PERLINDUNGAN HUKUM TERTANGGUNG DALAM PEMBATALAN POLIS YANG DILAKUKAN OLEH PENANGGUNG (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN NOMOR 534/ Pdt.G/ 2011/ PN. Jkt-Sel ANTARA PT PRIM ACITRA PERDANA MELAWAN PT ASURANSI AXA INDONESIA) Siti Irniarti Pratiwi 0906520471 Abstrak Polis adalah akta perjanjian dalam asuransi, polis dalam kegiatan asuransi merupakan salah satu bentuk dari klausula baku, yakni suatu ketentuan yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Hal ini telah menimbulkan banyak ketidakpuasan terhadap pihak tertanggung, dimana selama ini tertanggung selalu berada di pihak yang lemah. Fakta menunjukkan bahwa tidak sedikit sengketa mengenai asuransi yang telah diajukan, seperti pihak penanggung membatalkan polis ditengah-tengah masa periode yang masih berlangsung. Membahas mengenai masalah pembatalan terhadap polis, di dalam praktek kegiatan asuransi memang biasanya selalu diusahakan jangan sampai pembatalan polis itu dilakukan berdasarkan pasal 1266 KUHPerdata. Dalam skripsi ini dapat dilihat bagaimana Penulis mencoba meneliti kembali hukum perikatan secara teoritis khususnya yang berkaitan dengan pangkal sengketa mengenai pembatalan polis dalam hukum yang dijadikan dasar serta alasan gugatan, serta Penulis mengharapkan agar nantinya perusahaan asuransi dapat memberikan perlindungan hukum sebagaimana mestinya terhadap pihak tertanggung. Penelitian yuridis normatif dilakukan melalui studi kepustakaan, dimana bahan penelitian berasal dari bahan bacaan yang dapat memberikan gambaran umum dan pengetahuan mengenai topik yang dibahas. Kata kunci: Pembatalan polis Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. Pendahuluan Seperti yang telah kita ketahui, bahwa manusia di dalam kehidupannya sering kali mengalami kejadian yang tidak pasti, yakni peristiwa-peristiwa yang membawa keuntungan, maupun sebaliknya yakni peristiwa-peristiwa yang membawa kerugian, misalnya seseorang mengalami kecelakaan, kebakaran rumah, sakit, meninggal dunia, dan peristiwa-peristiwa lain yang mengganggu ketentraman hidup manusia. Lebih lanjut dari pengertian di atas, kemungkinan menderita kerugian dimaksud dengan resiko. Secara sederhana, resiko dapat diartikan sebagai kemungkinan menderita suatu kerugian.1 Dengan kata lain, dalam hidup manusia selalu menghadapi resiko. Namun, manusia selaku ciptaan Tuhan dilengkapi dengan akal budi beserta kemampuan yang cukup tinggi untuk mengatasi persoalan yang dihadapi. Oleh karena itu manusia tidak akan menyerah terhadap resiko yang menghadang di dalam menjalani kehidupannya. Resiko bagaimanapun kecilnya tetap menimbulkan kerugian, maka ada beberapa cara untuk mengatasi resiko yaitu dengan jalan2 : a. Menghindari resiko b. Mencegah resiko c. Menahan resiko d. Memindahkan resiko Perjanjian asuransi sebagai lembaga pengalihan resiko mempunyai kegunaan yang sangat bermanfaat, mereka yang menutup perjanjian asuransi akan merasa tentram sebab mendapat perlindungan dari kemungkinan tertimpa kerugian, karena resiko akan tertimpa kerugian telah dialihkan kepada perusahaan asuransi sebagai pihak penanggung. Dengan adanya kegunaan positif tersebut maka keberadaan asuransi perlu dipertahankan dan dikembangkan. Namun untuk mengembangkan usaha perasuransian banyak faktor yang perlu diperhatikan antara lain : peraturan perundang-undangan yang memadai, kesadaran masyarakat, kejujuran para pihak, pelayanan yang baik, tingkat pendapatan masyarakat, kejujuran para pihak, 1 Man Suparman Sastrawidjaya, Aspek-aspek Hukum Asuransi, dan Surat Berharga, cet.2, (Bandung : PT. Alumni, 2003), hal. 1. 2 Tarsisi Tamuji, Wawasan Perasuransian (Semarang; IKIP Press 1990), hal.5. Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. pemahaman akan kegunaan asuransi serta pemahaman yang baik terhadap ketentuan perundang-undangan yang terkait.3 Asuransi sangat erat kaitannya dengan perjanjian. Namun perjanjian asuransi mempunyai sifat dan ciri-ciri khusus, yakni antrara lain :4 a) Perjanjian asuransi merupakan perjanjian aletair, dan bukan perjanjian kommutatif Maksudnya adalah bahwa prestasi dari Penanggung untuk memberikan ganti rugi atau sejumlah uang kepada Tertanggung diganti kepada peristiwa yang belum pasti terjadi. Dengan demikian terdapat kesenjangan waktu diantara prestasi tertanggung membayar premi dengan haknya mendapat ganti rugi dari penanggung. b) Perjanjian asuransi adalah perjanjian bersyarat (conditional), maksudnya adalah bahwa perjanjian ini merupakan suatu perjanjian yang prestasi penanggung hanya akan terlaksana apabila syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian dipenuhui. Pihak tertanggung pada satu sisi tidak berjanji untuk memenuhi syarat, tetapi ia tidak memaksa penanggung melaksanakan, kecuali dipenuhinya syarat-syarat. c) Perjanjian asuransi merupakan perjanjian yang sepihak (unilateral). Maksudnya bahwa perjanjian dimaksud menunjukkan bahwa hanya satu pihak saja yang memberikan janji yaitu pihak penanggung. Penanggung memberikan janji akan mengganti kerugian apabila tertanggung sudah membayar premi dan polis sudah berjalan, sebaliknya tertanggung tidak menjanjikan suatu hal apapun. d) Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang bersifat pribadi (personal), maksudnya ialah bahwa kerugian yang timbul harus merupakan kerugian orang perorangan, secara pribadi, bukan kerugian kolektif ataupun kerugian masyarakat luas. Kerugian yang bersifat pribadi itulah yang nantinya akan diganti oleh penanggung. e) Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang melekat pada syarat penanggung (adhesion), karena di dalam perjanjian asuransi pada hakikatnya syarat dan kondisi perjanjian hampir seluruhnya ditentukan dan diciptakan oleh penanggung atau perusahaan asuransi sendiri, dan 3 Man Suparman Sastrawidjaya dan Endang, Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung Deposito Asuransi Usaha Perasuransian, cet. 3, (Bandung : PT.Alumni, 2004), hal.1. 4 Ibid., hal. 7-8. Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. bukan karena adanya kata sepakat yang murni atau tawar menawar. Oleh karena itu, dapat dianggap bahwa kondisi perjanjian asuransi sebagian besar ditentukan secara sepihak oleh penanggung sehingga penanggung dianggap sebagai penyusun perjanjian dan seharusnya mengetahui banyak tentang apa yang akan dikemukakan. Akibatnya apabila timbul pengertian yang tidak jelas, harus diuntungkan pihak tertanggung. f) Perjanjian asuransi adalah perjanjian dengan syarat itikad baik yang sempurna, maksudnya ialah bahwa perjanjian asuransi merupakan perjanjian dengan keadaan bahwa kata sepakat dapat tercapai atau negosiasi dengan posisi masing-masing mempunyai pengetahuan yang sama mengenai fakta, dengan penilaian sama penelaahannya untuk memperoleh fakta yang sama pula, sehingga dapat bebas dari cacat-cacat tersembunyi. Melihat sifat dan ciri-ciri khusus perjanjian asuransi adalah perjanjian yang melekat pada syarat penanggung (adhesion), mengakibatkan sering kali pihak tertanggung menjadi pihak yang dipermainkan oleh pihak Penanggung sebagai pihak yang mempunyai kedudukan yang lebih kuat. Sebagai contoh adalah pada prakteknya pihak tertanggung harus mengikuti “kemauan” dari pihak penanggung berdasarkan perjanjian yang tertuang dalam polis yang telah dibuat terlebih dahulu oleh pihak Penanggung, tanpa memberi kesempatan kepada pihak tertanggung untuk mengubahnya. Sehinggga dapat dikatakan bahwa perjanjian asuransi biasanya menerapkan prinsip “take it or leave it”. Perjanjian tertulis asuransi tertuang dalam polis. Polis adalah suatu istilah yang digunakan dalam perjanjian asuransi. Dengan kata lain, polis adalah akta perjanjian dalam asuransi. Polis biasanya memuat uraian yang sangat banyak dan rinci pada bagian ‘resiko yang dipertanggungkan’ karena klausul tersebut merupakan ruang lingkup pertanggungan yang menjadi kewajiban penanggung dan menjadi dasar perhitungan premi yang menjadi kewajiban tertanggung. Selain bagian ‘resiko yang dipertanggungkan’ tersebut, bagian dari polis yang memuat klausul yang banyak dan rinci biasanya yang menyangkut prosedur. Misalnya klausul tentang prosedur Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. pembayaran dan penerimaan premi, prosedur pengajuan dan pembayaran klaim, dan prosedur penyelesaian sengketa.5 Melihat penjelasan di atas, maka lahirlah perikatan yang bersumber dari perjanjian yang tertuang dalam perjanjian tertulis (polis) antara pihak penanggung dan pihak tertanggung dalam kegiatan asuransi. Perikatan didefinisikan sebagai suatu hubungan hukum antara dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.6 Dalam kegiatan asuransi hal tersebut dapat dilihat dengan adanya pihak tertanggung yang sepakat untuk mengalihkan resikonya kepada penanggung dan membayar sejumlah uang kepada penanggung sebagai premi atas pengalihan resiko tersebut, sedangkan pihak penanggung sepakat untuk membayar atau membiayai kerugian yang mungkin akan dialami oleh tertanggung pada saat terjadi resiko. Polis dalam kegiatan asuransi merupakan salah satu bentuk dari klausula baku, yakni suatu ketentuan yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.7 Dalam klausula baku isi perjanjian sepenuhnya ditentukan secara sepihak oleh pelaku usaha dan konsumen hanya dihadapkan pada dua pilihan yaitu take it or leave it, perjanjian baku yang terwujud dalam polis, tetap merupakan perjanjian yang mengikat para pihak yang menandatanganinya.8 Hal ini telah menimbulkan banyak ketidakpuasan terhadap pihak tertanggung, dimana selama ini tertanggung selalu berada di pihak yang lemah. Fakta menunjukkan bahwa tidak sedikit sengketa mengenai asuransi yang telah diajukan, baik melalui pengadilan maupun diluar pengadilan. Tidak hanya sampai disitu, dalam kegiatan asuransi, seringkali tertanggung mengalami kesulitan pengurusan klaim, bahkan penanggung mangkir untuk membayar klaim asuransi yang telah disepakati dalam polis, dengan cara membatalkan polis ditengah-tengah masa periode yang masih berlangsung, hal itu jelas dirasa merugikan tertanggung sebagai pihak konsumen dalam dunia asuransi. Hal-hal yang merugikan tertanggung dikhawatirkan 5 Kornelius Simanjuntak, Brian Amy Prasetyo, Myra R.B Setiawan, Hukum Asuransi, cet. 1, (Depok: Kampus UI, 2011), hal 67-68. 6 Subekti, Hukum Perjanjian, cet. 8, (Jakarta: Intermasa, 2001), hal.1. 7 Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal.18. 8 Ibid., hal. 118. Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. dapat mengurangi rasa kepercayaan masyarakat untuk mengalihkan resiko mereka pada perusahaan asuransi, karena dianggap hanya membuang-buang uang. Untuk menghindari berkurangnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap kegiatan Asuransi, maka terdapat ketentuan yang berkaitan dengan perjanjian asuransi dalam hubungannya dengan perlindungan bagi pihak tertanggung yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum perdata (KUHPER), Kitab Undang-Undang Hukum dagang (KUHD), ketentuan dalam praktek asuransi seperti yang dapat dipelajari dalam polis. Ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam polis yang telah disebutkan diatas dapat dipergunakan oleh pemegang polis dalam mempertahankan hak-haknya pada suatu perjanjian asuransi .9 Pada kesempatan kali ini, Penulis ingin membahas mengenai masalah pembatalan terhadap polis, berhubungan dengan hal pembatalan polis tersebut, di dalam praktek kegiatan asuransi memang biasanya selalu diusahakan jangan sampai pembatalan polis itu dilakukan berdasarkan pasal 1266 KUHPerdata, berarti polis merupakan salah satu perjanjian yang telah melakukan pengenyampingan pasal 1266 KUHPerdata. Pengenyampingan pasal 1266 KUHPerdata ini dilakukan karena proses pembatalan yang ditempuh melalui pengadilan akan membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama sehingga hal ini tidak efisien bagi para pelaku bisnis.10 Melalui studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 534/ Pdt.G/ 2011/ PN. Jkt- Sel antara PT Prima Citra Perdana Melawan PT Asuransi AXA Indonesia mengenai putusan perbuatan melawan hukum atas pembatalan polis secara sepihak yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia selaku Penanggung, yang menggambarkan bahwa kedua belah pihak yakni pihak penanggung (PT Asuransi AXA Indonesia) dan pihak tertanggung (PT Prima Citra Perdana) sama-sama mengikatkan diri dalam perjanjian asuransi yakni perjanjian asuransi heavy equipment dan asuransi kendaraan bermotor, namun terdapat permasalahan ditengah berjalannya masa periode kegiatan asuransi tersebut, pihak penanggung yakni PT Asuransi AXA Indonesia melakukan pembatalan polis secara sepihak terhadap pihak tertanggung yakni PT Prima Citra Perdana, sehingga menyebabkan PT Prima Citra Perdana merasakan dirugikan. Atas kerugiannya tersebut, maka PT Prima Citra Perdana mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum berdasarkan bahwa pembatalan yang 9 Sastrawidjaya, op, cit., hal 8. Suharnoko, Hukum Perjanjian, Teori, dan Analisa Kasus, cet.1, (Jakarta: Kencana, 2004), 10 hal. 63. Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia tidak dimintakan pada hakim sesuai dengan apa yang tercantum dalam pasal 1266 KUHPerdata. Penulis mencoba meneliti kembali hukum perikatan secara teoritis khususnya yang berkaitan dengan pangkal sengketa dalam hukum yang dijadikan dasar serta alasan gugatan, serta Penulis mengharapkan agar nantinya perusahaan asuransi dapat memberikan perlindungan hukum sebagaimana mestinya terhadap pihak tertanggung, sehingga kegiatan asuransi ke depannya mendapat kepercayaan masyarakat sepenuhnya sebagai lembaga untuk mengalihkan resiko dalam kehidupan. Pembahasan Polis merupakan suatu istilah yang digunakan untuk akta perjanjian asuransi. Polis sebagai suatu akta yang formalitasnya diatur di dalam undang-undang, mempunyai arti yang sangat penting pada perjanjian asuransi, baik di tahap awal, selama perjanjian berlaku dan dalam masa pelaksanaan perjanjian.11 Jadi polis tetap mempunyai arti yang sangat penting di dalam perjanjian asuransi, meskipun bukan merupakan syarat bagi sahnya perjanjian, karena polis merupakan satu-satunya alat bukti bagi tertanggung terhadap penanggung.12 Pada dasarnya setiap polis terdiri dari 4 bagian, yaitu :13 1. Deklarasi, merupakan bagian yang berisikan keterangan-keterangan yang tertanggung berikan kepada penanggung, yaitu identitas, nilai barang yang bersangkutan, dan isinya. 