7 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Penelitian terdahulu yang relevan

advertisement
7
Bab II Tinjauan Pustaka
II.1 Penelitian terdahulu yang relevan
Penelitian terdahulu mengenai pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG)
untuk menentukan rute yang optimum dan penentuan lokasi KP Pratama di Kota
Bandung agar menjangkau pelayanan yang optimal telah dilakukan oleh beberapa
peneliti:
Penelitian yang dilakukan Aprilana (1997), dengan judul “Analisis Rute Jalan
yang Optimum Menggunakan Program Network ArcInfo”. Tujuan penelitian
adalah untuk mengetahui rute jalan yang optimum dari satu tempat asal ke tujuan
dan mengetahui klasifikasi slope (kemiringan) dan jenis status lahan yang dilalui
rute jalan yang optimum tersebut. Pada penelitian ini kriteria jalan raya yang
optimum adalah dekat (jumlah total panjang ruas jalan yang terkecil), cepat
(jumlah total waktu yang paling kecil dan kecepatan rata-rata > 48 km/jam),
murah (jumlah total biaya perjalanan yang paling kecil). Untuk analisis rute
jalannya menggunakan software arcinfo. Analisis yang digunakan adalah operasi
overlay. Hasil penelitian diperoleh peta rute yang terdekat, informasi lalulintas,
informasi setiap jenis lereng di Purwakarta yang dilalui rute terdekat, informasi
setiap jenis lahan di Purwakarta.
Slamet Muchlasin (2007) meneliti tentang penentuan kriteria yang mempengaruhi
dalam penentuan lokasi KP Pratama dan menentukan lokasi KP Pratama di kota
Bandung agar menjangkau pelayanan yang optimal. Hasil penelitian menunjukkan
kriteria yang berpengaruh dalam menentukan lokasi KP Pratama adalah tingkat
kesesuaian dengan rencana tata guna lahan, kedekatan dengan wajib pajak/potensi
wilayah, dan kedekatan dengan instansi pendukung. Wilayah sangat potensial
terletak di Kelurahan Cisantren Kidul, wilayah dengan potensi tinggi berada di
Kelurahan Ciumbuelieut, Mekarmulya dan Kelurahan Sekejati
Penelitian yang dilakukan Liber Iriyanto Sinaga (2007) dengan judul “Analisis
Variabel yang mempengaruhi Nilai Sewa Unit-unit Usaha pada Bangunan
Komersial Bertingkat Berbasis Struktur Data Jaringan 3 Dimensi (Studi Kasus :
Unit-unit usaha di gedung Istana BEC, Kota Bandung”. Tujuan penelitian ini
8
untuk memperoleh variabel-variabel faktor fisik (luas dan jumlah akses) dan
lokasi (tingkatan lantai, jarak ke lift, jarak ke eskalator, jarak ke tangga, dan jarak
ke pintu masuk) yang paling mempengaruhi nilai pasar sewa unit-unit pada
bangunan komersial bertingkat. Hasil penelitian menunjukkan variabel utama
yang mempengaruhi nilai sewa unit adalah jumlah akses (+), tingkatan lantai (-),
jarak ke eskalator (-), jarak ke pintu masuk (-), dan jarak ke lift (-).
II.2 Struktur data jaringan
Suatu jaringan pada umumnya memiliki struktur data jaringan yang dibentuk
berdasarkan struktur data topologi titik dan garis (Lo 2002 dalam Sinaga 2007).
Topologi
merupakan suatu metode
matematis
yang
digunakan
untuk
mendefinisikan relasional spasial seperti suatu objek terhubung dengan objek apa,
suatu objek bersebelahan dengan apa, suatu objek berada di dalam apa atau apa
berada di dalam suatu objek. Bentuk utama dari model topologi disebut juga
model data Arc-Node. Dimana Arc, adalah rangkaian titik-titik yang diawali
dan
diakhiri
oleh sebuah
Node. Oleh karena itu,
node merupakan
titik
persimpangan atau tempat bertemunya dua atau lebih Arc (Aronoff 1989 dalam
Sinaga 2007). Model data topologi terbagi menjadi topologi node, topologi arc,
topologi poligon, dan data koordinat dari node, seperti yang ditunjukkan pada
gambar II.1. berupa gambar struktur data jaringan.
node
1
edge
4
3
6
2
5
7
8
Konektifitas
To CostFT CostTF
Id
Koord
(x,y)
From
1
0,4
3
1
50
-
2
5,4
1
2
15
-
3
0,0
4
7
15
15
4
2,2
3
4
20
20
5
7,4
6
8
10
-
6
2,0
8
7
25
-
7
5,2
5
7
25
25
8
7,0
dst
..
