BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi 1. Pengertian Infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen dan bersifat sangat dinamis. Infeksi adalah invasi tubuh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit (Perry dan Potter, 2005). Infeksi adalah peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme di dalam tubuh penjamu (Tiatjen, 2004). Dari beberapa pegertian tentang infeksi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Infeksi adalah suatu keadaan masuknya suatu mikroba patogen ataupun mikroorganisme ke dalam tubuh yang dapat berkembangbiak serta menyebabkan kesakitan atau bahkan kematian. 2. Penyebab infeksi Tipe mikroorganisme penyebab infeksi dibagi menjadi empat kategori, yaitu: a. Bakteri Bakteri merupakan penyebab terbanyak dari infeksi. Ratusan spesies bakteri dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan dapat hidup di dalam tubuhnya. Bakteri bisa masuk antara lain melalui udara, tanah, air, makanan, cairan dan jaringan tubuh atau benda mati lainnya. b. Virus Virus terutama berisi asam nukleat (nucleat acid) karenanya harus dalam sel hidup untuk diproduksi. c. Parasit Parasit yang hidup dalam organisme hidup lain, termasuk kelompok parasit adalah protozoa, cacing, dan arthopoda. d. Fungi Fungi terdiri dari ragi dan jamur. 5 Uji Aktivitas Antibakteri…, Dwi Ishmi Novanti, Fakultas Farmasi UMP, 2016 3. Proses infeksi Infeksi terjadi jika mikroorganisme menyebar dari satu resevoar infeksi ke penjamu yang rentan. Reservoar infeksi adalah tempat mikroorganisme dapat bertahan hidup dan berkembang biak, dan dapat berupa individu itu sendiri (infeksi tehadap diri sendiri) atau dari individu lainnya (infeksi silang) (James, 2008). Secara umum proses infeksi adalah sebagai berikut: a. Periode inkubasi Interval antara masuknya patogen tubuh dan munculnya gejala pertama. b. Tahap prodromal interval dari awitan tanda dan gejala non spesifik (malaise, demam ringan, keletihan) sampai gejala yang spesifik. Selama masa ini, mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dan klien mampu menyebarkan penyakit ke orang lain. c. Tahap sakit Klien memanifestasikan tenda dan gejala yang spesifik terhadap jenis infeksi. d. Pemulihan Interval saat munculnya gejala akut infeksi. Pengobatan infeksi dapat dilakukan dengan pemberian antimikroba antara lain antibakteri/antibiotik, antijamur, antivirus, dan antiprotozoal. Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika sendiri adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman. Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi dapat menyebabkan resistensi bakteri terhadap antibiotik Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Tahun 2013. Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study, terbukti dari 2494 individu, 43% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik antara lain: ampisilin (34%), kortimoksazol (29%) dan 6 Uji Aktivitas Antibakteri…, Dwi Ishmi Novanti, Fakultas Farmasi UMP, 2016 kloramfenikol (25%). Sedangkan menurut hasil penelitian pada 781 pasien yang dirawat di rumah sakit didapatkan 81% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik yaitu ampisilin (73%), kortimoksazol (56%), kloramfenikol (43%). 4. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan pada penggunaan antibiotik 1. Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkan daya kerja antibiotik. Hal ini dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu (Drlica dan Perlin, 2011): a. Merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi. b. Mengubah reseptor titik tangkap antibiotik. c. Mengubah fisiko-kimiawi target sasaran antibiotika pada sel bakteri d. Antibiotik tidak dapat menembus dinding sel, akibat perubahan sifat dinding sel bakteri. e. Antibiotik masuk ke dalam sel bakteri, namun segera dikeluarkan dari dalam sel melalui mekanisme transport aktif ke luar sel. 2. Peningkatan kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotik bisa terjadi dengan dua cara, yaitu : a. Mekanisme Selection Pressure. Jika bakteri resisten tersebut berbiak secara duplikasi setiap 20-30 menit (untuk bakteri yang berbiak cepat), maka dalam 1-2 hari, seseorang tersebut dipenuhi oleh bakteri resisten. Jika seseorang terinfeksi oleh bakteri yang resisten maka upaya penanganan dengan antibiotik semakin sulit. b. Penyebaran resisten ke bakteri yang non-resisten melalui plasmid. Hal ini dapat disebarkan antar kuman sekelompok maupun dari satu orang ke orang lain. 7 Uji Aktivitas Antibakteri…, Dwi