Analisis Kebijakan tentang Standarisasi Kompetensi Guru: Studi

advertisement
Analisis Kebijakan tentang Standarisasi
Kompetensi Guru: Studi pada Guru MTs
Negeri dan Swasta di Lingkungan
Kementerian Agama Kota Jambi
Maisah
Fakultas Tarbiyah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Abstrak:
Artikel ini membahas tentang kebijakan kompetensi guru. Artikel
ini didasarkan pada penelitian lapangan pada guru MTs negeri
dan swasta di Kota Jambi. Berdasarkan penelitian, pelaksanaan
kebijakan kompetensi guru di sekoah-sekolah tersebut telah
terlaksana dengan baik, sehingga mampu meningkatkan mutu
pendidikan.
Kata Kunci: kompetensi guru, Kota Jambi, mutu pendidikan.
A. Latar Belakang
Pasal 8 Undang-Undang No.14/2005 tentang guru dan dosen dinyatakan bahwa kompetensi guru meliputi kepribadian, pedagogik,
profesional, dan sosial. Pasal 28 PP No. 19 Tahun 2005 menjelaskan
bahwa; 1) Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, 2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh
seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikasi
keahlian yang relevan sesuai dengan dengan ketentuan perundanganundangan, 3) Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
478 MAISAH
pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan atau usia dini
meliputi: (a) Kompetensi pedagogik; (b) kompetensi kepribadian, (c)
kompetensi profesional, (d) kompetensi sosial. 4) Seseorang yang
tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikasi keahlian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui
dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melwati uji
kelayakan dan kesetaraan, 5) Kualifikasi akademik dan kompetensi
agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
dengan ayat (4) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan
peraturan menteri.
Menurut Tilaar, kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa
Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu
menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di
dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, guru
dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat
strategis. Menurut Tilaar profil profesi guru abad XXI adalah; 1)
memiliki kepribadian yang matang dan berkembang, 2) memiliki
penguasaan ilmu yang kuat, 3) memiliki keterampilan untuk
membangkitkan minat peserta kepada ilmu pengetahuan dan
teknologi, 3) mengembangkan profesi secara berkesenambungan.1
Berdasarkan uraian di atas, pengakuan kedudukan guru sebagai
tenaga profesional mempunyai misi untuk melaksanakan tujuan
Undang-Undang ini sebagai berikut : 1) Mengangkat martabat guru;
2) menjamin hak dan kewajiban guru; 3) meningkatkan kompetensi
guru; 4) memajukan profesi serta karier guru; 5) meningkatkan mutu
pembelajaran; 6) meningkatkan mutu pendidikan nasional; 7)
mengurangu kesenjangan ketersediaan guru antar daerah dari segi
jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi; 8) mengurangi
kesenjangan mutu pendidikan antar daerah dan; 9) meningkatkan
pelayanan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, penting
diperlukan pula peraturan perundang-undangan yang mengatur
secara khusus guru dan Dosen. Maka pada tanggal 30 Desember 2005
Presiden Republik Indonesia telah mengesahkan lahirnya UndangMedia Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG STANDARISASI KOMPETENSI GURU 479
undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan Dosen.
Keberadaan Madrasah Tsanawiyah pada masa depan sangat
ditantang dengan mutu pendidikan, agar dapat untuk menumbuhkan
kepercayaan masyarakat terhadap keberadaannya dalam
menghasilkan lulusan (out put) yang memenuhi standar mutu.
Lulusan yang dihasilkan tidak hanya mampu dalam kemampuan
kognitif akan tetapi juga harus mampu dalam berbagai kemampuan
lain sebagai kecakapan hidup (life skill) supaya kelak anak didik
menamatkan pendidikannya mereka mampu menjadi dirinya sendiri
(self awerness), kemampuan ini anak didik harus mendapatkan
pengetahuan dan pengalaman di sekolah melalui proses pembelajaran
secara teoritis dan praktis.
