PERANAN GERAKAN WAHABIYAH DALAM

advertisement
PERANAN GERAKAN
WAHABIYAH DALAM MEMBANTU
MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN RAJA ABDUL AZIZ DI ARAB SAUDI
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
NUR UMAMAH
NIM 107022001528
K O N S E N T R A S I T I M U R T E N G A H
PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432/2011
PERANAN GERAKAN
WAHABIYAH DALAM MEMBANTU
MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN RAJA ABDUL AZIZ DI ARAB SAUDI
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
NUR UMAMAH
NIM 107022001528
Pembimbing
Drs. H. Azhar Saleh, MA.
NIP: 19581012-199203-1-004
K O N S E N T R A S I T I M U R T E N G A H
PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432/2011
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi dengan judul “Peranan Gerakan Wahabiyah dalam Membantu
Mewujudkan Pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi”, telah diujikan
dalam munaqasah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, pada hari Selasa tanggal 21 Juni 2011. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
pada Program Studi Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta, 21 Juni 2011
Sidang Munaqasah
Ketua Merangkap Penguji II,
Sekretaris
Drs. H. M. Ma’ruf Misbah, MA.
NIP. 19591222 1991103 1 003
Sholikatus Sa’diyah, M.Pd.
NIP. 19750417 200501 2 007
Anggota
Pembimbing Skripsi
Drs. H. Azhar Saleh, MA.
NIP. 19581012 199203 1 004
Penguji I
Dr. Ujang Tholib, MA
NIP. 19470807 198103 1 001
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelas S.1 di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 Juni 2011
Nur Umamah
No
: Istimewa
Lamp : 1Berkas
Hal
: Proposal Pengajuan Skripsi
Kepada Yth
Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
Di
Tempat
Assalamu’alaikum wr.wb
Segala Puja dan Puji Syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
Nikmat-Nya dan Kemuliaan-Nya kepada kita semua. Shalawat serta
salam
senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW yang telah menuntun
umat manusia dari jalan kegelapan dan menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
Selanjutnya saya yang bertandangan dibawah ini:
Nama
: Nur Umamah
Semester
: Tujuh
Nim
: 107022001528
Jurusan
: Sejarah dan Peradaban Islam
Fakultas
: Adab dan Humaniora
Universitas
: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Bermaksud ingin mengajukan Proposal Skripsi ini dengan “Peranan Gerakan
Wahabiyah dalam Membantu Mewujudkan Pemerintahan Raja Abdul Aziz di
Arab Saudi”, dengan memenuhi Persyaratan Proposal Pengajuan Judul Skripsi,
Outline beserta daftar pustaka sementara
Demikian Surat ini saya sampaikan, atas persetujuannya saya ucapkan terima kasih
Wassalamu’alaikum wr.wb
Jakarta, 02 Februari 2011
Mengetahui
Pembimbing Akademik
Hormat Saya,
(Dr.H.M. Muslih Idris.,Lc,MA)
NIP. 1050228259
(Nur Umamah)
ABSTRAK
Nur Umamah
Peranan Gerakan Wahabiyah dalam Membantu Mewujudkan Pemerintahan Raja
Abdul Aziz di Arab Saudi
Munculnya persekutuan doktrin Wahabi dan kekuatan Saudi telah mulai
sejak beberapa tahun yang lalu. Pada abad ke-20, dua perkembangan transformasi
faham Wahabi dan kerajaan Saudi di dalam kekuatan utama dunia Islam terus
berlanjut dan berlangsung hingga saat ini. Di mana Syeikh Abdul Aziz Ibn Saud
(1902-1953) memerankan dengan lihai perjuangan antara Turki di satu sisi dan
ekspansi kekuasaan Inggris di Arabia Selatan di sisi lain. Faham Wahabi
(Muhammad Ibn Abd Wahab, 1703-1792) yang pada abad 18 di Arabia adalah
merupakan respon penting terhadap perubahan-perubahan keadaan pada saat itu.
dimana salah satu dari perubahan ini adalah mengembalikan Islam kepada ajaran
yang murni sesuai al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Hal ini berlangsung dalam waktu
yang lama, di mana semua itu memerlukan proses perlahan dan bertahap yang
dimulai dari daerah-daerah terpencil dunia Islam.
Tulisan ini menyajikan serta memfokuskan kajian tentang bagaimana
peranan gerakan Wahabiyah dalam membantu mewujudkan pemerintahan raja
Abdul Aziz di Arab Saudi. Pada masa ini (Raja Abdul Aziz) tanpa adanya gerakan
Wahabi, maka keluarga Sa’ud mungkin tidak akan mempunyai kesempatan besar
untuk menuntut suatu Semenanjung yang demikian luasnya. Gerakan Wahabi juga
merupakan sumber legitimasi yang tidak putus-putusnya bagi rezim Saudi. Raja
Abdul Aziz juga menjadikan gerakan Wahabi sebagai ideologi dalam
pemerintahannya. Dalam hal ini, penulis juga berharap tulisan ini dapat mengisi
mata rantai sejarah peranan gerakan Wahabiyah dalam membantu mewujudkan
pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi, sehingga dapat memberikan
banyak manfaat dan pengetahuan dalam penulisan sejarah selanjutnya.
i
KATA PENGANTAR
‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬
Tiada kata yang pantas terucap selain puji syukur kehadirat Allah SWT.
atas
segala
limpahan
karunia-Nya,
sehingga
akhirnya
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tercurahkan kepada kekasih Allah
dan manusia termulia, Nabi Muhammad SAW. yang telah membuka zaman baru
bagi peradaban dunia.
Dalam studi di perguruan tinggi, skripsi telah menjadi keharusan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis membahas skripsi yang berjudul “Peranan Gerakan
Wahabiyah dalam Membantu Mewujudkan Pemerintahan Raja Abdul Aziz di
Arab Saudi”.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimasih dan
penghargaan sebesar-besarnya kepada orang-orang dan instansi yang telah
membantu terciptanya penulisan skripsi ini:
1.
Dr. Wahid Hasyim selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora beserta
seluruh jajarannya. Drs. H. Ma’ruf Misbah, MA. dan Ibu Sholikatus
Sa’diyah, M.Pd. selaku ketua dan sekertaris Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam yang telah membantu dalam proses perkuliahan.
2.
Drs. Azhar Shaleh, MA. yang ditengah kesibukannya telah bersedia
meluangkan waktu untuk membimbing penulis dan memberikan arahan
yang sangat berguna ke arah terwujudnya skripsi ini.
ii
3.
Dosen, beserta seluruh staf pengajar Fakultas Adab dan Humaniora yang
telah banyak memberikan sumbangan pemikiran selama penulis
menempuh studi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah ini.
4.
Seluruh staf perpustakaan Universits Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, Perpustakaan Fakultas, Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan
Iman Jama’ yang telah menyediakan berbagai sumber yang dibutuhkan
untuk menulis skripsi ini.
5.
Kedua orang tuaku tercinta serta seluruh keluargaku yang telah
memberikan doa restunya serta motivasi moril maupun materil dengan
penuh keikhlasan yang sangat berharga bagi penulis.
Semoga amal yang telah diberikan kepada penulis dapat dibalas oleh Allah
SWT dengan pahala yang berlipat ganda. Demi kesempurnaan skripsi ini di masa
mendatang penulis menerima saran dan kritik yang konstruktif dari para pembaca
yang budiman. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi setiap langkah kita. Amin
Demikian sepatah kata dari penulis, semoga skripsi ini bermanfaat untuk
kita semuanya.
Jakarta, 21 Juni 2011
Nur Umamah
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ....................................................................................
ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
iv
BabI
PENDAHULUAN ...........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................
1
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ........................................
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................
8
D. Metode Penelitian ......................................................................
9
E. Konsep dan Teori .......................................................................
10
F. Sistematika Penulisan .................................................................
11
MUNCULNYA GERAKAN WAHABIYAH DI ARAB SAUDI
13
A. Proses Berdirinya Gerakan Wahabiyah .....................................
13
B. Biografi Tokoh Pendiri Gerakan Wahabiyah ............................
17
C. Konsep Ajaran-ajaran Wahabiyah .............................................
23
Bab II
Bab III UPAYA
RAJA
ABDUL
AZIZ
DALAM
MEMBENTUK
PEMERINTAHAN DI ARAB SAUDI .........................................
31
A. Biografi Raja Abdul Aziz ..........................................................
31
B. Usaha-usaha yang Dilakukan Raja Abdul Aziz dalam Merebut
Wilayah-wilayah di Arab Saudi .................................................
36
C. Kondisi Arab Saudi ketika Dipimpin oleh Raja Abdul Aziz ......
44
iv
D. Peranan Raja Abdul Aziz dalam Membentuk Pemerintahan Arab
Saudi ..........................................................................................
Bab IV
50
PERANAN GERAKAN WAHABIYAH DALAM MEMBANTU
MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN RAJA ABDUL AZIZ DI
ARAB SAUDI ................................................................................
56
A. Gerakan Wahabiyah sebagai Legitimasi Perjuangan Raja Abdul
Aziz ...........................................................................................
56
B. Wahabiyah Dijadikan sebagai Ideologi oleh Raja Abdul Aziz di
Arab Saudi .................................................................................
58
C. Dampak dari Keterkaitan Gerakan Wahabiyah dengan Raja Abdul
Aziz bagi Negara Arab Saudi ....................................................
63
PENUTUP .......................................................................................
68
A. Kesimpulan ..............................................................................
68
B. Saran-saran ...............................................................................
70
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
71
Bab V
v
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Arab Saudi merupakan salah satu negara di dunia Islam yang cukup
strategis, terutama di negara tersebut terdapat Baitullah di Makkah yang
menjadi pusat ibadah haji kaum Muslimin seluruh dunia. Apalagi perjalanan
Islam tidak bisa dilepaskan dari wilayah Arab Saudi, sebab disanalah
Rasulullah SAW lahir dan Islam bermula. Dari negara ini juga muncul
gerakan Wahabi yang banyak membawa pengaruh di dunia Islam. Lebih jauh
lagi, Arab Saudi sering juga dianggap sebagai reprentasi negara Islam yang
berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Arabia menjadi pusat bagi kerajaan Saudi
dan gerakan Wahabi pada tahun 1745, di mana Ibn Sa’ud menjadi kepala
sebuah pemerintahan kesukuan kecil di Arabia Utara dengan menjalin
hubungan kepada seorang penyebar mazhab Hambaliyah, Muhammad Ibn
Abdul Wahhab.1
Dengan semangatnya Abd al-Wahhab hendak membebaskan Islam
dari semua kerusakan yang diyakininya telah menggerogoti agama Islam.
Pada masa Abd al-Wahhab modernitas telah merevolusi konsepsi manusia
mengenai
realitas di
dunia dengan memperkenalkan konsep
yang
mengguncang kesadaran. Modernisme juga telah menambah kompleksitas
tatanan sosial dan ekonomi, sehingga masyarakat-masyarakat tradisional yang
1
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: Raja Garapindo, 1999), h.188.
1
2
berjuang untuk berkembang dan menjadi moderen merasa semakin
terealinasi.
Di dunia Islam, masyarakat, budaya dan gerakan yang berbeda
merespon dampak dari modernitas yang mengacaukan keseimbangan itu
dengan cara yang beragam. Beberapa, seperti gerakan Kemalis di Turki
misalnya menanggapinya dengan mencoba melancarkan Westernisasi dan
sebisa mungkin bergerak menjauh dari Islam. Sedangkan dari gerakan
Wahabi
sendiri
merespon
kekuatan
modernitas
yang mengacaukan
keseimbangan serta merespons situasi moral dan sosial yang rentan dan
menyergapnya dengan mencari tempat perlindungan. Dalam hal ini,
perlindungan itu diperoleh dengan melekatkan diri pada teks-teks Islam
tertentu untuk mendapatkan rasa kepastian dan kenyamanan.
Menurut kaun Wahabi kita wajib kembali kepada Islam yang
dipandang murni, sederhana dan lurus yang diyakini dapat sepenuhnya
direbut kembali dengan mengimplementasikan perintah dan contoh Nabi
secara riteral, dan dengan secara ketat mentaati praktek-praktek ritual yang
benar.2
Adapun sebelum datangnya Abd al-Wahhab keadaan di wilayah
Arabia sangat memprihatinkan. Tidak ada orang yang menegur kecuali
beberapa orang yang dikehendaki Allah mampu menegur. Secara umum
kebanyakan orang memusatkan perhatiannya kepada kehidupan dan ambisi2
Khaled Abou El-Fadh, Selamatkan Islam Dari Muslim Puritan. Penerjemah Helmi Mustofa
(Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006), h. 61-63.
3
ambisi duniawi sedikit orang yang tegak untuk menegakkan kalimat Allah
dan membela agama Allah.
Demikian halnya keadaan di kedua Tanah Suci (Makkah dan
Madinah) dan juga di Yaman. Di daerah itu terkenal dengan adanya tindakantindakan syirik dan pembangunan kubah-kubah di atas kuburan dan
pemanjatan permohonan dan permintaan selamat kepada para wali. Di Yaman
aneka
kemusyrikan
itu
sangat
banyak.
Melihat
bercokolnya
dan
merajalelanya kemusyrikan di masyarakat dan tidak adanya orang yang
bertindak untuk membasminya ataupun bangkit berdakwah ke jalan Allah,
maka Abd al-Wahhab meneguhkan hatinya untuk berdakwah. Karenanya,
saat beliau di Uyainah beliau bekerja keras untuk menyebarkan ilmu,
memberikan bimbingan menyurati para ulama dalam membahas dakwah ini
dan bertukar pikiran dengan mereka, dengan harapan mereka dapat
bekerjasama dengannya dengan membela Agama Allah dan memerangi
kemusyrikan. Dakwah beliau ini disambut baik oleh para ulama kedua Tanah
Suci (Makkah dan Madinah), Yaman dan ulama negeri-negeri lain.3
Ideologi Wahabi dihidupkan kembali pada awal abad ke-20 di bawah
kepemimpinan Abd al-Aziz Ibn al-Sa’ud (1902-1953) pendiri negara Saudi
moderen, yang menganut teologi Wahabi dan menggabungkan dirinya dengan
suku-suku Nejd. Inilah yang menjadi cikal-bakal negara Arab Saudi.
Pemberontakan Wahabi pertama di Semenanjung Arab pada abad ke-18
3
Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz, Imam Muhammad bin Abdul Wahhab:Dakwah
Dan Jejak Perjuanganya. Penerjemah Rahmat Arifin Muhammad bin Ma’ruf (Jakarta: Megatama
Sofwa Presindo, 1919 H), h. 28-30.
4
bertujuan menggulingkan kendali Utsmani dan memperkuat Abd al-Wahhab
ke dunia Arab. Kaum Wahabi juga berupaya mengontrol Mekkah dan
Madinah dan dengan melakukan itu Wahabi mendapatkan kemenangan
simbolis yang besar dengan mengendalikan pusat spiritual dunia Islam.4
Dan pada tahun 1902 juga Abd Al-Aziz ibn Sa’ud berhasil merebut
kota Riyadh yang ketika itu berada di bawah kekuasaan keluarga Al-Rasyid
dari Najd Utara, dan memulai gelombang penaklukan yang mencapai tahap
menentukannya pada penaklukan atas penguasa Syarif Hasyimiyah di Hijaz
pada akhir 1924. Dengan meniru metode nenek moyangnya, Abd al-Aziz
mencapai tujuanya dengan cara menyebarluaskan ideologi Wahhabiyah di
tingkat masyarakat. Menjelang tahun 1917, Riyadh ibu kota kerajaan Abd AlAziz menjadi pusat kebangkitan agama. Sekolah-sekolah al-Qur’an
berkembang dan prestasi keilmuan diberi penghargaan. Kehadiran pada
shalat-shalat jamaah diwajibkan dan hukuman fisik diberikan kepada mereka
yang tidak hadir. Merokok dilarang, musik dikutuk, dan tertawa keras
dipandang sebagai tanda ketidak senonohan. Kehidupan di ibu kota dicirikan
oleh keselarasan tingkat tinggi dalam perilaku umum yang berasal dari hasrat
orang-orang beriman dan para warga negara pemerintahan Wahabiyah baru
untuk memenuhi standar-standar keislaman sebagaimana yang ditafsirkan
oleh ulama-ulama Nejd. Keselarasan perilaku yang dituntut selama era
kebangkitan 1920-an ini, terabadikan dengan sendirinya.
4
Abou El Fadh, Selamatkan Islam Dari Muslim Puritan, h. 79.
5
Dengan menghidupkan kembali gagasan tentang sebuah komunitas
orang beriman yang disatukan oleh ketaatan mereka kepada Allah dan
kemauan untuk hidup selaras dengan hukum-hukum Allah, ideologi
Wahabiyah yang tumbuh dibawah kepemimpinan Abd al-Aziz membentuk
sebuah identitas kebangsaan diantara masyarakat Semenanjung yang berbedabeda secara etnis dan kesukuan itu. Dengan mengklaim pemerintahan atas
persetujuan para ulama, Abd al-Aziz menjadikan keimanan dan ketaatan
kepada dirinya sendiri sebagai penguasa Islam yang adil.5
Disinilah letak kemampuan Raja Abdul Aziz dalam memfungsikan
hal-hal tersebut di atas yang menjadikanya dapat merealisasikan keberhasilan
yang unik dalam menjalankan berbagai urusan Kerajaan Saudi Arabia sejak
memulai berbagai upayanya yang sukses dalam menyatukanya sampai beliau
wafat pada tahun 1953M. Selama pada masanya Raja Abdul Aziz memerintah
dengan bijak dan berlandaskan pada prinsip-prinsip Islam yang bersumber
dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi, terutama prinsip Syura, dengan adanya
majlis atau dewan yang terdiri dari para ulama besar, pemimpin suku dan
penguasa, yang mana Raja Abdul Aziz berkumpul dengan mereka dan
meminta pendapat mereka tentang urusan kerajaan. Inilah yang paling
penting di mana seorang raja harus seorang muslim yang lurus dan dikenal
5
162.
