BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pengertian Pemecahan Saham (Stock Split) Menurut kamus istilah keuangan dan investasi, stock split atau pemecahan saham merupakan pemecahan jumlah saham yang beredar dari suatu perusahaan tanpa penambahan apapun dalam ekuitas pemegang saham. Menurut Robert Ang (1997), pemecahan saham merupakan suatu aksi yang dilakukan oleh emiten dengan memecah nilai sahamnya menjadi nilai nominal yang lebih kecil. Menurut Jogiyanto (2000) dalam Latifah (2008) pemecahan saham (stock split) adalah memecahkan selembar saham menjadi n lembar saham, dimana harga per lembar saham baru setelah stock split adalah sebesar 1/n dari harga sebelumnya. Almilia dan Kristijadi (2005:3) menyatakan stock split merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh para manajer perusahaan dengan melakukan perubahan terhadap jumlah saham yang beredar dan nilai nominal per lembar saham sesuai dengan split factor. Split factor merupakan perbandingan jumlah saham yang beredar sebelum dilakukannya stock split dengan jumlah saham yang beredar setelah dilakukannya stock split. Sedangkan menurut Susiyanto (2004) pemecahan saham (stock split) merupakan aksi emiten yang dilakukan dengan cara memecah nilai nominal saham menjadi nominal yang lebih kecil sesuai dengan rasio yang ditentukan. Perubahan nilai nominal tersebut hanya mengakibatkan penambahan jumlah lembar saham, tetapi tidak mengubah jumlah modal ditempatkan dan 13 14 modal disetor (paid in capital). Dengan kata lain, aksi pemecahan saham tidak akan mengurangi atau menambah nilai investasi dari pemegang saham atau investor. Pemecahan saham ini memberikan informasi yang mampu memberikan keyakinan tinggi tentang masa depan perusahaan. Pengaruh informasi terhadap harga saham menunjukkan hasil yang menyenangkan disekitar waktu pengumuman pemecahan saham, harga saham mengalami kenaikan yang cukup tinggi, namun bukti yang diperoleh harus diinterprestasikan dengan hati-hati. Ternyata pemecahan saham yang dilakukan ini mendahului adanya peningkatan dividen kas dan laba. Pasar tampaknya menganggap pemecahan saham sebagai indikasi adanya peningkatan laba perusahaan, jadi peningkatan harga saham yang terjadi bukan disebabkan oleh adanya pemecahan saham itu sendiri namun lebih disebabkan oleh informasi yang positif. 2.1.2 Teori Pemecahan Saham (Stock Split) Secara teoritis motivasi yang melatar belakangi perusahaan melakukan stock split tertuang dalam beberapa teori, antara lain Signaling Theory dan Trading Range Theory. a. Signaling theory Signaling theory (Marwata,2001) menyatakan bahwa pemecahan saham memberikan informasi kepada investor tentang prospek peningkatan return masa depan yang substansial. Return yang meningkat tersebut dapat diprediksikan sinyal tentang laba jangka pendek dan jangka panjang. Signaling Theory 15 menyatakan bahwa stock split memberikan sinyal yang positif karena manajer perusahaan akan menginformasikan prospek masa depan yang baik dari perusahaan kepada publik yang belum mengetahuinya. Pemecahan saham ( stock split) seharusnya menunjukkan sinyal yang valid karena tidak semua perusahaan dapat melakukannya. Hanya perusahaan yang memiliki kinerja yang baik saja yang dapat melakukannya, karena untuk melakukan stock split perusahaan harus menanggung semua biaya yang ditimbulkan dari peristiwa tersebut, padahal pemecahan saham tidak mempengaruhi modal dan cash flow perusahaan. Pemecahan saham mengandung biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan yang melakukannya, misalnya: biaya penerbitan saham, biaya percetakan saham, biaya perijinan, dan lain sebagainya. b. Trading Range Theory Trading Range Theory memberikan penjelasan bahwa stock split meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Menurut teori ini, manajemen menilai harga saham terlalu tinggi sehingga kurang menarik diperdagangkan. Manajemen berupaya untuk menata kembali harga saham pada rentang harga