7 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Definisi Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini
a. Pengertian Kemampuan Berbicara pada Anak Usia Dini
Salah satu kemampuan yang harus dikuasai anak dalam pembelajaran
bahasa adalah kemampuan berbicara. Kemampuan berbicara menempati
kedudukan yang penting karena merupakan ciri kemampuan komunikatif
anak. Kemampuan berbicara tidak hanya berperan dalam pembelajaran
bahasa, tetapi berperan penting dalam pembelajaran yang lain.
Bahasa mencakup setiap sarana komunikasi dengan menyimbolkan
pikiran dan perasaan untuk menyampaikan makna kepada orang lain.
Bentuk komunikasi itu seperti tulisan, bicara, bahasa simbol, ekspresi
muka, isyarat, pantomim dan seni.
Hurlock (2007) menjelaskan pengertian bicara yaitu bentuk bahasa
yang menggunakan artikulasi atau kata-kata yang digunakan untuk
menyampaikan maksud. Bicara merupakan bentuk komunikasi yang paling
efektif, maka penggunaannya paling luas dan paling penting. Kemampuan
berbicara merupakan keterampilan mental-motorik. Berbicara tidak hanya
melibatkan koordinasi kumpulan otot mekanisme suara yang berbeda,
tetapi juga mempunyai aspek mental yakni kemampuan mengaitkan arti
dengan bunyi yang dihasilkan. Tarigan (2008) berpendapat bahwa
berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi, artikulasi atau
kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran,
gagasan dan perasaan.
Arsjad dan Mukti (2005) menjelaskan kemampuan berbicara adalah
kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan katakata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan
dan perasaan. Tujuan utama dari berbicara yaitu untuk berkomunikasi.
7
8
Kegiatan berbicara pada umumnya merupakan aktivitas memberi dan
menerima bahasa, menyampaikan gagasan dan pesan kepada lawan bicara
dan pada waktu yang hampir bersamaan, pembicara akan menerima
gagasan dan pesan yang disampaikan oleh lawan bicara sehingga terjadi
hubungan timbal balik (Nurgiyantoro, 2001).
Perkembangan bicara anak bertujuan untuk menghasilkan bunyi
verbal. Kemampuan mendengar dan membuat bunyi-bunyi verbal
merupakan hal pokok untuk menghasilkan berbicara. Kemampuan
berbicara anak akan berkembang melalui pengucapan suku kata yang
berbeda-beda yang diucapkan secara jelas. Kemampuan berbicara anak
akan
meningkat
menggabungkan
ketika
kata-kata
anak
baru
dapat
mengartikan
kata-kata
baru,
dan
memberikan
pernyataan
dan
pertanyaan. Pada usia TK (4-6 tahun) kemampuan berbahasa yang paling
umum dan efektif dilakukan adalah kemampuan berbicara. Hal ini selaras
dengan karakteristik umum kemampuan bahasa anak pada usia tersebut.
Karakteristik ini meliputi kemampuan anak untuk dapat berbicara dengan
baik, melaksanakan tiga perintah lisan secara berurutan dengan benar,
mendengarkan dan menceritakan kembali cerita sederhana dengan urutan
yang mudah dipahami, menyebutkan nama, jenis kelamin dan umurnya,
menggunakan kata sambung seperti bagaimana, apa, mengapa, kapan,
membandingkan dua hal, memahami konsep timbal balik, menyusun
kalimat, mengucapkan lebih dari tiga kalimat, dan mengenal tulisan
sederhana (Dhieni, dkk, 2010).
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas, dapat diartikan bahwa
berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi, artikulasi yang
bertujuan untuk menyampaikan maksud, pikiran dan gagasan kepada orang
lain. Kemampuan berbicara berguna bagi kehidupan bermasyarakat anak.
Kemampuan berbicara tidak hanya penting pada pembelajaran bahasa
melainkan pembelajaran yang lain.
