Stock Split - STIESIA Repository

advertisement
BAB 2
TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1
Pengertian Pemecahan Saham (Stock Split)
Menurut kamus istilah keuangan dan investasi, stock split atau pemecahan
saham merupakan pemecahan jumlah saham yang beredar dari suatu perusahaan
tanpa penambahan apapun dalam ekuitas pemegang saham. Menurut Robert Ang
(1997), pemecahan saham merupakan suatu aksi yang dilakukan oleh emiten
dengan memecah nilai sahamnya menjadi nilai nominal yang lebih kecil. Menurut
Jogiyanto (2000) dalam Latifah (2008) pemecahan saham (stock split) adalah
memecahkan selembar saham menjadi n lembar saham, dimana harga per lembar
saham baru setelah stock split adalah sebesar 1/n dari harga sebelumnya. Almilia
dan Kristijadi (2005:3) menyatakan stock split merupakan suatu aktivitas yang
dilakukan oleh para manajer perusahaan dengan melakukan perubahan terhadap
jumlah saham yang beredar dan nilai nominal per lembar saham sesuai dengan
split factor. Split factor merupakan perbandingan jumlah saham yang beredar
sebelum dilakukannya stock split dengan jumlah saham yang beredar setelah
dilakukannya stock split. Sedangkan menurut Susiyanto (2004) pemecahan saham
(stock split) merupakan aksi emiten yang dilakukan dengan cara memecah nilai
nominal saham menjadi nominal yang lebih kecil sesuai dengan rasio yang
ditentukan. Perubahan nilai nominal tersebut hanya mengakibatkan penambahan
jumlah lembar saham, tetapi tidak mengubah jumlah modal ditempatkan dan
13
14
modal disetor (paid in capital). Dengan kata lain, aksi pemecahan saham tidak
akan mengurangi atau menambah nilai investasi dari pemegang saham atau
investor.
Pemecahan saham ini memberikan informasi yang mampu memberikan
keyakinan tinggi tentang masa depan perusahaan. Pengaruh informasi terhadap
harga
saham
menunjukkan
hasil
yang menyenangkan
disekitar
waktu
pengumuman pemecahan saham, harga saham mengalami kenaikan yang cukup
tinggi, namun bukti yang diperoleh harus diinterprestasikan dengan hati-hati.
Ternyata pemecahan saham yang dilakukan ini mendahului adanya peningkatan
dividen kas dan laba. Pasar tampaknya menganggap pemecahan saham sebagai
indikasi adanya peningkatan laba perusahaan, jadi peningkatan harga saham yang
terjadi bukan disebabkan oleh adanya pemecahan saham itu sendiri namun lebih
disebabkan oleh informasi yang positif.
2.1.2 Teori Pemecahan Saham (Stock Split)
Secara teoritis motivasi yang melatar belakangi perusahaan melakukan stock
split tertuang dalam beberapa teori, antara lain Signaling Theory dan Trading
Range Theory.
a. Signaling theory
Signaling theory (Marwata,2001) menyatakan bahwa pemecahan saham
memberikan informasi kepada investor tentang prospek peningkatan return masa
depan yang substansial. Return yang meningkat tersebut dapat diprediksikan
sinyal tentang laba jangka pendek dan jangka panjang. Signaling Theory
15
menyatakan bahwa stock split memberikan sinyal yang positif karena manajer
perusahaan akan menginformasikan prospek masa depan yang baik dari
perusahaan kepada publik yang belum mengetahuinya. Pemecahan saham ( stock
split) seharusnya menunjukkan sinyal yang valid karena tidak semua perusahaan
dapat
melakukannya.
Hanya perusahaan yang memiliki kinerja yang baik saja yang dapat
melakukannya, karena untuk melakukan stock split perusahaan harus menanggung
semua biaya yang ditimbulkan dari peristiwa tersebut, padahal pemecahan saham
tidak mempengaruhi modal dan cash flow perusahaan. Pemecahan saham
mengandung biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan yang melakukannya,
misalnya: biaya penerbitan saham, biaya percetakan saham, biaya perijinan, dan
lain sebagainya.
b. Trading Range Theory
Trading
Range
Theory
memberikan
penjelasan
bahwa
stock
split
meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Menurut teori ini, manajemen
menilai harga saham terlalu tinggi sehingga kurang menarik diperdagangkan.
