PENGAMATAN HAMA PERUSAK DAUN SEMAI MERANTI PAKIK (Shorea seminis) DI PERSEMAIAN BALAI DIKLAT KEHUTANAN SAMARINDA Oleh: SULFI NIM. 090 500 020 Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2012 PENGAMATAN HAMA PERUSAK DAUN SEMAI MERANTI PAKIK (Shorea seminis) DI PERSEMAIAN BALAI DIKLAT KEHUTANAN SAMARINDA Oleh: SULFI NIM. 090 500 020 Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2012 HALAMAN PENGESAHAN PENGAMATAN HAMA PERUSAK DAUN SEMAI MERANTI PAKIK (Shorea seminis) DI PERSEMAIAN BALAI DIKLAT KEHUTANAN SAMARINDA Judul Karya Ilmiah : Nama : Sulfi Nim : 090500020 Program Studi : Manajemen Hutan Jurusan : Manajemen Pertanian Pembimbing Penguji I, Penguji II, Dwinita Aquastini, S.Hut., MP Ir. Suparjo, MP NIP. 197002141997032002 NIP. 19620817198931003 Menyetujui, Ketua Program Studi ManajemenHutan Ir. M. Fadjeri, MP NIP. 19610812 198803 1 003 Lulus ujian pada tanggal:……………….... Ir. Noorhamsyah, MP NIP. 196405231997031001 Mengesahkan, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian Ir. Hasanudin, MP NIP.19630805 198903 1 005 ABSTRAK SULFI.Pengamatan Hama PerusakDaun Semai Meranti Pakik (Shorea seminis) di Persemaian Balai Diklat Kehutanan Samarinda (di bawah bimbingan Dwinita Aquastini). Jenis-jenis Dipterocarpaceae adalah jenis tanaman asli Kalimantan yang mempunyai banyak kegunaan dan bernilai ekonomis tinggi serta masih mempunyai peranan penting dalam perdagangan kayu, merupakan juga jenis yang sering dikembangbiakkan di persemaian untuk memenuhi kebutuhan hutan tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis hama yang menyerang semai meranti, bentuk-bentuk kerusakan yang ditimbulkan, frekuensi dan intensitas kerusakan di Persemaian Balai Diklat Kehutanan Samarinda. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai jenis-jenis hama, bentuk kerusakan, frekuensi dan intensitas kerusakan semai merantidi persemaian Badan Diklat Kehutanan Samarinda. Penelitian ini dilaksanakan +1 bulan mulai dari bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan September 2012. Pengamatan dilakukan pada pagi hari mulai pukul 08.00-10.00 Wite, dan pada siang hari pukul 13.00-15.00 Wite, Penelitian ini menggunakan semai merantiPakik (S.seminis) sebanyak 50 semai yang ada di persemaian Balai Diklat Kehutanan Samarinda.Identifikasi jenis hama yang didapat, dilakukan dengan cara membandingkan bentuk-bentuk tubuh dengan literatur-literatur dan koleksi yang ada yang terdapat di Laboratorium Konservasi Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan 3 jenis hamayang menyerang daun semai meranti Pakik (S. seminis)yaitu 3 jenis yaitu adalah ulat Plutella xylostella, ulat kantung Mahasena corbetti dan belalang Locusta migratoria manilensis. Bentuk-bentuk kerusakan daun yang ditimbulkan yaitu adanya daun yang dimakan pada tepi daun, daun yang dimakan sebagian sampai tulang daun utamanya dan daun yang dimakan hanya pada tengah daun sehingga daun berlubang-lubang.Frekuensi serangan hama pada tingkat kerusakan sehat adalah 21 %, tingkat kerusakan ringan adalah 14 %, tingkat kerusakan sedang adalah 24 % dan tingkat kerusakan berat adalah 20 %, sedangkan Intensitas serangan hama adalah 30,5 % termasuk kategori kerusakan sedang. Kata kunci: Shorea seminis, hama. RIWAYAT HIDUP Sulfi lahir pada tanggal 7Agustus 1989 di Desa Liang Bunyu Kab. Nunukan, Kalimantan Timur. Merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Saleng dan Ibu Tuti. Pendidikan dimulai di Sekolah Dasar Negeri No. 005 Liang Bunyu pada tahun 1995, lulus pada tahun 2003. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 01 Liang Bunyu lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Pancasila Nunukan dan memperoleh ijazah tahun 2009. Pendidikan tinggi dimulai pada tahun 2009 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Program Studi Manajemen Hutan, Jurusan Manajemen Pertanian. Tanggal 2 Maret 2012 sampai dengan 23 April 2012 mengikuti Praktek Kerja Lapang di PT. Hanurata Unit Sangkulirang Sub Unit Mandu/Kelolokan. KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini. Karya Ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada dua tempat yaitu di Persemaian Balai Diklat Kehutanan Samarinda, dan di laboratorium Konservasi Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dari bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan September 2012, sebagai syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan mendapat sebutan Ahli Madya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua serta keluarga yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil. 2. Ibu Dwinita Aquastini S. Hut, MP selaku Dosen Pembimbing Karya Ilmiah yang telah mengarahkan dan membimbing selama penyusunan. 3. Bapak Ir. Suparjo, MP dan Bapak Ir. Noorhamsyah, MP selaku Dosen Penguji I dan II yang telah memberikan masukan dan saran. 4. Semua PLP Program Studi Manajemen Hutan terutama yang berada di Laboratorium Konservasi. 5. Rekan-rekan yang telah membantu dalam kegiatan penelitian dan penyusunan Karya Ilmiah ini. Penulis menyadari ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan dalam penulisan ini, namun semoga Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat. Penulis Kampus Sei Keledang, September 2012 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................ vi DAFTAR ISI.............................................................................................. vii DAFTAR TABEL...................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... x I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... A. Uraian Hama Hutan...................................................................... B. Gambaran Umum Meranti Pakik (Shorea seminis) ..................... C. Balai Diklat Kehutanan................................................................. 4 4 12 14 III. METODE PENELITIAN ..................................................................... A. Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................... B. Alat dan Bahan Penelitian........................................................... C. Prosedur Penelitian..................................................................... D. Pengolahan Data......................................................................... 16 16 16 17 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. A. Hasil............................................................................................. B. Pembahasan................................................................................ 22 22 27 V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. A. kesimpulan................................................................................... B. Saran........................................................................................... 31 31 31 DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 32 LAMPIRAN……………............................................................................. 34 DAFTAR GAMBAR Nomor Tubuh Utama Halaman 1. Ulat Plutella xylostella .................................................... 22 2. Ulat Kantung Mahasena corbetti .................................... 23 3. Belalang Locusta migratoria manilensis ......................... 24 4. Daun yang Dimakan Sebagian Hingga Tulang Daun ..... 25 5. Daun yang Dimakan pada Tepi Daun ............................. 25 6. Daun yang Dimakan Sehingga Daun Berlubang ............ 26 7. Lokasi Penelitian Di Balai Diklat Kehutanan Samarinda. 39 8. Pengambilan Data Dilapangan Persemaian Balai Diklat Kehutanan Samarinda .................................................... 39 DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1 2 3 4 Halaman Tabel Data Pengamatan Hama Semai S. seminis Di Persemaian Balai Diklat Kehutanan Samarinda………….. 34 Cara Perhitungan Frekuensi Kerusakan Semai S. seminis Di Persemaian Balai Diklat Kehutanan Samarinda............ 36 Cara Perhitungan Intensitas Kerusakan Semai S. seminis Di Persemaian Balai Diklat Kehutanan Samarinda ........... 37 Tabel Data Suhu dan Kelembapan di Lokasi Penelitian.... 38 DAFTAR TABEL Nomor Tubuh Utama Halaman 1 Tally Sheet Pengamatan...................................................... 2 Penentuan Nilai/Skor Serangan Hama................................. 3 Cara Penentuan Tingkat Kerusakan Tanaman.................... 21 4 Frekuensi dan Intensitas Serangan Hama Perusak Daun... 26 5 Kisaran Suhu dan Kelembapan............................................ 27 19 19 Lampiran 6 7 Data Pengamatan Hama Semai S. Seminis Di Balai Diklat Kehutanan Samarinda……………………….......................... 34 Data Suhu dan Kelembapan di Lokasi Penelitian………….. 38 BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum tentang Shorea Seminis Shorea seminis ( DeVriese ) Sloot. Dalam Merr., PI. EIm.Born.( 1929 ) Pustaka : Ashton dalam Flora Malaisiana I, 9 ( 1982 ) Nama niaga : Kelompok balau. Nama daerah : Meranti pakik ( M ), utang keladen ( D ), kawang ( B ). Pohon , tinggi hingga 5 m, garis tengah hingga 1,2 m. Bulung basanya pendek , sering terpilin. Banir mencolok, pendek dan tajam, atau tinggi hingga 3 meter, panjang 4,5 meter. Tajuk membulat, membentang lebar, lebat dammar tidak pernah terlihat. Permukaan pepagan cokelat bebercak lebih mudah, agak halus tetapi, berlentisel rapat, atau kasar bersisik, tidak berlekah, pohon lebih tua mengelupas, dengan keripih agak besar. Pepagan luar biasanya tipis, pepagan dalam cokelat kusam, suban kuning pucat, teras cokelat tua. Ranting langsing, sering berusuk, ketika masih muda. Daun penumpu panjang kurang lebih 7 mm, lebar kurang lebih 3,5 mm, melonjong , luru awal. Tangkai daun panjang 1-1,5 cm. Daun membundar telur lonjoang hingga melanset, panjang 9-18 cm, lebar 2,5-8 cm, permukaan bawah menggundul atau bersisik keabu – abuan, menjangat tipis, pangkal membundar atau , kadang – kadang tidak sama, ujung melancip, panjang 0,8 –2 cm, tulang daun sekunder 9 -15 pasang, agak lurus, tulang daun tersiar lebat mirip tangga. Cuping kelopak hamper sama, membundar telur tumpul, 2 yang disebelah dalam agak lebih sempit dan lebih tipis dari pada 3 yang disebelah luar, mahkota hamper tidak terlihat, benang sari 30-40, bakal buah menggerucut hingga berbentuk gitar, tangkai putik pendek gundul. Kelopak buah berbulu balik kekuningan keabu-abuan, cuping hamper 5 sama hingga 2x1,8 cm, membundar. Buah geluk garis tengah kurang lebih 1 cm membulat telur atau membulat, sisa tangkai putik panjang hingga 12 mm kokoh. Habitat dan ekologi : Lahan alluvial ditepi sungai yang becek sering tumbuh mengelompok Penyebaran : Borneo, Filipina Penggunaan :Buahnya diolah sebagai sumber mentega tengkawan. Kayunya sangat keras dan digunakan sebagai bahan kontruksi yang memerlukan kekuatan. Catatan :Bijinya mengapung dan cocok untuk penyebaran oleh air. B. Frenkuensi dan Intensitas Kerusakan Hasil perhitungan yang telah dilakukan dapat diketahui frenkuensi kerusakan dan intensitas kerusakan tanaman Meranti Umur 4 Bulan Di Persemaian BDK Samarinda dapat pada tabel . . . . . . . perhitunganya dapat dilhat pada . . . . . . Tabel . . Frekuensi Kerusakan dan Intensistas kerusakan Tanaman Meranti Umur 4 Bulan Di Persemaian BDK Samarinda. Tingkat kerusakan Sehat Ringan Sedang Berat Mati Jumlah Jumlah tanaman yang rusak 21 7 12 10 0 50 Frekuensi kerusakan (%) 42 14 24 20 0 100 Intensitas kerusakan (%) 30,5 30,5 BerdasarkanTabel.. di atas dapat diketehui bahwa frekuensi tanaman yang sehat adalah 42 %, frekuensi kerusakan ringan adalah 14 %, frekuensi kerusakan sedang adalah 24 %, dan frekuensi keruskan berat adalah 20 %, serta 6 tanaman yang mati adalah 0 %. Intensitas kerusakan adalah 30,0 % termasuk kedalam kategori kerusakan sedang. Pada saat pengamatan dicatat keadaan suhu dan kelembapan, kisaran suhu dan kelembapan selama pengamatan hama tanaman meranti dapat dilhat pada tabel….. Untuk lebih lengkap mengenai data harian suhu dan kelembapan Tabel… Kisaran Suhu dan kelembapan No KeadaanUdara 1 Suhu ( 0C ) 2 Kelembapan ( % ) Pagi Siang 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Uraian Hama Hutan 1. Pengertian Hama Menurut Natawiria dkk. (1991) hama adalah semua organisme hidup yang tergolong pada jenis satwa/serangga yang dapat menimbulkan kerusakan pada biji, bibit, tanaman muda dan tua yang secara ekonomis berarti