1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka
ragam, untuk dapat memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam tersebut manusia
memerlukan biaya sehingga mereka di tuntut untuk bekerja, baik bekerja sendiri
yaitu bekerja dengan modal dan usaha sendiri, maupun bekerja pada orang lain
yaitu bekerja dengan bergantung pada orang lain yang memberi perintah, tugas
ataupun yang mengutusnya. Berkaitan dengan Hukum Ketenagakerjaan, maka
bekerja yang dimaksudkan adalah bekerja yang bergantung pada orang lain.
Dalam pelaksanaannya orang
yang
bekerja
untuk orang
lain disebut
pekerja/buruh, sedangkan orang yang memberikan pekerjaan disebut pemberi
kerja. Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
yang dimaksud dengan pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain (Pasal 1 angka 3 Undang-Undang
No.13 Tahun 2003). Adapun yang dimaksud dengan pemeberi kerja adalah orang
perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain (Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No.13 Tahun 2003).
Ada beberapa pihak yang terkait dalam ketenagakerjaan. Pihak-pihak
tersebut adalah pekerja, pengusaha dan pemerintah, yang masing-masing memiliki
peranan dan fungsi serta tanggung jawab yang berbeda-beda. Pihak-pihak yang
2
terlibat langsung dalam proses produksi adalah pekerja dan pengusaha, sedangkan
pemerintah termasuk sebagai pihak yang berkepentingan untuk mengupayakan
terwujudnya hubungan kerja yang harmonis sebagai syarat keberhasilan suatu
usaha, sehingga produktivitas dapat meningkat yang pada akhirnya akan mampu
menggerakan pertumbuhan ekonomi dan dapat meningkatkan kesejahteraan
seluruh lapisan masyarakat.1
Tenaga kerja merupakan salah satu unsur penunjang untuk berhasilnya
pembangunan nasional yang mempunyai peranan dan arti yang sangat penting
sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Tanpa adanya pekerja, tidak mungkin
suatu perusahaan bisa berjalan dan berpartisipasi dalam pembangunan. Tenaga
kerja sebagai pelaksana pembangunan harus dijamin haknya, diatur kewajibannya
dan dikembangkan daya gunanya. Hak dari tenaga kerja tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Tiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak
bagi kemanusiaan.
2. Tiap tenaga kerja berhak memilih dan atau pindah pekerjaan sesuai
dengan bakat dan kemampuannya.
3. Tiap tenaga kerja berhak atas pembinaan keahlian dan kejuruan untuk
memperoleh serta menambah keahlian ketrampilan kerja sehingga
potensi dan daya kreasinya dapat dikembangkan dalam rangka
mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan kerja sebagai bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari pembinaan bangsa.
4. Tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan,
kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang
sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
5. Tiap tenaga kerja berhak mendirikan dan menjadi anggota perserikatan
tenaga kerja.2
1
Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan
Diluar Pengadilan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal 17
2
Sendjun H. Manulang. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan. Rineka Cipta. Jakarta.
1988. hal 7
3
Perlindungan dan pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak merupakan tanggung jawab Negara, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal
27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Maksud dari pasal
ini adalah bahwa pemerintah menjamin hak warga negara untuk meningkatan
kualitas hidupnya dengan tidak membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama,
warna kulit dan aliran politik, untuk memilih pekerjaan yang dikehendakinya dan
sesuai dengan bakat dan kemampuan serta berhak mendapatkan hasil yang
seimbang dengan pekerjaan yang dilakukannya. Kebebasan mengenai hak warga
negara untuk memperoleh pekerjaan juga terdapat dalam Pasal 28D ayat (2) UUD
1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan
nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dilaksanakan dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga
kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik
materiil maupun spiritual.3
Ketentuan mengenai ketenagakerjaan diatur lebih
lanjut dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang diundangkan pada
Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39 pada tanggal 25 Maret dan mulai
berlaku pada tanggal diundangkannya itu. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
ini kiranya diusahakan sebagai peraturan yang menyeluruh dan komprehensif,
3
Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hal 9.
4
antara lain mencangkup pengembangan sumber daya manusia, peningkatan
produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan
kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja dan pembinaan hubungan industrial.
Tenaga kerja yang produktif merupakan salah satu faktor yang menunjang
keberhasilan pembangunan nasional, apabila kondisi ketenagakerjaan di Indonesia
menunjukkan iklim yang positif, maka investorpun akan tertarik untuk
menanamkan modalnya di Indonesia. Mengingat pentingnya peran tenaga kerja
dalam upaya peningkatan pembangunan nasional, maka sudah sepantasnyalah
tenaga kerja diberikan perlindungan hukum bagi terlaksananya hak-hak tenaga
kerja agar tercipta kepastian hukum bagi tenaga kerja diantaranya melalui
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja.
Pengawas ketenagakerjaan adalah salah satu unsur yang harus ikut
berperan di dalam meningkatkan kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja.4
Sebagai penegak hukum di bidang ketenagakerjaan unsur pengawasan ini harus
bertindak sebagai pendeteksi dini di lapangan, sehingga diharapkan segala gejolak
yang akan timbul dapat dideteksi secara awal yang pada gilirannya dapat
menciptakan suasana yang aman, stabil dan mantap di bidang ketenagakerjaan
Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 Tentang Pengawas
Ketenagakerjaan, Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa tugas pengawas
ketenagakerjaan adalah :
a. Mengawasi berlakunya undang-undang dan peraturan-peraturan
perburuhan pada khususnya.
4
Sendjun, H. Manulang. Op Cit, hal 124
5
b. Mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang soal=soal hubungan
kerja dan keadaan perburuhan dalam arti yang seluas-luasnya guna
membuat undang-undang dan peraturan perburuhan.
c. Menjalankan pekerjaan lain-lain yang diserahkan kepadanya dengan
undang-undang atau peraturan lain.
Salah
satu
tugas
pengawas
ketenagakerjaan
adalah
mengawasi
pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Peranan pengawas ketenagakerjaan
dirasa sangat penting bagi terjaminnya pelaksanaan peraturan perundangundangan ketenagakerjaan khususnya keselamatan dan kesehatan kerja sehingga
kelangsungan usaha dan ketenangan kerja dalam rangka meningkatkan
produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja dapat terjamin.
Pemberlakuan dan pengawasan maksimal kesehatan dan keselamatan kerja
untuk melindungi manusia dari dampak proses kerja yang beresiko menimbulkan
penyakit-penyakit pada tubuh manusia, serta berupaya pada pencegahan
kecelakaan semaksimal mungkin. Semua ini dilakukan demi meningkatkan
efisiensi waktu dan meningkatkan hasil produksi. Perhatian yang longgar pada
keselamatan dan kesehatan kerja akan berdampak negatif pada perusahaan
tersebut. Berbagai kecelakan kerja akan menurunkan citra perusahaan di mata
karyawan dan masyarakat. Selain itu, produksi akan terhambat, serta waktu
bekerja tidak efektif dan efisien. Dampak lainnya adalah pada lingkungan.
Pengawasan dan perhatian yang minimal pada limbah industri sangat berpengaruh
pada kesehatan lingkungan dan masyarakat sekitar. Semua pihak akan menjadi
korban dari ketidakpedulian pada keselamatan dan kesehatan kerja. Kerusakan
6
lingkungan akan berdampak luas dan menghasilkan berbagai kerugian di
kemudian hari.5
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian
secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.6
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri, oleh karena itu hal ini menjadi perhatian
berbagai negara sejak lama. Sumber daya manusia menjadi faktor utama dalam
keselamatan dan kesehatan kerja dan keadaan lingkungan kerja harus ramah dan
melindungi manusia dari ancaman yang bisa mencelakakan mereka dalam
pekerjaan. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka dan
penggunaan tekhnologi yang semakin canggih diberbagai kegiatan usaha sehingga
menimbulkan konsekuensi meningkatnya intensitas kerja yang mengakibatkan
pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja. Hal tersebut juga
mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah
terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya.
Oleh karena itu diperlukan upaya perlindungan terhadap tenaga kerja yang dapat
memberikan ketenangan kerja. Jaminan mengenai keselamatan dan kesehatan
kerja, dipertegas dalam Pasal 86 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
5
6
2010
http://www.anneahira.com/keselamatan-kerja.htm. Diakses tanggal 07/03/2011
Kunto alfarisi http://www.wikimu.com/News. ikhwan. diakses tanggal 24 November
7
Di awal tahun 2011 Pemkab Banyumas terus berupaya untuk mendorong
laju investasi di Kabupaten Banyumas. Program ini telah digulirkan sejak awal
pemerintahan Bupati Mardjoko dan Wakil Bupati Achmad Husein, sebagaimana
tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Banyumas Tahun 2008-2013, penjabaran Misi ”Menyejahterakan
Rakyat Banyumas” yaitu Meningkatkan Pertumbuhan dan Pemerataan Ekonomi
dengan Menekankan pada Pengembangan Investasi Berbasis Sektor Unggulan
Daerah dan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan. Komitmen ini bukan lagi
sekedar wacana, hal ini terbukti dengan terus bertumbuhnya proyek-proyek
bernilai investasi di Kabupaten Banyumas. Salah satunya perluasan pabrik kabel
Kitani, PT Sutanto Arifchandra Elektronic (SAE) berlokasi di Jl Soepardjo
Roestam Sokaraja, yang diresmikan oleh Bupati Banyumas, Drs. Mardjoko, MM
pada tanggal 23 Januari 2011. PT Sutanto Arifchandra Elektronic sendiri sudah
berdiri sejak tahun 1990, tepatnya pada tanggal 19 Septembeer 1990.
Diresmikannya perluasan pabrik yang memproduksi kabel lokal, dengan kualitas
berstandar nasional ini menandakan keseriusan Pemkab Banyumas dalam hal
peningkatan investasi. Wujud dukungan yang telah diberikan oleh Pemkab
Banyumas terhadap pendirian dan pengoperasian pabrik kabel Kitani ini
diantaranya melalui pemberian kemudahan pengurusan perijinan melalui kinerja
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan (BPMPP), sesuai dengan
peraturan-peraturan yang berlaku. Sebagai timbal baliknya, keberadaan PT
Sutanto
Arifchandra
Elektronic
telah
turut
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat, dengan menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat Banyumas,
8
khususnya warga Sokaraja dan sekitarnya.7 Peluang investasi prospektif industri
pengolahan antara lain perusahaan kawasan industri, industri packaging, agro
industri maupun industri padat tenaga kerja karena ketersediaan tenaga kerja yang
relatif murah namun produktif di Kabupaten Banyumas.8
Pesatnya perkembangan Kabupaten Banyumas khususnya dalam sektor
ekonomi dan investasi, mengharuskan pemerintah daerah mengupayakan
pengawasan secara optimal terhadap tenaga kerja di Kabupaten Banyumas.
Oleh karena
itu,
penulis
ingin
melakukan penelitian
mengenai
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja ditinjau dari segi
kepengawasannya
di
DINSOSNAKERTRANS
Banyumas,
DALAM
dengan
judul
MELAKUKAN
:
PERAN
PENGAWASAN
TERHADAP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEKERJA DI
BANYUMAS.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan pengawasan terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) di Kabupaten Banyumas?
2. Faktor-faktor apakah yang menjadi kendala pengawas ketenagakerjaan
dalam melakukan pengawasan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) di Kabupaten Banyumas?
7
8
http://www.banyumaskab.go.id. Diakses tanggal 07/03/2011
http://www.banyumaskab.go.id. Diakses tanggal 07/03/2011
9
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh
pemerintah khususnya Dinas Tenaga Kerja terhadap Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) pekerja di Banyumas.
2. Untuk
mengetahui
hambatan
yang
dihadapi
oleh
pengawas
ketenagakerjaan dalam melakukan pengawasan terhadap Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) di Banyumas.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dan wawasan
lebih dalam Hukum Ketenagakerjaan pada khususnya dan Hukum
Administrasi Negara pada umumnya.
2. Kegunaan praktis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pustaka bagi
masyarakat secara umum mengenai pelaksanaan keselamatan dan
kesehatan kerja (K3), dan para pekerja dapat mengetahui hak dan
kewajiban mereka sebagai tenaga kerja dalam memperoleh pelayanan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3), selain itu juga dapat dijadikan
pedoman bagi perusahaan agar mengetahui kewajiban-kewajiban yang
harus dilaksanakan mengenai perlidungan keselamatan dan kesehatan
kerja. Serta dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi pemerintah dalam
10
melakukan pengawasan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja tenaga
kerja.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ruang Lingkup Hukum Ketenagakerjan
1.
Pengertian Hukum Ketenagakerjaan/Perburuhan.
Hukum perburuhan merupakan serangkaian himpunan peraturan baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur mengenai perburuhan dan
ketenagakerjaan. Pengertian hukum perburuhan antara pendapat pakar yang satu
dengan yang lain memiliki pengertian yang berbeda-beda. Hukum perburuhan
adalah sebagaian dari hukum yang berlaku (segala peraturan-peraturan) yang
menjadi dasar dalam mengatur hubungan kerja antara buruh (pekerja) dengan
majikan atau perusahaannya, mengenai tata kehidupan dan tata kerja yang
langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja tersebut.9
Mr Molenaar menyatakan bahwa arbeidsrechts (hukum perburuhan)
adalah bagian yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh
dan majikan, buruh dengan buruh, dan buruh dengan penguasa.10 Menurut Mr.
Soetiksno dalam bukunya yang berjudul hukum perburuhan, mengatakan bahwa
keseluruhan peraturan-peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang
mengakibatkan seseorang secara pribadi di tempatkan di bawah perintah/pimpinan
9
G. Karta Sapoetra dan RG Widianingsih, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, Armico
Bandung, 1982, hl 2
10
Ibid, hal 2
12
orang lain dan mengenai keadaan-keadaan penghidupan yang langsung
bersangkut paut dengan hubungan kerja tersebut.11
Menurut Mr Mook bahwa hukum perburuhan adalah hukum yang
berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan di bawah pimpinan orang lain dan
dengan keadan penghidupan yang langsung bergantung dengan pekerjaan itu.12
Menurut Prof. Imam Soepomo mengungkapkan bahwa hukum perburuhan
adalah himpunan peraturan-peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang
berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan
menerima upah.13
Berdasarkan pendapat para sarjana tersebut, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa hukum perburuhan memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1. Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis,
2. Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dengan
pengusaha/majikan,
3. Adanya orang yang bekerja pada dan di bawah pimpinan orang
lain, dengan menerima upah sebagai balas jasa,
4. Mengatur perlindungan pekerja atau buruh, meliputi masalah dan
keadaan sakit, haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi
pekerja atau buruh dan sebagainya.