..
..
Gambar II.1 Struktur data jaringan
Berdasarkan gambar II.1 terlihat perbedaan yang mendasar antara struktur
topologi umum dengan struktur data jaringan. Perbedaannya pada struktur data
9
topologi disusun berdasarkan topologi titik, garis, dan poligon. Sedangkan
struktur data jaringan hanya berdasarkan topologi garis dan titik. Besar hubungan
dua node dapat diberi bobot untuk lebih mewakili besar hubungan antara dua node
tersebut (Sinaga 2007).
II.3 Analisis jaringan dengan analisis lintasan terpendek
Dalam penentuan lintasan terpendek, terdapat beberapa algoritma yang membahas
pencarian lintasan terpendek (Sinaga 2007), yaitu :
1. Algoritma brute-force
Mencari lintasan terpendek dengan exhaustive search yaitu dengan
mengenumerasi setiap lintasan yang mungkin dengan cara yang sistematis.
Dari setiap kemungkinan tersebut dievaluasi satu persatu, selanjutnya
bandingkan setiap lintasan yang telah dievaluasi, lintasan yang memberikan
nilai terkecil merupakan lintasan terpendek yang dicari, seperti yang
ditunjukkan pada gambar II.2 berupa gambar jaringan jalan dengan masingmasing costnya.
Gambar II.2 Jaringan jalan dengan masing-masing cost.
Dengan menggunakan algoritma brute-force, seandainya akan dicari lintasan
terpendek dari node 1 ke node 6. Kemungkinan lintasan dari node 1 ke node 6 ada
4 kemungkinan. Kemudian enumerasi dan evaluasi setiap kemungkinan tersebut.
Algoritma ini akan memberikan solusi yang optimal untuk semua kasus graf
dengan bobot yang tidak negatif. Tetapi, untuk jumlah simpul yang banyak,
algoritma ini kurang tepat, karena membutuhkan waktu komputasi yang lama.
Penghitungan jarak tempuh terpendek dari kemungkinan lintasan dari node 1 ke
node 6 sesuai gambar II.2 tersaji pada tabel II.1.
10
No.
1
2
3
4
Lintasan
1-2-3-6
1-2-5-6
1-4-3-6
1-4-5-6
Jarak
160
180
130
100
Keterangan
solusi
Tabel II.1 Alternatif lintasan terpendek dari simpul
2. Algoritma djikstra
Algoritma djikstra menggunakan prinsip greedy dalam menentukan lintasan
terpendeknya. Pada setiap langkah, ambil sisi yang berbobot minimum yang
menghubungkan sebuah simpul yang sudah terpilih dengan sebuah simpul lain
yang belum terpilih. Lintasan dari simpul asal ke simpul yang baru haruslah
merupakan lintasan terpendek diantara semua lintasan yang belum terpilih.
Langkah-langkah pencarian lintasan terpendek menggunakan algoritma
djikstra :
1. Graf yang dibuat direpresentasikan dalam matriks ketetanggaan dengan
anotasi M = [mij].
mij = bobot sisi (i,j)
mii = 0, lintasan dari simpul i ke simpul i (dari dan ke simpul yang sama).
mij = ∞, tidak ada lintasan dari simpul i ke simpul j.
2. Pembuatan tabel dengan anotasi S = [si]
si = 1, untuk simpul i yang termasuk lintasan terpendek.
si = 0, untuk simpul i yang tidak termasuk dalam lintasan terpendek.
3. Dibuat tabel keluaran dengan anotasi D = [di], yaitu jarak dari simpul awal
ke simpul tujuan dan T = [ti], yaitu waktu dari simpul awal ke simpul
tujuan.
