pertemuan 4 - E

advertisement
PERTEMUAN 4
PEMBEDAAN
PAJAK
Pembedaan dan Penggolongan Pajak
didasarkan pada suatu kriteria,seperti:
1. Siapa yang membayar pajak;
2. Siapa yang pada akhirnya memikul beban
pajak;
3. Apakah beban pajak dapat
dilimpahkan/dialihkan kepada pihak lain atau
tidak;
4. Siapa yang memungut;
5. Sifat-sifat yang melekat pada pajak yang
bersangkutan.
PAJAK BERDASARKAN
GOLONGAN
1. PAJAK LANGSUNG
2. PAJAK TIDAK LANGSUNG
PAJAK LANGSUNG
Pajak langsung adalah pajak yang
pembebanannya tidak dapat dilimpahkan
kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban
langsung wajib pajak yang bersangkutan dan
tidak dapat dialihkan kepada pihak lain.
contoh : Pajak penghasilan.
PAJAK TIDAK LANGSUNG
 Pajak tak langsung adalah pajak yang
pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain.
 Dalam pengertian ekonomis adalah pajak yang
beban pembayarannya dapat dilimpahkan kepada
orang lain, yang menanggung beban pajak pada
akhirnya adalah konsumen.
 Dalam pengertian administratif adalah pajak uang
dipungut setiap terjadi peristiwa yang
menyebabkan terhutangnya pajak.
 Contoh : Pajak pertambahan nilai dan pajak
penjualan atas barang mewah.
Tiga unsur dalam
menentukan apakah
sesuatu termasuk
pajak langsung
ataupun pajak tidak
langsung menurut
Jhon Stuart Mill
1. Penanggung Jawab Pajak
(Wajib Pajak)
2. Penanggung Pajak
3. Yang ditunjuk oleh
pembuat undang-undang
(Pemikul Pajak)
jika ketiga
unsur
ditemukan
pada satu
orang
Pajak Langsung
jika ketiga
unsur terpisah
(terdapat pada
lebih dari satu
orang)
Pajak Tidak
Langsung
PAJAK BERDASARKAN
SIFATNYA
1. PAJAK SUBYEKTIF
2. PAJAK OBYEKTIF
PAJAK SUBYEKTIF
pajak yang pengenaannya pertama-tama
memperhatikan pribadi wajib pajak (subjek),
kemudian menetapkan objek pajaknya.
Keadaan pribadi wajib pajak (gaya pikulnya)
sangat mempengaruhi besarnya jumlah pajak
yang terutang.
 Contoh: PPh
KEWAJIBAN PAJAK SUBYEKTIF
kewajiban yang melekat pada subjeknya, pada
umumnya orang yang bertempat tinggal di
Indonesia memenuhi kewajiban pajak
subjektif.
Sedangkan untuk orang di luar Indonesia
kewajiban subjektif ada kalau mempunyai
hubungan ekonomis dengan Indonesia
(misalnya mempunyai perusahaan di
Indonesia).
Kewajiban pajak subjektif dalam negeri
untuk pajak penghasilan adalah:
 Mulai
Pada waktu seseorang dilahirkan di wilayah Indonesia
Pada waktu seseorang menetap di Indonesia
 Berakhir
Pada waktu seseorang meninggal dunia
Pada waktu seseorang meninggalkan Indonesia
KEWAJIBAN PAJAK OBYEKTIF
Kewajiban pajak objektif adalah kewajiban
yang melekat pada objeknya.
Seseorang dapat dikenakan kewajiban pajak
objektif jika ia mendapat penghasilan atau
mempunyai kekayaan yang memenuhi syarat
menurut Undang-undang
3 MACAM PAJAK OBYEKTIF
1. Pajak objektif yang dipungut karena keadaan.
2. Pajak objektif yang dipungut karena
perbuatan.
3. Pajak objektif yang dipungut karena
peristiwa.
PAJAK MENURUT
LEMBAGA
PEMUNGUT
1. PAJAK PUSAT
2. PAJAK DAERAH
Beberapa kriteria dan pertimbanganyang diperlukan dalam
pemberian kewenangan perpajakan kepada tingkat
Pemerintahan Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pajak yang dimaksudkan untuk tujuan stabilisasi ekonomi dan
cocok untuk tujuan distribusi pendapatan seharusnya tetap
menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.
Basis pajak yang diserahkan kepada daerah seharusnya tidak
terlalu“mobile”.
Basis pajak yang distribusinya sangat timpang antar daerah,
seharusnya diserahkan kepada Pemerintah Pusat.
Pajak daerah seharusnya“visible”
Pajak daerah seharusnya tidak dapat dibebankan kepada
penduduk daerah lain
Pajak yang diserahkan kepada daerah seharusnya relatif mudah
diadministrasikan
Pajak daerah seharusnya dapat menjadi sumber penerimaan yang
memadai untuk menghindari ketimpangan fiskal vertikal yang
besar.
