1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menilai kinerja perusahaan, tidak hanya sebatas menilai dari faktor keuangannya saja, namun juga dari faktor non-keuangan yang sangat berpengaruh besar terhadap kinerja perusahaan yang berdampak terhadap nilai perusahaan di mata investor. Corporate Social Responsibilty merupakan faktor non-keuangan yang sekarang ini sangat perlu diimplementasikan oleh perusahaan. Tanggung jawab sosial dan lingkungan atau Corporate Social Responsibility adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka. Corporate Social Responsibility diartikan sebagai komitmen usaha untuk bertindak etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas (Budimanta et al, 2004, p.72). Corporate Social Responsibility merupakan gagasan yang menjadikan tanggung jawab perusahaan tidak hanya berpijak pada single line yaitu nilai perusahaan yang direfleksikan dalam kondisi keuangan saja. Tapi, tanggung 1 2 jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom line yang juga memperhatikan masalah sosial dan lingkungan (Rustiarini, 2011). Praktik dan pengungkapan CSR jika dilakukan secara berkesinambungan dan konsisten oleh perusahaan akan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan itu sendiri seperti meningkatkan citra dan reputasi, layak mendapatkan social license to operate, meningkatkan akses modal, melebarkan akses sumber daya, mereduksi resiko bisnis perusahaan, mengurangi biaya operasi, meningkatkan produktivitas dan kualitas, membentangkan akses menuju pasar, meningkatkan penjualan dan loyalitas pelanggan, memperbaiki kinerja keuangan, memperbaiki hubungan dengan stakeholder, memperbaiki hubungan dengan regulator, serta peluang untuk mendapatkan penghargaan (Untung, 2008; 6). Di Indonesia, praktik Corporate Social Resposibility ini sendiri telah mendapat perhatian yang besar, faktanya hal ini dikarenakan ba nyaknya kasus yang merusak lingkungan misalnya semakin tingginya tingkat polusi dan limbah, menurunnya kualitas dan keamanan produk, eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Sebagai contoh, kasus PT Unocal (perusahaan pertambangan minyak) yang beroperasi sejak tahun 1970-an di daerah Marangkayu Kutai Timur, telah membuat tambak dan lahan pertanian yang merupakan sumber pendapatan penting masyarakat setempat tercemar oleh limbah minyak dan mengganggu ekosistem dan kesuburan tambak mereka (Hadi, 2011: 8). 2 3 Selain itu kasus Freeport Indonesia, tanggal 23 Maret 2006, Kementrian Lingkungan Hidup mempublikasi temuan pemantauan dan penataan kualitas lingkungan di wilayah penambangan PT Freeport Indonesia. Hasilnya, Freeport dinilai tidak memenuhi batas air limbah dan telah mencemari air laut dan biota laut (Hadi, 2011: 7). Kasus berikutnya yang sampai saat ini masih menjadi perbincangan adalah PT Lapindo Brantas yang melakukan pengeboran minyak dan gas di daerah Porong, Sidoarjo yang lalai dan tidak memperhatikan standar operasi pengeboran justru malah membuat bencana munculnya lumpur panas disertai dengan gas menyengat yang telah menenggelamkan beberapa wilayah pemukiman penduduk disekitar perusahaan. Hal tersebut membuat perusahaan Lapindo kini tidak lagi dapat beroperasi di daerah Porong, Sidoarjo dan aktivitas masyarakat di daerah tersebut mati total. Oleh karena itu, pentingnya menjaga kelestarian lingkungan diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Pasal 74 ayat 1 tahun 2007 yang menjelaskan bahwa setiap perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di bidang/berkaitan dengan sumber daya alam wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengungkapan pertanggungjawaban sosial adalah mandatory disclosure bukan lagi voluntary disclosure untuk setiap perusahaan di Indonesia. Peraturan lain yang menyebutkan Corporate Sosial Responsibility adalah Undang-Undang No. 25 Pasal 15 (b) tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menyatakan bahwa 3 4 “Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”. Pelaksanaan program Corporate Social Responsibility tidak terlepas dari