PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN

advertisement
PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN MANAJEMEN LABA TERHADAP
PAJAK PENGHASILAN BADAN TERUTANG
(Studi Pada Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Property dan Real Estate
di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
ANDY AZHARI
NIM 1111046100106
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H./2015 M.
'w sl0zrH 9s?I
YIUYXYf
HYfANIYAYOIH f,IUYAS IUflCfN I{VASI SYIISUflAINN
ruI})TNH NYO HYTUYAS SYITNXY.{
Oruvrsr u,uoNoxtr)
rvrvruvnw ronrs wvuooud
HYTUVAS NYYNVflUfld ISYUINflSNOX
ro0zzt600z60r U.t6I'drN
IS'W "fl'S'BIIauIY B{lrf,
{M
IsdF{S Surqurrqtusd ueso6l
90IOOI9TOIIII : WIN
IUYHZY AONY
qslo
:
(r(S'g'S) qu;rudg lutouo{f, uuu[rug rulag
qalo.radurel,X 1zru,{5 ntBS qEIuS Iqnueuetr{
{n}un uu4n[u1q
ISdIU)IS
@tOZ-ttOZ unqel ersauopq {oJg €srng Ip
eletsg IBoU uep,(gador4 roDIeS qepe.(g {oJg rBUBC }lqreued uwgzsrued eped Ipn]S)
CNYINUSI NY(VS NY-IISYHCNf,d XVfYd
dYOYHUUJ YgY'I Nf,I ISfYNYIAI NV(I TY(IOru UNIXNUIS HNUYONSd
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Nama
:
Andy Azhari
NIM
:
1111046100106
Program Studi
:
Muamalat (Ekonomi Islam)
Konsentrasi
:
Perbankan Syariah
Instansi
:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta
Judul Skripsi
: Pengaruh Struktur Modal dan Manajemen Laba terhadap Pajak
Penghasilan Badan Terutang (Studi Pada Perusahaan Penerbit
Daftar Efek Syariah Sektor Property dan Real Estate di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2013-2014).
Menyatakan dengan sesungguhnya dan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang
saya buat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri, kecuali apabila dalam
pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan pada
institusi manapun, serta bukan karya jiplakan milik orang lain. Saya bertanggung
jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus
dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa adanya
paksaan dan tekanan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik
jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jakarta, Oktober 2015
Andy Azhari
NIM. 1111046100106
iv
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba menganalisis apakah long term debt to asset ratio, debt
to equity ratio dan manajemen laba secara parsial dan simultan berpengaruh terhadap
pajak penghasilan badan terutang. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan
penerbit daftar efek syariah yang bergerak pada sektor property dan real estate yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2014. Metode analisis yang digunakan
adalah analisis regresi linier berganda dengan menggunakan software SPSS versi
20.0.
Hasil pengujian secara simultan atau uji F dihasilkan bahwa long term debt to
asset ratio, debt to equity ratio dan manajemen laba secara bersama-sama
berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang pada taraf signifikansi 0,001
dengan alpha 5% atau 0,001 < 0,05. Selanjutnya untuk pengujian secara parsial atau
uji t dari ketiga variabel independen ditemukan bahwa hanya variabel Long Term
Debt to Asset Ratio yang berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap variabel
dependen Pajak Penghasilan Badan Terutang pada taraf signifikansi 0,023 dengan
alpha 5% atau (0,023 < 0,05). Sedangkan variabel Debt to Equity Ratio dan variabel
Manajemen Laba secara parsial tidak berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan
terutang perusahaan.
Kata Kunci : Long term debt to asset ratio, debt to equity ratio, manajemen laba dan
pajak penghasilan badan terutang
Dosen Pembimbing : Erika Amelia, S.E., M.Si
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala
rahmat, karunia dan hidayah-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW sebagai uswatun
khasanah dalam hidup ini yang telah menuntun umatnya dari alam kegelapan menuju
ke alam yang terang benderang.
Alhamdulillah, penelitian skripsi yang berjudul “Pengaruh Struktur Modal
dan Manajemen Laba terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang (Studi Pada
Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Property dan Real Estate di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014)” telah dapat penulis selesaikan. Penulisan
karya ilmiah dalam bentuk skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi strata satu (S1) guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Syariah (S.E.Sy) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Merupakan suatu kehormatan bagi penulis untuk mempersembahkan yang
terbaik kepada almamater, kedua orang tua, seluruh keluarga dan pihak-pihak yang
telah ikut andil dalam penyelesaian skripsi ini. Sebagai bentuk penghargaan, penulis
sampaikan ucapan terima kasih kepada:
1.
Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak AM. Hasan Ali, M.A dan Bapak Abdurrauf, Lc, M.A, selaku Ketua dan
Sekretaris Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Ibu Erika Amelia S.E,. M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
banyak waktu serta memberikan arahan dengan penuh kesabaran dan
memberikan masukan yang sangat bermanfaat demi terselesaikannya skripsi ini
vi
dengan baik. Terimakasih banyak Bu atas segala ilmu bermanfaat yang telah
diberikan kepada saya, semoga amal kebaikannya dibalas oleh Allah SWT.
4.
Segenap dosen dan staf akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu pengetahuan yang sangat
bermanfaat bagi penulis.
5.
Orangtua tercinta, Bapak Achmad Ghozali dan Ibu Inah Maryanah atas segala
limpahan kasih sayang, doa beserta dukungan yang tiada pernah henti-hentinya
untuk saya. Terima kasih atas segala perjuangan dan pengorbanan yang telah
dilakukan demi pendidikan saya selama ini. Terimakasih bapak dan ibu, tanpa
kalian skripsi ini bukanlah apa-apa.
6.
Kakak saya: “Imran Rosyadi S.Sos., MM” beserta istri “Rusbiantari S.E” dan si
endut “Raffa”. Kakak “Nurfadillah” beserta suami “Suhandi” dan putranya
“Adit”. Beserta adik penulis yang tercantik “Annisa Amalia”. Terimakasih
untuk kehangatan keluarga yang diberikan, dukungan dan segala motivasi yang
diberikan untuk penulis.
7.
Sahabat terbaik penulis selama menjalani kuliah di UIN Jakarta, untuk Ahmad
Syaugi “Amechenko” terimakasih untuk sharing atas segala ilmu-ilmunnya
terkait pelajaran, persahabatan dan termasuk juga seputar problematika
percintaan, hehe, dan Rahmad Abdillah “Bos” (teman yang selalu jadi objek
canda tawa), hehe becanda boss. Terima kasih broo untuk persahabatan dan
kebersamaannya. Sukses selalu untuk kita, Amin Ya Allah.
8.
Yella Novela Dara Amelia, terima kasih atas segala kebaikan-kebaikan dan
dorongan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Semoga sukses selalu
dalam menggapai cita-citanya.
9.
Teman-teman seperjuangan perbankan syariah 2011, terimakasih untuk
kebersamaannya selama ini. Semoga perjuangan kita akan berbuah manis dan
sukses untuk kita semua.
vii
10.
Serta seluruh pihak yang telah berjasa namun belum mampu penulis sebutkan
satu persatu. Terimakasih untuk segala bantuannya, semoga kebaikan kalian
dibalas dengan pahala yang berlimpah oleh Allah SWT. Amin..
Semoga Allah SWT dengan ridho-Nya membalas segala kebaikan dengan
pahala yang berlipat ganda. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah berusaha
dengan semaksimal mungkin memberikan yang terbaik. Penulis menyadari skripsi ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap adanya saran dan
kritik yang membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan skripsi ini.
Demikian skripsi ini penulis buat, semoga bermanfaat untuk masyarakat luas dan
menambah ilmu pengetahuan. Amin.
Jakarta, Oktober 2015
Andy Azhari
NIM. 1111046100106
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI SIDANG ........................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH........................................ iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................... 7
1. Pembatasan Masalah ...................................................................... 7
2. Perumusan Masalah ....................................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 8
1. Tujuan Penelitian ........................................................................... 8
2. Manfaat Penelitian ......................................................................... 9
D. Review Studi Terdahulu....................................................................... 10
E. Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................................ 14
F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 17
ix
A. Pasar Modal Syariah ............................................................................ 17
1. Pengertian Pasar Modal Syariah .................................................... 17
2. Prinsip-Prinsip Pasar Modal Syariah ............................................. 18
3. Saham Syariah................................................................................ 19
B. Konsep Modal ...................................................................................... 22
C. Struktur Modal ..................................................................................... 22
1. Pengertian Struktur Modal ............................................................. 22
2. Rasio Struktur Modal ..................................................................... 23
3. Komponen Struktur Modal ............................................................ 24
4. Teori Struktur Modal...................................................................... 25
5. Faktor Penentu Struktur Modal ...................................................... 29
D. Manajemen Laba .................................................................................. 33
1. Pengertian Manajemen Laba .......................................................... 33
2. Motivasi Manajemen Laba............................................................. 34
3. Pola Manajemen Laba .................................................................... 37
4. Teknik Manajemen Laba................................................................ 38
5. Teknik Pendeteksian Manajemen Laba ......................................... 40
E. Pajak Penghasilan................................................................................. 42
1. Pengertian Pajak Penghasilan ........................................................ 42
2. Subjek Pajak Penghasilan .............................................................. 43
3. Objek Pajak Penghasilan ................................................................ 46
4. Tarif Wajib Pajak Badan ................................................................ 49
x
F. Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis Penelitian............................51
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 55
A. Metode Penelitian................................................................................. 55
B. Metode Penentuan Sampel ................................................................... 56
C. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 59
D. Definisi Operasional Variabel .............................................................. 59
1. Variabel Terikat (Dependent Variabel) ......................................... 60
a. Pajak Penghasilan Badan Terutang .......................................... 60
2. Variabel Bebas (Independent Variabel) ......................................... 60
a. Long Term Debt to Asset Ratio ................................................ 60
b. Debt to Equity Ratio ................................................................. 61
c. Manajemen Laba ...................................................................... 61
E. Teknik Analisis Data ............................................................................ 63
1. Statistik Deskriftif .......................................................................... 63
2. Uji Asumsi Klasik .......................................................................... 64
a. Uji Normalitas .......................................................................... 64
b. Uji Multikolinieritas ................................................................. 65
c. Uji Heteroskedastisitas ............................................................. 66
d. Uji Autokorelasi ....................................................................... 66
3. Analisis Regresi Berganda ............................................................. 68
4. Uji Hipotesis .................................................................................. 70
a. Koefisien Determinasi (R2) ...................................................... 70
xi
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ............................... 70
c. Uji Signifikansi Parsial (Uji Statistik t) ................................... 71
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 72
A. Penemuan dan Pembahasan ................................................................. 72
1. Analisis Statistik Deskriptif ........................................................... 72
B. Hasil Uji Asumsi Klasik ...................................................................... 74
1. Hasil Uji Normalitas ...................................................................... 74
a. Melalui Uji Histogram & Kurva Normal P-Plot ..................... 74
b. Melalui Uji Kolmogorov-Smirnov Test .................................... 76
2. Hasil Uji Multikolinieritas ............................................................. 77
3. Hasil Uji Heteroskedastisitas ......................................................... 78
4. Hasil Uji Autokorelasi.................................................................... 80
C. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ............................................... 81
1. Hasil Uji Koefisien Determinasi .................................................... 81
2. Hasil Uji Hipotesis ......................................................................... 82
a. Uji Signifikansi Simultan (F-Test) ........................................... 82
b. Uji Signifikansi Parsial (t-test) ................................................. 83
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 90
A. Kesimpulan .......................................................................................... 90
B. Saran..................................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 94
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Review Studi Terdahulu................................................................... 11
Tabel 3.1 Kriteria Pemilihan Sampel ............................................................... 57
Tabel 3.2 Daftar Sampel Perusahaan ............................................................... 58
Tabel 4.1 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ............................................ 72
Tabel 4.2 One-Sample Kolmogorof-Smirnov Test ........................................... 77
Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas .............................................................. 78
Tabel 4.4 Hasil Uji Run test ............................................................................. 80
Tabel 4.5 Hasil Uji Koefisien Determinasi ...................................................... 81
Tabel 4.6 Hasil Uji Simultan (F-Test) ............................................................. 82
Tabel 4.7 Hasil Uji Parsial (t-test) ................................................................... 84
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran.................................................................15
Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Histogram Normal Curve......................75
Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Grafik P-P Plot......................................76
Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas Grafik Scatterplot.....................79
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan yang bersumber dari
sektor pajak dilakukan melalui perluasan wajib pajak, perluasan objek pajak,
perubahan tarif pajak dan penegakan hukum dibidang perpajakan. Dengan perluasan
wajib pajak dan objek pajak maka semua pihak: negara dan institusi bisnis maupun
non bisnis mempunyai kepentingan untuk mengetahui dan memahami cara-cara
menghitung, melaporkan, serta menyetorkan kewajiban pajaknya. Apabila wajib
pajak melakukan kesalahan perhitungan dan pembayaran pajak maka akan
menghadapi sanksi administratif atau sanksi pidana. Ada dua kemungkinan kesalahan
yang terjadi dalam perhitungan dan pembayaran pajak, kemungkinan pertama karena
ketidaktahuan dan kemungkinan lain adalah karena unsur kesengajaan atau
kecurangan untuk melakukan penghindaran pajak.1
Tahun 2013 merupakan tahun dimana pemerintah mulai gencar-gencarnya
melakukan penggalian sektor pajak yang potensial untuk meningkatkan penerimaan
dari sektor pajak, dan salah satu yang menjadi perhatian khusus adalah di sektor
property dan real estate. Seperti yang diungkapkan oleh Direktur Potensi, Kepatuhan
dan Penerimaan (PKP), mulai tahun 2013 Ditjen Pajak fokus ke sektor properti secara
nasional. Ditjen Pajak akan melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak yang
1
Diaz Priantara, Perpajakan Indonesia, Cetakan 2 (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h.iii
1
2
bergerak di sektor properti. Hal tersebut tak lepas dari adanya potential loss
penerimaan pajak menurut hasil penelitian awal Ditjen Pajak. Potential loss tak lepas
dari tidak dilaporkannya transaksi sebenarnya dari proses jual-beli tanah maupun
bangunan termasuk properti, real estate dan apartemen.2
Ditinjau dari segi ekonomi, pajak merupakan alat pemindahan sumber daya
dari sektor privat (perusahaan) ke sektor publik. Pemindahan sumber daya tersebut
akan mempengaruhi daya beli (purchasing power) atau kemampuan belanja
(spending power) sektor privat. Oleh karena itu, agar tidak terjadi gangguan terhadap
jalannya aktivitas perusahaan, maka pemenuhan kewajiban perpajakan harus dikelola
secara baik. Bagi negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang
akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun
pengeluaran pembangunan. Namun bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang
dapat mengurangi laba bersih atau keuntungan perusahaan. Berdasarkan perbedaan
kepentingan yang terjadi antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan perusahaan
selaku pihak pembayar pajak, tidak dapat dipungkiri bahwa indikasi praktik-praktik
guna menghindari pembayaran pajak yang besar memang nyata terjadi dilakukan oleh
perusahaan selaku wajib pajak.
Terdapat beberapa cara yang umum ditempuh perusahaan dalam rangka
meminimalisir beban pajak secara legal yang masih diperbolehkan sesuai dengan
2
Nidia Zuraya, “Penerimaan Pajak Hilang, Ditjen Pajak Awasi WP Sektor Properti”, artikel
diakses pada 22 September 2014 dari www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/penerimaanpajak-hilang-ditjen-pajak-awasi-wp-sektor-properti.
3
peraturan perpajakan yang berlaku. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah
dengan memainkan kebijakan leverage atau tingkat penggunaan hutang. Perusahaan
dapat menyiasatinya melalui teknik keuangan dengan memanfaatkan kebijakan
penggunaan hutang dalam mendanai aktivitas operasionalnya yang tertuang dalam
komposisi struktur modal perusahaan.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menyatakan banyak perusahaan yang
melakukan rekayasa utang untuk mengurangi besaran pajaknya. Salah satu cara yang
digunakan yaitu memperbesar utang sehingga bunga utang besar dan beban pajaknya
menurun..3
Penggunaan hutang oleh perusahaan akan menimbulkan biaya bunga yang
harus dibayarkan secara periodik kepada kreditur atau investor obligasi. Peraturan
perpajakan memperlakukan biaya bunga sebagai bagian dari biaya usaha. Oleh karena
itu, semakin besar bunga hutang perusahaan maka pajak yang terutangnya akan
menjadi lebih kecil karena bertambahnya unsur biaya usaha. Sebagaimana dijelaskan
dalam pasal 6 ayat (1) a UU Nomor 17 tahun 2000 yang menyatakan bahwa biaya
bunga dapat menjadi unsur pengurang penghasilan kena pajak. Dalam situasi tertentu,
keadaan inilah yang dapat mendorong adanya penggunaan utang yang semakin besar
di dalam komponen struktur modal perusahaan.
3
Ramdhania El Hida, “Dirjen Pajak: Banyak Perusahaan Rekayasa Utang Untuk Kurangi
Pajak”, artikel diakses pada 22 September 2014 dari http://finance.detik.com/dirjen-pajak-banyakperusahaan-rekayasa-utang-untuk-kurangi-pajak.
4
Berbeda dengan perusahaan yang berlabel sebagai emiten non syariah di
Bursa Efek Indonesia (BEI), pada perusahaan yang tergolong sebagai penerbit daftar
efek syariah yang sahamnya masuk dalam kategori Indeks Saham Syariah Indonesia
(ISSI), penghindaran beban pajak dengan cara memanfaatkan kebijakan hutang
berbunga dalam komposisi struktur modal akan terbatasi dengan adanya peraturan
Bapepam dan LK Nomor: Kep-208/BL/2012 yang hingga saat ini masih
diimplementasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tentang kriteria dan
penerbitan daftar efek syariah, dimana salah satu poinnya mengatur besaran rasio
total hutang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak boleh melebihi
dari 45% bagi emiten yang sahamnya dikategorikan sebagai saham syariah.
Implikasi dari penerapan peraturan tersebut adalah adanya pembatasan dalam
hal penggunaan hutang berbunga pada emiten syariah di BEI. Imbasnya teknik
penghindaran pajak secara legal (tax avoidance) melalui hutang dengan maksud
memanfaatkan biaya bunga pinjaman sebagai tax deductible akan terbatasi dengan
adanya peraturan tersebut.
Selain memanfaatkan kebijkan bunga atas hutang yang dapat dijadikan
pengurang pajak, cara lain yang juga kerap ditempuh perusahaan dalam rangka
menyiasati sebuah peraturan perpajakan yang terasa kurang menguntungkan bagi
perusahaan adalah dengan cara melakukan praktik manajemen laba guna merekayasa
angka laba yang dijadikan sebagai dasar pengenaan penghasilan kena pajak.
5
Perpajakan dapat menjadi motivasi bagi manajer untuk melakukan
manajemen laba, yaitu dengan cara memperkecil taxable income dalam rangka
mengurangi
pajak.4
Manajemen
laba
adalah
upaya
untuk
mengubah,
menyembunyikan dan merekayasa angka-angka dalam laporan keuangan dengan
memainkan metode dan prosedur akuntansi yang digunakan perusahaan.5
Kesenjangan informasi terkadang mendorong manajer untuk berperilaku oportunist
dalam mengungkapkan informasi mengenai perusahaan. Manajer hanya akan
mengungkapkan suatu informasi tertentu jika ada manfaat yang diperolehnya, apabila
tidak ada manfaat yang bisa diperoleh, manajer cenderung akan menyembunyikan
atau menunda pengungkapan informasi, bahkan kalau diperlukan manajer akan
mengubah informasi tersebut.
Fenomena manajemen laba yang berkaitan dengan kasus pajak pernah terjadi
di Indonesia yang dilakukan oleh Grup Bakrie, salah satunya adalah Kasus PT.
Kaltim Prima Coal (KPC) yang merupakan salah satu perusahaan tambang batu bara
milik Grup Bakrie selain PT. Bumi Resources Tbk dan PT. Arutmin Indonesia yang
diduga terkait tindak pidana pajak tahun 2007. Dimana KPC diduga (setelah
penyelidikan) oleh Ditjen Pajak memiliki kurang bayar sebesar Rp 1,5 triliun dan
ditemukan adanya indikasi tindak pidana pajak berupa rekayasa penjualan yang
dilakukan oleh KPC pada tahun 2007 untuk meminimalkan pajak. Hal inilah yang
4
William R Scoot, Financial Accounting Theory 2nd Edition. (Scarrborough Ontario:
Prentice Hall Canada Inc, 2000), h.361
5
Sri Sulistyanto, Manajemen Laba - Teori dan Model Empiris (Jakarta: PT. Grasindo, 2008),
h.15
6
dapat menimbulkan praktek manajemen laba yang berhubungan dengan pajak dalam
merekayasa aktifvitas operasional dari sisi pengakuan pendapatan dan beban untuk
tujuan meminimalkan pajak yang dibayar.6
Undang-undang pajak penghasilan menentukan jenis-jenis penghasilan
sebagai obyek pajak, namun pada umumnya penghasilan yang dinyatakan sebagai
obyek pajak tidak secara spesifik mengatur saat pengakuan pendapatan dan biaya
terkait. Dalam beberapa hal, wajib pajak mempunyai kebebasan di dalam membuat
kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan penentuan saat pengakuan
pendapatan dan biaya, meskipun kebijakan akuntansi yang telah ditetapkan harus
diterapkan secara taat asas atau konsisten dari tahun ke tahun. Berbagai metode
akuntansi digunakan pihak manajemen dalam rangka penghematan pajak.7 Celah
inilah yang dapat membuka peluang bagi manajemen untuk melakukan upaya-upaya
untuk menunda atau mempercepat pengakuan pendapatan dan biaya, sehingga dapat
menekan jumlah pajak yang akan dibayarkan.8
6
Hidayani, “Pengaruh Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba. Earnings
Management (Studi Kasus Pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia)”, (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi, Universitas Pendidikan Indonesia, 2013), h.3
7
William R Scoot, Financial Accounting Theory 2nd Edition. (Scarrborough Ontario:
Prentice Hall Canada Inc, 2000), h.359
8
Lilis Setiawati dan Na’im, “Manajemen Laba” (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia,
2001), h.159
7
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dengan
ini penulis bermaksud untuk melakukan penelitian skripsi dengan mengangkat judul
“Pengaruh Stuktur Modal dan Manajemen Laba Terhadap Pajak Penghasilan
Badan Terutang”. Studi Pada Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor
Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2014
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, agar
permasalahan dalam penelitian skripsi ini tidak meluas, maka penulis memfokuskan
dan membatasi penelitian pada: Indikator struktur modal dalam penelitian ini diukur
dengan menggunakan proksi Long Term Debt to Asset Ratio (LDAR) dan Debt to
Equity Ratio (DER). Perhitungan yang digunakan peneliti sebagai proksi manajemen
laba dilakukan dengan pendeteksian melalui model yang dikembangkan oleh Friedlan
(1994). Pajak Penghasilan yang digunakan dalam penelitian ini dilihat dari angka
Pajak Penghasilan Badan Terutang atau pajak kini yang tercantum dalam laporan
keuangan perusahaan. Penelitian ini mengambil sampel perusahaan yang tercatat
sebagai penerbit daftar efek syariah atau saham syariah sektor property dan real
estate di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2014.
8
2. Perumusan Masalah
Untuk mengangkat permasalahan yang dibahas dalam penelitian skripsi ini,
maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
a) Apakah Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR) berpengaruh terhadap pajak
penghasilan badan terutang?
b) Apakah Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh terhadap pajak penghasilan
badan terutang?
c) Apakah manajemen laba berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan
terutang?
d) Apakah Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR), Debt to Equity Ratio
(DER) dan manajemen laba secara simultan berpengaruh terhadap pajak
penghasilan badan terutang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menemukan
bukti empiris mengenai:
a) Pengaruh Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR) terhadap pajak
penghasilan badan terutang.
9
b) Pengaruh Debt to Equity (DER) terhadap pajak penghasilan badan terutang.
c) Pengaruh manajemen laba terhadap pajak penghasilan badan terutang.
d) Pengaruh simultan Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR), Debt to Equity
Ratio (DER) dan manajemen laba terhadap pajak penghasilan badan terutang.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang
terkait dengan topik penelitian, diantaranya:
a) Bagi Pemerintah.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah khususnya
direktorat jenderal pajak untuk mengeluarkan regulasi terkait besaran
maksimal penggunaan struktur modal perusahaan yang berasal dari dana
eksternal berupa hutang yang berbunga terkait untuk kepentingan pajak.
Selain itu untuk meminimalisir praktik manajemen laba, pemerintah dapat
mengeluarkan peraturan yang ketat terkait penerapan transparansi dalam
laporan keuangan dan berupa sanksi tegas terhadap perusahaan yang
melakukan penyimpangan terkait pelaporan keuangannya.
10
b) Bagi Perusahaan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perusahaan
untuk mengambil keputusan keuangannya, terutama dalam menentukan
struktur modal yang efisien dan profitable namun tanpa mengabaikan aspek
resiko dan etika bisnis yang bermoral.
c) Bagi Akademisi
Sebagai referensi guna mempermudah akademisi dalam mempelajari
manajemen keuangan perusahaan dan mengenai konsep perpajakan.
d) Bagi Peneliti
Untuk memperdalam pengetahuan penulis, terutama yang berkaitan
dengan struktur permodalan perusahaan, manajemen laba dan sistem
perpajakan.
D. Review Studi Terdahulu
Berdasarkan pengamatan dan pengkajian yang telah dilakukan terhadap
beberapa sumber kepustakaan dan penelitian-penelitian terdahulu tekait tema, penulis
menemukan referensi untuk mengembangkan dan mendukung kelancaran penulisan
skripsi ini. Adapun studi terdahulu yang menjadi acuan dalam penulisan skripsi ini
adalah:
11
12
13
14
E. Kerangka Pemikiran Penelitian
Pajak merupakan salah satu kewajiban perusahaan sebagai wajib pajak yang
dapat dipaksakan dengan Undang-undang dan merupakan pengorbanan sumber daya
ekonomis yang tidak memberikan imbalan (kontraprestasi) secara langsung bagi
perusahaan. Sistem perpajakan di Indonesia menggunakan sistem “Self Assessment”
khususnya pajak penghasilan dalam hal ini untuk penentuan jumlah besarnya pajak
terhutang ditentukan oleh wajib pajak sendiri. Salah satu cara untuk mencapai
efesiensi perhitungan kewajiban pajak yang dibayar oleh perusahaan adalah dengan
melakukan manajemen pajak.
Berdasarkan hal tersebut penulis menduga ada indikasi manajemen pajak
dalam upaya meminimalkan pajak penghasilan yang dilakukan oleh perusahaan
selaku wajib pajak dengan memanfaatkan kebijakan keuangan dan peraturan
perpajakan. Seperti dalam hal penentuan kebijakan struktur permodalan perusaahaan
yang dominan menggunakan hutang untuk tujuan mendapatkan biaya bunga sebagai
pengurang pajak. Sampai dengan melakukan praktik manajemen laba untuk
memanipulasi angka laba yang akan dikenakan sebagai dasar perhitungan laba kena
pajak. Secara singkat kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat disajikan dalam
gambar 1.1 sebagai berikut:
15
Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran
Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor
Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2013 - 2014
Annual Report Emiten
Tahun 2013 -2014
Variabel Independen :
Variabel Dependen :
X1 : LDAR
Pajak Penghasilan
Badan Terutang
X2 : DER
X3 : Manajemen Laba
Analisis Regresi Linier Berganda
Uji Asumsi Klasik & Uji Hipotesis
Kesimpulan & Saran
16
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penelitian ini, maka disusun sistematika penulisan yang
terdiri dari lima bab dengan rincian sebagai berikut:

