uji diagnostik pemeriksaan serologi pada penderita suspek

advertisement
 UJI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN SEROLOGI PADA PENDERITA
SUSPEK KANDIDOSIS TRAKTUS RESPIRATORIUS
Ayu Sesa Nurfiani1, Ridhawati2
1. Mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
2. Staf Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran,
Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Dalam beberapa tahun terakhir, kandidosis traktus respiratorius semakin mendapat perhatian
akibat frekuensinya yang semakin meningkat. Hal tersebut berhubungan dengan menigkatnya
faktor resiko seperti penggunaan antibiotik spectrum luas, penggunaan steroid, dan faktor
komorbid lainnya. Diagnosis kandidosis di traktus respiratorius bukanlah hal yang mudah,
perlu dilakukan pemeriksaan komprehensif yang menyeluruh seperti pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan fisik, gambaran radiologis dan sebagainya. Pemeriksaan
Laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan mikologi dan serologi. Pemeriksaan
kultur merupakan salah satu pemeriksaan mikologi dan digunakan sebagai gold standard
dalam mendiagnosis kandidosis. Dalam mendiagnosis, pemeriksaan serologi dengan metode
imunodifusi digunakan sebagai konfirmasi. Kedua pemeriksaan tersebut telah dilakukan di
Laboratorium Mikologi Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis metode diagnosis Candida traktus respiratorius
menggunakan pemeriksaan serologi dengan metode imunodifusi. Penelitian ini menggunakan
metode uji diagnostik dengan 72 sampel dari data sekunder yang didapat dari rekam medis
kandidosis pada tahun 2010-2011 di Laboratorium Mikologi Departemen Parasitologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Analisa data dilakukan dengan analisa deskriptif
dan analisis uji diagnostik. Secara demografi hasil penelitian didapatkan bahwa infeksi
kandidosis traktus respiratorius banyak ditemukan pada laki-laki dan pada usia produktif.
Pada hasil uji diagnostik didapat nilai sensitivitas 43,6%, spesifisitas 94,1%, nilai duga positif
96%, nilai duga negative 34%, Likelihood ratio positif 7,39, Likelihood ratio negatif 0,59.
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan serologi dengan metode
imunodifusi pada diagnosis kandidosis traktus respiratorius memiliki nilai diagnostik
sensitivitas yang rendah namun spesifisitas yang tinggi.
Kata kunci:
Candida, Imunodifusi; Kandidosis traktus respiratorius; Kultur sputum
ABSTRACT
In the last few years, respiratory tract candidiasis increasingly received attention due to the
increasing frequency. It is associated with increased risk factors such as use of broad
spectrum antibiotics, steroids, and other comorbidities. Diagnosis of candidiasis in the
respiratory tract is not an easy thing, to do such a thorough comprehensive examination such
as physical examination, laboratory tests, radiologic, and so on. Laboratory examination that
commonly used are mycological examination and serology examination. Culture examination
is one of the mycological examination and used as the gold standard in the diagnosis of
1 Uji Diadnostik..., Ayu Sesa Nurfiani, FK-UI, 2013
candidiasis. In diagnosing, serologic immunodiffusion method used as confirmation. Both
examination have been performed in the Mycology Laboratory of the Department of
Parasitology Faculty of Medicine, University of Indonesia. This study aims to analyze the
respiratory tract Candida diagnosis method using serologic immunodiffusion method. This
research is using diagnostic test with 72 samples from the secondary data obtained from
medical records of candidiasis in 2010-2011 in the Mycology Laboratory of the Department
of Parasitology Faculty of Medicine, University of Indonesia. Data analysis was done by
descriptive analysis and analysis of diagnostic tests. Demographically result showed that the
respiratory tract candidiasis infections more common in men and in the productive age. On
diagnostic test results obtained On diagnostic test results obtained value of sensitivity is
43.6%, specificity 94.1%, positive predictive value 96%, negative predictive value 34%,
positive likelihood ratio 7.39, negative likelihood ratio 0.59. From the results, it can be
concluded that serologic immunodiffusion method in the diagnosis of respiratory tract
candidiasis has diagnostic value of low sensitivity but high specificity.