Dengan :
i
= simpul awal (dari) yang direpresentasikan oleh garis dalam tabel.
J
= simpul tujuan (ke) yang direpresentasikan oleh kolom dalam tabel.
11
Penyelesaian lintasan terpendek dengan algoritma djikstra pada contoh graf
II.2 tersaji pada tabel II.2.
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
0
100
∞
40
∞
0
20
∞
∞
∞
0
∞
∞
∞
50
0
∞
∞
∞
30
∞
∞
∞
∞
(a) matriks ketetanggaan
5
∞
50
∞
∞
0
∞
6
∞
∞
40
∞
30
0
Simpul
asal
Simpul
Tujuan
Lintasan
Terpendek
1
1
1
1
1
2
1-2
3
1-4-3
4
1-4
5
1-4-5
6
1-4-5-6
(b) lintasan terpendek
Jarak
100
90
40
70
100
Tabel II.2 Lintasan terpendek dengan algoritma djikstra
3. Pemrograman dinamis.
Lintasan terpendek dicari dengan cara menguraikan solusi menjadi
sekumpulan langkah atau tahapan sehingga solusi dari persoalan dapat
dipandang sebagai rangkaian keputusan yang saling berkaitan. Solusi pada
tahap k+1=(solusi pada tahap k)+(solusi pada tahap k ke tahap k+1), dengan k
= 1,2,3,..., n. Pendekatannya terbagi atas: maju (forward atau up-down) dan
mundur (backward atau bottom-up).
Penyelesaian lintasan terpendek dari simpul 1 ke simpul 6 pada contoh graf
gambar II.2 dengan pemrograman dinamis mundur ditunjukkan pada tabel
II.3. Lintasan terpendek terpilih dari 3 tahapan pemilihan. Tahapan pertama
dimulai dari simpul tujuan (6) dan tahapan terakhir adalah simpul awal (1).
Lintasan terpilih yaitu 6-5-4-1 (total 100) dan 6-3-4-1 (total 130) maka
lintasan terpendek yang terpilih adalah lintasan 6-5-4-1.
Tahap 3
S3
S2
L3
6
3 40
6
5 30
6
S1
2
4
Tahap 2
S2
L2
3
5
60 80 3
90 60 5
So
1
Tahap 1
S1
2
4
160 100
L1
4
Tabel II.3 Lintasan terpendek dengan pemrograman dinamis
Dari ketiga algoritma pencari lintasan terpendek tersebut, masing-masing
mempunyai kekurangan dan kelebihan sebagai berikut (Sinaga 2007) :

Algoritma brute-force selalu menghasilkan solusi yang optimal. Akan tetapi,
algoritma ini hanya cocok untuk simpul yang sedikit, karena waktu
12
komputasinya yang besar.
Jika waktu komputasi dianotasikan dengan O,
maka waktu komputasi yang diperlukan yaitu O(n.n!), dengan n = jumlah
simpul.

Algoritma dijkstra sama halnya dengan algoritma brute-force selalu
menghasilkan solusi optimal. Perbedaannya adalah bahwa algoritma ini waktu
2
komputasinya lebih kecil yaitu O(n ).

Program dinamis selalu menghasilkan solusi yang optimal dengan waktu
3
komputasi O(n ). Jika pada algortima dijkstra hanya mencari lintasan
terpendek dari satu ke semua simpul lain, maka pada program dinamis semua
pasangan lintasan terpendek dicari.
Berdasarkan pertimbangan bahwa agar metode ini dapat digunakan untuk suatu
data yang besar seperti data jaringan jalan dan data objek pajak yang banyak,
penelitian ini menggunakan algoritma dijkstra, sehingga dalam proses pencarian
rute terpendek tidak memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu, penulis
memanfaatkan analisis jaringan pada software ArcView GIS 3.3 yang
menggunakan algoritma djikstra dalam analisis lintasan terpendek untuk
mengidentifikasi jarak tempuh terpendek dan waktu tempuh tercepat dari KP PBB
Bandung Satu ke objek pajak yang akan dinilai individual atau sebaliknya.