BAB I
PENDAHULUAN :
Latar Belakang Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan
dan Manfaat Penelitian, Review Studi Terdahulu, Kerangka Pemikiran
Penelitian dan Sistematika Penelitian.

BAB II LANDASAN TEORI :
Pasar Modal Syariah, Konsep Modal, Struktur Modal, Manajemen Laba dan
Teori Pajak, Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis.

BAB III METODE PENELITIAN :
Metode Penelitian, Definisi Operasional Variabel Penelitian, Uji Asumsi
Klasik dan Uji Hipotesis Analisis Regresi Berganda.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN :
Intepretasi hasil Analisis Statistik Deskriptif, Uji Asumsi Klasik dan Uji
Hipotesis Regresi Linier Berganda.

BAB V PENUTUP :
Kesimpulan dan Saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pasar Modal Syariah
1. Pengertian Pasar Modal Syariah
Pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar yang memperjualbelikan
berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka pendek, menengah maupun jangka
panjang, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri yang diterbitkan oleh
perusahaan swasta. Pasar modal (capital market) mempertemukan pemilik dana
(supplier of fund) dengan pengguna dana (user of fund) dengan tujuan investasi
jangka menengah (midle term investment) dan investasi jangka panjang (longe term
investment). Kedua pihak melakukan jual beli modal yang berwujud efek. Pemilik
dana menyerahkan sejumlah dana dan penerima dana (perusahaan terbuka)
menyerahkan bukti kepemilikan berupa efek.1
Sementara itu, pasar modal yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip-prinsip syariah dapat disebut sebagai pasar modal syariah.2 Pengertian ini
hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Heri Sudarsono yang mendifinisikan
1
Muhammad Nasarudin Irsan dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia
(Jakarta: Kencana, 2007), h.291
2
Burhanuddin Susanto, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2010), h.131
17
18
pasar modal syariah sebagai pasar modal yang instrumen-instrumen di dalamnya
berprinsipkan syariah.3
Dengan mengacu pada pengertian tersebut, dapat dimengerti bahwa terdapat
perbedaan antara kegiatan pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional.
Secara umum perbedaan tersebut dapat dilihat pada landasan akad-akad yang
digunakan dalam transaksi atau surat berharga yang diterbitkannya. Dalam pasar
modal syariah, apabila suatu perusahaan ingin mendapatkan pembiayaan melalui
penerbitan surat berharga, maka perusahaan yang bersangkutan sebelumnya harus
memenuhi kriteria penerbitan efek syariah.4
2. Prinsip-Prinsip Pasar Modal Syariah
Prinsip syariah merupakan kesesuaian dengan sistem syariah yang ada yang
meliputi tidak diperkenankan bertransaksi barang dan jasa yang diharamkan seperti
riba, maysir dan gharar. Oleh karena itu, jika ada perusahaan atau bank umum yang
membuat atau mendistribusikan barang atau jasa yang haram, maka tidak termasuk
dalam (daftar) pasar modal syariah.5
Adapun prinsip pasar modal syariah adalah:6
3
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah; Deskripsi dan Ilustrasi
(Yogyakarta: Ekonisia, 2004), h.199
4
Burhanuddin Susanto, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, h.131-132.
5
Ibid., h.131
6
Yani Mulyaningsih, Kriteria Investasi Syariah dalam Konteks Kekinian (Yogyakarta: Kreasi
Wacana, 2008), h.96
19
a. Instrumen atau efek yang diperjualbelikan harus sejalan dengan prinsip
syariah yang terbebas dari unsur riba, maysir dan gharar (ketidakpastian).
b. Emiten yang mengeluarkan efek syariah baik berupa saham ataupun sukuk
harus mentaati semua aturan syariah.
c. Semua efek harus berbasis pada harta atau transaksi riil, bukan mengharapkan
keuntungan dari kontrak utang piutang.
d. Semua transaksi tidak mengandung gharar atau spekulasi.
Perputaran modal pada kegiatan pasar modal syariah tidak boleh disalurkan
kepada jenis industri yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diharamkan.
Pembelian saham pabrik minuman keras, pembangunan penginapan untuk prostitusi
dan lainnya yang bertentangan dengan syariah berarti diharamkan.
Semua transaksi yang terjadi di bursa efek harus atas dasar suka sama suka,
tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau mendzalimi. Tidak
ada unsur riba, tidak bersifat spekulatif atau judi dan semua transaksi harus
transparan, diharamkan adanya insider trading.
3. Saham Syariah
Instrumen atau surat berharga yang diperdagangkan di bursa efek syariah
berbentuk penyertaan modal kepemilikan atau saham dan sukuk. Penyertaan modal
atau saham merupakan salah satu bentuk penanaman modal pada suatu entitas (badan
usaha) yang dilakukan dengan menyetorkan sejumlah dana tertentu dengan tujuan
20
untuk menguasai sebagian hak pemilikan atas perusahaan. Pemegang saham atau
investor mendapatkan hasil melalui pembagian deviden dan capital gain. Perusahaan
penerbit saham pada umumnya berbentuk Perseroan Terbatas (PT).7
Saham adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang
berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau yang biasa disebut emiten. Saham
menyatakan bahwa pemilik sebagian dari perusahaan itu. Dengan demikian kalau
seseorang investor membeli saham, maka ia pun menjadi pemilik atau pemegang
saham perusahaan.8 Regulasi tentang saham diatur dalam pasal 40,41,42 KUHD.
Pemegang saham mempunyai hak untuk menuntut dividen (return) dan hak-hak lain
yang diberikan oleh anggaran dasar perseroan.9
Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah jika saham tersebut
diterbitkan oleh:10
1) Emiten dan Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan dalam anggaran
dasarnya bahwa kegiatan usaha emiten dan perusahaan publik tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
2) Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam anggaran
dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak
7
Muhammad Nafik HR, Bursa Efek dan Investasi Syariah, (Jakarta: Serambi, 2009), h.224
Sawidji Widoatmojo, Cara Cepat Memulai Investasi Saham: Panduan Bagi pemula,
(Jakarta: Gramedia, 2004), h.39
9
Abdul Manan, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), h.93
10
Otoritas Jasa Keuangan, “Pasar Modal Syariah”, artikel diakses pada 4 April 2015 dari
http://www.ojk.go.id/sharia-capital-id
8
21
bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah, namun memenuhi kriteria
sebagai berikut:
I. kegiatan usaha tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam
peraturan IX.A.13, yaitu tidak melakukan kegiatan usaha:
a. perjudian dan permainan yang tergolong judi;
b. perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa;
c. perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu;
d. bank berbasis bunga;
e. perusahaan pembiayaan berbasis bunga;
f. jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi
(maisir), antara lain asuransi konvensional;
g. memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan
barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang atau jasa haram
bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI;
dan/atau, barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat;
h. melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah);
II. rasio total hutang berbasis bunga dibandingkan total aset tidak lebih dari 45%, dan
22
III. rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal lainnya
dibandingkan total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya tidak lebih dari
10%.
B. Konsep Modal
Modal adalah dana yang digunakan untuk membiayai pengadaan aktiva dan
operasi perusahaan. Modal terdiri dari item-item yang ada disisi kanan suatu neraca,
yaitu utang, saham biasa, saham preferen dan laba ditahan.11
Menurut Thomas Copeland modal adalah suatu aktiva dengan umur lebih dari
satu tahun yang tidak diperdagangkan dalam kegiatan sehari-hari.12 Dari kedua
pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa modal adalah dana yang digunakan
untuk
membiayai
pengadaan
aktiva
dan
operasi
perusahaan
yang
tidak
diperdagangkan dalam kegiatan sehari-hari.
C. Struktur Modal
1. Pengertian Struktur Modal
Struktur modal adalah perbandingan antara sumber jangka panjang yang
bersifat pinjaman dan modal sendiri.13
Struktur modal juga dapat didefinisikan sebagai perimbangan atau
perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri.14
11
Lukas Setia Atmaja, Manejemen Keuangan (Yogyakarta: Andi, 2002), h.115
Suyadi Prawirosentono, Pengantar Bisnis Modern: Studi Kasus Indonesia dan Analisis
Kualitatif (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h.365
13
Suad Husnan, Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (keputusan Jangka Panjang)
(Yogyakarta: BPFE, 2000), h.275
12
23
Menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali, struktur modal adalah proporsi dalam
menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dimana dana yang diperoleh
menggunakan kombinasi atau paduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang
yang terdiri dari dua sumber utama yakni yang berasal dari dalam dan luar
perusahaan.15
Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan struktur modal adalah proporsi dalam pemenuhan kebutuhan
belanja perusahaan, dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinsai atau
panduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri dari dua sumber
utama, yakni yang berasal dari dalam dan luar perusahaan.
2. Rasio Struktur Modal
Weston dan Copeland memberikan suatu konsep tentang faktor leverage sebagai
rasio proksi dari struktur modal. Faktor leverage adalah rasio antara nilai buku
seluruh hutang (debt = D) terhadap total aktiva (total aset = TA) atau nilai total
perusahaan. Bila membahas tentang total aktiva, yang dimaksudkan adalah total nilai
buku dari aktiva perusahaan berdasarkan catatan akuntansi. Nilai total perusahaan
berarti total nilai pasar seluruh komponen struktur modal perusahaan.16
14
Bambang Riyanto, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan (Yogyakarta: BPFE, 2001),
h.296
15
Ahmad Rodoni dan Herni Ali, Manajemen Keuangan, (Jakarta: Mitra Wacana Media,
2010), h.137
16
Weston J Fred and Thomas E Copeland, Manajemen Keuangan, Edisi Kesembilan, Jilid II
(Jakarta: Binarupa Aksara, 1997), h.21
24
Rasio leverage merupakan rasio untuk mengukur seberapa bagus struktur permodalan
perusahaan. Struktur permodalan merupakan pendanaan permanen yang terdiri dari
hutang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham.17
3. Komponen Struktur Modal
Struktur modal suatu perusahaan secara umum terdiri dari dua komponen,
yakni hutang jangka panjang dan modal sendiri, yang diuraikan sebagai berikut:18
1. Hutang Jangka Panjang (Long Term Debt)
Hutang jangka panjang meliputi pinjaman dari bank atau sumber lain yang
meminjamkan uang untuk waktu jangka panjang lebih dari 12 bulan.
Pinjaman hutang jangka panjang dapat berupa pinjaman berjangka (pinjaman
yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja permanen, untuk
melunasi hutang lain, atau membeli mesin dan peralatan) dan penerbitan
obligasi (hutang yang diperoleh melalui penjualan surat-surat obligasi, dalam
surat obligasi ditentukan nilai nominal, bunga per tahun, dan jangka waktu
pelunasan obligasi tersebut).19
2. Modal Sendiri (Equity)
Modal sendiri atau ekuitas merupakan modal jangka panjang yang diperoleh
dari pemilik perusahaan atau pemegang saham. Modal sendiri diharapkan
tetap berada dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas
17
Hadi Wahyono, “Komperasi Kinerja Perusahaan Bank dan Asuransi Studi Empiris di Bursa
Efek Jakarta, Jurnal riset ekonomi dan manajemen, vol. 2 No.2, Mei (2002), h.12
18
Warsono, Manajemen Keuangan (Malang: UMM Press, 2003), h.236
19
Arthur J Keown, Manajemen Keuangan: Prinsip-Prinsip dan Aplikasi (Jakarta: PT. Indeks
Kelompok Gramedia, 2004), h.38
25
sedangkan modal pinjaman memiliki jatuh tempo. Ada 2 (dua) sumber utama
dari modal sendiri yaitu modal saham preferen dan modal saham biasa,
sebagaimana dijelaskan berikut ini:
a. Modal Saham Preferen
Saham preferen memberikan para pemegang sahamnya beberapa hak
istimewa yang menjadikannya lebih senior atau lebih diprioritaskan
daripada pemegang saham biasa. Oleh karena itu, perusahaan tidak
memberikan saham preferen dalam jumlah yang banyak.
b. Modal Saham Biasa
Pemilik perusahaan adalah pemegang saham biasa yang menginvestasikan
uangnya dengan harapan mendapat pengembalian dimasa yang akan
datang. Pemegang saham biasa kadang-kadang disebut pemilik residual
sebab mereka hanya menerima sisa setelah seluruh tuntutan atas
pendapatan dan asset telah dipenuhi.
4. Teori Struktur Modal
Teori mengenai struktur modal modern bermula pada tahun 1958, ketika
Profesor Franco Modigliani dan Profesor Merton Miller (yang selanjutnya kita sebut
MM), mempublikasikan apa yang disebut sebagai artikel keuangan yang paling
berpengaruh yang pernah ditulis. Berdasarkan serangkaian asumsi yang sangat
membatasi, MM membuktikan bahwa nilai suatu perusahaan tidak dipengaruhi oleh
struktur modalnya. Dengan perkataan lain, hasil-hasil MM menyatakan bahwa tidak
26
menjadi masalah bagaimana perusahaan membiayai operasinya, jadi struktur modal
tidak relevan. Tetapi, studi MM didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak realistis,
antara lain:20
a. Tidak ada biayai broker (pialang)
b. Tidak ada pajak
c. Tidak ada biaya kebangkrutan
d. Para investor dapat meminjam dengan tingkat suku bunga yang sama seperti
manajemen mengenai peluang investasi perusahaan dimasa mendatang
e. EBIT tidak dipengaruhi oleh penggunaan utang
Menurut Brigham dan Houston (2001), meskipun beberapa dari asumsiasumsi ini terlihat tidak realistis, hasil-hasil MM yang tidak relevan sangat
penting artinya. Dengan menunjukkan kondisi-kondisi di mana struktur modal
tidak relevan, MM juga memberikan beberapa petunjuk kepada kita tentang apa
yang diperlukan bagi struktur modal agar menjadi relevan sehingga akan
mempengaruhi nilai suatu perusahaan.21 Hasil kerja MM menandai awal dari riset
atas struktur modal modern, dan riset selanjutnya dipusatkan untuk melemahkan
asumsi-asumsi MM dalam upaya mengembangkan teori struktur modal yang
20
Eugene F Brigham and Joel F Houston, Manajemen Keuangan (Jakarta: Erlangga, 2001),
21
Ibid., h.31
h.30
27
lebih realistis. Riset dalam bidang ini sangat luas, tetapi garis besarnya
diringkaskan dalam bagian berikut:22
1) Efek Pajak
MM menerbitkan makalah lanjutan pada tahun 1963 yang melemahkan
asumsi tidak ada pajak perseroan. Peraturan perpajakan memperbolehkan
pengurangan pembayaran bunga sebagai beban, tetapi pembayaran dividen
kepada pemegang saham tidak dapat dikurangkan. Perlakuan yang berbeda ini
mendorong perusahaan untuk menggunakan utang dalam struktur modal
mereka. Sebenarnya, MM memperlihatkan bahwa jika semua asumsi yang
lain berlaku, perbedaan perlakuan ini menyebabkan suatu situasi yang
memerlukan pembelanjaan dengan 100 persen utang. Akan tetapi, kesimpulan
ini diubah beberapa tahun kemudian oleh Merton Miller (kali ini tanpa
Modigliani) ketika ia membahas efek dari pajak perorangan. Ia menyatakan
bahwa semua penghasilan dari obligasi pada umumnya adalah bunga, yang
dikenakan pajak sebagai penghasilan perorangan pada tarif yang mencapai
39,6 persen, sementara penghasilan dari saham biasanya sebagian berasal dari
dividen dan sebagian dari keuntungan modal. Selanjutnya, keuntungan modal
dikenakan pajak dengan tarif maksimum 28 persen, dan pajak ini
ditangguhkan sampai saham itu terjual dan keuangan terealisasi. Jika saham
itu ditahan sampai si pemilik meninggal, tidak ada pajak keuntungan modal
apapun yang harus dibayar. Jadi, bila ditimbang, pengembalian atas saham
22
Ibid., h.32
28
biasa dikenakan pajak dengan tarif efektif yang lebih rendah daripada
pengembalian atas utang. Karena situasi pajak ini, Miller berpendapat bahwa
investor bersedia menerima pengembalian atas saham sebelum pajak yang
relatif rendah dibandingkan dengan pengembalian atas obligasi sebelum
pajak. Jadi, seperti yang dikemukakan Miller, dapat dikurangkannya bunga