2. Klausula pertanggungan, merupakan bagian yang ditentukan oleh penanggung dimana bagian ini disebutkan resiko-resiko apa saja yang akan dipertanggungkan nantinya, syarat-syarat yang diminta oleh penanggung, serta jumalah uang pertanggungan. 3. Pengecualian-pengecualian, pada bagian ini berisikan ketentuan mengenai kerugian yang dikecualikan oleh penanggung. 4. Kondisi-kondisi, pada bagian ini dijelaskan mengenai apa yang menjadi hak dan kewajiban para pihak, seperti pembayaran premi, ganti rugi yang diberikan, subrogasi, pengembalian premi (restorno). 11 Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, cet.4, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal.123. 12 Ibid. 13 YE Kaihatu, Asuransi Kebakaran, hal 37. Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. Namun perlu diingat, karena polis asuransi adalah perjanjian yang melekat pada syarat Penanggung (adhesion), karena di dalam perjanjian asuransi pada hakikatnya syarat dan kondisi perjanjian hampir seluruhnya ditentukan dan diciptakan oleh penanggung atau perusahaan asuransi sendiri, dan bukan karena adanya kata sepakat yang murni atau tawar menawar. Oleh karena itu, dapat dianggap bahwa kondisi perjanjian asuransi sebagian besar ditentukan secara sepihak oleh penanggung sehingga penanggung dianggap sebagai penyusun perjanjian dan seharusnya mengetahui banyak tentang apa yang akan dikemukakan. Akibatnya apabila timbul pengertian yang tidak jelas, harus diuntungkan pihak tertanggung. Dalam praktek kegiatan asuransi, biasanya perusahaan-perusahaan asuransi menggunakan formulir polis mereka sendiri-sendiri dan mengisinya menurut kepentingan keadaannya atau memakai standar polis yang bersifat internasional yang telah tersedia.14 Atau dengan kata lain polis dalam kegiatan asuransi merupakan salah satu bentuk dari klausula baku, yakni suatu ketentuan yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.15 Walaupun di dalam klausula baku, isi perjanjian sepenuhnya ditentukan secara sepihak oleh pelaku usaha dan konsumen hanya dihadapkan pada dua pilihan yaitu "take it or leave it", perjanjian baku yang terwujud dalam polis, tetap merupakan perjanjian yang mengikat para pihak yang menandatanganinya.16 Polis merupakan suatu bukti yang sempurna bahwa telah ditutupnya perjanjian asuransi antara pihak penanggung dan tertanggung, maka erat kaitannya polis tersebut dengan perjanjian yang ketentuan peraturannya terdapat dalam KUHPerdata. Perjanjian yang sah berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak pembuatnya (pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata), artinya pihak-pihak harus menaati perjanjian itu sama dengan menaati undang-undang. Suatu asas penting dalam hukum perjanjian adalah asas kebebasan berkontrak yang ditentukan dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yaitu semua perjanjian yang sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. 14 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, cet.5, (Surabaya: Usana Offset, 1982), hal 21. 15 Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal.18. 16 Ibid., hal. 118. Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. Dengan menekankan kata perkataan semua, maka pasal tersebut seolah-olah berisikan suatu pernyataan bagi masyarakat bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti undang-undang. 17 Sehingga jika ada yang melanggar perjanjian yang mereka buat, ia dianggap sama dengan melanggar undang-undang, yang mempunyai akibat hukum tertentu yaitu sanksi hukum. Jadi barang siapa melanggar perjanjian yang ia buat, maka ia akan mendapat hukuman seperti yang telah ditetapkan dalam undang-undang.18 Oleh karena itu sistem hukum perjanjian dinamakan sistem terbuka. Melihat penjelasan diatas, maka dalam kegiatan asuransi, dapat dikatakan bahwa polis merupakan suatu undang-undang bagi pihak tertanggung dan pihak penanggung. Sehingga masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan apa yang tertera dalam polis. Berhubungan dengan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata tersebut, maka polis dalam kegiatan asuransi dianggap merupakan undang-undang yang bersifat khusus atau dalam istilah hukum biasa dikenal dengan asas lex specialist derogat legi generali. Pengertian dari asas lex spesialist derogat legi generali yakni undang-undang yang bersifat khusus mengenyampingkan pemberlakuan undang-undang yang bersifat umum, artinya apabila ada dua undangundang yang mengatur hal yang sama dengan isinya yang saling bertentangan, maka hakim harus menerapkan undang-undang yang khusus mengatur tersebut.19 Selain itu, polis juga merupakan suatu bukti perikatan yang salah satu ketentuannya, memuat ketentuan syarat batal di dalamnya, sehingga dapat dikatakan bahwa polis merupakan suatu perikatan syarat batal, yakni perikatan yang sudah lahir justru berakhir atau dibatalkan apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi. Dalam prakteknya syarat batal ini sering dicantumkan dalam klausul yang mengatur tentang kemungkinan terjadinya pembatalan perjanjian beserta penyebab dan konsekuensinya bagi para pihak. Sehingga dengan kata lain, dengan terdapatnya syarat batal dalam polis, maka polis menganut pengenyampingan pasal 1266 KUHPerdata juga sangat sering dicantumkan dalam perjanjian untuk mengatur pemutusan perjanjian. Ketentuan dalam pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata bukanlah keharusan, orang dapat 17 Tim Pengajar Pengantar Hukum Indonesia, Buku Ajar Pengantar Hukum Indonesia, (Depok: Fakultas Hukum Unversitas Indonesia, 2008), hal. 155. 18 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, cet.3, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992), hal. 97. 19 Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, cet.1, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hal.60. Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. menolak ketentuan itu dalam perjanjian, khusus untuk menghindari mereka terpaksa pergi ke pengadilan untuk meminta pembatalan suatu perjanjian. 20 Karena suatu keputusan pengadilan memerlukan waktu yang lama, mereka memilih melepaskan ketentuan dalam pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata, yang keduanya bukanlah ketentuan undan-undang yang mengandung keharusan. Pembatalan kontrak yang diatur dalam perjanjian (terminasi) dapat dilakukan dengan penyebutan alasan pemutusan perjanjian, dalam hal ini, dalam perjanjian diperinci alasan-alasan sehingga salah satu pihak atau kedua belah pihak dapat memutus perjanjian. Maka dalam hal ini tidak semua wanprestasi dapat menyebabkan salah satu pihak memutuskan perjanjiannya, tetapi hanya wanprestasi yang disebutkan dalam perjanjian saja. Cara lain pembatalan kontrak yang diatur dalam perjanjian yakni kesepakatan kedua belah pihak. Sebenarnya hal ini hanya penegasan saja, karena tanpa penyebutan tentang hal tersebut, demi hukum, perjanjian dapat di terminasi jika disetujui oleh kedua belah pihak. Ketentuan perlindungan bagi pemegang polis terdapat dalam KUHD, KUHPerdata. KUHD sebagai sebagai sumber pengaturan dalam kegiatan asuransi telah mencantumkan ketentuan perlindungan bagi pihak