PENENTUAN MODULUS DEFORMASI INSITU

advertisement
BAB II
DASAR TEORI
2.1
Jaringan ventilasi Tambang
Ventilasi Tambang bawah tanah merupakan gabungan dari beberapa jalur udara
yang saling berhubungan antara satu sama lain. Jalur-jalur udara tersebut
digambarkan dengan titik-titik (node) yang saling berhubungan untuk membentuk
suatu jaringan, oleh karena itu suatu jalur udara dapat terbagi lagi menjadi
beberapa jalur udara. Dalam membuat sistem jaringan ventilasi tambang di
butuhkan beberapa elemen-elemen pendukung diantaranya adalah struktur
jaringan (geometri, jalur udara, posisi regulator, fan ), data pengukuran dilapangan
dan perhitungan (dalam hal ini debit udara, resistansi, temperatur dll), Fan
(karakterstik dan tekanan dari fan ).
Dalam pembuatan simulasi jaringan ventilasi tambang harus berpedoman pada
hukum Kirchoff 1 yang berbunyi jumlah debit udara yang memasuki suatu
percabangan atau node sama dengan jumlah debit udara yang meninggalkan
percabangan atau node, dengan kata lain jumlah aljabar semua arus yang memasuki
sebuah percabangan atau node sama dengan nol dan hukum Kirchoff 2 yaitu jumlah
tegangan pada suatu lintasan tertutup sama dengan nol, atau penjumlahan tegangan
pada masing-masing komponen penyusunnya yang membentuk satu lintasan tertutup
akan bernilai sama dengan nol.
Gambar 2.1 Hukum Kirchoff 1 dan 2
II-1
2.1.1 Persamaan Dasar Pendukung Jaringan
Ventilasi merupakan pengaplikasian dari adanya prinsip mekanika fluida pada
aliran udara, oleh karena itu hukum-hukum mekanika fluida akan selalu
dipergunakan dalam perhitungan untuk ventilasi tambang. Mekanika fluida itu
sendiri merupakan ilmu yang mempelajari fluida (yang dapat berupa cairan dan
gas). Mekanika fluida dapat dibagi menjadi fluida statik dan fluida dinamik.
Fluida statis mempelajari fluida pada keadaan diam sementara fluida dinamis
mempelajari fluida yang bergerak. Fluida itu sendiri adalah suatu zat yang terusmenerus berubah bentuk apabila mengalami tegangan geser dan tegangan geser
akan terjadi apabila fluida mengalami deformasi (pergerakan).
Salah satu persamaan fundamental dalam persoalan mekanika fluida adalah
persamaan Bernoulli. Persamaan ini memberi hubungan antara tekanan, kecepatan
dan ketinggian pada titik-titik sepanjang garis alir. Prinsip Bernoulli adalah
sebuah istilah di dalam mekanika fluida yang menyatakan bahwa pada suatu aliran
fluida, peningkatan pada kecepatan fluida akan menimbulkan penurunan tekanan
pada aliran tersebut. Prinsip ini sebenarnya merupakan penyederhanaan dari
persamaan Bernoulli yang menyatakan bahwa jumlah energi pada suatu titik di
dalam suatu aliran tertutup sama besarnya dengan jumlah energi di titik lain pada
jalur aliran yang sama. Prinsip ini diambil dari nama ilmuwan Belanda/Swiss
yang bernama Daniel Bernoulli. Penurunan persamaan Bernoulli dapat dilakukan
dengan menggunakan hukum kekekalan energi, dalam hal ini kerja total sama
dengan perubahan energi mekanik total yaitu perubahan energi kinetik ditambah
perubahan energi potensial ditambah kerja aliran.
