11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurami Osphrone~nusgouramy Fakta bahwa ikan gurami untuk makanan konsumsi manusia sudah biasa terjadi ketika kita melihat ukuran ikan gurami yang besar. Diperlukan suatu kolam sangat besar untuk memeliharanya dan harus tersedia banyak makanan terutama material sayuran sebagai pakan ikan gurami (Mills 1992). Gambar 1. Ikan gurami (Osphronemus gouraniy) 2.1.1 Klasifikasi Penduduk di Jawa menyebutnya gurami, gurame, gurameh, grameh, brami. Di Sumatra dan Kalimantan akrab disebut kalui, kalua, kalwe, kali dan sialui. Dalam daftar klasifikasi (pengelompokan biologi), gurami termasuk dalam bangsa Labirinthici dan suku Anabantidae (Sitanggang dan Sarwono 1987). Klasifikasi gurami secara lengkap menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut, termasuk dalam filum Chordata yang merupakan hewan bertulang belakang, kelas Pisces yaitu ikan yang bernafas dengan insang, ordo Labyrinthici adalah ikan yang memiliki alat pernafasan tambahan labirin, sub-ordo Anabantoidea dan famili Anabantidae memiliki sekitar 20 genus. Ikan guralni yang dikonsumsi manusia inasuk ke dalam genus Osphvonemzrs dan memiliki nama spesies Osphr-onenzzcs gournmy. 2.1.2 Morfologi Gurami memiliki bentuk fisik khas. Badalinya pipih, agak panjang dan lebar. Badan itu tertutup sisik yang kuat dengan tepi agak kasar. Mulutnya kecil, letaknya miring, tidak tepat di bawah ujung bibir. Bibir bawah terlihat menonjol sedikit dibandingkan bibir atas. Ujung mulut dapat disembulkan sehingga muka menonjol (Sitanggang dan Sarwono 2002). Penampilan gurami dewasa (tua) berbeda dengan yang masih muda. Perbedaan itu dapat diamati berdasarkan ukuran tubub, warna bentuk kepala dan dahi. Warna dan perilaku gurami muda jzuh lebih menarik dibandingkan gurami dewasa. Ciri khas gurami dewasa yaitu memiliki lebar badan hampir dua kali pa11jang kepala atau ?4 kali panjang tubuh. Bentuk kepala dempak (tumpul), berdahi agak menonjol. Tonjolan dahi gurami jantan yarlg sudah tua berbentuk seperti cula. Gurami dewasa berpunggung tinggi. Di atas punggung terdapat sirip punggung yang keras dan tajam. Di bawah sirip punggung terdapat tulang rusuk yang bergaris menyilang. Panjang sirip punggung dapat mencapai pangkal ekor, begitu pula sirip dubur. Sirip ekor berbentuk busur. Ciri khas gurami muda yaitu berukuran seperti korek api, memiliki 8 garis tegak berwarna hitam pada kedua sisi badannya. Garis tegak itu biasanya hilang setelah ikan dewasa. Gurami muda berkepala lancip ke depan, berdahi rata. Sirip duburnya terdapat bintik gelap yang dilingkari wama kuning atau keperakan. Sirip dadanya terdapat bintik hitam. Pada perut terdapat sirip perut. Jari-jari sirip perutnya akan mengalami perubahan menjadi sepasang benang panjang yang berfungsi sebagai alat peraba setelah ikan dewasa. Warna tubuh dan punggung gurami muda pada umumnya bin1 kehitaman dengan bagian perut putih. Menjelang dewasa warna tubuh dan punggung berubah menjadi kecoklatan dan warna perutnya berubah menjadi kuning keperakan (Sitanggang dan Sarwono 2002). 2.1.3 Habitat Di ala~n,gurami mendiami perairan yang tenang dau tergenang seperti rawarawa, situ dan danau. Di sungai yang berarus deras, jarang dijumpai guranii. Kehidupannya yang menyukai perairan bebas arus itu terbukti, ketika gurami sangat mudah dipelihara di kolaln (Sitanggang dan Sarwono 2002). Budidaya ikan gurami di air yang agak asin dilaltukan penduduk di Cengkareng, Kamal, dan Tegal Alur di wilayah Jakarta Barat. Walau gtrami dapat dibudidayakan di dataran rendah dekat pantai, perairan yang paling optimal untult budidaya adalah yang terletak pada ketinggian 5 - 4 0 0 meter di atas permukaan laut seperti di Bogor, Jawa Barat. Ikan ini masih bertoleransi sampai pada ketinggian 600 meter di atas permukaan laut seperti di Banjarnegara, Jawa Tengah. Yang jadi patokan adalah suhu air di lingkungan hidupnya. Suhu ideal untuk gurami adalah 24°C -28°C (Sitanggang dan Sarwono 2002). 2.1.4 Alat Pernafasan Labirin Gurami sering kelihatan menyembulkan mulutnya yang menonjol di permukaan air. Gerakannya itu berusaha untuk mengambil oksigen dari udara bebas. Oksigen yang terisap akan diikat olehnya dengan labirin. Dengan cara ini gurami dapat hidup dalam perairan dengan kondisi oksigen terlarut sangat rendah, asalkan udara di atas permukaan air tersedia. Labirin adalah alat pernafasan tambahan pada ikan berupa lipatan-lipatan epithelium pernafasan. Alat tambahan ini merupakan turunan dari lembar insang pertama. Labirin terletak pada suatu rongga di belakang atau di atas insang. Dengan adanya alat tarnbahan ini, ikan rnampu hidup di perairan yang miskin oksigen terlarut, asalkan permukaan perairan terdapat udara bebas. Labirin memiliki pembuluh darah kapiler yang mampu mengambil oksigen langsung dari udara. Udara ditampung di rongga labirin saat akan muncul di permukaan air. Kalau labirin ikan tidak mempunyai kesempatan mengambil oksigen langsung dari udara bebas yang dikarenakan permukaan air tertutup oleh tanaman atau material lain, maka ikan akan mati. Sa~npaisaat ini labirin pada gurami masih merupakan misteri yang belu~n terjawab. Apakah alat itu hanya digunaltan bernafas apabila oksigen terlarut dala~nair sangat rendah, atau ~nutlakdigunakan sekalipun oksigen terlarut cukup (Sitanggang dan Sarwono 2002). 