Keywords:
Candida, Immunodiffusion; Respiratory tract candidiasis; Sputum culture
PENDAHULUAN
Infeksi jamur Candida pertama kali ditemukan pada abad ke 18 berupa stomatitis
pada mulut bayi. Candida merupakan jamur golongan khamir yang bersifat komensal,
namun dengan adanya faktor predisposisi dapat menjadi patogen, perubahan sifat itu
menjadikan Candida sebagai salah satu jamur oportunis. Saat ini angka kejadian infeksi
Candida atau kandidosis terus meningkat. Candida terutama ditemukan pada pasien dengan
imunokompromais, penggunaan antibiotik jangka panjang dengan spektrum luas, obat
kortikosteroid, sitostatik serta prosedur kedokteran modern seperti pemakaian selang infus
dan kateter. Sebagian besar infeksi Candida terutama disebabkan oleh spesies Candida
albicans, diikuti oleh Candida galbrata, Candida parasilosis, Candida tropicalis, dan
sebagainya. 1,2,3,4
Kandidosis dapat muncul sebagai infeksi superfisialis maupun sistemik. Kandidosis
superfisialis sering dijumpai pada lipatan-lipatan kulit seperti daerah inguinal, aksila, lipatan
dibawah dada, daerah popok, paronikia, onkomikosis, serta mukosa. Kandidosis sitemik
mengenai pada organ dalam, seperti pada saluran cerna dan saluran napas. 2,3
Candida yang menginfeksi traktus respiratorius dapat berupa infeksi primer maupun
sekunder, namun kasus infeksi primer jarang ditemukan. Kasus kandidosis traktus
repiratorius sekunder umumnya diawali oleh adanya penyakit tuberkulosis ataupun
keganasan. 2,3,4,5
2 Uji Diadnostik..., Ayu Sesa Nurfiani, FK-UI, 2013
Seiring dengan meningkatnya faktor risiko, infeksi jamur pada traktus respiratorius
dalam beberapa tahun terakhir semakin mendapat perhatian karena frekuensinya semakin
meningkat sehingga timbul tantangan dalam diagnosis dan tata laksananya. Kandidosis paru
dapat muncul karena penyebaran hematogen, menyebabkan pneumonia difus atau dengan
ekstensi bronkial pada pasien dengan kandidosis orofaringeal, dan aspirasi ragi dari rongga
mulut.5
Diagnosis kandidosis paru atau traktus respiratorius sulit dilakukan jika hanya
berdasarkan gejala klinik saja karena gejalanya mirip dengan penyakit paru lain, oleh sebab
itu
harus ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang
umumnya dilakukan adalah pemeriksaan mikologi seperti pemeriksaan langsung dan kultur
dari bahan klinik sputum untuk mencari dan mengisolasi elemen jamurnya serta pemeriksaan
serologi. Pemeriksaan serologi digunakan untuk mendeteksi antibodi dan antigen Candida
dalam serum. Perlu diketahui bahwa kadar antigen bebas dalam darah sangat rendah karena
antigen Candida dalam darah akan dieliminasi dengan cepat oleh limpa. Pemilihan antigen
untuk diagnosis kandidosis harus dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan galur
jamur dan media. Protein dalam germ tube dijadikan marker untuk mendiagnosis kandidosis
sistemik. Pada pasien kandidodis sistemik, antibodi dapat mengenali antigen germtube
dengan berat molekul 30 sampai 33 kDa yang digunakan sebagai pembeda infeksi yang
terjadi pada sistemik atau non sistemik. Selain pemeriksaan serologi, penegakkan diagnosis
kandidosis juga dapat dilakukan dengan teknik polymerase chain reaction (PCR). 1,3,4
Diagnosis kandidosis di traktus respiratorius atau paru, bukan hal yang mudah, perlu
pemeriksaan komprehensif yang menyeluruh seperti pemeriksaan laboratorium, gejala
klinis, gambaran radiologis dan sebagainya. Laboratorium Mikologi Departemen
Parasitologi FKUI telah melakukan pemeriksaan jamur Candida pada sputum dalam waktu
yang lama, umumnya pasien dikirim oleh dokter spesialis paru baik dari praktek pribadi
maupun pasien yang dirawat di rumah sakit. Pemeriksaan sputum diharapkan dapat
mewakili adanya kemungkinan infeksi jamur di saluran respiratorius. Selain itu
pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap Candida juga dilakukan di
laboratorium ini. Secara immunitas adanya infeksi Candida secara sistemik diduga dapat
memicu antibodi terhadap jamur tersebut sehingga pemeriksaan serologi terhadap Candida
diharapkan dapat memperkuat diagnosis.
