Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik HATE SPEECH DAN DAMPAK MEDIA SOSIAL TERHADAP PERKEMBANGAN KOMUNIKASI AKADEMIK Yohan1 Abstract The development of online–social media which is massively occurred nowadays has devoted a larger easiness for social transactions and interactions and given much more beneficial gains collectively or individually. On the contrary, obtainable charities have significantly affected the users’ mind sets and communication behaviors. Some users have used such media to convey virtues by transferring brilliant messages for sustaining the stabilization of communication civilization. Whereas some others, in vice versa, use this media to spread hatred and anarchist provocation, black propaganda and bring the sensitive issues into conflict verbally and or non-verbally conveyed in the form of ‘hate speech’ which attract many people onto ‘barbarian communication.’ Consequently, the established communication in social media digitally has shaped students’ mind sets and academic communication behaviors. In addition, it has affected the stabilization of academic communication in developing communication civilization among academicians; lecturers, students, staffs, and other academic members in higher education. Keywords: Hate speech, the impacts of social media, academic communication, academic community, and civilization and stabilization A. Pendahuluan Semakin hebatnya perkembangan teknologi komunikasi di dunia maya di abad modern ini, ternyata semakin memperluas ruang gerak dalam mewujudkan kepentingan dan memenuhi keinginan yang beragam baik yang bersifat individual maupun sosial. Sebaliknya, keragaman tersebut berimbas kepada perilaku komunikasi akademik sejumlah mahasiswa di perguruan tinggi. Kemudian beragam fasilitas kemudahan yang tersedia dalam berkomunikasi untuk melakukan transaksi informasi, kenyataannya tidaklah mempermudah 1 terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang terjamin Dosen STAIN SAS Bangka Belitung Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 309 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik keamanannya bagi setiap penggunanya. Berbagai dampak negatif pun bermunculan, diantaranya berkurangnya penghargaan terhadap nilai-nilai empati, simpati dan toleransi kepada sesama hingga kepada pengabaian terhadap pelestarian nilai-nilai edukasi dan moral. Dampak media sosial online dan aktifitas transaksi komunikasi di dunia maya sebagaimana yang dimaksudkan diatas, salah satunya bermuara dari interaksi antar persona yang terlibat di dalamnya baik yang terjadi secara masal maupun individual. Hal tersebut bisa terjadi karena proses pergulatan mental yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung yang terjadi secara terus-menerus hingga mempengaruhi mental-intelektual dan mentalemosional seseorang. Sehingga kemudian muncul berbagai macam bentuk kemudaratan yang dapat membentuk dan mengubah pola dan arah komunikasi seseorang menjadi tak terkendali. Secara intelektual, sejumlah orang ingin bertukar informasi melalui jalinan komunikasi di dunia maya dengan tujuan untuk berbagi pengalaman dalam bentuk informasi dan data secara cepat tanpa harus berjumpa langsung. Dan secara emosional, sebagian pengguna media sosial online tersebut ingin berbagi rasa, asa dan cerita kepada sesama. Sedangkan sebagian yang lainnya justeru ingin meraup keuntungan dibalik keluguan para komunikan yang tersebar di dunia maya. Adapun selebihnya justeru memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menyisipkan agenda-agenda tertentu yang beresiko secara negatif. Parahnya lagi, ada juga diantara penggunanya yang dengan sengaja memanfaatkan media yang canggih tersebut baik secara verbal maupun non-verbal untuk memprovokasi, menebar isu-isu negatif, propaganda hitam hingga mengarah kepada fitnah, ajang adu domba, konflik dan pertikaian yang jauh dari nilai-nilai kesantunan dalam berkomunikasi.2 Akibat dari bentuk komunikasi yang berpotensi mengandung ujaran 2 Sebagaimana yang dinyatakan oleh Yule bahwa kesantunan berbahasa itu bisa dilihat dari dua sisi yaitu berwajah positif ataukah berwajah negatif. Lihat Yule, G. Pragmatics. New York. Oxford University Press. 1998. hlm. 61 & 64. Sehingga kedua bentuk wajah inilah yang bisa menjadi barometer penilaian apakah bentuk bahasa seseorang itu berkarakter ataukah sebaliknya. Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 310 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik kebencian atau „hate speech’ tersebut, banyak orang yang terseret menuju „komunikasi barbar.‟3 Tidak hanya itu, akibat ramainya visi dan misi para pengguna komunikasi online tersebut telah mempengaruhi hingga mewarnai pola pikir dan perilaku komunikasi sejumlah komunitas akademik, yaitu mahasiswa. Jika kita amati dengan seksama, seringkali kita jumpai begitu banyak ujaran-ujaran kebencian di media sosial yang bisa menegakkan bola roma, bikin merinding dan bahkan sangat mengerikan. Orang-orang yang dalam kesehariannya nampak ramah dan santun dalam bertutur kata, baik laki-laki maupun perempuan, tiba-tiba menjadi sangat buas, ganas, beringas dan berangasan ketika beradu kata-kata dalam memaknai kebenaran pada sejumlah istilah dan simbol-simbol kehidupan.4 Ketika ia sepakat, jempol lurus keatas berdiri tegak. Namun ketika ia tidak setuju dengan argumen dari kawan di seberang layar, lantas ia melonjak marah sambil menyemburkan sederetan sumpah serapah, hujatan, hinaan, cacian dan makian hingga kepada penistaan yang seolah-olah hendak menelan hidup-hidup mereka yang ada di seberang sana. Mengapa para netizens dan facebookers atau apalah istilahnya, begitu mudah melahirkan celotehan-celotehan yang sebenarnya kurang berguna dan bahkan sangat tidak bermanfaat sama sekali? Mengapa mereka lebih suka meramaikan bursa online dengan teriakan-teriakan permusuhan bagaikan segerombolan perajurit yang hendak berperang? Mengapa mereka lebih suka 3 Understanding the relationship between the verbal and non-verbal communication modes, and progress towards their modelling, is crucial for implementing a friendly human computer interaction that exploits of synthetic agents and sophisticated human-like interfaces and will simplify the user access to future telecommunication services. See Esposito, A. Cross-Modal Analysis of Verbal and Nonverbal Communication (CAVeNC) in Carbonell, J. G. & Siekmann, J. [Eds]. Verbal and Nonverbal Communication Behaviours. Germany. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2007. p.1. Verbal behaviour is broken down into a series of verbal habits. The unit of verbal behaviour is an acquired habit amenable to analysis as a conditioned response. See Das, J.P. Verbal Conditioning and Behaviour. UK. London. Oxford. Pergamon Press. 1969. p.01. 4 Bukankah tujuan utama diutusnya Rasulullah Saw. kepada umat manusia adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, salah satunya, kesantunan dalam berkomunikasi? Lihat hadits HR. Imam Muslim dan lihat juga QS. al-Hajj [22]:24 dan QS.al-Ahzab[33]:21. Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 311 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik mencerca dan mencaci maki saudaranya–yang belum tentu selaras dengan tuduhannya–padahal ia sendiri belum tentu suka untuk diperlakukan demikian? Sekalipun ujaran-ujaran yang dilontarkan memang tidak selalu berderet panjang bagaikan gerbong kereta api yang sedang mengangkut pemudik ketika hendak lebaran, namun kedahsyatan kandungan isi beserta radiasinya sudah cukup untuk merontokkan bintang-bintang yang berbaris manis di angkasa luar sana. Sehingga benar adanya bahwa ramainya dunia nyata, belumlah seramai dunia maya. Bahkan ada juga yang mengatakan, justeru karena mereka-mereka itulah dunia internetan menjadi sangat menghebohkan dengan segala hingar-bingarnya bagaikan pasar daging yang dikerumuni ibu-ibu menjelang waktu lebaran tiba. Lantas bagaimana dengan dampaknya bagi perkembangan komunikasi akademik mahasiswa? Kebutuhan tiap-tiap individu untuk terlibat secara sosial dalam dunia global telah memaksa sebagian mahasiswa untuk ambil bagian dalam suka dan dukanya di dunia maya. Banyak mahasiswa yang berhasil mereguk kesenangan dan kebahagiaan di dalamnya sehingga terus mengalami yang namanya personal cyber addicted. Namun tidak sedikit dari mereka yang harus kecewa dan sakit hati, setelah kemudian ternyata mereka telah menjadi korban kekejaman dunia cyber. Bahkan tidak sedikit dari mereka, yang secara sadar maupun tidak sadar, telah menjadi korban budaya berkomunikasi negatif di dunia maya. Dan secara berangusr-angsur, globalisasi media komunikasi tersebut telah berhasil merubah bahkan mengacak-acak perilaku berpikir kebahasaaan positif mereka dan mempolanya dalam bentuk yang beraneka warna dalam bentuk yang sangat unik.5 Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap cara mereka menulis, berbicara, bersikap hingga berperilaku serta berkarya di dunia akademik. 5 Seseorang yang terus terikat dalam memperoleh, mencerna dan merekayasa katakata serta simbol-simbol kebahasaaan dalam berkomunikasi seringkali mengalami tubrukan hingga pergeseran rangsangan verbal yang saling bertentangan, sehingga memaksanya untuk mengembangkan pola-pola respon verbal yang unik. Lihat Das, J.P. Verbal Conditioning and Behaviour. United Kingdom. London. Oxford. Pergamon Press. 1969. p.1. Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 312 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik Perilaku komunikasi sejumlah mahasiswa yang dilakoni di dunia maya yang seringkali berlanjut juga ke dunia nyata, terkadang menjadikan mereka sebagai pribadi-pribadi yang lain.6 Namun sayangya, secara maya sebagian dari mereka nampak sangat aktif luar biasa untuk berceloteh di sana namun sangat dingin dan kaku ketika berada di bangku kuliah ketika sebagian yang lainnya justeru berperilaku sebaliknya. Hal ini membuat perilaku berkomunikasi yang terjadi di dunia cyber menjadi bertolak belakang hingga merubah pola pikir kebahasaan dan merubah gaya komunikasi mereka akibat stimulus komunikasi maya tersebut.7 Hingga selanjutnya berimbas pada stabilitas perkembangan komunikasi akademik yang berpotensi mengganggu keberhasilan akademik mereka selama menempuh studi di perguruan tinggi. Sudah menjadi rahasia akademik bahwa kesuksesan perkuliahan seorang mahasiswa sangat bergantung kepada kemampuannya dalam berkomunikasi kepada sivitas akademika kampus. Oleh sebab itu, dalam artikel berikut ini penulis hendak menyoroti dampak dari transaksi komunikasi dan interakasi antar pribadi maupun kelompok yang dilakukan di media online. Kemudian dampaknya bagi perkembangan komunikasi akademik mereka baik secara verbal dan non-verbal, serta dampaknya bagi pengembangan peradaban komunikasi di perguruan tinggi.8 Adapun batasan kajian yang hendak diulas dalam artikel ini meliputi dampak negatif media 6 Bagaimana sebuah kata dapat mempengaruhi aktivitas manusia? Platonov menyatakan bahwa lahirnya sebuah kata merupakan "stimulus yang terkondisikan secara alami" dan bentuk pengaruhnya bersifat fisiologis yang sangat pribadi (Young, 1941). Pavlov merespon pernyataan ini dengan berargumen bahwa sebuah kata dan simbol komunikasi dapat saja memunculkan aksi yang persis sama ataupun sebaliknya bergantung kepada stimulus dasarnya. See Das, J.P. Verbal Conditioning and Behaviour. London. Oxford. Pergamon Press. 1969. p.4. 7 Lihat Stevens, L. et, al. Study on the Impact of Information and Communications Technology (ICT) and New Media on Language Learning. Commissioned by EACEA. Carried out by Ellinogermaniki Agogi. Eroupean Commission. Pdf. 2007. 8 Kegiatan berbahasa itu meliputi beberapa kegiatan berkomunikasi baik secara lisan, tulisan maupun melalui bentuk simbol-simbol dan juga „gesture‟ (gerak anggota tubuh; yang nampak melalui panca indera). Sebagaimana yang dinyatakan oleh Benjamin bahwa dalam setiap kasus, bahasa itu bukan hanya bentuk komunikasi yang terkomunikasikan ataupun yang dapat dibahasakan, namun pada saat yang sama pula ia merupakan simbol yang tidak terkomunikasikan. Lihat Benjamin (1996; 74) dalam Schleifer, Ronald. The body, scientific knowledge, and the power of language. United State of America. The University of Minnesota Press. 2009. Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 313 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik sosial online secara verbal, dampak negatif aktifitas berkomunikasi melalui media sosial online secara non-verbal, dan dampak negatifnya bagi perkembangan peradaban komunikasi di dunia kampus beserta beberapa informasi-informasi lainnya. B. Dampak secara Verbal Media sosial online, inilah fasilitas tercanggih dalam dunia komunikasi untuk bertransaksi informasi dan data di abad yang serba canggih ini. Jika beberapa periode yang lalu, secara non-verbal, kita hanya bisa menerima pesan namun tidak bisa langsung meresponnya. Namun sekarang, dalam hitungan detik semua pesan yang kita terima bisa secara cepat direspon, baik secara verbal maupun non-verbal misalnya animation gesture dalam bentuk emotikon-emotikon yang beragam bentuk dan karakter.9 Dan interaksiinteraksi individual tersebut sebenarnya bisa berlangsung sangat efisien tanpa mengurangi tingkat efektifitasnya jika dilakukan dengan tepat dan benar. Tingkat efisiensi berkomunikasi dengan menggunakan media online tentu tidak meragukan lagi, namun efektifitas positif bagi para penggunanya yang masih menjadi persoalan. Jika ditilik dari bentuk bahasa verbal (bahasa lisan), lawan komunikasi kita belum tentu memahami betul apa yang kita maksudkan, begitupun sebaliknya. Sehingga semuanya seringkali masih bersifat asumsi dan persepsi individual semata bagi si penerima pesan tersebut.10 Hal ini bisa dikarenakan faktor latarbelakang pengetahuan, pemahaman, pengalaman, dan kondisi perasaan tiap-tiap individu yang memang berbeda. Akibat yang terjadi tentunya bisa menimpa siapa saja. 9 Gesture dalam pengertiannya yang luas, bukan hanya bermakna bahasa tubuh, namun juga bisa dalam bentuk komunikasi-komunikasi lainnya, misalnya gambar manusia ataupun kartun bergerak tanpa suara dan tanpa teks yang ada dalam media digital dan berbagai bentuk komunikasi yang tidak tertulis dan tidak terucap lainnya. 10 Proses membangun persepsi yang dilakukan oleh manusia akan melahirkan penafsiran individual dalam bentuk pengetahuan dan konsep internal pribadi dari informasi sensorik yang diperolehnya. Munculnya 'persepsi linguistik' itu mengacu pada pembentukan persepsi dalam mengembangkan kemampuan seseorang untuk memahami dan membuktikan sesuatu melalui informasi linguistik yanga ada. Selengkapknya lihat Amit Konar, Artificial Intelligence and Soft Computing: Behavioral and Cognitive Modeling of the Human Brain. United State of America. New York. CRC Press LLC. 2000. p.550. Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 314 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik Tidak hanya berimbas kepada anak-anak maupun remaja, namun juga bisa dialami oleh orang-orang dewasa, termasuk juga dari kalangan pembelajar dewasa yaitu mahasiswa yang termasuk sebagai penggunaan dengan frequensi yang sangat tinggi. Dalam hal ini, mahasiswa bisa dikategorikan sebagai pengguna yang sangat aktif dalam bertransaksi informasi dan berinteraksi sosial melalui media online.11 Namun tidak semua dari mereka memiliki daya serap atau daya pemahaman (comprehension), interpretasi dan filterisasi yang memadai. Sehingga aktifitas berkomunikasi dalam bentuk transaksi data dan informasi melalui media online tersebut bisa saja berimbas secara negatif terhadap kehidupan mereka di dunia kampus. Terkadang memang sulit dipercaya, mereka yang dalam pergaulan nyata sehari-harinya nampak bersahaja dan biasa-biasa saja, bahkan cenderung pendiam, namun seringkali terlibat perang kata habis-habisan ketika berada di dunia maya. Ketika berada di kampus, mereka cenderung pasif dan bahkan motivasi akademik untuk berargumentasi secara ilmiah pun masih nampak lemah.12 Sehingga ada semacam ujaran umum di kalangan mereka, “lebih baik diiya-iyakan saja daripada saya bermasalah dengan dosen saya di kampus. Nggak masalah saya pendiam di kelas ataupun diruang konsultasi akademik, yang penting saya masih bisa berkarya kata dan berbagi cerita di dunia maya.”13 Akibatnya, ketika ada masalah akademik yang cukup 11 Menurut Henderson, Taylor, & Thomson (2002) bahwa jaringan sosial media online telah berperan penting dalam meningkatkan keberhasilan akademik pada masa-masa transisi (adaptasi) menuju perguruan tinggi, khususnya bagi mahasiswa yang berada pada awal-awal masa perkuliahan. Lihat Lihat Monica Lynne M. et al.. Facebook: How College Students Work It dalam Hana S. Noor Al-Deen & John Allen Hendricks, [Eds.]. Social Media: Usage And Impact.Lexington Books. United Kingdom. 2013. p.3. 12 Hal diatas nampaknya sesuai menurut pendapat Baker & Oswald (2010) & Stritzke, Nguyen, & Durkin (2004) bahwa interaksi online boleh jadi memang sangat pas dan ada manfaatnya bagi mahasiswa yang cenderung tertutup dan pemalu. Lihat Monica Lynne et al. Facebook: How College Students Work It dalam Hana S. Noor Al-Deen & John Allen Hendricks, [Eds.]. Social Media: Usage And Impact.Lexington Books. United Kingdom. 2013. p.4 13 Jika di dunia maya setiap individu bisa berkomunikasi secara terang-terangan ataupun sembunyi-sembunyi baik secara verbal maupun non-verbal. Sedangkan di dunia nyata, proses komunikasi berjalan secara langsung. Komunikasi yang dilakoni secara langsung di dunia nyata tentunya komunikasi dalam bentuk verbal (lisan). Sedangkan Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 315 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik pelik menimpa yang bersangkutan, curhat kepada „makhluk-makhluk halus‟ di dunia maya jadi pelarian yang bisa menghebohkan seisi dunia.14 Padahal akan sangat berpahala dan terjaga kerahasiaannya jika berbagi cerita, rasa dan asa, ide, pikiran dan gagasan kepada dosen-dosennya, khususnya kepada penasehat akademiknya daripada kepada orang-orang di dunia maya yang belum tentu bisa memberikan solusi yang terbaik bagi pemecahan masalah akademik yang sedang dihadapinya. Demi menarik „followers‟ sebanyak-banyaknya di dunia maya, beragam postingan pun meluncur bak segerombolan burung walet yang sedang memamerkan kepiawaiannya dalam menaklukkan angin dan menghiasi awan di cakrawala dengan sayap-sayapnya yang indah mengangkasa agar mendapat perhatian seisi dunia. Mulai dari postingan yang paling lucu hingga yang paling horor pun berhamburan di dunia maya. Soal bermanfaat atau tidaknya, bukan urusan. Yang penting mendapat respon, apalagi pujian, nikmat kebahagiaannya terasa menyengat sampai keujung pori-pori kulit di kepala. Namun apakah pemanfaatan media komunikasi sosial secara online tersebut mampu mendongkrak perkembangan komunikasi akademik mereka secara lisan di kampus? Bentuk-bentuk komunikasi akademik yang harus dikembangkan oleh mahasiswa baik secara lisan (verbal) yang melibatkan „gesture‟ (bahasa tubuh) yang biasanya sangat dibutuhkan oleh mahasiswa di perguruan tinggi umumnya meliputi beberapa hal, yaitu presentasi dan diskusi kelas, konsultasi akademik, konsultasi proposal dan skripsi, konsultasi administrasi komunikasi tertulis dilakukan secara tidak langsung juga sebagaimana yang terjadi di dunia maya. Dalam situasi seperti ini, nampaknya telah terjadi konflik kebahasaan dalam diri mahasiswa yang bersangkutan. Untuk lebih jelasnya, lihat Alwasilah, A. Chaedar. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya. 2008. dan lihat juga Morris, M. Introduction to the Philosophy of the Language. United State of America. New York. Cambridge University Press. 2007. 14 Istilah berikut ini, ‘makhluk-makhluk halus,’ yang penulis gunakan disini, mengingat para komunikan yang ada di dunia maya memiliki profil yang berkemungkinan dengan identitas yang jelas dan ada pula yang samar-samar hingga kepada yang tidak jelas sama sekali alias makhluk maya. Tidak hanya itu, bahkan ada diantara mereka yang beridentitas ganda hingga kepada multi-identitas. Sesungguhnya hanya satu orang saja dan orangnya pun itu-itu juga. Namun dia bisa mengerami banyak status baik di facebook, e-mail, gmail, ataupun media sosial online lainnya. Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 316 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik dan finansial, dan lain sebagainya. Adapun beberapa dampak negatif media sosial terhadap perkembangan komunikasi akademik mahasiswa secara „lisan‟ dan „gesture‟ yang dapat penulis deteksi meliputi beberapa hal, yaitu kesantunan berkomunikasi, sikap dan perilaku berkomunikasi, dan motivasi serta antusiasme dalam berkomunikasi di dunia akademik. Kesantunan berkomunikasi merupakan dasar kesusilaan dalam berujar dan bertutur kata yang positif. Namun masih saja seringkali kita temukan penomena ketidaksantunan dalam berkomunikasi secara lisan di lingkungan kampus.15 Tidak jarang ada sejumlah mahasiswa yang ketika berhadapan dengan dosen-dosennya, tak ubahnya bagaikan berhadapan dengan sesama teman-temannya. Nada, gaya dan cara bicaranya nampak kurang elok untuk dinikmati.16 Padahal mereka sendiri sebenarnya tidak mau diperlakukan demikian sebab dalam diri mereka ada fitrah alami untuk diperlakukan secara layak dalam berkomunikasi. Seringkali sejumlah mahasiswa nampak „berperilaku ganda‟ dan bersikap acuh tak acuh terhadap dosen ketika proses komunikasi akademik berlangsung di dalam kelas. Satu ketika mereka harus memfokuskan perhatian dalam sesi perkuliahan yang disajikan oleh dosennya, namun pada saat yang sama pula, jari jemari mereka pun sibuk mengotak-atik „key-board‟ ataupun „touch screen‟ yang yang ada di handphone-nya untuk meladeni „postingan‟ dari teman-teman komunikasi yang ada di dunia maya. Kurang jelas juga, apakah saat itu mereka sedang berkomunikasi secara nyata ataukah 15 Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu (Dialah) yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk (Q.S. An-Nahl: 125). 