PAJAK PUSAT
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
yang pelaksanaannya dilakukan oleh
kementerian keuangan melalui direktorat
jenderal pajak.
Pajak pusat yang berlaku saat ini,antara lain:
1. Pajak penghasilan
2. Pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan
atas barang mewah
3. Bea materai
PAJAK DAERAH
 Pajak-pajak yang kewenangan pemungutannya ada
pada Pemerintah Daerah, untuk kepentingan
pembiayaan rumah tangga Pemerintah Daerah
tersebut.
 Adapun yang dimaksud dengan daerah disini adalah
daerah otonom, yaitu daerah yang berhak dan
berwenang mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri.
 Daerah ini terdiri atas Daerah Tingkat I dan Daerah
tingkat II, sekarang diganti dengan sebutan Daerah
Propinsi dan daerah Kabupaten/Kota.
Pajak daerah Tingkat I (Pajak propinsi)
1.
2.
3.
4.
Pajak Kendaraan Bermotor
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan air
permukaan
5. Pajak Rokok
Pajak daerah tingkat II
(Kabupaten/Kota)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Pajak Hotel;
Pajak Restoran;
Pajak Hiburan;
Pajak Reklame;
Pajak Penerangan Jalan;
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
Pajak Parkir;
Pajak Air Tanah;
Pajak Sarang Burung Walet;
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Tujuan pembuatan undang-undang
pajak daerah:
1. Untuk menyederhanakan berbagai pajak
daerah yang ada supaya dapat mengurangi
ekonomi biaya tinggi.
2. Untuk menyederhanakan sistem dan
administrasi perpajakan, supaya dapat
memperkuat fondasi penerimaan daerah
khususnya tingkat II dengan mengefektifkan
jenis pajak tertentu yang memang potensial.
Upaya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah
dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah
melalui optimalisasi intensifikasi pemungutan pajak
daerah dan retribusi daerah, antara lain :
1.
2.
3.
4.
Memperluas basis penerimaan
Memperkuat proses pemungutan
Meningkatkan pengawasan
Meningkatkan efisiensi administrasi dan
menekan biaya pemungutan
5. Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui
perencanaan yang lebih baik
SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
Official Assessment System
Self Assessment System
Semi Self Assessment System
Withholding System
Official Assessment System
 System pemungutan pajak yang menyatakan bahwa
jumlah pajak yang terutang oleh wajib pajak dihitung
dan ditetapkan oleh aparat pajak atau fiskus.
 Jadi pada dasarnya sistem ini menganut sistem pajak
kuno. Dimana pemerintah harus turun tangan sendiri
untuk bisa menagih pajak, sedangkan wajib pajak
hanya menunggu surat ketetapan pajaknya.
 Sistem ini sudah tidak dipakai oleh negara – negara
maju, karena biaya untuk menagih pajak yang sangat
besar.
Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini
adalah
1. Wewenang untuk menentukan besarnya
pajak terutang ada pada fiskus
2. Wajib pajak bersifat pasif
3. Utang pajak yang timbul setelah dikeluarkan
surat ketetapan pajak oleh fiskus
Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang Wajib Pajak dalam menentukan
sendiri jumlah pajak yang terutang setiap
tahunnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan
menghitung dan memungut pajak sepenuhnya
berada di tangan Wajib Pajak.
Ciri Self Assessment System
1. Wewenang untuk menentukan besarnya
pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.
2. Wajib pajak aktif mulai dari menghitung,
menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang
terutang.
3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya
mengawasi.
Dalam sistem self assessment,Wajib
Pajak diberi kepercayaan untuk
1. menghitung sendiri pajak yang terutang
2. membayar sendiri jumlah pajak yang
terutang
3. melaporkan sendiri jumlah pajak yang
terutang
4. mempertanggungjawabkan pajak yang
terutang
Kelebihan Self
Assessment
System
Kelemahan
Self
Assessment
System
1. Pemerintah dapat menghemat
waktu,tenaga,dan biaya sehingga
dapat dialihkan untuk aktivitas
perpajakan atau pemerintahan
lainnya
2. Wajib pajak akan terdorong untuk
memahami dengan baik sistem
perpajakan yang berlaku.