2.1.5 Pencernaan Saluran pencernaan ikan terdiri dari segmen mufut, faring, esophagus, lambung, pilorik, usus, rektum dan anus. Usus s-bagai salah satu segmen saluran pencemaan ikan yang berfungsi sebagai telnpat terjadinya pencernaan dan penyerapan zat makanan. Perbandingan panjang usus dengan panjang tubuh ikan herbivora (pemakan nabati) adalah 3.70-6.0, ikan omnivora (pemakan nabati dan hewani) 1.30-4.20 dan ikan karnivora (pemakan hewani) adalah 0.50-2.40 panjang tubuh (Opuszynsky dan Shireman 1995). Ikan gurami adalah salah satu jenis ikan pemakan tumbuh-tumbuhan air yang mempunyai usus yang pendek dibandingkan ikan jenis herbivora lainnya. Menurut Affandi (1993) ikan gurami yang panjang total tubuhnya antara 3.8-5.0 cm mempunyai rasio panjang usus terhadap panjang total tubuh sebesar 1.11-1.64 sedangkan yang berukuran panjang total 13.5-15 cm mempunyai rasio panjang usus terhadap panjang total tubuh sebesar 1.31-2.3 1. 2.1.6 Pertumbuhan Pertumbuhan gurami sangat lambat dibandingkan jenis-jenis ikan budidaya yang lain. Pertumbuhan gurami sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan, kesehatan, pakan, ruang hidup dan umur. Untuk mendapatkan gurami dengan berat 1 kg dari benih 1 cm membutuhkan waktu sekitar 4-5 tahun di kolam pekarangan dengan pemeliharaan tradisional (Sitanggang dan Sarwono 1987). Secara umum, di habitat alaminya gurami mencapai panjang total sekitar 15 cm pada umur satu tahun, 25 cm pada umur dua tahun, dan 30 cm pada umur tiga tahun. Berbeda dengan burung dan mamalia, sebagian besar ikan mempunyai kapasitas meneruskan pertumbuhan selama hidupnya bila kondisi lingkungan llidupnya memungkinkan. Walaupun detnikian, pertumbuhan ikan di usia tua relatif lambat (Jangkaru 2002). Pertumbuhan ikan akan berlangsung cepat pada umur 3-5 tahun. Selanjutnya ikan tua lebih banyak mempergunakan pasokan energi dan zat hara untuk pemeliharaan tubuhnya. Pertumbuhan awal individu mengalami perlambatan selama pematangan kelamin pertama kali. Sebagian besar energi dan zat hara dipergunakan untuk perkembangan kelamin. Selain itu, selama rnembuat sarang dan menjaga anaknya, pertumbuhan gurami mengalami hambatan karena pada masa it11 gurami umumnya makan sedikit bahkan tidak makan sama sekali (Jangkaru 2002). Pertumbuhan individu gurami per hari raia-rata hanya mencapai 2,O gram menurut hasil penelitian Pusat Percobaan Perikanan Darat di Depok (197811979). Untuk mendapatkan gurami konsumsi berbobot 500 gramlekor dari benih 1 cm, diperlukan masa pemeliharaan lebih dari setahun. Pembesaran gurami secara tnonokultur dan intensif, untuk mencapai panjang total sekitar 15 cm (berbobot 400600 gramlekor) dari benih 1 cm, membutuhkan waktu pemeiiharaan satu sampai satu setengah tahun. Panjang 25 cm (600-800 gramlekor) dicapai pada umur dua tahun, dan 30 cm (1000 gramlekor) pada umur 3 tahun. Pertumbuhan gurami baru berlangsung cepat pada umur 3-5 tahun. Untuk mendapatkan gurami sebagai ikan konsumsi berbobot 500 gramlekor butuh masa pemeliharaan lebih dari satu tahun (Sitanggang dan Sanvono 2002). 2.1.7 Reproduksi dan Perkembangbiakan Di perairan umum, gurami berkembang biak pada musim kering. Kalau dipelihara di kolam, gurami dapat berkembang biak sepanjang tahun. Matang kelamin pada umur 3-8 tahun untukjantan dan untuk betina umur 4-10 tahun. Gurami berkembang biak dengan cara membuat sarang yang berdiameter antara 30-38 cm. Di alam bebas biasanya sarang dibuat tersembunyi di antara tumbuh-tumbuhan air atau rumput di pinggir perairan. Tempat itu biasanya terhindar dari pengaruh arus yang mengalir deras. Letak sarang pada kedalaman sekitar 30 cm dari permukaan air. Ketika akan bertelur, betina induk selalu berdampingan dengan jantan induk. Betina induk dapat mengliasilkan telur antara 500-3000 butir. Telur bersifat mengapung. karena mengandung globul minyak. Telur dapat menetas dalam waktu 30-35 jam setelah dilepas dari tubuh induknya. Larva yang meneias hidup terapung dengan bagian perut ke atas atau menempel pada tumbuli-tumbuhan dengan alat perieinpel di kepala. Larva yang baru menetas hidup dengan sisa-sisa kuning telur yang masih ada pada tubuhnya. Lima hari kemudian cadangan kuning telur habis, !arva pun mulai makan jasad renik yang terdapat di alam. Pakan gurami ketika masih benih lembut adalah infusoria, selanjutnya berganti rotifera dan daphnia. Setelah berumur dua bulan, gurami dapat makan jentik-jentik nyamuk, cacing sutera dan plankton. Seianjutnya dapat makan tumbuh-tumbuhan lunak dan rayap (Sitanggang dan Sarwono 2002). 2.1.8 Galur Gurami Peternak gurami di Bogor membedakan ada 6 macam galur gurami berdasarkan daya produksi telur, kecepatan tumbuh, ukuran atau bobot maksimal gurami dewasa. Masing-masing adalah angsa (soang, geese gou~ami),jepun (jepang, japonica), blausafir, paris, bastar (pedaging) dan porselen. Empat terakhir banyak dikembangkan di Jawa Barat. Bagi orang awam sulit membedakan tiap-tiap galur tersebut. Selain enam galur di atas, berdasarkan wama terdapat gurami hitam, albino (putih) dan belang. Gurami hitam paling banyak dijumpai, yang lain jarang. Gurami albino dan belang kurang disukai karena sangat lambat tumbuh. Di Cisaat Sukabumi (Jawa Barat), para petani mengenal dua galur benih gurami untuk dibesarkan sebagai ikan konsumsi yaitu galur kapas dan batu (Sitanggang dan Sarwono 2002). 