BAB I PENDAHULUAN Mahasiswa merupakan bagian dari lembaga pendidikan dalam hal ini Universitas Kristen Satya Wacana, yang berperan membentuk dan mendidik mahasiswa untuk mencapai target pendidikan yang diharapkan, dan banyak diantaranya merupakan mahasiswa yang berasal dari daerah yang jauh. Mahasiswa Ambon tercatat dengan jumlah yang banyak di Universitas Kristen Satya Wacana. Ketika datang dalam lingkungan Universitas Kristen Satya Wacana serta memperoleh teman-teman dari berbagai daerah yang berbeda menjadikan mahasiswa Ambon harus mampu membangun kompetensi interpersonal yang baik. Dengan demikian, dalam bab I akan diuraikan mengenai latar belakang penulis ingin melakukan penelitian mengenai pengaruh konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya terhadap kompetensi interpersonal mahasiswa Ambon di Universitas Kristen Satya Wacana. 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat lepas dengan manusia lain dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul dengan orang lain. Pendapat yang dikemukakan Gerungan (2004) bahwa sebagai makhluk sosial yang perlu diperhatikan ialah manusia secara hakiki dilahirkan selalu membutuhkan pergaulan dengan orang lain. Manusia senantiasa memiliki kebutuhan dasar untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang hangat dengan sesama manusia (Baron dan Bryne, 2004). Untuk dapat menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain, dibutuhkan kecakapan yang memampukan individu untuk berhubungan dengan individu lain secara pribadi (Lukman, 1 2000). Kecakapan ini juga dikenal dengan istilah kompetensi interpersonal. Menurut Buhrmester (1996), kompetensi interpersonal diperlukan untuk membangun, membina, dan memelihara hubungan interpersonal yang akrab, misalnya hubungan dengan orang tua, teman, dan pasangan. Adanya kompetensi interpersonal ini membuat seseorang merasa mampu dan terampil untuk menjalin hubungan yang efektif dengan orang lain dan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang mungkin muncul dalam situasi hubungan antar pribadi. Sebaliknya, kurangnya kompetensi interpersonal tersebut dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan sosial seseorang. Keberadaan kompetensi interpersonal dalam kehidupan sehari-hari sangat diperlukan oleh setiap individu, tidak terkecuali oleh mahasiswa. Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar di perguruan tinggi dan merupakan bagian dari civitas akademika (Kansil dkk., 1998). Pada umumnya mahasiswa berusia antara 18-30 tahun. Dalam kerangka psikologi perkembangan, usia mahasiswa merupakan fase peralihan antara fase remaja akhir menuju dewasa awal. Pada masa remaja akhir, individu dituntut untuk lebih matang mempersiapkan diri memasuki dunia dewasa, baik secara sosial, material, intelektual, profesional, dan okupasional (Sarwono, 2003). Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan sebelumnya mengenai mahasiswa, dapat diketahui bahwa memasuki usia mahasiswa, yang merupakan fase peralihan antara fase remaja akhir menuju dewasa awal, seorang individu dituntut untuk lebih matang mempersiapkan diri memasuki dunia dewasa. Salah satunya adalah mempersiapkan diri secara sosial. Mempersiapkan diri untuk memasuki kehidupan sosial yang lebih 2 luas serta menjadi bagian dari masyarakat umum merupakan bagian dari tugas perkembangan yang harus dijalani mahasiswa (Sarwono, 2003). Mempersiapkan diri untuk memasuki kehidupan sosial yang lebih luas sebenarnya telah dimulai sejak seseorang memasuki periode remaja. Memasuki periode remaja, seseorang mulai mengurangi intensitasnya untuk