John. L. Esposito. Ensklopedi Oxford Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2001), h.
6
baik agamanya. Dan Raja Abdul Aziz telah meletakkan teladan yang wajib
diteladani oleh anak-anaknya.6
Pada tahun 1953 M, kepemimpinan Saudi telah melonggarkan
penekanan identitasnya sebagai pewaris ajaran Wahabiyah. Namun dalam
masyarakat pengaruh Wahabi tetap terlihat dalam keseragaman berpakaian
dan perilaku umum lainnya. Yang lebih signifikan dari warisan Wahabiyah
tampak nyata dalam etos-etos sosial yang mengaggap bahwa pemerintah
bertanggungjawab atas moral kolektif yang mengatur masyarakat, dari
perilaku individu hingga perilaku lembaga, bisnis dan pemerintahan itu
sendiri.7
Di Saudi sendiri Islam tercantum sebagai agama negara dan sumber
hukum. Ajaran Islam versi mazhab Wahabi itulah yang merajut aktivitas
pendidikan, hukum, dan dasar etika masyarakat di Arab Saudi. Misalnya,
pemerintah mengharuskan pertokoan dan kantor-kantor pemerintah ditutup
ketika azdan shalat dikumandangkan dan mereka sangat dianjurkan shalat
berjamaah. Menurut Sheikh Muhammad bin Abdul Wahab, para ulama
bertanggung jawab memperkenalkan dan mensosialisasikan ajaran Islam.
Kerja sama ulama dan pemerintah (umara) disebutkan merupakan kewajiban.
Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan ajaran agama seperti shalat,
6
Departemen Pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, Kumpulan
Makalah Sejarah Raja Abdul Aziz, (Riyadh KSA: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud,
1419 H), h. 88.
7
John.L.Esposito, Ensklopedi Oxford Dunia Islam Modern, h. 162-163.
7
zakat, puasa, dan haji. Adapun ulama membantu pemerintah memberi
petunjuk bagi pelaksanaan ajaran agama itu.8
Bertitik tolak dari realitas yang ada ini penyusun merasa terpanggil
untuk membahas lebih mendalam tentang “Peranan Gerakan Wahabiyah
dalam Menbantu Mewujudkan Pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab
Saudi”. Dengan pembahasan tersebut diharapkan akan mendapatkan suatu
gambaran, dan jawaban yang konkrit dalam mengetahui sejarah mengenai
peranan gerakan Wahabiyah dalam membantu mewujudkan pemerintahan
Raja Abdul Aziz di Arab Saudi.
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Secara umum, dapat diidentifikasi berbagai permasalahan yang terkait
dengan topik yang diangkat dalam penelitian ini seperti pengaruh Wahabiyah
dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat pada masa lalu dan sekarang,
latar belakang sosial, ekonomi, dan politik kehidupan ulama, karakteristik
tradisi keagamaan yang berkembang dalam masyarakat di Arab Saudi.
Namun karena keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya, saya akan merumuskan
pembahasan skripsi yang akan dikaji ini dalam beberapa pertanyaan:
1.
Mengapa gerakan Wahabiyah digunakan Raja Abdul Aziz dalam
membentuk pemerintahanya di Arab Saudi?
2.
Apa saja peranan yang diberikan gerakan Wahabiyah terhadap
pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi?
8
http://abuumar.multiply.com/journal/item/289/Mazhab Resmi Saudi Arabia adalah Wahabi.
8
3.
Apa saja dampak dari keterkaitan peranan Wahabiyah dengan Raja
Abdul Aziz bagi negara Arab Saudi?
Dan untuk menghindari melebarnya pembahasan dalam penulisan
skripsi ini, maka penulis membatasi pembahasan pada kurun waktu
pemerintahan Raja Abdul Aziz Ibn al-Sa’ud (1902-1953), yang mana pada
masa ini ideologi Wahabi dihidupkan kembali pada awal abad ke-20.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini pula terdapat beberapa tujuan dan
manfaat penelitian, dan adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
a.
Untuk mengetahui kenapa gerakan Wahabiyah digunakan oleh Raja
Abdul Aziz dalam membentuk pemerintahanya di Arab Saudi.
b.
Untuk
mengetahui
peranan
gerakan
Wahabiyah
terhadap
pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi.
c.
Untuk mengetahui dampak dari keterkaitan peranan Wahabiyah
dengan Raja Abdul Aziz bagi negara Arab Saudi.
2.
Manfaat Penelitian
a.
Agar
dapat
memberikan
manfaat
bagi
mahasiswa
maupun
masyarakat umum mengenai munculnya gerakan Wahabi di Saudi
Arabia.
9
b.
Dapat juga dijadikan sebagai bahan kajian dan untuk memperkaya
wawasan tentang sejarah Islam.
c.
Agar bisa juga menjadi acuan dalam penelitian selanjutnya.
d.
Untuk memenuhi sebagai syarat untuk kelulusan Strata 1.
D. Metode Penelitian
Skripsi ini ditulis dengan menggunakan metode penelitian sejara
dengan melalui beberapa tahapan:
1.
Heuristik: mengumpulkan sumber-sumber dan mengumpulkan data-data
serta beberapa tulisan tentang sejarah peranan gerakan Wahabiyah,
khususnya
yang
membahas
mengenai
pada
masa-masa
dari
kepemimpinan Abd al-Aziz ibn al-Sa’ud.
2.
Kritik: sumber-sumber yang terkumpul kemudian dilakukan kritik, baik
kritik terhadap sumber primer maupun skunder.
3.
Interpretasi: pemahaman yang mendalam mengenai teks-teks yang telah
melalui fase kritik, di mana penulis sudah menemukan korelasi dan
pemahaman yang baru mengenai tema yang akan dibahas.
4.
Historiografi pemahaman yang diperoleh setelah melalui beberapa tahap
yang ditransfer dalam bentuk tulisan dengan metode induktif, dengan
pola khusus-umum yang dimulai dari tahun 1902-1953, yaitu pada masa
di mana gerakan Wahabiyah digunakan Raja Abdul Aziz untuk
mewujudkan pemerintahanya dan gerakan Wahabiyah menjadi suatu
ideologi di Arab Saudi.
10
E. Konsep dan Teori
Dalam penulisan tentang masalah peranan gerakan Wahabiyah dalam
membantu mewujudkan pemerintahan raja Abdul Aziz, banyak sekali tulisan
baik berbentuk buku, jurnal dan karya tulis lainnya penulis merasa kesulitan
dalam sumber referensi, dan ditambah lagi kebanyakan sumber yang memuat
tentang peranan gerakan Wahabiyah dalam membantu mewujudkan
pemerintahan Raja Abdul Aziz dalam bahasa asing seperti bahasa Arab dan
bahasa Inggris. Dan mereka juga harus mencari mana yang benar-benar
otentik dan otoritatif dalam membedah wacana tersebut.
Dan penggunaan sumber yang digunakan oleh penulis diantara bukubuku yang di kumpulkan adalah Syekh Muhammad Bin Abdul Wahab dan
Ajarannya, Imam Muhammad Bin Abdul Wahhad: Dakwah dan Jejak
Perjuanganya, Politik Kebangkitan Islam: Keragaman dan Kesatuan,
Selamatkan Islam Dari Muslim Puritan, Sejarah Sosial Umat Islam dan lainlainnya.
Kemudian menginterpretasi pemahaman yang mendalam mengenai
teks-teks yang telah melalui fase kritik, di mana penulis sudah menemukan
korelasi dan pemahaman yang baru mengenai tema yang dibahas.
Pemahaman yang diperoleh setelah melalui beberapa tahap ditransfer
dalam bentuk tulisan dengan metode induktif, dengan pola khusus-umum,
dari tahun 1902-1953, yaitu pada masa Raja Abdul Aziz berkuasa, yang di
11
tandai dengan keterkaitan Wahabiyah di dalam mewujudkan kekuasaan Raja
Abdul Aziz.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulis dalan penulisan skripsi ini, maka dalam
pembahasanya secara keseluruhan skripsi ini dibagi menjadi lima bab,
termasuk di dalam bab pendahuluan dan penutup, adapun susunan skripsi ini
adalah sebagai berikut:
Bab I
Pendahuluan, yang terdiri atas uraian latar belakang masalah,
identifikasi perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metode penelitian, konsep dan teori dan
sistematika penulisan.
Bab II
Berisi tentang Munculnya Gerakan Wahabiyah di Arab Saudi yang
meliputi antara lain: proses berdirinya gerakan Wahabiyah di Arab
Saudi, biografi tokoh pendiri gerakan Wahabiyah di Arab Saudi,
dan konsep ajaran-ajaran Wahabiyah di Arab Saudi.
Bab III
Upaya Raja Abdul Aziz dalam Membentuk Pemerintahanya di
Arab Saudi. Bab ini terdiri atas biografi Raja Abdul Aziz, usahausaha yang dilakukan Raja Abdul Aziz dalam merebut wilayahwilayah di Arab Saudi, peranan Raja Abdul Aziz dalam
membentuk pemerintahan Arab Saudi, dan kondisi Arab Saudi
ketika dipimpin oleh Raja Abdul Aziz.
12
Bab IV
Peranan Gerakan Wahabiyah dalam Membantu Mewujudkan
Pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi. Bab ini terdiri atas:
gerakan Wahabiyah sebagai legistimasi perjuangan Raja Abdul
Aziz, Wahabiyah dijadikan sebagai ideologi oleh Raja Abdul Aziz
di Arab Saudi, dan dampak dari keterkaitan gerakan Wahabiyah
dengan Raja Abdul Aziz bagi negara Arab Saudi.
Bab V
Penutup, terdiri atas kesimpulan dan saran saran.
13
BAB II
MUNCULNYA GERAKAN WAHABIYAH DI ARAB SAUDI
A. Proses Berdirinya Gerakan Wahabiyah
Gerakan modernisasi dunia Islam yang dilakukan para pembaharu
muslim, memiliki semangat juang besar dalam membangkitkan semangat
umat Islam untuk bangkit kembali menguasai sains dan teknologi, serta
melakukan gerakan pemurniaan ajaran Islam yang merupakan inti dari
gerakan tersebut. Gerakan pembaruan yang dilakukan oleh para tokoh
tersebut bergema di seluruh penjuru dunia Islam. Oleh karena itu banyak di
antara negara-negara muslim mengikuti gerakan pembaharuan tersebut,
sehingga lahirlah tatanan baru dalam dunia Islam, yaitu kebangkitan dunia
Islam, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, politik, pendidikan, dan
kebangkitan melawan imperialisme Barat. Dan usaha untuk memulihkan
kembali kekuatan Islam pada umumnya yang dikenal dengan gerakan
modernisasi atau pembaharuan didorong oleh dua faktor yang saling
mendukung. Pertama, pemurnian ajaran Islam dan unsur-unsur asing yang
dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam. Kedua, menimba gagasangagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat.9
Adapun pencemaran terhadap ajaran Islam yang terjadi di negaranegara Islam sudah bermula pada masa pemerintahan Islam Abbasiah di
9
Samsul Munir Amin,MA, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet.Pertama,
h. 361.
13
14
Baghdad. Kemajuan ilmu pengetahuan di zaman ini telah menyeret kaum
Muslimin untuk ikut pula memasyarakatkan ajaran filsafat Yunani dan
Romawi.
Di Nejd terdapat beberapa desa yang dihuni oleh banyak kabilah atau
suku-suku yang hidup di daerah pedesaaan. Antara daerah pedesaan dan
perkotaan tidak adanya kecocokan. Mereka selalu terlibat permusuhan karena
tidak adanya penguasa yang dapat menjaga kerukunan dan keamanan serta
tidak dapat menegakkan keadilan. Hubungan antara daerah pedesaan dan
perkotaan terus diwarnai oleh sikap permusuhan, perampasan dan berbagai
tindak kekerasan yang sering meminta korban jiwa. Demikian pula dengan
situasi kehidupan kabilah-kabilah di pedesaan yang diwarnai oleh sikap
fanatik golongan. Akibatnya ketika dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab
muncul mereka masih mengalami perpecahan dan terbagi-bagi menjadi
wilayah-wilayah kecil yang saling bermusuhan.
Sejarah gerakan Wahabiyah di Arab Saudi sendiri dimulai pada
pertengahan abad ke-19 dengan munculnya persekutuan antara kepala suku
Nejd Selatan, Muhammad ibn Sa’ud dan Muhammad ibn Abdul Wahhab.10
Sebutan Wahabiyah sendiri merupakan sebuah nama yang diberikan oleh
lawan-lawannya karena pimpinannya bernama Muhammad bin Abdul
Wahhab.11
10
Jonh L.Esposito, Ensixlopedi Oxford Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2001), h.
11
Ali Mufrodi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997),
161.
h. 151.
15
Bersamaan dengan masa pemerintahan Muhammad ibn Sa’ud dan
penaklukan daerah yang dilakukannya, Muhammad bin Abdul Wahhab juga
sedang melancarkan dakwah amar ma’ruf nahi munkar dari wilayah Ainiyah
(dekat Riyadh) ke daerah sekitarnya dengan dukungan para amir, qadhi dan
ulama. Muhammad bin Abdul Wahhab melihat bahwa tujuan Ibnu Sa’ud
untuk memperluas daerahnya sama dengan tujuannya sendiri, yaitu
menegakkan kalimat Allah di Semenanjung Arabia. Oleh karena itu
Muhammad bin Abdul Wahhab mengirimkan surat kepada Ibnu Sa’ud untuk
mengajak bekerja sama demi terwujudnya tujuan tersebut. Di mana pada saat
itu Muhammad bin Abdul Wahhab berjanji akan menyatukan daerah yang
mereka taklukkan bersama di bawah kepemimpinan Ibnu Saud. Pada awalnya
Ibnu Saud meragukan tawaran tersebut karena mengira ada maksud yang
terselubung dari Muhammad bin Abdul Wahhab. Tetapi akhirnya dia bersedia
membicarakan tawaran tersebut dan disitulah Ibnu Sa’ud meminta dua hal
kepada Muhammad bin Abdul Wahhab. Pertama, Muhammad bin Abdul
Wahhab tidak boleh menuntut kekuasaan jika usaha penaklukan dan
perluasan wilayah berhasil. Kedua, Muhammad bin Abdul Wahhab tidak
boleh melarangnya untuk memungut pajak tanaman dan perdagangan dari
warga. Muhammad bin Abdul Wahhab menerima tuntutan yang pertama dan
berjanji tidak akan meminta kekuasaan apapun. Dan tentang tuntutan yang
kedua
Muhammad
bin
Abdul
Wahhab
juga
berjanji
tidak
akan
mengambilnya. Mendengar kesepakatan antara keduanya, para penguasa di
sekitar Dariyah merasa cemas, bahkan ada yang langsung menyatakan diri
16
bersatu dengan wilayah Dariyah, seperti yang dilakukan oleh penguasa
daerah Ahsa yang merupakan salah satu daerah di sekitar Riyadh. Sejak
adanya kesepakatan tersebut dimulailah penaklukan yang bersifat politik dan
agama sehingga satu demi satu wilayah di sekitar Dariyah, seperti Ainiyah,
Ahsa, Wahsyim, Harimalla menyatakan diri bersatu dengan Dariyah.12
Pendakwah baru ini menjadikan Muhammad ibn Sa’ud (1765), yang
kemudian menjadi pemimpin kecil kawasan Arab Tengah, sebagai sekutu dan
menantunya. Fenomena ini menjadi contoh kasus lain tentang pernikahan
antara agama dan penguasa. Persekutuan ini berhasil menyebarkan keyakinan
agama, dan kekuasaan Ibnu Sa’ud dengan sangat cepat menyebar ke seluruh
Jazirah Arab. Pengikut Ibn Abdul Wahhab disebut golongan Wahabi oleh
lawan-lawan mereka. Salah satu contoh dalam perjuangan mereka untuk
memurnikan ajaran Islam dari pemujaan pada orang-orang suci, dan dari
bid’ah-bid’ah lainya, mereka pernah menghancurkan Karbala pada tahun
1801, lalu merebut Makkah pada tahun 1803, kemudian Madinah pada tahun
berikutnya di mana seperti yang telah kita ketahui bahwa di kota-kota tersebut
telah terdapat kemusyrikan, dan mereka juga merusak makam-makam suci,
dan membersihkan kota-kota ini dari kemusyrikan. Dan pada tahun-tahun
berikutnya mereka juga dapat menyerbu Suriah dan Irak, serta melebarkan
12
Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ictiar Baru Van Hoeve, 1999), h. 219.
