steril
(Kontrol -)
E.coli
S.aureus
B.subtilis
S.dysenteriae S.typhimurium
6,95
6,9
7,08
6,67
6,52
6,68
6,48
0
0
7,07
0
7,57
7,22
0
5,88
0
6,8
0
0
0
0
0
0
6,92
0
0
6,58
0
0
0
5,93
0
0
0
0
7,9
18,55
15,82
14,9
14,63
0
0
0
0
0
Gambar 4.38. Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi
bakteri endofit terhadap E.coli: (a) zona hambat isolat IGB1 terhadap E.coli; (b) zona
hambat isolat IGB2 terhadap E.coli; (c) zona hambat isolat IGB3 terhadap E.coli; (d)
zona hambat isolat IGB4 terhadap E.coli; (e) zona hambat isolat IGB5 terhadap E.coli; (f)
zona hambat isolat IGB6 terhadap E.coli; (g) zona hambat isolat IGB7 terhadap E.coli;
(h) zona hambat Kloramfenikol terhadap E.coli; (i) kontrol negatif.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
72
Gambar 4.39. Zona hambat uji
aktivitas antibakteri dari supernatan
hasil fermentasi bakteri endofit
terhadap S.aureus: (a) zona hambat
isolat IGB3 terhadap S.aureus; (b)
zona hambat isolat IGB5 terhadap
S.aureus; (c) zona hambat isolat
IGB6 terhadap S.aureus; (d) zona
hambat Kloramfenikol terhadap
S.aureus; (e) kontrol negatif.
Gambar 4.40. Zona hambat uji
aktivitas antibakteri dari supernatan
hasil fermentasi bakteri endofit
terhadap B.subtilis: (a) zona hambat
isolat IGB1 terhadap B.subtilis; (b)
zona hambat isolat IGB3 terhadap
B.subtilis; (c) zona hambat
Kloramfenikol terhadap B.subtilis;
(d) kontrol negatif
Gambar 4.41. Zona hambat uji
aktivitas antibakteri dari supernatan
hasil fermentasi bakteri endofit
terhadap S.dysenteriae: (a) zona
hambat isolat IGB3 terhadap
S.dysenteriae; (b) zona hambat
isolat IGB6 terhadap S.dysenteriae;
(c) zona hambat Kloramfenikol
terhadap S.dysenteriae; (d) kontrol
negatif.
Gambar 4.42. Zona hambat uji
aktivitas antibakteri dari supernatan
hasil fermentasi bakteri endofit
terhadap S.typhimurium: (a) zona
hambat isolat IGB3 terhadap
S.typhimurium; (b) kontrol negatif;
(c) zona hambat Kloramfenikol
terhadap S.typhimurium
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
73
4.2
PEMBAHASAN
Garcinia benthami Pierre atau yang lebih dikenal sebagai tanaman
manggis-manggisan merupakan tumbuhan tropis. Dari berbagai penelitian yang
dilakukan pada beberapa spesies Garcinia berhasil diisolasi senyawa-senyawa
kelompok xanton, benzofenon, flavonoid, dan triterpenoid (Verheij & Coronel,
1992; Likhitwitayawuid et al., 1998). Umumnya senyawa-senyawa tersebut
mempunyai
aktivitas
biologik
dan
farmakologik
seperti
antiinflamasi,
antimikroba, antifungi, dan antioksidan (Likhitwitayawuid et al., 1998; Iinuma et
al., 1998). Bagian tanaman yang berbeda dari Genus Garcinia seperti buah, kulit
buah, bunga, daun, kulit batang dan batang telah digunakan secara global sebagai
ethnomedicine untuk mengobati beberapa gangguan seperti peradangan, stres
oksidatif, infeksi mikroba, kanker, dan obesitas (Hemshekhar et al., 2011). Oleh
karena itu penelitian mengenai tanaman ini terus-menerus dikembangkan. Salah
satunya dibidang mikrobiologi, yaitu dengan mengisolasi mikroba endofit dari
tanaman ini dan kemudian diuji aktivitas antibakterinya.
Tahap awal dari proses isolasi mikroba endofit dari daun tanaman
Garcinia benthami Pierre ini adalah sterilisasi permukaan. Sebelum isolasi,
dilakukan terlebih dahulu sterilisasi permukaan terhadap sampel tanaman.
Sterilisasi permukaan ini bertujuan untuk menghilangkan mikroorganisme epifit
yang berada di permukaan tumbuhan, sehingga koloni yang diperoleh merupakan
koloni endofit yang berasal dari dalam jaringan tumbuhan (Larran et al., 2001).
Alkohol 70% digunakan sebagai bahan untuk sterilisasi permukaan karena alkohol
70% bekerja dengan cara merusak lapisan membran sel mikroorganisme. Alkohol
dapat melarutkan lipid dan mendenaturasi protein yang ada pada membran sel.
Hal tersebut dapat mengganggu fungsi membran sel dalam mengatur transportasi
cairan ke dalam dan keluar sel sehingga membuat sel mikroorganisme menjadi
lisis (McDonnell & Russell, 1999).
Kemampuan alkohol untuk mensterilkan permukaan organ tumbuhan
tersebut mempunyai spektrum yang sempit atau sangat terbatas sehingga perlu
dikombinasikan dengan bahan kimia lainnya, dan biasanya sering dikombinasikan
dengan larutan natrium hipoklorit (NaOCl) (Agusta, 2009). Natrium hipoklorit
merupakan senyawa klorin. Senyawa klorin diketahui mampu menghambat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
74
pertumbuhan sel mikroorganisme dengan cara mengganggu proses oksidasi dari
enzim-enzim penting sehingga fungsi metabolisme dari sel tersebut terganggu dan
sel mikroorganisme tidak dapat tumbuh (Valera et al., 2009 dalam Agusta, 2009).
