PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN MANAJEMEN LABA TERHADAP PAJAK PENGHASILAN BADAN TERUTANG (Studi Pada Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) ANDY AZHARI NIM 1111046100106 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H./2015 M. 'w sl0zrH 9s?I YIUYXYf HYfANIYAYOIH f,IUYAS IUflCfN I{VASI SYIISUflAINN ruI})TNH NYO HYTUYAS SYITNXY.{ Oruvrsr u,uoNoxtr) rvrvruvnw ronrs wvuooud HYTUVAS NYYNVflUfld ISYUINflSNOX ro0zzt600z60r U.t6I'drN IS'W "fl'S'BIIauIY B{lrf, {M IsdF{S Surqurrqtusd ueso6l 90IOOI9TOIIII : WIN IUYHZY AONY qslo : (r(S'g'S) qu;rudg lutouo{f, uuu[rug rulag qalo.radurel,X 1zru,{5 ntBS qEIuS Iqnueuetr{ {n}un uu4n[u1q ISdIU)IS @tOZ-ttOZ unqel ersauopq {oJg €srng Ip eletsg IBoU uep,(gador4 roDIeS qepe.(g {oJg rBUBC }lqreued uwgzsrued eped Ipn]S) CNYINUSI NY(VS NY-IISYHCNf,d XVfYd dYOYHUUJ YgY'I Nf,I ISfYNYIAI NV(I TY(IOru UNIXNUIS HNUYONSd PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH Nama : Andy Azhari NIM : 1111046100106 Program Studi : Muamalat (Ekonomi Islam) Konsentrasi : Perbankan Syariah Instansi : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta Judul Skripsi : Pengaruh Struktur Modal dan Manajemen Laba terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang (Studi Pada Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014). Menyatakan dengan sesungguhnya dan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya buat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri, kecuali apabila dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan pada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan milik orang lain. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa adanya paksaan dan tekanan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar. Jakarta, Oktober 2015 Andy Azhari NIM. 1111046100106 iv ABSTRAK Penelitian ini mencoba menganalisis apakah long term debt to asset ratio, debt to equity ratio dan manajemen laba secara parsial dan simultan berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan penerbit daftar efek syariah yang bergerak pada sektor property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2014. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dengan menggunakan software SPSS versi 20.0. Hasil pengujian secara simultan atau uji F dihasilkan bahwa long term debt to asset ratio, debt to equity ratio dan manajemen laba secara bersama-sama berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang pada taraf signifikansi 0,001 dengan alpha 5% atau 0,001 < 0,05. Selanjutnya untuk pengujian secara parsial atau uji t dari ketiga variabel independen ditemukan bahwa hanya variabel Long Term Debt to Asset Ratio yang berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap variabel dependen Pajak Penghasilan Badan Terutang pada taraf signifikansi 0,023 dengan alpha 5% atau (0,023 < 0,05). Sedangkan variabel Debt to Equity Ratio dan variabel Manajemen Laba secara parsial tidak berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang perusahaan. Kata Kunci : Long term debt to asset ratio, debt to equity ratio, manajemen laba dan pajak penghasilan badan terutang Dosen Pembimbing : Erika Amelia, S.E., M.Si v KATA PENGANTAR Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, karunia dan hidayah-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW sebagai uswatun khasanah dalam hidup ini yang telah menuntun umatnya dari alam kegelapan menuju ke alam yang terang benderang. Alhamdulillah, penelitian skripsi yang berjudul “Pengaruh Struktur Modal dan Manajemen Laba terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang (Studi Pada Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014)” telah dapat penulis selesaikan. Penulisan karya ilmiah dalam bentuk skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu (S1) guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Merupakan suatu kehormatan bagi penulis untuk mempersembahkan yang terbaik kepada almamater, kedua orang tua, seluruh keluarga dan pihak-pihak yang telah ikut andil dalam penyelesaian skripsi ini. Sebagai bentuk penghargaan, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak AM. Hasan Ali, M.A dan Bapak Abdurrauf, Lc, M.A, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Erika Amelia S.E,. M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu serta memberikan arahan dengan penuh kesabaran dan memberikan masukan yang sangat bermanfaat demi terselesaikannya skripsi ini vi dengan baik. Terimakasih banyak Bu atas segala ilmu bermanfaat yang telah diberikan kepada saya, semoga amal kebaikannya dibalas oleh Allah SWT. 4. Segenap dosen dan staf akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis. 5. Orangtua tercinta, Bapak Achmad Ghozali dan Ibu Inah Maryanah atas segala limpahan kasih sayang, doa beserta dukungan yang tiada pernah henti-hentinya untuk saya. Terima kasih atas segala perjuangan dan pengorbanan yang telah dilakukan demi pendidikan saya selama ini. Terimakasih bapak dan ibu, tanpa kalian skripsi ini bukanlah apa-apa. 6. Kakak saya: “Imran Rosyadi S.Sos., MM” beserta istri “Rusbiantari S.E” dan si endut “Raffa”. Kakak “Nurfadillah” beserta suami “Suhandi” dan putranya “Adit”. Beserta adik penulis yang tercantik “Annisa Amalia”. Terimakasih untuk kehangatan keluarga yang diberikan, dukungan dan segala motivasi yang diberikan untuk penulis. 7. Sahabat terbaik penulis selama menjalani kuliah di UIN Jakarta, untuk Ahmad Syaugi “Amechenko” terimakasih untuk sharing atas segala ilmu-ilmunnya terkait pelajaran, persahabatan dan termasuk juga seputar problematika percintaan, hehe, dan Rahmad Abdillah “Bos” (teman yang selalu jadi objek canda tawa), hehe becanda boss. Terima kasih broo untuk persahabatan dan kebersamaannya. Sukses selalu untuk kita, Amin Ya Allah. 8. Yella Novela Dara Amelia, terima kasih atas segala kebaikan-kebaikan dan dorongan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Semoga sukses selalu dalam menggapai cita-citanya. 9. Teman-teman seperjuangan perbankan syariah 2011, terimakasih untuk kebersamaannya selama ini. Semoga perjuangan kita akan berbuah manis dan sukses untuk kita semua. vii 10. Serta seluruh pihak yang telah berjasa namun belum mampu penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih untuk segala bantuannya, semoga kebaikan kalian dibalas dengan pahala yang berlimpah oleh Allah SWT. Amin.. Semoga Allah SWT dengan ridho-Nya membalas segala kebaikan dengan pahala yang berlipat ganda. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah berusaha dengan semaksimal mungkin memberikan yang terbaik. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap adanya saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan skripsi ini. Demikian skripsi ini penulis buat, semoga bermanfaat untuk masyarakat luas dan menambah ilmu pengetahuan. Amin. Jakarta, Oktober 2015 Andy Azhari NIM. 1111046100106 viii DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................... ii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI SIDANG ........................................ iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH........................................ iv ABSTRAK ...................................................................................................... v KATA PENGANTAR .................................................................................... vi DAFTAR ISI ................................................................................................... ix DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................... 7 1. Pembatasan Masalah ...................................................................... 7 2. Perumusan Masalah ....................................................................... 8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 8 1. Tujuan Penelitian ........................................................................... 8 2. Manfaat Penelitian ......................................................................... 9 D. Review Studi Terdahulu....................................................................... 10 E. Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................................ 14 F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 17 ix A. Pasar Modal Syariah ............................................................................ 17 1. Pengertian Pasar Modal Syariah .................................................... 17 2. Prinsip-Prinsip Pasar Modal Syariah ............................................. 18 3. Saham Syariah................................................................................ 19 B. Konsep Modal ...................................................................................... 22 C. Struktur Modal ..................................................................................... 22 1. Pengertian Struktur Modal ............................................................. 22 2. Rasio Struktur Modal ..................................................................... 23 3. Komponen Struktur Modal ............................................................ 24 4. Teori Struktur Modal...................................................................... 25 5. Faktor Penentu Struktur Modal ...................................................... 29 D. Manajemen Laba .................................................................................. 33 1. Pengertian Manajemen Laba .......................................................... 33 2. Motivasi Manajemen Laba............................................................. 34 3. Pola Manajemen Laba .................................................................... 37 4. Teknik Manajemen Laba................................................................ 38 5. Teknik Pendeteksian Manajemen Laba ......................................... 40 E. Pajak Penghasilan................................................................................. 42 1. Pengertian Pajak Penghasilan ........................................................ 42 2. Subjek Pajak Penghasilan .............................................................. 43 3. Objek Pajak Penghasilan ................................................................ 46 4. Tarif Wajib Pajak Badan ................................................................ 49 x F. Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis Penelitian............................51 BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 55 A. Metode Penelitian................................................................................. 55 B. Metode Penentuan Sampel ................................................................... 56 C. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 59 D. Definisi Operasional Variabel .............................................................. 59 1. Variabel Terikat (Dependent Variabel) ......................................... 60 a. Pajak Penghasilan Badan Terutang .......................................... 60 2. Variabel Bebas (Independent Variabel) ......................................... 60 a. Long Term Debt to Asset Ratio ................................................ 60 b. Debt to Equity Ratio ................................................................. 61 c. Manajemen Laba ...................................................................... 61 E. Teknik Analisis Data ............................................................................ 63 1. Statistik Deskriftif .......................................................................... 63 2. Uji Asumsi Klasik .......................................................................... 64 a. Uji Normalitas .......................................................................... 64 b. Uji Multikolinieritas ................................................................. 65 c. Uji Heteroskedastisitas ............................................................. 66 d. Uji Autokorelasi ....................................................................... 66 3. Analisis Regresi Berganda ............................................................. 68 4. Uji Hipotesis .................................................................................. 70 a. Koefisien Determinasi (R2) ...................................................... 70 xi b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ............................... 70 c. Uji Signifikansi Parsial (Uji Statistik t) ................................... 71 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 72 A. Penemuan dan Pembahasan ................................................................. 72 1. Analisis Statistik Deskriptif ........................................................... 72 B. Hasil Uji Asumsi Klasik ...................................................................... 74 1. Hasil Uji Normalitas ...................................................................... 74 a. Melalui Uji Histogram & Kurva Normal P-Plot ..................... 74 b. Melalui Uji Kolmogorov-Smirnov Test .................................... 76 2. Hasil Uji Multikolinieritas ............................................................. 77 3. Hasil Uji Heteroskedastisitas ......................................................... 78 4. Hasil Uji Autokorelasi.................................................................... 80 C. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ............................................... 81 1. Hasil Uji Koefisien Determinasi .................................................... 81 2. Hasil Uji Hipotesis ......................................................................... 82 a. Uji Signifikansi Simultan (F-Test) ........................................... 82 b. Uji Signifikansi Parsial (t-test) ................................................. 83 BAB V PENUTUP .......................................................................................... 90 A. Kesimpulan .......................................................................................... 90 B. Saran..................................................................................................... 91 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 94 LAMPIRAN xii DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Review Studi Terdahulu................................................................... 11 Tabel 3.1 Kriteria Pemilihan Sampel ............................................................... 57 Tabel 3.2 Daftar Sampel Perusahaan ............................................................... 58 Tabel 4.1 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ............................................ 72 Tabel 4.2 One-Sample Kolmogorof-Smirnov Test ........................................... 77 Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas .............................................................. 78 Tabel 4.4 Hasil Uji Run test ............................................................................. 80 Tabel 4.5 Hasil Uji Koefisien Determinasi ...................................................... 81 Tabel 4.6 Hasil Uji Simultan (F-Test) ............................................................. 82 Tabel 4.7 Hasil Uji Parsial (t-test) ................................................................... 84 xiii DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran.................................................................15 Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Histogram Normal Curve......................75 Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Grafik P-P Plot......................................76 Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas Grafik Scatterplot.....................79 xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan yang bersumber dari sektor pajak dilakukan melalui perluasan wajib pajak, perluasan objek pajak, perubahan tarif pajak dan penegakan hukum dibidang perpajakan. Dengan perluasan wajib pajak dan objek pajak maka semua pihak: negara dan institusi bisnis maupun non bisnis mempunyai kepentingan untuk mengetahui dan memahami cara-cara menghitung, melaporkan, serta menyetorkan kewajiban pajaknya. Apabila wajib pajak melakukan kesalahan perhitungan dan pembayaran pajak maka akan menghadapi sanksi administratif atau sanksi pidana. Ada dua kemungkinan kesalahan yang terjadi dalam perhitungan dan pembayaran pajak, kemungkinan pertama karena ketidaktahuan dan kemungkinan lain adalah karena unsur kesengajaan atau kecurangan untuk melakukan penghindaran pajak.1 Tahun 2013 merupakan tahun dimana pemerintah mulai gencar-gencarnya melakukan penggalian sektor pajak yang potensial untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak, dan salah satu yang menjadi perhatian khusus adalah di sektor property dan real estate. Seperti yang diungkapkan oleh Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan (PKP), mulai tahun 2013 Ditjen Pajak fokus ke sektor properti secara nasional. Ditjen Pajak akan melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak yang 1 Diaz Priantara, Perpajakan Indonesia, Cetakan 2 (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h.iii 1 2 bergerak di sektor properti. Hal tersebut tak lepas dari adanya potential loss penerimaan pajak menurut hasil penelitian awal Ditjen Pajak. Potential loss tak lepas dari tidak dilaporkannya transaksi sebenarnya dari proses jual-beli tanah maupun bangunan termasuk properti, real estate dan apartemen.2 Ditinjau dari segi ekonomi, pajak merupakan alat pemindahan sumber daya dari sektor privat (perusahaan) ke sektor publik. Pemindahan sumber daya tersebut akan mempengaruhi daya beli (purchasing power) atau kemampuan belanja (spending power) sektor privat. Oleh karena itu, agar tidak terjadi gangguan terhadap jalannya aktivitas perusahaan, maka pemenuhan kewajiban perpajakan harus dikelola secara baik. Bagi negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Namun bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang dapat mengurangi laba bersih atau keuntungan perusahaan. Berdasarkan perbedaan kepentingan yang terjadi antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan perusahaan selaku pihak pembayar pajak, tidak dapat dipungkiri bahwa indikasi praktik-praktik guna menghindari pembayaran pajak yang besar memang nyata terjadi dilakukan oleh perusahaan selaku wajib pajak. Terdapat beberapa cara yang umum ditempuh perusahaan dalam rangka meminimalisir beban pajak secara legal yang masih diperbolehkan sesuai dengan 2 Nidia Zuraya, “Penerimaan Pajak Hilang, Ditjen Pajak Awasi WP Sektor Properti”, artikel diakses pada 22 September 2014 dari www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/penerimaanpajak-hilang-ditjen-pajak-awasi-wp-sektor-properti. 