9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Saintifik 1. Pengertian Pendekatan Saintifik Pendekatan pembelajaran ilmiah menekankan pada pentingnya kolaborasi dan kerja sama di antara peserta didik. Pendekatan saintifik merupakan salah satu pendekatan pembelajaran ilmiah. Majid (2014: 193) mengungkapkan bahwa penerapan pendekatan saintifik bertujuan untuk pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Daryanto (2014:51) mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapantahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan. Pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan saintifik merupakan pendekatan yang berpusat kepada siswa agar siswa secara aktif mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapantahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan 10 hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan. 2. Langkah-langkah Pendekatan Saintifik Pendekatan saintifik merupakan pendekatan yang berpusat kepada siswa. Majid (2014: 211) menyebutkan bahwa pendekatan saintifik dalam pembelajaran meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Pendapat tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Daryanto (2014: 59-80), yaitu: a. Mengamati (Observasi) Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran. Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, siswa senang dan tertantang, dan mudah dalam pelaksanaan. Seperti yang diungkapkan oleh Daryanto (2014: 60) bahwa metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu siswa, sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. b. Menanya Guru membuka kesempatan kepada siswa secara luas untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, atau dibaca. Daryanto (2014: 65) mengungkapkan bahwa guru yang efektif mampu menginspirasi siswa untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, 11 pada saat itu pula dia membimbing atau memandu siswa belajar dengan baik. c. Menalar Kegiatan menalar menurut Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013 (Dalam Daryanto, 2014: 70) adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan atau eksperimen maupun hasil dan kegiatan mengumpulkan informasi. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut. d. Mencoba Hasil belajar yang nyata atau otentik akan didapat bila siswa mencoba atau mengungkapkan melakukan bahwa percobaan. aplikasi Daryanto mencoba atau (2014: 78) eksperimen dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. e. Mengkomunikasikan Guru diharapkan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari dalam pendekatan saintifik. Daryanto (2014: 80) mengungkapkan bahwa kegiatan mengkomunikasikan dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mengasosiasikan dan menemukan pola. mencari informasi, 12 Pendapat ahli tersbut dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah dalam pendekatan saintifik adalah 5M yaitu, mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan. Tahapan-tahapan pendekatan saintifik memiliki tujuan agar siswa dapat berpartisipasi dan terlibat aktif selama pembelajaran. B. Model Pembelajaran Discovery Learning 1. Pengertian Model Pembelajaran Penggunaan model pembelajaran merupakan salah satu upaya untuk memudahkan penyampaian materi yang akan diajarkan. Komalasari (2010: 57) mengemukakan bahwa model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Menurut Wahab (2001: 52), model pembelajaran adalah sebuah perencanaan pengajaran yang menggambarkan proses yang ditempuh pada proses belajar mengajar agar dicapai perubahan spesifik pada perilaku siswa seperti yang diharapkan. Rustaman (2011: 2.17) mengungkapkan bahwa pada pengembangan model pembelajaran dalam pandangan konstruktivis harus memperhatikan dan mempertimbangkan pengetahuan awal siswa yang mungkin diperoleh di luar sekolah serta dalam pembelajarannya harus melibatkan siswa dalam suatu kegiatan yang nyata. Model pembelajaran merupakan salah satu cara guru untuk menyampaikan materi ajar yang disajikan. 13 Pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran merupakan suatu perencanaan pembelajaran yang telah disusun secara sistematis. Perencanaan pembelajaran tersebut dijadikan pedoman untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. 2. Pengertian Discovery Learning Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Menurut Eggen (2012: 177), temuan terbimbing adalah satu pendekatan mengajar di mana guru memberi siswa contoh-contoh topik spesifik dan memandu siswa untuk memahami topik tersebut. Wilcox (dalam Hosnan, 2014: 281) menyatakan bahwa dalam pembelajaran dengan penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Hanafiah dan Suhana (2010: 77) bahwa discovery merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki agar dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan. 14 Hosnan (2014: 282) menyebutkan bahwa discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan berasyarakat. Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa discovery learning adalah model pembelajaran yang menuntut siswa secara aktif melakukan pencarian pengalaman belajar menggunakan analisis dan pemecahan masalah yang dihadapinya dengan menemukan dan menyelidiki sendiri. Pengalaman belajar tersebut bisa dimanfaat dalam kehidupan bermasyarakat siswa. 