PENERAPAN ASSOCIATION RULE MINING PADA DATA NOMOR UNIK PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN UNTUK MENEMUKAN POLA SERTIFIKASI GURU Amiruddin*, Dr. I Ketut Eddy Purnama, ST, MT** Prof. Dr. Mauridhi Hery Purnomo, M.Eng*** [email protected], [email protected] 1 Jurusan Teknik Elektro FTI, ITS, Surabaya 2 Jurusan Teknik Elektro FTI, ITS, Surabaya 3 Jurusan Teknik Elektro FTI, ITS, Surabaya Abstrak Sebagai salah satu data penting Departemen Penddikan Nasional, database Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) yang terkumpul dan tersimpan terus berkembang dan bertambah banyak. Jika data tersebut dibiarkan, maka akan menjadi kuburan data yang tidak berarti dan tujuan pembangunan database NUPTK menjadi tidak tercapai. Diperlukan struktur penyimpanan data yang berusaha untuk memperbaiki efisiensi pengolahan dan penggalian data, terutama dalam membangun sebuah pola hubungan antar data dan mencari frequent itemset dalam database. Dalam penelitian ini digunakan association rule untuk menggali pola hubungan atribut-atribut dan frequent itemset dalam database NUPTK. Paradigma apriori digunakan untuk mencari large itemset dalam penetapan association rule. Integrasi association rule dengan paradigma apriori telah berhasil menemukan sejumlah pola hubungan antar atribut dalam dalam database NUPTK. Rule dengan nilai lift = 1.9 dengan selisih interpretasi 0.002 dapat digunakan untuk penetapan pola sertifikasi guru. Kata Kunci : NUPTK, Association rule, Apriori, large itemset, frequent itemset 1. Pendahuluan NUPTK adalah Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang merupakan Nomor Registrasi bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah baik Formal maupun Non Formal. Pembuatan NUPTK bertujuan untuk mendukung pemerintah dalam hal mengidentifikasi jumlah pendidik dan tenaga kependidikan secara riil sebagai upaya menunjang ketersediaan data yang akurat dan mutakhir dalam mendukung perencanaan berbagai program, analisa kebutuhan dan pemerataan tenaga pendidik serta pelaksanaan program dan kegiatan yang berkaitan dengan Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Indonesia. Setiap kebijakan yang berkaitan dengan program-program pemberdayaan, pemberian kesejahteraan dan peningkatan kompetensi, kualifikasi, peningkatan profesionalisme, dan program sertifikasi yang diberikan oleh Pemerintah Pusat melalui Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas kepada Pendidik dan Tenaga Kependidikan bersumber pada informasi yang diperoleh dari NUPTK Data NUPTK yang dimiliki saat ini semakin lama semakin bertambah banyak. Jumlah data yang begitu besar justru dapat menjadi masalah jika tidak dapat dimanfaatkan. Sehingga diperlukan usaha untuk memilah dan menggali data NUPTK yang dapat diolah menjadi informasi. Jika data NUPTK dibiarkan, maka data tersebut hanya akan menjadi sampah yang tidak berarti dan tujuan pembangunan database NUPTK menjadi tidak tercapai. Oleh karena itu diperlukan sebuah pendekatan atau metode pengolahan data yang mampu memilah dan memilih data yang besar, sehingga dapat diperoleh informasi yang berguna bagi penggunanya. Data Mining (Penggalian Data) didefinisikan sebagai sebuah proses untuk menemukan hubungan, pola dan trend baru yang bermakna dengan menyaring data yang sangat besar, yang tersimpan dalam penyimpanan, menggunakan teknik pengenalan pola seperti teknik statistik dan matematika [4]. Hubungan yang dicari dalam data mining dapat berupa hubungan antara dua atau lebih dalam satu dimensi, misalnya dalam dimensi produk, kita dapat melihat keterkaitan pembelian suatu produk dengan