tertentu yang lebih rendah dibandingkan sebelumnya. Hal ini diharapkan semakin banyak partisipan pasar yang akan terlibat dalam perdagangan. Dengan adanya stock split, harga saham akan turun sehingga akan banyak investor yang mampu bertransaksi. Trading Range Theory menyatakan bahwa manajemen melakukan stock split didorong oleh perilaku praktisi pasar yang konsisten dengan anggapan 16 bahwa dengan melakukan stock split dapat menjaga harga saham tidak terlalu mahal. Di mana selanjutnya nilai nominal saham dipecah karena ada batas harga yang optimal untuk saham. Tujuan dari pemecahan nilai nominal saham adalah untuk meningkatkan daya beli investor sehingga akan tetap banyak pelaku pasar modal yang mau memperjual belikan saham yang bersangkutan. Kondisi ini pada akhirnya akan meningkatkan likuiditas saham. 2.1.3 Jenis Pemecahan Saham (Stock Split) Jenis-jenis Pemecahan Saham (Stock Split), pada dasarnya ada dua jenis pemecahan saham yang dilakukan: a. Pemecahan naik (split-up) Pemecahan naik (split-up) adalah penurunan nominal per lembar saham yang mengakibatkan bertambahnya jumlah saham yang beredar. Misal pemecahan saham dengan split factor 2:1, 3:1, 4:1. Stock split dengan faktor pemecahan 2:1 maksudnya adalah dua lembar saham baru (lembar setelah stock split) dapat ditukar dengan satu lembar saham lama (lembar sebelum stock split). Stock split dengan faktor pemecahan 3:1 maksudnya adalah tiga lembar saham baru (lembar setelah stock split) dapat ditukar dengan satu lembar saham lama (lembar sebelum stock split) dan seterusnya. b. Pemecahan turun (split-down atau reverse split) Pemecahan turun (split-down atau reverse split) adalah peningkatan nilai nominal per lembar saham dan mengurangi jumlah saham yang beredar. Splitdown lebih dikenal sebagai reverse stock split. Tujuan split-down adalah 17 untuk meningkatkan harga saham di pasar agar image perusahaan meningkat. Split-down dilakukan dengan menarik kembali sejumlah saham yang beredar dan diganti dengan satu saham baru yang nominalnya lebih tinggi, tetapi tidak mengubah total disetor dan total ekuitas. Misalnya pemecahan turun dengan faktor pemecahan 1:2, 1:3, 1:4. Stock split dengan faktor pemecahan 1:2 maksudnya adalah satu lembar saham baru (lembar setelah stock split) dapat ditukar dengan dua lembar saham lama (lembar sebelum stock split). Stock split dengan faktor pemecahan 1:3 maksudnya adalah satu lembar saham baru (lembar setelah stock split) dapat ditukar dengan tiga lembar saham lama (lembar sebelum stock split) dan seterusnya. Para emiten sampai sampai saat ini hanya melakukan stock split naik (stock split-up). Dan jarang terjadi kasus reverse stock (stock split-down). 2.1.4 Mekanisme Stock Split Aksi korporasi stock split dapat berperan sebagai salah satu upaya mencapai pemberdayaan. Stock split dapat menjadikan harga saham secara absolut lebih rendah. Investor yang semula tak dapat menjangkau harga saham, melalui stock split menjadi terjangkau. Stock split merupakan perwujudan pemerataan untuk para investor untuk membeli dan memiliki saham. Melalui stock split frekuensi perdagangan saham cenderung meningkat atau lebih likuid. Perdagangan saham yang likuid akan cenderung meningkatkan harga sahamnya. Mekanisme dan informasi mengenai kebijakan stock split akan diberitahukan oleh Dewan Direksi berdasarkan dengan hasil keputusan Rapat Umum Pemegang 18 Saham (RUPS). Sebagai contoh nilai nominal saham yang semula sebesar Rp.1000,- (seribu rupiah) menjadi sebesar Rp 500,- (lima ratus rupiah) per saham. Jika dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memutuskan adanya perubahan anggaran dasar, keputusan tersebut dibuat dihadapan notaris yang ditunjuk oleh Dewan Direksi. Perubahan anggaran dasar tersebut harus diterima dan dicatat oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum serta didaftarkan dalam daftar perusahaan pada kantor pendaftaran perusahaan daerah setempat. Sehubungan dengan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mengenai persetujuan untuk melakukan konversi sahamnya menjadi catatan elektronik (tanpa warkat) dalam rekening efek perusahaan efek atau bank kustodian dimana pemegang saham membuka rekening efeknya (konversi saham) dan pemecahan nilai nominal saham dari Rp 1000,- (seribu rupiah) per saham menjadi sebesar Rp 500,- (lima ratus rupiah) per saham, Dewan Direksi akan memberitahukan tata cara konversi saham dan pemecahan nilai nominal saham. 