7 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Penelitian terdahulu yang relevan Penelitian terdahulu mengenai pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk menentukan rute yang optimum dan penentuan lokasi KP Pratama di Kota Bandung agar menjangkau pelayanan yang optimal telah dilakukan oleh beberapa peneliti: Penelitian yang dilakukan Aprilana (1997), dengan judul “Analisis Rute Jalan yang Optimum Menggunakan Program Network ArcInfo”. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui rute jalan yang optimum dari satu tempat asal ke tujuan dan mengetahui klasifikasi slope (kemiringan) dan jenis status lahan yang dilalui rute jalan yang optimum tersebut. Pada penelitian ini kriteria jalan raya yang optimum adalah dekat (jumlah total panjang ruas jalan yang terkecil), cepat (jumlah total waktu yang paling kecil dan kecepatan rata-rata > 48 km/jam), murah (jumlah total biaya perjalanan yang paling kecil). Untuk analisis rute jalannya menggunakan software arcinfo. Analisis yang digunakan adalah operasi overlay. Hasil penelitian diperoleh peta rute yang terdekat, informasi lalulintas, informasi setiap jenis lereng di Purwakarta yang dilalui rute terdekat, informasi setiap jenis lahan di Purwakarta. Slamet Muchlasin (2007) meneliti tentang penentuan kriteria yang mempengaruhi dalam penentuan lokasi KP Pratama dan menentukan lokasi KP Pratama di kota Bandung agar menjangkau pelayanan yang optimal. Hasil penelitian menunjukkan kriteria yang berpengaruh dalam menentukan lokasi KP Pratama adalah tingkat kesesuaian dengan rencana tata guna lahan, kedekatan dengan wajib pajak/potensi wilayah, dan kedekatan dengan instansi pendukung. Wilayah sangat potensial terletak di Kelurahan Cisantren Kidul, wilayah dengan potensi tinggi berada di Kelurahan Ciumbuelieut, Mekarmulya dan Kelurahan Sekejati Penelitian yang dilakukan Liber Iriyanto Sinaga (2007) dengan judul “Analisis Variabel yang mempengaruhi Nilai Sewa Unit-unit Usaha pada Bangunan Komersial Bertingkat Berbasis Struktur Data Jaringan 3 Dimensi (Studi Kasus : Unit-unit usaha di gedung Istana BEC, Kota Bandung”. Tujuan penelitian ini 8 untuk memperoleh variabel-variabel faktor fisik (luas dan jumlah akses) dan lokasi (tingkatan lantai, jarak ke lift, jarak ke eskalator, jarak ke tangga, dan jarak ke pintu masuk) yang paling mempengaruhi nilai pasar sewa unit-unit pada bangunan komersial bertingkat. Hasil penelitian menunjukkan variabel utama yang mempengaruhi nilai sewa unit adalah jumlah akses (+), tingkatan lantai (-), jarak ke eskalator (-), jarak ke pintu masuk (-), dan jarak ke lift (-). II.2 Struktur data jaringan Suatu jaringan pada umumnya memiliki struktur data jaringan yang dibentuk berdasarkan struktur data topologi titik dan garis (Lo 2002 dalam Sinaga 2007). Topologi merupakan suatu metode matematis yang digunakan untuk mendefinisikan relasional spasial seperti suatu objek terhubung dengan objek apa, suatu objek bersebelahan dengan apa, suatu objek berada di dalam apa atau apa berada di dalam suatu objek. Bentuk utama dari model topologi disebut juga model data Arc-Node. Dimana Arc, adalah rangkaian titik-titik yang diawali dan diakhiri oleh sebuah Node. Oleh karena itu, node merupakan titik persimpangan atau tempat bertemunya dua atau lebih Arc (Aronoff 1989 dalam Sinaga 2007). Model data topologi terbagi menjadi topologi node, topologi arc, topologi poligon, dan data koordinat dari node, seperti yang