produk yang lain. Selain itu hubungan juga dapat dilihat antara 2 atau lebih atribut dan 2 atau lebih obyek[5]. Untuk melakukan mining terhadap data NUPTK maka dalam penelitian ini diusulkan sebuah algoritma untuk mencari kaidah aturan asosiasi untuk menemukan pola-pola data NUPTK yang digunakan untuk menunjang pengambilan keputusan sertifikasi guru. Penggalian kaidah asosiasi mempunyai peranan penting dalam proses pengambilan keputusan. Tahapan besar dari proses Data Mining adalah mengidentifikasikan frequent itemset dan membentuk kaidah asosiasi dari itemset tersebut. Kaidah asosiasi digunakan untuk menggambarkan hubungan antar item pada tabel data transaksional ataupun data relasional. Tapi semakin berkembangnya teknologi komputer di dunia industri, semakin pesat pula perkembangan ukuran data yang dihasilkan. Dan pada data yang besar (VLDB, Very Large Database) tersebut, proses pencarian frequent itemset sangatlah sulit. Dari kondisi tersebut, maka dalam penelitian ini diusulkan algoritma Apriori untuk mencari large itemset dari sebuah basis data. Ide dasar paradigma apriori ini adalah dengan mencari himpunan kandidat dengan panjang (k+1) dari sekumpulan pola frequent dengan panjang k, lalu mencocokkan jumlah kemunculan pola tersebut dengan informasi yang terdapat dalam database. Paradigma apriori yang dikembangkan oleh Agrawal dan Srikan (1994), yaitu anti-monotone Apriori Heuristic: Setiap pola dengan panjang pola k yang tidak sering muncul (tidak frequent) dalam sebuah kumpulan data, maka pola dengan panjang (k+1) yang mengandung sub pola k tersebut tidak akan sering muncul pula (tidak frequent) [7]. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah Untuk menetapkan pola-pola informasi penting yang tersembunyi dalam database NUPTK melalui penggunaan aturan assosiatif (association rule) untuk analisa penetapan sertifikasi guru berdasarkan tingkat kecenderungan munculnya persyaratan sertifikasi yang terpenuhi secara bersama dalam database. 2. Tinjauan Literatur dan Metode 2.1. Mining Association Rule Mining association rules atau pencarian aturan-aturan hubungan antar item dari suatu basis data transaksi atau basis data relasional, telah menjadi perhatian utama dalam masyarakat basis data. Tugas utamanya adalah untuk menemukan suatu himpunan hubungan antar item dalam bentuk A1A...AAm => B1A...ABn dimana A, ( for i E {1,...,m}) dan B; ( for j C {1,...,n} ) adalah himpunan atribut nilai, dari sekumpulan data yang relevan dalam suatu basis data. Sebagai contoh, dari suatu himpunan data transaksi, seseorang mungkin menemukan suatu hubungan berikut, yaitu jika seorang pelanggan membeli selai, ia biasanya juga membeli roti dalam satu transaksi yang sama. Oleh karena proses untuk menemukan hubungan antar item ini mungkin memerlukan pembacaan data transaksi secara berulang- ulang dalam sejumlah besar data-data transaksi untuk menemukan pola-pola hubungan yang berbeda-beda, maka waktu dan biaya komputasi tentunya juga akan sangat besar, sehingga untuk menemukan hubungan tersebut diperlukan suatu algoritma yang efisien dan metodemetode tertentu. Analisis asosiasi atau association rule mining adalah teknik data mining untuk menemukan aturan assosiatif antara suatu kombinasi item. Contoh dari aturan assosiatif dari analisa pembelian di suatu pasar swalayan adalah dapat diketahuinya berapa besar kemungkinan seorang pelanggan membeli roti bersamaan dengan susu. Dengan pengetahuan tersebut pemilik pasar swalayan dapat mengatur penempatan barangnya atau merancang kampanye pemasaran dengan memakai kupon diskon untuk kombinasi barang tertentu. Karena