NaOCl pada konsentrasi 5,25% digunakan karena telah diketahui sebagai
dekontaminan yang efektif terhadap bakteri Gram negatif, Gram positif dan
bentuk spora dari mikroorganisme (Tilakchand, Mahima et al., 2014).
Isolasi mikroba endofit dari daun Garcinia benthami Pierre dilakukan
pada media PDA untuk kapang endofit dan NA untuk bakteri endofit. Media PDA
mengandung ekstrak kentang, salah satu sumber karbohidrat. Kapang dapat
tumbuh pada media PDA karena kapang mempunyai enzim untuk memotong
polisakarida tersebut menjadi monosakarida yang siap digunakan kapang untuk
kelangsungan hidupnya. NA merupakan salah satu media yang umum digunakan
dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, produk pangan, untuk
membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri, dan untuk
mengisolasi organisme dalam kultur murni. Pada pembuatan media NA ini
ditambahkan pepton agar mikroba cepat tumbuh, karena mengandung banyak N2
(Dwidjoseputro, 1998).
Kapang endofit yang diisolasi tumbuh setelah 5 hari dari proses
penanaman potongan daun pada media PDA. Berdasarkan literatur, kapang
endofit akan mulai tumbuh pada minggu kedua setelah inkubasi, dan kapang yang
tumbuh sebelum waktu tersebut kemungkinan besar adalah kontaminan. Mungkin
rekomendasi tersebut cukup beralasan jika kita mengasumsikan bahwa kapang
tersebut terdapat pada bagian dalam jaringan tumbuhan. Namun, perlu diingat
bahwa media tumbuh yang digunakan selama proses isolasi adalah media yang
kaya akan nutrisi sehingga sangat mungkin untuk mempercepat perkembangan
kapang endofit tersebut (Agusta, 2009). Kapang endofit yang berhasil diisolasi
dari daun tanaman Garcinia benthami Pierre sebanyak 18 isolat.
Kapang endofit yang diisolasi dari pucuk daun dan daun yang berada di
dekat pucuk daun berjumlah masing-masing 1 isolat yaitu isolat GB5 dari pucuk
daun dan isolat GB8 dari daun yang berada di dekat pucuk daun. Sedangkan
kapang endofit yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting dan di
pangkal ranting berjumlah masing-masing 8 isolat yaitu GB1, GB2, GB4, GB6,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
75
GB9, GB10, GB11, GB12 dari daun yang berada di tengah ranting dan GB3,
GB7, GB13, GB14, GB15, GB16, GB17, GB18 dari daun yang berada di pangkal
ranting.
Bakteri endofit yang diisolasi tumbuh setelah 3 hari dari proses
penanaman potongan daun pada media NA. Bakteri endofit yang berhasil diisolasi
dari daun tanaman Garcinia benthami Pierre sebanyak 7 isolat, yaitu 4 isolat
bakteri endofit (IGB1, IGB2, IGB3, IGB4) berasal dari pucuk daun dan 3 isolat
bakteri endofit (IGB5, IGB6, IGB7) berasal dari daun yang berada didekat pucuk
daun. Berdasarkan hasil karakterisasi bakteri endofit secara mikrokopis, dapat
diketahui bahwa semua isolat bakteri endofit yang berhasil diisolasi merupakan
bakteri Gram positif.
Mikroba endofit yang telah tumbuh dimurnikan ke medianya masingmasing. Untuk kapang endofit dimurnikan ke media PDA, sedangkan untuk
bakteri endofit dimurnikan ke media NA. Tujuan pemurnian isolat mikroba
endofit adalah untuk memisahkan hasil inokulasi yang terdiri dari banyak koloni
yang berlainan jenis sehingga didapatkan koloni murni pada setiap cawan petri.
Koloni mikroba yang diambil untuk dimurnikan adalah koloni yang dominan
(Hadioetomo, 1995). Hal ini dilakukan terus-menerus sampai diperoleh koloni
murni. Koloni murni adalah koloni yang memiliki morfologi yang sama karena
berasal dari pembelahan satu sel (Waluyo, 2005).
Uji kemurnian bakteri uji dilakukan sebelum bakteri uji digunakan untuk
tahapan skrining mikroba endofit yang mempunyai aktivitas antibakteri. Uji
kemurnian ini dilakukan untuk memastikan bahwa bakteri uji yang digunakan
merupakan bakteri uji yang benar-benar murni tanpa adanya kontaminasi. Maka
dilakukan pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis. Berdasarkan hasil
yang diperoleh didapatkan bahwa bakteri uji benar-benar murni, sehingga dapat
digunakan untuk skrining antibakteri dan uji aktivitas antibakteri.
Pengamatan kurva pertumbuhan dari masing-masing bakteri uji perlu
dilakukan sebelum skrining ataupun pengujian aktivitas antibakteri. Kurva
pertumbuhan dapat diperoleh dari hubungan antara jumlah sel/mL terhadap waktu
(jam). Tujuannya adalah untuk mengetahui pertumbuhan bakteri. Pada kurva
pertumbuhan dapat dilihat pertumbuhan bakteri berdasarkan fasenya, yaitu fase
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
76
lag, fase log (fase eksponensial), fase stasioner, dan fase kematian. Fase lag
merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian bakteri pada suatu lingkungan
baru. Fase log (fase eksponensial) merupakan fase pada saat bakteri tumbuh dan
membelah pada kecepatan maksimum. Fase log (fase eksponensial) ini merupakan
fase yang cocok untuk pengujian antibakteri. Suatu zat antibakteri ketika akan
diuji aktivitas antibakterinya, maka bakteri uji yang digunakan harus dalam
keadaan fase aktif pembelahan sel dengan laju yang konstan. Selanjutnya adalah
fase stasioner yaitu pada saat pertumbuhan bakteri berhenti dan terjadi
keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati,
selain itu pada fase ini juga terjadi akumulasi produk buangan yang toksik. Fase
terakhir adalah fase kematian, yaitu pada saat jumlah sel yang mati meningkat, hal
ini disebabkan ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang
toksik (Pratiwi, 2008).