Menurut Azyumardi Azra, kompleksnya beban masalah pendidikan nasional menimbulan ketidak pastian dalam menatap masa
depan bangsa. Masalah pendidikan berupa kesempatan memperoleh
pendidikan masih terbatas, kebijakan pendidikan yang masih
tersentralisasi, menekankan keseragaman, kurikulum yang over
loadded, pendanaan pendidikan yang belum memadai, mutu
pendidikan yang masih timpang antara pendidikan, kebutuhan
masyarakat dan kebutuhan dunia kerja.2
Menyadari kurangnya terlaksananya standarisasi kompetensi
guru pada Madrasah Tsanawiyah, Khusus Madrasah Tsanawiyah
Swasta di lingkungan Kota Jambi, penulis tertarik untuk membuat
suatu analisis kebijkan terhadap Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional pada rentang waktu 2005-2008. Pelaksanaan penulisan
kebijakan ini disebabkan oleh berbagai hal diantaranya adalah 1)
sorotan masyarakat dan stakeholder pendidikan lainnya terhadap
kebijakan pendidikan yang dinilai kurang memicu pelaksanaan
standarisasi kompetensi guru , 2) kurangnya pelaksanaan standarisasi
kompetensi guru pada Madrasah Tsanawiyah Swasta dibandingkan
dengan Madrasah Tsanawiyah Negeri di Lingkungan Departemen
Agama Kota Jambi, 3) perubahan pengelolaan dari sentralistik ke
disentralisasi, 4) tuntutan masyarakat untuk mendapatkan
pendidikan yang berkualitas, 5) mendesaknya kebutuhan kualitas
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
480 MAISAH
pendidikan dalam menghadapi pasar bebas tenaga kerja sesuai
tuntutan globalisasi, dan berbagai alasan lainnya.
B. Pengertian Kebijakan
Menurut Thomas, kebijakan merupakan suatu rangkaian konsep yang
menjadikan garis besar dan dasar atau rencana dalam melaksanakan
suatu pekerjaan kepemimpinan dan cara bertindak.3 Terdapat tiga
macam kebijakan Negara yaitu pemerintah memberikan legitimasi,
mengesahkan dan menerapkan kebijakan. Kebijakan pemerintah
umumnya bersifat universal dan pada dasarnya mengandung unsur
monopoli dan paksaan. Sementara itu, menurut James Anderson,
kebijakan publik merupakan arah tidakan yang mempunyai maksud
yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam
mengatasi semua masalah atau suatu persoalan. Anderson mengurai
kebijakan publik dalam empat hal: 1) kebijakan publik beroriantasi
pada maksud atau tujuan dan direncanakan oleh aktor-aktor yang
terlibat di dalam sistem politik. 2) kebijakan merupakan arah atau
pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah dan bukan
merupakan keputusan sendiri, melainkan diikuti oleh keputusan
pelaksanaannya. 3) kebijakan adalah apa yang sebenarnya dilakukan
pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengendalikan inflasi
atau mempromosikan program pemerintah. 4) kebijakan publik
mencakup bentuk campur tangan pemerintah terhadap suatu
permasalahan yang timbul dalam masyarakat untuk turut serta di
dalamnya atau tidak.”
Gerston menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan upaya
yang dilakukan oleh pejabat pemerintah pada setiap tingkatan
pemerintahan untuk memecahkan masalah publik. Lebih lanjut di
jelaskan bahwa proses penentuan suatu kebijakan mencakup lima
tahapan, yaitu: 1) mengidentifikasi isu-isu kebijakan publik; 2)
mengembangkan proposal kebijakan publik; 3) melakukan advokasi
kebijakan publik; 4) melaksanakan kebijakan publik dan; 5)
mengevaluasi kebijakan yang dilaksanakan.4
Berdasarkan defenisi yang disampaikan oleh para ahli memang
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG STANDARISASI KOMPETENSI GURU 481
beragam, namun ada beberapa karakteristik kebijakan publik yang
dapat diidentifikasikan: 1) tujuan tertentu yang ingin dicapai berupa
pemecahan masalah publik; 2) tindakan tertentu yang dilakukan; 3)
fungsi pemerintah sebagai pelayanan publik; dan 4) adakalanya
berbentuk ketetapan pemerintah yang bersifat negatif, ketetapan
untuk tidak melakukan atau melarang melakukan suatu tindakan.
C. Konsep Standarisasi Kompetensi Guru
Pengertian Kompetensi Guru
Istilah competencies, competence dan competent diterjemahkan
sebagai kompetensi, kecakapan, dan keberdayaan merujuk pada
keadaan atau kualitas mampu dan sesuai. Seiring dengan pengertian
di atas, Palan mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik dasar
seseorang yang memiliki hubungan kausal dengan kriteria referensi
efektivitas dan/atau keunggulan dalam pekerjaan atau situasi
tertentu.5
Karakter dasar diartikan sebagai kepribadian seseorang yang
cukup dalam dan berlangsung lama, yaitu motif, karakteristik pribadi,
konsep diri, dan nilai-nilai seseorang. Kriteria referensi berarti
kompetensi dapat diukur berdasarkan kriteria atau standar tertentu.