II.4 Penilaian individual
Penilaian individual merupakan penilaian terhadap objek pajak dengan cara
memperhitungkan semua karakteristik dari setiap objek pajak (Kep-533/PJ/2000
tanggal 20 Desember 2000). Penilaian Individual diterapkan untuk objek Pajak
umum yang bernilai tinggi (tertentu), baik objek pajak khusus, ataupun objek
pajak umum yang telah dinilai dengan Computer Assisted Valuation (CAV)
namun hasilnya tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya karena keterbatasan
aplikasi program. Proses penilaiannya adalah dengan memperhitungkan seluruh
karakteristik dari objek pajak tersebut.
Pelaksanaan pendataan dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan
Objek Pajak (SPOP) dan Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (LSPOP),
sedangkan untuk data-data tambahan dengan menggunakan Lembar Kerja Objek
Khusus (LKOK) ataupun dengan lembar catatan lain untuk menampung informasi
13
tambahan sesuai keperluan penilaian masing-masing objek pajak. Proses
penghitungan nilai dilaksanakan dengan menggunakan formulir penilaian
sebagaimana dalam lampiran buku petunjuk teknis penilaian objek khusus PBB
atau dengan lembaran khusus untuk objek-objek tertentu seperti jalan tol, bandar
udara, pelabuhan laut, lapangan golf, pompa bensin dan lain-lain. Setiap penilaian
harus memperhatikan tanggal penilaian yang menjadi dasar ketetapan PBB per 1
Januari tahun pajak sebagaimana diatur pada Pasal 8 ayat 2 UU No. 12 Tahun
1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU
No. 12 Tahun 1994.
Tahapan penilaian individual (Kep-533/PJ/2000 tanggal 20 Desember 2000).
1. Persiapan
Kegiatan persiapan penilaian individual pada prinsipnya sama dengan yang
dilakukan dalam penilaian massal.
a. Menyusun Rencana Kerja
b. Menyiapkan SPOP, LSPOP dan LKOK.
c. Menyeleksi data-data objek pajak yang perlu dilakukan Penilaian
Individual.
d. Mengumpulkan data-data lama, sebagai pelengkap, dari objek pajak yang
akan dinilai.
2. Penilaian dengan pendekatan data pasar
Pada saat ini, untuk kepentingan penilaian, objek pajak PBB, pendekatan data
pasar sesuai digunakan untuk penilaian individual terhadap tanah. Sedangkan
penilaian untuk bangunan menggunakan pendekatan biaya.
a. Pengumpulan data
Pelaksanaan kerja pengumpulan data pasar dalam penilaian individual dapat
menggunakan formulir pengumpulan data pasar untuk penentuan nilai tanah
secara massal. Untuk mendapatkan analisis data yang wajar harus di
pertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
i) Kesesuaian penggunaan dan luas tanah data pembanding dengan objek
pajak yang dinilai secara individu.
ii) Lokasi dan waktu transaksi yang wajar.
14
b. Penilaian
Konsep dasar penilaian perbandingan data pasar untuk penilaian individual
adalah membandingkan secara langsung data pembanding dengan objek pajak
yang dinilai dengan menggunakan faktor-faktor penyesuaian yang lebih
lengkap. Penilaian dilakukan dengan cara sebagai berikut :
i) Dalam menentukan nilai tanah diperhatikan :
1. Kualitas dan kuantitas data pembanding yang terkumpul.
2. Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) dimana objek pajak berada.
ii) Cara membandingkan data dengan faktor-faktor penyesuaian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi objek pajak yang dinilai dengan
diidentifikasi secara detail dan dibandingkan dengan faktor yang sama
pada data pembanding, Petugas penilai dapat memilih minimal 3 (tiga)
data pembanding yang sesuai dari beberapa data pembanding yang
terkumpul. Pada umumnya perbandingan yang dilakukan, meliputi faktor :
1).
Lokasi.
2).
Aksesibilitas.
3).
Waktu transaksi.
4).
Jenis data (harga transaksi atau harga penawaran).
5).
Penggunaan tanah.
6).
Elevasi.
7).
Lebar depan (terutama untuk objek komersil).
8).
Bentuk tanah.