Dalam perkembangan dewasa ini, istilah perburuhan telah diganti menjadi
ketenagakerjaan, sehingga dikenal istilah hukum ketenagakerjaan untuk
11
Ibid, hal 2
Zainal Asikin,dkk, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2006, hal 2
13
Sendjun H. Manulang. Op cit, hal 2
12
13
menggantikan istilah hukum perburuhan. Undang-Undang No.13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan telah merumuskan pengertian ketenagakerjaan sebagai
segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama,
dan sesudah masa kerja (Pasal 1 angka 1). Dari pengertian ini dapat dipahami
bahwa, yang diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan adalah segala hal yang
berkaitan dengan pekerja/buruh menyangkut hal-hal sebelum masa kerja (pra
employment), antara lain menyangkut pemagangan, kewajiban mengumumkan
lowongan kerja, dan lain-lain. Hal-hal yang berkenaan selama masa kerja (during
employment), antara lain menyangkut perlindungan kerja, upah, jaminan social,
kesehatan dan keselamatan kerja, pengawasan kerja, dan lain-lain. Adapun hal-hal
sesudah masa kerja, antara lain pesangon, dan pensiun/jaminan hari tua.14
Berdasarkan pengertian ketenagakerjaan tersebut, dapat dirumuskan pengertian
hukum ketenagakerjaan adalah semua peraturan hukum yang berkaitan dengan
tenaga kerja baik sebelum bekerja, selama atau dalam hubungan kerja, dan
sesudah hubungan kerja.15
Hukum ketenagakerjaan awalnya merupakan bagian dari hukum perdata,
karena hubungan kerja adalah hubungan privat yang masuk dalam lingkup hukum
perjanjian
kerja.16
Namun
jika
hubungan
antara
pekerja/buruh
dan
pengusaha/majikan ini tetap diserahkan pada para pihak (pekerja/buruh dan
majikan/pengusaha), maka tujuan hukum ketenagakerjaan untuk menciptakan
keadilan sosial dibidang ketenagakerjaan akan sangat sulit tercapai karena pihak
14
Agusmidah, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ghalia
Indonesia, Bogor, 2010, hal 5
15
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Idonesia Edisi Revisi, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal 24
16
Agusmidah, Op Cit, hal 9
14
yang kuat akan selalu menguasi pihak yang lemah. Atas dasar itulah pemerintah
kemudian turut serta dalam menangani masalah ketenagakerjaan melalui berbagai
peraturan perundang-undangan.
Intervensi pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan melalui peraturan
perundang-undangan tersebut telah membawa perubahan yang mendasar, yakni
menjadikan sifat hukum ketenagakerjaan menjadi ganda yakni sifat privat dan
publik. Sifat privat melekat pada prinsip dasar adanya hubungan kerja yang
ditandai
dengan
adanya
perjanjian
kerja
antara
buruh/pekerja
dengan
majikan/pengusaha. Sedangkan sifat publik dari hukum ketenagakerjaan dapat
dilihat dari:
1. Adanya sanksi pidana, sanksi administratif bagi pelanggar
ketentuan di bidang perburuhan/ketenagakerjaan;
2. Pemerintah ikut campur tangan dalam menetapkan besarnya
standar upah (Upah Minimum).17
Penerapan sanksi pidana terhadap pihak yang melakukan pelanggaran di
bidang ketenagakerjaan terdapat dalam Pasal 183 sampai dengan Pasal 189
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sanksi pidana tersebut berupa sanksi
pidana
penjara,
kurungan
dan
denda.
Sedangkan
penerapan
sanksi
administratifnya terdapat dalam Pasal 190 Undang-Undang No.13 Tahun 2003
yaitu berupa:
1. teguran
2. peringatan tertulis
17
Lalu Husni, Op Cit, hal 12
15
3. pembatasan kegiatan usaha
4. pembekuan kegiatan usaha
5. pembatalan persetujuan
6. pembatalan pendaftaran
7. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi
8. pencabutan izin
Salah satu contoh upaya mengefektifkan sanksi pidana ketenagakerjaan,
ditunjukkan LBH Jakarta dengan melaporkan Direktur HRD Hotel Sultan yang
tidak membayarkan upah kepada pekerjanya yang diskorsing. Tidak lama setelah
dilaporkan ke kepolisian upah para pekerja akhirnya dicairkan. Meski begitu,
proses pidana terhadap direktur itu tetap berjalan.18 Hal tersebut sesuai Pasal 189
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 bahwa sanksi pidana penjara, kurungan,
dan/atau denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha membayar hak-hak
dan/atau ganti kerugian kepada tenaga kerja atau pekerja/buruh.
Menurut Budiono dalam buku Abdul Khakim, membagi sifat hukum
ketenagakerjaan menjadi 2 yaitu :
1. Bersifat imperatif atau dwingenrecht (hukum memaksa) artinya
hukum yang harus ditaati secara mutlak, tidak boleh dilanggar.
Contohnya :
a. Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, mengenai perlunya izin
penggunaan tenaga kerja asing;
b. Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, mengenai ketentuan pembuatan
perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT);
18
http://hukumonline.com/berita/baca/hol19878/menanti-ditegakkannya-sanksi-pidanaketenagakerjaan. diakses tanggal 2 Agustus 2011
16
c. Pasal 153 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, mengenai larangan melakukan
PHK terhadap kasus-kasus tertentu;
2. Bersifat
fakultatif
atau
regelendrecht
(hukum
yang
mengatur/melengkapi), artinya hukum yang dapat dikesampingkan
pelaksanaannya. Contohnya:
a. Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, mengenai pembuatan perjanjian
kerja bias tertulis dan tidak tertulis;
b. Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, mengenai perjanjian kerja waktu
tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan tiga
bulan;
c. Pasal 16 Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1981 mengenai
kebebasan pengusaha membayar gaji ditempat yang lazim;
d. Pasal 2 Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1993 mengenai
kewajiban ikut serta dalam program Jamsostek, dimana
program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) dapat
diabaikan sepanjang pengusaha telah memberikan
pelayanaan kesehatan dengan manfaat y6ang lebih baik dari
standar dasar Jamsostek;19
Kebijaksanaan yang dikeluarkan dalam bidang ketenagakerjaan ini sudah
sedemikian luasnya, tidak hanya aspek hukum saja yang berhubungan dengan
hubungan kerja, tetapi juga sebelum dan sesudah hubungan kerja. Konsep ini
secara jelas dituangkan dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 Tantang
Ketenagakerjaan.
2.
Sumber-sumber Hukum Ketenagakerjaan
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan-
aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan
yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.20 Sumber
hukum itu sendiri dibedakan menjadi sumber hukum formil dan sumber hukum
19
Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan UndangUndang No.13 Tahun 2003, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2003, hal 8
20
CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai Pustaka,
Jakarta, 1989, hal 46
17
materiil. Sumber hukum ketenagakerjaan dalam arti materiil adalah pancasila
yang merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sumber
hukum
ketenagakerjaan yang dimaksud disini adalah sumber hukum dalam arti formil
yaitu sumber hukum yang merupakan tempat atau sumber dimana suatu peraturan
memperoleh kekuatan hukum
Sumber-sumber hukum ketenagakerjaan adalah sebagai berikut :
1) Undang-undang;
2) Peraturan lain yang kedudukannya lebih rendah dari undangundang, seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,
Keputusan Menteri, ataupun Kpeutusan Instansi Lainnya;
3) Kebiasaan;
4) Putusan;
5) Perjanjian;
6) Traktat;
Pendapat pakar ilmu hukum, dapat digunakan sebagai landasan untuk
memecahkan masalah-masalah yang berkaitan langsung ataupun tidak langsung
dengan perburuhan/ketenagakerjaan, karena itulah dapat dikaitkan sebagai salah
satu sumber hukum atau tempat menemukan dasar penyelesaian masalah.21
Prinst dalam buku Abdul Khakim berpendapat bahwa sumber hokum
ketenagakerjaan terdiri atas :
1) Undang-undang;
2) Adat atau kebiasaan;
3) Yurisprudensi;
4) Doktrin
5) Agama.22
21
22
Zaenal Asikin,dkk, Op cit, hal 37-38
Abdul Khakim, Op cit, hal 13
18
Sedangkan menurut Abdul Khakim sendiri dalam bukunya berpendapat
bahwa jika agama termasuk sumber hukum ketenagakerjaan, mengingat
terdapatnya
kemungkinan
pemecahan
masalah
ketenagakerjaan
melalui
pendekatan ajaran agama yang dianutnya. Selengkapnya sumber hukum
ketenagakerjaan menurut Abdul Khakim adalah :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
3.
Undang-undang;
Adat dan kebiasaan;
Agama;
Keputusan
pejabat/badan
pemerintah
atau
lembaga
ketenagakerjaan;
Yurisprudensi;
Doktrin;
Traktat;
Perjanjian kerja;
Peraturan perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). 23
Pihak-pihak Dalam Hukum Ketenagakerjaan
Dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 ada beberapa pihak yang
terkait dalam hubungan kerja. Pihak-pihak tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pekerja atau Buruh
Dahulu pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, istilah buruh digunakan
untuk orang-orang yang melakukan pekerjaan kasar seperti kuli, tukang, mandor,
orang-orang ini disebutnya sebagai Blue Collar. Sedangkan orang-orang yang
melakukan pekerjaan halus dan tidak pernah bergelut dengan pekerjaan-pekerjaan
kasar disebut dengan istilah karyawan/pegawai (White Collar). Biasanya orangorang yang termasuk White Collar ini adalah para pekerja (bangsawan) yang
bekerja dikantor ataupun orang-orang Belanda dan Timur Asing lainnya.
Pembedaan tersebut membawa konsekuensi pada perbedaan perlakuan serta
23
Ibid, hal 13-14
19
pemenuhan hak-hak yang merupakan upaya Pemerintah Hindia Belanda untuk
memecah belah orang-orang pribumi.
Setelah Indonesia merdeka, tidak ada perbedaan istilah buruh antara Blue
Collar dengan White Collar. Semuanya adalah buruh yang mempunyai hak dan
kewajiban yang sama, tidak mempunyai perbedaan apapun.24
Penyebutan istilah buruh pada masa lalu lebih cenderung kurang
manusiawi sebagai pihak yang ditekan oleh majikan dan bekerja pada sektorsektor non formal saja atau pekerja kasar seperti kuli, tukang dan sejenisnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek, pengertian
pekerja diperluas yakni termasuk:
1. Magang dan murid yang bekerja pada perusahaan baik yang
menerima upah ataupun tidak;
2. Mereka yang memborong pekerjaan kecuali jika yang memborong
adalah perusahaan;
3. Narapidana yang dipekerjakan di perusahaan.
Memperhatikan uraian di atas jelaslah bahwa hanya tenaga kerja yang
sudah bekerja yang dapat disebut pekerja/buruh. Undang-Undang No.13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan dalam Pasal 1 angka 3 memberikan pengertian
tentang pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah
atau imbalan dalam bentuk lain. Pengertian ini agak umum namun maknanya
lebih luas karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik
24
Ibid, hal 40
20
perorangan, persekutuan, badan hukum atau badan lainnya dengan menerima upah
atau uimbalan dalam bentuk apapun.25
b. Pengusaha
Pengusaha pada masa dulunya disebut sebagai majikan. Istilah majikan
pada saat ini sudah tidak sesuai lagi karena berkonotasi sebagai pihak yang
menekan buruh dan sebagai lawan dari buruh, padahal secara yuridis buruh dan
majikan adalah mitra kerja karena mempunyai kedudukan yang sama, maka dari
itu lebih tepat jika disebut dengan istilah pengusaha
Dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan memberikan pengertian pengusaha yakni :
1. Orang, perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
2. Orang, perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara
berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
3. Orang, perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di
Indonesia mewakili perusahaan sebagai mana yang dimaksud dalam
huruf a, b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan juga
memberikan pengertian Pemberi kerja/Pengusaha adalah perseorangan, pengusaha
badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain (Pasal 1 angka 4 Undang-Undang
No.13 Tahun 2003). Pengaturan istilah pemberi kerja ini muncul untuk
menghindari orang yang bekerja pada pihak lain yang tidak dapat dikatagorikan
sebagai pengusaha khususnya bagi pekerja pada sektor informal.26
25
26
Lalu Husni, Op Cit, hal 35
ibid, hal 37
21
c. Organisasi Pekerja atau Buruh
Dalam Pasal 1 angka 17 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 jo Pasal 1
angka 1 Undang-Undang No.21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh, yamg dimaksud dengan serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi
yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh, baik di perusahaan maupun di
luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri dan demokratis dan
bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan
kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya.
Kehadiran
serikat
pekerja/buruh
dimaksudkan
untuk
memperjuangkan hak dan kepentingan pekerja, sehingga tidak diperlakukan
sewenang-wenang oleh pihak pengusaha.
Undang-Undang No.21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh memuat adanya prinsip-prinsip dasar, yaitu:
1. Jaminan bahwa setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi
anggota serikat pekerja/serikat buruh;
2. Serikat pekerja/buruh dibentuk atas kehendak bebas pekerja/buruh
tanpa tekanan atau campur tangan dari pengusaha, pemerintah dan
pihak manapun;
3. Serikat pekerja/buruh dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha, jenis
perusahaan, atau bentuk lain sesuai dengan kehendak pekerja/buruh;
4. Basis utama serikat pekerja/buruh ada di perusahaan, serikat
pekerja/buruh yang ada dapat menggabungkan diri dalam federasi
serikat pekerja/buruh. Demikian halnya federasi serikat pekerja/buruh
dapat menggabungkan dalam konfederasi serikat pekerja/buruh;
5. Serikat pekerja/buruh, federasi dan konfederasi yang telah terbentuk
memberitahukan secara tertulis kepada kantor Depnaker setempat
untuk dicatat;
6. Siapapun dilarang untuk menghalang-halangi atau memaksa
pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk.27
27
Ibid, hal 43
22
d. Organisasi Pengusaha
Dalam Pasal 105 Undang-Undang No.13 tahun 2003, mengenai organisasi
pengusaha ditentukan sebagai berikut:
1. Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi
pengusaha
2. Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ada dua organisasi pengusaha yang ada, yaitu:
1. KADIN
Kadin adalah kependekan dari kamar dagang dan industri yang
dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Undang-Undang No. 49 Tahun
1973 yang beranggotakan para pengusha yang ada di Indonesia.
Adapun tujuan Kadin adalah:
a.
b.
Membina dan mengembangkan kemampuan, kegiatan, dan
kepentingan pengusaha Indonesia di bidang usaha negara,
usaha koperasi dan usaha swasta, dalam kedudukan sebagai
pelaku-pelaku ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan
kehidupa ekonomi dan dunia usaha nasional yang sehat dan
tertib berdasrkan Pasal 33 UUD 1945;
Menciptakan dan mengembangkan iklim dunia usaha yang
memungkinkan keikutsertaan yang seluias-luasnya bagi
pengusaha Indonesia sehingga dapat berperan secara efektif
dalam pembangunan nasional.28
2. APINDO
Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia)
merupakan organisasi
pengusaha yang khusus mengurus masalah yang berkaitan dengan
ketenagakerjaan dan merupakan suatu wadah kesatuan para pengusaha
28
Lalu husni, Op cit, hal 45
23
yang ikut serta untuk mewujudkan kesejahteraan social dalam dunia
usaha melalui kerja sma yang terpadu dan serasi antara pemerintah,
pengusaha dan pekerja.
Tujuan APINDO adalah:
a. Mempersatukan dan membina pengusaha serta memberikan
layanan kepentingannya di dalam bidang social ekonomi;
b. Menciptakan dan memelihara keseimbangan, ketenangan, dan
kegairahan kerja lapangan hubungan industrial dan
ketenagakerjaan;
c. Mengusahakan peningkatan produktifitaskerja sebagai
program peran serta aktif untuk mewujudkan pembangunan
nasional menujukesejahteraan social, spiritual, materiil;
d. Menciptakan adanya kesatuan pendapat dalam melaksanakan
kebijakan di bidang ketenagakerjaan dari pengusaha yang
disesuaikan dengan kebijaksanaan pemerintah.29
e. Pemerintah atau Penguasa
Campur
tangan
perburuhan/ketenagakerjaan
pemerintah
(penguasa)
dimaksudkan
untuk
dalam
terciptanya
hukum
hubungan
perburuhan/ketenagakerjaan yang adil, karena jika hubungan antara pekerja dan
pengusaha yang sangat berbeda secara sosial-ekonomi diserahkan sepenuhnya
kepada para pihak, maka tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hubungan
kerja akan sulit tercapai, karena pihak yang kuat akan selalu menguasai pihak
yang lemah. Atas dasar itulah pemerintah turut campur tangan melalui peraturan
perundang-undangan untuk memberikan jaminan kepastian hak dan kewajiban
para pihak.