3 peraturan perpajakan yang berlaku. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan memainkan kebijakan leverage atau tingkat penggunaan hutang. Perusahaan dapat menyiasatinya melalui teknik keuangan dengan memanfaatkan kebijakan penggunaan hutang dalam mendanai aktivitas operasionalnya yang tertuang dalam komposisi struktur modal perusahaan. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menyatakan banyak perusahaan yang melakukan rekayasa utang untuk mengurangi besaran pajaknya. Salah satu cara yang digunakan yaitu memperbesar utang sehingga bunga utang besar dan beban pajaknya menurun..3 Penggunaan hutang oleh perusahaan akan menimbulkan biaya bunga yang harus dibayarkan secara periodik kepada kreditur atau investor obligasi. Peraturan perpajakan memperlakukan biaya bunga sebagai bagian dari biaya usaha. Oleh karena itu, semakin besar bunga hutang perusahaan maka pajak yang terutangnya akan menjadi lebih kecil karena bertambahnya unsur biaya usaha. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 6 ayat (1) a UU Nomor 17 tahun 2000 yang menyatakan bahwa biaya bunga dapat menjadi unsur pengurang penghasilan kena pajak. Dalam situasi tertentu, keadaan inilah yang dapat mendorong adanya penggunaan utang yang semakin besar di dalam komponen struktur modal perusahaan. 3 Ramdhania El Hida, “Dirjen Pajak: Banyak Perusahaan Rekayasa Utang Untuk Kurangi Pajak”, artikel diakses pada 22 September 2014 dari http://finance.detik.com/dirjen-pajak-banyakperusahaan-rekayasa-utang-untuk-kurangi-pajak. 4 Berbeda dengan perusahaan yang berlabel sebagai emiten non syariah di Bursa Efek Indonesia (BEI), pada perusahaan yang tergolong sebagai penerbit daftar efek syariah yang sahamnya masuk dalam kategori Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), penghindaran beban pajak dengan cara memanfaatkan kebijakan hutang berbunga dalam komposisi struktur modal akan terbatasi dengan adanya peraturan Bapepam dan LK Nomor: Kep-208/BL/2012 yang hingga saat ini masih diimplementasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tentang kriteria dan penerbitan daftar efek syariah, dimana salah satu poinnya mengatur besaran rasio total hutang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak boleh melebihi dari 45% bagi emiten yang sahamnya dikategorikan sebagai saham syariah. Implikasi dari penerapan peraturan tersebut adalah adanya pembatasan dalam hal penggunaan hutang berbunga pada emiten syariah di BEI. Imbasnya teknik penghindaran pajak secara legal (tax avoidance) melalui hutang dengan maksud memanfaatkan biaya bunga pinjaman sebagai tax deductible akan terbatasi dengan adanya peraturan tersebut. Selain memanfaatkan kebijkan bunga atas hutang yang dapat dijadikan pengurang pajak, cara lain yang juga kerap ditempuh perusahaan dalam rangka menyiasati sebuah peraturan perpajakan yang terasa kurang menguntungkan bagi perusahaan adalah dengan cara melakukan praktik manajemen laba guna merekayasa angka laba yang dijadikan sebagai dasar pengenaan penghasilan kena pajak. 5 Perpajakan dapat menjadi motivasi bagi manajer untuk melakukan manajemen laba, yaitu dengan cara memperkecil taxable income dalam rangka mengurangi pajak.4 Manajemen laba adalah upaya untuk mengubah, menyembunyikan dan merekayasa angka-angka dalam laporan keuangan dengan memainkan metode dan prosedur akuntansi yang digunakan perusahaan.5 Kesenjangan informasi terkadang mendorong manajer untuk berperilaku oportunist dalam mengungkapkan informasi mengenai perusahaan. Manajer hanya akan mengungkapkan suatu informasi tertentu jika ada manfaat yang diperolehnya, apabila tidak ada manfaat yang bisa diperoleh, manajer cenderung akan menyembunyikan atau menunda pengungkapan informasi, bahkan kalau diperlukan manajer akan mengubah informasi tersebut. Fenomena manajemen laba yang berkaitan dengan kasus pajak pernah terjadi di Indonesia yang dilakukan oleh Grup Bakrie, salah satunya adalah Kasus PT. Kaltim Prima Coal (KPC) yang merupakan salah satu perusahaan tambang batu bara milik Grup Bakrie selain PT. Bumi Resources Tbk dan PT. Arutmin Indonesia yang diduga terkait tindak pidana pajak tahun 2007. Dimana KPC diduga (setelah penyelidikan) oleh Ditjen Pajak memiliki kurang bayar sebesar Rp 1,5 triliun dan ditemukan adanya indikasi tindak pidana pajak berupa rekayasa penjualan yang dilakukan oleh KPC pada tahun 2007 untuk meminimalkan pajak. Hal inilah yang 4 William R Scoot, Financial Accounting Theory 2nd Edition. (Scarrborough Ontario: Prentice Hall Canada Inc, 2000), h.361 5 Sri Sulistyanto, Manajemen Laba - Teori dan Model Empiris (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h.15 6 dapat menimbulkan praktek manajemen laba yang berhubungan dengan pajak dalam merekayasa aktifvitas operasional dari sisi pengakuan pendapatan dan beban untuk tujuan meminimalkan pajak yang dibayar.6 Undang-undang pajak penghasilan menentukan jenis-jenis penghasilan sebagai obyek pajak, namun pada umumnya penghasilan yang dinyatakan sebagai obyek pajak tidak secara spesifik mengatur saat pengakuan pendapatan dan biaya terkait. Dalam beberapa hal, wajib pajak mempunyai kebebasan di dalam membuat kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan penentuan saat pengakuan pendapatan dan biaya, meskipun kebijakan akuntansi yang telah ditetapkan harus diterapkan secara taat asas atau konsisten dari tahun ke tahun. Berbagai metode akuntansi digunakan pihak manajemen dalam rangka penghematan pajak.7 Celah inilah yang dapat membuka peluang bagi manajemen untuk melakukan upaya-upaya untuk menunda atau mempercepat pengakuan pendapatan dan biaya, sehingga dapat menekan jumlah pajak yang akan dibayarkan.8 6 Hidayani, “Pengaruh Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba. Earnings Management (Studi Kasus Pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”, (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi, Universitas Pendidikan Indonesia, 2013), h.3 7 William R Scoot, Financial Accounting Theory 2nd Edition. (Scarrborough Ontario: Prentice Hall Canada Inc, 2000), h.359 8 Lilis Setiawati dan Na’im, “Manajemen Laba” (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 2001), h.159 7 Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dengan ini penulis bermaksud untuk melakukan penelitian skripsi dengan mengangkat judul “Pengaruh Stuktur Modal dan Manajemen Laba Terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang”. Studi Pada Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, agar permasalahan dalam penelitian skripsi ini tidak meluas, maka penulis memfokuskan dan membatasi penelitian pada: Indikator struktur modal dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan proksi Long Term Debt to Asset Ratio (LDAR) dan Debt to Equity Ratio (DER). Perhitungan yang digunakan peneliti sebagai proksi manajemen laba dilakukan dengan pendeteksian melalui model yang dikembangkan oleh Friedlan (1994). Pajak Penghasilan yang digunakan dalam penelitian ini dilihat dari angka Pajak Penghasilan Badan Terutang atau pajak kini yang tercantum dalam laporan keuangan perusahaan. Penelitian ini mengambil sampel perusahaan yang tercatat sebagai penerbit daftar efek syariah atau saham syariah sektor property dan real estate di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2014. 8 2. Perumusan Masalah Untuk mengangkat permasalahan yang dibahas dalam penelitian skripsi ini, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut: a) Apakah Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR) berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang? b) Apakah Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang? c) Apakah manajemen laba berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang? d) Apakah Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR), Debt to Equity Ratio (DER) dan manajemen laba secara simultan berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris mengenai: a) Pengaruh Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR) terhadap pajak penghasilan badan terutang. 9 b) Pengaruh Debt to Equity (DER) terhadap pajak penghasilan badan terutang. c) Pengaruh manajemen laba terhadap pajak penghasilan badan terutang. d) Pengaruh simultan Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR), Debt to Equity Ratio (DER) dan manajemen laba terhadap pajak penghasilan badan terutang. 2. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang terkait dengan topik penelitian, diantaranya: a) Bagi Pemerintah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah khususnya direktorat jenderal pajak untuk mengeluarkan regulasi terkait besaran maksimal penggunaan struktur modal perusahaan yang berasal dari dana eksternal berupa hutang yang berbunga terkait untuk kepentingan pajak. Selain itu untuk meminimalisir praktik manajemen laba, pemerintah dapat mengeluarkan peraturan yang ketat terkait penerapan transparansi dalam laporan keuangan dan berupa sanksi tegas terhadap perusahaan yang melakukan penyimpangan terkait pelaporan keuangannya. 10 b) Bagi Perusahaan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil keputusan keuangannya, terutama dalam menentukan struktur modal yang efisien dan profitable namun tanpa mengabaikan aspek resiko dan etika bisnis yang bermoral. c) Bagi Akademisi Sebagai referensi guna mempermudah akademisi dalam mempelajari manajemen keuangan perusahaan dan mengenai konsep perpajakan. d) Bagi Peneliti Untuk memperdalam pengetahuan penulis, terutama yang berkaitan dengan struktur permodalan perusahaan, manajemen laba dan sistem perpajakan. D. Review Studi Terdahulu Berdasarkan pengamatan dan pengkajian yang telah dilakukan terhadap beberapa sumber kepustakaan dan penelitian-penelitian terdahulu tekait tema, penulis menemukan referensi untuk mengembangkan dan mendukung kelancaran penulisan skripsi ini. Adapun studi terdahulu yang menjadi acuan dalam penulisan skripsi ini adalah: 11 12 13 14 E. Kerangka Pemikiran Penelitian Pajak merupakan salah satu kewajiban perusahaan sebagai wajib pajak yang dapat dipaksakan dengan Undang-undang dan merupakan pengorbanan sumber daya ekonomis yang tidak memberikan imbalan (kontraprestasi) secara langsung bagi perusahaan. Sistem perpajakan di Indonesia menggunakan sistem “Self Assessment” khususnya pajak penghasilan dalam hal ini untuk penentuan jumlah besarnya pajak terhutang ditentukan oleh wajib pajak sendiri. Salah satu cara untuk mencapai efesiensi perhitungan kewajiban pajak yang dibayar oleh perusahaan adalah dengan melakukan manajemen pajak. Berdasarkan hal tersebut penulis menduga ada indikasi manajemen pajak dalam upaya meminimalkan pajak penghasilan yang dilakukan oleh perusahaan selaku wajib pajak dengan memanfaatkan kebijakan keuangan dan peraturan perpajakan. Seperti dalam hal penentuan kebijakan struktur permodalan perusaahaan yang dominan menggunakan hutang untuk tujuan mendapatkan biaya bunga sebagai pengurang pajak. Sampai dengan melakukan praktik manajemen laba untuk memanipulasi angka laba yang akan dikenakan sebagai dasar perhitungan laba kena pajak. Secara singkat kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat disajikan dalam gambar 1.1 sebagai berikut: 15 Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013 - 2014 Annual Report Emiten Tahun 2013 -2014 Variabel Independen : Variabel Dependen : X1 : LDAR Pajak Penghasilan Badan Terutang X2 : DER X3 : Manajemen Laba Analisis Regresi Linier Berganda Uji Asumsi Klasik & Uji Hipotesis Kesimpulan & Saran 16 F. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah penelitian ini, maka disusun sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab dengan rincian sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN : Latar Belakang Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Review Studi Terdahulu, Kerangka Pemikiran Penelitian dan Sistematika Penelitian. BAB II LANDASAN TEORI : Pasar Modal Syariah, Konsep Modal, Struktur Modal, Manajemen Laba dan Teori Pajak, Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis. BAB III METODE PENELITIAN : Metode Penelitian, Definisi Operasional Variabel Penelitian, Uji Asumsi Klasik dan Uji Hipotesis Analisis Regresi Berganda. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN : Intepretasi hasil Analisis Statistik Deskriptif, Uji Asumsi Klasik dan Uji Hipotesis Regresi Linier Berganda. BAB V PENUTUP : Kesimpulan dan Saran. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pasar Modal Syariah 1. Pengertian Pasar Modal Syariah Pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar yang memperjualbelikan berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka pendek, menengah maupun jangka panjang, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri yang diterbitkan oleh perusahaan swasta. Pasar modal (capital market) mempertemukan pemilik dana (supplier of fund) dengan pengguna dana (user of fund) dengan tujuan investasi jangka menengah (midle term investment) dan investasi jangka panjang (longe term investment). Kedua pihak melakukan jual beli modal yang berwujud efek. Pemilik dana menyerahkan sejumlah dana dan penerima dana (perusahaan terbuka) menyerahkan bukti kepemilikan berupa efek.1 Sementara itu, pasar modal yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah dapat disebut sebagai pasar modal syariah.2 Pengertian ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Heri Sudarsono yang mendifinisikan 1 Muhammad Nasarudin Irsan dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), h.291 2 Burhanuddin Susanto, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h.131 17 18 pasar modal syariah sebagai pasar modal yang instrumen-instrumen di dalamnya berprinsipkan syariah.3 Dengan mengacu pada pengertian tersebut, dapat dimengerti bahwa terdapat perbedaan antara kegiatan pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional. Secara umum perbedaan tersebut dapat dilihat pada landasan akad-akad yang digunakan dalam transaksi atau surat berharga yang diterbitkannya. Dalam pasar modal syariah, apabila suatu perusahaan ingin mendapatkan pembiayaan melalui penerbitan surat berharga, maka perusahaan yang bersangkutan sebelumnya harus memenuhi kriteria penerbitan efek syariah.4 2. Prinsip-Prinsip Pasar Modal Syariah Prinsip syariah merupakan kesesuaian dengan sistem syariah yang ada yang meliputi tidak diperkenankan bertransaksi barang dan jasa yang diharamkan seperti riba, maysir dan gharar. Oleh karena itu, jika ada perusahaan atau bank umum yang membuat atau mendistribusikan barang atau jasa yang haram, maka tidak termasuk dalam (daftar) pasar modal syariah.5 Adapun prinsip pasar modal syariah adalah:6 3 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah; Deskripsi dan Ilustrasi (Yogyakarta: Ekonisia, 2004), h.199 4 Burhanuddin Susanto, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, h.131-132. 5 Ibid., h.131 6 Yani Mulyaningsih, Kriteria Investasi Syariah dalam Konteks Kekinian (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008), h.96 19 a. Instrumen atau efek yang diperjualbelikan harus sejalan dengan prinsip syariah yang terbebas dari unsur riba, maysir dan gharar (ketidakpastian). b. Emiten yang mengeluarkan efek syariah baik berupa saham ataupun sukuk harus mentaati semua aturan syariah. c. Semua efek harus berbasis pada harta atau transaksi riil, bukan mengharapkan keuntungan dari kontrak utang piutang. d. Semua transaksi tidak mengandung gharar atau spekulasi. Perputaran modal pada kegiatan pasar modal syariah tidak boleh disalurkan kepada jenis industri yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diharamkan. Pembelian saham pabrik minuman keras, pembangunan penginapan untuk prostitusi dan lainnya yang bertentangan dengan syariah berarti diharamkan. Semua transaksi yang terjadi di bursa efek harus atas dasar suka sama suka, tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau mendzalimi. Tidak ada unsur riba, tidak bersifat spekulatif atau judi dan semua transaksi harus transparan, diharamkan adanya insider trading. 