Perlindungan Konsumen Dalam Kontrak Jual Beli Rumah Di Perumahan Harapan Indah Bekasi Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) OLEH : Marwan NIM : 1111048000044 KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/ 2015 M ABSTRAK MARWAN . NIM 1111048000044. Perlindungan Konsumen Dalam Kontrak Jual Beli Rumah Di Perumahan Harapan Indah Bekasi. Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 1436H/2015M. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang perlindungan hukum yang didapatkan oleh konsumen terhadap perumahan khususnya dalam rumah yang mengandung cacat tersembunyi. Dalam penelitian ini akan dibahas upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen untuk mendapatkan haknya memperoleh rumah sesuai kontrak. Dan bentuk tanggung jawab seperti apa yang diberikan oleh developer. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah Yuridis Normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya Pendekatan Pendekatan Kasus (Case Perundang-Undangan Approach). (Statute Undang-undang Approach), yang dan digunakan, diantaranya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Cacat Tersembunyi, Rumah, Developer Pembimbing : Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., MH. Arip Purkon, S.HI., MA. Daftar Pustaka: Tahun 1992 sampai Tahun 2013 K A T A PE NGA NT A R حيْ ِم ِ ن ال َّر ِ بِسْ ِم اللّ ِه ال َّرحْ َم Assalamu’ alaikumWr. Wb Segala puji bagi Allah Swt. Tuhan semesta alam yang hanya dengan hidayah dan nikmat dari-Nya lah skripsi penulis yang berjudul ”Perlindungan Konsumen Dalam Kontrak Jual Beli Rumah Di Perumahan Harapan Indah Bekasi” dapat terselesaikan dengan baik. Ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah J akarta. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan pada Nabi Muhammad Saw. beserta keluarga, sahabat serta para pengikutnya hingga akhir zaman. Tidak mudah bagi penulis untuk membuat karya seperti ini dikarenakan berbagai keterbatasan yang dimiliki, namun hal ini penulis jadikan motivasi rangkaian pengalaman hidup yang berharga. Selesainya penelitian ini tidak terlepas dari elaborasi keilmuan yang penulis dapatkan dari kontribusi banyak pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin sampaikan setulus hati ucapan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Dr Asep Saepudin Jahar,MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H, Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Drs. Abu Thamrin, S.H., M.H, Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah memberikan waktu luang, saran, dan masukan dalam kelancaran proses penyusunan skripsi ini. 3. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Dosen Pembimbing I dan Arip Purkon, S.HI., MA. Dosen Pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan bimbingan, arahan, saran, kritik dan masukan serta persetujuan terhadap skripsi ini dan dalam proses penyusunan skripsi ini. Terima kasih banyak atas kesediaan meluangkan waktu, tenaga, dan perhatiannya kepada Penulis, semoga Allah Swt membalas kebaikan beliau. 4. Ahmad Bahtiar, M.Hum., Dosen Pembimbing Akademik yang selalu ramah dan terbuka dengan Penulis. Selain itu juga selalu siap dan mempermudah penulis dalam mengurus segala sesuatu birokrasi selama menjadi Mahasiswa di Ilmu Hukum FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Dosen pada Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan bekal kepada Penulis selama ini sehingga pada akhirnya tulisan ini dapat diselesaikan oleh Penulis. Semoga ilmu yang diberikan bermanfaat buat Penulis dan orang banyak serta mendapat balasa dari Allah Swt. 6. Kedua orang tua Penulis, Aba Mouradh Mansyur Alkatiri, dan Mama Ba’diah Muhammad Balfas, tidak lupa untuk Jidah Aminah Zaezah yang dengan sabar memotivasi penulis untuk segera menuntaskan penelitian penulis dan selalu mendoakan dan memberikan dukungan sekaligus menjadi inspirasi penulis dalam menulis tulisan ini. Tanpa mereka Penulis tidak bisa menjadi seperti sekarang ini. Kedua adik penulis Salsabila dan Laila yang selalu bersedia dimintai tolong untuk membuatkan kopi untuk penulis. 7. Keluarga Ami Rasyid Mahri dan Halatih Cholidah Balfas atas bantuan baik moril maupun materil hingga penulis mampu menuntaskan penelitian penulis, terutama kepada Kak Moch Novel. SH yang telah memberikan waktu tenaga serta pikirannya guna membantu penulis untuk melakukan penelitian, dan juga kepada ka Razi dan Jannah Mahri. 8. Keluarga Hal Ja’far Balfas dan Halatih Persia Thalib atas bantuan baik moril maupun materil hingga penulis mampu menuntaskan penelitian penulis, untuk anak-anaknya Sulaiman, Nadira, Najma, Najwa, dan Muhammad Adnan. 9. Teman-teman penulis sekelas di Ilmu Hukum angkatan 2011 dalam kurun waktu empat tahun dengan kebersamaan kita menuntut ilmu dan kebersamaan kita dalam canda dan tawa, di Ampuh, BLC, Team Tiga Iket, Team Hore dan Team Skripsweet, Kelompok KKN Semanggi 2014. 10. Pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa Penulis sebutkan namanya satu persatu. Semoga Allah Swt. memberikan berkah serta karunia dan membalas kebaikan mereka, amiinn yaa raball allamin. Akhirnya Penulis mengucapkan terimakasih dan maaf yang sebesarbesarnya apabila terdapat kata-kata di dalam penulisan skripsi ini yang membuat tidak berkenan bagi pihak tertentu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca. Sekian dan terimakasih. Wassalamu’alaikum. Wr. Wb. Jakarta, 10 Juni 2015 Penulis DAFTAR ISI PERSETUJUAN PEMBIMIBING LEMBAR PENGESAHAN PENGUJ I LEMBAR PERTA NYAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI...........................................................................................................x BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah.........................................................................1 B. Pembatasan Dan Rumusan Masalah......................................................7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian..............................................................8 D. Kerangka Teoritis dan Konseptual........................................................9 E. Tinjauan Kajian Terdahulu..................................................................10 F. Metode Penelitian.................................................................................12 G. Sistematika Penulisan...........................................................................15 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN........................................................................................................17 A. Pengertian Perlindungan Konsumen..............................................17 B. Sejarah Lahirnya Perlindungan Konsumen....................................20 C. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen....................................24 D. Perkembangan Pengaturan Perlindungan Konsumen....................27 x BAB III PRAKTEK BISNIS PERUMAHAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 2011..............................................................................................33 A. Tinjauan Umum Bisnis Perumahan.................................................33 B. Persyaratan Pendirian Perumahan...................................................36 C. Kegiatan Usaha Bisnis Perumahan..................................................39 D. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Bidang Perumahan Dan Permukiman.....................................................................................40 E. Tanggung Jawab Pengembang (Developer) Sebagai Pelaku Usaha Bisnis Perumahan............................................................................42 BAB IV Analisis Perlindungan Konsumen Dalam Kontrak Jual Beli Rumah Harapan Indah Bekasi............................................................................................47 A. Tinjauan Umum Perjanjian.............................................................47 B. Analisis Akta Notaris Pengikat Jual Beli Perumahan di Harapan Indah Bekasi...................................................................................51 C. Perihal Pembatasan Perjanjian Dalam Hal Perlindungan Konsumen.......................................................................................53 D. Upaya Hukum Yang Dilakukan Konsumen...................................56 BAB V PENUTUP.................................................................................................63 A. Kesimpulan.....................................................................................63 B. Saran...............................................................................................63 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................65 LAMPIRAN..........................................................................................................68 xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dari bangsa Indonesia yang tertuang dalam alinea keempat Undang-undang Dasar 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan untuk mencapai tujuan tersebut salah satunya dapat diwujudkan dengan memajukan perekonomian nasional dengan meningkatkan kegiatan ekonomi. Peningkatan kegiatan ekonomi ditandai dengan pelaku-pelaku bisnis baru yang bermunculan yang menjadikan semakin ketatnya persaingan pelaku bisnis tersebut, sehingga terjadi pembangunan dalam ekonomi yang menuju kearah kesejahteraan rakyat. Ekonomi yang baik dari masyarakat membuat daya beli masyarakat yang pada hal ini berperan sebagai konsumen mempunyai kemauan dan kemampuan untuk memperoleh tempat tinggal yang lebih baik lagi. Pembangunan perumahan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan kehidupan, memberi arah pada pertumbuhan wilayah, memperluas lapangan kerja, serta menggerakan kegiatan ekonomi dalam peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.1Kebutuhan akan perumahan bagi masyarakat Indonesia merupakan kebutuhan pokok dan merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditawar-tawar. 1 Arie. S. Hutagalung, Serba Aneka Tanah Dalam Kegiatan Ekonomi, cet 1, (Depok : Badan Penerbit fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002), h.175. 