Pada kurva pertumbuhan bakteri Gram positif yaitu Escherichia coli
menunjukkan fase lag (fase adaptasi) terjadi pada jam ke-0 hingga jam ke-2 dan
mulai meningkat pertumbuhan selnya (fase log) pada jam ke-4 hingga jam ke-15.
Selanjutnya pada jam ke-17 hingga jam ke-22 bakteri mengalami fase stasioner.
Sedangkan pada kurva pertumbuhan Staphylococcus aureus menunjukkan fase lag
(fase adaptasi) terjadi pada jam ke-0 hingga jam ke-2 dan mulai meningkat
pertumbuhan selnya (fase log) pada jam ke-3 hingga jam ke-9.
Pada kurva pertumbuhan bakteri Gram negatif yaitu Bacillus subtilis
menunjukkan fase lag (fase adaptasi) terjadi pada jam ke-0 hingga jam ke-12 dan
mulai meningkat pertumbuhan selnya (fase log) pada jam ke-13 hingga jam ke-16.
Selanjutnya pada jam ke-18 hingga jam ke-23 bakteri mengalami fase stasioner.
Pada kurva pertumbuhan Shigella dysenteriae menunjukkan fase lag (fase
adaptasi) terjadi pada jam ke-0 hingga jam ke-4 dan mulai meningkat
pertumbuhan selnya (fase log) pada jam ke-12 hingga jam ke-19. Pada kurva
pertumbuhan Salmonella typhimurium menunjukkan fase lag (fase adaptasi)
terjadi pada jam ke-0 hingga jam ke-9 dan mulai meningkat pertumbuhan selnya
(fase log) pada jam ke-10 hingga jam ke-19.
Bakteri uji siap digunakan untuk uji antibakteri apabila OD (Optical
Density) telah mencapai 0,08-0,1 (setara 107 CFU/mL). Jika OD lebih besar dari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
77
0,1 maka dilakukan pengenceran dengan menggunakan larutan NaCl fisiologis
(Fitriyah et al., 2013).
Skrining mikroba endofit yang mempunyai aktivitas antibakteri dilakukan
untuk menentukan mikroba endofit yang akan dilanjutkan pada proses fermentasi
dan uji aktivitas antibakteri dari hasil fermentasi. Bakteri uji yang digunakan yaitu
bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus ATCC 6538, Bacillus subtilis ATCC
6633) dan Gram negatif (Escherichia coli ATCC 35218, Shigella dysenteriae
ATCC 13313, Salmonella typhimurium ATCC 14028). Berdasarkan hasil
skrining, didapatkan 6 kapang yang mempunyai zona hambat terhadap bakteri uji,
yaitu isolat kapang endofit GB2, GB8, GB14, GB16, GB17, dan GB18. Sehingga
6 isolat kapang inilah yang dilanjutkan pada proses fermentasi dan uji aktivitas
antibakteri.
Berdasarkan hasil skrining tersebut, terdapat satu isolat kapang yang
memberikan zona hambat paling baik dibandingkan lima isolat kapang lainnya
yaitu isolat kapang GB2. Isolat kapang GB2 memberikan hasil positif terhadap 4
bakteri uji yaitu dengan zona hambat 13,9 mm terhadap Bacillus subtilis, 18,375
mm terhadap Staphylococcus aureus, 12,05 mm terhadap Shigella dysenteriae,
dan 10,8 mm terhadap Salmonella typhimurium. Zona hambat menunjukkan
kemampuan kapang tersebut mensekresikan senyawa bioaktif ke dalam media
dengan tujuan mempertahankan hidup dengan menghambat pertumbuhan mikroba
lain yang ada di sekitarnya (Melliawati & Puspita, 2008).
Berdasarkan hasil skrining bakteri endofit, terdapat 6 isolat yang
menunjukkan daya mengantagonis bakteri uji, yaitu IGB1, IGB2, IGB3, IGB4,
IGB5, dan IGB6. Akan tetapi dalam proses fermentasi, 7 isolat yang telah
didapatkan tetap diikutsertakan dalam proses fermentasi, hal ini dilakukan karena
mengingat jumlah isolat bakteri endofit yang diperoleh tidak terlalu banyak bila
dibandingkan dengan isolat kapang endofit. Isolat bakteri endofit yaitu IGB1,
IGB2, IGB3, IGB4, IGB5, IGB6, dan IGB7.
Isolat mikroba endofit yang terseleksi dari hasil skrining dilanjutkan pada
proses fermentasi. Fermentasi bertujuan untuk menghasilkan sel mikroba endofit
dalam jumlah yang banyak sehingga senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan
menjadi lebih optimal. Proses fermentasi menggunakan media cair karena
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
78
fermentasi dengan medim cair lebih efektif untuk memproduksi biomassa
(Pokhrel dan Ohga, 2007) dan senyawa bioaktif dibandingkan fermentasi dalam
media padat (Yan et al., 2010). Media fermentasi yang dipilih adalah media PDY
(Potato Dextrose Yeast) untuk fermentasi kapang endofit dan media NB (Nutrient
broth) untuk fermentasi bakteri endofit. Media PDY mengandung sumber karbon
yang berasal dari ekstrak kentang dan dektrosa serta yeast extract sebagai sumber
nitrogen yang diperlukan kapang selama fermentasi. Sedangkan media NB
mengandung beef extract dan pepton. Proses fermentasi kapang endofit dilakukan
secara stasioner selama 21 hari pada suhu ruang dan fermentasi bakteri endofit
dilakukan dengan di shaker pada kecepatan 170 rpm selama 2 hari pada suhu
ruang.
Hasil
fermentasi
yang
diperoleh
kemudian
disentrifugasi
untuk
memisahkan endapan (biomassa) dan supernatan. Untuk kapang endofit
disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, sedangkan untuk
bakteri endofit disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit pada
suhu 4°C. Kemudian supernatan yang diperoleh segera dipindahkan sebanyak 1
mL pada masing-masing tube steril dengan menggunakan mikropipet dan tip
untuk digunakan sebagai larutan uji aktivitas antibakteri.