tertanggung (pemegang polis), namun ketentuan perlindungan bagi pihak tertanggung dalam hal terjadinya pembatalan dalam polis, KUHD sendiri tidak mengatur secara spesifik mengenai hal tersebut. Hal pembatalan polis ini hanya diatur dalam pasal 254 KUHD, yakni mengenai terjadinya pembatalan polis dilakukan untuk mencegah perjanjian asuransi tidak menjadi perjudian. KUHPerdata sebagai ketentuan yang melengkapi KUHD, lebih spesifik mengatur mengenai perlindungan bagi pemegang polis dalam hal terjadi pembatalan. KUHPerdata mengatur bahwa jika terdapat kesesatan, paksaan dan penipuan dari penanggung atau dengan kata lain tidak memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1320 KUHPerdata, maka dapat mengajukan permohonan pembatalan perjanjian asuransi kepada pengadilan. Selain itu, terdapat juga ketentuan pembatalan mengenai dapat dimintakannya pembatalan perjanjian ke muka hakim berdasarkan pasal 1266 KUHPerdata jika terjadi keterlambatan pembayaran premi. Namun untuk pengaturan perlindungan tertanggung dalam hal pembatalan yang dilakukan oleh penanggung akibat loss ratio, tidak dibayarnya klaim, dll tidak terdapat di dalam KUHPerdata. 20 Tan Thong Kie, op.cit., hal. 380. Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. Dalam memahami adanya pembatalan polis yang dilakukan oleh penanggung, maka terdapat suatu studi kasus yakni Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.534/Pdt.G/2011/ PN.Jkt-Sel yang akan dianalisa berdasarkan teori perikatan dalam KUHPerdata. Duduk Perkara Perkara bermula dari perjanjian asuransi yang diadakan oleh pihak PT Prima Citra Perdana dan pihak PT Asuransi AXA Indonesia. PT Prima Citra Perdana merupakan badan usaha yang bergerak di bidang kontraktor tambang yang lokasi kegiatan usahanya berada diseluruh wilayah negara Indonesia, sehingga untuk melaksanakan kegiatan usahanya tersebut, PT Prima Citra Perdana dilengkapi dengan alat-alat industri dan angkutan. Oleh karena itu, untuk menunjang kelancaran dalam melakukan kegiatan usaha tersebut, PT Prima Citra Perdana melindungi harta bendanya dengan jasa asuransi. Setelah melakukan negosiasi dengan perusahaan asuransi, yakni PT Asuransi AXA Indonesia untuk dilakukan penutupan asuransi, terjadilah kesepakatan antara kedua belah pihak tersebut, sehingga mereka mengikatkan diri dalam sebuah perjanjian asuransi, dimana dalam perjanjian tersebut PT Prima Citra Perdana bertindak sebagai tertanggung dan PT Asuransi AXA Indonesia bertindak sebagai penanggung. Perjanjian asuransi tersebut terbagi menjadi 2 (dua) bentuk yaitu perjanjian asuransi heavy equipment dan perjanjian asuransi untuk kendaraan bermotor. Perjanjian-perjanjian asuransi tersebut terdiri dari beberapa nomor polis beserta masa periodenya, yakni : A. Polis-polis untuk asuransi heavy equipment No. Polis Masa Periode PEG 10062034 15 Juli 2010 - 15 Juli 2011 PEG 10061887 15 Juli 2010 - 15 Juli 2011 PEG 00119432 15 Juli 2010 - 15 Juli 2011 PEG 10062572 9 Agustus 2010 - 9 Agustus 2011 PEG 10062747 21 Agustus 2010 - 21 Agustus 2011 PEG 10063182 1 September 2010 - 1 September 2011 B. Polis-polis untuk asuransi kendaraan bermotor Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. No. Polis Masa Periode VPX 00120469 15 Juli 2010 - 14 Juli 2011 VPX 00121227 5 Agustus 2010 - 4 Agustus 2011 VPX 00125918 30 November 2010 - 29 November 2011 VPX 00126245 13 Februari 2010 - 12 Februari 2011 VPX 00126262 14 Desember 2010 - 13 Desember 2011 VPX 00121228 5 Agustus 2010 - 4 Agustus 2011 VPX 00125125 18 November 2010 - 17 November 2011 Dengan tercapainya kesepakatan untuk mengikatkan diri dalam perjanjian asuransi tersebut, PT Prima Citra Perdana mempunyai kewajiban untuk membayar premi dan PT Asuransi AXA Indonesia mempunyai kewajiban untuk membayar penggantian kerugian dalam masa periode pertanggungan sesuai dengan jumlah pertanggungan yang tercantum dalam polis. Berdasarkan hal tersebut, maka seluruh polis tersebut menjadi sah dan mengikat sebagaimana dimaksud dalam pasal 1313 KUHPerdata dan pasal 246 KUHD. Namun, pada tanggal 20 Januari 2011, pihak penanggung (PT Asuransi AXA Indonesia) yang diwakili oleh Gracia Shirley selaku Vice President Sales and Distribution Dept menyampaikan secara lisan kepada pihak tertanggung (PT Prima Citra Perdana rencana pihak penanggung untuk membatalkan polis-polis asuransi heavy equipment yang belum berakhir masa periodenya dengan alasan rasio dari total kerugian yang diklaim melebihi premi asuransi yang telah dibayar. Pihak tertanggung pada waktu itu menolak rencana pembatalan tersebut karena pada kenyataannya klaim yang diajukan pihak tertanggung belum melebihi total kerugian yang diklaim dari jumlah pertanggungan (nilai pertanggungan maksimal hingga $5.048.450,00 USD dan Rp 9.700.000.000 serta 3.526.000.000,00) dan alasan tersebut tidak dibenarkan dalam prinsip bisnis dan hukum, serta pembatalan itu menunjukkan itikad buruk dari pihak penanggung karena berusaha mangkir dari kewajiban penggantian kerugian dalam kegiatan asuransi. Kemudian, pihak penanggung mengalihkan sisa masa periode polis tersebut kepada perusahaan asuransi lain yaitu PT Asuransi Indrapura, namun pengalihan tanggung jawab tersebut tidak disertai dengan premi yang telah dibayar oleh pihak tertanggung, sehingga pihak tertanggung tidak dapat mengajukan klaim terhadap PT Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. Asuransi Indrapura. Akibat dari kesalahan dan itikad tidak baik dari PT Asuransi AXA Indonesia tersebut, PT Prima Citra Perdana menanggapi dengan keberatannya, sehingga PT Asuransi AXA Indonesia kembali menjalankan tanggung jawabnya sebagai penanggung atas sisa waktu tanggungan dari pihak PT Prima Citra Perdana. Pada tanggal 19 April 2011 PT Asuransi AXA Indonesia kembali mengeluarkan surat yang pada pokoknya berisi pembatalan seluruh polis. Terhadap perjanjian asuransi heavy equipment dengan alasan loss ratio dan frekuensi kecelakaan yang tinggi, sedangkan terhadap perjanjian asuransi kendaraan bermotor dengan alasan tidak dilengkapi dengan STNK dan BPKB, dimana masa periode semua perjanjian asuransi tersebut belum berakhir. Menanggapi surat pembatalan yang dikeluarkan oleh PT Asuransi AXA Indonesia tersebut, PT Prima Cita Perdana mengajukan keberatan dan somasi pada tanggal 25 Mei 2011, karena alasan yang diajukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia tidak masuk akal dan mengada-ada. Sebab alasan pada pembatalan polis asuransi heavy equipment adalah bahwa yang dimaksud dengan loss ratio oleh PT Asuransi AXA Indonesia adalah nilai premi asuransi yang dibayarkan berbanding dengan nilai kerugian yang diklaim dan tidak berdasarkan dengan nilai pertanggungan. Sedangkan pada perjanjian asuransi kendaraan bermotor bahwa tidak memiliki STNK dan BPKB merupakan alasan yang tidak masuk akal, karena pada awal perjanjian polis, pihak PT Asuransi AXA Indonesia seharusnya telah melakukan inspeksi (proses underwriting) secara menyeluruh terhadap kendaraan bermotor yang diasuransikan untuk menghindari munculnya hal-hal yang merugikan dikemudian hari. Akan tetapi, PT Asuransi AXA Indonesia tetap melaksanakan pembatalan polis tersebut secara sepihak. PT Prima Citra Perdana sangat merasa dirugikan dengan adanya tindakan pembatalan polis secara sepihak yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia, karena PT Prima Citra Perdana beranggapan bahwa pembatalan polis yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia tidak berdasarkan alasan atau syarat yang ditentukan dalam perjanjian sebagai isyarat pembatalan perjanjian dan PT Prima Citra Perdana juga selalu memenuhi kewajibannya yakni membayar premi. Pembatalan polis secara sepihak yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia, karena pihaknya menganggap bahwa hukum pembatalan yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia diatur dalam kondisi 9 Polis Asuransi Contractors Plant and Machinery (polis asuransi heavy equipment) dan dalam polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor diatur dalam pasal 27 ayat (1). Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. Kondisi 9 Polis Asuransi Contractors Plant and Machinery menyatakan : "This policy may be terminated at the request of the insured at any time in which case the insurers will retain the customary short-period rate for the time this policy has been in force. This policy may equally be terminated at the oprion of the insurerd by seven days notice to the effect being given to the insured which case the insurers will be liable to repay on demand a rateable proportion of the premium for the unexpired term form the date of cancellation less any reasonable inspection charges the insurers may have incurred." Sementara pasal 27 ayat (1) Polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia menyatakan : "Selain dari hal-hal yang diatur pada pasal 6 ayat (2), penanggung dan tertanggung masing-masing berhak setiap waktu menghentikan pertanggungan ini dengan memberitahukan alasannya. Pemberitahuan penghentian dimaksud dilakukan secara tertulis melalui surat tercatat oleh pihak yang menghendaki pengehntian pertanggungan kepada pihak lainnya di alamat terakhir yang diketahui. Penanggung bebas dari segala kewajiban berdasarkan polis ini, 5 (lima) hari kalender terhitung sejak tanggal pengiriman surat tercatatnya untuk pemberitahuan tersebut." Maka dengan adanya ketentuan tersebut dalam polis, pihak PT Asuransi AXA Indonesia merasa berhak untuk memutus perjanjian dengan pihak PT Prima Citra Perdana. Sedangkan dengan adanya pembatalan perjanjian sepihak tersebut, pihak PT Prima Citra Perdana merasa sangat dirugikan. Karena dengan adanya tindakan pembatalan polis yang dilakukan oleh pihak PT Asuransi AXA Indonesia, pihak PT Prima Citra Perdana telah kehilangan haknya atas sisa masa periode asuransi yang belum dijalani, dimana seharusnya pihak PT Prima Citra Perdana dapat mengajukan klaim atas sesuatu kerugian yang disebabkan oleh hal-hal yang tak tentu, apalagi menurut pihak PT Prima Citra Perdana, alasan pembatalan polis yang diajukan oleh pihak PT Asuransi AXA Indonesia yakni untuk polis heavy equipment adalah loss ratio dan frekuensi kecelakaan yang tinggi serta untuk polis kendaraan bermotor adalah tidak adanya STNK dan BPKB menunjukkan adanya itikad buruk sebagaimana yang telah dijelaskan secara singkat diatas. Dalam gugatannya, PT Prima Citra Mandiri mendasarkan gugatannya pada perbuatan melawan hukum atas serangkaian tindakan pihak PT Asuransi AXA Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. Indonesia yang melakukan pembatalan polis secara sepihak dengan tidak mengacu pada pasal 1266 KUHPerdata. Analisa : Majelis Hakim dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap kasus tersebut memutuskan bahwa pihak PT Asuransi AXA Indonesia telah melakukan perbuatan melawan hukum yang didasarkan karena pembatalan polis asuransi yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia tidak berdasarkan alasan atau syarat sebagaimana yang telah ditentukan dalam syarat batalnya perjanjian pada pasal 1266 KUHPerdata. Menurut pasal 1266 KUHPerdata, ada tiga hal yang harus diperhatikan sebagai syarat supaya pembatalan itu dapat dilakukan. Tiga syarat itu adalah : a) Perjanjian bersifat timbal balik; b) Harus ada wanprestasi; c) Harus dengan putusan hakim. Dalam kasus, dengan adanya polis, kedua belah pihak harus taat terhadap polis, karena polis merupakan wujud dari ketentuan-ketentuan yang telah mereka sepakati dalam melaksanakan kegiatan asuransi, sehingga mereka harus menaati ketentuan yang tercantum seperti undang-undang, sesuai dengan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, jika terdapat pembatalan yang dilakukan oleh salah satu pihak baik itu pihak penanggung maupun tertanggung maka harus sesuai atau mengikuti ketentuan yang terdapat dalam polis. Polis dalam kegiatan asuransi merupakan salah satu bentuk dari klausula baku, yakni suatu ketentuan yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.21 Dalam klausula baku isi perjanjian sepenuhnya ditentukan secara sepihak oleh pelaku usaha dan konsumen hanya dihadapkan pada dua pilihan yaitu take it or leave it, perjanjian baku yang terwujud dalam polis, tetap merupakan perjanjian yang mengikat para pihak yang menandatanganinya.22 Polis merupakan suatu bukti yang sempurna bahwa telah ditutupnya perjanjian asuransi antara pihak penanggung dan tertanggung, maka erat kaitannya polis tersebut dengan perjanjian yang ketentuan peraturannya terdapat 21 Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal.18. 22 Ibid., hal. 118. Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. dalam KUHPerdata. Perjanjian yang sah berlaku sebagai undang-undang bagi pihakpihak pembuatnya (pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata), artinya pihak-pihak harus menaati perjanjian itu sama dengan menaati undang-undang atau yang biasa kita sebut dengan asas pacta sunt servanda. Dengan menekankan kata perkataan semua, maka pasal tersebut seolah-olah berisikan suatu pernyataan bagi masyarakat bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti undang-undang. 23 Sehingga jika ada yang melanggar perjanjian yang mereka buat, ia dianggap sama dengan melanggar undang-undang, yang mempunyai akibat hukum tertentu yaitu sanksi hukum. Jadi barang siapa melanggar perjanjian yang ia buat, maka ia akan mendapat hukuman seperti yang telah ditetapkan dalam undang-undang.24 Oleh karena itu sistem hukum perjanjian dinamakan sistem terbuka. Dalam kegiatan asuransi, dapat dikatakan bahwa polis merupakan suatu undang-undang bagi pihak tertanggung dan pihak penanggung. Sehingga masingmasing pihak mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan apa yang tertera dalam polis. Berhubungan dengan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata tersebut, maka polis dalam kegiatan asuransi dianggap merupakan undang-undang yang bersifat khusus atau dalam istilah hukum biasa dikenal dengan asas lex specialist derogat legi generali. Pengertian dari asas lex spesialist derogat legi generali yakni undangundang yang bersifat khusus mengenyampingkan pemberlakuan undang-undang yang bersifat umum, artinya apabila ada dua undang-undang yang mengatur hal yang sama dengan isinya yang saling bertentangan, maka hakim harus menerapkan undangundang yang khusus mengatur tersebut.25 Di dalam praktek kegiatan asuransi selalu diusahakan jangan sampai pembatalan polis itu dilakukan berdasarkan pasal 1266 KUHPerdata, karena jika meminta pembatalan polis berdasarkan pasal 1266 KUHPerdata, maka setiap dilakukan pembatalan, maka setiap kali itulah penanggung harus menghadap ke muka hakim.26 Untuk mencegah itu maka di dalam praktek dipakailah suatu klausula dalam ketentuan polis yang berisikan bahwa berarti polis merupakan salah satu perjanjian yang telah melakukan pengenyampingan pasal 1266 KUHPerdata. Pengenyampingan 23 Tim Pengajar Pengantar Hukum Indonesia, op.cit., hal. 155. Muhammad, op.cit., hal. 97. 