Imam Soepomo memisahkan antara penguasa dan pengawasan sebagai
pihak yang berdiri sendiri dalam hukum perburuhan/ketenagakerjaan. Namun
29
Ibid, hal 46
24
pada kenyataannya antara keduanya merupakan satu kesatuan sebab pengawas
bukan merupakan institusi yang berdiri sendiri tetapi merupakan bagian (bidang)
dari Depnaker.30
Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan hukum (law Enforcement) di
bidang ketenagakerjaan akan menjamin pelaksanaan hak-hak normatif pekerja,
yang pada akhirnya akan mempunyai dampak terhadap stabilitas dunia usaha.
Selain itu juga pengawasan ketenagakerjaan akan mendidik pengusaha dan
pekerja untuk selalu taat menjalankan peraturan yang berlaku di bidang
ketenagakerjaan sehingga akan mencapai suasana kerja yang harmonis. Seringkali
perselisihan yang terjadi disebabkan oleh pengusaha yang tidak memberikan
perlindungan hukum terhadap pekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku.
B. Pengawasan Ketenagakerjaan
1. Pengertian Pengawasan Pada Umumnya
Pengawasan (controling) berarti suatu kegiatan yang ditujukan untuk
menjamin agar penyelenggaraan kegiatan sesuai dengan rencana. Dikaitkan
dengan hukum administrasi, maka pengawasan sebagai suatu kegiatan yang
ditujukan untuk menjamin suatu tindak pemerintah/aparat administrasi negara
agar berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku. Sebagai suatu Negara hukum,
pengawasan terhadap tindak pemerintah dimaksudkan agar pemerintah dalam
menjalankan aktivitasnya sesuai dengan norma-norma hukum, sebagai suatu
30
Ibid, hal 48
25
upaya preventif juga dimaksudkan untuk mengembalikan pada situasi sebelum
terjadinya pelanggaran norma-norma hukum sebagai upaya represif.
Macam-macam pengawasan dalam Hukum Administrasi Negara menurut
Diana Halim dalam buku S.F. Marbun dkk, dapat dirinci sebagai berikut :
a. Ditinjau dari segi kedudukan badan/organ yang melaksanakan
pengawasan:
1) Pengawasan intern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh
suatu badan secara organisatoris/struktural, masih termasuk
dalam lingkungan pemerintahan sendiri. Biasanya pengawasan
ini dilakukan oleh pejabat atasan terhadap bawahannya secara
hirearkis
2) Pengawasan ekstern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh
organ/lembaga secara organisatoris/struktural berada di luar
pemerintah. Pengawas tidak tunduk terhadap pimpinan
organisasi/unit kerja yang diawasi, tetapi untuk kepentingan
masyarakat atau organisasi lain yang diwakilinya dalam bidang
pengawasan.
b. Ditinjau dari segi saat/waktu dilaksanakannya :
1) Pengawasan
preventif/
pengawasan
a
priori,
adalah
pengawasan yang dilakukan sebelum dikeluarkannya suatu
keputusan//ketetapan pemerintah. Pengawasan ini dimaksudkan
untuk
mencegah
terjadinya
penyimpangan-penyimpangan
26
dalam pelaksanaan kegiatan dalam penerbitan keputusan atau
ketetapan oleh pemerintah.
Pengawasan a priori biasanya berbentuk prosedur-prosedur
atau syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar penerbitan keputusan
atau ketetapan ataupun tindakan pemerintah.31
2) Pengawasan
represif/
pengawasan a
posteriori,
adalah
pengawasan yang dilakukan setelah dikeluarkannya keputusan
atau ketetapan pemerintah sehingga bersifat korektif dan
memulihkan suatu tindakan yang keliru.
c. Pengawasan dari segi hukum, merupakan penilaian tentang
sah/tidaknya suatu perbuatan pemerintah yang menimbulkan akibat
hukum. Pengawasan demikian biasanya dilakukan oleh hukum
peradilan.32
2. Pengawasan Ketenagakerjaan
Pengawasan
ketenagakerjaan
merupakan
unsur
penting
dalam
perlindungan terhadap tenaga kerja/buruh, sekaligus sebagai upaya penegakan
hukum ketenagakerjaan secara menyeluruh. Sebagaimana tercantum dalam Pasal
1
angka
32
Undang-Undang
No13
Tahun
2003
bahwa
pengawasan
ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
31
http://medizton.wordpress.com. Di akses tgl 10/06/2011. Pengawasan-penegakan-dansanksi-han.
32
S.F. Marbun dkk, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UII Press
Yogyakarta, Yogayakar
27
Pengawasan ketenagakerjaan dapat dipahami dalam dua pengertian, yaitu
secara luas dan sempit. Secara luas, pengawasan ketenagakerjaan adalah segala
tindakan dan perbuatan yang tujuannya untuk mengawasi pelaksanaan kesehatan
kerja, keamanan kerja, pelaksanaan peraturan perlindungan kerja seperti waktu
kerja, waktu istirahat kerja, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan sebagainya.
Pengawasan ini dapat dilakukan baik oleh pemerintah, asosiasi pengusaha,
maupun serikat pekerja/buruh. Umumnya pengertian sempit terhadap pengawasan
ketenagakerjaan adalah tugas yang diemban oleh instansi ketenagakerjaan untuk
menjamin dilaksanakannya peraturan perlindungan kerja, dalam hal ini petugas
pengawas ketenagakerjaan. Persamaan keduanya bahwa, pengawasan bukanlah
alat perlindungan, melainkan lebih sebagai alat untuk menjamin pelaksanaan
peraturan perlindungan.33
Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk menjamin pelaksanaan
peraturan
ketenagakerjaan,
yang
dilakukan
oleh
pegawai
pengawas
ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin
pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan (Pasal 176 UndangUndang
No.13
Tahun
2003).
Dengan
demikian
sasaran
pengawasan
ketenagakerjaan ialah meniadakan atau memperkecil adanya pelanggaran
Undang-Undang Ketenagakerjaan, sehingga proses hubungan industrial dapat
berjalan dengan baik dan harmonis. Secara umum, bentuk pengawasan ada dua,
yaitu :
1. Pengawasan preventif, yaitu pengawasan yang dilakukan sebelum
terjadinya penyelewengan-penyelewengan, kesalahan-kesalahan dan
33
Agusmidah, Op cit, hal 79
28
sebelum suatu pekerjaan dilaksanakan dengan memberi pedomanpedoman pelaksanaan;
2. Pengawasan yang dilakukan sesudah rencana dilaksanakan, dengan
kata lain berkenaan dengan hasil-hasil yang dicapai, dinilai/diukur.
Jadi pengawasan ini dilakukan setelah adanya kesalahan atau
penyimpangan (pengawasan represif).34
3. Tugas, Hak dan Kewajiban Pengawas
Ruang lingkup tugas-tugas pengawasan ketenagakerjaan adalah:
a. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan peraturan
perundasng-undangan mengenai norma perlindungan tenaga kerja;
b. Melaksanakan pembinaan dalam usaha penyempurnaan norma kerja
dan pengawasannya;
c. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan yang menyangkut
perlindungan tenaga kerja wanita, anak dan orang muda;
d. Melaksanakan usaha-usaha pembentukan, penerapan dan pengawasan
norma di bidang kecelakaan kerja.35.
Pegawai pengawas ketenagakerjaan ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja
atau pejabat yang ditunjuk. Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No.21
Tahun 2010 Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 5, yamg
dimaksud dengan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang kemudian disebut
Pengawas Ketenagakerjaan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan
ditugaskan dalam jabatan fungsional pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
Pelaksanaan
ketenagakerjaan
dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada instansi yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah
provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota (Pasal 178 ayat 1 Undang-Undang No13
Tahun 2093).
34
35
Ibid, hal 79
Sendjun H. Manulang, Op cit, hal 125
29
Pengawasan perburuhan/ketenagakerjaan dilakukan dengan melakukan
kunjungan-kunjungan ke perusahaan-perusahaan untuk mengamati, mengawasi
pelaksanaan hak-hak normatif pekerja. Jika hak-hak pekerja belum dipenuhi oleh
pengusaha, pegawai pengawas dapat melakukan teguran agar hak-hak pekerja
diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, jika tidak
diindahkan, pegawai pengawas yang merupakan penyidik pegawai negeri sipil di
bidang perburuhan dapat menyidik pengusaha tersebut untuk selanjutnya
dibuatkan berita acara pemeriksaan untuk diproses lebih lanjut ke pengadilan.
Pegawai pengawas di lingkungan kementerian tenaga kerja, diberi
wewenang pengawasan yang mencakup :
1. Memasuki semua tempat dilaksanakannya pekerjaan dan juga
segala rumah yang disewakan atau dipergunakan oleh pengusaha
atau wakilnya, untuk perumahan atau jawatan tenaga kerja;
2. Meminta keterangan, baik lisan maupun tertulis kepada pengawas
atau pengurus dan atau tenaga kerja atau serikat pekerja tanpa
dihadiri pihak ketiga;
3. Menjaga, membantu dan memerintahkan pengusaha atau pengurus
perusahaan dan pekerja agar mentaati peraturan perundangan
ketenagakerjaan;
4. Memberikan peringatan/teguran terhadap penyimpangan peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan;
5. Melakukan pengujian teknik persyaratan keselamatan dan
kesehatan kerja;
6. Menyelidiki keadaan ketenagakerjaan yang belum jelas dan atau
belum diatur dalam peraturan perundangan. Meminta bantuan
polisi bila ditolak memasuki perusahaan atau pihak yang dipanggil
tidak memenuhi panggilan;
7. Memanggil pengusaha dan pekerja;
8. Melarang pemakaian bahan/alat berbahaya;
9. Melakukan penyidikan selaku PPNS (Penyidik Pegawai Negeri
Sipil).36
36
Agusmidah, Op cit, hal 80
30
Pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya wajib
(dalam Pasal 181 Undang-Undang No.13 Tahun 2003):
a. Merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut
dirahasiakan;
b. Tidak menyalahgunakan kewenangannya.
Dalam menjalankan tugasnya, apabila pegawai pengawas dengan sengaja
membuka rahasia yang dipercayakan kepadanya, dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya 6 bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam ratus
rupiah dengan tidak dipecat dari hak memangku jabatan (Pasal 6 ayat 1 UndangUndang No.3 Tahun 1951). Namun apabila karena suatu kekhilafan menyebabkan
rahasia yang diperolehnya menjadi terbuka atau bocor, maka yang bersangkutan
diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda
sebanyak-bayaknya tiga ratus rupiah (Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang No.3 Tshun
1951)
Menurut Sendjun H. Manulang dalam buku Abdul Khakim, menyebutkan
tentang fungsi Pengawasan ketenagakerjaan adalah:
1. Mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Ketenagakerjaan;
2. Memberikan penerangan teknis dan nasehat kepada pengusaha dan
tenaga kerja agar tercapainya pelaksanaan Undang-Undang
Ketenagakerjaan secara efektif;
3. Melaporkan kepada pihak yang berwenang atas kecurangan dan
penyelewengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.37
37
Abdul Khakim, Op cit, hal 125
31
C. Perlindungan Kerja
1. Perlindungan Pekerja/Buruh Pada Umumnya
Pekerja/buruh adalah tulang punggung perusahaan, tanpa adanya pekerja
tidak akan mungkin perusahaan itu akan bisa berjalan dan berpartisipasi dalam
pembangunan. Menyadari akan pentingnya pekerja bagi perusahaan, pemerintah
dan masyarakat, maka perlu dilakukan pemikiran agar pekerja dapat menjaga
keselamatannya dalam menjalankan pekerjaan. Demikian pula perlu diusahakan
ketenangan dan kesehatan pekerja agar apa yang dihadapainya dalam pekerjaan
dapat
diperhatikan semaksimal
mungkin,
sehingga
kewaspadaan dalam
menjalankan pekerjaan tetap terjamin. Pemikiran-pemikiran itu merupakan
program perlindungan kerja, yang dalam praktek sehari-hari berguna untuk dapat
mempertahankan produktifitas dan kestabilan perusahaan.
Perlindungan pekerja dapat dilakukan baik dengan jalan meningkatkan
pengakuan hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik dan teknis serta sosial dan
ekonomi melalui norma yang berlaku dalam lingkungan kerja itu.38
Lingkup perlindungan terhadap pekerja atau buruh menurut UndangUndang No.13 Tahun 2003, meliputi:
1. Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/buruh untuk berunding
dengan pengusaha;
2. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja;
3. Perlindungan khusus bagi pekerja/buruh perempuan, anak, dan
penyandang cacat, dan
4. Perlindungan tentang upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga
kerja.39
38
Zaenal Asikin, dkk, Op cit, hal 96
32
Imam Soepomo dalam buku Agusmidah membagi perlindungan pekerja
ini menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :
a. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang
berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja
suatu penghasilan yang cukup untuk memenuhi keperluan seharihari baginya beserta keluarganya, termasuk dalam hal pekerja
tersebut tidak mampu bekerja karena sesutu di luar kehendaknya.
Perlindungan ini disebut dengan jaminan sosial;
b. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan
dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan
pekerja itu mengenyam dan mengembangkan peri kehidupannya
sebagai manusia pada umumnya dan sebagai anggota masyarakat
dan anggota keluarga, atau yang biasa disebut sebagai kesehatan
kerja;
c. Perlindungan teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan
dengan usaha-usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakan
yang dapat ditimbulkan oleh pesawat-pesawat atau alat kerja
lainnya atau oleh bahan yang diolah atau dikerjakan perusahaan,
perlindungan jenis ini disebut dengan keselamatan kerja. 40
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 menyebutkan, perlindungan terhadap
tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan
menjamin kesamaan kesempatan, serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar
apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan
tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.
Perlindungan kerja bertujuan untuk menjamin berlangsungnya sistem
hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang
kuat kepada pihak yang lemah. Untuk ini pengusaha wajib melaksanakan
ketentuan perlindungan tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
39
40
Abdul Khakim, Op cit, hal 60
Agusmidah, Op cit, hal 61
33
2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja diselenggarakan untuk melindungi
keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal.
Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan
keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara
pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat
kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.41
Dalam Pasal 86 Undang-Undang No.13 Tahun 2003, dinyatakan bahwa
setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai
dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Pengaturan menganai upaya
menjamin keselamatan dan kesehatan kerja juga terdapat dalam Pasal 8 UndangUndang No.1 Tahun 1970 Tentang keselamatan kerja menyatakan bahwa petugas
keselamatan dan kesehatan kerja diwajibkan memeriksa kesehatan badan, kondisi
mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun
yang akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang akan diberikan
pada tenaga kerja. Sedangkan pada Pasal 9 Undang-Undang No.1 Tahun 1970
menyatakan bahwa pengurus wajib menunjukan dan menjelaskan para pekerja
baru mengenai kondisi-kondisi dan bahaya yang dapat timbul, alat-alat
perlindungan diri yang harus dipakai serta cara-cara yang aman dalam
melaksanakan pekerjaannya.