3. Tujuan Pembelajaran Discovery Learning Penggunaan model dalam pembelajaran, memiliki tujuan yang ingin dicapai. Pembelajaran discovery learning juga memiliki tujuan pembelajaran. Bell (dalam Hosnan, 2014: 284) mengungkapkan beberapa tujuan spesifik dari discovery learning, yakni sebagai berikut. a. Dalam discovery learning siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran banyak meningkat ketika discovery learning digunakan. b. Melalui discovery learning, siswa menemukan pola sistuasi konkret maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan. c. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu 15 dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan. d. Discovery learning membantu siswa membentuk cara kerja sama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain. e. Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa keterampilanketerampilan, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui discovery learning lebih bermakna. f. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi discovery learning dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktivitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar baru. 4. Karakteristik Pembelajaran Discovery Learning Setiap model pembelajaran memiliki karakteristiknya masingmasing. Hosnan (2014: 284) menyebutkan tiga ciri utama dalam discovery learning, yaitu sebagai berikut. a. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan. b. Berpusat pada siswa. c. Kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah ada. 5. Kelebihan dan Kekurangan Model Discovery Learning Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, begitu juga dengan model discovery 16 learning. Beberapa kelebihan dari model discovery learning yang diungkapkan oleh Hosnan (2014: 287-288) yaitu sebagai berikut. a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah. Pengetahuan yang diperoleh melalui strategi ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer. Strategi ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri. Strategi ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerjasama dengan yang lainnya. Berpusat kepada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Mendorong keterlibatan keaktifan siswa. Menimbulkan rasa senang siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang. Siswa akan mengerti konsep dasar ide-ide lebih baik. Melatih siswa belajar mandiri. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa. Pendapat tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Marzano (dalam Markaban, 2008: 18), yang menyebutkan beberapa kelebihan model discovery learning yaitu: a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan. b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencaritemukan). c. Mendukung kemampuan problem solving siswa. d. Memberikan wahana interaksi, dengan demikian siswa terlatih menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. e. Materi yang dipelajari mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan membekas karena siswa dilibatkan dalam proses penemuan. 17 f. Siswa belajar bagaimana belajar (how to learn). g. Pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat. h. Melatih keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain. Discovery learning melatih siswa untuk lebih mengenal ilmu pengetahuan disekitarnya, karena siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan intelektual siswa melalui bimbingan guru. Discovery learning juga memiliki kekurangan. Kekurangan model discovery learning, menurut Markaban (2008: 18-19) yaitu sebagai berikut. a. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih banyak. b. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah. c. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan model temuan terbimbing. Hosnan (2014: 288-289) juga mengungkapkan beberapa kekurangan discovery learning, yaitu sebagai berikut. a. b. c. d. e. Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalahpahaman antara guru dengan siswa. Menyita waktu banyak, karena guru dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa dalam belajar. Menyita pekerjaan guru. Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan. Tidak berlaku untuk semua topik. 18 Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa discovery learning melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran yang membuat siswa lebih lama mengingat apa yang sudah dipelajarinya dan melatih siswa belajar mandiri, namun discovery learning membutuhkan banyak waktu dan tidak semua topik cocok untuk model ini serta tidak semua siswa mampu melakukan penemuan. 6. Tahap-tahap Pelaksanaan Discovery Learning Dalam proses pembelajaran, diperlukan suatu langkah-langkah pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Eggen (2012: 189) menyebutkan langkah-langkah yang dilakukan dalam temuan terbimbing (guided discovery learning), yaitu sebagai berikut. Fase 1: pendahuluan Fase 1 diniatkan untuk menarik perhatian siswa dan memberikan kerangka kerja konseptual mengenai apa yang harus diikuti. Fase ini bisa mulai dengan berbagai cara dan dapat terdiri dari pernyataan-pernyataan sederhana. Fase 2: fase berujung-terbuka (open-ended phase) Fase berujung terbuka bertujuan mendorong keterlibatan siswa dan memastikan keberhasilan awal mereka, pada fase ini dapat dimulai dengan berbagai cara, yaitu: a. Memberikan contoh dan meminta siswa mengenali pola-pola di dalam contoh itu. b. Melaksanakan kelas pelajaran dalam situasi kelas-utuh, memberi siswa satu contoh dan meminta mereka mengamati dan menggambarkannya. c. Memberikan satu contoh dan noncontoh serta meminta siswa membandingkan keduanya. d. Memulai dengan satu noncontoh dan meminta siswa menggambarkannya. 