APLIKASI LEMPUNG LOKAL SEBAGAI KOAGULAN PEMBANTU DALAM MENYISIHKAN SENYAWA ORGANIK ZAT WARNA TEKSTIL LOCAL CLAY APPLICATION AS COAGULANT AID FOR REMOVING TEXTILE DYE ORGANIC COMPOUND Nurulbaiti Listyendah Zahra1 dan Suprihanto Notodarmojo2 Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10, Bandung 40132 1 [email protected] dan [email protected] Abstrak : Post-treatment dengan metode koagulasi-flokulasi merupakan salah satu cara yang relatif murah dan sederhana dalam mendaur ulang limbah cair industri tekstil terutama untuk menyisihkan zat warna reaktif yang memiliki tingkat penyisihan yang rendah di IPAL. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tanah liat lokal sebagai koagulan pembantu terhadap penyisihan zat warna serta mengetahui pH optimum serta dosis optimum koagulan dan tanah liat dalam menyisihkan zat warna. Larutan zat warna reactive blue 19 (RB 19) digunakan sebagai limbah warna buatan. Penelitian dilakukan dengan metode jartest menggunakan koagulan PAC dan Alum serta dua jenis tanah liat lokal sebagai koagulan pembantu. Efisiensi penyisihan zat warna bergantung pada pH dan jenis serta dosis koagulan dan tanah liat. Hasil optimum untuk kedua jenis koagulan dan tanah liat dicapai pada pH 6. PAC memberikan efisiensi penyisihan warna dan COD yang lebih tinggi dibandingkan dengan Alum. Penambahan tanah liat sawah dapat meningkatkan efisiensi penyisihan lebih tinggi dibandingkan dengan tanah liat coklat. Penyisihan warna optimum dicapai PAC pada dosis 15 mg/L, yaitu sebesar 63,746% dengan penyisihan COD sebesar 47,2%. Penambahan dosis tanah liat sawah sebesar 20 mg/L meningkatkan efisiensi penyisihan warna menjadi 70,365% dan penyisihan COD menjadi 63,040%. Pada penggunaan Alum penyisihan warna optimum dicapai pada dosis 40 mg/L yaitu sebesar 24,771% dengan penyisihan COD sebesar 26,956%. Penambahan dosis tanah liat sawah sebesar 20 mg/L meningkatkan efisiensi penyisihan warna menjadi 32,057% dan penyisihan COD menjadi 32,174%. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa penambahan tanah liat lokal sebagai coagulant aid dalam proses koagulasi/flokulasi memberikan peningkatan yang tidak signifikan tehadap efisiensi penyisihan zat warna. Kata Kunci : COD, koagulan pembantu, koagulasi/flokulasi, tanah liat lokal, zat warna reaktif Abstract : Post-treatment using coagulation-flocculation method is a relatively cheap and simple way to recycle textile industry wastewater mainly for reactive dye removal which has poor rate removal in WWTP. This study aims to investigate the influence of addition of the local clay as coagulant aid on coagulation/flocculation process and to investigate the optimum coagulants and clays dosage on dye removal efficiency. Experiments were carried out for reactive blue 19 (RB 19) dye solution as synthetic dye wastewater. Jar tests were conducted using two kinds of coagulants, PAC and Alum and two kinds of local clays as coagulant aids. The dye removal efficiency depended on pH. It also depended on type and dosage of coagulant and clay. The optimum results for both of coagulants and clays were achieved at pH 6. PAC gave higher color and COD removal efficiency than Alum. The addition of rice field-clay gave higher efficiency than brown clay. The optimum color removal was achieved at PAC dosage of 15 mg/L, namely 63,746% while the COD removal reached 47,2%. The addition of 20 mg/L of rice field-clay increased the color removal up to 70,365% and COD removal up to 63,040%. By using Alum, the optimum color removal was achieved at dosage of 40 mg/L, namely 24,771% while the COD removal reached 26,956%. The addition