41
Haridjan Rusli, Op Cit, hal 108
34
Upaya keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk melindungi
keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal,
dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian
bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi. Dengan
demikian, tujuan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja adalah :
1. Melindungi pekerja dari resiko kecelakaan kerja;
2. Meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh;
3. Agar pekerja/buruh dan orang-orang di sekitarnya terjamin
keselamatannya;
4. Menjaga agar sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara
aman dan berdaya guna.42
Keselamatan dan kesehatan kerja harus diterapkan dan dilaksanakan di
setiap tempat kerja (perusahaan). Tempat kerja adalah setiap tempat yang di
dalamnya terdapat 3 unsur, yaitu :
1. Adanya suatu usaha baik bersifat ekonomis maupun sosial;
2. Adanya sumber bahaya;
3. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya baik terus menerusmaupun sewaktu-waktu.43
Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja (perusahaan)
dilakukan bersama-sama oleh pimpinan atau pengurus perusahaan dan seluruh
tenaga kerja. Dalam pelaksanaannya, pimpinan atau pengurus perusahaan dapat
dibantu
oleh
petugas
keselamatan
dan
kesehatan
kerja
dari
tempat
kerja/perusahaan bersangkutan yang mempunyai pengetahuan atau keahlian
dibidang keselamatan dan kesehatan kerja yang ditunjuk oleh pimpinan atau
42
43
Abdul Khakim, Op Cit, hal 65
Lalu Husni, Op Cit, hal 138
35
pengurus tempat kerja/perusahaan. Sedangkan yang bertugas melakukan.
pengawasan terhadap ditaati atau tidaknya peraturan perundang-undangan di
bidang keselamatan dan kesehatan kerja dilakukan oleh :
1. Pegawai pengawas kesehatan dan keselamatan kerja yaitu pegawai
teknis keahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang
ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja;
2. Ahli keselamatan dan kesehatan kerja yaitu teknis berkeahlian
khusus dari Luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh
Menteri Tenaga Kerja.44
Baik pengusaha maupun pekerja/buruh nempunyai kewajiban dalam
pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah sebagai berikut :
1. Kewajiban pengusaha
a) Terhadap pekerja/buruh yang baru masuk, pengusaha wajib
menunjukkan dan menjelaskan hal-hal :
1) Tentang kondisi dan bahaya yang dapat timbul di
lingkungan kerja;
2) Semua alat pengamanan dan pelindung yang digunakan;
3) Cara dan sikap yang aman dalam melakukan pekerjaan;
4) Memeriksakan kesehatan baik fisik maupun mental
pekerja yang bersangkutan.
b) Terhadap pekerja/buruh yang telah/sedang dipekerjakan :
1) Melakukan pembinaan dalam hal pencegahan
kecelakaan
kerja,
penanggulangan
kebakaran,
pemberian P2K3 dan peningkatan usaha keselamatan
dan kesehatan kerja pada umumnya;
2) Memeriksakan kesehatan pekerja secara berkala.
c) Menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan
diri yang diwajibkan untuk tempat kerja yang bersangkutan
bagi seluruh pekerja/buruh;
d) Memasang gambar dan Undang-Undang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja serta bahan pembinaan lainnya di tempat
kerja sesuai petunjuk pegawai pengawas atau ahli
keselamatan dan kesehatan kerja;
e) Melaporkan setiap peristiwa kecelakaan kerja termasuk
peledakan, kebakaran dan penyakit akibat kerja yang terjadi
di tempat kerja kepada Kantor Dinas Tenaga Kerja;
f) Membayar biaya pengawasan keselamatan dan kesehatan
kerja ke Kantor Pembendaharaan Negara setempat setelah
44
Lalu Husni, Op Cit, hal 139
36
mendapatkan penetapan besarnya biaya oleh kantor Dinas
Tenaga Kerja;
g) Mentaati semua persyaratan keselamatan dan kesehatan
kerja , baik yang diatur oleh undang-undang maupun yang
ditetapkan oleh pegawai pengawas;
2. Kewajiban pekerja/buruh
a) Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh
pegawai pengawas atau ahli keselamatan dan kesehatan
kerja;
b) Memakai alat pelindung diri yang diwajibkan;
c) Memenuhi dan menaati persyaratan keselamatan dan
kesehatan kerja yang berlaku di tempat kerja ynag
bersangkutan.
Namun selain mempunyai kewajiban, pekerja/buruh
mempunyai hak. Hak-hak pekerja/buruh adalah :
a) Meminta kepada pimpinan atau pengurus perusahaan agar
dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja
yang diwajibkan di perusahaan yang bersangkutan;
b) Menyatakan keberatan melakukan pekerjaan, bila syarat
keselamatan dan kesehatan kerja serta alat pelindung diri
yang diwajibkan tidak dipenuhi, kecuali dalam toleransi
khusus yang ditetapkan lain oleh pegawai pengawas.45
a. Keselamatan kerja
Dalam mewujudkan perlindungan keselamatan kerja, pemerintah berupaya
untuk melakukan pembinaan norma di bidang ketenagakerjaan, baik dari segi
pembentukan, penerapan dan pengawasan norma itu sendiri. Untuk itu di
keluarkanlah Undang-Undang No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
Meskipun undang-undang ini merupakan undang-undang tentang keselamatan
kerja, namun cakupan materinya termasuk pula kesehatan kerja karena antara
keselamatan kerja dan kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan, jika keselamatan
kerja sudah terlaksana dengan baik maka kesehatan kerja pun akan tercapai.
Keselamatan kerja merupakan faktor yang sangat diperhatikan dalam
dunia industri modern terutama bagi mereka yang berstandar internasional.
45
Abdul Khakim, Op Cit, hal 66-67
37
Kondisi kerja dapat dikontrol untuk mengurangi bahkan menghilangkan peluang
terjadinya kecelakaan di tempat kerja. Kecelakaan dan kondisi kerja yang tidak
aman berakibat pada luka-luka pada pekerja, penyakit, cacat bahkan kematian,
juga harus diperhatikan ialah hilangnya efisiensi dan produktifitas pekerja dan
perusahaan.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, alat
kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya
serta cara-cara melakukan pekerjaan, selain itu juga menyangkut segenap proses
produksi dan distribusi. Tujuan dari keselamatan kerja adalah :
1) Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan
produksi serta produktivitas nasional;
2) Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat
kerja;
3) Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan
efisien.46
Dalam Pasal 3 Undang-Undang No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan
Kerja menentukan syarat-syarat
tentang keselamatan kerja yang harus
diperhatikan oleh pengusaha adalah sebagai berikut :
1) Mencegah dan mengurangi kecelakaan;
2) Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, yang dapat
dilakukan dengan menyediakan alat-alat pemadam kebakaran,
memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri bagi
pekerja/buruh jika terjadi kebakaran, dan memberikan alat
perlindungan yang lainnya untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya kebakaran;
3) Mencegah atau mengurangi bahaya ledakan;
4) Memperoleh
penerangan
yang
cukup
dan
sesuai,
menyelenggarakan suhu udara yang baik, memelihara ketertiban
dan kebersihan, mengamankan dan memelihara bangunannya;
46
Suma’mur P.K, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, CV Haji Masagung,
Jakarta, 1981, hal 2
38
5) Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerjanya;
6) Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,
cara dan proses kerjanya;
7) Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan
yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi;
8) Mencegah agar jangan sampai terkena aliran listrik;
Syarat-syarat keselamatan kerja di atas mengandung prinsip teknis ilmiah
yang menjadi kumpulan peraturan yang tersusun secara sistematis, jelas, dan
praktis yang menyangkut bidang konstruksi, kelistrikan, bahan pengolahan, dan
pembuatan alat-alat perlindungan, dan lain-lain.
Keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan
yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan istilah kecelakaan industri.
Kecelakaan industri ini secara umum dapat diartikan sebagai suatu kejadian yang
tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah
diatur dari suatu aktivitas.
Ada 4 faktor penyebab terjadinya kecelakaan industri/kecelakaan kerja ini,
yaitu :
1) Faktor manusianya
Misalnya
karena
kurangnya
ketrampilan
atau
kurangnya
pengetahuan, salah penempatannya misalnya si tenaga kerja
lulusan SMA (Sekolah Menengah Atas) di tempatkan dibagian
bangunan.
2) Faktor materialnya/bahannya/peralatannya
Misalnya bahan yang seharusnya terbuat dari besi, akan tetapi
supaya lebih murah dibuat dari bahan lainnya sehingga dengan
mudah akan menimbulkan kecelakaan.
39
3) Faktor bahaya/sumber bahaya, ada dua sebab yaitu :
a) Perbuatan berbahaya, yaitu disebabkan karena metode kerja
yang salah, keletihan/kelesuan, sukap kerja yang tidak
sempurna;
b) Kondisi/keadaan berbahaya, yaitu keadaan yang tidak aman
dari mesin-mesin atau peralatan, lingkungan, proses, dan
sifat pekerjaan;
4) Faktor yang dihadapi
Faktor yang dihadapi dalam hal ini adalah kurangnya pemeliharaan
atau bagaimana perawatan mesin-mesin yang ada sehingga tidak
dapat bekerja dengan sempurna.47
Pengertian kecelakaan kerja juga terdapat dalam Permenaker No.3 Tahun
1994 Tentang Program Jamsostek, yang dimaksud kecelakaan kerja adalah
kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit
yang timbul akibat hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam
perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah
melalui jalan biasa atau wajar dilalui (Bab I Pasal 1 butir 7).
Menurut International Labour Organization (ILO) ada beberapa cara atau
langkah yang perlu diambil untuk menanggulangi kecelakaan yang bertalian
dengan keselamatan kerja, yaitu melalui :
1)
2)
3)
4)
47
Peraturan perundang-undangan;
Standarisasi;
Inspeksi;
Riset teknis;
Lalu Husni, Op Cit, hal 142
40
5) Riset dan psikologis;
6) Riset statistik;
7) Pendidikan;
8) Latihan;
9) Persuasi;
10) Asuransi;48
Pentingnya keselamatan kerja tidak hanya dirasakan bagi buruh, tetapi
juga bagi pengusaha dan pemerintah. Bagi buruh, dengan adanya keselamatan
kerja akan menimbulkan suasana kerja yang tentram sehingga akan dapat
memusatkan perhatian pada pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir
sewaktu-waktu jika terjadi kecelakaan kerja. Bagi pengusaha, adanya pengaturan
keselamatan kerja di perushaan akan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan
yang dapatmengakibatkan pengusaha harfus memberikan jaminan sosial. Bagi
pemerintah, dengan ditaatinya peraturan keselamatan kerja maka apa yang
direncanakan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat akan tercapai.
b. Kesehatan kerja
Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar
tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental
maupun sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal.
Dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan disebutkan juga bahwa upaya kesehatan kerja adalah upaya
penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja agar setiap
pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun
masyarakat di sekelilingnya agar memperoleh produktivitas kerja yang optimal.
Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen
48
Ibid, hal 142
41
utama dalam kesehatan kerja. Kapasitas kerja meliputi status kesehatan kerja dan
gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang
pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Beban kerja meliputi beban
kerja fisik maupun mental, akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan
fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan sesorang pekerja menderita
gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi lingkungan kerja, misalnya panas,
bising, debu, zat-zat kimia dan lain-lain, dapat merupakan beban tambahan
terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja.49
Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja
dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal
cara/metode kerja, proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk :
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat
pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik,
mental maupun kesejahteraan sosialnya;
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja
yang diakubatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya;
3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam
pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh
faktor-faktor yang membahayakan kesehatan;
4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerja
yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaannya.50
Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang
berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa status kesehatan masyarakat
49
Buchari, http://repository.usu.ac.id/, Manajemen Kesehatan Kerja dan Alat Pelindung Diri, Di
akses tanggal 22/06/2011
50
Buchari, http://repository.usu.ac.id/, Manajemen Kesehatan Kerja dan Alat Pelindung Diri. Di
akses tanggal 22/06/2011
42
pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya kesehatan ditempat kerja dan
lingkungan kerja tetapi juga oleh faktor-faktor pelayanan kesehatan kerja, perilaku
kerja serta faktor lainnya.
Menurut Suma’mur, kesehatan kerja adalah spesialisasi dari ilmu
kedokteran atau kesehatan kerja yang prakteknya bertujuan agar pekerja atau
masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik,
mental maupun sosial dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit
atau gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan
kerja serta terhadap penyakit-penyakit umum.51
Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja yang berhak melakukan pemeriksaan
adalah dokter yang ditunjuk oleh pimpinan tempat kerja/perusahaan yang disetujui
oleh Kementerian Tenaga Kerja. Pelaksanaan pengawasan kesehatan kerja
ditujukan kepada :
1. Tempat kerja, yaitu meliputi :
a. Kebersihan dan perawatannya;
b. Kondisi lingkungan kerja;
2. Proses kerja yaitu perlu diteliti bagaimana proses kerjanya dimulai
dari gudang bahan baku, persiapan pengolahan, pengepakan,
sampai pendistribusian.
3. Tenaga kerja, yang diperhatikan meliputi :
a. Alat pelindung diri;
b. Sikap kerjanya;
c. Jenis kelamin;
d. Usia;
e. Beban Kerja;
f. Gizi tenaga kerja;
4. Pelayanan Kesehatan
5. Fasilitas Kesehatan
Sumber-sumber bahaya bagi kesehatan tenaga kerja, meliputi :
1. Faktor fisik, yang dapat berupa :
51
Suma’mur P.K, Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja, PT Toko Gunung Agung,
Jakarta, hal 1.
43
a. suara yang terlalu bising;
b. suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah;
c. penerangan yang kurang memadai;
d. ventilasi yang kurang;
e. radiasi;
f. getaran mekanis;
g. tekanan udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah;
h. bau-bauan di tempat kerja;
i. kelembaban udara;
2. Faktor kimia, yang dapat berupa :
a. gas/uap;
b. cairan;
c. debu-debuan;
d. butiran kristal dan bentuk lain;
e. bahan kimia yang mempunyai sifat racun;
3. Faktor biologis, yang dapat berupa :
a. bakteri virus;
b. jamur, cacing, serangga;
c. tumbuh-tumbuhan dan lain-lain yang hidup dalam lingkungan
tempat kerja;
4. Faktor fatal, yang dapat berupa :
a. sikap badan yang tidak baik pada waktu kerja;
b. peralatan yang tidak sesuai atau tidak cocok dengan tenaga
kerja;
c. gerak yang senantiasa berdiri atau duduk;
d. proses, sikap kerja, dan cara kerja yang monoton;
e. beban kerja yang melampaui batas kemampuan;
5. Faktor psikologis, yang dapat berupa :
a. kerja yang terpaksa/dipaksakan yang tidak sesuai dengan
kemampuan;
b. suasana kerja yang tidak menyenangkan;
c. pikiran yang senantiasa tertekan terutama karena sikap atasan
atau
d. teman kerja yang tidak sesuai;52
52
Sendjun H Manulang, Op cit, hal 140-142.
44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Metode menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara yang teratur
dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud; cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan
pelaksanaan
suatu
kegiatan
guna
mencapai
tujuan
yang
ditentukan.53
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi
legisme positivis. Berdasarkan konsepsi ini, hukum di pandang identik dengan
norma-norma tertulis yang dibuat dan di undangkan oleh lembaga atau pejabat
yang berwenang dan melihat hukum sebagai suatu sistem normatif yang mandiri,
bersifat tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat yang nyata.54
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu penelitian
yang bertujuan menggambarkan keadaan atau gejala dari suatui objek yamg
diteliti. Kemudian dihubungkan dengan teori-teori hukum serta praktek
pelaksanaan hukum positif yang berhubungan dengan materi penelitian
53
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1998, hal 580-581
54
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta:
Alumni, 1988, hal 13
45
C. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di kantor Dinas Sosial Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS) Kabupaten Banyumas dan Pusat
Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman (UNSOED).