17
kekuasaan dari Palmyra hingga Oman, daerah kekuasaan terluas di
Semenanjung Arab.13
Wahabiyah yang pada mulanya sebuah gerakan kecil tapi pada
akhirnya dapat berkembang dan kuat menjadi sebuah gerakan besar di Arab
Saudi. Untuk selanjutnya, wilayah-wilayah yang masih tersisa berada di
bawah kekuasaan keluarga al-Sa’ud dan keturunan Ibn Abd al-Wahhab.
Wilayah-wilayah yang sempat dikuasai keduanya, yang mengambil nama alSyaikh kini menciut hingga hanya meliputi daerah Nejd Selatan. Namun
agenda sosial, keagamaan dan politik, yang berangkat dari ideologi
Wahabiyah tetap berurat-akar di seluruh Nejd, yang kelak bangkit kembali
ketika memasuki abad ke-20.14
B. Biografi Tokoh Pembawa Gerakan Wahabiyah
Muhammad bin Abdul Wahhab yang lahir di Nejd, Arab Saudi tahun
1703 M adalah seorang dari golongan Bani Siman, dari Tamim. Ayahnya
yang bernama Abdul Wahhab adalah seorang hakim di kota kelahirannya, di
masa pemerintahan Abdullah ibn Muhammad ibn Muammar dan beliau juga
mengajar hadis dan fikih di masjid kota tersebut. Kakeknya Sulaiman adalah
seorang mufti di Nejd. Muhamamd bin Abdul Wahhab juga memulai belajar
agama dari ayahnya sendiri dengan membaca dan menghafal al-Qur’an.
13
Philip K. Hitti, History Of The Arab, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010), Cet. Ke10, h. 948.
14
162.
Jonh L.Esposito, Ensixlopedi Oxford Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2001), h.
18
Sampai pada akhirnya beliau berkelana mencari ilmu ke Makkah, Madinah
dan Basrah.15
Pendidikan Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri dimulai di
Madinah yakni berguru pada ustadz Sulaiman al-Kurdi dan Muhammad
Hayat al-Kind. Di masa pendidikannya, kedua orang guru Muhammad bin
Abdul Wahhab, yakni ustadz Sulaiman al-Kurdi dan Muhammad Hayat alKind telah melihat tanda-tanda kecerdasan Abdul Wahhab. Mereka
menemukan tanda-tanda kemampuan ijtihad pada diri Abdul Wahhab.16
Setelah menyelesaikan pelajarannya di Madinah ia pergi merantau ke Basrah
dan tinggal di kota ini selama empat tahun. Selanjutnya, ia pindah lagi ke
Baghdad dan di sini ia menikah dengan wanita kaya. Lima tahun kemudian,
setelah isterinya meninggal dunia, ia pindah ke Kurdistan, selanjutnya ke
Hamdan dan ke Isfahan. Di kota tersebut akhirnya ia sempat juga
mempelajari falsafah dan tasawuf. Dan setelah bertahun-tahun merantau
akhirnya ia kembali ke tempat kelahirannya di Nejd.17
Selain falsafah dan Tasawuf, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab
juga memiliki minat yang sangat besar terhadap buku-buku tafsir, hadis, dan
prinsip-prinsip keimanan. Dia mempelajari fikih mazhab Hambali dari
ayahnya yang merupakan seorang ulama mazhab Hambali juga hingga
15
Mufrodi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, h. 152.
16
Herry Muhammad, DKK, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:
Gema Insani, 2006), h. 244.
17
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam (Sejarah Pemikiran Dan Gerakan), (Jakarta:
Bulan Bintang, 1982), h. 23.
19
akhirnya beliau banyak memperoleh gagasan-gagasan tentang Islam yang
benar. Pemikiran yang dicetuskan oleh Muhammad Abd al-Wahhab sendiri
adalah untuk memperbaiki kedudukan Islam, di mana hal itu timbul bukan
sebagai reaksi terhadap suasana politik, tetapi sebagai reaksi terhadap faham
tauhid yang terdapat di kalangan umat Islam di waktu itu. Pada akhirnya
beliau memutuskan usai melaksanakan haji ke Baitullah dan melakukan
ritual-ritualnya, dia melanjutkan pergi ke Madinah di mana syekh
Muhammad menentang praktek kaum Muslim yang bertawasul kepada
makam suci Rasullulah SAW. Kemudian dia kembali ke Nejd, lalu dari sana
dia berangkat lagi ke Basrah dengan maksud di mana setelah itu akan
meninggalkan Basrah menuju Damaskus. Dan dari sana dia memutuskan
pergi ke Huraymalah, salah satu dari kota-kota di wilayah Nejd.18
Sekembalinya ke daerah asalnya, ia menghabiskan waktu untuk
merenung, dan baru setelah itu ia mengajukan pokok-pokok pikiranya seperti
termaktub dalam kitab at-Tauhid kepada masyarakat. Pada awalnya, idenya
tidak begitu mendapat tanggapan banyak dan mendapatkan tantangan, salah
satunya adalah dari saudaranya sendiri yaitu kakaknya, Sulaiman dan
sepupunya Abdullah bin Husain.19
Dan sejak ayahnya wafat, Syekh Muhammad mulai bergerak
mendakwahkan keyakinan agamanya sendiri
serta menolak praktik
18
Ja’far Subhani, Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab Dan Ajaranya. Penerjemah Arif M
Dan Nainul Aksa (Jakarta: Citra, 2007), h. 12.
19
Muhammad,DKK, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, h. 244.
20
keagamaan para penduduk Huraymalah. Sekelompok orang dari Huraymalah
mengikutinya, hingga kegiatan dakwah yang dibawa oleh Muhammad bin
Abdul Wahhab mendapat popularitas dan terkenal. Dengan berkembangnya
dakwah yang dibawanya, Abdul Wahhab kemudian berangkat melanjutkan
dakwahnya dari Huraymalah menuju kota Uyaynah. Pada waktu itu Usman
bin Hamid adalah kepala daerah kota Uyaynah. Akan tetapi Usman
menghindar darinya serta mengusirnya keluar dari kota Uyaynah.
Tahun 1160 H, setelah dipaksa keluar dari kota Uyaynah, Syekh
Muhammad bin Abdul Wahhab berangkat menuju kota Dar’iyyah salah satu
kota yang termasyhur di wilayah Nejd. Saat itu Muhammad bin Mas’ud
(datuk dari keluarga Sa’ud) adalah amir kota Dariyah. Dia pergi menemui
syekh dan memuliakan serta bersikap baik kepadanya. Syekh juga
memberikan janji kekuasaan serta dominasi kepadanya atas seluruh kota di
wilayah Nejd. Dengan jalan inilah, hubungan antara Syekh Muhammad bin
Abdul Wahhab dan pemerintahan al-Saud terjadi.20
Abdul
Wahhab
bekerjasama
secara
sistematis
dan
saling
menguntungkan dengan keluarga Sa’ud. Dalam waktu setahun sesampainya
di Dariyah, Abdul Wahhab memperoleh pengikut hampir seluruh penduduk
kota. Pengikut Abdul Wahhab makin lama makin bertambah, sementara itu,
keluarga Sa’ud yang hampir seluruh kehidupanya terlibat dalam peperangan
20
Subhani, Syekh Muhammad Bin Abdul Wahhab Dan Ajaranya, h.13.
21
dengan kepala-kepala suku lainya selama 28 tahun, secara perlahan namun
pasti memasuki kejayaan.21
Dan adapun pemikiran Muhammad ibn Wahhab dapat mempengaruhi
dunia Islam di masa moderen sejak abad kesembilan belas. Walaupun ia
sendiri hidup di masa sebelumnya, tetapi pemikirannya mengilhami gerakangerakan pembaharuan dalam Islam pada abad setelahnya. Pemikiran
keagamaan yang dibawanya difokuskan kepada pemurnian tauhid, oleh
karenanya kelompok ini menamakan dirinya sebagai Muwahhidun.22
Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri adalah pendiri kelompok
Wahabi yang mazhab fikihnya dijadikan mazhab resmi kerajaan Arab Saudi.
Orang-orang Eropa dan lawan politiknya menisbatkan nama “Wahabi” untuk
menjuluki gerakan yang dipimpinnya. Di dunia Islam, nama Muhammad bin
Abdul Wahhab dikenal berkat perjuanganya memurnikan ajaran Islam
melalui pemurnian tauhid. Masalah tauhid, yang merupakan pondasi agama
Islam mendapat perhatian yang begitu besar oleh Muhammad bin Abdul
Wahhab.23
Abdul Wahhab juga termasuk ulama yang produktif. Puluhan judul
kitab telah dikarangnya, diantara kitabnya adalah: Kitab at-Tauhid, Kasyfu
Asy-Syubhat, Thulatha al-Usul, Mukhtasar as-Sirah an-Nabawiyah, alQawaid al-Arba‟, Usul al-Iman, kitab Mufib al-Mustafid fi Kufri Tariq at21
Mohammad,DKK, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, h. 245.
22
Mufrodi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, h. 151.
23
Mohammad,DKK, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, h. 244.
22
Tauhid, Syurut as-Solah wa Arkaanuha, kitab Fadh al-Islam, Majmu‟ Rasail
fi at-Tauhid Wal Iman wa Masail al-Jahiliyah, Kitab At-Toharoh, Mukhtasar
al-Insof fi Ma‟rifah ar-Rajih Minal Khilaf, Nasihah al-Muslimin bi Ahaadith
Khatimah Mursalin, kitab al-Kabair, Mukhtasar Zaadul Ma‟ad, kitab
Fadailul Qur‟an, Istimbath Minal Qur‟an, al-Hudha an-Nabawi, Majmu asSawaiq, Majmu‟ al-Hadith „Ala Abwab al-Fiqh, Ahaadith al-Fitan,
Mukhtasar al-Bukhari, Ar-Rasail asy-Syakhsyiyah, Ikhtisar as-Syarh alKabir, Masail al-Jahiliyyah dan sebagainya.
Disamping itu terdapat anak-anak murid Muhammad bin Abdul
Wahhab yang muncul sebagai tenaga penggerak Da’wah As-Salafiyah di
tempat-tempat wilayah Arab Saudi. Mereka kebanyakan telah menjadi qadhi
dan Mufti di seluruh pelosok tanah Arab. Di antara mereka itu adalah Syeikh
Abdul Aziz bin Abdullah al-Husain al-Naasiri, Syeikh Sa’id bin Huja’i,
Syeikh Abdurrahman bin Naami, Syeikh Hamid bin Naasir bin Utsman bin
Ma’mar, Syeikh Ahmad bin Rasyid al-Uraini, Syeikh Abdul Aziz Abu Hasan,
Syeikh Abdul Aziz bin Suwailim, Syeikh Hasan bin Aidan dan lain-lain
sebagainya.24
Adapun ajaran tauhid yang dibangun oleh Muhammad ibn Abdul
Wahhab itu yang semula hanya di Nejd, Arabia Tengah dengan Dar’iyyah
sebagai pusatnya, menyebar keseluruh Jazirah Arabia, kemudian keluar
Arabia, seperti ke Mesir, Afrika, India bahkan sampai juga ke Indonesia.
24
Prosiding Seminar (Perpustakaan Negara Malaysia), Tokoh-Tokoh Mujaddid Islam,
(Selangor: Badan Pengkhidmatan Penerangan Islam, 1994), hlm. 81-82.
23
Ajaran tersebut dibawa oleh para jamaah haji yang datang ke Makkah,
mereka menyebarkan ajaran itu setelah berkenalan dengan ajaran tauhid
tersebut di Makkah. Ajaran Ibn Abdul Wahhab dikokohkan lagi dengan
dukungan kekuatan politik yang diprakarsai oleh Muhammad ibn Sa’ud.
Bersatunya agama dan politik tersebut membuahkan negara besar Saudi
Arabia. Abdul Wahhab sendiri wafat tahun 1792 di Dar’iyyah, yang sempat
juga menyaksikan dakwah yang dilakukan oleh para pengikutnya.
Di sinilah kita dapat melihat bahwa Ibn Abdul Wahhab adalah
seseorang yang dapat dimasukkan ke dalam kelompok pembaharu pramoderen di samping menyerang praktek-praktek sufi yang menyeleweng juga
tidak menerima para pengikut taqlid buta dalam masalah agama pada
umumnya. Beliau hanya mengakui al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagaimana
dipraktekkan oleh para sahabat terdahulu dan menentang otoritas aliran-aliran
yang berkembang pada zaman pertengahan.25
C. Konsep Ajaran-Ajaran Wahabiyah
Kelahiran Nabi Muhammad yang membawa ajaran Islam di Makkah
pada tahun 570 H, membuat bangsa Arab berperan makin penting dalam
percaturan dunia. Dalam abad-abad selanjutnya para khalifah Arab berhasil
membangun sebuah negara yang kuat dan berpengaruh. Tahun 660 H,
khalifah Muawiyah memindahkan ibu kota dari Madinah ke Damaskus.
Namun pada tahun 750 H kerajaan Islam itu mulai terpecah-pecah. Berbagai
25
Mufrodi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, h. 154.
24
kerajaan kecil semacam keemiran berdiri dan selama ratusan tahun berperang
satu sama lain. Hingga pada abad ke-15, kerajaan Turki Ottoman menguasai
sebagian Jazirah Arab, terutama di bagian Utara dan Barat Laut. Kemudian
pada abad ke-18 Inggris ikut pula menancapkan kekuasaan di negeri ini.
Sampai akhir abad ke-19 tak ada kekuasaan yang benar-benar kokoh
di tanah Arab. Akibatnya, keemiran selalu jatuh bangun dan timbul
tenggelam karena saling berebut kekuasaan. Di antara banyak keemiran itu,
para emir dari dinasti Sa’ud yang paling menonjol dan bertahan lama. Pada
abad ke-17 dinasti Sa’ud sudah mulai meluaskan wilayahnya sedikit demi
sedikit. Emir-emir yang lemah di sekitarnya ditaklukannya. Dan pada awal
abad ke-18, mereka telah dapat menguasai Makkah dan Madinah, dua kota
suci yang terpenting bagi pemeluk Islam.26
Makkah dan Madinah merupakan dua kota tempat bermulanya agama
tersebut. Legitimasi rezim bersandar pada pengalaman keagamaan orang
Arab yang dikaitkan dengan pembaru keagamaan Muhammad Abdul
Wahhab, yang dominan di Arab Tengah sejak pertengahan Abad ke-18.27
Munculnya faham Wahabi (Muhammad ibn Abd Wahab, 1703-1792)
pada abad ke-18 di Arabia merupakan respon penting terhadap perubahanperubahan keadaan pada saat itu dimana menurutnya Islam telah tercemari.
Hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, tapi merupakan proses perlahan
26
27
Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Bekasi: PT Delta Pamungkas, 2004), h. 218.
Shireen T. Hunter, Politik Kebangkitan Islam: Keragaman Dan Kesatuan. Penerjemah
Ajat Sudrajat (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2001), h. 171.
25
dan bertahap yang dimulai dari daerah-daerah terpencil dunia Islam. Dalam
waktu panjang, perlahan kekuasaan Turki yang pada waktu itu berada di
Balkan kembali dan kemajuan Inggris di India yang masih jauh dari Arabia,
namun pengaruhnya terasa melalui Turki dan Teluk Persia dan sungguh
terefleksikan di antara jamaah haji yang datang ke Arabia menimbulakan
kemarahan pada kaum Wahabi.28
Inti dari ajaran Abdul Wahhab didasarkan atas ajaran-ajaran Ibnu
Taimiyah dan Mazhab Hambali. Prinsip-prinsip dasar ajaran tersebut adalah:
Pertama, ketuhanan yang Esa dan mutlak (karena itu penganutnya menyebut
dengan nama al-Muwahhidun). Kedua, kembali kepada ajaran Islam yang
sejati, seperti termaktub dalam al-Qur’an dan Hadis. Ketiga, tidak dapat
dipisahkan dari kepercayaan tindakan, seperti shalat dan beramal. Keempat,
percaya bahwa al-Qur’an itu bukan ciptaan manusia. Kelima, kepercayaan
yang nyata terhadap al-Qur’an dan Hadis. Keenam, mengutuk segenap
pandangan dan tindakan yang tidak benar. Ketujuh, mendirikan negara Islam
berdasarkan hukum Islam secara eksklusif.
Tujuan utama ajaran Abdul Wahhab adalah memurnikan tauhid umat
yang sudah tercemar. Untuk itu ia sangat serius dalam memberantas bid’ah,
khurafat dan tahkayul yang berkembang di tengah-tengah umat. Ia menentang
pemujaan terhadap orang-orang suci, mengunjungi tempat-tempat keramat
untuk mencari berkah. Abdul Wahhab menganggap bahwa segala objek
28
Lewis, The Crisis Of Islam:Antara Perang Suci dan Teror Islam, (Surabaya: Jawa Pos
Press, 2004), h. 130.