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis tertarik melakukan penelitian untuk
mengetahui kemampuan pemeriksaan Candida pada traktus respiratorius menggunakan
pemeriksaan kultur sputum dan pemeriksaan serologi dengan metode imunodifusi.
3 Uji Diadnostik..., Ayu Sesa Nurfiani, FK-UI, 2013
LANDASAN TEORI
Karakteristik dan Morfologi Candida
Candida termasuk dalam kelompok khamir, tidak berpigmen dan tidak membentuk
simpai, memiliki ukuran bervariasi antara 2-5 µ x 3-6 µ sampai 2-5,5 µ x 5-28,5 µ. Candida
tumbuh baik pada medium sabouraud dextrose agar (SDA) dan akan membentuk koloni yang
berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih kekuningan dengan permukaan halus dan berbau
seperti tape. Candida tumbuh optimal pada suhu 37°C dan pada pH 4,5-6,5. 1,2,3,5
Dalam keadaan normal, Candida berada dalam bentuk ragi yang merupakan sel
tunggal, dimana Candida bereproduksi dengan membentuk blastospora atau sel ragi. sel ragi
akan membentuk tunas yang kemudian akan tumbuh semakin besar hingga melepaskan diri
melalui proses yang dinamakan dengan budding. Jika dalam keadaan “mengancam”
morfologi Candida menjadi lebih invasif, dimana akan membentuk pseudohifa atau miselium.
Perubahan morfologi tersebut merupakan bantuk adaptasi dari Candida terhadap lingkungan
sekitarnya. 3,4,6
Pseudohifa berasal dari blastospora yang terus tumbuh pada bagian apeks.
Sebelumnya didahului dengan pembentukan germ tube. Pseudohifa digunakan untuk
menginvasi epitel jaringan endotel inang dan membentuk klamidospora. Klamidospora
digunakan untuk mempertahankan diri dari lingkungan yang buruk. 1,7,8,9
Komponen utama dari dinding sel jamur ini adalah glukan, kitin, manoprotein atau
manan yang berikatan dengan protein, selain itu komponen lain yang dimiliki dinding sel
Candida adalah lemak dan garam organik. Manoprotein akan menempel secara kovalen pada
rangka β-glukans dan protein, dimana maoprotein merupakan pencetus respon imun inang
selama terjadi infeksi. Manoprotein memiliki aktivitas imunomodulasi terhadap respon tubuh
inang sehingga dapat mengatur system imun termasuk natural killer cell, makrofag, respon
imun seluler, hingga respon imun humoral. Candida dapat memproduksi enzim secreted
aspartyl proteinase (SAP) yang membantu dalam kolonisasi dan menyebabkan infeksi. 1,3,9,10
Spesies Candida
Saat ini sudah hampir 200 spesies Candida yang telah ditemukan, namun kurang lebih
hanya 20 spesies yang dapat menjangkit manusia. Dalam beberapa penelitian disebutkan
bahwa penyebab tersering infiksi Candida berasal dari spesies Candida albicans. Namun,
terdapat laporan bahwa saat ini banyak ditemukan peningkatan penyebab infeksi Candida
oleh Candida non albicans seperti Candida glabrata dan Candida krusei. 5,7,11, 12
4 Uji Diadnostik..., Ayu Sesa Nurfiani, FK-UI, 2013
Kandidosis
Kandidosis adalah penyakit infeksi primer maupun sekunder yang menyerang kulit,
kuku, mukosa, hingga organ dalam yang disebabkan oleh berbagai spesies Candida. Candida
yang awalnya bersifat komensal menjadi patogenik akibat adanya faktor predisposisi seperti
faktor fisiologis, trauma, hematologi, endokrin, iatrogenik, dan lain-lain. 13,14,15
Sumber infeksi infeksi Candida didapat secara endogen dan eksogen. Sumber infeksi
endogen Candida adalah Candida yang hidup sebagai komesal pada saluran cerna atau
saluran napas. Sumber infeksi eksogen contohnya adalah lingkungan seperti tangan perawat
atau tangan dokter yang merawat pasien. 2,3,16
Candida dapat menyerang organ dalam yang dikenal dengan kandidosis sistemik.