25 Mas, op.cit., hal.60. 26 Simanjuntak, op.cit., hal.41 24 Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. pasal 1266 KUHPerdata juga sangat sering dicantumkan dalam perjanjian untuk mengatur pemutusan perjanjian. Pengenyampingan pasal ini mempunyai makna bahwa jika para pihak ingin memutuskan perjanjian mereka, maka para pihak tidak perlu harus menempuh prosedur pengadilan, tetapi dapat diputus langsung oleh para pihak. Pengenyampingan pasal 1266 KUHPerdata ini sendiri sebenarnya masih merupakan kontroversi diantara para ahli hukum maupun praktisi. beberapa alasan yang mendukung pendapat ini, misalnya pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi para pembuatnya, sehingga pengeyampingan pasal 1266 KUHPerdata ini harus ditaati oleh kedua belah pihak, ditambah lagi bahwa jalan yang ditempuh melalui pengadilan akan membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama sehingga hal ini tidak efisien bagi para pelaku bisnis.27 Selain itu, menurut pendapat Tan Thong Kie, ketentuan dalam pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata bukanlah keharusan, orang dapat menolak ketentuan itu dalam perjanjian, khusus untuk menghindari mereka terpaksa pergi ke pengadilan untuk meminta pembatalan suatu perjanjian.28 Dalam suatu perjanjian timbal balik, dengan atau tanpa syarat batal di dalamnya, dicantumkan bahwa para pihak melepaskan pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata, Inilah yang tidak dapat diterima orang, karena suatu keputusan pengadilan memerlukan waktu yang lama, mereka memilih melepaskan ketentuan dalam pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata, yang keduanya bukanlah ketentuan undan-undang yang mengandung keharusan. Pelepasan pasal itu menyebabkan bahwa para pihak, dengan waktu yang ditetapkan, setuju bahwa perjanjian yang telah disepakati sebelumnya sudah batal.29 Dengan adanya pengenyampingan pasal 1266 KUHPerdata dalam polis, maka dipakailah suatu klausula dalam ketentuan polis yang berisikan mengenai syarat atas pembatalan polis. Walupun dengan adanya ketentuan pengenyampingan pasal 1266 KUHPerdata dirasa merugikan pihak tertanggung, namun sudah seharusnya kita mematuhi apa yang telah dicantumkan dalam perjanjian sebagai ketentuan yang harus ditaati oleh kedua belah pihak berdasarkan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Ketentuan pembatalan yang terdapat dalam polis asuransi heavy equipment yang tercantum dalam kondisi 5, kondisi 8 poin (a), dan kondisi 9 Polis Asuransi 27 Suharnoko, op.cit., hal. 63. Tan Thong Kie, op.cit.,hal. 380. 29 Ibid. 28 Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. Contractors Plant and Machinery (polis asuransi heavy equipment) serta ketentuan dalam polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor diatur dalam pasal 6, pasal 7, pasal 8, pasal 10, dan pasal 27 ayat (1) merupakan suatu bentuk pengenyampingan pasal 1266 KUHPerdata. Melalui ketentuan-ketentuan pembatalan tersebut, pihak penangggung dapat membatalkan polis tanpa meminta putusan pengadilan, pembatalan polis dapat terjadi jika syarat batal yang tercantum dalam ketentuan tersebut terjadi. Namun yang terjadi, dalam kasus, pihak PT Prima Citra Perdana mendalilkan gugatannya bahwa pembatalan polis yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia tersebut tidak berdasarkan alasan atau syarat yang ditentukan dalam perjanjian sebagai syarat pembatalan dalam perjanjian, serta pembatalan tersebut tanpa melalui permintaan atau permohonan hakim atau pengadilan sehingga pembatalan yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia merupakan suatu perbuatan melawan hukum, karena nyata-nyata telah bertentangan dengan pasal 1266 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) KUHPerdata. Sedangkan, menurut PT Asuransi AXA Indonesia, pembatalan polis secara sepihak yang dilakukan oleh pihaknya, dikarenakan pihaknya menganggap bahwa hukum pembatalan yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia telah diatur dalam kondisi 9 Polis Asuransi Contractors Plant and Machinery (polis asuransi heavy equipment) dan dalam pasal 27 ayat (1) polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor. Kondisi 9 Polis Asuransi Contractors Plant and Machinery menyatakan : "This policy may be terminated at the request of the insured at any time in which case the insurers will retain the customary short-period rate for the time this policy has been in force. This policy may equally be terminated at the option of the insurerd by seven days notice to the effect being given to the insured which case the insurers will be liable to repay on demand a rateable proportion of the premium for the unexpired term form the date of cancellation less any reasonable inspection charges the insurers may have incurred." Sementara pasal 27 ayat (1) Polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia menyatakan : "Selain dari hal-hal yang diatur pada pasal 6 ayat (2), penanggung dan tertanggung masing-masing berhak setiap waktu menghentikan pertanggungan ini dengan memberitahukan alasannya. Pemberitahuan penghentian dimaksud dilakukan secara tertulis melalui surat tercatat oleh pihak yang menghendaki pengehntian pertanggungan kepada pihak lainnya di alamat terakhir yang diketahui. Penanggung bebas dari segala kewajiban berdasarkan polis ini, 5 Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. (lima) hari kalender terhitung sejak tanggal pengiriman surat tercatatnya untuk pemberitahuan tersebut." Maka dengan adanya ketentuan pembatalan tersebut dalam kedua polis, pihak PT Asuransi AXA Indonesia merasa berhak untuk memutus perjanjian dengan pihak PT Prima Citra Mandiri. Penulis berpendapat bahwa ketentuan yang tercantum dalam kondisi 9 polis heavy equipment dan pasal 27 ayat (1) polis kendaraan bermotor merupakan ketentuan yang termasuk ke dalam syarat batal yang tercantum dalam perjanjian, sehingga dengan dipenuhinya syarat batal dalam ketentuan tersebut, yakni pihak penanggung telah memberikan surat pemberitahuan tentang pembatalan beserta alasan kepada pihak penanggung dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari penghentian polis (pada tanggal 19 April 2011 pihak penanggung memberikan surat pemberitahuan untuk membatalkan polis-polis, efektif tanggal 19 Mei 2011), maka polis dapat batal sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati dalam polis. Bagaimanapun juga polis yang telah disepakati kedua belah pihak wajib untuk ditaati, dengan dianutnya ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, maka jelas mengenai ketentuan pembatalan