9
b. Tahap Perkembangan Berbicara Anak Usia Dini
Bowler dan Linke (Dhieni, dkk, 2010) memberikan pendapat
bahwapada usia 3 tahun anak menggunakan banyak kosa kata dan kata
tanya seperti apa dan siapa. Ketika usia 4 tahun anak mulai bercakap-cakap
dan perkembangan bahasa anak semakin meningkat. Setelah usia 5 tahun
dimana anak sudah dapat berbicara lancar dengan menggunakan berbagai
kosa kata baru.
Berdasarkan data yang diambil dari Quarterly (Hurlock, 2007), anak
yang berusia 4-5 tahun jumlah kosa kata anak sebanyak 1.600-2.200 kata.
Hurlock (2007) menjelaskan setelah anak memasuki sekolah, kosa kata
mereka bertambah dengan cepat karena ketika sekolah, anak mulai
diajarkan langsung, mendapat pengalaman baru, membaca pada waktu
senggang, mendengarkan radio dan televisi.Pada penggabungan kata ke
kalimat, mula-mula anak menggunakan kalimat satu kata yakni kata benda
atau kata kerja, yang kemudian digabungkan dengan isyarat untuk
mengungkapkan suatu pikiran seperti ketika anak mengatakan “beri”
sambil menunjuk salah satu mainan berarti “berikan saya mainan itu”.
Anak yang kira-kira berusia 12 sampai dengan 18 bulan menggunakan
bentuk kalimat kata tunggal. Anak yang berusia 2 tahun menggabungkan
kata ke dalam kalimat pendek yang sering kali berupa kalimat tidak
lengkap yang berisi satu atau dua kata benda, satu kata kerja, dan kadang
satu kata sifat atau kata keterangan. Anak menghapuskan kata depan, kata
ganti, dan kata sandang. Bentuk kalimatnya seperti “pegang boneka”,
“pergi tidur”, “selamat jalan” dan “ingin minum”. Pada waktu anak berusia
4 tahun, kalimat yang diucapkan anak hampir lengkap, dan setahun
kemudian kalimat yang diucapkan anak sudah lengkap berisi semua unsur
kalimat.
Zubaidah (2003) mengutarakan tahap perkembangan berbicara dibagi
menjadi dua periode yaitu periode pralinguistik dan periode linguistik. Pada
periode pralinguistik ini terjadi sejak lahir hingga usia 11 bulan yang
ditandai dengan keluarnya suara tangis dan bunyi-bunyi yang lain. Setelah
10
anak belajar mengeluarkan suara dalam bentuk tangis, anak mulai belajar
mengoceh (babling stage). Tahap ini disebut juga tahap omong kosong atau
tahap kata tanpa makna. Anak tidak menghasilkan suatu kata yang dapat
dikenal, tetapi mereka berbuat seolah-olah mengatur ucapan-ucapan sesuai
pola suku kata. Periode linguistik berada pada tahap suku kata dimana anak
hanya mengulang kata yang telah didengar.
Suhartono (2005) menjelaskan anak usia TK berada pada tahap
perkembangan berbicara yang memiliki ciri-ciri yaitu 1) Anak mampu
menggunakan bahasa dalam bentuk negatif, interogatif, 2) Kalimat yang
diucapkan sudah mengarah pada kalimat pendek dan sederhana, 3) Berani
mengatakan tidak jika disuruh melakukan sesuatu, 4) Dapat menunjukkan
ketidaksetujuan, 5) Bicara lebih teratur dan terstruktur, 6) Bicara anak
sudah dapat dipahami orang lain, 7) Anak mampu merespon pembicaraan
orang lain baik positif maupun negatif.
Berdasarkan pendapat dari para ahli diatas, dapat disimpulkan tahap
perkembangan berbicara anak pada usia 3 tahun menggunakan banyak kosa
kata dan kata tanya seperti apa dan siapa. Usia 4 tahun anak mulai
bercakap-cakap dan usia 5 tahun sudah dapat berbicara secara lancar
sehingga dapat dimengerti orang lain. Jumlah kosa kata anak pada usia 4-5
tahun mencapai 1.600-2.200 kata.
