1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk dapat memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam tersebut manusia memerlukan biaya sehingga mereka di tuntut untuk bekerja, baik bekerja sendiri yaitu bekerja dengan modal dan usaha sendiri, maupun bekerja pada orang lain yaitu bekerja dengan bergantung pada orang lain yang memberi perintah, tugas ataupun yang mengutusnya. Berkaitan dengan Hukum Ketenagakerjaan, maka bekerja yang dimaksudkan adalah bekerja yang bergantung pada orang lain. Dalam pelaksanaannya orang yang bekerja untuk orang lain disebut pekerja/buruh, sedangkan orang yang memberikan pekerjaan disebut pemberi kerja. Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain (Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No.13 Tahun 2003). Adapun yang dimaksud dengan pemeberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain (Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No.13 Tahun 2003). Ada beberapa pihak yang terkait dalam ketenagakerjaan. Pihak-pihak tersebut adalah pekerja, pengusaha dan pemerintah, yang masing-masing memiliki peranan dan fungsi serta tanggung jawab yang berbeda-beda. Pihak-pihak yang 2 terlibat langsung dalam proses produksi adalah pekerja dan pengusaha, sedangkan pemerintah termasuk sebagai pihak yang berkepentingan untuk mengupayakan terwujudnya hubungan kerja yang harmonis sebagai syarat keberhasilan suatu usaha, sehingga produktivitas dapat meningkat yang pada akhirnya akan mampu menggerakan pertumbuhan ekonomi dan dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat.1 Tenaga kerja merupakan salah satu unsur penunjang untuk berhasilnya pembangunan nasional yang mempunyai peranan dan arti yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Tanpa adanya pekerja, tidak mungkin suatu perusahaan bisa berjalan dan berpartisipasi dalam pembangunan. Tenaga kerja sebagai pelaksana pembangunan harus dijamin haknya, diatur kewajibannya dan dikembangkan daya gunanya. Hak dari tenaga kerja tersebut adalah sebagai berikut : 1. Tiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. 2. Tiap tenaga kerja berhak memilih dan atau pindah pekerjaan sesuai dengan bakat dan kemampuannya. 3. Tiap tenaga kerja berhak atas pembinaan keahlian dan kejuruan untuk memperoleh serta menambah keahlian ketrampilan kerja sehingga potensi dan daya kreasinya dapat dikembangkan dalam rangka mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan kerja sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembinaan bangsa. 4. Tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. 5. Tiap tenaga kerja berhak mendirikan dan menjadi anggota perserikatan tenaga kerja.2 1 Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan Diluar Pengadilan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal 17 2 Sendjun H. Manulang. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan. Rineka Cipta. Jakarta. 1988. hal 7 3 Perlindungan dan pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak merupakan tanggung jawab Negara, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Maksud dari pasal ini adalah bahwa pemerintah menjamin hak warga negara untuk meningkatan kualitas hidupnya dengan tidak membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit dan aliran politik, untuk memilih pekerjaan yang dikehendakinya dan sesuai dengan bakat dan kemampuan serta berhak mendapatkan hasil yang seimbang dengan pekerjaan yang dilakukannya. Kebebasan mengenai hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan juga terdapat dalam Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik materiil maupun spiritual.3 Ketentuan mengenai ketenagakerjaan diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang diundangkan pada Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39 pada tanggal 25 Maret dan mulai berlaku pada tanggal diundangkannya itu. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ini kiranya diusahakan sebagai peraturan yang menyeluruh dan komprehensif, 3 Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hal 9. 4 antara lain mencangkup pengembangan sumber daya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja dan pembinaan hubungan industrial. Tenaga kerja yang produktif merupakan salah satu faktor yang menunjang keberhasilan pembangunan nasional, apabila kondisi ketenagakerjaan di Indonesia menunjukkan iklim yang positif, maka investorpun akan tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Mengingat pentingnya peran tenaga kerja dalam upaya peningkatan pembangunan nasional, maka sudah sepantasnyalah tenaga kerja diberikan perlindungan hukum bagi terlaksananya hak-hak tenaga kerja agar tercipta kepastian hukum bagi tenaga kerja diantaranya melalui pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja. Pengawas ketenagakerjaan adalah salah satu unsur yang harus ikut berperan di dalam meningkatkan kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja.4 Sebagai penegak hukum di bidang ketenagakerjaan unsur pengawasan ini harus bertindak sebagai pendeteksi dini di lapangan, sehingga diharapkan segala gejolak yang akan timbul dapat dideteksi secara awal yang pada gilirannya dapat menciptakan suasana yang aman, stabil dan mantap di bidang ketenagakerjaan Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 Tentang Pengawas Ketenagakerjaan, Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa tugas pengawas ketenagakerjaan adalah : a. Mengawasi berlakunya undang-undang dan peraturan-peraturan perburuhan pada khususnya. 4 Sendjun, H. Manulang. Op Cit, hal 124 5 b. Mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang soal=soal hubungan kerja dan keadaan perburuhan dalam arti yang seluas-luasnya guna membuat undang-undang dan peraturan perburuhan. c. Menjalankan pekerjaan lain-lain yang diserahkan kepadanya dengan undang-undang atau peraturan lain. Salah satu tugas pengawas ketenagakerjaan adalah mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Peranan pengawas ketenagakerjaan dirasa sangat penting bagi terjaminnya pelaksanaan peraturan perundangundangan ketenagakerjaan khususnya keselamatan dan kesehatan kerja sehingga kelangsungan usaha dan ketenangan kerja dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja dapat terjamin. Pemberlakuan dan pengawasan maksimal kesehatan dan keselamatan kerja untuk melindungi manusia dari dampak proses kerja yang beresiko menimbulkan penyakit-penyakit pada tubuh manusia, serta berupaya pada pencegahan kecelakaan semaksimal mungkin. Semua ini dilakukan demi meningkatkan efisiensi waktu dan meningkatkan hasil produksi. Perhatian yang longgar pada keselamatan dan kesehatan kerja akan berdampak negatif pada perusahaan tersebut. Berbagai kecelakan kerja akan menurunkan citra perusahaan di mata karyawan dan masyarakat. Selain itu, produksi akan terhambat, serta waktu bekerja tidak efektif dan efisien. Dampak lainnya adalah pada lingkungan. Pengawasan dan perhatian yang minimal pada limbah industri sangat berpengaruh pada kesehatan lingkungan dan masyarakat sekitar. Semua pihak akan menjadi korban dari ketidakpedulian pada keselamatan dan kesehatan kerja. Kerusakan 6 lingkungan akan berdampak luas dan menghasilkan berbagai kerugian di kemudian hari.5 Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.6 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri, oleh karena itu hal ini menjadi perhatian berbagai negara sejak lama. Sumber daya manusia menjadi faktor utama dalam keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan melindungi manusia dari ancaman yang bisa mencelakakan mereka dalam pekerjaan. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka dan penggunaan tekhnologi yang semakin canggih diberbagai kegiatan usaha sehingga menimbulkan konsekuensi meningkatnya intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja. Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Oleh karena itu diperlukan upaya perlindungan terhadap tenaga kerja yang dapat memberikan ketenangan kerja. Jaminan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, dipertegas dalam Pasal 86 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 5 6 2010 http://www.anneahira.com/keselamatan-kerja.htm. Diakses tanggal 07/03/2011 Kunto alfarisi http://www.wikimu.com/News. ikhwan. diakses tanggal 24 November 7 Di awal tahun 2011 Pemkab Banyumas terus berupaya untuk mendorong laju investasi di Kabupaten Banyumas. Program ini telah digulirkan sejak awal pemerintahan Bupati Mardjoko dan Wakil Bupati Achmad Husein, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Banyumas Tahun 2008-2013, penjabaran Misi ”Menyejahterakan Rakyat Banyumas” yaitu Meningkatkan Pertumbuhan dan Pemerataan Ekonomi dengan Menekankan pada Pengembangan Investasi Berbasis Sektor Unggulan Daerah dan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan. Komitmen ini bukan lagi sekedar wacana, hal ini terbukti dengan terus bertumbuhnya proyek-proyek bernilai investasi di Kabupaten Banyumas. Salah satunya perluasan pabrik kabel Kitani, PT Sutanto Arifchandra Elektronic (SAE) berlokasi di Jl Soepardjo Roestam Sokaraja, yang diresmikan oleh Bupati Banyumas, Drs. Mardjoko, MM pada tanggal 23 Januari 2011. PT Sutanto Arifchandra Elektronic sendiri sudah berdiri sejak tahun 1990, tepatnya pada tanggal 19 Septembeer 1990. Diresmikannya perluasan pabrik yang memproduksi kabel lokal, dengan kualitas berstandar nasional ini menandakan keseriusan Pemkab Banyumas dalam hal peningkatan investasi. Wujud dukungan yang telah diberikan oleh Pemkab Banyumas terhadap pendirian dan pengoperasian pabrik kabel Kitani ini diantaranya melalui pemberian kemudahan pengurusan perijinan melalui kinerja Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan (BPMPP), sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Sebagai timbal baliknya, keberadaan PT Sutanto Arifchandra Elektronic telah turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat Banyumas, 8 khususnya warga Sokaraja dan sekitarnya.7 Peluang investasi prospektif industri pengolahan antara lain perusahaan kawasan industri, industri packaging, agro industri maupun industri padat tenaga kerja karena ketersediaan tenaga kerja yang relatif murah namun produktif di Kabupaten Banyumas.8 Pesatnya perkembangan Kabupaten Banyumas khususnya dalam sektor ekonomi dan investasi, mengharuskan pemerintah daerah mengupayakan pengawasan secara optimal terhadap tenaga kerja di Kabupaten Banyumas. Oleh karena itu, penulis ingin melakukan penelitian mengenai perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja ditinjau dari segi kepengawasannya di DINSOSNAKERTRANS Banyumas, DALAM dengan judul MELAKUKAN : PERAN PENGAWASAN TERHADAP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEKERJA DI BANYUMAS. B. Perumusan Masalah Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pelaksanaan pengawasan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Kabupaten Banyumas? 2. Faktor-faktor apakah yang menjadi kendala pengawas ketenagakerjaan dalam melakukan pengawasan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Kabupaten Banyumas? 7 8 http://www.banyumaskab.go.id. Diakses tanggal 07/03/2011 http://www.banyumaskab.go.id. Diakses tanggal 07/03/2011 9 C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah khususnya Dinas Tenaga Kerja terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pekerja di Banyumas. 2. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh pengawas ketenagakerjaan dalam melakukan pengawasan terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Banyumas. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dan wawasan lebih dalam Hukum Ketenagakerjaan pada khususnya dan Hukum Administrasi Negara pada umumnya. 2. Kegunaan praktis Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pustaka bagi masyarakat secara umum mengenai pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), dan para pekerja dapat mengetahui hak dan kewajiban mereka sebagai tenaga kerja dalam memperoleh pelayanan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), selain itu juga dapat dijadikan pedoman bagi perusahaan agar mengetahui kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan mengenai perlidungan keselamatan dan kesehatan kerja. Serta dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi pemerintah dalam 10 melakukan pengawasan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Lingkup Hukum Ketenagakerjan 1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan/Perburuhan. Hukum perburuhan merupakan serangkaian himpunan peraturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur mengenai perburuhan dan ketenagakerjaan. Pengertian hukum perburuhan antara pendapat pakar yang satu dengan yang lain memiliki pengertian yang berbeda-beda. Hukum perburuhan adalah sebagaian dari hukum yang berlaku (segala peraturan-peraturan) yang menjadi dasar dalam mengatur hubungan kerja antara buruh (pekerja) dengan majikan atau perusahaannya, mengenai tata kehidupan dan tata kerja yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja tersebut.9 Mr Molenaar menyatakan bahwa arbeidsrechts (hukum perburuhan) adalah bagian yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dan majikan, buruh dengan buruh, dan buruh dengan penguasa.10 Menurut Mr. Soetiksno dalam bukunya yang berjudul hukum perburuhan, mengatakan bahwa keseluruhan peraturan-peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadi di tempatkan di bawah perintah/pimpinan 9 G. Karta Sapoetra dan RG Widianingsih, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, Armico Bandung, 1982, hl 2 10 Ibid, hal 2 12 orang lain dan mengenai keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja tersebut.11 Menurut Mr Mook bahwa hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan di bawah pimpinan orang lain dan dengan keadan penghidupan yang langsung bergantung dengan pekerjaan itu.12 Menurut Prof. Imam Soepomo mengungkapkan bahwa hukum perburuhan adalah himpunan peraturan-peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.13 Berdasarkan pendapat para sarjana tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum perburuhan memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 1. Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis, 2. Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha/majikan, 3. Adanya orang yang bekerja pada dan di bawah pimpinan orang lain, dengan menerima upah sebagai balas jasa, 4. Mengatur perlindungan pekerja atau buruh, meliputi masalah dan keadaan sakit, haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi pekerja atau buruh dan sebagainya. Dalam perkembangan dewasa ini, istilah perburuhan telah diganti menjadi ketenagakerjaan, sehingga dikenal istilah hukum ketenagakerjaan untuk 11 Ibid, hal 2 Zainal Asikin,dkk, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal 2 13 Sendjun H. Manulang. Op cit, hal 2 12 13 menggantikan istilah hukum perburuhan. Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan telah merumuskan pengertian ketenagakerjaan sebagai segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja (Pasal 1 angka 1). Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa, yang diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan adalah segala hal yang berkaitan dengan pekerja/buruh menyangkut hal-hal sebelum masa kerja (pra employment), antara lain menyangkut pemagangan, kewajiban mengumumkan lowongan kerja, dan lain-lain. Hal-hal yang berkenaan selama masa kerja (during employment), antara lain menyangkut perlindungan kerja, upah, jaminan social, kesehatan dan keselamatan kerja, pengawasan kerja, dan lain-lain. Adapun hal-hal sesudah masa kerja, antara lain pesangon, dan pensiun/jaminan hari tua.14 Berdasarkan pengertian ketenagakerjaan tersebut, dapat dirumuskan pengertian hukum ketenagakerjaan adalah semua peraturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja, selama atau dalam hubungan kerja, dan sesudah hubungan kerja.15 Hukum ketenagakerjaan awalnya merupakan bagian dari hukum perdata, karena hubungan kerja adalah hubungan privat yang masuk dalam lingkup hukum perjanjian kerja.16 Namun jika hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikan ini tetap diserahkan pada para pihak (pekerja/buruh dan majikan/pengusaha), maka tujuan hukum ketenagakerjaan untuk menciptakan keadilan sosial dibidang ketenagakerjaan akan sangat sulit tercapai karena pihak 14 Agusmidah, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal 5 15 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Idonesia Edisi Revisi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal 24 16 Agusmidah, Op Cit, hal 9 14 yang kuat akan selalu menguasi pihak yang lemah. Atas dasar itulah pemerintah kemudian turut serta dalam menangani masalah ketenagakerjaan melalui berbagai peraturan perundang-undangan. Intervensi pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan melalui peraturan perundang-undangan tersebut telah membawa perubahan yang mendasar, yakni menjadikan sifat hukum ketenagakerjaan menjadi ganda yakni sifat privat dan publik. Sifat privat melekat pada prinsip dasar adanya hubungan kerja yang ditandai dengan adanya perjanjian kerja antara buruh/pekerja dengan majikan/pengusaha. Sedangkan sifat publik dari hukum ketenagakerjaan dapat dilihat dari: 1. Adanya sanksi pidana, sanksi administratif bagi pelanggar ketentuan di bidang perburuhan/ketenagakerjaan; 2. Pemerintah ikut campur tangan dalam menetapkan besarnya standar upah (Upah Minimum).17 Penerapan sanksi pidana terhadap pihak yang melakukan pelanggaran di bidang ketenagakerjaan terdapat dalam Pasal 183 sampai dengan Pasal 189 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sanksi pidana tersebut berupa sanksi pidana penjara, kurungan dan denda. Sedangkan penerapan sanksi administratifnya terdapat dalam Pasal 190 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 yaitu berupa: 1. teguran 2. peringatan tertulis 17 Lalu Husni, Op Cit, hal 12 15 3. pembatasan kegiatan usaha 4. pembekuan kegiatan usaha 5. pembatalan persetujuan 6. pembatalan pendaftaran 7. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi 8. pencabutan izin Salah satu contoh upaya mengefektifkan sanksi pidana ketenagakerjaan, ditunjukkan LBH Jakarta dengan melaporkan Direktur HRD Hotel Sultan yang tidak membayarkan upah kepada pekerjanya yang diskorsing. Tidak lama setelah dilaporkan ke kepolisian upah para pekerja akhirnya dicairkan. Meski begitu, proses pidana terhadap direktur itu tetap berjalan.18 Hal tersebut sesuai Pasal 189 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 bahwa sanksi pidana penjara, kurungan, dan/atau denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha membayar hak-hak dan/atau ganti kerugian kepada tenaga kerja atau pekerja/buruh. Menurut Budiono dalam buku Abdul Khakim, membagi sifat hukum ketenagakerjaan menjadi 2 yaitu : 1. Bersifat imperatif atau dwingenrecht (hukum memaksa) artinya hukum yang harus ditaati secara mutlak, tidak boleh dilanggar. Contohnya : a. Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, mengenai perlunya izin penggunaan tenaga kerja asing; b. Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, mengenai ketentuan pembuatan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT); 18 http://hukumonline.com/berita/baca/hol19878/menanti-ditegakkannya-sanksi-pidanaketenagakerjaan. diakses tanggal 2 Agustus 2011 16 c. Pasal 153 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, mengenai larangan melakukan PHK terhadap kasus-kasus tertentu; 2. Bersifat fakultatif atau regelendrecht (hukum yang mengatur/melengkapi), artinya hukum yang dapat dikesampingkan pelaksanaannya. Contohnya: a. Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, mengenai pembuatan perjanjian kerja bias tertulis dan tidak tertulis; b. Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, mengenai perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan tiga bulan; c. Pasal 16 Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1981 mengenai kebebasan pengusaha membayar gaji ditempat yang lazim; d. Pasal 2 Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1993 mengenai kewajiban ikut serta dalam program Jamsostek, dimana program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) dapat diabaikan sepanjang pengusaha telah memberikan pelayanaan kesehatan dengan manfaat y6ang lebih baik dari standar dasar Jamsostek;19 Kebijaksanaan yang dikeluarkan dalam bidang ketenagakerjaan ini sudah sedemikian luasnya, tidak hanya aspek hukum saja yang berhubungan dengan hubungan kerja, tetapi juga sebelum dan sesudah hubungan kerja. Konsep ini secara jelas dituangkan dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 Tantang Ketenagakerjaan. 2. Sumber-sumber Hukum Ketenagakerjaan Sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan- aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.20 Sumber hukum itu sendiri dibedakan menjadi sumber hukum formil dan sumber hukum 19 Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan UndangUndang No.13 Tahun 2003, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2003, hal 8 20 CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hal 46 17 materiil. Sumber hukum ketenagakerjaan dalam arti materiil adalah pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sumber hukum ketenagakerjaan yang dimaksud disini adalah sumber hukum dalam arti formil yaitu sumber hukum yang merupakan tempat atau sumber dimana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum Sumber-sumber hukum ketenagakerjaan adalah sebagai berikut : 1) Undang-undang; 2) Peraturan lain yang kedudukannya lebih rendah dari undangundang, seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, ataupun Kpeutusan Instansi Lainnya; 3) Kebiasaan; 4) Putusan; 5) Perjanjian; 6) Traktat; Pendapat pakar ilmu hukum, dapat digunakan sebagai landasan untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan langsung ataupun tidak langsung dengan perburuhan/ketenagakerjaan, karena itulah dapat dikaitkan sebagai salah satu sumber hukum atau tempat menemukan dasar penyelesaian masalah.21 Prinst dalam buku Abdul Khakim berpendapat bahwa sumber hokum ketenagakerjaan terdiri atas : 1) Undang-undang; 2) Adat atau kebiasaan; 3) Yurisprudensi; 4) Doktrin 5) Agama.22 21 22 Zaenal Asikin,dkk, Op cit, hal 37-38 Abdul Khakim, Op cit, hal 13 18 Sedangkan menurut Abdul Khakim sendiri dalam bukunya berpendapat bahwa jika agama termasuk sumber hukum ketenagakerjaan, mengingat terdapatnya kemungkinan pemecahan masalah ketenagakerjaan melalui pendekatan ajaran agama yang dianutnya. Selengkapnya sumber hukum ketenagakerjaan menurut Abdul Khakim adalah : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 3. Undang-undang; Adat dan kebiasaan; Agama; Keputusan pejabat/badan pemerintah atau lembaga ketenagakerjaan; Yurisprudensi; Doktrin; Traktat; Perjanjian kerja; Peraturan perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). 23 Pihak-pihak Dalam Hukum Ketenagakerjaan Dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 ada beberapa pihak yang terkait dalam hubungan kerja. Pihak-pihak tersebut adalah sebagai berikut: a. Pekerja atau Buruh Dahulu pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, istilah buruh digunakan untuk orang-orang yang melakukan pekerjaan kasar seperti kuli, tukang, mandor, orang-orang ini disebutnya sebagai Blue Collar. Sedangkan orang-orang yang melakukan pekerjaan halus dan tidak pernah bergelut dengan pekerjaan-pekerjaan kasar disebut dengan istilah karyawan/pegawai (White Collar). Biasanya orangorang yang termasuk White Collar ini adalah para pekerja (bangsawan) yang bekerja dikantor ataupun orang-orang Belanda dan Timur Asing lainnya. Pembedaan tersebut membawa konsekuensi pada perbedaan perlakuan serta 23 Ibid, hal 13-14 19 pemenuhan hak-hak yang merupakan upaya Pemerintah Hindia Belanda untuk memecah belah orang-orang pribumi. Setelah Indonesia merdeka, tidak ada perbedaan istilah buruh antara Blue Collar dengan White Collar. Semuanya adalah buruh yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama, tidak mempunyai perbedaan apapun.24 Penyebutan istilah buruh pada masa lalu lebih cenderung kurang manusiawi sebagai pihak yang ditekan oleh majikan dan bekerja pada sektorsektor non formal saja atau pekerja kasar seperti kuli, tukang dan sejenisnya. Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek, pengertian pekerja diperluas yakni termasuk: 1. Magang dan murid yang bekerja pada perusahaan baik yang menerima upah ataupun tidak; 2. Mereka yang memborong pekerjaan kecuali jika yang memborong adalah perusahaan; 3. Narapidana yang dipekerjakan di perusahaan. Memperhatikan uraian di atas jelaslah bahwa hanya tenaga kerja yang sudah bekerja yang dapat disebut pekerja/buruh. Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dalam Pasal 1 angka 3 memberikan pengertian tentang pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengertian ini agak umum namun maknanya lebih luas karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik 24 Ibid, hal 40 20 perorangan, persekutuan, badan hukum atau badan lainnya dengan menerima upah atau uimbalan dalam bentuk apapun.25 b. Pengusaha Pengusaha pada masa dulunya disebut sebagai majikan. Istilah majikan pada saat ini sudah tidak sesuai lagi karena berkonotasi sebagai pihak yang menekan buruh dan sebagai lawan dari buruh, padahal secara yuridis buruh dan majikan adalah mitra kerja karena mempunyai kedudukan yang sama, maka dari itu lebih tepat jika disebut dengan istilah pengusaha Dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian pengusaha yakni : 1. Orang, perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; 2. Orang, perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; 3. Orang, perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagai mana yang dimaksud dalam huruf a, b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan juga memberikan pengertian Pemberi kerja/Pengusaha adalah perseorangan, pengusaha badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain (Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No.13 Tahun 2003). Pengaturan istilah pemberi kerja ini muncul untuk menghindari orang yang bekerja pada pihak lain yang tidak dapat dikatagorikan sebagai pengusaha khususnya bagi pekerja pada sektor informal.26 25 26 Lalu Husni, Op Cit, hal 35 ibid, hal 37 21 c. Organisasi Pekerja atau Buruh Dalam Pasal 1 angka 17 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 jo Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yamg dimaksud dengan serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh, baik di perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri dan demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Kehadiran serikat pekerja/buruh dimaksudkan untuk memperjuangkan hak dan kepentingan pekerja, sehingga tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak pengusaha. Undang-Undang No.21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh memuat adanya prinsip-prinsip dasar, yaitu: 1. Jaminan bahwa setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh; 2. Serikat pekerja/buruh dibentuk atas kehendak bebas pekerja/buruh tanpa tekanan atau campur tangan dari pengusaha, pemerintah dan pihak manapun; 3. Serikat pekerja/buruh dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha, jenis perusahaan, atau bentuk lain sesuai dengan kehendak pekerja/buruh; 4. Basis utama serikat pekerja/buruh ada di perusahaan, serikat pekerja/buruh yang ada dapat menggabungkan diri dalam federasi serikat pekerja/buruh. Demikian halnya federasi serikat pekerja/buruh dapat menggabungkan dalam konfederasi serikat pekerja/buruh; 5. Serikat pekerja/buruh, federasi dan konfederasi yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada kantor Depnaker setempat untuk dicatat; 6. Siapapun dilarang untuk menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk.27 27 Ibid, hal 43 22 d. Organisasi Pengusaha Dalam Pasal 105 Undang-Undang No.13 tahun 2003, mengenai organisasi pengusaha ditentukan sebagai berikut: 1. Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha 2. Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ada dua organisasi pengusaha yang ada, yaitu: 1. KADIN Kadin adalah kependekan dari kamar dagang dan industri yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Undang-Undang No. 49 Tahun 1973 yang beranggotakan para pengusha yang ada di Indonesia. Adapun tujuan Kadin adalah: a. b. Membina dan mengembangkan kemampuan, kegiatan, dan kepentingan pengusaha Indonesia di bidang usaha negara, usaha koperasi dan usaha swasta, dalam kedudukan sebagai pelaku-pelaku ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan kehidupa ekonomi dan dunia usaha nasional yang sehat dan tertib berdasrkan Pasal 33 UUD 1945; Menciptakan dan mengembangkan iklim dunia usaha yang memungkinkan keikutsertaan yang seluias-luasnya bagi pengusaha Indonesia sehingga dapat berperan secara efektif dalam pembangunan nasional.28 2. APINDO Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) merupakan organisasi pengusaha yang khusus mengurus masalah yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan merupakan suatu wadah kesatuan para pengusaha 28 Lalu husni, Op cit, hal 45 23 yang ikut serta untuk mewujudkan kesejahteraan social dalam dunia usaha melalui kerja sma yang terpadu dan serasi antara pemerintah, pengusaha dan pekerja. Tujuan APINDO adalah: a. Mempersatukan dan membina pengusaha serta memberikan layanan kepentingannya di dalam bidang social ekonomi; b. Menciptakan dan memelihara keseimbangan, ketenangan, dan kegairahan kerja lapangan hubungan industrial dan ketenagakerjaan; c. Mengusahakan peningkatan produktifitaskerja sebagai program peran serta aktif untuk mewujudkan pembangunan nasional menujukesejahteraan social, spiritual, materiil; d. Menciptakan adanya kesatuan pendapat dalam melaksanakan kebijakan di bidang ketenagakerjaan dari pengusaha yang disesuaikan dengan kebijaksanaan pemerintah.29 e. Pemerintah atau Penguasa Campur tangan perburuhan/ketenagakerjaan pemerintah (penguasa) dimaksudkan untuk dalam terciptanya hukum hubungan perburuhan/ketenagakerjaan yang adil, karena jika hubungan antara pekerja dan pengusaha yang sangat berbeda secara sosial-ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, maka tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hubungan kerja akan sulit tercapai, karena pihak yang kuat akan selalu menguasai pihak yang lemah. Atas dasar itulah pemerintah turut campur tangan melalui peraturan perundang-undangan untuk memberikan jaminan kepastian hak dan kewajiban para pihak. Imam Soepomo memisahkan antara penguasa dan pengawasan sebagai pihak yang berdiri sendiri dalam hukum perburuhan/ketenagakerjaan. Namun 29 Ibid, hal 46 24 pada kenyataannya antara keduanya merupakan satu kesatuan sebab pengawas bukan merupakan institusi yang berdiri sendiri tetapi merupakan bagian (bidang) dari Depnaker.30 Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan hukum (law Enforcement) di bidang ketenagakerjaan akan menjamin pelaksanaan hak-hak normatif pekerja, yang pada akhirnya akan mempunyai dampak terhadap stabilitas dunia usaha. Selain itu juga pengawasan ketenagakerjaan akan mendidik pengusaha dan pekerja untuk selalu taat menjalankan peraturan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan sehingga akan mencapai suasana kerja yang harmonis. Seringkali perselisihan yang terjadi disebabkan oleh pengusaha yang tidak memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku. B. Pengawasan Ketenagakerjaan 1. Pengertian Pengawasan Pada Umumnya Pengawasan (controling) berarti suatu kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar penyelenggaraan kegiatan sesuai dengan rencana. Dikaitkan dengan hukum administrasi, maka pengawasan sebagai suatu kegiatan yang ditujukan untuk menjamin suatu tindak pemerintah/aparat administrasi negara agar berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku. Sebagai suatu Negara hukum, pengawasan terhadap tindak pemerintah dimaksudkan agar pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya sesuai dengan norma-norma hukum, sebagai suatu 30 Ibid, hal 48 25 upaya preventif juga dimaksudkan untuk mengembalikan pada situasi sebelum terjadinya pelanggaran norma-norma hukum sebagai upaya represif. Macam-macam pengawasan dalam Hukum Administrasi Negara menurut Diana Halim dalam buku S.F. Marbun dkk, dapat dirinci sebagai berikut : a. Ditinjau dari segi kedudukan badan/organ yang melaksanakan pengawasan: 1) Pengawasan intern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh suatu badan secara organisatoris/struktural, masih termasuk dalam lingkungan pemerintahan sendiri. Biasanya pengawasan ini dilakukan oleh pejabat atasan terhadap bawahannya secara hirearkis 2) Pengawasan ekstern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh organ/lembaga secara organisatoris/struktural berada di luar pemerintah. Pengawas tidak tunduk terhadap pimpinan organisasi/unit kerja yang diawasi, tetapi untuk kepentingan masyarakat atau organisasi lain yang diwakilinya dalam bidang pengawasan. b. Ditinjau dari segi saat/waktu dilaksanakannya : 1) Pengawasan preventif/ pengawasan a priori, adalah pengawasan yang dilakukan sebelum dikeluarkannya suatu keputusan//ketetapan pemerintah. Pengawasan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan 26 dalam pelaksanaan kegiatan dalam penerbitan keputusan atau ketetapan oleh pemerintah. Pengawasan a priori biasanya berbentuk prosedur-prosedur atau syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penerbitan keputusan atau ketetapan ataupun tindakan pemerintah.31 2) Pengawasan represif/ pengawasan a posteriori, adalah pengawasan yang dilakukan setelah dikeluarkannya keputusan atau ketetapan pemerintah sehingga bersifat korektif dan memulihkan suatu tindakan yang keliru. c. Pengawasan dari segi hukum, merupakan penilaian tentang sah/tidaknya suatu perbuatan pemerintah yang menimbulkan akibat hukum. Pengawasan demikian biasanya dilakukan oleh hukum peradilan.32 2. Pengawasan Ketenagakerjaan Pengawasan ketenagakerjaan merupakan unsur penting dalam perlindungan terhadap tenaga kerja/buruh, sekaligus sebagai upaya penegakan hukum ketenagakerjaan secara menyeluruh. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 32 Undang-Undang No13 Tahun 2003 bahwa pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. 31 http://medizton.wordpress.com. Di akses tgl 10/06/2011. Pengawasan-penegakan-dansanksi-han. 32 S.F. Marbun dkk, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UII Press Yogyakarta, Yogayakar 27 Pengawasan ketenagakerjaan dapat dipahami dalam dua pengertian, yaitu secara luas dan sempit. Secara luas, pengawasan ketenagakerjaan adalah segala tindakan dan perbuatan yang tujuannya untuk mengawasi pelaksanaan kesehatan kerja, keamanan kerja, pelaksanaan peraturan perlindungan kerja seperti waktu kerja, waktu istirahat kerja, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan sebagainya. Pengawasan ini dapat dilakukan baik oleh pemerintah, asosiasi pengusaha, maupun serikat pekerja/buruh. Umumnya pengertian sempit terhadap pengawasan ketenagakerjaan adalah tugas yang diemban oleh instansi ketenagakerjaan untuk menjamin dilaksanakannya peraturan perlindungan kerja, dalam hal ini petugas pengawas ketenagakerjaan. Persamaan keduanya bahwa, pengawasan bukanlah alat perlindungan, melainkan lebih sebagai alat untuk menjamin pelaksanaan peraturan perlindungan.33 Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk menjamin pelaksanaan peraturan ketenagakerjaan, yang dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan (Pasal 176 UndangUndang No.13 Tahun 2003). Dengan demikian sasaran pengawasan ketenagakerjaan ialah meniadakan atau memperkecil adanya pelanggaran Undang-Undang Ketenagakerjaan, sehingga proses hubungan industrial dapat berjalan dengan baik dan harmonis. Secara umum, bentuk pengawasan ada dua, yaitu : 1. Pengawasan preventif, yaitu pengawasan yang dilakukan sebelum terjadinya penyelewengan-penyelewengan, kesalahan-kesalahan dan 33 Agusmidah, Op cit, hal 79 28 sebelum suatu pekerjaan dilaksanakan dengan memberi pedomanpedoman pelaksanaan; 2. Pengawasan yang dilakukan sesudah rencana dilaksanakan, dengan kata lain berkenaan dengan hasil-hasil yang dicapai, dinilai/diukur. Jadi pengawasan ini dilakukan setelah adanya kesalahan atau penyimpangan (pengawasan represif).34 3. Tugas, Hak dan Kewajiban Pengawas Ruang lingkup tugas-tugas pengawasan ketenagakerjaan adalah: a. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan peraturan perundasng-undangan mengenai norma perlindungan tenaga kerja; b. Melaksanakan pembinaan dalam usaha penyempurnaan norma kerja dan pengawasannya; c. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan yang menyangkut perlindungan tenaga kerja wanita, anak dan orang muda; d. Melaksanakan usaha-usaha pembentukan, penerapan dan pengawasan norma di bidang kecelakaan kerja.35. Pegawai pengawas ketenagakerjaan ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk. Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No.21 Tahun 2010 Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 5, yamg dimaksud dengan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang kemudian disebut Pengawas Ketenagakerjaan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan dalam jabatan fungsional pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota (Pasal 178 ayat 1 Undang-Undang No13 Tahun 2093). 34 35 Ibid, hal 79 Sendjun H. Manulang, Op cit, hal 125 29 Pengawasan perburuhan/ketenagakerjaan dilakukan dengan melakukan kunjungan-kunjungan ke perusahaan-perusahaan untuk mengamati, mengawasi pelaksanaan hak-hak normatif pekerja. Jika hak-hak pekerja belum dipenuhi oleh pengusaha, pegawai pengawas dapat melakukan teguran agar hak-hak pekerja diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, jika tidak diindahkan, pegawai pengawas yang merupakan penyidik pegawai negeri sipil di bidang perburuhan dapat menyidik pengusaha tersebut untuk selanjutnya dibuatkan berita acara pemeriksaan untuk diproses lebih lanjut ke pengadilan. Pegawai pengawas di lingkungan kementerian tenaga kerja, diberi wewenang pengawasan yang mencakup : 1. Memasuki semua tempat dilaksanakannya pekerjaan dan juga segala rumah yang disewakan atau dipergunakan oleh pengusaha atau wakilnya, untuk perumahan atau jawatan tenaga kerja; 2. Meminta keterangan, baik lisan maupun tertulis kepada pengawas atau pengurus dan atau tenaga kerja atau serikat pekerja tanpa dihadiri pihak ketiga; 3. Menjaga, membantu dan memerintahkan pengusaha atau pengurus perusahaan dan pekerja agar mentaati peraturan perundangan ketenagakerjaan; 4. Memberikan peringatan/teguran terhadap penyimpangan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan; 5. Melakukan pengujian teknik persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja; 6. Menyelidiki keadaan ketenagakerjaan yang belum jelas dan atau belum diatur dalam peraturan perundangan. Meminta bantuan polisi bila ditolak memasuki perusahaan atau pihak yang dipanggil tidak memenuhi panggilan; 7. Memanggil pengusaha dan pekerja; 8. Melarang pemakaian bahan/alat berbahaya; 9. Melakukan penyidikan selaku PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil).36 36 Agusmidah, Op cit, hal 80 30 Pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya wajib (dalam Pasal 181 Undang-Undang No.13 Tahun 2003): a. Merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan; b. Tidak menyalahgunakan kewenangannya. Dalam menjalankan tugasnya, apabila pegawai pengawas dengan sengaja membuka rahasia yang dipercayakan kepadanya, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam ratus rupiah dengan tidak dipecat dari hak memangku jabatan (Pasal 6 ayat 1 UndangUndang No.3 Tahun 1951). Namun apabila karena suatu kekhilafan menyebabkan rahasia yang diperolehnya menjadi terbuka atau bocor, maka yang bersangkutan diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda sebanyak-bayaknya tiga ratus rupiah (Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang No.3 Tshun 1951) Menurut Sendjun H. Manulang dalam buku Abdul Khakim, menyebutkan tentang fungsi Pengawasan ketenagakerjaan adalah: 1. Mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Ketenagakerjaan; 2. Memberikan penerangan teknis dan nasehat kepada pengusaha dan tenaga kerja agar tercapainya pelaksanaan Undang-Undang Ketenagakerjaan secara efektif; 3. Melaporkan kepada pihak yang berwenang atas kecurangan dan penyelewengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.37 37 Abdul Khakim, Op cit, hal 125 31 C. Perlindungan Kerja 1. Perlindungan Pekerja/Buruh Pada Umumnya Pekerja/buruh adalah tulang punggung perusahaan, tanpa adanya pekerja tidak akan mungkin perusahaan itu akan bisa berjalan dan berpartisipasi dalam pembangunan. Menyadari akan pentingnya pekerja bagi perusahaan, pemerintah dan masyarakat, maka perlu dilakukan pemikiran agar pekerja dapat menjaga keselamatannya dalam menjalankan pekerjaan. Demikian pula perlu diusahakan ketenangan dan kesehatan pekerja agar apa yang dihadapainya dalam pekerjaan dapat diperhatikan semaksimal mungkin, sehingga kewaspadaan dalam menjalankan pekerjaan tetap terjamin. Pemikiran-pemikiran itu merupakan program perlindungan kerja, yang dalam praktek sehari-hari berguna untuk dapat mempertahankan produktifitas dan kestabilan perusahaan. Perlindungan pekerja dapat dilakukan baik dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik dan teknis serta sosial dan ekonomi melalui norma yang berlaku dalam lingkungan kerja itu.38 Lingkup perlindungan terhadap pekerja atau buruh menurut UndangUndang No.13 Tahun 2003, meliputi: 1. Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/buruh untuk berunding dengan pengusaha; 2. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja; 3. Perlindungan khusus bagi pekerja/buruh perempuan, anak, dan penyandang cacat, dan 4. Perlindungan tentang upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga kerja.39 38 Zaenal Asikin, dkk, Op cit, hal 96 32 Imam Soepomo dalam buku Agusmidah membagi perlindungan pekerja ini menjadi 3 (tiga) macam, yaitu : a. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup untuk memenuhi keperluan seharihari baginya beserta keluarganya, termasuk dalam hal pekerja tersebut tidak mampu bekerja karena sesutu di luar kehendaknya. Perlindungan ini disebut dengan jaminan sosial; b. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan pekerja itu mengenyam dan mengembangkan peri kehidupannya sebagai manusia pada umumnya dan sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga, atau yang biasa disebut sebagai kesehatan kerja; c. Perlindungan teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakan yang dapat ditimbulkan oleh pesawat-pesawat atau alat kerja lainnya atau oleh bahan yang diolah atau dikerjakan perusahaan, perlindungan jenis ini disebut dengan keselamatan kerja. 40 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 menyebutkan, perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan, serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha. Perlindungan kerja bertujuan untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Untuk ini pengusaha wajib melaksanakan ketentuan perlindungan tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 39 40 Abdul Khakim, Op cit, hal 60 Agusmidah, Op cit, hal 61 33 2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan kesehatan kerja diselenggarakan untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.41 Dalam Pasal 86 Undang-Undang No.13 Tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Pengaturan menganai upaya menjamin keselamatan dan kesehatan kerja juga terdapat dalam Pasal 8 UndangUndang No.1 Tahun 1970 Tentang keselamatan kerja menyatakan bahwa petugas keselamatan dan kesehatan kerja diwajibkan memeriksa kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun yang akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang akan diberikan pada tenaga kerja. Sedangkan pada Pasal 9 Undang-Undang No.1 Tahun 1970 menyatakan bahwa pengurus wajib menunjukan dan menjelaskan para pekerja baru mengenai kondisi-kondisi dan bahaya yang dapat timbul, alat-alat perlindungan diri yang harus dipakai serta cara-cara yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya. 41 Haridjan Rusli, Op Cit, hal 108 34 Upaya keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi. Dengan demikian, tujuan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja adalah : 1. Melindungi pekerja dari resiko kecelakaan kerja; 2. Meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh; 3. Agar pekerja/buruh dan orang-orang di sekitarnya terjamin keselamatannya; 4. Menjaga agar sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan berdaya guna.42 Keselamatan dan kesehatan kerja harus diterapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja (perusahaan). Tempat kerja adalah setiap tempat yang di dalamnya terdapat 3 unsur, yaitu : 1. Adanya suatu usaha baik bersifat ekonomis maupun sosial; 2. Adanya sumber bahaya; 3. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya baik terus menerusmaupun sewaktu-waktu.43 Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja (perusahaan) dilakukan bersama-sama oleh pimpinan atau pengurus perusahaan dan seluruh tenaga kerja. Dalam pelaksanaannya, pimpinan atau pengurus perusahaan dapat dibantu oleh petugas keselamatan dan kesehatan kerja dari tempat kerja/perusahaan bersangkutan yang mempunyai pengetahuan atau keahlian dibidang keselamatan dan kesehatan kerja yang ditunjuk oleh pimpinan atau 42 43 Abdul Khakim, Op Cit, hal 65 Lalu Husni, Op Cit, hal 138 35 pengurus tempat kerja/perusahaan. Sedangkan yang bertugas melakukan. pengawasan terhadap ditaati atau tidaknya peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja dilakukan oleh : 1. Pegawai pengawas kesehatan dan keselamatan kerja yaitu pegawai teknis keahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja; 2. Ahli keselamatan dan kesehatan kerja yaitu teknis berkeahlian khusus dari Luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.44 Baik pengusaha maupun pekerja/buruh nempunyai kewajiban dalam pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah sebagai berikut : 1. Kewajiban pengusaha a) Terhadap pekerja/buruh yang baru masuk, pengusaha wajib menunjukkan dan menjelaskan hal-hal : 1) Tentang kondisi dan bahaya yang dapat timbul di lingkungan kerja; 2) Semua alat pengamanan dan pelindung yang digunakan; 3) Cara dan sikap yang aman dalam melakukan pekerjaan; 4) Memeriksakan kesehatan baik fisik maupun mental pekerja yang bersangkutan. b) Terhadap pekerja/buruh yang telah/sedang dipekerjakan : 1) Melakukan pembinaan dalam hal pencegahan kecelakaan kerja, penanggulangan kebakaran, pemberian P2K3 dan peningkatan usaha keselamatan dan kesehatan kerja pada umumnya; 2) Memeriksakan kesehatan pekerja secara berkala. c) Menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan untuk tempat kerja yang bersangkutan bagi seluruh pekerja/buruh; d) Memasang gambar dan Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta bahan pembinaan lainnya di tempat kerja sesuai petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan dan kesehatan kerja; e) Melaporkan setiap peristiwa kecelakaan kerja termasuk peledakan, kebakaran dan penyakit akibat kerja yang terjadi di tempat kerja kepada Kantor Dinas Tenaga Kerja; f) Membayar biaya pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja ke Kantor Pembendaharaan Negara setempat setelah 44 Lalu Husni, Op Cit, hal 139 36 mendapatkan penetapan besarnya biaya oleh kantor Dinas Tenaga Kerja; g) Mentaati semua persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja , baik yang diatur oleh undang-undang maupun yang ditetapkan oleh pegawai pengawas; 2. Kewajiban pekerja/buruh a) Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan dan kesehatan kerja; b) Memakai alat pelindung diri yang diwajibkan; c) Memenuhi dan menaati persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku di tempat kerja ynag bersangkutan. Namun selain mempunyai kewajiban, pekerja/buruh mempunyai hak. Hak-hak pekerja/buruh adalah : a) Meminta kepada pimpinan atau pengurus perusahaan agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan di perusahaan yang bersangkutan; b) Menyatakan keberatan melakukan pekerjaan, bila syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat pelindung diri yang diwajibkan tidak dipenuhi, kecuali dalam toleransi khusus yang ditetapkan lain oleh pegawai pengawas.45 a. Keselamatan kerja Dalam mewujudkan perlindungan keselamatan kerja, pemerintah berupaya untuk melakukan pembinaan norma di bidang ketenagakerjaan, baik dari segi pembentukan, penerapan dan pengawasan norma itu sendiri. Untuk itu di keluarkanlah Undang-Undang No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Meskipun undang-undang ini merupakan undang-undang tentang keselamatan kerja, namun cakupan materinya termasuk pula kesehatan kerja karena antara keselamatan kerja dan kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan, jika keselamatan kerja sudah terlaksana dengan baik maka kesehatan kerja pun akan tercapai. Keselamatan kerja merupakan faktor yang sangat diperhatikan dalam dunia industri modern terutama bagi mereka yang berstandar internasional. 45 Abdul Khakim, Op Cit, hal 66-67 37 Kondisi kerja dapat dikontrol untuk mengurangi bahkan menghilangkan peluang terjadinya kecelakaan di tempat kerja. Kecelakaan dan kondisi kerja yang tidak aman berakibat pada luka-luka pada pekerja, penyakit, cacat bahkan kematian, juga harus diperhatikan ialah hilangnya efisiensi dan produktifitas pekerja dan perusahaan. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan, selain itu juga menyangkut segenap proses produksi dan distribusi. Tujuan dari keselamatan kerja adalah : 1) Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional; 2) Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja; 3) Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.46 Dalam Pasal 3 Undang-Undang No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja menentukan syarat-syarat tentang keselamatan kerja yang harus diperhatikan oleh pengusaha adalah sebagai berikut : 1) Mencegah dan mengurangi kecelakaan; 2) Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, yang dapat dilakukan dengan menyediakan alat-alat pemadam kebakaran, memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri bagi pekerja/buruh jika terjadi kebakaran, dan memberikan alat perlindungan yang lainnya untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran; 3) Mencegah atau mengurangi bahaya ledakan; 4) Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai, menyelenggarakan suhu udara yang baik, memelihara ketertiban dan kebersihan, mengamankan dan memelihara bangunannya; 46 Suma’mur P.K, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, CV Haji Masagung, Jakarta, 1981, hal 2 38 5) Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerjanya; 6) Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya; 7) Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi; 8) Mencegah agar jangan sampai terkena aliran listrik; Syarat-syarat keselamatan kerja di atas mengandung prinsip teknis ilmiah yang menjadi kumpulan peraturan yang tersusun secara sistematis, jelas, dan praktis yang menyangkut bidang konstruksi, kelistrikan, bahan pengolahan, dan pembuatan alat-alat perlindungan, dan lain-lain. Keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan istilah kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini secara umum dapat diartikan sebagai suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas. Ada 4 faktor penyebab terjadinya kecelakaan industri/kecelakaan kerja ini, yaitu : 1) Faktor manusianya Misalnya karena kurangnya ketrampilan atau kurangnya pengetahuan, salah penempatannya misalnya si tenaga kerja lulusan SMA (Sekolah Menengah Atas) di tempatkan dibagian bangunan. 2) Faktor materialnya/bahannya/peralatannya Misalnya bahan yang seharusnya terbuat dari besi, akan tetapi supaya lebih murah dibuat dari bahan lainnya sehingga dengan mudah akan menimbulkan kecelakaan. 39 3) Faktor bahaya/sumber bahaya, ada dua sebab yaitu : a) Perbuatan berbahaya, yaitu disebabkan karena metode kerja yang salah, keletihan/kelesuan, sukap kerja yang tidak sempurna; b) Kondisi/keadaan berbahaya, yaitu keadaan yang tidak aman dari mesin-mesin atau peralatan, lingkungan, proses, dan sifat pekerjaan; 4) Faktor yang dihadapi Faktor yang dihadapi dalam hal ini adalah kurangnya pemeliharaan atau bagaimana perawatan mesin-mesin yang ada sehingga tidak dapat bekerja dengan sempurna.47 Pengertian kecelakaan kerja juga terdapat dalam Permenaker No.3 Tahun 1994 Tentang Program Jamsostek, yang dimaksud kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan biasa atau wajar dilalui (Bab I Pasal 1 butir 7). Menurut International Labour Organization (ILO) ada beberapa cara atau langkah yang perlu diambil untuk menanggulangi kecelakaan yang bertalian dengan keselamatan kerja, yaitu melalui : 1) 2) 3) 4) 47 Peraturan perundang-undangan; Standarisasi; Inspeksi; Riset teknis; Lalu Husni, Op Cit, hal 142 40 5) Riset dan psikologis; 6) Riset statistik; 7) Pendidikan; 8) Latihan; 9) Persuasi; 10) Asuransi;48 Pentingnya keselamatan kerja tidak hanya dirasakan bagi buruh, tetapi juga bagi pengusaha dan pemerintah. Bagi buruh, dengan adanya keselamatan kerja akan menimbulkan suasana kerja yang tentram sehingga akan dapat memusatkan perhatian pada pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir sewaktu-waktu jika terjadi kecelakaan kerja. Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di perushaan akan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapatmengakibatkan pengusaha harfus memberikan jaminan sosial. Bagi pemerintah, dengan ditaatinya peraturan keselamatan kerja maka apa yang direncanakan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat akan tercapai. b. Kesehatan kerja Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal. Dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan disebutkan juga bahwa upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya agar memperoleh produktivitas kerja yang optimal. Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen 48 Ibid, hal 142 41 utama dalam kesehatan kerja. Kapasitas kerja meliputi status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental, akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan sesorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi lingkungan kerja, misalnya panas, bising, debu, zat-zat kimia dan lain-lain, dapat merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja.49 Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara/metode kerja, proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk : 1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya; 2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakubatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya; 3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan; 4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerja yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaannya.50 Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa status kesehatan masyarakat 49 Buchari, http://repository.usu.ac.id/, Manajemen Kesehatan Kerja dan Alat Pelindung Diri, Di akses tanggal 22/06/2011 50 Buchari, http://repository.usu.ac.id/, Manajemen Kesehatan Kerja dan Alat Pelindung Diri. Di akses tanggal 22/06/2011 42 pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya kesehatan ditempat kerja dan lingkungan kerja tetapi juga oleh faktor-faktor pelayanan kesehatan kerja, perilaku kerja serta faktor lainnya. Menurut Suma’mur, kesehatan kerja adalah spesialisasi dari ilmu kedokteran atau kesehatan kerja yang prakteknya bertujuan agar pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit-penyakit umum.51 Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja yang berhak melakukan pemeriksaan adalah dokter yang ditunjuk oleh pimpinan tempat kerja/perusahaan yang disetujui oleh Kementerian Tenaga Kerja. Pelaksanaan pengawasan kesehatan kerja ditujukan kepada : 1. Tempat kerja, yaitu meliputi : a. Kebersihan dan perawatannya; b. Kondisi lingkungan kerja; 2. Proses kerja yaitu perlu diteliti bagaimana proses kerjanya dimulai dari gudang bahan baku, persiapan pengolahan, pengepakan, sampai pendistribusian. 3. Tenaga kerja, yang diperhatikan meliputi : a. Alat pelindung diri; b. Sikap kerjanya; c. Jenis kelamin; d. Usia; e. Beban Kerja; f. Gizi tenaga kerja; 4. Pelayanan Kesehatan 5. Fasilitas Kesehatan Sumber-sumber bahaya bagi kesehatan tenaga kerja, meliputi : 1. Faktor fisik, yang dapat berupa : 51 Suma’mur P.K, Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja, PT Toko Gunung Agung, Jakarta, hal 1. 43 a. suara yang terlalu bising; b. suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah; c. penerangan yang kurang memadai; d. ventilasi yang kurang; e. radiasi; f. getaran mekanis; g. tekanan udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah; h. bau-bauan di tempat kerja; i. kelembaban udara; 2. Faktor kimia, yang dapat berupa : a. gas/uap; b. cairan; c. debu-debuan; d. butiran kristal dan bentuk lain; e. bahan kimia yang mempunyai sifat racun; 3. Faktor biologis, yang dapat berupa : a. bakteri virus; b. jamur, cacing, serangga; c. tumbuh-tumbuhan dan lain-lain yang hidup dalam lingkungan tempat kerja; 4. Faktor fatal, yang dapat berupa : a. sikap badan yang tidak baik pada waktu kerja; b. peralatan yang tidak sesuai atau tidak cocok dengan tenaga kerja; c. gerak yang senantiasa berdiri atau duduk; d. proses, sikap kerja, dan cara kerja yang monoton; e. beban kerja yang melampaui batas kemampuan; 5. Faktor psikologis, yang dapat berupa : a. kerja yang terpaksa/dipaksakan yang tidak sesuai dengan kemampuan; b. suasana kerja yang tidak menyenangkan; c. pikiran yang senantiasa tertekan terutama karena sikap atasan atau d. teman kerja yang tidak sesuai;52 52 Sendjun H Manulang, Op cit, hal 140-142. 44 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Pendekatan Metode menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.53 Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi legisme positivis. Berdasarkan konsepsi ini, hukum di pandang identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan di undangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang dan melihat hukum sebagai suatu sistem normatif yang mandiri, bersifat tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat yang nyata.54 B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan keadaan atau gejala dari suatui objek yamg diteliti. Kemudian dihubungkan dengan teori-teori hukum serta praktek pelaksanaan hukum positif yang berhubungan dengan materi penelitian 53 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1998, hal 580-581 54 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Alumni, 1988, hal 13 45 C. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di kantor Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS) Kabupaten Banyumas dan Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman (UNSOED). D. Sumber Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sumber data sekunder dan sumber data primer. Namun data primer hanya digunakan sebagai data pelengkap/pendukung saja, yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pegawai pengawas di DINSOSNAKERTRANS. Dari data sekunder diambil dan diuraikan dalam tiga bagian, yaitu : 1. Data sekunder Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi pustaka terhadap peraturan perundang-undangan, buku literature, dan dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dan selanjutnya dipelajari sebagai suatu ketentuan yang utuh. Data sekunder meliputi : a. Bahan hukum primer, yaitu bahan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat, terdiri dari: 1) Peraturan Dasar, yaitu Undang-Undang Dasar 1945; 2) Undang-undang No.3 Tahun 1951 Tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan No.23 Tahun 1948; 3) Undang-Undang No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja; 4) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan; 46 5) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labour Inspection In Industry And Commerce (Konvensi ILO No.81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam Industri dan Perdagangan) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4309); 6) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: PER.03/MEN/1978 Tentang Persyaratan, Penunjukan, dan Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja; 7) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER01/MEN/1981 Tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja; 8) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/MEN/1998 Tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan 9) Peraturan Presiden Republik Indonesia No.21 Tahun 2010 Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan; b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang member penjelasan mengenai bahan hukum primer dan isinya tidak mengikat, terdiri dari: 1) Pustaka di bidang ilmu hukum; 2) Hasil penelitian di bidang hukum; 3) Artikel-artikel ilmiah, baik dari Koran maupun internet; c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang sifatnya melengkapi kedua bahan hukum diatas, terdiri dari Kamus. 47 2. Data primer Data bersumber pada keterangan langsung dari pegawai pengawas Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS) Kabupaten Banyumas. Namun data ini hanya sebagai data pelengkap saja. E. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dengan cara inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan, buku literatur, hasil-hasil penelitian sebelumnya dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang selanjutnya dipelajari sebagai pedoman untuk penyusunan data. Namun untuk mendukung penelitian ini, juga digunakan data primer sebagai data pelengkap, yang diperoleh dari hasil wawancara secara bebas terpimpin dengan pegawai pengawas ketenagakerjaan di DINSOSNAKERTRANS Kabupaten Banyumas F. Metode Penyajian Data Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian yang disusun secara sistematis, logis, dan rasional. Dalam arti keseluruhan data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh. 48 G. Metode Analisis Data Data yang diperoleh akan dianalisis secara normatif kualitatif, yaitu dengan menjabarkan data-data yang telah diperoleh berdasarkan norma-norma hukum dan ilmu hukum khususnya hukum ketenagakerjaan 49 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Data sekunder 1.1. Gambaran umum tentang Kabupaten Banyumas Kabupaten Banyumas merupakan salah satu Kabupaten di wilayah Provinsi Jawa Tengah yang beribu kota di Purwokerto, secara geografis terletak di bagian barat daya Provinsi Jawa Tengah. Wilayah Kabupaten Banyumas memiliki luas wilayah keseluruhan 1.329,02 km, secara geografis terletak di 725'26.85"LS dan 10913'48.59"BT. Secara administratif terbagi menjadi 27 Kecamatan dan 331 Desa, wilayah ini berbatasan langsung dengan: - Sebelah Utara : Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang - Sebelah Selatan : Kabupaten Cilacap - Sebelah Barat - Sebelah Timur : Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara : Kabupaten Cilacap dan Brebes dan Kabupaten Kebumen Banyumas terkenal dengan budaya Banyumasannya, dengan dialek bahasa jawa yang terkenal dengan ngapaknya. Bumi dan alam wilayah Banyumas merupakan kawasan yang subur termasuk dataran rendah dan perbukitan yang merupakan bagian dari Pegunungan Dieng dan Gunung Slamet, alam yang indah dan sejuk membuatnya sering dibanggakan antara lain sebagai daerah pertanian 50 dan perkebunan dan hutan tropis. Banyumas ini berpredikat sebagai salah satu kawasan wisata terkenal di Jawa Tengah dengan tujuan antara lain Baturaden, Cilongok dan Kalibacin. Selain itu, Banyumas juga dikenal sebagai kota pendidikan, sejumlah perguruan tinggi negeri dan swasta yang menambah kebanggaan daerah ini. Makanan khas Banyumas diantaranya adalah keripik tempe, mendoan, sate bebek tambak, sate sokaraja, dage dan getuk goreng Sokaraja. Banyumas juga penghasil batik walapun tidak setenar Solo, Yogyakarta, dan Pekalongan. 1.2. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kantor Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS) Kabupaten Banyumas Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas terus berupaya meningkatkan pelayanan disegala sektor kehidupan masyarakat termasuk di dalamnya tentang tenaga kerja, masalah sosial dan transmigrasi. Dinas yang paling berkompeten atas pelaksanaan kegiatan tenaga kerja, sosial dan transmigrasi adalah Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS). Berdasarkan Peraturan Bupati Banyumas No.15 Tahun 2010 Tentang Penjabaran dan Fungsi Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas dalam Pasal 2 disebutkan bahwa Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai tugas melaksanakan teknis operasional urusan pemerintahan daerah bidang sosial, bidang ketenagakerjaan dan bidang ketransmigrasian berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan 51 Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas diatur dalam Pasal 9 Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas No.26 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Banyumas, terdiri dari : a. Kepala Dinas b. Sekretariat, terdiri dari : a. Subbagian Bina Program; b. Subbagian Keuangan; c. Subbagian Umum, c. Bidang Pembinaan dan Pengembangan Potensi Sosia, terdiri dari : 1. Seksi Pengembangan Potensi Sosial; 2. Seksi Penyuluhan dan bimbingan Sosial; 3. Seksi Pemberdayaan Keluarga, Orang Lanjut Usia dan Kesejahteraan Anak, d. Bidang Penanggulangan Bencana. Kemiskinan dan Rehabilitasi Sosial, terdiri dari : 1. Seksi Penanggulangan Bencana; 2. Seksi Penanggulangan Kemiskinan dan Penyandang Cacat; 3. Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial, e. Bidang Hubungan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, terdiri dari : 1. Seksi Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja; 2. Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan, 52 f. Bidang Perluasan, Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi, terdiri dari : 1. Seksi Perluasan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri; 2. Seksi Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri; 3. Seksi Transmigrasi, g. UPT h. Kelompok Jabatan Fungsional Tugas pokok dan fungsi dari bidang-bidang di dalam Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi secara lebih rinci tercantum dalam Lampiran Peraturan Bupati No.15 Tahun 2010 Tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas. Sedangkan penjabaran tugas Unit Pelaksana Teknis (UPT) diatur dalam Peraturan Bupati tersendiri (Pasal 4 Peraturan Bupati No.15 Tahun 2010). Tugas pokok dari masing-masing bidang menurut Peraturan Bupati No.15 Tahun 2010 adalah sebagai berikut : 1. Kepala Dinas Kepala dinas mnempunyai tugas teknis operasional penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah bidang sosial, ketenagakerjaan, dan ketransmigrasian berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan melalui koordinasi, penyusunan rancangan produk hukum dan naskah dinas atau cara lain yang sesuai dalam rangka optimaslisasi pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dan pelayanan. 53 2. Sekretaris, terdiri dari : a. Subbagian Bina Program Subbagian Bina Program mempunyai tugas menyiapkan bahan pengoordinasian perencanaan, pembinaan, evaluasi dan pelaporan kegiatan dinas berdasarkan ketentuan yang berlaku guna menunjang pelaksanaan tugas dinas b. Subbagian Keuangan Subbagian Keuangan mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan administrasi keuangan dinas berdasarkan standar dan ketentuan yang berlaku guna menunjang pelaksanaan tugas dinas c. Subbagian Umum Subbagian Umum mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan pelayanan surat menyurat, kearsipan, perpustakaan, kehumasan, keprotokolan, administrasi kepegawaian, sarana prasarana dan kerumahtanggaan, berdasrkan standar dan ketentuan yang berlaku guna menunjang pelaksanaan tugas dinas 3. Bidang Pembinaan dan Pengembangan Potensi Sosial, terdiri dari : a. Seksi Pengembangan Potensi Sosial Seksi pengembangan potensi sosial mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan perumusan kebijakan dan penyelenggaraan pengembangan potensi kesejahteraan sosial dan profesi pekerja sosial melalui kegiatan penelaahan dan pengkajian peraturan perundang-undangan, fasilitas bimbingan teknis, pelatihan, 54 sosialisasi dan konsultasi dalam rangka mengatasi masalah kesejahteraan sosial b. Seksi Penyuluhan dan Bimbingan Sosial Seksi Penyuluhan dan Bimbingan Sosial mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan perumusan kebijakan teknis dan penyelenggaraan penyuluhan, bimbingan sosial pelestarian nilainilai kepahlawanan, keperintisan dan nilai-nilai kesetiakawanan sosial serta supervisi keluarga pahlawan dan perawatan Taman Makam Pahlawan (TMP) guna memperkuat integrasi dan aktivitas sosial c. Seksi Pemberdayaan Keluarga, Orang Lanjut Usia dan Keluarga, Orang Lanjut Usia dan Kesejahteraan Anak Seksi Pemberdayaan Kesejahteraan Anak mempunyai tugas meyiapkan pelaksanaan perumusan kebijakan teknis dan penyelenggaraan pemberdayaan keluarga, orang lanjut usia dan kesejahteraan anak melalui bimbingan teknis, advokasi, penyantunan, bimbingan ketrampilan dan fasilitas guna meningkatkan kesejahteraan keluarga, orang lanjut usia dan anak. 4. Bidang Penanggulangan Bencana, Kemiskinan dan Rehabilitasi sosial, terdiri dari : 55 a. Seksi Penanggulangan Bencana Seksi Penanggulangan Bencana mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan perumusan kebijakan teknis dan penyelenggaraan kegiatan penanggulangan korban bencana melalui kegiatan pencegahan, penanganan dan rehabilitasi paska bencana dan pemberian bantuan bagi korban bencana guna meningkatkan pelayanan b. Seksi Penanggulangan Kemiskinan dan Penyandang Cacat Seksi Penanggulangan Kemiskinan dan Penyandang Cacat mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan perumusan kebijakan teknis dan penyelenggaraan kegiatan penanggulangan masyarakatmiskin dan pemberdayaan penyandang cacat melalui fasilitas, sosialisasi, bimbingan teknis, pelatihan ketrampilan dan pemberian bantuan stimulan dalam rangka tertanganinya masalah kemiskinan dan penyandang cacat c. Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan perumusan kebijakan teknis dan penyelenggaraan kegiatan rehabilitasi sosial penyandang tuna sosial (anak jalanan, anak nakal, remaja rawan Narkoba, remaja putus sekolah, pemulung, pengemis, gelandangan, orang terlantar, eksnapi, wanita tuna susila/waria) melalui kegiatan pemberian santunan, 56 bimbingan, pelatihan dan penyuluhan dalam rangka berkurangnya permasalahan tuna sosial. 5. Bidang Hubungan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, terdiri dari : a. Seksi Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja Seksi Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan perumusan kebijakan dan penyelenggaraan kegiatan pembinaan hubungan industrial dan syarat-syarat kerja serta pengelolaan bahan pengupahan melalui kegiatan fasilitasi, sosialalisasi, konsultasi, advokasi dan bimbingan teknis atau cara lainnya dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi penyelenggaraan b. Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan perumusan kebijakan teknis dan penyelenggaraan pengurusan Norma Kerja, Jamsostek, dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) melalui kegiatan pemantauan, peninjauan lapangan dan kunjungan kerja ke perusahaan dalam rangka pencapaian kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja 6. Bidang Perluasan, Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Terdiri dari : a. Seksi Perluasan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri Seksi Perluasan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan perumusan kebijakan 57 teknis dan penyelenggaraan penempatan tenaga kerja dalam negeri melalui pembinaan lembaga pelatihan kerja dan bursa kerja, penyebaran informasi pasar kerja dan pembinaan usaha mandiri serta produktivitas tenaga kerja untuk mengatasi pengangguran b. Seksi Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Seksi Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan perumusan kebijakan teknis dan penyelenggaraan kegiatan penempatan tenaga kerja di luar negeri melalui kegiatan fasilitas, pembinaan, pengawasan dan kemitraan dengan perusahaan jasa dan/atau instansi yang menangani penempatan tenaga kerja luar negeri sesuai mekanisme dan prosedur yang berlaku sehingga terwujudnya perlindungan dan hak-hak normatif TKI c. Seksi Transmigrasi Seksi Transmigrasi mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan perumusan kebijakan teknis dan penyelenggaraan program transmigrasi melalui kegiatan pendataan, pendaftaran, seleksi serta melaksanakan urusan pengangkutan dan bimbingan calon transmigrasi dalam rangka program pemerataan kepadatan penduduk dan kesejahteraan masyarakat. 7. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Penjabaran mengenai tugas Unit Pelaksana Teknis (UPT) pada Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas, diatur 58 dalam peraturan bupati tersendiri, yaitu Peraturan Bupati No.41 Tahun 2010 Tentang Penjabaran Tugas Unit Pelaksana Teknis pada Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas. Unit Pelaksana Teknis (UPT) adalah pelaksana sebagian kegiatan teknis operasional dinas dan/atau kegiatan teknis penunjang dinas yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa kecamatan (Pasal 1 angka 6 Peraturan Bupati No.41 Tahun 2010). UPT dalam Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi adalah Balai Latihan Kerja (BLK). Dalam Pasal 2 Peraturan Bupati No.41 Tahun 2010 disebutkan bahwa : BLK mempunyai tugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam pelatihan kerja kepada tenaga kerja. BLK mempunyai struktur organisasi tersendiri yang terdiri dari Kepala BLK, Kepala Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional. Penjabaran tugas jabatan struktural pada BLK tercantum dalam Lampiran Peraturan Bupati No.41 Tahun 2010. 