of 20 mg/L of rice field-clay increased color removal up to 32,057% and COD removal up to 32,174%. Regarding to obtained results, the addition of local clay as coagulant aid on coagulation/flocculation process give the insignificant increase of dye removal efficiency. Keywords : coagulant aid, coagulation/flocculation, COD, local clay, reactive dye 1 PENDAHULUAN Industri tekstil adalah salah satu industri yang berkembang dengan pesat dan memegang peranan yang cukup penting di Indonesia Di samping kontribusinya terhadap kemajuan perekonomian Indonesia, industri tekstil juga menimbulkan beberapa permasalahan. Industri tekstil mengkonsumsi air dalam jumlah yang besar dan menghasilkan limbah cair dengan volume yang besar pula (Wang et al., 2011). Industri tekstil menduduki peringkat pertama dalam jumlah konsumsi air dan telah menjadi subjek berbagai penelitian dalam daur ulang air limbah (recycling wastewater) sebagai upaya penghematan sumber air (Tekoglu dan Ozdemir, 2010). Salah satu masalah yang paling mengganggu dari limbah industri tekstil adalah kandungan zat warna (Wong et al., 2008; Miftahurrohmah, 2011). Diantara zat warna tekstil komersial lainnya, zat warna reaktif merupakan salah satu zat warna yang mendapat perhatian lebih terkait masalah lingkungan karena pemakaiannya yang sangat luas pada pewarnaan katun dan polyester (Kim et al., 2004). Selain itu tingkat keterikatannya yang rendah pada serat kain dan sifatnya yang tahan terhadap proses biodegradasi menjadikan zat warna reaktif ini memiliki tingkat penyisihan yang rendah di instalasi pengolahan air limbah (IPAL) (Morais et al. 1999; Grau, P, 1991). Salah satu zat warna reaktif yang banyak digunakan untuk proses pencelupan tekstil adalah reactive blue 19 (RB 19) atau yang dikenal dengan nama dagang remazol brilliant blue (Indrawati et al., 2008). Diantara metode fisika-kimia lain yang banyak diaplikasikan, koagulasi-flokulasi merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam menyisihkan zat warna karena bisa digunakan dengan sistem teknologi sederhana dan merupakan metode yang paling efektif dalam mengolah air yang mengandung warna (Wong et al, 2008; Nabi Bihendi et al, 2007; Shi et al, 2007; Golob et al, 2005). Salah satu kekurangan dari metode koagulasi-flokulasi adalah adanya lumpur (sludge) yang dihasilkan sebagai hasil samping pengolahan (Golob et al. 2005; Gao et al. 2007; Shi et al. 2007). Koagulan pembantu (coagulant aid) seperti aktivasi silika, lempung dan polielektrolit pada umumnya digunakan dalam proses koagulasiflokulasi untuk memperoleh efisiensi yang lebih tinggi, mengurangi jumlah koagulan dan membentuk flok yang lebih kuat dan lebih mudah mengendap (Pizzi, 2010). Dengan berkurangnya jumlah koagulan yang digunakan maka dapat pula mengurangi jumlah lumpur yang dihasilkan. Daur ulang limbah cair untuk digunakan kembali pada kegiatan industri atau untuk kegiatan lainnya dapat dilakukan melalui teknologi post-treatment yang sederhana dan murah. Salah satu alternatifnya adalah dengan memanfaatkan tanah liat lokal sebagai coagulant aid. Tanah liat termasuk kategori adsorben yang berbiaya murah karena kelimpahannya di alam (Muhdarina dan Bahri, 2012). Beberapa penelitian melaporkan bahwa tanah liat dapat digunakan sebagai adsorben alternatif yang murah dan efektif dalam menyisihkan zat warna (Alkan et al., 2004; Yavuz et al., 2006; Mumin et al., 2007, Errais et al., 2011). Supriatna (2004) melaporkan bahwa penurunan intensitas warna larutan dengan proses adsorpsi menggunakan tanah liat bentonit alami dengan penambahan polyaluminium chloride (PAC) mencapai 98% dan proses pengendapan berlangsung lebih cepat. Sedangkan Trivedi (2009) melaporkan bahwa efisiensi dari adsorpsi zat warna reaktif menggunakan PAC bergantung pada turbiditas air. Turbiditas air tersebut dapat dibuat dengan menggunakan campuran tanah liat bentonit dan air distilasi. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dilakukan pengujian pengaruh dua jenis tanah liat lokal sebagai coagulant aid dalam proses koagulasi/flokulasi menggunakan dua jenis koagulan komersil yang banyak digunakan, yaitu PAC dan Aluminium sulfat (Alum) terhadap penyisihan senyawa organik zat warna tekstil, yaitu jenis zat warna reaktif. 2 METODOLOGI Gambar 1 menunjukkan proses penelitian yang dilakukan, yaitu meliputi studi literatur, persiapan dan karakterisasi tanah liat, persiapan dan karakterisasi zat warna, aplikasi tanah liat sebagai coagulant aid yang meliputi penentuan pH optimum, variasi jenis dan dosis koagulan serta variasi jenis dan dosis tanah liat. Studi literatur Persiapan dan karakterisasi tanah liat Persiapan dan karakterisasi zat warna Aplikasi tanah liat sebagai coagulant aid : penentuan pH optimum, variasi jenis dan dosis koagulan dan tanah liat Analisis hasil Gambar 1. Skema prosedur penelitian Persiapan dan Karakterisasi Tanah Liat Tanah liat lokal yang digunakan adalah tanah liat sawah dan tanah liat coklat. Tanah liat sawah diambil di sekitar daerah Arcamanik, Bandung sedangkan tanah liat coklat diambil di sekitar daerah Dago, Bandung. Karakterisasi tanah liat meliputi pengukuran pH dan muatan partikel tanah liat dengan menggunakan perbedaan nilai antara pH hasil pengukuran dengan aquadest dan nilai pH hasil pengukuran dengan KCl 1N (Tan, 1998), pengukuran persentase kandungan zat organik tanah liat dengan metode gravimetri, analisis XRD (X-ray diffraction) untuk mengetahui jenis mineral tanah liat dan analisis BET surface untuk mengukur luas permukaan tanah liat Sebelum digunakan sebagai koagulan pembantu, tanah liat terlebih dahulu digerus hingga cukup halus lalu selanjutnya diayak menggunakan ASTM sieve shaker. Hasil ayakan yang lolos mesh 140 kemudian digunakan dalam percobaan. Persiapan dan Karakterisasi Zat Warna Pada penelitian ini digunakan larutan zat warna reactive blue 19 (RB 19) sebagai limbah cair buatan. Pada awalnya dibuat larutan induk dengan konsentrasi 5000 mg/L. Kemudian larutan induk tersebut diencerkan sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi 5 mg/L yang digunakan pada percobaan. Pengukuran absorbansi warna dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer. Panjang gelombang absorbansi maksimum (λmax) RB 19 3 yang didapat adalah 590 nm. Setelah itu dihitung konsentrasi warnanya berdasarkan kurva kalibrasi. Aplikasi Tanah Liat Lokal Sebagai Coagulant Aid Koagulasi/flokulasi dilakukan dengan metode jar test menggunakan enam buah gelas kimia berukuran 600 mL yang diisi dengan limbah warna buatan dengan konsentrasi 5 mg/L sebanyak 500 mL. Koagulan yang digunakan adalah PAC dan Alum dengan tanah liat lokal sebagai coagulant aid. Koagulan dan tanah liat dibubuhkan saat pengadukan cepat. Pengadukan cepat dilakukan dengan kecepatan 100 rpm selama 1 menit dan pengadukan lambat dengan kecepatan 60 rpm selama 10 menit. Kemudian dilanjutkan dengan pengendapan selama 30 menit. Setelah pengendapan sampel diambil dengan menggunakan pipet ukur pada kedalaman 2-3 cm dibawah permukaan tiap sampel untuk diukur absorbansi warnanya dengan menggunakan spektrofotometer. Penentuan pH optimum dilakukan dengan menggunakan dosis PAC sebesar 10 mg/L, dosis Alum sebesar 40 mg/L dan dosis tanah liat sebesar 20 mg/L. Pengaturan pH larutan dilakukan dengan