EVALUASI PENGGUNAAN CpG DNA DALAM MENINGKATKAN EKSPRESI GEN IMUN PADA IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) RUQAYYAH JAMALUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Penggunaan CpG DNA dalam Meningkatkan Ekspresi Gen Imun pada Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Ruqayyah Jamaluddin NIM P051120031 RINGKASAN RUQAYYAH JAMALUDDIN. Evaluasi Penggunaan CpG DNA dalam Meningkatkan Ekspresi Gen Imun pada Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). Dibimbing oleh RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO dan ASMI CITRA MALINA. Unmethylated Cystidine Phosphate Guanosine Oligodeoxynucleotides (CpG DNA) merupakan salah satu jenis imunostimulan berupa DNA sintetik yang mengandung CpG motif yang terdiri dari sekuens pendek yang mengandung satu atau lebih motif CpG dan berperan sebagai ”danger signal” terhadap sistem kekebalan imun natural maupun bawaan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kemampuan CpG DNA untuk meningkatkan ekspresi gen Interleukin 1β (IL1β), Cyclooxygenase 2 (COX-2) dan Tumour Necrosis Factor (TNF-α1) pada ikan kerapu macan agar dapat dijadikan sebagai imunostimulan maupun adjuvan vaksin. Analisis tingkat ekspresi gen dilakukan dengan mengekstrak RNA organ Head Kidney (kepala ginjal) dengan perlakuan CpG DNA dan perlakuan PBS sebagai kontrol. Sintesis DNA komplementer (cDNA) dilakukan menggunakan kit Ready To Go You Prime First Strand Beads (GE Healthcare) dengan teknik RT-PCR. Produk PCR yang dihasilkan kemudian di analisis dengan mengukur nilai luminescence photostimulated menggunakan software UN SCAN IT berdasarkan pola (ketebalan fragmen DNA). Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah tingkat ekspresi gen serta nilai luminescence photostimulated dari gen IL1β dan gen COX-2 pada perlakuan CpG DNA lebih tinggi dibanding pada perlakuan PBS sebagai kontrol sedangkan tingkat ekspresi gen TNF-α1 pada perlakuan CpG DNA dan perlakuan PBS sebagai kontrol hampir sama walaupun perbedaannya tidak begitu signifikan. Nilai luminescence photostimulated gen IL1β perlakuan CpG DNA yaitu 113684 dan pada perlakuan PBS sebagai kontrol 95610, gen COX-2 perlakuan CpG DNA yaitu 107592 dan pada perlakuan PBS sebagai kontrol 89207 serta gen TNF-α1 perlakuan CpG DNA yaitu 54818 dan pada perlakuan PBS sebagai kontrol 52062. Kata kunci: Epinephelus fuscoguttatus, imunostimulan, CpG DNA, ekspresi gen. SUMMARY RUQAYYAH JAMALUDDIN. Evaluation of DNA CpG Utilization to Improve The Expression of Immune Gene of Tiger Grouper (Epinephelus fuscoguttatus). Supervised by RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO and ASMI CITRA MALINA. Unmethylated Cystidine Phosphate Guanosine Oligodeoxynucleotides (CpG DNA) was one of type of DNA synthetic immunostimulatory that consist of short sequences containing one or more types of CpG which play role as a "danger signal" to natural the immune system and innate immunity. The aims of this study was to analyze the ability of CpG DNA to increase the gene expression of Interleukin 1β (IL1β), Cyclooxygenase2 (COX-2) and tumor necrosis factor (TNF-α1) on tiger grouper that can be used as an immunostimulatory although adjuvant vacsination. Level of gene expression was analysis by extracted RNA Head Kidney organ with CpG DNA and PBS as control treated. Synthesis of complementary DNA (cDNA) was performed by Ready To Go You Prime First Strand Beads (GE Healthcare) kit used RT-PCR. The results of PCR products were analyzed by measured the value of photostimulated luminescence used UN SCAN IT software based pattern (DNA fragment hickness). The results obtained in this study was the level of IL1β and COX-2 of gene expression and value of photostimulated luminescence were highest at CpG DNA treated than PBS as control treated while the level of gene expression of TNF-α1 highest at CpG DNA treated than PBS as control although the difference was not significance. The value of Photostimulated luminescence IL-1β gene at CpG DNA treated was 113684 and PBS as control was 95610, COX-2 gene at CpG DNA treated was 107592 and PBS as control was 89207 and TNF-α1 gene CpG DNA treated was 54818 and PBS as controlis was 52062. Keywords: Epinephelus fuscoguttatus, immunostimulants, CpG DNA, gene expression Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB EVALUASI PENGGUNAAN CpG DNA DALAM MENINGKATKAN EKSPRESI GEN IMUN PADA IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) RUQAYYAH JAMALUDDIN Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Bioteknologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si Judul Tesis : Evaluasi Penggunaan CpG DNA dalam Meningkatkan Ekspresi Gen Imun pada Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) Nama : Ruqayyah Jamaluddin NIM : P051120031 Disetujui oleh Komisi Pembimbing Prof Dr drh Retno D. Soejoedono, MS Ketua Asmi Citra Malina, SPi MAgrPhD Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Bioteknologi Dekan Sekolah Pascasarjana Prof Dr Ir Suharsono, DEA Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian : 27 Mei 2015 Tanggal Lulus: PRAKATA Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senatiasa memberikan pertolongan, kekuatan dan kesabaran dalam menyelesaikan dan memperoleh gelar magister ini dengan baik. Shalawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah menjadi tauladan dalam berbagai aspek kehidupan bagi kita semua. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Program Studi Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Tesis ini berjudul “Evaluasi Penggunaan CpG DNA dalam Meningkatkan Ekspresi Gen Imun pada Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)”. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Prof Dr drh Retno Damayanti Soejoedono, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Asmi Citra Malina, SPi MAgr Ph.D selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, saran, motivasi, nasehat waktu konsultasi, serta solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi penulis selama melaksanakan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Selain itu, penulis ucapkan terimakasih kepada penguji luar komisi Dr Ir Utut Widyastuti, MSi dan Prof Dr Ir Suharsono, DEA selaku ketua Program Studi Bioteknologi IPB yang telah memberikan masukan pada saat ujian siding tesis serta motivasi selama studi. Kepada DIKTI melalui Beasiswa Unggulan selama menempuh pendidikan pascasarjana di IPB. Penghargaan Penulis sampaikan kepada staf dan laboran di laboratorium Bioteknologi BPPBAP Maros Makassar segala kebaikan dan kemudahan yang diberikan selama proses penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua dosen, staf pegawai dan teman-teman di prodi Bioteknologi 2012 khususnya Narti, mba Susi, Ifa, dan semuanya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Semua pengalaman dan pertemanan yang terjalin selama menimba ilmu di kampus IPB ini akan selalu berkesan dan tidak akan pernah penulis lupakan.Ucapan terima kasih tak terhingga juga penulis ucapkan kepada kedua orang tua yaitu ayahanda Drs Jamaluddin, MM dan ibunda Dra Nurhayati Yusuf serta semua saudaraku Fithriani Jamaluddin, SS, Mujahidah Jamaluddin, SHut, Ulfa Jamaluddin, SPdI, Akmal Jamaluddin, Ramdhan Jamaluddin dan Dzulfikar Jamaluddin yang telah banyak memberikan do‟a, dukungan dan kasih sayangnya demi kelancaran studi penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2015 Ruqayyah Jamaluddin DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ii DAFTAR GAMBAR ii DAFTAR LAMPIRAN ii PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Sistem Pertahanan Tubuh Ikan Imunostimulan CpG Oligodeoxynucleotides (CpG DNA) METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Alat Prosedur Analisis Data Hewan Uji Preparasi CpG Oligodeoxynucleotides (CpG-DNA) 2133 Rancangan Penelitian Pemberian CpG DNA Pengamatan Ekspresi Gen Imun Ekstraksi RNA Uji Kualitas RNA Hasil Ekstraksi Sintesis cDNA dengan RT PCR Semi-Quantitatif Analysis Elektroforesis Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi RNA Head Kidney Ikan Kerapu Macan Ekspresi Gen Imun Interleukin 1β (IL-1β) Ekspresi Gen Imun Cyclooxygenase 2 (COX-2) Ekspresi Gen Imun Tumor Necrosis Factor α1 (TNF-α1) Analisis Ekspresi Gen Imun Menggunakan Uji T SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1 1 3 3 4 4 4 4 5 6 7 12 12 12 12 12 12 12 13 13 13 13 14 14 14 15 15 16 16 17 18 19 20 24 24 30 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Morfologi Ikan Kerapu Macan (E.fuscoguttatus) Ligan yang Dikenali oleh TLR Mekanisme Pengenalan CpG DNA oleh TLR 9 Skema Rancangan Penelitian Amplifikasi PCR β aktin RNA HK. E. fuscoguttatus Amplifikasi RNA Gen IL1β E. fuscoguttatus Amplifikasi RNA Gen COX-2 E. fuscoguttatus Amplifikasi RNA Gen TNFα1 E. fuscoguttatus Diagram Batang Ekspresi Gen Imun COX-2 Diagram Batang Ekspresi Gen Imun IL1β Diagram Batang Ekspresi Gen Imun TNFα1 4 10 11 13 16 17 18 19 20 21 22 DAFTAR LAMPIRAN 1 Klasifikasi dari CpG DNA 2 Komposisi Kit Pure Taq RTG PCR 3 Konsentrasi dan Tingkat Kemurnian RNA Hasil Ekstraksi dengan Gene Quant 4 Nilai Luminescence Photostimulated Menggunakan Software UN SCAN IT 5 Nilai luminescence photostimulated setelah di bagi dengan β aktin 6 Hasil Uji Statistik 31 32 32 33 33 34 PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan kerapu (Epinephelus) merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai prospek yang cukup baik dipasaran, baik pasar domestik maupun pasar internasional. Jenis ikan kerapu yang mempunyai nilai jual tinggi dipasaran adalah ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Ikan kerapu macan mempunyai nilai yang cukup menguntungkan diantaranya ikan kerapu macan merupakan makanan yang enak dan gurih serta disukai banyak orang. Secara ekonomi sangat menguntungkan dikarenakan harga ikan ini di pasaran cukup tinggi serta pertumbuhannya cepat dan dapat di produksi secara massal untuk memenuhi permintaan pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup dan lain-lain. Ada tiga jenis ikan kerapu yang umum dipasarkan diwakili oleh genus: Epinephelus, Cromileptes dan Plectropomus. Harga jual ikan kerapu hidup sangat mahal sehingga merangsang pelaku usaha untuk membudidayakannya (Rimmer dkk. 2004). Salah satu jenis ikan kerapu yang mempunyai nilai ekonomis penting yaitu ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus FORSSKAL) (Kani et al. 2012). Usaha budidaya ikan kerapu macan (E. fuscoguttatus) sangat potensial untuk dikembangkan. Akan tetapi dalam pembudidayaannya, para petani juga sering mengalami beberapa kendala atau masalah. Permasalan yang utama adalah adanya serangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, dan lainlain. Para pembudidaya harus mengeluarkan biaya ekstra yang cukup besar untuk membeli obat-obatan kimia sebagai langkah mengatasi serangan penyakit. Untuk mengobati penyakit dari ikan kerapu macan khususnya yang disebabkan oleh mikroorganisme, biasanya para pembudidaya menggunakan berbagai jenis antibiotik seperti ampisilin, neosin, gentamisin, penisilin G, dan lain-lain. Fakta belakangan terungkap bahwa antibiotik yang umum digunakan para pembudidaya ikan untuk menyembuhkan penyakit bakterial ternyata menimbulkan strain baru bakteri yang resisten, sehingga tidak efektif dalam penanggulangan penyakit (Rantetondok 2002). Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah penerapan vaksinasi, namun penggunaan vaksin disamping harganya mahal juga bersifat spesifik terhadap agen penyakit tertentu. Oleh karena itu diperlukan penggunaan zat lain yang dapat mencegah penyakit yang membantu meningkatkan kekebalan tubuh terhadap agen penyakit yang dikenal dengan imunostimulan. Penggunaan imunostimulan merupakan solusi yang paling aman sebagai upaya perlindungan terhadap serangan penyakit, karena dapat meningkatkan sistem kekebalan natural (innate immunity) dan kekebalan bawaan (adaptive immunity) pada ikan (Sakai 1999; Ortuno et al. 2002). Salah satu jenis immunostimulan yang sangat potensial dan efektif dalam meningkatkan kekebalan tubuh mamalia, ikan dan udang adalah berupa sekuen nukleotida spesifik yang di sebut motif unmethylated cystidine phosphate guanosine (CpG) (Krieg 2002; Tassakka dan Sakai 2004; Chen et al. 2007). Motif CpG ditemukan pada DNA bakteri dengan frekwensi yang sangat tinggi dan tidak termetilasi, sedangkan pada DNA mamalia motif CpG ditemukan dengan frekwensi yang sangat rendah dan termetilasi. Masuknya motif CpG ke dalam tubuh diterima oleh Reseptor Toll-like (TLR9), dan TLR9 hanya bisa menerima 2 atau mengenal CpG yang tidak termetilasi sehingga motif CpG diambil dari bakteri bukan dari mamalia. Seiring dengan perkembangan teknologi dan tuntutan kebutuhan akan CpG ini semakin meningkat maka selanjutnya ditemukan imunostimulan DNA sintetik yang sekuennya menyerupai CpG DNA bakteri yang disebut CpG oligodeoxynucleotides atau CpG-ODNs (Tokunaga et al. 1984). Oligodeoxynucleotide sintetik ini mengandung CpG motif yang terdiri dari sekuens pendek yang mengandung satu atau lebih motif CpG dan berperan sebagai ”danger signal” terhadap sistem imun vertebrata, memberikan perlindungan terhadap infeksi bakteri, mengaktivasi Antigen Presenting Cells (APCs) dan menginduksi respon imun tipe Th1. Secara garis besar CpG-ODNs diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu D, K, dan C (dapat di lihat pada lampiran Tabel 1.). CpG-ODN yang berada dalam tipe yang sama bukan berarti bahwa CpG ODN ini memiliki sekuen spesifik pada organisme yang sama, namun boleh jadi tipe yang berbeda tetapi spesifik pada organisme yang sama. Misalnya sekuen motif “TTCGTT” dapat meningkatkan respon imun pada manusia namun tidak efektif meningkatkan respon imun pada ikan sedangkan motif “GACGTT”, “GTCGTT” atau “AACGTT” memiliki efek kekebalan pada ikan (Jorgensen et al. 2001). Telah ada beberapa penelitian mengenai CpG ini yang dilakukan pada ikan. Selain terjadi peningkatan respon imun, hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian CpG-ODN pada ikan Atlantik salmon (Salmon salar) juga dapat meningkatkan resistensi terhadap penyakit seperti amoebic gill disease (Bridle et al. 2003). Jorgensen et al (2003) memperlihatkan adanya peningkatan ketahanan tubuh ikan Atlantik salmon terhadap infeksi pancreatic necrosis virus setelah diberi CpG-ODN. CpG-ODN juga dapat berfungsi sebagai adjuvan pada goldfish (Kanellos et al. 1999). Menurut penelitian Tasakka 2005, motif CpG ODN 1668 dengan sekuen “TCCATGACGTTCCTGATGCT” yang tergolong ke dalam tipe D spesifik terhadap ikan mas (Cyprinus carpio). Motif CpG ODN 2006 dengan sekuen “TTCGTCGTTTTGTCGTTTGTCGTT” yang tergolong ke dalam tipe K spesifik terhadap udang windu (Penaeus monodon) (Handoyo 2013 dan Nursida 2015). Hasil penelitian terbaru mengenai penggunaan CpG ODN ini yang dilakukan oleh Kani et al. (2012) adalah mengenai pengaruh pemberian CpG ODN terhadap ikan kerapu macan dengan menggunakan CpG-ODN 1668 (TCCATGACGTTCCTGATGCT) (Tassakka dan Sakai 2003) dan CpG-ODN 2133 (TCGTCGTTGGTTGTCTTTTGGT) memberikan hasil bahwa CpG ODN dengan sekuens 2133 mampu memacu peningkatan kekebalan nonspesifik pada benih ikan kerapu macan dan terlihat bahwa CpG 2133 mengandung motif spesifik bagi ikan kerapu macan yang dibuktikan dengan kenaikan indeks fagositosis dan lisosim pada hari ke tujuh pasca injeksi. Dari hasil penelitian yang diperoleh maka diperlukan analisis lebih lanjut secara molekuler untuk mengetahui ekspresi dari gen-gen apa saja yang ikut berperan dan yang mampu diaktifkan oleh CpG ODN 2133 di dalam sistem imun ikan kerapu macan. Pada sistem imun ikan, salah satu gen yang sangat berperan penting adalah gen-gen sitokin. Sitokin berperan dalam komunikasi antar sel dan dapat memasuki sistem sirkulasi dan memberikan efek yang sistemik (bagus) pada sel targetnya secara spesifik (Wibawan dan Soejoedono 2013). Sitokin merupakan polipeptida sederhana atau glikoprotein yang bertindak sebagai molekul sinyal dalam sistem 3 kekebalan tubuh. Ini adalah sekelompok molekul yang di bagi ke dalam keluarga seperti interleukin, limfokin, faktor pertumbuhan, interferon serta kemokin (Thomson 1994). Dalam melihat tingkat ekspresi, gen-gen imun yang cukup sering untuk diamati adalah gen interleukin 1β (IL-1β), tumour necrosis factor (TNF-α1) serta cyclooxygenase (COX-2) (Tasakka 2005). Interleukin 1β (IL-1β) merupakan mediator kunci dalam menanggapi adanya serangan mikroba dan adanya jaringan yang terluka serta dapat merangsang respon sistem kekebalan tubuh dengan mengaktifkan limfosit atau dengan menginduksi pelepasan sitokin lain yang dapat mengaktifkan makrofag, sel NK dan limfosit serta menyusun berbagai respon imun dengan memulai ekspresi gen (Low et al. 2003). Tumour necrosis factor (TNF-α1) sama halnya dengan IL-1β merupakan respon imun utama yang dapat menginduksi ekspresi factor pertumbuhan autokrin lainnya, meningkatkan respon selular untuk faktor pertumbuhan dan menginduksi jalur sinyal yang dapat menyebabkan proliferasi (Tasakka 2005). Cyclooxygenase (COX-2) merupakan enzim dalam bentuk indusibel dan tidak terdeteksi dalam semua jaringan normal, akan tetapi COX-2 dapat terinduksi oleh berbagai macam inflamasi dan stimulus mitogenik (Nilanjan et al. 2010). Perumusan Masalah Efektivitas penggunaan CpG-ODN sangat bergantung pada sekuen atau motif dari DNA sintetik tersebut. Misalnya CpG-ODN sebagai imunostimulan, protective agent dan adjuvan vaksin pada vertebrata memiliki sekuens spesifik (optimal motif) yang berbeda antara satu spesies dengan spesies lainnya. Misalnya, sekuens ”TTCGTT” dapat meningkatkan respon imun pada manusia, tetapi sekuen ini tidak efektif meningkatkan respon imun pada ikan. CpG-ODN 1668 dengan sekuens (TCCATGACGTTCCTGATGCT) yang mengandung motif „GACGTT‟, CpG-ODN 2133 dengan sekuens (TCGTCGTTGGTTGTCGTTTTG GT) yang mengandung motif „GTCGTT‟ dan CpG-ODN 2006 dengan sekuen (TTCGTCGTTTTGTCGTTTGTCGTT) yang mengandung motif „GTCGTT‟ telah terbukti dapat meningkatkan kekebalan tubuh ikan dan udang (Tasakka dan Sakai, 2004). Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa CpG-ODN 2133 ini dapat meningkatkan respon imun pada ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Oleh karena itu, maka batasan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah CpG ODN 2133 mampu meningkatkan ekspresi gen interleukin 1β (IL1β) ? 2. Apakah CpG ODN 2133 mampu meningkatkan ekspresi gen Cyclooxygenase 2 (COX-2) ? 3. Apakah CpG ODN 2133 mampu meningkatkan ekspresi gen tumour necrosis factor (TNF-α1) ? Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kemampuan CpG DNA untuk meningkatkan ekspresi gen interleukin 1β (IL1β), cyclooxygenase 2 (COX-2) dan 4 tumour necrosis factor (TNF-α1) pada ikan kerapu macan agar dapat dijadikan sebagai imunostimulan maupun adjuvan vaksin. Manfaat Penelitian Manfaat atau kegunaan penelitian ini salah satunya adalah untuk mengembangkan potensi CpG-ODNs sebagai imunostimulan, agen pertahanan terhadap serangan penyakit maupun sebagai adjuvant vaksin pada ikan kerapu macan yang sangat berguna dalam mencegah timbulnya penyakit ataupun mengatasi perluasan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus maupun organisme patogen lainnya. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah CpG-ODN 2133 mampu meningkatkan ekspresi gen interleukin 1β (IL1β), cyclooxygenase 2 (COX-2) dan tumour necrosis factor (TNF-α1). TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Secara geografis, ikan kerapu macan terdistribusi pada wilayah Indo-Pasifik, termasuk laut merah namun tidak ditemukan di Teluk Persia, Hawaii atau Polinesia Perancis. Ikan kerapu macan dapat ditemukan di hampir semua kepulauan tropis lautan Indonesia dan Pasifik Barat (dari timur hingga Samoa dan Phoenix Island) sepanjang pantai timur Afrika hingga Mozambique, dan juga dilaporkan terdapat di Madagaskar, India, Thailand, Indonesia, Pantai tropis Australia, Jepang, Filipina, Papua Nugini dan Kaledonia Baru. Gambar 1. Morfologi Ikan Kerapu Macan (E.fuscoguttatus) (Tarwiyah 2001) 5 Tarwiyah 2001 mengklasifikasikan ikan kerapu macan (E. fuscoguttatus) ke dalam : Class : Chondrichthyes Sub class : Elasmobranchii Ordo : Percomorphi Divisi : Perciformes Famili : Serranidae Genus : Epinephelus Species : Epinephelus fuscoguttatus Bentuk badan ikan kerapu macan memanjang dan gepeng atau agak membulat. Mulut lebar serong ke atas dengan bibir bawah menonjol ke atas. Rahang bawah dan atas dilengkapi dengan gigi geretan berderet dua baris, lancip dan kuat serta ujung luar bagian depan adalah gigi yang terbesar. Sirip ekor umumnya membulat. Warna dasar sawo matang, perut bagian bawahnya agak putih dan pada badannya terdapat titik berwarna merah kecoklatan serta tampak pula 4-6 baris warna gelap yang melintang hingga ekornya. Badan tertutupi oleh sisik kecil mengkilap dan memiliki ciri-ciri loreng (Tarwiyah 2001). Ikan kerapu macan muda umumnya hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5-3 m. Selanjutnya menginjak dewasa beruaya ke perairan yang lebih dalam antara 7-40 m, biasanya perpindahan ini berlangsung pada siang dan senja hari. Habitat favorit larva ikan kerapu adalah perairan pantai dekat muara sungai dengan dasar pasir berkarang yang banyak ditumbuhi padang lamun. Telur dan larva bersifat pelagis (berada di dalam kolam air), sementara itu ikan kerapu muda hingga dewasa bersifat demersal atau berdiam di dasar kolam (Apdhaliah 2009). Sistem Pertahanan Tubuh Ikan Ikan mengalami kontak yang sangat erat dengan lingkungannya yang mengandung berbagai macam penyakit seperti bakteri, virus maupun parasit lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi (Ellis 2001). Untuk mempertahankan diri terhadap serangan berbagai penyakit, ikan memiliki berbagai respon pertahanan tubuh yang disebut sistem imun. Berdasarkan sifat responnya dalam menghadapi berbagai serangan penyakit, sistem imun terbagi atas sistem pertahanan alamiah yang bersifat nonspesisfik dan sistem pertahanan adaptif yang bersifat spesifik (Baratawidjaja 2006). Pertahanan tubuh nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan, bereaksi cepat dalam berbagai serangan penyakit, tidak ditujukan terhadap suatu jenis penyakit tertentu serta telah ada sejak lahir (alamiah). Sedangkan pertahanan tubuh spesifik merupakan lapis pertahanan kedua yang membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya, namun sangat spesifik terhadap antigen tertentu yang menginduksinya serta mampu membentuk memori spesifik antigen. Namun dalam implementasinya, mekanisme pertahanan terhadap berbagai serangan penyakit merupakan interaksi antara peran sistem imun non spesifik maupun spesifik serta respon keduanya bersifat saling menguatkan (Shoemaker et al. 2001). 6 Menurut Almendras dan Catap (2002) mengatakan bahwa Sistem pertahanan non spesifik pada ikan meliputi fisik (kulit, sisik, lendir), humoral (lisozim, asam lambung, laktoferin, komplemen, interferon) serta selular (fagosit, sel NK). Sistem imun spesifik pada dasarnya merupakan mekanisme interaksi antara sel limfosit dan fagosit. Respon spesifik ini diawali dengan kerja sel-sel fagosit/ makrofag atau antigen presenting cell (APC) yang memproses dan mempresentasikannya pada sel-sel imun spesifik (sel T dan sel T) (Kresno 2001; Kollner et al. 2002). Sistem imun ikan mengenal dan merespon hanya pada bagian kecil dari molekul besar antigen yang dikenal dengan istilah antigenic determinant atau hapten. Sel limfosit mempunyai reseptor yang secara spesifik mengenal dan berikatan dengan antigen (Almendras dan Catap 2002). Imunostimulan Imunostimulan merupakan zat atau senyawa tertentu yang dapat meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh baik secara spesifik maupun non spesifik dan terjadi induksi non spesifik baik mekanisme pertahanan seluler maupun humoral (Anderson 1993). Pertahanan non spesifik terhadap antigen ini disebut paramunitas dan zat berhubungan dengan penginduksi disebut paraimunitas. Induktor semacam ini biasanya tidak atau sedikit sekali kerja antigennya, akan tetapi sebagian besar bekerja sebagai mitogen yaitu meningkatkan proliferasi sel yang berperan pada imunitas. Sel tujuan adalah makrofag, granulosit, limfosit T dan B, karena induktor paraimunitas ini bekerja menstimulasi mekanisme pertahanan seluler. Mitogen ini dapat bekerja langsung maupun tak langsung (misalnya melalui sistem komplemen atau limfosit, melalui produksi interferon atau enzim lisosomal) untuk meningkatkan phagositosis mikro dan makro. Mekanisme pertahanan spesifik maupun non spesifik umumnya saling berpengaruh. Dalam hal ini pengaruh pada beberapa sistem pertahanan mungkin terjadi, hingga mempersulit penggunaan imunomodulator, dalam praktek. imunostimulan juga berfungsi memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan yang merangsang sistem imun tersebut (Baratawidjaja 2006). Menurut Brown (2000) imunostimulan merupakan bahan yang bisa meningkatkan resistensi organisme terhadap infeksi patogen. Pemberian imunostimulan dimaksudkan untuk mengaktifkan sistem imun non spesifik sel seperti makrofag pada vertebrata dan haemosit pada avertebrata (Dugger dan Jory 1999). Secara umum, imunostimulan meningkatkan aktivitas makrofag, komplemen, fagosit, limfosit, dan non spesifik sel sitotoksik, mengakibatkan perlawanan dan perlindungan terhadap berbagai penyakit. Beberapa yang menjadi pertimbangan dalam menentukan suatu bahan disebut imunostimulan, yaitu penggunannya efektif dan bersifat ramah lingkungan, tidak memiliki efek samping serta dapat memberikan berbagai perlindungan dan dapat meningkatkan sistem pertahanan terhadap berbagai penyakit. Banyak jenis imunostimulan yang sering digunakan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dari hewan-hewan akuatik seperti β-Glucan, Chito-Oligosacharida (COS), herbal mix dan DNA sintetik. DNA sintetik yang paling efektif meningkatkan respon imun mamalia, ikan dan udang adalah nukleotida spesifik yang disebut motif unmethylated cystidine phosphate guanosine-oligodeoxynucleotid (CpG-ODN). 7 CpG oligodeoxynucleotides (CpG-ODN)s Sejarah dan Peranan CpG-ODNs CpG-ODNs merupakan DNA sintetik, disamping berfungsi sebagai materi pengkodean genetik, CpG-ODN mempunyai efek menstimulasi kekebalan tubuh, sebagai agen pertahanan terhadap serangan patogen dan sebagai adjuvan vaksin. Sejak 1893, telah diakui bahwa toksin Coley, campuran lisat sel bakteri, memiliki sifat imunostimulan yang dapat mengurangi perkembangan dari beberapa karsinoma. Tokunaga et al. (1984), khusus mengidentifikasi DNA bakteri sebagai komponen yang mendasari lisat yang menimbulkan respon. Selanjutnya Tokunaga et al. (1992), Yamamoto et al. (1994) dan Krieg et al. (1995) menunjukkan bahwa motif CpG dalam DNA bakteri bertanggung jawab atas efek imunostimulan dan dikembangkan menjadi CpG-ODN sintetis. Oligodeoxynucleotides CpG (atau CpG-ODN)s beruntai tunggal pendek, molekul DNA sintetis yang mengandung "C" Citosin diikuti dengan phospat ”P" dan”guanin "G". Oligodeoxynucleotides sintetis (ODNs) dan DNA bakteri yang mengandung nucleotides CpG tidak termetilasi diapit oleh urutan basa spesifik (CpG-DNA) memiliki efek imunomodulator pada limfosit B, makrofag, sel dendritik, dan sel-sel pembunuh alami. DNA sintetis oligodeoxynucleotides mengandung CpG-motif yang tepat (CpG-ODNs), bisa menirukan efek imunostimulan dari DNA bakteri (Krieg et al. 1995). Kehadiran CpG yang tidak termetilasi dengan urutan dinukleotida yang mengapit CpG juga berperan untuk induksi aktivitas imunostimulan. Penelitian awal menunjukkan bahwa efektivitas motif CpG bervariasi dari spesies ke spesies. Motif CpG yang paling efektif mengaktifkan sel-sel pada tikus dan kurang menstimulasi kekebalan tubuh pada manusia, disebabkan karena perbedaan antara spesies dalam mengenal CpG (Krieg dan Hartmann 2000). Sel darah mononuklear perifer (PBMC) manusia berpotensi diaktifkan oleh ODN berisi motif 'GTCGTT', 'AACGTT' atau 'TTCGTT' (Krieg 2002). Pengujian secara in vitro dan in vivo telah menunjukkan bahwa CpG-ODNs adalah aktivator ampuh sistem kekebalan tubuh dalam banyak spesies termasuk manusia, primata, tikus, sapi, domba, babi, kuda, anjing, kucing, ayam dan ikan (Brown 1998). CpG-ODNs merangsang sistem kekebalan tubuh bawaan dan telah terbukti menjadi pelindung terhadap berbagai patogen termasuk bakteri, virus dan protozoa dalam berbagai hewan model. Penelitian untuk mengevaluasi CpG-ODN sebagai terapi terhadap penyakit menular, kanker, asma dan alergi telah dimulai pada manusia (Krieg 2002). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa CpG-ODN menginduksi regulasi Th1/Th2 respon imun, antigen-presenting aktivitas sel, dan imunoglobulin (Ig). Oleh karena itu, CpG-ODN telah mendapat perhatian untuk menggunakan potensinya sebagai adjuvan kekebalan tubuh dan dalam terapi untuk penyakit alergi dan menular dan dikenal sebagai stimulan, agen pertahanan penyakit dan adjuvan vaksin. CpG-ODN ini menginduksi beberapa aspek pada inang yang dapat mengaktifkan perannya sebagai adjuvan, misalnya meningkatkan ekspresi MHC class 2 pada Dendritic Cell (DC) mencit, yang pada akhirnya akan meningkatkan antigen presentation, meningkatkan lytic activity NK cell pada manusia dan mencit, sel B manusia, proliferasi sel B mencit, ekspresi chemokine pada limfa dan lymph node cell mencit. 8 Sekuen Spesifik CpG-ODN Terhadap Ikan CpG-ODNs secara garis besar diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu jenis D, K dan C (lampiran 1.). CpG ODN tipe K memiliki tipe tulang punggung phosphorothioate dan terdapat beberapa motif CpG (Krieg et al. 2000). CpG ODN tipe D memiliki tipe tulang punggung berupa fosfodiester-phosphorothioate backbone dan mengandung purin hexameric tunggal/ pirimidin/ CpG/ purin/ pirimidin motif diapit oleh basis komplementer yang membentuk struktur stemloop tertutup pada ujung 3' oleh ujung Poli-G. CpG ODN tipe C awalnya digambarkan untuk mengekspresikan sebuah 'TCGTCG' 5 di ujung dan sering mengandung motif tipe K internal (seperti 'GTCGTG') yang tertanam di urutan palindrome (Verthelyi et al. 2001; Hartmann et al. 2000; Hartmann dan Krieg 2000). Penggolongan tipe CpG-ODN sesuai petunjuk diatas memberi petunjuk bahwa CpG-ODN 2133 termasuk dalam tipe C, dan CpG-ODN 2006 tergolong dalam tipe K sedangkan CpG-ODN 1668 tergolong dalam tipe D. CpG-ODN yang berada dalam tipe yang sama bukan berarti bahwa CpG-ODN ini memilki sekuen spesifik pada oragnisme yang sama, namun boleh jadi tipe yang berbeda tetapi sfesifik pada organisme yang sama. Salah satu contoh adalah kedua motif dibawah ini tergolong dalam tipe C, namun spesifik pada organisme yang berbeda; motif 'GTCGTT' adalah optimal untuk stimulasi in vitro proliferasi limfosit pada spesies dalam negeri, termasuk sapi, domba, kambing, kuda, babi, anjing, kucing dan ayam, sementara motif 'GACGTT' sangat optimal untuk kelinci inbrida dan tikus dan pengujian in vitro dan in vivo pada ikan telah mengungkapkan bahwa oligodeoxynucleotides berisi motif 'GACGTT', 'GTCGTT' atau 'AACGTT' memiliki efek kekebalan pada ikan (Jorgensen et al. 2001). CpG-ODN sebagai imunostimulan, protective agent dan adjuvan vaksin pada vertebrata memiliki sekuen spesifik/motif optimal yang berbeda antara satu spesies dengan spesies lainnya. Contohnya sekuen ”TTCGTT” dapat meningkatkan respon imun pada manusia, tetapi sekuen ini tidak efektif meningkatkan respon imun pada ikan (Bauer et al. 1999; Hartmann dan Krieg 2000). Pada sekuen CpG-ODN yang lain ternyata dapat bersifat imunostimulan pada ikan, misalnya meningkatkan aktivitas sel-sel fagosit pada ikan grass carp, common carp dan rainbow trout dan beberapa sekuen CpG-ODN yang dapat meningkatkan respon imun pada krustasea. CpG-ODN 1668 konsentrasi 10 ng/ml spesifik meningkatkan respon imun ikan khususnya ikan mas (Cyprinus carpio) dengan sekuen “TCCATGACGTTCCTGATGCT” (Tasakka 2005). Kaun Yu.L etal. (2005) mangatakan CpG-ODN 2006 dengan sekuen “TTCGTCGTTTTGTCGTTTGTCG TT” dapat meningkatkan respon imun udang galah (Macrobrachium rosenbergii) khususnya proPhenolOksidase. Meskipun telah banyak penelitian yang menunjukkan CpG-ODN sebagai imunostimulan pada vertebrata, tetapi sekuen spesifik (optimal motif) pada hewan akuatik masih banyak yang belum diketahui. 