Sehingga persamaan dari dari Bernoulli dapat ditulis sebagai berikut :
Total energi mekanik = energi kinetik + energi potensial + kerja dari aliran
E mekanik =
mv 2
Ρ
+ mgh + m
2
ρ
(2.1)
Dimana, m adalah masa zat (kg), v adalah kecepatan fluida (m/s), h adalah
ketinggian (m), ρ adalah density (kg/m3), g adalah percepatan gravitasi (m/s2),
II-2
dan P adalah tekanan (Pa). Jika tidak ada perubahan energi mekanik selama
melintasi jalur udara maka total energi mekanik dianggap konstan sehingga
persamaan 2.1 menjadi :
2
2
mv1
Ρ
mv2
Ρ
+ mh1 g + m 1 =
+ mh2 g + m 2 = konstan
2
2
ρ1
ρ2
(2.2)
Akan tetapi persamaan diatas adalah persamaan Bernoulli tanpa adanya
pengaruh friction. Sedangkan untuk persamaan Bernoulli yang dipengaruhi
oleh adanya friction adalah sebagai berikut :
2
2
mv1
Ρ
mv 2
Ρ
+ mh1 g + m 1 =
+ mh2 g + m 2 + F12
2
2
ρ1
ρ2
(2.3)
Dimana F12 adalah Energi yang Hilang antara titik 1 dan titik 2 (J/kg).
2.1.1.1 Bilangan Reynolds
Pada tahun 1884, seorang ilmuwan yang bernama Osborn Reynolds dari
Universitas Manchester di Inggris telah meneliti tentang gejala aliran laminer dan
aliran turbulen. Menurut Reynolds, ada tiga faktor yang mempengaruhi
keadaan aliran yaitu kekentalan (µ) , densiti (ρ) dari fluida, dan diameter jalur
udara (d). Hubungan antara µ, ρ, dan d yang mempunyai dimensi sama dengan
kecepatan inilah yang nantinya dikenal dengan bilangan Reynolds sehingga dapat
ditulis menjadi persamaan :
Re =
ρvd
µ
(2.4)
Dimana, Re adalah bilangan Reynolds, ρ adalah densiti fluida (kg/m3), d adalah
diameter jalar udara (m), dan µ adalah kekentalan dari fluida (Ns/m2) dan v adalah
kecepatan (m/s). Bilangan reynolds digunakan untuk menentukan apakah aliran
tersebut adalah aliren laminer atau aliran turbulen. Untuk aliran laminer nilai Re <
2000 sedangkan untuk aliran turbulen nilai Re > 4000. Untuk nilai Re antara 2000
II-3
samapai 4000 disebut aliran transisi dimana aliran mengalami perubahan dari
aliran laminer ke aliran turbulen.
2.1.1.2 Hubungan Antara Bilangan Reynolds Dengan Koefisen Gesek
Seorang ilmuwan bernama Nikuradse (1933) melakukan penelitian bahwa aliran
fluida yang melalui pipa akan dipengaruhi oleh adanya coefficient of friction ( f )
dengan menyemen butiran-butiran pasir yang seukuran ke permukaan bagian
dalam pipa yang mulus dengan diameter pipa 2.5, 5, dan 10 cm sehingga ia
mendapatkan rentang kekasaran relatif yang kemudian didefinisikan sebagai nilai
e/d (Gambar 2.2), dimana e adalah tebal bidang kasar (m) dan d adalah diameter
dari pipa (m). Reynolds juga menghubungkan nilai dari f dengan bilangan Re
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.2 Kekasaran relatif pemukaan dinding (e/d)
Gambar 2.3 Hasil pengukuran Nikuradse pada pipa
II-4
Pada tahun 1944 Ilmuwan dari Amerika, Lewis F. Moody mengembangkan
konsep dari Nikuradse yang kemudian dikenal dengan diagram Moody. Hubungan
antara koefisien dengan bilangan reynolds juga dapat ditunjukkan dalam diagram
Moody (Gambar 2.4) .
Gambar 2.4 Diagram Moody (1944)
Untuk mencari nilai koefisien gesek ( f ) pada aliran laminer dapat diplot pada
garis lurus pada diagram Moody (1944) walaupun nilai dari koefisien kekasaran
ini dapat di cari dengan menggunakan rumus Poiseuille (1799-1869)
p=
8µvL
Q
πR 4
(2.5)
Dimana, p adalah pressure drop, R adalah jari-jari pipa (m), L adalah panjang
lintasan (m), µ adalah kekentalan dari fluida (Ns/m2), v adalah kecepatan (m/s2)
dan Q adalah debit udara (m3/s).
