UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI, SELEKSI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI MIKROBA ENDOFIT DARI DAUN TANAMAN Garcinia benthami Pierre TERHADAP Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium SKRIPSI ARINI EKA PRATIWI NIM. 1111102000051 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN JAKARTA JUNI 2015 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISOLASI, SELEKSI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI MIKROBA ENDOFIT DARI DAUN TANAMAN Garcinia benthami Pierre TERHADAP Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi ARINI EKA PRATIWI NIM. 1111102000051 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN JAKARTA JUNI 2015 ii iii iv v ABSTRAK Nama Program Studi Judul Skripsi : Arini Eka Pratiwi : Farmasi : Isolasi, Seleksi dan Uji Aktivitas Antibakteri Mikroba Endofit dari Daun Tanaman Garcinia benthami Pierre terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium Mikroba endofit dapat ditemukan di hampir setiap tanaman di bumi. Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tumbuhan pada periode tertentu dan mampu membentuk koloni dalam jaringan tumbuhan tanpa membahayakan inangnya, bahkan seringkali bersimbiosis secara mutualisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan menyeleksi isolat mikroba endofit dari daun Garcinia benthami Pierre yang berpotensial dalam menghasilkan senyawa antibakteri. Aktivitas antibakteri isolat mikroba endofit dapat dilihat dari pembentukan zona hambat di sekitar koloni menggunakan metode difusi agar padat dan difusi cakram dengan bakteri patogen yaitu Staphylococcus aureus ATCC 6538, Bacillus subtilis ATCC 6633, Escherichia coli ATCC 35218, Shigella dysenteriae ATCC 13313 dan Salmonella typhimurium ATCC 14028. Hasil isolasi mikroba endofit dari daun Garcinia benthami Pierre memberikan 18 isolat kapang endofit dan 7 isolat bakteri endofit. Fermentasi dilakukan terhadap 6 isolat kapang endofit pada media Potato Dextrose Yeast (PDY) selama tiga minggu dengan kondisi stasioner dan 7 isolat bakteri endofit pada media Nutrient Broth (NB) selama dua hari dengan kultur kocok. Hasil fermentasi kapang endofit menunjukkan bahwa isolat kapang GB2, GB8, GB14, GB16, GB17, dan GB18 aktif terhadap Bacillus subtilis ATCC 6633; isolat kapang GB18 aktif terhadap Escherichia coli ATCC 35218; isolat kapang GB2, GB16, dan GB17 aktif terhadap Shigella dysenteriae ATCC 13313; isolat kapang GB2 dan GB8 aktif terhadap Salmonella typhimurium ATCC 14028. Hasil fermentasi bakteri endofit menunjukkan bahwa isolat bakteri IGB1, IGB2, IGB3, IGB4, IGB5, IGB6, dan IGB7 aktif terhadap Escherichia coli ATCC 35218; isolat bakteri IGB3, IGB5, dan IGB6 aktif terhadap Staphylococcus aureus ATCC 6538; isolat bakteri IGB1 dan IGB3 aktif terhadap Bacillus subtilis ATCC 6633; isolat bakteri IGB3 dan IGB6 aktif terhadap Shigella dysenteriae ATCC 13313; isolat bakteri IGB3 aktif terhadap Salmonella typhimurium ATCC 14028. Kata Kunci: Garcinia benthami Pierre, mikroba endofit, antibakteri, metode difusi agar padat, metode difusi cakram. vi ABSTRACT Nama Program Studi Judul Skripsi : Arini Eka Pratiwi : Farmasi : Isolation, Selection and Antibacterial Assay of Endophytic Microbes from the Leaves of the Plant Garcinia benthami Pierre against Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, and Salmonella typhimurium Endophytic microbes can be found in almost every plant on earth. Endophytic microbes are microbes that live inside plant tissues on certain periodes and is able to form a colony inside plant tissues without indangering the host of the plant, moreover it undergoes symbyosis mutualistically. The purpose of this research was to isolate and select endophytic microbes from Garcinia benthami Pierre leaves that have potential to produce antibacterial compounds. Antibacterial activity was determined by measuring the inhibition zone with Diffusion Agar Plate and Disc Diffusion methods using pathogenic bacteria i.e. Escherichia coli ATCC 35218, Staphylococcus aureus ATCC 6538, Bacillus subtilis ATCC 6633, Shigella dysenteriae ATCC 13313 and Salmonella typhimurium ATCC 14028. The results of the endophytic microbes isolation in these experiments showed that there were 18 isolates of endophytic fungi and 7 isolates of endophytic bacteria. Fermentation carried out against 6 isolates of endophytic fungi in medium Potato Dextrose Yeast (PDY) for three weeks with stationary conditions and 7 isolates of endophytic bacteria in medium Nutrient Broth (NB) for two days with shaker culture. The result of the endophytic fungi fermentation showed that GB2, GB8, GB14, GB16, GB17, and GB18 isolates of fungi were active against Bacillus subtilis ATCC 6633; GB18 isolates of fungi were active against Escherichia coli ATCC 35218; GB2, GB16, and GB17 isolates of fungi were active against Shigella dysenteriae ATCC 13313; GB2 and GB8 isolates of fungi were active against Salmonella typhimurium ATCC 14028. The result of the endophytic bacteria fermentation showed that IGB1, IGB2, IGB3, IGB4, IGB5, IGB6, and IGB7 isolates of bacteria were active against Escherichia coli ATCC 35218; IGB3, IGB5, and IGB6 isolates of bacteria were active against Staphylococcus aureus ATCC 6538; IGB1 and IGB3 isolates of bacteria were active against Bacillus subtilis ATCC 6633, IGB3 and IGB6 isolates of bacteria were active against Shigella dysenteriae ATCC 13313, IGB3 isolates of bacteria were active against Salmonella typhimurium ATCC 14028. Keyword: Garcinia benthami Pierre, endophytic microbes, antibacterial, diffusion agar plate methods, disc diffusion methods. vii KATA PENGANTAR Bismillahirrahmannirrahim Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Isolasi, Seleksi dan Uji Aktivitas Antibakteri Mikroba Endofit dari Daun Tanaman Garcinia benthami Pierre terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan pada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini tidaklah dapat terselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih terkhususkan kepada: 1. Ibu Puteri Amelia, M.Farm., Apt. selaku pembimbing I dan Bapak Saiful Bahri, M.Si selaku pembimbing II, yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta dengan sabar membimbing dan mengajari penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M. Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu/Bapak Dosen dan Staf Akademika Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis. 5. Ayahanda tercinta, Bapak Nurtejo dan Ibunda tercinta, Ibu Rosadah terima kasih atas doa yang selalu tercurah untukku, kasih sayang, dan dukungannya yang menguatkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. viii 6. Adikku tersayang Rashanda dan Quesy Al Farroby yang selalu mendoakan dan menghibur disaat penulis kesulitan. 7. Seluruh laboran di PLT dan FKIK, Mba Puji, Mba Festy, Kak Amal, dan Mba Rani yang telah banyak membantu selama proses penelitian. 8. Teman-teman seperjuangan mikrobiologi yakni Brasti, Ati, Rahma, Puput, Ambar, Meri, Imeh, Fitri, Cumi, Dila, Syaima, Adit, BTR, dan Mozer. 9. Sahabat-sahabatku yaitu Sheila, Meryza, Puput, dan Athiyah. 10. Seluruh teman-teman Farmasi Angkatan 2011 BD. Kebersamaan kita di dalam suka dan duka akan selalu terkenang di dalam hati. 11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini. Dengan keterbatasan pengalaman, pengetahuan, maupun pustaka yang ditinjau, penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kepentingan keilmuan maupun aplikasi di bidang kesehatan. Jakarta, 19 Juni 2015 Penulis ix x DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ……………………………………………….………. ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS …………………………. iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …....……………………. iv HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI …………………………………. v ABSTRAK …………………………………………………………………. vi ABSTRACT ……………………………………………………………….. vii KATA PENGANTAR …………………………………………………….. viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……….. ix HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI …………. x DAFTAR ISI ……………………………………………………….…….… xi DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. xiv DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. xvi DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. xvii DAFTAR ISTILAH ………………………………………………………... xviii BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………..……………... 1 1.1 Latar Belakang ………..…………………………..……………. 1 1.2 Rumusan Masalah ……………………………….………….….. 3 1.3 Tujuan Penelitian …………………………….…………….…… 3 1.4 Manfaat Penelitian ……………………………….………….….. 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………………………………..………….. 5 2.1 Mikroba Endofit ……………………………………..………….. 5 2.1.1 Mikroba Endofit yang Menghasilkan Antibiotika .….…… 6 2.1.2 Isolasi Fungi Endofit ………….………………………….. 6 2.2 Mikroba …………………….…………………………………... 7 2.2.1 Definisi ………………………….………………………... 7 2.2.2 Jenis ………………………………………….…………… 7 2.2.2.1 Bakteri ……………………………………………. 7 2.2.2.2 Kapang …………………………………………… 10 2.2.3 Patologis ………………………………………….………. 11 2.3 Karakterisasi Mikroba ………………….………………………. 12 2.3.1 Karakterisasi Bakteri ……………………….…………….. 12 2.3.1.1 Teknik Pewarnaan ………………………………... 12 2.3.2 Karakterisasi Kapang ………………………….…………. 14 2.4 Antimikroba …………………..…………………………..…….. 14 2.4.1 Definisi …………………………………………..……….. 14 2.4.2 Aktivitas dan Spektrum …………………………….....….. 14 2.4.3 Mekanisme Kerja ………………………………….....…… 15 2.5 Uji Aktivitas Antimikroba ……..……………………..……….... 16 2.5.1 Metode Difusi ………………………………..………….... 16 2.5.2 Metode Dilusi ………………...…………………………… 18 2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Metode Difusi pada Pengujian Aktivitas Antimikroba…………….…………… 18 2.6 Pemilihan Media ……………………………………………….. 20 2.7 Bakteri Uji ……………………………………..………….……. 20 xi 2.7.1 Staphylococcus aureus ………………………………...…. 20 2.7.2 Bacillus subtilis ……………….......…………...…………. 21 2.7.3 Escherichia coli …………………………….…………..… 22 2.7.4 Shigella dysenteriae ………………………………..…….. 22 2.7.5 Salmonella typhimurium ……………………………...….. 23 2.8 Genus Garcinia …………………………………...……….…..... 24 2.9 Garcinia benthami Pierre ……………………..……...……..… 25 BAB 3 METODE PENELITIAN ……………………………………..…... 28 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ……………………………..…….. 28 3.2 Alat …………………………………...…………………………. 28 3.3 Bahan ………………………………………...…………………. 28 3.3.1 Sampel Penelitian ……………………………………..….. 28 3.3.2 Bahan untuk Proses Sterilisasi Permukaan …………….… 28 3.3.3 Bahan untuk Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroba … 29 3.3.4 Bakteri Uji …………………………………………...….. 29 3.3.5 Bahan untuk Karakterisasi Mikroba Endofit dan Uji Kemurnian Mikroba Uji ………………………..…….. 29 3.3.6 Kontrol Uji Aktivitas Antibakteri ………..…….……….… 29 3.4 Prosedur Penelitian ……………………………………………… 29 3.4.1 Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroba ………………… 29 3.4.1.1 Pembuatan Media PDA ……………….………..…. 29 3.4.1.2 Pembuatan Media Agar Miring PDA ………..…… 30 3.4.1.3 Pembuatan Media NA …………………..….....….. 30 3.4.1.4 Pembuatan Media Agar Miring NA …………….… 30 3.4.1.5 Pembuatan Media MHA ………………………..… 31 3.4.1.6 Pembuatan Media PDY Broth ………….…….…… 31 3.4.1.7 Pembuatan Media NB …………...……..…………. 31 3.4.2 Isolasi Mikroba Endofit ……………………..…………….. 31 3.4.2.1 Sampling Tanaman ……………….…….…………. 31 3.4.2.2 Sterilisasi Permukaan ………………….………….. 32 3.4.3 Pemurnian Mikroba Endofit ……………………...……….. 32 3.4.3.1 Pemurnian Kapang Endofit ………………..……… 32 3.4.3.2 Pemurnian Bakteri Endofit …………...…………… 33 3.4.4 Karakterisasi Mikroba Endofit …………………….…..….. 33 3.4.4.1 Karakterisasi Kapang Endofit ……………….……. 33 3.4.4.2 Karakterisasi Bakteri Endofit ..……………………. 34 3.4.5 Uji Kemurnian Bakteri Uji ………………………………... 35 3.4.6 Peremajaan Bakteri Uji …………………………………… 35 3.4.7 Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji ………………………….. 35 3.4.8 Skrining Mikroba Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri …………………………………….………….. 36 3.4.8.1 Skrining Fungi Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri…………………………………..…….. 36 3.4.8.2 Skrining Bakteri Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri…………………………………...……. 36 3.4.9 Fermentasi Mikroba Endofit …………………………….... 37 3.4.9.1 Fermentasi Kapang Endofit …………………….… 37 3.4.9.2 Fermentasi Bakteri Endofit ….………..………...… 37 xii 3.4.10 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Mikroba Endofit …………………………………....……. 38 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………..…………….. 39 4.1 Hasil ……………………………………………………………. 39 4.1.1 Isolasi Mikroba Endofit ………………………………….. 39 4.1.2 Uji Kemurnian Bakteri Uji ……………………………….. 40 4.1.3 Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji …………………………. 42 4.1.4 Karakterisasi Mikroba Endofit …………………………... 43 4.1.4.1 Karakterisasi Kapang Endofit …………………..... 43 4.1.4.2 Karakterisasi Bakteri Endofit ……………………. 61 4.1.5 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Mikroba Endofit …… 65 4.1.5.1 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Kapang Endofit 65 4.1.5.2 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Bakteri Endofit 67 4.1.6 Fermentasi Mikroba Endofit …………………………….. 69 4.1.7 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Mikroba Endofit ……………............................................. 69 4.1.7.1 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Kapang Endofit ……………………… 69 4.1.7.2 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Bakteri Endofit ……………………... 71 4.2 Pembahasan …………………………………………………….. 73 BAB 5 PENUTUP …………………………………………………………. 81 5.1 Kesimpulan …………………………………………………….. 81 5.2 Saran …………………………………………………………… 81 BAGAN ALUR PENELITIAN ……………….………………………….... 82 DAFTAR REFERENSI …………...………………………….……………. 83 LAMPIRAN …………………………………………………...……………. 88 xiii DAFTAR GAMBAR Halaman Struktur Sel Bakteri …………………………………………. 8 Garcinia benthami Pierre …………………………………… 25 Escherichia coli ……………………………………………... 41 Staphylococcus aureus ……………………………………… 41 Bacillus Subtilis ……………………………………………... 41 Shigella dysenteriae …………………………………………. 41 Salmonella typhimurium …………………………………….. 42 Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji …………………………….. 42 Isolat GB1 …………………………………………………… 43 Isolat GB2 …………………………………………………… 44 Isolat GB3 …………………………………………………… 45 Isolat GB4 …………………………………………………… 46 Isolat GB5 …………………………………………………… 47 Isolat GB6 …………………………………………………… 48 Isolat GB7 …………………………………………………… 49 Isolat GB8 …………………………………………………… 50 Isolat GB9 …………………………………………………... 51 Isolat GB10 …………………………………………………. 52 Isolat GB11………………………………………………….. 53 Isolat GB12………………………………………………….. 54 Isolat GB13………………………………………………….. 55 Isolat GB14………………………………………………….. 56 Isolat GB15………………………………………………….. 57 Isolat GB16………………………………………………….. 58 Isolat GB17………………………………………………….. 59 Isolat GB18………………………………………………….. 60 Isolat IGB1 ………………………………………………….. 61 Isolat IGB2 ………………………………………………….. 61 Isolat IGB3 ………………………………………………….. 62 Isolat IGB4 ………………………………………………….. 63 Isolat IGB5 ………………………………………………….. 63 Isolat IGB6 ………………………………………………….. 64 Isolat IGB7 ………………………………………………….. 65 Zona hambat isolat kapang endofit terhadap B.subtilis …….. 66 Zona hambat isolat kapang endofit terhadap S.aureus ….….. 66 Zona hambat isolat GB2 terhadap S.dysenteriae …………… 66 Zona hambat isolat GB2 terhadap S.typhimurium…...……… 67 Zona antagonis isolat bakteri endofit terhadap E.coli, S.aureus, & S.dysenteriae ……………………………………………… 68 Gambar 4.37 Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi kapang endofit …………………………………… 70 Gambar 4.38 Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi bakteri endofit terhadap E.coli ………………..… 71 Gambar 4.39 Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Gambar 4.11 Gambar 4.12 Gambar 4.13 Gambar 4.14 Gambar 4.15 Gambar 4.16 Gambar 4.17 Gambar 4.18 Gambar 4.19 Gambar 4.20 Gambar 4.21 Gambar 4.22 Gambar 4.23 Gambar 4.24 Gambar 4.25 Gambar 4.26 Gambar 4.27 Gambar 4.28 Gambar 4.29 Gambar 4.30 Gambar 4.31 Gambar 4.32 Gambar 4.33 Gambar 4.34 Gambar 4.35 Gambar 4.36 xiv fermentasi bakteri endofit terhadap S.aureus ……………….. Gambar 4.40 Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi bakteri endofit terhadap B.subtilis ………………. Gambar 4.41 Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi bakteri endofit terhadap S.dysenteriae …………... Gambar 4.42 Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi bakteri endofit terhadap S.typhimurium………….. xv 72 72 72 72 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Halaman Beberapa ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif ……….…. 9 Pewarnaan Gram ……………………………………………….. 13 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Kapang Endofit ……….…... 67 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Bakteri Endofit ………….… 68 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Kapang Endofit ………………………………………………………….. 70 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Bakteri Endofit ……………………………………………………….…. 71 xvi DAFTAR LAMPIRAN Halaman Hasil Determinasi Tanaman ……………………………….. 88 Bagan Sterilisasi Permukaan ……………………………….. 89 Bagan Isolasi Mikroba Endofit …………………………….. 89 Bagan Pemurnian Mikroba Endofit ………………………… 90 Bagan Karakterisasi Kapang Endofit ……………………… 91 Bagan Fermentasi Mikroba Endofit ………………………… 92 Bagan Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi mikroba endofit ………………………………………..…… 93 Lampiran 8 Hasil Isolasi Mikroba Endofit ……………………………… 93 Lampiran 9 Hasil Stock Culture Mikroba Endofit ……………………… 96 Lampiran 10 Hasil Fermentasi Mikroba Endofit ………………………… 96 Lampiran 11 Data Absorbansi Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji …………. 