atau sangat merugikan karena berada di atas ambang ekonomi. Anonim (1992) dalam Erlinda (1998), hama hutan adalah semua binatang yang dapat menimbulkan kerusakan pada tegakan hutan dan hasil hutan, yang mengakibatkan kerugian pada pohon atau tegakan hutan dan juga hasil hutan yang secara ekonomis sangat berarti. Selanjutnya menurut Oemijati dkk (1991) dalam Aquastini (2007) hama hutan adalah semua binatang yang merusak pohon, tegakan hutan, bagian pohon serta hasil hutan. Sebagian besar (80%) dari binatang yang menimbulkan kerusakan adalah serangga, selain itu tupai, tikus, babi hutan, bekicot berperan sebagai hama, tetapi orang utan, gajah dan sebagainya tidak berperan sebagai hama tetapi berpotensi sebagai hama. 2. Penggolongan Hama Hutan Menurut Anonim (1992), hama hutan dapat digolongkan berdasarkan bagian pohon yang diserang dan berdasarkan jenis pohon yag diserang. Pembagian hama hutan berdasarkan bagian pohon yang diserang adalah sebagai berikut : 8 a. Serangga perusak daun (Defoliating insects) Serangan serangga mengakibatkan sebagian atau seluruh bagian dari daun rusak karena dimakan. Biasanya serangga perusak daun ini termasuk dalam ordo-ordo Lepidoptera, Hymenoptera dan Diptera. Hanya stadium larvanya yang merusak daun. b. Serangga penggerek kulit pohon (Inner bark boring insects) Bagian yang dirusak adalah kulit pohon bagian dalam sampai ke kambium. Lubang gerekan serangga dapat merusak atau menutup jalan pengiriman bahan makanan pohon yang dikirim akar kedaunnya. Apabila kerusakan yang ditimbulkan sampai melingkari pohon, maka akan dapat membentuk suatu terusan yang mengakibatkan terhalangnya pengiriman bahan makanan dari akar ke daun, sehingga bila akar pohon sampai mati, pohonnya akan mati. Serangga penggerek kulit pohon ini biasanya termasuk kedalam ordo Coleoptera. c. Serangga pengebor pohon kulit kayu (Wood boring insects) Kerusakan bentuk lubang-lubang yang mempunyai bermacammacam ukuran dan bentuk. Lubang-lubang dapat dijumpai baik pada batang dan cabang yang masih hidup ataupun pada balok-balok atau kayu kering, tiap-tiap serangga pengebor kayu mempunyai spesifikasi tersendiri. Ada yang tinggal didalam kayu sebagai tempat tinggal saja, tetapi kebanyakan hidup dengan memakan batang kayu. Beberapa serangga ada yang hanya merusak pohon yang sehat dan ada pula merusak pohon yang sedang merana. Serangga pengebor batang kayu termasuk kedalam ordo Coleoptera. 9 d. Serangga penghisap cairan pohon (Sapsucking insects) Kerusakan yang ditimbulkan berbentuk noda-noda, perubahan warna, bentuk yang besar atau terhentinya pertumbuhan bagian-bagian tertentu. Misalnya daun-daun atau cabang-cabang. Serangga penghisap cairan pohon termasuk ordo Homoptera, Hymenoptera, dan Diptera. e. Serangga perusak pucuk dan batang (Bud and twig insects) Kerusakan yang timbul akibat dari pucuk dan cabang yang dirusak berlubang-lubang dan diteras oleh serangga. Oleh karena pucuk merupakan tempat pertumbuhan dari pohon, maka serangga perusak pucuk dan cabang sangat merugikan, penderita paling berat adalah bila serangannya mengebor kedalam pucuk pohon, serangga perusak pucuk biasanya termasuk kedalam ordo Lepidoptera, Coleoptera, Hemiptera dan Hymenoptera. f. Serangga perusak anakan (Seedling insects) Pada umumnya seluruh bagian dari anakan merupakan makanan yang digemari oleh bermacam-macam serangga karena bagian itu masih muda dan lunak. Pada umumnya serangga atau binatang perusak anakan merusak pada malam hari, sehingga pada siang harinya anakan telah putus-putus batang atau daunnya, sedangkan kalau dicari serangga-serangga sudah tidak ada lagi. g. Serangga perusak akar (Root insects) Pada umumnya bagian akar yang dirusak adalah ujung akar tanaman muda yang merupakan bagian yang sangat lunak. Disamping serangga, binatang perusak akar yang sering dijumpai adalah cacing bulat, serangga perusak akar biasanya termasuk dalam ordo Coleoptera. 10 3. Gejala dam Tanda Serangan Hama a. Gejala serangan hama Menurut Coulson (1984), bentuk kerusakan daun akibat serangan serangga dapat berupa: - Free feeding yaitu serangga memakan sebagian atau seluruh daun kecuali tulang daun. - Hole feeding yaitu serangga memakan sebagian kecil pada semua lapisan daun sehingga daun menjadi berlubang-lubang. - Skeletonizing yaitu serangga memakan bagian daun yang lunak saja sehingga tinggal rangka. b. Tanda serangan hama Contoh tanda serangan hama adalah adanya telur, larva, imago, kotoran, cairan dan lain sebagainya. Menurut Natawigena (1990), bentuk larva serangga terdiri dari: - Eruciform, yaitu bentuk tubuh silindris, kepala berkembang baik, thorax bertungkai, pada abdomen ada kaki semu (proleg). Contoh: larva Lepidoptera dan beberapa Hymenoptera. - Scarabaeiform, yaitu tubuh melengkung, kepala berkembang baik, thorax bertungkai, abdomen tanpa proleg. Contoh: larva Coleoptera. - Compodeiform, yaitu tubuh memanjang agak pipih, thorax bertungkai. Contoh: larva Coleoptera. - Elateriform, yaitu tubuh memanjang, kecil, silindris, kulit agak keras, tungkai agak pendek dan bulu pada abdomen pendek. beberapa spesies Lepidoptera. Contoh: 11 - Vermiform, yaitu seperti cacing, tidak bertungkai, ada atau tanpa kepala. Contoh: larva diptera, banyak pada Hymenoptera, beberapa Coleoptera dan Lepidoptera. 