2.1.3 Histologi dan Histopatologi Insang Histologi merupakan teknik yang digunakan untuk mempelajari jaringan normal, sedangkan untuk kelainan-kelainan pada jaringan disebut teknik histopatologi. Preparasi jaringan meliputi beberapa langkah termasuk fiksasi jaringan, dehidrasi, clearing, embedding sampel, blocking, preparasi sectiori, pewarnaan dan lnozrnting jaringan (OIE 2003). Insang adalah struktur yang paling sempurna darI badan teleost. Menipunyai sifat mudah terluka karena lokasi insang yang ekstemal dan langsung kontak dengat? air, yang berarti bahwa insang dapat rusak akibat material perusak apapun di dalam air itu. Insang juga, dengan alamiah, tempat dengan suplai bahan gizi yang baik, lokasi yang aman dan disukai protozoa eksternal serta parasit trematoda monogenean. Inbang mempunyai jumlah komponen relatif sedikit: epithelium, endothelium, sel pilar, fibrosa dan stroma kartilaginous di dalam lamela primer dan sel khusus seperti sel mukus, sel kloridz, sel granul eosinofil dan makrofag. Gangguan eksternal yang paling sering terjadi disebabkan oleh perubahan permiabilitas. Pada umumnya tanda yang paling awal adalah hiperplaisa atau hipertrofi dari sel lamela individual yang membesar dan meningkatkan ketebalan dari lamela sekunder individu. Ini sering diikuti oleh suatu peningkatan volume sekresi mukus. Jika stimulasi irritan terjadi lebih kuat, dapat timbul tiga respon berbeda yaitu oedema lamela, biperplasia lamela dan fusi lamela, yang perlu diperhatikan adalah apabila hasil akhimya berupa bentuk kompleks dari ketiga lesio tersebut. (Roberts 2001). Teleost mempunyai limz pasang insang berbentuk melengkung. Banyak lamela sekunder berbentuk setengah lingkaran berbaris sepanjang kedua sisi dari lamela primer. Lamela primer terdiri dari pendukung jaringan kartilago, sistetn vaskuler dan epitel banyak lapis. Suatu lapisan ganda dari sel epitel mendasari epitel lamela sekunder. Lapisan luar adalah sel epitel respirasi, dimana mempunyai mikrovili dan mikroridge tipis pada permukaan apikal, dimana sebagai lapisan pendukung sel epitel yang menempati membran dasar (basal). Epitel lamela sekunder tersusun dari banyak sel pilar, yang dapat dipendekkan dan terpisah dari saluran kapiler (Takashima dan Hibiya 1995). Perubahan patologi yang paling umum diamati dalam insang adalah hiperplasia sel respirasi. Hiperplasia ini bisa terjadi akibat dari stimuli zat kimia polutan, infeksi parasit dan faktor lingkungan yang lain misalnya pH yang rendah. Banyaknya rnukus dari sel juga meningkat dalam respon terhadap infeksi parasit dan kualitas air yang memburuk. Sel ini mengeluarkan materi mukus pada permukaan epitel dalam usaha untuk melindungi jaringan insang. Perubahan akut dalam jaringan insang meliputi fusi pada lamela dan sel piknosis. Dalam kasus kronis, akan ada nekrosis, sel desquamasi, oedema dan ditandai derajat infiltiasi dari sel granuler eosinofil dan tipe leukosit lainnya (Hoole el al. 2001). 2.1 .I0 I-Iistologi dan I-Iistopatologi Saluran Pencernaan (Usus) Saluran intestin (usus) adalah organ penting yang berhubungan dengan penyakit. Banyak parasit patogen yang mencapai usus dan masuk ke usus per oral, khususnya melalui makanan yang terkontaminasi (Hoole et al. 2001). Walaupun panjang usus relatif bisa dibedakan menurut diet ikan, umumnya usus ikan adalah suatu tabung sederhana yang tidak membesar dalam diameter untuk membentuk suatu kolon secara posterior. Mungkin saja lursls, sigmoid atau bergulung, tergantung pada bentuk dari rongga abdomen. Usus memiliki bentuk simple, mukoid, kolumnar epithelium, melapisi suatu submukosa sering berlebih diwarisi dengan sel granuler eosinofilik dan terbatas oleh suatu mukosa muskularis tebal dan lapisan fibroelastis (Roberts 200 I). Usus meluas dari bagian akhir pylorus perut sampai anus dan meliputi duodenum, usus interior, usus posterior dan rektum. Pada beberapa jenis ikan, batasan-batasan antara bagian-bagian yang berdekatan adalah suram tak jelas. Duodenum adalah bagian dari usus yang mempunyai pembukaan dari hati dan saluran pankreas dan jugapyloric caeca. Demikian juga rektum dengan jelas dapat dibedakan dari bagian sebelumnya oleh adanya Mep ileorektal, yang lebih tebal muskulusnya, berlimpah sel mukus dan berkurang aktivitas absorpsi. Epitel mukosa usus terdiri atas sel epitel selapis (Takashima dan Hibiya 1995). Patologi dari usus dipengaruhi oleh kehadiran bakteri di dalam lumennya. Ini berbeda menurut musim dan siklus reproduktif, tetapi secara umum mampu dari sedikit invasi lokal dalam ha1 trauma. Sebagai tambahan, berbagai parasit dan bakteri patogenik menemukan usus menyediakan suatu lingkungan yang cocok dan infeksi primer berasal dari usus tersebut. Perubahan patologi dalam usus ikan kurang baik dipelajari dan kebanyakan dari infor~nasitersedia didasarkan sebagian besar atas peristiwa pengainatan kebetulan. Situasi menyatakan lebih diperumit sebab spesics yang paling sederhana, yang tidak makan pada waktu ~nusimdingin, mengalami perubahan degeneratif dari lapisan mukosa saluran usus yang ditandai oleh degenerasi apoptotik sepanjang periode itu. Ini mungkin dikacaukan kedua-duanya dengan perubahan aktif patologi dan dengan post-mortem atas fiksasi yang tidak baik dari jaringan nonnal, yang mana diuraikan di dalam literatur sebagai patologikal (Roberts 2001). 