97 Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 xvii DAFTAR ISTILAH AM ATCC CaCO3 DNA GB1 GB2 GB3 GB4 GB5 GB6 GB7 GB8 GB9 GB10 GB11 GB12 GB13 GB14 GB15 GB16 GB17 GB18 IGB1 IGB2 IGB3 : Antimikroba : American Type Culture Collection : Kalsium karbonat : Deoxyribose-nucleic Acid : Kode isolat kapang endofit pertama yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting : Kode isolat kapang endofit kedua yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting : Kode isolat kapang endofit ketiga yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting : Kode isolat kapang endofit keempat yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting : Kode isolat kapang endofit kelima yang diisolasi dari daun yang berada di dekat pucuk daun : Kode isolat kapang endofit keenam yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting : Kode isolat kapang endofit ketujuh yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting : Kode isolat kapang endofit kedelapan yang diisolasi dari pucuk daun : Kode isolat kapang endofit kesembilan yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting : Kode isolat kapang endofit kesepuluh yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting : Kode isolat kapang endofit kesebelas yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting : Kode isolat kapang endofit keduabelas yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting : Kode isolat kapang endofit ketigabelas yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting : Kode isolat kapang endofit keempatbelas yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting : Kode isolat kapang endofit kelimabelas yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting : Kode isolat kapang endofit keenambelas yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting : Kode isolat kapang endofit ketujuhbelas yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting : Kode isolat kapang endofit kedelapanbelas yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting : Kode isolat bakteri endofit pertama yang diisolasi dari pucuk daun : Kode isolat bakteri endofit kedua yang diisolasi dari pucuk daun : Kode isolat bakteri endofit ketiga yang diisolasi dari pucuk daun xviii IGB4 IGB5 IGB6 IGB7 IgM KBM KHM LAFC MBC MIC MHA mRNA NA NaCl NaOCl NB NRRL OD PABA PAS PDA PDB PDY RNA tRNA UK Y : Kode isolat bakteri endofit keempat yang diisolasi dari daun berada di dekat pucuk daun : Kode isolat bakteri endofit kelima yang diisolasi dari daun berada di dekat pucuk daun : Kode isolat bakteri endofit keenam yang diisolasi dari daun berada di dekat pucuk daun : Kode isolat bakteri endofit ketujuh yang diisolasi dari daun berada di dekat pucuk daun : Immunoglobulin M : Kadar Bunuh Minimum : Kadar Hambat Minimum : Laminar Air Flow Cabinet : Minimum Bactericidal Concentration : Minimum Inhibitory Concentration : Mueller Hinton Agar : messenger Ribonucleic Acid : Nutrient Agar : Natrium Klorida : Natrium Hipoklorit : Nutrient Broth : Northern Regional Research Laboratory : Optical Density : Para Amino Benzoic Acid : Asam p-aminosalisilat : Potato Dextrose Agar : Potato Dextrose Yeast : Potato Dextrose Yeast : Ribonucleid Acid : transfer Ribonucleic Acid : Ungu Kristal : Lugol xix yang yang yang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencarian sumber senyawa bioaktif terus-menerus dilakukan seiring dengan makin banyaknya penyakit-penyakit baru yang bermunculan, mulai dari penyakit infeksi, kanker, dan beberapa penyakit berbahaya lainnya. Senyawa bioaktif dapat diperoleh dari beberapa sumber, diantaranya dari tumbuhan, hewan, mikroba dan organisme laut. Salah satu sumber senyawa bioaktif yang berasal dari mikroba adalah mikroba endofit (Prihatiningtias, 2005). Indonesia merupakan negara yang memiliki area hutan hujan tropis yang luas. Hutan hujan tropis merupakan sumber tumbuh-tumbuhan yang mengandung senyawa bioaktif yang potensial (Strobel, 2002). Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tumbuhan pada periode tertentu dan mampu membentuk koloni dalam jaringan tumbuhan tanpa membahayakan inangnya, bahkan seringkali bersimbiosis secara mutualisme (Petrini et al., 1992; Tan & Zou, 2001). Mikroba endofit dapat diisolasi dari jaringan akar, batang dan daun (Strobel, 2003). Salah satu fakta yang menarik tentang mikroba endofit adalah kemampuannya untuk memproduksi senyawa-senyawa bioaktif, baik yang sama dengan inangnya ataupun tidak sama tetapi seringkali memiliki aktivitas biologis yang serupa dengan senyawa bioaktif yang diproduksi inangnya (Strobel et al., 1996; Tan & Zou, 2001; Castillo UF et al., 2002; Strobel, 2002). Beberapa bakteri endofit mampu menghasilkan produk potensial antara lain: bakteri endofit Bacillus polymixa hasil isolasi dari tanaman Anuma (Artemisia annua) dapat memproduksi senyawa kimia antimalaria artemisinin di dalam media cair sintetik (Simanjuntak et al., 2004). Streptomyces griseus dari tanaman Kandelia candel menghasilkan asam p-aminoacetophenonic sebagai antimikroba (Guan et al., 2005), Serratia marcescens dari tanaman Rhyncholacis penicillata menghasilkan oocydin A sebagai antifungi (Strobel et al., 2004). Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa bioaktif merupakan peluang yang sangat menantang dalam penyediaan bahan baku obat. Pembiakan atau kultur mikroba endofit dapat dilakukan dalam jumlah yang sangat besar tanpa 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2 memerlukan lahan yang luas sebagaimana halnya tumbuh-tumbuhan, demikian pula waktu yang dibutuhkan sebelum panen pun lebih singkat. Penanganannya pun relatif lebih mudah dan kemungkinan besar lebih murah dibandingkan merawat kebun tumbuhan obat yang luas. Dengan demikian penggunaan mikroba endofit sebagai sumber bahan baku obat secara ekonomis diperkirakan lebih efisien dibandingkan dengan menggunakan tumbuhan obat (Sinaga et al., 2009). Pemanfaatan mikroba endofit sebagai sumber bahan baku obat juga akan mereduksi kerusakan alam yang disebabkan oleh penebangan tumbuhan obat dalam jumlah besar. Apalagi sudah terbukti pula bahwa dalam satu tumbuhan dapat diisolasi lebih dari satu bahkan puluhan jenis mikroba endofit yang masingmasing mempunyai potensi untuk memproduksi satu atau lebih senyawa bioaktif, maka dapat dikatakan bahwa produksi bahan baku obat melalui kultur mikroba endofit merupakan peluang yang sangat besar. Oleh sebab itu penelitian-penelitian untuk mengeksplorasi keanekaragaman jenis serta kandungan zat bioaktif yang diproduksi oleh mikroba endofit tersebut sangat perlu dilakukan (Sinaga et al., 2009). Salah satu keanekaragaman yang perlu dieksplorasi kandungan zat bioaktif yang diproduksi oleh mikroba endofit yaitu berasal dari famili Clusiaceae, salah satunya adalah dari genus Garcinia yang merupakan tumbuhan tropis. Di Indonesia dikenal sebagai tanaman manggis-manggisan dan terdapat sekitar 100 spesies yang tersebar dan merupakan bagian penting dari komposisi hutan (Sosef et al., 1998; Sari, 1999). Tanaman ini juga tumbuh di daerah subtropis, seperti di Kepulauan Jepang, Korea dan sebagian wilayah dataran Cina (Ilyas et al., 1994; Likhitwitayawuid et al., 1998). Dari berbagai penelitian yang dilakukan pada beberapa spesies Garcinia berhasil diisolasi senyawa-senyawa kelompok xanton, benzofenon, flavonoid, dan triterpenoid (Verheij & Coronel, 1992; Likhitwitayawuid et al., 1998). Umumnya senyawa-senyawa tersebut mempunyai aktivitas biologik dan farmakologik seperti antiinflamasi, antimikroba, antifungi, dan antioksidan (Likhitwitayawuid et al., 1998; Iinuma et al., 1998). Bagian tanaman yang berbeda dari Genus Garcinia seperti buah, kulit buah, bunga, daun, kulit batang dan batang telah digunakan secara global sebagai ethnomedicine untuk mengobati beberapa gangguan seperti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3 peradangan, stres oksidatif, infeksi mikroba, kanker, dan obesitas (Hemshekhar et al., 2011). Garcinia benthami Pierre merupakan salah satu spesies dari genus Garcinia. Tumbuhan ini dapat ditemukan di Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Indonesia (Heyne K, 1987; Rachman, 2003). Di Indonesia tanaman ini banyak terdapat di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Berdasarkan penelitian sebelumnya ekstrak dari daun Garcinia benthami Pierre mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, steroid/terpenoid, tannin, kuinon, kumarin, dan saponin (Amelia, 2011). Oleh karena belum adanya informasi mengenai mikroba endofit dari tanaman Garcinia benthami Pierre, maka penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan untuk mengisolasi mikroba endofit dari daun tanaman Garcinia benthami Pierre dan menentukan aktivitas antibakterinya. Uji aktivitas antibakteri tersebut dilakukan terhadap beberapa bakteri yang menyebabkan penyakit pada manusia. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang menunjukkan bahwa mikroba endofit dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang dapat digunakan sebagai bahan baku obat. Mikroba endofit dapat ditemukan di hampir setiap tanaman di bumi, salah satu tanaman yang diduga memiliki mikroba endofit adalah Garcinia benthami Pierre. Tanaman tersebut belum pernah dilakukan isolasi mikroba endofit dan diuji aktivitasnya sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus Subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengeksplorasi antibakteri yang dihasilkan oleh mikroba endofit yang diperoleh dari daun tanaman Garcinia benthami Pierre. 1.3.2 Tujuan Khusus Untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari mikroba endofit yang diisolasi dari daun tanaman Garcinia benthami Pierre terhadap Staphylococcus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4 aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini adalah memberikan sumbangan ilmu pengetahuan terhadap ilmu mikrobiologi. 1.4.2 Manfaat Metodologis Metodologi dalam penelitian ini dapat digunakan untuk mengeksplorasi mikroba endofit dari berbagai tanaman yang ada di Indonesia. 1.4.3 Manfaat Aplikatif Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi untuk para pembuat kebijakan dan menambah perbendaharaan antibakteri. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroba Endofit Mikroba endofit dapat ditemukan hampir di semua tanaman di muka bumi ini, dan merupakan mikroba yang tumbuh di dalam jaringan tanaman. Mikroba endofit dapat diisolasi dari akar, batang dan daun suatu tanaman. Bakteri dan fungi adalah jenis mikroba yang umum ditemukan sebagai mikroba endofit, akan tetapi yang banyak diisolasi adalah golongan fungi. Hubungan antara mikroba endofit dan inangnya dapat berbentuk simbiosis mutualisme sampai hubungan yang patogenik (Strobel, 2002). Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman inangnya tersebut. Kurang lebih 300.000 jenis tanaman yang tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan fungi (Strobel & Daisy, 2003). Apabila endofit yang diisolasi dari suatu tanaman obat dapat menghasilkan alkaloid atau metabolit sekunder sama dengan tanaman aslinya atau bahkan dalam jumlah yang lebih tinggi, maka kita tidak perlu menebang tanaman aslinya untuk diambil sebagai simplisia, yang kemungkinan besar memerlukan puluhan tahun untuk dapat dipanen (Radji, 2005). Berbagai jenis endofit telah berhasil diisolasi dari tanaman inangnya, dan telah berhasil dibiakkan dalam media kultivasi yang sesuai. Demikian pula metabolit sekunder yang diproduksi oleh mikroba endofit tersebut telah berhasil diisolasi dan dimurnikan serta telah dielusidasi struktur molekulnya (Radji, 2005). Menurut Tan & Zou (2001), mikroba endofit memang dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang karakternya mirip atau sama dengan inangnya. Hal ini disebabkan adanya pertukaran genetik yang terjadi antara inang dan mikroba endofit secara evolusioner. 5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 6 2.1.1 Mikroba Endofit yang Menghasilkan Antibiotika Pestalotiopsis micrispora merupakan fungi endofit yang paling sering ditemukan di tanaman hutan lindung di seluruh dunia. Endofit ini menghasilkan metabolit sekunder ambuic acid yang berkhasiat sebagai antifungi (Li, JY et al., 2001). Phomopsichalasin, merupakan metabolit yang diisolasi dari fungi endofit Phomopsis spp. berkhasiat sebagai antibakteri Bacillus subtilis, Salmonella enterica, Staphylococcus aureus, dan juga dapat menghambat pertumbuhan fungi Candida tropicalis (Horn WS et al., 1995). Antibiotika berspektrum luas yang disebut munumbicin, dihasilkan oleh endofit Streptomyces spp. strain NRRL 30562 yang merupakan endofit yang diisolasi dari tanaman Kennedia nigriscans, dapat menghambat pertumbuhan Bacillus anthracis, dan Mycobacterium tuberculosis yang multiresisten terhadap berbagai obat anti TBC (Castillo UF et al., 2002). Jenis endofit lainnya yang juga menghasilkan antibiotika berspektrum luas adalah mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman Grevillea pteridifolia. Endofit ini menghasilkan metabolit kakadumycin. Aktivitas antibakterinya sama seperti munumbicin D, dan kakadumycin ini juga berkhasiat sebagai antimalaria (Castillo UJ et al., 2003). 2.1.2 Isolasi Fungi Endofit Pada umumnya fungi endofit diisolasi dari organ tumbuhan yang masih segar dan telah disterilisasi permukaannya (Agusta, 2009). Sterilisasi permukaan ini bertujuan untuk menghilangkan mikroorganisme epifit yang berada di permukaan tumbuhan, sehingga koloni yang diperoleh merupakan koloni endofit yang berasal dari dalam jaringan tumbuhan (Larran et al., 2001). Untuk sterilisasi permukaan organ tumbuhan tersebut yang umum digunakan adalah dengan cara merendamnya dalam alkohol (70 – 95%) (Agusta, 2009). Alkohol bekerja dengan cara merusak lapisan membran sel mikroorganisme. Alkohol dapat melarutkan lipid dan mendenaturasi protein yang ada pada membran sel. Hal tersebut dapat mengganggu fungsi membran sel dalam mengatur transportasi cairan ke dalam dan keluar sel sehingga membuat sel mikroorganisme menjadi lisis (McDonnell & Russell, 1999). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 7 Akan tetapi, kemampuan alkohol untuk mensterilkan permukaan organ tumbuhan tersebut mempunyai spektrum yang sempit atau sangat terbatas sehingga perlu dikombinasikan dengan bahan kimia lainnya, dan biasanya sering dikombinasikan dengan larutan natrium hipoklorit (NaOCl) (Agusta, 2009). Natrium hipoklorit merupakan senyawa klorin. Senyawa klorin diketahui mampu menghambat pertumbuhan sel mikroorganisme dengan cara mengganggu proses oksidasi dari enzim-enzim penting sehingga fungsi metabolisme dari sel tersebut terganggu dan sel mikroorganisme tidak dapat tumbuh (Valera et al., 2009). 2.2 Mikroba 2.2.1 Definisi Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme hidup yang berukuran sangat kecil dan hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. Mikroorganisme ada yang tersusun atas satu sel (uniseluler) dan ada yang tersusun atas beberapa sel (multiseluler). Walaupun mikroorganisme uniseluler hanya tersusun atas satu sel, namun mikroorganisme tersebut menunjukkan semua karakteristik organisme hidup, yaitu bermetabolisme, bereproduksi, berdiferensiasi, melakukan komunikasi, melakukan pergerakan, dan berevolusi (Pratiwi, 2008). 2.2.2 Jenis Organisme yang termasuk ke dalam golongan mikroorganisme adalah bakteri, archaea, fungi (kapang dan khamir), protozoa, dan virus. Virus, bakteri, dan archaea termasuk ke dalam golongan prokariot, sedangkan fungi dan protozoa termasuk ke dalam golongan eukariot (Pratiwi, 2008). 2.2.2.1 Bakteri Organisme prokariotik dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu eubakteri yang merupakan bakteri sejati dan archaea yang secara morfologi serupa dengan eubakteri, namun memiliki perbedaan dalam hal ciri-ciri fisiologis. Kelompok bakteri terdiri atas semua organisme prokariotik patogen dan nonpatogen yang terdapat di daratan dan perairan, serta organisme prokariotik yang bersifat fotoautotrof. Kelompok archaea meliputi organisme prokariotik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 8 yang tidak memiliki peptidoglikan pada dinding selnya, dan umumnya hidup pada lingkungan yang bersifat ekstrem (Pratiwi, 2008). Gambar 2.1 Struktur Sel Bakteri (Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Struktur_sel_bakteri) a. Morfologi Sel Bakteri Ada beberapa bentuk dasar bakteri, yaitu bulat (tunggal: coccus, jamak: cocci), batang atau silinder (tunggal: bacillus, jamak: bacilli), dan spiral yaitu berbentuk batang melengkung atau melingkar-lingkar (Pratiwi, 2008). Satuan ukuran bakteri ialah mikrometer (µm), yang setara dengan 1/1000 mm atau 10-3 mm. Bakteri yang paling umum berukuran kira-kira 0,5 – 1,0 x 2,0 – 5,0 µm (Pelczar, 1986). b. Struktur Sel Bakteri (Pratiwi, 2008) 1) Struktur Eksternal Sel Bakteri  Glikokaliks (selubung gula) / Kapsul  Slime (lapisan lendir)  Flagela  Fimbria (jamak: fimbriae)  Pili (tunggal: pilus)  Dinding sel UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 9 Tabel 2.1. Beberapa ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif (Pelczar, 1986) Ciri Perbedaan Relatif Gram positif Gram negatif Tebal (15 – 80 nm) Tipis (10 – 15 nm) Berlapis tunggal (mono) Berlapis tiga (multi) Komposisi dinding Kandungan lipid rendah Kandungan lipid tinggi sel (1 – 4%) (11 – 22%) Peptidoglikan ada Peptidoglikan ada di sebagai lapisan tunggal; dalam lapisan kaku komponen utama sebelah dalam; merupakan lebih dari jumlahnya sedikit, 50% berat kering pada merupakan sekitar 10% beberapa sel bakteri berat kering Asam teikoat Tidak ada asam teikoat Lebih rentan Kurang rentan Pertumbuhan Pertumbuhan dihambat Pertumbuhan tidak dihambat oleh zat-zat dengan nyata begitu dihambat Relatif rumit pada Relatif sederhana Struktur dinding sel Kerentanan terhadap penisilin warna dasar, misalnya kristal violet Persyaratan nutrisi banyak spesies Resistensi terhadap Lebih resisten Kurang resisten gangguan fisik 2) Struktur Internal Sel Bakteri  Sitoplasma: substansi yang menempati ruangan sel bagian dalam. Di dalam sitoplasma terdapat berbagai enzim, air (80%), protein, karbohidrat, asam nukleat, dan lipid yang membentuk sistem koloid yang secara optik bersifat homogen. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 10  Membran plasma (inner membrane): struktur tipis yang terdapat di sebelah dalam dinding sel dan menutup sitoplasma sel. Berfungsi untuk memecah nutrien dan memproduksi energi.  Daerah inti (daerah nukleoid): mengandung kromosom bakteri.  Ribosom: berperan pada sintesis protein.  Badan inklusi: organel penyimpan nutrisi.  Endospora: struktur dengan dinding tebal dan lapisan tambahan pada sel bakteri yang dibentuk di sebelah dalam membran sel. Berfungsi sebagai pertahanan sel bakteri terhadap panas ekstrem, kondisi kurang air, dan paparan bahan kimia serta radiasi. 2.2.2.2 Kapang Kapang adalah organisme kemoheterotrof yang memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya (sumber karbon dan energi). Kapang merupakan fungi yang berfilamen dan multiseluler. Identifikasi kapang didasarkan pada kenampakan fisik (morfologi), termasuk karakteristik koloni dan spora reproduktif (Pratiwi, 2008). a. Morfologi Kapang Tubuh kapang (thallus) dibedakan menjadi dua bagian yaitu miselium dan spora. Miselium merupakan kumpulan beberapa filamen yang disebut hifa. Bagian dari hifa yang berfungsi untuk mendapatkan nutrisi disebut hifa vegetatif. Sedangkan bagian hifa yang berfungsi sebagai alat reproduksi disebut hifa reproduktif atau hifa udara (aerial hypha), karena pemanjangannya mencapai bagian atas permukaan media tempat fungi ditumbuhkan (Pratiwi, 2008). Terdapat tiga macam morfologi hifa, yaitu (Pratiwi, 2008): 1. Aseptat (coenocytic hypha), yaitu hifa yang tidak memiliki dinding sekat (septa). 2. Septat hifa (hifa bersekat) dengan sel-sel uninukleat. Septa membagi hifa menjadi ruang-ruang yang berisi 1 inti, dan pada tiap sekat terdapat pori-pori yang memungkinkan perpindahan inti dan sitoplasma dari satu ruang ke ruang lainnya 3. Septa dengan ruang-ruang yang berisi lebih dari 1 inti (multinukleat). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 11 b. Reproduksi Kapang Kapang bereproduksi baik secara aseksual dengan pembelahan, pembentukan tunas atau spora, maupun secara seksual dengan peleburan inti dari kedua induknya. Pada pembelahan, sel akan membagi diri membentuk dua sel yang sama besar, sedangkan pada pertunasan (budding), sel anak tumbuh dari penonjolan kecil pada sel induk (Pratiwi, 2008). c. Fisiologi Kapang Kapang memerlukan kondisi kelembaban yang tinggi, persediaan bahan organik, dan oksigen untuk pertumbuhannya. Lingkungan yang hangat dan lembab mempercepat pertumbuhan kapang. Kapang tumbuh dengan baik pada kondisi lingkungan yang mengandung banyak gula dengan tekanan osmotik tinggi dan kondisi asam yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri. Hal ini memungkinkan kapang dapat tumbuh pada selai atau acar (Pratiwi, 2008). Kapang merupakan organisme aerob sejati. Kapang tumbuh dalam kisaran temperatur yang luas, dengan temperatur optimal berkisar antara 22 – 30ºC. Spesies kapang patogenik mempunyai temperatur pertumbuhan optimal lebih tinggi, yaitu berkisar antara 30 – 37ºC. Beberapa kapang mampu hidup pada temperatur 0ºC sehingga menyebabkan kerusakan produk yang disimpan pada penyimpanan dingin (Pratiwi, 2008). Kapang berbeda dengan bakteri dilihat dari kondisi lingkungan tempat hidupnya dan karakteristik nutrisinya. Kapang tumbuh baik pada pH ±5 yang terlalu asam bagi bakteri; lebih tahan terhadap tekanan osmotik sehingga dapat tumbuh baik pada kadar garam atau kadar gula yang tinggi; dapat hidup pada substansi dengan kondisi kelembaban sangat rendah; memerlukan lebih sedikit nitrogen dibandingkan bakteri; dan dapat memetabolisme karbohidrat kompleks seperti lignin sehingga dapat tumbuh pada substrat-substrat seperti dinding kamar mandi, sepatu kulit, dan sampah kertas (Pratiwi, 2008). 