berinteraksi dengan orang tua dan mulai menuju ke arah teman sebaya untuk membina hubungan yang lebih akrab (Buhrmester, 1996). Pada periode ini, kebutuhan dan keinginan untuk dapat berkomunikasi dan memperolah teman yang banyak juga semakin meningkat. Remaja mulai membentuk kelompok sahabat yang memiliki minat, kesukaan, dan nilainilai yang sama serta banyak menghabiskan waktu dalam kegiatan yang melibatkan banyak orang dan menginginkan kedekatan emosional dalam kelompoknya (Mastuti, 2001). Seiring bertambahnya usia, perkembangan sosial seseorang juga mengalami perubahan. Apabila pada periode remaja, seseorang cenderung lebih banyak berinteraksi dengan teman sebaya, maka memasuki periode atau usia mahasiswa seseorang cenderung memperluas hubungan sosialnya. Hubungan sosial pada mahasiswa tidak hanya berorientasi pada teman sebaya, melainkan sudah dikembangkan pada lingkungan sosial yang lebih luas, misalnya dosen dan masyarakat secara umum (Sarwono, 2003). Dalam hal ini, mahasiswa diharapkan mampu mengembangkan hubungan interpersonal yang akrab dengan orang lain dan mampu mencapai tanggung jawab sosial. Guna mengembangkan hubungan interpersonal yang akrab dengan orang lain dan mencapai tanggung jawab sosial tersebut, mahasiswa membutuhkan unsur-unsur keterampilan yang bersifat antar pribadi atau kompetensi interpersonal. Kompetensi interpersonal pada mahasiswa 3 merupakan hal yang sangat penting guna membangun, membina, dan memelihara hubungan interpersonal dengan orang lain, agar dapat diperoleh kualitas hubungan interpersonal yang efektif, memuaskan, dan optimal (Buhrmester, 1996). Adanya kompetensi interpersonal ini akan memampukan mahasiswa untuk bergaul dan berhubungan dengan orang lain secara efektif (Thalib, 1999). Mahasiswa yang memiliki kompetensi interpersonal yang baik dapat mengemukakan pandangan atau gagasannya secara jelas tanpa menyakiti orang lain. Mereka juga biasanya mudah mendapatkan teman, mampu berkomunikasi secara efektif dan memberikan informasi selama berkomunikasi tanpa perasaan tegang atau perasaan tidak enak lainnya. Bahkan, mahasiswa yang memiliki kompetensi interpersonal yang baik akan mampu pula mengemukakan ide-idenya secara meyakinkan kepada orang lain dan menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi dalam situasi interpersonal dengan efektif (Thalib, 1999). Dengan adanya kompetensi interpersonal, mahasiswa akan dapat menyesuaikan diri dengan cepat di lingkungan kampus dan dapat terhidar dari isolasi sosial (Buhrmester, 1996). Berbicara mengenai mahasiswa, tentunya tidak semua mahasiswa yang ada pada suatu universitas adalah mahasiswa dari daerah tempat universitas itu berada, namun kebanyakan orang memilih menempuh pendidikan keluar dari daerahnya dan menuju suatu tempat yang dirasakan lebih nyaman dan sesuai dengan jurusan yang diinginkan untuk melanjutkan pendidikan. Dalam hal ini Universitas Kristen Satya Wacana yang merupakan salah satu untiversitas yang di dalamnya terdapat berbagai mahasiswa dengan daerah asal yang berbeda, dan dapat dikatakan memiliki jumlah mahasiswa terbanyak yang berasal dari 4 Maluku. Tercatat lebih dari seribu mahasiswa Maluku dari angkatan 20092014 yang tersebar dalam sejumlah fakultas yang berbeda, dan diantaranya kurang lebih 530 mahasiswa angkatan 2009-2014 yang berasal dari Ambon. (data dari Biro Administrasi Akademik Universitas Kristen Satya Wacana, Tanggal 3-11-2014). Thalib (1999) berpendapat bahwa kompetensi interpersonal yang dimiliki mahasiswa akan memengaruhi kemampuannya untuk melakukan penyesuaian diri di lingkungan kampus. Kompetensi