2 tinjauan pustaka

advertisement
4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi:
1. Keanekaragaman jenis pohon pakan beruang madu di Areal Konservasi PT.
RAPP Estate Meranti.
2. Pola sebaran pohon pakan beruang madu di Areal Konservasi PT. RAPP Estate
Meranti.
3. Faktor lingkungan yang menentukan keberadaan pohon pakan beruang madu di
Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
potensi dan pola sebaran pohon pakan beruang madu di Areal Konservasi PT.
RAPP Estate Meranti, serta faktor lingkungan yang menentukan keberadaan
pohon pakan beruang madu di areal tersebut. Beberapa informasi ini nantinya
diharapkan dapat dijadikan dasar pertimbangan pihak manajemen dalam
menyusun strategi pengelolaan habitat beruang madu yang dapat menunjang
kelestarian populasinya di areal tersebut.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Bioekologi Beruang Madu
Klasifikasi dan Morfologi
Beruang madu termasuk dalam Ordo Karnivora, Suku Ursidae, dan Genus
Helarctos. Beruang madu memiliki nama ilmiah Helarctos malayanus. Spesies ini
memiliki nama Inggris sun bear (Lekagul & McNeely 1977, Yasuma & Alikodra
1990, Payne et al. 2000, Maryanto et al. 2008). Selain itu, beruang madu memiliki
nama lokal seperti bruang, baruwang, gampul, kibul, bahuang, wayuang, lego,
yugam, bawang, berwan, biwang, buang, hugaang, makub, ngue, dan wahgoeng
(Maryanto et al. 2007, Maryanto et al. 2008).
Beruang madu memiliki rambut pendek berwarna hitam, kecuali di bagian
moncong berwarna abu-abu dan di bagian dada berwarna jingga yang membentuk
huruf V (Gambar 2). Kaki beruang madu memiliki lima jari yang kuat. Bobot
badan beruang madu sekitar 6.5 x 104 g. Panjang badannya mulai 1.125 m sampai
1.260 m, sedangkan panjang ekornya antara 3 x 10-2 sampai 9 x 10-2 m (Maryanto
et al. 2008). Payne et al. (2000) menyatakan bahwa bobot badan beruang madu
5
mulai dari 4.8 x 104 g sampai 6.3 x 104 g. Menurut Lekagul & McNeely (1977),
spesies ini memiliki telinga yang berukuran kecil dan bulat.
Gambar 2 Beruang madu di Taman Margasatwa Ragunan (dokumen pribadi)
Penyebaran
Penyebaran beruang madu di dunia meliputi Myanmar, Thailand,
Semenanjung Malaysia, Sumatera dan Kalimantan (Yasuma & Alikodra 1990,
Payne et al. 2000). Menurut Yasuma & Alikodra (1990), keberadaan beruang
madu di Kalimantan tercatat sampai di ketinggian 1500 mdpl di perbatasan SabahSarawak dan 2300 mdpl di Gunung Kinabalu. Lekagul & McNeely (1977)
menyatakan bahwa beruang madu dapat ditemukan di bagian selatan Cina. Selain
itu, Servheen (1998) menyatakan bahwa beruang madu dapat ditemukan di Brunei
Darussalam.
Pakan
Menurut Lekagul & McNeely (1977), pakan beruang madu adalah serangga,
terutama lebah, rayap, dan cacing tanah. Beruang madu juga memakan hewan
pengerat, burung kecil dan reptil (Medway 1978). Beberapa hasil penelitian
menyatakan bahwa beruang madu memakan sarang lebah, sarang rayap dan buah
(Yasuma & Alikodra 1990, Maryanto et al. 2008). Fredriksson (2005)
menyatakan bahwa beruang madu termasuk omnivora oportunistik, yaitu satwa
yang juga memakan buah selain inverterbtara. Hasil penelitian Fredriksson et al.
