A. PENDAHULUAN Perubahan paradigma kesehatan

advertisement
A. PENDAHULUAN
Perubahan paradigma kesehatan dan pergeseran epidemiologi penyakit
ditunjukkan dengan meningkatnya tindakan pembedahan serta terus berkembangnya
teknologi mutakhir dalam bidang kedokteran maka kebutuhan kamar operasi
meningkat. Oleh karena itu, hampir seluruh tempat pelayanan kesehatan, khususnya
di Indonesia berupaya sebaik mungkin untuk meningkatkan mutu pelayanan di
berbagai bidang.
Peningkatan mutu rumah sakit dilakukan pada bidang pelayanan yang sesuai
standar dan dilakukan di semua instalasi termasuk bagian kamar operasi (OK). Hal
tersebut untuk menuju ke satu sasaran lebih jauh yaitu quality assurance (menjaga
mutu) dan akreditasi rumah sakit.
Sebagaimana pada negara maju diperoleh data bahwa hampir separuh dari
jumlah pasien yang masuk rumah sakit membutuhkan tindakan pembedahan, baik
untuk bedah umum maupun bedah mulut sehingga kebutuhan kamar operasi (OK)
terus meningkat akhir-akhir ini disebabkan perkembangan teknologi mutakhir dalam
bidang kedokteran dan kedokteran gigi yang telah memungkinkan dilaksanakannya
operasi yang sulit.
Berdasarkan pemikiran singkat di atas, maka sangat diperlukan informasi yang
lebih banyak untuk dapat dijadikan sebagai pedoman pada tata laksana kamar operasi
(OK) dan bangsal bedah mulut
I. PROSEDUR OK
A. PENGERTIAN KAMAR OPERASI
Kamar operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit, tempat untuk
melakukan
tindakan
pembedahan,
baik
elektif
maupun
akut,
yang
membutuhkan keadaan suci hama (steril). Kamar operasi atau ruang bedah atau
yang lebih dikenal dengan OK singkatan dari bahasa belanda Operation Kamer (OK)
sebagai sebuah unit kerja yang terorganisir sangat komplek dan terintegrasi
merupakan fasilitas untuk melaksanakan kegiatan operasi di suatu rumah sakit yang
terdiri dari : 1
1.
Pelaksana pelayanan kamar operasi (OK) oleh : 1
a.
Tenaga medis
b.
Paramedis perawat
c.
Paramedis non perawat
2.
Ketentuan umum yang harus dipenuhi untuk kamar operasi (OK) : 1
a. Dipimpin seorang dokter ahli/ dokter atau para medis senior
b. Kepala OK bertanggung jawab kepada Kasi atau Direktur RS
c. Petugas OK harus selalu siap selama 24 jam
d. Ruang OK harus selalu dijamin kebersihannya
e. Alat-alat di OK harus selalu tersedia dan siap dipakai lengkap dengan alat-alat
steril dalam tromel
f. Obat-obatan yang dibutuhkan selama operasi dilaksanakan harus selalu
tersedia di OK
g. Surat pernyataan izin (inform concent) untuk melakukan operasi harus sudah
ditandatangani saat pasien masuk OK
h. Dokter/ paramedis/ pasien saat masuk ruang OK harus mengganti (memakai/
pakaian, alas kaki, khusus di OK)
i. Selain petugas dan pasien yang bersangkutan tidak diperbolehkan masuk
wilayah OK
j. Sebelum di operasi status pasien harus sudah masuk dibagian administrasi OK
untuk diregister
k. Pembersihan OK diharuskan setiap selesai operasi
l. Untuk pembersihan umum dilakukan sekali dalam seminggu.
Gambar 1. Salah satu bentuk kamar operasi
Gambar 2. Bentuk kamar operasi yang lain
B. BAGIAN KAMAR OPERASI
Secara umum lingkungan kamar operasi terdiri dari 3 area1, yaitu :
1.
Area bebas terbatas (unrestricted area)
Pada area ini petugas dan pasien tidak perlu menggunakan pakaian khusus
kamar operasi.
2.
Area semi ketat (semi restricted area)
Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi
yang terdiri atas topi, masker, baju dan celana operasi.
3.
Area ketat/ terbatas (restricted area).
Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi
lengkap dan melaksanakan prosedur aseptik. Pada area ini petugas wajib
mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap, yaitu: topi, masker,
baju dan celana operasi serta melaksanakan prosedur aseptik.
Pembagian lainnya, secara khusus area kamar operasi dibagi menjadi2:
1.
Daerah publik
Daerah yang boleh dimasuki oleh semua orang tanpa syarat khusus. Misalnya
kamar tunggu, gang, emperan depan komplek kamar operasi.
2.
Daerah semi publik
Daerah yang bisa dimasuki oleh orang-orang tertentu saja, yaitu petugas. Dan
biasanya diberi tulisan “DILARANG MASUK SELAIN PETUGAS”. Dan sudah
ada pembatasan tentang jenis pakaian yang dikenakan oleh petugas (pakaian
khusus kamar operasi) serta penggunaaan alas kaki khusus di dalam.
3.
Daerah Aseptik
Daerah kamar bedah sendiri yang hanya bisa dimasuki oleh orang yang
langsung ada hubungannya dengan kegiatan pembedahan. Umumnya daerah yang
harus dijaga kesucihamaannya. Daerah aseptik dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Daerah Aseptik 0
Yaitu lapangan operasi, daerah tempat dilakukannnya pembedahan.
b. Daerah aseptik 1
Yaitu daerah memakai gaun operasi, tempat duduk/ kain steril, tempat
instrumen dan tempat perawat instrumen mengatur dan mempersiapkan alat.
c. Daerah aseptik 2
Yaitu tempat mencuci tangan, koridor penderita masuk, daerah sekitar ahli
anastesia.
Kamar operasi terdiri dari beberapa ruang baik itu di dalam kamar operasi maupun di
lingkungan kamar operasi1, antara lain:
1.
Kamar bedah
2.
Kamar untuk mencuci tangan
3.
Kamar untuk gudang alat-alat instrumen
4.
Kamar untuk sterilisasi
5.
Kamar untuk ganti pakaian
6.
Kamar laboratorium
7.
Kamar arsip
8.
Kamar pulih sadar (recovery room)
9.
Kamar gips
10. Kamar istirahat
11. Kamar mandi (WC) dan spoelhok (tempat cuci alat)
12. Kantor
13. Gudang
14. Kamar tunggu
15. Ruang sterilisasi
C. LOKASI DAN FUNGSI KAMAR OPERASI
1.
Lokasi
Prinsip membuat satu ruangan khusus yang terpisah atau bebas. Ruang bedah
harus diletakan pada suatu tempat yang mudah dicapai dari bagian-bagian lain
khususnya unit gawat darurat, unit perawatan intensif, radiologi, patologi dan unit
perawatan bedah. Di kota-kota besar karena gedung rumah sakitnya bertingkat
maka ruang bedah tidak perlu diletakkan di tingkat paling atas, tapi cukup di
lantai 2 atau lantai dasar dengan dilengkapi sistem penyaringan udara bebas
kontaminasi dari luar.1
Sistem Zona OK
Gambar 3. Sistem zona OK
Zona 1 : Zona bebas Terbatas (ditandai dengan warna hijau)
Zona 2 : Zona bersih (clean zone) (ditandai dengan warna kuning)
Zona 3 : Zona Semi steril (ditandai dengan warna orange)
Zona 4 : Zona steril (ditandai dengan warna merah)
No Variabel
1 Pakaian
Zona 1
Zona 2
Zona 3
Pakaian luar Pakaian luar Petugas OK
Zona 4
Tim Operasi
OK masih
OK masih
wajib
memakai jas
boleh
boleh
memakai
operasi
dipakai.
dipakai.
pakaian
khusus
Petugas OK
Pakaian OK
Tidak boleh
lengkap
memakai
tidak boleh
lebih dalam
dengan
hand scoen.
lebih luar
dari zona
masker dan
dari zona
ini.
head cover.
ini.
Pergantian
pakaian OK
– pakaian
luar OK
2
Alas Kaki
Alas kaki
disini.
Alas kaki
Alas kaki
Alas kaki
OK masih
OK harus
khusus OK
khusus OK.
bisa boleh
mulai
harus
lebih dari
dilepas
dilepas
zona ini.
Boleh
Hanya
Tidak boleh
Tidak boleh
masuk
sampai
masuk
masuk
zona ini.
Pergantian
alas kaki
luar OK
disini.
Alas kaki
OK tidak
boleh lebih
luar dari
3
Bed pasien
recorvery
room boleh
4
Petugas
Boleh
masuk
Boleh
Boleh
Boleh masuk
luar OK
masuk
masuk
masuk
untuk keluar
dengan
lagi.
memakai
pakaian
khusus dan
masker.
2.
Fungsi
Kamar bedah digunakan bersama oleh dua bidang, yaitu bidang bedah dan
anestesi yang merupakan bidang vital karena berkaitan dengan keselamatan jiwa
pasien dan tindakan-tindakan yang dilakukan di kamar bedah selalu ada melekat
unsur resiko yang tak bisa dihindarkan. Kelemahannya merupakan kegiatan yang
sudah rutin dilakukan yang mengakibatkan kurang waspada dan kurang teliti.
Kegiatan kamar operasi dapat dibagi menjadi 3 bagian besar, yaitu persiapan,
operasi, dan pemulihan.1
a.
Persiapan1
 Pasien diisolasi sehingga tidak tertular penyakit pasien lain.
 Catatan rekam medis pasien yang lengkap dan untuk memperoleh
gambaran perlu mengacu kasus-kasus yang sering terjadi di luar negeri.
 Penyiapan bahan untuk pelaksanaan operasi dicatat dan diinventarisasi
jumlah dan jenis bahan.
 Menjaga kebersihan dan kesterilan ruangan.
 Penyiapan alat-alat bedah dan pengecekan kelayakan alat monitor yang
digunakan dokter ahli anestesi.
b. Operasi
Selama operasi dilakukan, mungkin saja timbul sesuatu yang tidak dapat
diduga sebelumnya dan selama berlangsung operasi peran penting pada
kegiatan ini adalah dokter bedah dan dokter anestesi dan tenaga non perawat
untuk mencatat rekam medis pasien selama pelaksanaan operasi sebagai data
entry.1
c.
Pemulihan
Pada periode ini pasien masih belum lepas dari faktor resiko karena banyak
sekali kejadian misalnya gangguan pernafasan.1
D. ALUR PASIEN, PETUGAS DAN PERALATAN
Berdasarkan alur proses pelayanan pasien untuk sampai di kamar operasi
(OK), asal kedatangannya ada 4 alur yaitu 3 alur dari UGD (Unit Gawat Darurat), dan
1 alur dari poliklinik (unit rawat jalan). Alur kedatangan pasien dapat menunjukkan
jenis tindakan yang akan dilakukan.1
Secara skematik dapat digambarkan sebagai berikut1:
1.
Poli  Pemeriksaan  Ruangan  OK (kamar operasi)
Poli
Pemeriksaan
Pelayanan spesialis/ non-spesialis
Hasil diagnosis untuk pasien yang tidak pulang maka
dilakukan pelayanan lanjutan menjadi pasien Rawat
inap dibawa ke ruangan atau ICU dan pemeriksaan
Ruangan RI/ ICU
penunjang.
Hasil diagnosis lanjutan yang diperoleh bedah non
bedah,, untuk Bedah maka dilakukan komunikasi
dengan OK berkaitan dengan penjadwalan
OK
Sesuai jadwal menyediakan kebutuhan alat, linen dan
obat/ darah dan tenaga
2.
UGD  Pemeriksaan  Ruangan  OK (kamar operasi)
UGD
Pelayanan dokter jaga UGD diteruskan pelayanan
Pemeriksaan
spesialis
Hasil diagnosis pasien dibarengi dengan tindakan
kegawat daruratan bila pasien tidak pulang maka
dirawat inap ke ruangan atau ICU dilanjutkan
Ruangan RI/ ICU
pemeriksaan penunjang.
Hasil diagnosis lanjutan yg diperoleh bedah non
bedah, untuk Bedah cito atau elektif bila cito langsung
tindakan ke OK, bila elektif dilakukan komunikasi
dengan OK berkaitan penjadwalan.
Sesuai jadwal menyediakan kebutuhan alat, linen dan
OK
obat/darah dan tenaga.
3.
UGD  Pemeriksaan  OK (kamar operasi)
UGD
Pelayanan dokter jaga UGD diteruskan pelayanan
Pemeriksaan
spesialis.
Hasil diagnosis pasien dibarengi dengan tindakan
kegawatdaruratan bila diperlukan tindakan bedah
OK
secara cito dikomunikasikan dengan OK.