analisis asosiasi menjadi terkenal karena aplikasinya untuk menganalisa isi keranjang belanja di pasar swalayan, analisis asosiasi juga sering disebut dengan istilah market basket analysis [1] Fungsi Association Rules seringkali disebut dengan "market basket analysis", yang digunakan untuk menemukan relasi atau korelasi diantara himpunan item. Market Basket Analysis adalah Analisis dari kebiasaan membeli customer dengan mencari asosiasi dan korelasi antara item- item berbeda yang diletakkan customer dalam keranjang belanjaannya. Fungsi ini paling banyak digunakan untuk menganalisa data dalam rangka keperluan strategi pemasaran, desain katalog, dan proses pembuatan keputusan bisnis. Tipe association rule bisa dinyatakan sebagai misal : "70% dari orangorang yang membeli mie, juice dan saus akan membeli juga roti tawar". Aturan asosiasi mengcapture item atau kejadian dalam data berukuran besar yang berisi data transaksi. Dengan kemajuan teknologi, data penjualan dapat disimpan dalam jumlah besar yang disebut dengan "basket data." Aturan asosiasi yang didefinisikan pada basket data, digunakan untuk keperluan promosi, desain katalog, segmentasi customer dan target pemasaran. Secara tradisional, aturan asosiasi digunakan untuk menemukan trend bisnis dengan menganalisa transaksi customer. Berdasarkan definisi di [6] maka pencarian pola kaidah asosiasi mengunakan dua buah parameter nilai yaitu dukungan (support) dan keterpercayaan (confidence) yang memiliki nilai antara 0% - 100 %. Berikut sedikit penjelasan mengenai dukungan dan keterpercayaan. Sebagai contoh terdapat relasi I berisi sejumlah kumpulan item yang kemudian dikatakan sebagai itemset, dimana masing–masing itemset terdiri dari sekumpulan atribute bertipe boolean I1, I2, …, In. Dan basis data transaksi D yang berisi transaksi T, adalah himpunan dari I atau T Í I. Dimana transaksi T pada basis data transaksi D memiliki sebuah atribut yang unik yang dinotasikan dengan TID. Dalam konteks ini, A dan B merupakan itemset dari transaksi T, jika dan hanya jika A Í T dan B Í T. Sehingga jumlah A dinotasikan σ (A) merupakan jumlah Support (support count) itemset A pada basis data transaksi D. Kaidah asosiasi A› B, jika dan hanya jika A B I dan A B I, 0. Sehingga A› B memiliki Support s pada transaksi T, dimana S merupakan persentase itemset A È B pada basis data transaksi D. Dan A› B memiliki Confidence C pada transaksi T, dimana C merupakan persentase jumlah itemset A yang terdapat pada relasi I, yang diikuti itemset B. Dukungan kaidah asosiasi A› B dinyatakan dengan : Support (A› B) = P(AÈB) (xx) Sedangkan keterpercayaan kaidah asosiasi A› B dinyatakan dengan : Confidence (A› B) = P(A|B) (xx) dimana :A dan B adalah frequent itemset memiliki jumlah dukungan lebih besar sama dengan batas ambang dukungan minimum). 2.2. Algoritma Apriori Persoalan association rule mining terdiri dari dua sub persoalan : a. Menemukan semua kombinasi dari item, disebut dengan frequent itemsets,yang memiliki support yang lebih besar daripada minimum support. b. Gunakan frequent itemsets untuk men-generate aturan yang dikehendaki.Semisal, ABCD dan AB adalah frequent, maka didapatkan aturan AB -> CD jika rasio dari support(ABCD) terhadap support(AB) sedikitnya sama dengan minimum confidence. Aturan ini memiliki minimum support karena ABCD adalah frequent. Algoritma Apriori yang bertujuan untuk menemukan frequent itemsets dijalankan pada sekumpulan data. Pada iterasi ke -k, akan ditemukan semua itemsets yang memiliki k items, disebut dengan k - itemsets. Tiap iterasi berisi dua tahap. Misal Oracle Data Mining Fk