II-5
Dan dengan menggunakan rumus Chezy-Darcy (1803-1858)
p=
4 fL ρv 2
d 2
(2.6)
Dimana, p adalah pressure drop, f adalah koefisien gesek, L adalah panjang
lintasan (m), v adalah viskositas kinematik (m/s2), d adalah diameter hidraulik
pipa, ρ adalah densiti dari fluida (kg/m3).
Substitusikan persamaan 2.5 dan 2.6
8µvL 4 fL ρv 2
=
p=
R2
d 2
(2.7)
Substitusi nilai R = d/2 sehingga menjadi
f = 16
µ
ρvd
(2.8)
Dimana, µ adalah koefisien viskositas diamik (Ns/m2), v adalah viskositas
kinematik (m/s2), d adalah diameter hidraulik pipa, ρ adalah densiti dari fluida
(kg/m3).
Atau
f = 16
1
Re
(2.9)
Untuk aliran turbulen pada pipa yang halus digunakan persamaan dari Nikuradse
(1933) dan ilmuwan bernama T. Von Kármán (1939) yaitu :
1
= 4 log10 (Re
f
f − 0 .4
(2.10)
Sedangkan untuk aliran turbulen pada pipa yag kasar nilai dari koefisien gesek
tidak hanya bergantung pada nilai bilangan Reynolds saja tetapi juga bergantung
pada nilai dari e/d. Oleh T. Von Kármán (1939) persamaannya dijadikan seperti :
f =
1
4[2 log10 ( d / e) + 1.14]
(2.11)
II-6
Kemudian hubungan antara bilangan Reynolds dan koefisien gesek oleh
Colebrook-White (1939) persamaannya menjadi
⎡
⎛ e / d ⎞⎤
f = ⎢4 log10 ⎜
⎟⎥
⎝ 3 .7 ⎠ ⎦
⎣
−2
(2.12)
Sedangkan untuk mencari nilai resistansi pada aliran laminar dapat digunakan
persamaan
Rl =
8µL
πR 2
(2.13)
Dimana, Rl resistansi pada aliran laminar, p adalah pressure drop, R adalah jarijari pipa (m), L adalah panjang lintasan (m), µ adalah kekentalan dari fluida
(Ns/m2), dan u adalah kecepatan (m/s2).
Untuk resistansi pada aliran turbulen digunakan persamaan
Rt =
fLper
2A3
(2.14)
Dimana Rt adalah resistansi pada saat aliran turbulen , f adalah koefisien gesek,
L adalah panjang lintasan (m), A adalah luas penampang (m2).
2.1.1.3 Resistansi Udara
Untuk mengekspresikan hubungan parameter-parameter yang mempengaruhi
aliran udara dalam suatu jalur udara, Antoine de Chezy (1719-1798) dan Henry
Darcy (1803-1858), ilmuwan dari Perancis mengusulkan persamaan yang
kemudian dikenal dengan persamaan Chezy-Darcy sesuai pada persamaan
sebelumnya pada 2.6
p=
4 fL ρv 2
d 2
Dengan mensubstitusikan diameter hidraulik d = 4A/per maka persamaan 2.6
menjadi
II-7
p = fL
per ρv 2
A 2
(2.15)
Dimana A adalah luas pipa (m2) dan per adalah perimeter dari pipa.