1 2 Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap rumah merupakan pencerminan dari tujuan negara yang dirumuskan dalam pembukaan UndangUndang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Secara khusus pemerintah sangat memperhatikan kebutuhan tersebut dengan memasukan sektor perumahan dan pemukiman didalam ketetapan MPR NO. II/MPR/1993 tentang Garis-Garis besar Haluan Negara sebagai sasaran PELITA“Pembangunan disektor perumahan dan pemukiman merupakan upaya untuk serta memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal yang sehat kebutuhan akan suasana kehidupan yang memberikan rasa aman, damai,tenteram dan sejahtera”. Peran serta pemerintah dalam hal perumahan tidak hanya ditunjukan dengan adanya ketetapan MPR saja, pemerintah juga mewujudkan bukti nyata dengan menyediakan perumahan, terutama ditujukan kepada masyarakat menengah dan berpenghasilan rendah melalui pembangunan perumahan oleh Perum Perumnas, pesatnya permintaan masyarakat akan perumahan jauh melebihi kemampuan pemerintah melihat potensi dari pasar perumahan yang sangat tinggi perusahaan swasta tumbuh menjamur guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan. Tingginya permintaan akan rumah yang menjadikan semakin banyaknya pengembang-pengembang perumahan baru bermunculan, hal ini jelas menguntungkan masyarakat yang dalam hal ini berperan sebagai konsumen dalam menentukan kebutuhan tempat tinggal yang diharapkan selain itu juga konsumen memiliki banyak pilihan jenis perumahan serta para pengembang 3 perumahan memberikan penawaran harga yang lebih bersaing dengan kompetitor lainnya untuk menarik konsumen. Dalam perdagangan yang makin kompleks dewasa ini konsumen tidak lagi menuntut barang dan/ atau jasa harus sudah tersedia, misalnya perusahaan pengembang (developer) perumahaan sudah bisa mengadakan transaksi terlebih dahulu sebelum bangunannya jadi.2 Padahal dalam pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang Perlindungan Konsumen No 8 tahun 1999 menyatakan “Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah barang dan atau jasa tersebut tersedia”. Sebelum melaksanakan transaksi pembelian rumah, konsumen kerap kali menjadikan iklan sebagai media untuk memperoleh informasi guna memperoleh rumah yang sesuai kebutuhan dan kemampuan daya beli yang diinginkannya. Besar pengharapan konsumen agar rumah yang telah dibelinya akan memiliki kualitas, kemampuan, dan fasilitas seperti yang diinformasikan developer melalui iklan. Dalam tata krama dan tata cara periklanan Indonesia, dikatakan bahwa periklanan merupakan salah satu sarana dalam pemasaran dan sarana penerangan, yang memegang peranan penting dalam pembangunan bangsa indonesia. Sehubungan dengan itu : 1. Iklan harus jujur, bertanggung jawab dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku 2 Celiana Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, cet III , (Jakarta : SinarGrafika 2011), h.29 4 2. Iklan tidak boleh menyinggung perasaan dan atau merendahkan martabat, agama, tata susila, adat, budaya, suku, dan golongan. 3. Iklan harus dijiwai oleh asas persaingan yang sehat.3 Pengharapan konsumen merupakan hal yang sangat wajar, mengingat dalam proses transaksi pembelian tersebut, konsumen telah memberikan kompensasi dana, waktu, tenaga dan pikiran, agar tidak terjebak dalam memberikan keputusan yang salah dan berpotensi menimbulkan kerugian4. Terhadap iklan perumahan yang dengan sengaja memuat informasi menyesatkan dan hal itu dilakukan untuk memperoleh keuntungan, sepantasnya dikategorikan sebagai kejahatan.5 Kewajiban oleh pembeli telah dilakukan mengenai pembayaran dan kesanggupan pelunasannya dan kewajiban penjual telah dilakukan sampai dengan tahap pembangunan rumah, namun ketika pembeli menempati rumah yang diperjanjikan ternyata rumah yang dijanjikan tidak bisa digunakan selayaknya dikarenakan bangunan rumah mengalami kecacatan misalnya pada tembok, lantai dan pada atap yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan kualitas yang perjanjikan. Dalam hal ini penjual dianggap melakukan wanprestasi dengan tidak memenuhi kewajiban kesepakan bersama dalam perjanjian jual beli. Dalam Pasal 134 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dinyatakan “Setiap orang dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak sesuai 3 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlnidungan Konsumen, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2000), h.42 4 Dedi Harianto, Perlindungan Hukum bagi Konsumen Terhadap Iklan Yang Menyesatkan, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), h. 71 5 Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, (Bandung : Citra Aditya, 1999), h. 46 5 dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan”. Keputusan dari konsumen untuk melakukan transaksi terlebih dahulu sebelum bangunan jadi memiliki resiko yang sangat besar. Upaya perlindungan konsumen di Indonesia tidak terbatas pada rendahnya kesadaran konsumen akan hak tetapi juga adanya perspepsi yang salah dikalangan sebagian produsen bahwa perlindungan terhadap konsumen akan menimbulkan kerugian terhadap produsen.6 Para konsumen merupakan golongan yang rentan dieksploitasi oleh pelaku usaha. Karena itu, diperlukan seperangkat aturan hukum untuk melindungi konsumen. Yang dimaksud konsumen adalah “pengguna akhir” (end user) dari suatu produk, yaitu setiap pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.7 Pihak yang memiliki kedudukan lebih baik memiliki peluang besar untuk melakukan penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandighegen).8 Dalam hal ini pihak developer lah sebagai pelaku usaha yang memiliki kedudukan lebih baik dengan mendraft kontrak perjanjian jual beli rumah. Sekalipun memiliki kedudukan lebih baik pihak developer sebagai penjual juga mempunyai kewajiban terhadap pembeli, yaitu ada dua kewajiban utama pihak penjual: 6 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum perlindungan Konsumen, h. 12 7 Munir Fuady. Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, cet IV , (Bandung : Citra Aditya Bakti 2013), h. 227 8 Henry P. Panggabean, Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omstandighegen) sebagai Alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjian: Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), h.5 6 a. Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual-belikan. b. Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap cacat yang tersembunyi.9 Mengenai kewajiban untuk menanggung cacat tersembunyi (“verborgen gebreken”,“hidden defects”) dapat diterangkan bahwa si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada barang yang dijualnya yang membuat barang tersebut tidak dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksud atau yang mengurangi pemakaian itu, sehingga seandainya si pembeli mengetahui cacat tersebut, ia sama sekali tidak akan membeli barang itu atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang.10 Keputusan konsumen untuk membeli rumah tidak dapat dilepaskan dari adanya suatu perjanjian jual beli yang terjadi antara konsumen dengan pengembang perumahan, dan salah satu unsur yang terdapat dalam suatu perjanjian adalah dengan adanya itikad baik. Pasal 1338 ayat (3) kitab UndangUndang Hukum Perdata pasal menyatakan bahwa “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Seorang pembeli rumah yang menyandarkan kontrak jual beli rumah di harapan indah Bekasi dengan kepercayaan itikad baik dari pihak developer akan membangun rumah yang diidam-idamkan sesuai dengan kontrak yang telah disepakati nyatanya mendapatkan rumah yang tidak sesuai dengan perjanjian yang tertera dalam isi kontrak, dalam hal ini konsumen yang berada dalam posisi lebih lemah jelas menjadi pihak yang dirugikan dengan kenyataan rumah yang tidak sesuai dengan kontrak. 9 Subekti, Aneka Perjanjian, Cet Kesepuluh, (Bandung: Pt Citra Aditya Bakti), 1995, h.8 10 Subekti, Aneka Perjanjian, h.19 7 Sehubungan dengan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam mengenai pemasalahan perumahan yang dalam kontraknya mengandung cacad yang tersembunyi khususnya mengenai perlindungan konsumen yang dalam hal ini menjadi pihak yang lebih lemah dan harus dilindungi terhadap cacad tersembunyi yang berada dirumah yang dibelinya dari pihak developer. Berdasarkan latar belakang dari permasalahan yang telah penulis uraikan di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul: PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KONTRAK JUAL BELI RUMAH DI PERUMAHAN HARAPAN INDAH BEKASI B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Mengingat cukup luasnya pembahasan mengenai perlindungan konsumen, maka dalam penelitian skripsi ini penulis membatasi hanya membahas perlindungan konsumen dalam bisnis perumahan yang mengandung cacat tersembunyi. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang telah penulis uraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah: a. Apa saja bentuk perlindungan hukum yang dapat diperoleh konsumen terhadap perumahan yang mengandung cacat tersembunyi menurut undang-undang yang berlaku? 8 b. Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen ketika mendapatkan rumah yang mengandung cacat tersembunyi diperumahan harapan indah Bekasi? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum untuk mengetahui mengenai konsep pengaturan perlindungan konsumen dalam Pasal 4 huruf b dan h Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: a. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum yang dapat diperoleh konsumen terhadap perumahan yang mengandung cacat tersembunyi menurut undang-undang yang berlaku. b. Untuk mengetahui upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen ketika mendapatkan rumah yang mengandung cacat tersembunyi diperumahan harapan indah Bekasi. 2. Manfaat Penelitian Secara garis besar manfaat dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Manfaat Teoritis Secara teoritis diharapkan mampu menambah pengetahuan dan wawasan dibidang pengetahuan mengenai hukum perlindungan konsumen khususnya berkaitan dengan jual beli perumahan yang mengandung cacat tersembunyi. b. Manfaat Praktis 9 Secara praktis diharapkan dapat menjadi masukan bagi para konsumen dalam melakukan upaya hukum untuk memperoleh haknya untuk memperoleh rumah yang sesuai dengan iklan dan kontrak yang terdapat dalam pemasaran perumahan. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual Suatu kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang diteliti tetapi merupakan abstrak dari gejala tersebut. Gejala biasanya dinamakan fakta sedangkan konsep merupakan uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut.11 Penulisan skripsi ini menggunakan definisi operasional sebagai berikut : Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen dalam penelitian ini adalah orang yang membeli perumahan. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan konsumen.12 Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. 11 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press,1986), h. 132. 