19 Fase 3: konvergen Pada fase ini, guru membimbing para siswa agar resepon mereka seragam terhadap satu tujuan belajar spesifik. Inilah fase dimana siswa secara aktual membangun pengetahuan mereka mengenai konsep atau generalisasi. Fase 4: penutup dan penerapan Penutup terjadi ketika siswa mampu secara lisan menyatakan karakteristik-karakteristik dari konsep atau secara verbal menggambarkan hubungan yang ada dalam generalisasi. Fase 4 juga memberikan kesempatan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan mereka mengenali informasi yang tidak relevan, kemampuan yang merupakan keterampilan berpikir penting. Fase penerapan umumnya mencakup tugas di tempat duduk atau di rumah. Akan tetapi, terlepas dari pengembangan cermat konsep atau generalisasi, penerapan kerap menuntut bantuan tambahan dari guru. Memonitor secara cermat dan membahas upaya awal siswa dalam fase penerapan akan memperkuat pembelajaran dengan membantu siswa menjembatani kesenjangan antara kegiatan belajar yang dibimbing guru dan praktik mandiri. Langkah-langkah tersebut sejalan dengan langkah-langkah operasional implementasi dari discovery learning dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai berikut. a. Langkah Persiapan Strategi Discovery Learning 1) Menentukan tujuan pembelajaran. 2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya. 3) Memilih materi pelajaran yang akan dipelajari. 4) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif dari contoh-contoh generalisasi. 5) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contohcontoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa. 6) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik. 7) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa. (Hosnan, 2014: 289) 20 b. Prosedur Aplikasi Strategi Discovery Learning Menurut Syah (dalam Hosnan, 2014: 289), ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam melaksanakan strategi discovery learning pada kegiatan belajar mengajar secara umum, yaitu sebagai berikut. 1) Problem statemen (pernyataan/identifikasi masalah) Pada tahap ini, guru memberi kesempatan pada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis jawaban sementara atas pernyataan masalah. 2) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan) Pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. 3) Data collection (pengumpulan data) Pada tahap ini, berfungsi untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis, dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri, dan sebagainya. 21 4) Data processing (pengolahan data) Pada tahap data processing (pengolahan data) merupakan kegiatan megolah data dan informasi yang telah diperoleh siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya. Untuk selanjutnya ditafsirkan, dan semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, atau bahkan dihitung dengan cara tertentu. 5) Verification (pembuktian) Pada tahap verification (pembuktian) ini, siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil pengolahan data. 6) Generalization (generalisasi/menarik kesimpulan) Tahap generalisasi adalah tahap proses menarik sebuah kesimpulan yang daat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah penerapan dalam discovery learning adalah problem statemen (pernyataan masalah), stimulation (stimulasi), data collection (koleksi data), data processing (proses data), verification (pembuktian), dan generalization (kesimpulan). 22 C. Media Grafis 1. Pengertian Media Media merupakan alat penyalur pesan dalam komunikasi. Komunikasi tersebut adalah komunikasi dalam interaksi sosial invidu ke masyarakat ataupun sebaliknya. Sadiman (2009: 6) menyatakan bahwa kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medius yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Medòë adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Gerlach & Ely (dalam Arsyad, 2011: 3) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Arsyad (2011: 3) menyebutkan bahwa guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah penengah atau perantara antara pengirim pesan dan penerima pesan. Media memudahkan penerima pesan memahami ide atau gagasan yang disampaikan oleh pengirim pesan dan media bisa berupa manusia, teks, maupun alat elektronik seperti radio, dan televisi. 