D. Sumber Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sumber data sekunder dan
sumber data primer. Namun data primer hanya digunakan sebagai data
pelengkap/pendukung saja, yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pegawai
pengawas di DINSOSNAKERTRANS. Dari data sekunder diambil dan diuraikan
dalam tiga bagian, yaitu :
1. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi pustaka terhadap
peraturan perundang-undangan, buku literature, dan dokumen yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti dan selanjutnya dipelajari sebagai suatu
ketentuan yang utuh. Data sekunder meliputi :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan yang mempunyai kekuatan hukum
mengikat, terdiri dari:
1) Peraturan Dasar, yaitu Undang-Undang Dasar 1945;
2) Undang-undang No.3 Tahun 1951 Tentang Pernyataan Berlakunya
Undang-Undang Pengawasan Perburuhan No.23 Tahun 1948;
3) Undang-Undang No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja;
4) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;
46
5) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO
Convention No. 81 Concerning Labour Inspection In Industry And
Commerce
(Konvensi
ILO
No.81
Mengenai
Pengawasan
Ketenagakerjaan Dalam Industri dan Perdagangan) (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 91, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4309);
6) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor:
PER.03/MEN/1978
Tentang
Persyaratan,
Penunjukan,
dan
Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan
Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja;
7) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER01/MEN/1981 Tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja;
8) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/MEN/1998 Tentang
Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan
9) Peraturan Presiden Republik Indonesia No.21 Tahun 2010 Tentang
Pengawasan Ketenagakerjaan;
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang member penjelasan
mengenai bahan hukum primer dan isinya tidak mengikat, terdiri dari:
1) Pustaka di bidang ilmu hukum;
2) Hasil penelitian di bidang hukum;
3) Artikel-artikel ilmiah, baik dari Koran maupun internet;
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang sifatnya melengkapi kedua
bahan hukum diatas, terdiri dari Kamus.
47
2. Data primer
Data bersumber pada keterangan langsung dari pegawai pengawas Dinas
Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS) Kabupaten
Banyumas. Namun data ini hanya sebagai data pelengkap saja.
E. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dengan cara
inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan, buku literatur, hasil-hasil
penelitian
sebelumnya
dan
dokumen-dokumen
yang
berkaitan
dengan
permasalahan yang selanjutnya dipelajari sebagai pedoman untuk penyusunan
data. Namun untuk mendukung penelitian ini, juga digunakan data primer sebagai
data pelengkap, yang diperoleh dari hasil wawancara secara bebas terpimpin
dengan
pegawai
pengawas
ketenagakerjaan
di
DINSOSNAKERTRANS
Kabupaten Banyumas
F. Metode Penyajian Data
Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian yang disusun
secara sistematis, logis, dan rasional. Dalam arti keseluruhan data yang diperoleh
akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok
permasalahan yang diteliti sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh.
48
G. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis secara normatif kualitatif, yaitu
dengan menjabarkan data-data yang telah diperoleh berdasarkan norma-norma
hukum dan ilmu hukum khususnya hukum ketenagakerjaan
49
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Data sekunder
1.1. Gambaran umum tentang Kabupaten Banyumas
Kabupaten Banyumas merupakan salah satu Kabupaten di wilayah
Provinsi Jawa Tengah yang beribu kota di Purwokerto, secara geografis terletak di
bagian barat daya Provinsi Jawa Tengah. Wilayah Kabupaten Banyumas memiliki
luas wilayah keseluruhan 1.329,02 km, secara geografis terletak di 725'26.85"LS
dan 10913'48.59"BT. Secara administratif terbagi menjadi 27 Kecamatan dan 331
Desa, wilayah ini berbatasan langsung dengan:
-
Sebelah Utara
: Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang
-
Sebelah Selatan : Kabupaten Cilacap
-
Sebelah Barat
-
Sebelah Timur : Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara
: Kabupaten Cilacap dan Brebes
dan Kabupaten Kebumen
Banyumas terkenal dengan budaya Banyumasannya, dengan dialek bahasa
jawa yang terkenal dengan ngapaknya. Bumi dan alam wilayah Banyumas
merupakan kawasan yang subur termasuk dataran rendah dan perbukitan yang
merupakan bagian dari Pegunungan Dieng dan Gunung Slamet, alam yang indah
dan sejuk membuatnya sering dibanggakan antara lain sebagai daerah pertanian
50
dan perkebunan dan hutan tropis. Banyumas ini berpredikat sebagai salah satu
kawasan wisata terkenal di Jawa Tengah dengan tujuan antara lain Baturaden,
Cilongok dan Kalibacin. Selain itu, Banyumas juga dikenal sebagai kota
pendidikan, sejumlah perguruan tinggi negeri dan swasta yang menambah
kebanggaan daerah ini. Makanan khas Banyumas diantaranya adalah keripik
tempe, mendoan, sate bebek tambak, sate sokaraja, dage dan getuk goreng
Sokaraja. Banyumas juga penghasil batik walapun tidak setenar Solo, Yogyakarta,
dan Pekalongan.
1.2. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kantor Dinas Sosial, Tenaga
Kerja dan Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS) Kabupaten
Banyumas
Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas terus berupaya meningkatkan
pelayanan disegala sektor kehidupan masyarakat termasuk di dalamnya tentang
tenaga kerja, masalah sosial dan transmigrasi. Dinas yang paling berkompeten
atas pelaksanaan kegiatan tenaga kerja, sosial dan transmigrasi adalah Dinas
Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS). Berdasarkan
Peraturan Bupati Banyumas No.15 Tahun 2010 Tentang Penjabaran dan Fungsi
Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas dalam Pasal 2
disebutkan bahwa Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai tugas
melaksanakan teknis operasional urusan pemerintahan daerah bidang sosial,
bidang ketenagakerjaan dan bidang ketransmigrasian berdasarkan asas otonomi
dan tugas pembantuan
51
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Banyumas diatur dalam Pasal 9 Peraturan Daerah
Kabupaten Banyumas No.26 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Dinas Daerah Kabupaten Banyumas, terdiri dari :
a. Kepala Dinas
b. Sekretariat, terdiri dari :
a. Subbagian Bina Program;
b. Subbagian Keuangan;
c. Subbagian Umum,
c. Bidang Pembinaan dan Pengembangan Potensi Sosia, terdiri dari :
1. Seksi Pengembangan Potensi Sosial;
2. Seksi Penyuluhan dan bimbingan Sosial;
3. Seksi
Pemberdayaan
Keluarga,
Orang
Lanjut
Usia
dan
Kesejahteraan Anak,
d. Bidang Penanggulangan Bencana. Kemiskinan dan Rehabilitasi Sosial,
terdiri dari :
1. Seksi Penanggulangan Bencana;
2. Seksi Penanggulangan Kemiskinan dan Penyandang Cacat;
3. Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial,
e. Bidang Hubungan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, terdiri dari :
1. Seksi Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja;
2. Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan,
52
f. Bidang Perluasan, Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi, terdiri
dari :
1. Seksi Perluasan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri;
2. Seksi Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri;
3. Seksi Transmigrasi,
g. UPT
h. Kelompok Jabatan Fungsional
Tugas pokok dan fungsi dari bidang-bidang di dalam Dinas Sosial, Tenaga
Kerja dan Transmigrasi secara lebih rinci tercantum dalam Lampiran Peraturan
Bupati No.15 Tahun 2010 Tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Dinas Sosial,
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas. Sedangkan penjabaran
tugas Unit Pelaksana Teknis (UPT) diatur dalam Peraturan Bupati tersendiri
(Pasal 4 Peraturan Bupati No.15 Tahun 2010).
Tugas pokok dari masing-masing bidang menurut Peraturan Bupati No.15
Tahun 2010 adalah sebagai berikut :
1. Kepala Dinas
Kepala dinas mnempunyai tugas teknis operasional penyelenggaraan
urusan pemerintahan daerah bidang sosial, ketenagakerjaan, dan
ketransmigrasian
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan
melalui koordinasi, penyusunan rancangan produk hukum dan naskah
dinas atau cara lain yang sesuai dalam rangka optimaslisasi
pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dan pelayanan.
53
2. Sekretaris, terdiri dari :
a. Subbagian Bina Program
Subbagian Bina Program mempunyai tugas menyiapkan bahan
pengoordinasian perencanaan, pembinaan, evaluasi dan pelaporan
kegiatan dinas berdasarkan ketentuan
yang
berlaku guna
menunjang pelaksanaan tugas dinas
b. Subbagian Keuangan
Subbagian Keuangan mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan
administrasi keuangan dinas berdasarkan standar dan ketentuan
yang berlaku guna menunjang pelaksanaan tugas dinas
c. Subbagian Umum
Subbagian Umum mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan
pelayanan surat menyurat, kearsipan, perpustakaan, kehumasan,
keprotokolan, administrasi kepegawaian, sarana prasarana dan
kerumahtanggaan, berdasrkan standar dan ketentuan yang berlaku
guna menunjang pelaksanaan tugas dinas
3. Bidang Pembinaan dan Pengembangan Potensi Sosial, terdiri dari :
a. Seksi Pengembangan Potensi Sosial
Seksi pengembangan potensi sosial mempunyai tugas menyiapkan
pelaksanaan
perumusan
kebijakan
dan
penyelenggaraan
pengembangan potensi kesejahteraan sosial dan profesi pekerja
sosial melalui kegiatan penelaahan dan pengkajian peraturan
perundang-undangan,
fasilitas
bimbingan
teknis,
pelatihan,
54
sosialisasi dan konsultasi dalam rangka mengatasi masalah
kesejahteraan sosial
b. Seksi Penyuluhan dan Bimbingan Sosial
Seksi Penyuluhan dan Bimbingan Sosial mempunyai tugas
menyiapkan
pelaksanaan
perumusan
kebijakan
teknis
dan
penyelenggaraan penyuluhan, bimbingan sosial pelestarian nilainilai kepahlawanan, keperintisan dan nilai-nilai kesetiakawanan
sosial serta supervisi keluarga pahlawan dan perawatan Taman
Makam Pahlawan (TMP) guna memperkuat integrasi dan aktivitas
sosial
c. Seksi
Pemberdayaan
Keluarga,
Orang
Lanjut
Usia
dan
Keluarga,
Orang
Lanjut
Usia
dan
Kesejahteraan Anak
Seksi
Pemberdayaan
Kesejahteraan Anak mempunyai tugas meyiapkan pelaksanaan
perumusan kebijakan teknis dan penyelenggaraan pemberdayaan
keluarga, orang lanjut usia dan kesejahteraan anak melalui
bimbingan teknis, advokasi, penyantunan, bimbingan ketrampilan
dan fasilitas guna meningkatkan kesejahteraan keluarga, orang
lanjut usia dan anak.
4. Bidang Penanggulangan Bencana, Kemiskinan dan Rehabilitasi sosial,
terdiri dari :
55
a. Seksi Penanggulangan Bencana
Seksi Penanggulangan Bencana mempunyai tugas menyiapkan
pelaksanaan perumusan kebijakan teknis dan penyelenggaraan
kegiatan penanggulangan korban bencana melalui kegiatan
pencegahan, penanganan dan rehabilitasi paska bencana dan
pemberian bantuan bagi korban bencana guna meningkatkan
pelayanan
b. Seksi Penanggulangan Kemiskinan dan Penyandang Cacat
Seksi Penanggulangan Kemiskinan dan Penyandang Cacat
mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan perumusan kebijakan
teknis
dan
penyelenggaraan
kegiatan
penanggulangan
masyarakatmiskin dan pemberdayaan penyandang cacat melalui
fasilitas, sosialisasi, bimbingan teknis, pelatihan ketrampilan dan
pemberian bantuan stimulan dalam rangka tertanganinya masalah
kemiskinan dan penyandang cacat
c. Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial
Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial mempunyai tugas menyiapkan
pelaksanaan perumusan kebijakan teknis dan penyelenggaraan
kegiatan rehabilitasi sosial penyandang tuna sosial (anak jalanan,
anak nakal, remaja rawan Narkoba, remaja putus sekolah,
pemulung, pengemis, gelandangan, orang terlantar, eksnapi, wanita
tuna
susila/waria)
melalui
kegiatan
pemberian
santunan,
56
bimbingan, pelatihan dan penyuluhan dalam rangka berkurangnya
permasalahan tuna sosial.
5. Bidang Hubungan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, terdiri dari :
a. Seksi Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja
Seksi Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja mempunyai
tugas
menyiapkan
pelaksanaan
perumusan
kebijakan
dan
penyelenggaraan kegiatan pembinaan hubungan industrial dan
syarat-syarat kerja serta pengelolaan bahan pengupahan melalui
kegiatan
fasilitasi,
sosialalisasi,
konsultasi,
advokasi
dan
bimbingan teknis atau cara lainnya dalam rangka sinkronisasi dan
harmonisasi penyelenggaraan
b. Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan
Seksi Pengawasan Ketenagakerjaan mempunyai tugas menyiapkan
pelaksanaan perumusan kebijakan teknis dan penyelenggaraan
pengurusan Norma Kerja, Jamsostek, dan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) melalui kegiatan pemantauan, peninjauan
lapangan dan kunjungan kerja ke perusahaan dalam rangka
pencapaian kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja
6. Bidang Perluasan, Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Terdiri
dari :
a. Seksi Perluasan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri
Seksi Perluasan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri
mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan perumusan kebijakan
57
teknis dan penyelenggaraan penempatan tenaga kerja dalam negeri
melalui pembinaan lembaga pelatihan kerja dan bursa kerja,
penyebaran informasi pasar kerja dan pembinaan usaha mandiri
serta produktivitas tenaga kerja untuk mengatasi pengangguran
b. Seksi Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri
Seksi Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri mempunyai tugas
menyiapkan
pelaksanaan
perumusan
kebijakan
teknis
dan
penyelenggaraan kegiatan penempatan tenaga kerja di luar negeri
melalui kegiatan fasilitas, pembinaan, pengawasan dan kemitraan
dengan perusahaan jasa dan/atau instansi yang menangani
penempatan tenaga kerja luar negeri sesuai mekanisme dan
prosedur yang berlaku sehingga terwujudnya perlindungan dan
hak-hak normatif TKI
c. Seksi Transmigrasi
Seksi Transmigrasi mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan
perumusan kebijakan teknis dan penyelenggaraan program
transmigrasi melalui kegiatan pendataan, pendaftaran, seleksi serta
melaksanakan
urusan
pengangkutan
dan
bimbingan
calon
transmigrasi dalam rangka program pemerataan kepadatan
penduduk dan kesejahteraan masyarakat.
7. Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Penjabaran mengenai tugas Unit Pelaksana Teknis (UPT) pada Dinas
Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas, diatur
58
dalam peraturan bupati tersendiri, yaitu Peraturan Bupati No.41 Tahun
2010 Tentang Penjabaran Tugas Unit Pelaksana Teknis pada Dinas
Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas. Unit
Pelaksana Teknis (UPT) adalah pelaksana sebagian kegiatan teknis
operasional dinas dan/atau kegiatan teknis penunjang dinas yang
mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa kecamatan (Pasal 1
angka 6 Peraturan Bupati No.41 Tahun 2010). UPT dalam Dinas
Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi adalah Balai Latihan Kerja
(BLK).
Dalam Pasal 2 Peraturan Bupati No.41 Tahun 2010 disebutkan bahwa :
BLK mempunyai tugas melaksanakan sebagian kegiatan teknis
operasional Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam
pelatihan kerja kepada tenaga kerja.
BLK mempunyai struktur organisasi tersendiri yang terdiri dari Kepala
BLK, Kepala Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan
Fungsional. Penjabaran tugas jabatan struktural pada BLK tercantum
dalam Lampiran Peraturan Bupati No.41 Tahun 2010.
8. Kelompok Jabatan Fungsional
Tugas Kelompok Jabatan Fungsional diatur dalam Peraturan Bupati
No.25 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah
Kabupaten Banyumas, yang terdapat dalam Pasal 31 ayat 2 yang
menyebutkan bahwa Kelompok Jabatan fungsional mempunyai tugas
59
melaksanakan sebagian tugas Pemerintah Daerah sesuai dengan
keahlian dan/atau ketrampilan serta kebutuhan.