Menyediakan kebutuhan alat, linen dan obat/darah dan
tenaga.
4.
UGD  Pemeriksaan  Tindakan  pulang/ OK
UGD
Pelayanan dokter jaga UGD diteruskan pelayanan
Pemeriksaan
spesialis
Hasil diagnosis pasien dibarengi dengan tindakan
kegawatdaruratan bila diperlukan tindakan bedah
secara cito dikomunikasikan dengan OK.
Tindakan bedah Kegawat daruratan.
Tindakan
1.
Alur Pasien1
a. Pintu masuk pasien pra dan pasca bedah berbeda.
b. Pintu masuk pasien dan petugas berbeda.
Gambar 4. Alur pelayanan pasien di kamar operasi (OK) kelompok 1
Gambar 5. Alur pelayanan pasien di kamar operasi (OK) kelompok 2
2.
Alur Petugas
Pintu masuk dan keluar petugas melalui satu pintu.
3.
Alur Peralatan
Pintu keluar masuknya peralatan bersih dan kotor berbeda.
E. PERSYARATAN KAMAR OPERASI
Kamar operasi yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut2 :
1.
Letak
Letak kamar operasi berada ditengah-tengah rumah sakit berdekatan dengan unit
gawat darurat (IRD), ICU dan unit radiologi.
2.
Bentuk dan Ukuran
a.
Bentuk
 Kamar operasi tidak bersudut tajam, lantai, dinding, langit-langit
berbentuk lengkung, warna tidak mencolok.
 Lantai dan dinding harus terbuat dari bahan yang rata, kedap air, mudah
dibersihkan dan menampung debu.
b. Ukuran kamar operasi
 Minimal 5,6 m x 5,6 m (=29,1 m2)
 Khusus/ besar 7,2 m x 7,8 (=56 m2)
3.
Sistem Ventilasi
a. Ventilasi kamar operasi harus dapat diatur dengan alat kontrol dan
penyaringan udara dengan menggunakan filter. Idealnya menggunakan sentral
AC.
b. Pertukaran dan sirkulasi udara harus berbeda.
4.
Suhu dan Kelembaban
a. Suhu ruangan antara 190 – 220 C.
b. Kelembaban 55 %
5.
Sistem Penerangan
a. Lampu Operasi
Menggunakan lampu khusus, sehingga tidak menimbulkan panas, cahaya
terang, tidak menyilaukan dan arah sinar mudah diatur posisinya.
b. Lampu Penerangan
Menggunakan lampu pijar putih dan mudah dibersihkan.
6.
Peralatan
a. Semua peralatan yang ada di dalam kamar operasi harus beroda dan mudah
dibersihkan.
b. Untuk alat elektrik, petunjuk penggunaaanya harus menempel pada alat
tersebut agar mudah dibaca.
c. Sistem pelistrikan dijamin aman dan dilengkapi dengan elektroda untuk
memusatkan arus listrik mencegah bahaya gas anestesi.
7.
Sistem Instalasi Gas Media
Pipa (out let) dan konektor N2O dan oksigen, dibedakan warnanya, dan dijamin
tidak bocor serta dilengkapi dengan system pembuangan/penghisap udara untuk
mencegah penimbunan gas anestesi.
8.
Pintu
a. Pintu masuk dan keluar pasien harus berbeda.
b. Pintu masuk dan keluar petugas tersendiri
c. Setiap pintu menggunakan door closer (bila memungkinkan)
d. Setiap pintu diberi kaca pengintai untuk melihat kegiatan kamar tanpa
membuka pintu.
9.
Pembagian Area
a. Ada batas tegas antara area bebas terbatas, semi ketat dan area ketat.
b. Ada ruangan persiapan untuk serah terima pasien dari perawat ruangan
kepada perawat kamar operasi.
10. Air Bersih
Air bersih harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Tidak berwarna, berbau dan berasa.
b. Tidak mengandung kuman patogen.
c. Tidak mengandung zat kimia.
d. Tidak mengandung zat beracun.
F. PENANGANAN LIMBAH
Pembuangan limbah dan penanganan limbah kamar operasi, tergantung jenis
limbah dengan prinsip, limbah padat ditangani terpisah dengan limbah cair2 :
1.
Limbah cair dibuang ditempat khusus yang berisi larutan desinfektan yang
selanjutnya mengalir ketempat pengelolaan limbah cair rumah sakit.
2.
Limbah pada/ anggota tubuh ditempatlkan dalam kantong/ tempat tertutup yang
selanjutnya dibakar atau dikubur dirumah sakit sesuai ketentuan yang berlaku,
atau diserahterimakan kepada keluarga pasien bila memungkinkan.
3.
Limbah non infeksi yang kering dan basah ditempatkan pada tempat yang
tertutup serta tidak mudah bertebaran dan selanjutnya dibuang ke tempat
pembuangan rumah sakit.
4.
Limbah infeksi ditempatkan pada tempat yang tertutup dan tidak mudah bocor
serta diberi label warna merah ”untuk dimusnahkan”.
G. PROSEDUR KAMAR OPERASI
Berdasarkan periode waktunya, prosedur pelayanan di kamar operasi terdiri dari :
1.
PROSEDUR SEBELUM OPERASI1
•
Persiapan Pasien
a.
Diagnosa penyakit pasien yang benar dan tepat dilakukan oleh dokter
yang merawat (yang ahli dalam bidangnya), kemudian dilaporkan ke
dokter OK untuk mempersiapkan dan mengatur jadwal operasi.
b.
Keadaan umum (vital sign) pasien diusahakan dalam keadaan seoptimal
mungkin.
c.
Dilakukan pemeriksaan penunjang yang lengkap, meliputi pemeriksaan
laboratorium hematologi, kimia klinik, dan lainnya, pemeriksaan
radiologi, pemeriksaan EKG, dan pemeriksaan lain yang diperlukan
dengan hasil pemeriksaan penunjang dalam batas normal atau dalam
batas toleransi/ aman.
d.
Pasien atau keluarga telah menandatangani persetujuan operasi (inform
concent).
e.
Untuk pasien yang akan dioperasi dan supaya direncanakan operasi
harus sudah dilaporkan ke kamar operasi (OK) 2 hari sebelumnya atau
sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk mengatur pasien OK.
f.
Persiapan prosedur pasien di ruang perawatan pra-operasi:
 Daerah yang akan dioperasi harus dibersihkan dahulu. Pencukuran
dilakukan pada waktu malam menjelang operasi. Rambut kumis dan
rambut didagu harus dicukur, lemak dan kotoran harus terbebas dari
daerah kulit yang akan dioperasi
 Sebelum dilakukan anestesi pasien yang akan dioperasi harus
menjaga pola makannya (diet). Jika pasien kekurangan kekuatannya,
maka harus diberi minuman glukosa sebelum injeksi anestesi
dilakukan. Tetapi jika general anestesi yang dipilih, maka pasien
disarankan untuk berpuasa selama 4-6 jam sebelum operasi.
g.
Pasien diberitahu untuk dibawa ke kamar operasi (OK).
h.
Pakaian pasien diganti di kamar persiapan operasi dengan pakaian
khusus kamar operasi (OK) dan kepala dibungkus.
i.
Pasien diperiksa vital sign : tensi, suhu, nadi dan ditulis pada catatan
perawatan.
j.
•
Pasien yang akan dioperasi dimasukkan setelah pencatatan selesai.
Persiapan Tim Bedah
Tim bedah terdiri dari operator (dokter) dan asistennya, dokter
anastesi/ anesthetist, scrub nurse dan circulating nurse. Operator bertindak
sebagai kepala tim, dimana operator memiliki tanggung jawab dan
instruksinya dipatuhi oleh semua anggota tim bedah.2
Tugas asisten adalah: a) menjaga kondisi mulut dan kawasan operasi
bersih dari darah, lendir, saliva, dan debris dengan tepat dan sesuai, b)
melakukan retraksi untuk membuka bagian yang dioperasi dengan tepat, c)
memotong sutura, menggunakan mallet, memperhatikan dinding orofaringeal
dan mengingatkan dokter bedah jika terjadi perubahan atau penyesuaian, d)
meminta operator memperhatikan hal-hal yang seharusnya diperhatikan.2
Tugas dokter anestesi meliputi menjaga kadar bius
yang sesuai,
memperhatikan kondisi pasien secara konstan, dan memberi tahu kepada
operator jika ada reaksi yang janggal dari pasien. Dokter anastesi harus
memberi tahu operator mengenai kerusakan jalan nafas yang disebabkan oleh
tindakan bedah, sehingga operator dan asistennya dapat mengambil langkah
cepat untuk menghilangkan atau memperbaiki penyebab obstruksi tersebut. 2
Tugas scrub nurse meliputi memperhatikan instrumen dan kain steril,
dan persediaan yang tersedia serta layak pakai di meja operasi. Suster ini
harus memberikan instrumen, sponge, dan sutura yang diminta operator.
Suster harus menjaga instrumen operasi dalam keadaan layak pakai dan
menyusunnya selama operasi dan terkadang diminta untuk membantu
retraksi. 2
Circulating nurse mengikatkan baju bedah operator dan asistennya dari
belakang. Suster ini biasanya menyesuaikan letak lampu dan meja operasi.
Sebagai tambahan, suster inilah yang membawa instrumen dan perlengkapan
yang dibutuhkan. 2
•
Persiapan Operator atau Petugas1
Petugas masuk ke kamar operasi (OK) harus melakukan hal-hal berikut ini :
a.
Mengganti baju dengan baju khusus di kamar ganti pakaian.
Gambar 6. Pakaian klinik
b.
Memakai alas kaki khusus dalam OK.
c.
Memakai tutup kepala dan rambut tertutup semua.
Gambar 7. Operator memakai tutup kepala dan rambut
terlebih dahulu sebelum operasi.
d.
Memakai masker dan sarung tangan.
Gambar 7. Operator memakai masker dan sarung tangan
terlebih dahulu sebelum operasi.
e.
Membukukan data-data pasien di buku register.
Persiapan operator, antara lain :
a.
Dressing operator dan pasien
Operator dan masing-masing asistennya, memakai pakaian katun
bersih yang terdiri dari celana panjang dan baju. Pakaian katun tidak
menghasilkan percikan dari elektrik statis yang dapat berkembang ketika
pakaian nylon atau wool dikenakan. Percikan elektrik statis dapat
menyebabkan ledakan tragis pada ruang operasi. Clean scrub suits, juga
mengeliminasi baju penuh debu dari ruang operasi, menyediakan
kenyamanan untuk operator, dan melindungi pakaian dokter dari
kerusakan.1
Dipilih yang lengannya tidak melebihi siku sehingga memungkinkan
tangan dicuci hingga ke siku. Apabila pembedahan yang dilakukan
kemungkinan menyebabkan darah atau saliva mengotori pakaian, maka
dapat digunakan baju dengan lengan panjang, baik yang dapat digunakan
ulang, atau lebih baik lagi bila digunakan yang disposable. Apabila
dipakai baju yang digunakan ulang, maka sesudah dipakai harus dicuci
dengan air panas dan detergen. Pakaian klinik harus diganti setiap hari
apabila tercemar oleh darah. 1
Selanjutnya operator mengenakan sepasang sepatu atau boots
konduktif disposable. Saat ini peralatan rumah sakit yang baik memiliki
lantai ruang operasi kondiktif khusus untuk mencegah ledakan atau
letupan dan seluruh personel harus menggunakan sol sepatu konduktif
atau boots konduktif khusus yang menutupi seluruh sepatu jalanan. Hal
ini mencegah elektrik statis dari akumulasi pada operator, yang dapat
menghasilkan sebuah percikan ketika dokter mendekati lingkungan
grounded. 1
b. Teknik mencuci tangan2
Teknik mencuci tangan steril adalah mencuci tangan secara steril (suci
hama), khususnya bila akan membantu tindakan pembedahan atau
operasi.
Peralatan yang dibutuhkan untuk mencuci tangan steril adalah
menyediakan bak cuci tangan dengan pedal kaki atau pengontrol lutut,
sabun antimikrobial (non-iritasi, spektrum luas, kerja cepat), sikat scrub
bedah dengan pembersih kuku dari plastik, masker kertas dan topi atau
penutup kepala, handuk steril, pakaian di ruang scrub dan pelindung
mata, penutup sepatu.
Prosedur kerja cara mencuci tangan steril adalah sebagai berikut:
 Terlebih dahulu memeriksa adanya luka terpotong atau abrasi pada
tangan dan jari, kemudian melepaskan semua perhiasan misalnya
cincin atau jam tangan.
 Menggunakan pakaian bedah sebagai proteksi perawat yaitu:
penutup sepatu, penutup kepala atau topi, masker wajah,pastikan
masker menutup hidung dan mulut anda dengan kencang. Selain itu
juga memakai pelindung mata.