Ishmi Novanti, Fakultas Farmasi UMP, 2016 B. Fungi Endofit Fungi endofit merupakan organisme hidup berukuran mikroskopis, Fungi ini hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dengan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Hubungan jamur endofit dengan inangnya dapat berbentuk simbiosis mutualisme sampai hubungannya yang patogenik (Strobel, 2003). Hubungan simbiosis mutualisme ditandai dengan hubungan yang saling menguntungkan antara mikroba endofit dan tumbuhan inangnya. Fungi endofit dapat melindungi tumbuhan inang dari serangan patogen dengan senyawa yang dikeluarkan oleh mikroba endofit. Senyawa yang dikeluarkan oleh fungi endofit berupa senyawa metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif dan dapat berfungsi untuk membunuh patogen. Tumbuhan inang menyediakan nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroba endofit untuk melengkapi siklus hidupnya. Fungi endofit mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, terpen, steroid, flavonoid, kuinon, dan fenol. Senyawasenyawa ini mempunyai potensi besar sebagai senyawa bioaktif (Tan dan Zou, 2001). Metabolit sekunder yang dihasilkan biasanya merupakan suatu produk dari tanaman sebagai salah satu sumber bahan baku obat. Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman umumnya mempengaruhi efek fisiologis tanaman. Efek fisiologikal metabolit sekunder digunakan dalam pengobatan penyakit yang di derita oleh manusia, hewan maupun tanaman sendiri. Fungi endofit yang diisolasi dari tumbuhan akan memiliki aktivitas yang sama, bahkan lebih besar dibandingkan aktivitas tumbuhan inangnya. Fungi endofit dapat memiliki aktivitas biologi sebagai antimikroba, antikanker, antimalaria, antioksidan dan masih banyak lagi (Strobel, 2003). Potensi fungi sebagai antimikroba yaitu dengan menghambat pertumbuhan mikroba dan mampu menghasilkan metabolit sekunder termasuk Aspergillus sp. dari spesies fungi tersebut seperti A. flavus menghasilkan aflatoksin; A. niger menghasilkan enzim a-amilase, amiloglukosidase, b- 8 Uji Aktivitas Antibakteri…, Dwi Ishmi Novanti, Fakultas Farmasi UMP, 2016 glukosidase, lipase dan okratoksin; A. oryzae menghasilkan b-glukosidase, protease; dan A. fumigatus mampu memproduksi endotoksin. Selain itu, Penicillium sp. juga mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder berupa penisilin (Meliawati dan Ferra, 2006). Dilihat dari efisiensi pemanfaatan fungi endofit sebagai antimikroba, ternyata sangat menguntungkan. Hal ini disebabkan karena siklus hidup fungi endofit lebih singkat dibandingkan siklus hidup tumbuhan inangnya, sehingga dapat menghemat waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan senyawa tersebut, dan jumlah senyawa yang diproduksi dapat dibuat dalam skala yang besar menggunakan proses fermentasi (Prihatiningtias, 2008). Publikasi mengenai jamur endofit dari tanaman nagasari masih terbatas di Indonesia, namun belum lama ini terdapat penelitian mengenai isolasi dan identifikasi jamur endofit inang nagasari (Hartanti, 2015). Jamur endofit yang berhasil diisolasi dari ranting dan daun nagasari tersebut terdiri dari tujuh isolat. Lima isolat didapatkan dari ranting yaitu MFR-01, MFR-02, MFR-03, MFR-04, dan MFR-05, sedangkan dari daun didapat dua isolat, yaitu MFD-01 dan MFD-02. C. Bahan Antimikroba Di bidang farmasi bahan antimikroba lebih dikenal dengan antibiotik. antibiotic merupakan suatu substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroba dan dapat menghambat pertumbuhan mikroba lain. Senyawa antibiotik dapat bekerja sebagai bakteristatik, bakterisidal, dan bakterilitik (Pelczar dan Chan, 1986). Secara umum istilah antimikroba merupakan bahan penghambat kelompok organisme khusus maka sering digunakan istilah seperti antibakterial atau antifungal. Antimikroba adalah komposisi kimia yang berkemampuan dan menghambat pertumbuhan atau mematikan mikroorganisme (Utami, 2005). Menurut Pelczar dan Chan (1988), syarat-syarat bahan antimikroba sebagai berikut: 9 Uji Aktivitas Antibakteri…, Dwi Ishmi Novanti, Fakultas Farmasi UMP, 2016 a. Kemampuan mematikan mikroorganisme b. Mudah larut c. Bersifat stabil d. Tidak bersifat racun bagi manusia maupun hewan yang lain e. Homogen f. Efektif pada suhu kamar ataupun pada suhu tubuh g. Tidak menimbulkan karat dan warna h. Berkemampuan untuk menghilangkan bau yang kurang sedap i. Mudah di dapat dan harganya murah. D. Pengujian Aktivitas Bahan Antimikroba Menurut Tortora (2001). Pengujian aktivitas bahan antimikroba secara