12 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004), h. 5 10 Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Pengembang atau developer adalah perusahaan yang melakukan kegiatan pengadaan dan pengelolaan tanah serta pengadaan bangunan dan/ atau sarana dan prasarana dengan maksud dijual atau disewakan.13 Cacat tersembunyi adalah suatu cacat atau kerusakan pada suatu benda yang tidak terlihat secara jelas atau seketika ditemukan cacat yang tidak tampak oleh pembeli melalui pemeriksaan yang wajar.14 E. Tinjauan Kajian Terdahulu Disini penelitian akan membahas judul proposal skripsi yang berjudul “Perlindungan konsumen kontrak jual beli rumah di perumahan harapan indah Bekasi” yang dimana focus bahasannya ialah bagaimana kasus cacat tersembunyi ini terjadi dilihat dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Dari perjalanan peneliti mereview kasus ini, penulis mendapatkan ide penulisan dan bahasan yang akan dibahas dari buku-buku, artikel di internet dan juga membaca jurnal-jurnal hukum yang berkaitan dengan kasus ini, adapun peneliti merujuk dari buku Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo yang berjudul “Hukum Perlindungan Konsumen” dimana didalam buku itu dijelaskan bahwa konsumen berhak untuk mengetahui secara jelas mengenai produk yang dibelinya. Sebagai bahan pertimbangan lain dalam peneilitian ini, penulis menyertakan hasil peneilitian terdahulu sebagai perbandingan tinjauan kajian 13 www.kamusbesar.com di unduh pada 23 Februari 2015 14 www.kamusbesar.com di unduh pada 23 Februari 2015 11 materi, yaitu skripsi yang disusun oleh Seto Darminto dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun 2012, dengan Judul Perlindungan Hukum bagi pembeli dalam Penjualan Satuan Pre Procet selling (Studi Kasus: Apartement Duku Golf (PT. Magacity Development)). Penelitian ini difokuskan pada Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB) pada pembelian apartement. Sebagai Pertimbangan sekaligus pembeda, penelitian yang akan diangkat penulis adalah cakupan pembahasan skripsi yang lebih fokus mengenai Kontrak yang diperjanjikan antara pihak konsumen dengan pelaku usaha yang menjadikan kontrak namun dengan kenyataan yang tidak sesuai dengan kontrak. Untuk bahan pertimbangan lain juga penulis dalam hal ini menyertakan hasil penelitian terdahulu sebagai bahan pertimbangan tinjauan kajian materil, yaitu skripsi yang disusun oleh Fanny Amalul Arifin dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang Tahun 2013, dengan Judul Tanggung Jawab Developer Yang Wanprestasi Dalam Kontrak Jual Beli Rumah dan Hubungan Hukumnya Dengan Perlindungan Konsumen (Studi PT.DLM Surabaya). Dalam penelitian ini difokuskan pada upaya pertanggung jawaban developer yang dituntut oleh konsumen karena spesifikasi bangunan yang diterimanya tidak sesuai dengan isi perjanjian yang tertuang dalam perjanjian pengikat jual beli yang telah disepakati kedua belah pihak. Sebagai pertimbangan sekaligus pembeda penelitian yang akan diangkat penulis adalah cakupan pembahasan skripsi yang lebih fokus bentuk tanggung jawab yang diterima oleh konsumen dan bagaimana upaya tuntutan konsumen perumahan mengenai isi kontrak yang sesuai dengan keinginan konsumen. F. Metode Penelitian 12 1. Jenis dan Sifat Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan kontruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.15Sedangkan menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum yang bersifat perspektif, bukan sekedar knowabout. Sebagai kegiatan know-how peneilitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi. Disinilah dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut.16 Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan. Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif yaitu tipe penelitian untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang suatu gejala atau fenomena, agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori yang sudah ada, atau mencoba merumuskan teori baru. 15 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, cet.III, (Jakarta: Universitas Indonesia Press), h. 42. 16 Peter Mahmud Marzuki, 2013, Penelitian Hukum, cet. VIII, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), h. 60. 13 2. Pendekatan yang dipakai Sehubungan dengan penelitian ini yang menggunakan penelitian yuridis normatif (legal research), yaitu penelitian yang dilakukan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan serta norma-norma yang berlaku di masyarakat atau juga yang menyangkut kebiasaan yang berlaku di masyarakat.17 Pendekatan Perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). 3. Bahan dan Sumber Penelitian Bahan hukum dan sumber penelitian dalam penelitian ini ada tiga jenis, yaitu: a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mencangkup ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan mempunyai kekuasaan hukum mengikat.18 Bahan Dalam penelitian ini yang termasuk dalam bahan hukum primer adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang No.1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman b. Bahan Hukum Sekunder Bahan Hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang 17 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Peran dan Penggunaan Kepustakaan Di Dalam Penelitian Hukum, (Jakarta: Pusat Dokumentasi Universitas Indonesia), 1979, h. 18 18 Soerjono Soekanto, Indonesia,1986), Cet.III, h. 52 Pengantar penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas 14 hukum meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. c. Bahan non-hukum Bahan non-hukum merupakan bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus Hukum, Ensiklopedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia dan lain-lain. 4. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, penulis mempergunakan metode pengumpulan data melalui studi dokumen/ kepustakaan (library research) yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan seperti buku-buku yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, wawancara dengan pihak terkait dalam penelitian ini peraturan perundang-undangan dan pendapat sarjana, surat kabar, artikel, kamus dan juga berita yang penulis peroleh dari internet. 5. Metode Penulisan dan Metode Pengelolahan Data Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012. Penelitian ini menggunakan 2 (dua) jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka dan wawancara atau interview.19 Penulis mencoba menggabungkan kedua alat pengumpulan data tersebut dalam menganalisis suatu kasus yang hendak dilakukan penelitian. Studi dokumen 19 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 1986), h.21 15 merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dengan mempergunakan ”content analysys”, sedangkan wawancara digunakan oleh Penulis sebagai deskripsi tambahan dengan mengeksplorasi dari hasil wawancara dengan pihak-pihak terkait, misalnya pihak developer dan pihak konsumen. G. Sistematika Penulisan Penulisan disusun dengan sistematik yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri dari atas beberapa sub bab guna lebih menjelaskan ruang lingkup dan cangkupan permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan letak masing-masing bab serta pokok pembahasannya adalah sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Diuraikan tentang latar Belakang Masalah, dilanjutkan dengan Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teoritis dan Konseptual, Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II Tinjauan Umum Mengenai Hukum Perlindungan Konsumen Bab ini membahas pengertian dan Sejarah Perlindungan Konsumen di Indonesia, Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen, Perkembangan Peraturan perlindungan Konsumen di Indonesia Undang-Undang No. 8 Perlindungan Konsumen, Tahun 1999 Tentang 16 BAB III Tinjauan Umum Mengenai Praktek Bisnis Perumahan ditinjau dari Undang-Undang No 1 Tahun 2011 Bab ini membahas Tinjauan Umum Bisnis Perumahan, Persyaratan Pendirian Perumahan, Kegiatan Usaha Bisnis Perumahan, Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Bidang Perumahan dan Permukiman, Tanggung Jawab Pengembang (developer) sebagai pelaku usaha Bisnis Properti. BAB IV Merupakan bab inti Bab ini membahas bagaimana bentuk perlindungan konsumen yang didapat dalam kontrak jual beli di perumahan harapan indah Bekasi dilihat dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, terkait tentang cacat tersembunyi terhadap perlindungan konsumen. BAB V Penutup Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk itu penulis menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian,dan memberikan usulan-usulan mengenai permasalahan yang telah di bahas dalam penulisan penelitian ini. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Perlindungan Konsumen Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum itu meliputi segala upaya untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan/ jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen tersebut.1 Dengan kata lain, perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum tentang hak-hak konsumen. Secara umum ada 4 (empat) hak dasar konsumen, yaitu2 1. Hak untuk mendapatkan keamanan ( the right to safety) 2. Hak untuk mendapatkan informasi ( the right to informed) 3. Hak untuk memilih ( the right to choose) 4. Hak untuk didengar ( the right to be heard) 1 Az. Nasution, Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, (Jurnal Teropong, Mei 2003, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia), h. 6-7 2 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta, Grasindo, 2000), h 16- 27 17 18 Empat hak dasar yang diakui secara internasional dalam perkembangannya, organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam The International Organization of Consumer Union ( IOCU ) menambahkan lagi beberapa hak, seperti hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak mendapatkan ganti kerugian, dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.3 Dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan. Di dalam perpustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produksi lainnya. Oleh karena itu, pengertian yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah konsumen akhir.4 Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus pemakai barang dan atau/ jasa. Istilah “orang” sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut naturlike persoon atau termasuk juga badan hukum rechtpersoon. Hal ini 3 Celiana Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, cet III ,(Jakarta : Sinar Grafika 2011), h. 31 4 Elsi Kartika, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005), h. 120 19 berbeda dengan pengertian yang diberikan untuk ”pelaku usaha” dalam pasal 1 angka (3), “Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.” Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lainnya. Secara eksplisit membedakan kedua pengertian persoon, dengan menyebutkan kata-kata “orang perseorangan atau badan usaha”. Tentu yang paling tepat tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada orang perseorangan. Namun, konsumen harus mencangkup juga badan usaha dengan makna lebih luas dari pada badan hukum.5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen tampaknya berusaha menghindari penggunaan kata “produsen” sebagai lawan kata “konsumen”. Untuk itu digunakan kata “pelaku usaha” yang bermakna lebih luas. Produsen berarti pembuat produk akhir, produsen dari setiap bahan mentah, atau pembuat dari suatu suku cadang dan setiap orang yang memasang nama, mereknya atau suatu tanda pembedaan yang lain pada produk, menjadikan dirinya sebagai produsen.6 5 Celiana Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, h. 27 6 Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, h. 9 20 Pengertian pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen No 8 Tahun 1999 yang berarti luas dengan menyatakan pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan hukum akan memudahkan konsumen untuk menuntut ganti kerugian, dengan tidak begitu kesulitan dalam menemukan kepada siapa tuntutan diajukan, karena banyak pihak yang dapat digugat, namun akan lebih baik seandainya Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut memberikan rincian sebagaimana dalam Directive, sehingga konsumen dapat lebih mudah lagi untuk menentukan kepada siapa ia akan mengajukan tuntutan ketika ia dirugikan akibat penggunaan produk7 B. Sejarah Lahirnya Perlindungan Konsumen Pesatnya kemajuan bidang ilmu pengetahuan, pembangunan dan perkembangan perekonomian pertumbuhan nilai ekonomi dunia juga Indonesia. turut mengembangkan Kemajuan teknologi telekomunikasi, dan informatika juga turut mendukung perluasan ruang gerak transaksi barang dan jasa hingga melintas batas-batas wilayah suatu negara. Kondisi ini pada satu sisi sangat bermanfaat bagi kepentingan konsumen karena kebutuhannya akan barang dan jasa yang diinginkannya dapat terpenuhi dan semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis kualitas barang dan jasa sesuai dengan keperluannya. 7 Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum bagi konsumen di Indonesia, Disertasi, (Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 2000), h. 31 21 Sisi lain kondisi tersebut dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang, karena posisi konsumen yang lebih lemah, revolusi industri di Inggris yang dimulai abad ke-18 kiranya dapat dianggap sebagai awal dari proses perubahan pola kehidupan masyarakat yang semula merupakan masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Berkembangan dan semakin majunya teknologi kemudian mendorong pula peningkatan volume produksi barang dan jasa. Perkembangan ini juga mengubah hubungan antara penyedia produk dan pemakai produk yang semakin berjarak. Produk barang dan jasa yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia semakin lama semakin canggih, sehingga timbul kesenjangan terhadap kebenaran informasi dan daya tanggap konsumen. Kondisi tersebut kemudian menempatkan konsumen dalam posisi yang lemah.8 Gerakan perlindungan konsumen sejak lama dikenal di dunia barat, negara-negara di Eropa dan Amerika juga telah lama memiliki peraturan tentang perlindungan konsumen sejak lama memiliki peraturan tentang perlindungan konsumen. Organisasi Dunia seperti PBB pun tidak kurang perhatiannya terhadap masalah ini. Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa No. 39/ 248 Tahun 1985. Dalam resolusi ini kepentingan konsumen yang harus dilindungi meliputi9 8 Celiana Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, h. 4 Erman Rajagukguk, makalah “Pentingnya Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Era Perdagangan Bebas”, dalam buku Hukum perlindungan Konsumen, penyunting Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Bandung: Mandar Maju, 2000, h.1 9 22 a. Pelindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanan b. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan mereka dalam melakukan pilihan yang tepat sesuai dengan kehendak dan kebutuhan pribadi d. Pendidikan konsumen e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen Filosofi pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah negara Republik Indonesia yaitu pancasila, yang salah satu silanya mengatur mengenai “Kesejahteraan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, dalam arti memberi keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, tepat kiranya jika grand theory dari pemikiran ini adalah teori keadilan, yang semula dikemukakan oleh filsuf Aristoteles10, karena semula dibentuknya Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah untuk memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat konsumen.11 10 Aristoteles: Justice is a political virtue by the rules of it the state is regulated and these rules the criterion of what right. (Keadilan adalah suatu kebijakan politik yang aturan-aturannya menjadi dasar dari peraturan negara dan aturan-aturan ini merupakan ukuran tentang hak). 11 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, (Jakarta, Kencana, 2011), h. 32 23 Keadilan prosedural yang menghasilkan legal justice, tidak hanya tidak memadai melainkan bisa menjauhkan hukum dari tujuan mulianya sendiri yakni menegakan keadilan bagi semua orang (bukan bagi hukum itu sendiri) dalam masyarakat12. Sebagai negara hukum Indonesia mempunyai keharusan untuk terus menegakan konsep negara hukum itu sendiri dengan menegakan supremacy of law dengan memberikan keadilan yang seadil-adilnya bagi setiap warga negara Indonesia. Sesuai dengan pesan dari para founding father kita yang merumuskan dalam sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” Pesan yang ingin disampaikan oleh Presiden pertama Republik Indonesia, yaitu Ir.Soekarno, bahwa Pancasila tidak lain merupakan jiwa bangsa, intisari dari peradaban bangsa Indonesia, landasan filsafat, dan weltanschauung dari bangsa Indonesia.13 Filsuf besar yaitu Plato menulis pada buku yang berjudul Republic. Yang paling pertama diperbincangkan Plato dalam bukunya tersebut adalah masalah makna dari keadilan yang oleh Plato disebutnya dengan istilah Yunani “diskaiosune”. Sebenarnya istilah diskaiosune ini memiliki arti yang lebih luas dari “keadilan”, karena termasuk juga didalamnya konsep moralitas individual dan moralitas sosial. Menurut Plato, keadilan kepada setiap orang, karena itu konsep diskaiosune tersebut tersimpul juga makna berbuat kebaikan (doing right). Akan 12 Ahmad Sudiro, Hukum dan Keadilan (Aspek Nasional dan Internasional), (Jakarta, raja Grafindo, 2013), h. 133 13 Soediman Kartohadiprodjo, Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, (Jakarta, Gatra Pustaka), h. 28 24 tetapi, karena konsep kesenjangan tersebut berbeda-beda bahkan saling bertentangan antara satu warga masyarakat dengan warga masyarakat lainnya, maka konsep keadilan sejatinya tidak lain dari berbagai formula untuk merumuskan kompromi-kompromi.14 C. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen Didalam suatu peraturan, hal yang paling penting dalam terbentuknya suatu peraturan adalah Asas. Asas dapat berarti dasar, landasan, fundamen, prinsip dan jiwa atau cita-cita. Asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum dengan tidak menyebutkan secara khusus cara pelaksanaannya. Asas dapat juga disebut pengertian-pengertian dan nilai-nilai yang menjadi titik tolak berpikir tentang sesuatu. Asas dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 menurut pasal 2 berbunyi “Perlindungan Konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum”. Penjelasan dari bunyi pasal ini, perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu : 14 Munir Fuady, Perlindunagan Pemegang Saham Minoritas, (Bandung, CV Utomo, 2005), h .17 25 1. Asas manfaat, dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. 2. Asas keadilan, dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 3. Asas keseimbangan, dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah. 4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. 5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. Kelima asas yang disebutkan dalam pasal 2 tersebut, bila diperhatikan substansinya, dapat dibagi menjadi 3 asas yaitu15: 1. Asas kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas kesamaan dan keselamatan konsumen 15 Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, h. 26 26 2. Asas keadilan yang didalamnya meliputi asas keseimbangan, dan 3. Asas kepastian hukum. Disamping asas, hal yang diperlukan dalam suatu peraturan adalah tujuan. Tujuan adalah sasaran. Tujuan adalah cita-cita. Tujuan lebih dari hanya sekedar mimpi yang terwujud. Tujuan adalah pernyataan yang jelas. Tidak akan ada apa yang bakal terjadi dengan sebuah keajaiban tanpa sebuah tujuan yang jelas. Tidak akan ada langkah maju yang segera diambil tanpa menetapkan tujuan yang tegas. Dan salah satu tujuan dalam hukum adalah untuk menjamin kepastian hukum dalam masyarakat yang bersendikan pada keadilan. Adapun tujuan perlindungan konsumen pada pasal 3 UndangUndang Perlindungan Konsumen No 8 tahun 1999 bertujuan untuk: a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; 27 e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; Semua yang menjadi landasan dasar dari lahirnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen pada hakikatnya telah memberikan kesetaraan kedudukan konsumen dengan pelaku usaha, tetapi konsep perlindungan konsumen sebagai suatu kebutuhan harus senantiasa disosialisasikan untuk menciptakan hubungan konsumen dan pelaku usaha dengan prinsip kesejahteraan yang berkeadilan, dan untuk mengimbangi kegiatan pelaku usaha yang menjalankan prinsip ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin yang dapat merugikan kepentingan konsumen, langsung maupun tidak langsung. D. Perkembangan Pengaturan Perlindungan Konsumen Pada masa lalu bisnis internasional hanya dalam bentuk eksportimport dan penanaman modal. Kini transaksi bisnis menjadi beraneka ragam dan rumit, seperti kontrak pembuatan barang, waralaba, imbal beli, alih teknologi, aliansi strategis internasional, aktivitas finansial, dan lainlain globalisasi menyebabkan berkembangnya saling ketergantungan pelaku ekonomi dunia. Manufaktur, perdagangan, investasi melewati 28 batas-batas negara, meningkatkan intensitas persaingan. Gejala ini dipercepat oleh kemajuan komunikasi dan transportasi ekonomi.16 Globalisasi adalah gerakan perluasan pasar, dan di semua pasar yang berdasarkan persaingan, selalu ada yang menang dan kalah. Perdagangan bebas juga menambah kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang, yang akan membawa akibat pada komposisi masyarakat dan kondisi kehidupan mereka. Tiadanya perlindungan konsumen adalah sebagian dari gejala negeri yang kalah dalam perdagangan bebas.17 Makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Untuk mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung, konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan dampaknya. Dengan demikian, upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang penting dan mendesak untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia, mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen, lebih-lebih menyongsong era perdagangan bebas yang akan datang. 