26
pemujaan, kecuali terhadap Allah adalah palsu. Menurutnya, mencari bantuan
dari siapa saja kecuali Allah adalah syirik.29
Bila dilihat dari karyanya, Abdul Wahhab termasuk ulama yang
produktif. Puluhan judul kitab telah dikarangnya, sesuai dengan kiprahnya,
buku-buku yang ditulisnya berkaitan dengan tauhid. Adapun definisi tauhid,
menurut Abdul Wahhab adalah pemurnian ibadah kepada Allah. Maksudnya
adalah menghambakan diri hanya kepada Allah secara murni dan konsekuen
dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya,
dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepada-Nya.30
Abdul Wahhab juga mendefinisikan tauhid sebagai al-ibadah atau
pengabdian kepada Allah SWT. Hal ini karena setiap Rasul yang diutus,
kalimat utama yang dikumandangkan adalah seruannya hanya kepada Allah
manusia beribadah. Adapun tauhid oleh Abdul Wahhab, dibagi menjadi
empat bagian. Pertama, tauhid Uluhiyyah. Ini mengandung pengertian hanya
Allah saja yang wajib disembah. Kedua, tauhid Rububiyah, tauhid kepada
Allah sebagai pencipta sesuatu. Ketiga, tauhid asma dan sifat, yang
berhubungan dengan nama dan sifat Allah. Keempat, tauhid af‟al, tauhid yang
berhubungan dengan perbuatan Allah. Jika ditilik dari subtansinya, tauhid
kedua sampai keempat, lebih sebagai tauhid ilmu dan keyakinan. Sedangkan
tauhid pertama adalah tauhid amali yang sesungguhnya. Menurut Abdul
29
30
Mohammad,DKK, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, h. 246.
Syekhul Islam Muhammad Bin Abdul Wahhab, Kitab Tauhid, Alih Bahasa Yusuf Harun,
(Jakarta: Yayasan Al-Sofwa, 2007), h. 4-5.
27
Wahhab, kebanyakan manusia menyakini tauhid rububiyah, asma, sifat serta
af‟al.31
Wahabisme tidak menyebarkan dirinya sebagai salah satu aliran
pemikiran atau salah satu orientasi tertentu dalam Islam, tetapi menyatakan
diri sebagai “jalan lurus” Islam. Dengan menyatakan memiliki ketaatan
harfiah pada teks agama Islam, dia dapat membuat klaim keotentikan yang
dapat dipercaya pada saat identitas Islam yang sedang diperebutkan. Selain
itu, para penganjur Wahabisme menolak untuk disebut atau dikatagorikan
sebagai pengikut tokoh tertentu, bahkan termasuk Abdul Wahhab sendiri. Di
sini para penganjurnya hanya sekedar mematuhi ketentuan salaf as-shalih.
Syekh Muhammad bin Abdul wahhab, yang gerakannya memiliki karakter
khusus memerangi segala bentuk syirik dan khurafat, menyerukan kemurnian
Tauhid, serta melindungi Tauhid dari segala noda.32
Kelompok salafi/Wahabi ini cenderung menolak semua aliran fikih
dalam Islam, apalagi fikih mazhab. Bagi kelompok salafi, aliran fikih adalah
sebuah pemikiran manusia, karena itu jika ingin beribadah dengan benar,
maka harus mengikuti apa yang dilakukan ulama salaf. Karena sikap ini salafi
menjadi gerakan yang sangat konserfatif, puritan dalam gaya hidup, dan
tekananya lebih kepada keimanan individual, moral dan praktek ritual.
Adapun masalah-masalah sosial budaya dan isu politik mereka kurang
31
32
Mohammad, DKK, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, h. 247.
Salaf As-Sahih (para pendahulu yang terbimbing yaitu oleh Nabi dan para Sahabatnya). M.
Imdadun Rahmat, Arus Balik Islam Radikal (Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah Ke
Indonesia), (Jakarta: Erlangga, 2002), h. 69.
28
memberikan perhatian yang kuat. Pada tahun 1980-an itu pula kelompok ini
telah menyebar ke Kuwait, Yaman dan Utara Saudi.33 Pemikiran Salafiyah
yang di ambil dari bahasa Arab adalah merupakan pemikiran Islam
tradisional. Dr. Abdul al-Mun’in al-Hifni menjelaskan bahwa golongan
Salafiyah adalah mereka yang mengajak kembali kepada perilaku para ulama
salaf (al-Salaf al-Shalihin).34
Syekh Muhammad Wahhab memperoleh inspirasi dari pemikiran
Imam Hambal yang ditafsirkan oleh Ibnu Taymiyah. Rentang waktu yang
memisahkan antara Wahab dengan Ibnu Taymiyah dan antara Ibnu Taymiyah
dengan Hambal mencapai sekitar lima abad, tetapi walaupun demikian,
pemikiran Imam Ahmad bin Hambal teryata mampu menembus waktu. Ibnu
Taymiyah yang menentang inovasi (bid’ah), pemujaan terhadap wali, dan
ziarah ke tempat suci, semua hal itu diikuti dan diterapakan oleh pengikut
Syekh Wahhab dalam tindakan yang nyata. Pada tahun 1801 mereka merebut
Karbala dan merusak makam Husain, sehingga menimbulkan kemarahan
yang tiada pernah padam di kalangan orang Syiah. Mereka juga
menghancurkan beberapa makam yang dihormati.35
33
Majalah Risalah NU Oleh Mustafa Helmy, Meretas Kemulian Mekkah, (Jakarta: Risalah
NU, Edisi 13/Tahun II/1430 H), hlm. 70.
34
M. Aunul Abied Shah, Islam Garda depan. (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 40. Yang
Dikutif Dari Dr. Al-Mun’im Al-Hifni, Mausu‟ah Wa Al-jama‟at Wa Al-Madzahib Al-Islamiyah,
(Dar Al-Rasyad: Kairo, 1993). h. 245.
35
Akbar S. Ahmed, Citra Muslim (Tinjauan Sejarah Dan Sosiologi) dengan judul asli
(Discovering Islam, Making Sence Of Muslim History and Sosiety). Penerjemah Nunding Ram.
(Jakarta: Erlangga, 1990), h. 161-162.
29
Faham atau mazhab Wahabi pada hakikatnya adalah kelanjutan dari
mazhab Salafiyah yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah. Tetapi walaupun
seperti itu, ada hal yang membedakan gerakan Muhammad Ibnu Abdul
Wahhab dengan gerakan Salafiyin yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah. Ibnu
Taymiyah menyebarkan dan mengajarkan fahamnya melalui tulisan-tulisan,
Mujadalah (dialog atau perdebatan) serta Munaqosah. Ibnu Abdul Wahhab
sebenarnya bukanlah seorang yang dapat dikatakan kuat dan bukan pula
orang yang fanatik, namun ia adalah seorang yang dimusuhi sehingga
mengharuskannya untuk mencari perlindungan. Ia memperoleh perlindungan
itu dari Muhammad ibn Sa’ud, penguasa Dar’iyah yang merupakan juga salah
satu pengikut faham Muhammad bin Abdul Wahhab. Dengan bantuannyalah
Abdul Wahhab memulai ajakan untuk mengikuti mazhabnya.36
Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab juga telah membuktikan
dirinya sebagai seorang Mujaddid pada posisi tertinggi dan sebagai penerus
yang sah dari Iman Ahmad bin Hambal dan Ibnu Taymiyah.37 Hingga sangat
jelas dalam ajaranya Syaikh benar-benar menekankan perlunya merujuk
kepada al-Qur’an dan Sunnah dalam masalah aqidah dan tidak menerima
persoalan-persoalan apa pun tentang aqidah yang tidak bersumber dari alQur’an dan Sunnah. Dan berikut ini merupakan faham-faham dan pemikiran
tentang gerakan Wahabiyah: tidak boleh taklid dalam masalah aqidah, tidak
36
Mustofa Muhammad Asy-Ayak’ah, Islam Tidak Bermazhab. Penerjemah A.M. Basalamah
(Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h. 392-393.
37
Maryam Jamilah, Para Mujahid Agung. Penerjemah Hamid Lutfi A.B, (Bandung, Mizan
1976), Cet. Kedua, h. 16.
30
boleh menerima faham dan ajaran aqidah yang tidak bersumber dari alQur’an dan Sunnah, mengembalikan kemurnian tauhid seperti pada masa
Nabi Muhammad SAW, segala yang membawa dan mengajak kepada
kemusyrikan dan khurofat harus ditinggalkan.38
38
M.Sufyan Raji Abdullah, Mengenal Aliran-Aliran Dalam Islam Dan Ciri-Ciri Ajaranya,
(Jakarta: Pustaka Al-Riyadh, 2006), h. 143.
31
BAB III
UPAYA RAJA ABDUL AZIZ DALAM MEMBENTUK
PEMERINTAHAN DI ARAB SAUDI
A. Biografi Raja Abdul Aziz
Pada awal abad ke-18 lahirlah seorang idealis muslim di Nejd yang
bernama Abdul Aziz ibn Abdul Rahman ibn Faisal Sa’ud, yang kemudian
memulai suatu gerakan Islam murni di Nejd dengan tujuan membawa Islam
kembali ke ajarannya yang asli. Gerakan ini bernama Wahabi yang pada
awalnya di pelopori oleh Muhammad Abdul Wahhab yang pada saat itu
mendapatkan penganutnya yang kuat di dalam keluarga penguasa Saudi. Dan
di antara salah satu penganutnya atau pengikutnya adalah Abdul Aziz ibn
Abdul Rahman ibn Faisal al-Sa’ud pendiri kerajaan Saudi Arabia yang lahir
pada tahun 1880 M, di ibukota Saudi, Riyadh.39
Raja Abdul Aziz ibn Abdul Rahman ibn Faisal Sa’ud (1880-1953)
yang lebih dikenal dengan nama Raja Abdul Aziz al-Sa’ud, dilahirkan di
Riyadh dari seorang ayah yang bernama Abdul Rahman, yang pada waktu itu
merupakan Sultan dari kota Nejd. Ayahnya diusir dari Riyadh pada tahun
1309/1891 oleh seorang pejabat penasihat keluarga dari Ha’il hingga akhirnya
ia mencari perlindungan ke Kuwait.40
39
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka. Penerjemah Pustaka Firdaus (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1994), h. 351.
40
Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam Ringkas, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 1999), h.
154.
31
32
Ibnu Saud yang dilahirkan di Riyadh adalah merupakan anak
pasangan Abdul Rahman bin Faisal dan Sarah binti Ahmad al-Kabir Sudayri.
Pada tahun 1890, semasa berusia sepuluh tahun, Ibnu Saud mengikuti
keluarganya dalam pengasingan ke Kuwait setelah direbutnya tanah keluarga
oleh Dinasti Rashidi. Beliau menghabiskan masa kanak-kanaknya di Kuwait
dalam keadaan tidak berharta.41
Dan untuk mengetahui tentang biografi seseorang lebih mendalam,
ilmu moderen telah membuktikan bahwa lingkungan kehidupan seseorang
memainkan peranan pokok dalam membina dan membentuk kepribadian
seseorang, maka keterkaitan seseorang dengan kondisi lingkunganya. Sejak
masa kanak-kanak, secara ekonomis, sosial, budaya memiliki pengaruh besar
dalam pembentukan dan penyiapan kepribadian seseorang untuk peran masa
depan yang hendak ia lakukan. Dan siapa saja yang telah mempelajari kondisi
lingkungan tempat Raja Abdul Aziz yang dibesarkan di daerah Nejd, pasti
akan memahami bahwa kondisi lingkungan sekitar tempat pertumbuhan
dirinya dalam berbagai bidang yang merupakan faktor pendukung pertama
dalam pembentukan kemauan keras Raja Abdul Aziz. Tidak terdapat
perbedaan di antara berbagai sumber, bahwa Raja Abdul Aziz tumbuh
berkembang pada masa terjadinya perselisihan antara keluarganya yang
menyeret mereka kepada perang saudara. Dan di tengah-tengah situasi ini
Imam Abdurrahman bin Faisal bin Turki al-Sa’ud ayahanda Raja Abdul Aziz
sangat memperhatikan agar anaknya mempelajari prinsip-prinsip membaca
41
http://sadeng-online.blogspot.com/2009/02/king-abdul-aziz-bin-saud.html
33
dan menulis, menghafal beberapa surah al-Qur’an mempelajari ilmu-ilmu
syara’ dan memperoleh pendidikan agama yang benar.42
Kiranya memang sedikit sulit untuk mengetahui sejarah seseorang
seperti Abdul Aziz yang berkuasa sejak sekitar tahun 1901 sampai tahun
1953, di mana pada masanya itu beliau menghadapi bermacam-macam
peristiwa besar dan kecil, mudah dan sukar serta melaksanakan berbagai soal
politik dan masyarakatan yang sebagian besar dari pemimpin-pemimpin lain
tidak sanggup untuk menjalankannya.43
Abdul Aziz sebenarnya hanya seorang manusia biasa, di mana pada
masa hidupnya ia pun memulai kehidupan dengan belajar dan menimba ilmu
seperti kebanyakan orang lainnya. Namun situasi yang dialami keluarga
begitu cepat mendorong Abdul Aziz untuk meninggalkan kehidupan sekolah,
dan condong kepada kehidupan kepahlawanan, dan persiapan dirinya untuk
ikut di dalam berbagai peristiwa yang dialami oleh keluarganya. Namun hal
ini tidak membuat Raja Abdul Aziz takut, malah beliau menyambut hal itu
dengan senang, yang membuatnya untuk ikut dalam peristiwa yang dialami
keluarganya. Tidak lama kemudian beliau belajar cara berperang, di mana
beliau belajar menggunakan senjata, memainkan pedang, menaiki kuda serta
menaiki unta. Ayah beliau juga mengarahkan kepada kegiatan olahraga, yang
membuat ia dapat mengalahkan para sebayanya dan dapat mengungguli
42
Departemen Pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, Kumpulan
Makalah Sejarah Raja Abdul Aziz, h. 55.
43
Nehad Algadry, Tantangan Yang Besar. Dzia Shahab (Jakarta: Pusaka, 1966), h. 21.
34
prestasi mereka pada bidang ini. Orang tuanya juga mengajarkan etika
keluarga dan membuatnya senang untuk mendengarkan sejarah kakeknya,
Imam Faisal bin Turki, tentang keberanian dan berbagai kehidupan kerasnya.
Maka cara yang konsisten dalam mengembangkan pribadinya, baik bersifat
duniawi maupun keagamaan yang berdasarkan pada iman yang kuat kepada
kekuasaan Allah merupakan faktor pendukung bagi pembentukan kemauan
keras dan kepercayaan diri Raja Abdul Aziz al-Sa’ud. Pada waktu itu Raja
Abdul Aziz ikut keluar menemani ayahnya serta keluarganya dari Riyadh
menuju kehidupan desa, setelah hijrah dari Riyadh, sehingga mereka
mendapatkan tempat perlindungan.
Pada masa ini sungguh kehidupan mereka sangat keras, Raja Abdul
Aziz mempelajari banyak hal seperti kebiasaan dalam kehidupan yang keras,
sabar dalam berbagai kesusahan, mengenal dinamika zaman serta berbagai
tabiat orang. Kehidupan ini pun juga memperkuat kemauan dan percaya diri,
sehingga dapat membantunya melewati berbagai kesulitaan dan merupakan
salah satu faktor pendukung dalam pembentukan kemampuan dan
kepercayaan kepada dirinya.44
Setelah berpindah dari Riyadh, ke Kuwait yang terletak di ujung
Teluk Persia, menjadikan negara Kuwait sebagai tempat tinggal keluarga Ibn
Sa’ud. Di sini mereka tinggal di sebuah rumah yang sangat kecil yang
berbeda jauh ketika mereka tinggal di Riyadh yang merupakan sebuah istana.
44
Departemen Pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, Kumpulan
Makalah Sejarah Raja Abdul Aziz, h. 56.
35
Keluarga Saud, karena merupakan keluarga besar mereka berdesak-desakan
tinggal di rumah tersebut. Dibandingkan istana yang luas di Riyadh, dengan
sejumlah pelayan dan budak, kehidupan kota yang menjemukan ini sangat
menekan mereka. Syekh Muhammad orang yang menampung keluarga alSaud, yang merupakan Syekh dari Kuwait jarang membayarkan santunan
yang telah dijanjikan karena pemerintah Turki jarang membayar kepadanya,
dan meskipun ramah ia juga kikir dan tidak ada kemauan untuk membantu
keluarga Saud. Bagi Ibnu Saud, ia tinggal di Kuwait penuh pengalaman baru.
Sampai saat itu, ia juga tinggal dengan kaum Murra45 yang sangat primitif
dan liar. Ibnu Saud juga hidup sebagaimana lazimnya pemuda Arab. Ia juga
senang dan sering bersantai-santai di pelabuhan sambil mendengarkan ceritacerita para pelaut. Ia duduk dan sering tenggelam dalam obrolan bersama para
pedagang dan pelancong, syekh-syekh dari Baghdad, Damaskus dan
Konstantinopel. Ibnu saud sangat kuat dengan akal cerdas serta sikapnya yang
terbuka.46
Di Kuwait ini juga merupakan tempat sekolah Abdul Aziz al-Sa’ud
mempelajari seni politik serta praktis. Ia dapat mengamati berbagai peristiwa
pertentangan, yang waktu itu terjadi di antara keluarga Shabah demi
mencapai pintu pemerintahan. Hal ini juga merupakan peristiwa pertama
yang direkamnya dari berbagai peristiwa pergolakan. Ia belajar bahwa dunia
45
Kaum Murra: kaum di mana keluarga Ibnu saud tinggal bersama yang berasal dari tepi
Samudra Hindia. H. C. Armstrong, Jejak Sang Penguasa (Riwayat Hidup Ibn Sa’ud Pendiri
Kerajaan Arab-Saudi). Penerjenah Ati Nurbaiti, dkk (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), hlm. 14.
