A. PENDAHULUAN Perubahan paradigma kesehatan dan pergeseran epidemiologi penyakit ditunjukkan dengan meningkatnya tindakan pembedahan serta terus berkembangnya teknologi mutakhir dalam bidang kedokteran maka kebutuhan kamar operasi meningkat. Oleh karena itu, hampir seluruh tempat pelayanan kesehatan, khususnya di Indonesia berupaya sebaik mungkin untuk meningkatkan mutu pelayanan di berbagai bidang. Peningkatan mutu rumah sakit dilakukan pada bidang pelayanan yang sesuai standar dan dilakukan di semua instalasi termasuk bagian kamar operasi (OK). Hal tersebut untuk menuju ke satu sasaran lebih jauh yaitu quality assurance (menjaga mutu) dan akreditasi rumah sakit. Sebagaimana pada negara maju diperoleh data bahwa hampir separuh dari jumlah pasien yang masuk rumah sakit membutuhkan tindakan pembedahan, baik untuk bedah umum maupun bedah mulut sehingga kebutuhan kamar operasi (OK) terus meningkat akhir-akhir ini disebabkan perkembangan teknologi mutakhir dalam bidang kedokteran dan kedokteran gigi yang telah memungkinkan dilaksanakannya operasi yang sulit. Berdasarkan pemikiran singkat di atas, maka sangat diperlukan informasi yang lebih banyak untuk dapat dijadikan sebagai pedoman pada tata laksana kamar operasi (OK) dan bangsal bedah mulut I. PROSEDUR OK A. PENGERTIAN KAMAR OPERASI Kamar operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit, tempat untuk melakukan tindakan pembedahan, baik elektif maupun akut, yang membutuhkan keadaan suci hama (steril). Kamar operasi atau ruang bedah atau yang lebih dikenal dengan OK singkatan dari bahasa belanda Operation Kamer (OK) sebagai sebuah unit kerja yang terorganisir sangat komplek dan terintegrasi merupakan fasilitas untuk melaksanakan kegiatan operasi di suatu rumah sakit yang terdiri dari : 1 1. Pelaksana pelayanan kamar operasi (OK) oleh : 1 a. Tenaga medis b. Paramedis perawat c. Paramedis non perawat 2. Ketentuan umum yang harus dipenuhi untuk kamar operasi (OK) : 1 a. Dipimpin seorang dokter ahli/ dokter atau para medis senior b. Kepala OK bertanggung jawab kepada Kasi atau Direktur RS c. Petugas OK harus selalu siap selama 24 jam d. Ruang OK harus selalu dijamin kebersihannya e. Alat-alat di OK harus selalu tersedia dan siap dipakai lengkap dengan alat-alat steril dalam tromel f. Obat-obatan yang dibutuhkan selama operasi dilaksanakan harus selalu tersedia di OK g. Surat pernyataan izin (inform concent) untuk melakukan operasi harus sudah ditandatangani saat pasien masuk OK h. Dokter/ paramedis/ pasien saat masuk ruang OK harus mengganti (memakai/ pakaian, alas kaki, khusus di OK) i. Selain petugas dan pasien yang bersangkutan tidak diperbolehkan masuk wilayah OK j. Sebelum di operasi status pasien harus sudah masuk dibagian administrasi OK untuk diregister k. Pembersihan OK diharuskan setiap selesai operasi l. Untuk pembersihan umum dilakukan sekali dalam seminggu. Gambar 1. Salah satu bentuk kamar operasi Gambar 2. Bentuk kamar operasi yang lain B. BAGIAN KAMAR OPERASI Secara umum lingkungan kamar operasi terdiri dari 3 area1, yaitu : 1. Area bebas terbatas (unrestricted area) Pada area ini petugas dan pasien tidak perlu menggunakan pakaian khusus kamar operasi. 2. Area semi ketat (semi restricted area) Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi yang terdiri atas topi, masker, baju dan celana operasi. 3. Area ketat/ terbatas (restricted area). Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap dan melaksanakan prosedur aseptik. Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap, yaitu: topi, masker, baju dan celana operasi serta melaksanakan prosedur aseptik. Pembagian lainnya, secara khusus area kamar operasi dibagi menjadi2: 1. Daerah publik Daerah yang boleh dimasuki oleh semua orang tanpa syarat khusus. Misalnya kamar tunggu, gang, emperan depan komplek kamar operasi. 2. Daerah semi publik Daerah yang bisa dimasuki oleh orang-orang tertentu saja, yaitu petugas. Dan biasanya diberi tulisan “DILARANG MASUK SELAIN PETUGAS”. Dan sudah ada pembatasan tentang jenis pakaian yang dikenakan oleh petugas (pakaian khusus kamar operasi) serta penggunaaan alas kaki khusus di dalam. 3. Daerah Aseptik Daerah kamar bedah sendiri yang hanya bisa dimasuki oleh orang yang langsung ada hubungannya dengan kegiatan pembedahan. Umumnya daerah yang harus dijaga kesucihamaannya. Daerah aseptik dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: a. Daerah Aseptik 0 Yaitu lapangan operasi, daerah tempat dilakukannnya pembedahan. b. Daerah aseptik 1 Yaitu daerah memakai gaun operasi, tempat duduk/ kain steril, tempat instrumen dan tempat perawat instrumen mengatur dan mempersiapkan alat. c. Daerah aseptik 2 Yaitu tempat mencuci tangan, koridor penderita masuk, daerah sekitar ahli anastesia. Kamar operasi terdiri dari beberapa ruang baik itu di dalam kamar operasi maupun di lingkungan kamar operasi1, antara lain: 1. Kamar bedah 2. Kamar untuk mencuci tangan 3. Kamar untuk gudang alat-alat instrumen 4. Kamar untuk sterilisasi 5. Kamar untuk ganti pakaian 6. Kamar laboratorium 7. Kamar arsip 8. Kamar pulih sadar (recovery room) 9. Kamar gips 10. Kamar istirahat 11. Kamar mandi (WC) dan spoelhok (tempat cuci alat) 12. Kantor 13. Gudang 14. Kamar tunggu 15. Ruang sterilisasi C. LOKASI DAN FUNGSI KAMAR OPERASI 1. Lokasi Prinsip membuat satu ruangan khusus yang terpisah atau bebas. Ruang bedah harus diletakan pada suatu tempat yang mudah dicapai dari bagian-bagian lain khususnya unit gawat darurat, unit perawatan intensif, radiologi, patologi dan unit perawatan bedah. Di kota-kota besar karena gedung rumah sakitnya bertingkat maka ruang bedah tidak perlu diletakkan di tingkat paling atas, tapi cukup di lantai 2 atau lantai dasar dengan dilengkapi sistem penyaringan udara bebas kontaminasi dari luar.1 Sistem Zona OK Gambar 3. Sistem zona OK Zona 1 : Zona bebas Terbatas (ditandai dengan warna hijau) Zona 2 : Zona bersih (clean zone) (ditandai dengan warna kuning) Zona 3 : Zona Semi steril (ditandai dengan warna orange) Zona 4 : Zona steril (ditandai dengan warna merah) No Variabel 1 Pakaian Zona 1 Zona 2 Zona 3 Pakaian luar Pakaian luar Petugas OK Zona 4 Tim Operasi OK masih OK masih wajib memakai jas boleh boleh memakai operasi dipakai. dipakai. pakaian khusus Petugas OK Pakaian OK Tidak boleh lengkap memakai tidak boleh lebih dalam dengan hand scoen. lebih luar dari zona masker dan dari zona ini. head cover. ini. Pergantian pakaian OK – pakaian luar OK 2 Alas Kaki Alas kaki disini. Alas kaki Alas kaki Alas kaki OK masih OK harus khusus OK khusus OK. bisa boleh mulai harus lebih dari dilepas dilepas zona ini. Boleh Hanya Tidak boleh Tidak boleh masuk sampai masuk masuk zona ini. Pergantian alas kaki luar OK disini. Alas kaki OK tidak boleh lebih luar dari 3 Bed pasien recorvery room boleh 4 Petugas Boleh masuk Boleh Boleh Boleh masuk luar OK masuk masuk masuk untuk keluar dengan lagi. memakai pakaian khusus dan masker. 2. Fungsi Kamar bedah digunakan bersama oleh dua bidang, yaitu bidang bedah dan anestesi yang merupakan bidang vital karena berkaitan dengan keselamatan jiwa pasien dan tindakan-tindakan yang dilakukan di kamar bedah selalu ada melekat unsur resiko yang tak bisa dihindarkan. Kelemahannya merupakan kegiatan yang sudah rutin dilakukan yang mengakibatkan kurang waspada dan kurang teliti. Kegiatan kamar operasi dapat dibagi menjadi 3 bagian besar, yaitu persiapan, operasi, dan pemulihan.1 a. Persiapan1 Pasien diisolasi sehingga tidak tertular penyakit pasien lain. Catatan rekam medis pasien yang lengkap dan untuk memperoleh gambaran perlu mengacu kasus-kasus yang sering terjadi di luar negeri. Penyiapan bahan untuk pelaksanaan operasi dicatat dan diinventarisasi jumlah dan jenis bahan. Menjaga kebersihan dan kesterilan ruangan. Penyiapan alat-alat bedah dan pengecekan kelayakan alat monitor yang digunakan dokter ahli anestesi. b. Operasi Selama operasi dilakukan, mungkin saja timbul sesuatu yang tidak dapat diduga sebelumnya dan selama berlangsung operasi peran penting pada kegiatan ini adalah dokter bedah dan dokter anestesi dan tenaga non perawat untuk mencatat rekam medis pasien selama pelaksanaan operasi sebagai data entry.1 c. Pemulihan Pada periode ini pasien masih belum lepas dari faktor resiko karena banyak sekali kejadian misalnya gangguan pernafasan.1 D. ALUR PASIEN, PETUGAS DAN PERALATAN Berdasarkan alur proses pelayanan pasien untuk sampai di kamar operasi (OK), asal kedatangannya ada 4 alur yaitu 3 alur dari UGD (Unit Gawat Darurat), dan 1 alur dari poliklinik (unit rawat jalan). Alur kedatangan pasien dapat menunjukkan jenis tindakan yang akan dilakukan.1 Secara skematik dapat digambarkan sebagai berikut1: 1. Poli Pemeriksaan Ruangan OK (kamar operasi) Poli Pemeriksaan Pelayanan spesialis/ non-spesialis Hasil diagnosis untuk pasien yang tidak pulang maka dilakukan pelayanan lanjutan menjadi pasien Rawat inap dibawa ke ruangan atau ICU dan pemeriksaan Ruangan RI/ ICU penunjang. Hasil diagnosis lanjutan yang diperoleh bedah non bedah,, untuk Bedah maka dilakukan komunikasi dengan OK berkaitan dengan penjadwalan OK Sesuai jadwal menyediakan kebutuhan alat, linen dan obat/ darah dan tenaga 2. UGD Pemeriksaan Ruangan OK (kamar operasi) UGD Pelayanan dokter jaga UGD diteruskan pelayanan Pemeriksaan spesialis Hasil diagnosis pasien dibarengi dengan tindakan kegawat daruratan bila pasien tidak pulang maka dirawat inap ke ruangan atau ICU dilanjutkan Ruangan RI/ ICU pemeriksaan penunjang. Hasil diagnosis lanjutan yg diperoleh bedah non bedah, untuk Bedah cito atau elektif bila cito langsung tindakan ke OK, bila elektif dilakukan komunikasi dengan OK berkaitan penjadwalan. Sesuai jadwal menyediakan kebutuhan alat, linen dan OK obat/darah dan tenaga. 3. UGD Pemeriksaan OK (kamar operasi) UGD Pelayanan dokter jaga UGD diteruskan pelayanan Pemeriksaan spesialis. Hasil diagnosis pasien dibarengi dengan tindakan kegawatdaruratan bila diperlukan tindakan bedah OK secara cito dikomunikasikan dengan OK. Menyediakan kebutuhan alat, linen dan obat/darah dan tenaga. 4. UGD Pemeriksaan Tindakan pulang/ OK UGD Pelayanan dokter jaga UGD diteruskan pelayanan Pemeriksaan spesialis Hasil diagnosis pasien dibarengi dengan tindakan kegawatdaruratan bila diperlukan tindakan bedah secara cito dikomunikasikan dengan OK. Tindakan bedah Kegawat daruratan. Tindakan 1. Alur Pasien1 a. Pintu masuk pasien pra dan pasca bedah berbeda. b. Pintu masuk pasien dan petugas berbeda. Gambar 4. Alur pelayanan pasien di kamar operasi (OK) kelompok 1 Gambar 5. Alur pelayanan pasien di kamar operasi (OK) kelompok 2 2. Alur Petugas Pintu masuk dan keluar petugas melalui satu pintu. 3. Alur Peralatan Pintu keluar masuknya peralatan bersih dan kotor berbeda. E. PERSYARATAN KAMAR OPERASI Kamar operasi yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut2 : 1. Letak Letak kamar operasi berada ditengah-tengah rumah sakit berdekatan dengan unit gawat darurat (IRD), ICU dan unit radiologi. 