untuk tujuan pajak menguntungkan penggunaan pembiayaan dengan utang,
tetapi perlakuan pajak yang lebih menguntungkan atas penghasilan dari saham
menurunkan tingkat pengembalian yang diisyaratkan pada saham dan dengan
demikian menguntungkan penggunaan pembelanjaan dengan ekuitas.
2) Efek Biaya Kebangkrutan
Menurut Brigham dan Houston (2001), masalah yang berkait kebangkrutan
semakin cenderung muncul apabila suatu perusahaan menyertakan lebih
banyak utang dalam struktur modalnya. Karena itu, biaya kebangkrutan
menghalangi perusahaan menggunakan utang yang berlebihan. Biaya yang
terkait dengan kebangkrutan mempunyai dua komponen: probabilitas
terjadinya dan biaya-biaya yang akan timbul bila kesulitan keuangan telah
muncul. Perusahaan yang labanya lebih labil, bila semua hal lain sama,
menghadapi peluang kebangkrutan yang lebih besar sehingga harus
menggunakan lebih sedikit utang daripada perusahaan yang stabil.23
23
Ibid., h.33
29
3) Trade-Off Theory
Argumen-argumen terdahulu mengarah pada perkembangan yang disebut
dengan teori trade-off dari leverage, di mana perusahaan menyeimbangkan
manfaat dari pendanaan dengan utang (perlakuan pajak perseroan yang
menguntungkan) dengan suku bunga dan biaya kebangkrutan yang lebih
tinggi.24
4) Teori Pengisyaratan
Dalam bukunya yang berjudul Manajemen Keuangan, Brigham dan Houston
(2001) menyatakan bahwa MM mengasumsikan bahwa investor memiliki
informasi yang sama mengenai prospek perusahaan seperti yang dimiliki para
manajer, ini disebut kesamaan informasi (symmetric information). Akan
tetapi, dalam kenyataannya manajer mempunyai informasi yang lebih baik
daripada investor luar. Hal ini disebut ketidaksamaan informasi (asymmetric
information) dan ini sangat berpengaruh terhadap keputusan struktur modal
yang optimal.25
5. Faktor Penentu Struktur Modal
Menurut Moeljadi penentuan struktur modal perlu mempertimbangkan
beberapa hal, yang dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini:26
24
Ibid., h.33
Ibid., h.35
26
Mulyadi, Manajemen Keuangan: Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif (Malang:
Banyumedia, 2006), h.274
25
30
a. Tujuan Perusahaan
Jika tujuan manajer adalah memaksimumkan kemakmuran/kekayaan para
pemegang saham, maka struktur modal yang optimal adalah yang dapat
memaksimumkan nilai pasar perusahaan. Sedangkan apabila tujuan para
manajer memaksimumkan keamanan pekerjaannya, maka struktur modal yang
optimal terletak pada leverage rata-rata perusahaan lain dalam satu industri.
b. Tingkat leverage perusahaan dalam satu industri
c. Kemampuan dana intern
Penentu utama dana intern adalah tingkat pertumbuhan pendapatan. Tingkat
pertumbuhan pendapatan yang tinggi memungkinkan manajemen memperoleh
dana yang lebih besar daripada laba ditahan yang akan mengurangi dana
pinjaman.
d. Pemusatan pemilikan dan pengendalian suara
Apabila saham yang ada dalam perusahaan hanya dimiliki oleh sejumlah kecil
pemilik, maka manajer akan segan untuk mengeluarkan saham baru.
e. Batas kredit
Usaha manajemen untuk menyesuaikan leverage dengan yang lain diinginkan
dipengaruhi oleh sikap kreditor terhadap perusahaan tersebut.
f. Ukuran Perusahaan
Suatu perusahaan yang berukuran besar lebih mudah memperoleh pinjaman
jika dibandingkan dengan perusahaan kecil.
31
g. Pertumbuhan aktiva perusahaan
Pertumbuhan
aktiva
dapat
dijadikan
indikator
bagi
kesempatan
pengembangan perusahaan pada waktu yang akan datang, sebab dapat
memberikan gambaran bagi kebutuhan dana secara total dalam perusahaan
tersebut.
h. Stabilitas Earnings
Berhubung variabilitas earnings dapat menjadi ukuran risiko bisnis suatu
perusahaan, maka calon kreditor cenderung memberikan pinjaman kepada
perusahaan yang mempunyai earnings yang relatif stabil.
i. Biaya modal sendiri
Karena biaya modal sendiri (cost of equity) dapat merefleksikan harga saham,
maka turun naiknya harga saham akan menunjukkan harapan bagi equity
financing yang murah/mahal yang dapat mengakibatkan dept financing
menjadi kurang/lebih menarik. Perubahan harga saham akan mempunyai
hubungan yang negatif dengan rasio leverage
j. Biaya utang
Jika biaya utang kd > rentabilitas aktiva re, maka penambahan utang akan
membawa efek yang unfavourable bagi rentabilitas modal sendiri.
k. Tarif pajak
Karena pembayaran bunga merupakan tax-deductible bagi perusahaan, maka
debt-financing akan lebih menarik daripada equity-financing. Dengan
32
demikian, tarif pajak dan rasio leverage dihipotesiskan mempunyai hubungan
yang positif.
l. Perkiraan tingkat inflasi
Perkiraan tingkat inflasi akan mempengaruhi permintaan dan penawaran dan.
Dalam keadaan inflasi yang tinggi, perusahaan lebih menyukai debtfinanciing.
m. Kemapuan dana sumber utang
Penawaran dana secara agregat terutama dipengaruhi oleh kebijakan
pemerintah. Berkurangnya ketersediaan dana ekstern mengakibatkan debtfinancing menjadi lebih mahal.
n. Kebiasaan umum di pasar modal
Kebiasaan yang kaku di pasar modal, misalnya investor yang hanya
menyenangi surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh bank, perusahaan
asuransi, dan public utility, akan menyulitkan perusahaan untuk segera
mengubah struktur modalnya.
o. Struktur aktiva
Apabila komposisi aktiva suatu perusahaan bersifat capital-intensive, maka
yang diutamakan adalah equity-financing. Artinya, modal pinjaman hanya
merupakan pelengkap, terutama untuk memenuhi kebutuhan dana bagi modal
kerja.
33
D. Manajemen Laba
1. Pengertian Manajemen Laba
Menurut Sri Sulistyanto secara umum manajemen laba didefinisikan sebagai
upaya menajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasiinformasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang
ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Istilah intervensi dipakai sebagai
dasar sebagian pihak untuk menilai manajemen laba sebagai kecurangan. Sementara
pihak lain tetap menganggap aktivitas rekayasa manajerial ini bukan sebagai
kecurangan. Alasannya, intervensi itu dilakukan manajer perusahaan dalam kerangka
standar akuntansi, yaitu masih menggunakan metode dan prosedur akuntansi yang
diterima dan diakui secara umum.27
Menurut Healy and Wahlen, manajemen laba terjadi ketika para manajer
menggunakan keputusan tertentu dalam laporan keuangan dan mengubah transaksi
untuk mengubah laporan keuangan sehingga menyesatkan stakeholder yang ingin
mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi
hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporakan dalam
laporan keuangan.28
27
Sri Sulistyanto, Manajemen Laba: Teori dan Model Empiris (Jakarta: Grasindo, 2008), h.6
P.M. Healy and J.M. Wahlen, “A Review of The Earnings Management Literature and its
implication for standard setters”, Accounting Horizons Vol. 13 No. 4 (Dec 1999), h.368
28
34
2. Motivasi Manajemen Laba.
Secara umum terdapat beberapa hal yang memotivasi individu atau badan
usaha melakukan tindakan creative accounting atau manajemen laba, yaitu:29
a. Motivasi Bonus.
Dalam sebuah perjanjian bisnis, pemegang saham akan memberikan sejumlah
insentif dan bonus sebagai feedback atau evaluasi atas kinerja manajer dalam
menjalankan operasional perusahaan. Insentif ini diberikan dalam jumlah
relatif tetap dan rutin. Sementara, bonus yang relatif lebih besar nilainya
hanya akan diberikan ketika kinerja manajer berada di area pencapaian bonus
yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Kinerja manajer salah satunya
diukur dari pencapaian laba usaha. Pengukuran kinerja berdasarkan laba dan
skema bonus tersebut memotivasi para manajer untuk memberikan performa
terbaiknya sehingga tidak menutup peluang mereka melakukan tindakan
manajemen laba agar dapat menampilkan kinerja yang baik demi
mendapatkan bonus yang maksimal.
b. Motivasi Utang.
Selain melakukan kontrak bisnis dengan pemegang saham, untuk kepentingan
ekspansi perusahaan, manajer seringkali melakukan beberapa kontrak bisnis
dengan pihak ketiga, dalam hal ini adalah kreditor. Agar kreditor mau
menginvestasikan
29
dananya
di
perusahaan,
tentunya
manajer
harus
Dedhy Sulistiawan, Yeni Januarsi dan Liza Alvia, Creative Accounting–Mengungkap
Manajemen Laba dan Skandal Akuntansi (Jakarta: Salemba Empat, 2011), h.31
35
menunjukkan performa yang baik dari perusahaannya. Untuk memperoleh
hasil maksimal, yaitu pinjaman dalam jumlah besar, perilaku kreatif dari
manajer untuk menampilkan performa yang baik dari laporan keuangannya
pun seringkali muncul.
c. Motivasi Pajak.
Tindakan manajemen laba tidak hanya terjadi pada perusahaan go public dan
selalu untuk kepentingan harga saham, tetapi juga untuk kepentingan
perpajakan. Kepentingan ini didominasi oleh perusahaan yang belum go
public. Perusahaan yang belum go public cenderung melaporkan dan
menginginkan untuk menyajikan laporan laba fiskal yang lebih rendah dari
nilai yang sebenarnya. Kecenderungan ini memotivasi manajer untuk
bertindak kreatif melakukan tindakan manajemen laba agar seolah-olah laba
fiskal yang dilaporkan memang lebih rendah tanpa melanggar aturan dan
kebijakan akuntansi perpajakan.
d. Motivasi Initial Public Offering (IPO).
Motivasi ini banyak digunakan oleh perusahaan yang akan go public ataupun
sudah go public. Perusahaan yang akan go public akan melakukan penawaran
saham perdananya ke publik atau lebih dikenal dengan istilah Initial Public
Offering (IPO) untuk memperoleh tambahan modal usaha dari calon investor.
Begitupun dengan perusahaan yang sudah go public untuk kelanjutan dan
ekspansi usahanya.
36
e. Motivasi Pergantian Direksi.
Praktik manajemen laba biasanya terjadi pada sekitar periode pergantian
direksi atau chief executive officer (CEO). Menjelang berakhirnya masa
jabatan, direksi cenderung bertindak kreatif dengan memaksimalkan laba agar
performa kerjanya tetap terlihat baik pada tahun terakhir ia menjabat.
Motivasi utama yang mendorong hal tersebut adalah untuk memperoleh bonus
yang maksimal pada akhir masa jabatannya.
f. Motivasi Politis.
Motivasi ini biasanya terjadi pada perusahaan besar yang bidang usahanya
banyak menyentuh masyarakat luas, seperti perusahaan-perusahaan strategis
semisal perminyakan, gas, listrik, dan air. Demi menjaga tetap mendapatkan
subsidi,
perusahaan-perusahaan
tersebut
cenderung
menjaga
posisi
keuangannya dalam keadaan tertentu sehingga prestasi atau kinerjanya tidak
terlalu baik karena jika sudah baik, kemungkinan besar subsidi tidak lagi
diberikan.
Dari penjelasan di atas terdapat beberapa motivasi yang mendorong terjadinya
manajemen laba, namun yang sejalan dengan penelitian ini yaitu ditinjau dari
motivasi perpajakan (taxation motivations). Scott mengemukakan bahwa motivasi
penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Namun
demikian, kewenangan pajak cenderung untuk memaksakan aturan akuntansi pajak
sendiri untuk menghitung pendapatan kena pajak. Seharusnya secara umum
perpajakan tidak mempunyai peran besar dalam keputusan manajemen laba. Intinya
37
manajer termotivasi melakukan manajemen laba untuk menurunkan laba demi
mengurangi beban pajak yang harus dibayar.30
3. Pola Manajemen Laba
Menurut Scott ada empat pola manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan
yaitu:31
1. Taking a bath
Manajemen laba dengan pola taking a bath biasanya dilakukan ketika
perusahaan melakukan reorganisasi termasuk saat pergantian CEO. Taking a
bath dilakukan dengan melaporkan rugi yang besar pada periode sekarang.
2. Income Minimization
Income minimization adalah pola manajemen laba yang serupa dengan taking
a bath namun dalam bentuk yang tidak terlalu ekstrim. Income minimization
dilakukan dengan memilih kebijakan yang dapat meminimalkan laba seperti
penghapusan beberapa aset dan intangible asset, beban pemasaran, dan beban
R&D.
3. Income Maximization
Manajer melakukan income maximization dengan tujuan untuk meningkatkan
laba perusahaan agar bisa mencapai bogey dalam skema bonus. Namun
30
William R. Scott, Financial Accounting Theory (Toronto Ontaria: Pearson, 2012), h.432-435
William R. Scott, Financial Accounting Theory, 3rd edition (Prentice Hall: United States of
America, 2003), h.383
31
38
income maximization yang dilakukan akan berhenti ketika sudah mencapai
cap yang ada dalam skema bonus.
4. Income Smoothing
Income smoothing mungkin adalah pola yang paling menarik dalam
manajemen laba. Manajer akan melakukan income smoothing diantara bogey
dan cap. Skema bonus memberikan insentif bagi manajemen untuk
mempertahankan laba di antara bogey dan cap.
4. Teknik Manajemen Laba
Manajemen laba dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu:32
1) Perubahan metode akuntansi
Manajemen mengubah metode akuntansi yang berbeda dengan metode
sebelumnya sehingga dapat menaikkan atau menurunkan angka laba. Metode
akuntansi memberikan peluang bagi manajemen untuk mencatat suatu fakta tertentu
dengan cara yang berbeda, misalnya:
a) Mengubah metode depresiasi aktiva tetap dari metode jumlah angka tahun
(sum of the year digit) ke metode depresiasi garis lurus (straight line)
b) Mengubah periode depresiasi
2). Memainkan kebijakan perkiraaan akuntansi
32
Asyik dan Soelistyo, “Kemampuan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Laba: Penetapan
Rasio Keuangan Sebagai Discriminator”, Jurnal riset akuntansi Indonesia. Vol.15 No. 33 (Juli, 2000),
h.23.
39
Manajemen mempengaruhi laporan keuangan dengan cara memainkan kebijakan
perkiraan akuntansi. Hal tersebut memberikan peluang bagi manajemen untuk
melibatkan subyektifitas dalam menyusun estimasi, misalnya:
a) Kebijakan mengenai perkiraan jumlah piutang tidak tertagih
b) Kebijakan mengenai perkiraan biaya garansi
c) Kebijakan mengenai perkiraan terhadap proses pengadilan yang belum
terputuskan.
3).
Menggeser periode biaya atau pendapatan
Manajemen menggeser periode biaya atau pendapatan atau sering disebut
manipulasi keputusan operasional, misalnya:
a) Mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan
sampai periode akuntansi berikutnya.
b) Mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya.
c) Kerjasama dengan vendor untuk mempercepat atau menunda pengiriman
tagihan sampai periode akuntansi berikutnya.
d) Menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba.
e) Mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak terpakai.
40
5. Teknik Pendeteksian Manajemen Laba
Pada penelitian skripsi ini, manajemen laba dideteksi dengan menggunakan
discretionary accrual yang diukur menggunakan model yang dikembangkan oleh
Friedlan (1994).33 Secara umum penelitian tentang manajemen laba menggunakan
pengukuran berbasis akrual dalam mendeteksi ada tidaknya manipulasi. Salah satu
kelebihan dalam pendekatan total accrual adalah pendekatan tersebut berpotensi
untuk dapat mengungkapkan cara-cara untuk menurunkan atau menaikkan laba,
karena cara-cara tersebut kurang mendapat perhatian untuk diketahui pihak luar.
Total Accrual dalam perhitungan laba terdiri atas nondiscetionary dan discretionary
accrual, nondiscretionary accrual merupakan komponen akrual yang terjadi secara
alami atau wajar seiring dengan perubahan aktivitas perusahaan. Sedangkan
discretionary accrual merupakan komponen akrual yang berasal dari rekayasa
manajemen (earnings management).34 Sesuai penelitian yang dilakukan oleh
Gumanti (2000),35 umumnya poin awal dalam pengukuran discretionary accruals
adalah total accruals, dimana total accruals tersebut terdiri dari komponen non
discretionary accruals dan discretionary accruals. Selanjutnya model yang
dikembangkan Friedlan (1994) digunakan untuk mengukur discretionary accruals.
33
Freidlan J. M. 1994. Accounting Choice of Issuers of Initial Public Offerings. Contemporary Accounting Research 11 (1) (1994): 1-31.
34
Veronica dan Bachtiar, Y. S. Good Corporate Governance Information Asymetry and
Earnings Management. (Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar, 2004)
35
Tatang Ari Gumanti. Earnings Management: Suatu Telaah Pustaka, Jurnal Akuntansi dan
Keuangan. 2 (2) (2000): 104-115
41
Model pengukuran atas discretionary accruals pada penelitian ini dijelaskan dengan
formula sebagai berikut:
TA = NOI - CFO
Keterangan :