perjanjian sesuai dengan pasal 1266 KUHPerdata patut untuk dikesampingkan. Sehingga pembatalan ke muka hakim tidak wajib dilakukan oleh pihak penanggung. Dalam perkara tersebut, pihak PT Prima Citra Perdana juga mendalilkan gugatannya bahwa pihaknya merasa dirugikan karena alasan pembatalan polis-polis tersebut tidak didasarkan ketentuan yang tercantum dalam polis maupun dibenarkan menurut bisnis dan hukum. Untuk alasan pada pembatalan polis asuransi heavy equipment, yakni loss ratio yang dimaksud oleh pihak PT Asuransi AXA Indonesia adalah bahwa nilai premi asuransi yang dibayarkan berbanding dengan nilai kerugian yang diklaim dan tidak berdasarkan nilai pertanggungan, padahal kenyataannya klaim yang diajukan pihak PT Prima Citra Perdana belum melebihi total kerugian yang diklaim dari jumlah pertanggungan (nilai pertanggungan maksimal hingga $5.048.450,00 USD dan Rp 9.700.000.000 serta 3.526.000.000,00) dan alasan tersebut tidak dibenarkan dalam prinsip bisnis maupun hukum, tidak sesuai dengan pasal 253 ayat (1) KUHD yang menyatakan bahwa jumlah kerugian yang diklaim berbanding jumlah nilai pertanggungan dalam perjanjian a quo. Sedangkan untuk alasan frekuensi kecelakaan yang tinggi seharusnya pihak PT Asuransi AXA Indonesia, sebelum melakukan penutupan perjanjian asuransi dengan pihak PT Prima Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. Citra Perdana telah memperhitungkan resiko kecelakaan terhadap alat-alat berat yang dijadikan obyek asuransi dalam perjanjian asuransi heavy equipment dalam proses underwritting yang menjadi prosedur baku sebagai kewajiban pihak PT Asuransi AXA Indonesia selaku penanggung untuk melakukan inspeksi dan analisa secara menyeluruh terhadap alat-alat berat yang diasuransikan. Namun jika memang ditengah-tengah masa periode asuransi, terjadi suatu keadaan yang memberatkan resiko terhadap obyek yang telah diasuransikan, pihak PT Asuransi AXA Indonesia tidak seharusnya langsung melakukan pembatalan terhadap polis secara sepihak begitu saja. Sekiranya pihak penanggung perlu mengadakan suatu pertimbangan untuk menilai apakah perubahan resiko yang terjadi itu cukup memberatkan pihak penanggung atau tidak, jika perubahan resiko tersebut masih dapat ditolerir dan disanggupi oleh pihak penanggung, maka pihak penanggung dapat menentukan kebijakan lain, seperti menentukan premi baru atau jika pihak penanggung tidak lagi menyanggupi, mereka dapat melakukan pembatalan dengan pengembalian premi kepada pihak tertanggung sesuai yang diatur dalam kondisi 9 polis heavy equipment. Untuk alasan pada pembatalan polis asuransi kendaraan bermotor, yakni tidak adanya STNK dan BPKB pada kendaraan bermotor yang telah diasuransikan, maka pihak PT Asuransi AXA Indonesia selaku pihak penanggung sebelum melakukan penutupan perjanjian asuransi dengan pihak PT Prima Citra Perdana telah melakukan inspeksi secara menyeluruh dan memperhitungkan keadaan kendaraan bermotor yang diasuransikan secara cermat atas seluruh resiko yang akan terjadi nantinya pada kendaraan bermotor yang dijadikan obyek asuransi dalam perjanjian asuransi kendaraan bermotor dalam proses underwritting, untuk menghindari munculnya halhal yang merugikan dikemudian hari. Menurut asumsi Penulis, jika proses underwritting tersebut telah dilakukan sebagaimana mestinya, maka sudah sepatutnya pihak PT Asuransi AXA Indonesia telah memperhitungkan fakta tidak adanya STNK dan BPKB kendaraan bermotor yang telah diasuransikan sebagai resiko yang akan ditanggung olehnya. Kecuali PT Prima Citra Perdana melakukan suatu penipuan atau penyembunyian fakta mengenai tidak adanya STNK dan BPKB kendaraan bermotor tersebut, jika hal itu terbukti, maka pembatalan perjanjian dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam pasal 6 polis asuransi kendaraan bermotor. Atau lebih lanjut lagi, mengenai masalah penipuan ini dapat dilaporkan pihak penanggung kepada pihak yang berwajib sesuai dengan pasal 378 KUHP. Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. Kiranya dapat diingat kembali bunyi klausul pembatalan yang tercantum dalam ketentuan dalam kondisi 9 polis asuransi heavy equipment dan pasal 27 ayat (1) polis standar asuransi kendaraan bermotor yang menyebutkan bahwa kedua belah pihak dapat membatalkan polis dengan mengajukan surat tertulis disertai dengan alasannya. Jadi sesuai dengan isi klausul pembatalan tersebut, maka pihak PT Asuransi AXA Indonesia berhak untuk melakukan pembatalan polis. Namun, menurut Penulis dengan adanya ketentuan dalam kondisi 9 polis asuransi heavy equipment dan pasal 27 ayat (1) polis asuransi kendaraan bermotor, ketentuan tersebut merupakan ketentuan karet, Kedua belah pihak sama-sama mempunyai hak untuk membatalkan polis, dengan hanya melakukan pemberitahuan penghentian yang dimaksud secara tertulis oleh pihak yang menghendaki penghentian pertanggungan kepada pihak lainnya dengan alasan apapun. Ketentuan ini dapat saja dijadikan dasar bagi pihak yang tidak beritikad baik untuk melakukan kecurangan dengan cara melakukan pembatalan polis untuk mangkir dari kewajiban sesungguhnya, akibatnya tindakan pembatalan tersebut memberikan kesan adanya suatu pembatalan secara sepihak yang dilakukan oleh salah satu pihak. Seperti yang terjadi dalam kasus yang terdapat dalam putusan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 534/ Pdt.G/ 2011/ PN. Jkt-Sel Mengenai Putusan Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh PT. Asuransi AXA Indonesia terhadap PT. Prima Citra Perdana. Sehingga menurut Penulis, ketentuan pembatalan yang terdapat dalam polis sesungguhnya hanya menguntungkan pihak penangggung dan kurang menggambarkan pelindungan bagi pihak tertanggung yang jelas-jelas mempunyai posisi yang lemah dalam perjanjian asuransi. Sudah seharusnya dalam ketentuan pembatalan seperti yang tercantum dalam kondisi 9 polis asuransi heavy equipment dan pasal 27 ayat (1) polis asuransi kendaraan bermotor dilengkapi dengan memperinci alasan-alasan apa saja yang dapat dijadikan dasar untuk pembatalan polis, sehingga ketentuan tersebut tidak dijadikan dasar bagi pihak yang tidak beritikad baik untuk membatalkan polis dengan menggunakan alasan apa saja yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penutup Dari penjabaran yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa : Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. a) Pihak penanggung dapat membatalkan polis dengan alasan loss ratio sesuai dengan klausul pembatalan yang tercantum dalam polis yang menyebutkan bahwa kedua belah pihak dapat membatalkan polis dengan mengajukan surat tertulis disertai dengan alasannya. Jadi sesuai dengan isi klausul pembatalan tersebut, dalam kasus, maka pihak PT Asuransi AXA Indonesia berhak untuk melakukan pembatalan polis. b) KUHD sendiri tidak mengatur secara spesifik mengenai hal pembatalan polis. Hal pembatalan polis ini hanya diatur dalam pasal 254 KUHD, yakni mengenai terjadinya pembatalan polis dilakukan untuk mencegah perjanjian asuransi tidak menjadi perjudian, sedangkan KUHPerdata lebih spesifik mengatur mengenai perlindungan bagi pemegang polis dalam hal terjadi pembatalan. KUHPerdata mengatur bahwa jika terdapat kesesatan, paksaan