Hubungan kausal, bahwa keberadaan kompetensi memprediksi atau
menyebabkan kinerja unggul. Kinerja unggul berarti tingkat
pencapaian dalam situasi kerja. Sedangkan kinerja efektif adalah
batas minimal level hasil kerja yang dapat diterima.
Atas dasar itu pula kompetensi memiliki lima jenis karakteristik,
yaitu: (1) pengetahuan, merujuk pada informasi dan hasil
pembelajaran; (2) keterampilan atau keahlian, merujuk pada
kemampuan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan; (3) konsep
diri dan nilai-nilai, merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri
seseorang; (4) karakteristik pribadi, merujuk pada karakteristik fisik
dan konsistensi tanggapan terhadap situasi atau informasi; dan (5)
motif, merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis, atau
dorongan-dorongan lain yang memicu tindakan.
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
482 MAISAH
Dalam kaitan kompetensi yang sama maknanya dengan ability
dan skill, Gibson et al, menjelaskan bahwa abilities dan skill
memainkan peran utama dalam perilaku dan performan individu.
Kemampuan adalah suatu bawaan atau sesuatu yang dapat dipelajari
yang memungkinkan seseorang mengerjakan sesuatu, baik yang
bersifat mental atau fisik. Sedangkan keterampilan adalah sesuatu
yang berkaitan dengan tugas.
Kreitner dan Kinicki memandang kompetensi dari aspek
perbedaan individu yang dihubungkan dengan prestasi.6 Kompetensi
menunjukkan ciri yang luas dan karakteristik tanggung jawab yang
stabil pada tingkat prestasi yang maksimal berlawanan dengan
kompetensi kerja mental maupun fisik. Kompetensi adalah
karakteristik stabil yang berkaitan dengan kemampuan fisik dan
mental maksimum seseorang, dan keterampilan adalah kapasitas
khusus untuk memanipulasi objek secara fisik. Berikut ini gambar
hubungan antara usaha, kompetensi dan keterampilan dalam
mencapai prestasi.
Kompetensi
Prestasi
Usaha
Keterampilan
Gambar 1: Prestasi tergantung pada kombinasi Usaha,
Kompetensi dan Keterampilan
Pandangan di atas menjelaskan bahwa kompetensi memiliki ciriciri khusus yang berkaitan dengan kemampuan untuk mencapai
prestasi. Sedangkan untuk mencapai prestasi yang tinggi diperlukan
kompetensi maksimal yang bersifat fisik maupun mental. Dengan
demikian, prestasi yang tinggi akan diperoleh manakala seseorang
mengkombinasikan usaha, kompetensi dan keterampilan yang
dimiliki. Dalam kaitan dengan prestasi, lebih lanjut dijelaskan bahwa
prestasi tergantung pada kombinasi yang tepat dari usaha,
kompetensi dan keterampilan.
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG STANDARISASI KOMPETENSI GURU 483
Standarisasi Kompetensi Guru
Kast dan Rosenzweing menjelaskan profesionalitas sebagai sebuah
kontinum yang bergerak dari titik tipe profesi yang ideal dan titik
kategori pekerjaan yang tidak terorganisasi, atau nonprofesi. Profesionalisasi adalah proses yang akan mengakibatkan pekerjaan bergerak pada tingkat yang lebih tinggi atau lebih rendah. Dengan menggunakan kontinum tersebut dapat digambarkan unsur-unsur profesi
yang ideal, yaitu:
a. Profesional mempunyai bangunan teori (body of theory) yang
sistematik, keahlian yang membangun profesi mengalir dari dan
didukung oleh informasi yang dikelola dalam sistem yang
konsisten, yang disebut dengan bangunan pengetahuan (body
of knowledge);
b. Profesional mempunyai kewenangan berdasarkan pengetahuan
yang superior, kewenangan ini terspesialisasi dan berhubungan
hanya pada wilayah profesional dan kompetensi;
c. Terdapat sanksi sosial atas berjalannya kewenangan dengan
mengacu pada kekuasaan dan keistemewaan profesional;
d. Terdapat kode etik yang mengatur hubungan antara seorang
profesional dengan kliennya dan koleganya, dalam hal ini disiplin
pribadi digunakan sebagai dasar kontrol sosial; dan
e. Terdapat keberlangsungan budaya organisasi, interaksi peran
sosial yang disyaratkan oleh kelompok menghasilkan konfigurasi
sosial yang unik pada profesi, yang disebut sebagai budaya
profesional.