ditunjukkan pada gambar II.1. berupa gambar struktur data jaringan. node 1 edge 4 3 6 2 5 7 8 Konektifitas To CostFT CostTF Id Koord (x,y) From 1 0,4 3 1 50 - 2 5,4 1 2 15 - 3 0,0 4 7 15 15 4 2,2 3 4 20 20 5 7,4 6 8 10 - 6 2,0 8 7 25 - 7 5,2 5 7 25 25 8 7,0 dst .. .. .. Gambar II.1 Struktur data jaringan Berdasarkan gambar II.1 terlihat perbedaan yang mendasar antara struktur topologi umum dengan struktur data jaringan. Perbedaannya pada struktur data 9 topologi disusun berdasarkan topologi titik, garis, dan poligon. Sedangkan struktur data jaringan hanya berdasarkan topologi garis dan titik. Besar hubungan dua node dapat diberi bobot untuk lebih mewakili besar hubungan antara dua node tersebut (Sinaga 2007). II.3 Analisis jaringan dengan analisis lintasan terpendek Dalam penentuan lintasan terpendek, terdapat beberapa algoritma yang membahas pencarian lintasan terpendek (Sinaga 2007), yaitu : 1. Algoritma brute-force Mencari lintasan terpendek dengan exhaustive search yaitu dengan mengenumerasi setiap lintasan yang mungkin dengan cara yang sistematis. Dari setiap kemungkinan tersebut dievaluasi satu persatu, selanjutnya bandingkan setiap lintasan yang telah dievaluasi, lintasan yang memberikan nilai terkecil merupakan lintasan terpendek yang dicari, seperti yang ditunjukkan pada gambar II.2 berupa gambar jaringan jalan dengan masingmasing costnya. Gambar II.2 Jaringan jalan dengan masing-masing cost. Dengan menggunakan algoritma brute-force, seandainya akan dicari lintasan terpendek dari node 1 ke node 6. Kemungkinan lintasan dari node 1 ke node 6 ada 4 kemungkinan. Kemudian enumerasi dan evaluasi setiap kemungkinan tersebut. Algoritma ini akan memberikan solusi yang optimal untuk semua kasus graf dengan bobot yang tidak negatif. Tetapi, untuk jumlah simpul yang banyak, algoritma ini kurang tepat, karena membutuhkan waktu komputasi yang lama. Penghitungan jarak tempuh terpendek dari kemungkinan lintasan dari node 1 ke node 6 sesuai gambar II.2 tersaji pada tabel II.1. 10 No. 1 2 3 4 Lintasan 1-2-3-6 1-2-5-6 1-4-3-6 1-4-5-6 Jarak 160 180 130 100 Keterangan solusi Tabel II.1 Alternatif lintasan terpendek dari simpul 2. Algoritma djikstra Algoritma djikstra menggunakan prinsip greedy dalam menentukan lintasan terpendeknya. Pada setiap langkah, ambil sisi yang berbobot minimum yang menghubungkan sebuah simpul yang sudah terpilih dengan sebuah simpul lain yang belum terpilih. Lintasan dari simpul asal ke simpul yang baru haruslah merupakan lintasan terpendek diantara semua lintasan yang belum terpilih. Langkah-langkah pencarian lintasan terpendek menggunakan algoritma djikstra : 1. Graf yang dibuat direpresentasikan dalam matriks ketetanggaan dengan anotasi M = [mij]. mij = bobot sisi (i,j) mii = 0, lintasan dari simpul i ke simpul i (dari dan ke simpul yang sama). mij = ∞, tidak ada lintasan dari simpul i ke simpul j. 2. Pembuatan tabel dengan anotasi S = [si] si = 1, untuk simpul i yang termasuk lintasan terpendek. si = 0, untuk simpul i yang tidak termasuk dalam lintasan terpendek. 3. Dibuat tabel keluaran dengan anotasi D = [di], yaitu jarak dari simpul awal ke simpul tujuan dan T = [ti], yaitu waktu dari simpul awal ke simpul tujuan. Dengan : i = simpul awal (dari) yang direpresentasikan oleh garis dalam tabel. J = simpul tujuan (ke) yang direpresentasikan oleh kolom dalam tabel. 11 Penyelesaian lintasan terpendek dengan algoritma djikstra pada contoh graf II.2 tersaji pada tabel II.2. 