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram
(disc diffusion methods). Sebanyak 20 µL larutan uji (supernatan dari hasil
fermentasi mikroba endofit) diserapkan pada kertas cakram steril berdiameter 6
mm. Sebelum cakram diletakkan di atas media yang telah mengandung bakteri uji,
cakram terlebih dahulu dikeringkan sehingga supernatan/larutan uji terserap
sempurna di dalam cakram. Setelah cakram kering, maka segera diletakkan pada
permukaan media MHA padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji
(Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae,
dan Salmonella typhimurium) dengan metode pour plate. Sebagai kontrol positif
digunakan cakram kloramfenikol konsentrasi 30 µg dan kontrol negatif yaitu
aquades steril yang diserapkan pada cakram dan dikeringkan. Setelah semua
cakram yang berisi larutan uji, kontrol positif, dan kontrol negatif diletakkan di
atas permukaan media MHA tersebut, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada
suhu 35ºC. Aktivitas antibakteri dinyatakan sebagai diameter zona hambat (mm)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
79
yang dihasilkan oleh supernatan hasil fermentasi mikroba endofit. Diameter zona
hambat diukur dengan menggunakan jangka sorong (Radji et al., 2011 dengan
modifikasi). Penggunaan kloramfenikol sebagai kontrol positif dikarenakan
antibiotik ini mempunyai spektrum yang luas terhadap bakteri Gram positif dan
negatif. Kloramfenikol dapat menghambat sintesis protein mikroba dengan cara
berikatan dengan ribosom subunit 50s dan menghambat enzim peptidil
transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein
mikroba (Gunawan, 2011).
Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi
kapang endofit yang dilakukan selama 21 hari didapatkan 1 isolat aktif terhadap
Escherichia coli, 6 isolat aktif terhadap Bacillus subtilis, 3 isolat aktif terhadap
Shigella dysenteriae, dan 2 isolat aktif terhadap Salmonella typhimurium. Isolatisolat aktif tersebut mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji baik secara
tuntas (memberikan zona bening) maupun zona parsial.
Supernatan dari suspensi koloni kapang endofit yang aktif sebagai
antibakteri terhadap Escherichia coli yaitu dari isolat GB18 dengan zona hambat
6,73 mm. Tidak ada supernatan dari isolat kapang endofit yang aktif sebagai
antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Supernatan dari isolat kapang endofit
yang aktif sebagai antibakteri terhadap Bacillus subtilis yaitu GB2 (7,31 mm),
GB8 (7,27 mm), GB14 (7,32 mm), GB16 (7,1 mm), GB17 (7,12 mm), dan GB18
(7,55 mm). Supernatan dari isolat kapang endofit yang aktif sebagai antibakteri
terhadap Shigella dysenteriae yaitu GB2 (6,98 mm), GB16 (8,08 mm), dan GB17
(7,34 mm). Supernatan dari isolat kapang endofit yang aktif sebagai antibakteri
terhadap Salmonella typhimurium yaitu GB2 (6,75 mm) dan GB8 (6,87 mm).
Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi
bakteri endofit selama 2 hari didapatkan 3 isolat aktif terhadap Staphylococcus
aureus, 2 isolat aktif terhadap Bacillus subtilis, 7 isolat aktif terhadap Escherichia
coli, 2 isolat aktif terhadap Shigella dysenteriae, dan 1 isolat aktif terhadap
Salmonella typhimurium. Isolat-isolat aktif tersebut mampu menghambat
pertumbuhan bakteri uji baik secara tuntas (memberikan zona bening) maupun
zona parsial.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
80
Supernatan dari suspensi isolat bakteri endofit yang aktif sebagai
antibakteri terhadap Staphylococcus aureus yaitu IGB3 (7,07 mm), IGB5 (7,57
mm), dan IGB6 (7,22 mm). Supernatan dari isolat bakteri endofit yang aktif
sebagai antibakteri terhadap Bacillus subtilis yaitu IGB1 (5,88 mm) dan IGB3
(6,8 mm). Supernatan dari suspensi isolat bakteri endofit yang aktif sebagai
antibakteri terhadap Escherichia coli yaitu IGB1 (6,95 mm), IGB2 (6,9 mm),
IGB3 (7,08 mm), IGB4 (6,67 mm), IGB5 (6,52 mm), IGB6 (6,68 mm), dan IGB7
(6,48 mm). Supernatan dari isolat bakteri endofit yang aktif sebagai antibakteri
terhadap Shigella dysenteriae yaitu IGB3 (6,92 mm) dan IGB6 (6,58 mm).
Supernatan dari isolat bakteri endofit yang aktif sebagai antibakteri terhadap
Salmonella typhimurium yaitu IGB3 (5,93 mm).
Temuan dalam penelitian ini adalah berhasil diisolasi mikroba endofit
sebanyak 25 isolat yang terdiri dari 18 isolat kapang endofit dan 7 isolat bakteri
endofit, serta telah diuji aktivitas antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus,
Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella
typhimurium yang memberikan hasil positif pada 13 isolat mikroba endofit yaitu
isolat kapang GB2, GB8, GB14, GB16, GB17, dan GB18 aktif terhadap Bacillus
subtilis; isolat kapang GB18 aktif terhadap Escherichia coli; isolat kapang GB2,
GB16, dan GB17 aktif terhadap Shigella dysenteriae; isolat kapang GB2 dan GB8
aktif terhadap Salmonella typhimurium; isolat bakteri IGB1, IGB2, IGB3, IGB4,
IGB5, IGB6, dan IGB7 aktif terhadap Escherichia coli; isolat bakteri IGB3,
IGB5, dan IGB6 aktif terhadap Staphylococcus aureus; isolat bakteri IGB1 dan
IGB3 aktif terhadap Bacillus subtilis; isolat bakteri IGB3 dan IGB6 aktif terhadap
Shigella dysenteriae; isolat bakteri IGB3 aktif terhadap Salmonella typhimurium.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
5.1
1) 25 isolat mikroba endofit berhasil diisolasi dari daun tanaman Garcinia
benthami Pierre, yaitu terdiri dari 18 isolat kapang endofit (GB1, GB2, GB3,
GB4, GB5, GB6, GB7, GB8, GB9, GB10, GB11, GB12, GB13, GB14, GB15,
GB16, GB17, dan GB18) dan 7 isolat bakteri endofit (IGB1, IGB2, IGB3,
IGB4, IGB5, IGB6, dan IGB7).