16 Celiana Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, h. 4 17 Celiana Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, h. 5 29 Dalam sambutannya Guru Besar Universitas Indonesia, Erman Rajagukguk18 menjelaskan bahwa di Indonesia untuk pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan dapat dilaksanakan dalam waktu bersamaan, apabila kita ingin tiga tingkat pembangunan dijalani secara serentak, budaya hukum Indonesia harus dapat mengakomodasi tujuantujuan yang demikian itu. Kita harus memiliki hukum, institusi hukum dan profesi hukum, yang mampu menjaga integrasi dan persatuan nasional, dapat mendorong pertumbuhan perdagangan dan industri, serta berfungsi memajukan keadilan sosial, kesejahteraan manusia, pembagian yang adil atas hak dan keistimewaan, tugas dan beban. Persatuan nasional, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial mesti dapat tercermin dalam setiap pengambilan keputusan. Dalam mencapai tujuan tersebut diperlukan pembaruan hukum, institusi hukum, dan profesi hukum. Pembangunan yang komperhensif harus memperhatikan hak-hak asasi manusia, keduanya tidak dalam posisi yang berlawanan dan dengan demikian pembangunan akan mampu menarik partisipasi masyarakat. Hal ini menjadi bertambah penting karena bangsa kita berada dalam era globalisasi, artinya harus bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Dilihat dari sejarahnya, gerakan perlindungan konsumen di Indonesia baru benar-benar dipopulerkan sekitar 20 tahun lalu, yakni 18 Erman Rajagukguk, Peran Hukum dalam Pembangunan pada Era Globalisasi: Implikasinya bagi Pendidikan Hukum di Indonesia, pidato pengukuhan jabatan Guru besar UI, 4 januari 1997, dalam buku nyanyi sunyi kemerdekaan Erman Rajagukguk (Tetes-Tetes pemikiran 1971-2006), Jakarta: Fakultas Hukum UI, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi, 2006, h. 158 30 dengan berdirinya suatu lembaga swadaya masyarakat (nongoverment organization) yang bernama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), setelah YLKI kemudian muncul beberapa organisasi serupa, antara lain Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) di Semarang yang berdiri sejak Februari 1988 dan pada tahun 1990 bergabung sebagai anggota Consumers International (CI). Di luar itu, dewasa ini cukup banyak lembaga swadaya masyarakat serupa berorientasi pada kepentingan pelayanan konsumen, seperti Yayasan Bina Konsumen Indonesia (YLBKI) di Bandung dan perwakilan YLKI diberbagai provinsi ditanah air.19 YLKI muncul dari sekelompok kecil anggota masyarakat yang diketuai oleh Lasmidjah Hardi, yang semula justru bertujuan mempromosikan hasil produksi Indonesia. Ajang promosi yang bernama Pekan Swakarya ini menimbulkan ide bagi mereka untuk mendirikan wadah bagi gerakan perlindungan konsumen di Indonesia. Ide ini dituangkan dalam anggaran dasar yayasan dihadapan notaris G.H.S. Loemban Tobing, S.H. dengan akta nomor 26, 11 Mei 1973.20 Didalam segala aktifitasnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia bertindak dalam kepastianya selaku perwakilan konsumen, keberadaan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia juga sangat membantu dalam upaya peningkatan kesadaran atsa hak-hak konsumen. Lembaga ini tidak sekedar melakukan penelitian atau pengujian, 19 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen,h. 40-43 20 Celiana Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, h. 15 31 penerbitan, dan menerima pengaduan, tetapi sekaligus juga mengadakan upaya advokasi langsung melalui jalur pengadilan. Diluar pengadilan umum Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan memfasilitasi para konsumen yang merasa dirugikan dengan mengajukan gugatan ke pelaku usaha diluar peradilan, berdasarkan pasal 45 Undang-Undang Perlindungan Konsumen No Tahun 1999 “Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa atara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum”. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah Pengadilan khusus konsumen (Small claim court) yang sangat diharapkan dapat menjawab tuntutan masyarakat agar proses berperkara berjalan cepat, sederhana dan murah. Mekanisme gugatan dilakukan secara sukarela dan kedua belah pihak yang bersengketa, hal ini berlaku untuk gugatan secara perorangan, sedangkan gugatan secara kelompok (class action) dilakukan melalui peradilan umum. Dengan demikian, BPSK hanya menerima perkara yang nilai kerugiannya kecil. Pemeriksaan dilakukan oleh hakim tunggal dan kehadiran penuh pihak ketiga (pengacara) sebagai wakil pihak yang bersengketa tidak diperkenankan. Putusan dari BPSK tidak dapat dibanding kecuali bertentangan dengan 32 hukum yang berlaku.21 Dalam UUPK Bab XI- Bab XIII membahas secara khusus dari pasal 49-63 tentang segala macam aturan dari BPSK. 21 Mariam Gaharpun, Perlindungan Hukum bagi Konsumen Korban Atas Tindakan Pelaku Usaha, (Jurnal Yustika, Vol.3 No. 1 Juli 2000), h. 43 BAB III PRAKTEK BISNIS PERUMAHAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 2011 A. Tinjauan Umum Bisnis Perumahan Mengingat makin tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi nasional, kebutuhan akan perumahan semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal ini dapat kita lihat dengan makin banyaknya perumahan baru yang bermunculnya di wilayah baik yang sedang berkembang atau telah mengalami kemajuan yang pesat. Rumusan mengenai pengertian perumahan sendiri pada Undang-Undang No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Dalam banyak istilah rumah lebih digambarkan sebagai sesuatu yang bersifat fisik atau bangunan untuk tempat tinggal / bangunan pada umumnya (seperti gedung dan sebagainya). Jika ditinjau secara lebih dalam rumah tidak sekedar bangunan melainkan konteks sosial dari kehidupan keluarga dimana manusia saling mencintai dan berbagi dengan orang-orang terdekatnya.1 Dalam pandangan ini rumah lebih merupakan suatu sistem sosial ketimbang sistem fisik. Hal ini disebabkan karena rumah berkaitan erat 1 Aminudin, Peran Rumah Dalam Kehidupan Manusia, Kanisius,(Semarang, 2007), h. 12 33 34 dengan manusia, yang memiliki tradisi sosial, perilaku dan keinginankeinginan yang berbeda dan selalu bersifat dinamis, karenanya rumah bersifat kompleks dalam mengakomodasi konsep dalam diri manusia dan kehidupannya. Beberapa konsep tentang rumah: 1. Rumah sebagai pengejawantahan jati diri; rumah sebagai simbol dan pencerminan tata nilai selera pribadi penghuninya Rumah sebagai wadah keakraban ; rasa memiliki, rasa kebersamaan, 2. kehangatan, kasih dan rasa aman 3. Rumah sebagai tempat menyendiri dan menyepi ; tempat melepaskan diri dari dunia luar, dari tekanan dan ketegangan, dari dunia rutin 4. Rumah sebagai akar dan kesinambungan; rumah merupakan tempat kembali pada akar dan menumbuhkan rasa kesinambungan dalam untaian proses ke masa depan 5. Rumah sebagai wadah kegiatan utama sehari-hari 6. Rumah sebagai pusat jaringan sosial 7. Rumah sebagai struktur fisik.2 Tingginya pertumbuhan penduduk kota-kota di Indonesia berasal dari pergeseran konsentrasi dari desa ke kota, hal ini menunjukan kecenderungan yang tinggi tumbuhnya kota-kota di Indonesia. Sayangnya terjadi keadaan yang tidak sesuai antara tingkat kemampuan dengan kebutuhan sumber daya manusia untuk lapangan kerja yang ada diperkotaan, mengakibatan timbulnya kelas sosial didalam masyarakat. 2 Hendrawan, Pembangunan Perumahan Berwawasan Lingkungan, (Rineke Cipta, Jakarta, 2004), h. 54 35 Berbagai program pengadaan perumahan telah dilakukan oleh pemerintah dan swasta (real estat), tetapi apa yang dilakukan masih belum mencukupi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Dari segi jumlah ternyata pemerintah dan swasta hanya mampu menyediakan lebih kurang 10% saja dari kebutuhan rumah, sementara sisanya dibangun sendiri oleh masyarakat. Dari segi kualitas banyak pihak yang berpendapat bahwa program yang ada belum menyentuh secara holistik dimensi sosial masyarakat, sehingga masih perlu diupayakan perbaikan-perbaikan.3 Dalam pendekatan teknis, perumahan yang berorientasi terhadap kepuasan penghuni harus memenuhi syarat-syarat berikut : a. Struktur dan konstruksi rumah yang cukup kuat dan aman. b. Material bangunan yang menjamin terciptanya kenyamanan dan kesehatan di dalam rumah. c. Prasarana/infrastruktur yang memenuhi standar kenyamanan, kesehatan dan keamanan lingkungan.4 Pada Undang-Undang No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Penyelengaraan bisnis perumahan dilakukan 3 Widyaningsih, Beberapa Pokok Pikiran Tentang Perumahan, (Tarsito, Bandung, 2006), h. 15 4 Zulfie Syarief, Kebijakan Pemerintah di Bidang Perumahan dan Permukiman bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah, (USU Press, Medan, 2000), h. 9 36 untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat, menurut ketentuan Pasal 19 UU No. 1 Tahun 2011 pengadaan pembangunan atau penyelenggaraan rumah dan perumahan tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat, yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau setiap orang untuk menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati dan memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Penyelenggaraan perumahan meliputi: a) perencanaan perumahan, b) pembangunan perumahan, c) pemanfaatan perumahan, dan d) pengendalian perumahan. Perumahan tersebut mencakup rumah atau perumahan beserta prasarana, dan sarana umum. Jenis rumah berdasarkan pelaku pembangunan dan hunian meliputi jenis rumah komersial, rumah umum, rumah swadaya, rumah khusus dan rumah negara. Jenis rumah dalam bisnis perumahan digolongkan kedalam rumah komersial yang selenggarakan untuk mendapatkan keuntungan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. B. Persyaratan Pendirian Perumahan Untuk membuat adanya suatu keharmonisan dalam bisnis perumahan para pengembang atau developer harus memenuhi beberapa persyaratan dalam mendirkan perumahan, yaitu sebagai berikut: 1. Tahap Pertama 37 Pastikan tanah yang dikelola menjadi perumahan merupakan tanah yang tidak melanggar Rencana Tata Ruang Kota supaya tidak ada kerumitan dalam melakukan proses perijinan. Lakukan juga pengecekan Rencana Tata Ruang kota untuk memastikan akan dijadikan apa lahan tersebut dalam perencanaan tata ruang kota, semisal lokasi yang dipilih akan dijadikan pemukiman maka dapat dilanjutkan propses pengajuan perijinan pendirian perumahan. Pemilihan lokasi perumahan bisa melalui langkah “pendomplengan” lokasi yang telah banyak perumahan. Hal ini dinilai lebih menjanjikan dalam berinvestasi, akan tetapi harga tanahnya juga jauh lebih mahal. 2. Tahap Kedua Pada tahap kedua ini dilanjutkan dengan mengurus izin ke Dinas Pekerjaan Umum serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Izin pertama yang harus diurus adalah Advice Planning. Pada tiap instansi memiliki nama yang berbeda untuk jenis perizinan „Advice Planning‟, izin Advice Planning berguna untuk kesesuaian antara tata ruang di lokasi yang dituju dengan Site Plan pengembangan. Beberapa berkas yang wajib disediakan untuk mengurus izin tersebut antara lain adalah proposal izin pemanfaatan ruang yang memuat segala aspek yang menyangkut perencanaan lokasi yang dilampiri dengan sertifikat tanah dan apabila tanah masih menggunakan nama orang lain harus dicantumkan surat kuasa bermaterai yang juga dilengkapi dengan Site Plan. Produk izin berupa gambar rekomendasi Advise Planning yang memuat garis besar aturan- 38 aturan pembangunan serta Surat Keputusan atau Izin Prinsip yang disetujui Bupati atau Walikota. Pada beberapa daerah perijinan ini hanya untuk lahan dengan luas lebih dari 1 Ha, akan tetapi pada beberapa daerah lain ada juga yang tidak mempunyai batas luas lahan. Pada umumnya lebih dari lima rumah telah dianggap sebagai perumahan. 