 Menyalakan air dengan menggunakan lutut atau kontrol dengan kaki
dan sesuaikan air untuk suhu yang nyaman.
 Membasahi
tangan
dan
lengan
bawah
secara
bebas,
mempertahankankan tangan atas berada setinggi siku selama seluruh
prosedur.
 Menuangkan sejumlah sabun (2 sampai 5 ml) ke tangan dan
menggosok tangan serta lengan sampai dengan 5 cm di atas siku.
 Membersihkan kuku di bawah air mengalir dengan tongkat oranye
atau pengikir. Membuang pengikir setelah selesai digunakan.
 Membasahi sikat dan menggunakan sabun antimikrobial. Menyikat
ujung jari, tangan, dan lengan.
 Menyikat kuku tangan sebanyak 15 kali gerakan.
 Dengan gerakan sirkular, menyikat telapak tangan dan
permukaan anterior jari 10 kali gerakan.
 Menyikat sisi ibu jari 10 kali gerakan dan bagian posterior ibu
jari 10 gerakan.
 Menyikat samping dan belakang tiap jari 10 kali gerakan tiap
area, kemudian sikat punggung tangan sebanyak 10 kali
gerakan.
 Seluruh penyikatan harus selesai sedikitnya 2 sampai 3 menit,
kemudian bilas sikat secara seksama
 Dengan tepat mengingat, bagi lengan dalam tiga bagian. Kemudian
mulai menyikat setiap permukaan lengan bawah lebih bawah
dengan gerakan sirkular selama 10 kali gerakan; menyikat bagian
tengah dan atas lengan bawah dengan cara yang sama setelah selesai
menyikat buang sikat yang telah dipakai.
 Dengan tangan fleksi, mencuci keseluruhan dari ujung jari sampai
siku satu kali gerakan, biarkan air mengalir pada siku.
 Mengulangi langkah 8 sampai 10 untuk lengan yang lain.
 Mempertahankan lengan tetap fleksi, buang sikat kedua dan
mematikan air dengan pedal kaki.
 Kemudian mengeringkan dengan handuk steril untuk satu tangan
secara seksama, menggerakan dari jari ke siku dan mengeringkan
dengan gerakan melingkar.
 Mengulangi metode pengeringan untuk tangan yang lain dengan
menggunakan area handuk yang lain atau handuk steril baru.
 Mempertahankan tangan lebih tinggi dari siku dan jauh dari tubuh
anda.
 Memasuki ruang operasi dan melindungi tangan dari kontak dengan
objek apa pun.
Gambar 8. Teknik mencuci tangan
c.
Pemakaian sarung tangan
 Tata Cara Memakai Sarung Tangan tertutup2
Teknik sarung tangan tertutup merupakan metode pilihan dalam
mengenakan sarung tangan. Tetapi apabila sarung tangan dengan
cara ini terkontaminasi penggantian dilakukan dengan menggunakan
teknik sarung tangan terbuka. Jika mengunakan teknik sarung
tangan tertutup, semua petugas bedah hendaknya memperhatikan
petunjuk-petunjuk berikut:
 Kapan saja anda mengenakan sarung tangan steril, dengan
teknik apapun, perlu diingat bahwa kulit tidak boleh menyentuh
bagian luar sarung tangan untuk menjaga sterilitasnya.
 Dengan tangan tertutup jubah, ambil sarung tangan pertama dari
kemasannya. Jangan biarkan tangan keluar dari kelim manset
jubah.
 Letakkan sarung tangan pada lengan jubah dan ibu jari sarung
tangan pada ibu jari sarung tangan, dengan jari-jari menunjuk
ke arah siku.
 Pegang bagian bawah manset dengan jari-jari tangan yang
terlindungi dari tangan yang akan dipakai sarung tangan.
 Pegang bagian atas manset dengan tangan lainnya, yang
terbungkus jubah.
 Naikkan manset bagian atas diatas manset jubah dari tangan
yang akan dipakaikan sarung tangan.
 Pegang manset sarung tangan dan manset jubah secara
bersamaan dan masukan jari-jari kedalam sarung dan atur
letaknya.
 Untuk memakai sarung tangan kedua ulangi cara kedua sampai
ketujuh.
 Teknik sarung tangan tertutup adalah cara yang paling disukai
jika harus memakai sarung tangan sendiri.
 Bersihkan bubuk pelican dari sarung tangan sebelum memulai
pembedahan.
 Tata Cara Teknik Sarung Tangan Terbuka2
Jika menggunakan teknik sarung tangan terbuka, semua petugas
harus memperhatikan petunjuk-petunjuk berikut:
 Tangan perawat pembantu (scurb nurse) diulurkan sampai
keluar dari manset jubah.
 Bungkus kertas dibuka dengan menggunakan kedua tangan.
Pembungkus ini harus di buka sehingga kertas tidak tertutup
rapat dan bila kurang hati-hati akan mengkontaminasi sarung
tangan.
 Dengan tangan, angkat sarung tangan dengan memegang tepi
manset yang terlipat daerah ini merupakan daerah dalam
sarung. Pertahankan manset yang terlipat 3inci itu dan jauhilah
dari kemasan.
Gambar 9. Teknik sarung tangan terbuka
 Sisipkan tangan kita kedalam sarung tangan, dan dengan hatihati masukan jari-jari lalu tarik manset sarung tangan secara
bertahap disekelilingnya sehingga lipatan manset yang 3 inchi
itu dapat tetap dipertahankan. Usahakan untuk menarik manset
sarung tangan sampai menutupi manset jubah.
 Angkat sarung tangan kedua dari kemasannya dengan cara
memegang tepi manset oleh tangan kedua. Letakan jari-jari
tangan pertama (yang telah memakai sarung tangan)dibawah
lipatan manset yang berukuran3 inci itu dan masukan tangan
kedua seperti cara ke-4.
Gambar 10. Cara memakai sarung tangan
 Bila manset sarung tangan di atas manset jubah, balik luruh
lipatan manset sampai menutupi seluruh manset jubah sehingga
hanya tampak bagian sarung tangan yang steril.
 Seperti pada pemakaian sarung tangan kedua, letakkan jari-jari
yang telah memakai sarung tangan dibawah manset sarung
tangan, dan balik lipatan manset di atas manset jubah sehingga
tampak sisi tangan yang steril.
 Bersihkan bubuk pelican dari sarung tangan sebelum memulai
pembedahan.
 Tata Cara Melepaskan Sarung Tangan Yang Terkontaminasi2
 Setiap sarung tangan yang sterilitasnya diragukan dianggap
terkontaminasi
mintalah
circulating
nurse
untuk
melepaskannya.
 Pegang sarung tangan pada permukaan palmar dengan baik
dibawah manset dan lepaskan.
 Jangan menyentuh jubah.
 Jangan menyentuh kulit tangan.
 Jika sarung tangan robek, berhati-hatilah dalam melepaskannya.
 Setelah sarung tangan terkontaminasi dilepaskan, manset jubah
sebaiknya tidak ditarik menutup tangan. Pada saat memakai
sarung tangan kembali, anda harus memakai teknik sarung
tangan terbuka atau anggota tim bedah lainnya memakaikannya
untuk anda.
Gambar 11. Cara melepas sarung tangan yang terkontaminasi
d. Masker
Masker digunakan untuk melindungi mukosa oral dari percikan cairan.
Masker bedah dan masker biasa dianggap cukup adekuat untuk
melindungi operator selama prosedur operasi berlangsung. Masker yang
sering digunakan dan baik yaitu masker yang mengandung fiberglas dan
dapat menyaring sampai dengan 95% partikel yang berukuran 3-5
mikron. Masker juga harus diganti setiap ganti pasien. 2
e.
Pakaian klinik
 Memakai Jubah Operasi
Jubah yang steril dipakai untuk menutup pakaian yang
terkontaminasi yang dapat menyebabkan infeksi dari pasien.
Sebelum jubah steril digunakan, gunakan handuk steril untuk
mengeringkan tangan setelah prosedur cuci tangan selesai. 2
 Tata Cara Memakai Jubah Operasi dan Sarung Tangan tanpa
Bantuan Perawat (Scrub Nurse) 2
Bila memakai jubah dan sarung tangan tanpa bantuan perawat,
semua petugas RO harus memperhatikan petunjuk-petunjuk berikut.
 Sebelum mencuci tangan, buka jubah steril pada permukaan
yang datar. Dengan pinset, letakkan sarung tangan dibalik
pembungkus steril disamping jubah dan kemudian baru
mencuci tangan.
 Waktu memasuki ruang operasi, angkat handuk yang terlipat
dari kemasannya tanpa menyentuh sarung tangan atau bungkus
kertas steril
 Menjauhlah dari kemasan, buka handuk seluruhnya pegang
handuk agak jauh sehingga tidak terkontaminasi oleh sentuhan
baju atau pakaian yang tidak steril.
 Gunakan sebagian handuk untuk mengeringkan satu tangan dan
kemudian diteruskan keatas lengan sampai siku. Jangan
kembali ke daerah yang sudah dikeringkan
 Setelah lengan pertama dikeringkan, balikin handuk dan
gunakan sebagian sisanya untuk mengeringkan tangan yang lain
lalu lengan.
 Jatuhkan handuk kertas kedalam keranjang sampah atau
keranjang untuk pakaian.
 Angkat jubah yang terlipat dari kemasan steril tanpa menyentuh
bungkus sarung tangan atau pembungkus yang steril. Ingat
tangan memang bersih, tapi tidak steril.
 Pegang tepi leher yang ada, buka jubah didepan anda tapi hanya
menyentuh bagian dalam jubah. Pastikan anda berada dalam
ruang yang cukup luas untuk membuka jubah tanpa menyentuh
pakaian. Berdirilah jauh dari pintu.
Gambar 12. Tata cara memakai jubah operasi tanpa scrub nurse
 Temukan lubang lengan pada jubah dan masukan kedua lengan
kedalamnya. Jangan biarkan tangan anda melewati manset
jubah ketika melakukan teknik sarung tangan tertutup.
 Perawat keliling (circulating nurse) yang ada di ruang operasi
akan memegang bagian dalam jubah dan menarik lengan jubah
keatas. Kemudian mengikat tali leher dibelakang, hanya boleh
menyentuh bagian dalam jubah yang terkontaminasi.
Gambar 13. Cara memakai jubah operasi dengan bantuan scrub nurse
 Lakukan teknik sarung tangan tertutup.
 Setelah anda memakai sarung tangan, berikan pelindung yang
membungkus tali pengikat dari panel belakang kepada
circulating nurse diruang operasi.
 Selama
perawat
tersebut
memegang
kertas
pelindung,
berputarlah 360 derajat kemudian ambil tali dari bungkus
pelindung dan ikat tali pinggang di depan.
 Tata Cara Memakai Jubah Dan Sarung Tangan Dengan
Bantuan Perawat2
Waktu menggunakan jubah dan sarung tangan dengan bantuan
perawat, semua petugas bedah sebaiknya memperhatikan pentujukpetunjuk sebagai berikut:
 Setelah anda selesai mencuci tangan, terimalah handuk yang
terbuka dengan satu tangan. Keringkan tangan anda dengan cara
yang sama seperti yang dijelaskan sebelumnya.
 Perawat pembantu akan membuka jubah dan menunjukan
lubang lengan pada anda sehingga anda tinggal memasukan
lengan kedalam jubah sementara perawat masih memegangnya.
Perawat memakai sarung tangan untuk perlindungan selama
membantu mengenakan jubah kepada dokter.
Gambar 14. Tata cara memakai jubah dengan bantuan perawat
Tali pinggang dipakai dengan cara yang sama seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, setelah anda memakai sarung tangan. Bila
petugas meninggalkan ruang operasi dengan menanggalakan jubah
dan sarung tangan, maka sebelum masuk kedaerah steril, harus
mencuci tangan lagi selama 5 1/2 menit sebelum jubah dan sarung
tangan dipakai kembali.
•
Persiapan Alat dan Ruangan
Karena semua pasien yang terinfeksi tidak bisa dengan mudah diidentifikasi,
baik secara historik, pemeriksaan fisik, maupun laboratorium, maka
pencegahan secara rutin sebagai berikut harus digunakan pada semua
pasien. Apabila dilakukan tindakan bedah mulut, darah yang keluar dan
meningkatnya kemungkinan tumbuhnya kuman oleh karena pemakaian
instrumen yang tajam (pemaparan parenteral), dapat dikurangi hanya dengan
tindakan kontrol yang efektif. 12
 Ruangan
 Dekontaminasi
Kebersihan saja tidaklah cukup untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya
kontaminasi
silang.