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 0 100 ∞ 40 ∞ 0 20 ∞ ∞ ∞ 0 ∞ ∞ ∞ 50 0 ∞ ∞ ∞ 30 ∞ ∞ ∞ ∞ (a) matriks ketetanggaan 5 ∞ 50 ∞ ∞ 0 ∞ 6 ∞ ∞ 40 ∞ 30 0 Simpul asal Simpul Tujuan Lintasan Terpendek 1 1 1 1 1 2 1-2 3 1-4-3 4 1-4 5 1-4-5 6 1-4-5-6 (b) lintasan terpendek Jarak 100 90 40 70 100 Tabel II.2 Lintasan terpendek dengan algoritma djikstra 3. Pemrograman dinamis. Lintasan terpendek dicari dengan cara menguraikan solusi menjadi sekumpulan langkah atau tahapan sehingga solusi dari persoalan dapat dipandang sebagai rangkaian keputusan yang saling berkaitan. Solusi pada tahap k+1=(solusi pada tahap k)+(solusi pada tahap k ke tahap k+1), dengan k = 1,2,3,..., n. Pendekatannya terbagi atas: maju (forward atau up-down) dan mundur (backward atau bottom-up). Penyelesaian lintasan terpendek dari simpul 1 ke simpul 6 pada contoh graf gambar II.2 dengan pemrograman dinamis mundur ditunjukkan pada tabel II.3. Lintasan terpendek terpilih dari 3 tahapan pemilihan. Tahapan pertama dimulai dari simpul tujuan (6) dan tahapan terakhir adalah simpul awal (1). Lintasan terpilih yaitu 6-5-4-1 (total 100) dan 6-3-4-1 (total 130) maka lintasan terpendek yang terpilih adalah lintasan 6-5-4-1. Tahap 3 S3 S2 L3 6 3 40 6 5 30 6 S1 2 4 Tahap 2 S2 L2 3 5 60 80 3 90 60 5 So 1 Tahap 1 S1 2 4 160 100 L1 4 Tabel II.3 Lintasan terpendek dengan pemrograman dinamis Dari ketiga algoritma pencari lintasan terpendek tersebut, masing-masing mempunyai kekurangan dan kelebihan sebagai berikut (Sinaga 2007) : Algoritma brute-force selalu menghasilkan solusi yang optimal. Akan tetapi, algoritma ini hanya cocok untuk simpul yang sedikit, karena waktu 12 komputasinya yang besar. Jika waktu komputasi dianotasikan dengan O, maka waktu komputasi yang diperlukan yaitu O(n.n!), dengan n = jumlah simpul. Algoritma dijkstra sama halnya dengan algoritma brute-force selalu menghasilkan solusi optimal. Perbedaannya adalah bahwa algoritma ini waktu 2 komputasinya lebih kecil yaitu O(n ). Program dinamis selalu menghasilkan solusi yang optimal dengan waktu 3 komputasi O(n ). Jika pada algortima dijkstra hanya mencari lintasan terpendek dari satu ke semua simpul lain, maka pada program dinamis semua pasangan lintasan terpendek dicari. Berdasarkan pertimbangan bahwa agar metode ini dapat digunakan untuk suatu data yang besar seperti data jaringan jalan dan data objek pajak yang banyak, penelitian ini menggunakan algoritma dijkstra, sehingga dalam proses pencarian rute terpendek tidak memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu, penulis memanfaatkan analisis jaringan pada software ArcView GIS 3.3 yang menggunakan algoritma djikstra dalam analisis lintasan terpendek untuk mengidentifikasi jarak tempuh terpendek dan waktu tempuh tercepat dari KP PBB Bandung Satu ke objek pajak yang akan dinilai individual atau sebaliknya. II.4 Penilaian individual Penilaian individual merupakan penilaian terhadap objek pajak dengan cara memperhitungkan semua karakteristik dari setiap objek pajak (Kep-533/PJ/2000 tanggal 20 Desember 2000). Penilaian Individual diterapkan untuk objek Pajak umum yang bernilai tinggi (tertentu), baik objek pajak khusus, ataupun objek pajak umum yang telah dinilai dengan Computer Assisted Valuation (CAV) namun hasilnya tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya karena keterbatasan aplikasi program. Proses penilaiannya adalah dengan memperhitungkan seluruh karakteristik dari