BAB I PENDAHULUAN - Widyatama Repository

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus
dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
baik material maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu
banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.
Salah satu upaya untuk menunjukkan kemandirian negara adalah dilihat
dari sumber-sumber penerimaan negara. Sumber penerimaan negara pada
dasarnya terbagi menjadi dua sumber utama, yaitu Penerimaan Dalam Negeri dan
Pinjaman Luar Negeri. Semakin besar penerimaan dalam negerinya, maka dapat
dikatakan bahwa negara tersebut semakin mandiri. Oleh karena itu, untuk
menunjukkan kemandiriannya, maka pemerintah harus meningkatkan Penerimaan
Dalam Negerinya, dalam hal ini Pajak.
Pajak merupakan komponen penting penerimaan negara. Sekitar 70 persen
total penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN)
saat
ini
disumbang
dari
penerimaan
perpajakan.
(sumber:
www.hukumonline.com).
Pemerintah membutuhkan penerimaan perpajakan untuk membiayai dan
setiap tahun target penerimaan perpajakan terus meningkat untuk memenuhi
kebutuhan APBN. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini (2001-2005)
penerimaan perpajakan bertumbuh di atas 20% setahun (di atas rata-rata
pertumbuhan ekonomi). Bahkan hingga 22 Desember 2006 yang lalu penerimaan
pajak mencapai Rp 345,4 triliun atau 92,93 persen dari target APBNP 2006.
Meskipun belum memenuhi target, namun penerimaan tersebut sudah naik 24,03
persen jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Namun pertumbuhan penerimaan pajak setiap tahun ternyata tidak
diimbangi dengan potensi pajak yaitu jumlah penduduk di Indonesia seluruhnya.
Jika dibandingkan dengan potensi pajak, kinerja penerimaan pajak selama ini
masih belum optimal. Penyebab perbedaan pajak (tax gap) tersebut mayoritas
karena lemahnya administrasi perpajakan. Oleh karena itu diperlukan reformasi
administrasi perpajakan.
Pemerintah telah empat kali melakukan reformasi perpajakan, tahun 1983,
1994, 1997, dan 2000. Sasaran apa yang hendak dicapai pemerintah dengan
reformasi yang keempat ini. Sebenarnya yang dilakukan pemerintah ini juga
bukan reformasi perpajakan. Hanya sekedar mengubah beberapa pasal undangundang
untuk
kebijaksanaan
menyesuaikan
pemerintah.
dengan
Yang dapat
perkembangan
dikategorikan
dunia
sebagai
usaha
dan
reformasi
perpajakan adalah reformasi tahun 1983, dimana terjadi perubahan sistem yang
mendasar dari “Official Assessment system” ke “Self Assessment system ”.
Reformasi perpajakan lebih banyak diartikan sebagai kebutuhan akan
regulasi perpajakan yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat dengan
tarif pajak progresif, tetapi tidak nampak adanya perubahan jaminan manfaat bagi
Wajib Pajak dari pembayaran pajaknya. Ketiadaan jaminan ini menyebabkan
kurang terjadinya perubahan kesadaran membayar pajak.
Semestinya reformasi perpajakan dan birokrasi perpajakan diletakkan
dalam kerangka reformasi anggaran (budgeting reform) secara menyeluruh
dengan orientasi pada kepentingan rakyat sebagai pembayar pajak. Pemerintah
perlu segera mengimplementasikan reformasi perpajakan, baik reformasi
kebijakan perpajakan maupun reformasi administrasi perpajakan. Reformasi
perpajakan menjadi elemen terpenting untuk mengubah citra sistem perpajakan
Indonesia di kalangan dunia usaha di dalam maupun di luar negeri. Reformasi
perpajakan itu harus dapat menciptakan sistem perpajakan yang sehat dan
kompetitif untuk mewujudkan iklim usaha yang kondusif bagi kegiatan investasi
dan perdagangan.
Tujuan pemerintah melaksanakan reformasi perpajakan ini sebenarnya
adalah
untuk
meningkatkan
www.tempointeraktif.com).
tax
ratio
dari
11%
ke
16%
(sumber:
Namun tujuan itu tidak akan tercapai hanya dengan perubahan undangundang saja. Harus disertai dengan pembenahan administrasi perpajakan yang
dapat memberikan kepuasan bagi Wajib Pajak.