interpersonal awalnya cukup sulit untuk dikembangkan mahasiswa baru. Pada dasarnya mahasiswa baru tahun pertama dan kedua, berinteraksi baik dalam suasana perkuliahan maupun dalam susana masyarakat mendapat posisi yang sulit. Canggung dan kadang menutup diri menjadi hal yang sering dilakukan meraka yang baru memasuki suatu suasana baru. Melihat situasi ini mahasiswa Ambon menjadi subjek yang menarik untuk diteliti dikarenakan beberapa alasan yang mendasari. Alasan tersebut antara lain, apakah mereka dapat membangun relasi yang baik bukan hanya dengan orang-orang dari tempat asal yang sama yang dikenali saja, namun dengan semua orang. Selain itu dengan latar belakang konflik yang penuh kekerasan yang dialami apakah mereka mampu mengendalikan diri mereka saat terlibat konflik. Dari beberapa alasan di atas penulis berasumsi bahwa rendahnya kompetensi interpersonal mahasiswa Ambon dapat disebabkan karena status mereka sebagai remaja yang berasal dari daerah bekas konflik. Beberapa fenomena dapat dikemukakan antara lain, mahasiswa Ambon kurang memiliki kemampuan berinisiatif, dikarenakan mereka tidak mempercayai seseorang dalam situasi yang masih baru. Hal tersebut menyebabkan ketidakmampuan untuk terbuka terhadap orang-orang yang 5 baru dikenal. Selain itu mereka cenderung lebih banyak terlibat dalam masalah daripada menyelesaikan masalah. Beberapa aksi kekerasan yang pernah terjadi di Salatiga, melibatkan mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana yang kebanyakan berasal dari Ambon. Dalam suatu kesempatan penulis sempat bertanya kepada mahasiswa Ambon, untuk mengetahui bagaimana perkembangan kompetensi interpersonal yang mereka miliki. Dari hasil percakapan tersebut penulis berasumsi bahwa, bagi mahasiswa perempuan membangun kompetensi interpersonal tidaklah sulit, karena mereka mampu memperoleh teman bukan saja dari Ambon, namun juga dari daerah yang berbeda. Selain itu bagi mahasiswa perempuan mereka lebih tenang, serta mampu memberi rasa nyaman kepada teman-teman. Meskipun diakui beberapa orang bahwa kadang mereka juga terlibat dalam masalah, namun tidak selalu mengunakan kekerasan. Beberapa di antara juga mengaku tidak mudah percaya terhadap orang yang baru, dan masih sulit untuk berbaur dalam situasi yang baru. Berbeda dengan mahasiswa laki-laki yang mengatakan merasa sulit dalam hal tersebut, dikarenakan mereka malah lebih banyak terlibat dalam adegan perkelahian dan selalu mengunakan kekerasan untuk menanggani berbagai masalah. Untuk lebih mengetahui secera pasti tentang pendapat-pendapat tersebut, maka dalam penelitian ini penulis memilih mahasiswa Ambon strata 1 angkatan 2012-2013 untuk dijadikan subjek penelitian. Berikut ini adalah data yang diperoleh dari biro administrasi akademik Universitas Kristen Satya Wacana tentang jumlah mahasiswa kota Ambon angkatan 2012-2013. 6 Tabel 1.1 Data Mahasiswa Asal Kota Ambon Angkatan 2012 JENIS KELAMIN NO FAKULTAS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 FEB-AKUNTANSI FH-ILMU HUKUM FISKOM-KOMUNIKASI FB-PENDIDIKAN BIOLOGI FIK-KEPERAWATAN FTEK-TEKNIK ELEKTRO FTI-TEKNIK INFORMATIKA FTI-SISTEM INFORMASI FTI-PEND.TEKNIK INFORMATIKA & KOMPUTER FTEOL-TEOLOGI FPSI-PSIKOLOGI TOTAL 10 11 JUMLAH L 1 1 1 1 21 4 4 P 3 1 1 1 9 6 2 5 4 2 1 1 10 1 27 6 9 3 36 6 9 43 9 9 79 Tabel 1.2 Data Mahasiswa Asal Kota Ambon Angkatan 2013 JENIS KELAMIN NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 10 FAKULTAS FBS-BAHASA INGGRIS FKIP-PENDIDIKAN SEJARAH FEB-MANAJEMEN FEB-AKUNTANSI FH-ILMU HUKUM FISKOM-SOSIOLOGI FISKOM-KOMUNIKASI FBS-SASTAR INGGRIS FB-BIOLOGI FIK-KEPERAWATAN