in vitro dapat dilakukan melalui dua cara yaitu: a. Metode dilusi Cara ini digunakan untuk menentukan KHM (kadar hambat minimum) dan KBM (kadar bunuh minimum) dari bahan antimikroba. Prinsip dari metode dilusi adalah dengan menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi medium cair dan sejumlah tertentu mikroba yang diuji. Selanjutnya masing-masing tabung diisi dengan bahan antimikroba yang telah diencerkan secara serial, kemudian simpan pada suhu 37 ºC selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan. Konsentrasi terendah bahan antimikroba pada tabung ditunjukan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih (tidak ada pertumbuhan jamur) di kenal dengan istilah konsentrasi hambat minimum. Biakan dari semua tabung yang jernih ditumbuhkan pada medium agar padat, diinkubasi selama 24 jam, dan diamati ada tidaknya koloni jamur yang tumbuh. Konsentrasi terendah obat pada biakan medium padat yang ditunjukan dengan tidak adanya pertumbuhan jamur merupakan konsentrasi bunuh minimum bahan antimikroba terhadap jamur uji. 10 Uji Aktivitas Antibakteri…, Dwi Ishmi Novanti, Fakultas Farmasi UMP, 2016 b. Metode difusi cakram Prinsip dari metode difusi cakram adalah menempatkan kertas cakram yang sudah mengandung bahan antimikroba tertentu pada medium lempeng padat yang telah dicampur dengan jamur yang akan diuji. Medium ini kemudian diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 18-24 jam, selanjutnya diamati adanya area (zona) jernih disekitar cakram. Daerah jernih yang tampak di sekeliling kertas cakram menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroba jamur yang sensitif terhadap bahan antimikroba akan ditandai dengan adanya daerah hambatan disekitar cakram, sedangkan jamur yang resisten terlihat tetap tumbuh pada tepi kertas cakram. E. Nagasari Nagasari yang memiliki sinonim Calophyllum nagassarium Burm.f., M. nagassarium (Burm.f.) Kosterm, atau Mesua ferrea L merupakan jenis tumbuhan yang biasanya terdapat di Negara Kamboja, India, Malaysia, Filipina, dan Singapura. Dimana habitat alami dari tumbuhan ini adalah hutan daerah rendah. Selain pemanfaatannya dibidang tanaman hias dan sebagai bahan baku konstruksi berat, penggunaan secara tradisional dari tanaman nagasari diketahui sebagai agen antiinflamasi dan digunakan untuk infeksi (Rai et al., 2000). Tanaman ini diketahui memiliki aktivitas sebagai antioksidan, analgetik, antiinflamasi, antitumor, immunostimulan, antimikroba, dan beberapa aktivitas lainnya. skrining fitokimia memperlihatkan keberadaan fenilkumarin, xanton, triterpenoid, lemak dan flavonoid sebagai stuktur utama yang bertanggungjawab terhadap aktivitas biologi nagasari. Nagasari dilaporkan aktif sebagai antimikroba terhadap bakteri gram positif, bakteri gram negatif dan yeast (Ali et al., 2004; Chanda et al., 2013; Teh et al., 2013). Senyawa metabolit sekunder yang telah berhasil diisolasi dari nagasari yang bertanggungjawab terhadap aktivitas 11 Uji Aktivitas Antibakteri…, Dwi Ishmi Novanti, Fakultas Farmasi UMP, 2016 antimikroba antara lain 18 turunan 4-alkil- dan 4-fenilkumarin (Verotta et al., 2004). F. Bakteri Uji (Staphylococcus aureus dan Escherichia coli) S. aureus adalah bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 µm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur, bersifat fakultatif anaerob, tidak membentuk spora dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh dalam suhu optimum 37 ºC. Koloni pada pembenihan padat bewarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau (Jawetz et al., 1995). S. aureus yang patogen bersifat invasif, menyebabkan hemolisis, membentuk koagulasi, dan mampu meragikan manitol. Infeksi S. aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah (Warsa, 1994). E. coli merupakan bakteri gram negatif yang memiliki ukuran sel dengan panjang 2,0-0,6 µm dan lebar 1,1-1,5 µm, tidak ditemukan spora, bersifat fakultatif aerobik. Bakteri ini memiliki kapsul atau mikrokapsula yang terbuat dari asam-asam polisakarida, memproduksi macam-macam fimbria atau pili. Fimbria merupakan rangkaian hidrofobik dan mempunyai pengaruh panas atau organ spesifik yang besifat adhesi, mempunyai tipe metabolisme fermentasi dan respirasi tetapi pertumbuhannya paling sedikit banyak di bawah keadaan anaerob. Pertumbuhan bakteri yang baik terhadap suhu optimal 37 ºC pada media yang mengandung 1% pepton sebagai sumber karbon dan nitrogen (Feliatra, 2002). 12 Uji Aktivitas Antibakteri…, Dwi Ishmi Novanti, Fakultas Farmasi UMP, 2016