9).
Jenis hak atas tanah.
10). dan lain sebagainya.
Besarnya penyesuaian yang akan diberi sesuai dengan pengetahuan dan
pengalaman penilai dengan menyebutkan dasar-dasar pertimbangannya.
iii) Hasil penilaian tanah dengan pendekatan data pasar.
1).
Apabila diperoleh nilai tanah yang selisihnya terhadap NIR masih
dibawah 10%, maka yang digunakan sebagai dasar ketetapan PBB
objek pajak yang dinilai adalah NIR.
2).
Apabila selisih nilai tanah terhadap NIR sebesar 10% atau lebih,
maka nilai tanah hasil penilaian secara individu tersebut dijadikan
15
sebagai bahan rekomendasi untuk penentuan NIR tahun pajak yang
akan datang yang merupakan sumber informasi bagi Kantor
Pelayanan PBB.
3. Penilaian dengan pendekatan biaya
Pendekatan biaya digunakan dengan cara menambahkan nilai bangunan dengan
nilai tanah.
a. Pengumpulan data
i) Pengumpulan data tanah
Pada dasarnya pengumpulan data tanah dilakukan dengan cara mengisi
SPOP. Disamping itu penilai juga diminta untuk mengumpulkan data
tanah sebagai berikut :
1)
luas
2)
lebar depan
3)
aksesibilitas
4)
kegunaan
5)
elevasi
6)
kontur tanah
7)
lokasi tanah
8)
lingkungan sekitar
9)
data transaksi di lokasi sekitar
Untuk memudahkan pelaksanaan pengumpulan data tanah dan data
transaksi digunakan formulir tersendiri.
ii) Pengumpulan data bangunan
Pengumpulan data bangunan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
1)
Mengumpulkan data objek pajak dengan mempergunakan SPOP,
LSPOP dan LKOK.
2)
Data lain yang belum tertampung dicatat dalam catatan tersendiri.
b. Penilaian
(i) Penilaian tanah
Penilaian tanah adalah sebagaimana dalam penilaian dengan pendekatan
data pasar.
16
(ii) Penilaian bangunan
Penilaian bangunan dilakukan dengan cara menghitung nilai perolehan
baru bangunan kemudian dikurangi dengan penyusutan bangunan. Nilai
perolehan baru bangunan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh/membangun bangunan baru. Penghitungan nilai perolehan
baru bangunan ini meliputi biaya komponen utama, komponen material
dan fasilitas bangunan. Biaya-biaya tersebut hendaklah sesuai dengan
tanggal penilaian dan lokasi objek pajak.
Pada dasarnya penilaian individual adalah dengan memperhitungkan
karakteristik dari seluruh objek pajak. Daftar Biaya Komponen Bangunan
(DBKB) dapat digunakan sebagai alat bantu dalam penilaian, akan tetapi
apabila karakteristik-karakteristik dari objek pajak baik untuk komponen
utama, komponen material dan komponen fasilitas bangunan belum
tertampung dalam DBKB, perhitungan dapat dilakukan sendiri dengan
pendekatan survai kuantitas.
c. Konversi Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
(i).
Nilai tanah per meter persegi hasil dari analisis penilai dikonversi ke
dalam "Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar
Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan" berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 174/KMK.04/1993 tanggal 23 Pebruari 1993
Lampiran I dan II sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir
dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 273/KMK.04/1995.
(ii). Nilai bangunan per meter persegi hasil dari analisis penilai dikonversi ke
dalam "Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar
Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan" berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 174/KMK.04/1993 tanggal 23 Pebruari 1993
Lampiran I dan II sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir
dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 273/KMK.04/1995.
(iii). Untuk objek pajak yang terdiri dari lebih dari satu bangunan, konversi
dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai seluruh bangunan dan dibagi
luas seluruh bangunan.
Nilai bangunan per meter persegi rata-rata
17
tersebut kemudian dikonversi ke dalam "Klasifikasi dan Besarnya Nilai
Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan"
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 174/KMK.04/1993
tanggal 23 Pebruari 1993 Lampiran I dan II sebagaimana telah diubah
dan ditambah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
273/KMK.04/1995.