TA = Total Accruals

NOI = Net Operating Income

CFO = Cash Flow Operting Activities.
Kemudian akan diukur nilai discretionary accruals dengan menggunakan
persamaan :
DACpt = (TApt/SALEpt) – (TApd/SALEpd)
Keterangan :
 DACpt
= discretionary accrual periode tes
 TApt
= total accruals periode tes
 SALEpt = penjualan periode tes
 TApd
= total accruals periode dasar
 SALEpd = penjualan periode dasar
Didalam melakukan pendeteksian adanya manipulasi laba, pada umumnya
akan ditemukan dua jenis discretionary accruals, yaitu discretionary accruals negatif
42
dan positif.36 discretionary accruals positif mencerminkan manipulasi yang
dilakukan manajer dengan pola income increasing, sedangkan negatif akan
menunjukkan manipulasi income decreasing, bentuk-bentuk discretionary accruals
tersebut disesuaikan dengan motivasi yang dilakukan oleh manajer.
E. Pajak Penghasilan
1. Pengertian Pajak Penghasilan
Pengertian Pajak penghasilan adalah, pajak yang dikenakan terhadap subyek
pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau dapat
pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban
pajak subyektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.37
Dasar hukum pajak penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 Tanggal 23 September 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 4893, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985) yang
merupakan perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tanggal
31 Desember 1983 Tentang PPh, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983
Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263.38
36
Saiful, “Hubungan manajemen laba (earnings management) dengan kinerja operasi dan
return saham di sekitar IPO”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 7 (3, 2004). h.316-332.
37
Erly Suandy, Perpajakan, edisi kedua, cetakan kedua (Jakarta: Salemba Empat, 2010),
h.81
38
Diaz Priantara, Perpajakan Indonesia, Edisi kedua (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013),
h.171
43
2. Subjek Pajak Penghasilan
Secara umum pengertian subjek adalah siapa yang dikenakan pajak. Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak
penghasilan, yang menjadi subjek pajak penghasilan adalah orang pribadi, warisan
yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan dan
bentuk usaha tetap (BUT). Penjelasan dari masing-masing subjek pajak penghasilan
adalah sebagai berikut:39
a. Orang pribadi
Kedudukan orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau
berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
Dalam hal ini, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan
subjek pajak pengganti menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.
Penunjukkan warisan tersebut dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan
yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan, demikian juga dengan
tindakan penagihan selanjutnya.
39
Endah Nilam Rahmadani, “Analisis Pengaruh Struktur Modal Terhadap Pajak Penghasilan
Badan Terutang,” (Skripsi.Fakultas Ekonomi dan Bisnis: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010),
h.15-18
44
c. Badan
Pengertian Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi, Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), Badan Usaha Milik
Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, firma,
kongsi, koperasi, yayasan, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap dan bentuk
badan lainnya.
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Yang dimaksud dengan BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang
berupa:
1) Tempat kedudukan manajemen
2) Cabang perusahaan
3) Kantor perwakilan
4) Gedung kantor
5) Pabrik
6) Bengkel
45
7) Pertambangan dan penggalian sumber alam wilayah kerja pengeboran yang
digunakan untuk eksplorasi pertambangan.
8) Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan dan kehutanan
9) Proyeksi konstruksi instalasi atau proyek perakitan
10) Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
11) Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
berkedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung
risiko di Indonesia.
Sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-undang PPh, subjek pajak dalam
PPh terdiri dari subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Kedua jenis
subjek pajak tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Subjek pajak dalam negeri
Yang dimaksud subjek pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang secara
fisik memang berada atau bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Hal ini
dapat dilihat dalam ketentuan berikut:
1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang
berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
2) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
3) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
46
b. Subjek pajak luar negeri
sedangkan yang menjadi subjek pajak luar negeri adalah:
1) Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun
berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia.
2) Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun
berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.
3. Objek Pajak Penghasilan
Dalam peraturan perpajakan yang dimaksud dengan objek pajak yaitu sesuatu
yang dapa dikenakan pajak. Objek PPh adalah penghasilan. Pengertian penghasilan
menurut undang-undang PPh adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari
47
luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.40
Dari mekanisme aliran pertambahan kemampuan ekonomis, penghasilan yang
diterima oleh wajib pajak dapat dikategorikan atas empat sumber, yaitu:
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan berdasarkan
hubungan kerja dan pekerjaan bebas.
b. Penghasilan dari usaha dan kegiatan
c. Penghasilan dari modal
d. Penghasilan lain-lain, seperti hadiah, pembebasan hutang dan lain sebagainya.
Berdasarkan empat kategori di atas, sesuai dengan pasal 4 ayat (1) Undangundang PPh telah diberikan uraian mengenai objek PPh antara lain:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam undang-undang PPh.
b. Hadiah dari undian, pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.
c. Laba usaha.
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
40
Ibid., h.19
48
1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
2. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya
karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota.
3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan atau pengambilalihan usaha.
4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh
menteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
f. Bunga
termasuk
premium,
diskonto
dan
imbalan
karena
jaminan
pengembalian hutang.
g. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.
h. Royalti.
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
49
k. Keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
m. Selisish lebih karena penilaian kembali aktiva.
n. Premi asuransi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, sepanjang
iuran tersebut ditentukan berdasarkan volume kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas anggotanya.
p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
4. Tarif Wajib Pajak Badan
Sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008, tarif PPh untuk WP Badan terdiri dari
3 (tiga) tarif, yaitu tarif sesuai Pasal 17 ayat (2a) UU PPh, tarif sesuai Pasal 17 ayat
(2b) UU PPh, dan tarif sesuai Pasal 31E UU PPh.41
a. Tarif Pasal 17 Ayat (2a) UU PPh
Besarnya tarif PPh adalah 25% (dua puluh lima persen) dan sudah
diberlakukan sejak Tahun Pajak 2010. Tarif PPh ini adalah tarif umum yang berlaku
41
Ferry Aditama dan Anna Purwaningsh, “Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap
Manajemen Laba Pada Perusahaan Non Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia” (Jurnal,
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta), h.7-8
50
bagi semua WP Badan, khususnya WP Badan yang tidak memenuhi syarat Pasal 17
ayat (2b) maupun Pasal 31E UU PPh.
b. Tarif Pasal 17 Ayat (2b) UU PPh
Bagi WP Badan berbentuk Perseroan Terbuka (Tbk atau go public), mendapat
pengurangan tarif sebesar 5% (lima persen) dari tarif normal atau dengan kata lain
mulai Tahun Pajak 2010, tarif untuk WP Badan yang sudah go public adalah 20%
(dua puluh persen). WP Badan yang berhak mendapat penurunan atau pengurangan
tarif PPh ini adalah WP Badan yang sudah go public dengan kriteria sebagai berikut:
1) Saham diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
2) Jumlah saham yang dilempar ke publik minimal 40% (empat puluh persen)
dari keseluruhan saham yang disetor dan saham tersebut dimiliki oleh
minimal 300 pihak (pemegang saham) baik orang pribadi ataupun badan.
3) Masing-masing pihak (pemegang saham) hanya boleh memiliki saham kurang
dari 5% (lima persen) dari keseluruhan saham yang disetor.
Kondisi yang disebutkan pada kedua poin terakhir tersebut harus dipenuhi
dalam jangka waktu paling singkat 6 (enam) bulan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun
pajak. Jika salah satu dari ketiga kriteria tersebut di atas tidak terpenuhi, maka WP
Badan tersebut harus menggunakan tarif PPh yang ditetapkan dalam Pasal 17 ayat
(2a) UU PPh, yaitu sebesar 25% (dua puluh lima persen).
51
c. Tarif Pasal 31E UU PPh.
Besarnya tarif PPh menurut pasal ini adalah 50% (lima puluh persen) dari tarif
umum yang disebutkan pada Pasal 17 ayat (1) huruf b atau Pasal 17 ayat (2b) UU
PPh. Dengan kata lain, ada diskon tarif PPh sehingga tarif yang dikenakan kepada
WP Badan yang memenuhi syarat hanya sebesar 14% (untuk tahun pajak 2009) atau
12,5% (mulai tahun pajak 2010).
WP Badan yang berhak mendapatkan fasilitas ini adalah WP Badan yang
jumlah peredaran brutonya dalam satu Tahun Pajak tidak lebih dari Rp 50 milyar.
Cara penghitungannya dapat dilihat pada memori penjelasan Pasal 31E UU PPh.
Menurut penegasan dalam poin 2.c. Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor
SE 66/PJ./2010 tanggal 24 Mei 2010, yang dimaksud dengan ‘peredaran bruto’
adalah penghasilan yang berasal dari kegiatan usaha, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, sebelum dikurangi dengan biaya fiskal.
F. Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis Penelitian
1.
Long Term Debt to Asset Ratio terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang
Long Term Debt to Asset Ratio adalah rasio yang mengukur seberapa besar
jumlah aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang jangka panjang. Aktiva didanai
dari dua sumber, yaitu dari investor dan kreditor. Penggunaan hutang oleh
perusahaan akan menimbulkan biaya bunga yang harus dibayarkan secara
periodik kepada kreditur atau investor obligasi. Peraturan perpajakan
52
memperlakukan biaya bunga sebagai bagian dari biaya usaha. Oleh karena itu,
semakin besar bunga hutang perusahaan maka pajak yang terutangnya akan
menjadi lebih kecil karena bertambahnya unsur biaya usaha. Sebagaimana
dijelaskan dalam pasal 6 ayat (1) a UU Nomor 17 tahun 2000 yang menyatakan
bahwa biaya bunga dapat menjadi unsur pengurang penghasilan kena pajak.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Endah Nilam Rahmadani (2010)
tentang pengaruh Long Term Debt to Asset Ratio terhadap Pajak Penghasilan
Badan Terutang, menunjukkan semakin besar rasio Long Term Debt to Asset
Ratio maka akan menurunkan jumlah Pajak Penghasilan Badan Terutang.
Berdasarkan keterkaitan antar variabel Long Term Debt to Asset Ratio terhadap
Pajak Penghasilan Badan Terutang maka hipotesis yang akan diajukan yaitu:
Ha1 : Long Term Debt to Asset Ratio berpengaruh signifikan terhadap Pajak
Penghasilan Badan Terutang.
2.
Debt to Equity Ratio terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang
Debt to Equity Ratio adalah perbandingan rasio total hutang dengan ekuitas yang
didefinisikan sebagai proporsi penggunaan total hutang dengan modal sendiri
(ekuitas) dalam kebijakan struktur modal perusahaan. Semakin tinggi rasio
berarti semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang
saham. Peraturan Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia membedakan perlakuan
biaya bunga pinjaman dengan pengeluaran deviden, bahwa bunga pinjaman
dapat dikurangkan sebagai biaya (Tax deductible) sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf a
UU Nomor 17 tahun 2000 sedangkan pengeluaran deviden tidak dapat
53
dikurangkan sebagai biaya (Non-Tax deductible) sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf a
UU Nomor 17 tahun 2000. Pendanaan yang dominan berasal dari hutang akan
menimbulkan biaya berupa bunga hutang yang tinggi, yang tentunya hal ini akan
berdampak pula pada besaran pajak perusahaan. Penelitian sebelumnya
dilakukan oleh Endah Nilam Rahmadani (2010) tentang pengaruh Debt to Equity
Ratio terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang yang menunjukkan hasil
bahwa Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan
positif terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang. Namun berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Yulianti tentang pengaruh Debt to Equity Ratio
terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang yang menunjukkan bahwa Debt to
Equity Ratio berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan negatif terhadap
Pajak Penghasilan Badan Terutang, yang berarti semakin besar Debt to Equity
Ratio maka akan menurunkan jumlah Pajak Penghasilan Badan Terutang.
Berdasarkan keterkaitan antar variabel Debt to Equity Ratio terhadap Pajak
Penghasilan Badan Terutang maka hipotesis yang akan diajukan yaitu:
Ha2 : Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap Pajak Penghasilan
Badan Terutang.
3.
Manajemen Laba terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang
Manajemen laba adalah upaya untuk mengubah, menyembunyikan dan
merekayasa angka-angka dalam laporan keuangan dengan memainkan metode
54
dan prosedur akuntansi yang digunakan perusahaan.42. Perpajakan dapat menjadi
motivasi bagi manajer untuk melakukan manajemen laba, yaitu dengan cara
memperkecil taxable income dalam rangka mengurangi pajak.43 Berbagai metode
akuntansi digunakan pihak manajemen dalam rangka penghematan pajak.44
Penelitian yang dilakukan oleh Chandra Yuliana (2011) menunjukkan hasil
bahwa motivasi pajak mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba.
Berdasarkan keterkaitan antar variabel Manajemen Laba terhadap Pajak
Penghasilan Badan Terutang maka hipotesis yang akan diajukan yaitu:
Ha3 : Manajemen Laba berpengaruh signifikan terhadap Pajak Penghasilan Badan
Terutang.
42
Sri Sulistyanto, Manajemen Laba - Teori dan Model Empiris (Jakarta: PT. Grasindo, 2008),
h.15
43
William R Scoot, Financial Accounting Theory 2nd Edition. (Scarrborough Ontario:
Prentice Hall Canada Inc, 2000), h.361
44
Ibid., h.359
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-analitis
dengan pendekatan kuantitatif. Deskristif-analitis adalah analisis yang ditujukan
untuk menguji hipotesis-hipotesis dan mengadakan interpretasi yang lebih dalam
tentang hubungan-hubungan, sedangkan jenis penelitiannya adalah deskriptif dan
verifikatif.1
Penelitian deskriptif dilakukan untuk mengetahui variasi besaran tingkat
struktur modal, manajemen laba dan pajak penghasilan badan terutang pada
perusahaan yang bergerak di sektor property dan real estate yang tergolong sebagai
emiten yang mengeluarkan Daftar Efek Syariah (DES) periode pelaporan keuangan
tahun 2013-2014. Sedangkan penelitian verifikatif dilakukan untuk menjawab
pertanyaan dalam rumusan masalah, yaitu bagaimana pengaruh struktur modal (Long
Term Debt to Assets Ratio & Debt to Equity Ratio) dan manajemen laba secara
parsial maupun secara simultan terhadap pajak penghasilan badan terutang
perusahaan yang tergolong emiten syariah sektor properti dan real estate periode
2013-2014 berturut-turut.
1
Mohammad Nazir, Metode Penelitian, Cetakan Kelima (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999),
h.105
55
56
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan penerbit saham syariah pada
sektor property dan real estate yang termasuk dalam Indeks Saham Syariah Indonesia
(ISSI) di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2013-2014. Sampel penelitian
ditarik menggunakan teknik non-probability sampling atau penarikan sampel secara
tak acak dengan prosedur judgment / purposive sampling. Kriteria penentuan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan penerbit Daftar Efek Syariah pada sektor property dan real estate
di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2014.
2. Perusahaan konsisten termasuk dalam kategori penerbit Daftar Efek Syariah
selama periode penelitian tahun 2013-2014 sesuai surat keputusan yang
diterbitkan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang Daftar Efek
syariah.
3. Perusahan sampel menerbitkan laporan keuangannya secara lengkap beserta
data yang dibutuhkan penulis selama periode penelitian tahun 2013-2014 dan
bisa diakses melalui website www.idx.co.id Bursa Efek Indonesia.
57
Tabel 3.1
Kriteria Pemilihan Sampel
Keterangan
Jumlah
Perusahaan penerbit Daftar Efek Syariah (DES) sektor property dan
real estate di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2013-2014.