Secara sederhana pendapat Ward yang dikutip Hoffman dan
Edwar menjelaskan guru profesional, yaitu seorang guru yang
memiliki pengetahuan tentang pekerjaannya yang diperolehnya dari
latihan atau sekolah khusus. Lebih lanjut Ward menjelaskan bahwa
guru profesional harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut, yaitu: (a)
seorang peneliti dan pengambil risiko (risk-taker); (b) banyak
mengetahui yang up-to date tentang pokok materi yang diajarkan;
(c) dapat menjelaskan pelajaran dengan berbagai cara untuk meyakinkan siswa; (d) menjelaskan kepada siswa tentang standar hasil yang
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
484 MAISAH
tinggi, kemudian mendorong mereka untuk bekerja keras dan
membantu mencapainya; dan (e) berpartisipasi dalam penelitian atau
usaha pembelajaran untuk mengembangkan kurikulum di luar apa
yang diajarkan.
Sedangkan Johnson menggambarkan komponen kompetensi
guru mencakup: performansi, pengetahuan, keterampilan, proses,
penyesuaian diri, dan sikap, nilai, dan apresiasi.7 Komponen performansi berisi perilaku yang tampak dari kinerja yang berhubungan
dengan kompetensi mengajar. Komponen pengajaran berisi kompetensi penguasaan bahan pengajaran yang diajarkan. Komponen
profesional berisi kompetensi yang berhubungan dengan pendidikan
profesional, seperti penguasaan teori, prinsip, strategi, dan teknik
kependidikan dan pengajaran. Komponen proses berisi proses memikirkan implementasi kompetensi mengajar. Komponen penyesuaian
berisi pentingnya adaptasi terhadap karakteristik pribadi kepada
kompetensi kinerja. Komponen sikap berisi unsur-unsur sikap, nilainilai dan perasaan yang penting dari kompetensi mengajar.
Komponen-komponen kompetensi di atas seperti tampak pada
gambar berikut ini.
Performansi
Penyesuaian
Proses
Profesional
Bahan
Pelajaran
Sikap-Nilai-Apresiasi
Gambar 2: Aspek-aspek Kompetensi Guru
Berdasarkan penjelasan di atas, maka kompetensi profesional
guru adalah kemampuan, kecakapan, keterampilan dan pengetahuan
yang dimiliki seorang guru yang diperoleh melalui proses pendidikan
keguruan, pelatihan dan pengembangan maupun sejenisnya,
sehingga dapat dinyatakan kompeten sebagai guru. Kompetensi
profesional tersebut tercermin melalui: (a) penguasaan ilmu
pengetahuan atau materi pelajaran yang akan diajarkan secara luas
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG STANDARISASI KOMPETENSI GURU 485
dan mendalam; (b) memahami ilmu-ilmu yang terkait dengan
pendidikan, seperti filsafat pendidikan, psikologi pendidikan,
didakti–metodik, perencanaan dan pengelolaan pengajaran, evaluasi
pendidikan model dan metode belajar dan sebagainya; (c) memiliki
sifat-sifat sebagai pendidik; (d) penuh perhatian dan antusias
memperhatikan perkembangan peserta didiknya; (e) dapat
berkomunikasi dengan baik untuk menyampaikan materi pelajaran;
dan (f) memiliki jiwa sebagai peneliti dan antusias dalam mempelajari
dan melaksanakannya.
D. Data Empiris
Pelaksanaan standarisasi kompetensi guru bertujuan untuk meningkatkan kualitas guru, seperti kedisiplinan guru, kesiapan guru sebelum mengajar, kemampuan guru dalam proses pembelajaran yang
mencakup peningkatan kualitas metode pembelajaran, sistem
penilaian, manajemen kelas, dan pengawasan. Untuk itu, pelaksanaan
standarisasi kompetensi guru di MTs Negeri dan Swasta sangat
ditentukan oleh kepala Sekolah sebagai Pimpinan.