Manajemen berupaya untuk menata kembali harga saham pada rentang harga
tertentu yang lebih rendah dibandingkan sebelumnya. Hal ini diharapkan semakin
banyak partisipan pasar yang akan terlibat dalam perdagangan. Dengan adanya
stock split, harga saham akan turun sehingga akan banyak investor yang mampu
bertransaksi. Trading Range Theory menyatakan bahwa manajemen melakukan
stock split didorong oleh perilaku praktisi pasar yang konsisten dengan anggapan
16
bahwa dengan melakukan stock split dapat menjaga harga saham tidak terlalu
mahal. Di mana selanjutnya nilai nominal saham dipecah karena ada batas harga
yang optimal untuk saham. Tujuan dari pemecahan nilai nominal saham adalah
untuk meningkatkan daya beli investor sehingga akan tetap banyak pelaku pasar
modal yang mau memperjual belikan saham yang bersangkutan. Kondisi ini pada
akhirnya akan meningkatkan likuiditas saham.
2.1.3
Jenis Pemecahan Saham (Stock Split)
Jenis-jenis Pemecahan Saham (Stock Split), pada dasarnya ada dua jenis
pemecahan saham yang dilakukan:
a. Pemecahan naik (split-up)
Pemecahan naik (split-up) adalah penurunan nominal per lembar saham yang
mengakibatkan bertambahnya jumlah saham yang beredar. Misal pemecahan
saham dengan split factor 2:1, 3:1, 4:1. Stock split dengan faktor pemecahan
2:1 maksudnya adalah dua lembar saham baru (lembar setelah stock split)
dapat ditukar dengan satu lembar saham lama (lembar sebelum stock split).
Stock split dengan faktor pemecahan 3:1 maksudnya adalah tiga lembar
saham baru (lembar setelah stock split) dapat ditukar dengan satu lembar
saham lama (lembar sebelum stock split) dan seterusnya.
b. Pemecahan turun (split-down atau reverse split)
Pemecahan turun (split-down atau reverse split) adalah peningkatan nilai
nominal per lembar saham dan mengurangi jumlah saham yang beredar. Splitdown lebih dikenal sebagai reverse stock split. Tujuan split-down adalah
17
untuk meningkatkan harga saham di pasar agar image perusahaan meningkat.
Split-down dilakukan dengan menarik kembali sejumlah saham yang beredar
dan diganti dengan satu saham baru yang nominalnya lebih tinggi, tetapi tidak
mengubah total disetor dan total ekuitas. Misalnya pemecahan turun dengan
faktor pemecahan 1:2, 1:3, 1:4. Stock split dengan faktor pemecahan 1:2
maksudnya adalah satu lembar saham baru (lembar setelah stock split) dapat
ditukar dengan dua lembar saham lama (lembar sebelum stock split). Stock
split dengan faktor pemecahan 1:3 maksudnya adalah satu lembar saham baru
(lembar setelah stock split) dapat ditukar dengan tiga lembar saham lama
(lembar sebelum stock split) dan seterusnya. Para emiten sampai sampai saat
ini hanya melakukan stock split naik (stock split-up). Dan jarang terjadi kasus
reverse stock (stock split-down).
2.1.4 Mekanisme Stock Split
Aksi korporasi stock split dapat berperan sebagai salah satu upaya mencapai
pemberdayaan. Stock split dapat menjadikan harga saham secara absolut lebih
rendah. Investor yang semula tak dapat menjangkau harga saham, melalui stock
split menjadi terjangkau. Stock split merupakan perwujudan pemerataan untuk
para investor untuk membeli dan memiliki saham. Melalui stock split frekuensi
perdagangan saham cenderung meningkat atau lebih likuid. Perdagangan saham
yang likuid akan cenderung meningkatkan harga sahamnya.
Mekanisme dan informasi mengenai kebijakan stock split akan diberitahukan
oleh Dewan Direksi berdasarkan dengan hasil keputusan Rapat Umum Pemegang
18
Saham (RUPS). Sebagai contoh nilai nominal saham yang semula sebesar
Rp.1000,- (seribu rupiah) menjadi sebesar Rp 500,- (lima ratus rupiah) per saham.