45
Pelanggaran Kriteria 1
Perusahaan tidak konsisten termasuk dalam kategori penerbit Daftar
Efek Syariah selama periode penelitian tahun 2013-2014 sesuai
(7)
surat keputusan yang diterbitkan Dewan Komisioner Otoritas Jasa
Keuangan tentang Daftar Efek syariah.

Pelanggaran Kriteria 2
Perusahan sampel menerbitkan laporan keuangannya secara lengkap
beserta data yang dibutuhkan penulis selama periode penelitian
(6)
tahun 2013-2014 dan bisa diakses melalui website www.idx.co.id
Bursa Efek Indonesia.
Jumlah Sampel Terseleksi yang Digunakan
32
Sumber: Data diolah penulis, 2015.
Berdasarkan kriteria penentuan sampel tersebut, diperoleh data sebagai berikut:
58
Tabel 3.2
Daftar Sampel Perusahaan Penerbit Daftar Efek Syariah Sektor Properti dan
Real Estate Tahun 2013-2014
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Nama Perusahaan
PT Agung Podomoro Land Tbk.
PT Alam Sutera Realty Tbk.
PT Bekasi Asri Pemula Tbk
PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk.
PT Bhuwanatala Indah Permai Tbk.
PT Bukit Darmo Property Tbk.
PT Sentul City Tbk.
PT Bumi Serpong Damai Tbk.
PT Cowell Development Tbk.
PT Ciputra Development Tbk.
PT Ciputra Property Tbk.
PT Ciputra Surya Tbk.
PT Duta Anggada Realty Tbk.
PT Intiland Development Tbk.
PT Duta Pertiwi Tbk.
PT Bakrieland Development Tbk.
PT Megapolitan Development Tbk.
PT Fortune Mate Indonesia Tbk.
Gowa
Makassar
Tourism
PT
Development Tbk.
20 PT Jaya Real Property Tbk.
21 PT Kawasan Industri Jababeka Tbk.
22 PT Lamicitra Nusantara Tbk.
23 PT Lippo Cikarang Tbk.
24 PT Lippo Karawaci Tbk.
25 PT Modernland Realty Tbk.
26 PT Metropolitan Land Tbk.
27 PT Nirvana Development Tbk.
28 PT Pakuwon Jati Tbk.
29 PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk.
30 PT Pikko Land Development Tbk.
31 PT Danayasa Arthatama Tbk.
32 PT Summarecon Agung Tbk.
Total 32 Sampe Perusahaan
Sumber: Data Diolah dari website www.idx.co.id
Kode
Perusahaan
APLN
ASRI
BAPA
BEST
BIPP
BKDP
BKSL
BSDE
COWL
CTRA
CTRP
CTRS
DART
DILD
DUTI
ELTY
EMDE
FMII
GMTD
JPRT
KIJA
LAMI
LPCK
LPKR
MDLN
MTLA
NIRO
PWON
RBMS
RODA
SCBD
SMRA
59
C. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung melalui media perantara yang dicatat oleh pihak lain. Data sekunder
umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam data
dokumenter
yang dipublikasikan dan
yang tidak dipublikasikan.2 Peneliti
memperoleh data-data penelitian yang bersumber dari:
1.
Penelitian pustaka (library research)
Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang sedang
diteliti melalui buku, artikel, jurnal, laporan penelitian, tesis, internet dan
perangkat lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
2.
Penelitian lapangan (field research)
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari
laporan keuangan perusahaan penerbit daftar efek syariah sektor property
dan real estate di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2014.
D. Operasional Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat satu variabel dependen (Y) dan dua variabel
independen (X) yang akan diuji dengan menggunakan teknik regresi linier berganda.
2
Nur Indriantoro dan Babang Suparno, Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan
Manajemen, Edisi Pertama (Yogyakarta: Lembaga Penerbit BPFE, 2002), h. 147.
60
1. Dependent Variabel (Y)
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
independen. Dalam penelitian ini Pajak Penghasilan (PPh) Badan Terutang
merupakan variabel dependen. Pajak Penghasilan (PPh) Badan Terutang adalah pajak
yang dikenakan terhadap laba yang dihasilkan atau diperoleh perusahaan dalam satu
tahun pajak. Dengan kata lain, PPh Badan Terutang adalah laba fiskal yang sudah
direkonsiliasikan fiskal dikali dengan tarif PPh Badan Terutang. Dalam laporan
keuangan PPh Badan terutang sering disebut dengan beban pajak kini (Current Tax
Expense).
2. Independent Variabel (X)
Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang mempengaruhi
variabel dependen (variabel terikat). Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel
independen yaitu sebagai berikut:
a. Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR) = X1
Merupakan rasio hutang jangka panjang dengan aset yaitu bahwa pendanaan
perusahaan untuk membeli aset menggunakan hutang jangka panjang nya.
Rasio ini diperoleh dengan membandingkan jumlah hutang jangka panjang
dengan total aset.3
3
=
Agnes Sawir, Analisis Kinerja dan Perencanaan Keuangan Perusahaan (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka, 2003), h.10
61
b. Debt to Equity Ratio (DER) = X2
Merupakan rasio hutang dengan ekuitas yang didefinisikan sebagai
proporsi penggunaan total hutang dengan modal sendiri dalam kebijakan
struktur modal perusahaan. Setelah semua data perusahaan yang dijadikan
sampel terkumpul, selanjutnya adalah menghitung besarnya Debt to Equity
Ratio dengan rumus:
=
c. Manajemen Laba = X3
Pendekatan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan
pendekatan model Friedlan (1994)4, discretionary accrual merupakan
perbedaan antara total accruals pada periode yang diuji yang distandarisasi
dengan penjualan pada periode yang diuji dan total accruals pada periode
dasar yang distandarisasi dengan penjualan pada periode dasar.
Secara sistematis, total accruals itu sendiri merupakan selisih antara
laba bersih operasi (net operating income) dengan aliran kas dari aktivitas
operasi (cash flow operating activities), dalam menghitung total accrual
menggunakan rumus sebagai berikut :
4
Friedlan, J.M “Accounting Choices of Issuer of Initial Public Offering”. Contemporary
Accounting Research, 11 (1, 1994)
62
TA = NOI - CFO
Keterangan :
TA = Total Accruals
NOI = Net Operating Income
CFO = Cash Flow Operting Activities.
Kemudian akan diukur nilai discretionary accruals dengan menggunakan
persamaan :
DACpt = (TApt/SALEpt) – (TApd/SALEpd)
Keterangan :
DACpt
= discretionary accrual periode tes
TApt
= total accruals periode tes
SALEpt = penjualan periode tes
TApd
= total accruals periode dasar
SALEpd = penjualan periode dasar
Di dalam melakukan pendeteksian adanya manipulasi laba, pada umumnya
akan ditemukan dua jenis discretionary accruals, yaitu discretionary accruals
63
negative dan positif.5 discretionary accruals positif mencerminkan manipulasi yang
dilakukan manajer dengan pola income increasing, sedangkan negative akan
menunjukkan manipulasi income decreasing, bentuk-bentuk discretionary accruals
tersebut disesuaikan dengan motivasi yang dilakukan oleh manajer.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan perhitungan statistik
yaitu dengan penerapan Statistical Product and Services Solutions (SPSS) for
windows 22.0. setelah data-data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul,
langkah selanjutnya yaitu melakukan analisis data yang terdiri dari metode statistik
deskriptif, uji asumsi klasik dan uji hipotesis. Adapun penjelasan mengenai metode
analisis data tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang
dilihat dari nilai rata-rata, standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum,
range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi). Statistik deskriptif
mendeskripsikan data menjadi sebuah informasi yang lebih jelas dan mudah
dipahami. Statistik deskriptif digunakan untuk mengembangkan profil
5
Saiful, “Hubungan manajemen laba (earnings management) dengan kinerja operasi dan return
saham di sekitar IPO”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 7 (3, 2004). h.316-332.
64
perusahaan yang menjadi sampel. Statistik deskriptif berhubungan dengan
pengumpulan dan peningkatan data, serta penyajian hasil peningkatan tersebut.6
2.
Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik yang digunakan atas data sekunder dalam
penelitian ini meliputi uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas dan
autokorelasi yang secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal
atau tidak. Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa
nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar maka
uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara
untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu
dengan analisis grafik dan uji statistik.7
Uji kolmogorov-smirnov merupakan salah satu bagian dari uji
statistik. Uji kolmogorov-smirnov dapat dijadikan petunjuk apakah suatu
data terdistribusi normal atau tidak. Pada uji kolmogorov-smirnov, jika
tingkat signifikan dibawah 0,05, maka data yang diuji memiliki
perbedaan yang signifikan dengan data normal baku sehingga data yang
6
Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi 5 (Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011), h.19
7
Ibid., h.160.
65
diuji tidak berdistribusi normal. Sebaliknya jika tingkat signifikansi di
atas 0,05, maka data yang diuji memiliki distribusi normal.8
b.
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).
Pada model regresi yang baik seharusnya antar variabel independen tidak
terjadi korelasi. Pengujian ini menggunakan matrik korelasi antar variabel
bebas untuk melihat besarnya korelasi antar variabel independen. Jika
variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel tersebut
tidak ortogonal atau terjadi kemiripan. Variabel ortogonal adalah variabel
independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen bernilai
nol. Variabel ortogonal adalah variabel independen sama dengan nol.
Dalam kata lain, jika terjadi korelasi maka dinamakan problem
multikolinearitas (multikol).9 Pada kasus multikolinearitas serius,
koefisien regresi tidak lagi menunjukkan pengaruh murni dari variabel
independen dalam model.
Pendeteksian multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan
tolerance value dan variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini
menunjukkan setiapvariabel independen yang dijelaskan oleh variabel
8
9
Ibid., h. 165.
Ibid., h. 105.
66
independen lainnya. Jika nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10 maka tidak
terjadi multikolinearitas.
c.
Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain. Jika varience dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan
jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Salah satu cara untuk mendeteksi
ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada
tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel
terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya yaitu SRESID.10 Jika
tidak terdapat pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
d.
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu
model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi
maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena
observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan antara satu sama
lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak
bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik
10
Ibid., h.139
67
adalah yang bebas dari autokorelasi.11 Jika dalam model regresi terjadi
autokorelasi yang kuat maka dapat menyebabkan dua variabel yang tidak
berhubungan menjadi berhubungan, biasa disebut spourious regresioan.
Hal ini dapat terlihat dari R2.
Cara untuk mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan
menggunakan Durbin Watson Test (D-W). Dasar pengambilan keputusan
ada tidaknya autokorelasi dalam model regresi adalah sebagai berikut:12
1.
Bila nilai D-W terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan
(4-du) maka koefisien autokorelasi = 0, berarti tidak ada
autokorelasi.
2.
Bila nilai D-W lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound
(dl) maka koefisien autokorelasi > 0, berarti ada autokorelasi
positif.
3.
Bila nilai D-W lebih besar dari (4-dl) maka koefisien autokorelasi <
0, berarti ada autokorelasi negatif.
4.
Bila nilai D-W terletak antara batas atas (du) dan batas bawah (dl)
atau D-W terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak
dapat disimpulkan.
Dalam hal pengujian autokorelasi selain dengan menggunakan uji
Durbin-Watson, untuk memperkuat hasil yang lebih akurat terkait
11
12
Ibid., h.110
Ibid., h.111
68
masalah autokorelasi, penulis juga menggunakan uji Run test. Run test
sebagai bagian dari statistik non-parametrik dapat digunakan untuk
menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi atau tidak.
Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan
bahwa residual adalah acak atau random.
Run test digunakan untuk melihat apakah residual terjadi secara
random atau tidak. Uji run test akan memberikan kesimpulan yang lebih
pasti jika terjadi masalah pada Durbin-Watson Test ketika nilai d terletak
antara d L dan d U atau d diantara (4-dU) dan (4-dL) yang akan
menyebabkan pengujian autokorelasi tidak menghasilkan kesimpulan
yang pasti atau pengujian tidak meyakinkan jika menggunakan DW test.
Sebuah penelitan dikatakan bebas masalah autokorelasi jika hasil run test
menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0.05, yang berarti bahwa data
yang dipergunkan cukup random sehingga tidak terdapat masalah
autokorelasi pada data yang diuji.13
3.
Analisis Regresi Berganda
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model regresi
berganda. Model regresi berganda bertujuan untuk memprediksi besar variabel
dependen dengan menggunakan data variabel dependen yang sudah diketahui
13
M Nashihun Ulwan, “Mendeteksi Autokorelasi dengan Run Test”, artikel diakses pada 23
Juni 2015 dari http://www.portal-statistik.com/2014/05/mendeteksi-autokorelasi-dengan-run-test.html.
69
besarnya.14 Model regresi berganda umumnya digunakan untuk menguji
pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen
dengan skala pengukuran interval atau rasio dalam suatu persamaan linear.15
Pengujian hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah model
persamaan regresi linier berganda. Adapun variabel independen terdiri dari
Struktur Permodalan yang diproksikan dengan Debt to Equity Ratio & Debt to
Asset Ratio dan Manajemen Laba yang dihitung melalui pendekatan model
Friedlan (1994). Sedangkan variabel dependennya adalah Pajak Penghasilan
(PPh) Badan Terutang. Persamaan regresi yang diinterpretasikan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Y = a + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + e
Dimana :
Y
= PPh Badan Terutang
a
= Konstanta
β1, β2, β2
= Koefisien Regresi
X1
= Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR)
X2
= Debt to Equity Ratio (DER)
X3
= Manajemen Laba
e
= error
14
Singgih Santosa, Statistik Parametrik Konsep dan Aplikasi dengan SPSS, (Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo, 2010), h.163.
15
Nur Indriantoro dan Bambang Sopumo, Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan
Manajemen, Edisi Pertama (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2002), h. 211.
70
4.
Uji Hipotesis
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur
dari goodness of fitnya. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai
koefisien determinasi (R2), uji statistik F dan statistik t.
a.
Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) menunjukkan seberapa besar persentase
variasi variabel independen yang digunakan dalam model mampu
menjelaskan variasi variabel dependen.16
Uji ini digunakan untuk menjelaskan besarnya besarnya kontribusi
atau pengaruh variabel independen long term debt to asset ratio, debt to
equity ratio dan manajemen laba terhadap variabel dependen pajak
penghasilan badan terutang. Besarnya koefisien determinasi dilihat dari
nilai Adjusted R-Squared (R2) pada koefisien regresinya.
b.
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Pengujian ini untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel
independen secara bersama-sama (simultan) terhadap perubahan nilai
variabel dependen. Untuk itu perlu dilakukan uji F atau ANOVA yang
dilakukan dengan membandingkan tingkat signifikansi yang ditetapkan
untuk penelitian dengan probability value dari hasil penelitian.17
16
Duwi Priyatno. Belajar Cepat Olah Data Statistik dengan SPSS, (Yogyakarta: Andi, 2010),
h.66
17
Imam Ghozali, Aplikasi Multivariate dengan Program SPSS, (Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, 2009), h.127
71
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel terikat.
Untuk menguji kedua hipotesis ini digunakan uji statistik F:
1) Taraf signifikansi α = 0,05
2) Kriteria pengujian dimana Ha diterima apabila p value < α dan
Ha ditolak apabila p value > α
c.
Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Menurut Imam Ghozali, uji statistik t pada dasarnya menunjukkan
seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual
(parsial) dalam menerangkan variabel dependen. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan signifikan level 0,05 (α = 5%). Penerimaan atau
penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria :18
1) Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (Koefisien
regresi tidak signifikan). Ini berarti secara parsial variabel
independen tidak mempunyai pengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen.
2) Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien
regresi signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independen
tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel
dependen.
18
Ibid., h.129
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penemuan dan Pembahasan
1. Analisis Statistik Deskriptif
Output data hasil pengelolaan statistik dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.1
Deskripsi Statistik Variabel Penelitian
Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Pajak_Penghasilan
64
1027246575 560048091102
104238067364
116518602352
LDAR
64
1,9
50,1
19,312
11,6113
DER
64
18,0
224,2
85,772
46,5179
Manajemen_Laba
64
-1,98
3,42
,1902
,93798
Valid N (listwise)
64
Sumber : Output SPSS, 2015
Berdasarkan tabel di atas diperoleh gambaran nilai minimum, maksimum, ratarata dan standar deviasi dari masing-masing variabel penelitian sebagai berikut :
a. Pajak Penghasilan (PPh) Badan Terutang
Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dari 32 sampel perusahaan penerbit daftar efek
syariah yang bergerak pada sektor property dan real estate pada tahun 20132014, PPh badan terutang perusahaan yang terkecil adalah Rp 1.027.246.575
yang dimiliki oleh PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk pada tahun 2013 dan
PPh badan terutang yang terbesar adalah Rp 560.048.091.102 yang dimiliki
oleh PT Lippo Karawaci Tbk pada tahun 2014. Nilai standar deviasi sebesar
72
73
Rp 116.518.602.352 dan rata-rata jumlah PPh badan terutang yang dibayar
oleh perusahaan adalah sebesar Rp 104.238.067.364.
b. Long Term Debt to Asset Ratio (LDAR)
Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dari 32 sampel perusahaan penerbit daftar efek
syariah yang bergerak pada sektor property dan real estate pada tahun 20132014, Long Term Debt to Asset Ratio (LDAR) perusahaan yang terkecil
adalah 1,9% yang dimiliki oleh PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk pada
tahun 2013 dan nilai Long Term Debt to Asset Ratio (LDAR) yang terbesar
adalah 50,1% yang dimiliki oleh PT Cowell Development Tbk. Sedangkan
rata-rata Long Term Debt to Asset Ratio (LDAR) adalah 19,312% dan standar
deviasi sebesar 11,6113%.
c. Debt to Equity Ratio (DER)
Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dari 32 sampel perusahaan penerbit daftar efek
syariah yang bergerak pada sektor property dan real estate pada tahun 20132014, Debt to Equity Ratio (DER) perusahaan yang terkecil adalah 18,0%
yang dimiliki oleh PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk pada tahun 2014 dan
nilai Debt to Equity Ratio (DER) yang terbesar adalah 224,2% yang dimiliki
oleh PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk. Sedangkan rata-rata
Debt to Equity Ratio (DER) adalah 85,772% dan standar deviasi sebesar
46,5179%.
74
d. Manajemen Laba (Discretionary Accrual)
Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dari 32 sampel perusahaan penerbit daftar efek
syariah yang bergerak pada sektor property dan real estate pada tahun 20132014, nilai discretionary accrual yang merupakan proksi manajemen laba
terendah sebesar -1,98 dilakukan oleh PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk,
koefisien bernilai negatif yang berarti perusahaan terindikasi melakukan
income decreasing atau menurunkan laba pada tahun 2013 dan untuk nilai
discretionary accrual tertinggi sebesar 3,42 dilakukan oleh PT Bukit Darmo
Property Tbk, koefisien bernilai positif yang berarti perusahaan terindikasi
melakukan income increasing atau menaikan laba. Sedangkan rata nilai
koefisien discretionary accrual adalah 0,1902 dan standar deviasi sebesar
0,93798.
B. Hasil Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
a. Uji Normalitas melalui Histogram dan Kurva Normal P-Plot
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
terikat dan variabel bebas keduanya memiliki distribusi normal atau tidak.
Model regresi yang baik memiliki distribusi yang normal atau mendekati
normal. Normalitas data dilihat melalui histogram display normal curve,
berdasarkan bentuk gambar kurvanya Data dikatakan normal jika bentuk
75
kurva memiliki kemiringan yang cenderung imbang, pada sisi kiri maupun
sisi kanan, dan kurva berbentuk lonceng yang hampir sempurna.
Gambar 4.1
Hasil Uji Normalitas
histogram display normal curve
Sumber: Output SPSS yang telah diolah, 2015
Berdasarkan gambar 4.1 menunjukkan bahwa data dapat dikatakan normal,
karena kurva tidak condong (miring) ke kanan maupun ke kiri, namun
cenderung ditengah dan berbentuk seprti lonceng.
Selanjutnya, deteksi normalitas juga dapat dilakukan dengan melihat kurva
normal p-plot, penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik.
Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan ploating data
akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data normal maka
76
garis yang menghubungkan data sesungguhnya akan mengikuti garis
diagonalnya.
Gambar 4.2
Hasil Uji Normalitas
Sumber: Output SPSS yang telah diolah, 2015
Berdasarkan gambar 4.2 di atas menunjukkan bahwa model dalam penelitian
memenuhi asumsi normalitas, karena titik-titik data berada disekitar garis
diagonal dan bergerak mengikuti arah garis diagonal tersebut.
b. Uji Normalitas melalui One-Sample Kolmogorv-Smirnov Test
Untuk mendapatkan tingkat uji normalitas yang lebih signifikan maka
penelitian ini juga menggunakan uji statistic non parametric KolmogrovSmirnov. Pada Tabel 4.2 dibawah ini diperoleh Asymp-sig (2-tailed) > taraf
77
nyata (α) atau 0,078 > 0,05. hal ini berarti data residual berasal dari distribusi
normal.
Tabel 4.2
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Standardized
Residual
N
64
Mean
0E-7
a,b
Normal Parameters
Std.
,97590007
Deviation
Absolute
,159
Most Extreme
Positive
,159
Differences
Negative
-,113
Kolmogorov-Smirnov Z
1,273
Asymp. Sig. (2-tailed)
,078
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber: Output SPSS yang telah diolah, 2015
2. Hasil Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi yang
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Apabila terjadi korelasi
antar variabel bebas, maka terdapat masalah multikolinieritas pada model regresi
tersebut.
Model regresi yang baik seharusnya tidak memiliki korelasi antar variabel
independennya (multikolinieritas). Model regresi dapat dikatakan bebas dari masalah
multikolinieritas jika VIF tidak lebih dari 10 (VIF<10) dan nilai Tolerance tidak
78
kurang dari 0,1. Dalam penelitian ini hasil uji multikolinieritas dapat dilihat pada
tabel 4.3 di bawah ini:
Tabel 4.3
Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
0,595
1,682
0,593
1,687
0,958
1,016
LDAR
DER
Manajemen
Laba
Sumber: Output SPSS yang telah diolah, 2015
Keterangan
Tidak ada multikolinieritas
Tidak ada multikolinieritas
Tidak ada multikolinieritas
Berdasarkan tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa nilai VIF ketiga variabel,
LDAR, DER dan Manajemen Laba tidak lebih dari angka 10 (VIF < 10), masingmasing yaitu: 1,682, 1,687 dan 1,016. Nilai Tolerance masing-masing sebesar 0,595,