4. Ciri-ciri Umum Beberapa Ordo Serangga Menurut Soeyamto (1995) dalam Erlinda (1998), ciri-ciri umum beberapa ordo serangga yaitu: a. Kumbang (Ordo Coleopeta) Serangga ini mempunyai dua pasang sayap, sayap depan keras dan tebal yang disebut Elytra, dalam keadaan istirahat menutupi hampir seluruh abdomen. Sayap belakang membran untuk terbang,dalam keadaan istirahat dilipati dilindungi oleh Elytra. Alat tipe mulut pengunyah. Antena 10-14 ruas, mata majemuk, kaki torak tak punya kaki abdomen. Pada umumnya Coleoptera menjadi hama yang penting, beberapa diantaranya yang hidup sebagai predator. b. Kupu-kupu (Ordo Lepidoptera) Ukuran bermacam-macam, jenis-jenisnya cukup banyak. Bangsa kupu-kupu terdiri dari pejer dan karper. Kupu-kupu ada yang hidup pada siang hari (Rhopalacera) dan yang hidup pada malam hari (Heterocera). Pada larva tipe alat mulut mengigit pengunyah, sedangkan dewasa tipe penghisap. Larva hidup sebagai pemakan tumbuh-tumbuhan, predator, sebagai hama gudang dan ada yang hidup sebagai pemakan sisa-sisa tumbuh-tumbuhan yang membusuk. c. Belalang (Ordo Orthoptera) Mempunyai ukuran tubuh yang sedang sampai besar, ada yang mempunyai sayap dan ada yang tidak bersayap sedangkan yang 12 bersayap mempunyai dua pasang sayap terdiri dari empat buah, alat mulut mengunyah dan menggigit. Suara yang jantan ada yang mempunyai alat penghasil suara yang terletak pada tibia atau abdomen. d. Rayap (Ordo Isoptera) Ordo Isoptera adalah Rayap yang hidup sebagai serangga sosial dan hidup dalam satu koloni yang terdiri dari rayap pekerja (Kasta pekerja), kasta reproduktif dan kasta prajurit e. Lebah (Ordo hymenoptera) Mempunyai dua pasang sayap yang tipis, sayap depan lebih lebar dari sayap belakang. Metamorfosis sempurna. Tipe antena sedang sampai panjang. memiliki ovipositor yang berfungsi sebagai alat penyengat. f. Lalat (Ordo Diptera) Mempunyai satu pasang sayap yang tipis, sayap belakang hanya beberapa bonggolan kecil disebut halters. Tipe mulut menusuk dan menghisap, antena pendek, metamorfosis sempurna. tubuh relatif lunak. Larva dipteral disebut belatung. g. Kutu (Ordo Homoptera) Mempunyai dua pasang sayap, sayap depan lebih besar dari pada sayap belakang saat beristirahat sayap disusun seperti atap genteng. Metamorfosis sederhana, tipe mulut menusuk dan menghisap, antena pendek dan panjang. h. Kepik (Ordo Hemiptera) Hemiptera terdiri dari berbagai jenis kepik, kutu loncat, kutu perisai, dan kutu sisik yang mempunyai alat tipe penghisap. Makanannya cairan 13 tanaman. Sayap muka tebal, dari zat tanduk, sayap belakang menonjol dibawah sayap depan. 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Serangga Menurut Jumar (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembanganbiakan serangga terdiri dari faktor biotik dan faktor abiotik sebagai berikut: a. Faktor Biotik 1) Daya reproduksi dan daya survival. Daya reproduksi adalah kemampuan reproduksi suatu serangga di dalam periode waktu tertentu dari setiap ekor serangga betina yang dewasa pada keadaan sekeliling yang optimum. Faktorfaktor yang menentukan daya reproduksi adalah: fecundity (kesuburan) yaitu kemampuan reproduksi suatu serangga untuk menghasilkan telur, life cyle yaitu panjang umur serangga dari mulai telur sampai menjadi imago, sex ratio yaitu perbandingan antara serangga jantan dan betina yang dihasilkan dari telur-telurnya, parthenogenesis yaitu perkembangan tanpa pembuahan, polyembrioni yaitu dua serangga atau lebih yang dapat dihasilkan dari telur. Daya Survival adalah kemampuan tumbuh, cara hidup dan sifat-sifat lainnya dari serangga untuk dapat tetap hidup dengan keadaan sekitarnya 2) Parasit dan Predator Parasit adalah suatu organisme yang hidup di dalam atau di luar tubuh organisme lain, dimana organisme yang pertama 14 mendapat kebutuhan hidupnya dari organisme kedua sehingga organisme kedua dirugikan. Predator adalah suatu organisme yang hidup di alam, yang untuk hidupnya mendapatkan makanan dengan memangsa dan membunuh mangsanya, baik berupa telur, pupa/nimfa ataupun imago. Biasanya selama hidup predator memerlukan lebih dari satu mangsa. 3) Kualitas dan Kuantitas Makanan Kualitas makanan adalah keadaan makanan sesuai (cocok) atau tidak sesuai (tidak cocok) dengan yang disukai serangga. Setiap jenis serangga hama memilih pakan berupa bagian tumbuhan tertentu. Ada serangga hama yang mengkonsumsi daun ,jaringan pengangkutan (xilem dan atau floem), epidermis dan lain sebagainya. Variasi kebutuhan jenis pakan ini dapat terjadi pada spesies yang berbeda, pada stadium perkembangan yang berbeda dalam spesies yang sama maupun pada umur serangga yang berbeda. Kuantitas makanan adalah keadaan makanan dengan jumlahnya cukup atau tidak bagi serangga. Spesies serangga akan semakin banyak variasinya apabila makanan yang tersedia berupa jenis-jenis tanaman inang juga cukup variasinya. Tersedianya makanan dengan kualitas yang sesuai (cocok) dan kuantitas yang cukup bagi serangga, akan menyebabkan meningkatnya populasi serangga dengan cepat. Sebaliknya apabila keadaan kekurangan makanan, maka populasi serangga dapat menurun. 15 b. Faktor abiotik 1) Suhu Serangga adalah binatang yang berdarah dingin artinya suhu badan sama dengan suhu di sekelilingnya, karena tergantung pada temperatur di sekeliling untuk hidup, tumbuh dan berkembang dari telur sampai dewasa suhu di sekitarnya harus berada pada daerah temperatur yang cocok untuk perkembangan hidup serangga ada zona-zona aktifitas kehidupan serangga. Suhu efektif untuk perkembangan serangga berkisar antara 15 – 38 ºC sedangkan suhu optimum untuk perkembangan serangga adalah 26ºC. 2) Hujan/kelembapan Butiran air hujan yang kecil dan ringan tidak banyak berpengaruh pada serangga, tetapi untuk hujan deras dengan butiran yang lebih besar dapat membunuh serangga, dapat mengancam serangga ke tempat yang banyak musuhnya atau ke tempat yang tidak ada makanan. 3) Angin Pengaruh langsung dari angin misalnya karena angin suatu serangga dapat menyebar ke daerah yang jauh hingga dapat menentukan makanan dan tempat yang baru untuk kehidupan serangga tapi dapat juga karena angin suatu serangga dapat terbawa ke tempat yang tidak ada makanannya dan banyak musuhnya. 