2) Dari 18 isolat kapang endofit, terdapat 6 isolat kapang endofit yang aktif
sebagai antibakteri, yaitu:
-
Isolat kapang GB2, GB8, GB14, GB16, GB17, dan GB18 aktif terhadap
Bacillus subtilis.
-
Isolat kapang GB18 aktif terhadap Escherichia coli.
-
Isolat kapang GB2, GB16, dan GB17 aktif terhadap Shigella dysenteriae.
-
Isolat kapang GB2 dan GB8 aktif terhadap Salmonella typhimurium.
3) Didapatkan 7 isolat bakteri endofit yang aktif sebagai antibakteri, yaitu:
-
Isolat bakteri IGB1, IGB2, IGB3, IGB4, IGB5, IGB6, dan IGB7 aktif
terhadap Escherichia coli.
5.2
-
Isolat bakteri IGB3, IGB5, IGB6 aktif terhadap Staphylococcus aureus.
-
Isolat bakteri IGB1 dan IGB3 aktif terhadap Bacillus subtilis.
-
Isolat bakteri IGB3 dan IGB6 aktif terhadap Shigella dysenteriae.
-
Isolat bakteri IGB3 aktif terhadap Salmonella typhimurium.
Saran
1) Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui senyawa yang terdapat
dalam isolat mikroba endofit yang berhasil diisolasi dari daun Garcinia
benthami Pierre, khususnya isolat yang memiliki aktivitas antibakteri.
2) Perlu dilakukan uji antibakteri dengan spesies bakteri yang lain untuk melihat
potensi antibakteri dari mikroba endofit dari daun Garcinia benthami Pierre
sehingga diharapkan mikroba endofit ini dapat dimanfaatkan untuk
pengobatan.
81
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
82
BAGAN ALUR PENELITIAN
Daun Garcinia benthami Pierre
Isolasi Mikroba Endofit
Karakterisasi Mikroba Endofit
Skrining Mikroba Endofit yang
Berpotensi sebagai Antibakteri
Fermentasi Mikroba Endofit
1) Sterilisasi Permukaan
2) Pemurnian Mikroba
Endofit
1) Karakterisasi Kapang
Endofit
2) Karakterisasi Bakteri
Endofit
1) Skrining Kapang Endofit
yang Berpotensi sebagai
Antibakteri
2) Skrining Bakteri Endofit
yang Berpotensi sebagai
Antibakteri
1) Fermentasi Kapang
Endofit
2) Fermentasi Bakteri
Endofit
Uji Aktivitas Antibakteri dari
Supernatan Hasil Fermentasi
Mikroba Endofit
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
83
DAFTAR REFERENSI
Adawiyah, Nurul Robiatul. 2013. Skrining, Isolasi, dan Uji Aktivitas Antibakteri
Metabolit Bioaktif Jamur Endofit dari Tanaman Kina (Cinchona
pubescens Vahl.). Skripsi Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Agusta, Andria. 2009. Biologi & Kimia Fungi Endofit. Cibinong: Penerbit ITB.
Amelia, Puteri. 2011. Isolasi, Elusidasi Struktur dan Uji Aktivitas Antioksidan
Senyawa Kimia dari Daun Garcinia benthami Pierre. Tesis Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Magister Ilmu
Kefarmasian Universitas Indonesia, Depok.
Ariyono, Redha Qadiani, et al. 2014. Keanekaragaman Fungi Endofit Daun
Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir.) pada Lahan Pertanian Organik
dan Konvensional. Jurnal HPT. 2 (1).
Batt, Carl A and Mary-Lou Tortorello. 2014. Encyclopedia of Food Microbiology
Second Edition. USA: Academic Press.
Buckle, K.A. 1985. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.
Castillo UF et al. 2002. Munumbicins, Wide Spectrum Antibiotics Produced by
Streptomyces NRRL 30562, Endophytic on Kennedia Nigriscans.
Microbiology. 148: 2675-2685.
Castillo UJ et al. 2003. Kakandumycins, Novel Antibiotics from Streptomyces sp.
NRRL 30566, an Endophyte of Grevillea pteridifolia. FEMS Lett. 24: 183190.
Dwidjoseputro. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan.
Elya, B. et al. 2004. Two New Benzophenones from Garcinia benthami. J. Trop.
Med. Plants. 5 (2): 229-231.
Elya, B, Soleh Kosela & Muhammad Hanafi. 2006. Flavonoid dan Triterpenoid
dari Ekstrak Aseton Garcinia benthami Pierre. Jurnal Bahan Alam
Indonesia. 6 (1): 37-41.
Elya, B, Soleh Kosela & Muhammad Hanafi. 2009. Senyawa Triterpenoid dari
Ekstrak N-Heksana Kulit Batang Tanaman Garcinia benthami. Makara
Sains. 13 (1): 9-12.
Fitriyah, Dina, Christine Jose, & Saryono. 2013. Skrining Aktivitas Antimikroba
dan Uji Fitokimia dari Kapang Endofitik Tanaman Dahlia (Dahlia
variabilis). J. Ind.Che.Acta. 3 (2).
Gandjar et al. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
84
Guan SH et al. 2005. p-Aminoacetophenonic Acids Produced by a Mangrove
Endophyte: Streptomyces griseus Subspecies. J Nat Prod. 68: 1198–200.