Dekontaminasi
permukaan-
permukaan yang tersentuh sekresi mulut pasien, instrumen atau
tangan operator biasanya bisa diatasi dengan bahan kimia
antikuman. Semua permukaan kerja yang terkontaminasi, pertamatama dilap dengan handuk pengisap untuk menghilangkan bahanbahan organik kemudian didesinfeksi dengan larutan pemutih
(clorox diencerkan dalam perbandingan 1:10 sampai dengan 1:100
tergantung bahan organik yang ada). Hal tersebut dilakukan setiap
hari. Pemutih adalah salah satu bahan anti-kuman yang murah dan
efektif, namun perlu diperhatikan bahwa bahan ini bersifat korosif
terhadap logam khususnya alumunium. 2
 Pelindung permukaan
Kertas dengan lapisan kedap air, alumunium foil atau plastik yang
jernih bisa dipergunakan sebagai penutup permukaan yang mudah
tcrkontiminasi dengan darah atau saliva, yang sulit didesinfeksi
secara efektif misalnya pegangan lampu dan kepala unit sinar-X.
Penutup ini dibuka oleh personel yang menggunakan sarung tangan
pada akhir suatu tindakan pembedahan, kemudian diganti dengan
yang bersih (sesudah melepas sarung tangan atau mengganti sarung
tangan). Selama prosedur pembedahan, permukaan yang tidak
terlindung misalnya pengontrol kursi atau lampu operasi bisa diatur
atau
digunakan
tanpa
menimbulkan
kontaminasi
dengan
menggunakan sponge bedah 4x4 dan tangan yang memakai sarung
tangan sebagai barier tambahan. Idealnya pengontrolan dengan
tangan sebaiknya dihindarkan atau dikurangi. Tempat kumur,
dispenser untuk sabun dan pengontrol kursi sebaiknya menggunakan
peralatan yang bisa dioperasikan dengan kaki. 2
 Peralatan yang tajam
Peralatan tajam yang biasanya digunakan di dalam prosedur bedah
mulut dan sering terkontaminasi darah dan saliva misalnya, jarum
suntik, jarum jahit, man (blade) skapel, elevator periosteal, dan
elevator akar, dianggap berpotensi untuk menginfeksi dan harus
ditangani dengan cara khusus untuk mencegah luka yang tidak
sengaja. Untuk menghindari kontak yang tidak diperlukan, semua
peralatan disposibel ditempatkan di dalam wadah yang diletakkan
sedekat mungkin dengan tempat pengguna-annya. Jarum yang kotor
jangan dibengkokkan, dipatahkan/ ditutup, atau dengan kata lain
jangan dipegang dengan tangan. Untuk pengulangan suntikan
anestesi lokal, sebaiknya jarum ditempatkan terbuka di atas tempat
yang steril ketimbang harus melepas tutup jarum sekali lagi. Kunci
keberhasilan penanganan alat-alat tajam yang terkontaminasi
adalah mengurangi frekuensi pemakaiannya sehingga menurunkan
kesempatan terjadinya tusukan atau goresan yang tidak disengaja.
Secara umum, semua alat yang disposibel diautoklaf dulu sebelum
dibuang. Pada kasus perawatan pasien yang menular, peralatan
disposibel dibungkus rangkap dua sesegera mungkin sesudah
digunakan. 1
 Alat
Langkah persiapan alat1 adalah sebagai berikut:
 Menghilangkan debris
Diperlukan ruangan atau tempat terpisah untuk mempersiapkan
peralatan. Bak yang dibuka untuk menyikat alat biasanya dianggap
sudah terkontaminasi dan tidak boleh digunakan untuk mencuci
tangan. Apabila bak cuci tangan yang terpisah tidak ada, maka bak
tersebut harus diguyur dan didekontaminasi dahulu dengan
menggunakan desinfektan yang terdapat dalam EPA. Orang yang
menyikat peralatan harus memakai sarung tangan yang tebal. Semua
saliva, darah, atau sisa jaringan dibersihkan sebelum dilakukan
sterilisasi
dan
desinfeksi.
Dianjurkan
memakai
pembersih
ultrasonik.
 Pengemasan peralatan
Membungkus peralatan yang benar, baik menggunakan kain yang
bisa dipakai ulang, atau menggunakan bungkus sekali pakai ialah
dengan dua lapis. Semua peralatan yang berengsel harus dalam
keadaan terbuka. Pengemasan ini dilengkapi dengan pita indikator
yang peka panas atau uap yang dengan perubahan warnanya bisa
menunjukkan
bahwa
bungkusan
tersebut
sudah
diautoklaf.
Sebaiknya alat dibungkus dalam plastik jernih yang diklip, diplester,
atau direkat dengan pita indicator. Tanggal dilakukannya autoklaf
dicatat pada bagian luar setiap bungkusan. Peralatan yang dibungkus
hanya satu lapis harus diautoklaf lagi dalam 30 hari, sedangkan yang
dibungkus rangkap dua dapat bertahan sampai enam bulan.
 Peralatan siap pakai/ disposable
Sterilitas dapat dengan mudah dipastikan pada keadaan kritis
alat-alat siap pakai. Yang paling penting ialah jarum suntik yang
digunakan untuk anestesi local atau bahan yang lain. Jarum tersebut
terbungkus sendiri-sendiri dan disterilkan, sehingga dijamin
ketajaman dan sterilitasnya. Pemasangan jarum pada selubungnya
jangan dilakukan dengan tangan. Apabila tidak ada alternatif lain
untuk memasang selubung jarum, maka bisa digunakan hemostat/
needle holder.
Benang dan jarum jahit juga tersedia dalam bentuk siap pakai.
Ini ialah yang disebut armed suture yaitu jarum yang disatukan
dengan benang jahitnya. Bilah skapel dan kombinasi bilah tangkai
juga tersedia dalam bentuk steril untuk sekali pemakaian. Sarung
tangan steril baik yang panjang maupun yang pendek menjamin
adanya asepsis dan dibungkus rangkap dua untuk menjamin bahwa
pada waktu pemakaian tidak terkontaminasi. Sebagian besar agen
hemostatik, bahan pengganti tulang aloplastik, dan material untuk
implan tidak membutuhkan sterilisasi lagi.
Sponge dan bahan-bahan dressing biasanya tersedia dalam
bungkusan steril yang terpisah. Penutup yang steril, idealnya dengan
pelindung plastic digunakan apabila diperkirakan akan terjadi
kontaminasi oleh darah atau saliva. Sebagian peralatan dibungkus
dengan system peel down. Dibungkus rangkap dua sehingga
memungkinkan orang yang tidak menggunakan sarung tangan
membuka dan menyerahkan isinya kepada orang lain yang sudah
memakai sarung tangan atau menaruh isinya di atas tempat yang
steril. Apabila bungkusnya sobek, peralatan tersebut sebaiknya
jangan digunakan. Meskipun bisa diautoklaf, tidak ada peralatan
disposable yang boleh digunakan ulang.
 Meja tempat instrumen steril
a.
Meja instrumen diatur oleh scrub nurse.
b.
Terdiri dari alat-alat yang steril dan semua instrumen yang
dapat digunakan dalam bedah mulut.
c.
Meja ini tidak boleh sampai terkontaminasi selama operasi
sedang berjalan.
d.
Meja instrumen sebaiknya di tutupi oleh kain steril.
e.
Peralatan yang dibutuhkan di transfer ke rak mayo dengan
penjepit instrumen yang steril.
Untuk menentukan tingkat sterilisasi/ desinfeksi yang layak, maka
alat-alat digolongkan sesuai dengan penggunaan dan aplikasinya,
yaitu:
1) Alat-alat kritis
Untuk menentukan tingkat sterilisasi/ desinfeksi yang layak,
maka alat-alat digolongkan sesuai dengan penggunaan dan
aplikasinya. Alat-alat kritis ialah alat yang berkontak langsung
dengan daerah steril pada tubuh yaitu semua struktur atau
jaringan yang tertutup kulit/ mukosa, karena semua ini mudah
terserang infeksi. Peralatan kritis harus steril sebelum digunakan.
Termasuk dalam kategori ini yaitu jarum suntik, scalpel, elevator,
bur, tang, jarum jahit, dan peralatan untuk implantasi (misalnya
implan, bahan aloplastik dan bahan hemostatik). Apabila
memungkinkan sebaiknya peralatan disterilisasi dengan autoklaf.
Kelayakan tingkat sterilitas bisa diuji seminggu sekali dengan
menggunakan peralatan tes spora. Kontrol berikutnya untuk
membuktikan
bahwa
autoklaf
sudah
dilakukan
ialah
menggunakan indikator yang peka terhadap panas/ uap yang
ditempelkan di luar pembungkus alat. Apabila penggunaan
autoklaf tidak memungkinkan, desinfeksi yang sangat baik dapat
dicapai dengan menggunakan bahan kimia yang terdaftar pada
US Environmental Protection Agency (EPA), waktu pemaparan
tergantung pada instruksi pabrik. Diikuti dengan pembasuhan
menggunakan air steril. Cara lain untuk mensterilkan ialah
dengan merendam dalam air mendidih selama paling sedikit 10
menit.
2) Alat-alat semi kritis
Peralatan semikritis ialah alat-alat yang bisa bersentuhan tapi
sebenarnya tidak dipergunakan untuk penetrasi ke membran
mukosa mulut. Meskipun terkontaminasi oleh saliva dan darah,
alat tersebut biasanya tidak membawa kontaminan ke daerah
steril di dalam tubuh. Kaca mulut dan alat lain yang digunakan
untuk pemeriksaan dan tes termasuk dalam kategori ini.
Handpiece digunakan untuk bedah mulut idealnya bisa
diautoklaf. Jika harus menggunakan handpiece yang lain, maka
setiap selesai pemakaian sebaiknya dilakukan pengurasan air
pendingin 20-30 menit, kemudian disikat di dalam air dan
kotorannya dihilangkan dengan sabun. Kemudian dengan hatihati dilap dengan bahan pengisap yang mengandung bahan
antikuman yang terdaftar di EPA sebagai desinfektan rumah sakit
dan micobakterisidal.
3) Alat-alat non kritis
Yaitu peralatan yang biasanya tidak berkontak dengan
membrane mukosa. Meliputi countertops, pengontrol posisi
kursi, kran yang dioperasikan dengan tangan, dan pengontrol
kotak untuk melihat gambar sinar X. Apabila terkontaminasi
dengan darah, saliva atau kedua-duanya, mula-mula harus dilap
dengan handuk pengisap kemudian didesinfeksi dengan larutan
antikuman yang cocok, misal 5000 ppm (pengenceran larutan
pemutih 1:10, clorox) atau 500 ppm (pengenceran 1:100 sodium
hipoklorit). Harus hati-hati karena sodium hipoklorit korosif
terhadap logam.
2.
PROSEDUR SELAMA OPERASI1
a. Semua petugas yang akan melakukan operasi mencuci tangan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
b. Memakai jas yang steril menurut cara yang berlaku.
c. Memakai sarung tangan sesuai dengan ukuran.
d. Asisten instrumen menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan sesuai dengan
kebutuhan operasi diatas meja instrumen yang sebelumnya dialas dengan 2
lapis kain steril.
e. Asisten operasi mengadakan desinfeksi di daerah operasi menurut ketentuan
yang berlaku.
f. Asisten operasi menutup tubuh pasien dengan doek steril yang berlubang
pada daerah yang akan dioperasi.
g. Petugas melakukan sesuai dengan yang dibutuhkan dan memonitor keadaan
pasien kemudian melaporkan ke operator bahwa operasi dapat dimulai.
h. Operator dan asisten operator melakukan operasi.
i. Petugas yang lain yang tidak ikut serta dalam operasi siap
ditempat
untuk
keperluan mendadak.
j. Selain itu, ada juga hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam prosedur
perawatan selama operasi, yaitu sebagai berikut.
 Mengatur posisi yang sesuai untuk pasien maksudnya dengan diberikan
posisi yang sesuai diperlukan untuk memudahkan operasi dan juga untuk
menjamin keamanan fisiologis pasien. posisi yang diberikan pada saat
operasi disesuaikan dengan kondisi pasien.
 Mempertahankan keadaan asepsis selama operasi.
 Menjaga kestabilan temperatur pasien artinya temperatur di kamar operasi
dipertahankan pada suhu standar kamar operasi dan kelembabannya diatur
untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
 Memonitor
terjadinya
hipertermi
malignan
artinya
monitoring
kejadiannya hipertermi malignan diperlukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi berupa kerusakan sistem saraf pusat atau bahkan kematian.