2.2.3 Patologis Sebagian kecil mikroorganisme bersifat patogen. Mikroorganisme alami dalam tubuh kita disebut mikroorganisme normal atau flora normal. Meskipun UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 12 flora normal ini tidak patogen, namun dalam keadaan tertentu dapat bersifat patogen dan menimbulkan penyakit infeksi. Contoh mikroorganisme patogen adalah bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli O157:H7 yang menyebabkan diare, Shigella dysenteriae yang menyebabkan disentri, khamir Candida albicans yang menyebabkan keputihan, kapang Aspergillus flavus yang menghasilkan aflatoksin yang dapat meracuni makanan, virus Ebola yang menyebabkan penyakit Ebola, human immunodeficiency virus yang menyebabkan penyakit AIDS, protozoa Toxoplasma gondii yang menyebabkan toksoplasmosis dan sebagainya (Pratiwi, 2008). 2.3 Karakterisasi Mikroba 2.3.1 Karakterisasi Bakteri 2.3.1.1 Teknik Pewarnaan (Pelczar, 1986) Banyak senyawa organik berwarna (zat pewarna) digunakan untuk mewarnai mikroorganisme untuk pemeriksaan mikroskopis. Telah dikembangkan prosedur-prosedur pewarnaan untuk: 1. Mengamati dengan lebih baik bentuk morfologi mikroorganisme secara kasar. 2. Mengidentifikasi bagian-bagian struktural sel mikroorganisme. 3. Membantu mengidentifikasi dan/atau membedakan organisme yang serupa. Langkah-langkah utama dalam mempersiapkan spesimen mikroba yang diwarnai untuk pemeriksaan mikroskopis ialah: 1. Penempatan olesan, atau lapisan tipis spesimen, pada kaca objek. 2. Fiksasi olesan itu pada kaca objek, biasanya dengan pemanasan, menyebabkan mikroorganisme itu melekat pada kaca objek. 3. Aplikasi pewarna tunggal (pewarnaan sederhana) atau serangkaian larutan pewarna atau reagen (pewarnaan diferensial). Pewarnaan sederhana. Pemberian warna pada bakteri atau jasad-jasad renik lain dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis, atau olesan, yang sudah difiksasi, dinamakan pewarnaan sederhana. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 13 Pewarnaan diferensial. Prosedur pewarnaan yang menampilkan perbedaan di antara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba. Dengan teknik ini biasanya digunakan lebih dari satu larutan zat pewarna atau reagen pewarnaan. Pewarnaan Gram. Salah satu teknik pewarnaan diferensial yang paling penting dan paling luas digunakan untuk bakteri ialah pewarnaan Gram. Dalam proses ini olesan bakteri yang terfiksasi dikenai larutan-larutan berikut yaitu ungu kristal, lugol, alkohol 96% (bahan pemucat), dan safranin atau beberapa pewarna tandingan lain yang sesuai. Bakteri diwarnai dengan metode Gram ini dibagi menjadi dua kelompok. Salah satu di antaranya, bakteri Gram positif, mempertahankan zat pewarna ungu kristal dan karenanya tampak ungu tua. Kelompok yang lain, bakteri Gram negatif, kehilangan ungu kristal ketika dicuci dengan alkohol, dan sewaktu diberi pewarna tandingan dengan warna merah safranin, tampak berwarna merah. Hal ini tampaknya disebabkan oleh perbedaan dalam struktur kimiawi permukaannya. Langkah-langkah dalam prosedur serta hasil-hasilnya pada setiap tahap dirangkumkan pada tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2 Pewarnaan Gram (Pelczar, 1986) Larutan dan No. Urutan Penggunaannya 1. 2. Ungu Kristal (UK) Lugol (Y) 3. Alkohol 96% 4. Safranin Reaksi dan Tampang Bakteri Gram Positif Gram Negatif Sel berwarna ungu Sel berwarna ungu Kompleks UK-Y terbentuk di dalam sel; sel tetap berwarna ungu Dinding sel mengalami dehidrasi, pori-pori menciut; daya rembes dinding sel dan membran menurun, kompleks UKY tak dapat ke luar dari sel; sel tetap ungu Sel tak terpengaruhi, tetap ungu Kompleks UK-Y terbentuk di dalam sel; sel tetap berwarna ungu Lipid terekstraksi dari dinding sel, pori-pori mengembang, kompleks UK-Y keluar dari sel; sel menjadi tak berwarna Sel menyerap zat pewarna ini, menjadi merah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 14 2.3.2 Karakterisasi Kapang Pengamatan morfologi secara makroskopis kapang dilakukan dengan mengamati karakteristik koloni suatu biakan, antara lain meliputi: warna dan struktur permukaan koloni; ada atau tidaknya tetes eksudat (exudate drops); dan ada atau tidaknya lingkaran konsentris (zonasi). Pengamatan koloni dilakukan sejak awal penanaman hingga beberapa waktu tertentu, dan segala macam perubahan yang terjadi harus dicatat (Gandjar et al.,1999). Pengamatan mikroskopis tersebut meliputi sekat hifa (bersekat atau tidak bersekat), pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak bercabang), warna hifa (hialin, transparan atau gelap), ada tidaknya konidia, dan bentuk konidia (bulat, lonjong, berantai, atau tidak beraturan). Pengamatan mikroskopis dilakukan pada pengamatan hari terakhir (5-7 hari) dengan menggunakan mikroskop (Ariyono et al., 2014). 2.4 Antimikroba 2.4.1 Definisi Antimikroba (AM) ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia (Gunawan, 2011). Menurut Syahrurachman et al. (1994), antimikroba adalah suatu substansi kimia yang diperoleh dari atau dibentuk oleh berbagai spesies mikroorganisme lainnya. Antimikroba tersebar di alam dan memegang peranan penting dalam mengatur populasi mikroba dalam tanah, air, limbah dan kompos. Antimikroba ini berbeda dalam susunan kimia dan cara kerjanya. Dari sekian banyak antimikroba yang telah berhasil ditemukan, hanya beberapa saja yang cukup tidak toksik untuk dapat dipakai dalam pengobatan. Antimikroba yang kini banyak dipergunakan, kebanyakan diperoleh dari genus Bacillus, Penicillium dan Streptomyces (Syahrurachman et al., 1994). 2.4.2 Aktivitas dan Spektrum Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisidal. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimum (KHM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 15 dan kadar bunuh minimal (KBM). Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisidal bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Gunawan, 2011). Berdasarkan spektrum kerjanya, antimikroba dibagi menjadi dua kelompok, yaitu berspektrum sempit (benzyl penisilin dan streptomisin) dan berspektrum luas (tetrasiklin dan kloramfenikol) (Gunawan, 2011). 2.5.3 Mekanisme Kerja Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam lima kelompok (Gunawan, 2011): 1. Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini ialah sulfonamida, trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon. Dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik. Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Berbeda dengan mamalia yang mendapatkan asam folat dari luar, kuman patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam amino benzoat (PABA) untuk diikutsertakan dalam pembentukkan asam folat, maka terbentuk analog asam folat yang nonfungsional. Akibatnya, pertumbuhan mikroba akan terganggu. 2. Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba Dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer mukopeptida (glikopeptida). Antimikroba ini akan menghambat reaksi yang paling dini dalam proses sintesis dinding sel dan diakhiri dengan menghambat reaksi terakhir (transpeptidasi) dalam rangkaian reaksi tersebut. Oleh karena tekanan osmotik dalam sel kuman akan menyebabkan terjadinya lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal pada kuman yang peka. Contoh antimikroba ini adalah penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin. 3. Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba Antimikroba ini dapat merusak permeabilitas selektif dari membran sel mikroba dengan cara mengubah tegangan permukaan (surface-active agent). Kerusakan membran sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel mikroba yaitu protein, asam nukleat, nukleotida, dan lain-lain. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 16 Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini yaitu polimiksin, golongan polien serta berbagai antimikroba kemoterapeutik. 4. Antimikroba yang menghambat sintesis protein sel mikroba Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas dua sub unit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. Untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S. Penghambatan sintesis terjadi dengan berbagai cara. Ada yang berikatan dengan komponen ribosom 30S dan menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Sebagai contoh: streptomisin dan tetrasiklin. Ada juga yang berikatan dengan ribosom 50S dan menghambat translokasi kompleks tRNA-peptida dari lokasi asam amino ke lokasi peptida. Akibatnya, rantai polipeptida tidak dapat diperpanjang karena lokasi asam amino tidak dapat menerima kompleks tRNA-asam amino yang baru. Sebagai contoh: eritromisin, linkomisin, dan kloramfenikol. 5. Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba Antimikroba ini berikatan dengan enzim polymerase-RNA (pada sub unit) sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Golongan kuinolon menghambat enzim DNA girase pada kuman yang fungsinya menata kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral hingga dapat masuk ke dalam sel kuman yang kecil. Contoh antimikroba kelompok ini ialah rifampisin dan golongan kuinolon. 2.5 Uji Aktivitas Antimikroba (Pratiwi, 2008) 2.5.1 Metode Difusi a. Metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer) Metode ini untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 17 mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar. b. E-test Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (minimum inhibitory concentration) atau KHM (kadar hambat minimum), yaitu konsentrasi miminal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga kadar tertinggi dan digerakkan pada permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkannya yang menunjukkan kadar agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar. c. Ditch-plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba. d. Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, yaitu dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji. e. Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang ke dalam cawan petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya dituang di atasnya. Plate diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan media mengering. Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan. Bila: X: panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin Y: panjang pertumbuhan aktual UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 18 C: konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media mg/mL atau µg/mL, maka konsentrasi hambatan adalah: [(X.Y)] = C mg/mL atau µg/mL. Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat dari lingkungan padat dan cair, faktor difusi agen antimikroba dapat mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat. 2.5.2 Metode Dilusi Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth dilution) dan dilusi padat (solid dilution). a. Metode dilusi cair/broth dilution test (serial dilution) Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration atau kadar hambat minimum, KHM) dan MBC (minimum bactericidal concentration atau kadar bunuh minimum, KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada media cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM. b. Metode dilusi padat/solid dilution test Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji. 2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Metode Difusi pada Pengujian Aktivitas Antimikroba Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil pengamatan aktivitas antimikroba dengan metode difusi (Lorian, 1980), antara lain: 1) Kedalaman Agar Untuk memperoleh sensitivitas yang optimal, cawan petri diisi dengan lapisan agar tidak lebih dari 2 sampai 3 mm dan merata pada setiap bagiannya. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 19 Keseragaman kedalaman Agar penting untuk menjamin datarnya bagian dasar sebagai tempat pengujian. 2) Ukuran Inokulum Ukuran inokulum merupakan salah satu variabel penting yang berpengaruh pada besar kecilnya zona hambatan dan konsentrasi hambat minimum. Jika ukuran inokulum kecil, akan diperlukan lebih banyak waktu untuk mencapai masa sel mikroba. Akibatnya zona hambat yang terbentuk akan menjadi lebih besar, dan konsentrasi hambat minimum menjadi lebih kecil. 3) Komposisi Media Aktivitas zat antimikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kationkation dalam media. pH media dan adanya berbagai macam bahan antagonis. Kecepatan difusi dari zat antimikroba ditentukan oleh konsentrasi media, konsentrasi berbagai ion dan adanya ikatan elektrostatik antara zat antimikroba dengan sekumpulan ion dalam media. Kapasitas gizi dari media juga sangat mempengaruhi panjangnya fase pertumbuhan dari mikroba uji, dan akan turut mempengaruhi ukuran zona hambatan dan konsentrasi hambat minimum. 4) Temperatur Inkubasi Tiap-tiap golongan mikroba memiliki temperatur pertumbuhan optimal (fungi umumnya 10-35ºC, bakteri 20-45ºC). Inkubasi akan sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroba uji. Kecepatan pertumbuhan akan menurun pada temperatur yang lebih rendah daripada temperatur optimal pertumbuhan mikroba dan terhenti pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur optimal pertumbuhan mikroba. 5) Waktu Inkubasi Besarnya zona hambatan ditentukan pula oleh jangka waktu inkubasi. Misalnya kebanyakan bakteri patogen dapat diamati pertumbuhannya setelah 5 atau 6 jam inkubasi. Pada inkubasi selanjutnya zona hambatan akan menjadi lebih kecil karena terjadi perubahan pertumbuhan bakteri pada tepi zona hambatan dan konsentrasi hambatan minimum akan lebih besar. 6) Konsentrasi zat antimikroba Semakin tinggi konsentrasi zat aktif antimikroba akan semakin besar hambatan terhadap pertumbuhan mikroba, sehingga zona hambatan akan lebih besar. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 20 2.6. Pemilihan Media (Lay, 1992) Beberapa syarat yang harus dipenuhi media pertumbuhan mikroba adalah sebagai berikut: 1) Cukup mengandung unsur-unsur makanan yang mudah diambil oleh mikroba. 2) Tidak mengandung inhibitor atau zat-zat lain yang menghambat pertumbuhan mikroba. 3) Memiliki tekanan osmotik yang sesuai dengan kebutuhan mikroba. 4) Memiliki pH yang sesuai kebutuhan mikroba. 5) Steril. 2.7 Bakteri Uji Bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Bacillus Subtilis, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium. 2.7.1 Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen yang bersifat Gram positif. Klasifikasi bakteri ini adalah (Sleigh & Timbury, 1994): Kingdom : Prokaryota Filum : Bacteria Kelas : Schizomyces Ordo : Eubacteriales Famili : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus Spesies : Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Setiap jaringan ataupun alat tubuh dapat diinfeksi olehnya dan menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda-tanda yang khas, yaitu peradangan, nekrosis, dan pembentukkan abses. Kuman ini berbentuk sferis, bila bergerombol dalam susunan yang tidak teratur mungkin sisinya agak rata karena tertekan. Diameter kuman antara 0,8 – 1,0 mikron. Kuman ini tidak bergerak, tidak berspora dan Gram positif. Jenis-jenis Staphylococcus di laboratorium tumbuh dengan baik dalam kaldu biasa pada suhu 37ºC. Batas-batas suhu untuk pertumbuhannya ialah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 21 15ºC dan 40ºC, sedangkan suhu pertumbuhan optimum ialah 35ºC. Pertumbuhan terbaik dan khas ialah pada suasana aerob; kuman ini pun bersifat anaerob fakultatif dan dapat tumbuh dalam udara yang hanya mengandung hidrogen dan pH optimum untuk pertumbuhan ialah 7,4. Pada lempeng agar, koloninya berbentuk bulat, diameter 1-2 mm, cembung, buram, mengkilat, dan konsistensinya lunak. Warna khas ialah kuning keemasan, hanya intensitas warnanya dapat bervariasi (Syahrurachman et al., 1994). 2.7.2 Bacillus subtilis Bacillus subtilis merupakan bakteri Gram positif berbentuk batang besar, membentuk rantai, berspora, dan sifatnya aerob. Panjang bakteri ini 2-3 µm dan lebarnya 0,7-0,8 µm (Jawetz & Adelberg, 1996). Bakteri ini menggunakan sumber N dan C untuk energi pertumbuhan. Spora resisten terhadap perubahan lingkungan, tahan terhadap panas kering dan desinfektan kimia tertentu selama waktu yang cukup lama dan tetap ada selama bertahun-tahun dalam tanah yang kering (Jawetz & Adelberg, 1996). Berikut adalah klasifikasi Bacillus subtilis menurut Madigan (2005): Kingdom : Bacteria Filum : Firmicutes Kelas : Bacilli Ordo : Bacillales Famili : Bacillaceae Genus : Bacillus Spesies : Bacillus subtilis Bacillus subtilis dapat tumbuh pada suhu 45-55°C minimum pada suhu 5- 20°C, dan suhu optimumnya bervariasi antara 25-37°C. Bakteri ini banyak terdapat di tanah, air, udara, saluran pencernaan hewan, dan bahan pangan tertentu (Buckle, 1985). Bacillus subtilis menyebabkan penyakit pada manusia dengan sistem imun terganggu, misalnya gastroenteritis akut dan meningitis (Jawetz & Adelberg, 1996). Bakteri ini juga dikenal sebagai penyebab keasaman pada makanan kaleng karena fermentasi gula yang dikandung bahan pangan tersebut (Buckle, 1985). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 22 2.7.3 Escherichia coli Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek, motil aktif dan tidak membentuk spora yang diklasifikasikan sebagai berikut (Juliantina et al., 2008): Kingdom : Prokaryota Filum : Gracilicutes Kelas : Scotobacteria Ordo : Eubacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia Spesies : Escherichia coli Pembiakan E. coli bersifat aerob atau fakultatif anaerob, pertumbuhan optimum pada suhu 37ºC. E. coli mempunyai beberapa antigen, yaitu antigen O (polisakarida), antigen K (kapsular), antigen H (flagella). Antigen O merupakan antigen somatik berada dibagian terluar dinding sel lipopolisakarida dan terdiri dari unit berulang polisakarida. Antibodi terhadap antigen O adalah IgM. Antigen K adalah antigen polisakarida yang terletak di kapsul (Juliantina et al., 2008). E.coli terdapat di saluran pencernaan manusia dan binatang, dapat pula ditemukan di sungai, danau, tanah, dan tempat lain yang telah terkontaminasi feses. E.coli dapat menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare. Namun sebagai bagian dari flora normal saluran pencernaan, E.coli berperan penting untuk pencernaan makanan dengan memproduksi vitamin K dari materi-materi yang tidak tercernakan di usus besar. Selnya berukuran antara 0,4-0,7 µm x 1,4 µm (Syahrurachman et al., 1994). 2.7.4 Shigella dysenteriae Shigella dysenteriae merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, tidak berflagel, dan ukuran 0,5-0,7 µm x 2-3 µm. Sifat pertumbuhan adalah aerob dan fakultatif anaerob, pH pertumbuhan 6,4-7,8, suhu pertumbuhan optimum 37°C (Syahrurachman et al., 1994). Klasifikasi bakteri ini adalah (Dwidjoseputro, 1998): UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 23 Kingdom : Prokayota Filum : Bacteriophyta Kelas : Gammaproteobacteria Ordo : Eubacteriales Famili : Bactericeae Genus : Shigella Spesies : Shigella dysenteriae Bakteri ini dapat menyebabkan disentri basiler. Disentri adalah salah satu dari berbagai gangguan pencernaan yang ditandai dengan peradangan usus terutama kolon, disertai nyeri perut dan buang air besar yang sering mengandung darah dan lendir (Pelczar, 1986). 