3. Tahap Ketiga Tahap ketiga dilaksanakan di Badan Pertanahan Negara. Langkah awalnya adalah melakukan pengecekan sertifikat serta pengecekan patok pembatas. Memastikan bahwa status yang disyaratkan untuk lahan adalah HGB (Hak Guna Bangunan), ini berarti lokasi yang akan digunakan menggunakan nama perusahaan atau PT yang bersangkutan dan dapat juga dikavling atas nama masing-masing individu. Pada setiap proses perizinan akan selalu muncul retribusi dan pajak perizinan, akan tetapi besar kemungkinan pada tiap daerah akan memiliki prosedur yang berbeda. Setelah proses perijinan legalitas clear dilanjutkan dengan mengurus Izin Perubahan Penggunaan Tanah. Ini merupakan langkah awal pengajuan Izin Mendirikan Bangunan. 4. Tahap Keempat AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan), Pada umumnya Amdal berlaku untuk lokasi dengan luas lahan > 1 Ha, jika luas lahan kurang dari 1 Ha cukup dengan mengurus ijin UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup) atau / UPL (Upaya Pemanfaatan Lingkungan Hidup). Proses awal dari tahap keempat ini mengharuskan pengecekan kadar air tanah dan proposal mengenai kelebihan dan dampak yang ditimbulkan dari 39 proyek yang akan dilaksanakan. Produk dari perijinan ini berupa surat rekomendasi dari kantor KLH yang selanjutnya dilampirkan dalam pengajuan IMB. 5. Tahap Kelima Pada tahap kelima adalah melakukan pengajuan IMB sekaligus pengesahan Site Plan Perumahan (zoning) ke kantor Perijinan Satu Atap atau kantor 16 Perizinan Terpadu. Syarat pengajuan IMB terdiri atas akumulasi perizinan-perizinan yang telah diurus sebelum memasuki tahap ke lima ini. Jika seluruh syarat telah terlampir, hanya tinggal menunggu keluarnya ijin serta membayar retribusi yang nominalnya disesuaikan dengan luas tanah dan bangunan.5 C. KEGIATAN USAHA BISNIS PERUMAHAN Bisnis perumahan adalah kegiatan pertukaran barang, jasa atau uang yang berkaitan dengan lahan dan bangunan hunian. Secara umum jenis investasi dibidang properti dapat dikategorikan dalam beberapa jenis, antara lain adalah lahan (tanah), hunian (residensial), serta jenis bangunan untuk perdagangan (komersial). jenis investasi hunian (residensial) adalah terkait dengan jual beli hunian atau/ rumah yang sudah terbangun, dimana kondisi dari lingkungan yang disediakan lebih 5 Eko Budiharjo, Percikan Masalah Arsitektur, Perumahan dan Perkotaan, (Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1998), h. 12. 40 lengkap prasarana dan sarananya termasuk adanya fasilitas umum dan fasilitas sosial yang telah ditetapkan dalam site plannya.6 Pada pasal 3 Undang-Undang No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman menyatakan bahwa Perumahan dan Kawasan Permukiman diselenggarakan untuk; a. Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; b. Mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR; c. Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap d. Memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan; e. Memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; f. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan g. Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan. 6 http://www.sarjanaku.com/2013/04/pengertian-bisnis-properti-tujuan.html , diakses pada Selasa, 19 Mei 2015. 41 D. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Bidang Perumahan dan Permukiman Mengenai hubungan pelaku usaha dan konsumen kedua belah pihak memiliki hak dan kewajiban, khususnya telah diatur dalam Pasal 129 dan 130 Undang-Undang No 1 Tahun 2011 Dan dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, setiap orang berhak: a. menempati, menikmati, dan/atau memiliki/memperoleh rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur; b. melakukan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; c. memperoleh informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; d. memperoleh manfaat dari penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; e. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; dan f. mengajukan penyelenggaraan gugatan perwakilan perumahan dan ke kawasan pengadilan terhadap permukiman yang merugikan masyarakat. Dan dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, setiap orang wajib: 42 a. menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan, dan kesehatan di perumahan dan kawasan permukiman; b. turut mencegah terjadinya penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang merugikan dan membahayakan kepentingan orang lain dan/atau kepentingan umum; c. menjaga dan memelihara prasarana lingkungan, sarana lingkungan, dan utilitas umum yang berada di perumahan dan kawasan permukiman; dan d. mengawasi pemanfaatan dan berfungsinya prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman. Selain adanya hak dan kewajiban dalam Undang-Undang No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman terdapat juga tentang pelarang, tepatnya pada pasal 134 yang menyatakan “Setiap orang dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan”. E. Tanggung Jawab Pengembang (Developer) Sebagai Pelaku Usaha Bisnis Perumahan Disamping adanya kewajiban dan hak ada satu lagi yang perlu diperhatikan oleh pengembang yaitu tanggung jawab (Responsibility) yang harus dipikul oleh pengembang / pelaku usaha sebagai bagian dari kewajiban yang mengikat kegiatan dalam berusaha. Sehingga diharapkan 43 adanya kewajiban dari developer untuk selalu bersikap hati-hati dalam menjanjikan rumah yang dijualnya. Tanggung jawab (Responsibility) dapat didefinisikan sebagai suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk. Berbicara mengenai tanggung jawab, maka tidak lepas dari prinnsip-prinsip suatu tanggung jawab, karena prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam perlindungan konsumen. Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan yaitu: 1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (liability based on fault), yaitu prinsip yang menyatakan bahwa seseorang baru dapat diminta pertanggung jawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. 2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (Presumption of liabilty) yaitu prinsip yang menyatakan tergugat selalu bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan, bahwa dia tidak bersalah, jadi beban pebuktian ada pada tergugat. 3. Prinsip praduga untuk selalu tidak bertanggung jawab (Preseumption of nonliability), yaitu prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab. Dimana tergugat selalu dianggap tidak bertanggung jawab sampai dibuktukan bahwa ia bersalah. 44 4. Prinsip tanggung jawab mutlak (Script liability), dalam prinsip ini menetapkan keslagan tidak sebagai faktor penentu namun ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab. 5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability) dengan adanya prinsip tanggung jawab ini, pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausa yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatasan, maka harus berdasarkan pada perundang-undangan yang berlaku.7 Jika dicermati sebenarnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengadopsi konsep tanggung jawab. Dalam pasal 19 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa: “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian yang diderita konsumen akibat mengkonsumsi barang/jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.” Pasal 28 UU Perlindungan Konsumen menyatakan: “Pembuktian terhadap ada atau tidaknya unsur dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam pasal 19, pasal 22, dan pasal 23, merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.” Lebih lanjut apabila membicarakan mengenai tanggung jawab developer maka hal tersebut berkaitan dengan tanggung jawab moral developer kepada 7 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Grasindo, Jakarta, 2000), h. 58 45 konsumennya. Pada umumnya developer yang bernaung dalam Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) memiliki tanggung jawab moral terhadap konsumen. Tanggung jawab moral developer ini terangkum dalam kode etik Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia yang dikenal dengan “Sapta Brata”. Adapun isi dari Sapta Brata adalahal sebagai berikut: 1. Anggota Real Estate Indonesia dalam melaksanakan usahanya senantiasa berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 2. Anggota Real Estate Indonesia dalam melaksanakan usahanya senantiasa mentaati segala undang-undang maupun peraturan yang berlaku di Indonesia. 3. Anggota Real Estate Indonesia dalam melaksanakan usahanya, senantiasa menjaga keselarasan antara kepentingan usahanya dengan kepentingan pembangunan bangsa dan negara. 4. Anggota Real Estate Indonesia dalam melaksanakan usahanya, senantiasa menempatkan dirinya sebagai perusahaan swasta nasional yang bertanggung jawab, menghormati dan menghargai profesi usaha real estate dan menjunjung tinggi rasa keadilan, kebenaran dan kejujuran. 5. Anggota Real Estate dalam melaksanakan usahanya, senantiasa menjunjung tinggi AD/ART Real Estate Indonesia serta memegang teguh disiplin dan solidaritas organisasi. 46 6. Anggota Real Estate dalam melaksanakan usahanya, dengan sesama pengusaha senantiasa saling menghormati, menghargai, dan saling membantu serta menghindarkan diri dari persaingan yang tidak sehat. 7. Anggota Real Estate Indonesia dalam melaksanakan usahanya, senantiasa memberikan pelayanan pada masyarakat dengan sebaikbaiknya.8 8 AD/ART Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KONTRAK JUAL BELI RUMAH DI HARAPAN INDAH BEKASI A. Tinjaun Umum Pejanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah salah satu sumber dari adanya perikatan, perjanjian melahirkan perikatan, yang menciptakan kewajiban pada salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian. Menurut Kitab UndangUndang Hukum Perdata Perjanjian didefinsikan sebagai: ”Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut.1 Perihal prestasi yang harus dipenuhi oleh para pihak yang melakukan perikatan firman Allah SWT juga mengatur dalam QS AlMaidah ayat 1: يا أَُيهَا انَذيٍَ آ َيُُىا أَوْفُىا بِانْ ُعقُى ِد أُحِهَتْ نَ ُكىْ بَهيًَةُ انْ َأَْعاوِ ِإّالَ يا ُيتْهى ٌُ انهَ َه يَحْ ُكىُ يا يُزيد َ ِحزُوٌ إ ُ ّْصيْ ِد َو َأَْتُى َ عَهيْ ُكىْ غَيْ َز يُحِهِي ان َ 1 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaya, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, (Rajawali Pers, Jakarta, 2004), h. 92 47 48 Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.”