3. Saham Syariah Instrumen atau surat berharga yang diperdagangkan di bursa efek syariah berbentuk penyertaan modal kepemilikan atau saham dan sukuk. Penyertaan modal atau saham merupakan salah satu bentuk penanaman modal pada suatu entitas (badan usaha) yang dilakukan dengan menyetorkan sejumlah dana tertentu dengan tujuan 20 untuk menguasai sebagian hak pemilikan atas perusahaan. Pemegang saham atau investor mendapatkan hasil melalui pembagian deviden dan capital gain. Perusahaan penerbit saham pada umumnya berbentuk Perseroan Terbatas (PT).7 Saham adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau yang biasa disebut emiten. Saham menyatakan bahwa pemilik sebagian dari perusahaan itu. Dengan demikian kalau seseorang investor membeli saham, maka ia pun menjadi pemilik atau pemegang saham perusahaan.8 Regulasi tentang saham diatur dalam pasal 40,41,42 KUHD. Pemegang saham mempunyai hak untuk menuntut dividen (return) dan hak-hak lain yang diberikan oleh anggaran dasar perseroan.9 Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah jika saham tersebut diterbitkan oleh:10 1) Emiten dan Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha emiten dan perusahaan publik tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. 2) Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak 7 Muhammad Nafik HR, Bursa Efek dan Investasi Syariah, (Jakarta: Serambi, 2009), h.224 Sawidji Widoatmojo, Cara Cepat Memulai Investasi Saham: Panduan Bagi pemula, (Jakarta: Gramedia, 2004), h.39 9 Abdul Manan, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), h.93 10 Otoritas Jasa Keuangan, “Pasar Modal Syariah”, artikel diakses pada 4 April 2015 dari http://www.ojk.go.id/sharia-capital-id 8 21 bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah, namun memenuhi kriteria sebagai berikut: I. kegiatan usaha tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam peraturan IX.A.13, yaitu tidak melakukan kegiatan usaha: a. perjudian dan permainan yang tergolong judi; b. perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa; c. perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu; d. bank berbasis bunga; e. perusahaan pembiayaan berbasis bunga; f. jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi (maisir), antara lain asuransi konvensional; g. memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI; dan/atau, barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat; h. melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah); II. rasio total hutang berbasis bunga dibandingkan total aset tidak lebih dari 45%, dan 22 III. rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya tidak lebih dari 10%. B. Konsep Modal Modal adalah dana yang digunakan untuk membiayai pengadaan aktiva dan operasi perusahaan. Modal terdiri dari item-item yang ada disisi kanan suatu neraca, yaitu utang, saham biasa, saham preferen dan laba ditahan.11 Menurut Thomas Copeland modal adalah suatu aktiva dengan umur lebih dari satu tahun yang tidak diperdagangkan dalam kegiatan sehari-hari.12 Dari kedua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa modal adalah dana yang digunakan untuk membiayai pengadaan aktiva dan operasi perusahaan yang tidak diperdagangkan dalam kegiatan sehari-hari. C. Struktur Modal 1. Pengertian Struktur Modal Struktur modal adalah perbandingan antara sumber jangka panjang yang bersifat pinjaman dan modal sendiri.13 Struktur modal juga dapat didefinisikan sebagai perimbangan atau perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri.14 11 Lukas Setia Atmaja, Manejemen Keuangan (Yogyakarta: Andi, 2002), h.115 Suyadi Prawirosentono, Pengantar Bisnis Modern: Studi Kasus Indonesia dan Analisis Kualitatif (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h.365 13 Suad Husnan, Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (keputusan Jangka Panjang) (Yogyakarta: BPFE, 2000), h.275 12 23 Menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali, struktur modal adalah proporsi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinasi atau paduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri dari dua sumber utama yakni yang berasal dari dalam dan luar perusahaan.15 Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan struktur modal adalah proporsi dalam pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan, dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinsai atau panduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri dari dua sumber utama, yakni yang berasal dari dalam dan luar perusahaan. 2. Rasio Struktur Modal Weston dan Copeland memberikan suatu konsep tentang faktor leverage sebagai rasio proksi dari struktur modal. Faktor leverage adalah rasio antara nilai buku seluruh hutang (debt = D) terhadap total aktiva (total aset = TA) atau nilai total perusahaan. Bila membahas tentang total aktiva, yang dimaksudkan adalah total nilai buku dari aktiva perusahaan berdasarkan catatan akuntansi. Nilai total perusahaan berarti total nilai pasar seluruh komponen struktur modal perusahaan.16 14 Bambang Riyanto, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan (Yogyakarta: BPFE, 2001), h.296 15 Ahmad Rodoni dan Herni Ali, Manajemen Keuangan, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2010), h.137 16 Weston J Fred and Thomas E Copeland, Manajemen Keuangan, Edisi Kesembilan, Jilid II (Jakarta: Binarupa Aksara, 1997), h.21 24 Rasio leverage merupakan rasio untuk mengukur seberapa bagus struktur permodalan perusahaan. Struktur permodalan merupakan pendanaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham.17 3. Komponen Struktur Modal Struktur modal suatu perusahaan secara umum terdiri dari dua komponen, yakni hutang jangka panjang dan modal sendiri, yang diuraikan sebagai berikut:18 1. Hutang Jangka Panjang (Long Term Debt) Hutang jangka panjang meliputi pinjaman dari bank atau sumber lain yang meminjamkan uang untuk waktu jangka panjang lebih dari 12 bulan. Pinjaman hutang jangka panjang dapat berupa pinjaman berjangka (pinjaman yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja permanen, untuk melunasi hutang lain, atau membeli mesin dan peralatan) dan penerbitan obligasi (hutang yang diperoleh melalui penjualan surat-surat obligasi, dalam surat obligasi ditentukan nilai nominal, bunga per tahun, dan jangka waktu pelunasan obligasi tersebut).19 2. Modal Sendiri (Equity) Modal sendiri atau ekuitas merupakan modal jangka panjang yang diperoleh dari pemilik perusahaan atau pemegang saham. Modal sendiri diharapkan tetap berada dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas 17 Hadi Wahyono, “Komperasi Kinerja Perusahaan Bank dan Asuransi Studi Empiris di Bursa Efek Jakarta, Jurnal riset ekonomi dan manajemen, vol. 2 No.2, Mei (2002), h.12 18 Warsono, Manajemen Keuangan (Malang: UMM Press, 2003), h.236 19 Arthur J Keown, Manajemen Keuangan: Prinsip-Prinsip dan Aplikasi (Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia, 2004), h.38 25 sedangkan modal pinjaman memiliki jatuh tempo. Ada 2 (dua) sumber utama dari modal sendiri yaitu modal saham preferen dan modal saham biasa, sebagaimana dijelaskan berikut ini: a. Modal Saham Preferen Saham preferen memberikan para pemegang sahamnya beberapa hak istimewa yang menjadikannya lebih senior atau lebih diprioritaskan daripada pemegang saham biasa. Oleh karena itu, perusahaan tidak memberikan saham preferen dalam jumlah yang banyak. b. Modal Saham Biasa Pemilik perusahaan adalah pemegang saham biasa yang menginvestasikan uangnya dengan harapan mendapat pengembalian dimasa yang akan datang. Pemegang saham biasa kadang-kadang disebut pemilik residual sebab mereka hanya menerima sisa setelah seluruh tuntutan atas pendapatan dan asset telah dipenuhi. 4. Teori Struktur Modal Teori mengenai struktur modal modern bermula pada tahun 1958, ketika Profesor Franco Modigliani dan Profesor Merton Miller (yang selanjutnya kita sebut MM), mempublikasikan apa yang disebut sebagai artikel keuangan yang paling berpengaruh yang pernah ditulis. Berdasarkan serangkaian asumsi yang sangat membatasi, MM membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur modalnya. Dengan perkataan lain, hasil-hasil MM menyatakan bahwa tidak 26 menjadi masalah bagaimana perusahaan membiayai operasinya, jadi struktur modal tidak relevan. Tetapi, studi MM didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis, antara lain:20 a. Tidak ada biayai broker (pialang) b. Tidak ada pajak c. Tidak ada biaya kebangkrutan d. Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang sama seperti manajemen mengenai peluang investasi perusahaan dimasa mendatang e. EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan utang Menurut Brigham dan Houston (2001), meskipun beberapa dari asumsiasumsi ini terlihat tidak realistis, hasil-hasil MM yang tidak relevan sangat penting artinya. Dengan menunjukkan kondisi-kondisi di mana struktur modal tidak relevan, MM juga memberikan beberapa petunjuk kepada kita tentang apa yang diperlukan bagi struktur modal agar menjadi relevan sehingga akan mempengaruhi nilai suatu perusahaan.21 Hasil kerja MM menandai awal dari riset atas struktur modal modern, dan riset selanjutnya dipusatkan untuk melemahkan asumsi-asumsi MM dalam upaya mengembangkan teori struktur modal yang 20 Eugene F Brigham and Joel F Houston, Manajemen Keuangan (Jakarta: Erlangga, 2001), 21 Ibid., h.31 h.30 27 lebih realistis. Riset dalam bidang ini sangat luas, tetapi garis besarnya diringkaskan dalam bagian berikut:22 1) Efek Pajak MM menerbitkan makalah lanjutan pada tahun 1963 yang melemahkan asumsi tidak ada pajak perseroan. Peraturan perpajakan memperbolehkan pengurangan pembayaran bunga sebagai beban, tetapi pembayaran dividen kepada pemegang saham tidak dapat dikurangkan. Perlakuan yang berbeda ini mendorong perusahaan untuk menggunakan utang dalam struktur modal mereka. Sebenarnya, MM memperlihatkan bahwa jika semua asumsi yang lain berlaku, perbedaan perlakuan ini menyebabkan suatu situasi yang memerlukan pembelanjaan dengan 100 persen utang. Akan tetapi, kesimpulan ini diubah beberapa tahun kemudian oleh Merton Miller (kali ini tanpa Modigliani) ketika ia membahas efek dari pajak perorangan. Ia menyatakan bahwa semua penghasilan dari obligasi pada umumnya adalah bunga, yang dikenakan pajak sebagai penghasilan perorangan pada tarif yang mencapai 39,6 persen, sementara penghasilan dari saham biasanya sebagian berasal dari dividen dan sebagian dari keuntungan modal. Selanjutnya, keuntungan modal dikenakan pajak dengan tarif maksimum 28 persen, dan pajak ini ditangguhkan sampai saham itu terjual dan keuangan terealisasi. Jika saham itu ditahan sampai si pemilik meninggal, tidak ada pajak keuntungan modal apapun yang harus dibayar. Jadi, bila ditimbang, pengembalian atas saham 22 Ibid., h.32 28 biasa dikenakan pajak dengan tarif efektif yang lebih rendah daripada pengembalian atas utang. Karena situasi pajak ini, Miller berpendapat bahwa investor bersedia menerima pengembalian atas saham sebelum pajak yang relatif rendah dibandingkan dengan pengembalian atas obligasi sebelum pajak. Jadi, seperti yang dikemukakan Miller, dapat dikurangkannya bunga untuk tujuan pajak menguntungkan penggunaan pembiayaan dengan utang, tetapi perlakuan pajak yang lebih menguntungkan atas penghasilan dari saham menurunkan tingkat pengembalian yang diisyaratkan pada saham dan dengan demikian menguntungkan penggunaan pembelanjaan dengan ekuitas. 2) Efek Biaya Kebangkrutan Menurut Brigham dan Houston (2001), masalah yang berkait kebangkrutan semakin cenderung muncul apabila suatu perusahaan menyertakan lebih banyak utang dalam struktur modalnya. Karena itu, biaya kebangkrutan menghalangi perusahaan menggunakan utang yang berlebihan. Biaya yang terkait dengan kebangkrutan mempunyai dua komponen: probabilitas terjadinya dan biaya-biaya yang akan timbul bila kesulitan keuangan telah muncul. Perusahaan yang labanya lebih labil, bila semua hal lain sama, menghadapi peluang kebangkrutan yang lebih besar sehingga harus menggunakan lebih sedikit utang daripada perusahaan yang stabil.23 23 Ibid., h.33 29 3) Trade-Off Theory Argumen-argumen terdahulu mengarah pada perkembangan yang disebut dengan teori trade-off dari leverage, di mana perusahaan menyeimbangkan manfaat dari pendanaan dengan utang (perlakuan pajak perseroan yang menguntungkan) dengan suku bunga dan biaya kebangkrutan yang lebih tinggi.24 4) Teori Pengisyaratan Dalam bukunya yang berjudul Manajemen Keuangan, Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa MM mengasumsikan bahwa investor memiliki informasi yang sama mengenai prospek perusahaan seperti yang dimiliki para manajer, ini disebut kesamaan informasi (symmetric information). Akan tetapi, dalam kenyataannya manajer mempunyai informasi yang lebih baik daripada investor luar. Hal ini disebut ketidaksamaan informasi (asymmetric information) dan ini sangat berpengaruh terhadap keputusan struktur modal yang optimal.25 5. Faktor Penentu Struktur Modal Menurut Moeljadi penentuan struktur modal perlu mempertimbangkan beberapa hal, yang dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini:26 24 Ibid., h.33 Ibid., h.35 26 Mulyadi, Manajemen Keuangan: Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif (Malang: Banyumedia, 2006), h.274 25 30 a. Tujuan Perusahaan Jika tujuan manajer adalah memaksimumkan kemakmuran/kekayaan para pemegang saham, maka struktur modal yang optimal adalah yang dapat memaksimumkan nilai pasar perusahaan. Sedangkan apabila tujuan para manajer memaksimumkan keamanan pekerjaannya, maka struktur modal yang optimal terletak pada leverage rata-rata perusahaan lain dalam satu industri. b. Tingkat leverage perusahaan dalam satu industri c. Kemampuan dana intern Penentu utama dana intern adalah tingkat pertumbuhan pendapatan. Tingkat pertumbuhan pendapatan yang tinggi memungkinkan manajemen memperoleh dana yang lebih besar daripada laba ditahan yang akan mengurangi dana pinjaman. d. Pemusatan pemilikan dan pengendalian suara Apabila saham yang ada dalam perusahaan hanya dimiliki oleh sejumlah kecil pemilik, maka manajer akan segan untuk mengeluarkan saham baru. e. Batas kredit Usaha manajemen untuk menyesuaikan leverage dengan yang lain diinginkan dipengaruhi oleh sikap kreditor terhadap perusahaan tersebut. f. Ukuran Perusahaan Suatu perusahaan yang berukuran besar lebih mudah memperoleh pinjaman jika dibandingkan dengan perusahaan kecil. 31 g. Pertumbuhan aktiva perusahaan Pertumbuhan aktiva dapat dijadikan indikator bagi kesempatan pengembangan perusahaan pada waktu yang akan datang, sebab dapat memberikan gambaran bagi kebutuhan dana secara total dalam perusahaan tersebut. h. Stabilitas Earnings Berhubung variabilitas earnings dapat menjadi ukuran risiko bisnis suatu perusahaan, maka calon kreditor cenderung memberikan pinjaman kepada perusahaan yang mempunyai earnings yang relatif stabil. i. Biaya modal sendiri Karena biaya modal sendiri (cost of equity) dapat merefleksikan harga saham, maka turun naiknya harga saham akan menunjukkan harapan bagi equity financing yang murah/mahal yang dapat mengakibatkan dept financing menjadi kurang/lebih menarik. Perubahan harga saham akan mempunyai hubungan yang negatif dengan rasio leverage j. Biaya utang Jika biaya utang kd > rentabilitas aktiva re, maka penambahan utang akan membawa efek yang unfavourable bagi rentabilitas modal sendiri. k. Tarif pajak Karena pembayaran bunga merupakan tax-deductible bagi perusahaan, maka debt-financing akan lebih menarik daripada equity-financing. Dengan 32 demikian, tarif pajak dan rasio leverage dihipotesiskan mempunyai hubungan yang positif. l. Perkiraan tingkat inflasi Perkiraan tingkat inflasi akan mempengaruhi permintaan dan penawaran dan. Dalam keadaan inflasi yang tinggi, perusahaan lebih menyukai debtfinanciing. m. Kemapuan dana sumber utang Penawaran dana secara agregat terutama dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Berkurangnya ketersediaan dana ekstern mengakibatkan debtfinancing menjadi lebih mahal. n. Kebiasaan umum di pasar modal Kebiasaan yang kaku di pasar modal, misalnya investor yang hanya menyenangi surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh bank, perusahaan asuransi, dan public utility, akan menyulitkan perusahaan untuk segera mengubah struktur modalnya. o. Struktur aktiva Apabila komposisi aktiva suatu perusahaan bersifat capital-intensive, maka yang diutamakan adalah equity-financing. Artinya, modal pinjaman hanya merupakan pelengkap, terutama untuk memenuhi kebutuhan dana bagi modal kerja. 