merepresentasikan himpunan dari frequent k -itemsets, dan Ck adalah himpunan candidate k-itemsets (yang potensial untuk menjadi frequent itemsets). Tahap pertama adalah men-generate kandidat, dimana himpunan dari semua frequent (k- 1) itemsets, Fk-1, ditemukan dalam iterasi ke-(k-1), digunakan untuk men-generate candidate itemsets Ck. Prosedur generate candidate memastikan bahwa Ck adalah superset dari himpunan semua frequent k-itemsets. Struktur data hash-tree digunakan untuk menyimpan Ck. Kemudian data di-scan dalam tahap penghitungan support. Untuk setiap transaksi, candidates dalam Ck diisikan ke dalam transaksi, ditentukan dengan menggunakan struktur data hash-tree hashtree dan nilai penghitungan support dinaikkan. Pada akhir dari tahap kedua, nilai Ck diuji untuk menentukan yang mana dari candidates yang merupakan frequent. Kondisi penghitung (terminate condition) dari algoritma ini dicapai pada saat Fk atau Ck+1 kosong. Ilustrasi Algoritma Apriori Gambar 1. Ilustrasi Algoritma Apriori Dari ilustrasi di atas dapat dijelaskan bahwa: a. Untuk menghasilkan Lk, maka diperlukan candidate k-itemset Ck yang dibentuk dari proses join antar L k-1 b. Catatan konvensi: Apriori mengasumsikan bahwa item dalam transaksi atau itemset telah terurut berdasarkan urutan lexicographic. c. Proses join, L k-1 × L k-1 , dilakukan jika (k -2 itemset dari L k-1 “sama”. d. Misal ll dan ll adalah itemset dari L k-1 , supaya proses join dapat dilakukan maka harus dipenuhi: (l 1 [1] = l 2 [1]) ^ l 1 [2] = l 2 [2]) ^…^ (l 1 [k- 2 ] = l 2 [k- 2 ]) ^ l 1 [k-1 ] < l 2 [k-1 ]) e. Kondisi (l 1 [k- 1 ] < l 2 [k-1 ]) menjamin tidak ada kembar pada proses join. Jadi itemset yang dihasilkan dari proses join antara I1 dan I2 adalah l 1 [1] l 1 [2] ... l 1 [k- 1 ] I2 [k- 2 ] f. Notasi l 1 [j] menyatakan item yang ke-j dalam l. 3. Tahapan Mining Association Rule 3.1. Pembangunan Association Rules Analisis asosiasi dikenal juga sebagai salah satu teknik data mining yang menjadi dasar dari berbagai teknik data mining lainnya. Khususnya salah satu tahap dari analisis asosiasi yang disebut analisis pola frequensi tinggi (frequent pattern mining) menarik perhatian banyak peneliti untuk menghasilkan algoritma yang efisien. Metodologi dasar analisis asosiasi terbagi menjadi dua tahap : Analisa pola frekuensi tinggi Tahap ini mencari kombinasi item yang memenuhi syarat minimum dari nilai support dalam database. Nilai support sebuah item diperoleh dengan rumus 1 berikut[3]: ….....................[rumus 1] sedangkan nilai support dari 2 item diperoleh dari rumus 2 berikut [3]: ............................................................................................................[rumus 2] Pembentukan aturan assosiatif Setelah semua pola frekuensi tinggi ditemukan, barulah dicari aturan assosiatif yang memenuhi syarat minimum untuk confidence dengan menghitung confidence aturan assosiatif A › B Nilai confidence dari aturan A› B diperoleh dari rumus 3 berikut: ....................................................................................................