16 Tentunya yang menjadi poin penting dalam komunikasi sosial adalah memunculkan gagasan kesejahteraan bersama dalam satu komunitas. Hal ini dimanfaatkan oleh sesama komunitarian guna menunjukkan kesepahaman dan kesepakatan bersama, serta menjadi tempat yang paling cocok dalam mengembangkan nilai-nilai kepedulian, pengakuan individu dan keadilan yang bersifat substantif. Berangkat dari hal ini, mereka yang terlibat dalam pemikiran komunitasnya bisa menjadikan wadah tersebut sebagai cara dalam meraih poin penting untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Lihat Ioanna Tsivacou, Designing Communities of Ideas for the Well-Being (2005) in Bela Banathy & Patrick M. Jenlink [Eds.], Dialogue as a Means of Collective Communication. United State of America. New York. Kluwer Academic/Plenum Publishers. 2005. p.43. Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 317 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik sedang berimajinasi ria. Apalagi jika ada postingan yang cukup menghebohkan, bernada lelucon ataupun agak sedikit panas, spontan fokus belajarnya memudar. Padahal sesungguhnya mereka wajib untuk berkonsentrasi ketika berada di dalam kelas.17 Namun yang terjadi justeru sebaliknya, jasadnya ada di dalam ruangan kelas namun ruhnya terbang mengangkasa entah kemana. Pada saat seorang dosen yang sedang mengajar di kelas tersebut menyampaikan materi yang penting dan nampak serius tanpa ada kontenkonten lelucon sedikitpun didalamnya. Anehnya, pada saat itu pula ada sebagian mahasiswa yang senyum-senyum membungkuk dengan wajahnya sendiri. Duduk sambil yang nampak sumringah menandai kegembiraan. Ada lagi yang lainnya, duduk sambil melenguh dengan wajah nampak tertunduk lesu bagaikan seseorang yang baru putus cinta dan dilanda nestapa. Dan anehnya lagi, ada sebagian yang lainnya nampak resah dan gelisah dengan wajahnya yang memerah bagaikan orang yang sedang marah, padahal dosennya yang sedang mengajar nampak biasa-biasa saja. Permasalahannya adalah karena mereka semua merupakan pembelajar yang sudah dewasa (adult learner), jadi ketika harus diperlakukan secara keras dan tegas, tentu saja bisa menghasilkan atmospir kelas yang tidak menyenangkan. Suhu kelas menjadi meninggi dan memanas, hingga suasanapun berubah menjadi sangat tidak berkelas jika harus berlaku marahmarah. Sekalipun marah untuk mendidik, belum tentu semua mahasiswa bisa memaklumi secara bijak terhadap ketegasan yang diterapkan oleh dosennya di kelas. Memang betul, satu sisi seorang dosen harus mampu mengelola kelasnya senyaman mungkin agar tidak terkesan kaku dan di sisi lain ia juga 17 Manakala para dosen bertanggungjawab terhadap lingkungan belajar di sekitarnya, maka siswa memiliki tanggungjawab untuk menghadirkan dirinya di dalam kelas dalam keadaan yang sadar dan siap untuk belajar. Para dosen menyediakan kerangka akademiknya, maka mahasiswa menghadirkan keindahan suasananya. Oleh sebab itu jika mereka tidak benar-benar kuliah, maka sesungguhnya mereka telah melangkah keluar dari frame akademik yang telah disajikan oleh dosen-dosennya. Lihat Tara Brabazon, Digital Hemlock: Internet Education and the Poisoning of Teaching. Australia. New South Wales. University of New South Wales Press Ltd. 2002. p.106. Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 318 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik harus menyampaikan materi perkuliahan se-efektif dan se-efisien mungkin agar tujuan pembelajarannya bisa tercapai. Sehingga kekhawatiran pun muncul, jika dilarang mengaktifkan handphone atau yang sejenisnya, bagaimana seandainya tiba-tiba ada berita penting dan bersifat mendesak dari anggota keluarga mahasiswa tersebut. Sehingga, untuk marah-marah di dalam kelas menjadi satu hal yang sangat berat untuk dilakukan oleh sebagian dosen. Terkecuali bagi dosen-dosen yang berdarah tinggi dengan tipenya yang memang pemarah, dengan otoritas dan hak preoregatifnya ia bisa memerintahkan semua mahasiswa me-nonaktifkan „handphone‟ maupun „laptop‟ yang sedang online tanpa boleh ada yang membantah. Namun apakah tipe para dosen itu semuanya sama sehingga bisa menerapkan hal yang sama pula sehingga harus membatasi ruang gerak mereka untuk tetap berkomunikasi secara online? Sayangnya, sejumlah mahasiswa yang memiliki motivasi tinggi untuk bertransaksi informasi dan berinteraksi sosial di media online tersebut tidaklah serta-merta menjadikannya termotivasi pula untuk menjadi pembelajar yang aktif di dalam kelas. Antusiasme-nya yang besar di dunia maya tidaklah lantas mampu menggerakkan ruh kreatifitas komunikasinya di dunia akademik, bahkan mereka tidak mendapatkan manfaat positif apapun darinya.18 Sebagai contoh, ketika beradu kata-kata di dunia maya, aktif dan kreatifnya menjadi sangat luar biasa, sungguh di luar dugaan. Namun ketika berhadapan dengan sesama sivitas akademika di kampus, pendiamnya minta ampun. Dan sungguh satu keajaiban jika bisa mendengar suaranya walaupun hanya sekalimat saja. Sekarang pertanyaannya, bisakah motivasi, antusias dan dinamika berkomunikasi para mahasiswa yang terjadi di dunia maya tersebut ditularkan ke dunia komunikasi akademik? Jawabannya, iya, tentu saja bisa. Untuk 18 Terdapat berbagai macam situs di internet yang menyediakan bahan-bahan pelajaran yang disajikan secara teratur, dan pas dengan tingkat kesulitan dan sesuai dengan minat namun tidak selalu memuaskan para pelajar. Bahkan, masalah yang seringkali muncul malah berupa ujaran berikut ini: “Aku tidak mendapatkan apa-apa dari itu semua.” Lihat Rubin & Thompson. The Communication Process in Rubin & Thompson [Eds]. How to be more successful language learner (2nd edn). Boston, MA: Heinle & Heinle. 1998. Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 319 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik menggapai hal tersebut, mahasiswa harus menyadari bahwa kemampuan komuniksi akademik mereka telah tereduksi, yaitu (1) berkurangnya konsentrasi komunikasi akademik sehingga mengurangi daya daya serap ilmiah karena adanya keterikatan dengan komunikasi dunia maya, (2) berkurangnya frequensi berkomunikasi di kampus karena waktu dan pikiran lebih banyak dihabiskan di dunia maya, (3) berkurangnya kesantunan akademik karena kesibukan berkomunikasi di dunia maya yang seringkali bersikap acuh tak acuh ketika mereka menghadiri perkuliahan, (4) berkurangnya rasa percaya diri dalam berkomunikasi dengan dosen karena ada pelarian „curhat‟ di dunia maya, (5) lebih menggandrungi acungan jempol elektronik daripada acungan jempol para sivitas akademika yang nyata di kampus, (6) menurunnya motivasi penyempurnaan tugas-tugas akademik karena terbiasa dengan cara-cara yang simpel yang ada di dunia maya, dan (7) meningkatnya paradigma berfikir untuk dilayani secara cepat tanpa mempertimbangkan kadar kemampuan masing-masing. C. Dampak secara non-Verbal Tidak ada satupun dari setiap aktifitas komunikasi yang dilakukan seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung yang pernah dialami dan dirasakan yang tidak terekam di dalam otaknya. Dan semuanya, sekecil apapun jejak rekamnya, bisa saja menghadirkan memori yang cukup berpengaruh bagi perkembangan pemikiran mereka.19 Begitu pula halnya dengan aktifitas komunikasi yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa di media sosial online, tentu saja sedikit banyaknya, walaupun boleh jadi tidak semuanya, akan berimbas kepada pola kebahasaan dan perilaku 19 Kenyataan sebenarnya dalam sebuah dialog–tidak peduli apakah dalam bentuk lisan atau non-lisan–masing-masing komunikan benar-benar menginginkan kehadiran orang lain dalam pikirannya dengan maksud untuk membangun hubungan yang saling membutuhkan diantara sesama mereka. Lihat Buber, M. Between Man and Man. Collier Books, New York. (1965). p. 19 in Jenlink, M.P. & Banathy, H.B. [eds.]