46
H.C. Armstrong, Jejak Sang Penguasa, (Riwayat Hidup Ibn Sa’ud Pendiri Kerajaan ArabSaudi), h. 14-15.
36
ini milik orang-orang yang menang. Akhirnya ia mendapatkan bahwa
Mubarok (saudara dari Syekh Kuwait) mendekatinya dan memberikan
keleluasaan padanya untuk menghadiri berbagai majlisnya dan mendengarkan
berbagai pembicaraannya dengan wakil negara-negara asing di wilayah Teluk
seperti Inggris, Rusia, Jerman, Utsmaniyah. Ia pun melihat berbagai orientasi
dan aliran politik yang saling bertentangan.
Dan dari berbagai hal tersebutlah dapat terlihat bahwa kehidupan yang
diwarnai aneka macam orientasi politik merupakan salah satu faktor
pendukung utama yang mengajarkan kepada Abdul Aziz bahwa kemauan
keras dan percaya diri termasuk dari faktor-faktor pembentukan kepribadian
yang dengannya dapat menghadapi berbagai aliran-aliran politik yang dialami
wilayah ini, yang hingga akhirnya dia menjadi seorang raja di Saudi Arabia.47
B. Usaha-usaha yang Dilakukan Raja Abdul Aziz dalam Merebut Wilayahwilayah di Arab Saudi
Negara Saudi Arabia yang terbentuk pada sekitar abad ke-19 M ini,
memiliki sejarah panjang yang berakar kuat dengan sejarah etnik Arab yang
paling tua. Wilayah politik negara ini mulai dikenal sejak zaman Rasulullah
SAW, setelah tahun 634 M dilanjutkan oleh Khulafah ar-Rasyidin dengan
sistem kekhalifahan yang sama-sama masih di Madinah. Sejak tahun 660 M
dilanjutkan
47
oleh
keluarga
Amawiyah,
dan
memindahkan
ibukota
Departemen Pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, Kumpulan
Makalah Sejarah Raja Abdul Aziz, h. 57.
37
pemerintahanya ke Damaskus, Syiria.48 Tahun 750 M pemerintah Islam
Abbasiyah
menggantikan
Bani
Umayyah
dan
memindahkan
pusat
pemerintahanya di Baghdad. Sebagai sebuah wilayah Islam yang cukup tua ia
(Saudi Arabia sekarang) sangat diperhitungkan dengan sebutan sebagai
wilayah “Haramain”. Bahkan sejak abad ke-10 M ketika berbagai kerajaan
kecil muncul, seperti halnya dinasti Fatimiyah yang ingin menyaingi
Abbasiyah di Baghdad, ketika mereka berupaya ingin meningkatkan
statusnya sebagai kekhalifahan, akhirnya wilayah “Haramain” telah dijadikan
simbol perebutan status kekuatan spritual politik dunia Islam, di mana sang
khalifah ingin disebut sebagai penjaga tanah haram, yakni Makkah-Madinah.
Dalam beberapa ratus tahun berikutnya wilayah ini masih terus
bertahan sebagai suatu wilayah yang masing-masing dipegang oleh suku-suku
Arab, hingga tahun 1500-an kesultanan Turki Usmani akhirnya berhasil
menyatukan kembali dan menguasai seluruh Jazirah Arabia, termasuk daerahdaerah sekitar Utara dan Barat Laut.
Meski sejak abad ke-16 (1512 M) secara formal Arab telah dikuasai
Turki Ottoman (Utsmaniyah), namun berbagai keamiran tetap berkuasa.
Inilah yang membuat wilayah tersebut terus bergolak hingga akhir abad ke-19
M. Di antara banyak keamiran, Amir dinasti Saud muncul sebagai kekuatan
politik yang paling berpengaruh dan paling menonjol. Mereka mulai muncul
sejak abad ke-18 M sebagai wilayah suku di wilayah Hijaz, kekuasaanya
48
Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam (Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik),
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 117.
38
berpusat di kota Dariyah (dekat kota Riyadh sekarang). Pada tahun 1744,
Dinasti Saud semakin memperluas wilayah kekuasaanya, satu demi satu
keamiran yang lemah ditaklukannya, hingga akhirnya penguasaan terhadap
daerah Makkah dan Madinah sebagai “Haramain” semakin memperbesar
daerah politiknya.49
Untuk menahan pengaruhnya, pemerintah Ottoman Turki mengirim
pasukannya ke Arab, namun hal itu bisa dipatahkan. Bersamaan dengan ini
ibukota pemerintahan Arab dipindahkan dari Dariyah ke Riyadh, Saudiah
akhirnya menjadi pemerintah yang berkuasa atas seluruh tanah Arab.
Keberhasilan keluarga Saud mengambil alih wilayah-wilayah dari Turki
Utsmani karena didukung oleh gerakan keagamaan kelompok Wahabi yang
bergerak di Nejd dari tahun 1744 M. Berkat saling dukungan ini Makkah
dikuasainya tahun 1803 M dari tangan Turki Utsmani, yang saat itu berada di
bawah pengawasan Muhammad Ali Fasya di Mesir.50
Periode berikutnya terjadi kegoyahan pemerintahan akibat perebutan
kekuasaan antar keluarga hingga tahun 1902 M, sehingga membuat muncul
figur muda yang berpengaruh dari dinasti itu, yakni Abdul Aziz Ibnu Sa’ud
yang berdomisili di Riyadh dengan dukungan Wahabi.51 Pada permulaan
abad ke-20 M, Abdul Aziz yang masih muda, yang lebih dikenal dengan
49
Badri Yatim, Sejarah Sosial Keagamaan Tanah Suci, (Jakarta: Logos, 1999), h. 103-117.
50
Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam, (Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik, h. 118.
51
Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam, (Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik, h. 119,
lihat Carl Brockelmann, History Of The Islam Peoples, (London: Goutledge & Kegan Paul, 1980),
hlm. 470.
39
sebutan Ibnu Sa’ud, dengan 200 tentaranya melakukan usaha untuk merebut
kembali warisan nenek moyang Saudi-nya. Tanggal 15 Januari 1902, Abdul
Aziz bersama 15 orang pasukannya merebut Riyadh dengan serangan
mendadak yang dramatis. Penyerangan Abdul Aziz merebut benteng Riyadh
merupakan pertempuran paling nekat yang tercatat dalam sejarah, di mana ini
menjadi titik awal sejarah Kerajaan Saudi Arabia. Dalam kurun waktu
sepuluh tahun berikutnya, Abdul Aziz maju untuk menaklukan kembali Nejd,
kota-kota dan provinsi-provinsi lainnya dari kaum Rasyidi.52 Dan satu demi
satu daerah-daerah yang terpecah dapat disatukan kembali sehingga pada
tahun 1913 M kekuasaan Turki keluar dari daerah Hasa.53
Syekh Abdul Aziz ibn Sa’ud memerankan dengan lihai perjuangan
antara Turki disatu sisi dan ekspansi kekuasaan Inggris di Arabia Selatan di
sisi lain. Pada bulan Desember 1915, dia menandatangani perjanjian dengan
Inggris
yang
mana,
ketika
mempertahankan
kemerdekaanya,
dia
mendapatkan subsidi dan janji bantuan jika diserang. Akhir perang dan
perseteruan dengan Turki yang berakhir pada masa ini dan meninggalkannya
sendiri berhadapan dengan Inggris. Dia menjalankan rencana barunya sangat
baik dan mampu memperluas daerah yang diwarisi dalam beberapa tahap
secara berturut-turut. Pada tahun 1921, akhirnya dia mengalahkan saingan
52
53
Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, h. 352.
Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam, (Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik, h. 120
lihat Carl Brockelmann, History Of The Islam Peoples, (London: Goutledge & Kegan Paul, 1980),
hlm. 470.
40
lamanya Ibn Rasyid di Selatan Najd dan mencaplok wilayahnya, dan
kemudian diambil gelar Sultan Najd.
Tahap ini menjadi perjuangan yang lebih krusial untuk mengontrol
Hijaz. Wilayah ini termasuk dua kota suci muslim. Makkah dan Madinah
dikuasai oleh keluarga Dinasti Hasyim, keturunan Nabi lebih dari satu
milenium, yang pada beberapa abad terakhir lepas dari kekuasaan Raja Turki.
Pendirian keluarga Hasyimiyah yang dipimpin oleh beberapa keturunan
keluarga, di Iraq dan Trans-Yordan sebagai bagian dari restrukturisasi
beberapa propinsi Arab Turki sebelumnya setelah Perang Dunia 1, dipandang
oleh Ibnu Sa’ud sebagai sebuah ancaman atas wilayahnya. Setelah beberapa
tahun terjadi hubungan yang memburuk, Raja Husein Hijaz mengajukan dalih
ganda, pertama dengan mengklaim bahwa dirinya adalah khalifah, kedua
dengan menolak memberi izin jamaah haji kelompok Wahabi melakukan
ibadah haji ke kota-kota suci. Di sini Ibnu Saud merespon dengan akhirnya
dapat menaklukan Hijaz pada tahun 1925.54
Pendiri negara Saudi moderen ini menganut teologi puritan Wahhabi
dan menggabungkan dirinya dengan suku-suku Nejd. Inilah yang menjadi
cikal bakal negara Arab Saudi. Meskipun kita juga telah melihat
pemberontakan pada abad ke-18 digagalkan, tetapi pemberontakan pada abad
ke-19 dan awal abad ke-20 melahirkan satu situasi yang sangat berbeda. Dari
abad ke-17 hingga awal abad ke-20, Semenanjung Arab merupakan
masyarakat yang sangat tribal dengan sejumlah besar keluarga terkemuka
54
Lewis, The Crisis Of Islam: Antara Perang Suci Dan Teror Kotor, h. 132.
41
yang saling bersaing dan berebut dominasi di antara yang lain. Namun
wilayah Hijaz di Arab, berbeda dengan wilayah Nejd, yang secara kultural
sangatlah beragam, semua bentuk kebiasaan dan orientasi teologis ada di
sana, membentuk suatu mozaik komplek keyakinan dan praktik. Bahkan
dalam bidang yurisprudensi, di Makkah dan Madinah yang berada di Hijaz,
terdapat sebuah sekolah hukum dan hakim bermazhab Syafi’i, Hanafi,
Hambali dan Maliki. Juga ada perkumpulan sufi dan ahli hukum Syiah,
terlepas dari populasi Syiah yang sangat besar di bagian-bagian lain Hijaz.
Ibadah haji tiap tahun ke Makkah tampak laksana satu festival dari beragam
praktik dan ritual yang mencerminkan keragaman dunia Islam itu sendiri.
Di sini sebuah tritunggal telah terbentuk dan hendak mengubah wajah
Semenanjung Arab untuk selanjutnya, dan mungkin juga negara-negara
muslim. Tritunggal ini terdiri atas keluarga al-Sa’ud, kaum Wahabi dan
Inggris dari kesemuanya ini mempunyai misi masing-masing. Dari Keluarga
al-Sa’ud sendiri, ia ingin mengalahkan semua pesaing lain dan menguasi
Arabia, sedangkan dari kelompok Wahabi ingin memperkuat citra puritan
Islam di seluruh Arab. Dan adapun negara Inggris menginginkan
pemerintahan kuat di Arabia yang kelak dapat melayani kepentingankepentingan Inggris dengan memberikan konsesi ekslusif pertambangan
minyak
kepada
perusahaan-perusahaan
Inggris.
Inggris
juga
ingin
memperlemah Dinasti Utsmani dengan menjauhkan Makkah dan Madinah
42
dari kendali mereka, hingga akhirnya dengan tujuan masing-masing mereka
bergabung.55
Dari penggabungan tritunggal di atas akhirnya kita dapat melihat
bahwa penaklukan yang dapat dilakukan oleh Ibnu Saud terhadap negara
Saudi berhasil dengan sempurna. Pasukannya pertama menguasai Makkah,
kemudian pada tanggal 5 Desember 1925, setelah melakukan pengepungan
selama 10 bulan, akhirnya kota Madinah menyerah secara damai. Dua
minggu kemudian Raja Ali yang menggantikan ayahnya, Husein, meminta
wakil konsul Inggris di Jeddah memberitahukan Ibnu Saud tentang
penarikannya dari Hijaz beserta pasukan personilnya. Kejadian ini dipandang
sebagai sebuah penurunan tahta raja Husein dan pada hari berikutnya pasukan
Saudi memasuki Jeddah. Jalan ini terbuka bagi Ibnu Sa’ud untuk mengklaim
dirinya sebagai Raja Hijaz dan sultan Nejd dan kemerdekaannya pada tanggal
8 Januari 1926. Rezim baru secara langsung diperkenalkan oleh negaranegara Eropa, terutama oleh Uni Soviet dalam sebuah surat diplomatik
tanggal 16 Februari kepada Ibnu Sa’ud yang isinya, “Atas dasar prinsip hak
rakyat untuk menentukan dirinya dan menghormati kehendak penduduk Hijaz
sebagaimana diekspresikan dipilih mereka padamu sebagai raja”. Dan
adapun perjanjian formal antara Ibnu Sa’ud dan Inggris, mengakui
kemerdekaan penuh kerajaan Ibnu Sa’ud, ditandatangani pada tanggal 20 Mei
1927, yang kemudian beberapa negara Eropa lainnya juga mengikutinya. 56
55
Abou El Fadh, Selamatkan Islam Dari Muslim Puritan, h. 80.
56
Lewis, The Crisis Of Islam: Antara Perang Suci dan Teror, h. 133.
43
Dari buku yang ditulis oleh Ahmad al-Usairy kita juga dapat melihat
usaha-usaha Ibnu Saud dalam menaklukan wilayah-wilayah di Arab Saudi,
diantaranya:
1.
Mengembalikan Riyadh dan wilayah sekitarnya dari tangan keluarga
Rasyid pada tahun 1319 H/1901 M.
2.
Mengembalikan Khorj, Aflaq, wilayah Nejd dan sekitarnya dari tangan
keluarga Rasyid pada tahun 1321 H/ 1904 M.
3.
Mengembalikan Anzah dari tangan keluarga Rasyid pada tahun 1322
H/1905 M.
4.
Mengembalikan Buraidah (dalam Perang Raudhah Mihnah) dari tangan
keluarga Rasyid pada tahun 1324 H/ 1906 M.
5.
Mengembalikan Ihsa dan wilayah Timur lainnya dari tangan orang-orang
Utsmaniyah pada tahun 1331 H/ 1912 M.
6.
Mengembalikan Hail dari tangan keluarga Rasyid dan menghabisi
mereka pada tahun 1340 H/ 1921 M.
7.
Mengembalikan wilayah Usair dan mengalahkan pemerintahan keluarga
Ayidh pada tahun 1340 H/ 1921 M
8.
Pada tanggal 21/5/1351 H atau 22/9/1932 M raja mengeluarkan
keputusan menyatukan seluruh wilayah kerajaan dengan nama “Kerajaan
Saudi Arabia” dan memberi gelar kepada Raja Abdul Aziz dengan
sebutan Raja Kerajaan Saudi Arabia.57
57
Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Penerjemah
H.Samson MA., (Jakarta: Akbar Media, 2003), h. 387-388.
44
C. Kondisi Arab Saudi ketika Dipimpin oleh Raja Abdul Aziz
Tidak dapat dibayangkan keistimewaanya, kalau kiranya tidak
diketahui bahwa yang sedang berlangsung sekarang di Saudi Arabia ialah
usaha-usaha untuk menundukkan suatu hamparan tanah baru guna dijadikan
objek-objek kemajuan-kemajuan baru. Perubahan-perubahan ini tidak karena
suatu keadaan sosial yang mundur, tetapi karena keadaan alam yang
terkebelakang. Suatu perubahan melawan suasana guna menundukkan dan
melenyapkan cara berfikir yang beku serta memindahkan sistem masyarakat
bersuku-suku dari suatu tahap ke tahap lainnya. Di antara tahap itu ada yang
merupakan
tahap
pembentukan
masyarakat
yang
sebagai
taraf
perkembangannya seolah-olah dalam periode pembentukan suatu negara pada
permulaanya hingga kearah kemajuan.