[rumus 3] Persiapan Input Sche ma List Input Schema Input Data List Input Data Normalisasi Data Gambar 2. Preprocessing Mining Data NUPTK 3.1.1 Persiapan Data Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam proses data mining antara lain: a. Seleksi Data Atribut-atribut data NUPTK yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nomor Identitas (ID), NUPTK, Kualifikasi Pendidikan, Mapel Sertifikasi, Jenjang Sekolah Tempat Bertugas, Usia, Jumlah Jam Mengajar, Portofolio/PLPG, mata pelajaran yang diampu, matapelajaran yang disertifikasi, jumlah jam per minggu, dan pengembangan profesi. Data sekolah terkait dengan nama sekolah, alamat sekolah, jenjang sekolah, status sekolah, dan status akreditasi sekolah. b. Pembersihan Data Proses pembersihan data dilakukan untuk membuang record yang keliru, menstandarkan attribut-attribut, merasionalisasi struktur data, dan mengendalikan data yang hilang. c. Reduksi Data Reduksi data dilakukan dengan menghilangkan atribut-atribut yang tidak diperlukan seperti atribut tahun lulus, alamat sekolah, jumlah kelas, alamat rumah, nama ibu, nama istri, nomor rekening, hingga data yang dikutkan dalam proses datamining adalah data yang berisi atribut-atribut penting yang sesuai dengan tuntutan informasi yang ingin digali seperti atribut yang dijelaskan pada poin a di atas. d. Bentuk Standar Bentuk standar adalah adalah bentuk data yang akan diakses oleh algoritma data mining. Data dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk binary valued data. Pengubahan data dalam bentuk binary valued data dilakukan dengan menggunakan software LUCS-KDD-DN yang dikembangkan oleh The University of Liverpool 3.1.2. Input Sche ma Proses input schema diawali dengan menetapkan atribut-atribut yang akan dicari pola asosiasinya. Schema dibuat dalam tiga baris teks yang masing- masing berisi urutan dari N literal yang dipisahkan dengan spasi, dimana N adalah jumlah atribut dalam kumpulan data yang akan dikonversi. Baris pe rtama: digunakan untuk mendiskripsikan “type” dari setiap field dengan pilihan : Unused, nominal, integer dan double Baris kedua: digunakan untuk mendiskripsikan untuk pemberian nama fields hal ini akan berfungsi untuk mencocokkan nomor kolom yang terkandung dalam Association Rules dan CAR untuk keluaran schema Baris ke tiga: digunakan untuk mendiskripsikan legal value dari setiap dataitem. Misalnya untuk tipe Unuseds, integer dan double digunakan literal Null sedangkan nilai nominal digunakan karakter dengan tanda “/” (backslash) Maka input schema data NUPTK adalah sebagai berikut: Gambar 3. Input Schema Data NUPTK 3.1.3. List Input Schema Dari hasil input schema sebagaimana dijelaskan pada poin 3.2.2 diperoleh schema yang berisi atribut-atribut yang akan dimining, sebagai berikut: (1) int: ID (2) int: NUPTK (3) int: TingkatPend (4) int: MapelSertfikasi (5) nominal: TingkatSekolah { RA TK MI SD MTS SMP MA SMA SMK } (6) int: usia (7) int: PLPG (8) int: MsKerjaGuru (9) nominal: Sertifikasi { 1 2 3 } 3.1.4.. Input Data Data set NUPTK diubah dalam format Comma Separated yang disimpan dalam bentuk file notepad. Berikut ini adalah sebagian input data set NUPTK dalam format Comma Separated 1,1,1,1,SM P,33,1,11,1 2,1,1,1,SM P,32,1,11,1 3,0,0,0,SM P,49,0,15,3 4,1,1,1,SMA,41,1,15,1 5,1,0,0,SD,51,0,25,3 6,1,1,1,SD,40,1,12,1 7,1,0,1,SD,46,0,13,2 8,1,0,1,SD,52,0,26,2 9,1,1,1,SD,54,1,27,1 10,1,1,1,SMA,32,1,12,1 … 3.2.4. List Input Data Dari hasil input data sebagaimana dijelaskan pada poin 3.2.4 diperoleh data dalam format Comma Separated. Berikut in i adalah sebagian data set NUPTK setelah melalu i proses running menggunakan software LUCS-KDD-DN 1.0 1.0 1.0 1.0 5.0 33.0 1.0 11.0 0.0 2.0 1.0 1.0 1.0 5.0 32.0 1.0 11.0 0.0 3.0 0.0 0.0 0.0 5.0 49.0 0.0 15.0 2.0 4.0 1.0 1.0 1.0 7.0 41.0 1.0 15.0 0.0 5.0 1.0 0.0 0.0 3.0 51.0 0.0 25.0 2.0 6.0 1.0 1.0 1.0 3.0 40.0 1.0 12.0 0.0 7.0 1.0 0.0 1.0 3.0 46.0 0.0 13.0 1.0 8.0 1.0 0.0 1.0 3.0 52.0 0.0 26.0 1.0 9.0 1.0 1.0 1.0 3.0 54.0 1.0 27.0 0.0 10.0 1.0 1.0 1.0 7.0 32.0 1.0 12.0 0.0 … 3.2.4. Normalisasi Data Proses normalisasi meliputi normalisasi Input schema dan normalisasi Input data. Normalisasi