33 D. Manajemen Laba 1. Pengertian Manajemen Laba Menurut Sri Sulistyanto secara umum manajemen laba didefinisikan sebagai upaya menajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasiinformasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Istilah intervensi dipakai sebagai dasar sebagian pihak untuk menilai manajemen laba sebagai kecurangan. Sementara pihak lain tetap menganggap aktivitas rekayasa manajerial ini bukan sebagai kecurangan. Alasannya, intervensi itu dilakukan manajer perusahaan dalam kerangka standar akuntansi, yaitu masih menggunakan metode dan prosedur akuntansi yang diterima dan diakui secara umum.27 Menurut Healy and Wahlen, manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan keputusan tertentu dalam laporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan sehingga menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporakan dalam laporan keuangan.28 27 Sri Sulistyanto, Manajemen Laba: Teori dan Model Empiris (Jakarta: Grasindo, 2008), h.6 P.M. Healy and J.M. Wahlen, “A Review of The Earnings Management Literature and its implication for standard setters”, Accounting Horizons Vol. 13 No. 4 (Dec 1999), h.368 28 34 2. Motivasi Manajemen Laba. Secara umum terdapat beberapa hal yang memotivasi individu atau badan usaha melakukan tindakan creative accounting atau manajemen laba, yaitu:29 a. Motivasi Bonus. Dalam sebuah perjanjian bisnis, pemegang saham akan memberikan sejumlah insentif dan bonus sebagai feedback atau evaluasi atas kinerja manajer dalam menjalankan operasional perusahaan. Insentif ini diberikan dalam jumlah relatif tetap dan rutin. Sementara, bonus yang relatif lebih besar nilainya hanya akan diberikan ketika kinerja manajer berada di area pencapaian bonus yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Kinerja manajer salah satunya diukur dari pencapaian laba usaha. Pengukuran kinerja berdasarkan laba dan skema bonus tersebut memotivasi para manajer untuk memberikan performa terbaiknya sehingga tidak menutup peluang mereka melakukan tindakan manajemen laba agar dapat menampilkan kinerja yang baik demi mendapatkan bonus yang maksimal. b. Motivasi Utang. Selain melakukan kontrak bisnis dengan pemegang saham, untuk kepentingan ekspansi perusahaan, manajer seringkali melakukan beberapa kontrak bisnis dengan pihak ketiga, dalam hal ini adalah kreditor. Agar kreditor mau menginvestasikan 29 dananya di perusahaan, tentunya manajer harus Dedhy Sulistiawan, Yeni Januarsi dan Liza Alvia, Creative Accounting–Mengungkap Manajemen Laba dan Skandal Akuntansi (Jakarta: Salemba Empat, 2011), h.31 35 menunjukkan performa yang baik dari perusahaannya. Untuk memperoleh hasil maksimal, yaitu pinjaman dalam jumlah besar, perilaku kreatif dari manajer untuk menampilkan performa yang baik dari laporan keuangannya pun seringkali muncul. c. Motivasi Pajak. Tindakan manajemen laba tidak hanya terjadi pada perusahaan go public dan selalu untuk kepentingan harga saham, tetapi juga untuk kepentingan perpajakan. Kepentingan ini didominasi oleh perusahaan yang belum go public. Perusahaan yang belum go public cenderung melaporkan dan menginginkan untuk menyajikan laporan laba fiskal yang lebih rendah dari nilai yang sebenarnya. Kecenderungan ini memotivasi manajer untuk bertindak kreatif melakukan tindakan manajemen laba agar seolah-olah laba fiskal yang dilaporkan memang lebih rendah tanpa melanggar aturan dan kebijakan akuntansi perpajakan. d. Motivasi Initial Public Offering (IPO). Motivasi ini banyak digunakan oleh perusahaan yang akan go public ataupun sudah go public. Perusahaan yang akan go public akan melakukan penawaran saham perdananya ke publik atau lebih dikenal dengan istilah Initial Public Offering (IPO) untuk memperoleh tambahan modal usaha dari calon investor. Begitupun dengan perusahaan yang sudah go public untuk kelanjutan dan ekspansi usahanya. 36 e. Motivasi Pergantian Direksi. Praktik manajemen laba biasanya terjadi pada sekitar periode pergantian direksi atau chief executive officer (CEO). Menjelang berakhirnya masa jabatan, direksi cenderung bertindak kreatif dengan memaksimalkan laba agar performa kerjanya tetap terlihat baik pada tahun terakhir ia menjabat. Motivasi utama yang mendorong hal tersebut adalah untuk memperoleh bonus yang maksimal pada akhir masa jabatannya. f. Motivasi Politis. Motivasi ini biasanya terjadi pada perusahaan besar yang bidang usahanya banyak menyentuh masyarakat luas, seperti perusahaan-perusahaan strategis semisal perminyakan, gas, listrik, dan air. Demi menjaga tetap mendapatkan subsidi, perusahaan-perusahaan tersebut cenderung menjaga posisi keuangannya dalam keadaan tertentu sehingga prestasi atau kinerjanya tidak terlalu baik karena jika sudah baik, kemungkinan besar subsidi tidak lagi diberikan. Dari penjelasan di atas terdapat beberapa motivasi yang mendorong terjadinya manajemen laba, namun yang sejalan dengan penelitian ini yaitu ditinjau dari motivasi perpajakan (taxation motivations). Scott mengemukakan bahwa motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Namun demikian, kewenangan pajak cenderung untuk memaksakan aturan akuntansi pajak sendiri untuk menghitung pendapatan kena pajak. Seharusnya secara umum perpajakan tidak mempunyai peran besar dalam keputusan manajemen laba. Intinya 37 manajer termotivasi melakukan manajemen laba untuk menurunkan laba demi mengurangi beban pajak yang harus dibayar.30 3. Pola Manajemen Laba Menurut Scott ada empat pola manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan yaitu:31 1. Taking a bath Manajemen laba dengan pola taking a bath biasanya dilakukan ketika perusahaan melakukan reorganisasi termasuk saat pergantian CEO. Taking a bath dilakukan dengan melaporkan rugi yang besar pada periode sekarang. 2. Income Minimization Income minimization adalah pola manajemen laba yang serupa dengan taking a bath namun dalam bentuk yang tidak terlalu ekstrim. Income minimization dilakukan dengan memilih kebijakan yang dapat meminimalkan laba seperti penghapusan beberapa aset dan intangible asset, beban pemasaran, dan beban R&D. 3. Income Maximization Manajer melakukan income maximization dengan tujuan untuk meningkatkan laba perusahaan agar bisa mencapai bogey dalam skema bonus. Namun 30 William R. Scott, Financial Accounting Theory (Toronto Ontaria: Pearson, 2012), h.432-435 William R. Scott, Financial Accounting Theory, 3rd edition (Prentice Hall: United States of America, 2003), h.383 31 38 income maximization yang dilakukan akan berhenti ketika sudah mencapai cap yang ada dalam skema bonus. 4. Income Smoothing Income smoothing mungkin adalah pola yang paling menarik dalam manajemen laba. Manajer akan melakukan income smoothing diantara bogey dan cap. Skema bonus memberikan insentif bagi manajemen untuk mempertahankan laba di antara bogey dan cap. 4. Teknik Manajemen Laba Manajemen laba dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu:32 1) Perubahan metode akuntansi Manajemen mengubah metode akuntansi yang berbeda dengan metode sebelumnya sehingga dapat menaikkan atau menurunkan angka laba. Metode akuntansi memberikan peluang bagi manajemen untuk mencatat suatu fakta tertentu dengan cara yang berbeda, misalnya: a) Mengubah metode depresiasi aktiva tetap dari metode jumlah angka tahun (sum of the year digit) ke metode depresiasi garis lurus (straight line) b) Mengubah periode depresiasi 2). Memainkan kebijakan perkiraaan akuntansi 32 Asyik dan Soelistyo, “Kemampuan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Laba: Penetapan Rasio Keuangan Sebagai Discriminator”, Jurnal riset akuntansi Indonesia. Vol.15 No. 33 (Juli, 2000), h.23. 39 Manajemen mempengaruhi laporan keuangan dengan cara memainkan kebijakan perkiraan akuntansi. Hal tersebut memberikan peluang bagi manajemen untuk melibatkan subyektifitas dalam menyusun estimasi, misalnya: a) Kebijakan mengenai perkiraan jumlah piutang tidak tertagih b) Kebijakan mengenai perkiraan biaya garansi c) Kebijakan mengenai perkiraan terhadap proses pengadilan yang belum terputuskan. 3). Menggeser periode biaya atau pendapatan Manajemen menggeser periode biaya atau pendapatan atau sering disebut manipulasi keputusan operasional, misalnya: a) Mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai periode akuntansi berikutnya. b) Mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya. c) Kerjasama dengan vendor untuk mempercepat atau menunda pengiriman tagihan sampai periode akuntansi berikutnya. d) Menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba. e) Mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak terpakai. 40 5. Teknik Pendeteksian Manajemen Laba Pada penelitian skripsi ini, manajemen laba dideteksi dengan menggunakan discretionary accrual yang diukur menggunakan model yang dikembangkan oleh Friedlan (1994).33 Secara umum penelitian tentang manajemen laba menggunakan pengukuran berbasis akrual dalam mendeteksi ada tidaknya manipulasi. Salah satu kelebihan dalam pendekatan total accrual adalah pendekatan tersebut berpotensi untuk dapat mengungkapkan cara-cara untuk menurunkan atau menaikkan laba, karena cara-cara tersebut kurang mendapat perhatian untuk diketahui pihak luar. Total Accrual dalam perhitungan laba terdiri atas nondiscetionary dan discretionary accrual, nondiscretionary accrual merupakan komponen akrual yang terjadi secara alami atau wajar seiring dengan perubahan aktivitas perusahaan. Sedangkan discretionary accrual merupakan komponen akrual yang berasal dari rekayasa manajemen (earnings management).34 Sesuai penelitian yang dilakukan oleh Gumanti (2000),35 umumnya poin awal dalam pengukuran discretionary accruals adalah total accruals, dimana total accruals tersebut terdiri dari komponen non discretionary accruals dan discretionary accruals. Selanjutnya model yang dikembangkan Friedlan (1994) digunakan untuk mengukur discretionary accruals. 33 Freidlan J. M. 1994. Accounting Choice of Issuers of Initial Public Offerings. Contemporary Accounting Research 11 (1) (1994): 1-31. 34 Veronica dan Bachtiar, Y. S. Good Corporate Governance Information Asymetry and Earnings Management. (Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar, 2004) 35 Tatang Ari Gumanti. Earnings Management: Suatu Telaah Pustaka, Jurnal Akuntansi dan Keuangan. 2 (2) (2000): 104-115 41 Model pengukuran atas discretionary accruals pada penelitian ini dijelaskan dengan formula sebagai berikut: TA = NOI - CFO Keterangan : TA = Total Accruals NOI = Net Operating Income CFO = Cash Flow Operting Activities. Kemudian akan diukur nilai discretionary accruals dengan menggunakan persamaan : DACpt = (TApt/SALEpt) – (TApd/SALEpd) Keterangan : DACpt = discretionary accrual periode tes TApt = total accruals periode tes SALEpt = penjualan periode tes TApd = total accruals periode dasar SALEpd = penjualan periode dasar Didalam melakukan pendeteksian adanya manipulasi laba, pada umumnya akan ditemukan dua jenis discretionary accruals, yaitu discretionary accruals negatif 42 dan positif.36 discretionary accruals positif mencerminkan manipulasi yang dilakukan manajer dengan pola income increasing, sedangkan negatif akan menunjukkan manipulasi income decreasing, bentuk-bentuk discretionary accruals tersebut disesuaikan dengan motivasi yang dilakukan oleh manajer. E. Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan Pengertian Pajak penghasilan adalah, pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subyektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.37 Dasar hukum pajak penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tanggal 23 September 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 4893, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985) yang merupakan perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tanggal 31 Desember 1983 Tentang PPh, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263.38 36 Saiful, “Hubungan manajemen laba (earnings management) dengan kinerja operasi dan return saham di sekitar IPO”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 7 (3, 2004). h.316-332. 37 Erly Suandy, Perpajakan, edisi kedua, cetakan kedua (Jakarta: Salemba Empat, 2010), h.81 38 Diaz Priantara, Perpajakan Indonesia, Edisi kedua (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h.171 43 2. Subjek Pajak Penghasilan Secara umum pengertian subjek adalah siapa yang dikenakan pajak. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan, yang menjadi subjek pajak penghasilan adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan dan bentuk usaha tetap (BUT). Penjelasan dari masing-masing subjek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:39 a. Orang pribadi Kedudukan orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak Dalam hal ini, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukkan warisan tersebut dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan, demikian juga dengan tindakan penagihan selanjutnya. 39 Endah Nilam Rahmadani, “Analisis Pengaruh Struktur Modal Terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang,” (Skripsi.Fakultas Ekonomi dan Bisnis: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010), h.15-18 44 c. Badan Pengertian Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi, Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, firma, kongsi, koperasi, yayasan, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya. d. Bentuk Usaha Tetap (BUT) Yang dimaksud dengan BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang berupa: 1) Tempat kedudukan manajemen 2) Cabang perusahaan 3) Kantor perwakilan 4) Gedung kantor 5) Pabrik 6) Bengkel 45 7) Pertambangan dan penggalian sumber alam wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan. 8) Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan dan kehutanan 9) Proyeksi konstruksi instalasi atau proyek perakitan 10) Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas 11) Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia. Sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-undang PPh, subjek pajak dalam PPh terdiri dari subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Kedua jenis subjek pajak tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a. Subjek pajak dalam negeri Yang dimaksud subjek pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang secara fisik memang berada atau bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan berikut: 1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. 2) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. 3) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. 46 b. Subjek pajak luar negeri sedangkan yang menjadi subjek pajak luar negeri adalah: 1) Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia. 2) Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. 3. Objek Pajak Penghasilan Dalam peraturan perpajakan yang dimaksud dengan objek pajak yaitu sesuatu yang dapa dikenakan pajak. Objek PPh adalah penghasilan. Pengertian penghasilan menurut undang-undang PPh adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari 47 luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.40 Dari mekanisme aliran pertambahan kemampuan ekonomis, penghasilan yang diterima oleh wajib pajak dapat dikategorikan atas empat sumber, yaitu: a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan berdasarkan hubungan kerja dan pekerjaan bebas. b. Penghasilan dari usaha dan kegiatan c. Penghasilan dari modal d. Penghasilan lain-lain, seperti hadiah, pembebasan hutang dan lain sebagainya. Berdasarkan empat kategori di atas, sesuai dengan pasal 4 ayat (1) Undangundang PPh telah diberikan uraian mengenai objek PPh antara lain: a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang PPh. b. Hadiah dari undian, pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan. c. Laba usaha. d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: 40 Ibid., h.19 48 1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal. 2. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota. 3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha. 4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh menteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya. f. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian hutang. g. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. h. Royalti. i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. 49 k. Keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. m. Selisish lebih karena penilaian kembali aktiva. n. Premi asuransi. o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, sepanjang iuran tersebut ditentukan berdasarkan volume kegiatan usaha atau pekerjaan bebas anggotanya. p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. 4. Tarif Wajib Pajak Badan Sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008, tarif PPh untuk WP Badan terdiri dari 3 (tiga) tarif, yaitu tarif sesuai Pasal 17 ayat (2a) UU PPh, tarif sesuai Pasal 17 ayat (2b) UU PPh, dan tarif sesuai Pasal 31E UU PPh.41 a. Tarif Pasal 17 Ayat (2a) UU PPh Besarnya tarif PPh adalah 25% (dua puluh lima persen) dan sudah diberlakukan sejak Tahun Pajak 2010. Tarif PPh ini adalah tarif umum yang berlaku 41 Ferry Aditama dan Anna Purwaningsh, “Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Non Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia” (Jurnal, Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta), h.7-8 50 bagi semua WP Badan, khususnya WP Badan yang tidak memenuhi syarat Pasal 17 ayat (2b) maupun Pasal 31E UU PPh. b. Tarif Pasal 17 Ayat (2b) UU PPh Bagi WP Badan berbentuk Perseroan Terbuka (Tbk atau go public), mendapat pengurangan tarif sebesar 5% (lima persen) dari tarif normal atau dengan kata lain mulai Tahun Pajak 2010, tarif untuk WP Badan yang sudah go public adalah 20% (dua puluh persen). WP Badan yang berhak mendapat penurunan atau pengurangan tarif PPh ini adalah WP Badan yang sudah go public dengan kriteria sebagai berikut: 1) Saham diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. 2) Jumlah saham yang dilempar ke publik minimal 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan saham yang disetor dan saham tersebut dimiliki oleh minimal 300 pihak (pemegang saham) baik orang pribadi ataupun badan. 3) Masing-masing pihak (pemegang saham) hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% (lima persen) dari keseluruhan saham yang disetor. Kondisi yang disebutkan pada kedua poin terakhir tersebut harus dipenuhi dalam jangka waktu paling singkat 6 (enam) bulan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun pajak. Jika salah satu dari ketiga kriteria tersebut di atas tidak terpenuhi, maka WP Badan tersebut harus menggunakan tarif PPh yang ditetapkan dalam Pasal 17 ayat (2a) UU PPh, yaitu sebesar 25% (dua puluh lima persen). 51 c. Tarif Pasal 31E UU PPh. Besarnya tarif PPh menurut pasal ini adalah 50% (lima puluh persen) dari tarif umum yang disebutkan pada Pasal 17 ayat (1) huruf b atau Pasal 17 ayat (2b) UU PPh. Dengan kata lain, ada diskon tarif PPh sehingga tarif yang dikenakan kepada WP Badan yang memenuhi syarat hanya sebesar 14% (untuk tahun pajak 2009) atau 12,5% (mulai tahun pajak 2010). WP Badan yang berhak mendapatkan fasilitas ini adalah WP Badan yang jumlah peredaran brutonya dalam satu Tahun Pajak tidak lebih dari Rp 50 milyar. Cara penghitungannya dapat dilihat pada memori penjelasan Pasal 31E UU PPh. Menurut penegasan dalam poin 2.c. Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor SE 66/PJ./2010 tanggal 24 Mei 2010, yang dimaksud dengan ‘peredaran bruto’ adalah penghasilan yang berasal dari kegiatan usaha, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sebelum dikurangi dengan biaya fiskal. F. Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis Penelitian 1. Long Term Debt to Asset Ratio terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang Long Term Debt to Asset Ratio adalah rasio yang mengukur seberapa besar jumlah aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang jangka panjang. Aktiva didanai dari dua sumber, yaitu dari investor dan kreditor. Penggunaan hutang oleh perusahaan akan menimbulkan biaya bunga yang harus dibayarkan secara periodik kepada kreditur atau investor obligasi. Peraturan perpajakan 52 memperlakukan biaya bunga sebagai bagian dari biaya usaha. Oleh karena itu, semakin besar bunga hutang perusahaan maka pajak yang terutangnya akan menjadi lebih kecil karena bertambahnya unsur biaya usaha. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 6 ayat (1) a UU Nomor 17 tahun 2000 yang menyatakan bahwa biaya bunga dapat menjadi unsur pengurang penghasilan kena pajak. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Endah Nilam Rahmadani (2010) tentang pengaruh Long Term Debt to Asset Ratio terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang, menunjukkan semakin besar rasio Long Term Debt to Asset Ratio maka akan menurunkan jumlah Pajak Penghasilan Badan Terutang. Berdasarkan keterkaitan antar variabel Long Term Debt to Asset Ratio terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang maka hipotesis yang akan diajukan yaitu: Ha1 : Long Term Debt to Asset Ratio berpengaruh signifikan terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang. 2. Debt to Equity Ratio terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang Debt to Equity Ratio adalah perbandingan rasio total hutang dengan ekuitas yang didefinisikan sebagai proporsi penggunaan total hutang dengan modal sendiri (ekuitas) dalam kebijakan struktur modal perusahaan. Semakin tinggi rasio berarti semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham. Peraturan Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia membedakan perlakuan biaya bunga pinjaman dengan pengeluaran deviden, bahwa bunga pinjaman dapat dikurangkan sebagai biaya (Tax deductible) sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Nomor 17 tahun 2000 sedangkan pengeluaran deviden tidak dapat 53 dikurangkan sebagai biaya (Non-Tax deductible) sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf a UU Nomor 17 tahun 2000. Pendanaan yang dominan berasal dari hutang akan menimbulkan biaya berupa bunga hutang yang tinggi, yang tentunya hal ini akan berdampak pula pada besaran pajak perusahaan. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Endah Nilam Rahmadani (2010) tentang pengaruh Debt to Equity Ratio terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang yang menunjukkan hasil bahwa Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan positif terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulianti tentang pengaruh Debt to Equity Ratio terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang yang menunjukkan bahwa Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan negatif terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang, yang berarti semakin besar Debt to Equity Ratio maka akan menurunkan jumlah Pajak Penghasilan Badan Terutang. Berdasarkan keterkaitan antar variabel Debt to Equity Ratio terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang maka hipotesis yang akan diajukan yaitu: Ha2 : Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang. 3. Manajemen Laba terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang Manajemen laba adalah upaya untuk mengubah, menyembunyikan dan merekayasa angka-angka dalam laporan keuangan dengan memainkan metode 54 dan prosedur akuntansi yang digunakan perusahaan.42. Perpajakan dapat menjadi motivasi bagi manajer untuk melakukan manajemen laba, yaitu dengan cara memperkecil taxable income dalam rangka mengurangi pajak.43 Berbagai metode akuntansi digunakan pihak manajemen dalam rangka penghematan pajak.44 Penelitian yang dilakukan oleh Chandra Yuliana (2011) menunjukkan hasil bahwa motivasi pajak mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba. Berdasarkan keterkaitan antar variabel Manajemen Laba terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang maka hipotesis yang akan diajukan yaitu: Ha3 : Manajemen Laba berpengaruh signifikan terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang. 42 Sri Sulistyanto, Manajemen Laba - Teori dan Model Empiris (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h.15 43 William R Scoot, Financial Accounting Theory 2nd Edition. (Scarrborough Ontario: Prentice Hall Canada Inc, 2000), h.361 44 Ibid., h.359 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-analitis dengan pendekatan kuantitatif. Deskristif-analitis adalah analisis yang ditujukan untuk menguji hipotesis-hipotesis dan mengadakan interpretasi yang lebih dalam tentang hubungan-hubungan, sedangkan jenis penelitiannya adalah deskriptif dan verifikatif.1 Penelitian deskriptif dilakukan untuk mengetahui variasi besaran tingkat struktur modal, manajemen laba dan pajak penghasilan badan terutang pada perusahaan yang bergerak di sektor property dan real estate yang tergolong sebagai emiten yang mengeluarkan Daftar Efek Syariah (DES) periode pelaporan keuangan tahun 2013-2014. Sedangkan penelitian verifikatif dilakukan untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah, yaitu bagaimana pengaruh struktur modal (Long Term Debt to Assets Ratio & Debt to Equity Ratio) dan manajemen laba secara parsial maupun secara simultan terhadap pajak penghasilan badan terutang perusahaan yang tergolong emiten syariah sektor properti dan real estate periode 2013-2014 berturut-turut. 1 Mohammad Nazir, Metode Penelitian, Cetakan Kelima (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999), h.105 55 56 B. Metode Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan penerbit saham syariah pada sektor property dan real estate yang termasuk dalam Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2013-2014. Sampel penelitian ditarik menggunakan teknik non-probability sampling atau penarikan sampel secara tak acak dengan prosedur judgment / purposive sampling. Kriteria penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan penerbit Daftar Efek Syariah pada sektor property dan real estate di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2014. 2. Perusahaan konsisten termasuk dalam kategori penerbit Daftar Efek Syariah selama periode penelitian tahun 2013-2014 sesuai surat keputusan yang diterbitkan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang Daftar Efek syariah. 3. Perusahan sampel menerbitkan laporan keuangannya secara lengkap beserta data yang dibutuhkan penulis selama periode penelitian tahun 2013-2014 dan bisa diakses melalui website www.idx.co.id Bursa Efek Indonesia. 57 Tabel 3.1 Kriteria Pemilihan Sampel Keterangan Jumlah Perusahaan penerbit Daftar Efek Syariah (DES) sektor property dan real estate di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2013-2014. 45 Pelanggaran Kriteria 1 Perusahaan tidak konsisten termasuk dalam kategori penerbit Daftar Efek Syariah selama periode penelitian tahun 2013-2014 sesuai (7) surat keputusan yang diterbitkan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang Daftar Efek syariah. Pelanggaran Kriteria 2 Perusahan sampel menerbitkan laporan keuangannya secara lengkap beserta data yang dibutuhkan penulis selama periode penelitian (6) tahun 2013-2014 dan bisa diakses melalui website www.idx.co.id Bursa Efek Indonesia. Jumlah Sampel Terseleksi yang Digunakan 32 Sumber: Data diolah penulis, 2015. Berdasarkan kriteria penentuan sampel tersebut, diperoleh data sebagai berikut: 58 Tabel 3.2 Daftar Sampel Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Properti dan Real Estate Tahun 2013-2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Nama Perusahaan PT Agung Podomoro Land Tbk. PT Alam Sutera Realty Tbk. PT Bekasi Asri Pemula Tbk PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk. PT Bhuwanatala Indah Permai Tbk. PT Bukit Darmo Property Tbk. PT Sentul City Tbk. PT Bumi Serpong Damai Tbk. PT Cowell Development Tbk. PT Ciputra Development Tbk. PT Ciputra Property Tbk. PT Ciputra Surya Tbk. PT Duta Anggada Realty Tbk. PT Intiland Development Tbk. PT Duta Pertiwi Tbk. PT Bakrieland Development Tbk. PT Megapolitan Development Tbk. PT Fortune Mate Indonesia Tbk. Gowa Makassar Tourism PT Development Tbk. 20 PT Jaya Real Property Tbk. 21 PT Kawasan Industri Jababeka Tbk. 22 PT Lamicitra Nusantara Tbk. 23 PT Lippo Cikarang Tbk. 24 PT Lippo Karawaci Tbk. 25 PT Modernland Realty Tbk. 26 PT Metropolitan Land Tbk. 27 PT Nirvana Development Tbk. 28 PT Pakuwon Jati Tbk. 29 PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk. 30 PT Pikko Land Development Tbk. 31 PT Danayasa Arthatama Tbk. 32 PT Summarecon Agung Tbk. Total 32 Sampe Perusahaan Sumber: Data Diolah dari website www.idx.co.id Kode Perusahaan APLN ASRI BAPA BEST BIPP BKDP BKSL BSDE COWL CTRA CTRP CTRS DART DILD DUTI ELTY EMDE FMII GMTD JPRT KIJA LAMI LPCK LPKR MDLN MTLA NIRO PWON RBMS RODA SCBD SMRA 59 C. Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara yang dicatat oleh pihak lain. Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam data dokumenter yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.2 Peneliti memperoleh data-data penelitian yang bersumber dari: 1. Penelitian pustaka (library research) Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti melalui buku, artikel, jurnal, laporan penelitian, tesis, internet dan perangkat lain yang berkaitan dengan penelitian ini. 2. Penelitian lapangan (field research) Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari laporan keuangan perusahaan penerbit daftar efek syariah sektor property dan real estate di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2014. D. Operasional Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat satu variabel dependen (Y) dan dua variabel independen (X) yang akan diuji dengan menggunakan teknik regresi linier berganda. 2 Nur Indriantoro dan Babang Suparno, Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama (Yogyakarta: Lembaga Penerbit BPFE, 2002), h. 147. 60 1. Dependent Variabel (Y) Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen. Dalam penelitian ini Pajak Penghasilan (PPh) Badan Terutang merupakan variabel dependen. Pajak Penghasilan (PPh) Badan Terutang adalah pajak yang dikenakan terhadap laba yang dihasilkan atau diperoleh perusahaan dalam satu tahun pajak. Dengan kata lain, PPh Badan Terutang adalah laba fiskal yang sudah direkonsiliasikan fiskal dikali dengan tarif PPh Badan Terutang. Dalam laporan keuangan PPh Badan terutang sering disebut dengan beban pajak kini (Current Tax Expense). 2. Independent Variabel (X) Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen (variabel terikat). Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel independen yaitu sebagai berikut: a. Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR) = X1 Merupakan rasio hutang jangka panjang dengan aset yaitu bahwa pendanaan perusahaan untuk membeli aset menggunakan hutang jangka panjang nya. Rasio ini diperoleh dengan membandingkan jumlah hutang jangka panjang dengan total aset.3 3 = Agnes Sawir, Analisis Kinerja dan Perencanaan Keuangan Perusahaan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2003), h.10 61 b. Debt to Equity Ratio (DER) = X2 Merupakan rasio hutang dengan ekuitas yang didefinisikan sebagai proporsi penggunaan total hutang dengan modal sendiri dalam kebijakan struktur modal perusahaan. Setelah semua data perusahaan yang dijadikan sampel terkumpul, selanjutnya adalah menghitung besarnya Debt to Equity Ratio dengan rumus: = c. Manajemen Laba = X3 Pendekatan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan pendekatan model Friedlan (1994)4, discretionary accrual merupakan perbedaan antara total accruals pada periode yang diuji yang distandarisasi dengan penjualan pada periode yang diuji dan total accruals pada periode dasar yang distandarisasi dengan penjualan pada periode dasar. Secara sistematis, total accruals itu sendiri merupakan selisih antara laba bersih operasi (net operating income) dengan aliran kas dari aktivitas operasi (cash flow operating activities), dalam menghitung total accrual menggunakan rumus sebagai berikut : 4 Friedlan, J.M “Accounting Choices of Issuer of Initial Public Offering”. Contemporary Accounting Research, 11 (1, 1994) 62 TA = NOI - CFO Keterangan : TA = Total Accruals NOI = Net Operating Income CFO = Cash Flow Operting Activities. Kemudian akan diukur nilai discretionary accruals dengan menggunakan persamaan : DACpt = (TApt/SALEpt) – (TApd/SALEpd) Keterangan : DACpt = discretionary accrual periode tes TApt = total accruals periode tes SALEpt = penjualan periode tes TApd = total accruals periode dasar SALEpd = penjualan periode dasar Di dalam melakukan pendeteksian adanya manipulasi laba, pada umumnya akan ditemukan dua jenis discretionary accruals, yaitu discretionary accruals 63 negative dan positif.5 discretionary accruals positif mencerminkan manipulasi yang dilakukan manajer dengan pola income increasing, sedangkan negative akan menunjukkan manipulasi income decreasing, bentuk-bentuk discretionary accruals tersebut disesuaikan dengan motivasi yang dilakukan oleh manajer. E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan perhitungan statistik yaitu dengan penerapan Statistical Product and Services Solutions (SPSS) for windows 22.0. setelah data-data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul, langkah selanjutnya yaitu melakukan analisis data yang terdiri dari metode statistik deskriptif, uji asumsi klasik dan uji hipotesis. Adapun penjelasan mengenai metode analisis data tersebut adalah sebagai berikut: 1. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata, standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi). Statistik deskriptif mendeskripsikan data menjadi sebuah informasi yang lebih jelas dan mudah dipahami. Statistik deskriptif digunakan untuk mengembangkan profil 5 Saiful, “Hubungan manajemen laba (earnings management) dengan kinerja operasi dan return saham di sekitar IPO”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 7 (3, 2004). h.316-332. 64 perusahaan yang menjadi sampel. Statistik deskriptif berhubungan dengan pengumpulan dan peningkatan data, serta penyajian hasil peningkatan tersebut.6 2. Uji Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik yang digunakan atas data sekunder dalam penelitian ini meliputi uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi yang secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak. Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik.7 Uji kolmogorov-smirnov merupakan salah satu bagian dari uji statistik. Uji kolmogorov-smirnov dapat dijadikan petunjuk apakah suatu data terdistribusi normal atau tidak. Pada uji kolmogorov-smirnov, jika tingkat signifikan dibawah 0,05, maka data yang diuji memiliki perbedaan yang signifikan dengan data normal baku sehingga data yang 6 Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi 5 (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011), h.19 7 Ibid., h.160. 65 diuji tidak berdistribusi normal. Sebaliknya jika tingkat signifikansi di atas 0,05, maka data yang diuji memiliki distribusi normal.8 b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Pada model regresi yang baik seharusnya antar variabel independen tidak terjadi korelasi. Pengujian ini menggunakan matrik korelasi antar variabel bebas untuk melihat besarnya korelasi antar variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel tersebut tidak ortogonal atau terjadi kemiripan. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen bernilai nol. Variabel ortogonal adalah variabel independen sama dengan nol. Dalam kata lain, jika terjadi korelasi maka dinamakan problem multikolinearitas (multikol).9 Pada kasus multikolinearitas serius, koefisien regresi tidak lagi menunjukkan pengaruh murni dari variabel independen dalam model. Pendeteksian multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan tolerance value dan variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiapvariabel independen yang dijelaskan oleh variabel 8 9 Ibid., h. 165. Ibid., h. 105. 66 independen lainnya. Jika nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinearitas. c. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varience dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya yaitu SRESID.10 Jika tidak terdapat pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan antara satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik 10 Ibid., h.139 67 adalah yang bebas dari autokorelasi.11 Jika dalam model regresi terjadi autokorelasi yang kuat maka dapat menyebabkan dua variabel yang tidak berhubungan menjadi berhubungan, biasa disebut spourious regresioan. Hal ini dapat terlihat dari R2. Cara untuk mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan menggunakan Durbin Watson Test (D-W). Dasar pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi dalam model regresi adalah sebagai berikut:12 1. Bila nilai D-W terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4-du) maka koefisien autokorelasi = 0, berarti tidak ada autokorelasi. 