2.1.5 Keunggulan dan Kelemahan Pemecahan Saham (Stock Split) Dalam melakukan stock split (pemecahan saham) manajemen perusahaan harus mempertimbangkan keunggulan dan kelemahan stock split itu sendiri bagi investor dan perusahaan (McGough., 1993 dalam Sariwulan., 2007). Keunggulan stock split antara lain: 1. Dengan nilai saham yang rendah dapat menciptakan market dan efesiensi pasar yang luas. 2. Dapat menarik para investor kecil dan mengubah pemegang saham odd-lot 19 (membeli saham di bawah 500 lembar) menjadi round lot (membeli saham minimal 500 lembar). 3. Jumlah pemegang saham akan bertambah, berarti makin membaiknya likuiditas pasar. 4. Sinyal bagi pasar bahwa manajemen sangat optimis terhadap pertumbuhan perusahaan. Selain bagi perusahaan, stock split juga dipercaya beberapa pihak membawa keuntungan bagi investor, baik itu investor lama maupun investor baru. Keuntungan stock split bagi investor antara lain: Bagi investor lama: Secara tidak langsung investor lama yang jumlah sahamnya belum banyak akan berkesempatan untuk memperoleh bonus tambahan karena untuk memperoleh bonus tambahan diperlukan minimal 1000 saham. Bagi investor baru: Jika sebelumnya calon investor belum mampu membeli saham emiten, dengan adanya stock split yang mengakibatkan saham menjadi lebih murah maka calon investor jadi mampu membelinya. Sedangkan kelemahan stock split antara lain: 1. Tingkat harga saham saat ini belum dapat menjamin keberhasilan stock split karena ketidak pastian pada lingkungan bisnis. 2. Harga saham di masa mendatang harus dipertimbangkan dengan hati-hati karena dapat menempatkan perusahaan dalam posisi akuisisi. 20 3. Harga pasar saham setelan stock split dapat membuat perusahaan berada di bawah harga perusahaan lain dalam industri sejenis. 4. Meningkatkan jumlah pemegang saham akan meningkatkan biaya jasa untuk pemegang saham. 2.1.6 Perlakuan Akuntansi Pemecahan Saham (Stock Split) Perlakuan pemecahan saham (stock split) tidak disebutkan dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Namun yang diatur dalam PSAK No. 21 paragraf 23 tahun 2002 yaitu mengenai dividen saham yang dibagikan dalam perusahaan. Sebuah perusahaan dapat memperbanyak jumlah saham yang beredar dengan cara mengurangi nilai nominal saham. Penurunan nilai nominal saham ini dapat menambah jumlah lembar saham yang beredar tanpa adanya penyetoran atau kapitalisasi dari laba yang tidak dibagi. Bagi pemegang saham penurunan nilai nominal per lembar saham tidak akan mengubah nilai buku investasi. Satusatunya perubahan yang ada hanyalah adanya pertambahan jumlah lembar saham yang dimiliki. Dari sudut pandang akuntansi, tidak ada ayat jurnal yang dicatat untuk pemecahan saham. Namun suatu catatan memorandum dibuat untuk menunjukkan bahwa nilai pari saham telah berubah dan jumlah saham telah bertambah (Kieso et al. 2000: 366). Selain itu terdapat pendapat dari peneliti lain yaitu Jogiyanto (1995:50) menyatakan bahwa dari sisi akuntansi tidak ada pencatatan untuk suatu pemecahan saham, namun rincian mengenai perubahan nilai dan jumlah saham yang beredar biasanya diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. 