9 Mekanisme Pengenalan CpG-ODN Oleh Tubuh Kemampuan untuk merasakan adanya mikroorganisme yang dapat menimbulkan infeksi yang berpotensi bahaya adalah sifat sel, jaringan dan cairan tubuh pada seluruh organisme multiselular. Proses pengenalan ini disebut pengenalan imun bawaan dan merupakan langkah krusial pertama yang memicu serangkaian kejadian rumit, di mana tubuh melindungi diri dari infeksi. Reseptor biasanya mengenali komponen mikroorganisme yang tidak ditemukan pada sel pejamu, misalnya komponen dinding sel bakteri, flagella bakteri atau asam nukleat virus. Molekul sasaran ini diberi nama Pathogen Associated Molecular Pattern (PAMP), dan reseptor yang mengenali molekul ini disebut reseptor pengenal pola (Pattern Reconition Receptor/ PRR). Ikatan PRR dan PAMP menimbulkan aktivasi jalur sinyal intraselular, menghasilkan perubahan transkripsi gen dalam nucleus dan akhirnya seluruh respons selular (Schnare et al. 2001; Vasselon dan Detmers 2002; Wibawan dan Soejoedono 2013). Mekanisme molekul DNA bakteri mengaktifkan sel-sel kekebalan terungkap dengan penemuan Toll-Like Receptors (TLR). TLR disebut demikian karena memiliki kesamaan dengan gen bernama Toll, pertama kali diidentifikasi pada Drosophilla. TLR memainkan peranan penting dalam pengenalan patogen dan berperan terhadap sistem kekebalan tubuh bawaan. TLR adalah PRR yang pertama kali ditemukan dan mewakili contoh umum reseptor pengenal imun bawaan, merupakan trans membran protein yang diekspresikan pada permukaan sel dan mengenali patogen terkait pola molekul (PAMPs) yang disajikan pada agen infeksi dan memulai sinyal untuk menginduksi produksi sitokin yang diperlukan untuk kekebalan bawaan dan kekebalan adaptif berikutnya. TLR berhubungan dengan berbagai molekul adaptor yang membantu mengubah pengenalan mikroba menjadi sinyal, yang mengaktivasi gen transkripsi spesifik dalam sel. Studi pada tikus dan manusia menunjukkan bahwa reseptor ini menengahi respon seluler untuk dinucleotides CpG unmethylated dalam DNA bakteri untuk merangsang respon imun bawaan. TLRs merupakan kelas protein yang memainkan peran kunci dalam sistem kekebalaan bawaan. Mereka adalah tunggal, membran-spanning, non-katalitik reseptor yang mengenali molekul struktural yang berasal dari mikroba. Setelah mikroba ini telah melewati hambatan fisik seperti kulit atau mukosa saluran usus, mereka diakui oleh TLRs, yang mengaktifkan respon sel kekebalan tubuh. Berbagai TLRs (TLR1–TLR10) menunjukkan pola ekspresi yang berbeda (Gambar 4). Gen ini secara istimewa disajikan dalam jaringan sel kaya kekebalan, seperti limpa, kelenjar getah bening, sumsum tulang dan leukosit darah perifel. Perbedaan ekspresi TLRs dalam mengenal CpG sangat tergantung pada pola molekul patogen terkait (PAMPs) yang disajikan pada frekuensi tinggi oleh mikroorganisme menular tapi jarang oleh sel inang (Underhill dan Ozinsky 2002). Sebagai contoh, lipopolysaccaride (LPS) hadir dalam membran permukaan bakteri Gram-negatif melibatkan kompleks TLR4/MD-2, sementara peptidoglikan (PGN) dan lipoprotein bakteri (BLPs) hadir dalam dinding sel bakteri Grampositif terlibat TLR2, sedangkan reseptor transmembran yang mampu mengenali unmethylated CpG oligonukleotida dalam DNA bakteri adalah TLR9 (Akira et al. 2001). 10 Fungsi semua sinyal TLRs ditandai melalui jalur umum yang melibatkan diferensiasi myeloid penanda 88 (MyD88), IL-1R-terkait kinase (Irak), TNFR terkait faktor 6 (TRAF6), TGFb-diaktifkan kinase1 (TAK1) dan kinase dari IKB (IKK), IKB, dan NF-kB. Jadi, TLRs dianggap sebagai reseptor pengenalan pola (PRR) (Underhill dan Ozinsky 2002). Gambar 2. Ligan yang dikenali oleh TLR (Tasakka dan Sakai 2004). Bukti bahwa pengakuan CpG dimediasi oleh TLR9 disajikan dalam penelitian yang melibatkan tikus KO TLR9 (Hemmi et al, 2000). Bukti lain pada manusia juga menunjukkan bahwa TLR9 khusus mengakui DNA CpG (Takeshita et al. 2004). TLR9 dinyatakan dalam sel B dan CD123 + sel dendritik (sel dendritik plasmacytoid), sedangkan pada tikus TLR9 dinyatakan dalam garis keturunan myeloid termasuk sel dendritik myeloid, monosit, dan makrofag. TLR9 hadir pada membran endosome dan tidak seperti reseptor TLR lainnya yang hadir pada membran sel (Takeshita et al. 2001). CpG DNA diambil oleh sel-sel imun melalui reseptor-dimediasi endositosis dan berinteraksi dengan TLR9 hadir dalam vesikel endocytic (Hemmi et al. 2000). Pengikatan antara CpG DNA dengan reseptor membran spesifik memicu sinyal-sinyal yang terkait yang terjadi di dalam endosome. Pembentukan dan pematangan CpG DNA di dalam endosome di atur oleh PI3K dan Rab5. Setelah endosome mengalami maturasi atau kematangan maka ligan akan mengikat CpG lalu protein-protein adaptor seperti Myd88, IRAK dan TRAF6 akan menarik atau merekrut sinyal mediator intraselular yaitu TAK1, yang pada gilirannya akan mengaktifkan faktor transkripsi seperti NF-kB dan AP-1. NF-kB (Nuclear Factor Kappa B) adalah kunci faktor transkripsi untuk mengatur respon gen-gen sitokin maupun gen-gen yang terlibat dengan sitokin. Biasanya, faktor transkripsi ini berada di sitoplasma dan tidak aktif karena berikatan pada inhibitor IkB. Namun demikian, aktivasi berbagai PRR (Reseptor Pengenal Pola) menyebabkan penghancuran IkB oleh proteosom dan NF-kB kemudian masuk ke dalam nukleus dan menghidupkan berbagai komponen antibakteri, antivirus serta respon inflamasi (Playfair and 11 Chain 2012). Faktor transkripsi ini yang akan menginduksi terjadinya ekspresi sitokin (Gambar 3). Sampai saat ini, TLR 9 adalah satu-satunya yang diketahui sebagai reseptor dari CpG DNA. Menurut Kerkmann et al. 2003 menunjukkan bahwa kelas yang berbeda dari tiap CpG DNA memanfaatkan jalur sinyal yang berbeda serta masih adanya jalur sinyal yang belum diketahui pasti jalur kaskadenya. Gambar 3. Mekanisme pengenalan CpG-ODN oleh TLR9 (Tasakka dan Sakai 2004). 12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret 2014 hingga November 2014 di Laboratorium Bioteknologi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) Maros Makassar. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerapu macan, larutan Phospat Buffer Saline (PBS), imunostimulan berupa CpG-ODN 2133 (TCGTCGTTGGTTGTCTTTTGGT) (Krieg 2000) yang diperoleh dari PT. Genetika Science Indonesia. Ekstraksi RNA menggunakan kit RNeasy mini Qiagen, ethanol 70%, kit Pure Taq Ready-To-Go PCR Beads (GE Healtheare), kit Ready-To-Go You-Prime Fisrt Strand Beads (GE Healthcare). Primer IL-1β F 5‟CGACATGGTGCGGTTTCTCT-3‟ IL-1β R 5‟-CTCTGCTGTGCTGATGTACC AGTT-3‟, COX-2 F 5‟-TTCCCAGCACTTCACCCACC-3‟ COX-2 R 5‟-AACG GTCAGAGTCGGGAACA-3‟, TNF-α1 F 5‟-GACGCAATCAGGCCAAAGA GAA -3‟ TNF-α1 R 5‟-GATGAAGCAGATGTCGGTCCGCAG-3‟ dan β-actin F 5‟-CCATCCAGGCCGTGTTGTCC-3‟ β-actin R 5‟-AGGAGGAGGGCTGGAA GAA-3‟. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium, suntik, mortar, pipet mikro, tabung mikro, timbangan, gunting bedah, pinset, syringe, gelas ukur, Labu Erlenmeyer, spatula, oven, microwave, mesin Polymerase Chain Reaction GenAmp 2700 (Applied Biosystem)), toolbox, water bath, alat elektroforesis, genequan, sentrifus dan dokumentasi gel biometra. Prosedur Analisis Data Hewan Uji Hewan uji yang digunakan adalah ikan kerapu macan sebanyak 40 ekor dengan berat rata-rata 7-10 gr. Sebelumnya hewan uji di tampung pada bak fiber volume 1 ton untuk proses adaptasi. Ikan kerapu macan ini dipelihara dalam aquarium berkapasitas 50 L yang sebelumnya disucihamakan dengan klorin 5 ppm, kemudiaan diisi air laut 20 L. Pakan yang diberikan adalah pakan komersil dengan kandungan protein 36%. Dosis pemberian pakan adalah 5% dari berat biomas dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali yaitu pagi dan sore. Preparasi CpG Oligodeoxynucleotides (CpG-ODN) 2133 Sebelum digunakan, CpG-ODN 2133 dipreparasi terlebih dahulu sesuai petunjuk penggunaannya, yaitu membuat konsentrasi menjadi 100 µM dengan cara menambahkan 740,4 µL akuades steril atau TE buffer 1x. Selanjutnya dilakukan pengenceran untuk mendapatkan konsentrasi 50 µg/mL sebanyak 2000 µl (kebutuhan 20 ekor). 13 Rancangan Penelitian Ikan kerapu sebanyak 10 ekor dengan berat rata-rata 7-10 gr yang sudah siap dimasukkan ke dalam masing-masing akuarium. Ada 2 perlakuan yaitu dengan CpG-ODN 2133 dengan konsentrasi 10 µg/ml serta kontrol dengan menggunakan larutan PBS. Perlakuan CpG ODN 2133 (10 ekor) Kontrol (PBS) (10 ekor) Gambar 4. Skema Rancangan Penelitian Pemberian CpG DNA Pemberian CpG-ODN pada hewan uji dilakukan melalui injeksi yaitu disuntikkan ke ikan kerapu macan dengan dosis 10 µg/ml (Kani et al. 2012). Ikan kerapu macan kontrol diinjeksi dengan PBS dengan volume yang sama. Penyuntikan dilakukan pada bagian intramuscular dengan menggunakan spoit 1 mL (needle 26 gauge x ½”). Untuk pengamatan hasil ekspresi gen imun yang terdiri dari IL-1β, COX-2 dan TNF-α1 dilakukan pada hari ke -7 setelah injeksi. Pengamatan Ekspresi Gen Ekstraksi RNA RNA total diekstraksi dari head kidney ikan kerapu macan dengan menggunakan RNeasy Mini Kit (Qiagen), sesuai instruksi perusahaan. Sebanyak 30 mg organ ginjal ikan kerapu macan dihaluskan menggunakan mortar dan ditambahkan dengan 350 µl buffer RLT. Larutan dimasukkan ke dalam tabung mikro 1.5 ml bebas RNase kemudian dihomogenisasi dengan syringe dan needle 20 gauge sebanyak 5 kali dan selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 3 menit pada suhu 20°C. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung mikro 1.5 ml yang baru dan ditambahkan 1 kali volume ethanol 70% yaitu sebanyak 350 µl, kemudian dihomogenkan perlahan dengan menggunakan pipet. 