2. Bila nilai D-W lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound (dl) maka koefisien autokorelasi > 0, berarti ada autokorelasi positif. 3. Bila nilai D-W lebih besar dari (4-dl) maka koefisien autokorelasi < 0, berarti ada autokorelasi negatif. 4. Bila nilai D-W terletak antara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau D-W terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan. Dalam hal pengujian autokorelasi selain dengan menggunakan uji Durbin-Watson, untuk memperkuat hasil yang lebih akurat terkait 11 12 Ibid., h.110 Ibid., h.111 68 masalah autokorelasi, penulis juga menggunakan uji Run test. Run test sebagai bagian dari statistik non-parametrik dapat digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi atau tidak. Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Run test digunakan untuk melihat apakah residual terjadi secara random atau tidak. Uji run test akan memberikan kesimpulan yang lebih pasti jika terjadi masalah pada Durbin-Watson Test ketika nilai d terletak antara d L dan d U atau d diantara (4-dU) dan (4-dL) yang akan menyebabkan pengujian autokorelasi tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti atau pengujian tidak meyakinkan jika menggunakan DW test. Sebuah penelitan dikatakan bebas masalah autokorelasi jika hasil run test menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0.05, yang berarti bahwa data yang dipergunkan cukup random sehingga tidak terdapat masalah autokorelasi pada data yang diuji.13 3. Analisis Regresi Berganda Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model regresi berganda. Model regresi berganda bertujuan untuk memprediksi besar variabel dependen dengan menggunakan data variabel dependen yang sudah diketahui 13 M Nashihun Ulwan, “Mendeteksi Autokorelasi dengan Run Test”, artikel diakses pada 23 Juni 2015 dari http://www.portal-statistik.com/2014/05/mendeteksi-autokorelasi-dengan-run-test.html. 69 besarnya.14 Model regresi berganda umumnya digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen dengan skala pengukuran interval atau rasio dalam suatu persamaan linear.15 Pengujian hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah model persamaan regresi linier berganda. Adapun variabel independen terdiri dari Struktur Permodalan yang diproksikan dengan Debt to Equity Ratio & Debt to Asset Ratio dan Manajemen Laba yang dihitung melalui pendekatan model Friedlan (1994). Sedangkan variabel dependennya adalah Pajak Penghasilan (PPh) Badan Terutang. Persamaan regresi yang diinterpretasikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Y = a + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + e Dimana : Y = PPh Badan Terutang a = Konstanta β1, β2, β2 = Koefisien Regresi X1 = Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR) X2 = Debt to Equity Ratio (DER) X3 = Manajemen Laba e = error 14 Singgih Santosa, Statistik Parametrik Konsep dan Aplikasi dengan SPSS, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2010), h.163. 15 Nur Indriantoro dan Bambang Sopumo, Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2002), h. 211. 70 4. Uji Hipotesis Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fitnya. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai koefisien determinasi (R2), uji statistik F dan statistik t. a. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) menunjukkan seberapa besar persentase variasi variabel independen yang digunakan dalam model mampu menjelaskan variasi variabel dependen.16 Uji ini digunakan untuk menjelaskan besarnya besarnya kontribusi atau pengaruh variabel independen long term debt to asset ratio, debt to equity ratio dan manajemen laba terhadap variabel dependen pajak penghasilan badan terutang. Besarnya koefisien determinasi dilihat dari nilai Adjusted R-Squared (R2) pada koefisien regresinya. b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Pengujian ini untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap perubahan nilai variabel dependen. Untuk itu perlu dilakukan uji F atau ANOVA yang dilakukan dengan membandingkan tingkat signifikansi yang ditetapkan untuk penelitian dengan probability value dari hasil penelitian.17 16 Duwi Priyatno. Belajar Cepat Olah Data Statistik dengan SPSS, (Yogyakarta: Andi, 2010), h.66 17 Imam Ghozali, Aplikasi Multivariate dengan Program SPSS, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2009), h.127 71 Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Untuk menguji kedua hipotesis ini digunakan uji statistik F: 1) Taraf signifikansi α = 0,05 2) Kriteria pengujian dimana Ha diterima apabila p value < α dan Ha ditolak apabila p value > α c. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Menurut Imam Ghozali, uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual (parsial) dalam menerangkan variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan signifikan level 0,05 (α = 5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria :18 1) Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (Koefisien regresi tidak signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independen tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. 2) Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independen tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. 18 Ibid., h.129 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penemuan dan Pembahasan 1. Analisis Statistik Deskriptif Output data hasil pengelolaan statistik dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 4.1 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Pajak_Penghasilan 64 1027246575 560048091102 104238067364 116518602352 LDAR 64 1,9 50,1 19,312 11,6113 DER 64 18,0 224,2 85,772 46,5179 Manajemen_Laba 64 -1,98 3,42 ,1902 ,93798 Valid N (listwise) 64 Sumber : Output SPSS, 2015 Berdasarkan tabel di atas diperoleh gambaran nilai minimum, maksimum, ratarata dan standar deviasi dari masing-masing variabel penelitian sebagai berikut : a. Pajak Penghasilan (PPh) Badan Terutang Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dari 32 sampel perusahaan penerbit daftar efek syariah yang bergerak pada sektor property dan real estate pada tahun 20132014, PPh badan terutang perusahaan yang terkecil adalah Rp 1.027.246.575 yang dimiliki oleh PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk pada tahun 2013 dan PPh badan terutang yang terbesar adalah Rp 560.048.091.102 yang dimiliki oleh PT Lippo Karawaci Tbk pada tahun 2014. Nilai standar deviasi sebesar 72 73 Rp 116.518.602.352 dan rata-rata jumlah PPh badan terutang yang dibayar oleh perusahaan adalah sebesar Rp 104.238.067.364. b. Long Term Debt to Asset Ratio (LDAR) Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dari 32 sampel perusahaan penerbit daftar efek syariah yang bergerak pada sektor property dan real estate pada tahun 20132014, Long Term Debt to Asset Ratio (LDAR) perusahaan yang terkecil adalah 1,9% yang dimiliki oleh PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk pada tahun 2013 dan nilai Long Term Debt to Asset Ratio (LDAR) yang terbesar adalah 50,1% yang dimiliki oleh PT Cowell Development Tbk. Sedangkan rata-rata Long Term Debt to Asset Ratio (LDAR) adalah 19,312% dan standar deviasi sebesar 11,6113%. c. Debt to Equity Ratio (DER) Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dari 32 sampel perusahaan penerbit daftar efek syariah yang bergerak pada sektor property dan real estate pada tahun 20132014, Debt to Equity Ratio (DER) perusahaan yang terkecil adalah 18,0% yang dimiliki oleh PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk pada tahun 2014 dan nilai Debt to Equity Ratio (DER) yang terbesar adalah 224,2% yang dimiliki oleh PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk. Sedangkan rata-rata Debt to Equity Ratio (DER) adalah 85,772% dan standar deviasi sebesar 46,5179%. 74 d. Manajemen Laba (Discretionary Accrual) Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dari 32 sampel perusahaan penerbit daftar efek syariah yang bergerak pada sektor property dan real estate pada tahun 20132014, nilai discretionary accrual yang merupakan proksi manajemen laba terendah sebesar -1,98 dilakukan oleh PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk, koefisien bernilai negatif yang berarti perusahaan terindikasi melakukan income decreasing atau menurunkan laba pada tahun 2013 dan untuk nilai discretionary accrual tertinggi sebesar 3,42 dilakukan oleh PT Bukit Darmo Property Tbk, koefisien bernilai positif yang berarti perusahaan terindikasi melakukan income increasing atau menaikan laba. Sedangkan rata nilai koefisien discretionary accrual adalah 0,1902 dan standar deviasi sebesar 0,93798. B. Hasil Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas a. Uji Normalitas melalui Histogram dan Kurva Normal P-Plot Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik memiliki distribusi yang normal atau mendekati normal. Normalitas data dilihat melalui histogram display normal curve, berdasarkan bentuk gambar kurvanya Data dikatakan normal jika bentuk 75 kurva memiliki kemiringan yang cenderung imbang, pada sisi kiri maupun sisi kanan, dan kurva berbentuk lonceng yang hampir sempurna. Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas histogram display normal curve Sumber: Output SPSS yang telah diolah, 2015 Berdasarkan gambar 4.1 menunjukkan bahwa data dapat dikatakan normal, karena kurva tidak condong (miring) ke kanan maupun ke kiri, namun cenderung ditengah dan berbentuk seprti lonceng. Selanjutnya, deteksi normalitas juga dapat dilakukan dengan melihat kurva normal p-plot, penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan ploating data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data normal maka 76 garis yang menghubungkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Sumber: Output SPSS yang telah diolah, 2015 Berdasarkan gambar 4.2 di atas menunjukkan bahwa model dalam penelitian memenuhi asumsi normalitas, karena titik-titik data berada disekitar garis diagonal dan bergerak mengikuti arah garis diagonal tersebut. b. Uji Normalitas melalui One-Sample Kolmogorv-Smirnov Test Untuk mendapatkan tingkat uji normalitas yang lebih signifikan maka penelitian ini juga menggunakan uji statistic non parametric KolmogrovSmirnov. Pada Tabel 4.2 dibawah ini diperoleh Asymp-sig (2-tailed) > taraf 77 nyata (α) atau 0,078 > 0,05. hal ini berarti data residual berasal dari distribusi normal. Tabel 4.2 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Standardized Residual N 64 Mean 0E-7 a,b Normal Parameters Std. ,97590007 Deviation Absolute ,159 Most Extreme Positive ,159 Differences Negative -,113 Kolmogorov-Smirnov Z 1,273 Asymp. Sig. (2-tailed) ,078 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber: Output SPSS yang telah diolah, 2015 2. Hasil Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi yang ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Apabila terjadi korelasi antar variabel bebas, maka terdapat masalah multikolinieritas pada model regresi tersebut. Model regresi yang baik seharusnya tidak memiliki korelasi antar variabel independennya (multikolinieritas). Model regresi dapat dikatakan bebas dari masalah multikolinieritas jika VIF tidak lebih dari 10 (VIF<10) dan nilai Tolerance tidak 78 kurang dari 0,1. Dalam penelitian ini hasil uji multikolinieritas dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini: Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinieritas Variabel Collinearity Statistics Tolerance VIF 0,595 1,682 0,593 1,687 0,958 1,016 LDAR DER Manajemen Laba Sumber: Output SPSS yang telah diolah, 2015 Keterangan Tidak ada multikolinieritas Tidak ada multikolinieritas Tidak ada multikolinieritas Berdasarkan tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa nilai VIF ketiga variabel, LDAR, DER dan Manajemen Laba tidak lebih dari angka 10 (VIF < 10), masingmasing yaitu: 1,682, 1,687 dan 1,016. Nilai Tolerance masing-masing sebesar 0,595, 0,593 dan 0.958 yang menunjukkan lebih dari 0.1 (Tolerance > 0.1). Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini bebas dari masalah multikolinieritas antar variabel independen dalam model regresi. 3. Hasil Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas ditujukan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dan residual atau pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. 79 Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat diketahui dengan melihat adata tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID) dimana sumbu Y adalah adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya). Dasar analisis dari uji heteroskedastisitas melalui grafik plot adalah sebagai berikut : 1. Jika pola tertentu, seperti titik - titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. 2. Jika tidak ada pola yang jelas, setra titik - titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas Sumber: Output SPSS yang telah diolah, 2015 80 Berdasarkan gambar 4.3 di atas menunjukkan bahwa titik-titik menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola baik di atas maupun di bawah angka 0 sumbu Y. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini bebas dari heteroskedastisitas, sehingga model regresi layak dipakai. 4. Hasil Uji Autokorelasi Hasil uji autokorelasi Durbin Waston menunjukkan angka 2,367, yang dapat dibandingkan dengan jumlah sampel (n) = 64 dan variabel bebas (k) = 3 pada tingkat signifikansi 5% maka diperoleh batas bawah (dl) sebesar 1,498, batas atas (du) sebesar 1,694, kemudian 4 – du = 2,305 dan 4 – dl = 2,501. Karena nilai Durbin Watson terletak antara (4 – du) dan (4 – dl) atau (2,305 < 2,367 < 2,501), menurut kaidah statistik tentang uji autokorelasi, maka hasilnya tidak dapat disimpulkan / no decision. Tabel 4.4 Hasil Uji Run Test Runs Test Unstandardized Residual Test Valuea Cases < Test Value Cases >= Test Value Total Cases Number of Runs Z Asymp. Sig. (2tailed) a. Median -21896536765,33918 32 32 64 31 -,504 ,614 81 Seperti yang terlihat pada tabel 4.4, hasil uji autokorelasi melalui run test menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0.614 > 0.05. Dimana kaidah yang berlaku adalah penelitian dikatakan bebas dari masalah autokorelasi ketika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0.05, yang berarti bahwa data yang dipergunkan cukup random sehingga tidak terdapat masalah autokorelasi pada data yang diuji C. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda 1. Hasil Uji Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Dalam output SPSS, koefisien determinasi terletak pada Model Summaryb dengan melihat Adjusted R Square, karena disesuaikan dengan jumlah variabel independen yang digunakan dalam penelitian. Tabel 4.5 Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Summaryb R Square Adjusted R Std. Error of Square the Estimate Mode R l 1 ,488a ,238 ,200 1,042E+11 a. Predictors: (Constant), Manajemen_Laba, LDAR, DER b. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan Sumber: Output SPSS yang diolah, 2015. DurbinWatson 2,367 Berdasarkan tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa nilai Adjusted R Square sebesar 0,200 atau sebesar 20%. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi variabel 82 independen LongTerm Debt to Asset Ratio, Debt to Equity Ratio dan Manajemen Laba terhadap variabel dependen Pajak Penghasilan Badan Terutang sebesar 20%, sedangkan sisanya sebesar 80% dipengaruhi oleh faktor lain seperti kepatuhan, ketaatan dan pemahaman wajib pajak terhadap undang-undang pajak yang berlaku, firm size, dan kepemilikan perusahaan. 2. Hasil Uji Hipotesis a. Uji Signifikansi Simultan (F-Test) Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen LongTerm Debt to Asset Ratio (LDAR), Debt to Equity Ratio (DER) dan Manajemen Laba secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen Pajak Penghasilan Badan Terutang. Tabel 4.6 Hasil Uji Simultan (F-Test) Model ANOVAa Df Mean Square Sum of Squares Regression 2,033E+23 3 6,778E+22 1 Residual 6,520E+23 60 1,087E+22 Total 8,553E+23 63 a. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan b. Predictors: (Constant), Manajemen_Laba, LDAR, DER Sumber: Output SPSS yang diolah, 2015 F 6,237 Sig. ,001b Berdasarkan tabel 4.6 hipotesis (Uji F) didapat nilai signifikansi model regresi secara simultan sebesar 0,001. Nilai ini lebih kecil dari significance level 0,05 (5%), yaitu 0,001 < 0,05. Selain itu dapat juga dilihat dari hasil perbandingan antara f- 83 hitung dan f-tabel yang menunjukkan nilai f-hitung sebesar 6,237, sedangkan f-tabel sebesar 2,76. Dari hasil tersebut terlihat bahwa f-hitung > f-tabel yaitu 6,237 > 2,76, maka dapat disimpulkan bahwa secara simultan variabel independen LongTerm Debt to Asset Ratio (LDAR), Debt to Equity Ratio (DER) dan Manajemen Laba berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Badan Terutang. Dengan kata lain, jika penggunaan komponen hutang dalam struktur permodalan yang tertuang dalam rasio LDAR dan DER dapat dikelola dengan baik dan secara efisien, maka hal tersebut dapat meningkatkan laba perusahaan yang secara tidak langsung juga akan berakibat pada peningkatan pajak perusahaan, sedangkan untuk variabel manajemen laba motif income increasing nampaknya lebih bermanfaat untuk mencapai tujuan jangka panjang perusahaan daripada hanya sekedar melakukan income decreasing atau manipulasi menurunkan laba untuk tujuan meminimalkan pajak perusahaan, pada akhirnya dari motif manajemen laba melalui income increasing yang ditempuh perusahaan ini akan meningkatkan laba dan tentu akan berdampak pada kenaikan laba kena pajak yang dijadikan sumber perhitungan beban pajak penghasilan badan terutang. b. Uji Signifikansi Parsial (t-test) Uji t digunakan untuk menguji signifikansi koefisien regresi secara parsial atau pengaruh masing-masing variabel independen LongTerm Debt to Asset Ratio, Debt to Equity Ratio dan Manajemen Laba terhadap variabel dependen Pajak Penghasilan Badan Terutang. 