FSM-KIMIA FSM-MATEMATIKA FTI-TEKNIK INFORMATIKA FTI-SISTEM INFORMASI FTI-DESAIN KOMUNIKASI VISUAL FTI-PEND.TEKNIK INFORMATIKA & KOMPUTER FTEOL-TEOLOGI FTI-DESAIN PARIWISATA FTI-ILMU PERPUSTAKAAN FPSI-PSIKOLOGI TOTAL JUMLAH L 1 1 1 1 1 1 10 6 1 - P 1 2 3 1 2 1 1 6 1 6 3 1 1 1 2 4 1 2 2 1 1 7 1 1 16 9 1 1 2 25 10 1 1 6 46 12 1 1 6 71 7 Dari tabel jumlah mahasiswa di atas, dapat kita lihat bahwa mahasiswa Ambon strata 1 Universitas Kristen Satya Wacana menyebar hampir di seluruh fakultas. Dengan kata lain mereka yang datang untuk menempuh pendidikan memiliki berbagai macam pilihan tentang jurusan yang akan mereka ambil dan kembangkan. Data juga menunjukkan bahwa dibeberapa fakultas misalnya FTI-TEKNIK INFORMATIKA, terlihat lebih banyak mahasiswa Ambon yang meminatinya, berbeda dengan misalnya FBS-BAHASA INGGRIS, FKIP-PENDIDIKAN SEJARAH, FH-ILMU HUKUM dan masih ada lagi fakultas yang hanya terdapat satu sampai dua mahasiswa Ambon di dalamnya. Untuk fakultas yang banyak kemungkinan mereka lebih mampu untuk dapat bersosialisasi dengan teman-teman yang berasal dari daerah yang sama, dibandingkan mereka yang hanya sendiri-sendiri. Untuk mereka yang sendiri-sendiri tentunya harus mampu bersosialisasi tidak hanya dengan teman yang berasal dari Ambon, namun harus membuka diri untuk berinteraksi dengan temanteman yang lain. Mahasiswa harus membangun hubungan yang baik dengan mahasiswa yang lain dalam membentuk suatu interaksi untuk proses perkuliahan. Namun terkadang ketika memasuki suatu wilayah yang baru dan harus bertemu dengan orang-orang yang berbeda latar belakang keluarga maupun suku setiap manusia menjadi sulit untuk beradaptasi. Untuk mahasiswa tahun pertama dan kedua yang mulai akan berkuliah misalnya membangun relasi yang baik dengan teman membutuhkan proses perkenalan yang terkadang cukup lama. Kemudian kadang terlibat dengan konflik-konflik kecil sesama mahasiswa dalam proses perkuliahan yang merupakan bagian dari proses interaksi tersebut. Kadang juga berkonflik dengan diri sendiri ketika mereka akan melakukan suatu presentasi di 8 kelas untuk tugas, meraka terkadang gugup dan kurang mampu mengontrol diri mereka dengan baik. Kemampuan seperti apapun yang mereka miliki tergantung pada bagaimana mereka mengkonsepkan diri, dan bagaimana mereka memperoleh dukungan dari teman-teman, karena mahasiswa adalah manusia yang tercipta untuk selalu berpikir yang saling melengkapi (Siswoyo, 2007). Dengan demikian diperlukan kompetensi interpersonal yang baik dari mahasiswa. Selain itu, kemampuan menyelesaikan konflik diperlukan agar tidak merugikan suatu hubungan yang terjalin antar individu karena akan memberikan dampak negatif bila tidak terselesaikan dengan baik. Selain kemampuan menyelesaikan konflik, individu harus mampu membuka diri kepada orang lain, selalu bersikap aktif, tidak bergantung kepada orang lain dan menunjukkan kerjasama yang baik dengan orang lain. Kemampuan menyelesaikan konflik dan mau membuka orang lain merupakan ciri individu yang memiliki diri kepada kompetensi interpersonal (Buhrmester, dkk., 1988). Kompetensi interpersonal tidak dapat dicapai dengan mudah dan kemamupuan mahasiswa untuk mencapai atau tidak mencapai kompetensi interpersonal bukan merupakan kesalahan sepenuhnya. Ada beberapa hal yang dapat memengaruhi mahasiswa untuk membangun suatu kompetensi interpersonal yang baik. Menurut Willis (1981) terdapat tujuh faktor yang dapat memengaruhi kompetensi interpersonal, yaitu: Usia, semakin individu bertambah usia, maka individu akan banyak melakukan kontak dengan orang lain dan individu belajar bagaimana