500 µl sampel dipindahkan ke dalam spin column volume 2 ml bebas RNase, kemudian disentrifugasi 2 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Proses pencucian menggunakan 500 µl buffer RW 1, sentrifugasi selama 2 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Larutan pencuci pada tabung dibuang dan dengan tabung mikro yang sama, ditambahkan 500 µl buffer RPE ke dalam spin column kemudian disentrifugasi selama 3 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Pencucian dengan buffer RPE dilakukan sebanyak 2 kali dan selanjutnya spin column disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 10.000 rpm untuk memastikan tidak ada buffer RPE yang tersisa di spin column. Spin column RNeasy dipindahkan ke dalam tabung mikro bebas RNase volume 1.5 µl kemudian ditambahkan 80 µl air bebas 14 RNase ke dalam spin column lalu didiamkan selama 2 menit kemudian disentrifugasi selama 1 menit pada kecepatan 10.000 rpm. Cairan yang tertampung pada tabung mikro merupakan hasil ekstraksi RNA yang akan digunakan untuk tahap selanjutnya. Uji Kualitas RNA Hasil Ekstraksi Kualitas hasil ekstraksi RNA diuji secara kualitatif untuk mengetahui tingkat kemurniannya dengan genequan 1000 pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. RNA dengan tingkat kemurnian baik ditunjukkan oleh rasio A260/280 lebih dari 2.0 (Sambrook et al. 1989). Selain itu RNA juga diuji secara kualitatif dengan PCR menggunakan primer β-actin. Sintesis cDNA dengan RT-PCR Sintesis DNA komplementer (complementary DNA, cDNA). Konsentrasi RNA dibuat 3 µg dalam 30 µl DEPC 0,1 % kemudian dihomogenkan dengan vortex dengan kecepatan rendah. Tabung mikro berisi RNA dimasukkan dalam inkubator dengan suhu 65oC selama 10 menit. Selanjutnya tabung mikro dimasukkan ke dalam es selama 2 menit, kemudian RNA dimasukkan ke dalam tabung first strand reaction mix beads (GE Healthcare) yang telah berisi 2 butir bola putih. Primer oligo (dT) 5‟-GTA ATA CGA ATA ACT ATA GGG CAC GCG TGG TCG ACG GCC CGG GCT GGT TTT TTT TTT TTT TTT T-3‟ dengan konsentrasi 1 µg/3 µl ditambahkan sebanyak 3 µl ke dalam reaksi, kemudian dibiarkan selama 1 menit. Tabung mikro diinkubasi pada suhu 37oC selama 1 jam, kemudian cDNA ditambahkan SDW sebanyak 50 µl. Semi-Quantitative Analysis PCR mix menggunakan kit Pure Taq Ready-To-Go PCR Beads (GE Healthcare), kemudian tambahkan cDNA yang digunakan sebagai template sebanyak 1 µl, serta masing-masing 1 µl ditambahkan primer forward dan reverse kemudian ditambahkan SDW sampai mencapai 25 µl. Amplifikasi gen imun IL-1β, COX-2 dan TNF-α1 menggunakan primer IL-1β-F dan IL-1β-R, COX-2-F dan COX-2-R, TNF-α1-F dan TNF-α1 -R serta β-actin-F dan β-actin-R. Kondisi PCR untuk IL-1β-F dan IL-1β-R yaitu pre-denaturasi 95°C selama 2 menit, 35× (95°C 50 detik, 45°C selama 40 detik, 72°C selama 50 detik), dan 72°C selama 5 menit. Kondisi PCR untuk COX-2-F dan COX-2-R yaitu pre-denaturasi 95°C selama 5 menit, 35× (95°C 40 detik, 45°C selama 30 detik, 72°C selama 50 detik), dan 72°C selama 5 menit. Kondisi PCR untuk TNF-α1-F dan TNF-α1-R yaitu pre-denaturasi 95°C selama 5 menit, 35× (95°C 30 detik, 55°C selama 30 detik, 72°C selama 30 detik), dan 72°C selama 5 menit (San Lam et al. 2011). Kondisi PCR untuk β-actinF dan β-actinR yaitu pre-denaturasi 95°C selama 2 menit, 35× (90°C selama 50 detik, 45°C selama 30 detik, 72°C selama 40 detik), dan 72°C selama 5 menit. 15 Elektroforesis Untuk melihat keberhasilan amplifikasi fragmen DNA target, hasil PCR dielektroforesis dengan menggunakan gel agarose 2,0 % serta marker VC 100 bp Plus DNA Ladder (Vivantis) kemudian didokumentasikan dengan Gel Documentation System (Biometra). Analisis Data Data yang dihasilkan dianalisis menggunakan software UN SCAN IT berdasarkan pola ketebalan fragmen gen IL-1β, COX-2 dan TNF-α1 dan gen β-aktin (sebagai kontrol internal) untuk menilai perbedaan dalam tingkat ekspresi pada ikan kerapu macan, lalu diuji statistik dengan menggunakan uji T student. 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi RNA Head Kidney Ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus) Ekspresi konstitutif dari gen-gen imun kerapu ditemukan di hampir semua sampel yang diperiksa termasuk jaringan perifer dan daerah yang berbeda dari otak. Pada jaringan perifer kerapu, ekspresi tinggi ditemukan dalam limpa, hati, ginjal dan head kidney serta ekspresi rendah terdeteksi pada trunk kidney, red muscle, insang, usus posterior, timus dan perut (Dan-Qi L et al. 2007). Untuk memastikan bahwa hasil ektraksi yang dilakukan berhasil mengisolasi RNA head kidney ikan kerapu macan, dilakukan ampilifikasi PCR dengan menggunakan primer spesifik gen penyandi β-aktin ikan kerapu. β-aktin digunakan untuk memastikan keberadaan RNA maupun DNA hasil ekstraksi karena gen β-aktin disebut juga sebagai House keeping gene yang artinya gen ini diekspresikan secara terus menerus pada semua sel. Pendaran pita gen β-aktin yang muncul pada gel agarosa yang divisualisasi dengan sinar uv menandakan bahwa proses ekstraksi yang dilakukan berhasil mengisolasi RNA ikan kerapu macan. Berdasarkan hasil amplifikasi dengan primer β-aktin menggunakan PCR, diperoleh amplikon gen β-aktin ikan kerapu berukuran sekitar 500 bp yang jelas terlihat pada semua sampel baik pada perlakuan CpG maupun pada perlakuan PBS sebagai kontrol (Gambar 5). M C1 C2 C3 C4 C5 P1 P2 P3 P4 P5 1000 bp 900 bp 800 bp 700 bp 600 bp 500 bp 400 bp 300 bp 200 bp 100 bp Gambar 5. Amplifikasi PCR β-aktin cDNA HK E. fuscoguttatus. Sumur 1 (M); marker 100 bp, sumur 2-6 (C1-C5); perlakuan CpG, sumur 7-11 (P1-P5); perlakuan PBS sebagai kontrol. Selain uji secara kualitatif untuk β-actin, dilakukan juga uji secara kuantitatif dengan menggunakan Genequant 1000 pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Panjang gelombang 260 nm merupakan serapan maksimum untuk asam nukleat sedangkan panjang gelombang 280 nm merupakan serapan 17 maksimum untuk protein. Kemurnian DNA ditentukan melalui perbandingan nilai absorbansi 260 nm dengan 280 nm. Pengukuran kemurnian RNA pada nisbah A260/A280 seharusnya memberikan nilai 2.0 untuk menunjukkan bahwa sampel RNA yang diekstrak telah murni dari protein (Aranda et al. 2009). Konsentrasi total RNA hasil ekstraksi dengan Genequant 1000 cukup berfluktuasi pada masing-masing sampel. Konsentrasi total RNA hasil ekstraksi tertinggi terlihat pada perlakuan PBS sampel 5 yaitu sebesar 261.6 µg/µl dan terendah pada perlakuan PBS sampel 1 sebesar 53.2 µg/ µl dengan tingkat kemurnian 260/280 yaitu pada nilai terendah 1.74 dan nilai kemurnian tertinggi yaitu 1.98 (Lampiran 2). Menurut Adipura et al. 2012 menyatakan bahwa ekstraksi RNA dengan menggunakan kit komersial mengandalkan kerja membran silika untuk mengikat RNA total dan kemudian mencuci inhibitor-inhibitor melalui membran tersebut sehingga dihasilkan RNA dengan kemurnian yang tinggi. Kemurnian DNA atau RNA dan keutuhannya sangat berpengaruh terhadap keberhasilan amplifikasi PCR. DNA cetakan yang banyak mengalami fragmentasi dapat menghilangkan situs penempelan primer (Runtunuwu et al. 2004). Salah satu penyebab tidak menempelnya primer adalah karena kualitas DNA kurang baik yang mengandung kontaminan dan metabolit lain seperti fenol maupun protein. Kontaminan dalam jumlah yang signifikan dapat mempengaruhi penempelan primer pada DNA cetakan (Waldron dan Doherty 2010). Ekspresi Gen Imun Interleukin 1β (IL-1β) Untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat ekspresi gen IL-1β, digunakan sepasang primer IL-1β. Visualisasi gel elektroforesis memperlihatkan pendaran pita cDNA pada ukuran sekitar 400 bp. M C1 C2 C3 C4 C5 P1 P2 P3 P4 P5 M 1000 bp 500 bp 400 bp 300 bp 200 bp 100 bp Gambar 6. Amplifikasi cDNA gen IL-1β E. fuscoguttatus. Sumur 1 (M); marker 100 bp, sumur 2-6 (C1-C5); perlakuan CpG, sumur 7-11 (P1-P5); perlakuan PBS sebagai kontrol. 18 Pada hasil gambar di atas, jelas diperoleh pita hasil ekspresi gen yang lebih tebal pada sumur C1-C5 yaitu perlakuan CpG dibandingkan pada sumur P1-P5 perlakuan PBS sebagai kontrol. Adanya pita yang lebih tebal yang diperoleh dari perlakuan CpG menunjukkan hasil yang bagus dibandingkan perlakuan PBS sebagai kontrol dikarenakan CpG mampu merangsang peningkatan ekspresi gen dari IL-1β. IL-1β merupakan mediator kunci dalam menanggapi adanya serangan mikroba dan adanya jaringan yang terluka serta dapat merangsang respon sistem kekebalan tubuh dengan mengaktifkan limfosit atau dengan menginduksi pelepasan sitokin lain yang dapat mengaktifkan makrofag, sel NK dan limfosit serta menyusun berbagai respon imun dengan memulai ekspresi gen (Low et al. 2003). Ekspresi Gen Imun Cyclooxygenase 2 (COX-2) Untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat ekspresi gen COX-2, digunakan sepasang primer COX-2. Visualisasi gel elektroforesis memperlihatkan pendaran pita cDNA pada ukuran sekitar 300 bp. M C1 C2 C3 C4 C5 P1 P2 P3 P4 P5 1000 bp 900 bp 800 bp 700 bp 600 bp 500 bp 400 bp 300 bp 200 bp 100 bp Gambar 7. Amplifikasi cDNA gen COX-2 E. fuscoguttatus. Sumur 1 (M); marker 100 bp, sumur 2-6 (C1-C5); perlakuan CpG, sumur 7-11 (P1-P5); perlakuan PBS sebagai kontrol. Pada hasil gambar di atas, jelas diperoleh pita hasil ekspresi gen yang lebih tebal atau jelas pada sumur C1-C5 yaitu perlakuan CpG dibandingkan dengan sumur P1-P5 perlakuan PBS sebagai kontrol. Adanya pita yang lebih tebal yang diperoleh dari perlakuan CpG menunjukkan hasil yang bagus dibandingkan perlakuan PBS sebagai kontrol dikarenakan CpG mampu merangsang peningkatan ekspresi gen dari COX-2. COX-2 merupakan enzim dalam bentuk indusibel dan tidak terdeteksi dalam semua jaringan normal, akan tetapi COX-2 dapat terinduksi oleh berbagai macam inflamasi dan stimulus mitogenik (Nilanjan et al. 2010). 