0,593 dan 0.958 yang menunjukkan lebih dari 0.1 (Tolerance > 0.1). Maka dapat
disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini bebas dari masalah
multikolinieritas antar variabel independen dalam model regresi.
3. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas ditujukan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan varians dan residual atau pengamatan ke pengamatan yang lain.
Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka
disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas
atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
79
Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat diketahui
dengan melihat adata tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara nilai
prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID) dimana sumbu Y
adalah adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y
sesungguhnya). Dasar analisis dari uji heteroskedastisitas melalui grafik plot adalah
sebagai berikut :
1. Jika pola tertentu, seperti titik - titik yang ada membentuk pola tertentu yang
teratur
(bergelombang,
melebar
kemudian
menyempit),
maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, setra titik - titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Gambar 4.3
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Output SPSS yang telah diolah, 2015
80
Berdasarkan gambar 4.3 di atas menunjukkan bahwa titik-titik menyebar
secara acak dan tidak membentuk suatu pola baik di atas maupun di bawah angka 0
sumbu Y. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian
ini bebas dari heteroskedastisitas, sehingga model regresi layak dipakai.
4. Hasil Uji Autokorelasi
Hasil uji autokorelasi Durbin Waston menunjukkan angka 2,367, yang dapat
dibandingkan dengan jumlah sampel (n) = 64 dan variabel bebas (k) = 3 pada tingkat
signifikansi 5% maka diperoleh batas bawah (dl) sebesar 1,498, batas atas (du)
sebesar 1,694, kemudian 4 – du = 2,305 dan 4 – dl = 2,501. Karena nilai Durbin
Watson terletak antara (4 – du) dan (4 – dl) atau (2,305 < 2,367 < 2,501), menurut
kaidah statistik tentang uji autokorelasi, maka hasilnya tidak dapat disimpulkan / no
decision.
Tabel 4.4
Hasil Uji Run Test
Runs Test
Unstandardized
Residual
Test Valuea
Cases < Test Value
Cases >= Test Value
Total Cases
Number of Runs
Z
Asymp. Sig. (2tailed)
a. Median
-21896536765,33918
32
32
64
31
-,504
,614
81
Seperti yang terlihat pada tabel 4.4, hasil uji autokorelasi melalui run test
menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0.614 > 0.05. Dimana kaidah yang
berlaku adalah penelitian dikatakan bebas dari masalah autokorelasi ketika nilai
Asymp. Sig. (2-tailed) > 0.05, yang berarti bahwa data yang dipergunkan cukup
random sehingga tidak terdapat masalah autokorelasi pada data yang diuji
C. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
1. Hasil Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Dalam output
SPSS, koefisien determinasi terletak pada Model Summaryb dengan melihat Adjusted
R Square, karena disesuaikan dengan jumlah variabel independen yang digunakan
dalam penelitian.
Tabel 4.5
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
R Square Adjusted R Std. Error of
Square
the Estimate
Mode
R
l
1
,488a
,238
,200
1,042E+11
a. Predictors: (Constant), Manajemen_Laba, LDAR, DER
b. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan
Sumber: Output SPSS yang diolah, 2015.
DurbinWatson
2,367
Berdasarkan tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa nilai Adjusted R Square
sebesar 0,200 atau sebesar 20%. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi variabel
82
independen LongTerm Debt to Asset Ratio, Debt to Equity Ratio dan Manajemen
Laba terhadap variabel dependen Pajak Penghasilan Badan Terutang sebesar 20%,
sedangkan sisanya sebesar 80% dipengaruhi oleh faktor lain seperti kepatuhan,
ketaatan dan pemahaman wajib pajak terhadap undang-undang pajak yang berlaku,
firm size, dan kepemilikan perusahaan.
2. Hasil Uji Hipotesis
a. Uji Signifikansi Simultan (F-Test)
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen LongTerm
Debt to Asset Ratio (LDAR), Debt to Equity Ratio (DER) dan Manajemen Laba
secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen Pajak
Penghasilan Badan Terutang.
Tabel 4.6
Hasil Uji Simultan (F-Test)
Model
ANOVAa
Df
Mean Square
Sum of
Squares
Regression
2,033E+23
3
6,778E+22
1
Residual
6,520E+23
60
1,087E+22
Total
8,553E+23
63
a. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan
b. Predictors: (Constant), Manajemen_Laba, LDAR, DER
Sumber: Output SPSS yang diolah, 2015
F
6,237
Sig.
,001b
Berdasarkan tabel 4.6 hipotesis (Uji F) didapat nilai signifikansi model regresi
secara simultan sebesar 0,001. Nilai ini lebih kecil dari significance level 0,05 (5%),
yaitu 0,001 < 0,05. Selain itu dapat juga dilihat dari hasil perbandingan antara f-
83
hitung dan f-tabel yang menunjukkan nilai f-hitung sebesar 6,237, sedangkan f-tabel
sebesar 2,76. Dari hasil tersebut terlihat bahwa f-hitung > f-tabel yaitu 6,237 > 2,76,
maka dapat disimpulkan bahwa secara simultan variabel independen LongTerm Debt
to Asset Ratio (LDAR), Debt to Equity Ratio (DER) dan Manajemen Laba
berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen yaitu Pajak
Penghasilan (PPh) Badan Terutang. Dengan kata lain, jika penggunaan komponen
hutang dalam struktur permodalan yang tertuang dalam rasio LDAR dan DER dapat
dikelola dengan baik dan secara efisien, maka hal tersebut dapat meningkatkan laba
perusahaan yang secara tidak langsung juga akan berakibat pada peningkatan pajak
perusahaan, sedangkan untuk variabel manajemen laba motif income increasing
nampaknya lebih bermanfaat untuk mencapai tujuan jangka panjang perusahaan
daripada hanya sekedar melakukan income decreasing atau manipulasi menurunkan
laba untuk tujuan meminimalkan pajak perusahaan, pada akhirnya dari motif
manajemen laba melalui income increasing yang ditempuh perusahaan ini akan
meningkatkan laba dan tentu akan berdampak pada kenaikan laba kena pajak yang
dijadikan sumber perhitungan beban pajak penghasilan badan terutang.
b. Uji Signifikansi Parsial (t-test)
Uji t digunakan untuk menguji signifikansi koefisien regresi secara parsial
atau pengaruh masing-masing variabel independen LongTerm Debt to Asset Ratio,
Debt to Equity Ratio dan Manajemen Laba terhadap variabel dependen Pajak
Penghasilan Badan Terutang.
84
Tabel 4.7
Hasil Uji Parsial (t-test)
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Model
Standardized
T
Sig.
Coefficients
B
(Constant)
1
LDAR
DER
Manajemen_Laba
Std. Error
Beta
-1715685464,0 28832315114,4
-,060
,953
3425943548,7
1466727201,5
,341
2,336
,023
477766319,1
366672623,1
,191
1,303
,198
- 6241873443,5 14110024676,8
-,050
-,442
,660
a. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan
Sumber: Output SPSS yang diolah, 2015
Uji t statistik ini digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi,
variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen. Uji t dilakukan untuk mengetahui mana di antara tiga variabel independen
yang berpengaruh terhadap pajak penghasilan badan terutang. Uji t dilakukan dengan
membandingkan t-hitung dengan t-tabel, taraf siginifikansi yaitu 5% : 2 = 2,5% (uji 2
sisi), dengan derajat kebebasan (df) = n-k-1 yaitu 64-3-1 = 60 (n adalah jumlah
sampel dan k adalah jumlah variabel indpenden). Dari pengujian 2 sisi (signifikansi =
0,025), maka diperoleh t-tabel sebesar 2,052. Sehingga hasil pengujian dapat
ditunjukkan sebagai berikut:
85
1) Pengaruh LongTerm Debt to Assets Ratio (LDAR) terhadap Pajak
Penghasilan Badan Terutang.
Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji parsial (t-test) di atas, diperoleh nilai
signifikansi variabel LongTerm Debt to Assets Ratio (LDAR) sebesar 0,023 <
0,05 (taraf signifikansi). Selain itu juga dapat dilihat dari hasil perbandingan
antara t-hitung dan t-tabel yang menunjukan nilai t-hitung sebesar 2,336,
sedangkan t-tabel sebesar 2,000. Dari hasil tersebut terlihat bahwa t-hitung >
t-tabel yaitu 2,336 > 2,000, maka dapat disimpulkan bahwa Ha1 diterima,
artinya secara parsial variabel LongTerm Debt to Asset Ratio (LDAR)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel Pajak Penghasilan (PPh)
Terutang. LongTerm Debt to Assets Ratio (LDAR) memiliki koefisien positif
atau searah terhadap pajak penghasilan badan terutang yang berarti bahwa
semakin tinggi rasio LDAR yang merupakan prosentase penggunaan hutang
jangka panjang dalam membiayai aktivanya, maka hal ini akan berimplikasi
pula terhadap kenaikan pajak penghasilan (PPh) terutang perusahaan.
Hasil temuan penelitian ini berbeda dengan penelitian Endah Nilam
Rahmadani (2010) yang menemukan bahwa rasio LDAR mempunyai
hubungan yang negatif terhadap PPh badan terutang. Namun, hampir serupa
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hujati (2011). Perbedaanya,
penelitian Hujati menggunakan rasio penggunaan seluruh total hutang
terhadap total aktiva atau Debt to Asset Ratio (DAR) sebagai proksi struktur
86
modalnya yang menemukan bahwa DAR berpengaruh positif terhadap PPh
terutang.
Implikasi hasil temuan penelitian ini adalah bahwa ketika peningkatan
penggunaan hutang oleh perusahaan dapat diimbangi dengan pengelolaan
aktiva yang dilakukan secara tepat, cermat dan efisien dengan memperhatikan
segala pertimbangan aspek ekonomi yang berhubungan dengan aktivitas
usaha, justru hal ini merupakan sesuatu yang dapat mendatangkan keuntungan
dan pada akhirnya akan terjadi peningkatan laba yang otomatis juga akan
memperbesar pajak penghasilan perusahaan.
Kroger, sebuah perusahaan manufaktur di Amerika Serikat merupakan
contoh yang baik dari perusahaan yang menggunakan hutang secara bijak.
Kroger mempunyai beban hutang yang besar, tetapi aktiva yang dibeli melalui
hutang tersebut memberikan penghasilan yang lebih besar daripada biaya
hutangnya, sehingga leverage atau hutang mampu menambah laba perusahaa.
Perusahaan tersebut berhasil mengoptimalkan struktur modalnya sehingga
dapat meningkatkan laba perusahaan dan tentunya dapat meningkatkan pula
penerimaan pajak negara dari sektor pajak.1
Selain itu, adanya peraturan Bapepam-LK Nomor: Kep-208/BL/2012
yang hingga saat ini masih diterapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
tentang kriteria dan penerbitan daftar efek syariah yang mengatur besaran
1
2001), h.4
Eugene Brigham F dan Houston F, Manajemen Keuangan. Buku dua, (Jakarta: Erlangga,
87
penggunaan hutang yang berbasis bunga pada emiten syariah nampaknya
membawa dampak positif yaitu berupa peningkatan pengenaan laba kena
pajak. Hal ini terjadi karena pada emiten syariah, unsur biaya bunga yang
dapat menjadi pengurang pajak terdapat lebih sedikit dibandingkan emiten
non syariah yang masih dominan menggunakan hutang dengan sistem ribawi.
2) Pengaruh Debt to Equty Ratio (DER) terhadap Pajak Penghasilan Badan
Terutang.
Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji parsial (t-test) di atas, diperoleh nilai
signifikansi variabel Debt to Equity Ratio (DER) sebesar 0,198 > 0,05 (taraf
signifikansi). Selain itu dilihat dari hasil perbandingan antara t-hitung dan ttabel yang menunjukan nilai t-hitung sebesar 1,303, sedangkan t-tabel sebesar
2,000. Dari hasil tersebut terlihat bahwa t-hitung < t-tabel yaitu 1,303 <
2,000, maka dapat disimpulkan bahwa H2 ditolak, artinya secara parsial
variabel Debt to Equity Ratio (DER) tidak berpengaruh signifikan terhadap
variabel Pajak Penghasilan (PPh) Terutang.
Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulianti
(2007), Endah Nilam Rahmadani (2010) dan Hujati (2011) yang menyatakan
bahwa Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh signifikan positif
3) Pengaruh Manajemen Laba terhadap Pajak Penghasilan Badan Terutang.
Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji parsial (t-test) pada model regresi,
diperoleh nilai signifikansi variabel manajemen laba sebesar 0,660 > 0,05
(taraf signifikansi). Selain itu dilihat dari hasil perbandingan antara t-hitung
88
dan t-tabel yang menunjukan nilai t-hitung sebesar -0,442, sedangkan t-tabel
sebesar 2,000. Dari hasil tersebut terlihat bahwa t-hitung < t-tabel yaitu 0,442 < 2,000, maka dapat disimpulkan bahwa H3 ditolak, artinya secara
parsial variabel Manajemen Laba tidak berpengaruh signifikan terhadap
variabel Pajak Penghasilan (PPh) Terutang.
Untuk hasil penelitian lain yang terkait tema yaitu seputar manajemen
laba dan pajak, Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Tanomi (2014), yang menyatakan tidak terdapat pengaruh antara pajak
dengan manajemen laba. Namun, berbeda dengan hasil penelitian Lindira dan
Gusti (2014) yang menemukan bahwa terdapat pengaruh signifikan negatif
antara pajak penghasilan dan manajemen laba.
Berdasarkan tabel 4.6 di atas juga dapat diperoleh model persamaan analisis
regresi linier berganda sebagai berikut:
Pajak_Penghasilan = -1715685464,0 + 3425943548,7 LDAR +
477766319,1 DER - 6241873443,5 Manajemen Laba
1) α = konstanta sebesar -1715685464,0, artinya apabila variabel independen
yaitu LDAR, DER dan Manajemen Laba dianggap konstan (bernilai 0), maka
variabel dependen yaitu pajak penghasilan (PPh) badan terutang adalah
sebesar Rp -1.715.685.464,0.
89
2) LongTerm Debt to Asset Ratio (LDAR) sebesar 3425943548,7, artinya apabila
variabel LDAR mengalami kenaikan sebesar 1% sedangkan variabel lainnya
dianggap konstan, maka variabel dependen PPh Badan Terutang akan
mengalami kenaikan sebesar Rp 3.425.943.548,7 dan sebaliknya.
3) Debt to Equity Ratio (DER) sebesar 477766319,1 artinya apabila variabel
DER mengalami kenaikan sebesar 1% sedangkan variabel lainnya dianggap
konstan, maka variabel dependen PPh Badan Terutang akan mengalami
kenaikan sebesar Rp 477.766.319,1 dan sebaliknya.
4) Manajemen Laba sebesar -6241873443,5, artinya apabila variabel Manajemen
Laba mengalami kenaikan sebesar 1 satuan sedangkan variabel lainnya
dianggap konstan, maka variabel dependen PPh Badan Terutang akan
mengalami penurunan sebesar Rp 6.241.873.443,5 dan sebaliknya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan serangkaian hasil pengujian yang dilakukan menggunakan
metode analisis regresi linier berganda maka dihasilkan kesimpulan penelitian
sebagai berikut:
a. Berdasarkan hasil uji t (parsial) pada model regresi, dapat disimpulkan bahwa
Ha1 diterima, secara parsial variabel Long Term Debt to Assets Ratio (LDAR)
berpengaruh signifikan dengan arah koefisien positif terhadap variabel Pajak
Penghasilan (PPh) Terutang.
b. Berdasarkan hasil uji t (parsial) pada model regresi, dapat disimpulkan bahwa
H2 ditolak, secara parsial variabel Debt to Equity Ratio (DER) tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel Pajak Penghasilan (PPh) Terutang.
c. Berdasarkan hasil uji t (parsial) pada model regresi, dapat disimpulkan bahwa
H3 ditolak, secara parsial variabel Manajemen Laba tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel Pajak Penghasilan (PPh) Terutang.
d. Berdasarkan hasil pengujian secara simultan (F-test), maka dapat disimpulkan
bahwa secara simultan variabel independen Long Term Debt to Asset Ratio
(LDAR), Debt to Equity Ratio (DER) dan Manajemen Laba berpengaruh
90
91
signifikan terhadap variabel dependen yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Badan
Terutang.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis mencoba mengemukakan saran yang
mungkin dapat bermanfaat.
1. Bagi Perusahaan:
Meskipun ada keuntungan pajak yang ditimbulkan dari penggunaan hutang
dalam hal penentuan kebijakan struktur permodalan oleh perusahaan, namun
rasio hutang bisa berarti buruk pada situasi ekonomi sulit dan suku bunga
tinggi, dimana perusahaan yang memiliki rasio hutang yang tinggi dapat
mengalami masalah keuangan, namun selama ekonomi baik dan suku bunga
rendah maka penggunaan hutang justru dapat meningkatkan keuntungan.
Nilai rasio yang tinggi menunjukkan peningkatan dari resiko pada kreditor
berupa ketidakmampuan perusahaan membayar semua kewajibannya. Dari
sudut pandang pemegang saham, rasio yang tinggi akan mengakibatkan
pembayaran bunga yang tinggi pula, yang pada akhirnya akan mengurangi
pembayaran dividen. Oleh karena itu, sudah seharusnya penggunaan hutang
dalam komposisi struktur modal dapat disikapi dengan bijak agar tidak hanya
mementingkan kepada tujuan dan kepentingan jangka pendek saja seperti
untuk motif pajak misalnya. Tetapi, penggunaan hutang juga harus didasarkan
92
kepada konsep kelangsungan usaha dalam jangka panjang, agar dapat
meminimalisir resiko kebangkrutan dan tetap menjaga nilai positif di mata
investor dalam hal pembagian dividen saham. Seperti halnya dengan
kebijakan hutang dalam struktur modal yang harus disikapi secara cermat,
penggunaan teknik pengelolaan laba juga harus dilakukan berdasarkan
pertimbangan tepat dan tentunya dilakukan dengan wajar tanpa harus
melanggar peraturan standar akuntansi keuangan, peraturan perpajakan yang
berlaku dan tentunya tetap menjalankan prinsip etika bisnis yang bermoral.
2. Bagi Pemerintah dan Otoritas Terkait Regulasi di Pasar Modal
Agar tidak terjadi konflik kepentingan antara pemerintah dan sektor privat
dalam hal penggunaan struktur modal dan hutang oleh perusahaan dalam
menyikapi masalah perpajakan, diharapkan pemerintah selaku regulator dapat
memberlakukan kembali keputusan No. 1002/KMK.04/1984 tanggal 8
oktober 1984 tentang besaran rasio DER untuk keperluan pajak penghasilan,
yang
hingga
saat
ini
dibekukan
melalui
surat
keputusan
No.254/KMK.01/1985 tanggal 5 maret 1985 untuk jangka waktu yang tidak
ditentukan. Maupun menerbitkan peraturan baru terkait permasalahan ini yang
tentunya dengan memperhatikan segala aspek ekonomi yang sesuai dengan
iklim usaha saat ini
93
3. Bagi Penelitian Berikutnya.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini.
Untuk penelitian berikutnya semoga dapat menjadi bahan pertimbangan dan
dapat memperbaiki dalam hal jumlah variabel dan kriteria sampel, pemilihan
rasio keuangan, model pendeteksian lain yang lebih akurat dalam
memprediksi manajamen laba sehingga dapat menemukan faktor-faktor yang
tepat dalam mempengaruhi pajak penghasilan badan terutang.
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, Ferry dan Anna Purwaningsh. “Pengaruh Perencanaan Pajak Terhadap
Manajemen Laba Pada Perusahaan Non Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia”, Jurnal Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2011.
Asyik dan Soelistyo, “Kemampuan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Laba:
Penetapan Rasio Keuangan Sebagai Discriminator”, Jurnal riset akuntansi
Indonesia. Vol.15 No. 33 Juli, 2000.
Brigham, Eugene F and Joel F Houston. Manajemen Keuangan. Jakarta: Erlangga,
2001.
Friedlan, J. M. Accounting Choice of Issuers of Initial Public Offerings.
Contemporary Accounting Research 11 1, 1994.
Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi 5.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011.
Ghozali, Imam. Aplikasi Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, 2009.
Healy, P.M and J.M. Wahlen, “A Review of The Earnings Management Literature
and its implication for standard setters”, Accounting Horizons Vol. 13 No. 4
Dec 1999.
Hidayani. “Pengaruh Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba. Earnings
Management (Studi Kasus Pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi,
Universitas Pendidikan Indonesia, 2013.
Husnan, Suad. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (keputusan Jangka
Panjang. Yogyakarta: BPFE, 2000.
Indriantoro, Nur dan Babang Suparno. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi
dan Manajemen, Edisi Pertama. Yogyakarta: Lembaga Penerbit BPFE, 2002.
J Fred, Weston and Thomas E Copeland. Manajemen Keuangan, Edisi Kesembilan,
Jilid II. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997.
J Keown, Arthur. Manajemen Keuangan: Prinsip-Prinsip dan Aplikasi. Jakarta: PT.
Indeks Kelompok Gramedia, 2004..
Manan, Abdul. Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal
Syariah Indonesia. Jakarta: Kencana, 2009.
Mulyadi. Manajemen Keuangan: Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif. Malang:
Banyumedia, 2006.
Mulyaningsih, Yani. Kriteria Investasi Syariah dalam Konteks Kekinian. Yogyakarta:
Kreasi Wacana, 2008.
Nafik H.R, Muhammad. Bursa Efek dan Investasi Syariah. Jakarta: Serambi, 2009.
Nasarudin Irsan, Muhammad dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia.
Jakarta: Kencana, 2007.
Nazir, Muhammad. Metode Penelitian, Cetakan Kelima. Jakarta: Ghalia Indonesia,
1999.
94
95
Nilam Rahmadani, Endah. “Analisis Pengaruh Struktur Modal Terhadap Pajak
Penghasilan Badan Terutang,” Skripsi.Fakultas Ekonomi dan Bisnis: UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Prawirosentono, Suyadi. Pengantar Bisnis Modern: Studi Kasus Indonesia dan
Analisis Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara, 2002.
Priantara, Diaz. Perpajakan Indonesia, Edisi kedua. Jakarta: Mitra Wacana Media,
2013.
Priyatno, Duwi. Belajar Cepat Olah Data Statistik dengan SPSS. Yogyakarta: Andi,
2010.
Riyanto, Bambang. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE,
2001.
Rodoni, Ahmad dan Herni Ali. Manajemen Keuangan. Jakarta: Mitra Wacana Media,
2010.
Saiful, “Hubungan manajemen laba (earnings management) dengan kinerja operasi
dan return saham di sekitar IPO”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 7, 3,
2004
Santosa, Singgih. Statistik Parametrik Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo, 2010.
Sawir, Agnes. Analisis Kinerja dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka, 2003.
Scoot, William R. Financial Accounting Theory 2nd Edition. Scarrborough Ontario:
Prentice Hall Canada Inc, 2000.
Scott, William R. Financial Accounting Theory. Toronto Ontario: Pearson, 2012.
Scott, William R. Financial Accounting Theory, 3rd edition. Prentice Hall: United
States of America, 2003.
Setia Atmaja, Lukas. Manejemen Keuangan. Yogyakarta: Andi, 2002.
Setiawati, Lilis dan Na’im, “Manajemen Laba”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, 2001.
Suandy, Erly. Perpajakan, edisi kedua, cetakan kedua. Jakarta: Salemba Empat, 2010.
Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah; Deskripsi dan Ilustrasi.
Yogyakarta: Ekonisia, 2004.
Sulistiawan, Dedhy, Yeni Januarsi dan Liza Alvia. Creative Accounting–
Mengungkap Manajemen Laba dan Skandal Akuntansi. Jakarta: Salemba
Empat, 2011.
Sulistyanto, Sri, Manajemen Laba - Teori dan Model Empiris. Jakarta: PT. Grasindo,
2008.
Susanto, Burhanuddin. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2010.
Ari Gumanti, Tatang. “Earnings Management: Suatu Telaah Pustaka”, Jurnal
Akuntansi dan Keuangan. 2 2, 2000.
Veronica dan Bachtiar, Y. S. “Good Corporate Governance Information Asymetry
and Earnings Management”. Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar,
2004.
96
Wahyono, Hadi. “Komperasi Kinerja Perusahaan Bank dan Asuransi Studi Empiris di
Bursa Efek Jakarta”, Jurnal riset ekonomi dan manajemen, vol. 2 No.2, Mei
2002.
Warsono. Manajemen Keuangan. Malang: UMM Press, 2003.
Widoatmojo, Sawidji. Cara Cepat Memulai Investasi Saham: Panduan Bagi pemula.
Jakarta: Gramedia, 2004.
Sumber Website:
Ulwan, M. Nasihun. “Mendeteksi Autokorelasi dengan Run Test”. Artikel diakses
pada 23 Juni 2015 dari http://www.portal-statistik.com/2014/05/mendeteksiautokorelasi-dengan-run-test.html.
Zuraya, Nidia. “Penerimaan Pajak Hilang, Ditjen Pajak Awasi WP Sektor Properti”.
Artikel
diakses
pada
22
September
2014
dari
www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/penerimaan-pajak-hilangditjen-pajak-awasi-wp-sektor-properti.
Otoritas Jasa Keuangan. “Pasar Modal Syariah”. Artikel diakses pada 4 April 2015
dari http://www.ojk.go.id/sharia-capital-id.
El Hida, Ramdhania. “Dirjen Pajak: Banyak Perusahaan Rekayasa Utang Untuk
Kurangi Pajak”. Artikel diakses pada 22 September 2014 dari
http://finance.detik.com/dirjen-pajak-banyak-perusahaan-rekayasa-utanguntuk-kurangi-pajak.
 Lampiran Data-Data Penelitian