Berdasarkan fakta dalam temuan penelitian masih ada beberapa
guru yang mengajar di MTs Negeri maupun Swasta tidak sesuai
dengan kompetensinya. Hal ini dapat di lihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1: Pelaksanaan Standarisasi Kompetensi Guru di MTs
Negeri di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
Sumber data : MTs Negeri di Lingkungan Depag Kota Jambi.
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
486 MAISAH
Berdasarkan tabel 1 di atas dapat menjelaskan bahwa 91,42%
guru yang mengajar di MTs Negeri di Lingkungan Departemen Agama
Kota Jambi sudah sesuai dengan tuntutan pasal 8 UU No. 14 Tahun
2005 dan hanya 8,58% dinyatakan mengajar tidak sesuai dengan
kompetensi. Sedangkan pelaksanaan standarisasi kompetensi guru
MTs Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi, dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2: Pelaksanaan Standarisasi Kompetensi Guru di MTs
Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
Sumber data: MTs Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota
Jambi.
Berdasarkan tabel 2 di atas dapat menjelaskan bahwa 29,91%
guru yang mengajar di MTs Swasta di Lingkungan Departemen
Agama Kota Jambi sudah sesuai dengan tuntutan pasal 8 UU No. 14
Tahun 2005 tentang guru dan dosen dan 70,09% dinyatakan
mengajar tidak sesuai dengan kompetensinya. Untuk itu, perbedaan
pelaksanaan standarisasi kompetensi guru di MTs Negeri dan Swasta
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG STANDARISASI KOMPETENSI GURU 487
tidak signifikan. Dari tabel 1 dan 2 dapat memberi penjelasan bahwa
jumlah guru yang tidak mengajar sesuai dengan kompetensi yang
dimilikinya berjumlah 88 orang guru. Pada Tabel 1 dan 2 juga terlihat
bahwa masih ada beberapa orang guru yang belum memenuhi
kualifikasi akademik, sebagai tabel berikut:
Tabel 3: Guru yang Belum Memenuhi Kualifikasi Akademik di
MTs Negeri di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
Sumber data : Kantor Departemen Agama Kota Jambi.
Sumber data: MTs Negeri di Lingkungan Departemen Agama Kota
Jambi
Tabel 3 tersebut di atas menjelaskan bahwa ada 4,29% guru yang
mengajar di MTs Negeri di Lingkungan Departemen Agama Kota
Jambi belum memenuhi kualifikasi akademik, dan ada 95,71% sudah
memenuhi kualifikasi akademik, dan sudah relevan dengan pasal 8
UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen dan pasal 1 Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 tentang standar
kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
Berbeda dengan guru MTs Swasta di Lingkungan Departemen
Agama Kota Jambi. Hal ini dijelaskan pada tabel 4.
Tabel 4 menjelaskan bahwa ada 12,82% guru yang mengajar di
MTs Swasta belum memenuhi kualifikasi akademik, dan ada 87,18%
sudah memenuhi kualifikasi akademik serta belum relevan dengan
pasal 8 dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen dan
pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007
tentang standar kualifikasi dan kompetensi guru. Pelaksanaan
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
488 MAISAH
sertifikasi guru MTs di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
dijelaskan pada tabel 5 berikut ini. Sertifikasi guru MTs Negeri dan
Swasta dijelaskan pada tabel 5.
Tabel 4: Guru yang Belum Memenuhi Kualifikasi Akademik di
MTs Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
Sumber data: MTs Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota
Jambi
Tabel 5: Guru MTs Negeri yang sudah dan belum Sertifikasi di
lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
Sumber: MTs Negeri di lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG STANDARISASI KOMPETENSI GURU 489
Tabel 5 menjelaskan bahwa ada 51,42% guru sudah sertifikasi,
ada 10% guru belum sertifikasi dan ada 38,58% guru yang sedang
proses sertifikasi. Dengan demikian, pelaksanaan sertifikasi terhadap
guru MTs Negeri sudah sesuai dengan Pasal 8 UU No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen dan Pasal 1 dan 2 Permen No. 18 Tahun
2007 tentang sertifikasi bagi guru dalam jabatannya. Sertifkasi guru
MTs Swasta pada tabel berikut :
Tabel 6: Sertifikasi Guru MTS Swasta di Lingkungan
Departemen Agama Kota Jambi
Sumber: MTs Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
Tabel 6 tersebut menjelaskan bahwa 23,08% guru yang mengajar
di MTs Negeri di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi sudah
sertifikasi, dan 59,83% guru belum sertifikasi, 17,09% sedang dalam
proses sertifikasi. Untuk itu, Pelaksanaan sertifikasi guru MTs Swasta
di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi belum sesuai dengan
pasal 11 tentang sertifikasi dan pasal 8 UU No. 14 Tahun 2005 tentang
guru dan dosen serta pasal 1 dan 2 dalam Peraturan Pendidikan
Nasional No. 18 Tahun 2007 tentang sertifikasi bagi guru dalam
jabatannya. Karena 69% guru MTs Swasta belum memenuhi syarat
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
490 MAISAH
sertifikasi. Oleh karena itu, untuk melihat hasil pelaksanaan
standarisasi kompetensi guru ditinjau dari ujian nasional siswa di
MTs Negeri Umumnya dan MTs Swasta khususnya kenyataan
menunjukkan masih banyak yang mengulang. Hal ini dijelaskan pada
tabel 7:
Tabel 7: Jumlah Siswa dan Persentase Kelulusan siswa Kelas III
MTs Negeri di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
Sumber data: Kantor Departemen Agama Kota Jambi.