2. Media Pendidikan a. Pengertian Media Pendidikan Media dalam dunia pendidikan memiliki pengertian tersendiri. Menurut Arsyad (2011:3), media pendidikan adalah media yang membawa pesan-pesan atau informasi intruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran. Briggs (dalam Sadiman, 23 2009: 6) menyatakan bahwa media pendidikan adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Gagne (dalam Sadiman, 2009: 3) juga menyebutkan media pendidikan adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara itu Sanjaya (2012: 61) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu seperti alat, lingkungan, dan segala bentuk kegiatan yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan, mengubah sikap atau menanamkan keterampilan. Dari pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa media pendidikan adalah segala sesuatu yang dalam komponen sekolah baik itu guru, buku, dan sebagainya yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Media tidak hanya benda mati yang dapat dimanfaatkan dalam penyampaian materi ajar, karena guru juga bisa dikatakan sebagai media pendidikan. b. Ciri-ciri umum media pendidikan Dalam kegiatan belajar mengajar, media pendidikan sering digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran oleh guru, karena memudahkan penyampaian materi pembelajaran. Media pendidikan atau media pembelajaran memiliki ciri-ciri tersendiri. Arsyad (2011: 6) mengemukakan ciri-ciri tersebut yaitu: 1. Media pendidikan yang dikenal sebagai hardware yaitu sebagai benda yang dapat dilihat, di dengar, atau diraba dengan panca indera. 24 2. 3. 4. 5. 6. 7. c. Media yang dikenal sebagai software yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam hardware yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada siswa. Penekanan media pendidikan terdapat pada visual dan audio. Media pendidikan merupakan alat bantu pada proses belajar baik di dalam maupun di luar kelas. Media pendidikan digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Media pendidikan dapat digunakan secara masal (misalnya: radio, televisi), kelompok besar dan kelompok kecil (misalnya film, slide, video, OHP), atau perorangan (misalnya: modul, komputer, radio tape/ kaset, video recorder) Sikap, pembuatan, organisasi, strategi, dan manajemen yang berhubungan dengan penerapan suatu ilmu. Jenis-jenis Media Pendidikan Media pendidikan dalam perkembangannya tampil dalam berbagai jenis dan format (modul cetak, film, televisi, film bingkai, film rangkai, program radio, komputer, dan seterusnya) masingmasing dengan ciri-ciri dan kemampuannya sendiri. Karakteristik karakteristik atau ciri khas suatu media berbeda menurut tujuan atau maksud pengelompokannya. Televisi merupakan salah satu contoh dari media. Dalam lingkungan sekolah, terdapat berbagai macam media. Seperti yang diungkapkan oleh Sadiman (2009: 28-81) bahwa media dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu sebagai berikut. 1. Media grafis Media grafis merupakan media visual yang sangat sederhana dan mudah pembuatannya. Media grafis sendiri terdiri dari berbagai jenis, yaitu: a) Gambar/ foto, b) Sketsa, c) Diagram, d) Bagan/ chart, e) Grafik (graphs), f) Kartun, g) Poster, h) Peta dan globe, i) Papan flanel/ flannel board, dan j) Papan buletin (buletin board) 25 2. Media audio Berbeda dengan media grafis, media audio berkaitan dengan indera pendengaran. Ada beberapa jenis media yang dikelompokkan dalam jenis media audio. Yaitu sebagai berikut: a) Radio, b) Alat perekam pita magnetik, dan c) Laboratorium bahasa 3. Media proyeksi diam Media proyeksi diam mempunyai kesamaan dengan media grafis dalam arti menyajikan rangsangan-rangsangan visual. Perbedaan yang paling jelas antara keduanya adalah pada media grafis dapat secara langsung berinteraksi dengan media yang bersangkutan, sedangkan media proyeksi pesan tersebut harus diproyeksikan dengan proyektor terlebih dahulu agar dapat dilihat oleh sasaran. Media proyeksi diam ini terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu: a) Film bingkai, b) Film rangkai, c) Media transparansi, d) Proyektor tak tembus pandang (opaque projector), e) Mikrofis, f) Film, g) Film gelang, h) Televisi, i) Video, dan j) Permainan dan simulasi d. Fungsi dan Manfaat Media Pendidikan Dalam suatu proses belajar mengajar, ada dua unsur yang amat penting yaitu metode mengajar dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan. Fungsi utama media pendidikan adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. Encyclopedia of Educational Research (dalam Arsyad, 2011: 25) merincikan manfaat media pendidikan sebagai berikut. 1. Meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berpikir, oleh karena itu mengurangi verbalisme. 2. Memperbesar perhatian siswa. 3. Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap. 4. Memberikan pengalaman nyata. 26 5. Menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan siswa. 6. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu, terutama melalui gambar hidup. 7. Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan berbahasa. 8. Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain, dan membantu efisiensi dan keragaman yang lebih banyak dalam belajar. Media pendidikan mempunyai kegunaan untuk mempermudah penyampaian materi pembelajaran. Menurut Sadiman (2009: 17-18) secara umum media pendidikan mempunyai kegunaan sebagai berikut: 1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka) 2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti misalnya: a) Objek yang terlalu besar – bisa digantikan dengan realita, gambar, film bingkai, film, atau model. b) Objek yang kecil – dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film, atau gambar. c) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan timelapse atau high-speed photography. d) Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto maupun secara verbal e) Objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram, dan lain-lain. 3. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif siswa. Dalam hal ini, media berguna untuk: a) Menimbulkan kegairahan belajar. b) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara siswa dengan lingkungan dan kenyataan. 