menggunakan NaOH 1 N dan HCL 1 N. Selanjutnya dilakukan variasi dosis pada pH optimum. Variasi percobaan ditunjukkan pada Tabel 1. Kemudian pada kondisi koagulan optimum dilakukan pengukuran COD. Tabel 1. Variasi percobaan Jenis Koagulan Konsentrasi (mg/L) PAC 5, 10, 15, 20 Alum Jenis Lempung Konsentrasi (mg/L) Lempung sawah 20, 40, 60, 80, 100 Lempung coklat 20, 40, 60, 80, 100 Lempung sawah 20, 40, 60, 80, 100 Lempung coklat 20, 40, 60, 80, 100 30, 40, 50, 60 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Tanah Liat Lokal Dari Tabel 2. diketahui bahwa tanah liat lokal memiliki jenis mineral kaolinite dan montmorilonite sedangkan tanah liat coklat memiliki jenis mineral kaolinite. Berdasarkan Notodarmojo (2005), kelompok kaolinite memiliki luas permukaan spesifik yang rendah sedangkan kelompok montmorilonite memiliki luas permukaan spesifik yang tinggi. Hal ini terlihat dari luas permukaan spesifik tanah liat sawah yang lebih besar, yaitu 84,923 m2/g jika dibandingkan dengan tanah liat coklat, yaitu 35,987 m2. Luas permukaan spesifik merupakan luas permukaan per satuan berat. Luas permukaan spesifik ini penting karena reaksi permukaan seperti adsorpsi tergantung antara lain dari luas permukaan spesifik. Dari hasil pengukuran pH seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. diketahui bahwa tanah liat sawah memiliki pH yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah liat coklat. Nilai pH dapat mempengaruhi muatan elektrostatis dari suatu partikel koloidal, dari positif ke negatif atau sebaliknya, dan mengurangi potensialnya. Hal tersebut dengan sendirinya mempengaruhi proses atau rekasi yang terjadi antara kontaminan dengan tanah, seperti misalnya proses adsorpsi (Notodarmojo, 2005). Nilai ΔpH dari kedua jenis tanah liat bernilai positif. Hal ini berarti kedua jenis tanah liat didominasi oleh muatan negatif (Tan, 1998). 4 Partikel liat kaolinit memiliki sifat muatan yang bergantung pada pH larutan. Muatan partikel kaolinit akan berubah menjadi positif bila pH larutan rendah (Notodarmojo, 2005). Kandungan zat organik berpengaruh pada sifat kimia tanah. Dengan larutan organik, zat organik tanah berperan mengadsorpsi senyawa organik yang mempunyai kelarutan dalam air yang rendah (hidrofobik) (Notodarmojo, 2005). Berdasarkan Tabel 2. diketahui bahwa tanah liat sawah memiliki kandungan zat organik yang lebih besar jika dibandingkan dengan tanah liat coklat. Tabel 2. Karakteristik tanah liat lokal Karakterisasi Tanah Liat Sawah Tanah Liat Coklat Jenis mineral Kaolinite Albite, calcian, ordere Muscovite, syn Montmorillonite Quartz, syn Kaolinite Muscovite Luas permukaan spesifik (m²/g) 84,923 35,987 pH (aquadest) 7,56 5,32 Δ pH (aquadest - + 0,79 + 1,25 Zat organik (%) 5,058 1,916 Sumber : Laboratorium Pengujian dan Karakterisasi Metalurgi Program Studi Pertambangan ITB, Laboratorium Instrumen Analisis Program Studi Teknik Kimia ITB dan hasil pengukuran. Penentuan pH Optimum Berdasarkan Gambar 1. Diketahui bahwa dengan koagulan PAC didapatkan efisiensi penyisihan maksimum pada pH 6 dan 7 yaitu sebesar 51,097%. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa PAC efektif bekerja pada rentang pH yang cukup luas, yaitu antara pH 6 sampai dengan 9 (Wong et al., 2007; Zonoozi, 2009). Assadi (2012) juga melaporkan bahwa penyisihan RB 19 secara optimum oleh PAC dicapai pada rentang pH 6-8. Pada pH 6 penambahan tanah liat sawah meningkatkan efisiensi penyisihan warna menjadi 59,608%. Pada penambahan PAC bersama tanah liat coklat peningkatan efisiensi terbesar juga terjadi pada pH 6. Efisiensi yang dicapai adalah sebesar 59,869%, hanya sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan penambahan tanah liat sawah. Pada penggunaan Alum efisiensi penyisihan optimum dicapai pada pH 6, yaitu 26,129%. Dengan penambahan tanah liat sawah dan tanah liat coklat, efisiensi penyisihan maksimum juga dicapai pada pH 6 yaitu berturut turut sebesar 32,476% dan 30,785%. Hasil tersebut tidak sesuai dengan Assadi (2012) yang melaporkan bahwa penyisihan RB 19 secara optimum oleh Alum dicapai pada pH 7. Perbedaan ini mungkin terjadi akibat perbedaan konsentrasi larutan zat warna dan dosis koagulan yang digunakan. Perbedaan konsentrasi larutan dan dosis koagulan tersebut kemungkinan berpengaruh terhadap pembentukan ion logam yang terhidrolisasi. Ion logam yang terhidrolisasi tersebut berperan dalam destabilisasi dan penyisihan koloid (Tcobanoglous, 2004). Menurut Stephenson dan Duff (1996) serta Aguilar (2005), pada suasana asam Al mulai terhidrolisasi dan membentuk spesies Al terhidrolisasi monomerik. Oleh karena itu kation yang mudah terlarut seperti Al3+, Al(OH)2+ dan Al(OH)2+ menjadi dominan dalam larutan. Mereka memegang peran yang penting dalam mendestabilisasi muatan negatif partikel zat warna melalui netralisasi muatan. Pada sekitar pH netral Al(III) memiliki 5 kelarutan terbatas karena presipitasi dari hidroksida amorf yang menyebabkan kemungkinan terjadinya sweep floc ketika partikel zat warna terperangkap atau terjerat dalam presipitat yang terus membesar sehingga zat warna dapat disishkan secara efektif. Dari hasil penelitian ini hasil penyisihan warna optimum didapatkan pada pH 6, yaitu masih di sekitar pH netral. Jadi kemungkinan mekanisme penyisihan yang terjadi adalah melalui mekanisme sweep floc. Penambahan tanah liat pada kondisi pH tersebut dapat meningkatkan efisiensi. Hal ini karena tanah liat dapat memperbesar flok yang terbentuk sehingga lebih banyak zat warna yang terperangkap. Selain itu kandungan organik dalam tanah liat juga kemungkinan dapat mengadsorp senyawa organik zat warna RB 19 sehingga dengan penambahan tanah liat efisiensi menjadi bertambah. Gambar 1. pH optimum Reaksi kimia dari PAC serupa dengan Alum. Perbedaannya adalah PAC mengandung spesies polimer aluminium dan monomer yang bermuatan tinggi. Suatu spesies Al13 dengan formula Al13O4(OH)24(H2O)127+ (disingkat menjadi Al137+) diketahui merupakan spesies polimer yang paling dominan (Parthasarathy dan Buffle, 1985; Bertsch et al., 1986; Bertsch, 1987; Van Benschoten and Edzwald, 1990; Parker dan Bertsch, 1992 dalam Pernitsky dan Edzwald, 2003). Perbedaan yang signifikan antara PAC dan Alum adalah karakteristik kelarutannya. PAC lebih terlarut dan memiliki pH kelarutan minimum yang lebih tinggi dibandingkan dengan Alum. Hal ini berarti PAC dapat digunakan pada pH yang lebih tinggi tanpa menyebabkan kenaikan Al terlarut. Selain itu pH kelarutan minimum PAC yang lebih tinggi juga menyebabkan kehadiran spesies Al137+ yang bermuatan tinggi terdapat pada pH dengan rentang yang lebih lebar. Karena kehadiran polimer Al13, muatan densitas flok PAC akan jauh lebih positif dibandingkan flok Alum (Van Benschoten dan Edzwald, 1990 dalam Pernitsky dan Edzwald, 2003). PAC memiliki pH kelarutan minimum yang lebih tinggi dibandingkan dengan Alum. Hal ini berarti pada pH 6 mekanisme adsorpsi dan netralisasi muatan masih mungkin terjadi. 