BAGAN ORGANISASI
DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
KABUPATEN BANYUMAS
KEPALA DINAS
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
SEKRETARIAT
SUBBAGIAN
BINA
PROGRAM
BIDANG
PEMBINAAN&
PENGEMBANGA
N POTENSI
SEKSI
PENGEMBAN
GAN POTENSI
SOSIAL
SEKSI
PENYULUHAN
& BIMBINGAN
SOSIAL
SEKSI
PEMBERDAY
AAN
KELUARGA,
LANSIA&
KESEJAHTER
AAN ANAK
BIDANG
PENANGGULAN
GAN BENCANA,
KEMISKINAN
&REHABILITASI
SOSIAL
SEKSI
PENANGGUL
ANGAN
BENCANA
SEKSI
PENANGGUL
ANGAN
KEMISKINAN
DAN CACAT
SUBBAGIAN
KEUANGAN
BIDANG HUBUNGAN&
PENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN
SEKSI
HUBUNGAN
INDUSTRIAL&PER
SYARATAN KERJA
SEKSI
PENGAWASAN
KETENAGAKERJA
AN
SEKSI
REHABILITAS
I TUNA
SOSIAL
UNIT PELAKSANA
TEKNIS
SUBBAGIAN
UMUM
BIDANG PERLUASAN,
PENEMPATAN TENAGA
KERJA&TRANSMIGRASI
SEKSI
PERLUASAN
&PENEMPATAN
TENAGA KERJA
DALAM NEGERI
SEKSI
PENEMPATAN
TENAGA KERJA
LUAR NEGERI
SEKSI
TRANSMIGRASI
60
1.3. Pengawasan ketenagakerjaan oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Banyumas
Dalam Pasal 1 angka 32 UU no.13 Tahun 2003 yang dimaksud dengan
pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan
pelaksanaan
peraturan
perundang-undangan
di
bidang
ketenagakerjaan.
Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada instansi
yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan (Pasal 178
UU No.13 Tahun 2003).
Pengawasan dilakukan oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Banyumas dan pelaksanaanya dilakukan oleh pegawai pengawas
ketenagakerjaan yang kompeten tergabung dalam unit tersendiri pada Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dengan demikian
pegawai pengawas dapat melakukan tugasnya dan mengambil keputusan secara
independen, tidak terpengaruh oleh pihak lain.55 Pengawasan ketenagakerjaan
dilakukan untuk menjamin semua peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait.
1.3.1 Ruang lingkup pelaksanaan pengawasan dan pembinaan yang
dilaksanakan pengawas ketenagakerjaan mencangkup:
1. Norma kerja yang meliputi:
a. Hubungan kerja;
b. Pelatihan kerja;
c. Penempatan kerja;
55
Payaman J. Simanjuntak, Undang-Undang Yang Baru Tentang Ketenagakerjaan,
Kantor Perburuhan Internasional, Jakarta, 2003, hal 46
61
d. Waktu kerja;
e. Pengupahan;
f. Jamsostek;
g. Pekerja wanita;
h. Syarat-syarat kerja.
2. Norma kesehatan kerja yang meliputi:
a. Sarana pelayanan kesehatan;
b. Lingkungan kerja;
c. Higiene perusahaan;
d. Bahan bakar berbahaya;
e. Bahan mudah terbakar.
3. Norma keselamatan kerja yang meliputi:
a. Instalasi listrik;
b. Proteksi petir;
c. Pesawat tenaga penggerak mula;
d. Mesin produksi;
e. Mesin perkakas kerja;
f. Pesawat angkat angkut;
g. Botol baja bertekanan;
h. Ketel uap;
i.
Pesawat pendingin;
j.
Alat pemadam api (instalasi hidran);
k. Alat pelindung diri.
62
1.3.2. Pengawasan ketenagakerjaan di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
(DINSOSNAKERTRANS)
diatur
dalam
Peraturan
Bupati
Banyumas No.15 Tahun 2010. Rincian tugas bidang pengawasan ketenagakerjaan
adalah sebagai berikut:
b. Menyiapkan perumusan kebijakan teknis pengurusan Norma Kerja,
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dan Keselamatam dan Kesehatan Kerja;
c. Menyiapkan pelaksanaan wajib lapor ketenagakerjaan bagi
perusahaan;
d. Menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan norma ketenagakerjaan bagi
perusahaan yang dituangkan dalam nota pemeriksaan;
e. Menyiapkan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan bagi
perusahaan yang dituangkan dalam akta pengawasan;
f. Menyiapkan pelaksanaan pengawasan dan pemberian rekomendasi K3
perusahaan jasa konstruksi;
g. Menyiapkan
pelaksanaan
pemeriksaan/pengujian/pengesahan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) perusahaan alat-alat
mesin/pesawat/instalasi bejana tekan/ketel uap dan alat berbahaya
lainnya;menyiapkan pembuatan dan penerbitan surat rekomendasi
untuk perusahaan yang melaksanakan kerja lembur dan kerja malam
wanita;
h. Menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan kasus kecelakaan kerja;
i. Menyiapkan pelaksanaan perhitungan penetapan santunan kecelakaan
kerja;
j. Menyiapkan
pelaksanaan
pembentukan
Panitia
Pembinaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2 K3) bagi perusahaan;
k. Menyiapkan pembuatan dan penerbitan surat rekomendasi untuk
perusahaan Jasa K;
l. Menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan kasus kebakaran dan peledakan;
m. Menyiapkan pelaksanaan pemeriksaan Penyidikan Pelanggaran Norma
Kerja dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
1.3.3. Pelaksanaan proses pengawasan berdasarkan Surat Edaran Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.918/MEN/PPK-SES/XI/2004 Tentang
Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan di Proponsi dan Kabupaten/Kota
menyebutkan bahwa proses pelaksanaan pengawasan pegawai pengawas
ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:
63
1. Menyusun
rencana
kerja
pemeriksaan
(bulanan)
yang
diketahui/disahkan oleh pimpinan atau atasannya;
2. Melakukan pemeriksaan baik pertama, berkala, maupun khusus dan
pengujian di lapangan/perusahaan secara komprehensif dan tuntas;
3. Mencatat hasil temuan pemeriksaan dan pengujian dalam buku , akte
pengawasan ketenagakerjaan dan atau akte izin/pengesahan;
4. Membuat akte pemeriksaan dan laporan pemeriksaan;
5. Memantau pelaksanaan dan menindaklanjuti hasil temuan pemeriksaan
dan atau pengujian.
1.3.4. Proses pengawasan terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
pekerja oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan mengacu pada Undang-Undang
No.3 Tahun 1951 jo Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No.PER.03/MEN/1978 Tentang Persyaratan, Penunjukan dan Wewenang Serta
Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja,
yaitu:
1. Memasuki semua tempat kerja;
2. Meminta keterangan baik tertulis maupun lisan kepada pengusaha,
pengurus dan tenaga kerja mengenai syarat-syarat keselamatan dan
kesehatan kerja;
3. Memerintahkan agar pengusaha, pengurus dan tenaga kerja melaksanakan
syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja;
4. Mengawasi langsung terhadap ditaatinya undang-undang keselamatan
kerja beserta peraturan pelaksanaanya, termasuk:
64
a. Keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat, serta peralatan
lainnya, bahan-bahan dan sebagainya;
b. Lingkungan;
c. Sifat pekerjaan;
d. Cara kerja;
e. Proses produksi
5. Memerintahkan
kepada
pengusaha/pengurus
untuk
memperbaiki,
merubah, atau mengganti bilamana terdapat kekurangan, kesalahan, dan
melaksanakan pesyaratan keselamatan dan kesehatan kerja;
6. Melarang penggunaan pesawat-pesawat, alat-alat maupun proses produksi
yang membahayakan;
7. Memberikan laporan kepada direktur mengenai hasil pengawasan.
1.4. Jumlah pegawai pengawas di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Banyumas
1.4.1. Jumlah pegawai pengawas di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS) Kabupaten Banyumas adalah:
1. 2 (dua) orang pegawai pengawas umum
Pegawai pengawas umum bertugas melakukan pembinaan dan
penyuluhan bagi masyarakat khususnya tenaga kerja dan pengusaha
tentang peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
2. 1 (satu) orang pegawai pengawas spesialis
Pegawai pengawas spesialis bertugas memberikan penerangan teknis
serta nasehat kepada pengusaha atau pengurus mengenai keselamatan
65
dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan melakukan teguran baik secara lisan maupun tertulis
kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran. Pengawasan lebih
menitikberatkan kepada peringatan dan nasehat agar perusahaan segera
menaati peraturan dan memperbaiki pelanggaran yang dilakukannya.
1.4.2. Pegawai pengawas ketenagakerjaan mempunyai etika kerja sebagai
pedoman dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan pembinaan. Etika kerja
pengawas ketenagakerjaan adalah:
1. Dilarang mempunyai kepentingan langsung maupun tidak langsung
dengan perusahaan yang diawasi;
2. Tidak membuka rahasia perusahaan atau komersial atau proses kerja
yang diketahui pada waktu menjalankan tugas bahkan setelah
meninggalkan pekerjaan sebagai pengawas;
3. Memegang teguh rahasia sumber setiap pengaduan tentang adanya
masalah dan pelanggaran perundang-undangan atau peraturan yang
tidak boleh memberitahukan kepada pengusaha atau wakilnya bahwa
kunjungan pengawasan dilakukan berdasarkan atas adanya aduan
pelapor tersebut.
66
1.5. Jumlah kegiatan usaha di Kabupaten Banyumas
Jumlah kegiatan usaha di Kabupaten Banyumas berdasarkan Klasifikasi
Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) adalah sebgai berikut
No. Jenis kegiatan usaha berdasarkan KLUI
1.
Jumlah
Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan
8
dan perikanan
2
Pertambangan dan penggalian
3
3..
Industri pengolahan
124
4.
Listrik, gas dan air
12
5.
Bangunan
35
6.
Perdagangan besar, eceran, dan rumah makan
347
serta hotel
7
Angkutan, penggudangan dan komunikasi
8.
Keuangan,
9.
asuransi,
usaha
28
persewaan
bangunan, tanah dan jasa perusahaan
124
Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan
118
Jumlah
799
1.6. Jumlah pekerja di Kabupaten Banyumas
Jumlah pekerja di seluruh Kabupaten Banyumas di berbagai kegiatan
usaha adalah 24.333 orang pekerja.
1.7. Jumlah kecelakaan kerja yang terjadi tahun 2010/2011
Pada tahun 2010/2011 ada 40 jenis kecelakaan kerja yang terjadi di 40
perusahaan di Kabupaten Banyumas.
67
2. Data primer
2.1. Pelaksanaan
pengawasan
K3
oleh
pegawai
pengawas
ketenagakerjaan
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Teguh Santoso, S.H, sebagai
pegawai pengawas di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Banyumas adalah sebagai berikut:
Petugas pengawas melakukan pengawasan langsung ke lokasi perusahanperusahaan sebagaimana diamanatkan oleh UU No.3 Tahun 1951, baik
pengawasan yang bersifat umum yang terdiri dari pengawasan pertama dan
berkala maupun pengawasan yang bersifat khusus yaitu pengawasan yang
dilakukan apabila ditemukan terjadinya pelanggaran. Pengawasan pertama
dilakukan pada perusahaan yang baru didirikan, pengaturannya terdapat dalam
Undang-Undang No.7 Tahun 1981 Tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di
Perusahaan. Pengawasan berkala dilakukan pada perusahaan-perusahaan di
Kabupaten Banyumas dalam sebulan minimal 8 perusahaan, dalam melakukan
pengawasan petugas pengawas ketenagakerjaan secara bebas berhak memasuki
setiap tempat kerja yang dapat diawasi setiap saat, khususnya di tempat produksi
atau tempat dilaksanakannya pekerjaan untuk memastikan bahwa pekerja terjamin
keselamatan dan kesehatan kerjanya. Apabila ada indikasi bahwa di perusahaan
tersebut terjadi pelanggaran, maka petugas pengawas dapat melakukan
pengawasan secara intensif untuk memeriksa bentuk pelanggaran seperti apa yang
terjadi dan sanksi apa yang akan diberikan.
68
Sebelum melakukan pengawasan petugas pengawas wajib untuk:
1. memperkenalkan dirinya kepada pihak yang berwenang di perusahaan
yang akan diawasi;
2. menjelaskan maksud dan tujuan kedatangannya.
Pengawasan yang dilakukan oleh petugas pengawas meliputi:
1. melakukan pemeriksaan secara meyeluruh di tempat kerja atau tempat
sedang dilangsungkannya suatu pekerjaan;
2. memeriksa kelengkapan alat pelindung diri pekerja;
3. memeriksa secara teliti/melakukan pengujian terhadap alat-alat
berbahaya yang dapat mempunyai resiko terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja pekerjansepert alat-alat mesin/pesawat/instalasi bejana
tekan/ketel uap dan alat berbahaya lainnya;
4. mengawasi secara langsung cara bekerja pekerja;
5. mengawasi secara langsung proses produksi yang sedang berjalan;
6. meminta keterangan secara langsung kepada pekerja.
2.2. Pemberian sanksi terhadap adanya pelanggaran
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agus Trianto, S.T, sebagai
pegawai pengawas Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Banyumas, pelanggaran banyak terjadi pada industri tradisional terutama masalah
fasilitas tempat kerja yang kurang sehat dan agak berbahaya. Hal ini disebabkan
karena kurangnya modal pada industri tradisonal. Terhadap permasalahan seperti
ini pegawai pengawas dituntut untuk mengambil kebijakan, disatu sisi mencari
69
pekerjaan adalah hak setiap orang sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 27
ayat (2) dan Pasal 28 D ayat (2), sedangkan disisi lain hal tersebut adalah
pelanggaran terhadap norma. Berkaitan dengan hal tersebut, pegawai pengawas
tidak serta merta menetapkan sanksi terhadap perusahaan/industri tradisional
tersebut.
Berdasarkan
beberapa
pertimbangan,
pegawai
pengawas
lebih
mengedepankan aspek pembinaan sehingga tidak serta merta memberikan sanksi,
hal ini berkaitan dengan kondisi Kabupaten Banyumas yang masih dalam tahap
daerah berkembang, meskipun begitu tidak menutup pula kemungkinan
penjatuhan sanksi yang berat berupa pencabutan izin hingga pencabutan usaha.
Hal tersebut dilakukan apabila pelanggaran yang terjadi sudah dianggap
keterlaluan atau membahayakan. Sedangkan bagi perusahaan yang sudah
berstandar ISO, jika terjadi pelanggaran terhadap undang-undang maka sanksi
diberikan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku mulai dari
sanksi administratif sampai dengan sanksi pidana. Namun hingga saat ini di
Kabupaten Banyumas, belum ditemukan pelanggaran yang berujung pada
pemberian sanksi pidana, hanya sampai pada sanksi administrative.
2.3. Hambatan-hambatan dalam melaksanakan pengawasan
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Agus Trianto, S.T, hambatanhambatan yang terjadi pada saat melaksanakan pengawasan, meliputi:
1. Kurangnya pegawai pengawas ketenagakerjaan, dengan jumlah
perusahaan
yang
harus
diawasi
ketenagakerjaan tidak sebanding;
dengan
pegawai
pengawas
70
2. Kurangnya sarana dan prasarana, misalnya alat pendeteksi debu
sehingga dalam proses pengawasan pegawai pengawas harus jeli;
3. Kurangnya kesadaran dari pihak perusahaan, jika ditemukan adanya
indikasi kondisi yang membahayakan pekerja ataupun teguran
terhadap perusahaan, perusahaan berat untuk memperbaiki dengan
alasan kurangnya dana.
B. PEMBAHASAN
Definisi administrasi negara menurut Utrecht yaitu gabungan jabatanjabatan (complex van ambten), alat administrasi yang dibawah pimpinan
pemerintah
melakukan
sebagian
dari
pekerjaan
pemerintah.56
Hukum
Administrasi Negara dapat dirumuskan sebagai keseluruhan aturan hukum yang
mengatur hubungan hukum antar negara atau alat perlengkapannya yang mewakili
negara pada satu pihak dan rakyat merupakan pihak lain.
Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang menggambarkan Negara
dalam keadaan bergerak, dengan para pejabatnya melakukan hubungan hukum
istimewa di dalam rangka melakukan tugas-tugas mereka yang bersifat khusus.57
Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan
nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dilaksanakan dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
56
E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, 1990,Ichtiar,
Jakarta. hal 1
57
Rozali Abdullah, Hukum Kepegawaian cetakan kedua,1996, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta. Hal 2
71
Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri dari
tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan
merata baik materiil maupun spiritual.
UUD 1945 mengisyaratkan hak setiap warga negara atas pekerjaan dan
penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Pekerjaan baru memenuhi kelayakan
bagi kemanusiaan apabila keselamatan bagi pekerja sebagai pelaksananya dapat
terjamin. Kematian, cacat, cedera, penyakit, dan lain-lain sebagai akibat
kecelakaan
dalam
melakukan
pekerjaan
bertentangan
dengan
dasar
kemanusiaan.58
Dikeluarkannya UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
merupakan wujud dari campur tangan pemerintah selaku pelaksana penyelenggara
negara untuk memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja.
Pasal 4 UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyatakan
bahwa tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah :
1. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawi;
2. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga
kerja sesuai dengan kebutuhan nasional dan daerah;
3. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan;
4. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarga;
Secara umum hukum ketenagakerjaan merupakan sekumpulan peraturan
baik yang tertulis atau tidak tertulis yang bertujuan:
a. Untuk mencapai/melaksanakan keadilan sosial dalam bidang
ketenagakerjaan;
b. Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang berlebihan
dari pengusaha, misalnya dengan membuat atau menciptakan
58
Suma’mur P.K, Op Cit, hal 29.
72
peraturan-peraturan yang sifatnya memaksa agar pengusaha tidak
bertindak sewenang-wenang dengan pihak tenaga kerja.59
Butir a dalam tujuan hukum ketenagakerjaan di atas menunjukan bahwa
tujuan dari hukum ketenagakerjaan adalah agar adanya pemerataan untuk saling
menjaga ketertiban, keamanan, dan keadilan bagi pihak-pihak yang terkait dalam
proses produksi untuk mencapai ketenangan kerja dan kelangsungan berusaha,
sedangkan butir b menunjukkan bahwa tenaga kerja mendapat perlindungan dari
pemerintah. Hal ini dilakukan agar pengusaha tidak melakukan tindakan yang
sewenang-wenang kepada pihak tenaga kerja.
Tujuan pokok hukum ketenagakerjaan adalah melaksanakan keadilan
sosial dalam hukum ketenagakerjaan, dan pelaksanaan dari keadilan sosial
tersebut adalah pemberian perlindungan terhadap buruh atau pekerja dari
kekuasaan pihak yang tidak terbatas yaitu pemberi kerja atau pengusaha.
Perlindungan tersebut diberikan oleh pemerintah melalui penetapan berbagai
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang bersifat memaksa.
Untuk menjamin pelaksanaan peraturan tersebut diperlukan adanya pengawasan.
Pengawasan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan upaya untuk menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban antara pengusaha dan pekerja/buruh, agar
peraturan dibidang ketenagakerjaan dapat dilaksanakan dengan baik. Pengawasan
diartikan sebagai segala usaha untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang
sebenarnya tentang pelaksanaan tugas atau pekerjaan, apakah sesuai dengan
semestinya atau tidak. Dengan demikian pengawasan ditujukan untuk menjaga
agar pelaksanaan tugas atau pekerjaan yang dijalankan tetap berjalan semestinya
59
Sendjun H. Manulang, Op. cit, hal 2.
73
sesuai dengan arah dan tujuan diberikannya dan dilaksanakannya tugas atau
pekerjaan tersebut. Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2010
menyebutkan bahwa Pengawasan Ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi
dan
menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di
bidang
ketenagakerjaan. Hal tersebut adalah sesuai apabila dikaitkan dengan hasil
penelitian nomor 1.3.
Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara pengawasan terhadap perbuatan
pemerintah dapat dilakukan dari berbagai sudut yaitu pengawasan oleh instansi
pemerintah yang lebih atas, oleh instansi yang mengambil keputusan itu sendiri,
oleh badan peradilan tata usaha negara maupun oleh warga masyarakat melalui
DPR atau oleh instansi yang khusus ditunjuk untuk mengadakan pengawasan.60
Hukum ketenagakerjaan merupakan ruang lingkup dari Hukum Administrasi
Negara, oleh karena itu berdaasarkan Hukum Administrasi Negara pengawasan
ketenagakerjaan dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu:
1. Ditinjau dari kedudukan badan atau organ yang melaksanakan
pengawasan.
Pengawasan ketenagakerjaan termasuk dalam pengawasan intern,
karena yang melaksanakan pengawasan ketenagakerjaan adalah
pegawai pengawas ketengakerjaan
2. Ditinjau dari segi waktu dilaksanakannya pengawasan.
Berdasarkan
waktu
dilaksanakannya
pengawasan,
pengawasan
ketenagakerjaan dapat digolongkan dalam pengawasan represif.
60
Marbun d.k.k, Op Cit, hal 268
74
Pengawasan
ketenagakerjaan
pelaksanaan
undang-undang
dimaksudkan
atau
peraturan
untuk
mengawasi
pemerintah
yang
menyangkut bidang ketenagakerjaan.
Pengawasan di bidang ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas
ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independent guna menjamin
pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Pegawai pengawas
ketenagakerjaan termasuk organ pemerintah yang berperan sebagai badan
pengawas, bertugas memberikan penyuluhan dan pembinaan serta pemeriksaan
terhadap perusahaan tentang pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang ketenagakerjaan yang merupakan suatu bentuk perlindungan
terhadap pekerja khususnya dalam bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3). Perlindungan tersebut merupakan suatu wujud pengakuan terhadap hak-hak
pekerja sebagai manusia yang harus diperlakukan secara manusiawi dengan
memperhatikan keterbatasan dan kemampuan, baik fisik maupun non fisik. Dalam
Pasal 86 ayat 1 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 disebutkan bahwa setiap
pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. Keselamatan dan kesehatan kerja;
b. Moral dan kesusilaan; dan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk
melindungi
keselamatan
pekerja/buruh
guna
mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja (Pasal 86 ayat 2 Undang-undang No.13 Tahun 2003)
75
Pengawasan merupakan proses atau serangkaian kegiatan pemantauan,
pemeriksaan dan evaluasi terhadap suatu kondisi yang dihasilkan oleh sarana
sebagai sasaran. Proses ini secara keseluruhan berlangsung sebagai suatu sistem
yang di dalamnya terdapat beberapa unsur atau elemen yang saling berkaitan dan
atau saling berinteraksi sebagai suatu kesatuan.
Muchsan
dalam
bukunya
Sistem Pengawasan
Terhadap
Aparat
Pemerintah dan Tata Usaha Negara berpendapat bahwa unsur-unsur tindakan
pengawasan adalah sebagai berikut.
a. Adanya kewenangan yang jelas dimiliki oleh semua aparat pengawas;
b. Adanya suatu rencana yang mantap dan terprogram sebagai alat
penguji terhadap jalannya pelaksanaan suatu tugas yang akan diawasi;
c. Tindakan pengawasan dapat dilakukan terhadap suatu proses kegiatan
yang sedang berjalan maupun terhadap hasil yang dicapai dari kegiatan
tersebut;
d. Tindakan pengawasan tersebut berakhir dengan disusunnya evaluasi
akhir terhadap kegiatan yang dilaksanakan serta pencocokan hasil yang
dicapai dengan rencana sebagai tolak ukurnya;
e. Untuk selanjutnya tindakan pengawasan akan diteruskan dengan tindak
lanjut baik secara administrasi maupun secara yurisdis.61
Data hasil penelitian yang diperoleh penulis dikaitkan dengan pendapat
Muchsan
mengenai
unsur-unsur
pengawasan
dapat
disimpulkan
bahwa
pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan terhadap pelaksanaan pengawasan
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Kabupaten Banyumas telah
memenuhi unsur-unsur pengawasan tersebut, seperti yang akan diuraikan sebagai
berikut:
1. Pengawas ketenagakerjaan sebagai aparat pengawas telah mempunyai
kewenangan yang jelas.
61
Muchsan , Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan
Tata Usaha Negara, 1992, Liberty, Yogyakarta.
76
Kewenangan tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan dalam Pasal 180 dinyatakan bahwa ketentuan
mengenai persyaratan penunjukan, hak dan kewajiban serta wewenang
pegawai pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan tentang pengawasan
ketenagakerjaan yang berlaku sekarang adalah Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1948 tentang Pengawasan Perburuhan dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2003 tentang Pengesahan konvensi ILO Nomor 81 mengenai Pengawasan
Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan. Dalam Undang-Undang
Nomor 3 tahun 1951, Pasal 2 ayat (2). Pasal 3 Ayat (1) dan ayat (2) pengawas
ketenagakerjaan dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat pengawas
berwenang untuk :
a.
Memasuki setiap tempat kerja dimana biasa dijalankan atau biasa
dijalankan pekerjaan;
b.
Memperoleh semua data-data atau keterangan yang sejalas-jelasnya
tentang hubungan kerja serta keadaan perburuhan/ketenagakerjaan pada
umumnya di perusahaan yang bersangkutan;
c.
Mengadakan wawancara dan atau menanyai pekerja atau buruh tanpa
adanya pihak ketiga (pengusaha).
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 dalam
Pasal 12 menyatakan bahwa pengawas ketenagakerjaan berhak untuk :
a. Secara bebas memasuki semua tempat kerja yang dapat diawasi disetiap
saat baik siang maupun malam, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu;
77
b. Pada siang hari memasuki setiap tempat yang diperkiraan dapat diawasi
dan;
c. Melakukan pemeriksaan, pengujian atau penyelidikan yang dipandang
perlu untuk meyakinkan bahwa ketentuan hokum benar-benar ditaati, dan
khususnya:
a. Memeriksa pengusaha atau pegawai perusahaan, baik sendiri atau
dengan kehadiran saksi mengenai masalah-masalah yang berkaitan
dengan pelaksanaan ketentuan hukum.
b. Meminta buku-buku atau dokumen lain yang penyimpanannya
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan atau peraturan
nasional mengenai kondisi kerja memastikan bahwa buku-buku atau
dokumen tersebut sesuai dengan perundang-undangan atau peraturan
tersebut, dan untuk menyalin atau mengutip dokumen tersebut.
c. Mewajibkan pemasangan peringatan yang diharuskan oleh ketentuan
hukum.
d. Mengambil atau membawa contoh bahan-bahan atau zat yang
digunakan atau dipakai untuk dianalisa dengan pemberitahuan kepada
pengusaha atau wakilnya.
Pengawasan
ketenagakerjaan
dalam
rangka
memperbaiki
penyimpangan yang terjadi di lapangan diberi kewenangan seperti yang
tercantum dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2003,
kewenangan yang dimaksud adalah:
a. Memberi perintah untuk melakukan perubahan terhadap instalasi
bangunan sesuai dengan standar-standar keselamatan kerja;
b. Mengambil tindakan segera terhadap ancaman yang dapat mebahayakan
keselamatan dan kesehatan kerja.
Adapun kewajiban dari pengawas ketenagakerjaan sebagaimana
terdapat dalam Pasal 181 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 adalah:
a. Merahasiakan segala sesuatu yang sifatnya patut dirahasiakan;
b. Tidak menyalahgunakan kewenangannya
78
Berdasarkan data penelitian nomor 1.3.2.,1.3.3. dan 1.3.4. serta 2.1.
maka pegawai pengawas ketenagakerjaan di Kabupaten Banyumas telah
mempunyai kewenangan yang jelas
2. Pengawasan terhadap Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan (K3) pekerja,
berpedoman pada berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang Keselamatan dan Kesehatan (K3) pekerja yaitu Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya Undang-Undang Nomor
13 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan, Undang-Undang No.13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2003 tentang Pengesahan konvensi ILO Nomor 81 mengenai Pengawasan
Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan, Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Nomor: PER.03/MEN/1978 Tentang Persyaratan, Penunjukan dan
Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan
Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No.PER-01/Men/1981 Tentang Kewajiban Melapor Penyakit
Akibat Kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.03/Men/98 Tentang Tata
Cara Pelaporan Pemeriksaan Kecelakaan dan Peraturan Presiden No.21 Tahun
2010 serta peraturan pelaksana lainnya.
3. Pelaksanaan pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) meliputi
seluruh tempat tempat kerja, baik kantor maupun tempat dimana proses
produksi sedang berjalan.
79
Pengawasan yang dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan
meliputi semua tempat kerja, baik dalam proses produksi maupun memeriksa
alat-alat yang digunakan dalam proses produksi tersebut. Dalam Pasal 4 huruf
d, disebutkan bahwa Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja
berwenang untuk mengawasi langsung terhadap ditaatinya Undang-undang
Keselamatan Kerja beserta peraturan pelaksanaanya termasuk:
1. Keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat serta peralatan
lainnya, bahan-bahan dan sebagainya;
2. Lingkungan;
3. Sifat pekerjaan;
4. Cara kerja;
5. Proses produksi.
Apabila dalam pengawasan tersebut terdapat pelanggaran, maka
pegawai pengawas ketenagakerjaan dapat memberikan tindakan langsung
terhadap adanya pelanggaran tersebut. Berdasarkan hasil penelitian nomor 2.2.
maka tindakan pegawai pengawas telah memenuhi unsur ketiga pendapat
Muchsan.
4. Hasil dari pengawasan terhadap Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan
(K3) pekerja dicocokan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan
perundangan yang mengatur tentang Pengawasan Ketenagakerjaan sebagai
tolak ukurnya dan hasil tersebut dituangkan dalam nota pemeriksaan.
Hasil pengawasan secara umum yang telah dilaksanakan dituangkan
dalam bentuk laporan. Pengawas ketenagakerjaan harus memberikan laporan
secara periodik kepada kantor pengawas pusat. Berdasarkan Pasal 19 Ayat (2)
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2003, laporan hasil pengawasan tersebut
80
harus dibuat dengan cara tertentu dan mencakup materi sebagaimana
ditetapkan dari waktu ke waktu oleh kantor pengawas pusat dan laporan
tersebut dilaporkan secara rutin sebagaimana ditetapkan oleh kantor pengawas
pusat dan paling tidak sekali dalam setahun. Dalam Peraturan Presiden No.21
Tahun 2010, hasil pelaksanaan pengawasan di Kabupaten/kota dilaporkan
kepada bupati/walikota (Pasal 10 Ayat 1), kemudian bupati/walikota
melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan diwilayahnya
kepada gubernur (Pasal 10 Ayat 2).
5. Hasil pengawasan akan dilanjutkan dengan tindak lanjut secara administrasi
maupun secara yuridis.
Apabila dari hasil pemerikasaan tersebut terdapat penyimpangan atau
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan Tentang Pengawasan
Ketenagakerjaan, maka akan diberikan peringatan secara tertulis kepada
perusahaan yang bersangkutan. Namun, apabila sampai peringatan ketiga
tidak ada tindak lanjut dari perusahaan tentang pelanggaran tersebut maka
akan dilanjutkan dengan upaya paksa melalui jalur pengadilan.
Pelaksanaan pengawasan meliputi tugas, kewenangan dan kewajiban
pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam melakukan pengawasan terhadap
Keselamatan dan Kesehatan (K3) pekerja. Pelaksanaan pengawasan yang
dilakukan oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Banyumas diatur dalam Peraturan Presiden No.21 Tahun 2010 yang terdapat
dalam Pasal 1 angka 4 yang menyebutkan bahwa unit kerja pengawasan
81
ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota adalah unit kerja
pengawasan
ketenagakerjaan
pada
Satuan
Kerja
Perangkat
Daerah
Kabupaten/Kota yang menangani urusan di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut apabila dikaitkan dengan
hasil penelitian data nomor 1.3. maka Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS) telah memenuhi ketentuan Pasal 1
angka 4 Peraturan Presiden No.21 Tahun 2010.