2.1.1 1 Histologi dan Patologi Otot Beberapa ikan berenang dengan mendayung atau gerakan melambai dari sirip tel-tentu, dalam ha1 ini otot yang sesuai sudah sangat maju dan yang utama myomere mungkin sangat dikurangi. Corak yang paling jelas nyata dari otot ikan adalah melipat dan menyambungkan myomere. Secara eksternal, otot badan menduduki kuadrant dari badan, terpisah dari satu sama lain oleh septum median dan tranversal horisontal septum. Keciua kelompok otot di dorsal septum horisontal disebut otot epaxial sedangkan yang ventral disebut olot hypaxial (Roberts 200 I). Otot dari teleost sama seperti vertebrata yang lain, yaitu terdiri atas unit memanjang yang disebut serat otot. Secara morfologi seperti halnya secara fungsional, dua macam otot, polos dan lurik dikenali dan belakangan iili dibagi lagi ke dalam jenis berbeda berupa otot rangka dan jantung (Takashima dan Hibiya 1995). 2.1.11.1 OtotPolos Serabut otot polos memanjang, sel spindle-shaped berfungsi melakukan pergerakan kontraktil involuntari dan memelihara bentuk dari banyak jaringan sepel-ti dinding dari saluran pencernaan makanan, hati dan saluran pankreas. Sel otot diatur satu demi satu atau di dalam bungkus. Di dalam lapisan atau hungkus dari otot polos, suatu kuantitas kecil dari jaringan berhubungan dengan fibroblasts, kolagenous, serabut elastis dan kapiler serta syaraf autonom hadir di antara serabut itu. Permukaan dari pembungkus otot pada umumnya ditutup dengan suatu membran tipis ke lamina basal dari epithelial. S t ~ ~ dult~~astruktural i sudah menunjukkan bahwa tidak ada penghubung khusus antara sel berdekatan. Sarcoplasma zuxtanuclear berisi mitokondria yang sedikit langsing. Sitoplasma diisi myofilamen paralel tipis. Dalam potongan melintang, myofilarnen teriihat seperii titik kecil. Dalam penampang longitudinal. inti yang panjang, tunggal dan tipis terpusat. di bagian tengah paling luas dari serabut. inti sel lcaya akan kromatin dan berisi satu sampai lima nukleoli (Takashima dan Hibiya 1995). 2.1.1 1.2 Otot Lurik Ada dua macaln otot lurik pada ikan, yaitu otot putih dan merah. Perubahan patologi yang biasa ditemukan meliputi nekrosis (myopathy), inflamasi dan degenerasi hialin (Hoole el al. 2001). Otot lurik berhubungan erat dengan sistem rangka. Bentuk komposisi tergantung pada tulang yang terkait. Otot lateral adalah contoh yang khas dari otot rangka' ikan teleostei. Muskulatur ini terdiri atas S-Shaped myomere diatur berdampingan sepanjang kedua sisi badan itu. Myomere terpisah dari satu sama lain oleh kolagen miosepta. Di dalam potongan melintang hewan vertebrata dapat dilihat beberapa kelompok otot. Sebagai ta~nbahanterhadap muskulatur lateral, otot lurik juga meliputi otot yang dihubungkan dengan pergerakan dari sirip (flexor otot dari caudal dan sirip pektoral, serta otot levator dari dorsal dan sirip anal) seperti halnya dengan membuka dan menutup gerakan mulut (Takashima and Hibiya 1995). Menurut Takashima dan Hibiya (1995) secara histologis serabut terdiri atas sarkoplasma, myofibril, nukleus dan sarkolemma. Sarkoplasrna mengisi ruang di antara myofibril. Myofibril dengan bahan gizi yang memainkan suatu peran penting di dalam proses serabut otot kontraksi. Nukleus berbentuk oval atau spindle-shaped dan menunjukkan variasi dalam ukuran. Nukleus selalu terletak di bawah sarkolemma. Keberadaan dari banyak nukleus di dalam serabut otot tunggal merupakan karakteristik otot lurik. Melingkupi serabut otot adalah endomisium, yang berisi fibroblast dan makrofag. Sel jaringan konektif ini memainkan suatu peran fagositotik penting dalam kasus inflamasi. Serabut otot lnerah pada umumnya lebih tipis dibanding serabut otot biasa. Serabut otot merah berisi lebih sarkoplasma dibandingkan otot biasa dan myofibril otot berdarah membentuk apa yang diketaliui sebagai bidang Cohnheirn pada potongan melintang mereka. Bagaimanapun, bidang Cohnheim tersembunyi di dalarn serabut otot biasa. Serabut otot diinervasi oleh serabut syaraf myelin menghubungkan ke jalan kecil spinal cord melewati spinal afferent dan efrerent (Takashima dan Hibiya 1995). 2.2 llama dan Penyakit Gurami Memelihara gurami tidak terlepas dari gangguan hama dan penyakit. Kedua gangguan itu bisa mengakibatkan kerugian yang tidak kecil apabila tidak dicegah atau ditanggulangi sejak awal. Gangguan pada ikan gurarni yaitu penyakit non infeksius dan penyakit infeksius (Sitanggang dan Sanvono 2002). 2.2.1 Haina Gurami Predator dan pesaing gurami adalah ikan liar pemangsa dan beberapa jenis ikan peliharaan. Tergolong ikan liar pemangsa adalah gabus (Ophiocephalus striatus), belut (Monopterus albus), lele (Clarias batracus) dan banyak lagi yang lain. Beberapa jenis ikan peliharaan seperti tawes, mujair dan sepat bukan pemangsa, tetapi mereka merupakan pesaing dalam memperoleh pakan. Akibatnya benih gurami yang masih kecil sering kalah bersaing. Predatror lainnya adalah biawak (Varanus salvator), kura-kura (Tryonix cartilaginow), katak (Rana spec), ular dan bermacammacam burung (Sitanggang dan Sanvono 2002). 