Jika dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memutuskan adanya
perubahan anggaran dasar, keputusan tersebut dibuat dihadapan notaris yang
ditunjuk oleh Dewan Direksi. Perubahan anggaran dasar tersebut harus diterima
dan dicatat oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum serta didaftarkan
dalam daftar perusahaan pada kantor pendaftaran perusahaan daerah setempat.
Sehubungan dengan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mengenai
persetujuan untuk melakukan konversi sahamnya menjadi catatan elektronik
(tanpa warkat) dalam rekening efek perusahaan efek atau bank kustodian dimana
pemegang saham membuka rekening efeknya (konversi saham) dan pemecahan
nilai nominal saham dari Rp 1000,- (seribu rupiah) per saham menjadi sebesar Rp
500,- (lima ratus rupiah) per saham, Dewan Direksi akan memberitahukan tata
cara konversi saham dan pemecahan nilai nominal saham.
2.1.5 Keunggulan dan Kelemahan Pemecahan Saham (Stock Split)
Dalam melakukan stock split (pemecahan saham) manajemen perusahaan
harus mempertimbangkan keunggulan dan kelemahan stock split itu sendiri bagi
investor dan perusahaan (McGough., 1993 dalam Sariwulan., 2007).
Keunggulan stock split antara lain:
1. Dengan nilai saham yang rendah dapat menciptakan market dan efesiensi
pasar yang luas.
2. Dapat menarik para investor kecil dan mengubah pemegang saham odd-lot
19
(membeli saham di bawah 500 lembar) menjadi round lot (membeli saham
minimal 500 lembar).
3. Jumlah pemegang saham akan bertambah, berarti makin membaiknya
likuiditas pasar.
4. Sinyal bagi pasar bahwa manajemen sangat optimis terhadap pertumbuhan
perusahaan.
Selain bagi perusahaan, stock split juga dipercaya beberapa pihak
membawa keuntungan bagi investor, baik itu investor lama maupun investor baru.
Keuntungan stock split bagi investor antara lain:
Bagi investor lama:
Secara tidak langsung investor lama yang jumlah sahamnya belum banyak
akan berkesempatan untuk memperoleh bonus tambahan karena untuk
memperoleh bonus tambahan diperlukan minimal 1000 saham.
Bagi investor baru:
Jika sebelumnya calon investor belum mampu membeli saham emiten, dengan
adanya stock split yang mengakibatkan saham menjadi lebih murah maka calon
investor jadi mampu membelinya.
Sedangkan kelemahan stock split antara lain:
1. Tingkat harga saham saat ini belum dapat menjamin keberhasilan stock split
karena ketidak pastian pada lingkungan bisnis.
2. Harga saham di masa mendatang harus dipertimbangkan dengan hati-hati
karena dapat menempatkan perusahaan dalam posisi akuisisi.
20
3. Harga pasar saham setelan stock split dapat membuat perusahaan berada di
bawah harga perusahaan lain dalam industri sejenis.
4. Meningkatkan jumlah pemegang saham akan meningkatkan biaya jasa untuk
pemegang saham.
2.1.6 Perlakuan Akuntansi Pemecahan Saham (Stock Split)
Perlakuan pemecahan saham (stock split) tidak disebutkan dalam Standar
Akuntansi Keuangan (SAK). Namun yang diatur dalam PSAK No. 21 paragraf 23
tahun 2002 yaitu mengenai dividen saham yang dibagikan dalam perusahaan.
Sebuah perusahaan dapat memperbanyak jumlah saham yang beredar dengan cara
mengurangi nilai nominal saham. Penurunan nilai nominal saham ini dapat
menambah jumlah lembar saham yang beredar tanpa adanya penyetoran atau
kapitalisasi dari laba yang tidak dibagi. Bagi pemegang saham penurunan nilai
nominal per lembar saham tidak akan mengubah nilai buku investasi. Satusatunya perubahan yang ada hanyalah adanya pertambahan jumlah lembar saham
yang dimiliki. Dari sudut pandang akuntansi, tidak ada ayat jurnal yang dicatat
untuk pemecahan saham. Namun suatu catatan memorandum dibuat untuk
menunjukkan bahwa nilai pari saham telah berubah dan jumlah saham telah
bertambah (Kieso et al. 2000: 366). Selain itu terdapat pendapat dari peneliti lain
yaitu Jogiyanto (1995:50) menyatakan bahwa dari sisi akuntansi tidak ada
pencatatan untuk suatu pemecahan saham, namun rincian mengenai perubahan
nilai dan jumlah saham yang beredar biasanya diungkapkan dalam catatan atas
laporan keuangan.