Monitoring secara kontinu diperlukan untuk menentukan tindakan
pencegahan dan penangan sedini mungkin sehingga tidak menimbulkan
komplikasi yang dapat merugikan pasien
 Melakukan penutupan luka operasi artinya penutupan luka dilakukan lapis
demi lapis
dengan menggunakan benang yang sesuai jenis jaringan.
Penutupan kulit menggunakan benang bedah untuk mendekatkan tepi
luka sampai dengan terjadinya penyembuhan operasi. Luka yang
terkontaminasi dapat terbuka seluruhnya atau sebagian saja. Ahli bedah
memiliki metode dan tipe jahitan atau penutupan luka berdasarkan daerah
operasi, ukuranya,dan dalam luka operasi serta usia dan kondisi pasien.
setelah luka operasi dijahit kemudian dibalut dengan kain dengan kassa
steril untuk mencegah kontaminasi luka, mengabsorpsi drainage, dan
membantu penutupan incisi.
Jika penyembuhan luka
terjadi tanpa
komplikasi, jahitan biasanya bisa dibuka setelah 7- 10 hari tergantung
letak lukanya.
 Drainase artinya drain ditempatkan pada luka operasi untuk mengalirkan
darah, serum, debris, dari tempat operasi yang bila tidak dikeluarkan dapat
memperlambat penyembuhan luka dan menyebabkan terjadinya infeksi.
 Memindahkan pasien dari ruang operasi ke ruangan pemulihan/ ICU
artinya sesudah operasi, tim kesehatan atau tim operasi akan memberikan
pasien pakaian yang bersih, kemudian memindahkan pasien dari meja
operasi ke barankard. Selama pembedahan ini tim pembedahan
memberikan salah satu preposisi yaitu dengan terjadinya kehilangan
panas, infeksi respirasi, dan shock, mencegah luka operasi terkontaminasi
serta kenyamanan pasien.
k. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam prosedur perawatan selama
operasi, yaitu :
 Kontrol lokal untuk perdarahan
Jika pasien dalam kondisi memuaskan atau stabil perhatikan bagian yang
mengalami perdarahan. Suction dan penerangan yang baik merupakan
persyaratan utama. Apabila bagian yang mengalami perdarahan sudah
ditemukan, lakukan anestesi lokal supaya perawatan tidak menyakitkan.
Bekuan darah yang ada di bersihkan dan dikeringkan. Apabila perdarahan
berasal dari tulang, maka alveolus diisi dengan sponge gelatin yang dapat
diabsorbsi (Gelfoam) atau sponge kolagen mikrofibrilar (Helistat
Avitene).
 Kontrol rasa sakit
Pengontrolan rasa sakit sangat tergantung pada dosis dan cara pemberian
obat/ cara kerjasama pasien. Rasa sakit
pada awal pencabutan gigi,
terutama sesudah pembedahan untuk gigi erupsi maupun impaksi, dapat
sangat menggangu. Orang dewasa sebaiknya mulai meminum obat
pengontrol rasa sakit sesudah makan tetapi sebelum timbulnya rasa sakit.
Pada 8 jam pertama setelah pembedahan, dosis dewasa untuk obat
analgesik non-narkotik atau narkotik dapat dilipatgandakan. Meskipun
kontrol rasa sakit tidak menimbulkan masalah pada anak-anak, baik
karena sifatnya atau sifat dari prosedur yang dialaminya, suspensi
pediatrik yang berisi agen narkotik atau kombinasi non-narkotik/narkotik
dapat digunakan. Lebih sering dosis resep yang diberikan lebih rendah
dari yang seharusnya karena sikap hati-hati yang timbul akibat seringnya
penyalahgunaan obat.
 Kontrol Bakteremia
Resiko yang benar-benar merupakan ancaman bagi pasien yang dapat
menyebabkan bakteremia adalah bila keutuhan mukosa terputus dan ada
perdarahan. Untuk mengurangi ancaman bakteremia digunakan antibiotik
profilaktik pada pasien yang mengalami gangguan mekanisme pertahanan
tubuh pada kondisi-kondisi yang mudah mengalami serangan infeksi.
Pasien dengan kelainan jantung merupakan kasus terbanyak, cenderung
memerlukan perhatian yang lebih banyak. Termasuk dalam kelompok
tersebut adalah pasien dengan penyakit jantung kongenital, penyakit katup
jantung, atau riwayat pernah terserang demam rematik. Terapi antibiotik
profilaksis untuk pasien-pasien tersebut diarahkan untuk pencegahan
endokarditis bakterial subakut.
Gambar 15. Salah satu contoh prosedur selama operasi
3.
PROSEDUR SESUDAH OPERASI1
a. Operator/ asisten operator setelah selesai operasi membuka deok penutup
pasien.
b. Asisten instrumen operator mengumpulkan kembali alat yang dipakai dan
menghitung apakah sudah cukup jumlahnya dan dimasukkan kembali ke
loyang untuk dicuci.
c. Pasien dibersihkan oleh petugas OK dan dipasangi pakaian.
d. Dipindahkan ke ruang pulih sadar, diawasi pelaksana anestesi dan petugas
pulih sadar, sampai keadaan pasien membaik.
e. Petugas kamar operasi (OK) lainnya membersihkan meja operasi dan alat lain
yang dipakai misal: suction, oksigen dan lain-lain.
f. Setelah keadaan umum pasien baik, pasien dipindahkan ke ruang perawatan
dengan brankar bedah, bersama status pasien.
g. Petugas kamar operasi (OK) mencatat ke dalam buku register.
4.
PROSEDUR PENCATATAN1
a. Data pasien dicatat dalam buku register kamar OK termasuk nama
pasien, dokter yang merawat pasien.
b. Petugas anestesi mencatat tindakan dan medikasi yang dilakukan selama
operasi.
c. Operator/ asisten operator mencatat laporan operasi di lembar C beserta
tindakan yang dilakukan operator maupun anestesi dan petugas memindahkan
ke buku register OK.
d. Kalau ada permeriksaan patologi anatomi (PA) harus mengisi formulir untuk
permintaan patologi anatomi (PA).
e. Setiap awal bulan petugas administrasi OK membuat laporan kegiatan di
lembar C.
f. Operator menandatangani formulir permintaan permeriksaan patologi anatomi
(PA).
g. Petugas kamar operasi (OK) setiap hari membuat laporan kegiatan yang
akan diserahkan kepala seksi medis/ perawatan.
h. Petugas kamar operasi (OK) membuat laporan inventaris.
II. PROSEDUR BANGSAL
A. DEFINISI BANGSAL
Bangsal (ruang rawat inap) adalah ruangan yang digunakan bila pasien memerlukan
rawat inap/ tinggal di rumah sakit. 3 Perawatan di bangsal meliputi rutinitas dan
kegawatdaruratan3, yaitu:
1.
Menjaga pasien agar beristirahat di tempat tidur, jika diperlukan.
2.
Memberikan obat-obatan sesuai perintah dokter.
3.
Memberikan cairan intravena atau cairan perenteral.
4.
Mempersiapkan tindakan operasi.
5.
Mengatur waktu makan pasien.
6.
Mengantar pasien ke kamar operasi atau mengeluarkan pasien dari kamar operasi.
Rawat inap (opname) adalah istilah yang berarti proses perawatan pasien oleh tenaga
kesehatan profesional akibat penyakit tertentu, di mana pasien diinapkan di suatu ruangan di
rumah sakit. 3
Menurut American Hospital Association pada tahun 19784, rawat inap adalah :
1.
Pemeliharaan kesehatan rumah sakit di mana penderita tinggal sedikitnya
satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksana pelayanan kesehatan atan rumah sakit
pelaksana pelayanan kesehatan lain.
2.
Pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, diagnosa,
pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik, dengan menginap di ruang rawat inap pada
sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta serta puskesmas perawatan dan
rumah bersalin sehingga penderita harus menginap karena penyakitnya.
Ruang rawat inap adalah ruang tempat pasien dirawat. Ruangan ini dulunya sering
hanya berupa bangsal yang dihuni oleh banyak orang sekaligus. Saat ini, ruang rawat inap di
banyak rumah sakit sudah sangat mirip dengan kamar-kamar hotel. Pasien yang berobat jalan
di Unit Rawat Jalan, akan mendapatkan surat rawat dari dokter yang merawatnya, bila pasien
tersebut memerlukan perawatan di dalam rumah sakit atau menginap di rumah sakit. 3
B.
KEGIATAN DI INSTALASI RAWAT INAP3
1.
Alur Kegiatan di Instalasi Rawat Inap
Gambar 16. Skema alur kegiatan di ruang rawat inap
2.
Kegiatan Pelayanan Rawat Inap4
Terdapat beberapa kegiatan pelayanan rawat inap antara lain sebagai berikut.
a.
Penerimaan pasien (admission)
b.
Pelayanan medik
c.
Pelayanan penunjang medik
d.
Pelayanan perawatan
e.
Pelayanan obat
f.
Pelayanan makanan
g.
Pelayanan administrasi keuangan
Menurut Revans (1986) bahwa pasien yang masuk pada pelayanan rawat inap
akan mengalami tingkat proses transformasi, yaitu : 4
a.
Tahap admission, yaitu pasien dengan penuh kesabaran dan keyakinan dirawat
tinggal di rumah sakit.
b.
Tahap diagnosis, yaitu pasien diperiksa dan ditegakkan diagnosisnya.
c.
Tahap perawatan, yaitu berdasarkan diagnosis pasien dimasukkan dalam program
perawatan terapi.
d.
Tahap pemeriksaan, yaitu secara berkesinambungan diobservasi dan dibandingkan
pengaruh serta repson pasien atas pengobatan.
e.
Tahap kontrol, yaitu setelah dianalisis kondisinya, pasien dipulangkan, pengobatan
diubah atau diteruskan, namun dapat juga kembali ke proses untuk didiagnosa
ulang.
3.
Kualitas Pelayanan Rawat Inap4
Menurut Jacobalis (1990) kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat inap
rumah sakit dapat diuraikan dari beberapa aspek, di antaranya :
a.
Penampilan keprofesian atau aspek klinis
Aspek ini menyangkut pengetahuan serta sikap dan perilaku dokter, perawat, dan
tenaga profesi lainnya.
b.
Efisiensi dan efektivitas
Aspek ini menyangkut pemanfaatan semua sumber daya di rumah sakit agar dapat
berdaya guna dan berhasil guna.
c.
Keselamatan pasien
Aspek ini menyangkut keselamatan dan keamanan pasien.
d.
Kepuasan pasien
Aspek ini menyangkut kepuasan fisik, mental, dan sosial pasien terhadap
lingkungan rumah sakit, kebersihan, kenyamanan kecepatan pelayanan, keramahan,
perhatian, biaya yang diperlukan, dan sebagainya.
4.
Tujuan Pelayanan Rawat Inap4
a.
Membantu penderita memenuhi kebutuhannya sehari-hari sehubungan dengan
penyembuhan penyakitnya.
b.
Mengembangkan hubungan kerja sama yang produktif, baik antara unit maupun
antara profesi.
c.
Menyediakan tempat/ latihan/ praktek bagi siswa perawat.
d.
Memberikan
kesempatan
kepada
tenaga
perawat
untuk
meningkatkan
keterampilannya dalam hal keperawatan.
e.
Meningkatkan suasana yang memungkinkan timbul dan berkembangnya gagasan
yang kreatif.
f.
Mengandalkan evaluasi yang terus-menerus mengenai metode keperawatan yang
dipergunakan untuk usaha peningkatan.
g.
Memanfaatkan hasil evaluasi tersebut sebagai alat peningkatan atau perbaikan
praktek keperawatan dipergunakan.
5.
Kebutuhan Ruang dalam Instalasi Rawat Inap
Instalasi rawat inap rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang
memberikan
pelayanan
keperawatan
berkesinambungan lebih dari 24 jam.
dan
pengobatan
kepada
pasien
secara
4
Perancangan sebuah instalasi rawat inap dapat ditinjau dari aspek fungsional
bangunan sebagai sarana pelayanan kesehatan, yang membutuhkan ruang-ruang sebagai
wadah dari aktivitas pasien dan tenaga kesehatan. Menurut Pedoman Teknis Instalasi
Rawat Inap, ruang yang diperlukan dalam sebuah instalasi rawat inap antara lain :
a.
Ruang Pasien Rawat Inap (Ward/ Bangsal)3
Ruang untuk pasien yang memerlukan asuhan dan pelayanan
keperawatan dan pengobatan secara berkesinambungan lebih dari 24 jam.
Untuk tiap-tiap rumah sakit akan mempunyai ruang perawatan dengan nama
sendiri-sendiri sesuai dengan tingkat pelayanan dan fasilitas yang diberikan
oleh pihak rumah sakit kepada pasiennya.
b. Ruang Pos Perawat3
Ruang untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian asuhan dan
pelayanan keperawatan (pre dan post conference, pengaturan jadwal),
dokumentasi sampai dengan evaluasi pasien.
c.