2.2.2 Penyakit Non Infeksius Gangguan-gangguan penyakit non parasit bisa berupa pencemaran air seperti adanya gas beracun serupa asam belerang atau amoniak, kerusakan akibat penangkapan atau kelainan tubuh karena keturunan. Ikan yang sakit biasanya kurus dan lamban gerakannya. Kalau penyebab penyakit gas beracun, biasanya ikan lebih 2.2.4.1 Ektoparasit Salah satu parasit yang paling sering menyerang gurami adalah A~.gzilzls indicus. Parasit ini tergolong Crustae tingkat rendah yang hidup sebagai ektoparasit. A~egulus indicus menempel pada sisik atau sirip. Gangguan parasit ini dapat meni~nbulkan lubang kecil yang akhimya mengundang infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri atau virus (Sitanggang dan Sanvono 2002). Pada kulit dan insang ikan tampak adanya kutu yang menempel kuat dan terjadinya pendarahan pada bekas gigitan. Argulus sp merupakan penyebab penyakit ini, kutu air ini menyerang kulit dan insang ikan lalu menghisap darahnya (Jangkaru 2002). Parasit Dactylogyrus dan Gyrodactylus termasuk keluarga cacing (monogenea). Kedua cacing ini berbentuk bulat memanjang dan pada ujung tubuhnya terdapat alat penempel dan mulut penghisap. Dactylogyrus menyerang insang, sedangkan Gyrodactylus menyerang tubuh dan sirip. Gejala klinis pada ikan yang terserang parasit ini adalah ikan menjadi lemah, kurang nafsu makan dan megapmegap seperti kekurangan oksigen (Jangkaru 2002). Mudah dikenal dengan adanya alat penempel posterior yang disebut opisthaptor, yang dilengkapi duri, kait, jangkar atau alat penghisap. Kehanyakan monogenea hidup sebagai ektoparasit pada ikan laut dan tawar, beberapa pada amphibi, reptil dan avertebrata lain. Sebagai ektoparasit menempel pada permukaan tubuh, sirip, rongga mulut dan insang. Kebanyakan monogenea memakan lendi: dan sel-sel pada permukaan tubuh inang (Suwignyo el al. 2005). 2.2.4.2 Protozoa Ichthyobodo sp Klasifikasi secara lengkap menurut Levine et al. (1980) dalarn Roberts (2001) adalah sebagai berikut, Ichthyobodo sp termasuk kingdom Protista. Karakteristik dari kingdom ini adalah uniseluler dan atau koloni. Mempunyai inti sel (nukleus), termasuk eukaryotik. Makanan diambil dengan cara absorbsi, menelan benda padat atau fotosintesa, reproduksi seksual maupun aseksual. Ichthyobodo sp masuk ke dalam subkingdom protozoa. Karakterisistik sub kingdom ini hanya terdiri dari satu sel dan biasanya berukuran mikroskopis antara 5-5000 mikron, rata-rata antara 30- 300 inikron. Ich/hyobodo s p termasuk filum Sarcomastigophora. Karakteristik dari filum ini berdasarkan alat untuk bergerak menggunakan flagela atau pseudopodia. Nukleus satu macanl. Ichthyobodo sp merupakan subfilum Mastigophora karena bergerak dengan satu atau beberapa buah flagela. Ichthyobodo sp merupakan kelas Zoomastigophora yang diltaralcterisitikan dengan tidak memiliki khloroplast dan inempunyai bermacani-macain llagela, yang sering membantu untuk membedakan ordo yang berbeda. Ichthyobodo sp termasuk ke dalam ordo Retortamonodida ltarena pada ordo ini dikarakteristikan dengan dua atau empat flagela, satu flagela dip~!tar secara posterior. Ichlhyobodo sp merupakan famili Monadidae dan genus Ichthyobodo. Ichthyobodo merupakan parasit khusus bcrbahaya bagi ikan muda dan dapat menyerang anak ikan bahkan telur ikan. Penyakit ini dikenal dengan ichtyobodosis yang sebelumnya dikenal sebagsi costiasis (Noga 2000). Ichlhyobodo sp dahulu dikenal dengan sebutan Costia sp. Protozoa ini adalah parasit obligat berllagela dengan satu siklus hidup. Parasit ini berlokasi di insang, kulit dau sirip. Costiasis, sebuah penyakit yang disebabkan oleh protozoa berflagela yaitu Costia necatrix (Anonim 2008). Karena ukurannya yang cukup besar, Ichthyobodo dapat dengan mudah dilihat pada perbesaran lOOx, dan terlihat jelas dengan perbesaran 200x (Durborow 2003). Menurut Durborow (2003) Ichthyobodo adalah suatu protozoa sangat kecil hampir sebesar suatu sel darah merah. Ukuran panjangnya sekitar 10-20 pm dengan dua pasang flagela, yang berfungsi untuk bergerak dan melekat pada insang dan kulit inangnya. Ichthyobodo sp tergolong dalam Protomonadina, famili Monadidae (Anonim 2008). Protozoa ini merupakan suatu parasit sel tunggal berbentuk seperti suatu tanda koma atau tetesan air mata. Menggunakan flagela untuk bergerak dan menyerang ikan sebagai inangnya. Flagela berstruktur panjang, seperti bentuk menyapu yang digunakan untuk menggerakkan suatu organisme atau sel melalui suatu lingkungan air. Flagela protozoa biasanya berjumlah satu sampai empat flagela. Ketika tidak berada dalam tubuh ikan, Ichthyobodo berenang secara tidak teratur (Durborow 2003). Cara Ichthyobodo sp menginfeksi inangnya yaitu ketika flagela menempel sel inang, sebuah sisa flagellum ditempatkan di permukaan ikan dan pergerakan flagellar dari badan sel kadang-kadang terlihat seperti suatu kedipan lilin bernyala. Ichthyobodo juga dapat dilihat