Gunawan, Sulistia Gan. 2011. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI.
Hadioetomo RS. 1995. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta: Gramedia.
Handayani. 2007. Skrining Kapang Endofit Penghasil Antimikroba dari Ranting
Tanaman Garcinia tetrandra Pierre terhadap Escherichia coli,
Staphylococcuc aureus, Salmonella typhosa, Bacillus subtilis,
Pseudomonas aeruginosa, Candida albicans, dan Aspergillus niger.
Skripsi Sarjana Ekstensi Farmasi FMIPA UI, Depok.
Hemshekhar, M et al. 2011. An Overview on Genus Garcinia: Phytochemical and
Therapeutical Aspects. Springer Science+Business Media B.V.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Cetakan I. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan.
Horn WS et al. 1995. Phomopsichalasin, a Novel Antimicrobial Agent from an
Endophytic Phomopsis Spp. Tetrahedron. 14: 3969-3978.
Iinuma, Munekazu et al. 1998. A Xanthone from Garcinia cambogia.
Phytochemistry. 47 (6): 1169-1170.
Ilyas, M et al. 1994. Isoflavons from Garcinia nervosa. Phytochemistry. 36(3):
807-809.
Jawetz, Melnik & Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Jay, J. M. 1978. Modern Food Microbiology. AVI Publ. Co. Inc., Westport,
Connecticut.
Juliantina, F. R., Ayu, D. C. M, & Nirwani, B. 2008. Manfaat Sirih Merah (Piper
crocatum) sebagai Agen Antibakterial Terhadap Bakteri Gram Positif dan
Gram Negatif. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia.
Khotimah, Fiqi Khusnul. 2010. Isolasi Senyawa Aktif Antibakteri Minyak Atsiri
Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum). Skripsi Biologi Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kumala, Shirly dan Ainun Apriani Pratiwi. 2014. Efek Antimikroba dari Kapang
Ranting Tanaman Biduri. Jurnal Farmasi Indonesia. 7 (2).
Kumala, Shirly dan Endro Budi Siswanto. 2007. Isolation and Screening of
Endophytic Microbes from Morinda citrifolia and their Ability to Produce
Anti-Microbial Substances. Microbiology Indonesia. 1 (3): 145-148.
Kumala, Shirly, Fransisca Shanny, dan Priyo Wahyudi. 2006. Uji Aktivitas
Antimikroba Metabolit Bioaktif Mikroba Endofitik Tanaman Trengguli
(Cassia fistula L.). Jurnal Farmasi Indonesia. 3 (2): 97 - 102.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
85
Larran, S., C. Monaco, & H.E. Alippi. 2001. Endophytic Fungi in leaves of
Lycopersicon esculentum. World J. Microbiol. Biotechnol. 17: 181-184.
Lay, Bibiana W. 1992. Mikrobiologi, Edisi 1. Jakarta: Rajawali Press.
Li JY et al. 2001. Ambuic acid, a highly functionalized cyclohexenone with
antifungal activity from Pestalotiopsis spp. and Monochaetia spp.
Pytochemistry. 56: 463-468.
Likhitwitayawuid et al. 1998. Xanthones with Antimalarial Activity from
Garcinia dulcis. Planta Med. 64: 281-282.
Lorian, V. 1980. Antibiotic in Laboratory Medicine, 2th edition. London: Williams
and Wilkins.
Madigan, M. 2005. Brock Biology of Microorganism. Englewood Cliff: Prentice
Hall.
McDonnell, G. & A.D. Russell. 1999. Antiseptic and disinfectants: Activity,
action, and resistance. Clinical Microbiology Review. 12 (1): 147-179.
Melliawati, Ruth & Puspita Suci Wulandari. 2008. Kapang Endofit dari Taman
Nasional Gunung Halimun Sebagai Penghambat Pertumbuhan Mikroba
Patogen Salmonella thypi dan Candida albicans. Berk. Penel. Hayati. 13:
101-107.
Melliawati, Ruth & Harni. 2009. Senyawa Antibakteri Escherichia coli ATCC
35218 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923 dari Kapang Endofit
Taman Nasional Gunung Halimun. Jurnal Natur Indonesia 12 (1): 21-27.
Mutmainnah et al. 2008. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Probiotik dari Saluran
Pencernaan Ayam Kampung Gallus domesticus. Jurnal Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Fakultas Farmasi,
Universitas Hasanuddin Makassar.
Pelczar, Michael J. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI Press).
Petrini O, Sieber TN, Toti L, Viret O. 1992. Ecology, Metabolite Production and
Substrate Utilization in Endophytic Fungi. Natural Toxins. 1: 185-196.
Phongpaichit, Souwalak et al. 2006. Antimicrobial Activity in Cultures of
Endophytic Fungi Isolated from Garcinia Species. Journal FEMS Immunol
Med Microbiol. 48: 367–372.
Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Prihatiningtias, W. 2005. Senyawa Bioaktif Fungi Endofit Akar kuning
(Fibraurea chloroleuca Miers) sebagai Senyawa Antimikroba. Tesis
Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
86
Rachman, I. 2003. Sumber Koleksi Herbarium Bogoriense. Bogor: Bidang Botani
Pusat Penelitian Biologi-LIPI.
Radji, Maksum. 2005. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam
Pengembangan Obat Herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2 (3): 113 – 126.
Radji, Maksum. 2006. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Farmasi. Edisi kedua.
Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok: 24-25. Dalam: Rachmayani,
2008.
Radji, Maksum et al. 2011. Isolation of fungal endophytes from Garcinia
mangostana and their antibacterial activity. African Journal of
Biotechnology. 10 (1): 103-107.
Ramadhan, M. Gama. 2011. Skrining dan Uji Aktivitas Penghambatan αGlukosidase dari Kapang Endofit Daun Johar (Cassia siamea Lamk.).
Skripsi Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok.