Candida yang menyerang bagian suprfisial seperti pada mukosa dan kulit dikenal dengan
kandidosis superfisialis. Kandidemia atau septisemia Kandidemia adalah diseminasi Candida
melalui aliran darah. Infeksi Candida sistemik dengan Kandidemia sulit dibedakan akibat
diseminasi. Kandidemia dapat terjadi sebagai representasi dari kandidosis sistemik atau secara
mandiri sebagai diseminasi sumber lain.1,3,12,13
Kandidosis Traktus Respiratorius
Port de entre utama infeksi candida di paru adalah melalui kulit dan traktus
gastrointestinal secara diseminasi hematogen. Pada traktus respiratorius, Candida dapat
berkolonisasi di laring, epiglottis, trunkus bronkial, dan trunkus pulmoner. Infeksi Candida
pada saluran pernapasan atas terutama ditemukan pada pasien rawat inap. Infeksi kandida
pada traktus respiratorius berperan cukup besar dalam tingginya insidens kejadian infeksi
kandida, yaitu sekitar 25%.4,5 17
Terganggunya flora normal permukaan mukosa traktus gastrointestinal akibat
penggunaan antibiotik, neutropenia yang diinduksi kemoterapi atau leukemia sekunder,
disfungsi neutrophil, dan defek humoral. Secara umum, infeksi Candida pada traktus
repiratorius memunculkan gejala yang menyerupai infeksi pada paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme lain, seperti peningkatan suhu tubuh, nyeri dada, batuk berdahak, produksi
dahak yang kental dan terkadang bercampur darah. 5,18,19,20
Diagnosis Kandidosis
Diagnosis kandidosis ditegakkan dengan melihat informasi yang didapatkan melalui
klinis dan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang perlu
dilakukan adalah pemeriksaan mikologi dan serologi. Pemeriksaan mikologi dilakukan untuk
mengisolasi dan mengindentifikasi bahan klinik. Pemeriksaan serologi dapat dilakukan pada
5 Uji Diadnostik..., Ayu Sesa Nurfiani, FK-UI, 2013
diagnosis kandidosis untuk mendeteksi antigen dan antibodi. Bahan klinik yang dapat diambil
sangat bervariasi, dapat berupa hasil biopsi, sputum, tinja, urin tampung, usap tenggorok,
darah, ataupun cairan otak. 1,3,4,21,22,23
Pemeriksaan kultur merupakan baku emas yang digunakan dalam mendiagnosis infeksi
Candida. Jamur Candida diketahui cepat tumbuh pada medium biakan rutin. Medium yang
digunakan mengandung karbohidrat dan nitrogen organik. Pada umumnya, pemeriksaan
kultur Candida menggunakan Agar Sabouraud Dekstrosa (SDA). SDA mengandung glukosa
dan pepton dengan pH 5,6. Bahan biakan dibiak pada SDA pada suhu kamar dan suhu 37°C.
Keuntungan pemeriksaan kultur terletak pada kemudahan melakukan identifikasi spesies.
Pada hasil pemeriksaan kultur, dapat ditemukan kolonisasi Candida dalam jumlah besar. 3,17,22
Antigen Candida sp adalah kumpulan molekul kompleks yang terdiri atas poliskarida,
glikoprotein, dan protein dengan berat molekul dan lokalisasi serta fase yang berbeda. Germ
tube dianggap sebagai proses awal terjadinya invasi jamur ke dalam jaringan, sehingga
protein pada germ tube diharapkan menjadi marker untuk mendiagnosis kandidosis
sistemik.1,3,22
Deteksi antibodi Candida dapat menunjang makna klinis isolasi Candida pada
pemeriksaan kultur. Saat ini pemeriksaan serologi untuk kandidosis sistemik lebih banyak
menggunakan produk laboratorium. Hingga saat ini deteksi antibodi dilakukan dengan
menggunakan antigen sitoplasmik dan antigen mannan dinding sel. Pemeriksaan yang paling
sering digunakan adalah dengan teknik imunodifusi, imunoelektroforesis, dan aglutinasi
partikel lateks untuk antibodi yang ditujukan pada manan. 1,3,17,22
Pemilihan antigen dalam mendiagnosis kandidosis harus dilakukan secara hati-hati,
karena sebagian komponen yang ditemukan pada germ tube juga ditemukan pada
blastokonidia. Pemilihan media juga perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi
pembentukan antigen. 17,23
Imunodifusi memberi hasil kualitatif dan memerlukan waktu inkubasi dalam suhu kamar dan
wadah lembab selama 3 hari. Uji imunodifusi didasarkan pada pembentukan imunokompleks
berdasarkan berat molekul, presipitat, dan bentuk garis paris presipitasi yang dapat diamati
secara makroskopik. Teknik ini dilakukan pada cawan petri yang mengandung 1% gelatin
dalam Phosphate Buffered Saline (BPS). Pada pemeriksaan ini dibuat sumur-sumur untuk
menempatkan antigen dan serum yang mengelilingi antigennya. Antigen dan serum akan
berdifusi dalam agar hingga membentuk garis sedikit kabur yang terlihat pada pencahayaan
langsung dengan dasar atau latar belakang gelap.