2. Bentuk dan Ukuran a. Bentuk Kamar operasi tidak bersudut tajam, lantai, dinding, langit-langit berbentuk lengkung, warna tidak mencolok. Lantai dan dinding harus terbuat dari bahan yang rata, kedap air, mudah dibersihkan dan menampung debu. b. Ukuran kamar operasi Minimal 5,6 m x 5,6 m (=29,1 m2) Khusus/ besar 7,2 m x 7,8 (=56 m2) 3. Sistem Ventilasi a. Ventilasi kamar operasi harus dapat diatur dengan alat kontrol dan penyaringan udara dengan menggunakan filter. Idealnya menggunakan sentral AC. b. Pertukaran dan sirkulasi udara harus berbeda. 4. Suhu dan Kelembaban a. Suhu ruangan antara 190 – 220 C. b. Kelembaban 55 % 5. Sistem Penerangan a. Lampu Operasi Menggunakan lampu khusus, sehingga tidak menimbulkan panas, cahaya terang, tidak menyilaukan dan arah sinar mudah diatur posisinya. b. Lampu Penerangan Menggunakan lampu pijar putih dan mudah dibersihkan. 6. Peralatan a. Semua peralatan yang ada di dalam kamar operasi harus beroda dan mudah dibersihkan. b. Untuk alat elektrik, petunjuk penggunaaanya harus menempel pada alat tersebut agar mudah dibaca. c. Sistem pelistrikan dijamin aman dan dilengkapi dengan elektroda untuk memusatkan arus listrik mencegah bahaya gas anestesi. 7. Sistem Instalasi Gas Media Pipa (out let) dan konektor N2O dan oksigen, dibedakan warnanya, dan dijamin tidak bocor serta dilengkapi dengan system pembuangan/penghisap udara untuk mencegah penimbunan gas anestesi. 8. Pintu a. Pintu masuk dan keluar pasien harus berbeda. b. Pintu masuk dan keluar petugas tersendiri c. Setiap pintu menggunakan door closer (bila memungkinkan) d. Setiap pintu diberi kaca pengintai untuk melihat kegiatan kamar tanpa membuka pintu. 9. Pembagian Area a. Ada batas tegas antara area bebas terbatas, semi ketat dan area ketat. b. Ada ruangan persiapan untuk serah terima pasien dari perawat ruangan kepada perawat kamar operasi. 10. Air Bersih Air bersih harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Tidak berwarna, berbau dan berasa. b. Tidak mengandung kuman patogen. c. Tidak mengandung zat kimia. d. Tidak mengandung zat beracun. F. PENANGANAN LIMBAH Pembuangan limbah dan penanganan limbah kamar operasi, tergantung jenis limbah dengan prinsip, limbah padat ditangani terpisah dengan limbah cair2 : 1. Limbah cair dibuang ditempat khusus yang berisi larutan desinfektan yang selanjutnya mengalir ketempat pengelolaan limbah cair rumah sakit. 2. Limbah pada/ anggota tubuh ditempatlkan dalam kantong/ tempat tertutup yang selanjutnya dibakar atau dikubur dirumah sakit sesuai ketentuan yang berlaku, atau diserahterimakan kepada keluarga pasien bila memungkinkan. 3. Limbah non infeksi yang kering dan basah ditempatkan pada tempat yang tertutup serta tidak mudah bertebaran dan selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan rumah sakit. 4. Limbah infeksi ditempatkan pada tempat yang tertutup dan tidak mudah bocor serta diberi label warna merah ”untuk dimusnahkan”. G. PROSEDUR KAMAR OPERASI Berdasarkan periode waktunya, prosedur pelayanan di kamar operasi terdiri dari : 1. PROSEDUR SEBELUM OPERASI1 • Persiapan Pasien a. Diagnosa penyakit pasien yang benar dan tepat dilakukan oleh dokter yang merawat (yang ahli dalam bidangnya), kemudian dilaporkan ke dokter OK untuk mempersiapkan dan mengatur jadwal operasi. b. Keadaan umum (vital sign) pasien diusahakan dalam keadaan seoptimal mungkin. c. Dilakukan pemeriksaan penunjang yang lengkap, meliputi pemeriksaan laboratorium hematologi, kimia klinik, dan lainnya, pemeriksaan radiologi, pemeriksaan EKG, dan pemeriksaan lain yang diperlukan dengan hasil pemeriksaan penunjang dalam batas normal atau dalam batas toleransi/ aman. d. Pasien atau keluarga telah menandatangani persetujuan operasi (inform concent). e. Untuk pasien yang akan dioperasi dan supaya direncanakan operasi harus sudah dilaporkan ke kamar operasi (OK) 2 hari sebelumnya atau sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk mengatur pasien OK. f. Persiapan prosedur pasien di ruang perawatan pra-operasi: Daerah yang akan dioperasi harus dibersihkan dahulu. Pencukuran dilakukan pada waktu malam menjelang operasi. Rambut kumis dan rambut didagu harus dicukur, lemak dan kotoran harus terbebas dari daerah kulit yang akan dioperasi Sebelum dilakukan anestesi pasien yang akan dioperasi harus menjaga pola makannya (diet). Jika pasien kekurangan kekuatannya, maka harus diberi minuman glukosa sebelum injeksi anestesi dilakukan. Tetapi jika general anestesi yang dipilih, maka pasien disarankan untuk berpuasa selama 4-6 jam sebelum operasi. g. Pasien diberitahu untuk dibawa ke kamar operasi (OK). h. Pakaian pasien diganti di kamar persiapan operasi dengan pakaian khusus kamar operasi (OK) dan kepala dibungkus. i. Pasien diperiksa vital sign : tensi, suhu, nadi dan ditulis pada catatan perawatan. j. • Pasien yang akan dioperasi dimasukkan setelah pencatatan selesai. Persiapan Tim Bedah Tim bedah terdiri dari operator (dokter) dan asistennya, dokter anastesi/ anesthetist, scrub nurse dan circulating nurse. Operator bertindak sebagai kepala tim, dimana operator memiliki tanggung jawab dan instruksinya dipatuhi oleh semua anggota tim bedah.2 Tugas asisten adalah: a) menjaga kondisi mulut dan kawasan operasi bersih dari darah, lendir, saliva, dan debris dengan tepat dan sesuai, b) melakukan retraksi untuk membuka bagian yang dioperasi dengan tepat, c) memotong sutura, menggunakan mallet, memperhatikan dinding orofaringeal dan mengingatkan dokter bedah jika terjadi perubahan atau penyesuaian, d) meminta operator memperhatikan hal-hal yang seharusnya diperhatikan.2 Tugas dokter anestesi meliputi menjaga kadar bius yang sesuai, memperhatikan kondisi pasien secara konstan, dan memberi tahu kepada operator jika ada reaksi yang janggal dari pasien. Dokter anastesi harus memberi tahu operator mengenai kerusakan jalan nafas yang disebabkan oleh tindakan bedah, sehingga operator dan asistennya dapat mengambil langkah cepat untuk menghilangkan atau memperbaiki penyebab obstruksi tersebut. 2 Tugas scrub nurse meliputi memperhatikan instrumen dan kain steril, dan persediaan yang tersedia serta layak pakai di meja operasi. Suster ini harus memberikan instrumen, sponge, dan sutura yang diminta operator. Suster harus menjaga instrumen operasi dalam keadaan layak pakai dan menyusunnya selama operasi dan terkadang diminta untuk membantu retraksi. 2 Circulating nurse mengikatkan baju bedah operator dan asistennya dari belakang. Suster ini biasanya menyesuaikan letak lampu dan meja operasi. Sebagai tambahan, suster inilah yang membawa instrumen dan perlengkapan yang dibutuhkan. 2 • Persiapan Operator atau Petugas1 Petugas masuk ke kamar operasi (OK) harus melakukan hal-hal berikut ini : a. Mengganti baju dengan baju khusus di kamar ganti pakaian. Gambar 6. Pakaian klinik b. Memakai alas kaki khusus dalam OK. c. Memakai tutup kepala dan rambut tertutup semua. Gambar 7. Operator memakai tutup kepala dan rambut terlebih dahulu sebelum operasi. d. Memakai masker dan sarung tangan. Gambar 7. Operator memakai masker dan sarung tangan terlebih dahulu sebelum operasi. e. Membukukan data-data pasien di buku register. Persiapan operator, antara lain : a. Dressing operator dan pasien Operator dan masing-masing asistennya, memakai pakaian katun bersih yang terdiri dari celana panjang dan baju. Pakaian katun tidak menghasilkan percikan dari elektrik statis yang dapat berkembang ketika pakaian nylon atau wool dikenakan. Percikan elektrik statis dapat menyebabkan ledakan tragis pada ruang operasi. Clean scrub suits, juga mengeliminasi baju penuh debu dari ruang operasi, menyediakan kenyamanan untuk operator, dan melindungi pakaian dokter dari kerusakan.1 Dipilih yang lengannya tidak melebihi siku sehingga memungkinkan tangan dicuci hingga ke siku. Apabila pembedahan yang dilakukan kemungkinan menyebabkan darah atau saliva mengotori pakaian, maka dapat digunakan baju dengan lengan panjang, baik yang dapat digunakan ulang, atau lebih baik lagi bila digunakan yang disposable. Apabila dipakai baju yang digunakan ulang, maka sesudah dipakai harus dicuci dengan air panas dan detergen. Pakaian klinik harus diganti setiap hari apabila tercemar oleh darah. 1 Selanjutnya operator mengenakan sepasang sepatu atau boots konduktif disposable. Saat ini peralatan rumah sakit yang baik memiliki lantai ruang operasi kondiktif khusus untuk mencegah ledakan atau letupan dan seluruh personel harus menggunakan sol sepatu konduktif atau boots konduktif khusus yang menutupi seluruh sepatu jalanan. Hal ini mencegah elektrik statis dari akumulasi pada operator, yang dapat menghasilkan sebuah percikan ketika dokter mendekati lingkungan grounded. 1 b. Teknik mencuci tangan2 Teknik mencuci tangan steril adalah mencuci tangan secara steril (suci hama), khususnya bila akan membantu tindakan pembedahan atau operasi. Peralatan yang dibutuhkan untuk mencuci tangan steril adalah menyediakan bak cuci tangan dengan pedal kaki atau pengontrol lutut, sabun antimikrobial (non-iritasi, spektrum luas, kerja cepat), sikat scrub bedah dengan pembersih kuku dari plastik, masker kertas dan topi atau penutup kepala, handuk steril, pakaian di ruang scrub dan pelindung mata, penutup sepatu. Prosedur kerja cara mencuci tangan steril adalah sebagai berikut: Terlebih dahulu memeriksa adanya luka terpotong atau abrasi pada tangan dan jari, kemudian melepaskan semua perhiasan misalnya cincin atau jam tangan. Menggunakan pakaian bedah sebagai proteksi perawat yaitu: penutup sepatu, penutup kepala atau topi, masker wajah,pastikan masker menutup hidung dan mulut anda dengan kencang. Selain itu juga memakai pelindung mata. Menyalakan air dengan menggunakan lutut atau kontrol dengan kaki dan sesuaikan air untuk suhu yang nyaman. Membasahi tangan dan lengan bawah secara bebas, mempertahankankan tangan atas berada setinggi siku selama seluruh prosedur. Menuangkan sejumlah sabun (2 sampai 5 ml) ke tangan dan menggosok tangan serta lengan sampai dengan 5 cm di atas siku. Membersihkan kuku di bawah air mengalir dengan tongkat oranye atau pengikir. Membuang pengikir setelah selesai digunakan. Membasahi sikat dan menggunakan sabun antimikrobial. Menyikat ujung jari, tangan, dan lengan. Menyikat kuku tangan sebanyak 15 kali gerakan. Dengan gerakan sirkular, menyikat telapak tangan dan permukaan anterior jari 10 kali gerakan. Menyikat sisi ibu jari 10 kali gerakan dan bagian posterior ibu jari 10 gerakan. Menyikat samping dan belakang tiap jari 10 kali gerakan tiap area, kemudian sikat punggung tangan sebanyak 10 kali gerakan. Seluruh penyikatan harus selesai sedikitnya 2 sampai 3 menit, kemudian bilas sikat secara seksama Dengan tepat mengingat, bagi lengan dalam tiga bagian. Kemudian mulai menyikat setiap permukaan lengan bawah lebih bawah dengan gerakan sirkular selama 10 kali gerakan; menyikat bagian tengah dan