John J Atkinson (1854), mengusulkan Friction Factor ( k ) sebagai fungsi dari
massa jenis udara dengan dimensi (kg/m3)
k=
fρ
2
(2.16)
Dimana, k adalah faktor gesek (kg/m3), f adalah koefisien gesek dan ρ adalah
density fluida (kg/m3). Dengan mensubstitusikan persamaan 2.15 dengan 2.16
p = kL
per 2
v
A
(2.17)
Dengan menghubungkan debit udara Q = vA, Atkinson menjadikan persamaanya
sebagai berikut
p = kL
per 2
Q
A3
(2.18)
Dari parameter-parameter panjang (L), keliling penampang (per), dan luas
penampang (A), dan faktor gesek ( k ) dapat digabungkan semua kedalam satu
variabel yaitu Resistansi (R), dengan persamaan
R = kL
per
A3
(2.19)
Resistansi adalah nilai hambatan/tahanan yang dialami oleh aliran udara ventilasi
yang berada di dalam tambang bawah tanah. Selama jalur udara tersebut tidak
mengalami perubahan (mempunyai kekasaran, panjang, luas dan keliling yang
tetap), maka tahanan pada jalur udara tersebut adalah konstan. Sehingga hubungan
antara Tekanan dan Debit adalah dengan mensubstitusikan persamaan 2.18
dengan 2.19
p = RQ 2
(2.20)
II-8
Sedangkan dalam menentukan nilai resistansi udara pada daerah-daerah yang
dipengaruhi oleh adanya friction maupun shock loss. Dalam hal ini kekasaran
dinding ataupun adanya belokan atau percabangan pada saluran dan halanganhalangan yang terdapat pada saluran udara sangat mempengaruhi nilai dari
resistansi. Nilai resistansi dengan pengaruh friction dan shock loss
R = k ( L + Leq )
per
A3
(2.21)
Dimana k adalah faktor friksi (kg/m3), L adalah panjang pipa, Per adalah keliling
penampang pada pipa, dan A adalah luas penampang pipa. Dengan Leq (Length
merupakan
Equivalent)
representasi
dari Shock
Loss karena tikungan,
percabangan, pelebaran atau penyempitan jalur udara dan sebagainya, yang
direpresentasikan sebagai losses pada panjang jalur udara lurus (McElroy, 1935).
Nilai dari panjang ekivalen dapat dilihat dari Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Nilai Equivalent Length (Mc Pherson, 1993)
No
Tipe jalur udara
1
2
Belokan, sudut tajam, membulat
Belokan, sudut tajam, meruncing
3
Belokan, sudut 900, membulat
0
Le
(ft)
3
150
(m)
1
45
1
1
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Belokan, sudut 90 , meruncing
Belokan, sudut tumpul, membulat
Belokan, sudut tumpul, meruncing
Jalur udara masuk
Jalur keluar keluar
Jalur menyempit scr bertahap
Jalur menyempit langsung
Jalur meluas scr bertahap
Jalur meluas langsung
Splitting lurus
70
1
15
20
65
1
10
1
20
30
20
1
5
6
20
1
3
1
6
10
14
15
Splitting 900
Junction lurus
200
60
60
20
16
Junction 900
30
10
II-9
Gambar 2.5 Jalur udara untuk mencari nilai Leq
II-10
Tabel 2.2 Nilai friction factor
Tipe Lubang
Bukaan
Terlapis halus
Batuan
sedimen
Berpenyangga
kayu dengan
jarak 5 ft
Batuan beku
Tipe jalur
udara
Hambatan
min
rata-rata
max
min
rata-rata
max
min
rata-rata
max
min
rata-rata
max
Jalur udara lurus
bersih
0.002
0.003
0.004
0.006
0.01
0.013
0.015
0.018
0.019
0.017
0.027
0.036
sedikit
0.003
0.004
0.005
0.006
0.011
0.014
0.016
0.019
0.02
0.018
0.028
0.037
sedang
0.0046
0.0056
0.0065
0.0083
0.013
0.0158
0.0176
0.0204
0.0223
0.0195
0.0297
0.039
Jalur udara berliku-liku atau pada belokan
Sudut tumpul
Sudut sedang
Sudut tajam
bersih sedikit sedang bersih sedikit sedang bersih sedikit sedang
0.004 0.005 0.0065 0.005 0.006 0.0074 0.006 0.007 0.0093
0.005 0.006 0.0074 0.006 0.006 0.0083 0.007 0.008 0.0102
0.006 0.006 0.0083 0.006 0.007 0.0093 0.008 0.009 0.0111
0.007 0.008 0.0102 0.008 0.009 0.0111
0.01 0.011
0.013
0.012 0.013 0.0148 0.013 0.014 0.0158 0.015 0.016 0.0176
0.015 0.016 0.0176 0.016 0.018 0.0186 0.018 0.019 0.0204
0.017 0.018 0.0195 0.018 0.019 0.0204 0.019
0.02 0.0223
0.019
0.02 0.0223
0.02 0.021 0.0232 0.022 0.023
0.025
0.021 0.022 0.0241 0.022 0.023
0.025 0.024 0.025 0.0269
0.019 0.019 0.0213 0.019
0.02 0.0223 0.021 0.022 0.0241
0.029
0.03 0.0306
0.03 0.031 0.0325 0.032 0.032 0.0362
0.038 0.039 0.0408 0.039
0.04 0.0417 0.041 0.042 0.0436
Sumber : McElroy (1935)
Nilai dari friction factor pada tabel dalam satuan SI (kg/m3).