. Dialogue: Conversation as Culture Creating and Consciousness Evolving. Springer Science + Business Media, Inc. & Kluwer Academic/Plenum Publishers. New York. 2005. p.6. Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 320 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik berkomunikasi mereka di dunia akademik.20 Jika dampak yang diperoleh tersebut bersifat positif tentu saja menjadi hikmah kebaikan tersendiri, namun bagaimana jika sebaliknya? Kemampuan dan kemapanan mahasiswa dalam menstabilkan dampakdampak negatif dari aktifitas tukar-menukar informasi di dunia maya masih menjadi tanda tanya tersendiri. Hal tersebut dikarenakan kadar kemampuan intelektual dan kemapanan emosional tiap-tiap mahasiswa yang memang tidak sama. Mulai dari perbedaan latarbelakang usia, jenis kelamin, keyakinan, pemahaman, dan daya nalar serta karakter berkomunikasi yang memang sangat unik dari satu individu ke individu yang lainnya. Sehingga daya serap, daya kontrol serta filterisasi informasi tiap-tiap individu yang berbeda tersebut memunculkan dampak yang bervariasi. Terlepas dari beragam macamnya dampak yang muncul kemudian, ternyata berkomunikasi kepada sesama pengguna, apakah dengan sesama mahasiswa ataupun kenalan-kenalan yang lainnya di media sosial online terkadang memang sangat mengasyikkan. Untuk sebagian orang sudah seperti menjadi setengah dari nafasnya. Bahkan aktifitas berkomunikasi di media sosial online mampu melampaui aktifitas berkomunikasi dengan Tuhannya. Mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, aktifitas komunikasi online ini jarang terlewatkan bagi individu tertentu karena media yang digunakan sangat portable, semisal handphone, i-pad atau apalah namanya, bisa dibawa kemana saja sesukanya, ke kamar tidur bahkan hingga ke toilet sekalipun. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan aktifitas berkomunikasi melalui media sosial secara online tersebut. Hanya saja, jika dampak negatifnya tidak di-netralisir secara baik, maka akan menimbulkan dampak baru yang akan menjadi semakin liar dan tidak terkontrol. Sebagai contoh, ketika ada masalah akademik, telah terjadi mis-komunikasi umpamanya, mahasiswa lebih cenderung berbagi rasa dan cerita secara maya ketimbang 20 Bagaimana kekuatan pengaruh proses komunikasi sosial dalam membentuk pola dan karakter kebahasaan seseorang yang membudaya di suatu komunitas, silahkan kaji bukunya Heller, M, Watts, R.J & Gruyter, M.d. [Ed]. Language, Power and Social Process; Diagnosis as Cultural Practices. Germany. Berlin. Walter de Gruyter Gmbh and Co. 2005. Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 321 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik nyata. Mereka lebih senang memposting masalah akademiknya ke dunia luas daripada di-share secara individual kepada yang bersangkutan, terutama kepada dosen-dosennya. Dan hal ini menjadi persoalan tersendiri di abad komunikasi yang serba global ini. Sehingga, di satu sisi para penggunanya memang bisa berbagi informasi secara cepat dengan jangkauan yang cukup luas, namun di sisi lain banyak juga orang-orang yang akan tersakiti tanpa mampu untuk membela diri secara fair. Terlepas dari penjelasan diatas, adapun bentuk-bentuk komunikasi dalam konteks akademik yang disampaikan secara tertulis yang ada di perguruan tinggi biasanya terdiri dari beberapa hal, misalnya laporan presentasi dan diskusi kelas, laporan ilmiah tertulis dalam bentuk tugas terstruktur, ujian tertulis; mid-test dan final test, dan lain-lain sebagainya yang tentunya harus tersusun dan tersaji sebaik mungkin. Dan sebagaimana dimaklumi bahwa bahasa yang mesti digunakan oleh mahasiswa dalam komunikasi akademik secara tulisan haruslah memenuhi beberapa kriteria minimal, bukan asal-asalan.21 Diantara kriteria minimal tersebut mesti mencakup beberapa hal sebagaimana yang telah mentradisi dalam dunia akademik selama ini, yaitu lugas, logis, efisien, efektif, objektif, sistematis, teoritis dan empiris.22 Dalam hal ini, penulis melihat ada sejumlah dampak aktifitas berkomunikasi di media sosial terhadap perkembangan tulisan akademik mahasiswa yang penulis soroti dari sisi bentuk dan gaya bahasa, 21 Walaupun tidak semuanya, namun kebanyakan para dosen memiliki pandangan yang sama bahwa standar pengajaran belum jeblok sepenuhnya. Sehingga hal ini harus menjadi perhatian penuh bagaimana caranya agar para pelajar terus diajarkan cara membaca, membuat catatan, melakukan riset, merancang ide dan gagasan, dan bagaimana mengonsep dan menulis dengan baik. Lihat Tara Brabazon, Digital hemlock: Internet education and the poisoning of teaching. Australia. New South Wales. University of New South Wales Press Ltd. 2002. p.52. 22 Lugas: tidak emosional, tidak bermakna ambigu. Logis: disusun berdasarkan urutan yang konsisten dan koheren. Efektif: ringkas, padat, mengena, dan tepat sasaran. Efisien: hanya menggunakan ungkapan, kata dan kalimat yang mudah dipahami dan tidak bertele-tele. Objektif: berdasarkan fakta dan realita–mencakup informasi-informasi ilmiah berdasarkan fakta dan bersifat apa adanya. Sistematis: penulisan dan pembahasannya disesuaikan dengan konteks dan prosedur yang berlaku. Teoritis: Mengacu kepada teori sebagai landasan berfikir (kerangka pemikiran) dalam pembahasan setiap masalah. Empiris: berdasarkan pengalaman, percobaan dan praktek serta temuan ilmiah yang bersifat logis dan rasional, bukan hal-hal yang bersifat hayalan dan imajinasi belaka. Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 322 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik struktur bahasa, ketajaman bahasa analisis yang digunakan, keindahan berbahasa, logika kebahasaan, dan power kebahasaan. Sedangkan untuk masalah konten-nya, penulis serahkan kepada ranah keilmuan masingmasing. Karena terbiasa dengan pola kebahasaan yang terbentuk melalui transaksi dan interaksi komunikasi melalui media sosial online, bentuk bahasa yang mereka gunakan ketika menyampaikan ide-ide tertulis untuk tugas-tugas perkuliahan seringkali tidak terstruktur dan nampak asal-asalan. Mereka nampak kesulitan menata kalimat yang lebih terstruktur dengan tata bahasa yang standar. Bentuk bahasa yang mereka gunakan juga cenderung sangat sederhana. Mereka lebih cenderung menulis seadanya dan terkesan miskin kosa kata dengan gaya bahasa yang nampak kurang menarik untuk dibaca. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh tradisi komunikasi maya dalam bentuk komunikasi singkat tanpa keteraturan tata bahasa yang memadai. Disebabkan kurangnya kosa kata yang bersifat ilmiah yang memang jarang digunakan dalam komunikasi di media sosial online, mahasiswa kesulitan menganalisis makna-makna khusus yang terdapat pada variablevariabel tertentu. Padahal, walaupun tidak mesti semuanya, terdapat sejumlah variabel yang berserakan di dalam dunia akademik yang memang hanya bisa termaknai sepenuhnya dengan menggunakan istilah-istilah khusus yang sesuai dengan konteksnya, bukan dengan kata-kata ataupun istilah biasa. Karena banyak sekali temuan-temuan terbaru yang mengandung makna tertentu yang membutuhkan istilah-istilah baru pula agar menghasilkan makna-makna yang lebih kontekstual. Dan untuk hal tersebut diatas, tidak jarang memaksa kita untuk meminjam sejumlah istilah dari bahasa asing. Namun harus dicatat, sekalipun teks-teksnya mengandung nilai yang sangat ilmiah dan akademis, tapi tidak harus menjadi kaku dan sulit untuk dipahami dengan segudang kandungan misteri di dalamnya. Banyak yang beranggapan bahwa bahasa akademik itu terlalu