17,22,23
Serum antibodi dan imunitas
dimediasi oleh sel dalam tubuh akibat pajanan jangka panjang. Pemeriksaan serologi tetap
6 Uji Diadnostik..., Ayu Sesa Nurfiani, FK-UI, 2013
dapat dilakukan pada pasien dengan keadaan immunocompromised walaupun dengan jumlah
antibodi yang sedikit. 1,3
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian diagnostik yang dilakukan secara cross sectional
analitik. Data diambil dari rekam medis pasien suspek kandidosis traktus respiratorius di
Laboratorium Mikologi Departemen Parasitologi FKUI pada tahun 2010-2011.
Populasi target dalam penelitian ini adalah pasien suspek Candididosis traktus respiratorius di
Jakarta. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien suspek Candidosis traktus
respiratorius yang terdata dalam rekam medik Laboratorium Mikologi Departemen
Parasitologi FKUI tahun 2010-2011. sampel penelitian yang diambil adalah pasien dengan
suspek
Candididosis traktus respiratorius yang sputum dan darahnya dikirim ke Laboratorium
Mikologi Departemen Parasitologi FKUI tahun 2010-2011 dan dilakukan pemeriksaan kultur
dan pemeriksaan serologi dengan metode imunodifusi. Sampel diambil secara simple random
sampling dan besar sampel didapat sebanyak 72 setelah dilakukan perhitungan.
Kriteria inklusi dalam penelitianini adalah pasien yang tercatat dalam rekam medis
Departemen Parasitologi dengan suspek kandisosis traktus respiratorius dan diambil bahan
kliniknya, sedangkan kriteria eksklusinya adalah pasien dengan bahan klinik tidak lengkap.
Variabel bebas dalam pebelitian ini adalah pemeriksaan kultur sputum dan pemeriksaan
serologi dengan metode imunodifusi, sedangkan variabel terikanya adalah Candididosis
Traktus Respiratorius.
Data rekam medis yang diambil untuk penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia,
bahan klinik, hasil pemeriksaan kultur sputum dengan SDA dan hasil pemeriksaan serologi
dengan metode imunodifusi. Dilakukan analisis univariat untuk melihat gambaran deskriptif
variabel-variabel yang diteliti dan analisis uji diagnostik.
HASIL PENELITIAN
Setalah dilakukan analisis deskriptif untuk melihat karakteristik sampel penelitian,
berdasarkan jenis kelamin dan usia didapatkan hasil bahwa laki-laki lebih banyak mengalami
kandidosis traktus respiratorius dibandingkan perempuan. Berdasarkan kelompok usia sesuai
dengan ketentuan Departemen Kesehatan, didapatkan angka tertinggi yang mengalami
kandidosis traktus respiratorius adalah usia 36-45 tahun dengan usia rata-rata 46,5 tahun.
7 Uji Diadnostik..., Ayu Sesa Nurfiani, FK-UI, 2013
Tabel 1. Sebaran Karakteristik Demografik
Karakteristik
demografik
Suspek Kandidosis
Traktus
Respiratorius (n)
%
46
26
63,8
36,1
0
0
1
5
13
19
14
11
9
0%
0%
1,44%
6,9%
18%
26,3%
19,4%
15,3%
12,5%
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Kelompok Usia
0-5
5-11
12-16
17-25
26-35
36-45
46-55
56-65
65-sampai atas
Keterangan
Mean= 46,5 tahun;
Prevalensi kandidosis traktus repiratorius dihitung berdasarkan jumlah sampel positif
pada pemeriksaan kultur sputum dan diapatkan angka sebesar 76,38%.
Tabel 2. Hasil Kultur Sputum pada Sampel
Hasil Kultur Sputum
N
Persentase
Positif
55
76,38%
Negatif
17
23,62%
Total
72
100%
Analisis sebaran hasil kultur sputum dan pemeriksaan serologi dengan metode
imunodifusi pada subjek penelitian yang meliputi data demografik berdasarkan jenis kelamin
dan kelompok usia.