(2006a) menyatakan bahwa sumber pakan beruang madu di Hutan Lindung
Sungai Wain diantaranya berasal dari 72 jenis pohon pakan selama periode
6
berbuah (Lampiran 1). Buah merupakan pakan yang penting bagi beruang madu
karena diperlukan untuk membangun cadangan energi atau memulihkan cadangan
energi yang hilang. Menurut Astuti (2006), di kebun binatang seekor beruang
madu jantan dewasa dapat memakan buah sebanyak 5142±49.70 g hari-1,
sedangkan seekor beruang madu betina dewasa dapat memakan buah sebanyak
4678±14.50 g hari-1.
Perilaku
Medway (1978) menyatakan bahwa beruang madu lebih aktif selama
periode crepuscular. Spesies ini merupakan pemanjat pohon yang sangat baik
(Lekagul & McNeely 1977). Beberapa peneliti menyatakan bahwa spesies ini
dapat melakukan aktivitas di atas tanah dan di pohon yang tinggi (Yasuma &
Alikodra 1990, Payne et al. 2000, dan Maryanto et al. 2008). Maryanto et al.
(2008) menyatakan bahwa beruang madu mampu hidup hingga berumur 20,5
tahun. Selain itu, Kitchener & Asa (2010) menyatakan bahwa catatan terpanjang
masa hidup (life span) beruang madu di penangkaran adalah 35 tahun.
Salah satu perilaku beruang madu adalah menggali dan membongkar tanah
yang bermanfaat untuk mempercepat proses penguraian dan daur ulang yang
sangat penting untuk hutan hujan tropis. Selain itu, beruang madu juga memiliki
peran penting dalam regenerasi hutan sebagai penyebar biji buah-buahan, yaitu
apabila beruang madu memakan buah dengan biji yang ditelan utuh, maka setelah
kotorannya dikeluarkan, biji yang ada di dalam kotoran tersebut akan segera
tumbuh secara alami di dalam hutan (Fredriksson 2012).
Lekagul & McNeely (1977) menyatakan bahwa beruang madu sama seperti
beruang lainnya, yaitu sering berdiri dengan kaki belakangnya untuk mendapatkan
tampilan yang lebih besar ketika bertemu dengan pesaingnya atau sesuatu yang
mengancam baginya. Beruang madu dapat dikatakan sebagai salah satu satwa
paling berbahaya bagi manusia bila bertemu di hutan. Selain menggigit dengan
taring yang tajam dan rahang yang kuat, beruang madu juga menggunakan cakar
yang tajam dan kuat untuk merobek kulit kepala dan membuat luka yang parah
pada wajah dan tubuh korban.
Biologi Reproduksi
Schwarzenberger et al. 2004 menyatakan bahwa masa bunting beruang
madu selama tiga bulan. Frekuensi melahirkan induk betina beruang madu satu
kali setiap tahun dengan interval masa etrus mulai dari 140 hari hingga 216 hari.
Menurut Sastrapradja et al. (1982), jumlah anak per kelahiran (litter size) beruang
madu yaitu satu sampai dua ekor.
Habitat
Menurut Payne et al. (2000), beruang madu dapat ditemukan di kawasan
hutan yang luas dan kadang memasuki kebun di daerah-daerah terpencil.
7
Fredriksson et al. (2008) menyatakan bahwa beruang madu hidup di hutan primer,
hutan sekunder dan sering juga di lahan pertanian. Tipe hutan yang termasuk
habitat beruang madu diantaranya adalah hutan tropis dataran rendah, hutan
dipterocarpaceae dan hutan pegunungan rendah (Servheen 1998). Selain itu, tipe
hutan yang juga termasuk habitat beruang madu adalah hutan gambut (Alikodra
2002).
Status Hukum
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa menyatakan bahwa beruang madu
termasuk satwa yang dilindungi di Indonesia. Spesies ini juga termasuk dalam
kategori Appendix I CITES, yaitu kategori spesies yang dilarang dalam segala
bentuk perdagangan internasional dan merupakan spesies yang terancam punah.
Selain itu, spesies ini juga terdaftar dalam kategori rentan (vulnerable) The IUCN
Red List of Threatened Species versi 3.1 tahun 2008.
Pola Sebaran Tumbuhan
Suatu jenis tumbuhan yang hidup dalam suatu ekosistem akan membentuk
pola sebaran tertentu. Setiap individu jenis tersebut memiliki toleransi yang
berbeda dalam beradaptasi dengan lingkungan. Setiap individu tersebut juga
memiliki kondisi lingkungan tertentu dimana ia dapat tumbuh optimal (Poole
1974).
Ludwig & Reynolds (1988) menyatakan bahwa dalam komunitas dikenal
tiga macam pola sebaran, yaitu acak (random), berkelompok (clumped) dan
seragam (uniform) (Gambar 3). Pola sebaran suatu jenis tumbuhan yang acak
dalam suatu komunitas diakibatkan oleh kondisi lingkungan yang homogen
dan/atau pola tingkah laku jenis tumbuhan yang tidak selektif. Pola sebaran suatu
jenis tumbuhan yang tidak acak (kelompok dan seragam) menggambarkan bahwa
ada beberapa faktor pembatas dari lingkungan tempat tumbuhnya yang
mempengaruhi kehadiran populasi suatu jenis tumbuhan. Pola sebaran tumbuhan
yang mengelompok dapat disebabkan oleh lingkungan yang heterogen, tingkah
laku dan model reproduksi suatu jenis tumbuhan. Pola sebaran tumbuhan yang
seragam dapat terbentuk akibat dari interaksi antara individu-individu, seperti
persaingan untuk mendapatkan nutrisi dan ruang.
8
(a)
Gambar 3
(b)
(c)
Pola sebaran tumbuhan: (a) acak, (b) berkelompok dan (c) seragam
(Ludwig & Reynolds 1988)
Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tumbuhan
Unsur Hara
Unsur hara merupakan unsur yang diperlukan oleh tumbuhan untuk
kelangsungan hidupnya (Dwijoseputro 1980; Rosmarkam & Yuwono 2002).
Rinsema (1993) menambahkan bahwa unsur hara memiliki peran penting dalam
merangsang perkembangan seluruh bagian tumbuhan.
Berdasarkan jumlah yang diperlukan tumbuhan, unsur hara dibagi menjadi
dua golongan, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro
adalah unsur hara yang dibutuhkan tumbuhan dalam jumlah relatif banyak.
Sementara unsur hara mikro merupakan unsur hara yang dibutuhkan tumbuhan
dalam jumlah relatif sedikit (Rosmarkam & Yuwono 2002; Winangun 2005;
Parnata 2010).
Dwijoseputro (1980) menyatakan bahwa tumbuhan yang kekurangan salah
satu unsur hara biasanya memperlihatkan tanda-tanda yang dapat dilihat dengan
mudah. Tumbuhan yang mengalami defisiensi unsur hara akan tumbuh dan
berkembang dengan tidak sempurna. Fungsi unsur hara dan gejala yang
ditimbulkan akibat defisiensi unsur hara disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Fungsi unsur hara dan gejala yang ditimbulkan akibat defisiensi unsur
hara
Jenis unsur hara
Unsur hara makro
Karbon (C)
Fungsi
Gejala akibat defisiensi
Bahan dasar untuk fotosintesis
Hidrogen (H)
Bahan dasar untuk fotosintesis
Oksigen (O)
Bahan dasar untuk fotosintesis
Metabolisme terhambat dan
tumbuhan akan mati
Metabolisme terhambat dan
tumbuhan akan mati
Metabolisme terhambat dan
tumbuhan akan mati
9
Tabel 1 Lanjutan
Jenis unsur hara
Unsur hara makro
Nitrogen (N)
Kalium (K)
Kalsium (Ca)
Magnesium (Mg)
Fosfor (P)
Sulfur (S)
Unsur hara mikro
Klor (Cl)
Besi (Fe)
Fungsi
Komponen protein, lemak dan Daun tua menguning, kering
pembentukan klorofil
dan mudah rontok, sedangkan
daun yang muda berwarna
hijau pucat
Mengaktifkan enzim, mem- Daun akan tampak keriting
pengaruhi osmosis, membantu atau
menggulung
serta
proses pembentukan karbo- menguning, terdapat bercak
hidrat, memperkuat jaringan dan berukuran kecil, biasanya pada
membentuk antibodi tumbuhan
ujung, tepi dan jaringan antara
tulang daun
Mengatur fungsi sel, menguat- Daun muda pada titik tumbuh
kan dinding sel, penawar racun melengkung, tunas ujung mati,
dalam tumbuhan, mengaktifkan pertumbuhan akar dan pucuk
pembentukan bulu-bulu akar ranting terhambat, serta batang
dan menguatkan batang
tumbuhan tidak kokoh
Membantu proses pembentukan Daun tua memerah, ujung dan
klorofil dan mengaktifkan en- tepi daunnya menggulung
zim
Membentuk akar, bahan dasar Daun tua berwarna merah
protein, mempercepat pema- keunguan, pertumbuhan akar
tangan buah dan memperkuat tidak normal, proses pemabatang tumbuhan
tangan buah lambat
Membantu proses pembentukan Daun berwarna hijau pucat,
bintil akar, tunas dan klorofil
batang dan ranting tampak
kurus dan berbatang pendek
Mengatur pertumbuhan akar dan
batang, serta meningkatkan
kualitas dan kuantitas produksi
tumbuhan
Mengatur sintesis protein dan
pembawa elektron
Mangan (Mn)
Mengaktifkan
enzim
dan
termasuk komponen struktural
dalam membran kloroplas
Boron (B)
Mengatur perkecambahan, pembungaan dan pembelahan sel
Seng (Zn)
Mengatur pembentukan auksin
dan
mencegah
kerusakan
molekul klorofil
Membantu pembentukan klorofil dan termasuk komponen
dalam pembentukan enzim
Tembaga (Cu)
Gejala akibat defisiensi
Produktivitas rendah, tumbuhan menjadi layu dan proses
pematangan buah lambat
Daun
muda
mengalami
klorosis, yaitu daun berwarna
kuning dan mudah rontok
Daun
muda
mengalami
klorosis
dengan
bercak
tersebar merata, tumbuhan
tampak kerdil, dan pembentukan biji tidak sempurna
Tunas pucuk dan cabangcabang lateral mati, daun
keriting dan mudah rontok
Daun berwarna merah tua dan
pertumbuhan akar tidak normal
Daun muda menjadi layu
tetapi tidak sampai mengalami
klorosis
10
Tabel 1 Lanjutan
Jenis unsur hara
Unsur hara mikro
Molibdenum (Mo)
Fungsi
Penyakit akibat defisiensi
Membantu
kerja
enzim Daun hijau pucat dan mengdalam mereduksi nitrat
gulung
Sumber: Dwijoseputro (1980), Lakitan (2008) dan Parnata (2010).
Endah & Abidin (2002) menyatakan bahwa tumbuhan menyerap unsur hara
dari tanah dalam bentuk ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Karena ionion tersebut bermuatan listrik, akan terjadi tarik-menarik antara ion dengan koloid
tanah. Hanya ion yang tidak terikat dengan koloid tanah yang akan mudah diserap
oleh akar tumbuhan.
Tabel 2 Bentuk unsur hara yang diserap oleh tumbuhan
Jenis unsur hara
Unsur hara makro
Nitrogen
Kalium
Kalsium
Magnesium
Fosfor
Sulfur
Unsur hara mikro
Klor
Besi
Mangan
Boron
Seng
Tembaga
Molibdenum
Sumber: Endah dan Abidin (2002).
Bentuk yang diserap oleh tumbuhan
Kation
Anion
NH4+
K+
Ca2+
Mg2+
-
NO3H2PO4-, HPO42SO42-
Fe , Fe3+
Mn2+
Zn2+
2+
Cu , Cu3+
-
ClBO32MoO42-
2+
Tingkat Keasaman Tanah
Tingkat keasaman tanah (pH tanah) menggambarkan jumlah relatif ion H+
terhadap ion OH- di dalam larutan tanah. Tingkat keasaman tanah mempunyai
skala 0-14. Larutan tanah bereaksi asam jika nilai pH berada pada kisaran 0-6,
yang berarti larutan tanah mengandung ion H+ lebih besar dibandingkan ion OH-.
Sebaliknya, jika ion H+ lebih kecil dibandingkan ion OH-, maka larutan tanah
tersebut bereaksi basa atau memiliki nilai pH antara 8-14.
Ketersediaan unsur hara di dalam tanah dipengaruhi oleh keasaman tanah.
Pada kondisi tanah asam, ketersediaan unsur hara makro cenderung berkurang.
Ketersediaan unsur hara makro berada dalam jumlah ideal pada kisaran pH 6-7.5
11
(Endah & Abidin 2002). Selain itu, pH tanah mempunyai pengaruh yang kuat
pada ketersediaan unsur hara mikro. Ketersediaan unsur hara mikro (kecuali Mo
dan Cl) menurun apabila pH tanah meningkat. Range pH terbaik untuk
ketersediaan hara mikro Cu, Zn, Fe dan Mn berturut-turut adalah 5.0-7.0; 5.0-7.0;
4.0-6.5 dan 5.0-6.0 (Winarso 2005).
Fitter & Hay (1991) menyatakan bahwa pH tanah sangat berpengaruh
terhadap aktivitas enzim yang ada pada tumbuhan. Tingkat keasaman tanah yang
optimal untuk kerja enzim tersebut umumnya sekitar 6-8 (Rosmarkam & Yuwono
2002; Abdurahman 2006; Meryandini et al. 2009).
Hadrjowigeno (1995) menyatakan bahwa ada tiga alasan utama tingkat
keasaman tanah sangat penting untuk diketahui, yaitu:
1. Menentukan mudah tidaknya ion-ion unsur hara diserap oleh tumbuhan.
Umumnya, unsur hara mudah diserap oleh akar tumbuhan pada pH tanah
netral, karena pada pH tersebut sebagian besar unsur hara mudah terlarut di
dalam air.
2. Dapat menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi
tumbuhan. Pada tanah asam banyak ditemukan unsur Al yang bersifat racun
dan mengikat unsur P, sedangkan pada tanah basa banyak ditemukan unsur
Natrium (Na) yang dapat bersifat racun bagi tumbuhan.
3. Berpengaruh terhadap perkembangan mikroorganisme di dalam tanah. Pada
pH 5.5-7.0, bakteri pengurai bahan organik dapat berkembang dengan baik.
Ketebalan Gambut
Ketebalan gambut dapat mempengaruhi struktur tegakan hutan rawa gambut,
seperti kerapatan pohon, volume, dan luas bidang dasar. Variasi jenis pohon di
hutan rawa gambut erat kaitannya dengan ketebalan gambut (Mirmanto et al.
2003). Menurut Istomo (2002), kandungan hara tanah gambut semakin menurun
dengan meningkatnya ketebalan gambut. Selain itu, ketebalan gambut dapat
mengindikasikan kadar abu. Kadar abu tersebut dapat dijadikan gambaran
kesuburan tanah gambut. Semakin tinggi ketebalan gambut mengakibatkan kadar
abu semakin rendah. Gambut dangkal lebih subur dibandingkan dengan gambut
tebal (kubah gambut) (Noor 2001).
Intensitas Cahaya Matahari
Cahaya mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
Proses pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan yang dikendalikan oleh cahaya
antara lain perkecambahan, memanjangnya batang, membukanya hypocotyl,
meluasnya daun, sintesis klorofil, gerakan batang, gerakan daun, dan pembukaan
bunga (Fitter & Hay 1991). Selain itu, Mangoendidjojo (2003) menyatakan bahwa
cahaya merupakan faktor utama bagi pertumbuhan tumbuhan karena merupakan
sumber energi bagi proses fotosintesis yang akan menghasilkan karbohidrat.
Setiap jenis tumbuhan mempunyai toleransi yang berlainan terhadap cahaya
matahari. Sebagian besar Angiospermae efisien dalam melakukan fotosintesis
pada intensitas cahaya rendah daripada intensitas cahaya tinggi, sedangkan
Download