penerapan Good Corporate Governance yang menyatakan bahwa tujuan pelaksanaan Corporate Governance adalah mendorong timbulnya kesadaran akan tanggung jawab perusahaan pada masyarakat dan lingkungan disekitar perusahaan. Salah satu faktor Corporate Governance yang berpangaruh atas pengimplementasian Corporate Social Responsibility adalah struktur kepemilikan (kepemilikan manajemen dan kepemilikan institusional). Struktur kepemilikan perusahaan timbul sebagai imbas dari adanya perbandingan jumlah pemilik saham dalam perusahaan. Menurut Jensen dan Meckling (1976), kepemilikan manajemen dan kepemilikan institusional adalah dua mekanisme Corporate Governance utama yang membantu dalam masalah keagenan (agency problem). Kepemilikan saham manajemen adalah proporsi saham biasa yang dimiliki oleh para manajemen. Tingkat kepemilikan manajemen akan mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga manajemen akan meningkatkan kinerja dan termotivasi untuk memaksimalisasikan nilai perusahaan (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Menurut Ross et al, (dalam Siallagan dan Machfoedz, 2006) menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk berusaha meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingannya sendiri. 4 5 Demsetz (1983) dan Fama dan Jensen (1983) (dalam Rawi dan Muchlish, 2010) menyatakan, tingkat kepemilikan manejemen yang tinggi cenderung untuk tetap bertahan, di mana manajemen untuk melakukan program Corporate Social Responsibility berada pada tingkat yang dapat mengurangi nilai perusahaan, semakin tinggi kepemilikan manajemen akan semakin tinggi menanggung biaya yang berhubungan dengan program Corporate Social Responsibility. Jika biaya untuk Corporate Social Responsibility berada pada suatu titik yang mana akan mengurangi nilai perusahaan, maka dapat ditemukan hubungan negatif antara kepemilikan manajemen terhadap pengeluaran Corporate Social Responsibility. Kepemilikan institusional dapat bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Menurut Faizal (2004), perusahaan dengan kepemilikan institusional yang lebih besar mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor perusahaan. Kepemilikan institusional adalah jumlah saham yang dimiliki oleh suatu institusi (oleh perbankan, perusahaan asuransi, dana pensiun, reksadana, dan institusi lain) dalam sebuah perusahaan. Kepemilikan institusi akan memantau perkembangan investasinya pada suatu perusahaan, yang akhirnya akan meningkatkan pengendalian yang tinggi atas tindakan manajemen. Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen secara lebih optimal (Tarjo, 2008). Shleifer dan Vishny (dalam Haruman, 2008) menyatakan, bahwa jumlah pemegang saham terbesar (large shareholders) mempunyai arti penting dalam memonitor perilaku manajer dalam perusahaan. Dengan adanya 5 6 konsentrasi kepemilikan, maka para pemegang saham besar seperti institutional investor akan dapat memonitor tim manajemen secara efektif, dan dapat meningkatkan nilai perusahaan jika terjadi takeover. Pengawasan yang efektif akan meminimalisir tingkat penyelewengan dan pemborosan yang dilakukan oleh pihak manajemen yang dapat menurunkan nilai perusahaan. Dengan demikian, tingkat kepemilikan institusional yang tinggi dari persentase saham yang dimiliki oleh institutional insvestor akan menyebabkan tingkat monitor lebih efektif (Grief dan Zychowicz, 1994 dalam Rawi dan Muchlish, 2010). Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena agency cost perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi. Maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio leverage yang rendah. Jensen (1986) dan Zweibel (1996) (dalam Rawi dan Muchlish, 2010) menyatakan bahwa saat perusahaan mempunyai utang bunga yang tinggi, kemampuan manajemen untuk berinvestasi lebih pada program CSR adalah terbatas. Diamond (1991) dan Gilson (1990) (dalam Rawi dan Muchlish, 2010) menyatakan bahwa tingginya tingkat suku bunga juga mendorong kreditur untuk berperan aktif dalam mengawasi perusahaan (manajemen). Pada saat ini