objek pajak tersebut. Pelaksanaan pendataan dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (LSPOP), sedangkan untuk data-data tambahan dengan menggunakan Lembar Kerja Objek Khusus (LKOK) ataupun dengan lembar catatan lain untuk menampung informasi 13 tambahan sesuai keperluan penilaian masing-masing objek pajak. Proses penghitungan nilai dilaksanakan dengan menggunakan formulir penilaian sebagaimana dalam lampiran buku petunjuk teknis penilaian objek khusus PBB atau dengan lembaran khusus untuk objek-objek tertentu seperti jalan tol, bandar udara, pelabuhan laut, lapangan golf, pompa bensin dan lain-lain. Setiap penilaian harus memperhatikan tanggal penilaian yang menjadi dasar ketetapan PBB per 1 Januari tahun pajak sebagaimana diatur pada Pasal 8 ayat 2 UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994. Tahapan penilaian individual (Kep-533/PJ/2000 tanggal 20 Desember 2000). 1. Persiapan Kegiatan persiapan penilaian individual pada prinsipnya sama dengan yang dilakukan dalam penilaian massal. a. Menyusun Rencana Kerja b. Menyiapkan SPOP, LSPOP dan LKOK. c. Menyeleksi data-data objek pajak yang perlu dilakukan Penilaian Individual. d. Mengumpulkan data-data lama, sebagai pelengkap, dari objek pajak yang akan dinilai. 2. Penilaian dengan pendekatan data pasar Pada saat ini, untuk kepentingan penilaian, objek pajak PBB, pendekatan data pasar sesuai digunakan untuk penilaian individual terhadap tanah. Sedangkan penilaian untuk bangunan menggunakan pendekatan biaya. a. Pengumpulan data Pelaksanaan kerja pengumpulan data pasar dalam penilaian individual dapat menggunakan formulir pengumpulan data pasar untuk penentuan nilai tanah secara massal. Untuk mendapatkan analisis data yang wajar harus di pertimbangkan hal-hal sebagai berikut : i) Kesesuaian penggunaan dan luas tanah data pembanding dengan objek pajak yang dinilai secara individu. ii) Lokasi dan waktu transaksi yang wajar. 14 b. Penilaian Konsep dasar penilaian perbandingan data pasar untuk penilaian individual adalah membandingkan secara langsung data pembanding dengan objek pajak yang dinilai dengan menggunakan faktor-faktor penyesuaian yang lebih lengkap. Penilaian dilakukan dengan cara sebagai berikut : i) Dalam menentukan nilai tanah diperhatikan : 1. Kualitas dan kuantitas data pembanding yang terkumpul. 2. Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) dimana objek pajak berada. ii) Cara membandingkan data dengan faktor-faktor penyesuaian. Faktor-faktor yang mempengaruhi objek pajak yang dinilai dengan diidentifikasi secara detail dan dibandingkan dengan faktor yang sama pada data pembanding, Petugas penilai dapat memilih minimal 3 (tiga) data pembanding yang sesuai dari beberapa data pembanding yang terkumpul. Pada umumnya perbandingan yang dilakukan, meliputi faktor : 1). Lokasi. 2). Aksesibilitas. 3). Waktu transaksi. 4). Jenis data (harga transaksi atau harga penawaran). 5). Penggunaan tanah. 6). Elevasi. 7). Lebar depan (terutama untuk objek komersil). 8). Bentuk tanah. 9). Jenis hak atas tanah. 10). dan lain sebagainya. Besarnya penyesuaian yang akan diberi sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman penilai dengan menyebutkan dasar-dasar pertimbangannya. iii) Hasil penilaian tanah dengan pendekatan data pasar. 