Pengelolaan penerimaan pajak dilakukan melalui reformasi perpajakan
yang mencakup reformasi kebijakan dan administrasi. Reformasi administrasi
perpajakan dilakukan dengan tujuan meningkatkan kepuasan Wajib Pajak di
dalam memenuhi kewajiban perpajakan melalui modernisasi administrasi
perpajakan.
Modernisasi administrasi perpajakan antara lain meliputi perubahan
struktur organisasi yang semula berdasarkan jenis pajak menjadi fungsi,
menerapkan sistem administrasi perpajakan terpadu yang dapat memonitor proses
pelayanan kepada masyarakat, sehingga pelayanan dapat dilakukan dengan cepat,
transparan dan akuntabilitas.
Indonesia memang telah melakukan penyempurnaan dalam tata cara
(sistem) pemungutan pajak yang modern seiring dengan pesatnya perkembangan
teknologi informasi. Antara lain dengan membentuk Bank Data Pajak, Kantor
Pelayanan Pajak Khusus Wajib Pajak Besar (Large Tax Office), dan yang akan
dilakukan yaitu pengadaan Single Identity Number (SIN), akses langsung
penerimaan pajak kepada presiden, dan lain-lain. Tujuannya, untuk (1)
modernisasi
administrasi
perpajakan,
(2)
meningkatkan
pelayanan,
(3)
meningkatkan pengawasan secara individual, (4) meningkatkan citra Dirjen Pajak,
dan (5) mencegah penyalahgunaan wewenang.
Salah satu contoh reformasi itu adalah dengan membuka Kantor Wilayah
Wajib Pajak Besar yang membawahi dua Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak
Besar atau Large Taxpayer Office (LTO) pada tahun 2002.
Wajib Pajak adalah mitra Dirjen Pajak dalam pengelolaan pajak (ibaratnya
pelanggan atau nasabah) guna mengamankan penerimaan negara. Sejauh mana
kepuasan Wajib Pajak atas pelayanan yang diberikan Kantor Pelayanan Pajak,
survei yang akan membuktikan.
Dengan reformasi perpajakan, khususnya administrasi, sejak 2002
dilakukan modernisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Terjadi perubahan
paradigma unit operasional Dirjen Pajak. Saat itu, dibentuk unit KPP Wajib Pajak
Besar (Large Taxpayer Office, LTO), sebagai cikal bakalnya.
Kemudian hal yang sama dikembangkan lagi pada 2003 dan 2004 dengan
model KPP Madya (Medium Taxpayer Office, MTO), yang diterapkan di KPP
khusus (BUMN, PMA, Badan dan Orang Asing, dan Perusahaan Masuk Bursa).
Selanjutnya pada 2005 dengan model KPP Pratama (Small Taxpayer Office,
STO).
Dengan demikian, keberadaan Kantor Pajak modern tersebut akan
membawa perubahan paradigma terhadap semua pihak yang berkepentingan
antara lain yaitu Wajib Pajak, Fiskus, Konsultan Pajak, Akuntan Publik, dan
Penilai menuju ke kondisi yang lebih baik (good governance maupun corporate
good governance).
Dengan perubahan paradigma, organisasi KPP modern jadi berdasarkan
fungsi, dari sebelumnya berdasarkan jenis pajak. Ini terkait dengan “pelayanan”
sebagai kata kunci dalam pelaksanaan tugas yang diemban.
Konsepnya, pertama, mengelola sejumlah Wajib Pajak tertentu. Kedua,
penggunaan teknologi informasi terkini. Ketiga, dalam lingkungan yang
terkendali (Controlled environment). Dan keempat, pemberian pelayanan dan
pengawasan yang lebih baik.
Berbeda dengan model KPP Paripurna, KPP modern memiliki beberapa
karakteristik. Menerapkan kode etik pegawai, ada complaint center, help desk
dengan teknologi knowledge base di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT). Selain
sumber daya manusianya berkualitas tinggi, juga sarana dan prasarana serta sistem
penggajian yang lebih baik, serta adanya taxpayer’s bill of rights.
Berarti, survei terhadap Kantor Pelayanan Pajak (KPP) modern merupakan
suatu hal yang mutlak dilakukan. Akan dapat diketahui apakah modernisasi KPP
meningkatkan kepuasan Wajib Pajak, atau jangan-jangan sama saja dengan
sebelumnya.