1. Memberikan biaya tambahan kepada
wajib pajak
2. WP dihadapkan keterbatasan
informasi mengenai perubahan perpu
perpajakan yang berlaku
3. Dalam pelaksanaannya sulit berjalan
sesuai dengan yang diharapkan
bahkan bisa disalah gunakan
Perbedaan Official Assessment System dan Self Assessment System
OFFICIAL ASSESSMENT SYSTEM
Wewenang
menentukan
terutang
Pajak Besarnya pajak terutang ditentukan
oleh Fiskus
SELF ASSESSMENT SYSTEM
Besarnya pajak terutang ditentukan
oleh Wajib Pajak
Peran Wajib Pajak
Wajib Pajak bersifat pasif
Wajib Pajak bersifat aktif
Peran Fiskus
Fiskus bertindak aktif
Fiskus hanya bertindak sebagai
fasilitator
Timbulnya pajak terutang
Timbul karena dikeluarkannya Surat
Ketetapan Pajak (SKP) oleh Fiskus
Timbul karena UU dan karena
terjadinya keadaan atau perbuatan
Semi Self Assessment
 Menurut sistem semi self assessment, terdapat
kerja sama antara wajib pajak dan pejabat pajak
untuk menentukan jumlah pajak yang wajib
dibayar lunas oleh wajib pajak kepada Negara.
 Pada awal tahun pajak, wajib pajak menentukan
sendiri jumlah pajak yang terutang untuk tahun
berjalan sebagai angsuran yang disetor sendiri.
Kemudian pada akhir tahun pajak, ditentukan
kembali oleh pejabat pajak jumlah pajak yang
sebenarnya, berdasarkan data yang disampaikan
oleh wajib pajak.
Withholding System
Sistem with holding memberi kepercayaan
kepada pihak ketiga untuk melakukan
pemungutan pajak atas objek pajak yang
diterima atau diperoleh wajib pajak dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Pihak ketiga ditempatkan sebagai pihak yang
berwenang untuk memotong atau memungut
pajak tertentu dan menyetor serta
melaporkan kepada pejabat pajak.
PIHAK KETIGA
a. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
b. bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain, sehubungan dengan pekerjaan,
jasa, atau kegiatan;
c. dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan
pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun;
d. badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang
melakukan pekerjaan bebas;
e. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan
dengan pelaksanaan suatu kegiatan.
Manfaat Withholding
System
1. Dapat meningkatkan kepatuhan
pajak secara sukarela
2. Pengumpulan pajak secara otomatis
bagi pemerintah tanpa
mengeluarkan biaya
3. Meningkatkan penerimaan pajak
Saat terutangnya PPh pasal 22
1. PPh pasal 22 atas impor barang terutang pada saat
pemabayaran bea masuk.
2. PPh pasal 22 atas pembelian barang yang dananya berasal
dari APBN/APBD terutang pada saat pembayaran.
3. PPh pasal 22 atas pembelian barang yang berasal dari
badan-badan tertentu yang ditunjuk sebagai pemungut PPh
pasal 22 terutang pada saat pembayaran.
4. PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi semen, rokok,
kertas, baja, dan otomotif terutang pada saat pembayaran.
5. PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi bahan bakar
minyak jenis premix, super TT, dan gas terutang pada saat
penerbitan surat perintah pengeluaran barang (delivery
order).
6. PPh pasal 22 atas pembelian hasil perhutanan, perkebunan,
pertanian dan perikanan, oleh industri dan eksportir
terutang pada saat pembelian.
Saat terutangnya PPN dan PPnBM
1. Pada saat penyerahan BKP (Barang Kena Pajak)/JKP
(Jasa Kena Pajak)
2. Pada saat impor barang kena pajak: PPN terutang saat
BKP dimasukkan ke dalam daerah Pabean.
3. Saat penyerahan jasa kena pajak.
4. Pada saat dimulainya pemanfaatan BKP tidak
berwujud atau JKP dari luar daerah Pabean di dalam
daerah Pabean.
5. Pada saat pembayaran.
6. Pada saat ekspor barang kena pajak.
7. Saat lain yang ditetapkan menteri keuangan dalam hal
saat terutangnya pajak sukar ditetapkan atau terjadi
perubahan ketentuan yang dapat menimbulkan
ketidakadilan
Saat terutangnya BPHTB
1. Jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perseroan
atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang
menyebabkan peralihan hak, hadiah, peleburan usaha, dan
pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan
penandatanganan akta;
2. Lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang;
3. Hibah Wasiat, Waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan
mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan ;
4. Pemberian hak baru atas tanah sebagi kelanjutan pelepasan
hak dan pemberian hak baru diluar pelepasan hak adalah
sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
5. Putusan hakim sejak tanggal putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum.
Saat Terutangnya PPh Pasal 23
Berdasarkan PP No. 138 TAHUN 2000, saat
terutangnya PPh Pasal 23 adalah saat yang
terjadi lebih dahulu antara pembayaran atau
terutangnya penghasilan.
Saat pembayaran adalah saat dilakukannya
pemindahbukuan dana suatu pihak kepada
pihak lain, sedangkan saat pengakuan
terutangnya penghasilan adalah saat
dilakukannya pemindahbukuan dana dari akun
harta ke akun hutang.
Download