dilakukan sebagai ujicoba pada relasi dalam data NUPTK untuk menentukan apakah relasi tersebut sudah baik. Apabila terdapat atribut yang tidak tepat dapat dilakukan proses modifikasi, insert, update ataupun delete tanpa mempengaruhi integritas data dalam relasinya. Berikut ini adalah hasil normalisasi schema dan dataset NUPTK. List Parameters Number of records = 100 Number of cols (input data) = 9 Number of cols (schema) = 9 Num. missing values =0 Max num. ranges =3 Number of attributess = 29 Density (%) = 31.03 List Output Sche ma (1) ID<34.0 (2) 34.0<=ID<67.0 (3) ID>=67.0 (4) NUPTK=0 (5) NUPTK=1 (6) TingkatPend=0 (7) TingkatPend=1 (8) MapelSertfikasi=0 (9) MapelSertfikasi=1 (10) TingkatSekolah=RA (11) TingkatSekolah=TK (12) TingkatSekolah=MI (13) TingkatSekolah=SD List Output Data 2 5 7 9 17 19 23 24 27 3 5 6 9 17 20 22 26 28 2 4 6 8 15 19 22 25 29 1 5 7 9 18 19 23 24 27 3 5 7 9 13 20 23 25 27 2 5 6 8 13 20 22 25 29 (14) TingkatSekolah=MTS (15) TingkatSekolah=SMP (16) TingkatSekolah=MA (17) TingkatSekolah=SMA (18) TingkatSekolah=SMK (19) usia<32.0 (20) 32.0<=usia<50.0 (21) usia>=50.0 (22) PLPG=0 (23) PLPG=1 (24) MsKerjaGuru<11.34 (25) 11.34<=MsKerjaGuru<19.68 (26) MsKerjaGuru>=19.68 (27) Sertifikasi=1 (28) Sertifikasi=2 (29) Sertifikasi=3 1 5 7 9 17 20 23 25 27 1 5 7 9 13 20 23 25 27 2 5 7 9 13 21 23 26 27 3 5 6 8 13 21 22 26 29 … 3.2. Pemodelan Sistem Input Data Pencarian Large itemset Large itemset Generate Strong Association Rule Strong association Rules Interesting Association Rules Gambar 4. Proses Mining Data NUPTK 4. Hasil Association Rule Mining Banyaknya rules yang dihasilkan memberikan banyak kemungkinan untuk melihat pola-pola yang muncul dalam database NUPTK. Sehingga memberikan berbagai kemungkinan yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk membuat keputusan. Tidak semua rules yang ditemukan dalam penelitian ini diinterpretasi. Yang diinterpretasi adalah rule-rule yang memiliki nilai Lift yang tinggi (alasan obyektif) dan rule yang memiliki relevansi dengan kebutuhan (alasan subyektif). Lift merupakan sebuah angka ratio yang menunjukkan berapa banyak kemungkinan menemukan sebuah atribut (misal ID) muncul bersama dengan atribut lainnya (misal Kualifikasi, Nomor Unik, dan Mapel sertifikasi) dibandingkan dengan seluruh kejadian adanya atribut yang terpenuhi. Lift menunjukkan adanya tingkat kekuatan rule atas kejadian acak dari antecedent dan consequence berdasarkan pada supportnya masing- masing. Hal ini akan mermberikan informasi tentang perbaikan dan peningkatan probabilitas dari consequent berdasarkan antecedent. Lift didefinisikan sebagai berikut: Lift = Confidence / Expected Confidence Dimana Expected Confi dence = (Juml ah Transaksi memiliki item consequent) / (Total jumlah transaksi) Atau dengan cara: Lift = Pr(A|C) Pr(C) Ketika Lift sama dengan 1 maka A dan B adalah independen karena Pr(C|A)=Pr(C). Ketika probabilitas C terjadi dipengaruhi oleh terjadinya A maka Lift lebih besar dari 1. Ketetapan lift ratio adalah apabila hasil perhitungan berada di bawah 1 maka item- item tersebut tidak menunjukkan adanya saling keterkaitan antara antecedent dengan consequent. Berikut adalah interpretasi sebagian rule-rule yang berhasil ditemukan setelah dilakukan proses Association Rules Mining sebagaimana pada tabel 4.3. di atas: Rule 1: {NUPTK=1 TingkatPend=1 MapelSertfikasi=1} -> {PLPG=1 Sertifikasi=1} Jika Pendidik (guru) dan Tenaga Kependidikan (non guru) memiliki NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan), Tingkat Pendidikan (Kualifikasinya S1) dan Mata Pelajaran yang disertifikasinya tidak