Corporate Social Responsibility dapat dianggap sebagai investasi masa depan bagi perusahaan. Melalui program Corporate Social 6 7 Responsibility dapat dibangun komunikasi yang efektif dan hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya serta perusahaan dapat memperoleh keuntungan timbal balik yang lebih besar dengan mengimplementasikan Corporate Social Responsibility baik secara financial maupun non-financial. Pada penelitian ini digunakan perusahaan Basic Industry and Chemicals sebagai obyek penelitian karena perusahan-perusahaan yang bergerak di bidang tersebut menggunakan bahan kimia sebagai bagian dari kegiatan operasionalnya yang cenderung mempunyai potensi besar menyebabkan pencemaran air, udara, efek buruk pada pegawai dan konsumen, dan berbagai kerusakan lingkungan lainnya akibat dari limbah yang mengandung zat-zat tertentu yang beracun. Sebuah survei oleh Asosiasi Industri Kimia AS menemukan bahwa salah satu masalah yang dihadapi anggotanya adalah persepsi negatif publik terhadap industri kimia. Publik cenderung melakukan generalisasi terhadap industri kimia, dengan menganggap bahwa seluruh produsen bahan kimia tidak dapat dipercaya, tidak dapat diandalkan, bahkan berbahaya (Wijanarko, 2006). Dengan latar belakang diatas, maka penelitian ini mengangkat judul “Pengaruh kepemilikan manajemen, institusi dan leverage terhadap Corporate Social Responsibility pada perusahaan Basic Industry and Chemicals yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia” dengan memasukkan 7 8 profitabilitas sebagai variabel kontrol untuk mengeliminir kemungkinan kesalahan dalam pengambilan keputusan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Apakah kepemilikan manajemen berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility pada perusahaan Basic Industry and Chemicals? 2. Apakah kepemilikan institusi berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility pada perusahaan Basic Industry and Chemicals? 3. Apakah tingkat leverage berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility pada perusahaan Basic Industry and Chemicals? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan pengaruh antara: 1. Pengaruh kepemilikan manajemen terhadap Corporate Social Responsibility pada perusahaan Basic Industry and Chemicals. 2. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap Corporate Social Responsibility pada perusahaan Basic Industry and Chemicals. 3. Pengaruh tingkat leverage terhadap Corporate Social Responsibility pada perusahaan Basic Industry and Chemicals. 8 9 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Kontribusi Praktis Memberikan wawasan, pemahaman dan kesadaran kepada pihak manajemen dan institusional investor tentang pentingnya Corporate Social Responsibility agar berdampak positif terhadap sustainability perusahaan dan variabel- variabel yang berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility tersebut. 2. Kontribusi Teoritis Memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu bidang akuntansi tentang variabel-variabel yang berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility. Terutama variabel kepemilikan manajemen, institusi dan leverage terhadap Corporate Social Responsibility pada perusahaan Basic Industry and Chemicals, serta dapat digunakan sebagai bahan kajian bagi peneliti selanjutnya. 3. Kontribusi Kebijakan Memberikan bahan pertimbangan kepada stakeholder untuk pengambilan keputusan dan penerapan strategi yang tepat guna meningkatkan nilai perusahaan. Dan memberikan bahan pertimbangan bagi pihak regulator untuk menyempurnakan peraturan hukum mengenai pentingnya Corporate Social Responsibility untuk diterapkan pada perusahaan yang ada di Indonesia. 9 10 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah menguji pengaruh kepemilikan manajemen, institusi dan leverage terhadap Corporate Social Responsibility pada perusahaan Basic Industry and Chemicals yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan laporan keuangan tahunan obyek penelitian periode 2009, 2010 dan 2011. 10