HAK CIPTA ATAS FOLKLOR BERUPA KARYA SENI TARI DANGISA COPYRIGHT ON FOLKLORE DANGISA DANCE Rizko Monoarfa1, Hasbir Paserangi2, Oky Deviany Burhamzah2 1 Bagian Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar 2 Bagian Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar Alamat Korespondensi : Rizko Monoarfa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, Email : [email protected] Nomor Telepon 087841066685 Abstrak Perlindungan hak cipta atas folklor berupa karya seni tari dangisa belum terlaksana dengan baik di Kabupaten Bolaang Mongondow. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Peranan Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan dalam memberikan perlindungan Hak Cipta atas folklor berupa karya seni tari dangisa. Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian empiris, data yang diperoleh langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui wawancara maupun studi dokumen dengan pihakyang berkepentingan dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Komunitas Budaya Sandoba Bolaang Uki Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, dan Penari Tarian Dangisa kemudian dilakukan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peranan pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan belum maksimal dalam memberikan perlindungan hak cipta atas folklor berupa karya seni tari dangisa. hal ini disebabkan oleh adanya kendala-kendala yang dihadapi oleh pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow. Kata Kunci : Peranan pemerintah, perlindungan hak cipta atas folklor, tarian dangisa Abstract Protection of copyright in a work of folklore dance dangisa has not done well in South Mongondow Bolaang. The purpose of this study was To determine the role of government in the South Mongondow Bolaang Copyright protection in the form of artwork on the folklore dance dangisa. The author in this study using empirical research methods, data obtained directly from the public as the first source through interviews and document study with pihakyang interest in this case the Department of Tourism and Creative Economy Bolaang South Mongondow, Department of Education, Culture, Youth and Sports Bolaang South Mongondow, Community Cultural Bolaang Sandoba Uki Bolaang South Mongondow, and Dancers dances Dangisa then conducted a qualitative descriptive analysis. The results showed that the government's role Bolaang South Mongondow not maximized in providing protection of copyright in a work of folklore dance dangisa. this is caused by the presence of the constraints faced by the government Bolaang Mongondow. Keywords: The role of government, the protection of the copyright in folklore, dangisa dances PENDAHULUAN Di Indonesia perlindungan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut UUHC 2002) yaitu pada Pasal 12 UUHC 2002. Selain memberikan perlindungan terhadap ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra UUHC 2002 juga mengatur tentang perlindungan terhadap ciptaan yang tidak diketahui penciptanya seperti peninggalan prasejarah, sejarah, benda budaya nasional lainnya dan folklor, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 10 dan Pasal 11 UUHC 2002. Meskipun UUHC 2002 telah mengatur mengenai jenis ciptaan yang dapat dilindungi, namun demikian UUHC 2002 hanya dapat memberikan perlindungan pada ciptaan yang telah memenuhi syarat sah ciptaan yang dapat dilindungi oleh hak cipta, syarat sahnya ciptaan yang dapat dilindungi dengan hak cipta yaitu ciptaan yang telah mempunyai perwujudan (Fixation), keaslian (Originality) dan Kreatifitas (Creativity) (Hariyani, 2010). Selain mengatur mengenai obyek hak cipta, UUHC 2002 juga mengatur mengenai subyek dari hak cipta. Subyek hak cipta yaitu Pencipta atau pemegang hak cipta yang dapat berupa perorangan yang terdiri dari seseorang atau lebih dan dapat berupa badan hukum yang terdiri dari badan hukum perusahaan yaitu perseroan terbatas dan koperasi, badan hukum pendidikan yaitu universitas, maupun badan hukum sosial yaitu yayasan. Selain perorangan dan badan hukum, UUHC 2002 juga mengatur mengenai negara sebagai subyek dari hak cipta yang memegangi hak cipta atas ciptaan yang tidak diketahui penciptanya seperti peninggalan prasejarah, sejarah, benda budaya nasional lainnya dan folklor, sebagai mana yang diatur dalam Pasal 10 dan Pasal 11 UUHC 2002. Salah satu contoh hak cipta yang dipegang oleh negara yaitu tarian dangisa yang merupakan tarian khas dari masyarakat suku bolango yang telah diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan dan penciptanya sudah tidak diketahui. Oleh karena tarian dangisa ini telah di wariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya dan penciptanya sudah tidak diketahui, maka tarian dangisa ini masuk kedalam kategori folklor yang hak ciptanya di pegang oleh negara. Folklor merupakan sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat yang menunjukkan identitas sosial dan budaya berdasarkan standar dan nilai – nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun – temurun, termasuk Cerita rakyat, puisi rakyat, lagu – lagu rakyat dan musik – musik instrument tradisional, tari – tarian rakyat, permainan tradisional, hasil seni antara lain berupa lukisan, gambar, ukir – ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakain, instrument musik dan tenunan tradisional. Tarian dangisa digolongkan sebagai tarian perang karena gerakan-gerakan dalam tarian dangisa menceritakan tentang perang yang dihadapi oleh suku bolango, bahkan pada saat itu penari dalam terian ini adalah mereka yang gagah berani bahkan prajurit kerajaan menarikan tarian ini lengkap dengan peralatan dan perlengkapan tempur seperti baju besi, tombak atau pedang dan perisai. Lambat–laun seiring dengan perkembangan zaman makna dari tarian ini diubah menjadi tarian daerah. Tari dangisa berasal dari kata dangito (bahasa bolango) yang berarti menerkam, menyambar, menyambut dan juga menantang. Tarian dangisa ini pertama kali di tarikan di Tapa Kabupaten Bone Bolango pada tahun 1700 dalam rangka penjemputan raja Gobol yang dinobatkan di Ternate (Sombowadille dkk., 2012). Berdasarkan hal tersebut di atas maka tari dangisa dapat dilindungi oleh hak cipta karena telah memenuhi syarat sah ciptaan yang dapat dilindungi, telah terpenuhinya syarat sah ciptaan dari tarian dangisa, maka tarian ini patut untuk dilindungi oleh UUHC 2002 karena UUHC 2002 memberikan perlindungan pada ciptaan yang telah berwujud, asli dan memiliki kreatifitas. Peranan negara sangat diperlukan dalam memberikan perlindungan hak cipta atas folklor berupa karya seni tari dangisa, agar folklor berupa karya seni tari dangisa tidak diklaim atau dikomersialkan oleh pihak asing tanpa seizin Negara Republik Indonesia. Selain perlindungan, berbicara mengenai hak cipta tidak akan terlepas dari nilai ekonomis atau benefit yang akan diperoleh karena hak cipta merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual yang memberikan perlindungan hak eksklusif yang diberikan sebagai hasil yang diperoleh dari kegiatan intelektual manusia sebagai tanda yang digunakan dalam kegiatan bisnis dan termasuk kedalam hak tak berwujud yang memiliki nilai ekonomis (Suherman, 2005). Misalnya dalam bentuk pembayaran royalty atau teknikal fee. Nilai ekonomis tersebut berasal dari hak ekonomi yang memungkinkan seorang pencipta atau pemegang hak cipta mengeksploitasi suatu karya cipta sedemikian rupa untuk memberikan manfaat ekonomi bagi pencipta atau pemegang hak cipta bahkan sampai pada negara (Damian, 2005). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peranan pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan dalam memberikan perlindungan hak cipta atas folklor berupa karya seni tari dangisa dan manfaat ekonomi yang akan di peroleh Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Alasan pemilihan lokasi tersebut karena folklor berupa karya seni tari dangisa merupakan tarian khas dari masyarakat suku bolango yang dilestarikan dan dikembangkan di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini adalah penelitian empiris, Penelitian empiris adalah mengungkap hukum yang hidup (living law) dalam masyarakat melalui perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat. Penelitian hukum empiris memperoleh data dari data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui wawancara, dan data sekunder Yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka berupa dokumen, karya ilmiah, dokumentasi yang terkait dengan obyek penelitian dan data tertulis lainnya yang berhubungan dengan obyek penelitian di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Teknik Pengumpulan Data Data yang diperoleh langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui wawancara dengan pihak yang berkepentingan dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Komunitas Budaya Sandoba Bolaang Uki Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, dan Penari Tarian Dangisa Analisis Data Dari data primer dan data sekunder yang penulis gunakan dalam penulisan menggunakan analisis data secara deskriptif kualitatif, yaitu menganalisis data yang diperoleh dengan menjelaskan, menggambarkan serta menguraikan hal-hal yang sesuai dengan permasalahan ini, sehingga membentuk deskripsi yang mendukung materi yang penulis angkat. HASIL Tarian dangisa yang merupakan tarian khas masyarakat suku bolango yang telah memenuhi standar ciptaan seperti perwujudan, keaslian, dan kreativitas sebagai mana yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya masuk kedalam suatu ciptaan yang dapat dilindungi dengan hak cipta. Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta dan pemegang hak cipta untuk mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila dilihat dari sejarahnya maka tarian dangisa ini masuk dalam kategori folklor. Folklor yaitu sekumpulan ciptaan tradisional baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun-temurun termasuk cerita rakyat, tari-tarian, permainan tradisional, hasil seni berupa lukisan, gambar, ukir-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik, dan tenun tradisional. Ciptaan yang masuk dalam kategori folklor seperti tarian dangisa merupakan ciptaan yang sudah tidak diketahui lagi penciptanya oleh karena itu hak ciptanya dipegang oleh negara, hal ini sesuai dengan Pasal 10 ayat 2 Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 Tentang Hak Cipta (untuk selanjutnya disebut UUHC 2002) yaitu “Negara memegang hak cipta atas Folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, lagu, kerajinan tangan, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya”. Meskipun negara memegang hak cipta atas folklor namun perlindungan hak cipta atas folklor berupa karya seni tari dangisa belum terlaksana dengan baik di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Hal ini dapat dilihat dari segi pendaftarannya yang belum terlaksana sampai sekarang dan dari segi penegakan hukumnya yang belum diatur secara eksplisit dalam UUHC 2002. Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan pendaftaran hak cipta atas folklor berupa karya seni tari dangisa belum terlaksana dengan baik, hal ini dikarenakan oleh adanya penolakan dari masyarakat suku bolango yang merupakan masyarakat yang melestarikan dan mengembangkan folklor berupa karya seni tari dangisa, serta belum adanya peraturan daerah yang mengatur mengenai hak cipta atas folklor di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa Perlindungan hak cipta atas folklor berupa karya seni tari dangisa di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan belum dapat terlaksana dengan baik, hal ini dapat dilihat dari pendaftaran hak cipta atas folklor berupa karya seni tari dangisa yang sampai sekarang belum terlaksana dengan baik, hal ini dikarenakan adanya penolakan dari masyarakat suku bolango sebagai masyarakat yang memelihara dan mengembangkan folklor berupa karya seni tari dangisa karena folklor kepemilikannya lebih bersifat komunal sedangkan hak cipta pemilikannya bersifat individual. Peranan pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan sangat diperlukan untuk memberikan perlindungan hak cipta atas folklor berupa karya seni tari dangisa agar tidak diklaim atau dikomersialkan tanpa seizin negara. Hal ini sesuai dengan penjelasan pasal 10 ayat 2 UUHC 2002 yaitu Dalam rangka melindungi folklor dan hasil kebudayaan rakyat lain, Pemerintah dapat mencegah adanya monopoli atau komersialisasi serta tindakan yang merusak atau pemanfaatan komersial tanpa izin Negara Republik Indonesia sebagai pemegang hak cipta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari tindakan pihak asing yang dapat merusak nilai kebudayaan tersebut. Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan dalam memberikan perlindungan hak cipta atas folklor berupa karya seni tari dangisa melakukan langkah-langkah perlindungan hak cipta, baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif. Perlindungan hukum yang bersifat preventif yaitu perlindungan hukum yang bersifat pencegahan seperti pendaftaran hak cipta, perlindungan yang bersifat preventif ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Sedangkan perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan apabila terjadi sengketa (Salim dkk., 2013). Pendaftaran hak cipta merupakan proses pencatatan ciptaan dalam daftar umum ciptaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Hak Cipta berdasarkan permohonan yang diajukan oleh pencipta atau oleh pemegang hak cipta. Proses pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan memuat tentang nama pencipta dan pemegang hak cipta, tanggal penerimaan surat permohonan, tanggal lengkapnya persyaratan, dan nomor pendaftaran ciptaan. Pendaftaran hak cipta merupakan salah satu bentuk perlindungan yang bersifat preventif, karena dengan adanya pendaftaran hak cipta diharapkan dapat mencegah terjadinya sengketa hak cipta seperti klaim-mengkalim suatu ciptaan yang dilakukan oleh pihak asing terhadap ciptaan orang lain. Pendaftaran hak cipta memang tidak diwajibkan untuk memperoleh perlindungan hak cipta, namun pendaftaran hak cipta penting untuk dilakukan karena dengan adanya pendaftaran maka pemegang hak cipta akan memperoleh tanda bukti pendaftaran hak cipta yang nantinya akan menjadi bukti awal untuk mengajukan gugatan dipengadilan apabila ciptaanya diklaim oleh pihak asing (Sutedi, 2009). Mengingat pentingnya pendaftaran hak cipta maka sudah sepatutnya pemerintah daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan melakukan pendaftaran hak cipta atas folklor berupa