II-11
Re =
p=
8µL
Q
πR 4
8µL
πR 4
Rl =
f = 16
µ
ρvd
ρvd
µ
k=
p = fL
fρ
2
Lper 2
ρv
2A
p=k
Lper 2
v
A
Lper
2A3
p=k
Lper 2
Q
A3
Rt = f
R=k
1
f =
2
4 [2 log 10 ( d / e ) + 1 . 14 ]
Lper
A3
p = RQ 2
R = k ( L + Le)
per ρ
A3 1.2
Gambar 2.6 Skema persamaan-persamaan pendukung jaringan
II-12
2.1.2
Pengukuran Ventilasi
Dalam membuat jaringan ventilasi tambang dibutuhkan pengukuran-pengukuran
sebagai pendukung untuk pembuatan model. Pengukuran ventilasi udara dalam
tambang merupakan suatu pekerjaan yang harus dilakukan secara teratur untuk
mendapatkan data kualitas, kuantitas maupun temperatur dan kelembapan di
intake, sepanjang jalur utama aliran, dan pada exhaust. Diperlukan ketepatan dan
ketelitian dalam pengukuran serta kemampuan untuk menganalisis data walaupun
setiap saat kondisi udara akan berubah-ubah. Pengukuran aliran udara harus
diambil disemua tempat yang telah ditentukan dalam tambang bawah tanah.
Tujuan dari pengukuran ventilasi secara teratur dan berkala adalah untuk :
•
Memastikan semua tempat area kerja menerima aliran udara yang fisien dan
efektif.
•
Mengontrol adanya kerusakan adanya kebocoran pada sistem ventilasi.
•
Memberikan informasi pada saat situasi genting atau bencana dalam tambang
seperti kebakaran, tanah longsor dll.
•
Merencanakan sistem ventilasi yang efisien.
•
Membuat perencanaan tambang jangka panjang apakh itu perubahan aliran
udara, pemasangan fan dll.
2.1.2.1 Kecepatan Udara
Dalam melakukan pengukuran kecepatan aliran udara dalam tambang bawah
tanah dapat dalakukan dengan memakai alat anemometer (Gambar 2.7)
Gambar 2.7 Anemometer vane
II-13
Pengukuran kecepatan udara dilakukan dengan menggunakan 2 metoda yaitu :
•
Metoda Melintang
Metode ini dilakukan dengan menggerakkan anemometer sepanjang lintasan
melintang dari kiri ke kanan atau sebaliknya selama 1 menit (Gambar 2.8 a).
•
Metoda Titik
Pengukuran dilakukan dengan cara membagi area penampang jalur udara
menjadi beberapa titik yang mewakili keseluruhan (division). Kecepatan aliran
udara pada jalur udara tersebut adalah rata-rata dari hasil pengukuran dari
masing-masing titik pembagian. (Gambar 2.8 b).
Gambar 2.8 Pengukuran metoda melintang dan metoda titik
2.1.2.2 Tekanan Udara
Pengukuran tekanan udara pada aliran udara berkecepatan tinggi sering dilakukan
dengan alat pitot tube. Pitot tube terdiri dari dua pipa konsentris yang berbentuk
L. Pipa bagian dalam mempunyai ujung muka yang terbuka tempat aliran udara
masuk, sedangkan pipa bagian luar tertutup ujungnya yang di sekeliling ujungnya
terdapat lubang-lubang kecil tempat aliran udara masuk. Pengukuran tekanan
udara dilakukan dengan menghubungkan dua selang ke manometer (Gambar
2.10), ujung-ujung selang yang lain dihubungkan ke pitot tube dan diarahkan tepat
kearah berlawanan terhadap aliran udara. Pitot tube tersebut diletakkan di dua titik
dimana akan diukur pressure different. Pembacaan dari manometer menunjukkan
II-14
pressure different/pressure loss antara dua titik tersebut. (Gambar 2.9) Apabila
dalam pembacaan alat manometer terjadi turun naik maka nilai yang diambil
adalah nilai yang maksimum.