21 2.1.7 Kinerja Keuangan Kinerja perlu diukur dan dievaluasi untuk menentukan sejauh mana keberhasilan atas kinerja tersebut dapat mencapai suatu tujuan tertentu. Dua aspek yang sering digunakan dalam menilai kinerja adalah efektivitas dan efisiensi. Efektivitas mencerminkan hubungan output dengan suatu tujuan tertentu, sedangkan efisiensi menggambarkan hubungan antara input dan output. a. Definisi Kinerja Keuangan Jumingan (2006:239) mendefinisikan bahwa kinerja keuangan adalah gambaran kondisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana, yang biasanya diukur dengan indikator kecukupan modal, likuiditas, dan profitabilitas. Berbeda dengan Sutrisno (2009:53) menyatakan bahwa kinerja keuangan perusahaan merupakan prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan tersebut. Dari definisi kinerja keuangan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kinerja keuangan merupakan gambaran hasil atau prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu yang menjadi cermin dari tingkat kesehatan perusahaan tersebut. Kinerja keuangan yang baik dapat diukur dengan laba per saham yang akan diperoleh para pemegang saham. 2.1.8 Laba per Saham Laba per saham dapat diukur dengan rasio earning per share (EPS). Earning per share (EPS) merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan 22 yang diperoleh investor per lembar sahamnya. Di dalam EPS terkandung informasi mengenai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan dapat membantu investor untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan arus kas yang baik di masa yang akan datang. Karena laba per saham perusahaan yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dapat dijadikan indikator adanya keberhasilan suatu perusahaan dalam mengelola dana yang tersedia. Semakin tinggi laba per saham suatu perusahaan maka saham tersebut akan semakin menarik karena menggambarkan jumlah rupiah yang akan di peroleh investor per lembar saham yang dimilikinya. Suatu informasi data jumlah lembar saham harus di ungkapkan dalam laporan keuangan terlebih untuk perusahaan yang go public, sehingga secara luas dapat digunakan oleh para pemegang saham dan investor potensial dalam mengevaluasi profitabilitas perusahaan. Maksud dari ditampilkannya laba per saham dalam laporan keuangan adalah untuk mengidentifikasi pendapatan yang diperoleh oleh setiap lembar saham dari saham biasa. Jadi hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Kieso dan Weggandt (2002:424) mengatakan bahwa laba per saham dicatat untuk saham biasa. Laba per saham atau earnings per share adalah rasio yang menunjukan pendapatan yang diperoleh setiap lembar saham. Salah satu alasan investor membeli saham adalah untuk mendapatkan dividen, jika nilai laba per saham kecil maka kecil pula kemungkinan perusahaan untuk membagikan dividen. Maka dapat dikatakan investor akan lebih tertarik pada saham yang memiliki earnings per share (EPS) tinggi dibandingkan saham yang memiliki earnings per share 23 (EPS) rendah. Earnings per share yang rendah cenderung membuat harga saham turun. 2 .1.9 Reaksi Pasar Reaksi pasar adalah segmentasi tingkah laku mengelompokkan pembelian berdasarkan pada pengetahuan, sikap penggunaan atau reaksi pasar mereka terhadap suatu produk. Reaksi pasar terhadap stock split dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Aktifitas stock split dapat memengaruhi pasar dalam bentuk harga saham, likuiditas saham, keuntungan pemegang saham, sinyal yang informatif, dan resiko saham. Penelitian-penelitian tentang pengaruh stock split telah banyak dilakukan dan menunjukkan hasil yang variatif. Barker (1956) dan Lamoureux dan Poon (1987) dalam Farmawati dan Asri (1999) menyimpulkan bahwa jumlah pemegang saham menjadi lebih banyak setelah stock split. Kenaikan tersebut disebabkan karena dengan menurunnya harga, maka menarik investor untuk memperbanyak jumlah saham yang dipegang. Dengan demikian likuiditas saham meningkat akibat semakin banyak investor yang dapat menjual atau membeli saham. Bertolak belakang dengan penelitian tersebut, Copeland (1979) menemukan adanya penurunan likuiditas setelah stock split dengan masing-masing menggunakan volume perdagangan. Jika pengumuman mengandung informasi, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman diterima. Reaksi pasar ini ditunjukkan dengan adanya perubahan harga sekuritas yang bersangkutan. Meskipun stock split 24 dinyatakan tidak memiliki nilai ekonomis, kandungan informasi didalamnya mendorong pasar untuk bereaksi pada pengumuman stock split. 