c. Bentuk Tugas Kompetensi Berbicara
Ada banyak bentuk tugas yang dapat diberikan kepada peserta didik
untuk mengukur kompetensi berbicara. Bentuk tugas yang dipilih harus
memungkinkan peserta didik untuk tidak mengekspresikan kemampuan
berbahasa saja, melainkan juga mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan,
atau menyampaikan informasi. Dengan demikian, tes tersebut bersifat
fungsional, selain itu juga dapat mengetahui kemampuan berbicara peserta
didik yang bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pemberian tugas
hendaklah dilakukan dengan cara yang menarik dan menyenangkan agar
11
peserta didik tidak merasa tertekan dan dapat mengungkapkan kompetensi
berbahasa secara normal dan maksimal (Nurgiyantoro, 2011).
Kemampuan berbicara dapat diketahui dengan berbagai tugas
kompetensi seperti berbicara berdasarkan gambar, berbicara berdasarkan
rangsang suara, berbicara berdasarkan rangsang visual dan suara, bercerita,
wawancara, berpidato, berdiskusi dan berdebat. Tugas kompetensi tersebut
dapat dilakukan dengan membuat rubrik penilaian yang berisi aspek-aspek
penilaian. Setiap tugas kompetensi memiliki aspek penilaian yang berbedabeda.
Otto (2015) menjelaskan ketika anak-anak mempelajari bahasa,
mereka sedang mengembangkan lima aspek atau komponen yaitu fonetik,
semantik, sintaksis, morfemik dan pragmatik. Masing-masing aspek ini
merujuk pada pengetahuan bahasa yang lebih spesifik. Aspek-aspek ini
berkembang sejalan dengan aspek lainnya.
Santrock (2007) juga berpendapat bahwa bahasa adalah suatu sistem
simbol untuk berkomunikasi dengan orang lain. Sistem aturan bahasa
terdiri dari fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan pragmatik.
Fonologi adalah sistem suara dalam sebuah bahasa. Sebuah fonem adalah
unit terkecil dalam sebuah bahasa. Morfologi berkaitan dengan sistem dari
unit-unit bermakna yang terlibat dalam pembentukan kata. Sintaksis berarti
sistem yang melibatkan bagaimana kata-kata dikombinasikan sehingga
membentuk frasa-frasa dan kalimat-kalimat yang dapat diterima. Semantik
adalah sistem yang melibatkan arti kata-kata dan kalimat, sedangkan
pragmatik berarti sistem menggunakan percakapan dan pengetahuan yang
tetap terkait penggunaan bahasa secara efektif dalam konteks.
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas, peneliti akan
menggunakan
pendapat
dari
Nurgiyantoro
(2011)
untuk
menilai
kemampuan berbicara anak yaitu dengan menggunakan rangsang gambar.
Gambar yang digunakan yaitu gambar cerita. Aspek yang akan dinilai
dalam penilaian berbicara berdasarkan rangsang gambar seperti kesesuaian
12
dengan gambar, ketepatan logika urutan cerita, ketepatan makna
keseluruhan cerita, ketepatan kata, ketepatan kalimat, dan kelancaran.
d. Manfaat Berbicara pada Anak Usia Dini
Hurlock (2007) mengutarakan bahwa selama masa awal kanak-kanak,
anak-anak memiliki keinginan yang kuat untuk belajar berbicara. Belajar
berbicara merupakan sarana pokok dalam sosialisasi. Anak-anak yang lebih
mudah berkomunikasi dengan teman sebaya akan lebih mudah mengadakan
kontak sosial dan mudah diterima sebagai anggota kelompok daripada anak
dengan komunikasi terbatas. Anak-anak yang mengikuti kegiatan
prasekolah akan mengalami banyak rintangan baik dalam hal sosial
maupun pendidikan kecuali bila anak pandai berbicara seperti teman-teman
yang lain.