Objek pajak yang dinilai secara individu memenuhi kriteria :
1. Luas Objek Pajak :
a. Luas tanah > 10.000 m2;
b. Jumlah lantai > 4 lantai;
c. Luas bangunan > 1.000 m2; atau
2. Objek Pajak yang nilainya sama dengan atau lebih besar dari Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah); atau objek pajak khusus.
Dalam prakteknya, pembagian objek pajak ke dalam masing-masing tim penilaian
individual hanya didasarkan kepada pengalaman atau pertimbangan tertentu tanpa
mendasarkan pada aturan yang baku. Dasar pembagian objek pajak pada masingmasing tim adalah :
1.
Pemerataan jenis penggunaan bangunan.
Dengan adanya pemerataan ini, setiap tim memperoleh objek pajak yang
mewakili dengan jenis penggunaan Stasiun Pengisian Bahanbakar Umum
(SPBU), rumah sakit, hotel, dan pusat perbelanjaan.
2.
Pemerataan jarak dari Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangungan (KP
PBB) Bandung Satu.
Dasar adanya pemerataan jarak adalah bahwa setiap tim akan memperoleh objek
pajak yang bervariasi dari segi jarak dari KP PBB Bandung Satu.
Berdasarkan Kep-533/PJ/2000 tanggal 20 Desember 2000, dapat disarikan bahwa
tahapan penilaian individual meliputi persiapan, pengumpulan data, penilaian
tanah, penilaian bangunan, dan penetapan pajak. Dalam penelitian ini, penulis
hanya melakukan penelitan tentang penentuan prioritas pendataan objek pajak
penilaian individual. Sedangkan tahapan penilaian dan seterusnya tidak dikaji
dalam penelitian ini.
18
II.5 Menyusun standarisasi
Data dari berbagai kriteria belum bisa digunakan dalam menentukan prioritas
pendataan objek pajak yang akan dinilai secara individu. Hal ini disebabkan
karena adanya perbedaan satuan kriteria. Jarak tempuh mempunyai satuan meter,
waktu tempuh mempunyai satuan detik, pokok ketetapan mempunyai satuan
rupiah, dan status pelunasan tidak mempunyai satuan. Agar bisa dimasukkan
dalam persamaan matematika untuk menentukan prioritas, dilakukan standarisasi
terhadap data. Standarisasi dilakukan dengan salah satu formula sebagaimana
dalam Malczewski (1999), yaitu :
-
untuk standarisasi nilai maksimum
xij
x’ij =
-
xjmax
.......................................................................................(II.1)
untuk standarisasi nilai minimum
xjmin
x’ij =
.......................................................................................(II.2)
xij
dengan :
x’ij
= Skor hasil standarisasi objek pajak i, dengan i = 1,2,3,...,22 dan
kriteria j, dengan j = pokok ketetapan, status pelunasan, jarak atau
waktu tempuh.
xij
= Nilai objek pajak i untuk kriteria j.
xjmax = Nilai terbesar kriteria j.
xjmin = Nilai terkecil kriteria j.
Standarisasi nilai maksimum dilakukan untuk kriteria pokok ketetapan dan status
pelunasan, sedangkan standarisasi nilai minimum dilakukan untuk kriteria jarak
dan waktu tempuh.
II.6 Penentuan prioritas pendataan
Penentuan prioritas pendataan penilaian inidividual menggunakan turunan rumus
Bayes. Metode Bayes merupakan metode yang baik di dalam mesin pembelajaran
berdasarkan data training, dengan menggunakan probabilitas bersyarat sebagai
19
dasarnya (Achmad Basuki, 2006). Formula Bayes yang digunakan untuk
menghitung probabilitas :
P(Hi|A) =
P(A|Hi) P(Hi)
..........................................................................(II.3)
P(A)
dengan :
P(Hi)
=
Probabilitas hipotesis Hi, dengan i = 1,2,3,...,n
P(A)
=
Probabilitas kejadian A.
P(Hi|A)
=
Probabilitas hipotesis Hi di dalam kejadian A.
P(A|Hi)
=
Probabilitas kejadian A di dalam hipotesis Hi.
Download