21
2.1.7 Kinerja Keuangan
Kinerja perlu diukur dan dievaluasi untuk menentukan sejauh mana
keberhasilan atas kinerja tersebut dapat mencapai suatu tujuan tertentu. Dua aspek
yang sering digunakan dalam menilai kinerja adalah efektivitas dan efisiensi.
Efektivitas mencerminkan hubungan output dengan suatu tujuan tertentu,
sedangkan efisiensi menggambarkan hubungan antara input dan output.
a. Definisi Kinerja Keuangan
Jumingan (2006:239) mendefinisikan bahwa kinerja keuangan adalah
gambaran kondisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu baik
menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana, yang biasanya
diukur dengan indikator kecukupan modal, likuiditas, dan profitabilitas. Berbeda
dengan Sutrisno (2009:53) menyatakan bahwa kinerja keuangan perusahaan
merupakan prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu yang
mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan tersebut. Dari definisi kinerja
keuangan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kinerja keuangan
merupakan gambaran hasil atau prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu
periode tertentu yang menjadi cermin dari tingkat kesehatan perusahaan tersebut.
Kinerja keuangan yang baik dapat diukur dengan laba per saham yang akan
diperoleh para pemegang saham.
2.1.8 Laba per Saham
Laba per saham dapat diukur dengan rasio earning per share (EPS). Earning
per share (EPS) merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan
22
yang diperoleh investor per lembar sahamnya. Di dalam EPS terkandung
informasi mengenai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan
dapat membantu investor untuk menilai kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan arus kas yang baik di masa yang akan datang. Karena laba per
saham perusahaan yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dapat
dijadikan indikator adanya keberhasilan suatu perusahaan dalam mengelola dana
yang tersedia. Semakin tinggi laba per saham suatu perusahaan maka saham
tersebut akan semakin menarik karena menggambarkan jumlah rupiah yang akan
di peroleh investor per lembar saham yang dimilikinya.
Suatu
informasi data jumlah lembar saham harus di ungkapkan dalam
laporan keuangan terlebih untuk perusahaan yang go public, sehingga secara luas
dapat digunakan oleh para pemegang saham dan investor potensial dalam
mengevaluasi profitabilitas perusahaan. Maksud dari ditampilkannya laba per
saham dalam laporan keuangan adalah untuk mengidentifikasi pendapatan yang
diperoleh oleh setiap lembar saham dari saham biasa. Jadi hal tersebut sesuai
dengan pendapat dari Kieso dan Weggandt (2002:424) mengatakan bahwa laba
per saham dicatat untuk saham biasa.
Laba per saham atau earnings per share adalah rasio yang menunjukan
pendapatan yang diperoleh setiap lembar saham. Salah satu alasan investor
membeli saham adalah untuk mendapatkan dividen, jika nilai laba per saham kecil
maka kecil pula kemungkinan perusahaan untuk membagikan dividen. Maka
dapat dikatakan investor akan lebih tertarik pada saham yang memiliki earnings
per share (EPS) tinggi dibandingkan saham yang memiliki earnings per share
23
(EPS) rendah. Earnings per share yang rendah cenderung membuat harga saham
turun.
2 .1.9 Reaksi Pasar
Reaksi pasar adalah segmentasi tingkah laku mengelompokkan pembelian
berdasarkan pada pengetahuan, sikap penggunaan atau reaksi pasar mereka
terhadap suatu produk. Reaksi pasar terhadap stock split dapat dilihat dari berbagai
sudut pandang. Aktifitas stock split dapat memengaruhi pasar dalam bentuk harga
saham, likuiditas saham, keuntungan pemegang saham, sinyal yang informatif, dan
resiko saham.
Penelitian-penelitian tentang pengaruh stock split telah banyak dilakukan
dan menunjukkan hasil yang variatif. Barker (1956) dan Lamoureux dan Poon
(1987) dalam Farmawati dan Asri (1999) menyimpulkan bahwa jumlah pemegang
saham menjadi lebih banyak setelah stock split. Kenaikan tersebut disebabkan
karena dengan menurunnya harga, maka menarik investor untuk memperbanyak
jumlah saham yang dipegang. Dengan demikian likuiditas saham meningkat akibat
semakin banyak investor yang dapat menjual atau membeli saham. Bertolak
belakang dengan penelitian
tersebut, Copeland (1979) menemukan
adanya
penurunan likuiditas setelah stock split dengan masing-masing menggunakan
volume perdagangan.