Anak-anak
dengan
kemampuan
berbicara
yang
baik,
dapat
mengkomunikasikan ide dan mengajukan pertanyaan selama kegiatan
pembelajaran di sekolah. Kemampuan berbicara anak mempengaruhi
kemampuan membaca dan menulis karena baik membaca maupun menulis
melibatkan proses dan penggunaan bahasa. Kemampuan berbicara yang
berkaitan dengan kemampuan membaca dan menulis mempunyai
dasarmeliputi kosakata, produksi dan pemahaman sintaksis, kesadaran
fonemik, dan produksi serta kesadaran naratif (Otto, 2015). Pendapat Otto
(2015) didukung oleh pendapat Santi (2009) bahwa anak yang mudah
berbicara atau bercakap-cakap akan lebih pandai membaca. Kemampuan
berbicara membuat anak mengungkapkan perasaan dan memulai hubungan
sosial dilingkungannya.
Windor (Otto, 2015) menjelaskan keberhasilan yang lain dalam
hubungan kemampuan berbicara yaitu kemampuan interaksisosial anak.
Anak-anak yang memliki kemampuan berbicara yang baik akan lebih
berhasil dalam berkomunikasi, baik dengan guru maupun teman sebaya.
Keberhasilan anak dalam melakukan percakapan dan merespon ketika
13
pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan selanjutnya saat di
sekolah.
Study Idrissova, Smagulova, & Tussupbekova (2015) menyatakan
bahwaKeterampilan mendengarkan dan berbicara saling terkait saat
kegiatan dalam pembelajaran.Ketika keterampilan mendengarkan anak
meningkat akan memiliki efek positif pada kemampuan berbicara
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa kemampuan berbicara memberikan dampak positif bagi anak. Anak
yang mempunyai kemampuan berbicara yang baik dapat mengutarakan ide
dan mengajukan pertanyaan. Anak akan menjadi lebih pandai membaca
dan lebih mudah berinteraksi kepada orang lain seperti guru atau teman
sebaya.
2. Definisi Take and Give
a. Pengertian Take and Give
Huda (Yuliastini, dkk, 2015) menjelaskan take and give dapat
diartikan saling memberi dan menerima materi antarsiswa. Model
pembelajaran tipe take and give adalah suatu tipe pembelajaran yang
mengajak siswa untuk saling berbagi mengenai materi yang disampaikan
oleh guru. Take and give melatih siswa terlibat secara aktif dalam
menyampaikan materi yang mereka terima kepada siswa lain dengan
menggunakan media kartu yang didalamnya berupa materi yang harus
dipahami dan dihafalkan oleh siswa.
Prayogo (2012) mengutarakan model pembelajaran take and give
merupakan model pembelajaran yang memiliki sintaks, menuntut siswa
mampu memahami materi pelajaran yang diberikan guru dan teman sebaya
atau siswa lainnya. Model pembelajaran ini melatih siswa terlibat secara
aktif dalam menyampaikan materi yang siswa terima dari teman atau siswa
yang lainnya secara berulang-ulang.
Slavin (Shoimin, 2014) berpendapat model pembelajaran take and
give pada dasarnya mengacu pada konstruktivisme, yaitu pembelajaran
14
yang dapat membuat siswa itu sendiri aktif dan membangun pengetahuan
yang akan menjadi milik anak. Proses pembelajaran ini, siswa mengecek
dan menyesuaikan pengetahuan baru yang dipelajari dengan kerangka
berpikir yang telah anak miliki.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat diartikan bahwa model
pembelajaran take and give merupakan pembelajaran saling memberi dan
menerima materi dari teman melalui kartu. Anak terlibat secara aktif dalam
memberikan materi. Take and give melatih siswa untuk memahami materi
yang diterima dari guru atau teman.
b. Kelebihan dan Kelemahan Take and Give
Taufik, dkk (Rais, 2014) memaparkan bahwa model pembelajaran
take and give mempunyai kelebihan yaitu peserta didik dilatih untuk
memahami materi dengan dengan waktu yang cepat, dapat menghemat
waktu
dalam
pemahaman
dan
penguasaan
siswa
akan
informasi.Kekurangan dari take and give meliputi jika informasi yang
disampaikan kurang tepat maka informasi yang diterima siswa lainpun
kurang tepat, atau dengan kata lain tidak efektif dan terlalu bertele-tele.