Kalau ditinjau kembali sejarah Semenanjung Arabia sebagai bagianbagiannya yang terdapat di antaranya kerajaan Saudi Arabia, maka nyatalah
bahwa sahara tidak akan mengenal suatu bentuk negara, dalam arti kata,
negara sebagai suatu badan hukum pusat yang berwibawa untuk
melaksanakan
peraturan
dan
undang-undang
demi
kebaikan
dan
kesejahteraan masyarakat. Nyata benar sifat-sifat sahara bertentangan dengan
sifat kemasyarakatan dan kehidupan didalamnya merupakan keadaan
kehidupan sebelum adanya masyarakat atau negara pertanian yaitu dikenal
sebagai masyarakat kesukuan. Namun tumbuhnya suatu negara Islam yaitu
Saudi Arabia yang merupakan sebuah sahara padang pasir merupakan suatu
45
hal sangat mengagumkan dalam sejarah di mana Saudi Arabia tumbuh pesat
dengan kemajuan dan kecemerlangan.58
Hal itu terjadi di mana pada waktu Raja Abdul Aziz mensudahi
Dinasti Rasyid pada akhir 1925, yang pada tahun 1924 juga memduduki
Makkah, dan pada 1925 juga menduduki Madinah dan Jeddah, dan baru
kemudian pada tahun 1932 Raja Abdul Aziz mendirikan kerajaan Saudi
Arabia dengan dirinya sebagai raja. Di mana ketika dia memimpin Arab
Saudi, kondisi Saudi banyak mengalami perubahan yang pada awalnya
negara ini hanya sebuah sahara. banyak hal yang di lakukan Raja Abdul Aziz
yang juga dikenal dengan sebutan Ibn Saud ini diantaranya adalah
menyatakan gerakan-gerakan kesukuan yang ilegal, mengatur biaya
transportasi ibadah haji, membangun standar yang tinggi untuk keselamatan
rakyat, memperkenalkan radio, telegram nirkabel, telepon, dan sepeda motor
kepada penduduk lokal yang semuanya itu dicoba, namun ke semua hal itu
tidak begitu sukses untuk menempatkan warganya yang pada waktu itu
berpindah-pindah sebagai kelompok ikhwan (persaudaraan) di daerah-daerah
pertanian.59
Pada paruh kedua abad ke-20, Saudi Arabia memperoleh kekayaan
yang berlimpah dari luar negeri yang dalam hal ini juga diperoleh dari
pendapatan minyak. Pada masa ini suatu masyarakat di Saudi Arabia yang
telah bebas dari minum-minuman keras dan penuh kesalehan tiba-tiba
58
Algadry, Tantangan Yang Besar, h. 42.
59
Hitti, History Of The Arabs, h. 950.
46
dihadapkan dengan nilai-nilai dan teknologi Barat. Orang-orang Saudi
berpidah ke kota-kota, tempat berpusatnnya kekayaan dan barang-barang
materi, dengan meninggalkan desa-desa, kota-kota dan wilayah padang
rumput suku nomaden. Saudi Arabia yang pada saat itu memainkan peran
yang kecil dalam upaya-upaya yang dilakukan negara-negara Islam di abad
ke-20 untuk menyesuiakan dan memakai nilai-nilai Barat dengan Islam yang
tampaknya bertentangan. Sebagai akibatnya, kalangan ulama dan intelektual
di Saudi Arabia mampu mempertahankan keterpaduan yang kurang di negaranegara yang memandang partisipasi yang lebih luas dalam mengadaptasikan
Islam dengan modernitas. Fraksionalisasi Saudi sepanjang garis-garis
teologis, politik dan intelektual relatif kurang tersebar dibanding di negaranegara Timur tengah lainnya.
Namun pembentukan negara bangsa yang bersatu oleh King Abdul
Aziz ibn Sa’ud pada tahun 1932 telah mengadakan pembangunan
penyulingan minyak dalam skala besar pada tahun 1950-an memberikan
kesaksian terhadap pentingnya nasionalisme dan pembangunan ekonomi.
Namun pada masa ini juga di Saudi Arabia, pembangunan nasional dan
ekonomi bersandar pada kesepakatan tahu sama tahu bahwa kepemimpinan
politik tidak akan menentang kepercayaan tradisional. Dinasti Sa’ud
menyatakan bahwa Islam merupakan akar dan prasyarat bagi pembangunan
politik dan ekonomi yang memuaskan. Di mana orang Saudi menyatakan
bahwa suatu kebangkitan Islam, yang memadai bagi masa sekarang dan yang
47
akan datang telah terjadi selama kehidupan Muhammad ibn Abdul al-Wahhab
(1703-1787).60
Pada masa ini politik Saudi dan doktrin-doktrin Wahabi sekarang
berada pada pondasi ekonomi yang kuat, sehingga membuat negara-negara
Barat mulai tertarik juga dengan minyak Timur Tengah sejak abad 20 dan
terutama dioperasikan Inggris, Belanda dan perusahaan-perusahaan Prancis.
Standar Oil California yang merupakan perusahaan Amerika pertama yang
menangani pengeboran minyak. Setelah usaha tidak bisa diharapkan di
negara-negara Teluk, akhirnya Standard Oil kembali ke Saudi pada sekitar
tahun 1930-an yang meminta izin untuk melakukan eksplorasi geologi di
Propinsi Selatan. Pertama kali Raja Ibnu Saud menolak permintaan ini,
namun
kemudian menyetujui
suatu negosiasasi
yang menghasilkan
kesepakatan pada tahun 1933. Kurang dari empat bulan dari penandatangan
kesepakatan, ahli geologi pertama tiba di Arabia Selatan. Menjelang akhir
tahun, misi eksplorasi terlaksana dengan baik dan pada tahun berikutnya tim
Amerika mulai mengeksport minyak.61 Perusahaan minyak Amerika-Arab,
yang mendapatkan konsensi telah menjadi sumber pendapatan yang sangat
besar baik untuk pemerintah maupun rakyat. Pendapatan yang lebih besar
juga di dapat dari pemasukan para jamaah haji. Pada perkembangan
60
Hunter, Politik Kebangkitan Islam: Keragaman Dan Kesatuan, h. 172-173.
61
Lewis, The Crisis Of Islam: Antara Perang Suci Dan Teror Kotor, h. 134-135.
48
berikutnya, sumbangan industri minyak untuk modernisasi Arab terus
meningkat.62
Sebenarnya usaha untuk mendapatkan minyak bumi bukanlah suatu
usaha yang mudah, begitu pula dengan eksploitasinya. Pada tiap usaha-usaha
ini akan menghadapi kesulitan-kesulitan teknis yang rumit. Dengan usaha ini
perminyakan telah menjadi suatu usaha yang amat besar dan sulit. Walaupun
kalau dipandang sepintas lalu kelihatanya mudah, tetapi usaha ini
memerlukan keterlibatan yang teliti dan teratur dalam abad kemajuan
sekarang ini. Pada tahap permulaan diusahakan orang lebih dahulu
menentukan tempatnya, kemudian penggalian serta menentukan jenis-jenis
dan sifat-sifatnya, kemudian eksploitasi dan pemasaranya.63
Pengeluaran minyak dan pemasukan uang membawa perubahan besar
bagi kerajaan Saudi, di mana struktur internal dan cara hidup dan peran
eksternal dan pengaruhnya Saudi Arabia, menjadi kuat di antara negaranegara pemakai minyak dan secara lebih kuat di dunia Islam. Kekayaan
minyak juga membawa dampak politik, dengan menghidupkan kembali
lembaga-lembaga perwakilan.64
Ketika Saudi Arabia dipimpin oleh Raja Abdul Aziz, beliau menjalin
hubungan politik dengan banyak negara Islam dan Eropa. Kerajaan Saudi
Arabia juga menggabungkan diri ke dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa
62
Hitti, History Of The Arabs, h. 950.
63
Algadry, Tantangan Yang Besar, h. 42.
64
Lewis, The Crisis Of Islam: Antara Perang Suci Dan Teror Kotor, h. 138.
49
(PBB) dan juga dalam Liga Arab sebagai anggota pendiri pada tahun 1365 H/
1945 M. Pada masa pemerintahannya negara ini telah menjadi anggota yang
aktif dalam menyampaikan pendapat dunia Arab dan Islam. Dalam masalah
reformasi internal, kerajaan telah memberikan perhatian dalam hal penerapan
Syariat Islam, pemeliharaan kepentingan jamaah haji, dan mewujudkan
stabilitas keamanan. Dimulai dengan pemindahan penduduk pedalaman yang
nomaden ke daerah-daerah permanen, hingga pada masanya juga telah
dibangun sarana-sarana di setiap pelosok yang mendukung kemajuan
negeri.65
Tentunya semua hal itu tidak dicapai sekaligus. Usahanya disesuiakan
dengan situasi dengan penuh kesabaran dan ketenangan. Usaha-usaha yang
dilakukan Abdul Aziz di Semenanjung Arabia dilaksanakan dalam jangka
waktu tertentu. Abdul Aziz menimbang-nimbang kesanggupannya dengan
seksama. Langkah panjang riwayat Abdul Aziz sekitar dalam masa setengah
abad. Akan tetapi cukuplah diketahui bahwa beliau memulai gerakan titik
pertamanya di Kuwait, sehingga terbentuk kerajaan yang luas yang sama
luasnya dengan Mesir, Iraq dan Syiria. Beliaulah manusia pertama di Saudi
Arabia yang mengadakan peraturan-peraturan kesehatan secara baru serta
mengadakan rumah-rumah sakit keliling. Pada masa pemerintahanya pula
ditemukan sumber minyak dan untuk pertama kali di Semenanjung Arabia
dibuka hubungan-hubungan telekomunikasi serta mobil-mobil yang baru
menggantikan onta di padang pasir, di sinilah jelas terlihat bahwa kondisi
65
Al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, h. 388.
50
Saudi Arabia ketika dipimpin oleh Raja Abdul Aziz menjadi lebih maju
dibandingkan sebelumnya, di mana sebelumnya pada waktu itu Saudi Arabia
hanya berbentuk padang sahara saja.66
D. Peranan Raja Abdul Aziz dalam Membentuk Pemerintahan Arab Saudi
Tempat-tempat suci Islam, telah menjadikan Saudi Arabia sebagai
pusat pandangan dunia, tujuan yang dikunjungi para jamaah haji dan
peziarah. Perbedaan keadaan alam dan bagian iklim, semua itu berpengaruh
pada lingkungan dan masyarakat, pada udara dan iklim, kelembaban dan
kekeringan, jenis tumbuh-tumbuhan, tradisi dan adat istiadat, wabah dan
penyakit, domisili dan perpindahan, kepadatan atau sedikitnya penduduk dari
satu daerah ke daerah lain, antara lembah dan padang pasir, oase dan gunung,
dataran tinggi dan rendah daerah yang banyak air dan kekurang air serta
berbagai problem lainnya itu semuanya sangat berpengaruh pada masyarakat.
Dalam mewujudkan pemerintahan yang sejahtera banyak hal yang telah
dilakukan oleh Raja Abdul Aziz hingga membuat Kerajaan Saudi Arabia
banyak disegani oleh negara-negara lain.67
Kerajaan Saudi Arabia yang juga telah menempati posisi terhormat di
mata dunia, yang sebelumnya sempat tercerai berai dan saling bertikai. Saat
ini Saudi telah menjadi negara maju yang telah dipatuhi dan dibanggakan
oleh seluruh rakyatnya. Ketika telah terbentuk kerajaan yang luas ini,
66
67
Algadry, Tantangan Yang Besar, h. 24.
Departemen Pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, Kumpulan
Makalah Sejarah Raja Abdul Aziz, h. 349.
51
terbukalah
pintu-pintunya
bagi
peradaban
dan
kemuliaan
serta
menyiapkannya untuk meraih kedudukan yang agung. Raja Abdul Aziz telah
memerintah lebih dari setengah abad, yang pada masa kekuasaannya Jazirah
Arabia telah bersatu. Beliau berhasil menciptakan stabilitas dan keamanan,
juga meletakkan dasar-dasar bagi negara Saudi Moderen.68
Pada masa pemerintahannya, banyak hal yang telah dilakukan oleh
Abdul Aziz untuk mendapatkan ketenangan dalam pemerintahannya, diantara
hal-hal penting yang dilakukan adalah memperkukuh hubungan kerajaannya
dengan Wahabi. Ia mendirikan organisasi kemiliteran atas dasar agama.
Pasukannya pada operasi besar pertamanya berhasil mengusir Turki dari alHasa tahun 1913, sehingga memungkinkan Abdul Aziz mengadakan
hubungan langsung ke Teluk Persia. Selama 1921-1922 Abdul Aziz
menaklukan Ha’il dan wilayah kaum Rasyidi serta memperoleh gelar sultan
Nejd. Sementara itu, hubungannya dengan Syarif Husain dari Makkah
semakin memburuk. Langkah Syarif Husain untuk memploklamirkan dirinya
sebagai khalifah, dan langkah itu sangat dibenci oleh orang-orang Arab dan
dunia Islam. Hal ini yang mendorong Abdul Aziz untuk menganggap perlu
mengambil tindakan militer. Ia merebut Jeddah pada bulan Desember 1925.
Abdul Aziz juga memerintah Tanah Suci sebagai pemerintahan internasional
sampai akhirnya penduduk Makkah memilihnya sebagai raja mereka. Pada
68
Al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, h. 388.
52
bulan September 1932, ia menyatukan kerajaan-kerajaan Nejd dan Hijaz di
bawah kerajaan Saudi Arabia.69
Makkah dan Masjidil Haram ketika masa kepemimpinan Raja Abdul
Aziz telah berubah jauh, di mana ketika masjid pada tahun 1918 M hingga
1920-an masih menampung 50.000 jamaah kini telah diperluas muatanya.
Raja Abdul Aziz penguasa baru Arab Saudi ini mulai melebarkan masjid pada
tahun 1926. Raja juga dengan keras merobohkan tanda-tanda mihrab
berdasarkan aliran gerakan Wahabi di sekitar Masjidil Haram kala itu.
Makkah yang setiap tahunnya mendatangkan jamaah haji sekitar 9
sampai 11 juta orang, menjadi daya tarik tersendiri buat pencari kerja.
Diperkirakan ada puluhan ribu pekerja ilegal di Makkah. Haji dan umrah
telah mengubah wajah Makkah sedemikian pesat dan metropolis. Jika
sebelumnya hanya onta dan padang pasir yang tampak, kini Makkah telah
berubah jauh. Gedung-gedung pencakar langit berhasil dibangun diatas
gunung batu. Sarana perhajian juga dibangun megah. Tempat melempar
jumrah yang setiap tahunya selalu bermasalah bahkan pernah menewaskan
lebih 1.000 orang itu dibangun menjadi empat tingkat. Antara kemah jamaah
yang jauhnya mencapai 2 sampai 4 kilometer akan dihubungkan dengan
kereta api sehingga memudahkan jamaah beribadah. Karena itu setiap
perpisahan dengan ka’bah, perpisahan dengan kemegahan dan keindahan
69
Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, h. 352.
53
Makkah, setiap jamaah akan selalu meminta kepada Allah: “Ya Allah
kembalikan aku untuk mengunjungi-Mu berkali-kali.70
Dalam masa pemerintahannya, Abdul Aziz menghadapi beraneka
problema pada masa pendirian negara, pembangunan sendi-sendinya dan
penyediaan hajat keperluannya. Beliau dengan indera dan mata hatinya
mengetahui bahwa di sana ada kebutuhan primer dan di depannya tuntutan
peradaban, perkembangan dan pembangunan, pengetahuan dan pengajaran.
Hal itu tidak akan terpenuhi sebelum terwujudnya keamanan dan stabilitas.
Negara yang luas, wilayah yang banyak, karakter yang berbeda-beda, tradisi
yang berlainan, keinginan yang sama dan banyak. Semua tertumpah pada satu
orang dan dalam satu waktu yaitu Raja Abdul Aziz. Adapun problem
terpenting yang menghambat jalannya roda perkembangan pada waktu itu
adalah, kurang dana dan sumber pemasukan, minimnya tenaga ahli, dan
minimnya tenaga tata usaha.71
Kita melihat adanya sebuah kenyataan bahwa satu orang saja, yakni
Abdul Aziz yang telah menyatukan empat provinsi terpisah dengan puluhan
suku menjadi satu negara adalah merupakan perestasi yang menakjubkan.
Dari negeri yang miskin yang hampir tak dikenal di padang pasir serta
tersobek-sobek oleh berbagai konflik antar suku, menjadi sebuah negara
anggota PBB yang disegani, adalah sebuah prestasi yang besar. Abdul Aziz
70
Majalah Risalah NU Oleh Mustafa Helmy, Meretas Kemulian Makkah, (Jakarta: Risalah
NU, Edisi 12/Tahun II/1430H), h.50-51.
71
Departemen Pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, Kumpulan
Makalah Sejarah Raja Abdul Aziz, h. 350.
54
juga menciptakan konsolidasi dengan membagi negara menjadi empat daerah,
yaitu: Nejd, Hijaz, Hasa, dan Asir, yang masing-masing dipimpin oleh
seorang Amir. Setiap Amir menjadi komandan dari pasukan pengawal, polisi
dan serdadu cadangan di wilayahnya. Dan setelah menjadi raja Hijaz, Abdul
Aziz menyelenggarakan kongres Islam di Makkah tahun 1926 untuk
mendekatkan perbedaan pendapat mengenai agama serta menjamin keamanan
jamaah haji yang mengunjungi kota-kota suci. Pemerintahannya yang
bijaksana disambut di seluruh jagat, dan antara 1926 dan 1931, Saudi Arabia
mendapat pengakuan resmi dari semua negara besar di Eropa, termasuk Rusia
dan Amerika Serikat. Inilah kemenangan diplomatik Abdul Aziz, karena ia
mampu menempatkan negaranya pada kedudukan yang terhormat dalam
pergaulan antar bangsa.72
Dengan terciptanya kerajaan Arab Saudi, konsep negara mulai tumbuh
di kalangan orang Arab. Sebelum itu, orang Arab menghimpun diri dalam
suatu rumpun kekerabatan dan pada umumnya termasuk dalam suatu
kelompok suku tertentu. Beberapa di antara mereka, yang sudah bisa
membaca, memang mempunyai kesadaran bahwa mereka termasuk dalam
suatu golongan besar. Arab Saudi yang memiliki luas lebih dari setengah
India, yang penduduknya tidak padat di mana ketika baru dibentuk jumlah
penduduknya hanya 1,5 juta orang dan diceritakan juga bahwa hingga tahun
1920-an di Riyadh, ibukota Arab Saudi, belum memiliki listrik dan saluran
pembuangan dari pipa. Kehidupan disini masih tampak menyedihkan hingga
72
Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, h. 352-353.