Jika pengumuman mengandung informasi, maka diharapkan pasar akan
bereaksi pada waktu pengumuman diterima. Reaksi pasar ini ditunjukkan dengan
adanya perubahan harga sekuritas yang bersangkutan. Meskipun stock split
24
dinyatakan tidak memiliki nilai ekonomis, kandungan informasi didalamnya
mendorong pasar untuk bereaksi pada pengumuman stock split.
2.1.10 Volume Perdagangan Saham
Volume perdagangan saham dapat di ukur dengan rasio Trading Volume
Activity (TVA). Trading Volume Activity (TVA) merupakan perbandingan antara
jumlah saham yang diperdagangkan pada waktu tertentu dengan jumlah saham
perusahaan yang beredar pada periode tertentu. Besar kecilnya perubahan rata-rata
TVA antara sebelum dan sesudah stock split merupakan ukuran besar kecilnya
akibat yang ditimbulkan oleh adanya peristiwa stock split terhadap volume
perdagangan saham. Keputusan stock split yang digunakan oleh perusahaan ketika
harga sahamnya dinilai terlalu tinggi akan mempengaruhi kemampuan investor
untuk membelinya, sehingga akan mempunyai nilai jika terdapat perubahan dalam
volume perdagangan sahamnya. Besar kecilnya pengaruh pemecahan saham
terhadap volume perdagangan saham terlihat dari besar kecilnya jumlah saham
yang diperdagangkan.
Sehubungan dengan adanya pemecahan saham maka harga saham akan
menjadi lebih murah sehingga volatilitas harga saham menjadi lebih besar dan
akan menarik investor untuk memiliki saham tersebut atau menambah jumlah
saham yang diperdagangkan. Menurut Copeland (1979), semakin banyak investor
yang akan melakukan transaksi terhadap saham tersebut maka volume
perdagangan sahamnya akan meningkat.
25
2.1.11 Penelitian Terdahulu
Khomsiyah dan Sulistyo (2001) meneliti tentang faktor tingkat kemahalan harga
saham, kinerja keuangan perusahaan dan keputusan stock split untuk periode
pengamatan tahun 1996 di Bursa Efek Jakarta. Sampel yang digunakan sebanyak
115 perusahaan yang terdiri dari 56 perusahaan melakukan pemecahan saham dan
59 perusahaan yang tidak melakukan stock split. Metode analisis yang digunakan
yaitu analisis diskriminan dimana tujuan penelitiannya untuk menguji bahwa
variabel kinerja perusahaan dan tingkat kemahalan harga saham merupakan faktor
pembeda antara perusahaan yang melakukan stock split dengan perusahaan yang
tidak melakukan stock split. Kesimpulan penelitiannya menyatakan bahwa kinerja
keuangan yang menggunakan proksi earning per share (EPS) terbukti signifikan,
namun tidak terbukti untuk proksi pertumbuhan laba, serta variabel tingkat
kemahalan harga saham yang diuji menggunakan proksi price to earning ratio
(PER) terbukti signifikan, namun tidak terbukti untuk proksi price book value
(PBV).
Penelitian Sudiro (2000) terkait dampak pengumuman stock split terhadap
abnormal return dan trading volume activity (TVA) di bursa efek Jakarta. Periode
penelitian dilakukan pada tahun 1999 dengan menggunakan 14 sampel
perusahaan yang melakukan stock split. Teknik analisis yang digunakan yaitu
event study untuk mengetahui pergerakan harga saham yang terjadi di seputar
pengumuman stock split. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa
secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan abnormal return yang signifikan
pada waktu sebelum dan sesudah stock split, sementara untuk variabel volume
26
perdagangan saham, terdapat perbedaan signifikan pada waktu sebelum dan
sesudah event.