19 Ekspresi Gen Imun Tumor Necrosis Factor α1 (TNF-α1) Tumor Necrosis Factor (TNF-α1) merupakan sitokin yang disekresikan oleh makrofag sehingga memiliki peranan penting dalam terjadinya inflamasi (peradangan). Untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat ekspresi gen TNF-α1, digunakan sepasang primer TNF-α1. Visualisasi gel elektroforesis memperlihatkan pendaran pita cDNA pada ukuran sekitar 100 bp. Menurut Grimble et al. (2002) menyatakan bahwa tumor necrosis factor adalah salah satu dari kelompok sitokin proinflamasi yang memiliki efek luas yaitu dapat menyebabkan hilangnya jaringan adiposa, meningkatkan suhu tubuh, mengurangi nafsu makan, dan dapat merangsang produksi beragam sitokin imunomodulator dan molekul oksidan. Efek ini menciptakan lingkungan yang tidak bersahabat untuk menyerang patogen, memberikan substrat untuk sistem kekebalan tubuh dari sumber endogen, serta meningkatkan dan memodifikasi aktivitas sistem kekebalan tubuh. M C1 C2 C3 C4 C5 P1 P2 P3 P4 P5 1000 bp 500 bp 400 bp 300 bp 200 bp 100 bp Gambar 8. Amplifikasi cDNA gen TNF-α1 E. fuscoguttatus. Sumur 1 (M); marker 100 bp, sumur 2-6 (C1-C5); perlakuan CpG, sumur 7-11 (P1-P5); perlakuan PBS sebagai kontrol. Pada hasil gambar di atas, diperoleh pita hasil ekspresi gen yang hampir sama antara sumur C1-C5 yaitu perlakuan CpG dibandingkan dengan sumur P1-P5 perlakuan PBS sebagai kontrol. Untuk melihat adanya perbedaan nilai hasil ekspresi gennya, hasil gambargambar diatas dimasukkan ke dalam software UN SCAN IT. 20 Analisis Ekspresi Gen Imun dengan Menggunakan Uji T Student Nilai luminescence photostimulated yang diperoleh setelah memasukkan gambar hasil ekspresi gen IL-1β, COX-2 dan TNF-α1 (yang sudah disuntikkan CpG DNA) menggunakan software UN SCAN IT berdasarkan pola ketebalan fragmen dapat dilihat secara lengkap pada lampiran 4. Nilai total pada gen β-aktin setelah penyuntikan CpG DNA yaitu 62202 sedangkan total nilai yang hanya disuntikkan PBS yaitu 61689, nilai total pada gen IL-1β setelah penyuntikan CpG DNA yaitu 107592 sedangkan total nilai yang hanya disuntikkan PBS 89207, nilai total pada gen COX-2 setelah penyuntikan CpG DNA yaitu 113684 sedangkan total nilai yang hanya disuntikkan PBS 95610 dan nilai total pada gen TNF-α1 setelah penyuntikan CpG DNA yaitu 54818 sedangkan total nilai yang hanya disuntikkan PBS yaitu 52062. Berdasarkan nilai total diatas, terjadi peningkatan tingkat ekspresi gen-gen imun antara sampel yang disuntikkan larutan PBS dengan yang disuntikkan CpG. Untuk melihat perbedaan antara sampel yang disuntikkan larutan PBS dan yang disuntikkan CpG DNA, angka-angka yang diperoleh diatas dimasukkan ke dalam uji SPSS untuk di uji T student (Lampiran 6.) kemudian dibuat diagram batang berdasarkan nilai standar eror. COX-2 Rasio (ekspresi/β aktin) 2 1.8 * 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 1 CpG Gambar 9. 2 PBS Diagram rasio ekspresi gen COX-2 dibandingkan dengan β-aktin pada head kidney ikan kerapu macan yang disuntik dengan CpGODN 2133 dan PBS. Head kidney diisolasi pada hari ke 7 setelah injeksi (*P<0.05). Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa hasil dengan perlakuan CpG mempunyai nilai rata-rata lebih tinggi yaitu 1.73666 dengan nilai standar eror 0.03785 dibandingkan dengan perlakuan PBS sebagai kontrol yaitu 1.45592 dengan standar nilai eror 0.06105. Kemudian dilihat dari uji T nya yaitu pemberian imunostimulan berupa penyuntikan CpG DNA memberikan pengaruh 21 yang nyata dibandingkan penyuntikan dengan PBS sebagai kontrol (*P<0.05) dengan nilai yang diperoleh 0.008<0.05. Siklooksigenase 2 (COX-2) adalah induksi sintasan prostaglandin endoperoxide H yang memberikan kontribusi untuk mengubah asam arakidonat untuk prostaglandin H2 (PGH2), PGH2 memainkan peran penting dalam berbagai proses biologis seperti modulasi respon imun pada mamalia (Harris et al. 2002). Baru-baru ini, Buchmann et al. (2004) mengatakan bahwa fungsi prostaglandin dalam regulasi imun pada kulit rainbow trout setelah terjadi infeksi Gyrodactylus salaries. Fast et al. (2005) juga melaporkan bahwa prostaglandin E2 menghambat ekspresi beberapa gen kekebalan terkait salmonid termasuk IL-1β, COX-2 dan MHC I dan II, ini menunjukkan sel inang yang mampu mengontrol produk dari PG oleh mekanisme umpan balik negatif mediasi PGE2 melalui down-regulasi COX-2 pada ikan. Tidak ada perubahan ekspresi COX-2 yang diamati setelah infeksi penyakit amoebic gill pada rainbow trout atau pada ikan salmon setelah infeksi Gyrodactylus salaries (Bridle et al, 2006; Lindenstrom et al. 2006). Namun, terjadi peningkatan regulasi COX-2 yang diamati sampai pada 2 jam setelah paparan ikan rainbow trout (strain T dan H) oleh Myxobolus Cerebral (Severin and El-Matbouli 2007). Lindenstrom et al. (2004) juga menunjukkan bahwa peningkatan ekspresi COX-2 yang diatur pada hari ke 8 setelah infeksi pertama pada kulit rainbow trout yang disebabkan oleh infeksi derjavini Gyrodactylus, sementara tidak di infeksi sekunder. Rasio (ekspresi/β aktin) IL-1β 1.9 1.85 1.8 1.75 1.7 1.65 1.6 1.55 1.5 1.45 1.4 1.35 * CpG 1 PBS 2 Gambar 10. Diagram rasio ekspresi gen IL-1β dibandingkan dengan β-aktin pada head kidney ikan kerapu macan yang disuntik dengan CpG-ODN 2133 dan PBS. Head kidney diisolasi pada hari ke 7 setelah injeksi (*P<0.05). Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa hasil dengan perlakuan CpG mempunyai nilai rata-rata lebih tinggi yaitu 1.82737 dengan nilai standar eror 0.00675 dibandingkan dengan perlakuan PBS sebagai kontrol yaitu 1.55233 dengan standar nilai eror 0.01428. Kemudian dilihat dari uji T nya yaitu 22 pemberian imunostimulan berupa penyuntikan CpG DNA memberikan pengaruh yang nyata dibandingkan penyuntikan dengan PBS sebagai kontrol (*P<0.05) dengan nilai yang diperoleh 0.048<0.05. Hal ini sudah diketahui bahwa peningkatan ekspresi IL-1β pada ikan Atlantic salmon dan Rainbow trout diatur oleh leukosit atau makrofag yang di injeksi CpG DNA (Jorgensen et al. 2001a, b). Kono et al. (2001) juga mengungkapkan bahwa injeksi peptidoglikan merangsang produksi IL-1β pada ikan mas (Cyprinus carpio). Low et al. (2003) mengungkapkan bahwa peningkatan aktivitas fagosit mungkin hasil dari peningkatan produksi IL-1β. Kedua respon imun spesifik dan nonspesifik dapat dipengaruhi oleh peningkatan yang ditandai pada transkripsi IL-1β. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Tassakka 2005 bahwa terjadi peningkatan gen IL-1β setelah di injeksi dengan CpG DNA 1668 pada ikan mas (Cyprinus carpio) serta Sakai et al. (1996) menyatakan bahwa pada ikan terjadi peningkatan ekspresi gen imun pada organ limfoid ikan, seperti pada gen sitokin serta lisosim. Menurut Buonocore et al. 2004, 2005; Hong et al. 2001 mengatakan bahwa IL-1β merupakan salah satu sitokin yang memberikan respon awal yang cukup penting dan memungkinkan organisme untuk merespon invasi mikroba dan peradangan pada ikan rainbow trout dan sea bass dengan mengaktifkan rekombinan IL-1β pada beberapa tahun terakhir. Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa ikan kerapu IL-1β memiliki peran penting dalam sistem kekebalan tubuh ikan kerapu dan mengaktifkan kaskade yang sama seperti pada mamalia lainnya (Dan-Qi et al. 2007). TNF-α1 Rasio (ekspresi/β aktin) 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 1 CpG 2 PBS Gambar 11. Diagram rasio ekspresi gen TNF-α1 dibandingkan dengan β-aktin pada head kidney ikan kerapu macan yang disuntik dengan CpGODN 2133 dan PBS. Head kidney diisolasi pada hari ke 7 setelah injeksi (P>0.05) Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa hasil dengan perlakuan CpG mempunyai nilai rata-rata yang hampir sama yaitu 0.89353 dengan nilai standar eror 0.06463 sedangkan dengan perlakuan PBS sebagai kontrol yaitu 0.85832 dengan standar nilai eror 0.06429. Kemudian dilihat dari uji T nya yaitu 23 pemberian imunostimulan berupa penyuntikan CpG DNA tidak memberikan pengaruh yang nyata dibandingkan penyuntikan dengan PBS sebagai kontrol (P>0.05) dengan nilai yang diperoleh 0.185>0.05. Dalam penelitian ini, CpGODN 2133 tidak secara signifikan meningkatkan ekspresi gen TNF-α1. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh lama waktu yang dilakukan setelah di injeksi. Menurut penelitian Tassakka 2005 mengatakan bahwa peningkatan ekspresi gen TNF-α1 pada ikan mas terjadi sangat cepat dalam hitungan jam yaitu pada jam ke 2 dan ke 4 setelah injeksi dengan CpG DNA tipe B dan pada jam ke 2 setelah injeksi dengan CpG DNA tipe C. TNF memiliki peran penting dalam menahan invasi patogen. Namun, TNF berlebihan atau terlalu cepat dapat menyebabkan terjadinya mortalitas pada spesies tersebut. Salah satu kemungkinan sehingga gen TNF ini tidak terekspresi dengan baik dikarenakan gen TNF yang dihasilkan terlalu banyak dan berlebihan, hal ini sesuai dengan pendapat Mandella et al. (2013) bahwa Keberadaan TNF-α disebabkan karena injeksi CFA (sejenis adjuvant) memicu terjadinya kerusakan membran synovial yang menyebabkan vaskularisasi dan infiltrasi sel-sel meningkat pada sel T CD4+. Pada kadar rendah, TNF bekerja terhadap leukosit dan endotel, menginduksi inflamasi akut. Pada kadar sedang, TNF berperan dalam inflamasi sistemik. Pada kadar tinggi, TNF menimbulkan kelainan patologik syok septik. Menurut Nurdiansyah et al. (2013) mengatakan di dalam laporan penelitiannya bahwa TNFα telah diketahui dapat mengaktifkan beberapa cellular signalling pathways yang akan memediasi ekspresi dari COX-2 dengan memfasilitasi perekrutan berbagai macam faktor transkripsi ke dalam promoter dari COX-2, di mana promoter COX-2 mengandung urutan (sequences) untuk mengikat kompleks transkripsi NF-kB, PEA3 dan AP-1. Kegiatan TNF juga telah dilaporkan pada ikan. Ada laporan yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan leukosit dan aktivitas fagositosis makrofag pada ikan Rainbow trout ketika diinkubasi dengan menggunakan protein TNF rekombinan (rTNF) (Zou et al. 2002). Ekspresi pro-inflamasi juga meningkat secara signifikan dengan protein rTNF. Ada berbagai macam interaksi antar sitokin menurut Ishartadiati 2011 yaitu : (1) bersifat sinergistik (sejalan) atau antagonistik (berlawanan), beberapa sitokin bekerja secara sinergistik atau secara antagoniatik terhadap suatu aktifitas tertentu; (2) induksi atau inhibisi, beberapa sitokin dapat menginduksi atau menghambat produksi sitokin yang lain, dalam suatu bentuk sinergi atau antagonisme berurutan (efek kaskade); (3) regulasi ekspresi reseptor, beberapa sitokin meregulasi ekspresi reseptornya sendiri maupun reseptor sitokin yang lain. Berdasarkan pendapat Ishartadiati 2011 diatas kemungkinan tidak signifikannya peningkatan ekspresi gen TNF-α1 pada penelitian ini dikarenakan oleh interaksi yang terjadi antar sitokin. Dari hasil penelitian yang diperoleh yaitu terjadi peningkatan ekspresi gen imun pada ikan kerapu macan. Kemampuan CPG-DNA 2133 ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kani et al. (2012) bahwa stimulan CpG-DNA 2133 mampu meningkatkan respon imun pada ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yaitu dengan meningkatnya aktifitas fagositosis dan lisozim. Peningkatan respon imun menyebabkan terjadinya peningkatan ekspresi dari gen imun IL-1β dan COX-2 pada ikan kerapu macan. 