tanpa bergerak berbaris di sepanjang tepi dari insang, menjadikan insang tampak seperti bergigi tajam. Iritasi dari parasit ini dapat menyebabkan insang bengkak. Organisme ini terkenal karena memiliki efek buruk untuk lingkungan air seperti kolam (tambalc) dan dapat menyebabkan kematian signifikan ketika infestasinya banyak. Itu dapat menyebabkan infeksi pada temperatur 36°F sampai 86°F (Durborow 2003). Menurut Noga (2000) penyebab penyakit Ichthybodo necalor yaitu diatas batas kisaran temperatur 2°C-30°C (36°F-86OF). Gambar 2. Ichthyobodo sp (Anonim 2008) Gambar 3. Ichtyobodo sp yang memiliki bentuk seperti koma atau tetesan air mata (Durborow 2003) Gambar 4. Ichtyobodo sp melekat di sepanjang epitel insang (Durborow 2003) Gambar 5. Ichthyobodo sp melekat di sel epitel (Anonim 2008) 2.2.4.2.1 Pengendalian Ichthyobodosis secara luas terdistribusi dalam spesies ikan yang berbeda, terutama dalam larva dan umur muda, serta kematian dapat terjadi pada anak ikan atau ikan hias dengan infeksi sedang hingga infeksi hebat. Selain keinatian langsung, kerusakan tidak langsung terjadi hingga mengurangi kondisi kesehatan dan lesion insang harus dipertimbangkan. Diagnosis berdasarkan uji mikroskopis dan histopatologi. Penangulangan penyakit pada gurami dapat dilakukan melalui sanitasi air dan kolam, desinfeksi peralatan dan ikan, serta vaksinasi. Sebelum masuk ke kolam, air dapat disanitasi dengan melewatkannya pada bak pengendapan lalu ke bak filter. Sanitasi kolam yang dilakukan setelah pemanenan dapat ditempuh dengan menaburkan kapur. Deinfeksi peralatan dilakukan dengan KMn04. Desinfeksi ikan yang akan ditebar dilakukan dengan betadine atau KMn04. Agar kekebalan ikan meningkat dan berlanjut maka dilakukan vaksinasi ulang pada umur 1-1,s bulan melalui pakan (Jangkaru 1998). Semua ikan yang baru masulc harus dikarantina sarnpai yakin bahwa rnereka bebas dari' parasit. Ikan-ikan harus dipisahkan berdasarkan umur dan ikan carrier harus dicegah tnasuk ke dalam kolam. Usaha pencegahan dapat dilakukan yaitu dengan menciptakan suasana kesegaran dan menjamin kesehatan bagi ikan sehingga ikan mempunyai daya tahan terhadap serangan penyakit. Bila terdapat ikan yang diserang segera dipindahkan ikan tersebut dan segera melakukan pengeringan kolam. Memperbaiki kondisi air secara umum sering paling mudah dilakukan. Pencegahan yang baik adalah dengan menjaga kondisi air dengan baik dan selalu meiakukan pergantian dengan teratur (Reclos 2006). Usahakan air selalu dalam temperatur 80-83 "F dalam beberapa hari. Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia dan antibiotika melalui perendaman, penambahan dalam pakan dan injeksi (Jangkaru 1998). Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan CuS04 (Copper Sulfat) dan KMnOj (Kalium Permanganat) dengan dosis tunggal pada konsentrasi yang pas biasanya efektif (Durborow 2003). Pengobatan terbaik adalah menggunakan copper sulfat selama beherspa hari. Copper sulfat atau potassium permanganat dalam bak ikan joga dapat digunakan sebagai obat altematif (Anonim 2006). Acriflavine (trypaflavine) bisa digunakan sebagai pengganti. Acriflavine dapat berkemungkinan menyebabkan ikan menjadi steril dan copper dapat meracuni ikan (Anonim 2008). Ichthyobodosis atau costiasis dapat diobati dengan formalin 1:4000 atau 1:6000 dalam bak ikan dengan kandungan udara oksigen yang bagus (Pellitero 2008). Pengobatan yang mudah juga dapat dilakukan dengan pemberian garam NaCl di bak ikan, yang biasanya disebut dengan salt treatment. Malachite green juga dapat digunakan sebagai pengobatan pada ikan gurami (Anonim 2006). Solusi ini stabil hanya sepanjang malachite green terjaga tetap dingin dan jauh dari cahaya. Tidak boleh menjaga atau menyimpan malachite green bersama dengan makanan di dalam lemari es karena malachite green bersifat toksik tinggi dan karsinogenik. 2.2.4.3 Myxozoa Sampai saat ini Myxozoa diklasifikasikan sebagai parasit Protista. Pada awalnya klasifikasi menempatkan Myxozoa dengan Mikrosporida, dan di bawah filum Apicomplexa, bersama-sama dalam kelas Sporozoa. Sebagaimana keragaman sejarah makhluk hidup yang telah dipahami dengan lebih baik, kelas Sporozoa hanya mengacu pada Apicomplexa sedangkan Mikrosporida dan Myxozoa tetap daiam Cnidospora. Baru-baru ini, sesuai dengan perbedaan yang sangat besar pada kompc?s:si ultrastruktural parasit-parasit ini, Myxozoa telah dinaikkan ke tingkat filum. Hal ini menyebabkan Myxozoa berdiri sendiri sebagai filum tanpa afinitas filogenetik yang jelas terhadap Protista yang lain. Ahli sistematika telah gaga1 menentukan tentang afinitas filogenetik Myxozoa, juga tidak bisa menemukao hubungan yang sinkron pada asal-usul Cnidaria. Jadi sekarang Myxozoa berdiri sendiri dan berpisah dengan Cnidaria (Siddal et al. 1995). Klasifikasi Henneguya sp menurut Wikipedia (2008)adalah sebagai berikut, Henneguya sp merupakan kingdom Animalia. Karakterisitlk dari kingdom tersebut adalah multiseluler dengan tipe sel eukaryotik tanpa dinding sel. Henneguya sp dari genus Henneguya ini masuk ke dalam filum Myxozoa. Filum Myxozoa dikarakteristikan dengan spora multiseluler, dengan satu atau lebih kapsul polar dan katup. Klasifikasi