16 B. Gambaran Umum Meranti Pakik (Shorea seminis) Menurut Heyne (1987), termasuk dalam kelompok balau, dengan nama daerah Meranti Pakik (M), Utang Keladen (D), Kawang (B). Pohon tinggi hingga 5 m, garis tengah hingga 1,2 m. Bulung basanya pendek, sering terpilin. Banir mencolok,pendek dan tajam, atau tinggi hingga 3 m, panjang 4,5 m. Tajuk membulat, membentang lebar, lebat damar tidak pernah terlihat. Permukaan pepagan cokelat bebercak lebih mudah, agak halus tetapi berlentisel rapat, atau kasar bersisik, tidak berlekah, pohon lebih tua mengelupas, dengan keripih agak besar. Pepagan luar biasanya tipis, pepagan dalam cokelat kusam, suban kuning pucat, teras cokelat tua. Ranting langsing, sering berusuk, kietika masih muda. Daun penumpu panjang kurang lebih 7 mm, lebar kurang lebih 3,5 mm, melonjong , luru awal. Tangkai daun panjang 1-1,5 cm. Daun membundar telur lonjoang hingga melanset, panjang 9-18 cm, lebar 2,5-8 cm, permukaan bawah menggundul atau bersisik keabu – abuan, menjangat tipis, pangkal membundar atau , kadang – kadang tidak sama, ujung melancip, panjang 0,8 – 2 cm, tulang daun sekunder 9 -15 pasang, agak lurus, tulang daun tersiar lebat mirip tangga. Cuping kelopak hampir sama, membundar telur tumpul, 2 yang disebelah dalam agak lebih sempit dan lebih tipis dari pada 3 yang disebelah luar, mahkota hamper tidak terlihat, benang sari 30-40, bakal buah menggerucut hingga berbentuk gitar, tangkai putik pendek gundul. Kelopak buah berbulu balik kekuningan keabu-abuan, cuping hamper sama hingga 2x1,8 cm, membundar. Buah geluk garis tengah kurang lebih 1cm membulat telur atau membulat, sisa tangkai putik panjang hingga 12mm kokoh. Habitat dan ekologi: lahan aluvial ditepi sungai yang becek sering tumbuh mengelompok. Penyebaran: Borneo, Filipina. Penggunaan: buahnya diolah sebagai sumber mentega tengkawan. 17 Kayunya sangat keras dan digunakan sebagai bahan kontruksi yang memerlukan kekuatan. Bijinya mengapung dan cocok untuk penyebaran oleh air. C. Balai Diklat Kehutanan Anonim (2009), Balai Diklat Kehutanan sebagai sebuah Institusi kediklatan, sarana praktek merupakan kebutuhan yang mutlak diperlukan karena diklat merupakan wahana untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan. Peningkatan ketrampilan peserta diklat tidak akan terlihat apabila tidak difasilitasi dengan kawasan yang dapat menunjukkan tingkat ketrampilan seseorang, sehingga dengan demikian diklat dianggap tidak berhasil. Oleh karena itu, sarana Hutan Diklat mutlak diperlukan karena hutan diklat merupakan miniatur dari sebuah pengelolaan hutan. Sehingga dengan demikian pengelolaan hutan pendidikan dan pelatihan (Hutan Diklat) merupakan suatu sistem pengelolaan kawasan hutan yang bersifat menyeluruh dan terpadu guna meningkatkan peran kawasan dan sumberdaya alam hayati bagi peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan. Pengelolaan kawasan hutan tersebut adalah untuk mendukung pengembangan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia kehutanan yang beriman dan bertaqwa dalam rangka membangun hutan secara lestari untuk kesejahteraan masyarakat. Saat ini, sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan nomor: 8815/KptsII/2002, tanggal 24 September 2002 Balai Diklat Kehutanan Samarinda telah mempunyai Hutan Diklat seluas 4.310 hektar dan pada tahun 2009 telah dilaksanakan survey potensi untuk memperoleh “potret” kawasan Hutan Diklat tersebut serta potensi kelola kawasan. Akan tetapi sampai dengan saat ini Hutan Diklat ini belum dapat dimanfaatkan sebagai sarana praktek lapangan bagi peserta pelatihan. Hal tersebut disebabkan karena belum lengkapnya sarana dan prasarana serta belum adanya dokumen Rencana Pengelolaan Hutan Diklat 18 sebagai dasar perencanaan pengelolaan hutan diklat ke depan (5 tahun mendatang) yang terpadu, terarah dan berkesinambungan. Persemaian yang ada di Balai Diklat Kehutanan ini merupakan persemaian yang sederhana dengan luas tidak lebih dari 0,25 ha dimana terdiri dari satu bangunan kantor yang merupakan juga gudang dan selebihnya bedeng-bedeng untuk menyemaikan bibit terutama bibit-bibit Dipterocarpaceae juga bibit-bibit jenis fast growing. 19 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada dua tempat yaitu di persemaian Badan Diklat Kehutanan Samarinda dan identifikasi hama dilakukan di laboratorium Konservasi Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Penelitian dilaksanakan + 1 bulan mulai dari bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan September 2012 yang meliputi persiapan dilapangan dan peralatan, pengambilan data dilapangan, pengolahan data dan penyusunan penulisan. B. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang dipergunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : a) Kalkulator, untuk mengolah data b) Alat tulis menulis c) Kamera, untuk dokumentasi d) Toples, untuk tempat hama e) Pinset, untuk mengeluarkan hama dari dalam toples f) Gunting, untuk mengunting daun g) Higrometer untuk mengukur suhu dan kelembapan. h) Mistar untuk mengukur besar kecilnya hama. 2. Bahan Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut ; a) Alkohol 70 %, untuk pengawetan hama b) Label plastik, untuk penandaan nomor pohon 20 c) Semai meranti (Shorea seminis) sebanyak 50 buah d) Kantong plastik, untuk menyimpan daun yg terserang hama C. Prosedur Penelitian 1. Orientasi Lapangan dan Persiapan Semai Orentasi lapangan dilakukan untuk mengetahui lokasi pengamatan dan keadaan tanaman yang akan dijadikan sampel pengamatan. Semai yang digunakan untuk penelitian ini adalah semai meranti (S. seminis) dengan jumlah semai yang digunakan untuk sampel adalah sebanyak 50 semai. 2. Pemberian Nomor Sampel Pengamatan Pemberian nomor sampel pengamatan dengan menggunakan label plastik pada tanaman meranti untuk memudahkan dalam pengamatan. 3. Menangkap Hama Melakukan penangkapan hama yang ditemukan pada saat pengamatan (pagi hari pukul 08.00 – 10.00 dan siang pukul 13.00 – 15.00), menangkap dengan cara manual (menggunakan tangan) kemudian dimasukkan ke dalam toples berisi kapas yang telah diberi alkohol 70% untuk diawetkan. 4. Mengambil Gambar Melakukan pengambilan gambar terhadap hama dan gejala kerusakkan yang ditemukan pada tanaman meranti. 5. Pengambilan data di persemaian Data yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Gejala (symptom) serangan Dilakukan dengan cara melihat perubahan fisik yang ditimbulkan oleh semai, seperti daunnya berlubang, daun sebagian atau seluruhnya habis dimakan, pucuk terpotong, dan sebagainya. 