24 SIMPULAN Penggunaan CpG DNA 2133 mampu meningkatkan ekspresi gen imun IL1β dan COX-2 pada ikan kerapu macan namun tidak mampu meningkatkan ekspresi gen imun TNF-α1 pada ikan kerapu macan, dengan demikian penggunaan CpG DNA 2133 memiliki potensi yang baik sebagai imunostimulan maupun adjuvan vaksin pada ikan kerapu macan. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai kemampuan CpG ODN 2133 dalam meningkatkan ketahanan tubuh ikan kerapu macan terhadap serangan penyakit yaitu dengan melakukan uji tantang menggunakan bakteri, virus maupun patogen lainnya. DAFTAR PUSTAKA Adipura J, Hidayat SH, Damayanti TA. 2012. Evaluasi tiga metode preparasi RNA total untuk deteksi Turnip mosaic potyvirus dari Benih Brassica rappa dengan Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction. Jurnal Patologi Indonesia. 8(2): 44-49. Akira S, Takeda K, Kaisho T. 2001. Toll-like Receptors: critical proteins linking innate and acquired immunity. Nature Immunology. 2: 675. Almendras JME, Catap ES. 2002. Immunity and biological methods of disease prevention and control. Tighbauan Iloilo Philiphine: SEAFDEC/SQD. 30 ps. Anderson, DP, Siwicky AK. 1993. Basic haematology and serology for fish health program. Paper presented in second symposium on disease in Asian Aquaculture Acuatic Animal Health and Enviroment Phuket Thailand. hlm 2529. Apdhaliah. 2009. Polimorfisme DNA ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) asal gondol (Bali) yang tahan dan rentan terhadap bakteri Vibrio parahaemoliticus serta salinitas tinggi [Skripsi]. Makassar (ID). Universitas Muslim Indonesia. Aranda IVR, Dineen S, Craig RL, Guerrieri RA, Robertson JM. 2009. Comparison and evaluation of RNA quantification methods using viral, prokaryotic, and eukaryotic RNA over a 104 concentration range. Anal Biochem. 387(1): 122-127. Baratawidjaja KG. 2006. Imunologi dasar. Ed ke-7. Jakarta (ID). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 572 hal. Bauer M, Heeg K, Wagner H, Lipford GB. 1999. DNA activates human immune cells through a CpG sequence-dependent manner. Immunology. 97: 699-705. 25 Bellanti JA. 1993. Immunology III, Teknis budidaya ikan kerapu (ikan kerapu bebek dan kerapu macan). Yogyakarta (ID). Universitas Gajah Mada Press. Bridle AR, Butler R, Nowak BF. 2003. Immunostimulatory CpG oligodeoxynucleotides increase resistance against amoebic gill disease in atlantik salmon (Salmon salar L). J Fish Dis. 26: 367-371. Bridle AR, Morrison RN & Nowak BF. 2006. The expression of immuneregulatory genes in rainbow trout, Oncorhynchus mykiss, during amoebic gill disease (AGD). Fish and Shellfish Immunol. 20: 346–364. Brown J. 1998. Antibiotics: Their use and abuse in aquaculture. J World Aquaculture. 20: 34-43. Brown TKM. 2000. Applied Fish Pharmacology. Kluwer Academic Publisher. London. P 251-259. Buchmann K, Lindenstrom T, Bresciani J. 2004. Interactive associations between fish hosts and monogeneans. Symp Soc Exp Biol. 55: 161–184. Buonocore F, Prugnoli D, Falasca C, Secombes CJ, Scapigliati G. 2003. Peculiar gene organisation and incomplete splicing of sea bass (Dicentrarchus labrax L.) interleukin-1β. Cytokine. 21(6): 257–264. Buonocore F, Mazzini M, Forlenza M, Randelli E, Secombes CJ, Zou J, Scapigliati G. 2004. Expression in Escherchia coli and purification of sea bass (Dicentrarchus labrax) interleukin-1β, a possible immunoadjuvant in aquaculture. Journal of marine biotechnology (NY). 6: 53–59. Chen Y, Xiang LX, Shao JZ. 2007. Construction of a recombinan plasmid containing multi-copy CpG motifs and its effects on the innate immune responses of aquatic animals. Fish and Shell. Immunol. 23: 589-600. Dan-Qi L, Jin-Xin B, Li-Na F, Zhang Y, Xiao-Chun L, Wang L, Jie-Lin C, HaoRan L. 2007. Interleukin-1β gene in orange-spotted grouper, Epinephelus coioides: Molecular cloning, expression, biological activities and signal transduction. Molecular Immunology. 45: 857–867. Dugger DM, Jory DE. 1999. Bio-modulation of the non-spesific immune response in marine shrimp with beta-glucan. Aquacultur Magazine. 25:81-89. Ellis AE. 2001. Innate host defense mechanism of fish against viruses and bacteria. J Development and Comparative Immunology. 25: 827-839. Fast MD, Ross NW, Johnson SC. 2005. Prostaglandin E(2) modulation of gene expression in an atlantic salmon (Salmon salar) macrophage like cell line (SHK-1). Dev Comp Immunol. 29: 951–963. Grimble RF, Howell WM, O'Reilly G, Turner SJ, Markovic O, Hirrell S, East JM, Calder PC. 2002. The ability of fish oil to suppress tumor necrosis factor alpha production by peripheral blood mononuclear cells in healthy men is associated with polymorphisms in genes that influence tumor necrosis factor alpha production. J of clinical nutrition. 76: 454–9. Hamka. 1998. Patogenitas beberapa bakteri vibrio yang diisolasi dari sedimen tambak terhadap nener ikan bandeng (Chanos chanos Forsskal) dalam wadah terkontrol [Skripsi]. Makassar (ID). Universitas Hasanuddin. Handoyo. 2013. Pengaruh pemberian CpG DNA terhadap sistem kekebalan tubuh udang windu (Penaeus monodon Fibricus) dan ketahanannya terhadap serangan bakteri Vibrio harveyi [Tesis]. Makassar (ID). Universitas Hasanuddin. 26 Harris SG, Padilla J, Koumas L, Ray D, Phi RP. 2002. Prostaglandins as modulators of immunity. Trends Immunol. 23: 144–150. Hartmann G and Krieg AM. 2000. Mechanism and function of a newly identified CpG DNA motif in human primary B cells. J Immunol. 164: 944-953. Hartmann G, Weeratna RD, Ballas ZK, Payette P, Blackwell S, Suparto I, Rasmussen WL, Waldschmidt M, Sajuthi D, Purcell RH, Davis HL, Krieg AM. 2000. Delineation of a CpG phosphorothioate oligodeoxynucleotide for activating primate immune responses in vitro and in vivo. J Immunol. 164: 1617-1624. Hemmi H, Takeuchi O, Kawai T, Kaisho T, Sato S, Sanjo H, Matsumoto M, Hoshino K, Wagner H, Takeda K, Akira S. 2000. A Toll-like receptor recognizes bacterial DNA. Nature. 408: 740-745. Ishartadiati K. 2011. Peranan TNF, IL-1 dan IL-6 pada respon imun terhadap protozoa. laporan penelitian. Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Jorgensen JB, Johansen A, Stenersen B, Sommer AI. 2001a. CpG oligodeoxynucleotides and plasmid DNA stimulate atlantic salmon (Salmon salar L.) Leucocytes to produce supernatants with antiviral activity. Dev Comp Immunol. 25: 313-321. Jorgensen JB, Zou J, Johansen A, Secombes CJ. 2001b. Immunostimulatory CpG oligodeoxynucleotides stimulate expression of IL-1β and interferon-like cytokines in rainbow trout macrophages via a chloroquine-sensitive mechanism. Fish and Shellfish Immunol. 1: 673-682. Jorgensen JB, Johansen LH, Steiro K, Johansen A. 2003. CpG DNA induces protective antiviral immune responses in atlantic salmon (Salmon salar L.). J Virol. 77: 11471-11479. Kanellos TS, Sylvester ID, Butler VL, Ambali AG, Partidos CD, Hamblin AS, Russel PH. 1999. Mammalian granulocyte-macrophage colony-stimulating factor and some CpG Motifs have an effect on the immunogenicity of DNA and subunit vaccines in fish. Immunology. 96: 507-510. Kani RA, Rantetondok A, Malina AC. 2012. Pengaruh pemberian CpG-ODN terhadap sistem kekebalan tubuh ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus FORSSKAL, 1775) [Tesis]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin. Kaun-Yu L, Yen-Tung H, Hsiu-Hua L Hung-Hung S. 2005. Cloning the prophenoloxidase cDNA and monitoring the expression of proPO mRNA in prawns (Macrobrachium resenbergii) stimulated in vivo by CpG oligodeoxynucleotides. Fish & Shellfish Immunology. 20 (2006): 274-284. Kerkmann M, Rothenfusser S, Hornung V, Towarowski A, Wagner M, Sarris A, Giese T, Endres S, Hartmann G. 2003. Activation with CpG-A and CpG-B oligonucleotides reveals two distinct regulatory pathways of type I IFN synthesis in human plasmacytoid dendritic cells. J Immunol. 170: 4465-4474. Krieg AM, Yi AK, Matson S, Waldschmidt TJ, Bishop GA, Teasdale R, Koretzky GA, Klinman DM. 1995. CpG motifs in bacterial DNA trigger direct B-cell activation. Nature. (Lond.). 374: 546. Krieg AM, Hartmann G, Yi AK. 2000. Mechanism of action of CpG DNA. Immunobiology. 247: 1-21. 27 Krieg AM. 2002. CpG motifs in bacterial DNA and their immune effects. Annual Review of Immunology. 20: 709-760. Kollner B, Wasserab B, Kotterba G, Fischer U. 2002. Evaluation of immune functions of rainbow trout (Onchorinchus mykiss)- how can environmental influences be detected?. J Toxicol Lett. 131: 83-95. Kono T, Sakai M. 2001. The analysis of expressed genes in the kidney of Japanese flounder, Paralichthys olivaceus, injected with the immunostimulant peptidoglycan. Fish Shellfish Immunol. 11: 357-366. Kresno SB. 2001. Imunologi diagnosis dan prosedur laboratorium. Ed ke-3. Jakarta (ID). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Lavilla-Pitogo CR, Baticados MCL, Cruz-Lacierda ER, De La Pena LD. 1990. Occurrence of Luminous bacterial disease of Penaeus monodon larvae in the Philiphines. Aquaculture. 91: 1-13. Lindenstrom T, Secombes CJ, Buchmann K. 2004. Expression of immune response genes in rainbow trout skin induced by Gyrodactylus derjavini infections. Immunopathol. 97: 137–148. Lindenstrom T, Sigh J, Dalgaard MB, Buchmann K. 2006. Skin expression of IL1b in east atlantic salmon, Salmon salar L., highly susceptible to Gyrodactylus salaris infection is enhanced compared to a low susceptibility baltic stock. J Fish Dis. 29: 123–128. Low C, Wadsworth S, Burrells C, Secombes CJ. 2003. Expression of immune genes in turbot (Scophthalmus maximus) fed a nucleotide-supplemented diet. Aquaculture. 221: 23-40. Mandella NI, Aulanni‟am, Kinasih WD. 2013. Ekspresi tumor necrosis factor (TNF-α) dan gambaran histopatologi sendi tikus arthtritis (Rattus norvegicus) yang Mendapatkan terapi ekstrak buah kesemek junggo (Diospyroskaki L.f). Laporan Penelitian. Surabaya (ID). Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, Program Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya. Nilanjan GRC, Vivekananda M, Subhash C, Mandal. 2010. Cox-2 as a target for Cancer Chemotherapy. Hlm 233-244. Nursida, NF. 2015. Pengaruh pemberian CpG DNA terhadap ekspresi gen imun pada udang windu (Penaeus monodon) [Tesis]. Makassar (ID). Universitas Hasanuddin. Nurdiansyah F, Pardede SA, Farhat, Munir D, Asnir RA, Hasibuan M dan Eyanoer PC. 2013. Korelasi ekspresi cyclooxygenase-2 (COX-2) dan TNF-α sebagai mediator cancer-related inflamation pada Karsinoma nasofaring. Laporan Penelitian. Departemen Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan. Ortuno J, Cuesta A, Rodrigues A, Esteban MA, Meseguer J. 2002. Oral administration of yeast, Saccharomyces cerevisiae, enhances the celluler innate immune respone of gilthead seabream (Sparus aurata L.). Immunopathol. 