Tabel tersebut menjelaskan 90% siswa kelas III yang mengikuti
ujian nasional di MTs Negeri di Lingkungan Departemen Agama Kota
Jambi di nyatakan lulus. Berbeda dengan siswa kelas III yang
mengikuti ujian nasional di MTs Swasta di Lingkungan Departemen
Agama Kota Jambi. Hal ini dijelaskan pada tabel berikut ini.
Tabel 8: Jumlah Siswa dan Persentase Kelulusan siswa Kelas III
MTs Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG STANDARISASI KOMPETENSI GURU 491
Sumber data: Kantor Departemen Agama Kota Jambi.
Dari Tabel 8 tersebut dapat dipahami bahwa kedepan MTs
Swasta yang ada di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi pada
tahun pelajaran mengalami peningkatan kelulusan siswa kelas III
yang mengikuti ujian nasional. Demikian halnya jumlah siswa yang
berhasil lulus dalam mengikuti ujian nasional setiap tahun pelajaran
menunjukkan peningkatan yang cukup positif.
Maka dari itu nilai rata-rata mata pelajaran siswa dapat dilihat
pada tabel 9 dan tabel 10.
Tabel 9: Nilai Rata-rata Mata Pelajaran Siswa MTs Negeri di
Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
Sumber: Kantor Departemen Agama Kota Jambi, 2005-2008.
Tabel 10: Nilai Rata-rata Mata Pelajaran Siswa MTs Swasta di
Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi
Sumber: Kantor Departemen Agama Kota Jambi, 2005-2008.
Berdasarkan tabel tersebut di atas, dapat menjelaskan bahwa
hasil nilai ujian nasional siswa kelas III setiap mata pelajaran di MTs
Negeri di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi, sudah sesuai
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
492 MAISAH
dengan pasal 25 dan 66 ayat 1 dalam PP No. 19 tahun 2005 Tentang
standar nasional pendidikan. Sedangkan hasil ujian nasional siswa
kelas III pada mata pelajaran di MTs Swasta di lingkungan
Departemen Agama Kota Jambi, belum sesuai dengan pasal 25 dan
66 ayat 1 dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang standar pendidikan
nasional berbunyi: Ujian Nasional mengukur kompetensi peserta
didik dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi, dalam rangka menilai pencapaian standar nasional
pendidikan oleh peserta didik, satuan pendidikan, dan atau/program
pendidikan. Untuk mengetahui lebih lanjut hasil nilai ujian nasional
pada mata pelajaran yang diuji periode 2005-2008 dapat dilihat
gambar 4 dan 5.
Gambar 4: Histogram Nilai-Rata-rata Ujian Nasional Siswa MTs
Negeri pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,
MTK dan IPA) Tahun 2005- 2008
12
10
8
B. Indonesia
6
B. Inggris
Matematika
4
IPA
2
0
2005/2006
2006/2007
2007/2008
2008/2009
Pasal 66 ayat 3, hasil ujian nasional dapat dibandingkan baik
antar satuan pendidikan, antar daerah, maupun antar waktu untuk
pemantauan mutu pendidikan secara nasional. Pasal 68, hasil ujian
nasional dijadikan sebagai salah satu dasar seleksi untuk melanjutkan
kejenjang yang lebih tinggi. Satuan pendidikan dapat melakukan
seleksi dengan menggunakan instrument seleksi yang materinya tidak
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG STANDARISASI KOMPETENSI GURU 493
diujikan dalan ujian nasional, misalnya tes bakat, skolastik, tes
intelegensi, tes minat, tes bakat, tes keshatan, atau tes lainnya sesuai
dengan kriteria pada satuan pendidikan tersebut.