84 Tabel 4.7 Hasil Uji Parsial (t-test) Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model Standardized T Sig. Coefficients B (Constant) 1 LDAR DER Manajemen_Laba Std. Error Beta -1715685464,0 28832315114,4 -,060 ,953 3425943548,7 1466727201,5 ,341 2,336 ,023 477766319,1 366672623,1 ,191 1,303 ,198 - 6241873443,5 14110024676,8 -,050 -,442 ,660 a. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan Sumber: Output SPSS yang diolah, 2015 Uji t statistik ini digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Uji t dilakukan untuk mengetahui mana di antara tiga variabel independen yang berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang. Uji t dilakukan dengan membandingkan t-hitung dengan t-tabel, taraf siginifikansi yaitu 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi), dengan derajat kebebasan (df) = n-k-1 yaitu 64-3-1 = 60 (n adalah jumlah sampel dan k adalah jumlah variabel indpenden). Dari pengujian 2 sisi (signifikansi = 0,025), maka diperoleh t-tabel sebesar 2,052. Sehingga hasil pengujian dapat ditunjukkan sebagai berikut: 85 1) Pengaruh LongTerm Debt to Assets Ratio (LDAR) terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang. Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji parsial (t-test) di atas, diperoleh nilai signifikansi variabel LongTerm Debt to Assets Ratio (LDAR) sebesar 0,023 < 0,05 (taraf signifikansi). Selain itu juga dapat dilihat dari hasil perbandingan antara t-hitung dan t-tabel yang menunjukan nilai t-hitung sebesar 2,336, sedangkan t-tabel sebesar 2,000. Dari hasil tersebut terlihat bahwa t-hitung > t-tabel yaitu 2,336 > 2,000, maka dapat disimpulkan bahwa Ha1 diterima, artinya secara parsial variabel LongTerm Debt to Asset Ratio (LDAR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel Pajak Penghasilan (PPh) Terutang. LongTerm Debt to Assets Ratio (LDAR) memiliki koefisien positif atau searah terhadap pajak penghasilan badan terutang yang berarti bahwa semakin tinggi rasio LDAR yang merupakan prosentase penggunaan hutang jangka panjang dalam membiayai aktivanya, maka hal ini akan berimplikasi pula terhadap kenaikan pajak penghasilan (PPh) terutang perusahaan. Hasil temuan penelitian ini berbeda dengan penelitian Endah Nilam Rahmadani (2010) yang menemukan bahwa rasio LDAR mempunyai hubungan yang negatif terhadap PPh badan terutang. Namun, hampir serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hujati (2011). Perbedaanya, penelitian Hujati menggunakan rasio penggunaan seluruh total hutang terhadap total aktiva atau Debt to Asset Ratio (DAR) sebagai proksi struktur 86 modalnya yang menemukan bahwa DAR berpengaruh positif terhadap PPh terutang. Implikasi hasil temuan penelitian ini adalah bahwa ketika peningkatan penggunaan hutang oleh perusahaan dapat diimbangi dengan pengelolaan aktiva yang dilakukan secara tepat, cermat dan efisien dengan memperhatikan segala pertimbangan aspek ekonomi yang berhubungan dengan aktivitas usaha, justru hal ini merupakan sesuatu yang dapat mendatangkan keuntungan dan pada akhirnya akan terjadi peningkatan laba yang otomatis juga akan memperbesar pajak penghasilan perusahaan. Kroger, sebuah perusahaan manufaktur di Amerika Serikat merupakan contoh yang baik dari perusahaan yang menggunakan hutang secara bijak. Kroger mempunyai beban hutang yang besar, tetapi aktiva yang dibeli melalui hutang tersebut memberikan penghasilan yang lebih besar daripada biaya hutangnya, sehingga leverage atau hutang mampu menambah laba perusahaa. Perusahaan tersebut berhasil mengoptimalkan struktur modalnya sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan dan tentunya dapat meningkatkan pula penerimaan pajak negara dari sektor pajak.1 Selain itu, adanya peraturan Bapepam-LK Nomor: Kep-208/BL/2012 yang hingga saat ini masih diterapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tentang kriteria dan penerbitan daftar efek syariah yang mengatur besaran 1 2001), h.4 Eugene Brigham F dan Houston F, Manajemen Keuangan. Buku dua, (Jakarta: Erlangga, 87 penggunaan hutang yang berbasis bunga pada emiten syariah nampaknya membawa dampak positif yaitu berupa peningkatan pengenaan laba kena pajak. Hal ini terjadi karena pada emiten syariah, unsur biaya bunga yang dapat menjadi pengurang pajak terdapat lebih sedikit dibandingkan emiten non syariah yang masih dominan menggunakan hutang dengan sistem ribawi. 2) Pengaruh Debt to Equty Ratio (DER) terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang. Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji parsial (t-test) di atas, diperoleh nilai signifikansi variabel Debt to Equity Ratio (DER) sebesar 0,198 > 0,05 (taraf signifikansi). Selain itu dilihat dari hasil perbandingan antara t-hitung dan ttabel yang menunjukan nilai t-hitung sebesar 1,303, sedangkan t-tabel sebesar 2,000. Dari hasil tersebut terlihat bahwa t-hitung < t-tabel yaitu 1,303 < 2,000, maka dapat disimpulkan bahwa H2 ditolak, artinya secara parsial variabel Debt to Equity Ratio (DER) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Pajak Penghasilan (PPh) Terutang. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2007), Endah Nilam Rahmadani (2010) dan Hujati (2011) yang menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh signifikan positif 3) Pengaruh Manajemen Laba terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang. Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji parsial (t-test) pada model regresi, diperoleh nilai signifikansi variabel manajemen laba sebesar 0,660 > 0,05 (taraf signifikansi). Selain itu dilihat dari hasil perbandingan antara t-hitung 88 dan t-tabel yang menunjukan nilai t-hitung sebesar -0,442, sedangkan t-tabel sebesar 2,000. Dari hasil tersebut terlihat bahwa t-hitung < t-tabel yaitu 0,442 < 2,000, maka dapat disimpulkan bahwa H3 ditolak, artinya secara parsial variabel Manajemen Laba tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Pajak Penghasilan (PPh) Terutang. Untuk hasil penelitian lain yang terkait tema yaitu seputar manajemen laba dan pajak, Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tanomi (2014), yang menyatakan tidak terdapat pengaruh antara pajak dengan manajemen laba. Namun, berbeda dengan hasil penelitian Lindira dan Gusti (2014) yang menemukan bahwa terdapat pengaruh signifikan negatif antara pajak penghasilan dan manajemen laba. Berdasarkan tabel 4.6 di atas juga dapat diperoleh model persamaan analisis regresi linier berganda sebagai berikut: Pajak_Penghasilan = -1715685464,0 + 3425943548,7 LDAR + 477766319,1 DER - 6241873443,5 Manajemen Laba 1) α = konstanta sebesar -1715685464,0, artinya apabila variabel independen yaitu LDAR, DER dan Manajemen Laba dianggap konstan (bernilai 0), maka variabel dependen yaitu pajak penghasilan (PPh) badan terutang adalah sebesar Rp -1.715.685.464,0. 89 2) LongTerm Debt to Asset Ratio (LDAR) sebesar 3425943548,7, artinya apabila variabel LDAR mengalami kenaikan sebesar 1% sedangkan variabel lainnya dianggap konstan, maka variabel dependen PPh Badan Terutang akan mengalami kenaikan sebesar Rp 3.425.943.548,7 dan sebaliknya. 3) Debt to Equity Ratio (DER) sebesar 477766319,1 artinya apabila variabel DER mengalami kenaikan sebesar 1% sedangkan variabel lainnya dianggap konstan, maka variabel dependen PPh Badan Terutang akan mengalami kenaikan sebesar Rp 477.766.319,1 dan sebaliknya. 4) Manajemen Laba sebesar -6241873443,5, artinya apabila variabel Manajemen Laba mengalami kenaikan sebesar 1 satuan sedangkan variabel lainnya dianggap konstan, maka variabel dependen PPh Badan Terutang akan mengalami penurunan sebesar Rp 6.241.873.443,5 dan sebaliknya. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan serangkaian hasil pengujian yang dilakukan menggunakan metode analisis regresi linier berganda maka dihasilkan kesimpulan penelitian sebagai berikut: a. Berdasarkan hasil uji t (parsial) pada model regresi, dapat disimpulkan bahwa Ha1 diterima, secara parsial variabel Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR) berpengaruh signifikan dengan arah koefisien positif terhadap variabel Pajak Penghasilan (PPh) Terutang. b. Berdasarkan hasil uji t (parsial) pada model regresi, dapat disimpulkan bahwa H2 ditolak, secara parsial variabel Debt to Equity Ratio (DER) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Pajak Penghasilan (PPh) Terutang. c. Berdasarkan hasil uji t (parsial) pada model regresi, dapat disimpulkan bahwa H3 ditolak, secara parsial variabel Manajemen Laba tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel Pajak Penghasilan (PPh) Terutang. d. Berdasarkan hasil pengujian secara simultan (F-test), maka dapat disimpulkan bahwa secara simultan variabel independen Long Term Debt to Asset Ratio (LDAR), Debt to Equity Ratio (DER) dan Manajemen Laba berpengaruh 90 91 signifikan terhadap variabel dependen yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Badan Terutang. B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis mencoba mengemukakan saran yang mungkin dapat bermanfaat. 1. Bagi Perusahaan: Meskipun ada keuntungan pajak yang ditimbulkan dari penggunaan hutang dalam hal penentuan kebijakan struktur permodalan oleh perusahaan, namun rasio hutang bisa berarti buruk pada situasi ekonomi sulit dan suku bunga tinggi, dimana perusahaan yang memiliki rasio hutang yang tinggi dapat mengalami masalah keuangan, namun selama ekonomi baik dan suku bunga rendah maka penggunaan hutang justru dapat meningkatkan keuntungan. Nilai rasio yang tinggi menunjukkan peningkatan dari resiko pada kreditor berupa ketidakmampuan perusahaan membayar semua kewajibannya. Dari sudut pandang pemegang saham, rasio yang tinggi akan mengakibatkan pembayaran bunga yang tinggi pula, yang pada akhirnya akan mengurangi pembayaran dividen. Oleh karena itu, sudah seharusnya penggunaan hutang dalam komposisi struktur modal dapat disikapi dengan bijak agar tidak hanya mementingkan kepada tujuan dan kepentingan jangka pendek saja seperti untuk motif pajak misalnya. Tetapi, penggunaan hutang juga harus didasarkan 92 kepada konsep kelangsungan usaha dalam jangka panjang, agar dapat meminimalisir resiko kebangkrutan dan tetap menjaga nilai positif di mata investor dalam hal pembagian dividen saham. Seperti halnya dengan kebijakan hutang dalam struktur modal yang harus disikapi secara cermat, penggunaan teknik pengelolaan laba juga harus dilakukan berdasarkan pertimbangan tepat dan tentunya dilakukan dengan wajar tanpa harus melanggar peraturan standar akuntansi keuangan, peraturan perpajakan yang berlaku dan tentunya tetap menjalankan prinsip etika bisnis yang bermoral. 2. Bagi Pemerintah dan Otoritas Terkait Regulasi di Pasar Modal Agar tidak terjadi konflik kepentingan antara pemerintah dan sektor privat dalam hal penggunaan struktur modal dan hutang oleh perusahaan dalam menyikapi masalah perpajakan, diharapkan pemerintah selaku regulator dapat memberlakukan kembali keputusan No. 1002/KMK.04/1984 tanggal 8 oktober 1984 tentang besaran rasio DER untuk keperluan pajak penghasilan, yang hingga saat ini dibekukan melalui surat keputusan No.254/KMK.01/1985 tanggal 5 maret 1985 untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Maupun menerbitkan peraturan baru terkait permasalahan ini yang tentunya dengan memperhatikan segala aspek ekonomi yang sesuai dengan iklim usaha saat ini 93 3. Bagi Penelitian Berikutnya. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. Untuk penelitian berikutnya semoga dapat menjadi bahan pertimbangan dan dapat memperbaiki dalam hal jumlah variabel dan kriteria sampel, pemilihan rasio keuangan, model pendeteksian lain yang lebih akurat dalam memprediksi manajamen laba sehingga dapat menemukan faktor-faktor yang tepat dalam mempengaruhi pajak penghasilan badan terutang. DAFTAR PUSTAKA Aditama, Ferry dan Anna Purwaningsh. “Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Non Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2011. Asyik dan Soelistyo, “Kemampuan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Laba: Penetapan Rasio Keuangan Sebagai Discriminator”, Jurnal riset akuntansi Indonesia. Vol.15 No. 33 Juli, 2000. Brigham, Eugene F and Joel F Houston. Manajemen Keuangan. Jakarta: Erlangga, 2001. Friedlan, J. M. Accounting Choice of Issuers of Initial Public Offerings. Contemporary Accounting Research 11 1, 1994. Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi 5. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011. Ghozali, Imam. Aplikasi Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2009. Healy, P.M and J.M. Wahlen, “A Review of The Earnings Management Literature and its implication for standard setters”, Accounting Horizons Vol. 13 No. 4 Dec 1999. Hidayani. “Pengaruh Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba. Earnings Management (Studi Kasus Pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi, Universitas Pendidikan Indonesia, 2013. Husnan, Suad. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (keputusan Jangka Panjang. Yogyakarta: BPFE, 2000. Indriantoro, Nur dan Babang Suparno. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama. Yogyakarta: Lembaga Penerbit BPFE, 2002. J Fred, Weston and Thomas E Copeland. Manajemen Keuangan, Edisi Kesembilan, Jilid II. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997. J Keown, Arthur. Manajemen Keuangan: Prinsip-Prinsip dan Aplikasi. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia, 2004.. Manan, Abdul. Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indonesia. Jakarta: Kencana, 2009. Mulyadi. Manajemen Keuangan: Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif. Malang: Banyumedia, 2006. Mulyaningsih, Yani. Kriteria Investasi Syariah dalam Konteks Kekinian. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008. Nafik H.R, Muhammad. Bursa Efek dan Investasi Syariah. Jakarta: Serambi, 2009. Nasarudin Irsan, Muhammad dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Kencana, 2007. Nazir, Muhammad. Metode Penelitian, Cetakan Kelima. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999. 94 95 Nilam Rahmadani, Endah. “Analisis Pengaruh Struktur Modal Terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang,” Skripsi.Fakultas Ekonomi dan Bisnis: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. Prawirosentono, Suyadi. Pengantar Bisnis Modern: Studi Kasus Indonesia dan Analisis Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara, 2002. Priantara, Diaz. Perpajakan Indonesia, Edisi kedua. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013. Priyatno, Duwi. Belajar Cepat Olah Data Statistik dengan SPSS. Yogyakarta: Andi, 2010. Riyanto, Bambang. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE, 2001. Rodoni, Ahmad dan Herni Ali. Manajemen Keuangan. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2010. Saiful, “Hubungan manajemen laba (earnings management) dengan kinerja operasi dan return saham di sekitar IPO”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 7, 3, 2004 Santosa, Singgih. Statistik Parametrik Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2010. Sawir, Agnes. Analisis Kinerja dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2003. Scoot, William R. Financial Accounting Theory 2nd Edition. Scarrborough Ontario: Prentice Hall Canada Inc, 2000. Scott, William R. Financial Accounting Theory. Toronto Ontario: Pearson, 2012. Scott, William R. Financial Accounting Theory, 3rd edition. Prentice Hall: United States of America, 2003. Setia Atmaja, Lukas. Manejemen Keuangan. Yogyakarta: Andi, 2002. Setiawati, Lilis dan Na’im, “Manajemen Laba”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 2001. Suandy, Erly. Perpajakan, edisi kedua, cetakan kedua. Jakarta: Salemba Empat, 2010. Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah; Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia, 2004. Sulistiawan, Dedhy, Yeni Januarsi dan Liza Alvia. Creative Accounting– Mengungkap Manajemen Laba dan Skandal Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat, 2011. Sulistyanto, Sri, Manajemen Laba - Teori dan Model Empiris. Jakarta: PT. Grasindo, 2008. Susanto, Burhanuddin. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010. Ari Gumanti, Tatang. “Earnings Management: Suatu Telaah Pustaka”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan. 2 2, 2000. Veronica dan Bachtiar, Y. S. “Good Corporate Governance Information Asymetry and Earnings Management”. Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar, 2004. 