Indriyani (2005), meneliti tentang dampak pemecahan saham terhadap tingkat
keuntungan saham dan tingkat likuiditas saham pada perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta periode 2002-2003. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah menggunakan uji beda dua rata-rata data berpasangan (Paired Sample
T-test). Untuk mengukur besarnya tingkat keuntungan saham, peneliti
menggunakan indikator laba per lembar saham atau earnings per share (EPS),
sedangkan untuk mengukur tingkat likuiditas saham digunakan indikator Trading
Volume Activity (TVA). Hasil dari penelitian ini memperoleh hasil bahwa pada
hipotesis pertama menunjukkan bahwa hipotesis nol diterima hal ini berarti tidak
ada perbedaan yang signifikan antara perubahan earnings sebelum dan setelah
pemecahan saham. Perubahan earnings sebelum pemecahan saham mengalami
kenaikan kemudian disusul dengan penurunan setelah pemecahan saham sehingga
tingkat keuntungan saham mengalami penurunan. Pada pengujian kedua terhadap
aktivitas volume perdagangan menghasilkan keputusan bahwa hipotesis nol
ditolak yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan pada aktivitas volume
perdagangan sebelum dan setelah pemecahan saham. Aktivitas volume
perdagangan setelah pemecahan saham mengalami penurunan sehingga tingkat
likuiditas saham juga menurun.
Penelitian yang dilakukan Rohana et al. (2003) bertujuan menganalisis
faktor-faktor yang memengaruhi stock split dan dampak yang ditimbulkannya
pada periode tahun 1999 hingga 2002. Variabel yang menjadi fokus penelitian
27
yaitu harga saham, frekuensi perdagangan saham, serta earning. Sampel yang
digunakan sebanyak 78 perusahaan yang 39 di antaranya merupakan perusahaan
yang melakukan stock split dan 39 perusahaan yang tidak melakukan pemecahan
saham. Berdasarkan analisis regresi logistic, penelitian ini menyimpulkan bahwa
harga saham mempunyai pengaruh signifikan terhadap keputusan stock split,
frekuensi perdagangan saham tidak terbukti signifikan terhadap stock split, namun
terdapat perbedaan signifikan di dua kuartal sebelum dan dua kuartal setelah
pemecahan saham, serta untuk variabel earning perusahaan yang diproksikan
dengan operating income tidak terbukti terdapat perbedaan signifikan.
Penelitian Fatmawati dan Asri (1999) terkait pengaruh stock split terhadap
likuiditas saham yang diukur dengan besarnya bid-ask spread di BEJ
menggunakan 30 perusahaan sebagai sampel penelitian. Periode penelitian
dilakukan pada tahun 1995 hingga 1997 dengan menggunakan model analisis
regresi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu harga saham, volume
perdagangan saham, volume turn over saham, volatilitas saham, serta varian
return. Hasil penelitian menemukan bahwa secara keseluruhan, aktifitas split
berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat harga saham, volume turn over
dan persentase spread. Adanya perbedaan spread sebelum dengan sesudah split
dipengaruhi secara signifikan oleh variabel harga saham, volume perdagangan,
dan varian.
Mulyanto (2006) melakukan penelitian terhadap 35 perusahaan yang terdaftar
pada BEJ selama tahun pengamatan 2001-2003. Penelitian ini bertujuan
mengetahui apakah kinerja saham berbeda secara signifikan di sekitar tanggal
28
pengumuman stock split. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini abnormal
return dan volume perdagangan saham (TVA). Metode analisis yang digunakan
berupa model market-adjusted serta analisis t-test.
Secara keseluruhan, hasil
penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara abnormal return
saham sebelum dan sesudah stock split, serta terdapat perbedaan TVA yang
signifikan di seputar pengumuman stock split.
Aduda dan Caroline (2010) menguji efek dari saham yang dipecah di Nairobi
Stock Exchange dengan mempelajari sembilan perusahaan yang mengalami stock
split di periode 2002-2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum,
ada suatu peningkatan di volume perdagangan dari saham yang diperdagangkan
ketika stock split tersebut diumumkan, terutama terjadi di hari sekitar tanggal
stock split. Aktivitas perdagangan saham dilihat secara umum juga meningkat
setelah saham yang dipecah dibandingkan dengan saham yang belum dipecah.