Rosana, Yeva. 2001. Isolasi dan Seleksi Mikroba Endofit Penghasil Antimikroba
dari Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn). Tesis
Kekhususan Mikrobiologi Kedokteran Program Studi Ilmu BiomedikProgram Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Depok.
Rosana, Yeva et al. 2001. Isolasi dan Seleksi Jamur Endofit dari Tanaman
Belimbing Wuluh (Averhoa blith Linn) yang Menghasilkan Bahan AntiMikotik. J Mikol Ked Indones 2: 134-139 dalam Kumala, Shirly dan
Endro Budi Siswanto. 2007. Isolation and Screening of Endophytic
Microbes from Morinda citrifolia and their Ability to Produce AntiMicrobial Substances. Microbiology Indonesia. 1 (3): 145-148.
Rustanti, Mirna. 2007. Isolasi dan Seleksi Kapang Endofit Penghasil Antimikroba
pada Akar Tanaman Sesoot (Garcinia picrorrhiza Miq.). Skripsi Program
Studi Sarjana Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia, Depok.
Sari, R. 1999. Koleksi Garcinia Kebun Raya Bogor: Konservasi dan Potensi.
Prosiding Seminar Nasional Konservasi Flora Nusantara. Balai
Pengembangan Kebun Raya, Lembaga Pengetahuan Indonesia Bogor,
217-221.
Simanjuntak P et al. 2004. Isolasi dan Identifikasi Artemisinin dari Hasil
Kultivasi Mikroba Endofit dari Tanaman Artemisia annua. Majalah
Farmasi Indonesia. 15 (2): 68-74.
Simarmata, Rumella, Sylvia Lekatompessy, dan Harmastini Sukiman. 2007.
Isolasi Mikroba Endofitik dari Tanaman Obat Sambung Nyawa (Gynura
procumbens) dan Analisis Potensinya Sebagai Antimikroba. Berk. Penel.
Hayati. 13: 85–90.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
87
Sinaga E, Noverita, dan Fitria D. 2009. Daya Antibakteri Fungi Endofit yang
Diisolasi dari Daun dan Rimpang Lengkuas (Alpinia galangal Sw.). Jurnal
Farmasi Indonesia. 4: 161-162.
Sleigh, JD & Timbury, M.C. 1994. Notes on Medical Bacteriology. Tokyo:
Churchill Livingstone.
Sosef, M. S. M., Hong, L. T. & Prawirohatmodjo, S. 1998. PROSEA (Plant
Resources of South East Asia) Timber Trees: Lesser – Known Timber.
Backhuys Publisher, Leyden. (3): 246-249.
Strobel, Gary A et al. 1996. Taxol from Fungal Endophytes and the Issue of
Biodiversity. Journal of Industrial Microbiology. 17: 417-423.
Strobel, Gary A. 2002. Microbial gifts from rain forests. Can J Plant Pathol. 24:
14-20.
Strobel, Gary and Bryn Daisy. 2003. Bioprospecting for Microbial Endophytes
and Their Natural Products. Microbiology and Molecular Biology
Reviews. 67 (4): 491-502.
Strobel, Gary A et al. 2004. Natural Products from Endophytic Microorganisms. J
Nat Prod. (67): 257–68.
Syahrurachman, Agus et al. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi
Revisi. Jakarta: Binarupa Aksara.
Tan RX, Zou WX. 2001. Endophytes: A Rich Source of Functional Metabolites.
Nat Prod Rep. 18: 448-459.
Tilakchand, Mahima, Balaram Naik, & Abhijith S Shetty. 2014. A Comparative
Evaluation of the Effect of 5.25% Sodium Hypochlorite and 2%
Chlorhexidine on the Surface Texture of Gutta-Percha and Resilon Cones
Using Atomic Force Microscope. J Conserv Dent. 17 (1): 18–21.
Valera, M.C et al. 2009. Antimicrobial Activity of Sodium Hypochlorite
Associated with Intracanal Medication for Candida Albicans and
Enterococcus Faecalis Inoculated in Root Canals. J. Appl. Oral Sci. 17
(6): 555-559.
Verheij EWM & Coronel RE. 1992. PROSEA Sumber Daya Nabati Asia
Tenggara. Buah-buahan yang dapat dimakan (2). Bogor.
Waluyo. 2005. Mikrobiologi Umum. Malang: UMPress.
http://id.wikipedia.org/wiki/Struktur_sel_bakteri diakses tanggal 23 Januari 2015
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
88
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
89
Lampiran 2. Bagan Sterilisasi Permukaan
4 helai daun
dan pucuk
daun dipilih
Alkohol 70%
selama 1 menit
Air mengalir
selama 10
menit
Daun dikeringkan di
atas kertas saring
steril
Aquades steril selama
1 menit diulang dua
kali
Natrium hipoklorit
(NaOCl) 5,25%
selama 5 menit
Alkohol 70% selama
30 detik
Lampiran 3. Bagan Isolasi Mikroba Endofit
Media isolasi
PDA
Media isolasi
NA
Diinkubasi
pada suhu
ruang selama
14 hari
Diinkubasi
pada suhu 35ºC
selama 3 hari
Daun dipotong dengan
ukuran ± 1 x 1 cm2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
90
Lampiran 4. Bagan Pemurnian Mikroba Endofit
a. Pemurnian Kapang Endofit
Kapang endofit
tumbuh
Dimurnikan ke dalam media
PDA dan diinkubasi selama
5-7 hari pada suhu ruang
Dipindahkan ke dalam media
agar PDA dan agar miring
PDA. Kultur kapang endofit
diinkubasi selama 5-10 hari
pada suhu ruang
Isolat kapang
endofit murni
Working culture
Stock
culture
b. Pemurnian Bakteri Endofit
Bakteri endofit
tumbuh
Disubkultur pada
plate medium NA
pada suhu 35ºC
selama 24-48 jam
working
culture
stock
culture
Koloni murni
kemudian
dipindahkan ke agar
miring NA dan
diinkubasi selama
24-48 jam pada suhu
35ºC
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
91
Lampiran 5. Karakterisasi Kapang Endofit
a. Karakterisasi Makroskopis Kapang Endofit
Mengamati karakteristik koloni suatu
biakan, meliputi:
-
warna dan struktur permukaan koloni;
ada atau tidaknya tetes eksudat (exudate
drops); dan
ada atau tidaknya lingkaran konsentris
(zonasi).