Gambar 5: Histogram Nilai-Rata-rata Ujian Nasional Siswa MTs
Swasta pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,
MTK dan IPA) Tahun 2005-2008
9
8
7
6
B. Indonesia
5
B. Inggris
4
Matematika
3
IPA
2
1
0
2005/2006
2006/2007
2007/2008
2008/2009
E. Penutup
Berdasarkan temuan penulis di atas, dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut:
Substansi kebijakan pelaksanaan standarisasi kompetensi guru
MTs di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi sudah dapat
dilaksanakan sebagaimana adanya. Dengan demikian, implementasi
kebijakan standarisasi kompetensi guru MTs di lingkungan
Departemen Agama Kota Jambi telah berjalan dengan baik, sehingga
mampu meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini ditunjukkan oleh
peningkatan jumlah guru yang bersertifiksi dan performasi
kompetensi guru serta jumlah siswa dan kelulusannya dalam
mengikuti ujian nasional mulai dari tahun pelajaran 2005/2006
sampai dengan tahun pelajaran 2008/2009.
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
494 MAISAH
Rekomendasi
1.
Pemerintah perlu mengkaji ulang UU No. 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang belum merata di
rasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
2. Pemerintah perlu merencanakan langkah-langkah kongkrit
tentang penetapan UU No. 14 tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen yang belum sepenuhnya dapat meningkatkan mutu
pelaksanaan standarisasi kompetensi guru MTs Swasta pada
masa yang akan datang, khususnya yang berkaitan dengan
rekrutmen guru MTs yang memiliki kompetensi yang memadai,
sehingga dapat memenuhi kebutuhan Mata Pelajaran.
4. Pemerintah dan pemerintah daerah harus melakukan koordinasi
pelaksanaan PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan Khususnya MTs Swasta agar memperoleh kesamaan
derajat dengan MTs Negeri dan sekolah umum lainnya.
5. Pemerintah dan Pemerintah Daerah perlu mengadakan evaluasi
terhadap pencapaian pelaksanaan standarisasi kompetensi guru
di MTs Negeri dan Swasta di Lingkungan Departemen Agama
Kota Jambi pada khususnya dan MTs Negeri dan Swasta di
seluruh Indonesia pada umumnya. Kegiatan ini sangat
memberikan dampak positif dalam upaya pembinaan yang
berlanjut pencapaian standar kompetensi guru MTs, baik
sekarang dan pada masa yang akan datang. Artinya, dalam
merumuskan dan merealisasikan suatu kebijakan perlu diikuti
dengan adanya upaya pemeliharaan, antisipasi, koreksi, dan
perbaikan yang signifikan untuk mencapai pembangunan sumber
daya manusia yang berwawasan kemanusiaan dan berimbang.
6. Kepala Kantor Departemen Agama Kota Jambi perlu
merumuskan langkah-langkah identifikasi langsung terhadap
pelaksanaan standarisasi kompetensi guru di MTs Negeri dan
Swasta di Lingkungan Departemen Agama Kota Jambi agar dapat
memperoleh data akurat dalam pembinaan terhadap guru MTs
yang ada, baik Negeri maupun Swasta.
7. Kepala Sekolah MTs yang ada di Lingkungan Departemen Agama
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG STANDARISASI KOMPETENSI GURU 495
Kota Jambi sebagai aparat ujung tombak pembinaan guru dan
siswa di sekolah sebaiknya tidak menugaskan guru yang mengajar
tidak sesuai dengan kompetensi keilmuan yang dimilikinya. Hal
ini menunjukkan bahwa guru tersebut tidak memenuhi standar
kompetensi yang dipersyaratkan dalam semua kebijakan yang
telah digariskan.
Catatan:
1. Tilaar, H.A.R., Kebijakan Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Remaja,
2008), hlm. 295.
2. Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta:
Kompas, 2006), hlm. xv.
3. Jhon Thomson, Policy Making in Amirican Publik Education, (New
Jersey: Prentice-Haal Inc., 1976), hlm. 17.
4. Greston, Public Policy Making in A Democratic Sosiality: A Guide to Civic
Engagement, (New York: M.E. Sharp Inc., 1992), hlm. 5.