27 c) Memungkinkan siswa belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya. 4. Dengan sifat yang unik pada setiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan bila semuanya harus diatasi sendiri. Maka media pendidikan dapat: a) Memberikan perangsang yang sama. b) Mempersamakan pengalaman. c) Menimbulkan persepsi yang sama Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa media pendidikan dapat merangsang keingintahuan siswa secara sama, memberikan pengalaman yang sama untuk semua siswa, praktis, dapat menyampaikan pesan secara cepat, dan dapat dimodifikasi oleh guru. Media pendidikan yang banyak dikenal oleh guru dan siswa adalah media audio, visual, dan audio visual. 3. Pengertian Media Grafis Media grafis merupakan salah satu media yang lebih sering digunakan oleh guru. Sadiman (2009: 28) mengungkapkan bahwa media grafis termasuk media visual. Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan Sanjaya (2012: 157) bahwa media grafis adalah media yang dapat mengkomunikasikan data dan fakta, gagasan serta ide-ide melalui gambar dan kata-kata. Hamzah & Nina (2010: 127) mengungkapkan bahwa media grafis merupakan media yang digolongkan sebagai media visual non proyeksi, mudah digunakan karena tidak membutuhkan peralatan serta relatif murah. Sebagaimana halnya media yang lain, media grafis berfungsi 28 untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan. Pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual. Simbol-simbol tersebut perlu dipahami benar artinya agar proses penyampaian pesan dapat berhasil dan efisien. Selain fungsi umum tersebut, secara khusus grafis berfungsi pula untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak digrafiskan. Selain sederhana dan mudah pembuatannya, media grafis termasuk media yang relatif murah ditinjau dari segi biayanya. 4. Macam-macam Media Grafis Foto, gambar, kartun, grafik, termasuk dalam media grafis. Media grafis membantu guru untuk menyampaikan materi ajar dengan mudah. Sanjaya (2012: 159-168) menyebutkan berbagai macam media grafis, yaitu bagan, poster, karikatur, grafik, dan foto/ gambar. Hamzah & Nina (2010: 122) juga menyebutkan berbagai macam media grafis, yaitu gambar diam, sketsa, diagram, grafik, chart, dan poster. Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Sadiman (2009: 29-49) bahwa terdapat berbagai macam media grafis yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar, yaitu sebagai berikut. a. Gambar/Foto Gambar/foto adalah media yang paling banyak digunakan dalam pendidikan. Karena merupakan bahasa yang umum, yang 29 dapat dimengerti secara jelas. Sadiman (2009: 29-31) menyebutkan kelebihan dan kelemahan media gambar/foto, yaitu: (a) sifatnya konkret, (b) gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, (c) dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita, (d) foto dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalahpahaman, (e) harganya murah dan gampang didapat serta digunakan, tanpa memerlukan peralatan khusus. Sedangkan untuk kekurangannya, yaitu: (a) hanya menekankan persepsi indera mata, (b) gambar/foto benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran, (c) ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar. b. Sketsa Menurut Sadiman (2009: 33), sketsa adalah gambar yang sederhana, atau draft kasar yang melukiskan bagian-bagian pokoknya tanpa detail. Sketsa, selain dapat menarik perhatian siswa, menghindari verbalisme dan dapat memperjelas penyampaian pesan, dan media sketsa dapat dibuat sendiri oleh guru. c. Diagram Diagram merupakan suatu gambar sederhana yang menggunakan garis-garis dan simbol-simbol. Diagram atau skema menggambarkan struktur dari objek secara garis besar. Sadiman (2009: 34) menyatakan bahwa diagram menunjukkan hubungan yang ada antar komponennya atau sifat-sifat proses yang ada di situ. Pada umumnya, diagram berisi petunjuk-petunjuk. Diagram menyederhanakan hal yang kompleks sehingga dapat memperjelas penyajian pesan. 30 d. Bagan/Chart Bagan sama seperti media grafis lainnya, umumnya digunakan sebagai penggambaran struktur organisasi. Sadiman (2009: 35) menyatakan bahwa fungsi dari bagan atau chart adalah menyajikan ide-ide atau konsep-konsep yang sulit bila hanya disampaikan secara tertulis atau lisan secara visual. Bagan juga mampu memberikan ringkasan butir-butir penting dari suatu presentasi. Pada umumnya, pesan yang disampaikan dalam bagan merupakan ringkasan visual suatu proses, perkembangan atau hubungan-hubungan penting. Pesan tersebut diringkas secara tepat, dan dituangkan dalam media grafis untuk memudahkan penerima pesan untuk memahami makna dari pesan yang disampaikan. Dalam bagan, kita dapat menjumpai jenis media grafis yang lain, seperti gambar, diagram, kartun, atau lambang-lambang verbal. Bagan sebagai media yang baik haruslah memenuhi beberapa syarat seperti yang disebutkan oleh Sadiman (2009: 35). Yaitu: (1) dapat dimengerti anak, (2) sederhana dan lugas, tidak rumit atau berbelit-belit, dan (3) diganti pada waktu-waktu tertentu agar selain tetap termasa (up to date) juga tidak kehilangan daya tariknya. Sadiman (2009: 36) juga menyebutkan beberapa jenis bagan yang dibagi dalam tahap penyampaian pesannya, yaitu yang menyampaikan pesan secara bertahap dan menyampaikan pesan secara langsung. 