6 Pengaruh Dosis Koagulan dan Tanah Liat Terhadap Penyisihan Warna Dari grafik pada Gambar 2. terlihat bahwa pada penggunaan koagulan PAC, baik pada penambahan tanah liat sawah dan tanah liat coklat memberikan pola penyisihan yang hampir sama. Secara umum terlihat bahwa semakin bertambahnya dosis koagulan maka semakin berkurang dosis tanah liat yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi penyisihan maksimum. Sedangkan pada penggunaan koagulan Alum, yang terlihat adalah sebaliknya, yaitu dengan semakin bertambahnya dosis koagulan, tanah liat yang dibutuhkan untuk mencapai efisiensi optimum juga ikut meningkat. Dosis koagulan optimum dicapai PAC pada dosis 15 mg/L, yaitu sebesar 63,746%. Pada dosis tersebut penambahan 20 mg/L tanah liat, baik tanah liat sawah maupun tanah liat coklat meningkatkan penyisihan warna, yaitu berturut-turut menjadi 70,365% dan 69,345%. Pada penggunaan Alum dosis optimum dicapai pada dosis 40 mg/L, yaitu sebesar 24,771%. Penambahan tanah liat sawah dan tanah liat coklat masing-masing meningkatkan efisiensi menjadi 32,057% dan 30,785%. Gambar 2. Pengaruh dosis koagulan dan tanah liat terhadap penyisihan warna Berdasarkan hasil tersebut dan juga terlihat dari grafik bahwa nilai efisiensi penyisihan warna oleh Alum lebih rendah jika dibandingkan dengan PAC. Hal tersebut mungkin karena pada penelitian ini digunakan konsentrasi zat warna yang rendah yaitu hanya 5 mg/L. Berdasarkan Assadi (2012) Untuk konsentrasi zat warna RB 19 sama dengan atau kurang dari 100 mg/L, PAC dan feri klorida menunjukkan kinerja yang lebih baik jika dibandingkan dengan Alum.Sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi Alum lebih efektif. Selain itu juga seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa dengan kehadiran polimer Al13 pada PAC membuat muatan densitas flok PAC akan jauh lebih positif dibandingkan flok Alum. Hal tersebut menyebabkan PAC memiliki kemampuan mendestabilisasi lebih baik jika dibandingkan dengan Alum. Selain itu karena PAC merupakan polimer maka mekanisme 7 interparticle bridging pun dapat terjadi sehingga lebih banyak lagi zat warna yang bisa diendapkan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa penambahan tanah liat sawah maupun tanah liat coklat pada proses koagulasi flokulasi zat warna RB 19 dengan menggunakan Alum dan PAC dapat meningkatkan efisiensi penyisihan warna namun peningkatan yang dihasilkan kurang signifikan. Menurut Kim (2004) kemungkinan flokulasi kimia menghasilkan penyisihan yang rendah terhadap zat warna reaktif karena tingginya kelarutan dan muatan dari zat warna tersebut. Kemungkinan penyebab lain dari rendahnya penyisihan zat warna RB 19 dengan koagulasi/flokulasi dengan penggunaan tanah liat sebagai coagulant aid adalah karena RB 19 kurang bersifat hidrofobik (nilai Kow rendah) sehingga sulit diadsorp oleh tanah. Menurut Notodarmojo (2005) hidrofobisitas senyawa atau larutan organik berpengaruh terhadap perilaku sorpsi oleh tanah. Ada kecenderungan bahwa semakin hidrofobik suatu larutan yang ditandai oleh tingginya nilai Kow maka akan semakin mudah disorpsi oleh tanah. Kemungkinan lainnya adalah kedua tanah liat mengandung karbon organik yang rendah (<1%) sehingga kurang bisa mengadsorp zat warna RB 19. Dalam hal ini kandungan karbon organik tanah mempunyai peran penting. Menurut Notodarmojo ( 2005) pada umumnya jika kandungan zat organik karbon lebih dari 1%, senyawa organik hidrofobik tersebut teradsorpsi dengan baik oleh zat organik karbon tanah. Hasil penyisihan warna yang ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 2. memperlihatkan bahwa penambahan tanah liat dengan dosis > 60 mg/L cenderung memberikan efisiensi penyisihan yang rendah. Hal tersebut kemungkinan karena muatan negatif pada larutan menjadi berlebihan. Seperti diketahui bahwa kedua tanah liat didominasi muatan partikel negatif. Selain itu RB 19 yang merupakan zat warna reaktif, merupakan kategori zat warna