dan penipuan dari penanggung dapat mengajukan pengadilan dan permohonan juga terdapat pembatalan ketentuan perjanjian pembatalan asuransi mengenai kepada dapat dimintakannya pembatalan polis berdasarkan pasal 1266 KUHPerdata jika terjadi keterlambatan pembayaran premi. Namun untuk pengaturan perlindungan tertanggung dalam hal pembatalan yang dilakukan oleh penanggung akibat loss ratio, tidak dibayarnya klaim, dll tidak terdapat di dalam KUHPerdata. c) Dari hasil analisa kasus pembatalan polis secara sepihak yang dilakukan oleh PT. Asuransi AXA Indonesia terhadap PT. Prima Citra Perdana dapat ditarik benang merah bahwa unsur-unsur perbuatan melawan hukum tidak terpenuhi. Pembatalan yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia bukan merupakan suatu perbuatan melawan hukum karena jika dilihat berdasarkan teori hukum perikatan yang menganut pengenyampingan pasal 1266 KUHPerdata dan asas kebebasan berkontrak yang sesuai dengan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, maka Penulis dapat berpendapat bahwa pembatalan yang dilakukan oleh PT Asuransi AXA Indonesia telah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kedua polis, yakni ketentuan dalam kondisi 9 polis asuransi heavy equipment dan ketentuan dalam pasal 27 ayat (1) polis asuransi kendaraan bermotor. Berdasarkan kesimpulan di atas, maka terdapat saran yang ingin disampaikan oleh Penulis berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap tertanggung, yakni bahwa ketentuan pembatalan yang sudah ada dalam polis heavy equipment dan polis kendaraan bermotor yang terdapat dalam kasus, merupakan suatu ketentuan karet Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. yang dapat disalahgunakan oleh pihak yang tidak beritikad baik untuk lari dari tanggungjawabnya dalam kegiatan asuransi. Untuk mencegahnya, sudah seharusnya perusahaan asuransi merubah isi klausul pembatalan dalam polis tersebut dengan cara melengkapi dan memperinci alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar dalam pembatalan polis, sehingga ketentuan pembatalan tersebut kedepannya tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak beritikad baik untuk lari dari tanggungjawabnya dalam kegiatan asuransi. Daftar Pustaka Buku Agustina, Rosa. Perbuatan Melawan Hukum. Cet.1. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003. Ali, A. Hasyim. Pengantar Asuransi. Cet.1. Jakarta: Bumi Aksara, 1993. Badrulzaman, Mariam Darus. Aneka Hukum Bisnis. Bandung: Alumni, 1995. Fuady, Munir. Hukum Kontrak: Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001. -------------. Perbuatan Melawan Hukum. Cet.2. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005. Gunarto, H. Asuransi Kebakaran Indonesia. Jakarta: Tirta Pustaka, 1984. Harahap, M. Yahya. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Cet.2. Bandung: Alumni, 1996. Hartono, Sri Rejeki. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Cet.4. Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Kanter, E.Y dan S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Jakarta: Storia Grafika, 2002. Kie, Tan Thong. Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2007. Mamudji, Sri et al. Metode Penilitian dan Penulisan Hukum. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Mas, Marwan. Pengantar Ilmu Hukum. Cet.1. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004. Mashudi, H. dan Moch. C. Ali. Hukum Asuransi. Bandung: Mandar Maju, 1995. Meiliana, Djaja S. Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan. Cet. 1. Bandung: Nuansa Aulia, 2007. Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. Miru, Ahmad dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Cet.1. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004. Muhammad, A.K. Hukum Asuransi Indonesia. Cet. 4. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2004. Muhammad, Abdulkadir. Hukum Asuransi Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002. -------------. Hukum Perikatan. Cet.3. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992. Projodikoro, W. Hukum Asuransi di Indonesia. Cet. 11. Jakarta: Intermasa, 1996. Prawoto, Agus. Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi Guide LIne Untuk Membeli Polis Asuransi yang Tepat dari Perusahaan Asuransi yang Benar. Ed.1. Cet.1. Yogyakarta: BPFE, 1995. Purwosutjipto. Pengertian Pokok Hukum Dagang. Ed. 6. Jakarta : Djambatan, 1990. Salim, A. Abbas. Asuransi dan Manajemen Risiko. Cet. 8. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005. Sastrawidjaya, Man Suparman. Aspek-aspek Hukum Asuransi, dan Surat Berharga. Cet.2. Bandung : PT. Alumni, 2003. Sastrawidjaya, Man Suparman dan Endang. Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung Deposito Asuransi Usaha Perasuransian. Cet. 3. Bandung : PT.Alumni, 2004. Sianipar, J. Tinggi. Asuransi Pengangkutan Laut (Marine Insurance) Prinsip-Prinsip Pokok Dalam Melaksanakan Penutupan dan Pengurusan Claim Asuransi. Cet.3. Jakarta: Penerbit Tidak Diketahui, 1990. Simanjuntak, Emmy Pangaribuan. Hukum Pertanggungan. Cet.5. Surabaya: Usana Offset, 1982. -------------. Hukum Pertanggungan. Cet. 10. Bandung: Pionir Jaya, 1990. Simanjuntak, E.P. Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya. Cet.2. Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1990 Simanjuntak, Kornelius, Brian Amy Prasetyo dan Myra R.B Setiawan. Hukum Asuransi. Cet. 1, Depok: Kampus UI, 2011. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press, 2007. Soemitro, Rony Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1982. Subekti. Hukum Perjanjian. Cet. 8. Jakarta: Intermasa, 2000. Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013. -----------. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Cet. 24. Jakarta: PT. Intermasa, 1992. Suharnoko. Hukum Perjanjian, Teori, dan Analisa Kasus. Cet.1. Jakarta: Kencana, 2004. Tamuji, Tarsisi. Wawasan Perasuransian. Semarang: IKIP Press, 1990. Tim Pengajar Pengantar Hukum Indonesia. Buku Ajar Pengantar Hukum Indonesia. Depok: Fakultas Hukum Unversitas Indonesia, 2008. Peraturan Perundang-undangan Indonesia, Undang-Undang Perkawinan, UU No. 1 Tahun 1974, LN No.1 Tahun 1974, TLN No. 3019. Indonesia, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 tahun 1999, LN No. 42 Tahun 1999, TLN. No. 3821. Indonesia, Undang-Undang Usaha Perasuransian, UU No.2 Tahun1992, LN 13 Tahun 1992, TLN. No. 3467. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Hukum Kepailitan [Wetboek Van Koophandel en Faillissements-Verordenign]. Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosubibio. Cet. 31. Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2006. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosubibio. Cet. 20. Jakarta : Padnya Paramita , 1991. Internet Reasuransi, http://st301242.sitekno.com/page/32843/reasuransi.html. Diunduh pada 20 September 2012. Skripsi Putri, Pramita Kencana. "Tinjauan Normatif Asuransi Lingkungan Sebagai Asuransi Wajib." Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2009. Wiyono. "Penyelesaian Klaim Asuransi Kesehatan Pada Rumah Sakit X." Skripsi Sarjana Unviversitas Indonesia, Depok, 2011. Perlindungan hukum..., Siti Irniarti Pratiwi, FH UI, 2013.