atas lengan bawah dengan cara yang sama setelah selesai menyikat buang sikat yang telah dipakai. Dengan tangan fleksi, mencuci keseluruhan dari ujung jari sampai siku satu kali gerakan, biarkan air mengalir pada siku. Mengulangi langkah 8 sampai 10 untuk lengan yang lain. Mempertahankan lengan tetap fleksi, buang sikat kedua dan mematikan air dengan pedal kaki. Kemudian mengeringkan dengan handuk steril untuk satu tangan secara seksama, menggerakan dari jari ke siku dan mengeringkan dengan gerakan melingkar. Mengulangi metode pengeringan untuk tangan yang lain dengan menggunakan area handuk yang lain atau handuk steril baru. Mempertahankan tangan lebih tinggi dari siku dan jauh dari tubuh anda. Memasuki ruang operasi dan melindungi tangan dari kontak dengan objek apa pun. Gambar 8. Teknik mencuci tangan c. Pemakaian sarung tangan Tata Cara Memakai Sarung Tangan tertutup2 Teknik sarung tangan tertutup merupakan metode pilihan dalam mengenakan sarung tangan. Tetapi apabila sarung tangan dengan cara ini terkontaminasi penggantian dilakukan dengan menggunakan teknik sarung tangan terbuka. Jika mengunakan teknik sarung tangan tertutup, semua petugas bedah hendaknya memperhatikan petunjuk-petunjuk berikut: Kapan saja anda mengenakan sarung tangan steril, dengan teknik apapun, perlu diingat bahwa kulit tidak boleh menyentuh bagian luar sarung tangan untuk menjaga sterilitasnya. Dengan tangan tertutup jubah, ambil sarung tangan pertama dari kemasannya. Jangan biarkan tangan keluar dari kelim manset jubah. Letakkan sarung tangan pada lengan jubah dan ibu jari sarung tangan pada ibu jari sarung tangan, dengan jari-jari menunjuk ke arah siku. Pegang bagian bawah manset dengan jari-jari tangan yang terlindungi dari tangan yang akan dipakai sarung tangan. Pegang bagian atas manset dengan tangan lainnya, yang terbungkus jubah. Naikkan manset bagian atas diatas manset jubah dari tangan yang akan dipakaikan sarung tangan. Pegang manset sarung tangan dan manset jubah secara bersamaan dan masukan jari-jari kedalam sarung dan atur letaknya. Untuk memakai sarung tangan kedua ulangi cara kedua sampai ketujuh. Teknik sarung tangan tertutup adalah cara yang paling disukai jika harus memakai sarung tangan sendiri. Bersihkan bubuk pelican dari sarung tangan sebelum memulai pembedahan. Tata Cara Teknik Sarung Tangan Terbuka2 Jika menggunakan teknik sarung tangan terbuka, semua petugas harus memperhatikan petunjuk-petunjuk berikut: Tangan perawat pembantu (scurb nurse) diulurkan sampai keluar dari manset jubah. Bungkus kertas dibuka dengan menggunakan kedua tangan. Pembungkus ini harus di buka sehingga kertas tidak tertutup rapat dan bila kurang hati-hati akan mengkontaminasi sarung tangan. Dengan tangan, angkat sarung tangan dengan memegang tepi manset yang terlipat daerah ini merupakan daerah dalam sarung. Pertahankan manset yang terlipat 3inci itu dan jauhilah dari kemasan. Gambar 9. Teknik sarung tangan terbuka Sisipkan tangan kita kedalam sarung tangan, dan dengan hatihati masukan jari-jari lalu tarik manset sarung tangan secara bertahap disekelilingnya sehingga lipatan manset yang 3 inchi itu dapat tetap dipertahankan. Usahakan untuk menarik manset sarung tangan sampai menutupi manset jubah. Angkat sarung tangan kedua dari kemasannya dengan cara memegang tepi manset oleh tangan kedua. Letakan jari-jari tangan pertama (yang telah memakai sarung tangan)dibawah lipatan manset yang berukuran3 inci itu dan masukan tangan kedua seperti cara ke-4. Gambar 10. Cara memakai sarung tangan Bila manset sarung tangan di atas manset jubah, balik luruh lipatan manset sampai menutupi seluruh manset jubah sehingga hanya tampak bagian sarung tangan yang steril. Seperti pada pemakaian sarung tangan kedua, letakkan jari-jari yang telah memakai sarung tangan dibawah manset sarung tangan, dan balik lipatan manset di atas manset jubah sehingga tampak sisi tangan yang steril. Bersihkan bubuk pelican dari sarung tangan sebelum memulai pembedahan. Tata Cara Melepaskan Sarung Tangan Yang Terkontaminasi2 Setiap sarung tangan yang sterilitasnya diragukan dianggap terkontaminasi mintalah circulating nurse untuk melepaskannya. Pegang sarung tangan pada permukaan palmar dengan baik dibawah manset dan lepaskan. Jangan menyentuh jubah. Jangan menyentuh kulit tangan. Jika sarung tangan robek, berhati-hatilah dalam melepaskannya. Setelah sarung tangan terkontaminasi dilepaskan, manset jubah sebaiknya tidak ditarik menutup tangan. Pada saat memakai sarung tangan kembali, anda harus memakai teknik sarung tangan terbuka atau anggota tim bedah lainnya memakaikannya untuk anda. Gambar 11. Cara melepas sarung tangan yang terkontaminasi d. Masker Masker digunakan untuk melindungi mukosa oral dari percikan cairan. Masker bedah dan masker biasa dianggap cukup adekuat untuk melindungi operator selama prosedur operasi berlangsung. Masker yang sering digunakan dan baik yaitu masker yang mengandung fiberglas dan dapat menyaring sampai dengan 95% partikel yang berukuran 3-5 mikron. Masker juga harus diganti setiap ganti pasien. 2 e. Pakaian klinik Memakai Jubah Operasi Jubah yang steril dipakai untuk menutup pakaian yang terkontaminasi yang dapat menyebabkan infeksi dari pasien. Sebelum jubah steril digunakan, gunakan handuk steril untuk mengeringkan tangan setelah prosedur cuci tangan selesai. 2 Tata Cara Memakai Jubah Operasi dan Sarung Tangan tanpa Bantuan Perawat (Scrub Nurse) 2 Bila memakai jubah dan sarung tangan tanpa bantuan perawat, semua petugas RO harus memperhatikan petunjuk-petunjuk berikut. Sebelum mencuci tangan, buka jubah steril pada permukaan yang datar. Dengan pinset, letakkan sarung tangan dibalik pembungkus steril disamping jubah dan kemudian baru mencuci tangan. Waktu memasuki ruang operasi, angkat handuk yang terlipat dari kemasannya tanpa menyentuh sarung tangan atau bungkus kertas steril Menjauhlah dari kemasan, buka handuk seluruhnya pegang handuk agak jauh sehingga tidak terkontaminasi oleh sentuhan baju atau pakaian yang tidak steril. Gunakan sebagian handuk untuk mengeringkan satu tangan dan kemudian diteruskan keatas lengan sampai siku. Jangan kembali ke daerah yang sudah dikeringkan Setelah lengan pertama dikeringkan, balikin handuk dan gunakan sebagian sisanya untuk mengeringkan tangan yang lain lalu lengan. Jatuhkan handuk kertas kedalam keranjang sampah atau keranjang untuk pakaian. Angkat jubah yang terlipat dari kemasan steril tanpa menyentuh bungkus sarung tangan atau pembungkus yang steril. Ingat tangan memang bersih, tapi tidak steril. Pegang tepi leher yang ada, buka jubah didepan anda tapi hanya menyentuh bagian dalam jubah. Pastikan anda berada dalam ruang yang cukup luas untuk membuka jubah tanpa menyentuh pakaian. Berdirilah jauh dari pintu. Gambar 12. Tata cara memakai jubah operasi tanpa scrub nurse Temukan lubang lengan pada jubah dan masukan kedua lengan kedalamnya. Jangan biarkan tangan anda melewati manset jubah ketika melakukan teknik sarung tangan tertutup. Perawat keliling (circulating nurse) yang ada di ruang operasi akan memegang bagian dalam jubah dan menarik lengan jubah keatas. Kemudian mengikat tali leher dibelakang, hanya boleh menyentuh bagian dalam jubah yang terkontaminasi. Gambar 13. Cara memakai jubah operasi dengan bantuan scrub nurse Lakukan teknik sarung tangan tertutup. Setelah anda memakai sarung tangan, berikan pelindung yang membungkus tali pengikat dari panel belakang kepada circulating nurse diruang operasi. Selama perawat tersebut memegang kertas pelindung, berputarlah 360 derajat kemudian ambil tali dari bungkus pelindung dan ikat tali pinggang di depan. Tata Cara Memakai Jubah Dan Sarung Tangan Dengan Bantuan Perawat2 Waktu menggunakan jubah dan sarung tangan dengan bantuan perawat, semua petugas bedah sebaiknya memperhatikan pentujukpetunjuk sebagai berikut: Setelah anda selesai mencuci tangan, terimalah handuk yang terbuka dengan satu tangan. Keringkan tangan anda dengan cara yang sama seperti yang dijelaskan sebelumnya. Perawat pembantu akan membuka jubah dan menunjukan lubang lengan pada anda sehingga anda tinggal memasukan lengan kedalam jubah sementara perawat masih memegangnya. Perawat memakai sarung tangan untuk perlindungan selama membantu mengenakan jubah kepada dokter. Gambar 14. Tata cara memakai jubah dengan bantuan perawat Tali pinggang dipakai dengan cara yang sama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, setelah anda memakai sarung tangan. Bila petugas meninggalkan ruang operasi dengan menanggalakan jubah dan sarung tangan, maka sebelum masuk kedaerah steril, harus mencuci tangan lagi selama 5 1/2 menit sebelum jubah dan sarung tangan dipakai kembali. • Persiapan Alat dan Ruangan Karena semua pasien yang terinfeksi tidak bisa dengan mudah diidentifikasi, baik secara historik, pemeriksaan fisik, maupun laboratorium, maka pencegahan secara rutin sebagai berikut harus digunakan pada semua pasien. Apabila dilakukan tindakan bedah mulut, darah yang keluar dan meningkatnya kemungkinan tumbuhnya kuman oleh karena pemakaian instrumen yang tajam (pemaparan parenteral), dapat dikurangi hanya dengan tindakan kontrol yang efektif. 12 Ruangan Dekontaminasi Kebersihan saja tidaklah cukup untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi silang. Dekontaminasi permukaan- permukaan yang tersentuh sekresi mulut pasien, instrumen atau tangan operator biasanya bisa diatasi dengan bahan kimia antikuman. Semua permukaan kerja yang terkontaminasi, pertamatama dilap dengan handuk pengisap untuk menghilangkan bahanbahan organik kemudian didesinfeksi dengan larutan pemutih (clorox diencerkan dalam perbandingan 1:10 sampai dengan 1:100 tergantung bahan organik yang ada). Hal tersebut dilakukan setiap hari. Pemutih adalah salah satu bahan anti-kuman yang murah dan efektif, namun perlu diperhatikan bahwa bahan ini bersifat korosif terhadap logam khususnya alumunium. 