Berdasarkan hasil penelitian data nomor 1.3.4. dan data 2.1 apabila
dikaitkan dengan Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-Undang No.21 Tahun 2003
Tentang Pengesahan Konvensi ILO No.81 Mengenai Pengawasan Dalam Industri
dan
Perdagangan
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
pegawai
pengawas
ketenagakerjaan Kabupaten Banyumas dalam pelaksanaan pengawasan terhadap
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pekerja sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh pegawai pengawas
ketenagakerjaan dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tidak hanya
dilakukan secara aktif oleh pegawai pengawas, tetapi juga perusahaan. Apabila
terjadi kecelakaan kerja, maka pengusaha wajib melaporkannya pada Dinas
Tenaga Kerja setempat, seperti yang terdapat dalam Pasal 2 Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Nomor 03/MEN/1998 Tentang Tata Cara Pelaporan dan
Pemeriksaan Kecelakaan, disebutkan bahwa pengurus atau pengusaha wajib
82
melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi ditempat kerja yang dijumpainya.
Kecelakaan yang dimaksud tersebut terdiri dari :
a. Kecelakaan kerja;
b. Kebakaran atau peledakan atau bahaya pembuangan limbah;
c. Kejadian berbahaya lainnya.
Begitupula dalam hal perlindungan kesehatan bagi pekerja, pengusaha
wajib melaporkan pada Dinas Tenaga Kerja apabila dalam pemeriksaan kesehatan
pekerja ditemukan penyakit akibat kerja, sebagaimana Pasal 2 Ayat 1 Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-01/MEN/1981 Tentang
Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja, disebutkan bahwa apabila dalam
pemeriksaan kesehatan bekerja dan pemeriksaan kesehatan khusus sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per
02/Men/1980 ditemukan penyakit kerja yang diderita oleh tenaga kerja, pengurus
dan badan yang ditunjuk wajib melaporkan secara tertulis kepada Kantor
Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga
Kerja setempat.
Berdasarkan uraian tersebut, pengawas ketenagakerjaan sebagai organ
pemerintah berperan sebagai badan pengawas yang bertugas memberikan
penyuluhan dan pembinaan serta pemeriksaan terhadap perusahaan tentang
pelaksanaan ketentuan tentang peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan. Pengawasan ketenagakerjaan juga berperan sebagai aparat
penegak hukum bidang ketenagakerjaan yaitu bertugas sebagai penyidik pegawai
83
negeri sipil yang melakukan penyelidikan terhadap perusahaan yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan dibidang ketenagakerjaan.
Pengawas ketenagakerjaan mempunyai peranan yang sangat penting
sehingga pengawasan ketenagakerjaan harus dilaksanakan seoptimal dan seefektif
mungkin. Untuk mengoptimalkan peranan pengawas ketenagakerjaan, harus
diperhatikan sumber daya dari aparat yang melaksanakan pengawasan tersebut.
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
SE.918/MEN/PPK-SES/IX/2004
tentang
pelaksanaan
Nomor
pengawasan
ketenagakerjaan di propinsi dan kabupaten/kota untuk dapat melaksanakan tugas
pengawasan ketenagakerjaan, pengawas ketenagakerjaan harus diangkat atau
ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atas usul Gubernur,
Bupati/Walikota setelah bersangkutan dinyatakan lulus diklat teknis pengawas
ketenagakerjaan. Pegawai Negeri Sipil yang telah diangkat sebagai pengawas
ketenagakerjaan dituntut untuk dapat menguasai dan mengikuti perkembangan
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Dalam hal ini
sebaiknya kantor pengawas pusat (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi)
mengedarkan atau mendistribusikan secara cepat peraturan perundang-undangan
yang terbaru agar pengawas ketenagakerjaan dapat melaksanakan tugas secara
optimal.
Peranan pengawas ketenagakerjaan yang belum optimal juga dapat
disimpulkan dari data 1.5 dan 1.6 diperbandingkan antara kegiatan usaha yang
diawasi pengawas ketenagakerjaan dan Jumlah pekerja di seluruh Kabupaten
Banyumas di berbagai kegiatan usaha yang mencapai 24.333 orang pekerja
84
dengan Sumber Daya Manusia pengawas ketenagakerjaan yang terbatas yaitu 3
orang,
2 (dua) orang pegawai pengawas umum dan 1 (satu) orang pegawai
pengawas spesialis yang dapat dilihat pada hasil penelitian nomor 1.4.1.
Pengawas ketenagakerjaan dalam pelaksanaan pengawasannya mendapat
beberapa hambatan yaitu hambatan dari faktor intern dan faktor ekstern.
1. Faktor Intern
Hambatan faktor intern berasal dari pihak pengawas ketenagakerjaan itu
sendiri, faktor-faktor tersebut adalah:
a. Kurangnya Sarana dan Prasarana, misalnya alat pendeteksi debu sehingga
dalam proses pengawasan pegawai pengawas harus jeli.
Pengawas ketenagakerjaan wajib melakukan tindakan pengawasan pada
perusahaan-perusahaan yang menjadi lingkup tugasnya.
b. Jumlah Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan, dengan jumlah perusahaan
yang harus diawasi dengan pegawai pengawas ketenagakerjaan tidak
sebanding.
Jumlah pengawas ketenagakerjaan di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Banyumas hanya 3 orang, 2 (dua) orang pegawai
pengawas umum dan 1 (satu) orang pegawai pengawas spesialis ini tidak
seimbang dengan jumlah perusahaan atau kegiatan usaha yang mencapai
799 dan Jumlah pekerja di seluruh Kabupaten Banyumas di berbagai
kegiatan usaha adalah 24.333 orang pekerja. Berdasarkan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 tahun 1984 pengawas ketenagakerjaan
harus melakukan pengawasan minimal terhadap 8 perusahaan dalam
85
jangka waktu 1 bulan. Dengan perbandingan jumlah pengawas
ketenagakerjaan di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Banyumas dengan jumlah perusahaan yang ada tidak seimbang
dengan Sumber Daya Manusia pangawas ketenagakerjaan yang hanya 3
orang. Hal ini berarti peranan pengawasan ketenagakerjaan terhadap
Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan (K3) pekerja di Kabupaten
Banyumas belum optimal.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Penegsahan Konvensi
ILO Nomor 81 mengenai pengawasan ketenagakerjaan dalam industri dan
perdagangan dalam Pasal 10,
disebutkan
bahwa
jumlah pengawas
ketenagakerjaan harus mencukupi untuk menjamin pelaksanaan tugas-tugas
pengawasan yang efektif dengan mempertimbangkan:
a. Pentingnya tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh pengawas,
khususnya:
a) Jumlah, sifat, ukuran, dan situasi tempat kerja yang diawasi;
b) Jumlah dan klasifikasi pekerja/buruh ditempat kerja yang
bersangkutan; dan
c) Jumlah serta kerumitan ketentuan hukum yang harus ditegakan.
b. Sarana material yang dapat dipergunakan oleh pengawas
c. Kondisi praktis agar kunjungan pengawasan dapat dilaksanakan secara
efektif
Dalam Pasal 11 juga disebutkan bahwa pihak yang berwenang
menerapkan pengaturan yang diperlukan agar pengawas ketenagakerjaan
memiliki:
a. Kantor lokal yang dilengkapi dengan perlengkapan yang memadai
sesuai dengan persyaratan pekerjaan dan dapat dipakai oleh semua
orang yang terkait;
86
b. Fasilitas transportasi yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas-tugas
mereka, apabila transportasi umum tidak tersedia.
Secara jelas dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2003
tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 81 Mengenai Pengawasan
Ketenagakerjaan Dalam Industri dan Perdagangan menyebutkan bahwa
jumlah pengawas ketenagakerjaan harus mencukupi atau dengan kata lain
sebanding dengan perusahaan atau kegiatan usaha yang diawasi dalam
wilayah tersebut. Sampai saat ini peraturan yang diamanatkan dalam Pasal 10
dan Pasal 11
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2003 belum terbentuk.
Padahal peraturan tersebut sangat diperlukan sebagai upaya untuk menjunjung
peningkatan mutu dan profesionalisme pengawas ketenagakerjaan.
2. Faktor ekstern
Kurangnya kesadaran dari pihak perusahaan, jika ditemukan adanya indikasi
kondisi yang membahayakan pekerja ataupun teguran terhadap perusahaan,
perusahaan berat untuk memperbaiki dengan alasan kurangnya dana.
87
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Peranan
pengawasan
ketenagakerjaan
terhadap
Pelaksanaan
Keselamatan dan Kesehatan (K3) pekerja di Kabupaten Banyumas
belum
optimal,
hal
ini
disebabkan
oleh
jumlah
pengawas
ketenagakerjaan yang tidak seimbang dengan jumlah perusahaan atau
kegiatan usaha di Kabupaten Banyumas. Dinas Sosial, Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Kabupaten Banyumas hanya mempunyai 3 orang
pegawai pengawas ketenagakerjaan, 2 (dua) orang pegawai pengawas
umum dan 1 (satu) orang pegawai pengawas spesialis. Hal ini menjadi
kendala dalam pelaksanaan penegakan hukum ketenagakerjaan.
2. Faktor-faktor yang menghambat dalam melaksanakan pengawasan
Keselamatan dan Kesehatan (K3) pekerja di Kabupaten Banyumas
adalah:
1. Faktor Intern
a. Kurangnya Sarana dan Prasarana, misalnya alat pendeteksi
debu sehingga dalam proses pengawasan pegawai pengawas
harus jeli.
88
b. Jumlah Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan, dengan jumlah
perusahaan yang harus diawasi dengan pegawai pengawas
ketenagakerjaan tidak sebanding.
2. Faktor ekstern
Kurangnya kesadaran dari pihak perusahaan, jika ditemukan
adanya indikasi kondisi yang membahayakan pekerja ataupun
teguran terhadap perusahaan, perusahaan tersebut berat untuk
memperbaiki dengan alasan kurangnya dana.
B. Saran
Salah satu fungsi pengawasan ketenagakerjaan adalah menjamin
penegakan hukum ketenagakerjaan. Untuk dapat melaksanakan tugas dan
funsinya secara optimal, pengawasan ketenagakerjaan perlu ditunjang oleh :
1. Sumber daya manusia sebagai aparat pengawas ketenagakerjaan,
dalam hal ini adalah jumlah pegawai pengawas ketenagakerjaan yang
harus sesuai atau sebanding dengan jumlah perusahaan atau kegiatan
usaha yang ada di suatu wilayah.
2. Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang pelaksnaan
tugas pengawas ketenagakerjaan lebih memadai.
89
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................................... iii
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
ABSTRAK ...................................................................................................... x
ABSTRACK .................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian............................................................................... 9
D. Kegunaan Penelitian .......................................................................... 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ruang Lingkup Hukum Ketenagakerjaan
1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan ......................................... 11
2. Sumber-sumber Hukum Ketenagakerjaan ................................. 16
3. Pihak-pihak Dalam Hukum Ketenagakerjaan ............................ 18
B. Pengawasan Ketenagakerjaan
1. Pengertian Pengawasan Pada Umumnya ................................... 24
2. Pengawasan Ketenagakerjaan ................................................... 26
3. Tugas, Hak dan Kewajiban Pengawas ....................................... 28
C. Perlindungan Kerja
1. Perlindungan Pekerja/Buruh Pada Umumnya ............................ 31
2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja ............................................ 33
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 44
90
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ................................................................................. 49
1. Data Sekunder ............................................................................. 49
1.1. Gambaran Umum Tentang Kabupaten Banyumas ................. 49
1.2. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kantor
DINSOSNAKERTRANS Kabupaten Banyumas ................... 50
1.3. Pengawasan Ketenagakerjaan oleh DINSOSNAKERTRANS
Kabupaten Banyumas ........................................................... 60
1.4. Jumlah Pegawai Pengawas di DINSOSNAKERTRANS
Kabuapten Banyumas ........................................................... 64
1.5. Jumlah Kegiatan Usaha di Kabupaten Banyumas .................. 66
1.6. Jumlah Pekerja di Kabupaten Banyumas ............................... 66
1.7. Jumlah Kecelakaan Kerja Tahun 2010/2011.......................... 66
2. Data Primer
.................... 67
Pelaksanaan Pengawasan K3 oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan ..... 67
Pemberian Sanksi Terhadap Adanya Pelanggaran ...................................... 68
Hambatan-hambatan Dalam Melakukan Pengawasan ................................. 69
B. Pembahasan....................................................................................... 70
BAB V. PENUTUP
A. Simpulan ........................................................................................... 87
B. Saran ................................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA
91
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
Abdullah, Rozali. 1996. Hukum Kepegawaian cetakan kedua. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Agusmidah. 2010. Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan
Indonesia. Bogor. Ghalia Indonesia
Asikin, Zaenal dkk. 2006. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Husni, Lalu. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi. Jakarta: PT.
Raja Grafido Persada.
_________. 2004. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui
Pengadilan dan Diluar Pegadilan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kansil, C.S.T. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Khakim, Abdul. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung: PT. Citra
Aditya Bhakti.
Manulang, H. Sendjun. 1988. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Marbun dkk. 2001. Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara.
Yogyakarta: UII Press Yogyakarta.
Muchsan. 1992. Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan
Peradilan Tata Usaha Negara. Yogyakarta: Liberty.
Rusli, Haridjan. 2004. Hukum Ketenagakerjaan 2003. Jakarta: Ghalia Indonesia
Sapoetra, G. Karta dan RG Widiaingsih. 1982. Pokok-Pokok Hukum Perburuhan.
Bandung: Armico Bandung.
Simanjuntak, Payaman J. 2003. Undang-Undang Yang Baru
Ketenagakerjaan. Jakarta: Kantor Perburuhanan Internasional.
Tentang
Soemitro, Ronny Hanitijo. 1988. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri.
Jakarta: Alumni.
92
Suma’mur P.K. 1981. Higene Perusahaaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT.
Toko Gunung Agung.
____________. 1981. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta:
CV Haji Masagung.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1998. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Utrecht. 1990. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Jakarta: Ichtiar
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 Tentang Pernyataan Berlakunya UndangUndang Pengawasan Perburuhan No. 23 Tahun 1948
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 Tentang Pengesahan ILO Convention
No.81 Concerning Labour Inspection In Industry and Commerce
(Konvensi ILO No.81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam
Industri dan Perdagangan)
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: PER.03/MEN/1978
Tentang Persyaratan, Penunjukan, dan Wewenang Serta Kewajiban
Pegawai Pengawas Keselamatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-01/MEN/1981
Tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/MEN/1998 Tentang Tata Cara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan
Peraturan Presiden Republik Indonesia No.21 Tahun 2010 Tentang Pengawasan
Ketenagakerjaan
93
Sumber lain
http://www.wikimu.com/News. ikhwan kunto alfarisi. diakses tanggal 24
November 2010
http://www.banyumaskab.go.id. Diakses tanggal 07/03/2011
http://www.anneahira.com/keselamatan-kerja.htm. Diakses tanggal 07/03/2011
http://medizton.wordpress.com/pengawasan-penegakkan-dan-sanksi-han. diakses
tanggal 10/06/2011
Buchari, http://reponsitory.usu.ac.id/, Manajamen Kesehatan Kerja dan Alat
Perlindung Diri. Diakses tanggal 22/06/2011
http://hukumonline.com/berita/baca/hol19878/menanti-ditegakkannya-sanksipidana-ketenagakerjaan. diakses tanggal 2/08/2011
Download