8 Uji Diadnostik..., Ayu Sesa Nurfiani, FK-UI, 2013
Tabel. 3. Sebaran Frekuensi Hasil Kultur dan Pemeriksaan
Karakteristik
Kultur
Demografik
Serologi
Positif
Negatif
Laki-laki
38 (52,7%)
8 (11,1%)
Perempuan
17 (23,6%)
9 (12,5%)
Positif
Negatif
Jenis kelamin
14(19,4)
11(15,3)
32 (44,4%)
15 (20,8%)
Kelompok Usia
0-5
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
5-11
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
12-16
0 (0%)
1 (1,38%)
0 (0%)
1 (1,38%)
17-25
3 (4,2%)
2 (2,7%)
1 (1,38%)
4 (5,5%)
26-35
8 (11,1%)
5 (6,9%)
2 (2,7%)
11 (15,3%)
36-45
15 (20,8%)
4 (5,5%)
8 (11,1%)
11 (15,3%)
11 (15,3%)
3 (4,2%)
6 (8,3%)
8 (11,1%)
56-65
9 (12,5%)
2 (2,7%)
5 (6,9%)
6 (8,3%)
65-sampai atas
9 (12,5%)
0 (0%)
4 (5,5%)
5 (6,9%)
46-55
Uji diagnostik dilakukan dengan membuat tabel 2x2 lalu dilakukan perhitungan
sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, Likelihood ratio positif,
Likelihood ratio negatif, prevalensi, dan akurasi.
Tabel 4. Uji Diagnostik Pemeriksaan Serologi dengan Metode Imunodifusi
Serologi
Kultur
Negatif
Positif
24 (33,3%)
1 (0,13%)
25 (34,7%)
Negatif
31(43%)
16 (22,2%)
47 (65,3%)
Jumlah
55 (76,3%)
17 (23,7%)
72 (100%)
9 Jumlah
Positif
Uji Diadnostik..., Ayu Sesa Nurfiani, FK-UI, 2013
Berdasarkan analisis yang dilakukan didapatkan hasil dengan jumlah 72 sampel
didapatkan sensitivitas 43,6%, spesifisitas 94,1%, nilai duga positif 96%, nilai duga negatif
34%, Likelihood ratio positif 73,89%, Likelihood ratio negatif 59,9% degan prevalensi
76,38% dan akurasi 55,55%.
PEMBAHASAN
Sesuai dengan hasil yang didapat, distribusi infeksi Candida pada traktus respiratorius
berdasarkan jenis kelamin pada pemeriksaan kultur sputum lebih banyak terjadi pada lakilaki, dimana perbandingan angka kejadian antara pasien laki-laki dan perempuan cukup
signifikan. Perbedaan angka yang cukup signifikan tersebut dapat terjadi akibat faktor resiko
seperti paparan dengan lingkungan luar, rokok, kebiasaan mengunyah tembakau, kebiasaan
penggunaan zat adiktif, infeksi pada organ lain, dan faktor komorbid lain yang lebih sering
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.
24,25
Namun pada penelitian yang dilakukan,
faktor resiko tersebut tidak diketahui, karena keterbatasan pada keterangan data sehingga
tidak dapat diketahui pasti penyebab mendasar dari perbedaan distribusi pada sampel
penelitian.
Hasil positif yang cukup tinggi terjadi pada kisaran usia 26 hingga 65 tahun keatas.
Nilai positif tertinggi ditemukan pada kelompok usia 36-45. Pasien dengan kisaran usia
produktif dan usia tua lebih cenderung memiliki faktor resiko yang tinggi, seperti penyakit
PPOK, tuberkulosis, malnutrisi, keganasan, diabetes mellitus, dan infeksi HIV. 25 Seperti yang
telah diketahui bahwa infeksi Candida pada traktus respiratorius jarang ditemukan berdiri
sendiri, namun selalu didampingi dengan penyaki-penyakit lain. Dilihat dari faktor resiko
tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar ditemukan pada pasien dengan usia yang
cukup tua dan butuh proses yang cukup lama.