bersikap terhadap orang lain. Jenis kelamin, pada hakekatnya laki-laki dan perempuan mempunyai kemampuan kompetensi yang sama. Konsep diri, konsep diri merupakan kemampuan untuk menerima diri apa adanya dengan segala kelebihan dan 9 kekurangan. Dengan konsep diri seseorang dapat memiliki cara pandang yang menyeluruh tentang dirinya sendiri berdasarkan pengalaman dari interaksi dengan orang lain. Kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri secara wajar dengan lingkungan sekitarnya. Kemampuan berempati, kemampuan untuk merasakan apa yang orang lain rasakan. Empati merupakan inti dari hubungan interpersonal. Kemampuan menghargai orang lain, untuk dapat diterima oleh orang lain, maka individu harus bisa untuk dapat menghargai orang lain dengan baik. Kemampuan berkomunikasi, dengan melakukan komunikasi dengan baik, maka apa yang individu sampaikan dapat ditangkap dengan baik oleh lawan bicaranya. Tentunya setiap individu harus memandang orang lain juga merupakan bagian dari kehidupannya, dengan demikian maka dapat terjalin suatu hubungan yang baik. Selain itu harus mampu mengenal serta mengendalikan dirinya secara baik. Cara pandang individu terhadap dirinya akan membentuk suatu konsep tentang diri sendiri. Konsep tentang diri merupakan hal yang penting bagi kehidupan individu karena konsep diri menentukan bagaimana individu bertindak dalam berbagai situasi (Calhoun dan Acoccela, 1990). Memilih konsep diri sebagai variebel pendukung adalah penulis ingin melihat bagaimana konsep diri mahasiswa Ambon dalam suatu komunitas baru yang didatanginya. Konsep diri adalah pembentukan sejak berada dalam keluarga, dan mulai berkembang seiring perkembangan seorang individu. Pengkonsepan diri tergantung cara individu memahami diri sendiri. Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. 10 Dengan demikian ingin dilihat sejauh mana perkembangan konsep diri mahasiswa Ambon dalam mengembangkan kompetensi interpersonalnya. Perkembangan konsep diri ini termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilainilai yang berkaitan dengan pengalaman, tujuan serta keinginannya. Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri bukan sebagai suatu kebanggaan yang besar tentang diri. Konsep diri positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu betul tentang dirinya, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang bermacam-macam tentang dirinya sendiri, evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. Dengan demikian untuk memiliki suatu hubungan yang baik dengan orang lain, maka individu harus memiliki konsep diri yang baik agar mampu mengenal diri sendiri dan berinteraksi dengan orang lain. Individu yang memiliki konsep diri positif dapat memahami diri sendiri, baik kelebihan atau kekurangannya. Menurut Nashori (2000) hal ini merupakan modal yang baik untuk melakukan hubungan interpersonal hubungan dengan interpersonal orang lain, secara dengan kemampuan melakukan optimal maka individu dikatakan memiliki kompetensi interpersonal yang tinggi. Kelancaran melakukan hubungan interpersonal pada orang yang nemiliki konsep diri yang positif juga ditunjang oleh ciri-ciri yang melekat pada orang yang memiliki konsep diri yang positif. Rakhmat (2000), individu dengan konsep diri positif merasa setara dengan orang lain. Kesetaraan dengan orang lain menjadi modal agar individu tidak memiliki penghalang untuk mendekati orang lain. Kesetaraan tersebut membuat individu mampu menolak setiap usaha orang lain untuk mendominasi dirinya. Individu 11 yang memandang positif dirinya, memiliki kepekaan akan kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima, dan pada gagasan bahwa dirinya tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain. Kepekaan yang tinggi dari orang yang memiliki konsep diri positif ini akan mengantarkan kepada tercapainya kemampuan memberikan dukungan emosional kepada orang lain. Hasil penelitian yang dilakukan Hartanti (2006) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal pengurus UKM Undip. Nashori (2000) dalam penelitiannya juga menyatakan terdapat hubungan antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal mahasiswa psikologi Universitas Islam Indonesia. Selain itu penelitian Sangeeta (2012) tentang pengaruh konsep diri terhadap kompetensi interpersonal, dalam penelitian ini meyebutkan konsep diri memiliki pengaruh yang positif terhadap kompetensi interpersonal dan mampu membuat individu memahami kemampuan dalam diri secara baik baik laki-laki dan perempuan. Faktor lain yang diduga akan memengaruhi individu untuk menjadi mampu atau tidaknya dalam mengembangankan kompetensi interpersonal adalah dukungan sosial teman sebaya. Craig (1980) memahami teman sebaya bukan sekadar sekumpulan anak, yang dengan keanggotaan terbatas, namun juga mengharuskan adanya interaksi satu dengan yang lain. Ditambahkannya bahwa dukungan sosial teman sebaya ini relatif stabil untuk waktu tertentu, dengan saling membagi dan mempengaruhi nilai, norma kebiasaan di antara mereka. Dalam kelompok tersebut mereka melakukan interaksi sosial, yaitu hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi inividu yang lain (Walgito, 1978). Dukungan sosial menjadi penting dalam proses 12 perkembangan individu selanjutnya. Dukungan sosial orang tua selalu menjadi hal yang penting dalam perkembangan individu. Namun ketika individu telah jauh dari keluarga dan bergerak dalam suatu komunitas baru, orang tua kemudian kehilangan fungsi kontrol. Untuk itu dukungan sosial teman sebaya menjadi penting dalam memantapkan suatu proses interaksi mahasiswa Ambon dalam lingkungan yang baru. Dalam proses interaksi di antara teman sebaya, mahasiswa akan banyak mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Tekait dengan hal tersebut, Durkin (1995) meyakini bahwa dukungan sosial teman sebaya memiliki banyak fungsi termasuk dalam proses pengembangan identitas sosial, saling membagi norma perilaku sosial, mempraktekkan kemampuan sosial (social skill), dan mempertahankan struktur sosial. Welsh dan Bierman (2006) mengungkap bahwa dalam banyak situasi, teman sebaya sebagai “ladang latihan” (training grounds) bagi terciptanya hubungan interpersonal, menyiapkan individu mempelajari tentang hubungan timbal balik dan kedekatan. Timbal balik yang terjadi antara teman sebaya merupakan hal yang mampu menunjang terbentuknya kompetensi interpersonal. Hasil penelitian Foubert dan Grainger, (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial teman sebaya juga memiliki kontribusi terhadap kompetensi interpersonal. Dengan adanya dukungan tersebut individu akan merasa dihargai dalam kelompok pertemanan, dan hal itu memungkinkan terbentuknya rasa percaya diri dalam membangun hubungan anata teman. Penelitian oleh Kramer dan Gottman (1992) yang menyatakan bahwa individu yang memiliki kesempatan untuk memperoleh dukungan sosial teman sebaya memiliki kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan perkembangan sosial, perkembangan emosi, dan lebih mudah membina hubungan interpersonal. 