8. Kelompok Jabatan Fungsional Tugas Kelompok Jabatan Fungsional diatur dalam Peraturan Bupati No.25 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Banyumas, yang terdapat dalam Pasal 31 ayat 2 yang menyebutkan bahwa Kelompok Jabatan fungsional mempunyai tugas 59 melaksanakan sebagian tugas Pemerintah Daerah sesuai dengan keahlian dan/atau ketrampilan serta kebutuhan. BAGAN ORGANISASI DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN BANYUMAS KEPALA DINAS KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SEKRETARIAT SUBBAGIAN BINA PROGRAM BIDANG PEMBINAAN& PENGEMBANGA N POTENSI SEKSI PENGEMBAN GAN POTENSI SOSIAL SEKSI PENYULUHAN & BIMBINGAN SOSIAL SEKSI PEMBERDAY AAN KELUARGA, LANSIA& KESEJAHTER AAN ANAK BIDANG PENANGGULAN GAN BENCANA, KEMISKINAN &REHABILITASI SOSIAL SEKSI PENANGGUL ANGAN BENCANA SEKSI PENANGGUL ANGAN KEMISKINAN DAN CACAT SUBBAGIAN KEUANGAN BIDANG HUBUNGAN& PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN SEKSI HUBUNGAN INDUSTRIAL&PER SYARATAN KERJA SEKSI PENGAWASAN KETENAGAKERJA AN SEKSI REHABILITAS I TUNA SOSIAL UNIT PELAKSANA TEKNIS SUBBAGIAN UMUM BIDANG PERLUASAN, PENEMPATAN TENAGA KERJA&TRANSMIGRASI SEKSI PERLUASAN &PENEMPATAN TENAGA KERJA DALAM NEGERI SEKSI PENEMPATAN TENAGA KERJA LUAR NEGERI SEKSI TRANSMIGRASI 60 1.3. Pengawasan ketenagakerjaan oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas Dalam Pasal 1 angka 32 UU no.13 Tahun 2003 yang dimaksud dengan pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan (Pasal 178 UU No.13 Tahun 2003). Pengawasan dilakukan oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas dan pelaksanaanya dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang kompeten tergabung dalam unit tersendiri pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dengan demikian pegawai pengawas dapat melakukan tugasnya dan mengambil keputusan secara independen, tidak terpengaruh oleh pihak lain.55 Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan untuk menjamin semua peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait. 1.3.1 Ruang lingkup pelaksanaan pengawasan dan pembinaan yang dilaksanakan pengawas ketenagakerjaan mencangkup: 1. Norma kerja yang meliputi: a. Hubungan kerja; b. Pelatihan kerja; c. Penempatan kerja; 55 Payaman J. Simanjuntak, Undang-Undang Yang Baru Tentang Ketenagakerjaan, Kantor Perburuhan Internasional, Jakarta, 2003, hal 46 61 d. Waktu kerja; e. Pengupahan; f. Jamsostek; g. Pekerja wanita; h. Syarat-syarat kerja. 2. Norma kesehatan kerja yang meliputi: a. Sarana pelayanan kesehatan; b. Lingkungan kerja; c. Higiene perusahaan; d. Bahan bakar berbahaya; e. Bahan mudah terbakar. 3. Norma keselamatan kerja yang meliputi: a. Instalasi listrik; b. Proteksi petir; c. Pesawat tenaga penggerak mula; d. Mesin produksi; e. Mesin perkakas kerja; f. Pesawat angkat angkut; g. Botol baja bertekanan; h. Ketel uap; i. Pesawat pendingin; j. Alat pemadam api (instalasi hidran); k. Alat pelindung diri. 62 1.3.2. Pengawasan ketenagakerjaan di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS) diatur dalam Peraturan Bupati Banyumas No.15 Tahun 2010. Rincian tugas bidang pengawasan ketenagakerjaan adalah sebagai berikut: b. Menyiapkan perumusan kebijakan teknis pengurusan Norma Kerja, Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dan Keselamatam dan Kesehatan Kerja; c. Menyiapkan pelaksanaan wajib lapor ketenagakerjaan bagi perusahaan; d. Menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan norma ketenagakerjaan bagi perusahaan yang dituangkan dalam nota pemeriksaan; e. Menyiapkan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan bagi perusahaan yang dituangkan dalam akta pengawasan; f. Menyiapkan pelaksanaan pengawasan dan pemberian rekomendasi K3 perusahaan jasa konstruksi; g. Menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan/pengujian/pengesahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) perusahaan alat-alat mesin/pesawat/instalasi bejana tekan/ketel uap dan alat berbahaya lainnya;menyiapkan pembuatan dan penerbitan surat rekomendasi untuk perusahaan yang melaksanakan kerja lembur dan kerja malam wanita; h. Menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan kasus kecelakaan kerja; i. Menyiapkan pelaksanaan perhitungan penetapan santunan kecelakaan kerja; j. Menyiapkan pelaksanaan pembentukan Panitia Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2 K3) bagi perusahaan; k. Menyiapkan pembuatan dan penerbitan surat rekomendasi untuk perusahaan Jasa K; l. Menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan kasus kebakaran dan peledakan; m. Menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan Penyidikan Pelanggaran Norma Kerja dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 1.3.3. Pelaksanaan proses pengawasan berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.918/MEN/PPK-SES/XI/2004 Tentang Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan di Proponsi dan Kabupaten/Kota menyebutkan bahwa proses pelaksanaan pengawasan pegawai pengawas ketenagakerjaan adalah sebagai berikut: 63 1. Menyusun rencana kerja pemeriksaan (bulanan) yang diketahui/disahkan oleh pimpinan atau atasannya; 2. Melakukan pemeriksaan baik pertama, berkala, maupun khusus dan pengujian di lapangan/perusahaan secara komprehensif dan tuntas; 3. Mencatat hasil temuan pemeriksaan dan pengujian dalam buku , akte pengawasan ketenagakerjaan dan atau akte izin/pengesahan; 4. Membuat akte pemeriksaan dan laporan pemeriksaan; 5. Memantau pelaksanaan dan menindaklanjuti hasil temuan pemeriksaan dan atau pengujian. 1.3.4. Proses pengawasan terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pekerja oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan mengacu pada Undang-Undang No.3 Tahun 1951 jo Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER.03/MEN/1978 Tentang Persyaratan, Penunjukan dan Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja, yaitu: 1. Memasuki semua tempat kerja; 2. Meminta keterangan baik tertulis maupun lisan kepada pengusaha, pengurus dan tenaga kerja mengenai syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja; 3. Memerintahkan agar pengusaha, pengurus dan tenaga kerja melaksanakan syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja; 4. Mengawasi langsung terhadap ditaatinya undang-undang keselamatan kerja beserta peraturan pelaksanaanya, termasuk: 64 a. Keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat, serta peralatan lainnya, bahan-bahan dan sebagainya; b. Lingkungan; c. Sifat pekerjaan; d. Cara kerja; e. Proses produksi 5. Memerintahkan kepada pengusaha/pengurus untuk memperbaiki, merubah, atau mengganti bilamana terdapat kekurangan, kesalahan, dan melaksanakan pesyaratan keselamatan dan kesehatan kerja; 6. Melarang penggunaan pesawat-pesawat, alat-alat maupun proses produksi yang membahayakan; 7. Memberikan laporan kepada direktur mengenai hasil pengawasan. 1.4. Jumlah pegawai pengawas di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas 1.4.1. Jumlah pegawai pengawas di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS) Kabupaten Banyumas adalah: 1. 2 (dua) orang pegawai pengawas umum Pegawai pengawas umum bertugas melakukan pembinaan dan penyuluhan bagi masyarakat khususnya tenaga kerja dan pengusaha tentang peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. 2. 1 (satu) orang pegawai pengawas spesialis Pegawai pengawas spesialis bertugas memberikan penerangan teknis serta nasehat kepada pengusaha atau pengurus mengenai keselamatan 65 dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melakukan teguran baik secara lisan maupun tertulis kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran. Pengawasan lebih menitikberatkan kepada peringatan dan nasehat agar perusahaan segera menaati peraturan dan memperbaiki pelanggaran yang dilakukannya. 1.4.2. Pegawai pengawas ketenagakerjaan mempunyai etika kerja sebagai pedoman dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan pembinaan. Etika kerja pengawas ketenagakerjaan adalah: 1. Dilarang mempunyai kepentingan langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan yang diawasi; 2. Tidak membuka rahasia perusahaan atau komersial atau proses kerja yang diketahui pada waktu menjalankan tugas bahkan setelah meninggalkan pekerjaan sebagai pengawas; 3. Memegang teguh rahasia sumber setiap pengaduan tentang adanya masalah dan pelanggaran perundang-undangan atau peraturan yang tidak boleh memberitahukan kepada pengusaha atau wakilnya bahwa kunjungan pengawasan dilakukan berdasarkan atas adanya aduan pelapor tersebut. 66 1.5. Jumlah kegiatan usaha di Kabupaten Banyumas Jumlah kegiatan usaha di Kabupaten Banyumas berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) adalah sebgai berikut No. Jenis kegiatan usaha berdasarkan KLUI 1. Jumlah Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan 8 dan perikanan 2 Pertambangan dan penggalian 3 3.. Industri pengolahan 124 4. Listrik, gas dan air 12 5. Bangunan 35 6. Perdagangan besar, eceran, dan rumah makan 347 serta hotel 7 Angkutan, penggudangan dan komunikasi 8. Keuangan, 9. asuransi, usaha 28 persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan 124 Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan 118 Jumlah 799 1.6. Jumlah pekerja di Kabupaten Banyumas Jumlah pekerja di seluruh Kabupaten Banyumas di berbagai kegiatan usaha adalah 24.333 orang pekerja. 1.7. Jumlah kecelakaan kerja yang terjadi tahun 2010/2011 Pada tahun 2010/2011 ada 40 jenis kecelakaan kerja yang terjadi di 40 perusahaan di Kabupaten Banyumas. 67 2. Data primer 2.1. Pelaksanaan pengawasan K3 oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Teguh Santoso, S.H, sebagai pegawai pengawas di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas adalah sebagai berikut: Petugas pengawas melakukan pengawasan langsung ke lokasi perusahanperusahaan sebagaimana diamanatkan oleh UU No.3 Tahun 1951, baik pengawasan yang bersifat umum yang terdiri dari pengawasan pertama dan berkala maupun pengawasan yang bersifat khusus yaitu pengawasan yang dilakukan apabila ditemukan terjadinya pelanggaran. Pengawasan pertama dilakukan pada perusahaan yang baru didirikan, pengaturannya terdapat dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1981 Tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan. Pengawasan berkala dilakukan pada perusahaan-perusahaan di Kabupaten Banyumas dalam sebulan minimal 8 perusahaan, dalam melakukan pengawasan petugas pengawas ketenagakerjaan secara bebas berhak memasuki setiap tempat kerja yang dapat diawasi setiap saat, khususnya di tempat produksi atau tempat dilaksanakannya pekerjaan untuk memastikan bahwa pekerja terjamin keselamatan dan kesehatan kerjanya. Apabila ada indikasi bahwa di perusahaan tersebut terjadi pelanggaran, maka petugas pengawas dapat melakukan pengawasan secara intensif untuk memeriksa bentuk pelanggaran seperti apa yang terjadi dan sanksi apa yang akan diberikan. 68 Sebelum melakukan pengawasan petugas pengawas wajib untuk: 1. memperkenalkan dirinya kepada pihak yang berwenang di perusahaan yang akan diawasi; 2. menjelaskan maksud dan tujuan kedatangannya. Pengawasan yang dilakukan oleh petugas pengawas meliputi: 1. melakukan pemeriksaan secara meyeluruh di tempat kerja atau tempat sedang dilangsungkannya suatu pekerjaan; 2. memeriksa kelengkapan alat pelindung diri pekerja; 3. memeriksa secara teliti/melakukan pengujian terhadap alat-alat berbahaya yang dapat mempunyai resiko terhadap keselamatan dan kesehatan kerja pekerjansepert alat-alat mesin/pesawat/instalasi bejana tekan/ketel uap dan alat berbahaya lainnya; 4. mengawasi secara langsung cara bekerja pekerja; 5. mengawasi secara langsung proses produksi yang sedang berjalan; 6. meminta keterangan secara langsung kepada pekerja. 2.2. Pemberian sanksi terhadap adanya pelanggaran Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agus Trianto, S.T, sebagai pegawai pengawas Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas, pelanggaran banyak terjadi pada industri tradisional terutama masalah fasilitas tempat kerja yang kurang sehat dan agak berbahaya. Hal ini disebabkan karena kurangnya modal pada industri tradisonal. Terhadap permasalahan seperti ini pegawai pengawas dituntut untuk mengambil kebijakan, disatu sisi mencari 69 pekerjaan adalah hak setiap orang sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 D ayat (2), sedangkan disisi lain hal tersebut adalah pelanggaran terhadap norma. Berkaitan dengan hal tersebut, pegawai pengawas tidak serta merta menetapkan sanksi terhadap perusahaan/industri tradisional tersebut. Berdasarkan beberapa pertimbangan, pegawai pengawas lebih mengedepankan aspek pembinaan sehingga tidak serta merta memberikan sanksi, hal ini berkaitan dengan kondisi Kabupaten Banyumas yang masih dalam tahap daerah berkembang, meskipun begitu tidak menutup pula kemungkinan penjatuhan sanksi yang berat berupa pencabutan izin hingga pencabutan usaha. Hal tersebut dilakukan apabila pelanggaran yang terjadi sudah dianggap keterlaluan atau membahayakan. Sedangkan bagi perusahaan yang sudah berstandar ISO, jika terjadi pelanggaran terhadap undang-undang maka sanksi diberikan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku mulai dari sanksi administratif sampai dengan sanksi pidana. Namun hingga saat ini di Kabupaten Banyumas, belum ditemukan pelanggaran yang berujung pada pemberian sanksi pidana, hanya sampai pada sanksi administrative. 2.3. Hambatan-hambatan dalam melaksanakan pengawasan Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agus Trianto, S.T, hambatanhambatan yang terjadi pada saat melaksanakan pengawasan, meliputi: 1. Kurangnya pegawai pengawas ketenagakerjaan, dengan jumlah perusahaan yang harus diawasi ketenagakerjaan tidak sebanding; dengan pegawai pengawas 70 2. Kurangnya sarana dan prasarana, misalnya alat pendeteksi debu sehingga dalam proses pengawasan pegawai pengawas harus jeli; 3. Kurangnya kesadaran dari pihak perusahaan, jika ditemukan adanya indikasi kondisi yang membahayakan pekerja ataupun teguran terhadap perusahaan, perusahaan berat untuk memperbaiki dengan alasan kurangnya dana. B. PEMBAHASAN Definisi administrasi negara menurut Utrecht yaitu gabungan jabatanjabatan (complex van ambten), alat administrasi yang dibawah pimpinan pemerintah melakukan sebagian dari pekerjaan pemerintah.56 Hukum Administrasi Negara dapat dirumuskan sebagai keseluruhan aturan hukum yang mengatur hubungan hukum antar negara atau alat perlengkapannya yang mewakili negara pada satu pihak dan rakyat merupakan pihak lain. Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang menggambarkan Negara dalam keadaan bergerak, dengan para pejabatnya melakukan hubungan hukum istimewa di dalam rangka melakukan tugas-tugas mereka yang bersifat khusus.57 Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat 56 E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, 1990,Ichtiar, Jakarta. hal 1 57 Rozali Abdullah, Hukum Kepegawaian cetakan kedua,1996, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hal 2 71 Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri dari tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik materiil maupun spiritual. UUD 1945 mengisyaratkan hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Pekerjaan baru memenuhi kelayakan bagi kemanusiaan apabila keselamatan bagi pekerja sebagai pelaksananya dapat terjamin. Kematian, cacat, cedera, penyakit, dan lain-lain sebagai akibat kecelakaan dalam melakukan pekerjaan bertentangan dengan dasar kemanusiaan.58 Dikeluarkannya UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan merupakan wujud dari campur tangan pemerintah selaku pelaksana penyelenggara negara untuk memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja. Pasal 4 UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah : 1. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; 2. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan nasional dan daerah; 3. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; 4. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarga; Secara umum hukum ketenagakerjaan merupakan sekumpulan peraturan baik yang tertulis atau tidak tertulis yang bertujuan: a. Untuk mencapai/melaksanakan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan; b. Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang berlebihan dari pengusaha, misalnya dengan membuat atau menciptakan 58 Suma’mur P.K, Op Cit, hal 29. 72 peraturan-peraturan yang sifatnya memaksa agar pengusaha tidak bertindak sewenang-wenang dengan pihak tenaga kerja.59 Butir a dalam tujuan hukum ketenagakerjaan di atas menunjukan bahwa tujuan dari hukum ketenagakerjaan adalah agar adanya pemerataan untuk saling menjaga ketertiban, keamanan, dan keadilan bagi pihak-pihak yang terkait dalam proses produksi untuk mencapai ketenangan kerja dan kelangsungan berusaha, sedangkan butir b menunjukkan bahwa tenaga kerja mendapat perlindungan dari pemerintah. Hal ini dilakukan agar pengusaha tidak melakukan tindakan yang sewenang-wenang kepada pihak tenaga kerja. Tujuan pokok hukum ketenagakerjaan adalah melaksanakan keadilan sosial dalam hukum ketenagakerjaan, dan pelaksanaan dari keadilan sosial tersebut adalah pemberian perlindungan terhadap buruh atau pekerja dari kekuasaan pihak yang tidak terbatas yaitu pemberi kerja atau pengusaha. Perlindungan tersebut diberikan oleh pemerintah melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang bersifat memaksa. Untuk menjamin pelaksanaan peraturan tersebut diperlukan adanya pengawasan. Pengawasan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban antara pengusaha dan pekerja/buruh, agar peraturan dibidang ketenagakerjaan dapat dilaksanakan dengan baik. Pengawasan diartikan sebagai segala usaha untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan tugas atau pekerjaan, apakah sesuai dengan semestinya atau tidak. Dengan demikian pengawasan ditujukan untuk menjaga agar pelaksanaan tugas atau pekerjaan yang dijalankan tetap berjalan semestinya 59 Sendjun H. Manulang, Op. cit, hal 2. 73 sesuai dengan arah dan tujuan diberikannya dan dilaksanakannya tugas atau pekerjaan tersebut. Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010 menyebutkan bahwa Pengawasan Ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Hal tersebut adalah sesuai apabila dikaitkan dengan hasil penelitian nomor 1.3. Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara pengawasan terhadap perbuatan pemerintah dapat dilakukan dari berbagai sudut yaitu pengawasan oleh instansi pemerintah yang lebih atas, oleh instansi yang mengambil keputusan itu sendiri, oleh badan peradilan tata usaha negara maupun oleh warga masyarakat melalui DPR atau oleh instansi yang khusus ditunjuk untuk mengadakan pengawasan.60 Hukum ketenagakerjaan merupakan ruang lingkup dari Hukum Administrasi Negara, oleh karena itu berdaasarkan Hukum Administrasi Negara pengawasan ketenagakerjaan dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu: 1. Ditinjau dari kedudukan badan atau organ yang melaksanakan pengawasan. Pengawasan ketenagakerjaan termasuk dalam pengawasan intern, karena yang melaksanakan pengawasan ketenagakerjaan adalah pegawai pengawas ketengakerjaan 2. Ditinjau dari segi waktu dilaksanakannya pengawasan. Berdasarkan waktu dilaksanakannya pengawasan, pengawasan ketenagakerjaan dapat digolongkan dalam pengawasan represif. 60 Marbun d.k.k, Op Cit, hal 268 74 Pengawasan ketenagakerjaan pelaksanaan undang-undang dimaksudkan atau peraturan untuk mengawasi pemerintah yang menyangkut bidang ketenagakerjaan. Pengawasan di bidang ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independent guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Pegawai pengawas ketenagakerjaan termasuk organ pemerintah yang berperan sebagai badan pengawas, bertugas memberikan penyuluhan dan pembinaan serta pemeriksaan terhadap perusahaan tentang pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang ketenagakerjaan yang merupakan suatu bentuk perlindungan terhadap pekerja khususnya dalam bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Perlindungan tersebut merupakan suatu wujud pengakuan terhadap hak-hak pekerja sebagai manusia yang harus diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan, baik fisik maupun non fisik. Dalam Pasal 86 ayat 1 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: a. Keselamatan dan kesehatan kerja; b. Moral dan kesusilaan; dan c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat martabat serta nilai-nilai agama. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja (Pasal 86 ayat 2 Undang-undang No.13 Tahun 2003) 75 Pengawasan merupakan proses atau serangkaian kegiatan pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi terhadap suatu kondisi yang dihasilkan oleh sarana sebagai sasaran. Proses ini secara keseluruhan berlangsung sebagai suatu sistem yang di dalamnya terdapat beberapa unsur atau elemen yang saling berkaitan dan atau saling berinteraksi sebagai suatu kesatuan. Muchsan dalam bukunya Sistem Pengawasan Terhadap Aparat Pemerintah dan Tata Usaha Negara berpendapat bahwa unsur-unsur tindakan pengawasan adalah sebagai berikut. a. Adanya kewenangan yang jelas dimiliki oleh semua aparat pengawas; b. Adanya suatu rencana yang mantap dan terprogram sebagai alat penguji terhadap jalannya pelaksanaan suatu tugas yang akan diawasi; c. Tindakan pengawasan dapat dilakukan terhadap suatu proses kegiatan yang sedang berjalan maupun terhadap hasil yang dicapai dari kegiatan tersebut; d. Tindakan pengawasan tersebut berakhir dengan disusunnya evaluasi akhir terhadap kegiatan yang dilaksanakan serta pencocokan hasil yang dicapai dengan rencana sebagai tolak ukurnya; e. Untuk selanjutnya tindakan pengawasan akan diteruskan dengan tindak lanjut baik secara administrasi maupun secara yurisdis.61 Data hasil penelitian yang diperoleh penulis dikaitkan dengan pendapat Muchsan mengenai unsur-unsur pengawasan dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan terhadap pelaksanaan pengawasan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Kabupaten Banyumas telah memenuhi unsur-unsur pengawasan tersebut, seperti yang akan diuraikan sebagai berikut: 1. Pengawas ketenagakerjaan sebagai aparat pengawas telah mempunyai kewenangan yang jelas. 61 Muchsan , Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara, 1992, Liberty, Yogyakarta. 76 Kewenangan tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam Pasal 180 dinyatakan bahwa ketentuan mengenai persyaratan penunjukan, hak dan kewajiban serta wewenang pegawai pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan tentang pengawasan ketenagakerjaan yang berlaku sekarang adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan konvensi ILO Nomor 81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan. Dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 1951, Pasal 2 ayat (2). Pasal 3 Ayat (1) dan ayat (2) pengawas ketenagakerjaan dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat pengawas berwenang untuk : a. Memasuki setiap tempat kerja dimana biasa dijalankan atau biasa dijalankan pekerjaan; b. Memperoleh semua data-data atau keterangan yang sejalas-jelasnya tentang hubungan kerja serta keadaan perburuhan/ketenagakerjaan pada umumnya di perusahaan yang bersangkutan; c. Mengadakan wawancara dan atau menanyai pekerja atau buruh tanpa adanya pihak ketiga (pengusaha). Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 dalam Pasal 12 menyatakan bahwa pengawas ketenagakerjaan berhak untuk : a. Secara bebas memasuki semua tempat kerja yang dapat diawasi disetiap saat baik siang maupun malam, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu; 77 b. Pada siang hari memasuki setiap tempat yang diperkiraan dapat diawasi dan; c. Melakukan pemeriksaan, pengujian atau penyelidikan yang dipandang perlu untuk meyakinkan bahwa ketentuan hokum benar-benar ditaati, dan khususnya: a. Memeriksa pengusaha atau pegawai perusahaan, baik sendiri atau dengan kehadiran saksi mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan ketentuan hukum. b. Meminta buku-buku atau dokumen lain yang penyimpanannya diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan atau peraturan nasional mengenai kondisi kerja memastikan bahwa buku-buku atau dokumen tersebut sesuai dengan perundang-undangan atau peraturan tersebut, dan untuk menyalin atau mengutip dokumen tersebut. c. Mewajibkan pemasangan peringatan yang diharuskan oleh ketentuan hukum. d. Mengambil atau membawa contoh bahan-bahan atau zat yang digunakan atau dipakai untuk dianalisa dengan pemberitahuan kepada pengusaha atau wakilnya. Pengawasan ketenagakerjaan dalam rangka memperbaiki penyimpangan yang terjadi di lapangan diberi kewenangan seperti yang tercantum dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2003, kewenangan yang dimaksud adalah: a. Memberi perintah untuk melakukan perubahan terhadap instalasi bangunan sesuai dengan standar-standar keselamatan kerja; b. Mengambil tindakan segera terhadap ancaman yang dapat mebahayakan keselamatan dan kesehatan kerja. Adapun kewajiban dari pengawas ketenagakerjaan sebagaimana terdapat dalam Pasal 181 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 adalah: a. Merahasiakan segala sesuatu yang sifatnya patut dirahasiakan; b. Tidak menyalahgunakan kewenangannya 78 Berdasarkan data penelitian nomor 1.3.2.,1.3.3. dan 1.3.4. serta 2.1. maka pegawai pengawas ketenagakerjaan di Kabupaten Banyumas telah mempunyai kewenangan yang jelas 2. Pengawasan terhadap Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan (K3) pekerja, berpedoman pada berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Keselamatan dan Kesehatan (K3) pekerja yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan, Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan konvensi ILO Nomor 81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.03/MEN/1978 Tentang Persyaratan, Penunjukan dan Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/Men/1981 Tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.03/Men/98 Tentang Tata Cara Pelaporan Pemeriksaan Kecelakaan dan Peraturan Presiden No.21 Tahun 2010 serta peraturan pelaksana lainnya. 3. Pelaksanaan pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) meliputi seluruh tempat tempat kerja, baik kantor maupun tempat dimana proses produksi sedang berjalan. 79 Pengawasan yang dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan meliputi semua tempat kerja, baik dalam proses produksi maupun memeriksa alat-alat yang digunakan dalam proses produksi tersebut. Dalam Pasal 4 huruf d, disebutkan bahwa Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja berwenang untuk mengawasi langsung terhadap ditaatinya Undang-undang Keselamatan Kerja beserta peraturan pelaksanaanya termasuk: 1. Keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat serta peralatan lainnya, bahan-bahan dan sebagainya; 2. Lingkungan; 3. Sifat pekerjaan; 4. Cara kerja; 5. Proses produksi. Apabila dalam pengawasan tersebut terdapat pelanggaran, maka pegawai pengawas ketenagakerjaan dapat memberikan tindakan langsung terhadap adanya pelanggaran tersebut. Berdasarkan hasil penelitian nomor 2.2. maka tindakan pegawai pengawas telah memenuhi unsur ketiga pendapat Muchsan. 4. Hasil dari pengawasan terhadap Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan (K3) pekerja dicocokan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundangan yang mengatur tentang Pengawasan Ketenagakerjaan sebagai tolak ukurnya dan hasil tersebut dituangkan dalam nota pemeriksaan. Hasil pengawasan secara umum yang telah dilaksanakan dituangkan dalam bentuk laporan. Pengawas ketenagakerjaan harus memberikan laporan secara periodik kepada kantor pengawas pusat. Berdasarkan Pasal 19 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2003, laporan hasil pengawasan tersebut 80 harus dibuat dengan cara tertentu dan mencakup materi sebagaimana ditetapkan dari waktu ke waktu oleh kantor pengawas pusat dan laporan tersebut dilaporkan secara rutin sebagaimana ditetapkan oleh kantor pengawas pusat dan paling tidak sekali dalam setahun. Dalam Peraturan Presiden No.21 Tahun 2010, hasil pelaksanaan pengawasan di Kabupaten/kota dilaporkan kepada bupati/walikota (Pasal 10 Ayat 1), kemudian bupati/walikota melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan diwilayahnya kepada gubernur (Pasal 10 Ayat 2). 