karya seni tari dangisa agar tarian dangisa tidak diklaim oleh masyarakat luar dan atau pihak asing. Namun sampai sekarang pendaftaran hak cipta atas folklor berupa karya seni tari dangisa belum juga dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa hal yaitu sejarah tarian dangisa dan peraturan daerah yang belum disahkan. Langkah selanjutnya yang ditempuh oleh pemerintah daerah yaitu penegakan hukum. Penegakan hukum baik pidana maupun perdata tidak secara eksplisit di atur dalam UUHC 2002 (Lutviansori, 2010). Meskipun demikian langkah-langkah penegakan hukum baik penegakan hukum pidana maupun penegakan hukum perdata akan ditempuh oleh pemerintah daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan apabila terjadi suatu pelanggaran hak cipta atas folklor berupa karya seni tari dangisa yang dilakukan oleh pihak asing. Penegakan hukum tersebut di atas ditempuh oleh pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan apabila terjadi pelanggaran hak cipta atas folklor berupa karya seni tari dangisa. Hal ini terkait dengan adanya hak moral dan hak ekonomi yang dimiliki oleh seorang pencipta dan pemegang hak cipta terhadap ciptaanya (Soelistyo, 2011). Hak moral merupakan hak yang dalam keadaan bagaimanapun dan dengan jalan apapun tidak dapat dipisahkan dari pencipta dan atau pemegang hak cipta seperti mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya, mencantumkan nama sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan keutuhan ciptaannya (Saidin, 2012). Sedangkan hak ekonomi merupakan hak untuk mendapatkan keuntungan ekonomis dari hasil mengkomersialisasikan hasil ciptaannya, hak ekonomi meliputi hak reproduksi atau pengadaan (Reproduction Right), Hak Adaptasi (Adaptation Right), Hak Distribusi (Distribution Right), Hak Pertunjukan (Public Performance Right), Hak Penyiaran (Broadcasting Right), Hak Programa Kabel (Cablecasting Right), Droite de suite, dan Hak Pinjam Masyarakat (Public Landing Right) (Purwaningsih, 2005). Berbicara mengenai hak cipta tentunya tidak akan terlepas dari manfaat ekonomi yang akan diperoleh oleh pencipta dan atau pemegang hak cipta apabila ciptaannya digunakan atau dikomersialkan oleh pihak asing. Berdasarkan hal tersebut di atas maka sudah seharusnya hak cipta atas folklor juga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi pemegang hak ciptanya. Seperti hak cipta atas folklor berupa karya seni tarian dangisa di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan yang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, baik secara lansung dalam hal ini diterima oleh Komunitas Budaya Sandoba Bolaang Uki Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan dan para penari tarian dangisa, maupun secara tidak langsung dalam hal ini diperoleh oleh pemerintah daerah, sehubungan dengan perlindungan hak cipta atas folklor berupa karya seni tari dangisa yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Namun demikian manfaat ekonomi tersebut belum diperoleh dengan baik oleh Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. KESIMPULAN DAN SARAN Peranan pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan belum maksimal dalam memberikan perlindungan hak cipta atas folklor berupa karya seni tari dangisa. hal ini disebabkan oleh adanya kendala-kendala yang dihadapi oleh pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Diperlukan peraturan perundang-undangan yang bersifat Sui Generis atau khusus yang dapat mengatur mengenai perlindungan folklor, sehingga peranan pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan dalam memberikan perlindungan hak cipta atas folklor akan menjadi maksimal. DAFTAR PUSTAKA Damian Eddy. (2005). Hukum Hak Cipta. edisi kedua. cetakan ketiga, Bandung: Alumni. Hariyani Iswi. (2010). Prosedur Mengurus HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) yang Benar. Yogyakarta: Pustaka yustisia. Lutviansori Arif. (2010). Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Purwaningsih Endang. (2005). Perkembangan Hukum Intelectual Property rights (Kajian Hukum Terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten. Jakarta: Ghalia Indonesia. Saidin OK. (2012). Aspek hukum Hak Kekayaan Intelektual ( Intellectual Property Right). Cetakan Keempat. Jakarta: PT Raja Grafindo. Salim, dkk., (2013). Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Desertasi. Jakarta: PT Raja Grafindo. Soelistyo Henry. (2011). Hak Cipta Tanpa Hak Moral. Jakarta: PT Raja Grafindo. Sombowadille, dkk., (2012). Kearifan Lokal Kaitannya dengan Pembentukan Watak dan Karakter Bangsa di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Yogyakarta: Kepel Press. Suherman AM. (2005). Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global. Cetakan Kedua. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sutedi A. (2009). Hak atas Kekayaan Intelektual. Jakarta: Sinar Grafika.