Gambar 2.9 Metoda pengukuran tekanan udara
Gambar 2.10 Manometer (Zhephyr)
Head aliran udara yang melalui pitot tube akan dibaca oleh manometer yang
dihubungkan dengan selang-selang plastik. Head yang diukur adalah total head,
statik head dan velocity head. Apabila ternyata tekanan yang dicatat bergerakgerak turun naik, dalam manometer tersebut, maka dicatat harga maksimum yang
dicapainya. Untuk mengukur head velocity dengan tabung pitot adalah setiap tube
dihubungkan dengan kaki-kaki pada manometer. Sedangkan untuk mengukur
head total adalah bagian dalam dari tube dihubungkan ke satu kaki dari
manometer dengan membiarkan kaki yang lainnya terbuka ke udara dan untuk
II-15
mengukur head static hanya tube sebelah luar saja yang dihubungkan dengan
manometer. Dengan pemukuran menggunakan tabung pitot ini maka pengukuran
lebih akurat dan lebih nyata dibandingkan tanpa menggunakan tabung pitot.
Keakuratan tabung pitot ini mempunyai kesalahan kurang lebih 1 %.
2.2
Analisis Jaringan
Karena pentingnya ventilasi sebagai kontrol lingkungan, diperlukan suatu analisis
jaringan ventilasi dan perencanaan distribusi udara di dalam tambang. Salah satu
upaya untuk merencanakan distribusi udara tersebut adalah dengan membuat
suatu model jaringan. Suatu model jaringan ventilasi dikatakan representatif
(untuk tambang) jika hasil model tersebut sama (dalam range error 0-10 %)
dengan hasil pengukuran survey ventilasi. Dari model tersebut, kemudian
perencanaan ventilasi dapat dilakukan dengan lebih cepat, mudah dan akurat.
Sejalan dengan kemajuan tambang, terbentuknya jalur udara-jalur udara baru,
akan memerlukan perencanaan menyeluruh yang akan lebih mudah dan akurat
jika menggunakan model yang telah established, perencanaan-perencanaan
tersebut meliputi :
-
Udara yang akan mengalir di jalur udara tersebut harus diatas kebutuhan
minimum udara untuk mendukung aktivitas di dalamnya ataupun tidak
melebihi batas maximum air velocity berdasarkan regulasi yang berlaku.
-
Jalur udara baru tersebut dapat menyebabkan perubahan aliran udara pada
jaringan dan perubahan tersebut membuat distribusi menjadi tidak optimal.
-
Perubahan-perubahan
yang
terjadi
mungkin
akan
memerlukan
intake/exhaust baru yang memerlukan spesifikasi lokasi, ukuran dan
geometrinya.
-
Kemungkinan penambahan Main Fan ataupun Booster Fan baru beserta
spesifikasinya.
Perencanaan
yang
kompleks
diatas
memerlukan
bantuan
permodelan
menggunakan solusi analitik & numerik untuk mempermudah pengerjaannya.
II-16
Untuk menentukan nilai resistance dapat ditentukan dengan berberapa macam
cara (McPherson, 1987)
1. Untuk menentukan nilai resistansi udara berdasarkan pada tabel (Hartman 97)
karena adanya pengaruh fiction dan shock loss dapat menggunakan persamaan
2.21.
2. Pada kondisi-kondisi tertentu, terdapat jalur udara tidak memungkinkan untuk
dilakukan survey ventilasi (Kissel, 1978), seperti pada stoping, regulator,
dimana Resistance berbanding terbalik terhadap pangkat lima dari radius
hidrolik jalur udara (d).
R= 1
d
5
(2.22)
Dengan menggunakan persamaan proporsionalitas diatas, berkurangnya
diameter jalur udara, akan sangat mempengaruhi resistance dari jalur udara.