kaku, gersang dan kering sehingga kurang berasa dihati dan tidak nyaman untuk dinikmati. Kenapa hal ini bisa terjadi? Dalam asumsi penulis, hal ini Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 323 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik disebabkan oleh tradisi kebahasaan. Tradisi keilmuan masa lampau terbentuk oleh dominasi ilmu-ilmu pasti (excact sciences) dan nampaknya masih terus berpengaruh hingga hari ini. Kekakuan bahasa ilmiah sudah sejak lama terbentuk melalui angka-angka matematis yang bersifat statis. Hal tersebutlah yang membentuk pola kebahasaan yang ada di dunia ilmiah saat ini hingga ber-penetrasi melubangi batas-batas keilmuan non-eksakta atau ilmu-ilmu sosial. Sehingga umumnya kalangan akademisi, termasuk mahasiswa, beranggapan bahwa komunikasi akademik itu harus terstruktur dengan sistematika yang ketat dan dan tidak neko-neko (rigor). Kalangan ilmuan yang bertradisi ilmu-ilmu eksakta nampaknya lebih berfokus pada isi (konten)-nya, bukan pada keindahan cara penyampaiannya. Yang penting tersampaikan, selesai sudah. Persoalan keindahan berbahasanya, silahkan dihitung pada nomor yang ke sekian dan sekian. Sehingga, jangankan masyarakat umum, mahasiswa pun menjadi sangat takut dan ngeri untuk menyinggahi rak-rak yang dihuni oleh sederetan buku-buku ilmiah berlabelkan eksakta yang nampak garang dan angker di sejumlah perpustakaan. Sekalipun isinya adalah emas, permata, intan, berlian, dan jamrud katulistiwa, atau sejenis konten berharga apalah namanya, namun ketika disodorkan dengan deretan istilah-istilah ilmiah dan kalimat dengan fotenote ataupun bodynote yang berjibun,23 seketika itu pula menggegerkan seisi batok kepala, mendirikan bulu roma, memerihkan retina mata, dan mengeraskan otot leher dan urat kepala hingga menguras banyak tenaga karena bahasanya yang begitu jelimet yang entah apa maksud dan maknanya. “Pokoknya pusing deh!” Untuk hal tersebut diatas, mahasiswa seharusnya bisa mempeta perbedaan bahwa hakikatnya ilmu-ilmu eksakta memiliki karakternya sendiri 23 Perhatikan saja, jika anda rajin membaca buku-buku ataupun artikel-artikel ilmiah, dalam bahasa asing khususnya, maka anda bisa dipastikan akan menemukan minimal satu paragraph yang dihuni oleh belasan bodynote ataupun footnote. Sehingga yang nampak jelas dari pandangan mata bukan kontennya, melainkan sederetan nama para punggawa ilmiah dari abjad A-Z dari semenjak tahun antah-berantah hingga yang kemarin sore. Belum apa-apa, belum sampai kepada pemaknaan kontennya, hanya baru melihat deretan namanya saja, kepala langsung nyut-nyutan, mata berkunang-kunang berkilauan, hingga terasa seisi perut mau bubar semua. Capek deh! Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 324 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik sedangkan ilmu-ilmu sosial memiliki corak keunikannya sendiri pula. Meskipun demikian, alangkah eloknya jika ilmu-ilmu eksakta bisa disampaikan melalui pola, gaya, dan struktur bahasa yang indah sehingga nikmat untuk dibaca, tidak membosankan, tidak melelahkan, dan tidak pula menjadikan pembacanya menderita apalagi tersiksa secara ilmiah.24 Namun ironisnya, banyak kalangan akademisi yang bertradisi ilmu-ilmu sosial yang keranjingan bahkan latah dengan gaya-gaya bahasa para ilmuan eksakta yang nampak kurang kooperatif tersebut. Gaya tulisan mereka nampak kaku, lesu, pucat–pasi bagaikan mayat dalam peti mati, kurang bertenaga hingga redup dan kurang berwarna yang berimbas kepada pengabaian nilai-nilai keindahan dalam berkomunikasi.25 Benar atau tidaknya, semuanya kembali kepada para ilmuan-ilmuan maupun insan-insan akademik itu sendiri. Namun satu hal yang pasti dalam semua tradisi keilmuan, dan hal ini tidak boleh dilakukan, bahkan haram hukumnya, yaitu „berbohong‟ alias „berdusta‟ apalagi melakukan „plagiat‟ secara sengaja atas nama ilmiah, itulah yang sedapat mungkin untuk dihindari. Dari pemaparan diatas, beberapa poin kesimpulan yang berkenaan dengan dampak media sosial terhadap komunikasi akademik mahasiswa dalam bentuk tulisan, yaitu: (1) kurang pandainya mereka merangkai katakata dalam tulisan sehingga terkesan kaku, (2) miskin penguasaan istilahistilah ilmiah karena terbiasa dengan bahasa-bahasa gaul yang bertebaran di media sosial, (3) menghindari komunikasi akademik karena mereka 24 Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar akal (intelektualitas) mereka. (H.R. Muslim). 25 Hal ini yang belum bisa penulis pastikan, jika dikembalikan kepada si individunya masing-masing, apakah penyebabnya bertengger di tataran lemahnya selera seni, kurangnya pengalaman dan latihan retorika berbahasa ataukah barangkali memang kurang berbakat dan hanya tersisa sedikit minat terhadap keindahan dunia sastra. Ataukah barangkali yang bersangkutan memang ingin mempertahankan image agar tetap dianggap angker dengan status tulisannya yang sebenarnya bukan super ilmiah melainkan super rigid itu? Dibalik itu semua, justeru sekarang ini sudah ada pembatasan ranah tulisan sesuai bentuk, tujuan maupun sasaran pembacanya. Ada yang memberi label sebagai tulisan populer untuk masyarakat awam dan tulisan ilmiah untuk kalangan terbatas, khususnya kalangan akademisi. Namun persoalannya, „bukankah tulisan ilmiah tersebut yang justeru memang harus dipopulerkan? Dan untuk mempopulerkannya, bukankah harus menggunakan bahasa-bahasa yang populer pula? Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 325 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik beranggapan bahwa komunikasi akademik itu rumit karena terbiasa dengan yang mudah-mudah sebagaimana yang mereka amalkan dan alami di dunia maya, dan (4) berkurangnya semangat untuk mengkomunikasikan tugas-tugas akademik agar menjadi lebih baik, sehingga kesan yang muncul hanya bersifat seadanya. D. Dampak Media Sosial bagi Peradaban Komunikasi Komunikasi akademik merupakan komunikasi peradaban. Dan peradaban komunikasi akan terbentuk, salah satunya melalui komunikasi akademik yang berkeperimanusiaan. Coba kita perhatikan bagaimana peradaban komunikasi yang telah dibangun dengan sangat indahnya oleh para nabi dan rasul, pilosuf, orang-orang saleh, pujangga bahasa, dan kaum urafa‟ ataupun kaum sufi.26 Dengan susah payah mereka merangkai kata-kata ilmiah nan indah yang cukup bermakna untuk menstimulus daya logika dan imajinasi setiap pikiran serta menyentuh rasa dan asa segenap perasaan anakanak manusia.27 Bukan untuk melukai hati dan bukan pula untuk mengebiri daya nalar mereka, melainkan untuk mengobati dan menghibur duka-lara serta mengangkat harkat dan martabat intelektual mereka (para pengikutnya) setinggi mungkin menuju menara kemuliaan dalam berkomunikasi. Memang berat untuk diterapkan manakala sebagian yang lain bersikap semena-mena sedangkan kita harus tertatih-tatih menjalankan perintah Sang Penguasa kelembutan dan kesantunan dalam berkomunikasi untuk memperlakukan manusia secara adil dan bijaksana.28 Namun setidaknya, 26 Bukankah al-Qur‟an dan kitab suci-kitab suci lainnya juga melukiskan kesan keindahan dalam mengkomunikasikan pesan-pesannya? Apakah anda berani mengatakan bahwa kitab-kitab tersebut kurang ilmiah lantaran banyaknya penekanan rasa keindahan seni dan sastra dalam berbahasa yang sangat dominan terdapat didalamnya dalam bentuk ujaranujaran yang bernilai seni yang sangat tinggi? 