berdasarkan struktur dari spora, Henneguya sp merupakan kelas Myxosporea karena karakteristik dari kelas tersebut memiliki dua tipe yang unik, tetapi lebih dari enam nematosit seperti kapsul polar, masing-masing memiliki filamen polar bergulung. Tahap trophozoit secara umum berkembang baik dan pada tahap ini mengambil tempat utama proliferasi. Spora tersebut bisa jadi coelozoic atau histozoic. Henneguya sp termasuk ordo Bivalvulida. Karakteristik dari ordo tersebut adalah spora dengan dua katup. Henneguya sp merupakan sub ordo Platysporina. Platysporina memiliki karakteristik yaitu spora dengan dua kapsul polar pada satu kutub dalam tempat sutural. Gambar 6 adalah gambar Henneguya sp dan spora Myxobolus sp yang merupakan salah satu spesies dari Myxozoa. Gambar 6. Henneguya sp (panah) dan spora Myxoboltcs sp (kepala panah) (Siddal et al. 1995) Kunci karakteristik dari Myxozoa meliputi perkembangan dari spora multiseluler, terdapat kapsul polar dalam spora dan peruraian sel endogenous dalaln kedua-duanya yaitu tahap trophozoit dan sporogoni. Satu dari karakteristik yang paling penting dari myxosporean adalah bahwa kecuali autogamy (reproduksi seksual), semua tahap adalah bentuk multinukleus dimana sel-sel (primer) membungkus sel yang berisi sel sekunder (Noga 2000). Myxozoa adalah parasit yang tersebar secara luas di tempat asli dan kolam yang besar pada populasi ikan. lnfeksi kecil pada ikan hanya menimbulkan minimal masalah, tetapi dalam infestasi yang banyak dapat menjadi masalah serius, khususnya ikan muda. Myxozoan adalah parasit yang mempengaruhi jaringan secara luas. Parasit tersebut sangat banyak dan beragain kelompok dari organisme, istimewa dari bentuk spora dan ukuran. Spora dapat diamati dalam preparat kecil dari area yang terinfeksi pada perbesaran 200x atau 400x atau dengan pemotongan histologi (Klinger et al. 2002). Jenis myxosporean lain dalam sistem rangka dari ikan air tawar dan ikan air laut sering terjadi walaupun ada gejala kecil bahwa parasit tersebut menyebabkan kerusakan signifikan. Untuk contoh, Myxobolus cartiliganis ditemukan dalam cartilago (tulang rawan) di dasar sirip dan lengkung insang dari centrarchid (Hoffman et al. 1965 dalam Robert 2001). Pada umumnya terjadi di insang ikan jenis carp yaitu Myxobolus intrachondrealis yang berbeda spora ellipsoidal dan kapsul polar lebih panjang (Molnar 2000). Cara transmisi untuk kebanyakan semua myxozoan tidak diketahui, tetapi bukti atau tanda berpendapat bahwa pada beberapa myxozoan patogen ikan memiliki siklus bidup tidak langsung. Ketakjuban pada ha1 itu bahwa siklus hidup tersebut dapat menghendaki penyempurnaan dari dua macam siklus hidup yang meliputi seekor vertebrata (ikan) dan seekor invertebrate (cacing gelang) induk semang, yang tiap siklus hidup mempunyai tahap seks~lalsendiri dan tahap aseksual (Wolf et al. dalam Noga 2000). Klasifikasi Myxobolus sp secara lengkap menurut Wikipedia (2008) adalah Myxobolus sp sama dengan Henneguya sp hanya berbeda pada famillinya. Myxobolus sp termasuk dalam kingdom Animalia, filum Myxozoa, kelas Myxosporca, ordo Bivalvulicia. Myxobolus sp termasuk dalam famili Myxobolidae dan genus Myxobolus. Dapat dilihat pada Gambar 7 yaitu Chloromyxum sp dan Gambar 8 merupakan Myxidium sp. Semuanya adalah spesies dari Myxozoa yang dapat dijumpai pada ikan air tawar maupun air laut. Gambar 7. Chloromyxum sp (Siddal et al. 1995) Gambar 8. Myxidiutn sp (Siddal et al. 1995) 2.2.3.1 Pengendalian Berdasarkan diagnosa, tiga aplikasi dari 10 ml formalinlm' efektif dalam kasus ini. Lima belas hari kemudian, ikan diuji kembali dan kista parasit-parasit tersebut tidak ada lagi. Perubahan jaringan ada pada insang setelah pengobatan hanya sebuah kongesti siriusoidal ringan dan hiperplasia epitel yang ringan pada dasar lamela sekunder (Martins et ul. 1999). Dengan pengecualian disinfeksi dan karantina, tidak ada penyembuhan nyata yang sempuma untuk infeksi myxozoan, walaupun fumagilin dan malachite green menunjukkan beberapa kemampuan. Spora myxozoa hidup lama, beberapa dapat bertahan hidup dengan baik selama lebih dari satu tahun, jadi disinfeksi diharuskan untuk eradikasi atau pemberantasan (Noga 2000). 2.3 Imunitas Sistem kekebalan non-spesifik mencakup pertahanan pertama dan pertahanan kedua. Pertahanan pertama yaitu pertahanan fisik meliputi, sisik, kulit dan mukus. Mukus memiliki kemampuen menghambat kolonisasi mikroorganisme pada kulit, insang dan mukosa. Mukus ikan mengandung imunoglobulin (IgM) alami dan bukan sebagai respon dari pemaparan antigen (Irianto 2005). lmunoglobulin merupakan antibodi yang dapat menghancurkan patogen yang menyerang tubuh. Adapun sisik dan kulit berperan dalam melindungi ikan dari kemungkinan luka dan sangat penting peranannya dalam mengendalikan osmolaritas tubuh. Kerusakan pada sisik atau kulit dapat mempermudah patogen menginfeksi inang. Aktivitas sel yang merupakan kekebalan non-spesifik atas masuknya antigen tertentu ke dalam tubuh ikan dibagi atas dua aksi. Pertama, sistem kekebalan nonspesifik bekerja dengan mempertahankan diri terhadap masuknya antigen. Mekanisme pertahanan tersebut yaitu dengan menghancurkan antigen bersangkutan secara non-spesifik