2.1.10 Volume Perdagangan Saham Volume perdagangan saham dapat di ukur dengan rasio Trading Volume Activity (TVA). Trading Volume Activity (TVA) merupakan perbandingan antara jumlah saham yang diperdagangkan pada waktu tertentu dengan jumlah saham perusahaan yang beredar pada periode tertentu. Besar kecilnya perubahan rata-rata TVA antara sebelum dan sesudah stock split merupakan ukuran besar kecilnya akibat yang ditimbulkan oleh adanya peristiwa stock split terhadap volume perdagangan saham. Keputusan stock split yang digunakan oleh perusahaan ketika harga sahamnya dinilai terlalu tinggi akan mempengaruhi kemampuan investor untuk membelinya, sehingga akan mempunyai nilai jika terdapat perubahan dalam volume perdagangan sahamnya. Besar kecilnya pengaruh pemecahan saham terhadap volume perdagangan saham terlihat dari besar kecilnya jumlah saham yang diperdagangkan. Sehubungan dengan adanya pemecahan saham maka harga saham akan menjadi lebih murah sehingga volatilitas harga saham menjadi lebih besar dan akan menarik investor untuk memiliki saham tersebut atau menambah jumlah saham yang diperdagangkan. Menurut Copeland (1979), semakin banyak investor yang akan melakukan transaksi terhadap saham tersebut maka volume perdagangan sahamnya akan meningkat. 25 2.1.11 Penelitian Terdahulu Khomsiyah dan Sulistyo (2001) meneliti tentang faktor tingkat kemahalan harga saham, kinerja keuangan perusahaan dan keputusan stock split untuk periode pengamatan tahun 1996 di Bursa Efek Jakarta. Sampel yang digunakan sebanyak 115 perusahaan yang terdiri dari 56 perusahaan melakukan pemecahan saham dan 59 perusahaan yang tidak melakukan stock split. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis diskriminan dimana tujuan penelitiannya untuk menguji bahwa variabel kinerja perusahaan dan tingkat kemahalan harga saham merupakan faktor pembeda antara perusahaan yang melakukan stock split dengan perusahaan yang tidak melakukan stock split. Kesimpulan penelitiannya menyatakan bahwa kinerja keuangan yang menggunakan proksi earning per share (EPS) terbukti signifikan, namun tidak terbukti untuk proksi pertumbuhan laba, serta variabel tingkat kemahalan harga saham yang diuji menggunakan proksi price to earning ratio (PER) terbukti signifikan, namun tidak terbukti untuk proksi price book value (PBV). Penelitian Sudiro (2000) terkait dampak pengumuman stock split terhadap abnormal return dan trading volume activity (TVA) di bursa efek Jakarta. Periode penelitian dilakukan pada tahun 1999 dengan menggunakan 14 sampel perusahaan yang melakukan stock split. Teknik analisis yang digunakan yaitu event study untuk mengetahui pergerakan harga saham yang terjadi di seputar pengumuman stock split. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan abnormal return yang signifikan pada waktu sebelum dan sesudah stock split, sementara untuk variabel volume 26 perdagangan saham, terdapat perbedaan signifikan pada waktu sebelum dan sesudah event. Indriyani (2005), meneliti tentang dampak pemecahan saham terhadap tingkat keuntungan saham dan tingkat likuiditas saham pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 2002-2003. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan uji beda dua rata-rata data berpasangan (Paired Sample T-test). Untuk mengukur besarnya tingkat keuntungan saham, peneliti menggunakan indikator laba per lembar saham atau earnings per share (EPS), sedangkan untuk mengukur tingkat likuiditas saham digunakan indikator Trading Volume Activity (TVA). Hasil dari penelitian ini memperoleh hasil bahwa pada hipotesis pertama menunjukkan bahwa hipotesis nol diterima hal ini berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara perubahan earnings sebelum dan setelah pemecahan saham. Perubahan earnings sebelum pemecahan saham mengalami kenaikan kemudian disusul dengan penurunan setelah pemecahan saham sehingga tingkat keuntungan saham mengalami penurunan. Pada pengujian kedua terhadap aktivitas volume perdagangan menghasilkan keputusan bahwa hipotesis nol ditolak yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan pada aktivitas volume perdagangan sebelum dan setelah pemecahan saham. Aktivitas volume perdagangan setelah pemecahan saham mengalami penurunan sehingga tingkat likuiditas saham juga menurun. Penelitian yang dilakukan Rohana et al. (2003) bertujuan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi stock split dan dampak yang ditimbulkannya pada periode tahun 1999 hingga 2002. Variabel yang menjadi fokus penelitian 27 yaitu harga saham, frekuensi perdagangan saham, serta earning. Sampel yang digunakan sebanyak 78 perusahaan yang 39 di antaranya merupakan perusahaan yang melakukan stock split dan 39 perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham. Berdasarkan analisis regresi logistic, penelitian ini menyimpulkan bahwa harga saham mempunyai pengaruh signifikan terhadap keputusan stock split, frekuensi perdagangan saham tidak terbukti signifikan terhadap stock split, namun terdapat perbedaan signifikan di dua kuartal sebelum dan dua kuartal setelah pemecahan saham, serta untuk variabel earning perusahaan yang diproksikan dengan operating income tidak terbukti terdapat perbedaan signifikan. Penelitian Fatmawati dan Asri (1999) terkait pengaruh stock split terhadap likuiditas saham yang diukur dengan besarnya bid-ask spread di BEJ menggunakan 30 perusahaan sebagai sampel penelitian. Periode penelitian dilakukan pada tahun 1995 hingga 1997 dengan menggunakan model analisis regresi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu harga saham, volume perdagangan saham, volume turn over saham, volatilitas saham, serta varian return. Hasil penelitian menemukan bahwa secara keseluruhan, aktifitas split berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat harga saham, volume turn over dan persentase spread. Adanya perbedaan spread sebelum dengan sesudah split dipengaruhi secara signifikan oleh variabel harga saham, volume perdagangan, dan varian. Mulyanto (2006) melakukan penelitian terhadap 35 perusahaan yang terdaftar pada BEJ selama tahun pengamatan 2001-2003. Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah kinerja saham berbeda secara signifikan di sekitar tanggal 28 pengumuman stock split. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini abnormal return dan volume perdagangan saham (TVA). Metode analisis yang digunakan berupa model market-adjusted serta analisis t-test. Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara abnormal return saham sebelum dan sesudah stock split, serta terdapat perbedaan TVA yang signifikan di seputar pengumuman stock split. Aduda dan Caroline (2010) menguji efek dari saham yang dipecah di Nairobi Stock Exchange dengan mempelajari sembilan perusahaan yang mengalami stock split di periode 2002-2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, ada suatu peningkatan di volume perdagangan dari saham yang diperdagangkan ketika stock split tersebut diumumkan, terutama terjadi di hari sekitar tanggal stock split. Aktivitas perdagangan saham dilihat secara umum juga meningkat setelah saham yang dipecah dibandingkan dengan saham yang belum dipecah. Kurniawati (2003) melakukan pengujian berdasarkan pengamatan harga saham selama lima hari sebelum tanggal pengumuman, pada hari saat pengumuman dan lima hari setelah tanggal pengumuman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengumuman stock split memiliki kandungan informasi sehingga direspon oleh para pelaku pasar di pasar modal Bursa Efek Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa pasar bereaksi karena