anionik. Gugus fungsi dari zat warna jenis ini mengandung gugus anionik seperti sulfonik, hidroksil dan amin yang menyebabkan zat warna ini bermuatan negatif saat terlarut di dalam air (Assidi, 2012). Muatan negatif yang berlebihan tersebut menyebabkan semakin besarnya gaya tolak menolak antar partikel yang menyebabkan zat warna sulit didestabilisasi. Secara umum diketahui bahwa tanah liat sawah dapat meningkatkan efisiensi penyisihan warna yang lebih besar jika dibandingkan dengan tanah liat coklat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh luas permukaan spesifik dan kandungan zat organik tanah liat sawah yang lebih besar sehingga dapat mengadsorpsi zat warna lebih baik. Pengaruh Dosis Tanah Liat Terhadap Penyisihan COD Pada Dosis Koagulan Optimum Pada dosis oprimum koagulan, yaitu 15 mg/L PAC dan 40 mg/L Alum, dilakukan pengukuran COD. Hasil yang didapatkan ditunjukkan pada Gambar 3. Pada Gambar 3. Gambar 3. Pengaruh dosis tanah liat terhadap penyisihan COD 8 terlihat bahwa pada penggunaan PAC, penyisihan COD cenderung sebanding dengan penyisihan warna. Sama dengan penyisihan warna, penyisihan COD paling optimum juga terjadi pada penambahan tanah liat dengan dosis 20 mg/L. Besar penyisihan yang dicapai yaitu 63,04% pada penambahan tanah liat sawah dan 57,76% pada penambahan tanah liat coklat. Pada penggunaan Alum, efisiensi penyisihan COD optimum juga dihasilkan pada dosis tanah liat sawah sebesar 20 mg/L. Efisiensi penyisihan COD yang dicapai yaitu sebesar 32,174%. Pada penambahan tanah liat coklat, dosis 20 mg/L dan 40 mg/L memberikan efisiensi penyisihan COD yang sama, yaitu 32,174%. KESIMPULAN Efisiensi penyisihan zat warna RB 19 dengan metode koagulasi/flokulasi bergantung pada pH dan jenis serta dosis koagulan dan tanah liat yang digunakan. Penambahan tanah liat lokal sebagai coagulant aid dalam proses koagulasi/flokulasi menggunakan PAC dan Alum dapat meningkatkan efisiensi penyisihan zat warna namun peningkatannya tidak terlalu signifikan. PAC menunjukkan efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Alum. Dosis koagulan optimum dalam menyisihkan warna dan COD dicapai pada dosis 15 mg/L untuk PAC dan 40 mg/L untuk Alum. Pada masing-masing dosis koagulan tersebut hasil penyisihan optimum dicapai pada dosis tanah liat 20 mg/L. DAFTAR PUSTAKA Aguilar M.I., Saez, J., Llorens, M., Soler, A., Ortuno, J.F., Meseguer, V., Fuentes, A. 2005. Improvement of Coagulation-Flocculation Process Using Anionic Polyacryalmide as Coagulant Aid. International Journal of Chemosphere 58 : 47-56. Alkan, M., Demirbas, Ö., Celikçapa, S. dan Dogan, M. 2004. Sorption of Acid Red 57 from Aqueous Solutions onto Sepiolite. Journal of Hazardous Materials 116 pp. 135–145. Assadi, Ali., Nateghi, Roya., Bonyadinejad, G.R., Amin, M.M. 2012. Application of Coagulation Process Reactive Blue 19 Dye Removal from Textile Industry Wastewater. International Journal of Environmental Health Engineering Vol. 1 Issue 7. Errais, E., Duplay, J., Darragi, F., M’Rabet, I., Aubert, A., Huber, F., Morvan, G. 2011. Efficient Anionic Dye Adsorption on Natural Untreated Clay : Kinetic Study and Thermodynamic Parameters. Desalination 275 : 74-81. Gao, B. Y., Yue, Q. Y., Wang, Y., Zhou, W. Z. 2007. Color Removal from Dye-Containing Wastewater by Magnesium Chloride. Journal of Environment and Management 82 : 167-172. Golob, V., Vinder, A., Simonic, M. 2005. Efficiency of The Coagulation/Flocculation Method For The Traetment of Dyebath Effluents. Journal of Dyes and Pigments 67 : 937. Grau, P., 1991. Textile Industry Wastewater Treatment. Water Science Technology 24, 97– 103. Indrawati. 