2.2.1
Kazemaru
Kazemaru merupakan salah satu software yang digunakan untuk mensimulasikan
sistem jaringan ventilasi udara yang menggunakan Nodal Potensial Method
Metode ini menghitung pressure pada titik-titik (nodes) di dalam suatu jaringan,
dengan initial value untuk pressure masing-masing nodes, dan kuantitas dari
masing-masing jalur udara ditentukan sembarang (dua variabel tersebut tidak
diketahui) dengan memasukkan input berupa resistance sebagai karakteristik dari
jalur udara, panjang dan luas jalur udara. Kemudian pressure akan dikoreksi terusmenerus sampai mendapatkan ketelitian yang dibutuhkan. Untuk mengecek
ketelitian perhitungan dari simulasi ini , ”Node Flow Error” harus sama dengan
jumlah aliran dari/menuju titik (node) yang dihitung, kemudian ”Average Node
Flow Error” sama dengan rata-rata dari nilai absolut dari ”Node Flow Error”
yang dihitung.
Nilai dari”Average Node Flow Error” harusnya mendekati nilai 0, tetapi apabila
nilainya antara 0.5-1 m3/min sudah cukup baik. Jika nilainya ini berada pada batas
tersebut maka inilah yang disebut converges calculation . Perhitungan diatas tadi
II-17
di sebut proses perhitungan dari tekanan yang kemudian aliran udara akan dhitung
menggunakan nilai dari tekanan. Penerapan NodalPotensial Method ini diterapkan
sebagai alternatif pendekatan lain untuk menganalisa suatu jaringan ventilasi.
Output dari perangkat lunak ini berupa nilai debit dan tekanan udara.
2.2.1 Penggunaan Kazemaru
Dalam pembuatan simulasi jaringan ventilasi menggunakan perangkat lunak
Kazemaru ini diperlukan beberapa input data berupa nilai resistansi udara,
panjang jalur udara antara node ke node, luas jalur udara dan data dari fan.
Gambar 2.11 menunjukan bentuk program dari Kazemaru
Gambar 2.11 Bentuk program dari Kazemaru
II-18
Untuk memulai dalam pemakaian program inidiperlukan beberapa lankah
diantaranya yaitu :
1. Untuk mengawali buat node baru dengan menekan tombol new node dan tekan
pada layar program sehingga akan muncul seperti pada Gambar 2.12.
Kemudian dimasukkan bilangan dari node dan elevasi node tersebut. Untuk
node yang berhubungan dengan udara luar kita pilih tombol permukaan
sedangkan untuk node-node selanjutnya kita pilih yang bawah tanah begitu
juga seterusnya sampai membuat suatu jaringan. Begitu juga apabila ingin
mengganti ataupun menghapus node cukup menekan tombol chn node dan del
node.
Gambar 2.12 pembuatan node
2. Menghubungkan antara node satu dengan node selanjutnya dengan menekan
tombol new rode (Gambar 2.13), kemudian memasukaan input data berupa
nilai resistansi, panjang antar node, luas jalur udara begitu juga seterusnya
sampai ke node terakhir. Apabila ingin mengganti ataupun menghapus cukup
menekan tombol chn rode dan del rode.
II-19
Gambar 2.13 Memasukkan input data jaringan
3. Untuk memasukkan fan cukup dengan menekan tombol new fan (Gambar
2.14) kemudian dimasukkan aliran udara dari fan, jumlahnya dan tekanan itu
sendiri. Untuk mengganti ataupun menghapus cukup menekan tombol chn fan
dan del fan.
Gambar 2.14 Input data fan
II-20
4. Untuk melakukan analisis dari sebuah jaringan cukup menekan tombol
<Analysis><airflow><standard analysis> (Gambar 2.15).
Gambar 2.15 Analisis program
Untuk memasukkan parameter parameternya dengan memasukan nilainya seperti
pada Gambar 2 .16.
Gambar 2.16 Parameter Jaringan
II-21
5. Setelah melakukan analisis maka outputnya berupa debit dan tekanan udara di
tiap node.
Gambar 2.17 Contoh model jaringan ventilasi
II-22
Download