Kurniawati (2003) melakukan pengujian berdasarkan pengamatan harga
saham selama lima hari sebelum tanggal pengumuman, pada hari saat
pengumuman dan lima hari setelah tanggal pengumuman. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengumuman stock split memiliki kandungan informasi
sehingga direspon oleh para pelaku pasar di pasar modal Bursa Efek Jakarta. Hal
ini menunjukkan bahwa pasar bereaksi karena mengetahui prospek perusahaan
yang bagus di masa depan yang disinyalkan melalui stock split, dimana hanya
perusahaan yang memiliki kinerja yang baguslah yang dapat melakukan stock
split. Pada pengujian likuiditas saham menunjukkan hanya beta saja yang
memiliki perbedaan yang signifikan, sedangkan volume perdagangan dan bid ask
29
spread meskipun berbeda tetapi tidak signifikan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa terjadi penurunan likuiditas setelah stock split.
Rerangaka Pemikiran
Peristiwa stock split dapat dijelaskan melalui dua teori yaitu signalling theory
dan trading range theory. Signalling theory menyatakan bahwa perusahaan yang
melakukan stock split mempunyai kinerja yang bagus, maka disusunlah hipotesis
tentang kinerja keuangan perusahaan yang di ukur dengan menggunakan laba per
saham yang diproksi dengan rasio EPS. Sedangkan trading range theory
menyatakan bahwa pemecahan saham akan meningkatkan likuiditas perdagangan
saham sehingga dapat mempengaruhi volume perdagangan saham, maka
disusunlah hipotesis tentang volume perdagangan saham yang diproksi dengan
rasio TVA. Kemudian volume perdagangan saham dan laba per saham perusahaan
sebelum dan sesudah melakukan stock split dibandingkan untuk diketahui ada
tidaknya perbedaan.
30
Stock Split
Kinerja keuangan
Reaksi pasar
Signalling theory
Trading range theory
Laba per Saham
Volume Perdagangan
Saham
Sebelum
stock split
Sesudah
stock split
Sebelum
stock split
Uji beda
Sesudah
stock split
Uji beda
Gambar 1
Kerangka Pemikiran Teoritis
Perumusan Hipotesis
Pemecahan
saham
(stock
split)
yang
dilakukan
oleh
perusahaan
mempengaruhi kinerja keuangan yang merupakan gambaran hasil atau prestasi
yang dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu yang menjadi cermin dari
tingkat kesehatan perusahaan tersebut. Dengan adanya informasi mengenai
peningkatan kinerja perusahaan, maka para investor menganggap bahwa
pemecahan saham akan memengaruhi tingkat keuntungan. Dengan tingkat
keuntungan perusahaan yang tinggi maka perusahaan akan mampu memberikan
31
EPS yang tinggi di tiap lembar sahamnya, hal ini akan membuat para investor
tertarik untuk berinvestasi.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, peristiwa stock split
akan berdampak positif pada laba per saham (EPS) yang akan diterima oleh
investor yang diberikan oleh perusahaan karena adanya perbedaan tingkat
keuntungan setelah publikasi stock split. Laba per saham yang diterima oleh
pemegang saham setelah stock split lebih kecil dibandingkan sebelum stock split
hal ini terjadi karena adanya perubahan harga dan bertambahnya jumlah lembar
saham. Maka hipotesis tentang reaksi pasar dalam penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut :
H1: Laba per saham perusahaan sesudah stock split lebih kecil dari pada sebelum
stock split.
Stock split merupakan informasi yang positif bagi investor, hal ini disebabkan
dengan adanya stock split maka harga saham akan dalam posisi undervalued
(dibawah harga yang wajar). Harga saham yang rendah tersebut diharapkan dalam
beberapa waktu kemudian akan mengalami peningkatan. Volume perdagangan
saham merupakan ukuran dari kandungan informasi. Karena stock split secara
teoritis memiliki kandungan informasi, maka stock split akan mempengaruhi
volume perdagangan saham. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stock split
menimbulkan perbedaan volume perdagangan saham.
Menurut trading range theory yang menyatakan bahwa pemecahan saham
akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Namun pemecahan saham
32
mengandung biaya transaksi pialang yang harus ditanggung oleh para investor.
Biaya tersebut menyebabkan menurunnya minat investor terhadap saham
sehingga aktivitas volume perdagangan bisa mengalami penurunan. Maka
hipotesis tentang reaksi pasar dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
H2: Volume perdagangan saham perusahaan sesudah stock split lebih kecil dari
pada sebelum stock split.
Download