Ruang Konsultasi3
Ruang untuk melakukan konsultasi oleh profesi kesehatan kepada
pasien dan keluarganya.
d. Ruang Tindakan3
Ruangan untuk melakukan tindakan pada pasien, baik berupa
tindakan invasif ringan maupun non-invasif.
e.
Ruang Administrasi3
Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi khususnya
pelayanan pasien di ruang rawat inap. Ruang ini berada pada bagian depan
ruang rawat inap dengan dilengkapi loket/counter, meja kerja, lemari
berkas/arsip, dan telepon/interkom.
Kegiatan administrasi meliputi :
•Pendataan pasien.
•Penandatanganan surat pernyataan keluarga pasien (apabila diperlukan
tindakan bedah).
•Rekam medis pasien.
f.
Ruang Dokter3
Ruang dokter terdiri dari 2 ruangan, yaitu kamar kerja dan kamar
istirahat/kamar jaga. Pada kamar kerja harus dilengkapi dengan beberapa
peralatan dan furnitur. Sedangkan pada kamar istirahat hanya diperlukan sofa
dan tempat tidur. Ruang dokter dilengkapi dengan bak cuci tangan (wastafel)
dan toilet.
g.
Ruang Perawat3
Ruang untuk istirahat perawat/petugas lainnya setelah melaksanakan
kegiatan pelayanan pasien atau tugas jaga. Ruang perawat harus diatur
sedemikian rupa untuk mempermudah semua pihak yang memerlukan
pelayanan pasien sehingga apabila ada keadaan darurat dapat segera
diketahui untuk diambil tindakan terhadap pasien.
h. Ruang Loker3
Ruang ganti pakaian dokter, perawat, dan petugas rawat inap.
i.
Ruang Kepala Rawat Inap3
Ruang tempat kepala rawat inap melakukan manajemen asuhan dan
pelayanan keperawatan, di antaranya pembuatan program kerja dan
pembinaan.
j.
Ruang Linen Bersih3
Ruang untuk menyimpan bahan-bahan linen bersih yang akan
digunakan di ruang rawat.
k. Ruang Linen Kotor3
Ruangan untuk menyimpan bahan-bahan linen kotor yang telah
digunakan di ruang rawat inap sebelum dibawa ke ruang cuci (laundry).
l.
Spoolhoek3
Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya
yang berupa cairan. Spoolhoek dala, bentuk bak, atau kloset dengan leher
angsa (water seal). Pada ruang spoolhoek juga harus disediakan kran air
bersih untuk mencuci tempat cairan atau cuci tangan. Ruang tempat
spoolhoek ini harus menghadap keluar/berada di luar area rawat inap ke arah
koridor kotor. Spoolhoek dihubungkan ke septic tank khusus atau jaringan
IPAL.
m. Kamar Mandi/Toilet3
Fasilitas diatur sesuai kebutuhan dan harus dijaga kebersihannya
karena dengan kamar mandi/toilet yang bersih citra rumah sakit, khususnya
ruang rawat inap akan baik. Terdiri dari toilet pasien dan toilet staf.
n. Pantri3
Tempat untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi mereka yang
ada di ruang rawat inap rumah sakit.
o.
Ruang Janitor3
Ruang tempat menyimpan dan mencuci alat-alat pembersih ruangan
rawat inap.
p. Gudang Bersih3
Gudang adalah ruangan tempat penyimpanan barang-barang/bahanbahan dan peralatan untuk keperluan ruang rawat inap.
q. Gudang Kotor3
Gudang adalah ruangan tempat penyimpanan barang-barang/bahanbahan bekas pakai.
r.
Bangunan Gedung3
Bangunan gedung adalah konstruksi bangunan yang diletakkan secara tetap
dalam suatu lingkungan, di atas tanah/perairan, ataupun di bawah tanah/perairan,
tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk tempat tinggal, berusaha,
maupun kegiatan sosial dan budaya.
s.
Bangunan Instalasi di Rumah Sakit3
Bangunan instalasi di rumah sakit adalah gabungan/kumpulan dari
ruang-ruang/kamar-kamar di unit rumah sakit yang saling berhubungan dan
terkait satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan pelayanan kesehatan.
6.
Alur Dokter, Perawat, dan Staf3
a.
Akan Bertugas
•
Dokter masuk ke ruang dokter untuk ganti pakaian.
•
Perawat masuk ke ruang perawat untuk ganti pakaian.
•
Staf, masuk ke ruang staf untuk ganti pakaian.
b.
Setelah Selesai Tugas
•
7.
Dokter, perawat, staf ke luar melalui alur yang sama.
Alur Pasien3
a.
b.
Pasien Masuk Ruang Rawat Inap
•
Pasien masuk ruang rawat inap dari IGD/COT/Rawat jalan melalui admisi.
•
Pasien mendapatkan nomor rekam medis.
•
Serah terima dan orientasi di pos perawat (nurse station).
•
Pasien ganti pakaian.
•
Pasien selanjutnya dirawat lebih lanjut di ruang rawat inap.
Pasien Meninggalkan Ruang Rawat Inap3
•
Pasien pulang ke rumah setelah sehat, atau
•
Pasien meninggal dikirim ke kamar janazah.
C. PERSYARATAN TEKNIS SARANA INSTALASI RAWAT INAP3
1.
Lokasi3
a.
Bangunan rawat inap harus terletak pada lokasi yang tenang, aman, dan nyaman,
tetapi tetap memiliki kemudahan aksesibilitas atau pencapaian dari sarana
penunjang rawat inap.
b.
Bangunan rawat inap sebaiknya terletak jauh dari tempat-tempat pembuangan
kotoran, dan bising dari mesin atau generator.
2.
Denah3
a.
Persyaratan Umum
•
Pengelompokan ruang berdasarkan kelompok aktivitas yang sejenis hingga tiap
kegiatan tidak bercampur dan tidak membingungkan pemakai bangunan.
•
Perletakan ruangannya terutama secara keseluruhan perlu adanya hubungan
antar ruang dengan skala prioritas yang diharuskan dekat dan sangat
berhubungan atau membutuhkan.
•
Akses pencapaian ke setiap blok atau ruangan harus dapat dicapai dengan
mudah.
•
Kecepatan bergerak merupakan salah satu kunci keberhasilan perancangan,
sehingga blok unit sebaiknya sirkulasinya dibuat secara linier atau memanjang.
•
Jumlah kebutuhan ruang harus disesuaikan dengan kebutuhan jumlah pasien
yang akan ditampung.
•
Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk ke dalam ruangan.
•
Alur petugas dan pengunjung dipisah.
•
Besaran ruangan harus dapat memenuhi persyaratan minimal.
Tabel 4. Kebutuhan minimal luas ruangan pada bangunan rawat inap3
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
b.
Nama Ruang
Ruang rawat inap
• VIP
• Kelas I
• Kelas II
• Kelas III
Ruang pos perawat
Ruang konsultasi
Ruang tindakan
Ruang administrasi
Ruang dokter
Ruang perawat
Ruang ganti/locker
Ruang kepala rawat inap
Ruang linen bersih
Ruang linen kotor
Spoolhoek
Kamar mandi/toilet
Pantri
Ruang janitor/service
Gudang bersih
Gudang kotor
Luas
Satuan
18
12
10
8
20
12
24
9
20
20
9
12
18
9
9
25
9
9
18
18
m2/tempat tidur
m2/tempat tidur
m2/tempat tidur
m2/tempat tidur
m2
m2
m2
m2
m2
m2
m2
m2
m2
m2
m2
m2
m2
m2
m2
m2
Persyaratan Khusus3
•
Tipe ruang rawat inap terdiri dari:
1)
Ruang rawat inap 1 tempat tidur setiap kamar (VIP)
Gambar 17. Contoh ruang rawat inap VIP
2)
Ruang rawat inap 2 tempat tidur setiap kamar (Kelas 1)
Gambar 18. Contoh ruang rawat inap 2 tempat tidur (Kelas 1)
3)
Ruang rawat inap 4 tempat tidur setiap kamar (Kelas 2)
Gambar 19. Contoh ruang rawat inap 4 tempat tidur (Kelas 2)
4)
Ruang rawat inap 6 tempat tidur atau lebih setiap kamar (Kelas 3)
Gambar 20. Contoh ruang rawat inap 6 tempat tidur (Kelas 3)
•
Khusus untuk pasien tertentu harus dipisahkan (ruang isolasi), seperti: 3
1)
Pasien yang menderita penyakit menular.
2)
Pasien dengan pengobatan yang menimbulkan bau (seperti penyakit
tumor, gangren, diabetes, dan sebagainya).
3)
Pasien yang gaduh gelisah (mengeluarkan suara dalam ruangan).
Keseluruhan ruang-ruang ini harus terlihat jelas dalam kebutuhan jumlah
dan jenis pasien yang dirawat.
c.
Pos Perawat (Nurse Station)3
Lokasi pos perawat sebaiknya tidak jauh dari ruang rawat inap yang
dilayani sehingga pengawasan terhadap pasien lebih efektif dan efisien.
3.
Lantai3
a.
Lantai harus kuat dan rata, tidak berongga.
b.
Bahan penutup lantai dapat terdiri dari bahan vinyl yang rata atau keramik dengan
nat yang rata sehingga abu dari kotoran tidak tertumpuk, mudah dibersihkan, dan
tidak mudah terbakar.
c.
Pertemuan dinding dengan lantai harus melengkung agar memudahkan pembersihan
dan tidak menjadi sarang abu dan kotoran.
4.
Langit-langit3
Langit-langit harus rapat dan kuat, tidak rontok, dan tidak menghasilkan debu
atau kotoran.
5.
Pintu3
a.
Pintu masuk ke ruang rawat inap, terdiri dari pintu ganda, masing-masing dengan
lebar 90 cm dan 40 cm. Pada sisi pintu dengan tebal 90 cm dipasang kaca intai.
b.
Pintu masuk ke kamar mandi umum, minimal lebar 85 cm.
c.
Pintu masuk ke kamar mandi pasien untuk setiap kelas minimal ada 1 pintu kamar
mandi berukuran lebar 90 cm, diperuntukkan bagi penyandang cacat.
d.
Pintu kamar mandi pasien harus terbuka ke luar kamar mandi.
e.
Pintu toilet umum untuk penyandang cacat harus terbuka ke luar.
6.
Kamar Mandi3
a.
Kamar mandi pasien terdiri dari kloset, shower (pancuran air), dan bak cuci tangan
(wastafel).
b.
Khusus untuk kamar mandi bagi penyandang cacat mengikuti pedoman atau standar
teknis yang berlaku.
c.
Jumlah kamar mandi penyandang cacat, 1 buah untuk setiap kelas.
d.
Toilet umum terdiri dari kloset dan bak cuci tangan (wastafel).
e.
Disediakan 1 toilet umum untuk panyandang cacat di lantai dasar, dengan
persyaratan sesuai pedoman atau standar yang berlaku.
7.
Jendela3
Lebih disukai menggunakan jendela kaca sorong yang mudah pemeliharaannya
dan cukup rapat.
D. PERSYARATAN TEKNIS PRASARANA BANGUNAN INSTALASI RAWAT INAP3
1.
Persyaratan Keselamatan Bangunan3
Pelayanan pada bangunan instalasi rawat inap, termasuk “daerah pelayanan
kritis”, sesuai SNI 03 – 7011 – 2004, keselamatan pada bangunan fasilitas kesehatan.
a.
Struktur Bangunan3
•
Bangunan instalasi bedah, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan
stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan
kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan
mempertimbangkan fungsi bangunan instalasi rawat inap, lokasi, keawetan,
dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.
•
Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi
sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan
struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara yang
timbul akibat gempa dan angin.
•
Dalam perencanaan struktur bangunan instalasi rawat inap terhadap pengaruh
gempa, semua unsur struktur bangunan instalasi bedah, baik bagian dari
substruktur maupun struktur bangunan, harus diperhitungkan memikul
pengaruh gempa rencana sesuai dengan zona gempanya.
•
Struktur bangunan instalasi bedah harus direncanakan secara detail sehingga
pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi
keruntuhan, kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna
bangunan instalasi rawat inap menyelamatkan diri.
•
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa
dan/atau angin, dan perhitungan strukturnya mengikuti pedoman dan standar
teknis yang berlaku.
b.
Sistem Proteksi Petir3
•
Bangunan instalasi rawat inap yang berdasarkan letak, sifat geografis, bentuk,
ketinggian dan penggunaannya berisiko terkena sambaran petir, harus
dilengkapi dengan instalasi proteksi petir.