Shoimin (2014) menjelaskan ada beberapa kelebihan dan kekurangan
dari pembelajaran take and give. Kelebihan pembelajaran take and give
sebagai berikut :
1) Peserta didik akan lebih memahami penguasaan materi dan informasi
karena mendapatkan informasi dari guru dan peserta didik lain.
2) Dapat menghemat waktu dalam pemahaman dan penguasaan peserta
didik akan informasi.
3) Meningkatkan kemampuan untuk bekerja sama dan bersosialisasi.
4) Melatih kepekaan diri, empati melalui variasi perbedaan sikap-tingkah
laku selama bekerja sama.
5) Upaya mengurangi rasa kecemasan dan menumbuhkan rasa percaya
diri.
15
6) Meningkatkan motivasi belajar (partisipasi dan minat), harga diri dan
sikap-tingkah laku yang positif serta meningkatkan prestasi belajar.
Adapun kelemahan dalam pembelajaran take and give (Shoimin, 2014)
sebagai berikut:
1) Bila informasi yang disampaikan peserta didik kurang tepat (salah),
informasi yang peserta didik terima pun akan kurang tepat.
2) Kurang efektif dan terlalu bertele-tele.
Berdasarkan
pendapat
para
ahli,
dapat
disimpulkan
model
pembelajaran take and give memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan
dari take and give yaitu dapat menghemat waktu dalam pemahaman dan
penguasaan siswa akan informasi, meningkatkan kemampuan untuk bekerja
sama, upaya mengurangi rasa kecemasan dan menumbuhkan rasa percaya
diri. Take and give juga memiliki kekurangan seperti bila informasi yang
disampaikan kurang tepat maka informasi yang diterima pun akan kurang
tepat, kurang efektif, dan terlalu bertele-tele. Kelemahan take and give
dapat diminimalisir dengan pemberian materi yang menarik seperti
memberikan cerita pada anak. Cerita dapat diberikan per bagian cerita agar
anak tidak bosan saat mendengarkan cerita yang terlalu lama. Kartu yang
berisi materi bisa menggunakan gambar. Gambar dapat membuat anak
lebih antusias saat saling memberi dan menerima materi.
c. Langkah-langkah Pembelajaran Take and Give
Hanafiah dan Suhana (2010) menjelaskan langah-langkah dalam
pembelajaran take and give sebagai berikut :
1) Membuat kartu berukuran ± 10 x 15 cm bagi sejumlah peserta.
2) Setiap kartu berisi sub materi (yang berbeda dengan kartu yang lainnya,
materi sesuai dengan indikator pembelajaran).
3) Menyiapkan kelas sebagaimana mestinya.
4) Menjelaskan materi sesuai indikator pembelajaran.
5) Untuk memantapkan penguasaan peserta, setiap peserta didik diberi
satu kartu untuk dipelajari atau dihafal lebih kurang 5 menit.
16
6) Semua peserta didik diminta untuk berdiri dan mencari pasangan untuk
saling memberi informasi. Setiap siswa harus mencatat nama
pasangannya pada kartu.
7) Demikian seterusnya sampai setiap peserta dapat saling memberi dan
menerima materi masing-masing (take and give).
8) Untuk mengevaluasi keberhasilan, berikan siswa pertanyaan yang tidak
sesuai dengan kartunya (kartu orang lain).
9) Strategi ini dapat dimodifikasi sesuai keadaan.
10) Kesimpulan.
Pernyataan di atas diperkuat dengan pendapat Shoimin (2014), yang
merumuskan langkah-langkah pembelajaran take and give sebagai berikut :
1) Menyiapkan media yang terbuat dari kartu.
2) Menjelaskan materi sesuai TPK.
3) Untuk memantapkan penguasaan peserta tiap siswa diberi masingmasing 1 kartu untuk dipelajari (dihafal) lebih kurang 5 menit. Kartu
dibuat dengan ukuran ± 10x15 cm sebanyak siswa di kelas. Tiap kartu
berisi sub materi (yang berbeda dengan kartu yang lainnya, materi
sesuai dengan TPK).
4) Semua siswa diminta untuk berdiri dan mencari pasangan untuk saling
menginformasi. Tiap siswa harus mencatat nama pasangannya pada
kartu.