5. R. Palan, Competency Management: Teknik Mengimplementasikan
Manajemen SDM Berbasis Kompetensi untuk Meningkatkan Daya Saing
Organisasi, terj. Octa Melia Jalal, (Jakarta: PPM, 2007), hlm. 8.
6. Robert Kreitner dan Angelo Kinicki, Organizational Behavior, (New York:
McGraw Hill, 2007), hlm. 157.
7. Charles E. Johnson, Anwers to some Basic Question About Teacher
Competencies and Competency: Based Education, (1980), hlm. 12.
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
496 MAISAH
DAFTAR PUSTAKA
“Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional 2003”.
Azra, Azyumardi, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta:
Kompas, 2006).
Balir, Tony, “Modernizing Government with Paper Presented to
Parliament by the Prime Minister and the Ministret for Cabinet
Office and by Command of Her Mayesty”, March 1999.
Bardach, Eugene, A Practical Guide for Policy Analysis the Einghtfold
Path to More effective Problem Solving, (New York: Seven
Bridges Press, 2007).
Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, (Jakarta: Med
Pres, 2008).
Dunn, William N., Pengantar Analisis Kebijakan Publik, (Yogyakarta:
Fakultas Isipol UGM, 1981).
Fremont E. Kast & James E. Rosenzweing, Organization and
Management; A System and Contingency Approach, (USA:
McGraw Hill Book Company, 1985).
Greston, Public Policy Making in A Democratic Sociality: A Guide
to Civic Engagement, (New York: M.E. Sharp Inc., 1992).
James L. Gibson, et. al, Organization: Behavior, Structure,
Processes, (New York: McGraw Hill, 2006).
James V. Hoffman and Sarah A. Edward (ed.), Reality and Reform
in Clinical Teacher Education, (New York: Random House,
1986).
Johnson, Charles E., Answers to some Basic Question About Teacher
Competencies and Competency: Based Education, (1980).
Jones, Ch. O., Introduction to the study of Public Policy, terj. Ricky
Istamto, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994).
Kadibyono Mertodiharjo dan T. Raka Joni, Pengembangan Pendidikan Guru dalam Konteks pembaharuan Sistem pengadaan
Tenaga Kependidikan, (Jakarta: P3G Depdikbud RI, 1980).
Kennet H. Blancchard and Paul Hersey, Management of Organizational Behavior, (New Jersey: Prentice-Hall Inc., 1993).
Kreitner, Robert dan Angelo Kinicki, Organizational Behavior, (New
York: McGraw Hill, 2007).
McShane, Steven L. dan Mary Ann Von Glinow, Organizational
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG STANDARISASI KOMPETENSI GURU 497
Behavior, (New York: McGraw Hill Companies Inc., 2008).
Palan, R. Competency Management; Teknik Mengimplementasikan
Manajemen SDM Berbasis Kompetensi untuk Meningkatkan
Daya Saing Organisasi, terj. Octa Melia Jalal, (Jakarta: PPM,
2007).
Robbins, Stephen P., Organizational Behavior, (New Jersey: Prentice
Hall Inc., 2003).
Sardiman, Intraksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, (Jakarta:
Rajawali, 1990).
Sharkansy, Ira dan George C, Edward. The Policy Predicament, (San
Fransisco: W.H. Freeman Company, 1998).
Sisdiknas, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2008).
Sisdiknas, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 tentang guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2006).
Smallwood, R.T dan Nakamura, The Politic of policy Implementation,
(New York: St. Martin’s Press, 1987).
Sumardjono, Endro, Hayadin, dan Bardiati, Mengembalikan Wibawa
Guru, (Jakarta: Balai Pustaka, 2009).
Thomson, Jhon, Policy Making in American Public Education, (New
Jersey: Prentice-Hall Inc., 1976).
Tilaar, H.A.R., Analisis Kebijakan Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1993).
Tilaar, H.A.R., Kebijakan Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Remaja,
2008).
Tilaar, H.A.R., Kekuasaan dan Pendidikan, (Magelang: Indonesia
Tera, 2003).
Tilaar, H.A.R., Menggugat Manajemen Pendidikan Nasional,
(Jakarta: UNJ, 2008).
Yumana, “Masalah Filosofi Nasional”, Kompas, Mei 2003.
Media Akademika, Vol. 26, No. 4, Oktober 2011
Download