1). Apabila diperoleh nilai tanah yang selisihnya terhadap NIR masih dibawah 10%, maka yang digunakan sebagai dasar ketetapan PBB objek pajak yang dinilai adalah NIR. 2). Apabila selisih nilai tanah terhadap NIR sebesar 10% atau lebih, maka nilai tanah hasil penilaian secara individu tersebut dijadikan 15 sebagai bahan rekomendasi untuk penentuan NIR tahun pajak yang akan datang yang merupakan sumber informasi bagi Kantor Pelayanan PBB. 3. Penilaian dengan pendekatan biaya Pendekatan biaya digunakan dengan cara menambahkan nilai bangunan dengan nilai tanah. a. Pengumpulan data i) Pengumpulan data tanah Pada dasarnya pengumpulan data tanah dilakukan dengan cara mengisi SPOP. Disamping itu penilai juga diminta untuk mengumpulkan data tanah sebagai berikut : 1) luas 2) lebar depan 3) aksesibilitas 4) kegunaan 5) elevasi 6) kontur tanah 7) lokasi tanah 8) lingkungan sekitar 9) data transaksi di lokasi sekitar Untuk memudahkan pelaksanaan pengumpulan data tanah dan data transaksi digunakan formulir tersendiri. ii) Pengumpulan data bangunan Pengumpulan data bangunan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : 1) Mengumpulkan data objek pajak dengan mempergunakan SPOP, LSPOP dan LKOK. 2) Data lain yang belum tertampung dicatat dalam catatan tersendiri. b. Penilaian (i) Penilaian tanah Penilaian tanah adalah sebagaimana dalam penilaian dengan pendekatan data pasar. 16 (ii) Penilaian bangunan Penilaian bangunan dilakukan dengan cara menghitung nilai perolehan baru bangunan kemudian dikurangi dengan penyusutan bangunan. Nilai perolehan baru bangunan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh/membangun bangunan baru. Penghitungan nilai perolehan baru bangunan ini meliputi biaya komponen utama, komponen material dan fasilitas bangunan. Biaya-biaya tersebut hendaklah sesuai dengan tanggal penilaian dan lokasi objek pajak. Pada dasarnya penilaian individual adalah dengan memperhitungkan karakteristik dari seluruh objek pajak. Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) dapat digunakan sebagai alat bantu dalam penilaian, akan tetapi apabila karakteristik-karakteristik dari objek pajak baik untuk komponen utama, komponen material dan komponen fasilitas bangunan belum tertampung dalam DBKB, perhitungan dapat dilakukan sendiri dengan pendekatan survai kuantitas. c. Konversi Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) (i). Nilai tanah per meter persegi hasil dari analisis penilai dikonversi ke dalam "Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan" berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 174/KMK.04/1993 tanggal 23 Pebruari 1993 Lampiran I dan II sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 273/KMK.04/1995. (ii). Nilai bangunan per meter persegi hasil dari analisis penilai dikonversi ke dalam "Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan" berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 174/KMK.04/1993 tanggal 23 Pebruari 1993 Lampiran I dan II sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 273/KMK.04/1995. (iii). Untuk objek pajak yang terdiri dari lebih dari satu bangunan, konversi dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai seluruh bangunan dan dibagi luas seluruh bangunan. Nilai bangunan per meter persegi rata-rata 17 tersebut kemudian dikonversi ke dalam "Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan" berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 174/KMK.04/1993 tanggal 23 Pebruari 1993 Lampiran I dan II sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 273/KMK.04/1995. Objek pajak yang dinilai secara individu memenuhi