2.7.5 Salmonella typhimurium Salmonella typhimurium merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, tidak berspora, ukuran 1-3,5 µm x 0,5-0,8 µm, besar koloni rata-rata 2-4 mm, mempunyai flagel peritrikh. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15-41°C (suhu pertumbuhan optimum 37,5°C) dan pH pertumbuhan 6-8 (Syahrurachman et al., 1994). Berikut adalah klasifikasi Salmonella typhimurium (Batt & Mary, 2014): Kingdom : Bacteria Filum : Proteobacteria Kelas : Gammaproteobacteria Ordo : Enterobacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Salmonella Spesies : Salmonella typhimurium Bakteri dari genus Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi yang jika tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut salmonelosis. Gejala salmonelosis yang paling sering terjadi adalah gastroenteritis yang disebabkan oleh Salmonella typhimurium. Salmonella tidak selalu menimbulkan perubahan dalam warna, bau, maupun rasa pada makanan yang terkontaminasinya. Semakin tinggi jumlah Salmonella di dalam makanan semakin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 24 besar kemungkinan timbulnya gejala infeksi pada orang yang menelan makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri Salmonella (Jay, 1978). 2.8 Genus Garcinia Genus Garcinia yang merupakan tumbuhan tropis. Di Indonesia dikenal sebagai tanaman manggis-manggisan dan terdapat sekitar 100 spesies yang tersebar dan merupakan bagian penting dari komposisi hutan (Sosef et al., 1998; Sari, 1999). Tanaman ini juga tumbuh di daerah subtropis, seperti di Kepulauan Jepang, Korea dan sebagian wilayah dataran Cina (Ilyas et al., 1994; Likhitwitayawuid et al., 1998). Garcinia mempunyai habitus berupa pohon dengan tinggi mencapai 25-33 m dan jarang yang berupa semak. Batangnya lurus dengan diameter 60-100 cm, mengecil ke arah ujung. Bentuk pohon seperti kerucut, memiliki percabangan berselang-seling. Seluruh bagian tanaman mengeluarkan getah putih atau kuning yang kental dan lengket, bila dilukai. Daun selalu berwarna hijau, berhadapan silang. Genus ini ada yang berumah satu (monoecious) dan ada yang berumah dua (dioecious). Bunga berada di ketiak daun. Daun kelopak dan daun mahkota terdiri dari 4-5 helai; bunga jantan memiliki benang sari yang jumlahnya bervariasi, dengan tangkai sari bersatu menjadi satu tiang tengah atau membentuk 4-5 berkas. Bagian putik mengecil atau tidak sama sekali. Bunga betina biasanya berukuran lebih besar daripada bunga jantan, seringkali menyendiri, benang sari semu dengan tangkai-tangkai sarinya yang bersatu menjadi sebuah cincin di bagian pangkal, atau menjadi 4-5 berkas pendek; bakal buah beruang 2-12, biasanya berbentuk papilla. Bijinya besar, biasanya terbungkus oleh arilus yang berisi banyak sari buah; embrionya berupa massa yang padat, hanya tersusun atas hipokotil, sedangkan keping bijinya tidak ada. Bagian kayu dari genus ini biasanya keras dengan warna yang beragam mulai kuning sampai coklat kemerahan dan umumnya memiliki tekstur bagus (Veirhej & Coronel, 1992; Sosef, 1998). Garcinia mangostana dikenal dengan nama Queen of fruit, selain buahnya dapat dimakan, kulit ari biji dari buah ini digunakan sebagai obat luka dan infeksi, penurun panas dan mengurangi rasa sakit. G. cambogia sekarang banyak terdapat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 25 di pasaran sebagai suplemen untuk mengurangi berat badan. Getah bagian batang G. hanburyi Hook digunakan sebagai pencahar, biji G. dulcis Kurz dikenal sebagai obat gondok dan buah G. indica telah dimanfaatkan sebagai obat cacing dan kardiotonik. Di bidang industri tanaman ini juga telah dipakai sebagai bahan dasar sabun dan lilin, minyak dari tanaman ini juga dapat digunakan untuk obat urut dan urtikaria (Sosef, 1998). Dari berbagai penelitian yang dilakukan pada beberapa spesies Garcinia berhasil diisolasi senyawa-senyawa kelompok xanton, benzofenon, flavonoid, dan triterpenoid (Verheij & Coronel, 1992; Likhitwitayawuid et al., 1998). Umumnya senyawa-senyawa tersebut mempunyai aktivitas biologik dan farmakologik seperti antiinflamasi, antimikroba, antifungi, dan antioksidan (Likhitwitayawuid et al., 1998; Iinuma et al., 1998). 2.9 Garcinia benthami Pierre Garcinia benthami Pierre merupakan salah satu spesies dari genus Garcinia. Tumbuhan ini dapat ditemukan di Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Indonesia (Heyne K, 1987; Rachman, 2003). Di Indonesia banyak terdapat di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Pada penelitian Elya et al. (2004) telah berhasil diisolasi senyawa benzofenon baru dari kulit batang Garcinia benthami Pierre yaitu ismailbenzofenon dan hilmibenzofenon. Gambar 2.2 Garcinia benthami Pierre (Sumber: Dokumentasi Pribadi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 26 Tumbuhan Garcinia benthami Pierre secara taksonomi mempunyai klasifikasi sebagai berikut (Heyne K, 1987): Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Sub kelas : Archichlamydeae Ordo : Guttiferales Familia : Clusiaceae Genus : Garcinia Species : Garcinia benthami Pierre Garcinia benthami Pierre mempunyai habitus berupa pohon dengan tinggi mencapai 30 m. Batangnya lurus, mengecil ke arah ujung. Bentuk pohon berupa kerucut, memiliki percabangan berselang-seling. Seluruh bagian tanaman mengeluarkan getah kuning yang kental dan lengket bila dilukai. Daun selalu berwarna hijau, berhadapan berseling. Bunga berada di ketiak daun. Daun kelopak dan daun mahkota terdiri dari 4-5 helai. Bunga jantan memiliki benang sari yang yang jumlahnya bervariasi, dengan tangkai sari bersatu menjadi satu tiang tengah atas. Bunga betina biasanya berukuran lebih besar dari bunga jantan, seringkali menyendiri, benang sari semu dengan tangkai-tangkai sarinya yang bersatu menjadi sebuah cincin di bagian pangkal, bakal buah beruang 2-12 dan biasanya berbentuk papila. Bijinya besar, biasanya terbungkus oleh arilus yang berisi banyak sari buah. Embrionya berupa masa padat, hanya tersusun atas hipokotil, sedangkan bijinya tidak ada (Rachman, 2003). Penelitian terdahulu dari Garcinia benthami Pierre telah berhasil diisolasi senyawa benzofenon baru, yaitu ismailbenzofenon dan hilmibenzofenon (Elya et al., 2004) serta salimbenzophenon (Elya et al., 2006) dari kulit batang G. benthami. Dari ekstrak aseton kulit batang G. benthami telah berhasil diisolasi senyawa stigmasterol, asamolean-5,12-dien-3β-ol-28-oat dan senyawa flavonoid yaitu epikatekin (Elya et al., 2006). Dua triterpenoid telah berhasil diisolasi dari ekstrak n-heksana kulit batang G. benthami yaitu friedelin dan asam-3β- UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 27 hidroksida-lanosta-9(11),24-dien-26-oat (Elya et al., 2009). Berdasarkan penelitian sebelumnya ekstrak dari daun Garcinia benthami Pierre mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, steroid/terpenoid, tannin, kuinon, kumarin, dan saponin (Amelia, 2011). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Mei 2015 di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3.2 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : cawan petri (Petriq), tabung reaksi (Pyrex), labu Erlenmeyer (Schott Duran), beaker glass (Schott Duran), gelas ukur (Pyrex), batang drigalski, batang L, cover glass, kaca obyek, pipet tetes, spatula, gunting bedah, pisau bedah, pinset, jarum ose, tissue steril, kertas saring, kertas perkamen, jangka sorong (Trickle), pH indikator, plastic wrap, alumunium foil, mikropipet dan tip (Bio Rad), Laminar Air Flow Cabinet, timbangan analitik (Scout Pro), inkubator (Memmert), autoklaf otomatis (ALP), autoklaf (All American), oven (Memmert), hot plate (Thermo Scientific), magnetic stirrer, bunsen, shaker (Stuart Scientific), sentrifus (Hettich Zentrifugen EBA 20), sentrifus berpendingin (Peqlab), vortex (Thermolyne), paper disc 6 mm (Oxoid), mikroskop cahaya (Olympus), dan alat-alat gelas lain yang biasa digunakan di laboratorium mikrobiologi. 3.3 Bahan 3.3.1 Sampel Penelitian Daun tanaman Garcinia benthami Pierre sebanyak 4 helai beserta pucuk daun yang masih segar diperoleh dari koleksi Kebun Raya Bogor. Tanaman ini telah dideterminasi di Lembaga Penelitian Biologi atau Herbarium Bogoriense, Bogor. 3.3.2 Bahan untuk Proses Sterilisasi Permukaan Air bersih yang mengalir, alkohol 70%, natrium hipoklorit (NaOCl) 5,25%, aquades steril. 28 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 29 3.3.3 Bahan untuk Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroba Potato Dextrose Agar (Merck), Nutrient Agar (Merck), Mueller Hinton Agar (Oxoid), Nutrient Broth (Merck), Kalsium karbonat (CaCO3), Potato Dextrose Broth (Oxoid), dan Yeast Extract (Merck). 3.3.4 Bakteri uji Bakteri uji yang digunakan yaitu bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus ATCC 6538, Bacillus subtilis ATCC 6633) dan Gram negatif (Escherichia coli ATCC 35218, Shigella dysenteriae ATCC 13313, Salmonella typhimurium ATCC 14028). 3.3.5 Bahan untuk Karakterisasi Mikroba Endofit dan Uji Kemurnian Bakteri Uji Larutan kristal violet, lugol, alkohol 96%, larutan safranin, aquades steril, NaCl 0,9%. 3.3.6 Kontrol Uji Aktivitas Antibakteri Cakram kloramfenikol konsentrasi 30 µg/cakram (Oxoid) dan aquades steril. 3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Pembuatan Media Pertumbuhan Mikroba 3.4.1.1 Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar) Media Potato Dextrose Agar (PDA) plate dibuat untuk isolasi kapang endofit dan pemurnian kapang endofit. Media ini dibuat dengan cara PDA ditimbang sebanyak 39 gram, kemudian ditambahkan aquades hingga 1 liter. Larutan tersebut kemudian dipanaskan di atas hot plate dan diaduk dengan magnetic stirrer hingga homogen. Selanjutnya disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121ºC. Media dituang ke dalam cawan petri secara aseptis masing-masing ±10 mL, lalu dibiarkan di suhu ruang hingga media memadat (Ramadhan, 2011). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 30 3.4.1.2 Pembuatan Media Agar Miring PDA (Potato Dextrose Agar) Media agar miring Potato Dextrose Agar (PDA) dibuat untuk pemurnian (pembuatan stock culture) kapang endofit. Media ini dibuat dengan cara Potato Dextrose Agar (PDA) ditimbang sebanyak 39 gram, kemudian ditambahkan aquades hingga 1 liter. Larutan tersebut kemudian dipanaskan di atas hot plate dan diaduk dengan magnetic stirrer hingga homogen. Kemudian media dituang ke dalam tabung slant masing-masing ±5 mL. Selanjutnya disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121ºC. Media yang telah steril diletakkan dalam posisi miring ±45º dan media dibiarkan memadat (Rustanti, 2007). 3.4.1.3 Pembuatan Media NA (Nutrient Agar) Media Nutrient Agar (NA) plate dibuat untuk isolasi dan pemurnian bakteri endofit, skrining antibakteri mikroba endofit serta peremajaan bakteri uji. Media ini dibuat dengan cara Nutrient Agar (NA) ditimbang sebanyak 20 gram dan dilarutkan dalam aquades hingga 1 liter. Larutan tersebut kemudian dipanaskan di atas hot plate dan diaduk dengan magnetic stirrer hingga homogen. Media disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121ºC. Kemudian media dituang ke dalam cawan petri masing-masing ±10 mL, media dibiarkan memadat (Rustanti, 2007). 3.4.1.4 Pembuatan Media Agar Miring NA (Nutrient Agar) Media agar miring Nutrient Agar (NA) dibuat untuk pemurnian (pembuatan stock and working culture) bakteri endofit. Media ini dibuat dengan cara Nutrient Agar (NA) ditimbang sebanyak 20 gram dan dilarutkan dalam aquades hingga 1 liter. Larutan tersebut kemudian dipanaskan di atas hot plate dan diaduk dengan magnetic stirrer hingga homogen. Kemudian media dituang ke dalam tabung slant masing-masing 5 mL. Selanjutnya disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121ºC. Media yang telah steril diletakkan dalam posisi miring ±45º dan media dibiarkan memadat (Rustanti, 2007). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 31 3.4.1.5 Pembuatan Media MHA (Mueller Hinton Agar) Media Mueller Hinton Agar (MHA) plate dibuat untuk uji antibakteri dari supernatan hasil fermentasi mikroba endofit. Media ini dibuat dengan cara 38 gram media Mueller Hinton Agar (MHA) disuspensikan dengan 1 liter aquades. Larutan tersebut kemudian dipanaskan di atas hot plate dan diaduk dengan magnetic stirrer hingga homogen. Media disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit. Kemudian media dituang ke dalam cawan petri masingmasing ±10 mL, media dibiarkan memadat (Adawiyah, 2013). 3.4.1.6 Pembuatan Media PDY Broth (Potato Dextrose Yeast Broth) Media PDY Broth dibuat untuk media fermentasi kapang endofit. Media ini dibuat dengan cara ditimbang 24 gram Potato Dextrose Broth, 2 gram Yeast extract, 5 gram Kalsium karbonat (CaCO3). Semua bahan kecuali Kalsium karbonat dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, ditambahkan aquades hingga 1 liter, dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer di atas hot plate. Kalsium karbonat ditambahkan sedikit demi sedikit ke larutan media tersebut hingga dicapai pH 6-7. Selanjutnya disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121ºC (Ramadhan, 2011). 3.4.1.7 Pembuatan Media NB (Nutrient Broth) Pembuatan media NB (Nutrient Broth) berdasarkan instruksi pada kemasan. Media NB (Nutrient Broth) dibuat untuk media fermentasi bakteri endofit. Media ini dibuat dengan cara ditimbang sebanyak 8 gram Nutrient Broth, kemudian ditambahkan aquades hingga 1 liter dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer di atas hot plate. Selanjutnya disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121ºC. 3.4.2 Isolasi Mikroba Endofit 3.4.2.1 Sampling Tanaman Daun dari tanaman Garcinia benthami Pierre sebanyak 4 helai beserta pucuk daun yang masih segar diperoleh dari koleksi Kebun Raya Bogor, lalu dideterminasi di Lembaga Penelitian Biologi atau Herbarium Bogoriense, Bogor. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 32 3.4.2.2 Sterilisasi Permukaan Sampel daun sebanyak 4 helai beserta pucuk daun yang masih segar dicuci di bawah air mengalir selama 10 menit. Sterilisasi permukaan dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC). Daun direndam di dalam alkohol 70% selama 1 menit, sambil di kocok pelan. Lalu dipindahkan ke dalam larutan natrium hipoklorit (NaOCl) 5,25% selama 5 menit. Selanjutnya daun tersebut direndam kembali di dalam alkohol 70% selama 30 detik (Radji et al., 2011). Setelah itu dibilas dengan aquades steril selama 1 menit dan diulang dua kali. Daun tersebut dikeringkan di atas kertas saring steril (Ariyono et al., 2014). Kemudian daun dipotong-potong menjadi beberapa bagian kecil dengan ukuran ± 1 x 1 cm2 pada daun yang berada didekat pucuk, ditengah ranting, dipangkal ranting dengan gunting bedah steril dan pada bagian pucuk daun dibelah menjadi 2 bagian dengan pisau bedah steril. Selanjutnya secara hati-hati diletakkan pada media isolasi PDA dan NA. Setiap cawan petri berisi satu atau dua potongan. Selanjutnya pada media PDA diinkubasi pada suhu ruang selama 14 hari dan pada media NA diinkubasi pada suhu 35ºC selama 3 hari. Semua proses sterilisasi hingga proses pengeringan dilakukan secara aseptis di dalam LAFC (Ramadhan, 2011). Kemudian pada aquades steril bilasan terakhir diambil dengan menggunakan batang L dan diisolasi ke PDA dan NA lainnya, perlakuan ini berfungsi sebagai kontrol. Perlakuan kontrol berfungsi untuk mengetahui dan menentukan apakah mikroba yang tumbuh merupakan mikroba endofit atau bukan. Apabila pada media PDA dan NA kontrol tumbuh mikroba, maka mikroba yang tumbuh bukanlah mikroba endofit. Sedangkan apabila pada media PDA dan NA kontrol tidak tumbuh mikroba, maka mikroba yang tumbuh adalah mikroba endofit (Ariyono et al., 2014). 3.4.3 Pemurnian Mikroba Endofit 3.4.3.1 Pemurnian Kapang Endofit Kapang endofit yang telah tumbuh pada media isolasi kemudian dimurnikan ke dalam media PDA plate lain. Koloni yang mempunyai bentuk yang berbeda dengan koloni lainnya dapat dianggap sebagai isolat yang berbeda. Kemudian dilakukan pemurnian sampai diperoleh isolat murni (tunggal). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 33 Pemurnian dilakukan dengan cara menginokulasikan sedikit hifa dengan ose atau pinset dari setiap koloni endofit yang berbeda ke media PDA dan diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruang (Kumala et al., 2006). Selanjutnya isolat kapang yang telah murni dipindahkan ke dalam media PDA lain untuk digunakan sebagai working culture dan media agar miring PDA yang digunakan sebagai stock culture. Kultur kapang endofit diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruang (Kumala dan Endro, 2007). 3.4.3.2 Pemurnian Bakteri Endofit Bakteri yang tumbuh pada media isolasi NA, disubkultur pada plate media NA pada suhu 35ºC selama 24-48 jam, sampai diperoleh koloni murni. Koloni murni kemudian dipindahkan ke agar miring NA dan diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 35ºC. Setiap isolat bakteri endofit dibuat dua pada agar miring NA, masing-masing dipergunakan sebagai stock culture dan working culture (Rosana, 2001). 3.4.4 Karakterisasi Mikroba Endofit 3.4.4.1 Karakterisasi Kapang Endofit 1) Karakterisasi Makroskopis Kapang Endofit Pengamatan morfologi secara makroskopis kapang dilakukan dengan mengamati karakteristik koloni suatu biakan, antara lain meliputi: warna dan struktur permukaan koloni; ada atau tidaknya tetes eksudat (exudate drops); dan ada atau tidaknya lingkaran konsentris (zonasi). Pengamatan koloni dilakukan sejak awal penanaman hingga beberapa waktu tertentu, dan segala macam perubahan yang terjadi harus dicatat (Gandjar et al.,1999). 2) Karakterisasi Mikroskopis Kapang Endofit Cawan petri yang berisi tissue, kaca objek, dan cover glass disterilisasi terlebih dahulu. Kemudian tissue dibasahi dengan aquades steril sehingga suasana dalam cawan petri menjadi lembab. Kaca objek steril yang berada diatas tissue selanjutnya ditetesi media PDA dengan menggunakan pipet steril. Kemudian dengan menggunakan jarum ose diambil sedikit miselium kapang endofit, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 34 diletakkan pada media agar PDA yang diteteskan pada kaca objek dan perlahan ditutup dengan cover glass steril. Setelah itu diinkubasi pada suhu ruang selama 7 hari (Kumala dan Ainun, 2014 dengan modifikasi). Pengamatan mikroskopis tersebut meliputi sekat hifa (bersekat atau tidak bersekat), pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak bercabang), warna hifa (hialin, transparan atau gelap), ada tidaknya konidia, dan bentuk konidia (bulat, lonjong, berantai, atau tidak beraturan). Pengamatan mikroskopis dilakukan pada hari ke-7 dengan menggunakan mikroskop (Ariyono et al., 2014). 3.4.4.2 Karakterisasi Bakteri Endofit 1) Karakterisasi Makroskopis Bakteri Endofit Karakterisasi makroskopis bakteri endofit dilakukan dengan mengamati morfologi dan pertumbuhan koloni. Pengamatan yang dilakukan meliputi bentuk koloni (whole colony), bentuk tepi (edge), warna (colour) dan bentuk permukaan (elevation) (Mutmainnah et al., 2008). 