Data Pajak Penghasilan (PPh) Badan Terutang
No
Kode Perusahaan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
APLN
ASRI
BAPA
BEST
BIPP
BKDP
BKSL
BSDE
COWL
CTRA
CTRP
CTRS
DART
DILD
DUTI
ELTY
EMDE
FMII
GMTD
JPRT
KIJA
LAMI
LPCK
LPKR
MDLN
MTLA
NIRO
PWON
RBMS
RODA
SCBD
SMRA
PPh Terutang (Current Tax)
Tahun 2014
Tahun 2013
293.332.178.000 270.251.732.000
189.628.119.000 186.413.167.000
2.411.407.529
1.769.234.088
41.526.492.433
65.795.998.104
4.818.856.655
3.682.648.463
7.635.670.387
1.357.784.517
30.387.629.952
40.790.670.282
309.861.607.648 373.305.894.466
41.443.383.617
27.899.878.534
355.038.971.618 302.246.365.484
111.183.376.394
93.836.162.327
91.796.341.692
75.606.966.121
87.009.186.000
60.651.706.000
96.427.315.940
73.444.456.257
99.475.459.546
97.309.514.256
19.526.561.174
31.729.848.160
17.680.212.416
13.549.336.201
1.961.612.051
2.824.881.876
15.916.697.566
15.290.230.831
108.065.648.000
85.394.878.000
79.320.424.644
93.424.934.124
9.225.625.000
8.065.867.000
98.513.372.865
74.767.827.955
560.048.091.102 306.247.927.953
143.042.310.171
91.117.883.920
70.210.353.000
50.809.096.000
21.130.880.651
20.251.228.633
259.524.224.000 193.765.527.000
2.462.556.364
1.027.246.575
34.220.579.353
33.403.528.428
96.377.081.000 150.351.435.000
299.332.430.000 226.317.800.000

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
Data Rasio LDAR & DER Tahun 2013
Kode Perusahaan Long Term Debt
APLN
7.258.586.782.000
ASRI
5.377.642.758.000
BAPA
30.930.030.754
BEST
408.908.558.909
BIPP
83.076.439.473
BKDP
179.682.876.411
BKSL
2.251.608.547.924
BSDE
4.720.743.994.363
COWL
441.808.556.557
CTRA
3.220.154.139.164
CTRP
1.744.533.993.433
CTRS
448.165.265.849
DART
1.337.022.888.000
DILD
1.740.666.192.738
DUTI
511.313.717.462
ELTY
740.478.732.018
EMDE
91.473.455.591
FMII
68.185.121.296
GMTD
415.211.801.414
JPRT
415.631.086.000
KIJA
2.316.508.748.894
LAMI
17.280.675.000
LPCK
81.317.498.245
LPKR
12.281.225.413.069
MDLN
2.530.189.628.445
MTLA
422.763.128.000
NIRO
646.594.947.705
PWON
2.345.869.289.000
RBMS
2.988.078.964
RODA
457.786.683.660
SCBD
782.814.701.000
SMRA
3.963.506.937.000
Total Asset
19.679.908.990.000
14.428.082.567.000
175.635.233.972
3.360.272.281.414
561.406.598.837
845.487.178.846
10.665.713.361.698
22.572.159.491.478
1.944.913.754.306
20.114.871.381.857
7.653.881.472.162
5.770.169.834.673
4.768.449.638.000
7.526.470.401.005
7.473.596.509.696
12.301.124.419.066
938.536.950.089
429.979.371.877
1.307.846.871.186
6.163.177.866.000
8.255.167.231.158
612.074.767.000
3.854.166.345.345
31.300.362.430.266
9.647.813.079.565
2.834.484.171.000
2.955.009.137.912
9.298.245.408.000
158.997.539.543
2.750.856.730.771
5.550.429.288.000
13.659.136.820.000
Total Debt
Total Ekuitas
12.467.225.599.000 7.212.683.391.000
9.096.297.873.000 5.331.784.694.000
83.135.962.299
92.499.271.673
883.452.694.685 2.476.819.586.729
126.968.794.620
434.437.804.217
254.836.207.890
590.650.970.956
3.785.870.536.508 6.879.842.825.190
9.156.861.204.571 13.415.298.286.907
762.326.960.130 1.182.586.794.176
10.349.358.292.156 9.765.513.089.701
3.081.045.626.268 4.572.835.845.894
3.274.505.037.052 2.495.664.797.621
1.841.771.878.000 2.926.677.760.000
3.430.425.895.884 4.096.044.505.121
1.428.544.530.018 6.045.051.979.678
5.135.730.903.278 7.165.393.515.788
380.595.770.404
557.941.179.685
146.581.586.357
283.397.785.520
904.423.011.764
403.423.859.422
3.479.530.351.000 2.683.647.515.000
4.069.135.357.955 4.186.031.873.203
253.450.327.000
358.624.440.000
2.035.080.266.357 1.819.086.078.988
17.122.789.125.041 14.177.573.305.225
4.972.112.587.194 4.675.700.492.371
1.069.728.862.000 1.764.755.309.000
1.104.718.377.867 1.850.290.760.045
5.195.736.526.000 4.102.508.882.000
31.163.379.030
127.834.160.513
1.029.740.133.555 1.721.116.597.216
1.255.256.029.000 4.295.173.259.000
9.001.470.153.000 4.657.666.667.000
LDAR
36,9
37,3
17,6
12,2
14,8
21,3
21,1
20,9
22,7
16,0
22,8
7,8
28,0
23,1
6,8
6,0
9,7
15,9
31,7
6,7
28,1
2,8
2,1
39,2
26,2
14,9
21,9
25,2
1,9
16,6
14,1
29,0
DER
172,9
170,6
89,9
35,7
29,2
43,1
55,0
68,3
64,5
106,0
67,4
131,2
62,9
83,7
23,6
71,7
68,2
51,7
224,2
129,7
97,2
70,7
111,9
120,8
106,3
60,6
59,7
126,6
24,4
59,8
29,2
193,3