•
Sistem proteksi petir yang dirancang dan dipasang harus dapat mengurangi
secara nyata resiko kerusakan yang disebabkan sambaran petir terhadap
bangunan instalasi rawat inap dan peralatan yang diproteksinya, serta
melindungi manusia di dalamnya.
•
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan,
pemeliharaan instalasi sistem proteksi petir mengikuti SNI 03 – 7015 – 2004,
Sistem proteksi petir pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis
lain yang berlaku.
c.
Sistem Proteksi Kebakaran3
•
Bangunan instalasi rawat inap, harus dilindungi terhadap bahaya kebakaran
dengan sistem proteksi pasif dan proteksi aktif.
•
Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi resiko
kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/ atau jumlah dan
kondisi penghuni dalam bangunan instalasi rawat inap.
•
Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas,
ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam
bangunan instalasi rawat inap.
•
Bilamana terjadi kebakaran di ruang rawat inap, peralatan yang terbakar harus
segera disingkirkan dari sekitar sumber oksigen atau outlet pipa yang
dimasukkan ke ruang rawat inap untuk mencegah terjadinya ledakan.
•
Api harus dipadamkan di ruang rawat inap, jika dimungkinkan, dan pasien
harus segera dipindahkan dari tempat berbahaya. Peralatan pemadam
kebakaran harus dipasang diseluruh rumah sakit. Semua petugas harus tahu
peraturan tentang cara-cara proteksi kebakaran. Mereka harus tahu persis tata
letak kotak alarm kebakaran dan tahu menggunakan alat pemadam kebakaran.
•
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem proteksi pasif dan proteksi aktif mengikuti :
1)
SNI 03 – 3988 – 19950, atau edisi terakhir, Pengujian kemampuan
pemadaman dan penilaian alat pemadam api ringan.
2)
SNI 03 – 1736 – 2000, atau edisi terakhir, Tata cara perancangan sistem
proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan
gedung.
3)
SNI 03 – 1745 – 2000, atau edisi terakhir, Tata cara perencanaan dan
pemasangan sistem pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung.
4)
SNI 03 – 3985 – 2000, atau edisi terakhir, Tata cara perencanaan,
pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
5)
SNI 03 – 3989 – 2000, atau edisi terakhir, Tata cara perencanaan dan
pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung.
6)
d.
Atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.
Sistem Kelistrikan3
•
Sumber daya listrik3
Sumber daya listrik pada bangunan instalasi bedah, termasuk kategori “sistem
kelistrikan esensial 2”, di mana sumber daya listrik normal dilengkapi dengan
sumber daya listrik siaga untuk menggantikannya, bila terjadi gangguan pada
sumber daya listrik normal.
•
Jaringan3
1)
Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bisa
digerakkan, harus dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang
sepanjang track, untuk mencegah terjadinya retakan-retakan dan
kerusakan-kerusakan pada kabel.
2)
Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahayabahaya tersebut.
3)
Sambungan listrik pada kotak hubung singkat harus diperoleh dari sirkitsirkit yang terpisah. Ini menghindari akibat dari terputusnya arus karena
bekerjanya pengaman lebur atau suatu sirkit yang gagal yang
menyebabkan terputusnya semua arus listrik pada saat kritis.
•
Terminal3
1)
Kotak kontak (stop kontak)3

Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub
pembumian terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah
dengan kontak tusuk pasangannya.

Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari
udara dan akan menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak
kontak listrik harus dipasang 5 ft (1,5 m) di atas permukaan lantai,
dan harus dari jenis tahan ledakan.

Jumlah kotak kontak untuk setiap tempat tidur di daerah pelayanan
kritis, minimal 4 buah, sesuai SNI 03 – 7011 – 2004, Keselamatan
pada bangunan fasilitas kesehatan.
2)
Sakelar3
Sakelar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi
SNI 04 – 0225 – 2000, Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000),
atau pedoman dan standar teknis yang berlaku.
•
Pembumian3
Kabel yang menyentuh lantai dapat membahayakan petugas. Sistem
harus memastikan bahwa tidak ada bagian peralatan yang dibumikan melalui
tahanan yang lebih tinggi dari pada bagian lain peralatan yang disebut dengan
sistem penyamaan potensial pembumian (Equal potential grounding system).
Sistem ini memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui pasien.
•
Peringatan3
Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam pemakaian
listrik membawa akibat bahaya sengatan listrik, padamnya tenaga listrik, dan
bahaya kebakaran.
Kesalahan dalam instalasi listrik bisa menyebabkan arus hubung
singkat, tersengatnya pasien, atau petugas.
Bahaya ini dapat dicegah dengan:3
1)
Memakai peralatan listrik yang dibuat khusus untuk instalasi rawat inap.
Peralatan harus mempunyai kabel yang cukup panjang dan harus
mempunyai kapasitas yang cukup untuk menghindari beban lebih.
2)
Peralatan jinjing (portabel), harus segera diuji dan dilengkapi dengan
sistem pembumian yang benar sebelum digunakan.
3)
Segera menghentikan pemakaian dan melaporkan apabila ada peralatan
listrik yang tidak benar.
•
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem kelistrikan pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti:3
1)
SNI 03 – 7011 – 2004, atau edisi terakhir, Keselamatan pada bangunan
fasilitas kesehatan.
2)
SNI 04 – 7018 – 2004, atau edisi terakhir, Sistem pasokan daya listrik
darurat dan siaga.
3)
SNI 04 – 7019 – 2004, atau edisi terakhir, Sistem pasokan daya listrik
darurat menggunakan energi tersimpan.
4)
e.
Atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.
Sistem Gas Medik dan Vakum Medik3
•
Vakum, udara tekan medik, oksigen, dan nitrous oksida disalurkan dengan
pemipaan ke ruang bedah. Outlet-outletnya bisa dipasang di dinding, pada
langit-langit, atau digantung di langit-langit.
•
Bilamana terjadi gangguan pada suatu jalur, untuk keamanan ruang-ruang lain,
sebuah lampu indikator pada panel akan menyala dan alarm bel berbunyi,
pasokan oksigen dan nitrous oksida dapat ditutup alirannya dari panel-panel
yang berada di koridor-koridor, bel dapat dimatikan, tetapi lampu indikator
yang memonitor gangguan/kerusakan yang terjadi tetap menyala sampai
gangguan/kerusakan teratasi.
•
Selama terjadi gangguan, dokter anestesi dapat memindahkan sambungan gas
medisnya yang semula secara sentral ke silinder-silinder gas cadangan pada
mesin anestesi.
2.
Persyaratan Kesehatan Bangunan3
a.
Sistem Ventilasi3
•
Untuk memenuhi persyaratan sistem ventilasi, bangunan instalasi rawat inap
harus mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/ buatan sesuai
dengan fungsinya.
•
Bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi
pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk
kepentingan ventilasi alami.
•
Ventilasi mekanik/buatan harus disediakan jika ventilasi alami tidak dapat
memenuhi syarat.
•
Penerapan sistem ventilasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan
prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan instalasi bedah.
•
Ventilasi di daerah pelayanan kritis pasien harus pasti merupakan ventilasi
tersaring dan terkontrol. Pertukaran udara dan sirkulasi memberikan udara
segar dan mencegah pengumpulan gas-gas anestesi dalam ruangan.
•
Sepuluh kali pertukaran udara per jam di instalasi rawat inap yang dianjurkan.
•
Sistem ventilasi dalam instalasi rawat inap harus terpisah dari sistem ventilasi
lain di rumah sakit.
•
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem ventilasi alami dan mekanik/buatan pada bangunan
instalasi bedah mengikuti SNI 03 – 6572 – 2001, Tata cara perancangan sistem
ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung, atau pedoman dan
standar teknis lain yang berlaku.
b.
Sistem Pencahayaan3
•
Bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau
pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya.
•
Bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan
alami.
•
Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan
instalasi rawat inap dan fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan
instalasi rawat inap.
•
Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang
dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan instalasi rawat inap dengan
mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi, dan penempatannya tidak
menimbulkan efek silau atau pantulan.
•
Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus
dipasang pada bangunan instalasi rawat inap dengan fungsi tertentu, serta dapat
bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk
evakuasi yang aman.
•
Semua sistem pecahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk pencahayaan
darurat, harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau otomatis, serta
ditempatkan pada tempat yang mudah dibaca dan dicapai, oleh pengguna
ruang.
•
Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit.
•
Kebanyakan pencahayaan ruangan menggunakan lampu fluorecent, tetapi dapat
juga menggunakan lampu pijar. Lampu-lampu recessed tidak mengumpulkan
debu.
•
Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan.
•
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem pencahayaan pada bangunan instalasi rawat inap
mengikuti :
1)
SNI 03 – 2396 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami
pada bangunan gedung.
2)
SNI 03 – 6575 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan
pada bangunan gedung.
3)
SNI 03 – 6574 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan darurat,
tanda arah dan tanda peringatan.
4)
c.
Atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.
Sistem Sanitasi3
Untuk memenuhi persyaratan sistem sanitasi, setiap bangunan instalasi
rawat inap harus dilengkapi dengan sistem air bersih, sistem pembuangan air kotor
dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.
•
Sistem air bersih3
1)
Sistem
air
bersih
harus
direncanakan
dan
dipasang
dengan
mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem distribusinya.
2)
Sumber air bersih dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau
sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
3)
Perencanaan sistem distribusi air bersih dalam bangunan instalasi rawat
inap harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.
4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan, sistem air bersih pada bangunan instalasi rawat inap
mengikuti SNI 03 – 6481 – 2000 atau edisi terakhir, Sistem Plambing
2000, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.
•
Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah3
1)
Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah harus direncanakan dan
dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.
2)
Pertimbangan jenis air kotor kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam
bentuk pemilihan sistem pengaliran/ pembuangan dan penggunaan
peralatan yang dibutuhkan.
3)
Pertimbangan tingkat bahaya air kotor dan/atau air limbah diwujudkan
dalam bentuk sistem pengolahan dan pembuangannya.
4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan, sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah pada
bangunan instalasi rawat inap mengikuti SNI 03 – 6481 – 2000 atau edisi
terakhir, Sistem Plambing 2000, atau pedoman dan standar teknis lain
yang berlaku.
•
Sistem pembuangan kotoran dan sampah3
1)
Sistem pembuangan kotoran dan sampah harus direncanakan dan dipasang
dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya.
2)
Pertimbangan
fasilitas
penampungan
diwujudkan
dalam
bentuk
penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah pada bangunan
rehabilitasi medik, yang diperhitungkan berdasarkan fungsi bangunan,
jumlah penghuni, dan volume kotoran dan sampah.
3)
Pertimbangan jenis kotoran dan sampah diwujudkan dalam bentuk
penempatan pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu
kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungannya.
4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pengolahan fasilitas pembuangan kotoran dan sampah pada bangunan
instalasi bedah mengikuti pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.
•
Sistem penyaluran air hujan3
1)
Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah,
dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota.
2)
Setiap bangunan instalasi bedah dan pekarangannya harus dilengkapi
dengan sistem penyaluran air hujan.
3)
Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diserapkan ke dalam tanah
pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum dialirkan ke
jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4)
Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat
diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain
yang dibenarkan oleh instansi yang berwenang.
5)
Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya
endapan dan penyumbatan pada saluran.
6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
3.
Persyaratan Kenyamanan3
a.
Sistem Pengkondisian Udara3
•
Untuk mendapatkan kenyamanan kondisi udara ruang di dalam bangunan
instalasi
bedah,
pengelola
bangunan
instalasi
rawat
inap
harus
mempertimbangkan temperatur dan kelembaban udara.
•
Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam
ruangan
dapat
dilakukan
dengan
pengkondisian
udara
dengan
mempertimbangkan :
1)
Fungsi ruang, jumlah pengguna, letak, volume ruang, jenis peralatan, dan
penggunaan bahan bangunan.
•
2)
kemudahan pemeliharaan dan perawatan, dan
3)
Prinsip-prinsip penghematan energi dan kelestarian lingkungan.
Sistem ini mengontrol kelembaban yang dapat menyebabkan terjadinya
ledakan. Kelembaban relatif yang tinggi harus dipertahankan; dan 60% yang
dianjurkan. Untuk lokasi anestesi mudah terbakar tidak kurang dari 50%.
•
Uap air memberikan suatu medium yang relatif konduktif, yang menyebabkan
muatan listrik statik bisa mengalir ke tanah secapat pembangkitannya.
Loncatan bunga api dapat terjadi pada kelembaban relatif yang rendah.
•
Temperatur ruangan dipertahankan sekitar 68°F-80°F (20°C-26°C).
•
Sekalipun sudah dilengkapi dengan kontrol kelembaban dan temperatur, unit
pengkondisian udara bisa menjadi sumber micro-organisme yang datang
melalui filter-filternya. Filter-filter ini harus diganti pada jangka waktu yang
tertentu.
•
Saluran udara (ducting) harus dibersihkan secara teratur.
•
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan kenyamanan kondisi udara pada bangunan instalasi rawat inap
mengikuti SNI 03 – 6572 – 2001, atau edisi terakhir, Tata cara perancangan
sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung, atau
pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.
b.
Kebisingan3
•
Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan
instalasi rawat inap, pengelola bangunan instalasi rawat inap harus
mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau sumber
bising lainnya baik yang berada pada bangunan instalasi rawat inap maupu di
luar bangunan instalasi rawat inap.
•
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan
terhadap kebisingan pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti pedoman
dan standar teknis yang berlaku.
c.
Getaran3
•
Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan
instalasi rawat inap, pengelola bangunan instalasi rawat inap harus
mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau sumber
getar lainnya baik yang berada pada bangunan instalasi rawat inap maupun di
luar bangunan instalasi rawat inap.
•
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan
terhadap getaran pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti pedoman dan
standar teknis yang berlaku.
4.
Persyaratan Kemudahan3
a.
Kemudahan Hubungan Horizontal3
•
Setiap bangunan rumah sakit harus memenuhi persyaratan kemudahan
hubungan horizontal berupa tersedianya pintu dan/atau koridor yang memadai
untuk terselenggaranya fungsi bangunan instalasi rumah sakit tersebut.
•
Jumlah, ukuran, dan jenis pintu, dalam suatu ruangan dipertimbangkan
berdasarkan besaran ruang, fungsi ruang, dan jumlah pengguna ruang.
•
Arah bukaan daun pintu dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan
fungsi ruang dan aspek keselamatan.
•
Ukuran koridor sebagai akses horizontal antarruang dipertimbangkan
berdasarkan fungsi koridor, fungsi ruang dan jumlah pengguna.
•
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan pintu dan koridor
mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
b.
Kemudahan Hubungan Vertikal3
•
Setiap bangunan rumah sakit bertingkat harus menyediakan sarana hubungan
vertikal antarlantai yang memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan
rumah sakit tersebut berupa tersedianya tangga, ram, lif, tangga berjalan/
eskalator, dan/atau lantai berjalan/travelator.
•
Jumlah, ukuran dan konstruksi sarana hubungan vertikal harus berdasarkan
fungsi bangunan rumah sakit, luas bangunan, dan jumlah pengguna ruang, serta
keselamatan pengguna bangunan rumah sakit.
•
Setiap bangunan rumah sakit yang menggunakan lif, harus menyediakan lif
kebakaran.
•
Lif kebakaran dapat berupa lif khusus kebakaran atau lif penumpang biasa atau
lif barang yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam keadaan darurat
dapat digunakan secara khusus oleh petugas kebakaran.
•
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan lif, mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
c.
Sarana Evakuasi3
•
Setiap bangunan rumah sakit, harus menyediakan sarana evakuasi yang
meliputi sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu eksit, dan jalur
evakuasi yang dapat dijamin kemudahan pengguna bangunan rumah sakit
untuk melakukan evakuasi dari dalam bangunan rumah sakit secara aman
apabila terjadi bencana atau keadaan darurat.
•
Penyediaan sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu eksit, dan jalur
evakuasi disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung, jumlah
dan kondisi pengguna bangunan rumah sakit, serta jarak pencapaian ke tempat
yang aman.
•
Sarana pintu eksit dan jalur evakuasi harus dilengkapi dengan tanda arah yang
mudah dibaca dan jelas.
•
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan sarana evakuasi
mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.
d.
Aksesibilitas3
•
Setiap bangunan rumah sakit harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas
untuk menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut
usia masuk ke dan ke luar dari bangunan rumah sakit serta beraktivitas dalam
bangunan rumah sakit secara mudah, aman nyaman dan mandiri.
•
Fasilitas dan aksesibilitas sebagaimana dimaksud meliputi toilet, telepon
umum, jalur pemandu, rambu dan marka, pintu, ram, tangga, dan lif bagi
penyandang cacat dan lanjut usia.
•
Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan fungsi, luas dan
ketinggian bangunan rumah sakit.
•
Ketentuan tentang ukuran, konstruksi, jumlah fasilitas dan aksesibilitas bagi
penyandang cacat mengikuti ketentuan dalam pedoman dan standar teknis yang
berlaku.
E. PROSEDUR BANGSAL BEDAH MULUT
1. PENJADWALAN
Jadwal penggunaan ruang bedah di rumah sakit biasanya padat. Jadwal yang
padat ini seringkali diambil oleh departemen-departemen mayor, seperti bagian bedah
umum dan orthopedic sehingga jadwal penggunaan ruang bedah di rumah sakit
diambil dengan penentuan hari oleh dokter bedah mulut jauh sebelum operasi
dilakukan. Namun, pada kasus gawat darurat, ruang bedah dapat diambil alih pada
jadwal terakhir atau menggeser jadwal pembedahan lain3
Dalam menjadwalkan suatu kasus bedah mulut harus dilengkapi data yang
akurat mencakup status bedah (mendesak atau tidak), diagnosis, prosedur, jenis
anestesi (lokal, lokal terkontrol dengan sedasi, oro- atau nasoendotrakeal), perkiraan
durasi operasi, dan pertimbangan khusus (kasus sepsis, penderita dengan penyakit
sistemik serius, dan lain-lain). Pada pembedahan yang melibatkan departemen
lainnya, seperti dokter saraf atau dokter bedah umum lainnya, maka perlu dilakukan
penjadwalan operasi dengan kesepakatan dokter-dokter yang bersangkutan. 3
2. PERSONEL
Tim kamar bedah terdiri dari scrub nurse dan seorang sirkulator. Scrub nurse
(sterilization member) bertugas memberikan peralatan steril yang dibutuhkan selama
operasi berlangsung pada dokter bedah, melakukan retraksi, mengirigasi, menjalankan
peralatan suction.7 Karena berkontak langsung dengan peralatan steril, maka srub
nurse harus berpakaian steril, memakai sarung tangan, masker mulut, dan penutup
kepala. 3
Sirkulator (unsterilization member) bertugas memasang dan menggeser lampu
kepala, menghubungkan peralatan-peralatan tertentu, seperti handpiece, gergaji,
dermatom, dan cutter. Secara bersama- sama, scrub nurse dan sirkulator bertugas
menjaga ketersediaan spons, jarum, menghitung jumlah cairan irigasi yang digunakan,
menghitung volume darah yang hilang, dan melengkapi teknik kamar bedah yang
baik. 3
3. ANESTESI
Ahli anestesi bertanggung jawab penuh mempertahankan jalan nafas selama
pembedahan, memantau tekanan darah pasien secara intravenous, memantau tandatanda vital, kadar gas darah arteri (ABG), dan parameter fisiologis lainnya dengan
pearalatan elektonik canggih. Ahli anestesi juga bertanggung jawab atas pemberian
cairan selama pelaksanaan pembedahan dan dapat memilih antara pemberian darah
atau plasma expander berdasarkan perhitungan kehilangan darah, tanda-tanda vital,
hasil pemeriksaan laboratorium, atau kombinasi faktor-faktor tersebut. 3
Sementara, ahli bedah secara kode etik berkewajiban memberitahukan ahli
anestesi tentang semua obat yang digunakan (seperti bahan anestesi lokal dengan
vasokonstriktor), komplikasi yang ditimbulkan, dan perkiraan waktu penyelesaian
prosedur bedah. 3
F. PENATALAKSANAAN BANGSAL BEDAH
Ruang operasi di rumah sakit umumnya dibuat dengan design yang simpel,
dinding dan furniture dari bahan yang mudah dibersihkan dan peralatan yang biasa
digunakan sudah tersusun rapi. Ruangan dengan ventilasi dan suhu ruangan dijaga
tetap 18-21° C, tetapi ruangan jangan lembab. Ruang operasi di rumah sakit harus
menggunakan AC untuk mencegah kontaminasi dari luar. Di sebelah ruang operasi
seharusnya terdapat ruang perawatan dengan staf perawat yang berpengalaman
dimana pasien diletakkan pada tempat tidur yang bisa didorong sehingga jika terjadi
sesuatu langsung bisa dibawa ke ruang operasi. Sinar yang digunakan menghasilkan
penerangan yang adekuat tanpa menghasilkan panas dan sinarnya mudah diarahkan ke
dalam mulut. Di kepala handpiece juga terdapat sinar sehingga operator dengan
mudah dapat melihat palatum, cavitas seperti kista atau antrum. 3
Radiographic viewing box
Diletakkan di depan meja operator sehingga dokter dapat melihat hasilnya tanpa
pindah dari meja operator. Dengan menggunakan cahaya, titik dapat menunjukkan
hasil roentgen pada pasien. 3
Dental engine
Dental engine yang digunakan adalah berupa sterilisable surgical motors and
handpiece. Untuk membersihkan dan mempercepat pemotongan tulang tanpa panas
yang berlebihan, digunakan bur yang telah dicuci dengan air steril mengalir secara
terus menerus. 3
Peralatan elektrik
Peralatan elektrik di ruang operasi harus dipastikan dalam keadaan baik dan dapat
bekerja secara maksimal. Periksa kembali apakah kabel-kabel sudah tersambung
seluruhnya agar tidak terjadi kesalahan fatal saat operasi akibat ada suatu alat yang
ternyata tidak bekerja karena tidak tersambung dengan listrik. Periksa pula seluruh
selubung kabel, jangan sampai ada yang terbuka dan mengakibatkan korsleting atau
bahkan ledakan di dalam ruang operasi. 3
Lasers
Laser modern memberikan hasil yang baik untuk diseksi jaringan lunak. Sel pada
daerah yang dipotong diuapkan dengan hanya sedikit kerusakan di bagian lain. Pada
eksisi di dalam mulut dengan laser, relatif menurunkan rasa sakit setelah operasi dan
menurunkan pembengkakan jaringan. Setiap individu di dalam ruang operasi
seharusnya mengenakan laser proof glasses untuk melindungi mata selama
penggunaan laser. Endotracheal tube juga harus dilindungi untuk menghindari
kebocoran, dan metal instrument harus dihindari untuk menurunkan kemungkinan
refleksi sinar. 3
DAFTAR PUSTAKA
1. Prasetijono, P.S. Tesis “Rancangan
Sistem
Informasi Pemanfaatan Kamar
Operasi (OK) Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang”. Semarang:
Universitas Diponegoro. 2009.
2. Guwandi, J,SH. Aspek Hukum dan Manajemen Resiko di Kamar Bedah. Makalah
disajikan dalam Lokakarya Perdhaki, Jakarta. 1999.
3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Bangunanbangunan Instalasi Rawat Inap (Umum). 2006.
4. Pahlevi, Wildan.Analisis Pelayanan Pasien Rawat Inap di Unit Admisi RSUD Budhi
Asih Jakarta Timur Tahun 2009. 2009.
TUGAS BEDAH MULUT 2
PROSEDUR OK (KAMAR OPERASI) DAN BANGSAL
KELOMPOK 1
1. Apriko Merza
(04111004001)
2. Masayu Nurul Qomariah (04111004002)
3. Zara Alviometha Putri
(04111004003)
4. Yenni Amalia Bahar
(04111004004)
5. Putri Gusti Hakiki
(04111004005)
6. Diana Aprilia
(04111004006)
7. Mayang Pamudya P
(04111004007)
8. Regina Gresiana
(04111004008)
9. Keitria Twinsananda
(04111004009)
10. Miranda Kartika Sari
(04111004010)
11. Erinda Bilda Livia
(04111004011)
12. Pattrisha Rae
(04111004012)
13. Herpika Diana
(04111004013)
14. Ayu Permata Sari
(04111004014)
15. Indah Pasha Palingga
(04111004015)
16. Fiera Olivia
(04111004016)
17. Musdewinda Suciati
(04111004017)
18. Amelia Piliang
(04111004018)
19. Meity isriyanti
(04111004019)
20. Wendy Nadya V. H.
(04111004020)
21. MK. Zahrah
(04111004021)
22. Egi Utia Asih
(04111004022)
23. Alfa Marojahan
(04111004023)
24. Rini Andriani
(04111004024)
25. Meiza Pratiwi
(04111004025)
26. Miftah Wiryani
(04111004026)
27. Devi Alviani
(04111004027)
28. Rivi Eka Permata Sari
(04111004028)
29. Sischa Ramadhani
(04111004029)
30. Dimas Puja Permana
(04111004030)
31. Rozalia
(04111004031)
32. Rizka Adianti Hutami
(04111004032)
33. M. Andika Putra
Dosen Pembimbing : drg. Djamal Riza, Sp. BM
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2012
Download