melalui proses fagositosis (Irianto 2005). Sel-sel fagositik utamanya terdiri dari monosit (prekursor-prekursor makrofag), makrofag dan granulosit (leukosit granular) (Kresno 1996). Selain fagositosis, respon kekebalan non-spesifik yang kedua adalah reaksi inflamasi. Sel-sel sistem kekebalan tersebar di seluruh tubuh, tetapi bila terjadi infeksi di satu tempat maka sel-sel kekebalan perlu dipusatkan ke lokasi infeksi. Sela~na respon tersebut berjalan, terjadi tiga proses penting, yaitu : peningkatan aliran darah yang banyak membawa sel polimorfonuklear (PMN) ke area infeksi polilnorfonuklear (PMN) merupakan gabungan sel neutrofil, eosinofil dan basofil (Icresno 1996). Sistem imun pada ikan umumnya hampir sama dengan hewan vetebrata lain, perbedaannya hanya terletak pada organ pembentukannya, proses pembentukan, serta jenis dan komponen imunnya (Fange 1982). Sistem ini sangat tergantung pada suhu dan dipengaruhi faktor lingkungan yang lain (Anderson 1974). Organ pembentuk respon imun dan darah dikenal sebagai organ limphomieloid disebut demikian karena jaringan limphoid dan meiloid bergabung menjadi satu. Jaringan tersebut terutama terbentuk dari jaringan granulopoietik yang kaya akan enzim lisozim yang diduga mempunyai peran penting dalam reaksi kekebalan tubuh (Fange 1982). Pada ikan, jaringan pembentuk darah terdapat dalam stroma limpa dan intersitiuxi ginjal. Antigen yang masuk ke dalam tubuh akan difagosit oleh makrofag, selanjutnya makrofag akan mengirim pesan kepada limfosit yang aktif. Limfosit akan membelah diri (proliferasi) dan akan membentuk antibodi (Anderson 1974). 2.4 Darah lkan Darah ikan tersusun atas sel-sel darah yang tersuspensi dalam plasma dan diedarkan tubuh melalui sistem resirkulasi tertutup, terdiri atas sel darah merah dan sel darah putih. Fungsi utama darah adalah untuk mensuplai nutrien seperti glukosa dan elemen-elemen penting serta oksigen ke jaringan dan untuk mengangkut hasil buangan metabolisme seperti karbondioksida dan asam laktat. Selanjutnya disebutkan bahwa dalam darah juga terdapat sel-sel darah putih dan materi-materi lain seperti asam amino, lemak dan hormon. Pemeriksaan darah penting artinya untuk memantapkan diagnosa suatu penyakit. Penyimpangan fisiologis ikan menyebabkan komponen-komponen darah juga mengalami perubahan. Perubahan gambaran darah dan kimia darah baik secara kualitatii maupun kuantitatif dapat menentukan kondisi ikan atau status kesehatannya (Wedemeyer et al. 1990). Eritrosit ikan memiliki inti, ulnumnya berbentuk bulat dan oval tergantung pada jenis ikannya. Inti sel eritrosit terletak sentral dengan sitoplasma terlihat jernih kebiruan dengan pewarnaan Giemsa (Chinabut el al. 1991). Leukosit merupakan unit metabolik aktif dari sistem pertahanan tubuh, dimana sel ini akan disirkulasikan secara khusus ke daerah yang mengalami infeksi maupun yang mengalami peradangan. Leukosit dibentuk di stem sel dalam sumsum tulang dan sebagian lagi di jaringan limfe. Terdiri dari granulosit (neutrofil, eosinofil dan basofil) dan agranulosit (monosit, limfosit dan sel plasma) (Guyton 1997). Peruba'nan jumlah total leukosit dan jenis leukosit dapat dijadikan indikator adanya penyakit infeksi tertentu pada ikan (Blaxhall 1971). Limfosit merupakan sel untuk pertahanan tubuh memiliki ukuran diameter antara 4,5-12,Opn (Moyle and Chech 1988) dengan kelinlpahan berkisar 71,1282,88% dari total sel darah putih dalam darah ikan (Blaxhal 1971). Chinabut et al. (1991), menyatakan bahwa inti sel limfosit hampir memenuhi ruangan sel, berwarna gelap dengan sedikit tersisa sitoplasma yang mengelilingi inti dan tidak bergranula. Limfosit mempunyai peranan dalem respon imunitas. Monosit ikan berbentuk bulat-oval, intinya terletak ditengah sel dengan sitoplasmanya tidak bergranula. Monosit merupakan sel makrofag yang berperan penting dalam memfagosit mikroorganisme patogen (Nabib dan Pasaribu 1989). Anderson dan Siwicki (1993) menyatakan bahwa aktivitas fagositik meningkat pada awal terjadinya infeksi dan menurun pada infeksi yang telah kronis. Chinabut et al. (1991), menyatakan bahwa neutrofil adalah sel darah putih yang dapat meninggalkan pembuluh darah, mengandung vakuola yang berisi enzim yang digunakan oleh sel tersebut untuk menghancurkan organisme yang dimakannya. Neutrofil berbentuk bulat dengan inti dapat memenuhi sebagian ruang sitoplasma dan terdapat granula dalam sitoplasmanya. Selain netrofil terkadang dapat ditemukan adanya granulosit lainnya yakni basofil dan eosinofil. Basofil mengandung histamine dan heparin yang diduga berperan dalam mempertahankan keseimbangan normal antara sistem pembekuan dan sistem anti pembekuan. Eosinofil berperan dalam proses fagositosis kompleks antigen-antibodi dan pada kasus penyakit alergi, kadar eosinofil yang beredar dalam sirkulasi meningkat (Ganong i988). Trombosit merupakan sel darah yang tidak berinti dan paling kecil ukurannya (Chinabut et al. 1991). Sel-sel ini bekerja secara bersama-sama melalui dua cara untvk mencegah perlyakit: (I) dengan proses fagositosis dan (2) dengan membentuk dan menghasilkan antibodi. Trombosit akan diganti kira-kira 10 hari setelah diproduksi (Guyton dan Hall 1997).