mengetahui prospek perusahaan yang bagus di masa depan yang disinyalkan melalui stock split, dimana hanya perusahaan yang memiliki kinerja yang baguslah yang dapat melakukan stock split. Pada pengujian likuiditas saham menunjukkan hanya beta saja yang memiliki perbedaan yang signifikan, sedangkan volume perdagangan dan bid ask 29 spread meskipun berbeda tetapi tidak signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan likuiditas setelah stock split. Rerangaka Pemikiran Peristiwa stock split dapat dijelaskan melalui dua teori yaitu signalling theory dan trading range theory. Signalling theory menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan stock split mempunyai kinerja yang bagus, maka disusunlah hipotesis tentang kinerja keuangan perusahaan yang di ukur dengan menggunakan laba per saham yang diproksi dengan rasio EPS. Sedangkan trading range theory menyatakan bahwa pemecahan saham akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham sehingga dapat mempengaruhi volume perdagangan saham, maka disusunlah hipotesis tentang volume perdagangan saham yang diproksi dengan rasio TVA. Kemudian volume perdagangan saham dan laba per saham perusahaan sebelum dan sesudah melakukan stock split dibandingkan untuk diketahui ada tidaknya perbedaan. 30 Stock Split Kinerja keuangan Reaksi pasar Signalling theory Trading range theory Laba per Saham Volume Perdagangan Saham Sebelum stock split Sesudah stock split Sebelum stock split Uji beda Sesudah stock split Uji beda Gambar 1 Kerangka Pemikiran Teoritis Perumusan Hipotesis Pemecahan saham (stock split) yang dilakukan oleh perusahaan mempengaruhi kinerja keuangan yang merupakan gambaran hasil atau prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu yang menjadi cermin dari tingkat kesehatan perusahaan tersebut. Dengan adanya informasi mengenai peningkatan kinerja perusahaan, maka para investor menganggap bahwa pemecahan saham akan memengaruhi tingkat keuntungan. Dengan tingkat keuntungan perusahaan yang tinggi maka perusahaan akan mampu memberikan 31 EPS yang tinggi di tiap lembar sahamnya, hal ini akan membuat para investor tertarik untuk berinvestasi. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, peristiwa stock split akan berdampak positif pada laba per saham (EPS) yang akan diterima oleh investor yang diberikan oleh perusahaan karena adanya perbedaan tingkat keuntungan setelah publikasi stock split. Laba per saham yang diterima oleh pemegang saham setelah stock split lebih kecil dibandingkan sebelum stock split hal ini terjadi karena adanya perubahan harga dan bertambahnya jumlah lembar saham. Maka hipotesis tentang reaksi pasar dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : H1: Laba per saham perusahaan sesudah stock split lebih kecil dari pada sebelum stock split. Stock split merupakan informasi yang positif bagi investor, hal ini disebabkan dengan adanya stock split maka harga saham akan dalam posisi undervalued (dibawah harga yang wajar). Harga saham yang rendah tersebut diharapkan dalam beberapa waktu kemudian akan mengalami peningkatan. Volume perdagangan saham merupakan ukuran dari kandungan informasi. Karena stock split secara teoritis memiliki kandungan informasi, maka stock split akan mempengaruhi volume perdagangan saham. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stock split menimbulkan perbedaan volume perdagangan saham. Menurut trading range theory yang menyatakan bahwa pemecahan saham akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Namun pemecahan saham 32 mengandung biaya transaksi pialang yang harus ditanggung oleh para investor. Biaya tersebut menyebabkan menurunnya minat investor terhadap saham sehingga aktivitas volume perdagangan bisa mengalami penurunan. Maka hipotesis tentang reaksi pasar dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: H2: Volume perdagangan saham perusahaan sesudah stock split lebih kecil dari pada sebelum stock split.