5) Demikian seterusnya sampai peserta dapat saling memberi dan
menerima materi masing-masing (take and give).
6) Strategi ini dapat dimodifikasi sesuai keadaan.
7) Untuk mengevaluasi keberhasilan, berikan siswa pertanyaan yang tidak
sesuai dengan kartunya (kartu orang lain).
8) Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman
dan memberikan penguatan.
9) Kesimpulan.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan
langkah-langkah dalam model pembelajaran take and give yaitu 1)
17
membuat kartu berukuran 10×15 cm yang berisi materi,2) Guru
menjelaskan sesuai materi, 3) Untuk memantapkan penguasaan materi,
anak diberi kartu yang berisi materi kemudian dihafal, 4) Setelah itu anak
mencari pasangan, 5) Anak saling bertukar informasi antar pasangan, 6)
Untuk mengevaluasi keberhasilan, anak dapat diberi pertanyaan yang tidak
sesuai dengan kartunya, 7) Ketika jawaban dari anak tidak sesuai, maka
guru dapat menjelaskan dan diberi penguatan.
d. Penerapan Take and Give pada Anak Usia Dini
Berdasarkan langkah-langkah yang telah dikemukakan Shoimin
(2014), Hanafiah dan Suhana (2010) bahwa model pembelajaran take and
give dapat dimodifikasi sesuai keadaan. Peneliti akan menerapkan model
pembelajaran take and give pada anak usia dini. Maka, dalam melakukan
langkah-langkah take and give perlu memperhatikan keadaan dan kondisi
anak. Penerapan pada anak usia dini dengan model take and give dapat
dilakukan sebagai berikut yaitu 1) Menyiapkan kartu yang berisi materi, 2)
Guru menjelaskan materi pada anak, materi terupa gambar cerita yang
berjudul “Nasa tak malas lagi”. Materi yang disampaikan per bagian
ceritadalam setiap pertemuan, 3) Guru membagikan kartu sesuai dengan
jumlah anak, kartu berupa gambar seperti gambar tokoh, tumbuhan, hewan,
benda di sekitar dan lain-lain, 4) Anak diminta untuk melihat kartu yang
berisi gambar kurang lebih 5 menit, 5) Lalu anak mencari pasanganuntuk
saling bertukar informasi, 5) Guru memberi nama pada kartu anak sesuai
pasangannya, 6) Anak mulai untuk saling memberi dan menerima
informasi dengan cara bertanya satu sama lain, 7) Setelah selesai, guru
memberikan pertanyaan kepada anak secara bergantian, 8) Pertanyaan yang
diberikan menggunakan kartu orang lain (kartu pasangan), 9) Jika anak
memberikan jawaban yang kurang tepat, maka dapat diberikan penguatan
dan jawaban dapat dibenarkan.
18
3.
Penelitian yang Relevan
Penelitian
yang
dilakukan,
mengacu
pada
penelitian-penelitian
sebelumnya yang relevan, beberapa penelitian tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Dahlia L, M.Thamrim, Ali M (2013)
Penelitian yang berjudul “Kemampuan Berbicara Menggunakan
Bahasa Indonesia Anak Usia 5-6 Tahun TK Keranjik”. Hasil penelitian
ini menyatakan bahwa kemampuan berbicara anak berkembang sesuai
harapan karena anak sudah menggunakan bahasa indonesia. Kemampuan
anak berkomunikasi dengan guru menggunakan bahasa indonesia
dikategorikan
berkembang
sesuai
harapan
karena
anak
dapat
menggunakan bahasa indonesia dalam kegiatan sehari-hari. Penelitian
yang akan dilaksanakan peneliti mempunyai persamaan dan perbedaan
dengan penelitian Dahlia L, M.Thamrin, Ali M. Perbedaan tersebut
terletak pada variabel bebasnya yaitu jika penelitian ini menggunakan
bahasa indonesia, maka peneliti menggunakan model pembelajaran take
and give, dan persamaan lain terletak pada variabel terikatnya yaitu
kemampuan berbicara anak.
b. Proctor P, McDonald D, Gill W, Heaven S, Marr J, Young J (2015)
Penelitian yang berjudul “Increasing Early Childhood Educator’s
Use of Communication Facilitating and Language Modelling Strategies :
Brief Speech and Language Therapy Training”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dengan pelatihanSpeech and Language Therapy
(SLT) dapat meningkatkan kemampuan berbicara pada anak usia dini.