31 1. Bagan yang menyajikan pesan secara bertahap, yang dibagi lagi menjadi beberapa jenis. a) Bagan tertutup (hidden chart) disebut juga strip charts. Pesan yang akan dikomunikasikan mula-mula dituangkan ke dalam satu chart, yang kemudian ditutup dengan potongan-potongan kertas yang mudah untuk di lepas. Potongan kertas ini berguna untuk menarik perhatian dari siswa. Karena bisa menggunakan kertas yang berwarna. Dan ketika penyajiannya, satu per satu kertas penutup di buka. b) Bagan balikan (flip chart). Pesan yang tidak bisa disampaikan dengan chart biasa bisa disampaikan menggunakan bagan balikan (flip chart). Bagian-bagian dari dituliskan dalam lembaran tersendiri, kemudian lembaran-lembaran tersebut dibundel menjadi satu. Cara penggunaannya, kita hanya perlu membalik satu per satu bagan balikan sesuai dengan bagan pesan yang disajikan. 2. Bagan yang menyajikan pesan secara sekaligus. a) Bagan pohon (tree chart) Bagan pohon atau tree chart dijelaskan seperti sebuah pohon yang terdiri dari batang, cabang-cabang, dan ranting ranting. Biasanya digunakan untuk menunjukkan sifat, komposisi atau hubungan antarkelas/ keturunan. Sebagai contoh adalah silsilah keluarga. 32 b) Bagan arus (flow chart) Bagan arus atau flow chart menggambarkan arus suatu proses atau dapat pula menelusuri tanggung jawab atau hubungan kerja antar berbagai bagian atau seksi suatu organisasi. Tanda panah sering kali untuk menggambarkan arah arus tersebut. c) Stream chart Stream chart merupakan kebalikan dari bagan pohon yaitu mengerucut ke bawah. Pada stream chart dimulai dari berbagai hal yang pada akhirnya menyimpul ke atau menuju ke satu hal yang sama. d) Bagan garis waktu (time line chart) Bagan garis waktu atau time line chart bermanfaat untuk menggambarkan hubungan antara peristiwa dan waktu. Pesan-pesan tersebut disajikan dalam bagan secara kronologis. e. Grafik (graphs) Grafik merupakan sebuah media visual. Yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip matematik dan menggunakan data-data komparatif. Menurut Sadiman (2009: 40) grafik merupakan gambar sederhana yang menggunakan titik-titik, garis atau gambar, dan fungsi grafik adalah untuk menggambarkan data kuantitatif secara teliti, menerangkan perkembangan atau perbandingan sesuatu objek atau peristiwa yang saling berhubungan secara singkat dan jelas. 33 f. Kartun Kartun adalah salah satu bentuk komunikasi grafis yang merupakan suatu gambar interpretatif yang menggunakan simbolsimbol untuk menyampaikan sesuatu pesan secara cepat dan ringkas atau sesuatu sikap terhadap orang, situasi, atau kejadian-kejadian tertentu. Selain itu, kartun juga mudah menarik perhatian, mempengaruhi sikap dan tingkah laku. Kartun merupakan hal yang paling disukai oleh anak-anak. Maka media kartun banyak digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran. g. Poster Poster tidak hanya menyampaikan kesan-kesan tertentu tetapi dia mampu pula untuk mempengaruhi dan memotivasi tingkah laku orang yang yang melihatnya. Sadiman (2009: 46) menyebutkan bahwa fungsi dari poster adalah mempengaruhi orang-orang membeli produk baru dari suatu perusahaan, atau program-program pemerintah yang mengajak atau memberitahukan sesuatu kepada masyarakat. h. Peta dan Globe Pada dasarnya peta dan globe berfungsi untuk menyajikan data-data lokasi. Peta dan globe memberikan informasi mengenai keadaan permukaan bumi seperti daratan, sungai-sungai, gununggunung dan bentuk-bentuk daratan serta perairan lainnya, tempattempat serta arah dan jarak dengan tempat yang lain, data-data 34 budaya seperti populasi atau adat istiadat, dan data-data ekonomi seperti hasil pertanian, industri atau perdagangan internasional. i. Papan Flanel/ Flanel Board Menurut Sadiman (2009: 48), papan flanel adalah media grafis yang efektif sekali untuk menyajikan pesan-pesan tertentu kepada sasaran tertentu pula. Papan berlapis kain flanel ini dapat dilipat sehingga praktis. Gambar-gambar yang akan disajikan dapat dipasang dan dicopot dengan mudah sehingga dapat dipakai berkali-kali dan dapat menarik perhatian siswa agar terfokus pada apa yang disajikan oleh guru. Selain gambar, di kelas-kelas permulaan sekolah dasar atau taman kanak-kanak, papan flanel dipakai untuk menempelkan huruf dan angka-angka. j. Papan Buletin (buletin board) Papan buletin ini tidak dilapisi kain flanel, namun gambar atau tulisan langsung ditempelkan pada papan. Fungsinya selain menerangkan sesuatu, papan buletin dimaksudkan untuk memberitahukan kejadian dalam waktu tertentu. Papan buletin ini lebih populer atau lebih dikenal dengan nama majalah dinding, karena diletakkan di dinding-dinding kelas atau gedung. Berdasarkan penjelasan mengenai macam-macam media grafis tersebut, dapat diketahui bahwa media grafis memiliki dibagi menjadi 10 jenis yaitu gambar atau foto, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun, poster, peta dan globe, papan flanel, serta papan buletin. Dan media 35 grafis yang paling sering digunakan dalam pembelajaran di SD adalah gambar atau foto, peta dan globe serta poster karena lebih mudah dalam pembuatannya dan lebih mudah dipahami oleh anak-anak. Media grafis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hidden chart dan flip chart karena dapat menimbulkan rasa ingin tahu siswa. 