Prevalensi yang tinggi pada penelitian ini, yaitu 76,38% diduga terjadi akibat karena
populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah populasi yang telah “diseleksi” oleh
dokter spesialis paru yang merujuk, dimana kemungkinan besar pasien yang dirujuk memang
mengalami infeksi kandidosis traktus respiratorius. 21
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan, didapatkan hasil sensitivitas
43,6%; spesifisitas 94,1%; nilai duga positif 96%; nilai duga negatif 34%; Likelihood ratio
positif 7,38; Likelihood ratio negatif 0,59; dan nilai akurasi 55,55%. %. Nilai sensitivitas
yang didapat dalam penelitian ini, yaitu 43,6% diartikan bahwa kemungkinan hasil
pemeriksaan serologi dengan metode imunodifusi dapat mendeteksi pasien dengan kandidosis
10 Uji Diadnostik..., Ayu Sesa Nurfiani, FK-UI, 2013
traktus respiratorius dengan hasil positif sebesar 43,6%. Dapat dikatakan bahwa kemampuan
pemeriksaan serologi dengan metode imunodifusi ini kurang baik jika dilakukan sebagai
pemeriksaan tunggal. Rendahnya sensitivitas yang didapat bisa disebabkan oleh pembentukan
antibodi terhadap Candida yang belum terbentuk atau rendahnya sistem imun pasien, selain
itu bisa juga terjadi akibat infeksi yang belum cukup lama berlangsung. 26 Nilai spesifititas
yang didapat adalah 94,1% yang berarti kemungkinan hasil pada pemeriksaan serologi dengan
metode imunodifusi akan negatif sebesar 94,1% jika dilakukan pada pasien yang tidak
mengalami infeksi.
Pemeriksaan serologi dengan metode imunodifusi yang dilakukan di Laboratorium
Parasitologi FKUI menggunakan crude antigen. Faktor lain yang berperan adalah adanya
kemungkunan antibodi yang belum terbentuk karena infeksi masih pada fase dini. Pada
penelitian ini juga tidak diketahui faktor resiko pasien, seperti immunocompromise yang dapat
berpengaruh pada pembentukan antibodi. Kinerja uji serologi dalam diagnosis kandidosis
pada traktus respiratorius juga bergantung pada pemilihan antigen dan pemeriksaanm serta
status kekebalan tubuh pasien sehingga dapat tejadi kesulitan dalam menginterpretasi
pemeriksaan serologi dengan metode imunodifusi. 1,3,21
KESIMPULAN
•
Nilai sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan serologi dengan metode imunodifusi
adalah 34,6% dan 94,1%.
•
Prevalensi kandidosis traktus respiratorius dari bahan klinis sputum yang dikirim ke
Laboratorium Mikologi Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia tahun 2010-2011 adalah sebesar 76,38%.
SARAN
•
Penelitian lebih lanjut mengenai pemeriksaan serologi dengan metode imunodifusi
dengan antigen yang lebih spesifik pada pasien dengan dugaan kandidosis traktus
respiratorius.
•
Untuk melihat kemaknaan hasil laboratorium perlu mengaitkan hasil laboratorium
dengan gambaran klinis pasien seperti dengan melengkapi keterangan rekam medis.
11 Uji Diadnostik..., Ayu Sesa Nurfiani, FK-UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
1. Wahyuningsih R. Disertasi: Identifikasi Antigen Spesifik Germ Tube Candida Albicans.
Jakarta: 1999
2. American Society, Calderone R, editor. Candida and Candidiasis. Washington D.C:
Microbiologi Press; 2002
3. Ridhawati. Tesis: Penggunaan Antigen Germ Tube Candida albicans untuk Uji Serologi
Kandidosis Sistemik: Kaitan Imunodifusi dan Pola Reaksi Anaisis Western Blot. Jakarta:
2002
4. Hidalgo JA. Candidiasis. Medscape [serial on internet]. 2012 [cited 2012 june]. Available
from URL: http://emedicine.medscape.com/article/213853-overview#showall
5. Ellis M. Infectios disease of
the Respiratory Tract. United Kingdom: Cambridge
University Press: 1998. p. 280-282
6. Adiniggar H. Tesis: Penentuan Spesies Candida yang Berasal dari Koloni-Satu-Spora
dengan Uji fermentasi dan Asimilasi. Jakarta: 1996. p. 9
7. Rex. JH, Sobel JD, Powderly W. Candida Species. Antimicrobe. [serial on internet]
2010. [cited 2012 june]. Available from URL: http://www.antimicrobe.org/f14.asp#top
8. Moran GP, McManus BA, Coleman DC, Sullivan DJ. In: Ashbee HR, Bignell EM,
editors. The Yeast Handbook-Pathogenic Yeasts. Berlin: Springer: 2010. p. 19-22
9. Jannah S.M.E. Tesis: Identifikasi Isolat Spesies Candida dari Berbagai Bahan Klinik
Menggunakan Medium Kromogenik Dibandingkan Dengan Fisiologi dan Morfologi.