55
kemudian pada tahun 1938 sumber daya minyak ditemukan, hingga membuat
dalam satu generasi wilayah yang merupakan salah satu daerah miskin itu
dapat diubah menjadi wilayah kaya. Mulai sejak itu Jazirah Arab yang
terpencil dan sulit dicapai orang menjadi pusat perhatian dunia.73
Raja Abdul Aziz yang berhasil menyatukan wilayah-wilayah Arab
Saudi menjadi sebuah Kerajaan yang bernama Kerajaan Arab Saudi (alMamlakah al-Arabiyah al-Sa’udiyyah) berhasil memelihara keamanan dan
ketentraman dalam wilayah kerajaannya dan senantiasa meningkatkan
pelayanan yang baik kepada jamaah haji. Ia berusaha keras memajukan
kehidupan dan pendidikan rakyat, lebih-lebih setelah ditemukan minyak
dalam jumlah banyak di wilayah kerajaannya pada tahun sekitar 1930-an.74
Abdul Aziz dalam beberapa sisi merupakan tokoh terbesar Arabia.
Dimana ia bermula hanya seorang kepala suku, dan hingga akhirnya ia
menjadi seorang raja dari sebuah bangsa baru. Ia mempunyai kecakapan
untuk membuat berbagai keputusan politik dalam situasi politik yang cukup
asing bagi dirinya. Hingga pada masa jabatannya sebagai raja Saudi Arabia,
beliau digantikan oleh putra-putranya secara beruntun yaitu Sa’ud, Faisal dan
Fahd.75
73
Akbar S. Ahmed, Citra Muslim, (Tinjauan Sejarah Dan Sosiologi). Penerjemah Drs.
Nunding Ram, M.Ed., (Jakarta: Erlangga, 1990), h. 163.
154.
74
Departemen Agama, Ensiklopedi Islam Jilid 2, (Jakarta: CV Anda Utama, 1993), h. 412.
75
Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam Ringkas, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 1999), h.
56
BAB IV
PERANAN GERAKAN WAHABIYAH
DALAM MEMBANTU MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN RAJA
ABDUL AZIZ DI ARAB SAUDI
A. Gerakan Wahabiyah sebagai Legitimasi Perjuangan Raja Abdul Aziz
Pada akhir abad ke-18, keluarga Saud bergabung dengan gerakan
Wahabi dan memberontak kepada kekuasaan Utsmaniyah di Jazirah Arab.
Pada tahun 1818, bala tentara Mesir yang dipimpin oleh Muhammad Ali
berhasil memadamkan pemberontakan tersebut dan sempat mengalami
kemunduran. Namun doktrin Wahabi dibangkitkan kembali oleh Raja Abdul
Aziz ibn Saud pada sekitar awal abad ke-20 di mana Abdul Aziz
menggabungkan dirinya pada pemberontakan Wahabi yang dikenal dengan
nama Ikhwan, pada awal kemunculan Arab Saudi.76
Dengan al-Ikhwan ini Abdul Aziz memakainya sebagai alat politiknya
untuk memperoleh kekuasaannya. Dengan Ikhwan ia mengorganisasikan
orang-orang Badui untuk memerangi bid’ah-bid’ah di Semenanjung Arab.
Untuk tujuan itu, ia menganjurkan agar mereka dimukimkan di dalam
perkampungan-perkampungan pertanian dan diaturnya mereka itu dalam
suatu organisasi militer yang kepatuhan kepadanya tidak diragukan lagi.
76
M. Imdadun Rahmat, Arus Balik Islam Radikal (Transmisi revivalisme Islam Timur
Tengah Ke Indonesia), (Jakarta: Erlangga, 2002), h. 70.
56
57
Bagi Abdul Aziz gerakan ini sangat penting sekali karena hidup
dengan dinamika Islam yang pasti. Meskipun sejarah Ikhwan memperlihatkan
citra diri dari kemurnian ideologis yang ditambahkan pada keresahan
kekabilahan
dapat
menimbulkan
perubahan,
karena
hal
itu
yang
memperlihatkan akan politik yang perkasa. Dengan menangani Ikwan dengan
cerdik, Abdul Aziz dan orang-orang Saudi mampu menghadapi musuh-musuh
mereka. Ikhwan terbukti amat berguna, karena ia tidak hanya merupakan
sumber tenaga manusia yang bersemangat untuk digunakan dalam
pertempuran, akan tetapi juga memberikan kontribusi yang besar dalam
perjuangan Raja Abdul Aziz menguasai wilayah-wilayah Jazirah Arab.77
Kekuatan perang Ikhwan disusun dengan tujuan yang jelas, yaitu
menguasai Semenanjung Arab, menundukkan semua pesaing yang berebut
kekuasaan, dan membangun negara Islam yang didirikan berdasarkan ajaran
keagamaan Wahabi. Ikwan disini memainkan peranan efektif dalam
membangun dan memperluas kendali raja. Namun hingga pada akhirnya
mereka tak puas dengan apa yang mereka lihat dimana raja bekerjasama
dengan kaum non-muslim yaitu dengan Inggris hingga Ikhwan melihatnya
sebagai liberalisme. Apalagi ketika Raja Abdul Aziz membolehkan
digunakanya temuan moderen seperti telegraf, telegram, mobil dan pesawat
udara.78
77
John L. Esposito, Identitas Islam Pada Perubahan Sosial-Politik. Penerjemah A.Rahman
Zainuddin, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1986), h. 193-195.
78
John L. Esposito, Identitas Islam Pada Perubahan Sosial-Politik, h. 207
58
Antara Wahabisme dan al-Saud telah terjalin hubungan yang saling
membutuhkan di mana yang satu tidak bisa eksis tanpa keterkaitan antara
keduanya. Pada waktu itu juga kaum Wahabi melayani negara atau
setidaknya mereka yang memegang kekuasaan, dan begitu juga dengan
negara melayani kaum Wahabi, jadi diantara mereka ada timbal balik. di
wilayah-wilayah yang jatuh ke dalam kekuasaan mereka, kaum Wahabi
memperkenalkan praktik yang secara luar biasa memperluas kekuasaan
intrusif negara kepada para pelaksana hukum yang mendefinisikan aturanaturan dan tata perilaku. Hubungan antara keluarga al-Saud dan Wahabi
berlangsung dengan sangat baik, lebih dari sekedar hubungan pragmatis dan
saling memberi dukungan. Saudi dan Wahabi menemukan satu model untuk
menjawab persoalan tentang bagaimana negara Islam seharusnya bertindak di
dunia moderen.79
B. Wahabiyah Dijadikan sebagai Ideologi oleh Raja Abdul Aziz di Arab
Saudi
Dalam ungkapan seorang penulis Perancis, disebutkan bahwa ideologi
adalah sebuah kata ajaib yang menciptakan pikiran dan semangat hidup
manusia, terutama diantara kaum muda, dan khususnya di antara para
cendikiawan atau intelektual dalam suatu masyarakat. Ideologi selalu
dihubungkan dengan cendikiawan dan keduanya saling memerlukan. Karena
itulah seorang cendikiawan dan intelektual dituntut untuk memiliki
79
Abou El Fadh, Selamatkan Islam Dari Muslim Puritan, h. 84-85.
59
pengertian yang jelas mengenai ideologi yang dapat membantunya
mengembangkan suatu pola pemikiran yang khas.80
Setelah orang-orang Utsmaniyah menundukkan Hijaz, lalu diikuti
dengan menundukkan Nejd. Al-Asyraf penguasa Hijaz merasa terbebani
dengan hal ini. Orang-orang Utsmaniyah beberapa kali menyerbu Hijaz
antara tahun 1578-1695 M, sehingga pada masa itu Nejd dan wilayah-wilayah
sekitarnya berada dalam kondisi terburuknya. Kemiskinan dan kebodohan
tersebar di sana, pencurian dan pembegal berkuasa. Pada masa ini, Allah
menakdirkan bagi wilayah ini seorang da’i besar yaitu Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahhab, yang muncul dari kota Uyainah (Nejd). Di mana beliau
menyerukan kepada agama yang benar, dan mengembalikan agama kepada
ajaran para salaf berupa kemurnian akidah, membuang kemusyrikan dan
bid’ah. Dan pada masa ini juga telah terjalin hubungan antara keluarga asSa’ud dan Muhammad Abdul Wahhab.81
Adapun hubungan yang dijalin Muhammad bin Abdul Wahab dengan
keluarga Sa’ud adalah ketika Muhammad bin Abdul Wahhab melarikan diri
ke Kota Dariyah, yang pada saat itu dipimpin oleh Muhammad ibn Saud. Di
sini Ibnu Saud menyambut Abdul Wahhab dengan sangat baik. Ibnu Saud
sendiri merupakan seorang pemimpin suku kecil dengan ambisi yang sangat
besar yaitu ingin mempersatukan Jazirah Arab, hingga pada saat itu keduanya
80
Ali Shariati, Tugas Cendikiawan Muslim. Penerjemah M. Amin Rais (Jakarta: CV
Rajawali, 1984), h. 191-192.
81
Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Penerjemah
H. Samson Rahman MA., (Jakarta: Akbar Media, 2003), h. 379-380.
60
saling bekerja sama di mana kepala suku waktu itu adalah Muhammad ibn
Saud sepakat mengakui Wahhab sebagai puncak otoritas keagamaan
komunitas muslim dan melakukan semua yang dia bisa mewujudkan visinya.
Sang pendakwah sendiri sepakat untuk mengakui Ibn Saud sebagai kepala
politik komunitas muslim, amirnya dan memerintahkan para pengikutnya
untuk berjuang bagi dirinya. Kerjasama itu membuahkan hasil. Selama
beberapa dekade berikutnya kedua orang itu menyatukan seluruh suku Badui
Semenanjung Arabia di bawah pemerintahan Saudi-Wahabi.82
Aliansi yang terjadi antara pemerintahan al-Saud dengan Abdul
Wahhab sekitar tahun 1745 hingga 1818 yang dikenal dengan negara Saudi
pertama (pada masa Muhammad bin Sa’ud pemimpin ad-Dir’iyah) di mana
Ibnu Abdul Wahhab dan Muhammad ibn Sa’ud menyebarluaskan ide-ide
Abdul Wahhab dan memulai gelombang ekspansi yang pada awal abad
berpuncak pada penaklukan sebagian besar Semenanjung Arab, namun hal ini
tidak dapat berjalan dengan lancar hingga akhirnya kerajaan Wahabiyah
pertama ini ditaklukan oleh militer Mesir yang menghancurkan kota adDir’iyah, ibukota kerajaan Saudi pertama. Namun hal itu tidak lantas benarbenar membuat gerakan Wahabi mati, ajaran dan konsep Wahabi tetap hidup
karena diteruskan oleh keturunan Ibnu Saud dan Abdul Wahhab, hingga
akhirnya ideologi Wahabi benar-benar dihidupkan kembali sekali pada awal
82
Tamim Ansary, Dari Puncak Baghdad (Sejarah Dunia Versi Islam). Penerjemah Yuliani
Liputo, (Jakarta: Zaman, 2009), h. 406.
61
abad ke-20 di bawah kepemimpinan Abdul Aziz ibn al-Sa’ud yang
memerintah dari tahun 1902-1953 M.83
Ideologi Wahabiyah yang tumbuh di bawah kepemimpinan Abdul
Aziz membentuk sebuah identitas kebangsaan di antara masyarakat
Semenanjung yang berbeda-beda secara etnis dan kesukuan itu. Riyadh yang
merupakan ibukota dari Saudi Arabia pada masa Abdul Aziz menjadi pusat
kebangkitan agama. Sekolah-sekolah al-Qur’an berkembang dan prestasi
keilmuan diberi penghargaan dalam upacara resmi di depan umum.
Kehadiran pada shalat-shalat jamaah diwajibkan, dan hukuman fisik
diberikan kepada mereka yng tidak hadir. Merokok dilarang, musik dikutuk
dan tertawa keras dipandang sebagai tanda ketidaksenonohan. Kehidupan di
ibukota dicirikan oleh keselarasan tingkat tinggi dalam perilaku umum yang
berasal dari hasrat orang-orang yang beriman dan para warga negara
pemerintahan Wahabiyah baru untuk memenuhi standar-standar keislaman
sebagaimana yang ditafsirkan oleh ulama-ulama Nejd. Keselarasan perilaku
yang dituntut selama era kebangkitan 1920-an ini, terabadikan dengan
sendirinya. Dengan menghidupkan kembali gagasan tentang sebuah
komunitas orang beriman, yang disatukan oleh ketaatan mereka kepada Allah
dan kemauan untuk hidup selaras dengan hukum-hukum Allah maka di masa
ini jelas terlihat bahwa ideologi Wahabi telah dibangkitkan kembali.84
162.
83
Abou El Fadh, Selamatkan Islam Dari Muslim Puritan, h. 79.
84
John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2001), h.
62
Melihat semua hal di atas, maka jelas ideologi yang digunakan semua
bermuara pada prinsip kemurnian agama yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Di
mana menurut kaum Wahabi hukum itu ada di dalam al-Qur’an dan Sunnah
di dalam kehidupan Nabi seperti diungkapakan melalui hadis adalah
bertujuan untuk menafsirkan hukum itu. Al-Qur’an tidak menetapkan prinsipprinsip untuk membimbing perilaku manusia melainkan tindakan nyata yang
harus dilakukan kaum muslim. Kehidupan Nabi Muhammad memberikan
teladan untuk diikuti. Sikap dan antusiasme Wahabi terhadap hukum alQur’an dan Sunnah Nabi Muhammad telah menyebar jauh di Arab Saudi.
Dalam praktiknya di Arab Saudi mereka benar-benar menekankan akan
ajaran Islam yang murni berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Wahabi juga
memandang fikih sebagai inti Islam.85
Persekutuan yang terjadi ini, antara ajaran agama yang dibawa oleh
Abdul Wahhab dan keluarga al-Sa’ud terus berlangsung walaupun pada
akhirnya terjadi sekularisasi. Transfer generasional dari nilai-nilai keagamaan
dan pandangan sosial dan politik yang berdasarkan keagamaan tampaknya
telah berhasil dicapai. Tetapi apabila ekonomi di Saudi Arabia memburuk
atau pengaruh unsur-unsur dari luar tumbuh, maka kekuatan sintesis
keagamaan-politik Wahabi-Saudi mungkin akan mendapat ujian berat.86
85
Tamim Ansary, Dari Puncak Baghdad (Sejarah Dunia Versi Islam). Penerjemah Yuliani
Liputo, (Jakarta: Zaman, 2009), h. 406.
86
Shireen T. Hunter, Politik Kebangkitan Islam: Keragaman Dan Kesatuan. Penerjemah
Ajat Sudrajat, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2001), h. 190.
63
C. Dampak dari Keterkaitan Gerakan Wahabiyah dengan Raja Abdul Aziz
bagi Negara Arab Saudi
Jika
kita
melacak
gagasan-gagasan
maupun
gerakan-gerakan
pembaharuan Islam dewasa ini, maka mau tidak mau kita akan sampai pada
gerakan Wahabiyah suatu gerakan puritanisme Islam yang dipelopori oleh
Muhammad bin Abdul Wahhab di Jazirah Arab. Gerakan ini sering dianggap
terlalu revolusioner oleh karena gagasan-gagasan yang dikemukakannya itu
dilihat menurut ukuran zamannya. Walaupun dipengaruhi oleh pikiranpikiran reformatif Ibnu Taimiyah, gerakan Wahabi tidak sepenuhnya
merupakan duplikat pikiran-pikiran Ibnu Taimiyah pertama, jika Ibnu
Taimiyah menyerang sufisme, maka serangannya tidak bersifat frontal karena
berhubung ada segi-segi sufisme yang diakomodasi oleh Ibnu Taimiyah.
Sebaliknya gerakan Wahabiyah menyerang Sufisme tanpa ampun, sekalipun
harus kita akui berkat jasa kaum wahabiyahlah penghilangan bid’ah, khurafat
dan takhayul yang merajalela di dunia Islam pada masa lalu berhasil secara
mengesankan.
Perbedaan keduannya adalah anti-rasionalisme Wahhabiyah yang
terlampau berlebihan. Ibnu Taimiyah juga melakukan kritik tajam terhadap
rasionalisme, akan tetapi kritik itu tidak berakibat memojokkan penalaran
rasional terhadap usaha perbaikan dalam berbagai perbaikan dimensi
kehidupan kaum Muslimin. Di sini jadi kita bisa melihat, barangkali
kelemahan kaum Wahabiyah adalah semangat anti-rasionalisme yang kelewat
64
jauh sehingga semboyan ijtihad yang dikumandangkannya tidak begitu
diperdulikan.87
Gerakan Muhammad bin Abdul Wahab, yang merupakan gerakan
keagamaan yang berkembang di Saudi Arabia itu memiliki beberapa
penyebab hingga membuat keduanya saling berkaitan erat satu sama lain,
yang dalam sejarahnya itu bisa dilihat melalui dua segi: Pertama, hubungan
penguasa Saudi dengan Syaikh pencetus dakwah ini, membuat dakwah baru
dari segi politik, bagi gerakan keagamaannya Muhammad bin Abdul Wahhab.