5. Kelebihan dan Kekurangan Media Grafis Media pendidikan memiliki karakteristik serta kelebihan dan kekurangan. Sadiman (2009: 29) menyebutkan bahwa kelebihan dari media grafis adalah sederhana, mudah pembuatannya serta media yang relatif murah ditinjau dari segi biaya. Arsyad (2011: 38-39) juga mengungkapkan kelebihan media cetakan atau media grafis yaitu: (1) Siswa dapat maju dan belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing, (2) Siswa dapat mengulang materi dalam media cetakan, siswa akan mengikuti urutan pikiran secara logis, dan (3) Perpaduan teks dan gambar sudah merupakan hal lumrah, dan ini dapat menambah daya tarik, serta dapat memperlancar pemahaman informasi yang disajikan. Media grafis juga memiliki beberapa kekurangan dalam penggunaannya, Sadiman (2009: 28) menyatakan bahwa penyaluran media grafis menyangkut indera penglihatan, pesan-pesn yang disampaikan dituangkan dala, simbol komunikasi visual, dan simbolsimbol tersebut perlu dipahami benar agar penyampaian pesan berhasil dan efisien. Arsyad (2011: 39-40) juga mengungkapkan bahwa kekurangan dari media cetakan atau media grafis adalah sebagai berikut. 1) Biaya pembuatan akan mahal apabila ingin menampilkan ilustrasi, gambar, atau foto berwarna-warni. 2) Proses pembuatan media gambar seringkali memakan waktu lama. 36 3) Umumnya media cetakan dapat membawa hasil yang baik jika tujuan pembelajaran tersebut bersifat kognitif. 4) Jika tidak dirawat dengan baik, media cetakan cepat rusak atau hilang. Pendapat para ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa media grafis memiliki kelebihan dan pembuatannya yang mudah dan relatif murah. Tidak hanya memiliki kelebihan, namun media grafis juga memiliki kekurangan yaitu hanya mendapatkan hasil maksimal apabila tujuan pembelajaran bersifat kognitif. D. Pembelajaran IPS 1. Pengertian Pembelajaran IPS Ilmu pengetahuan sosial atau yang lebih sering disebut dengan IPS, merupakan suatu ilmu yang mempelajari berbagai disiplin ilmu sosial. Menurut Zuraik (dalam Susanto, 2013: 137-138) hakikat IPS adalah harapan untuk mampu membina suatu masyarakat yang baik dimana para anggotanya benar-benar berkembang sebagai insan sosial yang rasional dan penuh tanggung jawab, sehingga diciptakan nilai-nilai. Susanto (2013: 137) menyebutkan bahwa IPS adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji disiplin ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara ilmiah dalam rangka memberi wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada siswa, khususnya di tingkat dasar dan menengah yang beraspek pada hubungan sosial, ekonomi, psikologi, budaya, sejarah, maupun politik. Trianto (2010: 173) mengungkapkan bahwa IPS membahas hubungan antara manusia dengan lingkungan masyarakat dimana anak didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat, 37 dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya. Uraian pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPS adalah pembelajaran yang membahas hubungan antarmanusia dimana anak didik tumbuh menjadi bagian dari masyarakat yang memiliki nilai-nilai serta norma dan sejarah, sosiologi, geografi, serta psikologi termasuk didalamnya. Pembelajaran IPS tersebut sangat penting sebagai bekal siswa agar dapat menjadi bagian di masyarakat yang mengerti norma, nilai, sejarah, dan memiliki bekal ilmu pengetahuan. 2. Tujuan Pembelajaran IPS Pembelajaran IPS pada setiap jenjang pendidikan memiliki tujuan yang sama, yaitu mendidik siswa agar dapat berinteraksi dengan masyarakat disekitarnya. Tujuan dari pendidikan IPS sendiri menurut Fraenkel (dalam Susanto, 2013: 142) adalah membantu siswa menjadi lebih mampu mengetahui mengenai diri mereka dan dunia dimana mereka hidup. Mereka akan lebih mampu menggambarkan kesimpulan yang diperlukan mengenai hidup dan kehidupan, lebih berperan serta atau apresiatif terhadap kerumitan menjadi manusia dan masyarakat serta budaya yang mereka ciptakan. Pendapat tersebut sejalan dengan yang diungkapkan dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006, yaitu: 38 Mata pelajaran IPS bertujuan agar siswa mempunyai kemampuan sebagai berikut: 1) Mengenal konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. 2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sehari-hari (sosial). 3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. 4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional, dan global. Berdasarkan penjelasan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan IPS adalah membina siswa dan masyarakat untuk membentuk nilai-nilai yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan agar dapat mengambil bagian secara aktif dalam kehidupannya sebagai masyarakat dan warga negara yang baik. E. Hasil Belajar 1. Pengertian Belajar Pengertian belajar mengalami perkembangan yang sejalan dengan perkembangan cara pandang dan pengalaman para ilmuwan. Witherington (dalam Hanafiah dan Suhana, 2010: 7) menyebutkan bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan. Menurut Hermawan (2007: 2) belajar adalah proses perubahan perilaku, dimana perubahan perilaku tersebut dilakukan secara sadar dan bersifat menetap, perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam pengetahuan, afektif (sikap), dan keterampilan. Sadiman (2009: 2) 39 mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Berdasarkan berbagai pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan perilaku secara sadar yang berlangsung seumur hidup. Proses perubahan ini terjadi secara berkelanjutan. 