27 Dalam berbagai literatur tentang komunikasi Islam kita dapat menemukan setidaknya enam jenis gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam, yakni: (1) Qaulan Sadida, (2) Qaulan Baligha, (3) Qulan Ma‟rufa, (4) Qaulan Karima, (5) Qaulan Layinan, dan (6) Qaulan Maysura. Lihat Q.S. QS. Al-Hajj: 30, QS. Al-Baqarah: 83, 235 & 263, QS An-Nissa : 5, 8, 63, Thaha: 43-44 serta Al-Ahzab: 32, & QS. Al-Isra: 23 serta masih banyak lainnya. 28 Tidak ada salahnya jika kita selalu berdoa kepada Allah SWT. agar diberikan kelembutan lisan, kesantunan tulisan dan keindahan dalam bertutur kata serta dianugerahi Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 326 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik walaupun tidak sepenuhnya berpengaruh kepada tiap-tiap kita, mari kita rasarasakan bagaimana kelembutan sikap dan tutur bahasa nabi Yusuf a.s. kepada para penyembah Fir‟aun. Atau coba kita bayangkan bagaimana kehalusan budi pekerti seorang nabi Idris a.s kepada umatnya yang doyan menyembah berhala, atau mungkin Lukmanul Hakim dengan sejuta hikmah dan wasiatnya. Dan yang paling spektakuler, tidak ada salahnya jika kita resapi bagaimana bukti kecintaan dan kasih-sayang seorang nabi akhir zaman, nabi Muhammad Saw. dalam mengayomi keluarga dan sahabat-sahabatnya hingga kitapun sampai hari ini masih bisa merasakan sisi-sisi keindahan komunikasi cinta-kasih yang ia tebarkan ke seisi dunia ini. Itulah komunikasi peradaban yang telah menjembatani terjadinya transfer pengetahuan dan penghalusan jiwa dan perangai untuk meningkatkan kualitas intelektual dan emosional umat manusia.29 Sekalipun ketika itu belum ada kampus yang diformalisasikan, namun melalui mereka, kampus jagat raya telah menaungi dan menyuburkan berkembangnya peradaban komunikasi semesta buat seluruh umat manusia. Namun sekarang, khususnya di media sosial online, sebagian anak-anak manusia dengan egonya terus berusaha merontokkan ranting-ranting moral kesantunan dan mencabut akar-akar nilai kehalusan berbahasa serta memporak-porandakan dasar-dasar etika peradaban komunikasi yang berperikemanusiaan. Sebagian anak-anak manusia lebih suka menyakiti kesopanan perilaku berkomunikasi agar suatu saat kelak kita memang bisa dianggap layak untuk berdiri dalam barisan para penegak komunikasi peradaban yang berperikemanusiaan dari kalangan para nabi, rasul-rasul yang mulia, insan-insan saleh, para syuhada, dan para penegak kearifan dan kebijaksanaan komunikasi semesta yang berperadaban. 29 Dalam konteks akademik, tidakkah seorang mahasiswa akan merasa sangat berbahagia jika ada seorang dosen yang menyapanya dengan kata-kata yang indah yang mengandung keselamatan dan kedamaian, kata-kata „assalmualaikum‟ misalnya? Sebaliknya, tidakkah anda akan merasa sangat menderita dan tersiksa ketika anda menyapa dosen anda dengan penuh ketulusan, namun dia mencuekin anda? Atau bagaimana rasanya jika proposal dan skripsi anda dicoret sana-sini oleh pembimbing anda tanpa memberikan penjelasan dan kejelasan saran berikutnya? Atau bagaimana sakitnya ketika anda disemprot oleh dosen anda dengan kata-kata yang tidak sanggup untuk anda dengar, bahkan terlalu sulit untuk dicerna? Pertanyaan-pertanyaan diatas tidak perlu penulis uraikan lagi karena penulis yakin bahwa para pembaca, khususnya mahasiswa, memiliki jawaban yang pasti jauh lebih hebat dan sangat menyentuh hati sanubari. Dan apa yang sangat kita butuhkan untuk memayungi persoalan diatas, semuanya berpusat pada „etika berkomunikasi.‟ Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 327 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik daripada mengobati dan menjaga perasaan hati sesamanya. Sebagiannya lagi lebih berbahagia membungkam mulut saudaranya dengan kata-kata penghinaan dan hujatan daripada pujian penghormatan yang penuh ketulusan dengan segala kandungan hikmah dan kebaikannya. Bahkan sebagiannya lagi lebih suka membuang dan mengucilkan saudaranya daripada merangkul dan memeluknya dikarenakan perbedaan pemahaman dalam teks-teks keagamaan ataupun karena tujuan kepentingan-kepentingan lainnya yang bersifat sangat pragmatis dan sementara. Apakah karena berbeda pemahaman lantas kita dibolehkan untuk saling bermusuhan? Apakah karena berbeda kepentingan lantas kitapun dihalalkan untuk saling menghujat dan bertikai kata? Sesungguhnya perbedaan bukanlah masalah. Namun permasalahan yang ada dalam perbedaan itulah yang justeru akan menjadikan kita semakin bijaksana dan dewasa dalam menghargai keberagaman dan keunikan ciptaan-ciptaan Tuhan di seluruh alam semesta. Selayaknya, janganlah mempermasalahkan perbedaan, namun yang „mempermasalah perbedaan‟ itulah sesungguhnya yang harus dipertanyakan, kenapa ia harus mempermasalahkannya. Selama „keyakinannya‟ masih tetap sama-sama bermuara kepada Tuhan yang Maha Esa, maka perbedaan adalah „rahmat,‟ yaitu rahmat untuk saling menghargai, saling membutuhkan, memberi dan saling berbagi informasi dan data, serta rahmat untuk saling mencintai dan menyayangi dalam keanekaragaman ciptaan-ciptaan Tuhan. Kapan kita akan merasa bahagia dan terbebas dari belenggu penderitaan jika dengan adanya perbedaan justeru banyak melahirkan kebencian dan permusuhan? Mengapa sebagian diantara kita lebih bergembira ketika melihat orang lain menjadi susah dan menderita karena terpaksa menjadi sama, dan sebaliknya kitapun menjadi sangat susah dan tersiksa ketika melihat orang lain berbahagia karena perbedaan? Bukankah kebahagiaan itu milik bersama? Maka sekarang menjadi tugas kita untuk saling mengkomunikasikan keunikan tiap-tiap pribadi tersebut melalui peradaban komunikasi yang bisa kita bangun bersama di perguruan tinggi. Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 328 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik Beragam macam perbedaan tentunya akan atau sedang dijumpai oleh mahasiswa dalam lingkungan kehidupan kampus. Dan ketika anda, mahasiswa, sudah memutuskan untuk memasuki dunia kampus, itu artinya anda sudah siap memasuki „dunia pelangi.‟ Beragam pemikiran dan pemahaman pun akan menjadi menu akademik anda sehari-hari. Sebab anda tidak perlu menjadi seperti yang lain, maka anda harus percaya diri untuk menjadi diri anda sendiri karena anda sudah dititipkan kehebatan-kehebatan dari Allah SWT untuk dikembangkan dan dibesarkan. Sehingga anda pun memang harus berbeda dari yang lain dengan menempuh jalan dan cara yang pas buat anda masing-masing melalui pengembangan potensi dan keunikan anda sendiri. Coba anda bayangkan jika semua dosen-dosen yang ada di kampus anda memiliki gelar yang sama dengan konsentrasi keilmuan yang persis sama pula, hingga corak dan warna keilmuannya pun tidak jauh berbeda, maka apa yang akan terjadi dengan anda dan kemana perguruan tinggi ini hendak dibawa? Tentunya ia tak layak disebut sebagai perguruan tinggi, melainkan perguruan pencak silat ataupun perguruan tenaga dalam yang khusus mengajarkan aliran ilmu-ilmu tertentu, yang selanjutnya akan dibawa ke Pelatnas hingga berkompetisi di ajang PON (Pekan Olah Raga Nasional), kemudian ke Sea Games, lalu Asian Games hingga tingkat Olimpiade. Namun perguruan tinggi bukanlah perguruan-perguruan sebagaimana yang penulis sebutkan diatas. Namun perguruan tinggi merupakan „istana ilmiah‟ yang bisa dijadikan sebagai wahana bagi tiap-tiap individu untuk berekspresi dan berbagi kreasi kepada sesama komunikan secara bebas yang tentunya mesti terukur, terstruktur dan terencana. Sehingga, tidak ada istilah selesai untuk terus belajar berkomunikasi secara akademis, terkecuali jika memang dibatasi oleh mahasiswa itu sendiri ataupun oleh „oknum-oknum tertentu.