Terdapat
persamaan
dan
perbedaan
dari
penelitian
tersebut.
Persamaannya terletak pada variabel terikatnya yaitu kemampuan
berbicara dan perbedaannya terletak pada variabel bebasnya yaitu
penelitian ini menggunakan pelatihan Speech and Language Therapy,
sedangkan yang akan peneliti lakukan menggunakan model take and
give.
19
c. Yuliastini Sri N.L.G, Tastra Kade I.D, Sudhita Romy I.W (2015)
Penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Take and Give
Berbantuan Multimedia Interaktif Terhadap Hasil Belajar IPS”. Hasil
penelitian menunjukkan hasil belajar IPS siswa yang menggunakan
model pembelajaran take and give berbantuan multimedia interaktif
cenderung tinggi. Dibuktikan dengan hasil data posttest. Penelitian yang
dilakukan Yuliastini Sri N.L.g, Tastra Kade I.D, Sudhita Romy I.W
(2015) memiliki perbedaan dan persamaan dari peneliti. Perbedaannya
terletak pada variabel terikat yaitu penelitian tersebut meneliti hasil
belajar IPS anak, sedangkan peneliti meneliti kemampuan berbicara.
Persamaan dari penelitian tersebut terletak pada variabel bebasnya yaitu
menggunakan model take and give.
d. Barekat B, Mohammadi S (2014)
Penelitian yang berjudul “The Contribution of The Theachers’ Use
of Dialogic Discourse Pattern to The Improvement of The Students’
Speaking Ability”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan
dialog wacana yang dilakukan guru dapat meningkatkan kemampuan
berbicara siswa. Penelitian yang akan dilaksanakan peneliti mempunyai
persamaan dan perbedaan dengan penelitian Barekat B, Mohammadi S.
perbedaan tersebut terdapat pada variabel bebasnya yaitu penelitian ini
menggunakan dialog wacana, sedangkan peneliti menggunakan model
take and give. Persamaan terdapat pada variabel terikatnya yaitu
kemampuan berbicara.
B. Kerangka Berpikir
Kemampuan berbicara perlu dikembangkan dalam pembelajaran TK.
Sesuai dengan tahapan perkembangan yaitu anak pada usia TK mulai belajar
berbicara. Berbicara perlu dikembangkan karena kemampuan berbicara membuat
anak mampu mengutarakan ide dan mengajukan pertanyaan. Anak akan lebih
pandai membaca dengan kemampuan berbicara yang baik. Kemampuan berbicara
membuat anak mudah berinteraksi dengan orang lain. Mengembangkan
20
kemampuan berbicara bisa dilakukan di rumah, sekolah dan lingkungan sekitar.
Ketika di sekolah, dalam mengembangkan kemampuan berbicara dapat
menggunakan model pembelajaran. Model pembelajaran bisa melibatkan guru
dengan anak atau anak dengan anak. Berdasarkan alasan tersebut, peneliti akan
melakukan penelitian menggunakan model pembelajaran take and give. Take and
give merupakan pembelajaran saling memberi dan menerima informasi antar
anak.Take and give dapat disesuaikan dengan keadaan. Take and give membuat
anak belajar secara aktif.
Kerangka berpikir peneliti tersebut dapat digambarkan melalui gambar di
bawah ini :
Kemampuan berbicara perlu
dikembangkan pada anak usia dini
Pemberian model take and give
dalam kegiatan
Kemampuan berbicara anak akan
meningkat setelah diterapkan
model take and give
Gambar 1. Kerangka Berpikir
C. Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan
di atas, maka dapat diajukan hipotesis bahwa penggunaan model take and give
berpengaruh terhadap kemampuan berbicara anak kelompok A di TK Ar-Rohmah,
Wirun, Mojolaban, Sukoharjo.
Download