85: 41-50. Parenrengi A dkk. 2010. Analisis ekspresi gen antivirus PmAV pada udang windu (Penaeus monodon) yang ditantang dengan WSSV. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Maros (ID). Sulawesi Selatan. Playfair JHL dan Chain BM. 2012. At a glance imunologi. Erlangga Medical Series. Edisi 9. 28 Rantetondok A. 2002. Pengaruh imunostimulan β-glukan dan lipopolisakarida terhadap respon imun dan sintasan udang windu (Penaeus Monodon Fabricius). Makassar (ID) Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin. Rimmer MA., McBride S, Williams KC. 2004. Advances in grouper aquaculture. ACIAR Monograph No. 110. Australian Centre for International Agricultural. Research: Canberra. Rukyani A. 1999. Beberapa jenis penyakit sebagai kendala utama budidaya udang dan cara pengendaliannya. Badan Litbang Pertanian. Runtunuwu SD, Hartana, Suharsono. 2004. Teknik RAPD kelapa dan metode ekstraksi DNA dan kit PCR yang berbeda. Dalam Buku Panduan dan Kumpulan Modul Pelatihan Identifikasi Keragaman Hayati Melalui Teknik Molekuler dalam Upaya Plasma Nutfah. Pusat Studi Ilmu Hayati LP2S IPB dengan DIKTI Depdiknas. Hal 47-49. Sakai M, Miyama K, Atsuta S, Kobayashi H. 1996. The chemiluminescence responses of phagocytic cells of coho salmon, rainbow trout and carp against Renibacterium salmoninarum. Fish Shellfish Immunol. 6: 71-73. Sakai M. 1999. Current research status of fish immunostimulants. Aquaculture. 172: 63-92. Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 1989. Molecular cloning. a laboratory manual. New York: Cold Spring Harbor Laboratory. CSH. San Lam FW, Wu SY, Lin SJ, Lin CC, Chen YM, Wang HC, Chen TY, Lin HT, You Lin JH. 2011. The expression of two novel orange-spotted grouper (Epinephelus coloides) TNF genes in peripheral blood leukocytes, various organs and fish larvae. Fish and Shellfish Immunology. 30: 618-629. Schnare M, Barton GM, Holt AC, Takeda K, Akira S, Medzhitov R. 2001. Tolllike receptors control activation of adaptive immune responses. Nat Immunol. 2: 947–950. Severin VI and El-Matbouli M. 2007. Relative quantification of immuneregulatory genes in two rainbow trout strains, Oncorhynchus mykiss, after exposure to Myxobolus cerebralis, the causative agent of whirling disease. Parasitol Res.101: 1019–1027. Shoemaker CA, Klesius PH, Lim C. 2001. Immunity and disease resistance in fish. Di dalam: Lim C, Carl DW, editor. Nutrition and fish health. foods products press, an imprint of the hawwort Press. Inc., 10 Alice Street. Binghampton, NY 13904-1560. hlm 149-187. Takeshita F, Gurse I, Ishii KJ, Suzuki K, Gursel M, Klinman DM. 2004. Signal transduction pathways mediated by the interaction of CpG DNA with toll-like receptor 9. Semin. Immunol. 16: 17-22. Tarwiyah. 2001. Pembenihan ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) (online) http://www.warintek.ristek.go.id/perikanan/Ikan%20Laut/pembenihan_kerapu_ macan01.pdf. Tassakka ACMAR, Sakai. 2004. Expression of immune-related genes in the common carp (Cyprinus carpio L) after stimulation by CpG oligodeoxynucleotides. Aquaculture. 242: 1-12. Tassakka ACMR. 2005. CpG oligodeoxynucleotides stimulate the immune Sistem of common carp (Cyprinus carpio L.). Kagoshima University. Japan. 131 halaman. 29 Thomson A. 1994. The cytokine handbook, 2nd edition. Academic Press, London, pp 1-211. Tokunaga T, Yamamoto H, Shimada S, Abe H, Fukuda T, Fujisawa Y, Furutani Y, Yano O, Kataoka T, Sudo T. 1984. Antitumor activity of deoxyribonucleic acid fraction from mycobacterium bovis BCG: isolation, physicochemical characterization, and antitumor activity. J Natl Cancer Inst. 72: 955-962. Tokunaga T, Yano O, Kuramoto E, Kimura Y, Yamamoto T, Kataoka T, Yamamoto S. 1992. Synthetic oligonucleotides with particular base sequences from the cDNA encoding proteins of Mycobacterium bovis BCG induce interferons and activate natural killer cells. Microbiol Immunol. 36: 55-66. Underhill DM, Ozinsky A. 2002. Toll-like receptors: key mediators of microbe detection. Curr Opin Immunol. 14: 103-110. Verthelyi D, Ishii KJ, Gursel M, Takeshita F, Klinman DM. 2001. Human peripheral blood cells differentially recognize and respond to two distinct CpG motifs. J Immunol. 166: 2372-2377. Vasselon T, Detmers PA. 2002. Toll receptors: a central element in innate immune responses. Infect Immun. 70: 1033–1041. Waldron I, Doherty J. 2010. From gene to protein-transcription and translation. Department of Biology. University of Pennsylvania. Wibawan IWT, Soejoedono RD. 2013. Intisari imunologi medis. Bogor [ID]. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Yamamoto S, Yamamoto T, Kataoka T, Kuramoto E, Yano O, Tokunaga T. 1992. Unique palindromic sequences in synthetic oligonucleotides are required to induce IFN and augment IFN-mediated natural killer activity. J Immunol. 148: 4072-4076. Zou J, Wang T, Hirono I, Aoki T, Inagawa H, Honda T. 2002. Differential expression of two tumor necrosis factor genes in rainbow trout, Oncorhynchus mykiss. Dev Comp Immunol. 28: 229-237. 30 31 Lampiran 1. Klasifikasi dari CpG-DNA (Reviewed in Klinman 2004) CpG Example Structural characteristics Immunostimulatory activity D GGTGCATCGATGCAGGG GGG Mixed phosphodiester/ phosphorothioate backbone Single CpG motif (bold) CpG flanking region forms A palindrome (underlined) Poly G tail at 3’ end APC maturation; Preferentially stimulates pDCs to secrete IFN- K ATCGACTCTCGAGCGTTCT C Phosphorothioat e backbone Multiple CpG motifs (bold) TCpGT/ApT 5’ motif most stimulatory pDC maturation and production of TNF Triggers B-cell proliferation, and IgM and IL-6 production C TCGTCGTCGTTCGAACGA CGTTGAT Phosphorothioat e backbone Multiple CpG motifs (bold) TCG dimer at 5’end CpG motif imbedded in a central palindrome (underlined) Stimulates B cells to produce IgM and IL6 Activates pDCs to secrete IFN- 32 Lampiran 2. Komposisi Kit Pure Taq Ready-To-Go PCR Beads (GE Healtheare) 2,5 unit Taq Polimerase 10 mM Tris-HCl pH 9 50 mM KCl 1,5 nM MgCl2 200 µM setiap dNTP-mix Lampiran 3. Konsentrasi dan tingkat kemurnian RNA hasil ekstraksi dengan spektrofotometer. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sampel Konsentrasi RNA C.1 C.2 C.3 C.4 C.5 P.1 P.2 P.3 P.4 P.5 190.8 94.8 149.2 154.6 146.8 53.2 261.6 65.2 200.8 233.6 Tingkat Kemurnian 260/280 1.98 1.96 1.98 1.88 1.91 1.9 1.74 1.77 1.92 1.79 33 Lampiran 4. Nilai luminescence photostimulated menggunakan software UN SCAN IT CpG PBS CpG PBS β aktin 10545 13546 11406 13802 12903 11564 12052 10166 13925 13982 IL1β 19181 24519 20814 25302 23868 17708 19099 16156 21358 21289 Total 62202 61689 Total 113684 95610 CpG PBS CpG PBS COX-2 19262 21948 20652 23447 22283 19222 17835 14987 18411 18752 TNFα1 11255 10223 11745 11439 10156 10067 10112 11124 10532 10227 Total 107592 89207 Total 54818 52062 Lampiran 5. Nilai luminescence photostimulated setelah di bagi dengan β aktin IL1β COX-2 TNFα1 CPG 1.819 1.8101 1.8248 1.8332 1.8498 1.8267 1.6202 1.8106 1.6988 1.727 1.0673 0.7547 1.0297 0.8288 0.7871 Rata-Rata 1.8273 1.7367 0.8935 PBS 1.5313 1.5847 1.5892 1.5338 1.5226 1.6622 1.4798 1.4742 1.3222 1.3412 0.8705 0.839 1.0942 0.7563 0.7314 Rata-Rata 1.5233 1.456 0.8583 34 Lampiran 6. Hasil Uji Statistik Group Statistics Perlakuan N Mean CpG PBS CpG PBS CpG PBS 5 5 5 5 5 5 215,184,000 178,414,000 227,368,000 191,220,000 109,636,000 104,124,000 COX IL1Beta TNF Std. Deviation 160,706,699 167,386,777 261,615,055 226,344,130 72,839,055 43,720,510 Std. Error Mean 71,870,221 74,857,642 116,997,809 101,224,172 32,574,616 19,552,407 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances COX IL1B TNF Equal varianc es assume d Equal varianc es not assume d Equal varianc es assume d Equal varianc es not assume d Equal varianc es assume d Equal varianc es not assume d t-test for Equality of Means Mean Differenc e Std. Error Differen ce F Sig. T ,031 ,866 3,543 8 ,008 367,700, 000 103,77 3,769 128,39 7,259 607,00 2,741 3,543 7,987 ,008 367,700, 000 103,77 3,769 128,32 8,229 607,07 1,771 2,337 8 ,048 361,480, 000 154,70 8,825 4,720,8 11 718,23 9,189 2,337 7,838 ,048 361,480, 000 154,70 8,825 3,432,3 72 719,52 7,628 ,185 55,120,0 00 37,992, 133 32,490, 017 142,73 0,017 ,193 55,120,0 00 37,992, 133 35,980, 194 146,22 0,194 ,443 3,949 ,524 ,082 1,451 1,451 Df Sig. (2tailed) 95% Confidence Interval of the Difference 8 6,551 (SIG (2-TAILED) < 0.05) berbeda nyata Lower Upper 35 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Makassar pada tanggal 26 Februari 1989. Anak kedua dari tujuh bersaudara dari pasangan Drs Jamaluddin, MM dan Dra Nurhayati Yusuf. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN No. 1 Pattallassang Takalar, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 25 Makassar, dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 6 Makassar. Penulis meneruskan ke jenjang sarjana di Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Pada tahun 2012, penulis diterima di Program Studi Bioteknologi, Sekolah Pascasarjana IPB dengan Beasiswa Unggulan calon dosen DIKTI tahun 2012. Selama perkuliahan sarjana di Unhas, penulis mengikuti berbagai seminar yang diadakan baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan Unhas yaitu pengurus Himpunan mahasiswa Budidaya Perairan, pengurus ASCM (Aquatic Study Club Makassar) serta Bendahara Badan Legislatif Mahasiswa Perikanan (2009/2010). Penulis juga pernah menjadi asisten di Laboratorium Fisiologi Hewan Air, Teknologi Pakan Ikan serta Genetika Ikan. Selama perkuliahan di Pascasarjana IPB, penulis pernah mengikuti kegiatan yang diadakan oleh Forum Mahasiswa Pascasarjana (Forum WACANA) IPB. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (MSi), penulis melakukan penelitian dengan judul “Evaluasi Penggunaan CpG DNA dalam Meningkatkan Ekspresi Gen Imun pada Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)” di bawah bimbingan Prof Dr drh Retno Damayanti Soejoedono MS dan Asmi Citra Malina SPi MAgr PhD. Artikel penelitian ini telah dikirimkan ke jurnal internasional European Association of Fish Pathologists terindeks scopus dengan judul “CpG oligodeoxynucleotides stimulate the expression of immune genes in the head kidney of Tiger grouper (Epinephelus fuscoguttatus)”