(QS AlMaidah ayat 3 ) Pada ayat ini menjelaskan tentang keharusan memenuhi akad atau janji. Dimana dengan akad seseorang sudah terikat dengan perjanjiannya baik itu antara seseorang dengan Allah maupun antara seseorang dengan hamba-hambanya (makhluk lainnya). Allah menghalalkan setiap akad yang sesuai dengan ketentuan-Nya, tetapi selain itu Allah mengharamkan segala bentuk akad yang tidak sesuai dengan syariah islam dan ketentuan Allah. Menurut Islam seorang muslim harus komitmen dengan perjanjian yang dilakukannya. Fungsi utama suatu kontrak dalam hukum positif adalah untuk memberikan kepastian tentang mengikatnya suatu perjanjian antara para pihak, sehingga prinsip-prinsip itikad baik dalam sistem hukum civil law dan promissory estoppel,2 dalam sistem hukum common law hanya dapat diberlakukan jika perjanjian sudah memenuhi syarat sahnya perjanjian.3 Dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1. Sepakat mereka untuk mengikat dirinya 2 Salah satu doktrin hukum yang mencegah seseorang untuk menarik kembali janjinya 3 Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, (Kencana, Jakarta, 2004), h. 20 49 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Sebab yang halal Empat unsur tersebut selanjutnya dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang digolongkan kedalam dua bagian 1. Unsur subyektif, yaitu unsur pertama dan kedua yang menjadi unsur pokok yang menyangkut subyek pihak yang mengadakan perjanjian. 2. Unsur obyektif, yaitu unsur ketiga dan keempat yang menjadi unsur pokok yang langsung dengan obyek perjanjian. Unsur subyektif mencangkup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan unsur obyektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan obyek yang diperjanjikan, dan causa dari obyek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum.4 Dalam perkembangan doktrin ilmu hukum dikenal dengan adanya tiga unsur dalam perjanjian: a. Unsur esensialia b. Unsur naturalia c. Unsur aksidenttalia 4 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaya, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, h. 94 50 Pada hakikatnya ketiga macam unsur dalam perjanjian tersebut merupakan perwujudan dari asas kebebasan berkontrak yang diatur pada pasal 1320 dan Pasal 1339 B.W. Rumusan dari pasal 1339 menyatakan bahwa “Perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam kontrak melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang”. Dalam kontrak unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu kontrak setelah unsur esensialianya diketahui secara pasti. Misalnya dalam dalam perjanjian yang mengandung esensialia jual beli, pasti terdapat unsur naturalia berupa kewajiban dari penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersembunyi. Ketentuan ini tidak dapat dikesampingkan oleh para pihak, karena sifat jual beli menghendaki hal yang demikian. Masyarakat tidak akan mentolelir suatu bentuk jual beli dimana penjual tidak mau menanggung cacat-cacat tersembunyi dari kebendaan yang dijual olehnya.5 Dalam hukum kontrak dikenal dengan lima asas penting, yaitu:6 1. Asas kebebasan berkontrak 2. Asas konsensualisme 3. Asas pacta sunt servanda 4. Asas itikad baik 5 6 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaya, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, h. 89 Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Sinar Grafika, Jakarta, 2004), h. 9-12 51 5. Asas kepribadian (personalitas) B. Analisis Akta Notaris Pengikat Jual Beli Perumahan di Harapan Indah Bekasi Dalam kontrak juall beli ini dibuat dihadapan Notaris HJ. Tuti Alawiyah, S.H yang beralamat diruko naga swalayan blok A No. 2 Jl Raya Sultan Agung Km 27 Medan Satria, Bekasi, dibuat tanggal 21 Desember 2012. Dengan pihak pertama diwakili direksi untuk dan atas nama Persoroan Terbatas dari PT. Duta Bumi Adipratama, dan pihak kedua oleh Tuan Lenarki Latupeirissa. M.H selaku Pembeli. Bahwa untuk proyek tersebut pihak pertama telah mendirikan telah mendirikan sebuah bangunan diatas tanah Hak Guna Bangunan yang akan dijual kepada calon pembeli baik secara tunai, pembayaran bertahap atau lembaga non Bank. Bangunan seluas 160 m2 yang terletak di Propinsi Jawa Barat, Kabupaten Bekasi, Kecamatan Tarumajaya, Desa Pusaka Rakyat. Sesuai peruntuannya sebagai rumah tinggal yang fasilitas dan turutannya berupa aliran listrik dan saluran air minum dari Perusahaan Daerah Air Minum yang ddidirikan berdasarkan izin mendirikan bangunan yang didirikan oleh instansi berwenang, setempat dikenal dengan cluster Aralia Perumahan Harapan Indah 2.7 Ketentuan pengikatan diri pihak pertama memperkenankan pihak kedua untuk menempati tanah dan bangunan untuk menyetujui dan mengikat diri untuk: 7 Akta Pengikat Jual Beli, Notaris Hj Tuti Alawiyah,S.H, Tanggal 21 Desember 2012 52 a. Menempati tanah dan bangunan rumah tinggal secara baik dan layak b. Memelihara dengan baik atas biaya sendiri c. Memperbaiki atas biaya sendiri segala kerusakan yang tejadi atas tanah dan bangunan tersebut d. Membayar segala kewajiban atas fasilitas atau jasa yang diberikan pihak lain seperti antara lain langganan listrik, langganan air bersih dan sebagainya secara tertib dan teratur e. Membayar pajak bumi dan bangunan serta pajak retribusi maupun pungutan-pungutan lain yang wajib dan lazim dikenakan terhadap pemilik atau penghuni rumah secara tepat dan teratur. Akta pengikat juall beli ini batal demi hukum apabila pihak kedua tidak melaksanakan kewajiban pembayarannya menurut akta ini sampai batas waktu yang telah ditentukan oleh pihak pertama, maka dengan demikian jual beli tanah dan bangunan tersebut dianggap batal dan pihak kedua harus mengembalikan tanah dan bangunan tersebut dalam keadaan kosong. Para pihak sepakat bahwa dengan batalnya akta ini pihak pertama tidak diwajibkan untuk mengembalikan pembayaran yang telah dilakukan oleh pihak kedua dan dianggap sebagai sewa tanah dan bangunan sehingga pihak kedua baik sekarang maupun dikemudian hari melepaskan pihak pertama dari segala tuntutan yang berkaitan dengan pembayaran tersebut baik secara pidana maupun perdata, dan pihak pertama berhak untuk menjual kembali tanah dan bangunan itu kepada pihak lainnya, dan 53 beban biaya yang timbul dalam pembuatan akta ini menjadi beban dan harus dibayar seluruhnya oleh pihak kedua melalui pihak pertama . Batal demi hukumnya pengikat jual beli ini apabila pihak kedua tidak melakukan kewajibannya menurut akta ini. Pihak pertama yang memang tidak memiliki kewajiban berarti terhadap pihak kedua otomatis bila melakuakan wanprestasi pada akta pengikat jual beli ini tidak akan membuat batal demi hukumnya akta pengikat jual beli ini. Isi dari akta pengikat jual beli ini antara PT. Dutabumi Adipratama dengan Konsumen menggambarkan bagaimana lemahnya posisi tawar konsumen yang dibebankan harus memenuhi semua kewajiban pada kontrak ini, dan yang terpenting bentuk perlindungan konsumen bila mana terjadi kerusakan pada rumah yang dibeli oleh konsumen tidak menanggungkan suatu bentuk pertanggung jawaban renovasi rumah yang dibebankan kepada developer. C. Perihal Pembatasan Perjanjian Dalam Hal Perlindungan Konsumen Meskipun kedua belah pihak diperbolehkan dengan janji-janji khusus memperluas atau mengurangi kewajiban-kewajiban yang ditetapkan oleh undang-undang, bahkan mereka diperbolehkan mengadakan perjanjian bahwa si penjual tidak akan diwajibkan menanggung sesuatu apapun. Namun ini ada pembatasannya, yaitu meskipun telah diperjanjikan bahwa si penjual tidak akan menanggung sesuatu apapun, namun ia tetap bertanggung jawab 54 tentang apa yang berupa berupa akibat dari sesuatu perbuatan yang telah dilakukan olehnya, semua yang bertentangan dengan hal ini adalah batal.8 Dasar dari kewajiban bagi sang developer disini untuk menanggung cacat tersembunyi pada barang yang dibeli oleh konsumen adalah pada pasal 1504, pasal 1505 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi, pasal 1504 : “Penjual harus diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada barang yang dijual, yang membuat barang itu tak sanggup untuk pemakaian itu sehingga seandainya pembeli mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak akan membeli barangnya, atau tidak akan membeli selain dengan harga yang kurang”. Dan pada pasal 1505 : “Penjual tidaklah diwajibkan menanggung terhadap cacat yang kelihatan, yang dapat diketahui sendiri oleh pembelii”. Dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan cacat tersembunyi adalah: I. Suatu yang tidak tampak atau diketahui pada saat pembelian dilaksanakan II. Suatu keadaan yang jika diketahui pada saat pembelian dilakukan akan: 8 Subekti, Aneka Pejanjian, (Citra Aditya Bakti, Bandung), 1995, h.18 55 1) Pembeli tidak akan membeli kebendaan tersebut sama sekali, atau 2) Pembeli tidak kan membayar harga pembelian tersebut, kecuali dengan nilai jual yang lebih rendah dari pada yang telah dibayar olehnya. Oleh karena cacat tersembunyi tersebut: a. Mengakibatkan kebendaan yang dibeli tidak dapat dipergunakan sesuai dengan maksud penggunaannya b. Mengakibatkan berkurangnya manfaat pemakaian atau penggunaan kebendaan tersebut.9 Jika dibaca lebih lanjut dalam rumusan pasal 1506 Kitab UndangUndang Hukum Perdata Menyatakan bahwa: “Ia diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi meskipun ia sendiri tidak mengetahui adanya cacat itu, kecuali jika ia, dalam hal sedemikian, telah meminta diperjanjikan bahwa ia tidak diwajibkan menanggung sesuatu apa pun”. Pasal 1506 diatas menunjukan kepada kita semua bahwa yang dinamakan cacat tersembunyi adalah suatu keadaan yang baik diketahui atau tidak diketahui oleh penjual, ia tetap diwajibkan untuk menanggung cacat tersembunyi yang diderita oleh konsumen, kecuali adanya perjanjian yang disepakati kedua pihak untuk tidak 9 Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Juall Beli (Seri Hukum Perikatan), (Raja Grafindo, Jakarta, 2003), h. 178-179 56 ada tanggungan yang diwajibkan kepada pengembang untuk menanggung suatu apapun. Selain perlindungan konsumen yang berada pada pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Hukum Islam Juga mengatur mengenai pelarangan untuk tidak melakukan jual beli yang mengandunng cacat tesembunyi dengan terdapat Hadist Riwayat Ibnu Majah: ،َسَهى َ َل انهَهِ صَهَى اهللُ عََهيْ ِه و َ سَ ًِعْتُ َرسُى:َ قَال،ٍعقْبَ َة بٍِْ عَا ِيز ُ ٍْع َ ِحمُ نًُِسْهِ ٍى بَاعَ ِيٍْ َأخِي ِه َبيْعًا فِيه ِ وَنَا َي،ِ «انًُْسِْهىُ َأخُى انًُْسِْهى:ُيَقُىل ُعيْبٌ ِإنَا بََيَُهُ َنه َ Artinya: Dari Uqbah bin Amir berkata, saya mendengar rasulullah saw bersabda : “Orang Muslim adalah saudara orang muslim, tidak halal bagi seorang muslim menjual kepada saudaranya, (sesuatu barang yang) di dalamnya terdapat aib, kecuali ia menjelaskan kondisinya”. (HR Ibnu Majah) D. Upaya Hukum Yang Dilakukan Konsumen Cacat tersembunyi ini setelah penulis tanyakan kepada penghuni disekitaran cluster ditempat penulis mengadakan penelitian bukan hanya diderita oleh satu rumah saja, tapi berberapa rumah juga mengalami kerusakan yang sama. Namun para konsumen lain melakukan upaya pemenuhan haknya sebagai konsumen hanya melakukan keluhan secara lisan kepada konsumen dan karna lambatnya waktu perbaikan yang dijanjikan oleh developer tidak 57 kunjung ada, mereka yang tidak memiliki basic hukum dan memahami tentang perlindungan konsumen memperbaiki kerusakan yang dideritanya dengan biaya sendiri.10 Salah seorang konsumen yang memiliki basic hukum dan mengerti tentang upaya pemenuhan haknya sebagai konsumen melakukan beberapa upaya untuk mendapatkan kembali haknya sebagai konsumen dengang melakukan beberapa upaya, yaitu: Upaya yang dilakukan oleh konsumen untuk mendapatkan haknya 1. Menyampaikan secara langsung kepada pihak developer secara lisan dengan kekadaan rumah yag dibelinya, hingga beberapa kali sebelum konsumen pergi beracara ke pengadilan. Komplain yang dilakukan konsumen dengan baik-baik untuk memusyawarakan kerusakan yang diderita konsumen. 