Sebagus apapun organisasinya, secanggih apapun administrasinya dan
teknologi yang digunakan, atau sebaik apapun kualitas sumber daya manusianya,
yang dilihat dan dinilai pada akhirnya adalah output yang dihasilkan. Apalagi
dalam perpajakan yang sangat krusial, karena langsung menyangkut apa yang
dirasakan Wajib Pajak sebagai pembayar pajak ketika berhubungan dengan KPP.
Kepuasan masyarakat (customer satisfaction) merupakan kata kunci setiap
kegiatan. Apalagi di instansi pemerintah dalam rangka good governance dan
pelayanan prima. Telah beberapa kali dilakukan survei baik oleh KPP sendiri,
Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, maupun Komite Kode Etik Pegawai, dan terakhir
oleh AC Nielsen.
Survei yang dilakukan AC Nielsen (Lembaga Riset Internasional) terhadap
KPP Wajib Pajak Besar (LTO), merupakan riset independen. Karena yang
menunjukkan dan mensponsori adalah Aus AID. Berdasarkan hasil survei AC
Neilsen, tingkat kepuasan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Besar
mencapai 81 atau melebihi angka rata-rata survei Indonesia sebesar 75.
Oleh karena itu, penulis berkeinginan untuk meneliti reformasi perpajakan
dalam hal ini adalah modernisasi administrasi perpajakan yang dilakukan oleh
pemerintah, apakah memiliki pengaruh terhadap kepuasan Wajib Pajak dalam
rangka memenuhi kewajiban mereka dalam hal ini pelaporan dan pembayaran
pajak.
Sebelumnya, dengan judul yang sama telah dilakukan penelitian oleh
Arinita Triani dengan NRP B1A 03155 di Universitas Padjajaran Bandung.
Perbedaan dengan penelitian terdahulu adalah:
-
Waktu Penelitian :
Penelitian terdahulu dilakukan pada bulan Februari
sampai dengan April 2007.
-
Tempat Penelitian :
Tempat penelitian terdahulu adalah KPP BADORA
SATU JAKARTA Jl. Taman Makam Pahlawan
Kalibata Jakarta Selatan 12760 Telepon (021) 7988568
-
Objek Penelitian :
KPP BADORA SATU JAKARTA yang menjadi objek
penelitian sebelumnya merupakan suatu badan dan
orang asing.
1.2
Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat
diidentifikasi penulis yaitu apakah modernisasi administrasi perpajakan yang
dilakukan oleh pemerintah dengan maksud untuk membenahi perpajakan negara
berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan Wajib Pajak.
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1
Maksud Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan maksud dapat memberikan kontribusi
bukti empiris tentang masalah yang diteliti yaitu pengaruh positif modernisasi
administrasi perpajakan terhadap kepuasan Wajib Pajak, yang diharapkan dapat
memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan ilmu perpajakan.
1.3.2
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui modernisasi sistem administrasi perpajakan yang
dilakukan oleh pemerintah berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan
Wajib Pajak dalam rangka memenuhi kewajiban mereka dalam hal ini pelaporan
dan pembayaran pajak.
1.4
Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini, penulis mengharapkan agar hasilnya dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, antara lain :
1. Bagi Penulis
Penelitian ini akan melatih kemampuan teknis analitis yang telah diperoleh
selama mengikuti perkuliahan dalam melakukan pendekatan terhadap suatu
masalah, sehingga dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan dalam
tentang masalah yang diteliti.
2. Bagi Dirjen Pajak
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna untuk
dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakankebijakan selanjutnya yang berkaitan langsung dengan pelayanan pajak
kepada para Wajib Pajak guna meningkatkan kepuasan Wajib Pajak yang
nantinya mungkin akan dapat mempengaruhi Wajib Pajak untuk taat dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya.
3. Bagi Peneliti Lainnya
Sebagai sumber informasi dan referensi untuk mendukung penelitianpenelitian selanjutnya yang memiliki relevansi dengan topik ini.
1.5
Kerangka Pemikiran
Pemerintah suatu negara terutama Indonesia, dalam melaksanakan
kegiatannya sangat memerlukan dana yang jumlahnya semakin tahun semakin
meningkat. Dan yang dibutuhkan oleh pemerintah tersebut dapat diperoleh
melalui penerimaan dari luar negeri maupun dalam negeri. Salah satu bentuk
penerimaan negara dalam negeri adalah dari pajak. Dr. Budiono mantan Menteri
Keuangan Republik Indonesia di era Presiden Megawati menyatakan bahwa
dalam perekonomian modern, pajak merupakan sumber utama penerimaan bagi
suatu negara. Dimana hal ini dapat kita lihat dari fungsi pajak, yaitu :
1. Fungsi Penerimaan (Budgeter)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan
pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh yaitu dimasukkannya
pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
2. Fungsi Mengatur (Regulered)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
dibidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang
lebih tinggi terhadap minuman keras, agar peredaran minuman keras dapat
ditekan.