kriteria : 1. Luas Objek Pajak : a. Luas tanah > 10.000 m2; b. Jumlah lantai > 4 lantai; c. Luas bangunan > 1.000 m2; atau 2. Objek Pajak yang nilainya sama dengan atau lebih besar dari Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah); atau objek pajak khusus. Dalam prakteknya, pembagian objek pajak ke dalam masing-masing tim penilaian individual hanya didasarkan kepada pengalaman atau pertimbangan tertentu tanpa mendasarkan pada aturan yang baku. Dasar pembagian objek pajak pada masingmasing tim adalah : 1. Pemerataan jenis penggunaan bangunan. Dengan adanya pemerataan ini, setiap tim memperoleh objek pajak yang mewakili dengan jenis penggunaan Stasiun Pengisian Bahanbakar Umum (SPBU), rumah sakit, hotel, dan pusat perbelanjaan. 2. Pemerataan jarak dari Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangungan (KP PBB) Bandung Satu. Dasar adanya pemerataan jarak adalah bahwa setiap tim akan memperoleh objek pajak yang bervariasi dari segi jarak dari KP PBB Bandung Satu. Berdasarkan Kep-533/PJ/2000 tanggal 20 Desember 2000, dapat disarikan bahwa tahapan penilaian individual meliputi persiapan, pengumpulan data, penilaian tanah, penilaian bangunan, dan penetapan pajak. Dalam penelitian ini, penulis hanya melakukan penelitan tentang penentuan prioritas pendataan objek pajak penilaian individual. Sedangkan tahapan penilaian dan seterusnya tidak dikaji dalam penelitian ini. 18 II.5 Menyusun standarisasi Data dari berbagai kriteria belum bisa digunakan dalam menentukan prioritas pendataan objek pajak yang akan dinilai secara individu. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan satuan kriteria. Jarak tempuh mempunyai satuan meter, waktu tempuh mempunyai satuan detik, pokok ketetapan mempunyai satuan rupiah, dan status pelunasan tidak mempunyai satuan. Agar bisa dimasukkan dalam persamaan matematika untuk menentukan prioritas, dilakukan standarisasi terhadap data. Standarisasi dilakukan dengan salah satu formula sebagaimana dalam Malczewski (1999), yaitu : - untuk standarisasi nilai maksimum xij x’ij = - xjmax .......................................................................................(II.1) untuk standarisasi nilai minimum xjmin x’ij = .......................................................................................(II.2) xij dengan : x’ij = Skor hasil standarisasi objek pajak i, dengan i = 1,2,3,...,22 dan kriteria j, dengan j = pokok ketetapan, status pelunasan, jarak atau waktu tempuh. xij = Nilai objek pajak i untuk kriteria j. xjmax = Nilai terbesar kriteria j. xjmin = Nilai terkecil kriteria j. Standarisasi nilai maksimum dilakukan untuk kriteria pokok ketetapan dan status pelunasan, sedangkan standarisasi nilai minimum dilakukan untuk kriteria jarak dan waktu tempuh. II.6 Penentuan prioritas pendataan Penentuan prioritas pendataan penilaian inidividual menggunakan turunan rumus Bayes. Metode Bayes merupakan metode yang baik di dalam mesin pembelajaran berdasarkan data training, dengan menggunakan probabilitas bersyarat sebagai 19 dasarnya (Achmad Basuki, 2006). Formula Bayes yang digunakan untuk menghitung probabilitas : P(Hi|A) = P(A|Hi) P(Hi) ..........................................................................(II.3) P(A) dengan : P(Hi) = Probabilitas hipotesis Hi, dengan i = 1,2,3,...,n P(A) = Probabilitas kejadian A. P(Hi|A) = Probabilitas hipotesis Hi di dalam kejadian A. P(A|Hi) = Probabilitas kejadian A di dalam hipotesis Hi.