2 Pelindung permukaan Kertas dengan lapisan kedap air, alumunium foil atau plastik yang jernih bisa dipergunakan sebagai penutup permukaan yang mudah tcrkontiminasi dengan darah atau saliva, yang sulit didesinfeksi secara efektif misalnya pegangan lampu dan kepala unit sinar-X. Penutup ini dibuka oleh personel yang menggunakan sarung tangan pada akhir suatu tindakan pembedahan, kemudian diganti dengan yang bersih (sesudah melepas sarung tangan atau mengganti sarung tangan). Selama prosedur pembedahan, permukaan yang tidak terlindung misalnya pengontrol kursi atau lampu operasi bisa diatur atau digunakan tanpa menimbulkan kontaminasi dengan menggunakan sponge bedah 4x4 dan tangan yang memakai sarung tangan sebagai barier tambahan. Idealnya pengontrolan dengan tangan sebaiknya dihindarkan atau dikurangi. Tempat kumur, dispenser untuk sabun dan pengontrol kursi sebaiknya menggunakan peralatan yang bisa dioperasikan dengan kaki. 2 Peralatan yang tajam Peralatan tajam yang biasanya digunakan di dalam prosedur bedah mulut dan sering terkontaminasi darah dan saliva misalnya, jarum suntik, jarum jahit, man (blade) skapel, elevator periosteal, dan elevator akar, dianggap berpotensi untuk menginfeksi dan harus ditangani dengan cara khusus untuk mencegah luka yang tidak sengaja. Untuk menghindari kontak yang tidak diperlukan, semua peralatan disposibel ditempatkan di dalam wadah yang diletakkan sedekat mungkin dengan tempat pengguna-annya. Jarum yang kotor jangan dibengkokkan, dipatahkan/ ditutup, atau dengan kata lain jangan dipegang dengan tangan. Untuk pengulangan suntikan anestesi lokal, sebaiknya jarum ditempatkan terbuka di atas tempat yang steril ketimbang harus melepas tutup jarum sekali lagi. Kunci keberhasilan penanganan alat-alat tajam yang terkontaminasi adalah mengurangi frekuensi pemakaiannya sehingga menurunkan kesempatan terjadinya tusukan atau goresan yang tidak disengaja. Secara umum, semua alat yang disposibel diautoklaf dulu sebelum dibuang. Pada kasus perawatan pasien yang menular, peralatan disposibel dibungkus rangkap dua sesegera mungkin sesudah digunakan. 1 Alat Langkah persiapan alat1 adalah sebagai berikut: Menghilangkan debris Diperlukan ruangan atau tempat terpisah untuk mempersiapkan peralatan. Bak yang dibuka untuk menyikat alat biasanya dianggap sudah terkontaminasi dan tidak boleh digunakan untuk mencuci tangan. Apabila bak cuci tangan yang terpisah tidak ada, maka bak tersebut harus diguyur dan didekontaminasi dahulu dengan menggunakan desinfektan yang terdapat dalam EPA. Orang yang menyikat peralatan harus memakai sarung tangan yang tebal. Semua saliva, darah, atau sisa jaringan dibersihkan sebelum dilakukan sterilisasi dan desinfeksi. Dianjurkan memakai pembersih ultrasonik. Pengemasan peralatan Membungkus peralatan yang benar, baik menggunakan kain yang bisa dipakai ulang, atau menggunakan bungkus sekali pakai ialah dengan dua lapis. Semua peralatan yang berengsel harus dalam keadaan terbuka. Pengemasan ini dilengkapi dengan pita indikator yang peka panas atau uap yang dengan perubahan warnanya bisa menunjukkan bahwa bungkusan tersebut sudah diautoklaf. Sebaiknya alat dibungkus dalam plastik jernih yang diklip, diplester, atau direkat dengan pita indicator. Tanggal dilakukannya autoklaf dicatat pada bagian luar setiap bungkusan. Peralatan yang dibungkus hanya satu lapis harus diautoklaf lagi dalam 30 hari, sedangkan yang dibungkus rangkap dua dapat bertahan sampai enam bulan. Peralatan siap pakai/ disposable Sterilitas dapat dengan mudah dipastikan pada keadaan kritis alat-alat siap pakai. Yang paling penting ialah jarum suntik yang digunakan untuk anestesi local atau bahan yang lain. Jarum tersebut terbungkus sendiri-sendiri dan disterilkan, sehingga dijamin ketajaman dan sterilitasnya. Pemasangan jarum pada selubungnya jangan dilakukan dengan tangan. Apabila tidak ada alternatif lain untuk memasang selubung jarum, maka bisa digunakan hemostat/ needle holder. Benang dan jarum jahit juga tersedia dalam bentuk siap pakai. Ini ialah yang disebut armed suture yaitu jarum yang disatukan dengan benang jahitnya. Bilah skapel dan kombinasi bilah tangkai juga tersedia dalam bentuk steril untuk sekali pemakaian. Sarung tangan steril baik yang panjang maupun yang pendek menjamin adanya asepsis dan dibungkus rangkap dua untuk menjamin bahwa pada waktu pemakaian tidak terkontaminasi. Sebagian besar agen hemostatik, bahan pengganti tulang aloplastik, dan material untuk implan tidak membutuhkan sterilisasi lagi. Sponge dan bahan-bahan dressing biasanya tersedia dalam bungkusan steril yang terpisah. Penutup yang steril, idealnya dengan pelindung plastic digunakan apabila diperkirakan akan terjadi kontaminasi oleh darah atau saliva. Sebagian peralatan dibungkus dengan system peel down. Dibungkus rangkap dua sehingga memungkinkan orang yang tidak menggunakan sarung tangan membuka dan menyerahkan isinya kepada orang lain yang sudah memakai sarung tangan atau menaruh isinya di atas tempat yang steril. Apabila bungkusnya sobek, peralatan tersebut sebaiknya jangan digunakan. Meskipun bisa diautoklaf, tidak ada peralatan disposable yang boleh digunakan ulang. Meja tempat instrumen steril a. Meja instrumen diatur oleh scrub nurse. b. Terdiri dari alat-alat yang steril dan semua instrumen yang dapat digunakan dalam bedah mulut. c. Meja ini tidak boleh sampai terkontaminasi selama operasi sedang berjalan. d. Meja instrumen sebaiknya di tutupi oleh kain steril. e. Peralatan yang dibutuhkan di transfer ke rak mayo dengan penjepit instrumen yang steril. Untuk menentukan tingkat sterilisasi/ desinfeksi yang layak, maka alat-alat digolongkan sesuai dengan penggunaan dan aplikasinya, yaitu: 1) Alat-alat kritis Untuk menentukan tingkat sterilisasi/ desinfeksi yang layak, maka alat-alat digolongkan sesuai dengan penggunaan dan aplikasinya. Alat-alat kritis ialah alat yang berkontak langsung dengan daerah steril pada tubuh yaitu semua struktur atau jaringan yang tertutup kulit/ mukosa, karena semua ini mudah terserang infeksi. Peralatan kritis harus steril sebelum digunakan. Termasuk dalam kategori ini yaitu jarum suntik, scalpel, elevator, bur, tang, jarum jahit, dan peralatan untuk implantasi (misalnya implan, bahan aloplastik dan bahan hemostatik). Apabila memungkinkan sebaiknya peralatan disterilisasi dengan autoklaf. Kelayakan tingkat sterilitas bisa diuji seminggu sekali dengan menggunakan peralatan tes spora. Kontrol berikutnya untuk membuktikan bahwa autoklaf sudah dilakukan ialah menggunakan indikator yang peka terhadap panas/ uap yang ditempelkan di luar pembungkus alat. Apabila penggunaan autoklaf tidak memungkinkan, desinfeksi yang sangat baik dapat dicapai dengan menggunakan bahan kimia yang terdaftar pada US Environmental Protection Agency (EPA), waktu pemaparan tergantung pada instruksi pabrik. Diikuti dengan pembasuhan menggunakan air steril. Cara lain untuk mensterilkan ialah dengan merendam dalam air mendidih selama paling sedikit 10 menit. 2) Alat-alat semi kritis Peralatan semikritis ialah alat-alat yang bisa bersentuhan tapi sebenarnya tidak dipergunakan untuk penetrasi ke membran mukosa mulut. Meskipun terkontaminasi oleh saliva dan darah, alat tersebut biasanya tidak membawa kontaminan ke daerah steril di dalam tubuh. Kaca mulut dan alat lain yang digunakan untuk pemeriksaan dan tes termasuk dalam kategori ini. Handpiece digunakan untuk bedah mulut idealnya bisa diautoklaf. Jika harus menggunakan handpiece yang lain, maka setiap selesai pemakaian sebaiknya dilakukan pengurasan air pendingin 20-30 menit, kemudian disikat di dalam air dan kotorannya dihilangkan dengan sabun. Kemudian dengan hatihati dilap dengan bahan pengisap yang mengandung bahan antikuman yang terdaftar di EPA sebagai desinfektan rumah sakit dan micobakterisidal. 3) Alat-alat non kritis Yaitu peralatan yang biasanya tidak berkontak dengan membrane mukosa. Meliputi countertops, pengontrol posisi kursi, kran yang dioperasikan dengan tangan, dan pengontrol kotak untuk melihat gambar sinar X. Apabila terkontaminasi dengan darah, saliva atau kedua-duanya, mula-mula harus dilap dengan handuk pengisap kemudian didesinfeksi dengan larutan antikuman yang cocok, misal 5000 ppm (pengenceran larutan pemutih 1:10, clorox) atau 500 ppm (pengenceran 1:100 sodium hipoklorit). Harus hati-hati karena sodium hipoklorit korosif terhadap logam. 2. PROSEDUR SELAMA OPERASI1 a. Semua petugas yang akan melakukan operasi mencuci tangan sesuai dengan peraturan yang berlaku. b. Memakai jas yang steril menurut cara yang berlaku. c. Memakai sarung tangan sesuai dengan ukuran. d. Asisten instrumen menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan operasi diatas meja instrumen yang sebelumnya dialas dengan 2 lapis kain steril. e. Asisten operasi mengadakan desinfeksi di daerah operasi menurut ketentuan yang berlaku. f. Asisten operasi menutup tubuh pasien dengan doek steril yang berlubang pada daerah yang akan dioperasi. g. Petugas melakukan sesuai dengan yang dibutuhkan dan memonitor keadaan pasien kemudian melaporkan ke operator bahwa operasi dapat dimulai. h. Operator dan asisten operator melakukan operasi. i. Petugas yang lain yang tidak ikut serta dalam operasi siap ditempat untuk keperluan mendadak. j. Selain itu, ada juga hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam prosedur perawatan selama operasi, yaitu sebagai berikut. Mengatur posisi yang sesuai untuk pasien maksudnya dengan diberikan posisi yang sesuai diperlukan untuk memudahkan operasi dan juga untuk menjamin keamanan fisiologis pasien. posisi yang diberikan pada saat operasi disesuaikan dengan kondisi pasien. Mempertahankan keadaan asepsis selama operasi. Menjaga kestabilan temperatur pasien artinya temperatur di kamar operasi dipertahankan pada suhu standar kamar operasi dan kelembabannya diatur untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Memonitor terjadinya hipertermi malignan artinya monitoring kejadiannya hipertermi malignan diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa kerusakan sistem saraf pusat atau bahkan kematian. Monitoring secara kontinu diperlukan untuk menentukan tindakan pencegahan dan penangan sedini mungkin sehingga tidak menimbulkan komplikasi yang dapat merugikan pasien Melakukan penutupan luka operasi artinya penutupan luka dilakukan lapis demi lapis dengan menggunakan benang yang sesuai jenis jaringan. Penutupan kulit menggunakan benang bedah untuk mendekatkan tepi luka sampai dengan terjadinya penyembuhan operasi. Luka yang terkontaminasi dapat terbuka seluruhnya atau sebagian saja. Ahli bedah memiliki metode dan tipe jahitan atau penutupan luka berdasarkan daerah operasi, ukuranya,dan dalam luka operasi serta usia dan kondisi pasien. setelah luka operasi dijahit kemudian dibalut dengan kain dengan kassa steril untuk mencegah kontaminasi luka, mengabsorpsi drainage, dan membantu penutupan incisi. Jika penyembuhan luka terjadi tanpa komplikasi, jahitan biasanya bisa dibuka setelah 7- 10 hari tergantung letak lukanya. Drainase artinya drain ditempatkan pada luka operasi untuk mengalirkan darah, serum, debris, dari tempat operasi yang bila tidak dikeluarkan dapat memperlambat penyembuhan luka dan menyebabkan terjadinya infeksi. Memindahkan pasien dari ruang operasi ke ruangan pemulihan/ ICU artinya sesudah operasi, tim kesehatan atau tim operasi akan memberikan pasien pakaian yang bersih, kemudian memindahkan pasien dari meja operasi ke barankard. Selama pembedahan ini tim pembedahan memberikan salah satu preposisi yaitu dengan terjadinya kehilangan panas, infeksi respirasi, dan shock, mencegah luka operasi terkontaminasi serta kenyamanan pasien. k. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam prosedur perawatan selama operasi, yaitu : Kontrol lokal untuk perdarahan Jika pasien dalam kondisi memuaskan atau stabil perhatikan bagian yang mengalami perdarahan. Suction dan penerangan yang baik merupakan persyaratan utama. Apabila bagian yang mengalami perdarahan sudah ditemukan, lakukan anestesi lokal supaya perawatan tidak menyakitkan. Bekuan darah yang ada di bersihkan dan dikeringkan. Apabila perdarahan berasal dari tulang, maka alveolus diisi dengan sponge gelatin yang dapat diabsorbsi (Gelfoam) atau sponge kolagen mikrofibrilar (Helistat Avitene). Kontrol rasa sakit Pengontrolan rasa sakit sangat tergantung pada dosis dan cara pemberian obat/ cara kerjasama pasien. Rasa sakit pada awal pencabutan gigi, terutama sesudah pembedahan untuk gigi erupsi maupun impaksi, dapat sangat menggangu. Orang dewasa sebaiknya mulai meminum obat pengontrol rasa sakit sesudah makan tetapi sebelum timbulnya rasa sakit. Pada 8 jam pertama setelah pembedahan, dosis dewasa untuk obat analgesik non-narkotik atau narkotik dapat dilipatgandakan. Meskipun kontrol rasa sakit tidak menimbulkan masalah pada anak-anak, baik karena sifatnya atau sifat dari prosedur yang dialaminya, suspensi pediatrik yang berisi agen narkotik atau kombinasi non-narkotik/narkotik dapat digunakan. Lebih sering dosis resep yang diberikan lebih rendah dari yang seharusnya karena sikap hati-hati yang timbul akibat seringnya penyalahgunaan obat. Kontrol Bakteremia Resiko yang benar-benar merupakan ancaman bagi pasien yang dapat menyebabkan bakteremia adalah bila keutuhan mukosa terputus dan ada perdarahan. Untuk mengurangi ancaman bakteremia digunakan antibiotik profilaktik pada pasien yang mengalami gangguan mekanisme pertahanan tubuh pada kondisi-kondisi yang mudah mengalami serangan infeksi. Pasien dengan kelainan jantung merupakan kasus terbanyak, cenderung memerlukan perhatian yang lebih banyak. Termasuk dalam kelompok tersebut adalah pasien dengan penyakit jantung kongenital, penyakit katup jantung, atau riwayat pernah terserang demam rematik. Terapi antibiotik profilaksis untuk pasien-pasien tersebut diarahkan untuk pencegahan endokarditis bakterial subakut. Gambar 15. Salah satu contoh prosedur selama operasi 3. PROSEDUR SESUDAH OPERASI1 a. Operator/ asisten operator setelah selesai operasi membuka deok penutup pasien. b. Asisten instrumen operator mengumpulkan kembali alat yang dipakai dan menghitung apakah sudah cukup jumlahnya dan dimasukkan kembali ke loyang untuk dicuci. c. Pasien dibersihkan oleh petugas OK dan dipasangi pakaian. d. Dipindahkan ke ruang pulih sadar, diawasi pelaksana anestesi dan petugas pulih sadar, sampai keadaan pasien membaik. e. Petugas kamar operasi (OK) lainnya membersihkan meja operasi dan alat lain yang dipakai misal: suction, oksigen dan lain-lain. f. Setelah keadaan umum pasien baik, pasien dipindahkan ke ruang perawatan dengan brankar bedah, bersama status pasien. g. Petugas kamar operasi (OK) mencatat ke dalam buku register. 4. PROSEDUR PENCATATAN1 a. Data pasien dicatat dalam buku register kamar OK termasuk nama pasien, dokter yang merawat pasien. b. Petugas anestesi mencatat tindakan dan medikasi yang dilakukan selama operasi. c. Operator/ asisten operator mencatat laporan operasi di lembar C beserta tindakan yang dilakukan operator maupun anestesi dan petugas memindahkan ke buku register OK. d. Kalau ada permeriksaan patologi anatomi (PA) harus mengisi formulir untuk permintaan patologi anatomi (PA). e. Setiap awal bulan petugas administrasi OK membuat laporan kegiatan di lembar C. f. Operator menandatangani formulir permintaan permeriksaan patologi anatomi (PA). g. Petugas kamar operasi (OK) setiap hari membuat laporan kegiatan yang akan diserahkan kepala seksi medis/ perawatan. h. Petugas kamar operasi (OK) membuat laporan inventaris. II. PROSEDUR BANGSAL A. DEFINISI BANGSAL Bangsal (ruang rawat inap) adalah ruangan yang digunakan bila pasien memerlukan rawat inap/ tinggal di rumah sakit. 3 Perawatan di bangsal meliputi rutinitas dan kegawatdaruratan3, yaitu: 1. Menjaga pasien agar beristirahat di tempat tidur, jika diperlukan. 2. Memberikan obat-obatan sesuai perintah dokter. 3. Memberikan cairan intravena atau cairan perenteral. 4. Mempersiapkan tindakan operasi. 5. Mengatur waktu makan pasien. 6. Mengantar pasien ke kamar operasi atau mengeluarkan pasien dari kamar operasi. Rawat inap (opname) adalah istilah yang berarti proses perawatan pasien oleh tenaga kesehatan profesional akibat penyakit tertentu, di mana pasien diinapkan di suatu ruangan di rumah sakit. 3 Menurut American Hospital Association pada tahun 19784, rawat inap adalah : 1. Pemeliharaan kesehatan rumah sakit di mana penderita tinggal sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksana pelayanan kesehatan atan rumah sakit pelaksana pelayanan kesehatan lain. 2. Pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, diagnosa, pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik, dengan menginap di ruang rawat inap pada sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta serta puskesmas perawatan dan rumah bersalin sehingga penderita harus menginap karena penyakitnya. Ruang rawat inap adalah ruang tempat pasien dirawat. Ruangan ini dulunya sering hanya berupa bangsal yang dihuni oleh banyak orang sekaligus. Saat ini, ruang rawat inap di banyak rumah sakit sudah sangat mirip dengan kamar-kamar hotel. Pasien yang berobat jalan di Unit Rawat Jalan, akan mendapatkan surat rawat dari dokter yang merawatnya, bila pasien tersebut memerlukan perawatan di dalam rumah sakit atau menginap di rumah sakit. 3 B. KEGIATAN DI INSTALASI RAWAT INAP3 1. Alur Kegiatan di Instalasi Rawat Inap Gambar 16. Skema alur kegiatan di ruang rawat inap 2. Kegiatan Pelayanan Rawat Inap4 Terdapat beberapa kegiatan pelayanan rawat inap antara lain sebagai berikut. a. Penerimaan pasien (admission) b. Pelayanan medik c. Pelayanan penunjang medik d. Pelayanan perawatan e. Pelayanan obat f. Pelayanan makanan g. Pelayanan administrasi keuangan Menurut Revans (1986) bahwa pasien yang masuk pada pelayanan rawat inap akan mengalami tingkat proses transformasi, yaitu : 4 a. Tahap admission, yaitu pasien dengan penuh kesabaran dan keyakinan dirawat tinggal di rumah sakit. b. Tahap diagnosis, yaitu pasien diperiksa dan ditegakkan diagnosisnya. c. Tahap perawatan, yaitu berdasarkan diagnosis pasien dimasukkan dalam program perawatan terapi. d. Tahap pemeriksaan, yaitu secara berkesinambungan diobservasi dan dibandingkan pengaruh serta repson pasien atas pengobatan. e. Tahap kontrol, yaitu setelah dianalisis kondisinya, pasien dipulangkan, pengobatan diubah atau diteruskan, namun dapat juga kembali ke proses untuk didiagnosa ulang. 3. Kualitas Pelayanan Rawat Inap4 Menurut Jacobalis (1990) kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat inap rumah sakit dapat diuraikan dari beberapa aspek, di antaranya : a. Penampilan keprofesian atau aspek klinis Aspek ini menyangkut pengetahuan serta sikap dan perilaku dokter, perawat, dan tenaga profesi lainnya. b. Efisiensi dan efektivitas Aspek ini menyangkut pemanfaatan semua sumber daya di rumah sakit agar dapat berdaya guna dan berhasil guna. c. Keselamatan pasien Aspek ini menyangkut keselamatan dan keamanan pasien. d. Kepuasan pasien Aspek ini menyangkut kepuasan fisik, mental, dan sosial pasien terhadap lingkungan rumah sakit, kebersihan, kenyamanan kecepatan pelayanan, keramahan, perhatian, biaya yang diperlukan, dan sebagainya. 4. Tujuan Pelayanan Rawat Inap4 a. Membantu penderita memenuhi kebutuhannya sehari-hari sehubungan dengan penyembuhan penyakitnya. b. Mengembangkan hubungan kerja sama yang produktif, baik antara unit maupun antara profesi. c. Menyediakan tempat/ latihan/ praktek bagi siswa perawat. d. Memberikan kesempatan kepada tenaga perawat untuk meningkatkan keterampilannya dalam hal keperawatan. e. Meningkatkan suasana yang memungkinkan timbul dan berkembangnya gagasan yang kreatif. f. Mengandalkan evaluasi yang terus-menerus mengenai metode keperawatan yang dipergunakan untuk usaha peningkatan. g. Memanfaatkan hasil evaluasi tersebut sebagai alat peningkatan atau perbaikan praktek keperawatan dipergunakan. 5. Kebutuhan Ruang dalam Instalasi Rawat Inap Instalasi rawat inap rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan keperawatan berkesinambungan lebih dari 24 jam. dan pengobatan kepada pasien secara 4 Perancangan sebuah instalasi rawat inap dapat ditinjau dari aspek fungsional bangunan sebagai sarana pelayanan kesehatan, yang membutuhkan ruang-ruang sebagai wadah dari aktivitas pasien dan tenaga kesehatan. Menurut Pedoman Teknis Instalasi Rawat Inap, ruang yang diperlukan dalam sebuah instalasi rawat inap antara lain : a. Ruang Pasien Rawat Inap (Ward/ Bangsal)3 Ruang untuk pasien yang memerlukan asuhan dan pelayanan keperawatan dan pengobatan secara berkesinambungan lebih dari 24 jam. Untuk tiap-tiap rumah sakit akan mempunyai ruang perawatan dengan nama sendiri-sendiri sesuai dengan tingkat pelayanan dan fasilitas yang diberikan oleh pihak rumah sakit kepada pasiennya. b. Ruang Pos Perawat3 Ruang untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian asuhan dan pelayanan keperawatan (pre dan post conference, pengaturan jadwal), dokumentasi sampai dengan evaluasi pasien. c. Ruang Konsultasi3 Ruang untuk melakukan konsultasi oleh profesi kesehatan kepada pasien dan keluarganya. d. Ruang Tindakan3 Ruangan untuk melakukan tindakan pada pasien, baik berupa tindakan invasif ringan maupun non-invasif. e. Ruang Administrasi3 Ruang untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi khususnya pelayanan pasien di ruang rawat inap. Ruang ini berada pada bagian depan ruang rawat inap dengan dilengkapi loket/counter, meja kerja, lemari berkas/arsip, dan telepon/interkom. Kegiatan administrasi meliputi : •Pendataan pasien. •Penandatanganan surat pernyataan keluarga pasien (apabila diperlukan tindakan bedah). •Rekam medis pasien. f. Ruang Dokter3 Ruang dokter terdiri dari 2 ruangan, yaitu kamar kerja dan kamar istirahat/kamar jaga. Pada kamar kerja harus dilengkapi dengan beberapa peralatan dan furnitur. Sedangkan pada kamar istirahat hanya diperlukan sofa dan tempat tidur. Ruang dokter dilengkapi dengan bak cuci tangan (wastafel) dan toilet. g. Ruang Perawat3 Ruang untuk istirahat perawat/petugas lainnya setelah melaksanakan kegiatan pelayanan pasien atau tugas jaga. Ruang perawat harus diatur sedemikian rupa untuk mempermudah semua pihak yang memerlukan pelayanan pasien sehingga apabila ada keadaan darurat dapat segera diketahui untuk diambil tindakan terhadap pasien. h. Ruang Loker3 Ruang ganti pakaian dokter, perawat, dan petugas rawat inap. i. Ruang Kepala Rawat Inap3 Ruang tempat kepala rawat inap melakukan manajemen asuhan dan pelayanan keperawatan, di antaranya pembuatan program kerja dan pembinaan. j. Ruang Linen Bersih3 Ruang untuk menyimpan bahan-bahan linen bersih yang akan digunakan di ruang rawat. k. Ruang Linen Kotor3 Ruangan untuk menyimpan bahan-bahan linen kotor yang telah digunakan di ruang rawat inap