2. Walau jelas-jelas menderita kerugian akibat wanprestasi developer, namun tidak berarti komplain konsumen segera mendapat tanggapan, apalagi sampai ditindak lanjuti. Komplain konsumen seharusnya mendapatkan respon positif dari pihak pengembang, sebagai indikasi adanya itikad baik pengembang, utamanya terkait dengan pemberian ganti rugi atau kompensasi sebagai bentuk pertanggung jawabannya sebagai pelaku usaha. Sehingga sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh UU No. 8 Tahun 1999, yaitu Pasal 7 huruf (a) UU No. 8 Tahun 1999 ; 10 Wawancara dengan konsumen, pada Minggu 14 Juni 2015, pukul 12.30 58 “kewajiban pelaku usaha adalah beritikad baik dalam menjalankan usahanya” Upaya pertama dengan menyampaikan keluhan secara lisan kepada developer tidak mendapatkan tindak lanjut dan itkad baik dari developer, membuat konsumen melakukan tindakan kedua dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Kerusakan kepada PT. Dutabumi Adipratama dan Kontraktor pembangunan Cluster Aralia Kota Harapan Indah Bekasi dengan memberikan daftar keruskan yang diderita oleh rumah konsumen: 1. Kamar lantai 1 pada tembok sisi kanan merembes dan mengucur air keluar dari wallpaper yang telah dipasang oleh pemohon mengakibatkan rusaknya seluruh wallpaper yang telah dipasang 2. Air keluar meluber dari cela-cela tegel pada tegel kamar lantai 1 digunakan 3. Merembesnya air sampai ketembok sisi kanan dari pintu masuk rumah dilantai 1 mengakibtkan wallpaper rusak 4. Rembesnya air dari kamar mandi dilantai 2 merusak plafon kamar mandi pada kamar dilantai 1 5. Pintu kamar mandi tidak ada bolongan untuk pengait kunci pintu kamar mandi 6. Tangan tangga kayu hanya dicantol dengan paku sehingga ketika dipegang copot dan tidak bisa lagi digunakan 59 7. Kamar mandi pada lantai 2 sejak awal sudah dikasih tahu ke developer dan kontraktor tetapi tidak ditangani dengan serius dan ditinggalkan begitu saja sampai sekarang sehingga tidak dapat digunakan karena kalau digunakan air akan merembes kekamar lantai 1 8. Washtafel pada kamar mandi lantai 2 tidak dapat digunakan karena air tidak keluar 9. Merembesnya air pada dak dibalkon kamar lantai 2 sebelah kiri mengakibatkan saklar lampu balkon kamar lantai 2 tidak bisa digunakan pada musim hujan 10. Tidak adanya lampu pada washtafel kamar mandi lantai 1 dan 2.11 Bahwa pemohon berharap penanganan kerusakan rumah pemohon yang sejak awal pemohon ditempati dan telah berulang kali pemohon beritahukan serta pemohon laporkan akan segera dilakukan, sehingga tidak membuat kerusakan yang makin parah terhadap rumah pemohon. Oleh karena itu pemohon menyerahkan sepenuhnya kepada developer dan kontraktor untuk memperbaiki dan atau merenovasi cacat tersembunyi pada rumah pemohon yang pemohon beli dari PT Dutabumi Adipratama, dengan segera setelah surat ini disampaikan. 11 Wawancara dengan konsumen, pada Minggu 14 Juni 2015, pukul 12.30 60 3. Konsumen yang telah melakukan 2 kali upaya sebelumnya dengan melakukan upaya secara lisan dengan baik-baik kepada developer sampai dengan tindakan ke 3 yaitu dengan melakukan tindakan kasar dikantor developer sampai membuat para pekerja dikantor berhamburan keluar akibat takut dengan kedatangan konsumen yang merah dengan tidak adanya itikad baik yang coba ditawarkan oleh developer mengenai kerusakan yang dialami konsumen. 4. Konsumen merasa telah melakukan 2 itikad baik sebelumnya namun tidak ada respon yang baik dari developer memaksa konsumen untuk melakukan hal kasar terkait memperoleh haknya sebagai konsumen. Pihak developer meminta agar dinegosiasikan lagi secara baik-baik dengan kerusakan rumah yang dideritan oleh konsumen dan menyatakan bersedia untuk merenovasi kerusakan yang diderita oleh konsumen 5. Niatan awal konsumen yang hanya meminta perbaikan rumah dengan keadaan rumah yang mengandung cacat tersembunyi, bertambah dengan meminta adendum kontrak pengikat jual beli dengan menambahkan klausul renovasi rumah sebagai penambahan pada klausul akta pengikat jual beli yang telah disepakati12 12 Wawancara dengan konsumen, pada Minggu 14 Juni 2015, pukul 12.30 61 Selain itu developer juga memberikan tanggapan mengenai tindakan yang dilakukan oleh konsumen, yaitu 1. Menanggapi upaya pertama yang dilakukan oleh konsumen developer memberikann teguran kepada kontraktor dengan menegur secara lisan menegenai pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor. 2. Bentuk pertanggung jawaban lain setelah menegur kontraktor, developer mengirimkan team ketempat konsumen untuk melihat secara langsung apa sajakah kerusakan yang harus diperbaiki dirumah konsumen. 3. Setelah mengirimkan team ketempat konsumen dan mendengar hasil keadaan rumah yang ditempati oleh konsumen, developer mengundang langsung kepada konsumen dengan memberikan surat undangan untuk membicarakan mengenai kerusakan yang dialami oleh rumah konsumen. 4. Konsumen developer dan kontraktor duduk bersama untuk membicarakan solusi perihal masalah kerusakan rumah yang dididerita oleh konsumen, dengan memberikan opsi untuk memperbaikan rumah yang rusak kepada konsumen. 5. Setelah duduk bersama untuk menentukan solusi yang tebaik dari kasus yang dialami oleh konsumen, developer memberikan itikad baik kepada konsumen untuk memperbaiki segala kerusakan 62 rumah yang dialami oleh konsumen, sehingga konsumen menempati rumah secara baik dan layak.13 Dari kedua hasil wawancara diatas kita dapat melihat bahwa rumah yang ditempati oleh konsumen benar mengandung cacat tersembunyi, dan segala upaya telah dilakukan oleh konsumen untuk mendapatkan bentuk pertanggung jawaban yang yang diharapkan oleh konsumen, untuk meadendum akta pengikat jual beli dengan menambahkan bunyi pasal yang memastikan adanya renovasi rumah yang dilakukan oleh pihak developer bila mana terjadi kerusakan yang mengandung cacat tersembunyi, dan segera melakukan perbaikan secepatnya terhadap rumah pada saat ini yang sudah mengalami kerusakan sangat parah. Meskipun demikian keinginan bentuk pertanggung jawaban yang diinginkan oleh konsumen tidak semuanya menjadi kenyataan, karena pihak developer tidak ingin melakukan adanya adendum akta pengikat jual beli dengan konsumen dan hanya mau untuk memberikan pertanggung jawaban untuk merenovasi kerusakan rumah yang diderita oleh konsumen. 13 Wawancara dengan pihak developer, pada Jum’at 12 Juni 2015, Pukul 11.00 65 DAFTAR PUSTAKA Al-Quran dan Al-Hadist Buku: Aminudin, Peran Rumah Dalam Kehidupan Manusia, Semarang : Kanisius, 2007 Budiharjo, Eko, Percikan Masalah Arsitektur, Perumahan dan Perkotaan, Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 1998 Fuady, Munir, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, Bandung, CV Utomo, 2005 Fuady, Munir, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, cet IV , Bandung : Citra Aditya Bakti 2013 Harianto, Dedi, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan Yang Menyesatkan, Bogor : Ghalia Indonesia, 2010. Hendrawan, Pembangunan Perumahan Berwawasan Lingkungan, Jakarta : Rineke Cipta, 2004 H.S, Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta, Sinar Grafika, 2004 Hutagalung, Arie. S. Serba Aneka Tanah Dalam Kegiatan Ekonomi, cet 1, Depok : Badan Penerbit fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002. Kartika, Elsa, Hukum Dalam Ekonomi, Jakarta : Gramedia Widiarsana Indonesia, 2005. Kartohadiprodjo, Soediman, Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, Jakarta, Gatra Pustaka. Kristiyanti, Celiana Tri Siwi, Hukum Perlindungan Konsumen, cet III , Jakarta : SinarGrafika 2011 Miru, Ahmadi dan Yodo Sutarman.Hukum Perlindungan Konsumen, RajaGrafindo Persada, 2004 Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaya, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Jakarta, Rajawali Pers, 2004 Nasution, AZ, Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta ; Grasindo, 2000 Nugroho, Susanti Adi, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Jakarta, Kencana, 2011 66 Panggabean, Henry P.Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omstandighegen) sebagai Alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjian: Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda, Yogyakarta: Kanisius, 1992. Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Grasindo, 2000 Subekti, Aneka Perjanjian, Cet Kesepuluh, Bandung: Pt Citra Aditya Bakti, 1995. Sudiro, Ahmad, Hukum dan Keadilan (Aspek Nasional dan Internasional), Jakarta, Raja Grafindo, 2013. Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, Bandung : Citra Aditya, 1999. Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisi Kasus, Jakarta, Kencana, 2004 Syarief, Zulfi, Kebijakan Pemerintah di Bidang Perumahan dan Permukimman Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah, Medan : USU Press, 2000 Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlidungan Konsumen, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2000. Widjaya, Gunawan dan Kartini Muljadi, Jual Beli (Seri Hukum Perikatan), Jakarta, Raja Gradindo, 2003. Widyaningsih, Beberpa Pokok Pikiran Tentang Perumahan, Bandung : Tarsito, 2006 Jurnal Rajagukguk, Erman, Peran Hukum dalam Pembangunan Pada Era Globalisasi: Implikasinya bagi Pendidikan di Indonesia, pidato pengukuhan jabatan Guru besar UI, 4 Januari 1997, dalam buku Nyayian Sunyi Kemerdekaan Erman Rajagukguk (Tetes-Tetes Pemikiran 1971-2006), Jakaarta, Fakultas Hukum UI, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi, 2006. Rajagukguk, Erman, Pentingnya Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Era Perdagangan Bebas, dalam buku Hukum Perlindungan Konsumen, penyunting Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyanti, Mandar Maju, 2000 Gaharpun, Mariam, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Tindakan Pelaku Usaha, Jurnal Yustika, Vol. 3 No 1 Juli 2000 Peraturan Perundang-Undangan: 67 Undang-Undang Dasar 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Peraturan Lainya: AD/ ART Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia Internet: http://www.kamusbesar.com http://www.sarjanaku.com/2013/04/pengertian-bisnis-properti-tujuan.html