b. Karakterisasi Mikroskopis Kapang Endofit
Setelah masa inkubasi selesai,
kemudian diamati secara
mikroskopis dengan mikroskop
cahaya pada perbesaran 200-400
kali
diinkubasi pada suhu ruang
selama 7 hari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
92
Lampiran 6. Bagan Fermentasi Mikroba Endofit
a. Fermentasi Kapang Endofit
Miselia dan media agar dari kapang
endofit diambil sebanyak 3 bulatan
berdiameter 6 mm kemudian
dimasukkan ke dalam media PDY
200 mL.
Koloni kapang
endofit yang telah
murni
Hasil fermentasi disentrifugasi
dengan kecepatan 3000 rpm
selama 15 menit dan supernatan
yang diperoleh dijadikan sebagai
larutan uji aktivitas antibakteri.
Diinkubasi selama 21 hari dengan
suhu ruang dalam kondisi
stasioner.
b. Fermentasi Bakteri Endofit
Difermentasi cair dengan
menggunakan medium NB sebanyak
10 mL dalam tabung reaksi diameter 2
cm
Koloni bakteri
endofit murni
Supernatan dari hasil
sentrifus digunakan untuk
uji hayati
Diinkubasi pada suhu ruang selama 2 hari
dengan kecepatan shaker 170 rpm
Biomassa sel dipanen dengan
menggunakan sentrifus berpendingin 3000
rpm selama 20 menit pada suhu 4°C
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
93
Lampiran 7. Bagan Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil
Fermentasi Mikroba Endofit
Kontrol positif yang
digunakan pada uji
aktivitas antibakteri
adalah kloramfenikol 30
µg/cakram
Kontrol negatif
yaitu aquades steril
yang diserapkan ke
cakram steril.
Cakram yang sudah diresapi larutan uji diletakkan
pada permukaan media yang berisi bakteri uji. Amati
zona hambatan yang terbentuk setelah inkubasi.
Ukur diameter zona hambat dengan jangka sorong
Lampiran 8. Hasil Isolasi Mikroba Endofit
1) Isolasi Kapang Endofit pada Media PDA (Potato Dextrose Agar)
Isolasi kapang endofit pada daun didekat pucuk
Hari ke-5
Hari ke-7
Hari ke-0
Hari ke-14
Kontrol
Didapatkan 1
isolat kapang
endofit yaitu
isolat GB5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
94
Isolasi kapang endofit pada daun ditengah ranting
Hari ke-5
Hari ke-7
Hari ke-14
Kontrol
Didapatkan 8 isolat kapang endofit
yaitu GB1, GB2, GB4, GB6, GB9,
GB10, GB11, dan GB12
Isolasi kapang endofit pada daun dipangkal ranting
Hari ke-7
Hari ke-5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
95
Hari ke-14
Kontrol
Didapatkan 8 isolat yaitu isolat GB3, GB7, GB13, GB14, GB15, GB16, GB17,
dan GB18
Isolasi kapang endofit pada pucuk daun
Hari ke-5
Hari ke-7
Hari ke-14
Kontrol
Didapatkan
1 isolat
kapang
endofit yaitu
GB8
2) Isolasi Bakteri Endofit pada Media NA (Nutrient Agar)
Isolasi bakteri endofit pada daun yang berada di dekat pucuk daun
Kontrol
Hari ke-3
Didapatkan 3
isolat bakteri
endofit yaitu
IGB5, IGB6, dan
IGB7
Isolasi bakteri endofit pada pucuk daun
Hari ke-3
Kontrol
Didapatkan 4
isolat bakteri
yaitu IGB1,
IGB2, IGB3, dan
IGB4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
96
Lampiran 9. Hasil Stock Culture Mikroba Endofit
1) Kapang Endofit
GB2
GB3
GB4
GB5
GB6
GB7
GB8
GB9
GB10
GB11
GB12
GB13
GB14
GB15
GB16
GB17
GB18
GB1
2) Bakteri Endofit
Lampiran 10. Hasil Fermentasi Mikroba Endofit
1) Hasil Fermentasi Kapang Endofit
GB2
GB8
GB14
GB16
GB17 GB18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
97
2) Hasil Fermentasi Bakteri Endofit
Lampiran 11. Data Absorbansi Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji
Jam
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
E.coli
0.007
0.012
0.055
0.203
0.402
0.542
0.624
0.689
0.806
0.884
1.056
1.160
1.470
1.647
1.895
1.973
2.053
2.086
2.072
2.058
2.057
2.033
2.033
Absorbansi (Optical Density)
S.aureus S.dysenteriae B.subtilis S.typhimurium
0.001
0.003
0.002
0.006
0.005
0.007
0.002
0.041
0.014
0.017
0.006
0.130
0.066
0.037
0.009
0.327
0.198
0.088
0.021
0.444
0.404
0.226
0.065
0.347
0.821
0.402
0.163
0.401
1.022
0.579
0.294
0.372
1.142
0.757
0.434
0.364
1.191
0.891
0.633
0.377
1.485
0.892
0.474
0.981
1.479
0.976
0.621
1.094
1.769
0.956
0.830
1.240
2.122
0.990
0.855
1.269
1.946
1.229
1.132
1.430
2.083
1.581
0.156
1.514
1.839
1.631
1.776
1.584
1.911
1.692
1.893
1.648
1.744
1.956
1.668
1.731
1.978
1.734
1.786
1.946
1.682
1.780
1.981
1.745
1.797
1.958
1.763
1.944
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Download