96 Wahyono, Hadi. “Komperasi Kinerja Perusahaan Bank dan Asuransi Studi Empiris di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal riset ekonomi dan manajemen, vol. 2 No.2, Mei 2002. Warsono. Manajemen Keuangan. Malang: UMM Press, 2003. Widoatmojo, Sawidji. Cara Cepat Memulai Investasi Saham: Panduan Bagi pemula. Jakarta: Gramedia, 2004. Sumber Website: Ulwan, M. Nasihun. “Mendeteksi Autokorelasi dengan Run Test”. Artikel diakses pada 23 Juni 2015 dari http://www.portal-statistik.com/2014/05/mendeteksiautokorelasi-dengan-run-test.html. Zuraya, Nidia. “Penerimaan Pajak Hilang, Ditjen Pajak Awasi WP Sektor Properti”. Artikel diakses pada 22 September 2014 dari www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/penerimaan-pajak-hilangditjen-pajak-awasi-wp-sektor-properti. Otoritas Jasa Keuangan. “Pasar Modal Syariah”. Artikel diakses pada 4 April 2015 dari http://www.ojk.go.id/sharia-capital-id. El Hida, Ramdhania. “Dirjen Pajak: Banyak Perusahaan Rekayasa Utang Untuk Kurangi Pajak”. Artikel diakses pada 22 September 2014 dari http://finance.detik.com/dirjen-pajak-banyak-perusahaan-rekayasa-utanguntuk-kurangi-pajak. Lampiran Data-Data Penelitian Data Pajak Penghasilan (PPh) Badan Terutang No Kode Perusahaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 APLN ASRI BAPA BEST BIPP BKDP BKSL BSDE COWL CTRA CTRP CTRS DART DILD DUTI ELTY EMDE FMII GMTD JPRT KIJA LAMI LPCK LPKR MDLN MTLA NIRO PWON RBMS RODA SCBD SMRA PPh Terutang (Current Tax) Tahun 2014 Tahun 2013 293.332.178.000 270.251.732.000 189.628.119.000 186.413.167.000 2.411.407.529 1.769.234.088 41.526.492.433 65.795.998.104 4.818.856.655 3.682.648.463 7.635.670.387 1.357.784.517 30.387.629.952 40.790.670.282 309.861.607.648 373.305.894.466 41.443.383.617 27.899.878.534 355.038.971.618 302.246.365.484 111.183.376.394 93.836.162.327 91.796.341.692 75.606.966.121 87.009.186.000 60.651.706.000 96.427.315.940 73.444.456.257 99.475.459.546 97.309.514.256 19.526.561.174 31.729.848.160 17.680.212.416 13.549.336.201 1.961.612.051 2.824.881.876 15.916.697.566 15.290.230.831 108.065.648.000 85.394.878.000 79.320.424.644 93.424.934.124 9.225.625.000 8.065.867.000 98.513.372.865 74.767.827.955 560.048.091.102 306.247.927.953 143.042.310.171 91.117.883.920 70.210.353.000 50.809.096.000 21.130.880.651 20.251.228.633 259.524.224.000 193.765.527.000 2.462.556.364 1.027.246.575 34.220.579.353 33.403.528.428 96.377.081.000 150.351.435.000 299.332.430.000 226.317.800.000 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Data Rasio LDAR & DER Tahun 2013 Kode Perusahaan Long Term Debt APLN 7.258.586.782.000 ASRI 5.377.642.758.000 BAPA 30.930.030.754 BEST 408.908.558.909 BIPP 83.076.439.473 BKDP 179.682.876.411 BKSL 2.251.608.547.924 BSDE 4.720.743.994.363 COWL 441.808.556.557 CTRA 3.220.154.139.164 CTRP 1.744.533.993.433 CTRS 448.165.265.849 DART 1.337.022.888.000 DILD 1.740.666.192.738 DUTI 511.313.717.462 ELTY 740.478.732.018 EMDE 91.473.455.591 FMII 68.185.121.296 GMTD 415.211.801.414 JPRT 415.631.086.000 KIJA 2.316.508.748.894 LAMI 17.280.675.000 LPCK 81.317.498.245 LPKR 12.281.225.413.069 MDLN 2.530.189.628.445 MTLA 422.763.128.000 NIRO 646.594.947.705 PWON 2.345.869.289.000 RBMS 2.988.078.964 RODA 457.786.683.660 SCBD 782.814.701.000 SMRA 3.963.506.937.000 Total Asset 19.679.908.990.000 14.428.082.567.000 175.635.233.972 3.360.272.281.414 561.406.598.837 845.487.178.846 10.665.713.361.698 22.572.159.491.478 1.944.913.754.306 20.114.871.381.857 7.653.881.472.162 5.770.169.834.673 4.768.449.638.000 7.526.470.401.005 7.473.596.509.696 12.301.124.419.066 938.536.950.089 429.979.371.877 1.307.846.871.186 6.163.177.866.000 8.255.167.231.158 612.074.767.000 3.854.166.345.345 31.300.362.430.266 9.647.813.079.565 2.834.484.171.000 2.955.009.137.912 9.298.245.408.000 158.997.539.543 2.750.856.730.771 5.550.429.288.000 13.659.136.820.000 Total Debt Total Ekuitas 12.467.225.599.000 7.212.683.391.000 9.096.297.873.000 5.331.784.694.000 83.135.962.299 92.499.271.673 883.452.694.685 2.476.819.586.729 126.968.794.620 434.437.804.217 254.836.207.890 590.650.970.956 3.785.870.536.508 6.879.842.825.190 9.156.861.204.571 13.415.298.286.907 762.326.960.130 1.182.586.794.176 10.349.358.292.156 9.765.513.089.701 3.081.045.626.268 4.572.835.845.894 3.274.505.037.052 2.495.664.797.621 1.841.771.878.000 2.926.677.760.000 3.430.425.895.884 4.096.044.505.121 1.428.544.530.018 6.045.051.979.678 5.135.730.903.278 7.165.393.515.788 380.595.770.404 557.941.179.685 146.581.586.357 283.397.785.520 904.423.011.764 403.423.859.422 3.479.530.351.000 2.683.647.515.000 4.069.135.357.955 4.186.031.873.203 253.450.327.000 358.624.440.000 2.035.080.266.357 1.819.086.078.988 17.122.789.125.041 14.177.573.305.225 4.972.112.587.194 4.675.700.492.371 1.069.728.862.000 1.764.755.309.000 1.104.718.377.867 1.850.290.760.045 5.195.736.526.000 4.102.508.882.000 31.163.379.030 127.834.160.513 1.029.740.133.555 1.721.116.597.216 1.255.256.029.000 4.295.173.259.000 9.001.470.153.000 4.657.666.667.000 LDAR 36,9 37,3 17,6 12,2 14,8 21,3 21,1 20,9 22,7 16,0 22,8 7,8 28,0 23,1 6,8 6,0 9,7 15,9 31,7 6,7 28,1 2,8 2,1 39,2 26,2 14,9 21,9 25,2 1,9 16,6 14,1 29,0 DER 172,9 170,6 89,9 35,7 29,2 43,1 55,0 68,3 64,5 106,0 67,4 131,2 62,9 83,7 23,6 71,7 68,2 51,7 224,2 129,7 97,2 70,7 111,9 120,8 106,3 60,6 59,7 126,6 24,4 59,8 29,2 193,3 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Data Rasio LDAR & DER Tahun 2014 Kode Perusahaan Long Term Debt APLN 9.264.304.640.000 ASRI 7.750.062.788.000 BAPA 32.118.392.483 BEST 251.243.973.116 BIPP 98.179.527.813 BKDP 83.682.665.838 BKSL 1.258.591.288.679 BSDE 4.331.968.409.729 COWL 1.843.840.563.863 CTRA 4.086.625.795.160 CTRP 2.338.111.955.706 CTRS 436.423.576.371 DART 1.387.919.969.000 DILD 2.733.483.167.468 DUTI 821.773.734.561 ELTY 1.747.927.206.935 EMDE 183.913.152.674 FMII 48.594.868.020 GMTD 347.024.724.202 JPRT 435.090.129.000 KIJA 2.821.362.362.105 LAMI 18.831.022.000 LPCK 108.329.891.288 LPKR 14.389.379.227.138 MDLN 3.408.432.891.141 MTLA 461.505.883.000 NIRO 578.798.557.659 PWON 4.574.524.360.000 RBMS 3.045.215.141 RODA 224.644.513.871 SCBD 1.087.840.689.000 SMRA 5.394.244.925.000 Total Asset 23.686.158.211.000 16.924.366.954.000 176.171.620.663 3.652.993.439.542 617.584.221.361 829.193.043.343 9.796.065.262.250 28.134.725.397.393 3.682.393.492.170 23.283.477.620.916 8.861.322.202.870 6.121.211.474.227 5.114.273.658.000 9.004.884.010.541 8.024.311.044.118 14.506.123.496.863 1.179.018.690.672 459.446.166.175 1.524.317.216.546 6.684.262.908.000 8.505.270.447.485 631.395.724.000 4.309.824.234.265 37.761.220.693.695 10.446.907.695.182 3.250.717.743.000 3.037.200.775.668 16.770.742.538.000 155.939.885.534 3.067.688.575.340 5.569.183.172.000 15.379.478.994.000 Total Debt 15.223.273.846.000 10.553.173.020.000 76.625.843.194 803.492.240.778 164.803.358.823 231.347.145.941 3.585.237.676.023 9.661.295.391.976 2.334.406.888.063 11.862.106.848.918 3.973.692.159.579 3.102.694.012.136 1.867.445.219.000 4.534.717.461.562 1.775.893.448.385 6.892.121.547.959 576.053.997.101 173.624.705.738 857.970.061.541 3.482.331.602.000 3.843.434.033.668 234.382.204.000 1.638.364.646.380 20.114.771.650.490 5.115.802.013.637 1.213.581.467.000 1.296.939.347.778 8.487.671.758.000 23.772.179.228 963.427.430.240 1.621.222.893.000 9.386.842.550.000 Total Ekuitas LDAR 8.462.884.365.000 39,1 6.371.193.934.000 45,8 99.545.777.469 18,2 2.849.501.198.764 6,9 452.780.862.538 15,9 597.845.897.402 10,1 6.210.827.586.227 12,8 18.473.430.005.417 15,4 1.347.986.604.107 50,1 11.421.370.771.998 17,6 4.887.630.043.291 26,4 3.018.517.462.091 7,1 3.246.828.439.000 27,1 4.470.166.548.979 30,4 6.248.417.595.733 10,2 7.614.001.948.904 12,0 602.964.693.571 15,6 285.821.460.437 10,6 666.347.155.005 22,8 3.201.931.306.000 6,5 4.661.836.413.817 33,2 397.013.520.000 3,0 2.671.459.587.885 2,5 17.646.449.043.205 38,1 5.331.105.681.545 32,6 2.037.136.276.000 14,2 1.740.261.427.890 19,1 8.283.070.780.000 27,3 132.167.706.306 2,0 2.104.261.145.100 7,3 3.947.960.279.000 19,5 5.992.636.444.000 35,1 DER 179,9 165,6 77,0 28,2 36,4 38,7 57,7 52,3 173,2 103,9 81,3 102,8 57,5 101,4 28,4 90,5 95,5 60,7 128,8 108,8 82,4 59,0 61,3 114,0 96,0 59,6 74,5 102,5 18,0 45,8 41,1 156,6 Data Perhitungan Manajemen Laba Tahun 2012 NO KODE PERUSAHAAN 1 APLN 2 ASRI 3 BAPA 4 BEST 5 BIPP 6 BKDP 7 BKSL 8 BSDE 9 COWL 10 CTRA 11 CTRP 12 CTRS 13 DART 14 DILD 15 DUTI 16 ELTY 17 EMDE 18 FMII 19 GMTD 20 JPRT 21 KIJA 22 LAMI 23 LPCK 24 LPKR 25 MDLN 26 MTLA 27 NIRO 28 PWON 29 RBMS 30 RODA 31 SCBD 32 SMRA NET INCOME 841.290.753.000 1.216.091.539.000 4.488.128.775 470.357.197.085 (15.132.023.671) (58.396.173.479) 220.926.021.026 1.478.858.784.945 69.675.152.924 849.382.875.816 319.151.767.553 273.913.555.964 180.828.252.000 200.435.726.378 613.327.842.111 (1.102.086.243.270) 4.172.791.951 969.288.096 64.373.090.893 427.924.997.000 380.022.434.090 42.110.956.000 407.021.908.297 1.322.847.018.938 346.990.418.362 203.895.228.000 25.191.704.174 766.495.905.000 1.922.865.325 70.799.940.574 69.466.498.000 792.085.965.000 CFO TAC = NI - CFO 1.212.098.318.000 (370.807.565.000) 2.030.764.133.000 (814.672.594.000) 3.036.496.328 1.451.632.447 590.455.734.781 (120.098.537.696) 3.185.409.667 (18.317.433.338) (33.889.529.354) (24.506.644.125) 437.469.854.535 (216.543.833.509) 222.677.916.607 1.256.180.868.338 87.968.447.755 (18.293.294.831) 1.728.003.003.225 (878.620.127.409) 476.534.148.682 (157.382.381.129) 632.112.158.786 (358.198.602.822) 90.161.315.000 90.666.937.000 176.531.408.127 23.904.318.251 613.665.489.784 (337.647.673) 817.470.902.679 (1.919.557.145.949) (9.972.867.682) 14.145.659.633 27.153.751.005 (26.184.462.909) 255.948.620.894 (191.575.530.001) 283.290.266.000 144.634.731.000 654.678.104.035 (274.655.669.945) 21.483.746.000 20.627.210.000 432.537.904.830 (25.515.996.533) 1.288.793.481.006 34.053.537.932 132.340.141.358 214.650.277.004 39.612.962.000 164.282.266.000 (4.991.059.013) 30.182.763.187 1.367.992.038.000 (601.496.133.000) 2.243.225.151 (320.359.826) 483.253.773.996 (412.453.833.422) 262.729.854.000 (193.263.356.000) 1.309.508.416.000 (517.422.451.000) SALES TAC / SALES 4.689.429.510.000 -0,08 2.446.413.889.000 -0,33 25.179.996.061 0,06 965.113.274.649 -0,12 30.129.322.906 -0,61 13.399.164.622 -1,83 622.705.425.776 -0,35 3.727.811.859.978 0,34 311.479.199.666 -0,06 3.322.669.123.181 -0,26 826.474.506.998 -0,19 1.048.459.429.865 -0,34 845.718.621.000 0,11 1.262.035.941.211 0,02 1.569.176.913.981 0,00 2.926.314.200.813 -0,66 109.022.049.506 0,13 37.314.237.000 -0,70 239.910.571.770 -0,80 1.101.821.376.000 0,13 1.400.611.694.161 -0,20 132.245.488.000 0,16 1.013.069.147.506 -0,03 6.160.214.023.204 0,01 1.057.768.000.026 0,20 678.729.373.000 0,24 94.275.918.437 0,32 2.165.396.882.000 -0,28 41.729.192.546 -0,01 210.413.594.731 -1,96 684.916.111.000 -0,28 3.463.163.272.000 -0,15 Data Perhitungan Manajemen Laba Tahun 2013 NO KODE PERUSAHAAN 1 APLN 2 ASRI 3 BAPA 4 BEST 5 BIPP 6 BKDP 7 BKSL 8 BSDE 9 COWL 10 CTRA 11 CTRP 12 CTRS 13 DART 14 DILD 15 DUTI 16 ELTY 17 EMDE 18 FMII 19 GMTD 20 JPRT 21 KIJA 22 LAMI 23 LPCK 24 LPKR 25 MDLN 26 MTLA 27 NIRO 28 PWON 29 RBMS 30 RODA 31 SCBD 32 SMRA NET INCOME CFO TAC = NI - CFO 930.240.497.000 1.489.047.912.000 (558.807.415.000) 889.576.596.000 2.337.050.459.000 (1.447.473.863.000) 5.025.737.151 (7.971.607.459) 12.997.344.610 744.813.729.973 755.074.683.512 (10.260.953.539) 109.387.233.278 716.068.562 108.671.164.716 (59.138.577.166) (18.524.660.423) (40.613.916.743) 605.095.613.999 (2.457.384.696) 607.552.998.695 2.905.648.505.498 548.881.192.619 2.356.767.312.879 48.711.921.383 11.558.703.530 37.153.217.853 1.413.388.450.323 2.742.630.542.979 (1.329.242.092.656) 442.124.140.880 510.404.743.107 (68.280.602.227) 412.809.066.465 605.248.008.607 (192.438.942.142) 180.800.291.000 (85.544.196.000) 266.344.487.000 329.608.541.861 245.691.834.305 83.916.707.556 756.858.436.790 257.459.202.436 499.399.234.354 (212.236.227.150) 282.075.455.970 (494.311.683.120) 34.002.476.382 75.194.293.493 (41.191.817.111) (7.958.072.266) 6.236.342.338 (14.194.414.604) 91.845.276.661 (462.940.933.984) 554.786.210.645 546.269.619.000 352.184.687.000 194.084.932.000 104.477.632.614 945.214.157.370 (840.736.524.756) 54.340.019.000 42.155.041.000 12.184.978.000 590.616.930.141 13.631.600.894 576.985.329.247 1.592.491.214.696 (2.078.824.228.757) 3.671.315.443.453 2.451.686.470.278 (306.894.356.330) 2.758.580.826.608 240.967.649.000 22.389.465.000 218.578.184.000 7.206.354.968 206.688.043.383 (199.481.688.415) 1.136.547.541.000 2.103.061.995.000 (966.514.454.000) (13.984.028.601) 26.784.809.641 (40.768.838.242) 376.806.804.889 23.475.274.756 353.331.530.133 1.754.524.211.000 1.406.940.821.000 347.583.390.000 1.095.888.248.000 (716.648.000) 1.096.604.896.000 SALES TAC / SALES 4.901.191.373.000 -0,11 3.684.239.761.000 -0,39 40.154.840.297 0,32 1.333.134.194.769 -0,01 57.595.616.624 1,89 11.385.096.413 -3,57 961.988.029.182 0,63 5.741.264.172.193 0,41 330.837.427.396 0,11 5.077.062.064.784 -0,26 1.447.736.761.478 -0,05 1.261.563.139.632 -0,15 829.383.362.000 0,32 1.510.005.415.515 0,06 1.604.535.230.345 0,31 3.200.099.599.309 -0,15 225.134.645.500 -0,18 50.720.539.334 -0,28 301.085.455.287 1,84 1.315.680.488.000 0,15 2.739.598.333.777 -0,31 123.722.737.000 0,10 1.327.909.165.616 0,43 6.666.214.436.739 0,55 1.843.944.981.934 1,50 854.973.964.000 0,26 263.489.864.662 -0,76 3.029.797.151.000 -0,32 20.544.931.500 -1,98 640.032.612.090 0,55 2.730.844.761.000 0,13 4.093.789.495.000 0,27 Data Perhitungan Manajemen Laba Tahun 2014 NO KODE PERUSAHAAN 1 APLN 2 ASRI 3 BAPA 4 BEST 5 BIPP 6 BKDP 7 BKSL 8 BSDE 9 COWL 10 CTRA 11 CTRP 12 CTRS 13 DART 14 DILD 15 DUTI 16 ELTY 17 EMDE 18 FMII 19 GMTD 20 JPRT 21 KIJA 22 LAMI 23 LPCK 24 LPKR 25 MDLN 26 MTLA 27 NIRO 28 PWON 29 RBMS 30 RODA 31 SCBD 32 SMRA NET INCOME CFO 983.875.368.000 621.187.784.000 1.176.955.123.000 653.035.948.000 7.046.505.797 (7.138.086.935) 391.352.903.299 488.838.984.808 19.658.721.859 21.272.069.665 7.194.926.446 22.728.101.064 40.727.292.707 38.327.257.924 3.996.463.893.465 126.342.552.051 165.397.041.451 54.207.738.387 1.794.142.840.271 1.989.104.868.881 398.603.030.590 547.958.158.582 583.796.318.489 37.221.013.448 408.108.626.000 51.009.384.000 432.417.358.803 737.126.509.346 701.641.438.319 269.660.839.437 423.151.432.586 138.091.393.268 45.023.513.886 83.983.094.030 2.423.674.916 7.041.553.503 120.000.195.583 40.065.235.627 714.531.063.000 113.990.308.000 394.055.213.379 290.997.155.681 38.389.080.000 31.392.034.000 844.123.258.897 (35.472.067.553) 3.135.215.910.627 731.470.095.313 711.211.597.935 146.827.172.833 309.217.292.000 8.965.918.000 (108.501.147.457) 63.457.416.294 2.599.141.016.000 1.994.263.395.000 3.001.250.377 330.780.603 517.557.620.084 (185.660.481.980) 131.543.016.000 54.727.230.000 1.387.516.904.000 (1.475.017.061.000) TAC = NI - CFO 362.687.584.000 523.919.175.000 14.184.592.732 (97.486.081.509) (1.613.347.806) (15.533.174.618) 2.400.034.783 3.870.121.341.414 111.189.303.064 (194.962.028.610) (149.355.127.992) 546.575.305.041 357.099.242.000 (304.709.150.543) 431.980.598.882 285.060.039.318 (38.959.580.144) (4.617.878.587) 79.934.959.956 600.540.755.000 103.058.057.698 6.997.046.000 879.595.326.450 2.403.745.815.314 564.384.425.102 300.251.374.000 (171.958.563.751) 604.877.621.000 2.670.469.774 703.218.102.064 76.815.786.000 2.862.533.965.000 SALES TAC / SALES 5.296.565.860.000 0,07 3.630.914.079.000 0,14 45.435.885.620 0,31 839.637.332.535 -0,12 98.672.667.613 -0,02 107.391.372.309 -0,14 712.472.394.627 0,00 5.571.872.356.240 0,69 566.385.701.354 0,20 6.344.235.902.316 -0,03 1.662.474.689.613 -0,09 1.713.275.574.259 0,32 1.287.984.466.000 0,28 1.833.470.463.312 -0,17 1.543.419.395.688 0,28 1.579.947.206.733 0,18 311.279.776.496 -0,13 44.485.466.213 -0,10 316.638.970.381 0,25 1.936.340.442.000 0,31 2.799.065.226.163 0,04 130.470.990.000 0,05 1.792.376.641.870 0,49 11.655.041.747.007 0,21 2.839.771.320.340 0,20 1.117.732.408.000 0,27 245.385.905.043 -0,70 3.872.272.942.000 0,16 49.251.127.287 0,05 685.034.406.501 1,03 963.242.156.000 0,08 5.333.593.142.000 0,54 Nilai Discretionary Accrual Tahun 2013-2014 DACpt = (TApt/SALESpt) – (TApd/SALESpd) NO KODE PERUSAHAAN 2014 2013 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 APLN ASRI BAPA BEST BIPP BKDP BKSL BSDE COWL CTRA CTRP CTRS DART DILD DUTI ELTY EMDE FMII GMTD JPRT KIJA LAMI LPCK LPKR MDLN MTLA NIRO PWON RBMS RODA SCBD SMRA 0,1825 0,5372 -0,0115 -0,1084 -1,9031 3,4226 -0,6282 0,2841 0,0840 0,2311 -0,0427 0,4716 -0,0439 -0,2218 -0,0314 0,3349 0,0578 0,1760 -1,5902 0,1626 0,3437 -0,0449 0,0562 -0,3445 -1,2973 0,0130 0,0563 0,4752 2,0386 0,4745 -0,0475 0,2688 -0,0349 -0,0599 0,2660 0,1167 2,4948 -1,7383 0,9793 0,0735 0,1710 0,0026 0,1433 0,1891 0,2139 0,0366 0,3115 0,5015 -0,3127 0,4219 2,6411 0,0162 -0,1108 -0,0575 0,4597 0,5452 1,2931 0,0136 -1,0772 -0,0412 -1,9767 2,5123 0,4095 0,4173 Lampiran Hasil Statistik : Uji Asumsi Klasik Statistik Deskriptif Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Pajak_Penghasilan 64 1027246575 560048091102 104238067364 116518602352 LDAR 64 1,9 50,1 19,312 11,6113 DER 64 18,0 224,2 85,772 46,5179 Manajemen_Laba 64 -1,98 3,42 ,1902 ,93798 Valid N (listwise) 64 Uji Normalitas Uji Multikolinieritas a Coefficients Model Collinearity Statistics Tolerance VIF (Constant) 1 LDAR ,595 1,682 DER ,593 1,687 Manajemen_Laba ,985 1,016 a. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan Uji Heteroskedastisitas Hasil Uji Autokorelasi b Model Summary Model 1 R ,488 R Square a ,238 Adjusted R Std. Error of the Durbin- Square Estimate Watson ,200 1,042E+11 a. Predictors: (Constant), Manajemen_Laba, LDAR, DER b. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan Koefisien Determinasi Model Summaryb 2,367 Model 1 R R Square ,488 a Adjusted R Std. Error of the Square Estimate ,238 ,200 1,042E+11 a. Predictors: (Constant), Manajemen_Laba, LDAR, DER b. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan Hasil Pengujian Hipotesis Uji t a Coefficients Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig. Coefficients B Std. Error -1715685464,0 28832315114,4 LDAR 3425943548,7 1466727201,5 DER 477766319,1 -6241873443,5 (Constant) 1 Manajemen_Laba Beta -,060 ,953 ,341 2,336 ,023 366672623,1 ,191 1,303 ,198 14110024676,8 -,050 -,442 ,660 a. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan Hasil Pengujian Hipotesis Uji F a ANOVA Model 1 Sum of Squares Df Mean Square Regression 2,033E+23 3 6,778E+22 Residual 6,520E+23 60 1,087E+22 Total 8,553E+23 63 a. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan b. Predictors: (Constant), Manajemen_Laba, LDAR, DER F 6,237 Sig. ,001 b