5. Hasil pengawasan akan dilanjutkan dengan tindak lanjut secara administrasi maupun secara yuridis. Apabila dari hasil pemerikasaan tersebut terdapat penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan, maka akan diberikan peringatan secara tertulis kepada perusahaan yang bersangkutan. Namun, apabila sampai peringatan ketiga tidak ada tindak lanjut dari perusahaan tentang pelanggaran tersebut maka akan dilanjutkan dengan upaya paksa melalui jalur pengadilan. Pelaksanaan pengawasan meliputi tugas, kewenangan dan kewajiban pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam melakukan pengawasan terhadap Keselamatan dan Kesehatan (K3) pekerja. Pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas diatur dalam Peraturan Presiden No.21 Tahun 2010 yang terdapat dalam Pasal 1 angka 4 yang menyebutkan bahwa unit kerja pengawasan 81 ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota adalah unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten/Kota yang menangani urusan di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut apabila dikaitkan dengan hasil penelitian data nomor 1.3. maka Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS) telah memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 4 Peraturan Presiden No.21 Tahun 2010. Berdasarkan hasil penelitian data nomor 1.3.4. dan data 2.1 apabila dikaitkan dengan Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-Undang No.21 Tahun 2003 Tentang Pengesahan Konvensi ILO No.81 Mengenai Pengawasan Dalam Industri dan Perdagangan maka dapat disimpulkan bahwa pegawai pengawas ketenagakerjaan Kabupaten Banyumas dalam pelaksanaan pengawasan terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tidak hanya dilakukan secara aktif oleh pegawai pengawas, tetapi juga perusahaan. Apabila terjadi kecelakaan kerja, maka pengusaha wajib melaporkannya pada Dinas Tenaga Kerja setempat, seperti yang terdapat dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/MEN/1998 Tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan, disebutkan bahwa pengurus atau pengusaha wajib 82 melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi ditempat kerja yang dijumpainya. Kecelakaan yang dimaksud tersebut terdiri dari : a. Kecelakaan kerja; b. Kebakaran atau peledakan atau bahaya pembuangan limbah; c. Kejadian berbahaya lainnya. Begitupula dalam hal perlindungan kesehatan bagi pekerja, pengusaha wajib melaporkan pada Dinas Tenaga Kerja apabila dalam pemeriksaan kesehatan pekerja ditemukan penyakit akibat kerja, sebagaimana Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-01/MEN/1981 Tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja, disebutkan bahwa apabila dalam pemeriksaan kesehatan bekerja dan pemeriksaan kesehatan khusus sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per 02/Men/1980 ditemukan penyakit kerja yang diderita oleh tenaga kerja, pengurus dan badan yang ditunjuk wajib melaporkan secara tertulis kepada Kantor Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja setempat. Berdasarkan uraian tersebut, pengawas ketenagakerjaan sebagai organ pemerintah berperan sebagai badan pengawas yang bertugas memberikan penyuluhan dan pembinaan serta pemeriksaan terhadap perusahaan tentang pelaksanaan ketentuan tentang peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Pengawasan ketenagakerjaan juga berperan sebagai aparat penegak hukum bidang ketenagakerjaan yaitu bertugas sebagai penyidik pegawai 83 negeri sipil yang melakukan penyelidikan terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan dibidang ketenagakerjaan. Pengawas ketenagakerjaan mempunyai peranan yang sangat penting sehingga pengawasan ketenagakerjaan harus dilaksanakan seoptimal dan seefektif mungkin. Untuk mengoptimalkan peranan pengawas ketenagakerjaan, harus diperhatikan sumber daya dari aparat yang melaksanakan pengawasan tersebut. Berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi SE.918/MEN/PPK-SES/IX/2004 tentang pelaksanaan Nomor pengawasan ketenagakerjaan di propinsi dan kabupaten/kota untuk dapat melaksanakan tugas pengawasan ketenagakerjaan, pengawas ketenagakerjaan harus diangkat atau ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atas usul Gubernur, Bupati/Walikota setelah bersangkutan dinyatakan lulus diklat teknis pengawas ketenagakerjaan. Pegawai Negeri Sipil yang telah diangkat sebagai pengawas ketenagakerjaan dituntut untuk dapat menguasai dan mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Dalam hal ini sebaiknya kantor pengawas pusat (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi) mengedarkan atau mendistribusikan secara cepat peraturan perundang-undangan yang terbaru agar pengawas ketenagakerjaan dapat melaksanakan tugas secara optimal. Peranan pengawas ketenagakerjaan yang belum optimal juga dapat disimpulkan dari data 1.5 dan 1.6 diperbandingkan antara kegiatan usaha yang diawasi pengawas ketenagakerjaan dan Jumlah pekerja di seluruh Kabupaten Banyumas di berbagai kegiatan usaha yang mencapai 24.333 orang pekerja 84 dengan Sumber Daya Manusia pengawas ketenagakerjaan yang terbatas yaitu 3 orang, 2 (dua) orang pegawai pengawas umum dan 1 (satu) orang pegawai pengawas spesialis yang dapat dilihat pada hasil penelitian nomor 1.4.1. Pengawas ketenagakerjaan dalam pelaksanaan pengawasannya mendapat beberapa hambatan yaitu hambatan dari faktor intern dan faktor ekstern. 1. Faktor Intern Hambatan faktor intern berasal dari pihak pengawas ketenagakerjaan itu sendiri, faktor-faktor tersebut adalah: a. Kurangnya Sarana dan Prasarana, misalnya alat pendeteksi debu sehingga dalam proses pengawasan pegawai pengawas harus jeli. Pengawas ketenagakerjaan wajib melakukan tindakan pengawasan pada perusahaan-perusahaan yang menjadi lingkup tugasnya. b. Jumlah Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan, dengan jumlah perusahaan yang harus diawasi dengan pegawai pengawas ketenagakerjaan tidak sebanding. Jumlah pengawas ketenagakerjaan di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas hanya 3 orang, 2 (dua) orang pegawai pengawas umum dan 1 (satu) orang pegawai pengawas spesialis ini tidak seimbang dengan jumlah perusahaan atau kegiatan usaha yang mencapai 799 dan Jumlah pekerja di seluruh Kabupaten Banyumas di berbagai kegiatan usaha adalah 24.333 orang pekerja. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 tahun 1984 pengawas ketenagakerjaan harus melakukan pengawasan minimal terhadap 8 perusahaan dalam 85 jangka waktu 1 bulan. Dengan perbandingan jumlah pengawas ketenagakerjaan di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas dengan jumlah perusahaan yang ada tidak seimbang dengan Sumber Daya Manusia pangawas ketenagakerjaan yang hanya 3 orang. Hal ini berarti peranan pengawasan ketenagakerjaan terhadap Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan (K3) pekerja di Kabupaten Banyumas belum optimal. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Penegsahan Konvensi ILO Nomor 81 mengenai pengawasan ketenagakerjaan dalam industri dan perdagangan dalam Pasal 10, disebutkan bahwa jumlah pengawas ketenagakerjaan harus mencukupi untuk menjamin pelaksanaan tugas-tugas pengawasan yang efektif dengan mempertimbangkan: a. Pentingnya tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh pengawas, khususnya: a) Jumlah, sifat, ukuran, dan situasi tempat kerja yang diawasi; b) Jumlah dan klasifikasi pekerja/buruh ditempat kerja yang bersangkutan; dan c) Jumlah serta kerumitan ketentuan hukum yang harus ditegakan. b. Sarana material yang dapat dipergunakan oleh pengawas c. Kondisi praktis agar kunjungan pengawasan dapat dilaksanakan secara efektif Dalam Pasal 11 juga disebutkan bahwa pihak yang berwenang menerapkan pengaturan yang diperlukan agar pengawas ketenagakerjaan memiliki: a. Kantor lokal yang dilengkapi dengan perlengkapan yang memadai sesuai dengan persyaratan pekerjaan dan dapat dipakai oleh semua orang yang terkait; 86 b. Fasilitas transportasi yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas-tugas mereka, apabila transportasi umum tidak tersedia. Secara jelas dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2003 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam Industri dan Perdagangan menyebutkan bahwa jumlah pengawas ketenagakerjaan harus mencukupi atau dengan kata lain sebanding dengan perusahaan atau kegiatan usaha yang diawasi dalam wilayah tersebut. Sampai saat ini peraturan yang diamanatkan dalam Pasal 10 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2003 belum terbentuk. Padahal peraturan tersebut sangat diperlukan sebagai upaya untuk menjunjung peningkatan mutu dan profesionalisme pengawas ketenagakerjaan. 2. Faktor ekstern Kurangnya kesadaran dari pihak perusahaan, jika ditemukan adanya indikasi kondisi yang membahayakan pekerja ataupun teguran terhadap perusahaan, perusahaan berat untuk memperbaiki dengan alasan kurangnya dana. 87 BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Peranan pengawasan ketenagakerjaan terhadap Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan (K3) pekerja di Kabupaten Banyumas belum optimal, hal ini disebabkan oleh jumlah pengawas ketenagakerjaan yang tidak seimbang dengan jumlah perusahaan atau kegiatan usaha di Kabupaten Banyumas. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas hanya mempunyai 3 orang pegawai pengawas ketenagakerjaan, 2 (dua) orang pegawai pengawas umum dan 1 (satu) orang pegawai pengawas spesialis. Hal ini menjadi kendala dalam pelaksanaan penegakan hukum ketenagakerjaan. 2. Faktor-faktor yang menghambat dalam melaksanakan pengawasan Keselamatan dan Kesehatan (K3) pekerja di Kabupaten Banyumas adalah: 1. Faktor Intern a. Kurangnya Sarana dan Prasarana, misalnya alat pendeteksi debu sehingga dalam proses pengawasan pegawai pengawas harus jeli. 88 b. Jumlah Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan, dengan jumlah perusahaan yang harus diawasi dengan pegawai pengawas ketenagakerjaan tidak sebanding. 2. Faktor ekstern Kurangnya kesadaran dari pihak perusahaan, jika ditemukan adanya indikasi kondisi yang membahayakan pekerja ataupun teguran terhadap perusahaan, perusahaan tersebut berat untuk memperbaiki dengan alasan kurangnya dana. B. Saran Salah satu fungsi pengawasan ketenagakerjaan adalah menjamin penegakan hukum ketenagakerjaan. Untuk dapat melaksanakan tugas dan funsinya secara optimal, pengawasan ketenagakerjaan perlu ditunjang oleh : 1. Sumber daya manusia sebagai aparat pengawas ketenagakerjaan, dalam hal ini adalah jumlah pegawai pengawas ketenagakerjaan yang harus sesuai atau sebanding dengan jumlah perusahaan atau kegiatan usaha yang ada di suatu wilayah. 2. Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang pelaksnaan tugas pengawas ketenagakerjaan lebih memadai. 89 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................................... iii HALAMAN MOTTO ...................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... v KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii ABSTRAK ...................................................................................................... x ABSTRACK .................................................................................................... xi DAFTAR ISI ................................................................................................... xii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ........................................................................... 8 C. Tujuan Penelitian............................................................................... 9 D. Kegunaan Penelitian .......................................................................... 9 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Lingkup Hukum Ketenagakerjaan 1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan ......................................... 11 2. Sumber-sumber Hukum Ketenagakerjaan ................................. 16 3. Pihak-pihak Dalam Hukum Ketenagakerjaan ............................ 18 B. Pengawasan Ketenagakerjaan 1. Pengertian Pengawasan Pada Umumnya ................................... 24 2. Pengawasan Ketenagakerjaan ................................................... 26 3. Tugas, Hak dan Kewajiban Pengawas ....................................... 28 C. Perlindungan Kerja 1. Perlindungan Pekerja/Buruh Pada Umumnya ............................ 31 2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja ............................................ 33 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 44 90 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ................................................................................. 49 1. Data Sekunder ............................................................................. 49 1.1. Gambaran Umum Tentang Kabupaten Banyumas ................. 49 1.2. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kantor DINSOSNAKERTRANS Kabupaten Banyumas ................... 50 1.3. Pengawasan Ketenagakerjaan oleh DINSOSNAKERTRANS Kabupaten Banyumas ........................................................... 60 1.4. Jumlah Pegawai Pengawas di DINSOSNAKERTRANS Kabuapten Banyumas ........................................................... 64 1.5. Jumlah Kegiatan Usaha di Kabupaten Banyumas .................. 66 1.6. Jumlah Pekerja di Kabupaten Banyumas ............................... 66 1.7. Jumlah Kecelakaan Kerja Tahun 2010/2011.......................... 66 2. Data Primer .................... 67 Pelaksanaan Pengawasan K3 oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan ..... 67 Pemberian Sanksi Terhadap Adanya Pelanggaran ...................................... 68 Hambatan-hambatan Dalam Melakukan Pengawasan ................................. 69 B. Pembahasan....................................................................................... 70 BAB V. PENUTUP A. Simpulan ........................................................................................... 87 B. Saran ................................................................................................. 88 DAFTAR PUSTAKA 91 DAFTAR PUSTAKA Literatur Abdullah, Rozali. 1996. Hukum Kepegawaian cetakan kedua. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Agusmidah. 2010. Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bogor. Ghalia Indonesia Asikin, Zaenal dkk. 2006. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Husni, Lalu. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi. Jakarta: PT. Raja Grafido Persada. _________. 2004. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan Diluar Pegadilan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Kansil, C.S.T. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Khakim, Abdul. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti. Manulang, H. Sendjun. 1988. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta: Rineka Cipta. Marbun dkk. 2001. Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: UII Press Yogyakarta. Muchsan. 1992. Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara. Yogyakarta: Liberty. Rusli, Haridjan. 2004. Hukum Ketenagakerjaan 2003. Jakarta: Ghalia Indonesia Sapoetra, G. Karta dan RG Widiaingsih. 1982. Pokok-Pokok Hukum Perburuhan. Bandung: Armico Bandung. Simanjuntak, Payaman J. 2003. Undang-Undang Yang Baru Ketenagakerjaan. Jakarta: Kantor Perburuhanan Internasional. Tentang Soemitro, Ronny Hanitijo. 1988. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Alumni. 92 Suma’mur P.K. 1981. Higene Perusahaaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung. ____________. 1981. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV Haji Masagung. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Utrecht. 1990. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Jakarta: Ichtiar Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 Tentang Pernyataan Berlakunya UndangUndang Pengawasan Perburuhan No. 23 Tahun 1948 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 Tentang Pengesahan ILO Convention No.81 Concerning Labour Inspection In Industry and Commerce (Konvensi ILO No.81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam Industri dan Perdagangan) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: PER.03/MEN/1978 Tentang Persyaratan, Penunjukan, dan Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-01/MEN/1981 Tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/MEN/1998 Tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan Peraturan Presiden Republik Indonesia No.21 Tahun 2010 Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan 93 Sumber lain http://www.wikimu.com/News. ikhwan kunto alfarisi. diakses tanggal 24 November 2010 http://www.banyumaskab.go.id. Diakses tanggal 07/03/2011 http://www.anneahira.com/keselamatan-kerja.htm. Diakses tanggal 07/03/2011 http://medizton.wordpress.com/pengawasan-penegakkan-dan-sanksi-han. diakses tanggal 10/06/2011 Buchari, http://reponsitory.usu.ac.id/, Manajamen Kesehatan Kerja dan Alat Perlindung Diri. Diakses tanggal 22/06/2011 http://hukumonline.com/berita/baca/hol19878/menanti-ditegakkannya-sanksipidana-ketenagakerjaan. diakses tanggal 2/08/2011