Sistem perpajakan terdiri dari tiga unsur pokok (R. Mansury : 1996)
sebagai berikut:
a. Kebijakan perpajakan (tax policy)
b. Undang-undang perpajakan (tax lax)
c. Administrasi perpajakan (tax administration)
Ketiga unsur pokok di atas terjadi menurut proses sesuai dengan urutan
waktu penyusunan sistem perpajakan. Secara historis, pembicaraan mengenai
masalah perpajakan selalu didahului dengan menentukan terlebih dahulu
kebijakan perpajakan. Kemudian kebijakan tersebut diolah dan ditetapkan dalam
bentuk peraturan perundang-undangan, barulah terakhir didesain masalah
pemungutannya dalam ruang lingkup administrasi perpajakan. Hubungan antara
ketiga unsur tersebut saling menguatkan dan tergantung satu sama lain.
Selama ini banyak yang memandang bahwa salah satu dari unsur pokok
sistem perpajakan, yaitu kebijakan perpajakan atau undang-undang perpajakan
sebagai unsur yang paling penting. Namun dewasa ini, pandangan tersebut sudah
mulai bergeser. Banyak kalangan yang mulai menyadari bahwa pada akhirnya
administrasi perpajakanlah yang merupakan faktor penting dalam bangunan
sistem perpajakan. Fakta telah membuktikan bahwa keberhasilan pemungutan
pajak dibanyak negara maju ternyata sangat ditentukan oleh kualitas administrasi.
Guna meningkatkan kualitas sistem administrasi perpajakan maka salah
satu bentuknya adalah dengan penerapan sistem administrasi perpajakan yang
modern. Penerapan sistem administrasi perpajakan modern dilakukan untuk
mengoptimalkan pelayanan kepada Wajib Pajak. Penerapan sistem tersebut
mencakup aspek-aspek (sumber: www.kpppmb.depkeu.go.id) :
1. Perubahan struktur organisasi dan sistem kerja KPP
2. Perubahan implementasi pelayanan kepada Wajib Pajak
3. Fasilitas pelayanan yang memanfaatkan teknologi informasi
4. Kode Etik pegawai
Salah satu bentuk penerapan sistem administrasi perpajakan yang modern
adalah didirikannya Kantor Pajak Wajib Pajak Besar (Large Taxpayer OfficeLTO) oleh Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan cikal bakal kantor pajak
yang memiliki administrasi perpajakan modern. Keberadaan Kantor Pajak Wajib
Pajak Besar, selain mengadministrasikan penerimaan pajak dengan menggunakan
perangkat teknologi informasi, diharapkan dapat mengubah citra Direktorat
Jenderal Pajak sesuai visinya melalui pemberian pelayanan pajak profesional yang
bertaraf internasional dibidang perpajakan kepada Wajib Pajak.
Pada
hakekatnya
tujuan
bisnis
adalah
untuk
menciptakan
dan
mempertahankan konsumen. Semua usaha manajemen diarahkan pada satu tujuan
utama yaitu terciptanya profitabilitas melalui penciptaan kepuasan konsumen
yang maksimal. Begitu juga dengan pelayanan umum (public service) yang juga
harus mempertahankan kepuasan konsumennya walaupun pelayanan umum pada
umumnya tidak berorientasi pada laba atau profit.
Jasa perpajakan termasuk dalam pelayanan umum, karena Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81 Tahun 1993 yang kemudian
disempurnakan dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
No. 63 Tahun 2003 mendefinisikan pelayanan umum sebagai berikut:
“Segala bentuk pelayan yang dilaksanakan Instansi Pemerintah di Pusat, di
Daerah, dan di lingkungan BUMN atau BUMD dalam bentuk barang dan
atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat
maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan.”
Dan definisi kepuasan konsumen menurut Philip Kotler (2005; 70) adalah
“Perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan
antara kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (hasil) yang
diharapkan. Sedangkan Day Colalain Tse dan Wilton (1998) (sumber:
www.eprints.ums.ac.id) menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan
pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian atau
diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja
lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Engel,
et al (1990) (sumber: www.eprints.ums.ac.id) mengungkapkan bahwa
kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli di mana alternatif yang dipilih
sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan
pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak
memenuhi harapan pelanggan. Dari definisi-definisi tersebut maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan konsumen merupakan hasil akhir
dari perbandingan antara harapan dengan kenyataan. Jika kinerja di bawah
harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas.
Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang.
Wajib Pajak adalah mitra Dirjen Pajak dalam pengelolaan pajak (ibaratnya
pelanggan atau nasabah) guna mengamankan penerimaan Negara sejauh mana
kepuasaan Wajib Pajak atas pelayanan yang diberikan KPP, survei yang akan
membuktikan. Kepuasan masyarakat (customers satisfaction) merupakan kata
kunci setiap kegiatan. Apalagi di Instansi Pemerintah dalam rangka good
governance.
Bila sistem administrasi mampu mengakomodasi kepentingan para Wajib
Pajak niscaya kepatuhan pemenuhan perpajakan mereka akan semakin meningkat.
Apabila wajib pajak merasa puas akan pelayanan yang diberikan oleh KPP dan
Wajib Pajak memiliki persepsi yang baik terhadap Instansi Perpajakan, maka
besar kemungkinan meningkatnya kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajibannya akan berujung pada peningkatan penerimaan pajak. Untuk itu,
reformasi perpajakan nasional yang terus berjalan dewasa ini sangat penting
dengan selalu memperhatikan perbaikan sistem administrasi perpajakan.
Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikirannya adalah sebagai
berikut:
Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran
Pajak sebagai sumber
daya pembiayaan
pembangunan
Reformasi Sistem
Perpajakan
Modernisasi
Administrasi
Perpajakan
Reformasi Kebijakan
Perpajakan
Pengaruhnya
Persepsi Wajib Pajak
akan Modernisasi
Administrasi Perpajakan
Wajib Pajak Puas
Hipotesis:
Modernisasi administrasi perpajakan berpengaruh positif signifikan terhadap
kepuasan Wajib Pajak.
1.6
Metodologi Penelitian
Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini, jenis penelitian yang dipilih
oleh penulis adalah metode deskriptif kualitatif dengan bentuk penelitian survei.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara yaitu: indirect
research untuk mendapatkan data-data sekunder melalui studi kepustakaan.
Sedangkan metode kedua adalah direct research untuk mendapatkan data-data
primer melalui studi lapangan.
Teknik dan cara yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data untuk
melaksanakan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Penelitian Kepustakaan
Teknik penelitian kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh data
kepustakaan dengan cara mempelajari, mengkaji, serta menelaah literaturliteratur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti berupa buku, jurnal,
maupun makalah yang berkaitan dengan penelitian. Referensi di dapat melalui
artikel-artikel yang terdapat di dalam majalah, koran, maupun di dapat secara
elektronik melalui internet research. Kegunaan penelitian kepustakaan adalah
untuk memperoleh dasar-dasar teori yang dapat digunakan sebagai landasan
teoritis dalam menganalisis masalah yang diteliti, serta sebagai data
pendukung yang berfungsi sebagai landasan teori guna mendukung data
primer.
2. Penelitian Lapangan
Teknik penelitian lapangan ini dilaksanakan peneliti untuk meninjau secara
langsung objek penelitian dengan maksud memperoleh data primer. Data
primer adalah data yang langsung didapatkan dari sumber data (subjek
penelitian) (Sugiyono, 2007; 129). Teknik pengumpulan data yang digunakan
untuk memperoleh data yaitu dengan kuesioner. Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya
(Sugiyono, 2007; 135). Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner
tertutup, responden dapat memilih jawaban yang tersedia. Pada tahap awal
penelitian dilakukan terhadap KPP untuk mencari data Wajib Pajak yang
terdaftar di dalamnya yang akan digunakan penulis sebagai responden. Tahap
selanjutnya adalah menyebarkan kuesioner kepada Wajib Pajak yang telah
dipilih oleh penulis untuk menjadi responden.
1.7
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian awal dilakukan pada KPP Pratama Bandung Cicadas
Jl.Soekarno Hatta No.781 Bandung untuk memperoleh data Wajib Pajak yang
akan dijadikan responden dalam penelitian ini dan setelah itu menyebarkan
kuesioner pada Wajib Pajak yang telah dipilih untuk menjadi responden.
Sedangkan waktu penelitian diperkirakan November 2008 sampai dengan Januari
2009.
Download