‟ Dari pemaparan diatas, ada beberapa poin penting yang dapat diidentifikasi mengenai dampak negatif dari aktifitas berkomunikasi di media sosial bagi peradaban komunikasi di perguruan tinggi yang dihadapi oleh Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 329 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik mahasiswa, yaitu: (1) masih sulitnya merangkai ujaran-ujaran yang indah yang bernilai kemanusiaan, (2) kekurangan kosa kata yang sarat dengan ketulusan, kecintaan dan kasih-sayang, dan semangat keadilan, (3) belum sepenuhnya menghayati norma-norma kelembutan, kesantunan dan kesopanan dalam berkomunikasi, (4) belum mampu menghargai „komunikasi hikmah dan kebijaksanaan,‟ (5) mudah gagap sikap dan perilaku positif, (6) kecenderungan meng-copy paste para penutur di media online, (7) mudah terprovokasi dalam berkomunikasi, dan (8) belum terbiasa meminta maaf jika terlanjur menulis ataupun berkata yang tidak pantas. E. Kesimpulan Semakin mewahnya fasilitas teknologi komunikasi di dunia maya di abad modern ini, ternyata tidak semakin mempermudah orang untuk meraih kenyamanan dan keamanan dalam berkomunikasi. Berbagai dampak negatif pun bermunculan sebagai imbas dari proses komunikasi yang terjadi di media sosial online, diantaranya yaitu kurangnya penghargaan terhadap sikap empati, simpati dan toleransi yang berujung kepada pengabaian terhadap nilai-nilai edukasi dan etika dalam berkomunikasi. Akibatnya dampakdampak tersebut sangat berpengaruh bagi perkembangan komunikasi akademik mahasiswa dan pengembangan peradaban komunikasi di perguruan tinggi. Beberapa dampak komunikasi verbal yang terjadi pada sejumlah mahasiswa yaitu berkurangnya daya konsentrasi, frequensi dan kesantunan dalam komunikasi akademik karena adanya keterikatan dengan komunikasi dunia maya. Kemudian berkurangnya rasa percaya diri mereka untuk berkomunikasi di kampus, khususnya dengan para dosen, karena adanya pelarian „curhat‟ di dunia maya. Secara non-verbal, mahasiswa kurang memberi perhatian serius terhadap struktur, gaya dan keindahan berbahasa. Selain itu masih kurangnya ketajaman bahasa analisis yang mereka gunakan dalam menulis sehingga terkesan mengabaikan logika dan power bahasa. Kemudian motivasi, Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 330 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik antusiasme serta sikap dan perilaku berkomunikasi mereka yang sangat bersifat komunal. Akibatnya, mereka kurang pandai menyusun kata-kata dan miskin penguasaan istilah-istilah ilmiah karena terbiasa dengan ujaran-ujaran gaul yang bertebaran di media sosial. Selain itu, mereka nampak menghindar untuk berkomunikasi aktif dalam dunia akademik karena mereka beranggapan bahwa komunikasi akademik itu rumit dan bertele-tele. Hal tersebut dikarena mereka terbiasa dengan yang mudah-mudah sebagaimana yang mereka dapatkan selama berselancar bebas di dunia maya. Klimaksnya, dampak negatif media sosial online bagi pengembangan komunikasi mahasiswa dalam dunia akademik berujung pada sulitnya merangkai ujaran-ujaran yang indah yang bernilai kemanusiaan, ketulusan, kecintaan dan kasih-sayang, dan semangat keadilan karena kekurangan kosa kata yang beraroma kelembutan, kesantunan dan kesopanan dalam berkomunikasi. Disamping itu mereka juga belum mampu menghargai „komunikasi hikmah dan kebijaksanaan‟ yang berperadaban sehingga mereka mudah gagap sikap dan perilaku positif dan mudah terprovokasi dalam berkomunikasi karena adanya kecenderungan suka meng-copy paste para penutur di media online. Dan yang terakhir, mereka belum terbiasa untuk mengakui kesalahan melalui kata maaf yang tulus jika terlanjur berkomunikasi dengan cara yang tidak pantas. Oleh sebab itu, dari segala macam peristiwa komunikasi yang terjadi di dunia maya, maka filterisasi dan stabilisasi penyerapan informasi sangat dibutuhkan oleh mahasiswa dalam membangun komunikasi kepada sesama akademisi di dunia kampus. Dan untuk menggapai itu semua, tentu saja mereka mesti menyeimbangkan antara adopsi komunikasi di dunia maya dan adaptasi komunikasi di dunia akademik. Jika dalam pemaparan yang telah penulis sampaikan diatas tidak sepenuhnya mengandung kebenaran menurut pandangan para pembaca, maka segala presuposisi, asumsi dan konklusi yang telah disajikan dalam tulisan ini bisa di telusuri kembali. Oleh sebab itu, penulis berharap kepada para pemerhati, peneliti maupun penulis yang konsen dalam persoalan ini untuk Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 331 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik mengkajinya secara lebih terperinci dan mendalam guna memperbaiki dan mengembangkan komunikasi akademik mahasiswa yang lebih pas dan pantas untuk konteks perguruan tinggi. Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 332 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, A. C, (2008). Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Rosdakarya Remaja. Bandung. Brabazon, T. (2002). Digital Hemlock: Internet Education and the Poisoning of Teaching. University of New South Wales Press Ltd. New South Wales. Australia. Benjamin (1996) in Schleifer, R. (2009). The body, scientific knowledge, and the power of language. The University of Minnesota Press. United State of America. Das, J.P. (1969). Verbal Conditioning and Behaviour. Pergamon Press. Oxford. London. Esposito, A. (2007). Cross-Modal Analysis of Verbal and Nonverbal Communication (CAVeNC) in Carbonell, J. G. & Siekmann, J. [Eds]. Verbal and Nonverbal Communication Behaviours. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Germany. Huang, L.S. (2010). Academic Communication Skills: Conversation Strategies for International Graduate Students. University Press of America, Inc. Maryland. United State of America. Heller, M, W, R.J & Gruyter, M.d. [Ed]. (2005). Language, Power and Social Process; Diagnosis as Cultural Practices. Walter de Gruyter Gmbh & Co. Berlin. Germany. Jenlink, M.P. & Banathy, H.B. [eds.] (2005). Dialogue: Conversation as Culture Creating and Consciousness Evolving. Springer Science + Business Media, Inc. & Kluwer Academic/Plenum Publishers. New York. Konar, A. (2000). Artificial Intelligence and Soft Computing: Behavioral and Cognitive Modeling of the Human Brain. New York. CRC Press LLC. United State of America. Morris, M. (2007). Introduction to the Philosophy of the Language. Cambridge University Press. New York. United State of America. Rubin & Thompson. (1998). The Communication Process. In J. Rubin and I. Thompson (eds), How to be more successful language learner (2nd edn). MA: Heinle & Heinle. Boston. USA. Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 333 Hate Speech dan Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Komunikasi Akademik Stevens, L. et, al. (2007). Study on the Impact of Information and Communications Technology (ICT) and New Media on Language Learning. Commissioned by EACEA. Carried out by Ellinogermaniki Agogi. Eroupean Commission. Tsivacou, I. (2005). Designing Communities of Ideas for the Well-Being in Banathy, B. & Jenlink, M.P. [Eds.]. Dialogue as a Means of Collective Communication. Kluwer Academic/Plenum Publishers. New York. United State of America. Webb, M.L. et al. (2013). Facebook: How College Students Work It in Noor Al-Deen, S.H. & Hendricks, A.J. [Eds.]. Social Media: Usage And Impact.Lexington Books. United Kingdom. Yule, G. (1998). Pragmatics. United State of America. University Press. Oxford. New York. Mawa`izh, Vol. 1, No. 2, Desember 2016 334