21 b. Tanda (sign) Dilakukan dengan cara melihat tanda serangan hama seperti telur, ulat, cairan, sarang, dan lain-lain. Untuk mengetahui serangan hama yang menyerang digunakan identifikasi seperti yang dilakukan Mardji (1996), yaitu penentuan langsung di persemaian untuk jenis-jenis hama yang telah benar-benar diketahui, sedangkan untuk jenis-jenis yang belum diketahui atau meragukan, serangan hama yang ditemukan dikumpulkan di dalam toples berisi alkohol 70% dan dibawa ke laboratorium Konservasi Politeknik Pertanian Negeri Samarinda untuk di identifikasi. c. Jumlah semai yang sehat, terserang dan mati d. Menangkap Hama Melakukan penangkapan hama yang ditemukan pada saat pengamatan (pagi hari pukul 08.00 – 10.00 dan siang pukul 13.00 – 15.00), menangkap dengan cara manual (menggunakan tangan) kemudian dimasukkan ke dalam toples berisi kapas yang telah diberi alkohol 70% untuk diawetkan. Untuk mencatat data di persemaian digunakan tally sheet sebagai berikut. Tabel 1. Tally Sheet Pengamatan No Tanaman Gejala kerusakan Tingkat kerusakan Nilai Suhu (°C) Pagi Siang Kelembapan (%) Pagi siang Ket 22 Menurut de Gusman (1985), Singh dan Mishra (1992) dalam Aquastini (2007) cara menentukan nilai/skor serangan hama pada setiap semai dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Penentuan Nilai/Skor Serangan Hama Kondisi semai Skor Sehat (tidak ada gejala serangan). 0 Terserang ringan (jumlah daun yang terserang relatife sedikit dan jumlah serangan pada masing-masing daun 1 yang terserang sedikit atau daun rontok atau berlubang sedikit). Terserang sedang (jumlah daun yang terserang dan jumlah serangan pada masing-masing daun yang terserang relatif 2 agak banyak atau daun rontok atau berlubang agak banyak). Terserang berat (jumlah daun yang terserang dan jumlah serangan pada masing-masing daun yang terserang relatife 3 sangat banyak atau daun rontok atau berlubang sangat banyak. Mati (seluruh daun layu atau rontok atau tidak ada tanda4 tanda kehidupan). 6. Pengambilan Data di Laboratorium Identifikasi jenis hama yang menyebabkan kerusakan semai di persemaian dilakukan dengan cara membandingkan bentuk-bentuk tubuh serangga dengan literatur dan koleksi yang ada. D. Pengolahan Data Frekuensi serangan (F) dihitung menurut James (1974) dalam Aquastini (2007), dengan membandingkan jumlah semai yang diserang dengan seluruh jumlah setiap jenis semai yang diamati dalam persen seperti rumus berikut: F= Jumlah semai yang terserang dan yang mati X 100 % Jumlah seluruh semai sampel 23 Intensitas serangan (I) dihitung berdasarkan rumus menurut de Gusman (1985), Singh dan Mishra (1992) dalam Aquastini (2007) sebagai berikut: X1y1 + X2y2 + X3y3 + X4y4 I= X 100 % Xy4 Keterangan : I = Intensitas serangan X = Jumlah seluruh tanaman yang diamati X1= Jumlah tanaman yang terserang ringan X2= Jumlah tanaman yang terserang sedang X3= Jumlah tanaman yang terserang berat X4= Jumlah tanaman yang terserang sangat berat Y1= Skor 1 Y2= Skor 2 Y3= Skor 3 Y4= Skor 4 Setelah diperoleh nilai intensitas serangannya, kemudian ditentukan kondisi semai. Menurut Sharma dan Sankaran (1998) dalam Aquastini (2007), cara penentuan tingkat kerusakan semai dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Cara Penentuan Tingkat Kerusakan Semai Intensitas serangan % Tingkat kerusakan 0-1 Sehat >1 – 25 Rusak ringan (RR) >25 – 50 Rusak sedang (RS) >50 – 75 Rusak berat (RB) >75 – 100 Rusak sangat berat(RSB) 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Jenis-jenis Hama Daun Berdasarkan hasil penelitian pada daun semai Meranti Pakik (S. seminis) di persemaian Balai Diklat Kehutanan Samarinda ditemukan jenis hama daun sebanyak 3 macam yaitu ulat Plutella xylostella, ulat kantung Mahasena corbetti, dan belalang Locusta migratoria manilensis. a. Ulat Plutella xylostella Gambar 1. Ulat Plutella xylostella Ulat ini mempunyai ciri-ciri berwarna hijau muda menyerupai warna daun, berbuku-buku diselingi warna putih, sepanjang tubuh terdapat bintik kecil warna coklat, diujung tubuh terdapat semacam tanduk warna coklat tua diselimuti oleh bulu-bulu kecil, pada kedua ujung badan terdapat kaki yang kecil berwarna coklat, ukuran tubuh + 9 cm. Klasifikasi Ulat Plutella xylostella menurut Sugura dan Haruo (1997) adalah sebagai berikut: 25 Kerajaan (Kingdom) : Animalia Filum (Phylum) : Arthropoda Kelas (Class) : Insecta Bangsa (Ordo) : Lepidoptera Suku (Familia) : Plutellidae Marga (Genus) : Plutella Jenis (Species) : Plutella xylostella b. Ulat Kantung Mahasena corbetti Gambar 2. Ulat Kantung Mahasena corbetti Ulat kantung ini mempunyai ciri-ciri berwarna coklat menyelimuti seluruh tubuh, menempel pada daun hingga dewasa, termasuk dengan karakter yang unik tinggal dalam kantong yang mudah dibawa. Klasifikasi Ulat Kantung Mahasena corbetti menurut Anonim (2010) adalah sebagai berikut: Kerajaan (Kingdom) : Animalia Filum (Phylum) : Arthropoda Kelas (Class) : Insecta 26 Bangsa (Ordo) : Microlepidoptera Suku (Familia) : Psychidae Marga (Genus) : Mahasena Jenis (Species) : Mahasena cobetti c. Belalang Locusta migratoria manilensis Gambar 3. Belalang Locusta migratoria manilensis Belalang jenis ini mempunyai ciri-ciri berwarna coklat, dengan ukuran + 4,5 cm, mempunyai sepasang kaki belakang bagian femurnya yang besar dan panjang sehingga mampu melompat jauh, tubuh ramping dan ujung kepala runcing. Klasifikasi Belalang Locusta migratoria manilensis menurut Anonim (2010) adalah sebagai berikut: Kerajaan (Kingdom) : Animalia Filum (Phylum) : Arthropoda Kelas (Class) : Insecta Bangsa (Ordo) : Orthoptera Suku (Familia) : Locustidae Marga (Genus) : Locusta Jenis (Species) : Locusta migratoria manilensis 27 2. Bentuk Kerusakan Daun Bentuk kerusakan daun yang ditimbulkan oleh hama perusak daun semai S. Seminis yaitu dengan adanya daun yang dimakan pada tepi daun, daun yang dimakan sebagian sampai tulang daun utamanya dan ada pula daun yang dimakan hanya pada tengah daun sehingga daun berlubang. Untuk lebih jelasnya bentuk-bentuk kerusakan daun dapat dilihat pada gambar 4, 5, dan gambar 6 dibawah ini. Gambar 4. Daun yang Dimakan Sebagian Hingga Tulang Daun Gambar 5. Daun yang Dimakan pada Tepi Daun 28 Gambar 6. Daun yang Dimakan Sehingga Daun Berlubang. 