Jakarta: 2004. p. 5-18
10. Whiteaway M, Nantel A. Genomic Analysis of Cellular Morphology in Candida
Albicans. In The Mycota, Vol. XIII Fungal Genomics and Proteomics. Ed. A. J. P. Brown
Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2001. p. 147-155
11. Yarrow D, Payne RW, Meyer SA. Candida Berkhout. In: Kurtzman CP, Fell JW editors.
The Yeasts, A Taxonomic Study. Amsterdam: Elsevier Science B.C: 1998; p. 454-457
12. Bottone EJ. An atlas of the clinical microbiology of infectious diseases. Vol 2. 2006.
United Kingdom: Taylor & Francis Group .
13. Reiss E, Shadomy HJ, Lyon III GM. Fundamental Medical Mycology. New Jersey:
Wiley Blackwell: 2012. p 258-266, 268-274
14. Vazquez JA, Sobel JD. Candidiasis. In: Dismukes WE, Pappas PG, and Sobel JD,
editors. Clinical mycology. Oxford: Oxford University. 2003: p.143-87.
12 Uji Diadnostik..., Ayu Sesa Nurfiani, FK-UI, 2013
15. Dignani MC, Solomkin JS, Anaissie EJ. Candida. In: Anaissie EJ, McGinnis MR,
PfallerMA. Clinical Mycology. 2nd Ed. China: Elsevier Inc. 2009. p 197-202, 209-211.
16. Sobel JD. Candidiasis. in: Hospenthal DR, Rinaldi MG, editors. Diagnosis and Treatment
of Human Mycoses. New Jersey: Humana Press Inc.; 2008. p. 137-151
17. Tyasrini E, Winata T, Susantina. Hubungan antara Sifat dan Metabolit Candida spp.
dengan Patogenesis Kandidiasis [serial on internet]. 2006 [cited 12 june] Available from
URL: http://majour.maranatha.edu/index.php/jurnal-kedokteran/article/view/86/pdf.
18. El-Ebiary M, Torres A, Fabregas N, Puig J, Gonzalez J, Ramirez J, Bano D, et al.
Significance of the Isolation of Candida Species from Respiratory Samples in Critically
Ill, Non-neutropenic Patients. AM J Respir Crit Care Med [serial on internet]. 1997
[cited
2012
June]
Available
from
URL
:
http://www.atsjournals.org/doi/pdf/10.1164/ajrccm.156.2.9612023
19. Panda BN. Fungal Infections of Lungs: The Emerging Scenario. Indian Journal of
Tuberculosis [serial on internet] 2004 [cited 12 june] Available from URL:
http://medind.nic.in/ibr/t04/i2/ibrt04i2p63.pdf
20. Haque AK, McGinnis MR. Fumha; Infections. In: Tomashefski JF, Cagle PT, Farver CF,
Fraire AE, editors. Dail and Hammar’s Pulmonary Pathology Vol I Nonneoplastic Lung
Disease. 3rd Ed. New York: Springer. 2008. p. 377-379
21. Hidalgo JA. Candidiasis Workup. Medscape [serial on internet]. 2012 [cited 22 june].
Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/213853-workup#showall
22. Junkis A. Laboratory Diagnosis of Mycotic Infections. In: Mukherjee KL, editor.
Medical Laboratory Technology: Procedure Manual for Routine Diagnostic Tests. 2nd Ed.
New Delhi: Tata Mc-Graw-Hill. 2010; p. 616-618
23. Sacher RA, McPherson RA. Widmann’s clinical interpretation of Laboratoty tests. 11th
ed. Philadelphia: F.A Davis Company; 2004. p. 461
24. Naz SA, Tariq P. A Study of the Trend in Prevalence of Opportunistic Candidal CoInfections Among Patients of Pulmonary Tuberculosis. Pak. J. Bot. 2004; 36(4): 857-862.
25. Jha BK, Dey S, Tamang MD. Characterization of Candida species isolated from cases of
lower respiratory tract infection. Kathmandu Univ Med J 2006; 4:290-294.
26. Biswas D, Agarwal S, Sindhwani G, Rawat J. Fungal colonization in patients with
chronic respiratory diseases from Himalayan region of India. Annals of Clinical
Microbiology and Antimicrobials 2010; 9:28
13 Uji Diadnostik..., Ayu Sesa Nurfiani, FK-UI, 2013
Download