13 Garbarino dan Benn (1992) yang mengungkap bahwa dukungan sosial teman sebaya berpengaruh penting dalam perkembangan kehidupan individu. Perkembangan yang terjadi pada individu dapat dimaknai salah satunya terkait dengan kompetensi interpersonal yang dimiliki individu yang bersangkutan. Selain itu juga Mussen, dkk., (1984) menyatakan bahwa dukungan sosial teman sebaya akan menyediakan peluang untuk belajar cara berinteraksi dengan teman seusianya, untuk mengontrol perilaku sosial, untuk mengembangkan ketrampilan dan minat yang sesuai dengan usia dan untuk saling membagi persoalan atau perasaan yang sama. Dari pendapat Mussen, dkk., ini dapat dipahami bahwa dukungan sosial teman sebaya memberi peluang bagi individu untuk mengembangkan berbagai ketrampilan dan potensi yang dimiliki termasuk di dalamnya komptensi interpersonal individu. Dari beberapa penelitian terdahulu yang telah didapat, maka penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya dalam lingkup Universitas Kristen Satya Wacana khususnya mahasiswa Ambon angkatan 2012-2013. Dengan demikian dalam penelitian ini dapat diketahui bagaimana pengaruh antara konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya terhadap kompetensi interpersonal mahasiswa Ambon di Universitas Kristen Satya Wacana. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Adakah pengaruh secara simultan antara konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya terhadap kompetensi interpersonal mahasiswa Ambon di Universitas Kristen Satya Wacana. 14 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat adakah pengaruh secara simultan antara konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya terhadap kompetensi interpersonal mahasiswa Ambon di Universitas Kristen Satya Wacana. 1.4 Manfaat Penelitian Merujuk pada penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut: 1.4.1 Manfaat Teoritis Dapat memperkaya konsep serta pola pikir kita tentang pengaruh konsep diri dan dukungan sosial teman sebaya terhadap kompetensi interpersonal. Selain itu kiranya penelitian ini dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 1.4.2 Manfaat Praktis a) Kepada lembaga penyelenggara pendidikan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal untuk meningkatkan kompetensi interpersonal mahasiswa. b) Kepada mahasiswa, hasil penelitian ini hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam meningkatkan kualitas kompetensi interpersonal masing-masing. c) Bagi peneliti, agar dapat menambah wawasan Ilmu Psikologi. 15 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan tesis ini terdiri dari lima bab, yaitu: a) Bab I, akan disajikan latar belakang masalah, selanjutnya rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan. b) Bab II, tinjauan pustaka, meliputi teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, yakni teori kompetensi interpersonal, teori konsep diri, dan teori dukungan sosial teman sebaya, aspek-aspek , faktor-faktor, hasil-hasil penelitian sebelumnya, dinamika hubungan antara variabel, model penelitian dan hipotesis penelitian. c) Bab III, berisikan metode penelitian, seperti, variabel penelitian, definisi operasional, populasi, sampel dan teknik sampling, skala, jenis data dan prosedur pengumpulan data, penskalaan, daya diskriminasi dan reliablitas alat ukur, uji asumsi klasik serta uji hipotesis. d) Bab IV, orientasi kancah penelitian, prosedur penelitian, deskripsi hasil try-out, uji diskriminasi dan reliabilitas skala, deskripsi responden penelitian, identifikasi skor, uji asumsi klasik, uji hipotesis serta diskusi. e) Bab V, kesimpulan dari penelitian ini, dan saran kepada mahasiswa/subjek penelitian yang berkaitan dengan hasil penelitian ini, serta rekomendasi untuk penelitian selanjutnya. 16