2008. Dekolorisasi Larutan Remazol Brilliant Blue Menggunakan Ozon Hasil Elektrolisis. Semarang : Makalah Penelitian UNDIP. Kim, T.H., Park, C., Shin E.B., Kim, S. 2004. Decolorization of Disperse and Reactive Dye solutions Using Ferric Chloride. Journal of Desalination 161 : 49-58. Miftahurrohmah. 2011. Aktivasi dan Karakterisasi Lempung Alam Besito-Kudus Untuk Adsorben Zat Warna Congo Red. Tesis : Program Studi Kimia, Universitas Gajah Mada. 9 Morais, L.C., Freitas, O.M., Goncalves, E.P., Vasconcelos L.P., Beca, C.G. G. 1999. Reactive Dyes Removal from Wastewater by Adsorption on Eucalyptus Bark : Variables That Define The Process. Water Research 33 : 979 – 988. Muhdarina dan Bahri, S. 2012. Kinerja Adsorpsi Lempung Cengar Teraktivasi Untuk Menghilangkan Kation Co(II) Dari fasa Berair. Jurnal Teknik Kimia Universitas Riau, Pekanbaru. Mumin, M. A., Khan, M. M. R., Akhter, K. F., Uddin, M. J. 2007. Potentiality of Open Burnt Clay as an Adsorbent for The Removal of Congo Red from Aqueous Solution. International Journal of Environmental Science and Technology, 4 (4), 525-532. Nabi Bihendi, Gh R., Torabian A., Ehsani H., Razmkhah N. 2007. Evaluation of Industrial Dyeing Wastewater Treatment with Coagulants and Polyelectrolyte as a Coagulant Aid. Iranian Journal Environment Health Science Engineering 4 : 29-36. Notodarmojo, Suprihanto. 2005. Pencemaran Tanah dan Air Tanah. Bandung : ITB. Pernitsky, David J. And Edzwald, James K. 2003. Solubility of Polyaluminium Coagulants. Journal of Water Supply : Reasearch and Technology – AQUA (in press). Pizzi, Nicholas G. 2010. Water Treatment : Principles and Practices of Water Supply Operation, 3rd Edition. New York : American Water Work Association (AWWA). Shi, B., Li, G., Wang, D., Feng, C., Tang, H. 2007. Removal of Direct Dyes by Coagulation : The Performance of Performed Polymeric Aluminium Species. Journal of Hazardous Materials 143 : 567-74. Stephenson R.J. dan Duff, S. J. B. 1996. Coagulation and Precipitation of a Mechanical Pulping Effluents – I. Removal of Carbon, Color and Turbidity. Water Research 30 : 781 – 792. Supriatna, A., Solihin, H., Kurniawan, C. 2004. Karakterisasi dan Uji Kinerja Bentonit Sebagai Adsorben Zat Warna. Seminar Nasional Penelitian dan Pendidikan Kimia, FPMIPA UPI Bandung : Prosiding. Tan, K. H. 1998. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Terjemahan, Didiek Hadjar Goenadi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Trivedi, K. N., Boricha, A. B., Bajaj, H. C., Jasra, R. V. 2009. Adsorption of Remazol Brilliant Blue R Dye from Water by Polyaluminium Chloride. Rasayan Journal of Chemistry Vol. 2 No. 2. Tchobanoglous, G., Burton, F. L., Stensel, H. D. 2004. Wastewater Engineering : Treatment and Reuse, 4th Edition. New York : McGraw –Hill. Tekoglu, O., Ozdemir, C. 2010. Wastewater of Textile Industry and Its Treatment Processes. Journal BALWOIS – Ohrid, Republic of Macedonia. Wang, Z., Xue, M., Huang, K., Liu, Z. 2011. Textile Dyeing Wastewater Treatment. Advances in Treating Textile Effluent. Huazhong University of Science and Technology China. Wong, Pei Wen., Teng, Tjoon Tow., Zuraidah, Mohd. Zain. 2008. Removal of Disperse Dye and Reactive Dye by Coagulation-Flocculation Method. Working Paper. Universiti Sains Malaysia. Yavuz, O., Aydin, A. H. 2006. Removal of Direct Dyes from Aqueous Solution Using Various Adsorbents. Polish journal of Environment Studies Vol. 15 No. 1, 155-161. Zonoozi, M. H., Moghaddam, M. R. A., Arami, M. 2009. Coagulation/Flocculation of DyeContaining Solutions Using Polyaluminium Chloride and Alum. Journal of Water Science and Technology-WST 56-7. 10