sebelum dibawa ke ruang cuci (laundry). l. Spoolhoek3 Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya yang berupa cairan. Spoolhoek dala, bentuk bak, atau kloset dengan leher angsa (water seal). Pada ruang spoolhoek juga harus disediakan kran air bersih untuk mencuci tempat cairan atau cuci tangan. Ruang tempat spoolhoek ini harus menghadap keluar/berada di luar area rawat inap ke arah koridor kotor. Spoolhoek dihubungkan ke septic tank khusus atau jaringan IPAL. m. Kamar Mandi/Toilet3 Fasilitas diatur sesuai kebutuhan dan harus dijaga kebersihannya karena dengan kamar mandi/toilet yang bersih citra rumah sakit, khususnya ruang rawat inap akan baik. Terdiri dari toilet pasien dan toilet staf. n. Pantri3 Tempat untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi mereka yang ada di ruang rawat inap rumah sakit. o. Ruang Janitor3 Ruang tempat menyimpan dan mencuci alat-alat pembersih ruangan rawat inap. p. Gudang Bersih3 Gudang adalah ruangan tempat penyimpanan barang-barang/bahanbahan dan peralatan untuk keperluan ruang rawat inap. q. Gudang Kotor3 Gudang adalah ruangan tempat penyimpanan barang-barang/bahanbahan bekas pakai. r. Bangunan Gedung3 Bangunan gedung adalah konstruksi bangunan yang diletakkan secara tetap dalam suatu lingkungan, di atas tanah/perairan, ataupun di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk tempat tinggal, berusaha, maupun kegiatan sosial dan budaya. s. Bangunan Instalasi di Rumah Sakit3 Bangunan instalasi di rumah sakit adalah gabungan/kumpulan dari ruang-ruang/kamar-kamar di unit rumah sakit yang saling berhubungan dan terkait satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan pelayanan kesehatan. 6. Alur Dokter, Perawat, dan Staf3 a. Akan Bertugas • Dokter masuk ke ruang dokter untuk ganti pakaian. • Perawat masuk ke ruang perawat untuk ganti pakaian. • Staf, masuk ke ruang staf untuk ganti pakaian. b. Setelah Selesai Tugas • 7. Dokter, perawat, staf ke luar melalui alur yang sama. Alur Pasien3 a. b. Pasien Masuk Ruang Rawat Inap • Pasien masuk ruang rawat inap dari IGD/COT/Rawat jalan melalui admisi. • Pasien mendapatkan nomor rekam medis. • Serah terima dan orientasi di pos perawat (nurse station). • Pasien ganti pakaian. • Pasien selanjutnya dirawat lebih lanjut di ruang rawat inap. Pasien Meninggalkan Ruang Rawat Inap3 • Pasien pulang ke rumah setelah sehat, atau • Pasien meninggal dikirim ke kamar janazah. C. PERSYARATAN TEKNIS SARANA INSTALASI RAWAT INAP3 1. Lokasi3 a. Bangunan rawat inap harus terletak pada lokasi yang tenang, aman, dan nyaman, tetapi tetap memiliki kemudahan aksesibilitas atau pencapaian dari sarana penunjang rawat inap. b. Bangunan rawat inap sebaiknya terletak jauh dari tempat-tempat pembuangan kotoran, dan bising dari mesin atau generator. 2. Denah3 a. Persyaratan Umum • Pengelompokan ruang berdasarkan kelompok aktivitas yang sejenis hingga tiap kegiatan tidak bercampur dan tidak membingungkan pemakai bangunan. • Perletakan ruangannya terutama secara keseluruhan perlu adanya hubungan antar ruang dengan skala prioritas yang diharuskan dekat dan sangat berhubungan atau membutuhkan. • Akses pencapaian ke setiap blok atau ruangan harus dapat dicapai dengan mudah. • Kecepatan bergerak merupakan salah satu kunci keberhasilan perancangan, sehingga blok unit sebaiknya sirkulasinya dibuat secara linier atau memanjang. • Jumlah kebutuhan ruang harus disesuaikan dengan kebutuhan jumlah pasien yang akan ditampung. • Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk ke dalam ruangan. • Alur petugas dan pengunjung dipisah. • Besaran ruangan harus dapat memenuhi persyaratan minimal. Tabel 4. Kebutuhan minimal luas ruangan pada bangunan rawat inap3 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. b. Nama Ruang Ruang rawat inap • VIP • Kelas I • Kelas II • Kelas III Ruang pos perawat Ruang konsultasi Ruang tindakan Ruang administrasi Ruang dokter Ruang perawat Ruang ganti/locker Ruang kepala rawat inap Ruang linen bersih Ruang linen kotor Spoolhoek Kamar mandi/toilet Pantri Ruang janitor/service Gudang bersih Gudang kotor Luas Satuan 18 12 10 8 20 12 24 9 20 20 9 12 18 9 9 25 9 9 18 18 m2/tempat tidur m2/tempat tidur m2/tempat tidur m2/tempat tidur m2 m2 m2 m2 m2 m2 m2 m2 m2 m2 m2 m2 m2 m2 m2 m2 Persyaratan Khusus3 • Tipe ruang rawat inap terdiri dari: 1) Ruang rawat inap 1 tempat tidur setiap kamar (VIP) Gambar 17. Contoh ruang rawat inap VIP 2) Ruang rawat inap 2 tempat tidur setiap kamar (Kelas 1) Gambar 18. Contoh ruang rawat inap 2 tempat tidur (Kelas 1) 3) Ruang rawat inap 4 tempat tidur setiap kamar (Kelas 2) Gambar 19. Contoh ruang rawat inap 4 tempat tidur (Kelas 2) 4) Ruang rawat inap 6 tempat tidur atau lebih setiap kamar (Kelas 3) Gambar 20. Contoh ruang rawat inap 6 tempat tidur (Kelas 3) • Khusus untuk pasien tertentu harus dipisahkan (ruang isolasi), seperti: 3 1) Pasien yang menderita penyakit menular. 2) Pasien dengan pengobatan yang menimbulkan bau (seperti penyakit tumor, gangren, diabetes, dan sebagainya). 3) Pasien yang gaduh gelisah (mengeluarkan suara dalam ruangan). Keseluruhan ruang-ruang ini harus terlihat jelas dalam kebutuhan jumlah dan jenis pasien yang dirawat. c. Pos Perawat (Nurse Station)3 Lokasi pos perawat sebaiknya tidak jauh dari ruang rawat inap yang dilayani sehingga pengawasan terhadap pasien lebih efektif dan efisien. 3. Lantai3 a. Lantai harus kuat dan rata, tidak berongga. b. Bahan penutup lantai dapat terdiri dari bahan vinyl yang rata atau keramik dengan nat yang rata sehingga abu dari kotoran tidak tertumpuk, mudah dibersihkan, dan tidak mudah terbakar. c. Pertemuan dinding dengan lantai harus melengkung agar memudahkan pembersihan dan tidak menjadi sarang abu dan kotoran. 4. Langit-langit3 Langit-langit harus rapat dan kuat, tidak rontok, dan tidak menghasilkan debu atau kotoran. 5. Pintu3 a. Pintu masuk ke ruang rawat inap, terdiri dari pintu ganda, masing-masing dengan lebar 90 cm dan 40 cm. Pada sisi pintu dengan tebal 90 cm dipasang kaca intai. b. Pintu masuk ke kamar mandi umum, minimal lebar 85 cm. c. Pintu masuk ke kamar mandi pasien untuk setiap kelas minimal ada 1 pintu kamar mandi berukuran lebar 90 cm, diperuntukkan bagi penyandang cacat. d. Pintu kamar mandi pasien harus terbuka ke luar kamar mandi. e. Pintu toilet umum untuk penyandang cacat harus terbuka ke luar. 6. Kamar Mandi3 a. Kamar mandi pasien terdiri dari kloset, shower (pancuran air), dan bak cuci tangan (wastafel). b. Khusus untuk kamar mandi bagi penyandang cacat mengikuti pedoman atau standar teknis yang berlaku. c. Jumlah kamar mandi penyandang cacat, 1 buah untuk setiap kelas. d. Toilet umum terdiri dari kloset dan bak cuci tangan (wastafel). e. Disediakan 1 toilet umum untuk panyandang cacat di lantai dasar, dengan persyaratan sesuai pedoman atau standar yang berlaku. 7. Jendela3 Lebih disukai menggunakan jendela kaca sorong yang mudah pemeliharaannya dan cukup rapat. D. PERSYARATAN TEKNIS PRASARANA BANGUNAN INSTALASI RAWAT INAP3 1. Persyaratan Keselamatan Bangunan3 Pelayanan pada bangunan instalasi rawat inap, termasuk “daerah pelayanan kritis”, sesuai SNI 03 – 7011 – 2004, keselamatan pada bangunan fasilitas kesehatan. a. Struktur Bangunan3 • Bangunan instalasi bedah, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan instalasi rawat inap, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya. • Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa dan angin. • Dalam perencanaan struktur bangunan instalasi rawat inap terhadap pengaruh gempa, semua unsur struktur bangunan instalasi bedah, baik bagian dari substruktur maupun struktur bangunan, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa rencana sesuai dengan zona gempanya. • Struktur bangunan instalasi bedah harus direncanakan secara detail sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan, kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan instalasi rawat inap menyelamatkan diri. • Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa dan/atau angin, dan perhitungan strukturnya mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku. b. Sistem Proteksi Petir3 • Bangunan instalasi rawat inap yang berdasarkan letak, sifat geografis, bentuk, ketinggian dan penggunaannya berisiko terkena sambaran petir, harus dilengkapi dengan instalasi proteksi petir. • Sistem proteksi petir yang dirancang dan dipasang harus dapat mengurangi secara nyata resiko kerusakan yang disebabkan sambaran petir terhadap bangunan instalasi rawat inap dan peralatan yang diproteksinya, serta melindungi manusia di dalamnya. • Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, pemeliharaan instalasi sistem proteksi petir mengikuti SNI 03 – 7015 – 2004, Sistem proteksi petir pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku. c. Sistem Proteksi Kebakaran3 • Bangunan instalasi rawat inap, harus dilindungi terhadap bahaya kebakaran dengan sistem proteksi pasif dan proteksi aktif. • Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi resiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/ atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan instalasi rawat inap. • Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas, ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan instalasi rawat inap. • Bilamana terjadi kebakaran di ruang rawat inap, peralatan yang terbakar harus segera disingkirkan dari sekitar sumber oksigen atau outlet pipa yang dimasukkan ke ruang rawat inap untuk mencegah terjadinya ledakan. • Api harus dipadamkan di ruang rawat inap, jika dimungkinkan, dan pasien harus segera dipindahkan dari tempat berbahaya. Peralatan pemadam kebakaran harus dipasang diseluruh rumah sakit. Semua petugas harus tahu peraturan tentang cara-cara proteksi kebakaran. Mereka harus tahu persis tata letak kotak alarm kebakaran dan tahu menggunakan alat pemadam kebakaran. • Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem proteksi pasif dan proteksi aktif mengikuti : 1) SNI 03 – 3988 – 19950, atau edisi terakhir, Pengujian kemampuan pemadaman dan penilaian alat pemadam api ringan. 2) SNI 03 – 1736 – 2000, atau edisi terakhir, Tata cara perancangan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung. 3) SNI 03 – 1745 – 2000, atau edisi terakhir, Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung. 4) SNI 03 – 3985 – 2000, atau edisi terakhir, Tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung. 5) SNI 03 – 3989 – 2000, atau edisi terakhir, Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung. 6) d. Atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku. Sistem Kelistrikan3 • Sumber daya listrik3 Sumber daya listrik pada bangunan instalasi bedah, termasuk kategori “sistem kelistrikan esensial 2”, di mana sumber daya listrik normal dilengkapi dengan sumber daya listrik siaga untuk menggantikannya, bila terjadi gangguan pada sumber daya listrik normal. • Jaringan3 1) Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bisa digerakkan, harus dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang sepanjang track, untuk mencegah terjadinya retakan-retakan dan kerusakan-kerusakan pada kabel. 2) Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahayabahaya tersebut. 3) Sambungan listrik pada kotak hubung singkat harus diperoleh dari sirkitsirkit yang terpisah. Ini menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya pengaman lebur atau suatu sirkit yang gagal yang menyebabkan terputusnya semua arus listrik pada saat kritis. • Terminal3 1) Kotak kontak (stop kontak)3 Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub pembumian terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah dengan kontak tusuk pasangannya. Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari udara dan akan menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak kontak listrik harus dipasang 5 ft (1,5 m) di atas permukaan lantai, dan harus dari jenis tahan ledakan. Jumlah kotak kontak untuk setiap tempat tidur di daerah pelayanan kritis, minimal 4 buah, sesuai SNI 03 – 7011 – 2004, Keselamatan pada bangunan fasilitas kesehatan. 2) Sakelar3 Sakelar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi SNI 04 – 0225 – 2000, Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000), atau pedoman dan standar teknis yang berlaku. • Pembumian3 Kabel yang menyentuh lantai dapat membahayakan petugas. Sistem harus memastikan bahwa tidak ada bagian peralatan yang dibumikan melalui tahanan yang lebih tinggi dari pada bagian lain peralatan yang disebut dengan sistem penyamaan potensial pembumian (Equal potential grounding system). Sistem ini memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui pasien. • Peringatan3 Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam pemakaian listrik membawa akibat bahaya sengatan listrik, padamnya tenaga listrik, dan bahaya kebakaran. Kesalahan dalam instalasi listrik bisa menyebabkan arus hubung singkat, tersengatnya pasien, atau petugas. Bahaya ini dapat dicegah dengan:3 1) Memakai peralatan listrik yang dibuat khusus untuk instalasi rawat inap. Peralatan harus mempunyai kabel yang cukup panjang dan harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk menghindari beban lebih. 2) Peralatan jinjing (portabel), harus segera diuji dan dilengkapi dengan sistem pembumian yang benar sebelum digunakan. 3) Segera menghentikan pemakaian dan melaporkan apabila ada peralatan listrik yang tidak benar. • Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem kelistrikan pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti:3 1) SNI 03 – 7011 – 2004, atau edisi terakhir, Keselamatan pada bangunan fasilitas kesehatan. 2) SNI 04 – 7018 – 2004, atau edisi terakhir, Sistem pasokan daya listrik darurat dan siaga. 3) SNI 04 – 7019 – 2004, atau edisi terakhir, Sistem pasokan daya listrik darurat menggunakan energi tersimpan. 4) e. Atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku. Sistem Gas Medik dan Vakum Medik3 • Vakum, udara tekan medik, oksigen, dan nitrous oksida disalurkan dengan pemipaan ke ruang bedah. Outlet-outletnya bisa dipasang di dinding, pada langit-langit, atau digantung di langit-langit. • Bilamana terjadi gangguan pada suatu jalur, untuk keamanan ruang-ruang lain, sebuah lampu indikator pada panel akan menyala dan alarm bel berbunyi, pasokan oksigen dan nitrous oksida dapat ditutup alirannya dari panel-panel yang berada di koridor-koridor, bel dapat dimatikan, tetapi lampu indikator yang memonitor gangguan/kerusakan yang terjadi tetap menyala sampai gangguan/kerusakan teratasi. • Selama terjadi gangguan, dokter anestesi dapat memindahkan sambungan gas medisnya yang semula secara sentral ke silinder-silinder gas cadangan pada mesin anestesi. 2. Persyaratan Kesehatan Bangunan3 a. Sistem Ventilasi3 • Untuk memenuhi persyaratan sistem ventilasi, bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/ buatan sesuai dengan fungsinya. • Bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami. • Ventilasi mekanik/buatan harus disediakan jika ventilasi alami tidak dapat memenuhi syarat. • Penerapan sistem ventilasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan instalasi bedah. • Ventilasi di daerah pelayanan kritis pasien harus pasti merupakan ventilasi tersaring dan terkontrol. Pertukaran udara dan sirkulasi memberikan udara segar dan mencegah pengumpulan gas-gas anestesi dalam ruangan. • Sepuluh kali pertukaran udara per jam di instalasi rawat inap yang dianjurkan. • Sistem ventilasi dalam instalasi rawat inap harus terpisah dari sistem ventilasi lain di rumah sakit. • Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem ventilasi alami dan mekanik/buatan pada bangunan instalasi bedah mengikuti SNI 03 – 6572 – 2001, Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku. b. Sistem Pencahayaan3 • Bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya. • Bangunan instalasi rawat inap harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami. • Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan instalasi rawat inap dan fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan instalasi rawat inap. • Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan instalasi rawat inap dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan. • Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus dipasang pada bangunan instalasi rawat inap dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman. • Semua sistem pecahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk pencahayaan darurat, harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau otomatis, serta ditempatkan pada tempat yang mudah dibaca dan dicapai, oleh pengguna ruang. • Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit. • Kebanyakan pencahayaan ruangan menggunakan lampu fluorecent, tetapi dapat juga menggunakan lampu pijar. Lampu-lampu recessed tidak mengumpulkan debu. • Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan. • Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem pencahayaan pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti : 1) SNI 03 – 2396 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung. 2) SNI 03 – 6575 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan pada bangunan gedung. 3) SNI 03 – 6574 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan darurat, tanda arah dan tanda peringatan. 4) c. Atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku. Sistem Sanitasi3 Untuk memenuhi persyaratan sistem sanitasi, setiap bangunan instalasi rawat inap harus dilengkapi dengan sistem air bersih, sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan. • Sistem air bersih3 1) Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem distribusinya. 2) Sumber air bersih dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3) Perencanaan sistem distribusi air bersih dalam bangunan instalasi rawat inap harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan. 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan, sistem air bersih pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti SNI 03 – 6481 – 2000 atau edisi terakhir, Sistem Plambing 2000, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku. • Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah3 1) Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya. 2) Pertimbangan jenis air kotor kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk pemilihan sistem pengaliran/ pembuangan dan penggunaan peralatan yang dibutuhkan. 3) Pertimbangan tingkat bahaya air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk sistem pengolahan dan pembuangannya. 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan, sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti SNI 03 – 6481 – 2000 atau edisi terakhir, Sistem Plambing 2000, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku. • Sistem pembuangan kotoran dan sampah3 1) Sistem pembuangan kotoran dan sampah harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya. 2) Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah pada bangunan rehabilitasi medik, yang diperhitungkan berdasarkan fungsi bangunan, jumlah penghuni, dan volume kotoran dan sampah. 3) Pertimbangan jenis kotoran dan sampah diwujudkan dalam bentuk penempatan pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungannya. 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pengolahan fasilitas pembuangan kotoran dan sampah pada bangunan instalasi bedah mengikuti pedoman dan standar teknis lain yang berlaku. • Sistem penyaluran air hujan3 1) Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah, dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota. 2) Setiap bangunan instalasi bedah dan pekarangannya harus dilengkapi dengan sistem penyaluran air hujan. 3) Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diserapkan ke dalam tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 4) Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang dibenarkan oleh instansi yang berwenang. 5) Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran. 6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku. 3. Persyaratan Kenyamanan3 a. Sistem Pengkondisian Udara3 • Untuk mendapatkan kenyamanan kondisi udara ruang di dalam bangunan instalasi bedah, pengelola bangunan instalasi rawat inap harus mempertimbangkan temperatur dan kelembaban udara. • Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan dapat dilakukan dengan pengkondisian udara dengan mempertimbangkan : 1) Fungsi ruang, jumlah pengguna, letak, volume ruang, jenis peralatan, dan penggunaan bahan bangunan. • 2) kemudahan pemeliharaan dan perawatan, dan 3) Prinsip-prinsip penghematan energi dan kelestarian lingkungan. Sistem ini mengontrol kelembaban yang dapat menyebabkan terjadinya ledakan. Kelembaban relatif yang tinggi harus dipertahankan; dan 60% yang dianjurkan. Untuk lokasi anestesi mudah terbakar tidak kurang dari 50%. • Uap air memberikan suatu medium yang relatif konduktif, yang menyebabkan muatan listrik statik bisa mengalir ke tanah secapat pembangkitannya. Loncatan bunga api dapat terjadi pada kelembaban relatif yang rendah. • Temperatur ruangan dipertahankan sekitar 68°F-80°F (20°C-26°C). • Sekalipun sudah dilengkapi dengan kontrol kelembaban dan temperatur, unit pengkondisian udara bisa menjadi sumber micro-organisme yang datang melalui filter-filternya. Filter-filter ini harus diganti pada jangka waktu yang tertentu. • Saluran udara (ducting) harus dibersihkan secara teratur. • Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan kenyamanan kondisi udara pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti SNI 03 – 6572 – 2001, atau edisi terakhir, Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku. b. Kebisingan3 • Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan instalasi rawat inap, pengelola bangunan instalasi rawat inap harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau sumber bising lainnya baik yang berada pada bangunan instalasi rawat inap maupu di luar bangunan instalasi rawat inap. • Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku. c. Getaran3 • Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan instalasi rawat inap, pengelola bangunan instalasi rawat inap harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau sumber getar lainnya baik yang berada pada bangunan instalasi rawat inap maupun di luar bangunan instalasi rawat inap. • Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan instalasi rawat inap mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku. 4. Persyaratan Kemudahan3 a. Kemudahan Hubungan Horizontal3 • Setiap bangunan rumah sakit harus memenuhi persyaratan kemudahan hubungan horizontal berupa tersedianya pintu dan/atau koridor yang memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan instalasi rumah sakit tersebut. • Jumlah, ukuran, dan jenis pintu, dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan besaran ruang, fungsi ruang, dan jumlah pengguna ruang. • Arah bukaan daun pintu dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan fungsi ruang dan aspek keselamatan. • Ukuran koridor sebagai akses horizontal antarruang dipertimbangkan berdasarkan fungsi koridor, fungsi ruang dan jumlah pengguna. • Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan pintu dan koridor mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku. b. Kemudahan Hubungan Vertikal3 • Setiap bangunan rumah sakit bertingkat harus menyediakan sarana hubungan vertikal antarlantai yang memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan rumah sakit tersebut berupa tersedianya tangga, ram, lif, tangga berjalan/ eskalator, dan/atau lantai berjalan/travelator. • Jumlah, ukuran dan konstruksi sarana hubungan vertikal harus berdasarkan fungsi bangunan rumah sakit, luas bangunan, dan jumlah pengguna ruang, serta keselamatan pengguna bangunan rumah sakit. • Setiap bangunan rumah sakit yang menggunakan lif, harus menyediakan lif kebakaran. • Lif kebakaran dapat berupa lif khusus kebakaran atau lif penumpang biasa atau lif barang yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam keadaan darurat dapat digunakan secara khusus oleh petugas kebakaran. • Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan lif, mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku. c. Sarana Evakuasi3 • Setiap bangunan rumah sakit, harus menyediakan sarana evakuasi yang meliputi sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu eksit, dan jalur evakuasi yang dapat dijamin kemudahan pengguna bangunan rumah sakit untuk melakukan evakuasi dari dalam bangunan rumah sakit secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat. • Penyediaan sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu eksit, dan jalur evakuasi disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung, jumlah dan kondisi pengguna bangunan rumah sakit, serta jarak pencapaian ke tempat yang aman. • Sarana pintu eksit dan jalur evakuasi harus dilengkapi dengan tanda arah yang mudah dibaca dan jelas. • Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan sarana evakuasi mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku. d. Aksesibilitas3 • Setiap bangunan rumah sakit harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia masuk ke dan ke luar dari bangunan rumah sakit serta beraktivitas dalam bangunan rumah sakit secara mudah, aman nyaman dan mandiri. • Fasilitas dan aksesibilitas sebagaimana dimaksud meliputi toilet, telepon umum, jalur pemandu, rambu dan marka, pintu, ram, tangga, dan lif bagi penyandang cacat dan lanjut usia. • Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan fungsi, luas dan ketinggian bangunan rumah sakit. • Ketentuan tentang ukuran, konstruksi, jumlah fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat mengikuti ketentuan dalam pedoman dan standar teknis yang berlaku. E. PROSEDUR BANGSAL BEDAH MULUT 1. PENJADWALAN Jadwal penggunaan ruang bedah di rumah sakit biasanya padat. Jadwal yang padat ini seringkali diambil oleh departemen-departemen mayor, seperti bagian bedah umum dan orthopedic sehingga jadwal penggunaan ruang bedah di rumah sakit diambil dengan penentuan hari oleh dokter bedah mulut jauh sebelum operasi dilakukan. Namun, pada kasus gawat darurat, ruang bedah dapat diambil alih pada jadwal terakhir atau menggeser jadwal pembedahan lain3 Dalam menjadwalkan suatu kasus bedah mulut harus dilengkapi data yang akurat mencakup status bedah (mendesak atau tidak), diagnosis, prosedur, jenis anestesi (lokal, lokal terkontrol dengan sedasi, oro- atau nasoendotrakeal), perkiraan durasi operasi, dan pertimbangan khusus (kasus sepsis, penderita dengan penyakit sistemik serius, dan lain-lain). Pada pembedahan yang melibatkan departemen lainnya, seperti dokter saraf atau dokter bedah umum lainnya, maka perlu dilakukan penjadwalan operasi dengan kesepakatan dokter-dokter yang bersangkutan. 3 2. PERSONEL Tim kamar bedah terdiri dari scrub nurse dan seorang sirkulator. Scrub nurse (sterilization member) bertugas memberikan peralatan steril yang dibutuhkan selama operasi berlangsung pada dokter bedah, melakukan retraksi, mengirigasi, menjalankan peralatan suction.7 Karena berkontak langsung dengan peralatan steril, maka srub nurse harus berpakaian steril, memakai sarung tangan, masker mulut, dan penutup kepala. 3 Sirkulator (unsterilization member) bertugas memasang dan menggeser lampu kepala, menghubungkan peralatan-peralatan tertentu, seperti handpiece, gergaji, dermatom, dan cutter. Secara bersama- sama, scrub nurse dan sirkulator bertugas menjaga ketersediaan spons, jarum, menghitung jumlah cairan irigasi yang digunakan, menghitung volume darah yang hilang, dan melengkapi teknik kamar bedah yang baik. 3 3. ANESTESI Ahli anestesi bertanggung jawab penuh mempertahankan jalan nafas selama pembedahan, memantau tekanan darah pasien secara intravenous, memantau tandatanda vital, kadar gas darah arteri (ABG), dan parameter fisiologis lainnya dengan pearalatan elektonik canggih. Ahli anestesi juga bertanggung jawab atas pemberian cairan selama pelaksanaan pembedahan dan dapat memilih antara pemberian darah atau plasma expander berdasarkan perhitungan kehilangan darah, tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium, atau kombinasi faktor-faktor tersebut. 3 Sementara, ahli bedah secara kode etik berkewajiban memberitahukan ahli anestesi tentang semua obat yang digunakan (seperti bahan anestesi lokal dengan vasokonstriktor), komplikasi yang ditimbulkan, dan perkiraan waktu penyelesaian prosedur bedah. 3 F. PENATALAKSANAAN BANGSAL BEDAH Ruang operasi di rumah sakit umumnya dibuat dengan design yang simpel, dinding dan furniture dari bahan yang mudah dibersihkan dan peralatan yang biasa digunakan sudah tersusun rapi. Ruangan dengan ventilasi dan suhu ruangan dijaga tetap 18-21° C, tetapi ruangan jangan lembab. Ruang operasi di rumah sakit harus menggunakan AC untuk mencegah kontaminasi dari luar. Di sebelah ruang operasi seharusnya terdapat ruang perawatan dengan staf perawat yang berpengalaman dimana pasien diletakkan pada tempat tidur yang bisa didorong sehingga jika terjadi sesuatu langsung bisa dibawa ke ruang operasi. Sinar yang digunakan menghasilkan penerangan yang adekuat tanpa menghasilkan panas dan sinarnya mudah diarahkan ke dalam mulut. Di kepala handpiece juga terdapat sinar sehingga operator dengan mudah dapat melihat palatum, cavitas seperti kista atau antrum. 3 Radiographic viewing box Diletakkan di depan meja operator sehingga dokter dapat melihat hasilnya tanpa pindah dari meja operator. Dengan menggunakan cahaya, titik dapat menunjukkan hasil roentgen pada pasien. 3 Dental engine Dental engine yang digunakan adalah berupa sterilisable surgical motors and handpiece. Untuk membersihkan dan mempercepat pemotongan tulang tanpa panas yang berlebihan, digunakan bur yang telah dicuci dengan air steril mengalir secara terus menerus. 3 Peralatan elektrik Peralatan elektrik di ruang operasi harus dipastikan dalam keadaan baik dan dapat bekerja secara maksimal. Periksa kembali apakah kabel-kabel sudah tersambung seluruhnya agar tidak terjadi kesalahan fatal saat operasi akibat ada suatu alat yang ternyata tidak bekerja karena tidak tersambung dengan listrik. Periksa pula seluruh selubung kabel, jangan sampai ada yang terbuka dan mengakibatkan korsleting atau bahkan ledakan di dalam ruang operasi. 3 Lasers Laser modern memberikan hasil yang baik untuk diseksi jaringan lunak. Sel pada daerah yang dipotong diuapkan dengan hanya sedikit kerusakan di bagian lain. Pada eksisi di dalam mulut dengan laser, relatif menurunkan rasa sakit setelah operasi dan menurunkan pembengkakan jaringan. Setiap individu di dalam ruang operasi seharusnya mengenakan laser proof glasses untuk melindungi mata selama penggunaan laser. Endotracheal tube juga harus dilindungi untuk menghindari kebocoran, dan metal instrument harus dihindari untuk menurunkan kemungkinan refleksi sinar. 3 DAFTAR PUSTAKA 1. Prasetijono, P.S. Tesis “Rancangan Sistem Informasi Pemanfaatan Kamar Operasi (OK) Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang”. Semarang: Universitas Diponegoro. 2009. 2. Guwandi, J,SH. Aspek Hukum dan Manajemen Resiko di Kamar Bedah. Makalah disajikan dalam Lokakarya Perdhaki, Jakarta. 1999. 3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Bangunanbangunan Instalasi Rawat Inap (Umum). 2006. 4. Pahlevi, Wildan.Analisis Pelayanan Pasien Rawat Inap di Unit Admisi RSUD Budhi Asih Jakarta Timur Tahun 2009. 2009. TUGAS BEDAH MULUT 2 PROSEDUR OK (KAMAR OPERASI) DAN BANGSAL KELOMPOK 1 1. Apriko Merza (04111004001) 2. Masayu Nurul Qomariah (04111004002) 3. Zara Alviometha Putri (04111004003) 4. Yenni Amalia Bahar (04111004004) 5. Putri Gusti Hakiki (04111004005) 6. Diana Aprilia (04111004006) 7. Mayang Pamudya P (04111004007) 8. Regina Gresiana (04111004008) 9. Keitria Twinsananda (04111004009) 10. Miranda Kartika Sari (04111004010) 11. Erinda Bilda Livia (04111004011) 12. Pattrisha Rae (04111004012) 13. Herpika Diana (04111004013) 14. Ayu Permata Sari (04111004014) 15. Indah Pasha Palingga (04111004015) 16. Fiera Olivia (04111004016) 17. Musdewinda Suciati (04111004017) 18. Amelia Piliang (04111004018) 19. Meity isriyanti (04111004019) 20. Wendy Nadya V. H. (04111004020) 21. MK. Zahrah (04111004021) 22. Egi Utia Asih (04111004022) 23. Alfa Marojahan (04111004023) 24. Rini Andriani (04111004024) 25. Meiza Pratiwi (04111004025) 26. Miftah Wiryani (04111004026) 27. Devi Alviani (04111004027) 28. Rivi Eka Permata Sari (04111004028) 29. Sischa Ramadhani (04111004029) 30. Dimas Puja Permana (04111004030) 31. Rozalia (04111004031) 32. Rizka Adianti Hutami (04111004032) 33. M. Andika Putra Dosen Pembimbing : drg. Djamal Riza, Sp. BM FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2012