Para sejarawan menyebutkan, bahwa Emirat Saudi meluas pengaruhnya,
bertambah wibawanya, dan kekuasaannya di anak Benua Arabia. Lalu,
memasuki Makkah, Madinah, Hijaz dan wilayah-wilayah yang diduduki Raja
Saudi ini semua berkat keterkaitannya dengan gerakan Muhammad bin Abdul
Wahhab, hingga membuat berkelanjutan sebagai jalan pengembangan dari
gerakan ini sendiri. Dengan demikian, telah tersedialah kesempatan untuk
menerangkan pokok-pokok ajaran Wahabi di Makkah yang merupakan
tempat orang-orang pergi haji dan menyebarluaskan ajarannya.
Kedua, diatas telah dijelaskan mengenai kaitannya dengan segi politik.
Disini segi ekonomi juga membawa pengaruh besar bagi pemerintahan dan
gerakan ini, di mana ketika telah dibukanya tambang sumur minyak di tepi
pantai Saudi Arabia, yang menjadi batas kerajaan Saudi sekarang, Maka hal
ini membuat wibawa politik anak benua Saudi Arabia memiliki kekuatan
87
John J. Donohue Dan John L. Esposito, Islam Dan Pembaharuan. Penerjemah Drs.
Macnun Husein, (Jakarta: Rajawali Pers,1993), h. Kata Pengantar xi.
65
ekonomi yang kuat. Kekuatan ekonomi ini sangat memberikan manfaat yang
besar dalam mendukung gerakan keagamaan ini (Wahabi), dan dalam
membangun kerajaan Saudi. Dari hal ini juga gerakan Wahabi dapat berdiri
kokoh di Saudi Arabia. Dari hubungan pemerintahan dan gerakan Wahabi
inilah muncul berbagai dampak bagi negara Arab Saudi.88
Adapun dampak dari keterkaitan Wahabiyah dengan pemerintahan
Raja Abdul Aziz adalah Wahabisme meresmi ajarannya dijalankan oleh
kebanyakan masyarakat Saudi yang pada waktu itu juga Saudi merupakan
salah satu dari negara-negara yang paling berpengaruh di seluruh negara
Islam. Wahabi juga memegang kendali dan pemelihara dua tempat paling suci
Islam Makkah dan Madinah, sehingga para tamu jamaah haji yang setiap
tahunnya berjuta-juta Muslim datang dari penjuru dunia melakukan ibadah
dan ritual yang diajarkan menurut kaum Wahabi. Pada saat yang sama ustadz
dan da’i Wahabisme banyak memperoleh sumber keuangan dengan jumlah
besar yang diberikan kepadanya, yang membuat Wahabi dengan mudah
menggunakannya untuk meningkatkan penyebarluasan ajaran Islam versi
mereka. Di sini terlihat bahwa kehidupan publik muslim di Saudi menjadi
lebih terorganisir dalam bidang pendidikan dan juga peribadatan yang
kebanyakan itu berasal dari ajaran-ajaran dan pandangan Wahabi.89 Para ahli
Timur Tengah juga menilai bahwa gerakan Wahabiyah dalam membangun
nasionalisme Arab Saudi terasa sangat besar, mereka telah memberikan
88
Muhammad Al-Bahiy, Pemikiran Islam. Penerjemah Bambang Saiful Ma’arif, (Bandung:
Risalah Bandung, 1985), h. 135-143.
89
Lewis, The Crisis Of Islam: Antara Perang Suci Dan Teror Kotor, h. 134.
66
kontribusi yang kuat terutama dalam membangun ideologi, moralitas, dan
legitimasi bagi pola kepemimpinan sebuah wilayah agama yang bersih dari
berbagai praktik khurafat dan bid’ah.90
Namun melihat keterlibatan Wahabi dalam pemerintahan Raja Abdul
Aziz bukan hanya dampak positif saja yang telah diberikan oleh kaum
Wahabi, tetapi ada juga sedikit dampak negatif yang diberikannya. Salah satu
contoh dari dampak negatif dari keterlibatan Wahabi dalam pemerintahan
Raja Abdul Aziz adalah di mana ketika kaum Wahabi menjadi penjaga
Makkah dan Madinah, kaum Wahabi secara unik mengambil posisi untuk
memaksakan versi ortodoksi mereka terhadap jamaah haji dari seluruh dunia.
Sebagai indukasi dari popularitas ajaran Wahabi yang terbatas pada tahap
perkembangannya, praktek yang tidak mengenal kompromi kaum Wahabi
pada musim haji menyebabkan beberapa benturan dengan jamaah haji dari
Afrika dan Asia tenggara. Pada tahun 1926, misalnya telah terjadi di mana
kebencian kaum Wahabi pada semua bentuk instrumen musik melahirkan
kemelut antara Mesir dan Arab Saudi, di mana pada waktu itu prajurit Mesir
yang memikul tandu seremonial untuk membunyikan terompet pada waktu
haji diserang dan diganggu, dan alat musik mereka dihancurkan. Namun
akhirnya kemelut ini berakhir pada saat Raja Abdul Aziz membuat peryataan
yang mendamaikan kepada pemerintahan Mesir. Kaum Wahabi juga
90
Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam(Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik), h. 118.
67
melarang semua bentuk nyayian dan tarian sufi di Makkah dan Madinah dan
akhirnya di semua bagian Arab Saudi.91
Setelah tahun 1953 M atau ketika masa kepemimpinan Raja Abdul
Aziz berakhir, kepemimpinan Saudi telah melonggarkan penekanan
identitasnya sebagai pewaris ajaran Wahabiyah. Namun dalam masyarakat
pengaruh wahabi tetap terlihat dalam keseragaman berpakaian dan perilaku
umum lainnya. Yang lebih signifikan dari warisan Wahabiyah tampak nyata
dalam etos-etos sosial yang mengaggap bahwa pemerintah bertanggungjawab
atas moral kolektif yang mengatur masyarakat, dari perilaku individu hingga
perilaku lembaga, bisnis dan pemerintahan itu sendiri.92
91
Abou El Fahd, Selamatkan Islam Dari Muslim Puritan, h. 87.
92
John.L. Esposito, Ensklopedi Oxford Dunia Islam Modern, h. 162-163.
68
BAB V
P E N U T UP
A. Kesimpulan
1.
Adapun hal yang menyebabkan kenapa gerakan Wahabiyah digunakan
oleh Raja Abdul Aziz dalam membantu mewujudkan pemerintahannya di
Arab Saudi adalah ketika itu gerakan Wahabiyah ini dibangkitkan
kembali pada awal abad ke-20 oleh Raja Abdul Aziz yang merupakan
keturunan dari Ibnu Saud orang yang pertama kali menjalin hubungan
dengan Abdul Wahab yang merupakan pendiri dari gerakan Wahabiyah
ini. Dengan meniru metode nenek moyangnya yaitu menyebarluaskan
ajaran Wahabi serta menggunakannya sebagai alat untuk memperoleh
kekuasaannya, akhirnya Abdul Aziz dapat mengusai Jazirah Arab.
Dengan menggunakan Wahabi ini Raja Abdul Aziz dapat membuat kota
Riyadh yang pada waktu itu berada di bawah kekuasaan keluarga arRasyid dari Nejd Utara, yang pada akhirnya membuat Raja Abdul Aziz
dapat dipercaya oleh banyak orang dan Raja Abdul Aziz juga akhirnya
dijadikan Raja di Arab Saudi. Dan adapun penyebab utama kenapa
gerakan Wahabiyah ini digunakan oleh Raja Abdul Aziz dalam
membentuk pemerintahannya adalah karena beliau sendiri merupakan
penganut faham Wahabi, sehingga antara Wahabisme dan Ibnu Saud
mempunyai hubungan yang saling membutuhkan, di mana yang satu
tidak bisa eksis tanpa keterkaitan antara keduanya.
69
2.
Adapun peranan gerakan Wahabiyah terhadap pemerintahan Raja Abdul
Aziz di Arab Saudi adalah sangat jelas terlihat di mana beliau pertamapertama menjadikan gerakan Wahabiyah sebagai legitimasi di dalam
perjuangannya untuk memperoleh kekuasaan di wilayah-wilayah Jazirah
Arab. Pada akhirnya hal itu tidak sia-sia, dengan menggunakan
Wahabiyah dalam perjuangannya memperoleh kekuasaan di Jazirah
Arab, Abdul Aziz akhirnya dapat mengalahkan musuh-musuhnya. Bukan
hanya itu saja, Wahabiyah juga memberikan kontribusi yang sangat besar
karena dengan menggunakan Wahabiyah secara mutlak., Raja Abdul
Aziz akhirnya dapat mengusai wilayah-wilayah di Jazirah Arab yang
akhirnya membuat beliau menjadi penguasa dan Raja di Arab Saudi.
Setelah itu juga Raja Abdul Aziz menjadikan ajaran Wahabiyah sebagai
ideologi dalam pemerintahannya, sehingga dengan menggunakan
ideologi Wahabiyah ini Raja Abdul Aziz dapa membuat identitas
kebangsaan di antara masyarakat Semenanjung Arab yang secara etnis
dan kesukuan sangatlah berbeda. Riyadh yang merupakan ibukota dari
Saudi Arabia pada masa Raja Abdul Aziz menjadi pusat kebangkitan
agama. Sekolah-sekolah al-Qur’an berkembang dan prestasi keilmuan
diberi penghargaan dalam upara resmi di depan umum. Ideologi yang
digunakan Wahabi ini semua bermuara pada prinsip kemurnian agama
yaitu, al-Qur’an dan Sunnah.
3.
Dampak dari keterkaitan Wahabiyah dengan pemerintahan Raja Abdul
Aziz adalah meresmikan ajaran Wahabisme untuk dijalankan oleh
70
kebanyakan masyarakat Saudi yang pada waktu itu Saudi merupakan
salah satu dari negara-negara yang paling berpengaruh di seluruh negara
Islam. Wahabi juga memegang kendali dan pemelihara dua tempat paling
suci Islam, yaitu Makkah dan Madinah. Pada saat yang sama ustadz dan
da’i Wahabisme banyak memperoleh sumber keuangan dengan jumlah
besar yang diberikan kepadanya, yang membuat Wahabi dengan mudah
menggunakannya untuk meningkatkan penyebarluasan ajaran Islam versi
mereka. Di sini terlihat bahwa kehidupan publik muslim di Saudi
menjadi lebih terorganisir dalam bidang pendidikan dan juga peribadatan
yang kebanyakan itu berasal dari ajaran-ajaran dan pandangan Wahabi.
B. Saran-saran
1.
Kajian sejarah tentang peranan gerakan Wahabiyah di Arab Saudi perlu
diperbanyak lagi karena Wahabiyah merupakan suatu gerakan yang
memainkan peranan penting dalam sejarah berdirinya Kerajaan Arab
Saudi terutama ketika pada masa Raja Abdul Aziz.
2.
Wahabiyah yang merupakan suatu gerakan di Arab Saudi juga
merupakan topik yang menarik, dan belum banyak yang mengangkat
topik yang berkaitan dengan gerakan Wahabiyah, diharapkan bisa
menjadi bahan acuan selanjutnya.
71
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Sufyan Raji. Mengenal Aliran-aliran Dalam Islam dan Ciri-Ciri
Ajarannya. Jakarta: Al-Riyadh, 2006.
Abdurahman, Dudung. Metodologi penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1999.
Ahmad, Jamil. Seratus Muslim Terkemuka. Penerjemah Pustaka Firdaus. Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1989.
Ahmed, S Akbar. Citra Muslim: Tinjauan Sejarah dan Sosiologi. Penerjemah
Nunding Ram. Jakarta: Erlangga, 1990.
Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2009.
Amstrong, H.C. Jejak Sang penguasa: Riwayat Hidup Ibn Saud Pendiri Kerajaan
Arab Saudi. Penerjemah Ati Nurbaiti,dkk. Jakarta: Pustaka Firdaus,
1991.
Ansary, Tamim. Dari Puncak Baghdad: Sejarah Dunia Versi islam. Penerjemah
Yuliani Liputo. Jakarta: Zaman, 2009.
Arkhabil, Al-, Buletin Berita dan Budaya, diterbitkan oleh LIPIA Universitas
Imam Muhammad bin Saud, Arab Saudi, Tahun XIII-Vol. 14 Rajab 1430
H/Juli 2009 M.
Asy Ayak’ah, Mustofa Muhamamad. Islam Tidak Bermazhab. Penerjemah A.M.
Basalamah. Jakarta: Gema Insani Press, 1994.
Bahiy, Al-, Muhammad. Pemikiran Islam. Penerjemah Bambang Saiful ma’arif.
Bandung: Risalah Bandung, 1989.
Classe, Cyril. Ensiklopedi Islam Ringkas. Jakarta: PT Raja Garapindo Persada,
1999.
Donohue, John J dan Esposito, John L. Islam dan pembaharuan. Penerjemah
Machnun Husein. Jakarta: Rajawali Pers, 1993.
Departemen Agama. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ictiar Baru Van Hoeve, 1999.
Departemen Pendidikan Tinggi Universitas Islam Muhammad Bin Saud.
Kumpulan Makalah Sejarah Raja Abdul Aziz. Penerjemah Dr. Muslih
Karim MA, dkk. Riyadh KSA: Universitas Islam Muhammad Ibn Saud,
1999.
Diprosiding Seminar (Perpustakaan Negara Malaysia), Tokoh-Tokoh Mujaddid
Islam, Selangor: Badan Pengkhidmatan Penerangan Islam, 1994
71
72
Ensiklopedi Nasional Indonesia. Bekasi: PT Delta Pamungkas, 2004.
Esposito, John L. Ensiklopedi Oxford Dunia Islam. Bandung: Mizan, 2001.
Esposito, John L. Identitas Islam Pada Perubahan Sosial Politik. Penerjemah
Rahman Zainuddin. Jakarta: PT Bulan Bintang, 1986.
Fahd, El-, Khaled Abou. Selamatkan Islam Dari Muslim Puritan. Penerjemah
Helmi Mustofa. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006.
Gatry, Al-, Nehad. Tantangan Yang Besar. Jakarta: Pusaka, 1966.
Gottsclak, Louis. Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Indonesia Perss, 1985.
Hitti, Philip K. History Of Arabs. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010.
http://abuumar.multiply.com/journal/item/289/Mazhab_Resmi_Saudi_Arabia_ada
lah_Wahabi
http://fikih-mashalim.blogspot.com/2010/05/i-salafy-generasi-awal.html
Hunter, Shireen T. Politik Kebangkitan Islam. Penerjemah Ajat Sudrajat.
Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2001.
Ibn Baz, Abdul Aziz bin Abdullah. Imam Muhammad bin Abdul Wahhab:
Dakwah dan Jejak Perjuangnya. Penerjemah. Rahmat Arifin Muhammad
bin Ma’ruf. Jakarta: Megatama Sofwa Presido, 1919 H.
Lapidus, Ira M. Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: Raja Grapindo, 1999.
Majalah Risalah NU oleh Mustafa Helmy, Meretas Kemulian Mekkah, Jakarta:
Risalah NU, edisi 12/tahun II/1430H.
Majalah Risalah NU oleh Mustafa Helmy, Meretas Kemulian Mekkah, Jakarta:
Risalah NU, edisi 13/tahun II/1430H.
Majalah Suara Ummah, Sam, AH, FSM, Bid’ahkah Memperingati Maulid Nabi,
Jakarta:Suara Ummah, Vol I. 01/No.04, 2004.
Muhammad, Herry DKK. Tokoh-tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20.
Jakarta: Gema Insani, 2006.
Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997.
Nashir bin Abdul Karim al-‘Aql, Hanya islam Bukan Wahabi, Penerjemah Abdur
Rosyad Siddiq, Jakarta: Darul Falah, 2006.
Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
Jakarta: Bulan Bintang, 1982.
73
Rahmat, M Imdadun. Arus Balik Islam Radikal: Tranmisi Revivalisme Islam
Timur Tengah ke Indonesia. Jakarta: Erlangga, 2002.
Salafy, Abu. Mazhab Wahabi: Monopoli Kebenaran dan Keimanan Ala Wahabi.
Jakarta: Ilya, 2009.
Shah, M Aunul Abied. Islam Garda Depan. Bandung: Mizan, 2001.
Shariati, Ali. Tugas Cendikiawan Muslim. Penerjemah M.Amin Rais. Jakarta: CV
Rajawali, 1984.
Subhani, Ja’far. Syekh Muhammad Abdul Wahhab dan Ajaranya. Penerjemah
Arif. M dan Nainul Aksa. Jakarta: Citra, 2007.
Thohir, Ajid. Studi Kawasan Dunia Islam: Perspektif Etno-Linguistik dan GeoPolitik. Jakarta: Rajawali Perss, 2009.
Usairy, Al-, Ahmad. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX.
Penerjemah Samson Rahman. Jakarta: Akbar Media, 2003.
Wahhab, Muhammad bin Abdul, Kitab Tauhid, Alih Bahasa Yusuf Harun,
(Jakarta: Yayasan Al-Sofwa, 2007).
Yatim, Badri. Sejarah Sosial Keagamaan Tanah Suci. Jakarta: Logos, 1999.
Download