3. Frekuensi dan Intensitas Serangan Data lengkap hasil penelitian dapat dilihat pada lampiran 1. Cara perhitungan frekuensi dan intensitas serangan dapat dilihat pada lampiran 2, sedangkan hasil perhitungan frekuensi dan intensitas serangan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Frekuensi dan Intensitas Serangan Hama Perusak Daun Tingkat kerusakan Jumlah tanaman Yang rusak 21 Frekuensi Serangan (%) Rusak Ringan 7 14 Rusak Sedang 12 24 Rusak Berat 10 20 Rusak Sangat Berat 0 0 Jumlah 50 100 Sehat Intensitas Serangan (%) 42 30,5 Pada Tabel 5 di atas diketahui bahwa daun semai S. seminis dengan tingkat kerusakan sehat sebesar 42%, tingkat kerusakan ringan mempunyai frekuensi serangan sebesar 14 %, tingkat kerusakan sedang frekuensinya 24 29 %, dan tingkat kerusakan berat sebesar 20 %, sedangkan intensitas serangan daun semai meranti pakik adalah 30,5 %, termasuk kategori rusak sedang. Pada saat pengamatan dicatat keadaan suhu dan kelembapan, kisaran suhu dan kelembapan selama pengamatan hama semai S. seminis dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini. Untuk lebih lengkap mengenai data harian suhu dan kelembapan dapat dilihat pada lampiran 3. Tabel 6. Kisaran Suhu dan Kelembapan No Keadaan Udara 0 1 Suhu ( C) 2 Kelembapan (%) Pagi Siang 28,1 – 30 32,8 – 35,5 62 – 79 46 – 59 B. Pembahasan 1. Jenis Hama Daun dan Bentuk Kerusakan Daun a. Ulat Plutella xylostella Ulat ini menyerang daun dengan memakan hampir separuh dari seluruh daun. Menurut Anonim (2010), ulat tritip tergolong nyengat jenis kecil, bersembunyi di bawah permukaan daun sambil merusak jaringan dan memakan selnya. Pada serangan ringan membuat daun tampak bercak-bercak putih. Kehadirannya dipicu suhu dan kelembapan tinggi lantaran saat itu serangga dewasa ramai-ramai berbiak. Instar memakan permukaan daun dan meninggalkan lubang serta luka-luka. Ulat Kantung Mahasena corbetti Ulat Kantung Mahasena corbetti memakan daun pada tengah daun membuat daun berlubang-lubang, yang tersisa hanya tulang daun primer dan sekunder saja. Menurut Anonim (2010), ulat kantung ini berkerabat 30 dekat dengan kupu-kupu dan nyengat, bersifat polifag, memangsa hampir semua tanaman buah dan tanaman hias berdaun dengan membentuk kantung dan menetap hingga dewasa pada kantung tersebut. Daun yang dimakan berlubang dengan jarak yang berdekatan, pada serangan berat membuat warna daun di sekitar lubang menguning. Biasanya muncul awal musim kemarau dimana pada saat itu memicu pupa menjadi serangga dewasa yang segera kawin dan bertelur. b. Belalang Locusta migratoria manilensis Belalang Locusta migratoria manilensis memakan hampir separuh daun mulai dari daging daun, tulang primer dan tulang sekunder. Menurut Anonim (2010), anggota famili Locustidae tergolong hama perusak yang sangat ditakuti. Saat ini banyak menyerang sentra tanaman padi, jagung dan sorgum. Mampu melahap mulai dari batang, daun hingga tunas. Gejala serangan tidak spesifik, tergantung tipe tanaman dan tingkat populasi. Umumnya daun menjadi target utama, bekas gigitan berbentuk sobekan bergerigi tidak beraturan. Pada serangan berat hanya tersisa tulang daun. Populasi berkembang pesat ketika terjadi perubahan iklim. Suhu dan kelembapan rendah mempercepat pertumbuhan telur yang diletakkan dalam tanah. 2. Frekuensi dan Intensitas Serangan Hasil perhitungan intensitas serangan hama daun semai S. seminis adalah 30,5 %, maka tingkat kerusakan yang diakibatkan adalah termasuk katergori rusak sedang, sesuai dengan pendapat Sharma dan Sankaran (1998) dalam Rizal (2004), yang menyatakan bahwa semai termasuk dalam kategori rusak sedang apabila intensitas serangan >25 – 50 %. Banyaknya 31 serangan pada daun karena jumlah daun pada setiap semai relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan bagian lainnya. Dengan banyaknya daun yang menjadi makanan hama, maka perkembangbiakan hama menjadi lebih cepat, pertambahan jumlah individu hama lebih cepat dan menyebabkan serangan pada daun lebih banyak. Ini sesuai dengan pendapat Sulthoni (1978) dalam Rizal (2004), perkembangbiakkan hama sangat dipengaruhi oleh kemampuan hama itu sendiri untuk berkembangbiak dan faktor lingkungan, yaitu faktor fisik seperti suhu, kelembaban, curah hujan, cahaya serta faktor makanan dan kualitas makanan. Kemudian faktor biotik seperti persaingan hidup antar sesama jenis parasit dan predator. Kehidupan hama sangat di pengaruhi oleh lingkungan. Apabila keseimbangan semua faktor lingkungan dapat dipertahankan secara ideal, seperti halnya pada ekosistem alam, yang interaksi antara faktor-faktor itu menghasilkan ekosistem yang tidak terganggu, maka gangguan hama dan penyakit dapat ditekan sampai pada tingkat minimum. Selain itu campur tangan manusia terhadap hutan dapat menimbulkan gangguan keseimbangan yang menstimulasi berkembangnya hama dan penyakit. Menurut Anonim (2010), kondisi lingkungan sangat mempengaruhi perkembangbiakan hama dimana kelembapan tinggi yakni ketika musim hujan berakhir berganti kemarau, pada saat itu tanaman mulai membentuk tunas bunga dan kelak menjadi buah pada saat kemarau. Kondisi yang sangat disenangi oleh hama karena telur menetas bersamaan dengan musim itu dan langsung mendapatkan makanan yang berlimpah. Selanjutnya dinyatakan juga bahwa kesehatan tanaman juga mempengaruhi penyebaran hama dimana kekuatan sistem pertahanan 32 tanaman dipengaruhi oleh suplai hara, ketersediaan air dan intensitas sinar matahari. Ketika tanaman kekurangan salah satunya pada saat itulah rentan serangan hama ditambah lagi dengan penanaman yang monokultur, serangan pada satu tanaman dapat meluluhlantakkan seluruh tanaman yang sejenis. 33 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian hama perusak daun semai S. seminis di persemaian Balai Diklat Kehutanan Samarinda, ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Hama yang menyerang ada 3 jenis yaitu adalahulat Plutella xylostella, ulat kantung Mahasena corbetti dan belalangLocusta migratoria manilensis. 2. Bentuk-bentuk kerusakan daun yang ditimbulkan yaitu adanya daun yang dimakan pada tepi daun, daun yang dimakan sebagiansampai tulang daun utamanya dan daun yang dimakan hanya pada tengah daun sehingga daun berlubang-lubang. 3. Frekuensi serangan hama pada tingkat kerusakan sehat adalah 21 %, tingkat kerusakan ringan adalah 14 %, tingkat kerusakan sedang adalah 24 % dan tingkat kerusakan berat adalah 20 %, sedangkan Intensitas serangan hama adalah 30,5 % termasuk kategori kerusakan sedang. B. Saran 1. Untuk menghindari meningkatnya intensitas serangan hama yang lebih besar sebaiknya dilakukan pengawasan yang lebih intensif seperti penyemprotan pestisida. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan waktu yang lebih lama terhadap hama daun semai S. seminis, untuk mendapatkan informasi lebih lengkap. 34 DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1992. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim. 2009. Rencana Pengelolaan 2010-2035 Hutan Diklat Loa Haur. Balai Pendidikan dan Latihan Kehutanan. Samarinda. Anonim. 2010. Hama dan Penyakit Tanaman, Penanggulangan. Trubus Info Kit. Jakarta. Deteksi Dini dan Aquastini, D. 2007. Identifikasi dan Pemberantasan Penyakit pada Semai 3 Jenis Dipterocarpaceae Di Persemaian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Tesis Sarjana S2. Universitas Mulawarman. Samarinda. 107 hlm. Coulson, R. N. 1984. Forest Entomology. Ecology and Management. John Wiley and Sons, New York. 651 hlm. Darmansyah. 2009. Pengamatan Serangan Belalang Perusak Daun Tanaman Kapur (Dryobalanops sp) Umur 2 Tahun Di PT.Hanurata Sangkulirang. Karya Ilmiah Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Samarinda. Erlinda. 1998. Pengamatan Serangga Perusak Daun Anakan Acacia mangium Willd Umur 5 Bulan Di Persemaian Lempake. Karya Ilmiah Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Samarinda. Hadi, S. 1986. Pengelolaan Hutan Tanaman Industri dengan Penekanan pada Masalah Upaya Perlindungan Terhadap Penyakit. Prosiding Seminar Nasional Ancaman Terhadap HTI. Jakarta. Hlm 38-50. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Kehutanan Jakarta. 1420 hlm. Badan Litbang Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Penerbit Renika Cipta. Jakarta. Mardji, J. 1996. Hama dan Penyakit Tanaman Jenis Dipterocarpaceae Di Bukit Soeharto. Lembaga Pendidikan Universitas Mulawarman. Samarinda Natawigena. 1990. Entomologi Pertanian. Orba Shakti. Bandung. 200 hlm. Natawiria, D.; M. Suharti dan E. Santoso. 1991. Teknik Pengenalan Penyakit Hutan Tanaman Industri. Informasi Teknis Nomor 22. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bogor. 34 hlm. Rizal. 2004. Pengamatan Serangan Hama Perusak Daun Tanaman Jati (Tectona grandis L. F) Umur Tiga Tahun Km. 38 Arah BalikpapanSamarinda, Kelurahan Sei Merdeka Kecamatan Samboja. Karya Ilmiah Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Samarinda. 35 Sugura, I. G. And F. Haruo. 1997. The Life Histories of Asian Butterflyes. Vol. 1. Tokai University Press, Tomigaya, Shibuya-ku Tokyo. Japan. 151 hlm. Sutisna, M. 1991. Budidaya Hutan Hujan Dipterocarpaceae, Alternatif Pengelolaan yang Berkesinambungan. GFG Report. No 20, Desember 1991. Faculty of Forestry Mulawarman University. Samarinda. 33 Lampiran 1. Tabel 1. Data Pengamatan Hama Semai S. seminis Di Persemaian Balai Diklat Kehutanan Samarinda No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Bentuk kerusakan tanaman Daun berlubang Sehat Daun berlubang Sehat Daun berlubang, daun dan tulang daun dimakan Sehat Daun berlubang Sehat Hanya tengah daun yang berlubang Daun berlubang Sehat Daun berlubang daun dan tulang daun dimakan Daun berlubang Sehat Hanya ujung daun yang dimakan Daun berlubang Daun berlubang daun dimakan Daun berlubang, daun dan tulang daun dimakan Daun dimakan Daun berlubang Daun berlubang Daun berlubang, daun dimakan Daun berlubang daun dan tulang daun dimakan Daun berlubang Daun berlubang Daun berlubang dan tulang daun dimakan Daun berlubang Hanya ujung daun dimakan Daun berlubang Daun berlubang, daun dan tulang daun yang dimakan ingkat kerusakan Nilai Sedang Sehat Sedang Sehat Sedang 2 0 2 0 2 Sehat Berat Sehat Sehat 0 3 0 0 Sedang Sehat Berat 2 0 3 Sedang Sehat sehat 2 0 0 Sedang Ringan 2 1 Berat 3 Ringan Ringan Ringan Berat 1 1 1 3 Berat 3 Sedang Ringan Berat 2 1 3 Ringan Sehat 1 0 Sehat Berat 0 3 Keterangan 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Daun berlubang Hanya daun yang berlubang Hanya tengah daun berlubang Daun berlubang Hanya tengah daun yang dimakan Hanya ditengah daun yang berlubang Daun berlubang, daun dan tulang daun dimakan Hanya tengah daun yang berlubang Sehat Daun berlubang Daun berlubang Daun berlubang Hanya ujung daun yang dimakan Daun berlubang, daun dan tulang daun dimakan Sehat Daun berlubang Hanya ujung yang dimakan Sehat Hanya tengah daun yang berlubang Daun berlubang, daun dan tulang daun dimakan Sedang Sehat 2 0 Sehat 0 Sedang Sehat 2 0 Sehat 0 Berat 3 Sehat 0 Sehat Sedang Sedang Sedang Sehat 0 2 2 2 0 Berat 3 Sehat Ringan Sehat 0 1 0 Sehat Sehat 0 0 Berat 3 Lampiran 2. Cara Perhitungan Frekuensi Pengamatan Hama Perusak Daun pada Semai S. seminis Di Persemaian Balai Diklat Kehutanan Samarinda F! " $ 100 % # Ketengan : F : Frekuensi Serangan Hama N : Jumlah Tanaman Selurhnya N : Jumlah tanaman yang rusak pada masing – masing tingkat 1. Sehat : F! &' () $ 100 % = 42% 2 . Tingkat Kerusakan Ringan F! * $ () 100 % = 14% 3. Tingkat Kerusakan Sedang '& F ! () $ 100 % = 24% 4. Tingkan Kerusakan berat ') F ! () $ 100 % = 20% Lampiran 3. Cara Perhitungan Intensitas Pengamatan Hama Perusak Daun Pada Semai S. seminis Di Persemaian Balai Diklat Kehutanan Samarinda i! X'Y' + X&Y& + X,Y, + X-YXY - x 100% Keterangan : I = Intensitas serangan X = Jumlah seluruh tanaman yang diamati X1 = Jumlah tanaman yang terserang ringan X2 = Jumlah tanaman yang terserang sedang X3 = Jumlah tanaman yang terserang berat X4 = Jumlah tanaman yang mati Y1 = skor 1 Y2 = skor 2 Y3 = skor 3 Y4 = skor 4 Intensitas kerusakan pada tanaman meranti : i! *.' + '&.& + ')., + ).- i! *+&-+ ,)+) i! /')) () . - &)) &)) x 100% = 30,5 % x 100% Lampiran 4. Data Suhu Dan Kelembapan Di Lokasi Penelitian Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 kisaran Keterangan: Pagi Suhu C Pagi Siang 29,4 33,4 28,3 33,2 29,7 35,3 28,1 33,4 28,2 35,5 28,7 32,8 29,3 33,3 29,3 35,5 30,0 33,1 29,7 33,4 28,1 35,3 28,3 33,8 30,0 32,8 29,3 33,3 29,4 33,2 28,1 - 30,0 32,8 - 35,5 : 08.00 – 10.00 Siang : 13.00 – 15.00 Kelembapan % Pagi Siang 73 57 75 55 73 56 79 59 76 58 72 46 62 55 68 56 68 57 75 55 73 55 75 57 72 56 62 56 73 57 62 - 79 46 - 59