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
Data Rasio LDAR & DER Tahun 2014
Kode Perusahaan Long Term Debt
APLN
9.264.304.640.000
ASRI
7.750.062.788.000
BAPA
32.118.392.483
BEST
251.243.973.116
BIPP
98.179.527.813
BKDP
83.682.665.838
BKSL
1.258.591.288.679
BSDE
4.331.968.409.729
COWL
1.843.840.563.863
CTRA
4.086.625.795.160
CTRP
2.338.111.955.706
CTRS
436.423.576.371
DART
1.387.919.969.000
DILD
2.733.483.167.468
DUTI
821.773.734.561
ELTY
1.747.927.206.935
EMDE
183.913.152.674
FMII
48.594.868.020
GMTD
347.024.724.202
JPRT
435.090.129.000
KIJA
2.821.362.362.105
LAMI
18.831.022.000
LPCK
108.329.891.288
LPKR
14.389.379.227.138
MDLN
3.408.432.891.141
MTLA
461.505.883.000
NIRO
578.798.557.659
PWON
4.574.524.360.000
RBMS
3.045.215.141
RODA
224.644.513.871
SCBD
1.087.840.689.000
SMRA
5.394.244.925.000
Total Asset
23.686.158.211.000
16.924.366.954.000
176.171.620.663
3.652.993.439.542
617.584.221.361
829.193.043.343
9.796.065.262.250
28.134.725.397.393
3.682.393.492.170
23.283.477.620.916
8.861.322.202.870
6.121.211.474.227
5.114.273.658.000
9.004.884.010.541
8.024.311.044.118
14.506.123.496.863
1.179.018.690.672
459.446.166.175
1.524.317.216.546
6.684.262.908.000
8.505.270.447.485
631.395.724.000
4.309.824.234.265
37.761.220.693.695
10.446.907.695.182
3.250.717.743.000
3.037.200.775.668
16.770.742.538.000
155.939.885.534
3.067.688.575.340
5.569.183.172.000
15.379.478.994.000
Total Debt
15.223.273.846.000
10.553.173.020.000
76.625.843.194
803.492.240.778
164.803.358.823
231.347.145.941
3.585.237.676.023
9.661.295.391.976
2.334.406.888.063
11.862.106.848.918
3.973.692.159.579
3.102.694.012.136
1.867.445.219.000
4.534.717.461.562
1.775.893.448.385
6.892.121.547.959
576.053.997.101
173.624.705.738
857.970.061.541
3.482.331.602.000
3.843.434.033.668
234.382.204.000
1.638.364.646.380
20.114.771.650.490
5.115.802.013.637
1.213.581.467.000
1.296.939.347.778
8.487.671.758.000
23.772.179.228
963.427.430.240
1.621.222.893.000
9.386.842.550.000
Total Ekuitas
LDAR
8.462.884.365.000 39,1
6.371.193.934.000 45,8
99.545.777.469 18,2
2.849.501.198.764 6,9
452.780.862.538 15,9
597.845.897.402 10,1
6.210.827.586.227 12,8
18.473.430.005.417 15,4
1.347.986.604.107 50,1
11.421.370.771.998 17,6
4.887.630.043.291 26,4
3.018.517.462.091 7,1
3.246.828.439.000 27,1
4.470.166.548.979 30,4
6.248.417.595.733 10,2
7.614.001.948.904 12,0
602.964.693.571 15,6
285.821.460.437 10,6
666.347.155.005 22,8
3.201.931.306.000 6,5
4.661.836.413.817 33,2
397.013.520.000 3,0
2.671.459.587.885 2,5
17.646.449.043.205 38,1
5.331.105.681.545 32,6
2.037.136.276.000 14,2
1.740.261.427.890 19,1
8.283.070.780.000 27,3
132.167.706.306 2,0
2.104.261.145.100 7,3
3.947.960.279.000 19,5
5.992.636.444.000 35,1
DER
179,9
165,6
77,0
28,2
36,4
38,7
57,7
52,3
173,2
103,9
81,3
102,8
57,5
101,4
28,4
90,5
95,5
60,7
128,8
108,8
82,4
59,0
61,3
114,0
96,0
59,6
74,5
102,5
18,0
45,8
41,1
156,6

Data Perhitungan Manajemen Laba Tahun 2012
NO KODE PERUSAHAAN
1
APLN
2
ASRI
3
BAPA
4
BEST
5
BIPP
6
BKDP
7
BKSL
8
BSDE
9
COWL
10
CTRA
11
CTRP
12
CTRS
13
DART
14
DILD
15
DUTI
16
ELTY
17
EMDE
18
FMII
19
GMTD
20
JPRT
21
KIJA
22
LAMI
23
LPCK
24
LPKR
25
MDLN
26
MTLA
27
NIRO
28
PWON
29
RBMS
30
RODA
31
SCBD
32
SMRA
NET INCOME
841.290.753.000
1.216.091.539.000
4.488.128.775
470.357.197.085
(15.132.023.671)
(58.396.173.479)
220.926.021.026
1.478.858.784.945
69.675.152.924
849.382.875.816
319.151.767.553
273.913.555.964
180.828.252.000
200.435.726.378
613.327.842.111
(1.102.086.243.270)
4.172.791.951
969.288.096
64.373.090.893
427.924.997.000
380.022.434.090
42.110.956.000
407.021.908.297
1.322.847.018.938
346.990.418.362
203.895.228.000
25.191.704.174
766.495.905.000
1.922.865.325
70.799.940.574
69.466.498.000
792.085.965.000
CFO
TAC = NI - CFO
1.212.098.318.000
(370.807.565.000)
2.030.764.133.000
(814.672.594.000)
3.036.496.328
1.451.632.447
590.455.734.781
(120.098.537.696)
3.185.409.667
(18.317.433.338)
(33.889.529.354)
(24.506.644.125)
437.469.854.535
(216.543.833.509)
222.677.916.607 1.256.180.868.338
87.968.447.755
(18.293.294.831)
1.728.003.003.225
(878.620.127.409)
476.534.148.682
(157.382.381.129)
632.112.158.786
(358.198.602.822)
90.161.315.000
90.666.937.000
176.531.408.127
23.904.318.251
613.665.489.784
(337.647.673)
817.470.902.679 (1.919.557.145.949)
(9.972.867.682)
14.145.659.633
27.153.751.005
(26.184.462.909)
255.948.620.894
(191.575.530.001)
283.290.266.000
144.634.731.000
654.678.104.035
(274.655.669.945)
21.483.746.000
20.627.210.000
432.537.904.830
(25.515.996.533)
1.288.793.481.006
34.053.537.932
132.340.141.358
214.650.277.004
39.612.962.000
164.282.266.000
(4.991.059.013)
30.182.763.187
1.367.992.038.000
(601.496.133.000)
2.243.225.151
(320.359.826)
483.253.773.996
(412.453.833.422)
262.729.854.000
(193.263.356.000)
1.309.508.416.000
(517.422.451.000)
SALES
TAC / SALES
4.689.429.510.000
-0,08
2.446.413.889.000
-0,33
25.179.996.061
0,06
965.113.274.649
-0,12
30.129.322.906
-0,61
13.399.164.622
-1,83
622.705.425.776
-0,35
3.727.811.859.978
0,34
311.479.199.666
-0,06
3.322.669.123.181
-0,26
826.474.506.998
-0,19
1.048.459.429.865
-0,34
845.718.621.000
0,11
1.262.035.941.211
0,02
1.569.176.913.981
0,00
2.926.314.200.813
-0,66
109.022.049.506
0,13
37.314.237.000
-0,70
239.910.571.770
-0,80
1.101.821.376.000
0,13
1.400.611.694.161
-0,20
132.245.488.000
0,16
1.013.069.147.506
-0,03
6.160.214.023.204
0,01
1.057.768.000.026
0,20
678.729.373.000
0,24
94.275.918.437
0,32
2.165.396.882.000
-0,28
41.729.192.546
-0,01
210.413.594.731
-1,96
684.916.111.000
-0,28
3.463.163.272.000
-0,15

Data Perhitungan Manajemen Laba Tahun 2013
NO KODE PERUSAHAAN
1
APLN
2
ASRI
3
BAPA
4
BEST
5
BIPP
6
BKDP
7
BKSL
8
BSDE
9
COWL
10
CTRA
11
CTRP
12
CTRS
13
DART
14
DILD
15
DUTI
16
ELTY
17
EMDE
18
FMII
19
GMTD
20
JPRT
21
KIJA
22
LAMI
23
LPCK
24
LPKR
25
MDLN
26
MTLA
27
NIRO
28
PWON
29
RBMS
30
RODA
31
SCBD
32
SMRA
NET INCOME
CFO
TAC = NI - CFO
930.240.497.000 1.489.047.912.000
(558.807.415.000)
889.576.596.000 2.337.050.459.000 (1.447.473.863.000)
5.025.737.151
(7.971.607.459)
12.997.344.610
744.813.729.973
755.074.683.512
(10.260.953.539)
109.387.233.278
716.068.562
108.671.164.716
(59.138.577.166)
(18.524.660.423)
(40.613.916.743)
605.095.613.999
(2.457.384.696)
607.552.998.695
2.905.648.505.498
548.881.192.619 2.356.767.312.879
48.711.921.383
11.558.703.530
37.153.217.853
1.413.388.450.323 2.742.630.542.979 (1.329.242.092.656)
442.124.140.880
510.404.743.107
(68.280.602.227)
412.809.066.465
605.248.008.607
(192.438.942.142)
180.800.291.000
(85.544.196.000)
266.344.487.000
329.608.541.861
245.691.834.305
83.916.707.556
756.858.436.790
257.459.202.436
499.399.234.354
(212.236.227.150)
282.075.455.970
(494.311.683.120)
34.002.476.382
75.194.293.493
(41.191.817.111)
(7.958.072.266)
6.236.342.338
(14.194.414.604)
91.845.276.661
(462.940.933.984)
554.786.210.645
546.269.619.000
352.184.687.000
194.084.932.000
104.477.632.614
945.214.157.370
(840.736.524.756)
54.340.019.000
42.155.041.000
12.184.978.000
590.616.930.141
13.631.600.894
576.985.329.247
1.592.491.214.696 (2.078.824.228.757) 3.671.315.443.453
2.451.686.470.278
(306.894.356.330) 2.758.580.826.608
240.967.649.000
22.389.465.000
218.578.184.000
7.206.354.968
206.688.043.383
(199.481.688.415)
1.136.547.541.000 2.103.061.995.000
(966.514.454.000)
(13.984.028.601)
26.784.809.641
(40.768.838.242)
376.806.804.889
23.475.274.756
353.331.530.133
1.754.524.211.000 1.406.940.821.000
347.583.390.000
1.095.888.248.000
(716.648.000) 1.096.604.896.000
SALES
TAC / SALES
4.901.191.373.000
-0,11
3.684.239.761.000
-0,39
40.154.840.297
0,32
1.333.134.194.769
-0,01
57.595.616.624
1,89
11.385.096.413
-3,57
961.988.029.182
0,63
5.741.264.172.193
0,41
330.837.427.396
0,11
5.077.062.064.784
-0,26
1.447.736.761.478
-0,05
1.261.563.139.632
-0,15
829.383.362.000
0,32
1.510.005.415.515
0,06
1.604.535.230.345
0,31
3.200.099.599.309
-0,15
225.134.645.500
-0,18
50.720.539.334
-0,28
301.085.455.287
1,84
1.315.680.488.000
0,15
2.739.598.333.777
-0,31
123.722.737.000
0,10
1.327.909.165.616
0,43
6.666.214.436.739
0,55
1.843.944.981.934
1,50
854.973.964.000
0,26
263.489.864.662
-0,76
3.029.797.151.000
-0,32
20.544.931.500
-1,98
640.032.612.090
0,55
2.730.844.761.000
0,13
4.093.789.495.000
0,27

Data Perhitungan Manajemen Laba Tahun 2014
NO KODE PERUSAHAAN
1
APLN
2
ASRI
3
BAPA
4
BEST
5
BIPP
6
BKDP
7
BKSL
8
BSDE
9
COWL
10
CTRA
11
CTRP
12
CTRS
13
DART
14
DILD
15
DUTI
16
ELTY
17
EMDE
18
FMII
19
GMTD
20
JPRT
21
KIJA
22
LAMI
23
LPCK
24
LPKR
25
MDLN
26
MTLA
27
NIRO
28
PWON
29
RBMS
30
RODA
31
SCBD
32
SMRA
NET INCOME
CFO
983.875.368.000
621.187.784.000
1.176.955.123.000
653.035.948.000
7.046.505.797
(7.138.086.935)
391.352.903.299
488.838.984.808
19.658.721.859
21.272.069.665
7.194.926.446
22.728.101.064
40.727.292.707
38.327.257.924
3.996.463.893.465
126.342.552.051
165.397.041.451
54.207.738.387
1.794.142.840.271 1.989.104.868.881
398.603.030.590
547.958.158.582
583.796.318.489
37.221.013.448
408.108.626.000
51.009.384.000
432.417.358.803
737.126.509.346
701.641.438.319
269.660.839.437
423.151.432.586
138.091.393.268
45.023.513.886
83.983.094.030
2.423.674.916
7.041.553.503
120.000.195.583
40.065.235.627
714.531.063.000
113.990.308.000
394.055.213.379
290.997.155.681
38.389.080.000
31.392.034.000
844.123.258.897
(35.472.067.553)
3.135.215.910.627
731.470.095.313
711.211.597.935
146.827.172.833
309.217.292.000
8.965.918.000
(108.501.147.457)
63.457.416.294
2.599.141.016.000 1.994.263.395.000
3.001.250.377
330.780.603
517.557.620.084
(185.660.481.980)
131.543.016.000
54.727.230.000
1.387.516.904.000 (1.475.017.061.000)
TAC = NI - CFO
362.687.584.000
523.919.175.000
14.184.592.732
(97.486.081.509)
(1.613.347.806)
(15.533.174.618)
2.400.034.783
3.870.121.341.414
111.189.303.064
(194.962.028.610)
(149.355.127.992)
546.575.305.041
357.099.242.000
(304.709.150.543)
431.980.598.882
285.060.039.318
(38.959.580.144)
(4.617.878.587)
79.934.959.956
600.540.755.000
103.058.057.698
6.997.046.000
879.595.326.450
2.403.745.815.314
564.384.425.102
300.251.374.000
(171.958.563.751)
604.877.621.000
2.670.469.774
703.218.102.064
76.815.786.000
2.862.533.965.000
SALES
TAC / SALES
5.296.565.860.000
0,07
3.630.914.079.000
0,14
45.435.885.620
0,31
839.637.332.535
-0,12
98.672.667.613
-0,02
107.391.372.309
-0,14
712.472.394.627
0,00
5.571.872.356.240
0,69
566.385.701.354
0,20
6.344.235.902.316
-0,03
1.662.474.689.613
-0,09
1.713.275.574.259
0,32
1.287.984.466.000
0,28
1.833.470.463.312
-0,17
1.543.419.395.688
0,28
1.579.947.206.733
0,18
311.279.776.496
-0,13
44.485.466.213
-0,10
316.638.970.381
0,25
1.936.340.442.000
0,31
2.799.065.226.163
0,04
130.470.990.000
0,05
1.792.376.641.870
0,49
11.655.041.747.007
0,21
2.839.771.320.340
0,20
1.117.732.408.000
0,27
245.385.905.043
-0,70
3.872.272.942.000
0,16
49.251.127.287
0,05
685.034.406.501
1,03
963.242.156.000
0,08
5.333.593.142.000
0,54

Nilai Discretionary Accrual Tahun 2013-2014
DACpt = (TApt/SALESpt) – (TApd/SALESpd)
NO
KODE PERUSAHAAN
2014
2013
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
APLN
ASRI
BAPA
BEST
BIPP
BKDP
BKSL
BSDE
COWL
CTRA
CTRP
CTRS
DART
DILD
DUTI
ELTY
EMDE
FMII
GMTD
JPRT
KIJA
LAMI
LPCK
LPKR
MDLN
MTLA
NIRO
PWON
RBMS
RODA
SCBD
SMRA
0,1825
0,5372
-0,0115
-0,1084
-1,9031
3,4226
-0,6282
0,2841
0,0840
0,2311
-0,0427
0,4716
-0,0439
-0,2218
-0,0314
0,3349
0,0578
0,1760
-1,5902
0,1626
0,3437
-0,0449
0,0562
-0,3445
-1,2973
0,0130
0,0563
0,4752
2,0386
0,4745
-0,0475
0,2688
-0,0349
-0,0599
0,2660
0,1167
2,4948
-1,7383
0,9793
0,0735
0,1710
0,0026
0,1433
0,1891
0,2139
0,0366
0,3115
0,5015
-0,3127
0,4219
2,6411
0,0162
-0,1108
-0,0575
0,4597
0,5452
1,2931
0,0136
-1,0772
-0,0412
-1,9767
2,5123
0,4095
0,4173
Lampiran Hasil Statistik : Uji Asumsi Klasik
Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Pajak_Penghasilan
64
1027246575
560048091102
104238067364
116518602352
LDAR
64
1,9
50,1
19,312
11,6113
DER
64
18,0
224,2
85,772
46,5179
Manajemen_Laba
64
-1,98
3,42
,1902
,93798
Valid N (listwise)
64
Uji Normalitas
Uji Multikolinieritas
a
Coefficients
Model
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
(Constant)
1
LDAR
,595
1,682
DER
,593
1,687
Manajemen_Laba
,985
1,016
a. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan
Uji Heteroskedastisitas
Hasil Uji Autokorelasi
b
Model Summary
Model
1
R
,488
R Square
a
,238
Adjusted R
Std. Error of the
Durbin-
Square
Estimate
Watson
,200
1,042E+11
a. Predictors: (Constant), Manajemen_Laba, LDAR, DER
b. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan
Koefisien Determinasi
Model Summaryb
2,367
Model
1
R
R Square
,488
a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
,238
,200
1,042E+11
a. Predictors: (Constant), Manajemen_Laba, LDAR, DER
b. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan
Hasil Pengujian Hipotesis Uji t
a
Coefficients
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
t
Sig.
Coefficients
B
Std. Error
-1715685464,0
28832315114,4
LDAR
3425943548,7
1466727201,5
DER
477766319,1
-6241873443,5
(Constant)
1
Manajemen_Laba
Beta
-,060
,953
,341
2,336
,023
366672623,1
,191
1,303
,198
14110024676,8
-,050
-,442
,660
a. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan
Hasil Pengujian Hipotesis Uji F
a
ANOVA
Model
1
Sum of Squares
Df
Mean Square
Regression
2,033E+23
3
6,778E+22
Residual
6,520E+23
60
1,087E+22
Total
8,553E+23
63
a. Dependent Variable: Pajak_Penghasilan
b. Predictors: (Constant), Manajemen_Laba, LDAR, DER
F
6,237
Sig.
,001
b
Download