2) Karakterisasi Mikroskopis Bakteri Endofit Karakterisasi mikroskopis dilakukan pengamatan dengan metode pewarnaan Gram, yaitu menyiapkan preparat uji dengan mengoleskan bakteri setipis mungkin di atas kaca objek yang kemudian difiksasi dengan cara dilewatkan di atas nyala api sebentar untuk melekatkan bakteri. Preparat tersebut diwarnai dengan larutan kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit, dicuci dengan air mengalir selama 5 detik, diteteskan larutan lugol di atas preparat dan dibiarkan selama selama 1 menit, dicuci kembali dengan air mengalir kemudian dicuci dengan alkohol 96% selama 30 detik sampai tidak ada lagi zat warna lugol lalu dicuci kembali dengan aquades mengalir. Diteteskan larutan safranin selama 1030 detik kemudian dicuci kembali dengan air mengalir, dikeringkan dengan cara diletakkan di atas kertas saring dan diperiksa preparat di bawah mikroskop (Handayani, 2007). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 35 3.4.5 Uji Kemurnian Bakteri Uji 1) Uji Kemurnian Makroskopis Bakteri Uji Sebelum digunakan, bakteri uji di uji kemurniannya terlebih dahulu. Uji kemurnian bakteri uji dilakukan dengan mengamati morfologi dan pertumbuhan koloni. Pengamatan yang dilakukan meliputi bentuk koloni (whole colony), bentuk tepi (edge), warna (colour) dan bentuk permukaan (elevation) (Mutmainnah et al., 2008). 2) Uji Kemurnian Mikroskopis Bakteri Uji Uji kemurnian secara mikroskopis dilakukan pengamatan dengan metode pewarnaan Gram, yaitu menyiapkan preparat uji dengan mengoleskan bakteri setipis mungkin di atas kaca objek yang kemudian difiksasi dengan cara dilewatkan di atas nyala api sebentar untuk melekatkan bakteri. Preparat tersebut diwarnai dengan larutan kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit, dicuci dengan air mengalir selama 5 detik, diteteskan larutan lugol di atas preparat dan dibiarkan selama selama 1 menit, dicuci kembali dengan air mengalir kemudian dicuci dengan alkohol 96% selama 30 detik sampai tidak ada lagi zat warna lugol lalu dicuci kembali dengan air mengalir. Diteteskan larutan safranin selama 10-30 detik kemudian dicuci kembali dengan air mengalir, dikeringkan dengan cara diletakkan di atas kertas saring dan diperiksa preparat di bawah mikroskop (Handayani, 2007). 3.4.6 Peremajaan Bakteri Uji Peremajaan Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium diinokulasi sebanyak satu ose ke media agar miring NA dan diinkubasi selama 18 – 24 jam pada suhu 35ºC (Radji, 2006). 3.4.7 Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji Hasil peremajaan bakteri uji pada agar miring NA ditambahkan dengan 5 mL NaCl 0,9% steril. Sebanyak 0,2 mL suspensi bakteri masing-masing diinokulasikan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL yang berisi media NB 200 mL, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 36 dikocok dan NB steril tanpa suspensi bakteri sebagai kontrol. Spektrofotometer visibel diatur dengan panjang gelombang 600 nm, kuvet dibersihkan kemudian diukur absorban awal NB steril sebagai kontrol dan NB yang mengandung bakteri pada menit ke-0 (t0). Setelah absorban awal ditentukan, media NB diinkubasi pada pengocokan 120 rpm pada temperatur 35°C. Setiap interval 30 menit dilakukan pengukuran absorban untuk mendapatkan kurva pertumbuhan. Kurva pertumbuhan diakhiri setelah melewati fase stasioner (Khotimah, 2010). 3.4.8 Skrining Mikroba Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri 3.4.8.1 Skrining Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri Skrining kapang endofit yang berpotensi sebagai antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar padat (Diffusion Agar Plate Method). Bakteri uji yang digunakan yaitu Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium. Masing-masing suspensi bakteri uji pada media NB yang telah berumur fase mid log diambil 0,1 mL dan dipipetkan ke dalam media agar NA padat dan disebarkan secara merata dengan menggunakan batang drigalski (Spread Plate Method). Kemudian, isolat kapang endofit yang telah dimurnikan ke dalam media PDA diambil dengan sedotan steril berdiameter 6 mm dan ditempelkan di atas permukaan media NA yang berisi bakteri uji. Satu cawan petri media NA yang telah berisi bakteri uji dapat ditanami potongan isolat murni kapang endofit ±6 isolat. Kultur di inkubasi pada suhu 35°C selama 3 hari. Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter zona hambat di sekitar kapang endofit. (Melliawati & Harni, 2009). Isolat yang menunjukkan zona hambat dipilih sebagai isolat untuk pengujian selanjutnya yaitu fermentasi dan uji aktivitas antibakteri. 3.4.8.2 Skrining Bakteri Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri Skrining bakteri endofit yang berpotensi sebagai antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram (disc diffusion methods). Bakteri uji yang digunakan yaitu Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Bacillus subtilis, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium. Masing-masing suspensi bakteri uji pada media NB yang telah berumur fase mid log diambil 0,1 mL dan dipipetkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 37 ke dalam media agar NA padat dan disebarkan secara merata dengan menggunakan batang drigalski. Isolat bakteri endofit yang telah berumur 24 jam di media agar miring NA, kemudian ditambahkan 5 mL NaCl 0,9% steril. Sebanyak 10 µL suspensi bakteri endofit diserapkan pada cakram steril berdiameter 5 mm dan dikeringkan. Setelah itu, cakram diletakkan di atas media NA yang telah diinokulasi dengan bakteri uji, kemudian dilakukan inkubasi selama 24 jam pada suhu 35ºC, dan diamati ada tidaknya zona bening yang terbentuk (Simarmata et al., 2007 dengan modifikasi). 3.4.9 Fermentasi Mikroba Endofit 3.4.9.1 Fermentasi Kapang Endofit Kapang endofit yang terseleksi positif menghasilkan zona hambat dilakukan fermentasi. Proses fermentasi dimulai dengan menumbuhkan kultur murni pada media PDA selama ±7 hari. Miselia dan media agar dari fungi endofit diambil sebanyak 3 bulatan berdiameter 6 mm kemudian dimasukkan ke dalam media PDY 200 mL dan dilakukan inkubasi selama 21 hari pada suhu ruang dalam kondisi stasioner (Phongpaichit et al., 2006 dengan modifikasi). Hasil fermentasi disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit dan supernatan yang diperoleh dijadikan sebagai larutan uji aktivitas antibakteri (Rosana et al., 2001 dalam Kumala dan Endro, 2007). 3.4.9.2 Fermentasi Bakteri Endofit Dilakukan fermentasi cair dengan menggunakan media NB sebanyak 10 mL dalam tabung bersumbat kapas. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama 2 hari dengan kecepatan shaker 170 rpm. Biomassa sel dipanen dengan menggunakan sentrifus berpendingin 3000 rpm selama 20 menit pada suhu 4°C. Supernatan dari hasil sentrifus digunakan untuk uji aktivitas antibakteri (Kumala et al., 2006). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 38 3.4.10 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Mikroba Endofit Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram (disc diffusion methods). Sebanyak 20 µL larutan uji (supernatan dari hasil fermentasi mikroba endofit) diserapkan pada kertas cakram steril berdiameter 6 mm. Cakram yang sudah diresapi larutan uji diletakkan pada permukaan media MHA padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji (Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium) dengan metode pour plate yaitu dengan cara mengambil 1 mL suspensi bakteri uji pada fase mid log menggunakan pipet, kemudian diteteskan ke dalam cawan petri steril dan selanjutnya ditambahkan media MHA cair suhu ±55°C sebanyak 10 mL lalu digoyangkan sampai suspensi bakteri uji merata di seluruh media, didiamkan sampai membeku dan media siap digunakan. Sebagai kontrol positif digunakan cakram kloramfenikol konsentrasi 30 µg dan kontrol negatif yaitu aquades steril yang diserapkan pada cakram dan dikeringkan. Setelah semua cakram diletakkan di atas permukaan media MHA tersebut, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35ºC. Aktivitas antibakteri dinyatakan sebagai diameter zona hambat (mm) yang dihasilkan oleh supernatan hasil fermentasi mikroba endofit. Diameter zona hambat diukur dengan menggunakan jangka sorong (Radji et al., 2011 dengan modifikasi). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL 4.1.1 Isolasi Mikroba Endofit Mikroba endofit diisolasi dari tanaman Garcinia benthami Pierre. Sebelum isolasi, dilakukan dahulu sterilisasi permukaan terhadap sampel tanaman. Sterilisasi permukaan dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC). Daun direndam di dalam alkohol 70% selama 1 menit, sambil di kocok pelan. Lalu dipindahkan ke dalam larutan natrium hipoklorit (NaOCl) 5,25% selama 5 menit. Selanjutnya daun tersebut direndam kembali di dalam alkohol 70% selama 30 detik (Radji et al., 2011). Setelah itu dibilas dengan aquades steril selama 1 menit dan diulang dua kali (Ariyono et al., 2014). Pada proses isolasi, koloni mikroba endofit yang tumbuh dari dalam jaringan daun di media pertumbuhannya yang secara makroskopis berbeda dianggap merupakan isolat yang berbeda, dan jika bentuk koloni mikroba endofit sama maka dianggap isolat yang sama, akan tetapi jika terdapat perbedaaan dari laju pertumbuhan mikroba endofit yang secara makroskopis sama, maka dianggap sebagai isolat yang berbeda. Setiap koloni dengan morfologi berbeda dipisahkan menjadi isolat-isolat tunggal, sampai diperoleh isolat murni yaitu isolat yang hanya mengandung satu bentuk morfologi yang sama. Berdasarkan hasil isolasi didapatkan 25 isolat mikroba endofit yang terdiri dari 18 isolat kapang endofit yaitu GB1, GB2, GB3, GB4, GB5, GB6, GB7, GB8, GB9, GB10, GB11, GB12, GB13, GB14, GB15, GB16, GB17, dan GB18; dan 7 isolat bakteri endofit yaitu IGB1, IGB2, IGB3, IGB4, IGB5, IGB6, dan IGB7. Kapang endofit tumbuh setelah 5 hari dan bakteri endofit tumbuh setelah 3 hari dari proses penanaman potongan daun di atas media isolasi. Kontrol sterilisasi menunjukkan bahwa sterilisasi permukaan yang dilakukan mampu menghambat pertumbuhan mikroba pada permukaan tanaman sehingga isolat mikroba yang diperoleh diyakini merupakan mikroba endofit. Isolat kapang dan bakteri endofit serta kontrol sterilisasi permukaan dapat dilihat pada lampiran 8 hal. 93. 39 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 40 4.1.2 Uji Kemurnian Bakteri Uji Uji kemurnian dilakukan untuk memastikan bahwa bakteri uji yang digunakan merupakan bakteri uji yang benar-benar murni tanpa adanya kontaminasi. Maka dilakukan pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis. Hasil dari pengamatan makroskopis adalah sebagai berikut: 1) Escherichia coli Dalam media pembenihan NA (Nutrient Agar) (35°C, 24 jam), koloni bakteri berbentuk bulat, berwarna putih dengan permukaan mengkilat. 2) Staphylococcus aureus Dalam media pembenihan NA (Nutrient Agar) (35°C, 24 jam), koloni bakteri berbentuk bulat, berwarna kuning keemasan, permukaan pinggir rata, dan koloni berdiameter 0,8-1,2 mm. 3) Bacillus Subtilis Dalam media pembenihan NA (Nutrient Agar) (35°C, 24 jam), koloni bakteri berbentuk titik-titik bulat, berwarna putih, permukaan pinggir rata, dan koloni berdiameter 0,9-1,0 mm. 4) Shigella dysenteriae Dalam media pembenihan NA (Nutrient Agar) (35°C, 24 jam), koloni bakteri berbentuk bulat, berwarna putih, permukaan pinggir rata, dan koloni berdiameter 0,6-1,9 mm. 5) Salmonella typhimurium Dalam media pembenihan NA (Nutrient Agar) (35°C, 24 jam), koloni bakteri berbentuk bulat, berwarna putih, permukaan pinggir rata, dan koloni berdiameter 0,9-1,0 mm UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 41 Hasil dari pengamatan mikroskopis yaitu dengan pewarnaan Gram adalah sebagai berikut: 1) Escherichia coli Pengamatan secara mikroskopis (Perbesaran 1000x) Escherichia coli adalah bakteri Gram negatif berbentuk basil pendek dan berwarna merah. Gambar 4.1 Escherichia coli 2) Staphylococcus aureus Pengamatan secara mikroskopis (Perbesaran 1000x) Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif berbentuk coccus tersusun berkelompok seperti anggur dan berwarna ungu. Gambar 4.2 Staphylococcus aureus 3) Bacillus Subtilis Pengamatan secara mikroskopis (Perbesaran 1000x) Bacillus Subtilis adalah bakteri Gram positif berbentuk basil dan berwarna ungu. Gambar 4.3 Bacillus Subtilis 4) Shigella dysenteriae Pengamatan secara mikroskopis (Perbesaran 1000x) Shigella dysenteriae adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang dan berwarna merah. Gambar 4.4 Shigella dysenteriae UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 42 5) Salmonella typhimurium Pengamatan secara mikroskopis (Perbesaran 1000x) Salmonella typhimurium adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang dan berwarna merah. Gambar 4.5 Salmonella typhimurium 4.1.3 Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji Pengamatan kurva pertumbuhan dari masing-masing bakteri uji perlu dilakukan sebelum skrining ataupun pengujian antibakteri. Tujuannya adalah untuk mengetahui pertumbuhan bakteri. Pada kurva pertumbuhan dapat dilihat pertumbuhan bakteri berdasarkan fasenya, yaitu fase lag, fase log (fase eksponensial), fase stasioner, dan fase kematian. Fase log (fase eksponensial) ini merupakan fase yang cocok untuk pengujian antibakteri. Kurva pertumbuhan diakhiri setelah melewati fase stasioner. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 11 hal. 97. Gambar 4.6 Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 43 4.1.4 Karakterisasi Mikroba Endofit Karakterisasi mikroba endofit yang telah diisolasi dari daun tanaman Garcinia benthami Pierre dilakukan dengan pengamatan makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan makroskopis dilakukan dengan media pertumbuhannya masing-masing, untuk kapang endofit ditumbuhkan pada media PDA dan untuk bakteri endofit ditumbuhkan pada media NA. Sedangkan pengamatan mikroskopis dilakukan dengan mengamati mikroba endofit di bawah mikroskop dengan perbesaran 200-400x untuk kapang endofit dan perbesaran 1000x untuk bakteri endofit. 4.1.4.1 Karakterisasi Kapang Endofit 1) Isolat GB1 Makroskopis Mikroskopis (Isolat GB1 tampak atas) Isolat GB1 (Perbesaran 400x) (Isolat GB1 tampak bawah) Gambar 4.7 Isolat GB1 Ket: GB1 (Isolat kapang endofit ke-1 yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 44 Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna hijau tua dan bagian pinggir berwarna putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu hijau tua kebiruan dan bagian pinggir berwarna putih. Kapang ini memiliki tekstur seperti beludru, bentuk pinggirnya tidak rata, tidak memiliki zonasi dan exudate drop. Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang tidak bersekat. Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak memiliki konidia. 2) Isolat GB2 Makroskopis Mikroskopis (Isolat GB2 tampak atas) Isolat GB2 (Perbesaran 400x) (Isolat GB2 tampak bawah) Gambar 4.8 Isolat GB2 Ket: GB2 (Isolat kapang endofit ke-2 yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting). Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna coklat muda dan bagian pinggir berwarna krem. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu bagian tengah berwarna kehijauan, kemudian coklat tua, dan bagian pinggir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 45 berwarna krem. Kapang ini memiliki tekstur seperti beludru, bentuk pinggirnya tidak rata dan memiliki zonasi. Exudate drop pada kapang ini berupa butiran berwarna hitam. Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat. Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak memiliki konidia. 3) Isolat GB3 Makroskopis Mikroskopis (Isolat GB3 tampak atas) Isolat GB3 (Perbesaran 400x) (Isolat GB3 tampak bawah) Gambar 4.9 Isolat GB3 Ket: GB3 (Isolat kapang endofit ke-3 yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting). Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna hijau tua dan bagian pinggir berwarna putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu hijau tua kehitaman dan bagian pinggir berwarna putih. Kapang ini memiliki tekstur seperti beludru, bentuk pinggirnya tidak rata, tidak memiliki zonasi dan exudate drop. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 46 Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat. Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan memiliki konidia yang berbentuk bulat. 4) Isolat GB4 Makroskopis Mikroskopis (Isolat GB4 tampak atas) Isolat GB4 (Perbesaran 400x) (Isolat GB4 tampak bawah) Gambar 4.10 Isolat GB4 Ket: GB4 (Isolat kapang endofit ke-4 yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting). Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna hijau tua dan bagian pinggir berwarna putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu hijau tua kehitaman, sedikit kecoklatan dan bagian pinggir berwarna putih. Kapang ini memiliki tekstur seperti beludru, bentuk pinggirnya tidak rata, tidak memiliki zonasi dan exudate drop. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 47 Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat. Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna gelap, dan memiliki konidia yang berbentuk bulat. 5) Isolat GB5 Makroskopis Mikroskopis (Isolat GB5 tampak atas) GB 5 (Perbesaran 200x) (Isolat GB5 tampak bawah) Gambar 4.11 Isolat GB5 Ket: GB5 (Isolat kapang endofit ke-5 yang diisolasi dari daun yang berada di dekat pucuk daun). Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna hijau tua dan bagian pinggir berwarna putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu hijau tua kehitaman dan bagian pinggir berwarna putih. Kapang ini memiliki tekstur seperti beludru, bentuk pinggirnya tidak rata, tidak memiliki zonasi dan exudate drop. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 48 Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat. Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna gelap, dan tidak memiliki konidia. 6) Isolat GB6 Makroskopis Mikroskopis (Isolat GB6 tampak atas) GB 6 (Perbesaran 200x) (Isolat GB6 tampak bawah) Gambar 4.12 Isolat GB6 Ket: GB6 (Isolat kapang endofit ke-6 yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting). Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna hijau tua dan bagian pinggir berwarna putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu hijau tua kehitaman dan bagian pinggir berwarna putih. Kapang ini memiliki tekstur seperti beludru dengan granul berwarna hijau tua, bentuk pinggirnya tidak rata, tidak memiliki zonasi dan exudate drop. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 49 Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat. Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak memiliki konidia. 7) Isolat GB7 Makroskopis Mikroskopis (Isolat GB7 tampak atas) GB 7 (Perbesaran 200x) (Isolat GB7 tampak bawah) Gambar 4.13 Isolat GB7 Ket: GB7 (Isolat kapang endofit ke-7 yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting). Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna hijau tua dan bagian pinggir berwarna putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu hijau tua kebiruan dan bagian pinggir berwarna putih. Kapang ini memiliki tekstur seperti beludru dengan granul berwarna hijau tua, bentuk pinggirnya tidak rata, tidak memiliki zonasi dan exudate drop. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 50 Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat. Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan memiliki konidia berbentuk bulat. 8) Isolat GB8 Makroskopis Mikroskopis (Isolat GB8 tampak atas) GB 8 (Perbesaran 400x) (Isolat GB8 tampak bawah) Gambar 4.14 Isolat GB8 Ket: GB8 (Isolat kapang endofit ke-8 yang diisolasi dari pucuk daun). Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna coklat muda kekuningan dan bagian pinggir berwarna kuning. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu coklat tua, coklat muda, coklat tua, coklat muda, kuning (berselang-seling). Kapang ini memiliki tekstur seperti kapas, bentuk pinggirnya tidak rata, memiliki zonasi dan exudate drop berupa butir halus warna bening dan coklat tua pada hifa. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 51 Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat. Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak memiliki konidia. 9) Isolat GB9 Makroskopis Mikroskopis (Isolat GB9 tampak atas) GB 9 (Perbesaran 400x) (Isolat GB9 tampak bawah) Gambar 4.15 Isolat GB9 Ket: GB9 (Isolat kapang endofit ke-9 yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting). Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna putih dan bagian pinggir putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu putih gading, kuning muda, dan putih gading (berselang-seling). Kapang ini memiliki tekstur seperti kapas, bentuk pinggirnya tidak rata, memiliki zonasi dan exudate drop berupa butir halus warna bening pada hifa. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 52 Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat. Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak memiliki konidia. 10) Isolat GB10 Makroskopis Mikroskopis (Isolat GB10 tampak atas) GB 10 (Perbesaran 400x) (Isolat GB10 tampak bawah) Gambar 4.16 Isolat GB10 Ket: GB10 (Isolat kapang endofit ke-10 yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting). Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna putih dan bagian pinggir putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu putih gading. Kapang ini memiliki tekstur seperti kapas, bentuk pinggirnya tidak rata, memiliki zonasi dan exudate drop berupa butir halus warna bening pada hifa. Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat. Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak memiliki konidia. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 53 11) Isolat GB11 Makroskopis Mikroskopis (Isolat GB11 tampak atas) GB 11 (Perbesaran 400x) (Isolat GB11 tampak bawah) Gambar 4.17 Isolat GB11 Ket: GB11 (Isolat kapang endofit ke-11 yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting). Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna putih dan bagian pinggir putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu putih gading. Kapang ini memiliki tekstur seperti kapas, bentuk pinggirnya tidak rata, memiliki zonasi dan exudate drop berupa butir halus warna bening pada hifa. Perbedaan isolat GB11 dengan isolat GB10 adalah pembentukkan exudate drop pada GB11 lebih cepat. Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat. Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak memiliki konidia. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 54 12) Isolat GB12 Makroskopis Mikroskopis (Isolat GB12 tampak atas) GB 12 (Perbesaran 400x) (Isolat GB12 tampak bawah) Gambar 4.18 Isolat GB12 Ket: GB12 (Isolat kapang endofit ke-12 yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting). Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna hijau tua dan bagian pinggir berwarna putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu hijau tua kebiruan dan bagian pinggir berwarna putih. Kapang ini memiliki tekstur seperti beludru, bentuk pinggirnya tidak rata, tidak memiliki zonasi dan exudate drop. Perbedaan isolat GB12 dengan isolat GB1 adalah pertumbuhan dari isolat GB12 lebih lama daripada GB1. Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat. Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak memiliki konidia. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 55 13) Isolat GB13 Makroskopis Mikroskopis (Isolat GB13 tampak atas) GB 13 (Perbesaran 400x) (Isolat GB13 tampak bawah) Gambar 4.19 Isolat GB13 Ket: GB13 (Isolat kapang endofit ke-13 yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting). Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna hijau tua. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu hijau tua. Kapang ini memiliki tekstur seperti beludru, bentuk pinggirnya tidak rata, tidak memiliki zonasi dan exudate drop. Perbedaan isolat GB12 dengan isolat GB1 adalah pertumbuhan dari isolat GB12 lebih lama daripada GB1. Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat. Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak memiliki konidia. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 56 14) Isolat GB14 Makroskopis Mikroskopis (Isolat GB14 tampak atas) GB 14 (Perbesaran 400x) (Isolat GB14 tampak bawah) Gambar 4.20 Isolat GB14 Ket: GB14 (Isolat kapang endofit ke-14 yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting). Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna coklat tua kekuningan dengan bagian atas hifa berwarna putih dan bagian pinggir berwarna putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu coklat tua kekuningan dengan bagian atas hifa berwarna putih dan bagian pinggir berwarna putih. Kapang ini memiliki tekstur seperti kapas, bentuk pinggirnya tidak rata, memiliki zonasi dan exudate drop berupa butiran berwarna coklat tua. Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat. Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak memiliki konidia. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 57 15) Isolat GB15 Makroskopis Mikroskopis (Isolat GB15 tampak atas) GB 15 (Perbesaran 400x) (Isolat GB15 tampak bawah) Gambar 4.21 Isolat GB15 Ket: GB15 (Isolat kapang endofit ke-15 yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting). Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna hijau tua dan bagian pinggir berwarna putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu hijau tua kehitaman dan bagian pinggir berwarna putih. Kapang ini memiliki tekstur seperti beludru dengan granul berwarna abu-abu, bentuk pinggirnya tidak rata, memiliki exudate drop berupa butiran berwarna hitam, dan tidak memiliki zonasi. Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat. Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak memiliki konidia. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 58 16) Isolat GB16 Makroskopis Mikroskopis (Isolat GB16 tampak atas) GB 16 (Perbesaran 400x) (Isolat GB16 tampak bawah) Gambar 4.22 Isolat GB16 Ket: GB16 (Isolat kapang endofit ke-16 yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting). Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna hijau tua, bagian atasnya terdapat hifa berwarna abu-abu dan bagian pinggir berwarna putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu hijau tua kebiruan dan bagian pinggir berwarna putih. Kapang ini memiliki tekstur seperti beludru, bentuk pinggirnya tidak rata, memiliki zonasi, dan exudate drop berupa butiran berwarna hitam. Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat. Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan memiliki konidia. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 59 17) Isolat GB17 Makroskopis Mikroskopis (Isolat GB17 tampak atas) GB 17 (Perbesaran 400x) (Isolat GB17 tampak bawah) Gambar 4.23 Isolat GB17 Ket: GB17 (Isolat kapang endofit ke-17 yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting). Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna coklat kekuningan, hijau muda, krem dan bagian atas terdapat hifa berwarna putih. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu coklat tua, kuning cerah, hijau, kuning muda, krem (berselang-seling). Kapang ini memiliki tekstur seperti kapas, bentuk pinggirnya tidak rata, memiliki zonasi, dan exudate drop berupa butiran berwarna hitam dan oranye. Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat. Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan tidak memiliki konidia. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 60 18) Isolat GB18 Makroskopis Mikroskopis (Isolat GB18 tampak atas) GB 18 (Perbesaran 400x) (Isolat GB18 tampak bawah) Gambar 4.24 Isolat GB18 Ket: GB18 (Isolat kapang endofit ke-18 yang diisolasi dari daun yang berada di pangkal ranting). Secara makroskopis, permukaan koloni kapang berwarna putih dan terdapat spora berwarna hitam. Warna sebalik (reverse colony) dari kapang ini yaitu putih gading dan spora berwarna hitam. Kapang ini memiliki tekstur seperti kapas, bentuk pinggirnya tidak rata, memiliki exudate drop berupa butiran halus berwarna bening pada hifa, dan tidak memiliki zonasi. Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat. Pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang, berwarna transparan, dan memiliki konidia. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 61 4.1.4.2 Karakterisasi Bakteri Endofit 1) IGB1 Makroskopis Mikroskopis Isolat IGB1 IGB 1 (Perbesaran 1000x) Gambar 4.25 Isolat IGB1 Ket: IGB1 (Isolat bakteri endofit ke-1 yang diisolasi dari pucuk daun). Secara makroskopis, bakteri ini memiliki bentuk koloni (whole colony) bulat, bentuk tepi (edge) bergelombang, warna (colour) putih kekuningan, bentuk permukaan (elevation) timbul. Secara mikroskopis, bakteri ini jika dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x yaitu memiliki bentuk basil, berwarna ungu, dan Gram positif. 2) IGB2 Makroskopis Mikroskopis Isolat IGB2 IGB 2 (Perbesaran 1000x) Gambar 4.26 Isolat IGB2 Ket: IGB2 (Isolat bakteri endofit ke-2 yang diisolasi dari pucuk daun). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 62 Secara makroskopis, bakteri ini memiliki bentuk koloni (whole colony) bulat, bentuk tepi (edge) rata, warna (colour) putih, bentuk permukaan (elevation) menggunung. Secara mikroskopis, bakteri ini jika dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x yaitu memiliki bentuk coccus/diplococcus, berwarna ungu, dan Gram positif. 3) IGB3 Makroskopis Isolat IGB3 Mikroskopis IGB 3 (Perbesaran 1000x) Gambar 4.27 Isolat IGB3 Ket: IGB3 (Isolat bakteri endofit ke-3 yang diisolasi dari pucuk daun). Secara makroskopis, bakteri ini memiliki bentuk koloni (whole colony) bulat, bentuk tepi (edge) bergelombang, warna (colour) putih, bentuk permukaan (elevation) timbul. Secara mikroskopis, bakteri ini jika dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x yaitu memiliki bentuk coccus, berwarna ungu, dan Gram positif. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 63 4) IGB4 Makroskopis Mikroskopis Isolat IGB4 IGB 4 (Perbesaran 1000x) Gambar 4.28 Isolat IGB4 Ket: IGB4 (Isolat bakteri endofit ke-4 yang diisolasi dari daun yang berada di dekat pucuk daun). Secara makroskopis, bakteri ini memiliki bentuk koloni (whole colony) bulat, bentuk tepi (edge) rata, warna (colour) putih, bentuk permukaan (elevation) menggunung. Secara mikroskopis, bakteri ini jika dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x yaitu memiliki bentuk basil pendek, berwarna ungu, dan Gram positif. 5) IGB5 Makroskopis Mikroskopis Isolat IGB5 IGB 5 (Perbesaran 1000x) Gambar 4.29 Isolat IGB5 Ket: IGB5 (Isolat bakteri endofit ke-5 yang diisolasi dari daun yang berada di dekat pucuk daun). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 64 Secara makroskopis, bakteri ini memiliki bentuk koloni (whole colony) bulat, dari atas terlihat konsentris, bentuk tepi (edge) rata, warna (colour) kuning, bentuk permukaan (elevation) timbul. Secara mikroskopis, bakteri ini jika dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x yaitu memiliki bentuk basil, berwarna ungu, dan Gram positif. 6) IGB6 Makroskopis Mikroskopis Isolat IGB6 IGB 6 (Perbesaran 1000x) Gambar 4.30 Isolat IGB6 Ket: IGB6 (Isolat bakteri endofit ke-6 yang diisolasi dari daun yang berada di dekat pucuk daun). Secara makroskopis, bakteri ini memiliki bentuk koloni (whole colony) bulat, bentuk tepi (edge) rata, warna (colour) putih, bentuk permukaan (elevation) timbul. Secara mikroskopis, bakteri ini jika dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x yaitu memiliki bentuk basil, berwarna ungu, dan Gram positif. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 65 7) IGB7 Makroskopis Mikroskopis Isolat IGB7 IGB 7 (Perbesaran 1000x) Gambar 4.31 Isolat IGB7 Ket: IGB7 (Isolat bakteri endofit ke-7 yang diisolasi dari daun yang berada di dekat pucuk daun). Secara makroskopis, bakteri ini memiliki bentuk koloni (whole colony) bulat, bentuk tepi (edge) rata, warna (colour) putih, bentuk permukaan (elevation) menggunung. Secara mikroskopis, bakteri ini jika dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x yaitu memiliki bentuk coccus, berwarna ungu, dan Gram positif. 4.1.5 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Mikroba Endofit 4.1.5.1 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Kapang Endofit Skrining aktivitas antibakteri dari kapang endofit menunjukkan 6 isolat kapang endofit aktif sebagai antibakteri yaitu isolat kapang GB2, GB8, GB14, GB16, GB17, dan GB18. Terdapat 3 isolat kapang endofit yang aktif terhadap Bacillus subtilis yaitu isolat GB2, GB14, dan GB17. Terdapat 4 isolat kapang endofit yang aktif terhadap Staphylococcus aureus yaitu isolat GB2, GB8, GB16, dan GB18. Hanya 1 Isolat kapang endofit yang aktif terhadap Shigella dysenteriae dan Salmonella typhimurium yaitu isolat GB2. Dan tidak ada isolat yang aktif terhadap Escherichia coli. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.1 hal. 67. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 66 (a) (b) (c) Gambar 4.32 Zona hambat isolat kapang endofit terhadap B.subtilis: (a) zona hambat GB2 terhadap B.subtilis; (b) zona hambat GB14 terhadap B.subtilis; (c) zona hambat GB17 terhadap B.subtilis (a) (c) (b) (d) Gambar 4.33. Zona hambat isolat kapang endofit terhadap S.aureus: (a) zona hambat GB2 terhadap S.aureus; (b) zona hambat GB8 terhadap S.aureus; (c) zona hambat GB16 terhadap S.aureus; (d) zona hambat GB18 terhadap S.aureus. (a) Gambar 4.34 Zona hambat isolat GB2 terhadap S.dysenteriae UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 67 Tabel 4.1 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Kapang Endofit Distribusi Zona Hambat Isolat Kapang Endofit berdasarkan Bakteri Patogen E.coli, B.subtilis, S.aureus, S.dysenteriae, dan S.typhimurium (mm) Isolat Kapang Endofit GB1 GB2 GB3 GB4 GB5 GB6 GB7 GB8 GB9 GB10 GB11 GB12 GB13 GB14 GB15 GB16 GB17 GB18 E.coli B.subtilis S.aureus S.dysenteriae S. typhimurium 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13,9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7,875 0 0 8,95 0 0 18,375 0 0 0 0 0 7,625 0 0 0 0 0 0 0 7,55 0 6,3 0 12,05 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10,8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Gambar 4.35 Zona hambat isolat GB2 terhadap S.typhimurium 4.1.5.2 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Bakteri Endofit Skrining aktivitas antibakteri dari bakteri endofit menunjukkan 6 isolat bakteri endofit yang memberikan zona antagonis terhadap bakteri uji yaitu isolat kapang IGB1, IGB2, IGB3, IGB4, IGB5, dan IGB6. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.2 hal. 68. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 68 Tabel 4.2 Skrining Aktivitas Antibakteri dari Bakteri Endofit Distribusi Zona Antagonis Isolat Bakteri Endofit berdasarkan Bakteri Patogen E.coli, B.subtilis, S.aureus, S.dysenteriae, dan S.typhimurium (mm) Isolat Bakteri Endofit E.coli B.subtilis S.aureus S.dysenteriae S.typhimurium IGB1 IGB2 IGB3 IGB4 IGB5 IGB6 IGB7 7,87 8,2 9,8 8,77 8,54 8,46 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,4 0 0 0 0 7 6,9 6,775 6,65 6,35 6,1 0 0 0 0 0 0 0 0 (a) (b) (c) (d) Gambar 4.36. Zona antagonis isolat bakteri endofit terhadap E.coli, S.aureus, & S.dysenteriae, (a) zona antagonis IGB1, 3, dan 4 terhadap E.coli; (b) zona antagonis IGB5 dan 6 terhadap E.coli; (c) zona antagonis IGB3 terhadap S.aureus; (d) zona antagonis IGB5 dan 6 terhadap S.dysenteriae UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 69 4.1.6 Fermentasi Mikroba Endofit Fermentasi isolat kapang endofit dilakukan menggunakan media PDY (Potato Dextrose Yeast), namun tidak semua kapang endofit difermentasi, dari hasil skrining aktivitas antibakteri yang telah diseleksi didapatkan 6 isolat kapang endofit yang akan dilanjutkan pada proses fermentasi dan uji aktivitas antibakteri yaitu isolat GB2, GB8, GB14, GB16, GB17, dan GB18. Fermentasi isolat bakteri endofit dilakukan menggunakan media NB (Nutrient Broth). Semua isolat bakteri endofit yaitu IGB1, IGB2, IGB3, IGB4, IGB5, IGB6, dan IGB7 dilakukan proses fermentasi dan uji aktivitas antibakteri. Hasil dari fermentasi segera disentrifugasi dan supernatan yang diperoleh adalah sebagai larutan uji untuk uji aktivitas antibakteri dari mikroba endofit terhadap bakteri patogen (Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium). 4.1.7 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Mikroba Endofit 4.1.7.1 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Kapang Endofit Uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi kapang endofit dilakukan dengan metode difusi cakram (disc diffusion methods) dan pengukuran zona hambat terhadap pertumbuhan bakteri uji. Dari pengukuran diameter zona hambat diperoleh hasil yang ditunjukkan pada tabel 4.3 hal. 70. Supernatan dari suspensi koloni kapang endofit yang aktif sebagai antibakteri terhadap Escherichia coli yaitu dari isolat GB18. Tidak ada supernatan dari isolat kapang endofit yang aktif sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Supernatan dari isolat kapang endofit yang aktif sebagai antibakteri terhadap Bacillus subtilis yaitu GB2, GB8, GB14, GB16, GB17, dan GB18. Supernatan dari isolat kapang endofit yang aktif sebagai antibakteri terhadap Shigella dysenteriae yaitu GB2, GB16, dan GB17. Supernatan dari isolat kapang endofit yang aktif sebagai antibakteri terhadap Salmonella typhimurium yaitu GB2 dan GB8. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 70 Tabel 4.3 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Kapang Endofit Distribusi Zona Hambat dari Supernatan Hasil Fermentasi Isolat Kapang Endofit berdasarkan Bakteri Patogen E.coli, B.subtilis, S.aureus, S.dysenteriae, dan S.typhimurium (mm) Isolat Kapang Endofit GB2 GB8 GB14 GB16 GB17 GB18 Kloramfenikol (Kontrol +) Aquades steril (Kontrol -) E.coli S.aureus B.subtilis S.dysenteriae S.typhimurium 0 0 0 0 0 6,73 0 0 0 0 0 0 7,31 7,27 7,32 7,1 7,12 7,55 6,98 0 0 8,08 7,34 0 6,75 6,87 0 0 0 0 9,08 18,2 19,33 18,93 18,65 0 0 0 0 0 Zona Hambat Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Kapang Endofit Gambar 4.37. Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi kapang endofit: (a) zona hambat isolat kapang terhadap E.coli; (b) zona hambat isolat kapang terhadap S.dysenteriae; (c) zona hambat isolat kapang terhadap S.typhimurium; (d) zona hambat isolat kapang terhadap B.subtilis. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 71 4.1.7.2 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Bakteri Endofit Uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi bakteri endofit dilakukan dengan metode difusi cakram (disc diffusion methods) dan pengukuran zona hambat terhadap pertumbuhan bakteri uji. Dari pengukuran diameter zona hambat diperoleh hasil yang ditunjukkan pada tabel 4.4 berikut. Tabel 4.4 Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Bakteri Endofit Distribusi Zona Hambat dari Supernatan Hasil Fermentasi Isolat Bakteri Endofit berdasarkan Bakteri Patogen E.coli, B.subtilis, S.aureus, S.dysenteriae, dan S.typhimurium (mm) Isolat Bakteri Endofit IGB1 IGB2 IGB3 IGB4 IGB5 IGB6 IGB7 Kloramfenikol (Kontrol +) Aquades steril (Kontrol -) E.coli S.aureus B.subtilis S.dysenteriae S.typhimurium 6,95 6,9 7,08 6,67 6,52 6,68 6,48 0 0 7,07 0 7,57 7,22 0 5,88 0 6,8 0 0 0 0 0 0 6,92 0 0 6,58 0 0 0 5,93 0 0 0 0 7,9 18,55 15,82 14,9 14,63 0 0 0 0 0 Gambar 4.38. Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi bakteri endofit terhadap E.coli: (a) zona hambat isolat IGB1 terhadap E.coli; (b) zona hambat isolat IGB2 terhadap E.coli; (c) zona hambat isolat IGB3 terhadap E.coli; (d) zona hambat isolat IGB4 terhadap E.coli; (e) zona hambat isolat IGB5 terhadap E.coli; (f) zona hambat isolat IGB6 terhadap E.coli; (g) zona hambat isolat IGB7 terhadap E.coli; (h) zona hambat Kloramfenikol terhadap E.coli; (i) kontrol negatif. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 72 Gambar 4.39. Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi bakteri endofit terhadap S.aureus: (a) zona hambat isolat IGB3 terhadap S.aureus; (b) zona hambat isolat IGB5 terhadap S.aureus; (c) zona hambat isolat IGB6 terhadap S.aureus; (d) zona hambat Kloramfenikol terhadap S.aureus; (e) kontrol negatif. Gambar 4.40. Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi bakteri endofit terhadap B.subtilis: (a) zona hambat isolat IGB1 terhadap B.subtilis; (b) zona hambat isolat IGB3 terhadap B.subtilis; (c) zona hambat Kloramfenikol terhadap B.subtilis; (d) kontrol negatif Gambar 4.41. Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi bakteri endofit terhadap S.dysenteriae: (a) zona hambat isolat IGB3 terhadap S.dysenteriae; (b) zona hambat isolat IGB6 terhadap S.dysenteriae; (c) zona hambat Kloramfenikol terhadap S.dysenteriae; (d) kontrol negatif. Gambar 4.42. Zona hambat uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi bakteri endofit terhadap S.typhimurium: (a) zona hambat isolat IGB3 terhadap S.typhimurium; (b) kontrol negatif; (c) zona hambat Kloramfenikol terhadap S.typhimurium UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 73 4.2 PEMBAHASAN Garcinia benthami Pierre atau yang lebih dikenal sebagai tanaman manggis-manggisan merupakan tumbuhan tropis. Dari berbagai penelitian yang dilakukan pada beberapa spesies Garcinia berhasil diisolasi senyawa-senyawa kelompok xanton, benzofenon, flavonoid, dan triterpenoid (Verheij & Coronel, 1992; Likhitwitayawuid et al., 1998). Umumnya senyawa-senyawa tersebut mempunyai aktivitas biologik dan farmakologik seperti antiinflamasi, antimikroba, antifungi, dan antioksidan (Likhitwitayawuid et al., 1998; Iinuma et al., 1998). Bagian tanaman yang berbeda dari Genus Garcinia seperti buah, kulit buah, bunga, daun, kulit batang dan batang telah digunakan secara global sebagai ethnomedicine untuk mengobati beberapa gangguan seperti peradangan, stres oksidatif, infeksi mikroba, kanker, dan obesitas (Hemshekhar et al., 2011). Oleh karena itu penelitian mengenai tanaman ini terus-menerus dikembangkan. Salah satunya dibidang mikrobiologi, yaitu dengan mengisolasi mikroba endofit dari tanaman ini dan kemudian diuji aktivitas antibakterinya. Tahap awal dari proses isolasi mikroba endofit dari daun tanaman Garcinia benthami Pierre ini adalah sterilisasi permukaan. Sebelum isolasi, dilakukan terlebih dahulu sterilisasi permukaan terhadap sampel tanaman. Sterilisasi permukaan ini bertujuan untuk menghilangkan mikroorganisme epifit yang berada di permukaan tumbuhan, sehingga koloni yang diperoleh merupakan koloni endofit yang berasal dari dalam jaringan tumbuhan (Larran et al., 2001). Alkohol 70% digunakan sebagai bahan untuk sterilisasi permukaan karena alkohol 70% bekerja dengan cara merusak lapisan membran sel mikroorganisme. Alkohol dapat melarutkan lipid dan mendenaturasi protein yang ada pada membran sel. Hal tersebut dapat mengganggu fungsi membran sel dalam mengatur transportasi cairan ke dalam dan keluar sel sehingga membuat sel mikroorganisme menjadi lisis (McDonnell & Russell, 1999). Kemampuan alkohol untuk mensterilkan permukaan organ tumbuhan tersebut mempunyai spektrum yang sempit atau sangat terbatas sehingga perlu dikombinasikan dengan bahan kimia lainnya, dan biasanya sering dikombinasikan dengan larutan natrium hipoklorit (NaOCl) (Agusta, 2009). Natrium hipoklorit merupakan senyawa klorin. Senyawa klorin diketahui mampu menghambat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 74 pertumbuhan sel mikroorganisme dengan cara mengganggu proses oksidasi dari enzim-enzim penting sehingga fungsi metabolisme dari sel tersebut terganggu dan sel mikroorganisme tidak dapat tumbuh (Valera et al., 2009 dalam Agusta, 2009). NaOCl pada konsentrasi 5,25% digunakan karena telah diketahui sebagai dekontaminan yang efektif terhadap bakteri Gram negatif, Gram positif dan bentuk spora dari mikroorganisme (Tilakchand, Mahima et al., 2014). Isolasi mikroba endofit dari daun Garcinia benthami Pierre dilakukan pada media PDA untuk kapang endofit dan NA untuk bakteri endofit. Media PDA mengandung ekstrak kentang, salah satu sumber karbohidrat. Kapang dapat tumbuh pada media PDA karena kapang mempunyai enzim untuk memotong polisakarida tersebut menjadi monosakarida yang siap digunakan kapang untuk kelangsungan hidupnya. NA merupakan salah satu media yang umum digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, produk pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri, dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni. Pada pembuatan media NA ini ditambahkan pepton agar mikroba cepat tumbuh, karena mengandung banyak N2 (Dwidjoseputro, 1998). Kapang endofit yang diisolasi tumbuh setelah 5 hari dari proses penanaman potongan daun pada media PDA. Berdasarkan literatur, kapang endofit akan mulai tumbuh pada minggu kedua setelah inkubasi, dan kapang yang tumbuh sebelum waktu tersebut kemungkinan besar adalah kontaminan. Mungkin rekomendasi tersebut cukup beralasan jika kita mengasumsikan bahwa kapang tersebut terdapat pada bagian dalam jaringan tumbuhan. Namun, perlu diingat bahwa media tumbuh yang digunakan selama proses isolasi adalah media yang kaya akan nutrisi sehingga sangat mungkin untuk mempercepat perkembangan kapang endofit tersebut (Agusta, 2009). Kapang endofit yang berhasil diisolasi dari daun tanaman Garcinia benthami Pierre sebanyak 18 isolat. Kapang endofit yang diisolasi dari pucuk daun dan daun yang berada di dekat pucuk daun berjumlah masing-masing 1 isolat yaitu isolat GB5 dari pucuk daun dan isolat GB8 dari daun yang berada di dekat pucuk daun. Sedangkan kapang endofit yang diisolasi dari daun yang berada di tengah ranting dan di pangkal ranting berjumlah masing-masing 8 isolat yaitu GB1, GB2, GB4, GB6, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 75 GB9, GB10, GB11, GB12 dari daun yang berada di tengah ranting dan GB3, GB7, GB13, GB14, GB15, GB16, GB17, GB18 dari daun yang berada di pangkal ranting. Bakteri endofit yang diisolasi tumbuh setelah 3 hari dari proses penanaman potongan daun pada media NA. Bakteri endofit yang berhasil diisolasi dari daun tanaman Garcinia benthami Pierre sebanyak 7 isolat, yaitu 4 isolat bakteri endofit (IGB1, IGB2, IGB3, IGB4) berasal dari pucuk daun dan 3 isolat bakteri endofit (IGB5, IGB6, IGB7) berasal dari daun yang berada didekat pucuk daun. Berdasarkan hasil karakterisasi bakteri endofit secara mikrokopis, dapat diketahui bahwa semua isolat bakteri endofit yang berhasil diisolasi merupakan bakteri Gram positif. Mikroba endofit yang telah tumbuh dimurnikan ke medianya masingmasing. Untuk kapang endofit dimurnikan ke media PDA, sedangkan untuk bakteri endofit dimurnikan ke media NA. Tujuan pemurnian isolat mikroba endofit adalah untuk memisahkan hasil inokulasi yang terdiri dari banyak koloni yang berlainan jenis sehingga didapatkan koloni murni pada setiap cawan petri. Koloni mikroba yang diambil untuk dimurnikan adalah koloni yang dominan (Hadioetomo, 1995). Hal ini dilakukan terus-menerus sampai diperoleh koloni murni. Koloni murni adalah koloni yang memiliki morfologi yang sama karena berasal dari pembelahan satu sel (Waluyo, 2005). Uji kemurnian bakteri uji dilakukan sebelum bakteri uji digunakan untuk tahapan skrining mikroba endofit yang mempunyai aktivitas antibakteri. Uji kemurnian ini dilakukan untuk memastikan bahwa bakteri uji yang digunakan merupakan bakteri uji yang benar-benar murni tanpa adanya kontaminasi. Maka dilakukan pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis. Berdasarkan hasil yang diperoleh didapatkan bahwa bakteri uji benar-benar murni, sehingga dapat digunakan untuk skrining antibakteri dan uji aktivitas antibakteri. Pengamatan kurva pertumbuhan dari masing-masing bakteri uji perlu dilakukan sebelum skrining ataupun pengujian aktivitas antibakteri. Kurva pertumbuhan dapat diperoleh dari hubungan antara jumlah sel/mL terhadap waktu (jam). Tujuannya adalah untuk mengetahui pertumbuhan bakteri. Pada kurva pertumbuhan dapat dilihat pertumbuhan bakteri berdasarkan fasenya, yaitu fase UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 76 lag, fase log (fase eksponensial), fase stasioner, dan fase kematian. Fase lag merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian bakteri pada suatu lingkungan baru. Fase log (fase eksponensial) merupakan fase pada saat bakteri tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum. Fase log (fase eksponensial) ini merupakan fase yang cocok untuk pengujian antibakteri. Suatu zat antibakteri ketika akan diuji aktivitas antibakterinya, maka bakteri uji yang digunakan harus dalam keadaan fase aktif pembelahan sel dengan laju yang konstan. Selanjutnya adalah fase stasioner yaitu pada saat pertumbuhan bakteri berhenti dan terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati, selain itu pada fase ini juga terjadi akumulasi produk buangan yang toksik. Fase terakhir adalah fase kematian, yaitu pada saat jumlah sel yang mati meningkat, hal ini disebabkan ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang toksik (Pratiwi, 2008). Pada kurva pertumbuhan bakteri Gram positif yaitu Escherichia coli menunjukkan fase lag (fase adaptasi) terjadi pada jam ke-0 hingga jam ke-2 dan mulai meningkat pertumbuhan selnya (fase log) pada jam ke-4 hingga jam ke-15. Selanjutnya pada jam ke-17 hingga jam ke-22 bakteri mengalami fase stasioner. Sedangkan pada kurva pertumbuhan Staphylococcus aureus menunjukkan fase lag (fase adaptasi) terjadi pada jam ke-0 hingga jam ke-2 dan mulai meningkat pertumbuhan selnya (fase log) pada jam ke-3 hingga jam ke-9. Pada kurva pertumbuhan bakteri Gram negatif yaitu Bacillus subtilis menunjukkan fase lag (fase adaptasi) terjadi pada jam ke-0 hingga jam ke-12 dan mulai meningkat pertumbuhan selnya (fase log) pada jam ke-13 hingga jam ke-16. Selanjutnya pada jam ke-18 hingga jam ke-23 bakteri mengalami fase stasioner. Pada kurva pertumbuhan Shigella dysenteriae menunjukkan fase lag (fase adaptasi) terjadi pada jam ke-0 hingga jam ke-4 dan mulai meningkat pertumbuhan selnya (fase log) pada jam ke-12 hingga jam ke-19. Pada kurva pertumbuhan Salmonella typhimurium menunjukkan fase lag (fase adaptasi) terjadi pada jam ke-0 hingga jam ke-9 dan mulai meningkat pertumbuhan selnya (fase log) pada jam ke-10 hingga jam ke-19. Bakteri uji siap digunakan untuk uji antibakteri apabila OD (Optical Density) telah mencapai 0,08-0,1 (setara 107 CFU/mL). Jika OD lebih besar dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 77 0,1 maka dilakukan pengenceran dengan menggunakan larutan NaCl fisiologis (Fitriyah et al., 2013). Skrining mikroba endofit yang mempunyai aktivitas antibakteri dilakukan untuk menentukan mikroba endofit yang akan dilanjutkan pada proses fermentasi dan uji aktivitas antibakteri dari hasil fermentasi. Bakteri uji yang digunakan yaitu bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus ATCC 6538, Bacillus subtilis ATCC 6633) dan Gram negatif (Escherichia coli ATCC 35218, Shigella dysenteriae ATCC 13313, Salmonella typhimurium ATCC 14028). Berdasarkan hasil skrining, didapatkan 6 kapang yang mempunyai zona hambat terhadap bakteri uji, yaitu isolat kapang endofit GB2, GB8, GB14, GB16, GB17, dan GB18. Sehingga 6 isolat kapang inilah yang dilanjutkan pada proses fermentasi dan uji aktivitas antibakteri. Berdasarkan hasil skrining tersebut, terdapat satu isolat kapang yang memberikan zona hambat paling baik dibandingkan lima isolat kapang lainnya yaitu isolat kapang GB2. Isolat kapang GB2 memberikan hasil positif terhadap 4 bakteri uji yaitu dengan zona hambat 13,9 mm terhadap Bacillus subtilis, 18,375 mm terhadap Staphylococcus aureus, 12,05 mm terhadap Shigella dysenteriae, dan 10,8 mm terhadap Salmonella typhimurium. Zona hambat menunjukkan kemampuan kapang tersebut mensekresikan senyawa bioaktif ke dalam media dengan tujuan mempertahankan hidup dengan menghambat pertumbuhan mikroba lain yang ada di sekitarnya (Melliawati & Puspita, 2008). Berdasarkan hasil skrining bakteri endofit, terdapat 6 isolat yang menunjukkan daya mengantagonis bakteri uji, yaitu IGB1, IGB2, IGB3, IGB4, IGB5, dan IGB6. Akan tetapi dalam proses fermentasi, 7 isolat yang telah didapatkan tetap diikutsertakan dalam proses fermentasi, hal ini dilakukan karena mengingat jumlah isolat bakteri endofit yang diperoleh tidak terlalu banyak bila dibandingkan dengan isolat kapang endofit. Isolat bakteri endofit yaitu IGB1, IGB2, IGB3, IGB4, IGB5, IGB6, dan IGB7. Isolat mikroba endofit yang terseleksi dari hasil skrining dilanjutkan pada proses fermentasi. Fermentasi bertujuan untuk menghasilkan sel mikroba endofit dalam jumlah yang banyak sehingga senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan menjadi lebih optimal. Proses fermentasi menggunakan media cair karena UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 78 fermentasi dengan medim cair lebih efektif untuk memproduksi biomassa (Pokhrel dan Ohga, 2007) dan senyawa bioaktif dibandingkan fermentasi dalam media padat (Yan et al., 2010). Media fermentasi yang dipilih adalah media PDY (Potato Dextrose Yeast) untuk fermentasi kapang endofit dan media NB (Nutrient broth) untuk fermentasi bakteri endofit. Media PDY mengandung sumber karbon yang berasal dari ekstrak kentang dan dektrosa serta yeast extract sebagai sumber nitrogen yang diperlukan kapang selama fermentasi. Sedangkan media NB mengandung beef extract dan pepton. Proses fermentasi kapang endofit dilakukan secara stasioner selama 21 hari pada suhu ruang dan fermentasi bakteri endofit dilakukan dengan di shaker pada kecepatan 170 rpm selama 2 hari pada suhu ruang. Hasil fermentasi yang diperoleh kemudian disentrifugasi untuk memisahkan endapan (biomassa) dan supernatan. Untuk kapang endofit disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, sedangkan untuk bakteri endofit disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit pada suhu 4°C. Kemudian supernatan yang diperoleh segera dipindahkan sebanyak 1 mL pada masing-masing tube steril dengan menggunakan mikropipet dan tip untuk digunakan sebagai larutan uji aktivitas antibakteri. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram (disc diffusion methods). Sebanyak 20 µL larutan uji (supernatan dari hasil fermentasi mikroba endofit) diserapkan pada kertas cakram steril berdiameter 6 mm. Sebelum cakram diletakkan di atas media yang telah mengandung bakteri uji, cakram terlebih dahulu dikeringkan sehingga supernatan/larutan uji terserap sempurna di dalam cakram. Setelah cakram kering, maka segera diletakkan pada permukaan media MHA padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji (Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium) dengan metode pour plate. Sebagai kontrol positif digunakan cakram kloramfenikol konsentrasi 30 µg dan kontrol negatif yaitu aquades steril yang diserapkan pada cakram dan dikeringkan. Setelah semua cakram yang berisi larutan uji, kontrol positif, dan kontrol negatif diletakkan di atas permukaan media MHA tersebut, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35ºC. Aktivitas antibakteri dinyatakan sebagai diameter zona hambat (mm) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 79 yang dihasilkan oleh supernatan hasil fermentasi mikroba endofit. Diameter zona hambat diukur dengan menggunakan jangka sorong (Radji et al., 2011 dengan modifikasi). Penggunaan kloramfenikol sebagai kontrol positif dikarenakan antibiotik ini mempunyai spektrum yang luas terhadap bakteri Gram positif dan negatif. Kloramfenikol dapat menghambat sintesis protein mikroba dengan cara berikatan dengan ribosom subunit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein mikroba (Gunawan, 2011). Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi kapang endofit yang dilakukan selama 21 hari didapatkan 1 isolat aktif terhadap Escherichia coli, 6 isolat aktif terhadap Bacillus subtilis, 3 isolat aktif terhadap Shigella dysenteriae, dan 2 isolat aktif terhadap Salmonella typhimurium. Isolatisolat aktif tersebut mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji baik secara tuntas (memberikan zona bening) maupun zona parsial. Supernatan dari suspensi koloni kapang endofit yang aktif sebagai antibakteri terhadap Escherichia coli yaitu dari isolat GB18 dengan zona hambat 6,73 mm. Tidak ada supernatan dari isolat kapang endofit yang aktif sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Supernatan dari isolat kapang endofit yang aktif sebagai antibakteri terhadap Bacillus subtilis yaitu GB2 (7,31 mm), GB8 (7,27 mm), GB14 (7,32 mm), GB16 (7,1 mm), GB17 (7,12 mm), dan GB18 (7,55 mm). Supernatan dari isolat kapang endofit yang aktif sebagai antibakteri terhadap Shigella dysenteriae yaitu GB2 (6,98 mm), GB16 (8,08 mm), dan GB17 (7,34 mm). Supernatan dari isolat kapang endofit yang aktif sebagai antibakteri terhadap Salmonella typhimurium yaitu GB2 (6,75 mm) dan GB8 (6,87 mm). Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri dari supernatan hasil fermentasi bakteri endofit selama 2 hari didapatkan 3 isolat aktif terhadap Staphylococcus aureus, 2 isolat aktif terhadap Bacillus subtilis, 7 isolat aktif terhadap Escherichia coli, 2 isolat aktif terhadap Shigella dysenteriae, dan 1 isolat aktif terhadap Salmonella typhimurium. Isolat-isolat aktif tersebut mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji baik secara tuntas (memberikan zona bening) maupun zona parsial. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 80 Supernatan dari suspensi isolat bakteri endofit yang aktif sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus yaitu IGB3 (7,07 mm), IGB5 (7,57 mm), dan IGB6 (7,22 mm). Supernatan dari isolat bakteri endofit yang aktif sebagai antibakteri terhadap Bacillus subtilis yaitu IGB1 (5,88 mm) dan IGB3 (6,8 mm). Supernatan dari suspensi isolat bakteri endofit yang aktif sebagai antibakteri terhadap Escherichia coli yaitu IGB1 (6,95 mm), IGB2 (6,9 mm), IGB3 (7,08 mm), IGB4 (6,67 mm), IGB5 (6,52 mm), IGB6 (6,68 mm), dan IGB7 (6,48 mm). Supernatan dari isolat bakteri endofit yang aktif sebagai antibakteri terhadap Shigella dysenteriae yaitu IGB3 (6,92 mm) dan IGB6 (6,58 mm). Supernatan dari isolat bakteri endofit yang aktif sebagai antibakteri terhadap Salmonella typhimurium yaitu IGB3 (5,93 mm). Temuan dalam penelitian ini adalah berhasil diisolasi mikroba endofit sebanyak 25 isolat yang terdiri dari 18 isolat kapang endofit dan 7 isolat bakteri endofit, serta telah diuji aktivitas antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium yang memberikan hasil positif pada 13 isolat mikroba endofit yaitu isolat kapang GB2, GB8, GB14, GB16, GB17, dan GB18 aktif terhadap Bacillus subtilis; isolat kapang GB18 aktif terhadap Escherichia coli; isolat kapang GB2, GB16, dan GB17 aktif terhadap Shigella dysenteriae; isolat kapang GB2 dan GB8 aktif terhadap Salmonella typhimurium; isolat bakteri IGB1, IGB2, IGB3, IGB4, IGB5, IGB6, dan IGB7 aktif terhadap Escherichia coli; isolat bakteri IGB3, IGB5, dan IGB6 aktif terhadap Staphylococcus aureus; isolat bakteri IGB1 dan IGB3 aktif terhadap Bacillus subtilis; isolat bakteri IGB3 dan IGB6 aktif terhadap Shigella dysenteriae; isolat bakteri IGB3 aktif terhadap Salmonella typhimurium. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB V PENUTUP Kesimpulan 5.1 1) 25 isolat mikroba endofit berhasil diisolasi dari daun tanaman Garcinia benthami Pierre, yaitu terdiri dari 18 isolat kapang endofit (GB1, GB2, GB3, GB4, GB5, GB6, GB7, GB8, GB9, GB10, GB11, GB12, GB13, GB14, GB15, GB16, GB17, dan GB18) dan 7 isolat bakteri endofit (IGB1, IGB2, IGB3, IGB4, IGB5, IGB6, dan IGB7). 2) Dari 18 isolat kapang endofit, terdapat 6 isolat kapang endofit yang aktif sebagai antibakteri, yaitu: - Isolat kapang GB2, GB8, GB14, GB16, GB17, dan GB18 aktif terhadap Bacillus subtilis. - Isolat kapang GB18 aktif terhadap Escherichia coli. - Isolat kapang GB2, GB16, dan GB17 aktif terhadap Shigella dysenteriae. - Isolat kapang GB2 dan GB8 aktif terhadap Salmonella typhimurium. 3) Didapatkan 7 isolat bakteri endofit yang aktif sebagai antibakteri, yaitu: - Isolat bakteri IGB1, IGB2, IGB3, IGB4, IGB5, IGB6, dan IGB7 aktif terhadap Escherichia coli. 5.2 - Isolat bakteri IGB3, IGB5, IGB6 aktif terhadap Staphylococcus aureus. - Isolat bakteri IGB1 dan IGB3 aktif terhadap Bacillus subtilis. - Isolat bakteri IGB3 dan IGB6 aktif terhadap Shigella dysenteriae. - Isolat bakteri IGB3 aktif terhadap Salmonella typhimurium. Saran 1) Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui senyawa yang terdapat dalam isolat mikroba endofit yang berhasil diisolasi dari daun Garcinia benthami Pierre, khususnya isolat yang memiliki aktivitas antibakteri. 2) Perlu dilakukan uji antibakteri dengan spesies bakteri yang lain untuk melihat potensi antibakteri dari mikroba endofit dari daun Garcinia benthami Pierre sehingga diharapkan mikroba endofit ini dapat dimanfaatkan untuk pengobatan. 81 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 82 BAGAN ALUR PENELITIAN Daun Garcinia benthami Pierre Isolasi Mikroba Endofit Karakterisasi Mikroba Endofit Skrining Mikroba Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri Fermentasi Mikroba Endofit 1) Sterilisasi Permukaan 2) Pemurnian Mikroba Endofit 1) Karakterisasi Kapang Endofit 2) Karakterisasi Bakteri Endofit 1) Skrining Kapang Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri 2) Skrining Bakteri Endofit yang Berpotensi sebagai Antibakteri 1) Fermentasi Kapang Endofit 2) Fermentasi Bakteri Endofit Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Mikroba Endofit UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 83 DAFTAR REFERENSI Adawiyah, Nurul Robiatul. 2013. Skrining, Isolasi, dan Uji Aktivitas Antibakteri Metabolit Bioaktif Jamur Endofit dari Tanaman Kina (Cinchona pubescens Vahl.). Skripsi Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Agusta, Andria. 2009. Biologi & Kimia Fungi Endofit. Cibinong: Penerbit ITB. Amelia, Puteri. 2011. Isolasi, Elusidasi Struktur dan Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa Kimia dari Daun Garcinia benthami Pierre. Tesis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Magister Ilmu Kefarmasian Universitas Indonesia, Depok. Ariyono, Redha Qadiani, et al. 2014. Keanekaragaman Fungi Endofit Daun Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir.) pada Lahan Pertanian Organik dan Konvensional. Jurnal HPT. 2 (1). Batt, Carl A and Mary-Lou Tortorello. 2014. Encyclopedia of Food Microbiology Second Edition. USA: Academic Press. Buckle, K.A. 1985. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta. Castillo UF et al. 2002. Munumbicins, Wide Spectrum Antibiotics Produced by Streptomyces NRRL 30562, Endophytic on Kennedia Nigriscans. Microbiology. 148: 2675-2685. Castillo UJ et al. 2003. Kakandumycins, Novel Antibiotics from Streptomyces sp. NRRL 30566, an Endophyte of Grevillea pteridifolia. FEMS Lett. 24: 183190. Dwidjoseputro. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan. Elya, B. et al. 2004. Two New Benzophenones from Garcinia benthami. J. Trop. Med. Plants. 5 (2): 229-231. Elya, B, Soleh Kosela & Muhammad Hanafi. 2006. Flavonoid dan Triterpenoid dari Ekstrak Aseton Garcinia benthami Pierre. Jurnal Bahan Alam Indonesia. 6 (1): 37-41. Elya, B, Soleh Kosela & Muhammad Hanafi. 2009. Senyawa Triterpenoid dari Ekstrak N-Heksana Kulit Batang Tanaman Garcinia benthami. Makara Sains. 13 (1): 9-12. Fitriyah, Dina, Christine Jose, & Saryono. 2013. Skrining Aktivitas Antimikroba dan Uji Fitokimia dari Kapang Endofitik Tanaman Dahlia (Dahlia variabilis). J. Ind.Che.Acta. 3 (2). Gandjar et al. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 84 Guan SH et al. 2005. p-Aminoacetophenonic Acids Produced by a Mangrove Endophyte: Streptomyces griseus Subspecies. J Nat Prod. 68: 1198–200. Gunawan, Sulistia Gan. 2011. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Hadioetomo RS. 1995. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta: Gramedia. Handayani. 2007. Skrining Kapang Endofit Penghasil Antimikroba dari Ranting Tanaman Garcinia tetrandra Pierre terhadap Escherichia coli, Staphylococcuc aureus, Salmonella typhosa, Bacillus subtilis, Pseudomonas aeruginosa, Candida albicans, dan Aspergillus niger. Skripsi Sarjana Ekstensi Farmasi FMIPA UI, Depok. Hemshekhar, M et al. 2011. An Overview on Genus Garcinia: Phytochemical and Therapeutical Aspects. Springer Science+Business Media B.V. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Cetakan I. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan. Horn WS et al. 1995. Phomopsichalasin, a Novel Antimicrobial Agent from an Endophytic Phomopsis Spp. Tetrahedron. 14: 3969-3978. Iinuma, Munekazu et al. 1998. A Xanthone from Garcinia cambogia. Phytochemistry. 47 (6): 1169-1170. Ilyas, M et al. 1994. Isoflavons from Garcinia nervosa. Phytochemistry. 36(3): 807-809. Jawetz, Melnik & Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Jay, J. M. 1978. Modern Food Microbiology. AVI Publ. Co. Inc., Westport, Connecticut. Juliantina, F. R., Ayu, D. C. M, & Nirwani, B. 2008. Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) sebagai Agen Antibakterial Terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia. Khotimah, Fiqi Khusnul. 2010. Isolasi Senyawa Aktif Antibakteri Minyak Atsiri Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum). Skripsi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kumala, Shirly dan Ainun Apriani Pratiwi. 2014. Efek Antimikroba dari Kapang Ranting Tanaman Biduri. Jurnal Farmasi Indonesia. 7 (2). Kumala, Shirly dan Endro Budi Siswanto. 2007. Isolation and Screening of Endophytic Microbes from Morinda citrifolia and their Ability to Produce Anti-Microbial Substances. Microbiology Indonesia. 1 (3): 145-148. Kumala, Shirly, Fransisca Shanny, dan Priyo Wahyudi. 2006. Uji Aktivitas Antimikroba Metabolit Bioaktif Mikroba Endofitik Tanaman Trengguli (Cassia fistula L.). Jurnal Farmasi Indonesia. 3 (2): 97 - 102. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 85 Larran, S., C. Monaco, & H.E. Alippi. 2001. Endophytic Fungi in leaves of Lycopersicon esculentum. World J. Microbiol. Biotechnol. 17: 181-184. Lay, Bibiana W. 1992. Mikrobiologi, Edisi 1. Jakarta: Rajawali Press. Li JY et al. 2001. Ambuic acid, a highly functionalized cyclohexenone with antifungal activity from Pestalotiopsis spp. and Monochaetia spp. Pytochemistry. 56: 463-468. Likhitwitayawuid et al. 1998. Xanthones with Antimalarial Activity from Garcinia dulcis. Planta Med. 64: 281-282. Lorian, V. 1980. Antibiotic in Laboratory Medicine, 2th edition. London: Williams and Wilkins. Madigan, M. 2005. Brock Biology of Microorganism. Englewood Cliff: Prentice Hall. McDonnell, G. & A.D. Russell. 1999. Antiseptic and disinfectants: Activity, action, and resistance. Clinical Microbiology Review. 12 (1): 147-179. Melliawati, Ruth & Puspita Suci Wulandari. 2008. Kapang Endofit dari Taman Nasional Gunung Halimun Sebagai Penghambat Pertumbuhan Mikroba Patogen Salmonella thypi dan Candida albicans. Berk. Penel. Hayati. 13: 101-107. Melliawati, Ruth & Harni. 2009. Senyawa Antibakteri Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923 dari Kapang Endofit Taman Nasional Gunung Halimun. Jurnal Natur Indonesia 12 (1): 21-27. Mutmainnah et al. 2008. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Probiotik dari Saluran Pencernaan Ayam Kampung Gallus domesticus. Jurnal Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin Makassar. Pelczar, Michael J. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). Petrini O, Sieber TN, Toti L, Viret O. 1992. Ecology, Metabolite Production and Substrate Utilization in Endophytic Fungi. Natural Toxins. 1: 185-196. Phongpaichit, Souwalak et al. 2006. Antimicrobial Activity in Cultures of Endophytic Fungi Isolated from Garcinia Species. Journal FEMS Immunol Med Microbiol. 48: 367–372. Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Prihatiningtias, W. 2005. Senyawa Bioaktif Fungi Endofit Akar kuning (Fibraurea chloroleuca Miers) sebagai Senyawa Antimikroba. Tesis Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 86 Rachman, I. 2003. Sumber Koleksi Herbarium Bogoriense. Bogor: Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Radji, Maksum. 2005. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam Pengembangan Obat Herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2 (3): 113 – 126. Radji, Maksum. 2006. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Farmasi. Edisi kedua. Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok: 24-25. Dalam: Rachmayani, 2008. Radji, Maksum et al. 2011. Isolation of fungal endophytes from Garcinia mangostana and their antibacterial activity. African Journal of Biotechnology. 10 (1): 103-107. Ramadhan, M. Gama. 2011. Skrining dan Uji Aktivitas Penghambatan αGlukosidase dari Kapang Endofit Daun Johar (Cassia siamea Lamk.). Skripsi Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok. Rosana, Yeva. 2001. Isolasi dan Seleksi Mikroba Endofit Penghasil Antimikroba dari Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn). Tesis Kekhususan Mikrobiologi Kedokteran Program Studi Ilmu BiomedikProgram Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Depok. Rosana, Yeva et al. 2001. Isolasi dan Seleksi Jamur Endofit dari Tanaman Belimbing Wuluh (Averhoa blith Linn) yang Menghasilkan Bahan AntiMikotik. J Mikol Ked Indones 2: 134-139 dalam Kumala, Shirly dan Endro Budi Siswanto. 2007. Isolation and Screening of Endophytic Microbes from Morinda citrifolia and their Ability to Produce AntiMicrobial Substances. Microbiology Indonesia. 1 (3): 145-148. Rustanti, Mirna. 2007. Isolasi dan Seleksi Kapang Endofit Penghasil Antimikroba pada Akar Tanaman Sesoot (Garcinia picrorrhiza Miq.). Skripsi Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok. Sari, R. 1999. Koleksi Garcinia Kebun Raya Bogor: Konservasi dan Potensi. Prosiding Seminar Nasional Konservasi Flora Nusantara. Balai Pengembangan Kebun Raya, Lembaga Pengetahuan Indonesia Bogor, 217-221. Simanjuntak P et al. 2004. Isolasi dan Identifikasi Artemisinin dari Hasil Kultivasi Mikroba Endofit dari Tanaman Artemisia annua. Majalah Farmasi Indonesia. 15 (2): 68-74. Simarmata, Rumella, Sylvia Lekatompessy, dan Harmastini Sukiman. 2007. Isolasi Mikroba Endofitik dari Tanaman Obat Sambung Nyawa (Gynura procumbens) dan Analisis Potensinya Sebagai Antimikroba. Berk. Penel. Hayati. 13: 85–90. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 87 Sinaga E, Noverita, dan Fitria D. 2009. Daya Antibakteri Fungi Endofit yang Diisolasi dari Daun dan Rimpang Lengkuas (Alpinia galangal Sw.). Jurnal Farmasi Indonesia. 4: 161-162. Sleigh, JD & Timbury, M.C. 1994. Notes on Medical Bacteriology. Tokyo: Churchill Livingstone. Sosef, M. S. M., Hong, L. T. & Prawirohatmodjo, S. 1998. PROSEA (Plant Resources of South East Asia) Timber Trees: Lesser – Known Timber. Backhuys Publisher, Leyden. (3): 246-249. Strobel, Gary A et al. 1996. Taxol from Fungal Endophytes and the Issue of Biodiversity. Journal of Industrial Microbiology. 17: 417-423. Strobel, Gary A. 2002. Microbial gifts from rain forests. Can J Plant Pathol. 24: 14-20. Strobel, Gary and Bryn Daisy. 2003. Bioprospecting for Microbial Endophytes and Their Natural Products. Microbiology and Molecular Biology Reviews. 67 (4): 491-502. Strobel, Gary A et al. 2004. Natural Products from Endophytic Microorganisms. J Nat Prod. (67): 257–68. Syahrurachman, Agus et al. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta: Binarupa Aksara. Tan RX, Zou WX. 2001. Endophytes: A Rich Source of Functional Metabolites. Nat Prod Rep. 18: 448-459. Tilakchand, Mahima, Balaram Naik, & Abhijith S Shetty. 2014. A Comparative Evaluation of the Effect of 5.25% Sodium Hypochlorite and 2% Chlorhexidine on the Surface Texture of Gutta-Percha and Resilon Cones Using Atomic Force Microscope. J Conserv Dent. 17 (1): 18–21. Valera, M.C et al. 2009. Antimicrobial Activity of Sodium Hypochlorite Associated with Intracanal Medication for Candida Albicans and Enterococcus Faecalis Inoculated in Root Canals. J. Appl. Oral Sci. 17 (6): 555-559. Verheij EWM & Coronel RE. 1992. PROSEA Sumber Daya Nabati Asia Tenggara. Buah-buahan yang dapat dimakan (2). Bogor. Waluyo. 2005. Mikrobiologi Umum. Malang: UMPress. http://id.wikipedia.org/wiki/Struktur_sel_bakteri diakses tanggal 23 Januari 2015 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 88 LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 89 Lampiran 2. Bagan Sterilisasi Permukaan 4 helai daun dan pucuk daun dipilih Alkohol 70% selama 1 menit Air mengalir selama 10 menit Daun dikeringkan di atas kertas saring steril Aquades steril selama 1 menit diulang dua kali Natrium hipoklorit (NaOCl) 5,25% selama 5 menit Alkohol 70% selama 30 detik Lampiran 3. Bagan Isolasi Mikroba Endofit Media isolasi PDA Media isolasi NA Diinkubasi pada suhu ruang selama 14 hari Diinkubasi pada suhu 35ºC selama 3 hari Daun dipotong dengan ukuran ± 1 x 1 cm2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 90 Lampiran 4. Bagan Pemurnian Mikroba Endofit a. Pemurnian Kapang Endofit Kapang endofit tumbuh Dimurnikan ke dalam media PDA dan diinkubasi selama 5-7 hari pada suhu ruang Dipindahkan ke dalam media agar PDA dan agar miring PDA. Kultur kapang endofit diinkubasi selama 5-10 hari pada suhu ruang Isolat kapang endofit murni Working culture Stock culture b. Pemurnian Bakteri Endofit Bakteri endofit tumbuh Disubkultur pada plate medium NA pada suhu 35ºC selama 24-48 jam working culture stock culture Koloni murni kemudian dipindahkan ke agar miring NA dan diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 35ºC UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 91 Lampiran 5. Karakterisasi Kapang Endofit a. Karakterisasi Makroskopis Kapang Endofit Mengamati karakteristik koloni suatu biakan, meliputi: - warna dan struktur permukaan koloni; ada atau tidaknya tetes eksudat (exudate drops); dan ada atau tidaknya lingkaran konsentris (zonasi). b. Karakterisasi Mikroskopis Kapang Endofit Setelah masa inkubasi selesai, kemudian diamati secara mikroskopis dengan mikroskop cahaya pada perbesaran 200-400 kali diinkubasi pada suhu ruang selama 7 hari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 92 Lampiran 6. Bagan Fermentasi Mikroba Endofit a. Fermentasi Kapang Endofit Miselia dan media agar dari kapang endofit diambil sebanyak 3 bulatan berdiameter 6 mm kemudian dimasukkan ke dalam media PDY 200 mL. Koloni kapang endofit yang telah murni Hasil fermentasi disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit dan supernatan yang diperoleh dijadikan sebagai larutan uji aktivitas antibakteri. Diinkubasi selama 21 hari dengan suhu ruang dalam kondisi stasioner. b. Fermentasi Bakteri Endofit Difermentasi cair dengan menggunakan medium NB sebanyak 10 mL dalam tabung reaksi diameter 2 cm Koloni bakteri endofit murni Supernatan dari hasil sentrifus digunakan untuk uji hayati Diinkubasi pada suhu ruang selama 2 hari dengan kecepatan shaker 170 rpm Biomassa sel dipanen dengan menggunakan sentrifus berpendingin 3000 rpm selama 20 menit pada suhu 4°C UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 93 Lampiran 7. Bagan Uji Aktivitas Antibakteri dari Supernatan Hasil Fermentasi Mikroba Endofit Kontrol positif yang digunakan pada uji aktivitas antibakteri adalah kloramfenikol 30 µg/cakram Kontrol negatif yaitu aquades steril yang diserapkan ke cakram steril. Cakram yang sudah diresapi larutan uji diletakkan pada permukaan media yang berisi bakteri uji. Amati zona hambatan yang terbentuk setelah inkubasi. Ukur diameter zona hambat dengan jangka sorong Lampiran 8. Hasil Isolasi Mikroba Endofit 1) Isolasi Kapang Endofit pada Media PDA (Potato Dextrose Agar) Isolasi kapang endofit pada daun didekat pucuk Hari ke-5 Hari ke-7 Hari ke-0 Hari ke-14 Kontrol Didapatkan 1 isolat kapang endofit yaitu isolat GB5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 94 Isolasi kapang endofit pada daun ditengah ranting Hari ke-5 Hari ke-7 Hari ke-14 Kontrol Didapatkan 8 isolat kapang endofit yaitu GB1, GB2, GB4, GB6, GB9, GB10, GB11, dan GB12 Isolasi kapang endofit pada daun dipangkal ranting Hari ke-7 Hari ke-5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 95 Hari ke-14 Kontrol Didapatkan 8 isolat yaitu isolat GB3, GB7, GB13, GB14, GB15, GB16, GB17, dan GB18 Isolasi kapang endofit pada pucuk daun Hari ke-5 Hari ke-7 Hari ke-14 Kontrol Didapatkan 1 isolat kapang endofit yaitu GB8 2) Isolasi Bakteri Endofit pada Media NA (Nutrient Agar) Isolasi bakteri endofit pada daun yang berada di dekat pucuk daun Kontrol Hari ke-3 Didapatkan 3 isolat bakteri endofit yaitu IGB5, IGB6, dan IGB7 Isolasi bakteri endofit pada pucuk daun Hari ke-3 Kontrol Didapatkan 4 isolat bakteri yaitu IGB1, IGB2, IGB3, dan IGB4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 96 Lampiran 9. Hasil Stock Culture Mikroba Endofit 1) Kapang Endofit GB2 GB3 GB4 GB5 GB6 GB7 GB8 GB9 GB10 GB11 GB12 GB13 GB14 GB15 GB16 GB17 GB18 GB1 2) Bakteri Endofit Lampiran 10. Hasil Fermentasi Mikroba Endofit 1) Hasil Fermentasi Kapang Endofit GB2 GB8 GB14 GB16 GB17 GB18 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 97 2) Hasil Fermentasi Bakteri Endofit Lampiran 11. Data Absorbansi Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji Jam 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 E.coli 0.007 0.012 0.055 0.203 0.402 0.542 0.624 0.689 0.806 0.884 1.056 1.160 1.470 1.647 1.895 1.973 2.053 2.086 2.072 2.058 2.057 2.033 2.033 Absorbansi (Optical Density) S.aureus S.dysenteriae B.subtilis S.typhimurium 0.001 0.003 0.002 0.006 0.005 0.007 0.002 0.041 0.014 0.017 0.006 0.130 0.066 0.037 0.009 0.327 0.198 0.088 0.021 0.444 0.404 0.226 0.065 0.347 0.821 0.402 0.163 0.401 1.022 0.579 0.294 0.372 1.142 0.757 0.434 0.364 1.191 0.891 0.633 0.377 1.485 0.892 0.474 0.981 1.479 0.976 0.621 1.094 1.769 0.956 0.830 1.240 2.122 0.990 0.855 1.269 1.946 1.229 1.132 1.430 2.083 1.581 0.156 1.514 1.839 1.631 1.776 1.584 1.911 1.692 1.893 1.648 1.744 1.956 1.668 1.731 1.978 1.734 1.786 1.946 1.682 1.780 1.981 1.745 1.797 1.958 1.763 1.944 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta