Pengaruh Konsep Diri dan Dukungan Sosial Teman Sebaya

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Mahasiswa merupakan bagian dari lembaga pendidikan dalam hal
ini Universitas Kristen Satya Wacana, yang berperan membentuk dan
mendidik mahasiswa untuk mencapai target pendidikan yang diharapkan,
dan banyak diantaranya merupakan mahasiswa yang berasal dari daerah
yang jauh. Mahasiswa Ambon tercatat dengan jumlah yang banyak di
Universitas Kristen Satya Wacana. Ketika datang dalam lingkungan
Universitas Kristen Satya Wacana serta memperoleh teman-teman dari
berbagai daerah yang berbeda menjadikan mahasiswa Ambon harus
mampu membangun kompetensi interpersonal yang baik. Dengan
demikian, dalam bab I akan diuraikan mengenai latar belakang penulis
ingin melakukan penelitian mengenai pengaruh konsep diri dan dukungan
sosial teman sebaya terhadap kompetensi interpersonal mahasiswa Ambon
di Universitas Kristen Satya Wacana.
1.1
Latar Belakang
Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat
lepas dengan manusia lain dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi
atau bergaul dengan orang lain. Pendapat yang dikemukakan Gerungan
(2004) bahwa sebagai makhluk sosial yang perlu diperhatikan ialah
manusia secara hakiki dilahirkan selalu membutuhkan pergaulan dengan
orang lain. Manusia senantiasa memiliki kebutuhan dasar untuk
mengembangkan hubungan interpersonal yang hangat dengan sesama
manusia (Baron dan Bryne, 2004). Untuk dapat menjalin hubungan yang
hangat dengan orang lain, dibutuhkan kecakapan yang memampukan
individu untuk berhubungan dengan individu lain secara pribadi (Lukman,
1
2000).
Kecakapan
ini
juga
dikenal
dengan
istilah
kompetensi
interpersonal.
Menurut Buhrmester (1996), kompetensi interpersonal diperlukan
untuk membangun, membina, dan memelihara hubungan interpersonal
yang akrab, misalnya hubungan dengan orang tua, teman, dan pasangan.
Adanya kompetensi interpersonal ini membuat seseorang merasa mampu
dan terampil untuk menjalin hubungan yang efektif dengan orang lain dan
untuk mengatasi berbagai permasalahan yang mungkin muncul dalam
situasi hubungan antar pribadi. Sebaliknya, kurangnya kompetensi
interpersonal tersebut dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan
sosial seseorang.
Keberadaan kompetensi interpersonal dalam kehidupan sehari-hari
sangat diperlukan oleh setiap individu, tidak terkecuali oleh mahasiswa.
Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar di perguruan tinggi dan
merupakan bagian dari civitas akademika (Kansil dkk., 1998). Pada
umumnya mahasiswa berusia antara 18-30 tahun. Dalam kerangka
psikologi perkembangan, usia mahasiswa merupakan fase peralihan antara
fase remaja akhir menuju dewasa awal. Pada masa remaja akhir, individu
dituntut untuk lebih matang mempersiapkan diri memasuki dunia dewasa,
baik secara sosial, material, intelektual, profesional, dan okupasional
(Sarwono, 2003).
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan sebelumnya
mengenai mahasiswa, dapat diketahui bahwa memasuki usia mahasiswa,
yang merupakan fase peralihan antara fase remaja akhir menuju dewasa
awal, seorang individu dituntut untuk lebih matang mempersiapkan diri
memasuki dunia dewasa. Salah satunya adalah mempersiapkan diri secara
sosial. Mempersiapkan diri untuk memasuki kehidupan sosial yang lebih
2
luas serta menjadi bagian dari masyarakat umum merupakan bagian dari
tugas perkembangan yang harus dijalani mahasiswa (Sarwono, 2003).
Mempersiapkan diri untuk memasuki kehidupan sosial yang lebih luas
sebenarnya telah dimulai sejak seseorang memasuki periode remaja.
Memasuki periode remaja, seseorang mulai mengurangi intensitasnya
untuk berinteraksi dengan orang tua dan mulai menuju ke arah teman
sebaya untuk membina hubungan yang lebih akrab (Buhrmester, 1996).
Pada periode ini, kebutuhan dan keinginan untuk dapat berkomunikasi dan
memperolah teman yang banyak juga semakin meningkat. Remaja mulai
membentuk kelompok sahabat yang memiliki minat, kesukaan, dan nilainilai yang sama serta banyak menghabiskan waktu dalam kegiatan yang
melibatkan banyak orang dan menginginkan kedekatan emosional dalam
kelompoknya (Mastuti, 2001).
Seiring bertambahnya usia, perkembangan sosial seseorang juga
mengalami perubahan. Apabila pada periode remaja, seseorang cenderung
lebih banyak berinteraksi dengan teman sebaya, maka memasuki periode
atau usia mahasiswa seseorang cenderung memperluas hubungan
sosialnya. Hubungan sosial pada mahasiswa tidak hanya berorientasi pada
teman sebaya, melainkan sudah dikembangkan pada lingkungan sosial
yang lebih luas, misalnya dosen dan masyarakat secara umum (Sarwono,
2003). Dalam hal ini, mahasiswa diharapkan mampu mengembangkan
hubungan interpersonal yang akrab dengan orang lain dan mampu
mencapai tanggung jawab sosial.
Guna mengembangkan hubungan interpersonal yang akrab dengan
orang lain dan mencapai tanggung jawab sosial tersebut, mahasiswa
membutuhkan unsur-unsur keterampilan yang bersifat antar pribadi atau
kompetensi interpersonal. Kompetensi interpersonal pada mahasiswa
3
merupakan hal yang sangat penting guna membangun, membina, dan
memelihara hubungan interpersonal dengan orang lain, agar dapat
diperoleh kualitas hubungan interpersonal yang efektif, memuaskan, dan
optimal (Buhrmester, 1996). Adanya kompetensi interpersonal ini akan
memampukan mahasiswa untuk bergaul dan berhubungan dengan orang
lain secara efektif (Thalib, 1999).
Mahasiswa yang memiliki kompetensi interpersonal yang baik
dapat mengemukakan pandangan atau gagasannya secara jelas tanpa
menyakiti orang lain. Mereka juga biasanya mudah mendapatkan teman,
mampu berkomunikasi secara efektif dan memberikan informasi selama
berkomunikasi tanpa perasaan tegang atau perasaan tidak enak lainnya.
Bahkan, mahasiswa yang memiliki kompetensi interpersonal yang baik
akan mampu pula mengemukakan ide-idenya secara meyakinkan kepada
orang lain dan menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi dalam situasi
interpersonal dengan efektif (Thalib, 1999). Dengan adanya kompetensi
interpersonal, mahasiswa akan dapat menyesuaikan diri dengan cepat di
lingkungan kampus dan dapat terhidar dari isolasi sosial (Buhrmester,
1996).
Berbicara mengenai mahasiswa, tentunya tidak semua mahasiswa
yang ada pada suatu universitas adalah mahasiswa dari daerah tempat
universitas itu berada, namun kebanyakan orang memilih menempuh
pendidikan keluar dari daerahnya dan menuju suatu tempat yang dirasakan
lebih nyaman dan sesuai dengan jurusan yang diinginkan untuk
melanjutkan pendidikan. Dalam hal ini Universitas Kristen Satya Wacana
yang merupakan salah satu untiversitas yang di dalamnya terdapat
berbagai mahasiswa dengan daerah asal yang berbeda, dan dapat
dikatakan memiliki jumlah mahasiswa terbanyak yang berasal dari
4
Maluku. Tercatat lebih dari seribu mahasiswa Maluku dari angkatan 20092014 yang tersebar dalam sejumlah fakultas yang berbeda, dan
diantaranya kurang lebih 530 mahasiswa angkatan 2009-2014 yang
berasal dari Ambon. (data dari Biro Administrasi Akademik Universitas
Kristen Satya Wacana, Tanggal 3-11-2014).
Thalib (1999) berpendapat bahwa kompetensi interpersonal yang
dimiliki mahasiswa akan memengaruhi kemampuannya untuk melakukan
penyesuaian diri di lingkungan kampus. Kompetensi interpersonal
awalnya cukup sulit untuk dikembangkan mahasiswa baru. Pada dasarnya
mahasiswa baru tahun pertama dan kedua, berinteraksi baik dalam suasana
perkuliahan maupun dalam susana masyarakat mendapat posisi yang sulit.
Canggung dan kadang menutup diri menjadi hal yang sering dilakukan
meraka yang baru memasuki suatu suasana baru. Melihat situasi ini
mahasiswa Ambon menjadi subjek yang menarik untuk diteliti
dikarenakan beberapa alasan yang mendasari. Alasan tersebut antara lain,
apakah mereka dapat membangun relasi yang baik bukan hanya dengan
orang-orang dari tempat asal yang sama yang dikenali saja, namun dengan
semua orang. Selain itu dengan latar belakang konflik yang penuh
kekerasan yang dialami apakah mereka mampu mengendalikan diri
mereka saat terlibat konflik.
Dari beberapa alasan di atas penulis berasumsi bahwa rendahnya
kompetensi interpersonal mahasiswa Ambon dapat disebabkan karena
status mereka sebagai remaja yang berasal dari daerah bekas konflik.
Beberapa fenomena dapat dikemukakan antara lain, mahasiswa Ambon
kurang memiliki kemampuan berinisiatif, dikarenakan mereka tidak
mempercayai seseorang dalam situasi yang masih baru. Hal tersebut
menyebabkan ketidakmampuan untuk terbuka terhadap orang-orang yang
5
baru dikenal. Selain itu mereka cenderung lebih banyak terlibat dalam
masalah daripada menyelesaikan masalah. Beberapa aksi kekerasan yang
pernah terjadi di Salatiga, melibatkan mahasiswa Universitas Kristen
Satya Wacana yang kebanyakan berasal dari Ambon.
Dalam suatu kesempatan penulis sempat bertanya kepada
mahasiswa
Ambon,
untuk
mengetahui
bagaimana
perkembangan
kompetensi interpersonal yang mereka miliki. Dari hasil percakapan
tersebut
penulis
berasumsi
bahwa,
bagi
mahasiswa
perempuan
membangun kompetensi interpersonal tidaklah sulit, karena mereka
mampu memperoleh teman bukan saja dari Ambon, namun juga dari
daerah yang berbeda. Selain itu bagi mahasiswa perempuan mereka lebih
tenang, serta mampu memberi rasa nyaman kepada teman-teman.
Meskipun diakui beberapa orang bahwa kadang mereka juga terlibat
dalam masalah, namun tidak selalu mengunakan kekerasan. Beberapa di
antara juga mengaku tidak mudah percaya terhadap orang yang baru, dan
masih sulit untuk berbaur dalam situasi yang baru. Berbeda dengan
mahasiswa laki-laki yang mengatakan merasa sulit dalam hal tersebut,
dikarenakan mereka malah lebih banyak terlibat dalam adegan perkelahian
dan selalu mengunakan kekerasan untuk menanggani berbagai masalah.
Untuk lebih mengetahui secera pasti tentang pendapat-pendapat tersebut,
maka dalam penelitian ini penulis memilih mahasiswa Ambon strata 1
angkatan 2012-2013 untuk dijadikan subjek penelitian.
Berikut ini adalah data yang diperoleh dari biro administrasi
akademik Universitas Kristen Satya Wacana tentang jumlah mahasiswa
kota Ambon angkatan 2012-2013.
6
Tabel 1.1
Data Mahasiswa Asal Kota Ambon Angkatan 2012
JENIS KELAMIN
NO
FAKULTAS
1
2
3
4
5
6
7
8
9
FEB-AKUNTANSI
FH-ILMU HUKUM
FISKOM-KOMUNIKASI
FB-PENDIDIKAN BIOLOGI
FIK-KEPERAWATAN
FTEK-TEKNIK ELEKTRO
FTI-TEKNIK INFORMATIKA
FTI-SISTEM INFORMASI
FTI-PEND.TEKNIK INFORMATIKA &
KOMPUTER
FTEOL-TEOLOGI
FPSI-PSIKOLOGI
TOTAL
10
11
JUMLAH
L
1
1
1
1
21
4
4
P
3
1
1
1
9
6
2
5
4
2
1
1
10
1
27
6
9
3
36
6
9
43
9
9
79
Tabel 1.2
Data Mahasiswa Asal Kota Ambon Angkatan 2013
JENIS KELAMIN
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
10
FAKULTAS
FBS-BAHASA INGGRIS
FKIP-PENDIDIKAN SEJARAH
FEB-MANAJEMEN
FEB-AKUNTANSI
FH-ILMU HUKUM
FISKOM-SOSIOLOGI
FISKOM-KOMUNIKASI
FBS-SASTAR INGGRIS
FB-BIOLOGI
FIK-KEPERAWATAN
FSM-KIMIA
FSM-MATEMATIKA
FTI-TEKNIK INFORMATIKA
FTI-SISTEM INFORMASI
FTI-DESAIN KOMUNIKASI VISUAL
FTI-PEND.TEKNIK INFORMATIKA &
KOMPUTER
FTEOL-TEOLOGI
FTI-DESAIN PARIWISATA
FTI-ILMU PERPUSTAKAAN
FPSI-PSIKOLOGI
TOTAL
JUMLAH
L
1
1
1
1
1
1
10
6
1
-
P
1
2
3
1
2
1
1
6
1
6
3
1
1
1
2
4
1
2
2
1
1
7
1
1
16
9
1
1
2
25
10
1
1
6
46
12
1
1
6
71
7
Dari tabel jumlah mahasiswa di atas, dapat kita lihat bahwa
mahasiswa Ambon strata 1 Universitas Kristen Satya Wacana menyebar
hampir di seluruh fakultas. Dengan kata lain mereka yang datang untuk
menempuh pendidikan memiliki berbagai macam pilihan tentang jurusan
yang akan mereka ambil dan kembangkan. Data juga menunjukkan bahwa
dibeberapa fakultas misalnya FTI-TEKNIK INFORMATIKA, terlihat
lebih banyak mahasiswa Ambon yang meminatinya, berbeda dengan
misalnya FBS-BAHASA INGGRIS, FKIP-PENDIDIKAN SEJARAH,
FH-ILMU HUKUM dan masih ada lagi fakultas yang hanya terdapat satu
sampai dua mahasiswa Ambon di dalamnya. Untuk fakultas yang banyak
kemungkinan mereka lebih mampu untuk dapat bersosialisasi dengan
teman-teman yang berasal dari daerah yang sama, dibandingkan mereka
yang hanya sendiri-sendiri. Untuk mereka yang sendiri-sendiri tentunya
harus mampu bersosialisasi tidak hanya dengan teman yang berasal dari
Ambon, namun harus membuka diri untuk berinteraksi dengan temanteman yang lain.
Mahasiswa harus membangun hubungan yang baik dengan
mahasiswa yang lain dalam membentuk suatu interaksi untuk proses
perkuliahan. Namun terkadang ketika memasuki suatu wilayah yang baru
dan harus bertemu dengan orang-orang yang berbeda latar belakang
keluarga maupun suku setiap manusia menjadi sulit untuk beradaptasi.
Untuk mahasiswa tahun pertama dan kedua yang mulai akan berkuliah
misalnya membangun relasi yang baik dengan teman membutuhkan proses
perkenalan yang terkadang cukup lama. Kemudian kadang terlibat dengan
konflik-konflik kecil sesama mahasiswa dalam proses perkuliahan yang
merupakan bagian dari proses interaksi tersebut. Kadang juga berkonflik
dengan diri sendiri ketika mereka akan melakukan suatu presentasi di
8
kelas untuk tugas, meraka terkadang gugup dan kurang mampu
mengontrol diri mereka dengan baik. Kemampuan seperti apapun yang
mereka miliki tergantung pada bagaimana mereka mengkonsepkan diri,
dan bagaimana mereka memperoleh dukungan dari teman-teman, karena
mahasiswa adalah manusia yang tercipta untuk selalu berpikir yang saling
melengkapi (Siswoyo, 2007). Dengan demikian diperlukan kompetensi
interpersonal yang baik dari mahasiswa.
Selain itu, kemampuan menyelesaikan konflik diperlukan agar
tidak merugikan suatu hubungan yang terjalin antar individu karena akan
memberikan dampak negatif bila tidak terselesaikan dengan baik. Selain
kemampuan menyelesaikan konflik, individu harus mampu membuka
diri kepada orang lain, selalu bersikap aktif, tidak bergantung kepada
orang lain dan menunjukkan kerjasama yang baik dengan orang lain.
Kemampuan menyelesaikan konflik dan mau membuka
orang
lain
merupakan
ciri
individu
yang
memiliki
diri
kepada
kompetensi
interpersonal (Buhrmester, dkk., 1988). Kompetensi interpersonal tidak
dapat dicapai dengan mudah dan kemamupuan mahasiswa untuk mencapai
atau tidak mencapai kompetensi interpersonal bukan merupakan kesalahan
sepenuhnya. Ada beberapa hal yang dapat memengaruhi mahasiswa untuk
membangun suatu kompetensi interpersonal yang baik.
Menurut Willis (1981) terdapat tujuh faktor yang dapat
memengaruhi kompetensi interpersonal, yaitu: Usia, semakin individu
bertambah usia, maka individu akan banyak melakukan kontak dengan
orang lain dan individu belajar bagaimana bersikap terhadap orang lain.
Jenis kelamin, pada hakekatnya laki-laki dan perempuan mempunyai
kemampuan kompetensi yang sama. Konsep diri, konsep diri merupakan
kemampuan untuk menerima diri apa adanya dengan segala kelebihan dan
9
kekurangan. Dengan konsep diri seseorang dapat memiliki cara pandang
yang menyeluruh tentang dirinya sendiri berdasarkan pengalaman dari
interaksi dengan orang lain. Kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan
seseorang untuk menyesuaikan diri secara wajar dengan lingkungan
sekitarnya. Kemampuan berempati, kemampuan untuk merasakan apa
yang orang lain rasakan. Empati merupakan inti dari hubungan
interpersonal. Kemampuan menghargai orang lain, untuk dapat diterima
oleh orang lain, maka individu harus bisa untuk dapat menghargai orang
lain dengan baik. Kemampuan berkomunikasi, dengan melakukan
komunikasi dengan baik, maka apa yang individu sampaikan dapat
ditangkap dengan baik oleh lawan bicaranya.
Tentunya setiap individu harus memandang orang lain juga
merupakan bagian dari kehidupannya, dengan demikian maka dapat
terjalin suatu hubungan yang baik. Selain itu harus mampu mengenal serta
mengendalikan dirinya secara baik. Cara pandang individu terhadap
dirinya akan membentuk suatu konsep tentang diri sendiri. Konsep tentang
diri merupakan hal yang penting bagi kehidupan individu karena konsep
diri menentukan bagaimana individu bertindak dalam berbagai situasi
(Calhoun dan Acoccela, 1990). Memilih konsep diri sebagai variebel
pendukung adalah penulis ingin melihat bagaimana konsep diri mahasiswa
Ambon dalam suatu komunitas baru yang didatanginya. Konsep diri
adalah pembentukan sejak berada dalam keluarga, dan mulai berkembang
seiring perkembangan seorang individu. Pengkonsepan diri tergantung
cara individu memahami diri sendiri. Konsep diri adalah semua ide,
pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya
dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain.
10
Dengan demikian ingin dilihat sejauh mana perkembangan konsep diri
mahasiswa Ambon dalam mengembangkan kompetensi interpersonalnya.
Perkembangan konsep diri ini termasuk persepsi individu akan sifat
dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilainilai yang berkaitan dengan pengalaman, tujuan serta keinginannya.
Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri bukan sebagai suatu
kebanggaan yang besar tentang diri. Konsep diri positif bersifat stabil dan
bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang
tahu betul tentang dirinya, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta
yang bermacam-macam tentang dirinya sendiri, evaluasi terhadap dirinya
sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. Dengan
demikian untuk memiliki suatu hubungan yang baik dengan orang lain,
maka individu harus memiliki konsep diri yang baik agar mampu
mengenal diri sendiri dan berinteraksi dengan orang lain.
Individu yang memiliki konsep diri positif dapat memahami
diri
sendiri,
baik kelebihan atau kekurangannya. Menurut Nashori
(2000) hal ini merupakan modal yang baik untuk melakukan hubungan
interpersonal
hubungan
dengan
interpersonal
orang
lain,
secara
dengan kemampuan melakukan
optimal maka
individu
dikatakan
memiliki kompetensi interpersonal yang tinggi. Kelancaran melakukan
hubungan interpersonal pada orang yang nemiliki konsep diri yang positif
juga ditunjang oleh ciri-ciri yang melekat pada orang yang memiliki
konsep diri yang positif. Rakhmat (2000), individu dengan konsep
diri positif merasa setara dengan orang lain. Kesetaraan dengan orang
lain menjadi modal agar individu tidak memiliki penghalang untuk
mendekati orang lain. Kesetaraan tersebut membuat individu mampu
menolak setiap usaha orang lain untuk mendominasi dirinya. Individu
11
yang memandang positif dirinya, memiliki kepekaan akan kebutuhan
orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima, dan pada
gagasan
bahwa
dirinya
tidak
bisa bersenang-senang
dengan
mengorbankan orang lain. Kepekaan yang tinggi dari orang yang
memiliki konsep diri positif ini akan mengantarkan kepada tercapainya
kemampuan memberikan dukungan emosional kepada orang lain.
Hasil penelitian yang dilakukan Hartanti (2006) menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan
kompetensi interpersonal pengurus UKM Undip. Nashori (2000) dalam
penelitiannya juga menyatakan terdapat hubungan antara konsep diri
dengan kompetensi interpersonal mahasiswa psikologi Universitas Islam
Indonesia. Selain itu penelitian Sangeeta (2012) tentang pengaruh konsep
diri terhadap kompetensi interpersonal, dalam penelitian ini meyebutkan
konsep diri memiliki pengaruh yang positif terhadap kompetensi
interpersonal dan mampu membuat individu memahami kemampuan
dalam diri secara baik baik laki-laki dan perempuan.
Faktor lain yang diduga akan memengaruhi individu untuk menjadi
mampu atau tidaknya dalam mengembangankan kompetensi interpersonal
adalah dukungan sosial teman sebaya. Craig (1980) memahami teman
sebaya bukan sekadar sekumpulan anak, yang dengan keanggotaan
terbatas, namun juga mengharuskan adanya interaksi satu dengan yang
lain. Ditambahkannya bahwa dukungan sosial teman sebaya ini relatif
stabil untuk waktu tertentu, dengan saling membagi dan mempengaruhi
nilai, norma kebiasaan di antara mereka. Dalam kelompok tersebut mereka
melakukan interaksi sosial, yaitu hubungan antara individu satu dengan
individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi inividu yang lain
(Walgito, 1978). Dukungan sosial menjadi penting dalam proses
12
perkembangan individu selanjutnya. Dukungan sosial orang tua selalu
menjadi hal yang penting dalam perkembangan individu. Namun ketika
individu telah jauh dari keluarga dan bergerak dalam suatu komunitas
baru, orang tua kemudian kehilangan fungsi kontrol. Untuk itu dukungan
sosial teman sebaya menjadi penting dalam memantapkan suatu proses
interaksi mahasiswa Ambon dalam lingkungan yang baru. Dalam proses
interaksi di antara teman sebaya, mahasiswa akan banyak mengembangkan
kemampuan yang dimilikinya. Tekait dengan hal tersebut, Durkin (1995)
meyakini bahwa dukungan sosial teman sebaya memiliki banyak fungsi
termasuk dalam proses pengembangan identitas sosial, saling membagi
norma perilaku sosial, mempraktekkan kemampuan sosial (social skill),
dan mempertahankan struktur sosial.
Welsh dan Bierman (2006) mengungkap bahwa dalam banyak
situasi, teman sebaya sebagai “ladang latihan” (training grounds) bagi
terciptanya hubungan interpersonal, menyiapkan individu mempelajari
tentang hubungan timbal balik dan kedekatan. Timbal balik yang terjadi
antara teman sebaya merupakan hal yang mampu menunjang terbentuknya
kompetensi interpersonal. Hasil penelitian Foubert dan Grainger, (2006)
menyatakan bahwa dukungan sosial teman sebaya juga memiliki
kontribusi terhadap kompetensi interpersonal. Dengan adanya dukungan
tersebut individu akan merasa dihargai dalam kelompok pertemanan, dan
hal itu memungkinkan terbentuknya rasa percaya diri dalam membangun
hubungan anata teman. Penelitian oleh Kramer dan Gottman (1992) yang
menyatakan
bahwa
individu
yang
memiliki
kesempatan
untuk
memperoleh dukungan sosial teman sebaya memiliki kesempatan yang
lebih besar untuk meningkatkan perkembangan sosial, perkembangan
emosi, dan lebih mudah membina hubungan interpersonal.
13
Garbarino dan Benn (1992) yang mengungkap bahwa dukungan
sosial teman sebaya berpengaruh penting dalam perkembangan kehidupan
individu. Perkembangan yang terjadi pada individu dapat dimaknai salah
satunya terkait dengan kompetensi interpersonal yang dimiliki individu
yang bersangkutan. Selain itu juga Mussen, dkk., (1984) menyatakan
bahwa dukungan sosial teman sebaya akan menyediakan peluang untuk
belajar cara berinteraksi dengan teman seusianya, untuk mengontrol
perilaku sosial, untuk mengembangkan ketrampilan dan minat yang sesuai
dengan usia dan untuk saling membagi persoalan atau perasaan yang
sama. Dari pendapat Mussen, dkk., ini dapat dipahami bahwa dukungan
sosial
teman
sebaya
memberi
peluang
bagi
individu
untuk
mengembangkan berbagai ketrampilan dan potensi yang dimiliki termasuk
di dalamnya komptensi interpersonal individu.
Dari beberapa penelitian terdahulu yang telah didapat, maka
penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh konsep diri dan dukungan
sosial teman sebaya dalam lingkup Universitas Kristen Satya Wacana
khususnya mahasiswa Ambon angkatan 2012-2013. Dengan demikian
dalam penelitian ini dapat diketahui bagaimana pengaruh antara konsep
diri dan dukungan sosial teman sebaya terhadap kompetensi interpersonal
mahasiswa Ambon di Universitas Kristen Satya Wacana.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: Adakah pengaruh secara simultan antara konsep diri dan
dukungan sosial teman sebaya terhadap kompetensi interpersonal
mahasiswa Ambon di Universitas Kristen Satya Wacana.
14
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat adakah pengaruh
secara simultan antara konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya
terhadap kompetensi interpersonal mahasiswa Ambon di Universitas
Kristen Satya Wacana.
1.4
Manfaat Penelitian
Merujuk pada penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan
memberi manfaat sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Dapat memperkaya konsep serta pola pikir kita tentang pengaruh
konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya terhadap kompetensi
interpersonal. Selain itu kiranya penelitian ini dapat menjadi acuan bagi
penelitian-penelitian selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
a) Kepada lembaga penyelenggara pendidikan, hasil penelitian
ini dapat digunakan sebagai data awal untuk meningkatkan
kompetensi interpersonal mahasiswa.
b) Kepada mahasiswa, hasil penelitian ini hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai acuan dalam meningkatkan kualitas
kompetensi interpersonal masing-masing.
c) Bagi peneliti, agar dapat menambah wawasan Ilmu Psikologi.
15
1.5
Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan tesis ini terdiri dari lima bab,
yaitu:
a) Bab I, akan disajikan latar belakang masalah, selanjutnya
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta
sistematika penulisan.
b) Bab II, tinjauan pustaka, meliputi teori-teori yang berhubungan
dengan permasalahan penelitian, yakni teori kompetensi
interpersonal, teori konsep diri, dan teori dukungan sosial
teman sebaya, aspek-aspek , faktor-faktor, hasil-hasil penelitian
sebelumnya, dinamika hubungan antara variabel, model
penelitian dan hipotesis penelitian.
c) Bab III, berisikan metode penelitian, seperti, variabel
penelitian, definisi operasional, populasi, sampel dan teknik
sampling, skala, jenis data dan prosedur pengumpulan data,
penskalaan, daya diskriminasi dan reliablitas alat ukur, uji
asumsi klasik serta uji hipotesis.
d) Bab IV, orientasi kancah penelitian, prosedur penelitian,
deskripsi hasil try-out, uji diskriminasi dan reliabilitas skala,
deskripsi responden penelitian, identifikasi skor, uji asumsi
klasik, uji hipotesis serta diskusi.
e) Bab V, kesimpulan dari penelitian ini, dan saran kepada
mahasiswa/subjek penelitian yang berkaitan dengan hasil
penelitian ini, serta rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.
16
Download