miss-match maka Pendidik atau Tenaga Kependidikan tersebut juga dapat diprediksi memiliki sertifikat PLPG dan status Sertifikasinya diterima. Dengan rule ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang lulus sertifikasi adalah mereka yang memenuhi atribut-atribut NUPTK, Kualifikasi Pendidikan S1, dan Mata Pelajaran yang disertifikasi linear dengan Mata pelajaran yang diampu Rule 50: {PLPG=1} -> {NUPTK=1 TingkatPend=1} 1.64 Rule ini dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang lulus PLPG adalah mereka yang memenuhi atribut NUPTK dan Kualifikasi Pendidikan S1 Rule 150: {NUPTK=1 TingkatPend=1 PLPG=1} -> {MapelSertfikasi=1} 1.4 Rule ini dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan bahwa ketika Pendidik dan Tenaga Kependidikan memenuhi persyaratan NUPTK, Tingkat Pendidikan dan PLPG maka persyaratan lain yang harus dipenuhi adalah Mata Pelajaran yang diajukan untuk disertifikasi tidak miss-match. Rule 181 : {NUPTK=1} -> {32.0<=usia<50.0} 1.04, Rule 182 : {32.0<=usia<50.0} -> {NUPTK=1} 1.04 Rule 183 {NUPTK=1} -> {MsKerjaGuru<11 } 1.03, dan Rule 184: {MsKerjaGuru<11} -> {NUPTK=1} 1.03 Rule 181,182,183 dan 184 dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan bahwa Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang memiliki masa kerja dari 11 tahun dan berusia 32 – 50 tahun berhak untuk memiliki NUPTK. Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang memiliki masa kerja di atas 11 tahun dan belum memiliki NUPTK hendaknya diberi kemudahan untuk melakukan pengurusan NUPTK 5. Kesimpulan Dari hasil analisa dan interpretasi Association rule data mining NUPTK, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Association rule mining menggunakan metode apriori berhasil diimplementasikan menemukan 184 rule penting yang tersembunyi dalam database NUPTK 2. Pola data yang ditemukan pada data NUPTK yang memuat atribut sertfikasi dengan kategori lulus memiliki kecenderungan asosiasi yang kuat dengan atribut-atribut PLPG, NUPTK, Kualifikasi Pendidikan S1 dan Mata Pelajaran yang disertifikasi linear dengan Maata pelajaran yang diampu. 3. Kecendurangan pola yang terbentuk dari association rule mining data NUPTK dapat ditetapkan bahwa guru-guru yang Lulus sertfikasi adalah guru yang memenuhi atribut PLPG, NUPTK, Kualifikasi Pendidikan S1 dan Mata Pelajaran yang disertifikasi linear dengan Maata pelajaran yang diampu Daftar Pustaka [1] Berry, Michael J.A dan Linoff , Gordon S., 2004, Data Mining Techniques For Marketing, Sales, Customer RelationshipManagement Second Editon, Wiley Publishing, Inc. [2] Dunham, Margaret H. 2003. Data Mining Introductory and Advanced Topics, New Jersey: Prent ice Hall [3] Larose , Daniel T, 2005, Discovering Knowledge in Data: An Introduction to Data Mining, John Willey & Sons. Inc [4] Ponniah, P., 2001, Datawarehouse Fundamentals : A comprehensive Guide for IT Professional, John Willey & Sons. Inc [5] Pramudiono, I., 2006, Apa itu data mining?, http://datamining.japati.net/cgibin/ indodm.cgi?bacaarsip&1155527614&artikel, tanggal terakhir akses 16 Januari 2007 [6] R. Agrawal and R. Srikant. Fast Algorithm for Mining Association Rules. In Proceedings of the International Conference on Very Large Data Bases, 1994. [7] R. Agrawal and et al. Mining Association Rules Between Sets of Items in Large Databases. In Proceedings of the ACM SIGMOD, 1993. [8] R. Agrawal, H. Mannila , R. Srikant, H. Toivonen, and A. Inkeri Verkamo, “Fast Discovery of Association Rules,” Advances in Knowledge Discovery and Data Mining, U. Fayyad and et al., eds., pp. 307-328, Menlo Park, Calif.: AAAI Press, 1996.