2. Hasil Belajar Dalam proses belajar mengajar terdapat tujuan yang ingin dicapai yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan yang dimaksud adalah tujuan pendidikan. Tujuan tersebut dibagi berdasarkan masing-masing kemampuan. Menurut Bloom (dalam Hanafiah dan Suhana, 2010: 20-23) hasil belajar tersebut mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension application (pemahaman, (menerapkan), menjelaskan, analysis meringkas, (menguraikan, contoh), menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization Domain psikomotor (organisasi), meliputi characterization initiotory, (karakterisasi). preroutine, rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual. 40 Sama dengan yang diungkapkan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yaitu: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar merupakan sejumlah pengetahuan, perubahan perilaku dan sikap, serta keterampilan yang diperoleh oleh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. 3. Kompetensi Hasil Belajar Kompetensi hasil belajar merupakan kemampuan atau keterampilan yang harus dimiliki siswa setelah proses belajar mengajar dilaksanakan. Kompetensi hasil belajar ini meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. a. Ranah Kognitif Kompotensi ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai bahan pelajaran atau materi yang diajarkan. Menurut Poerwanti, dkk., (2008: 1.22) ranah kognitif merupakan ranah yang menekankan pada pengembangan kemampuan dan keterampilan intelektual. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sunarti (2014: 15) bahwa ranah kognitif dinilai meliputi tingkatan menghafal, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, dan mengevaluasi. Penjabaran ranah tersebut adalah: 41 1) Tingkatan hafalan (ingatan) mencakup kemampuan menghafal verbal atau menghafal parafrasa materi pembelajaran berupa fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. 2) Tingkatan pemahaman meliputi kemampuan membandingkan, mengidentifikasi karakteristik, menggeneralisasi, dan menyimpulkan. 3) Tingkatan aplikasi mencakup kemampuan dalam menerapkan rumus atau prinsip terhadap kasus-kasus yang terjadi di lapangan. 4) Tingkatan analisis meliputi kemampuan mengklasifikasi, menggolongkan, memerinci, dan mengurai suatu objek. 5) Tingkatan sintesis meliputi kemampuan untuk memadukan berbagai unsur atau komponen, menyusun, membentuk bangunan, mengarang, melukis, dan menggambar. 6) Tingkatan evaluasi atau penilaian mencakup kemampuan menilai terhadap objek studi menggunakan kriteria tertentu. Penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ranah kognitif merupakan hasil belajar yang penilaiannya berkaitan dengan kemampuan pengetahuan siswa yang meliputi tingkatan menghafal, memahamai, mengaplikasikan, menganalisis, dan mengevaluasi. b. Ranah Afektif Ranah afektif menurut Poerwanti, dkk., (2008: 1.22) adalah ranah yang berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap nilai dan emosi. Hal ini sejalan dengan yang dikemukan oleh Sunarti (2014: 16) bahwa dalam ranah afektif terdapat dua hal yang perlu dinilai, yaitu (1) kompetensi afektif dan (2) sikap dan minat siswa terhadap mata pelajaran serta proses belajar. Berbagai jenis tingkatan ranah afektif yang dinilai menurut Sunarti (2014: 16-17) adalah: 1) Penerimaan: memberikan respons atau reaksi terhadap nilai-nilai yang dihadapkan kepadanya. 2) Partisipasi: menikmati atau menerima nilai, norma, dan objek yang mempunyai nilai estetika dan etika. 42 3) Penilaian dan penentuan sikap: menilai ditinjau dari segi baik-buruk, adil-tidak adil, indah-tidak indah terhadap objek studi. 4) Organisasi: menerapkan dan mempraktikkan nilai-nilai, norma, etika, dan estetika dalam perilaku sehari-hari. 5) Pembentukan pola hidup: penilaian perlu dilakukan terhadap daya tarik, minat, motivasi, ketekunan belajar, sikap siswa terhadap mata pelajaran tertentu beserta proses pembelajarannya. Kunandar (2014: 130) menyebutkan bahwa indikator penilaian afektif sikap sosial dalam diskusi kelompok adalah: a) Penerimaan dengan indikator menyimak dan memperhatikan ketika teman lain sedang menampaikan pendapat, penerimaan terhadap hasil diskusi, dan menegakkan aturan disiplin. b) Partisipasi dengan indikator memberikan ide atau pendapat, mengikuti diskusi dengan semangat, dan memiliki rasa ingin tahu. c) Penilaian dan penentuan sikap dengan indikator menghargai pendapat orang lain dan menyimak ketika teman menyampaikan pendapatnya. d) organisasi dengan indikator turut kerjasama dalam kelompok dan patuh terhadap aturan diskusi. e) pembentukan pola hidup dengan indikator tetap dalam kelompok ketika diskusi berlangsung. Penjelasan ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa ranah afektif merupakan hasil belajar yang berhubungan dengan minat dan sikap siswa yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, dan kemampuan mengendalikan diri. Adapun dalam penelitian ini, peneliti menilai sikap siswa dalam diskusi kelompok, dengan indikator menyimak dan memperhatikan ketika teman lain sedang menampaikan pendapat, memberikan ide atau pendapat, menghargai pendapat orang lain, turut kerjasama dalam kelompok, dan tetap dalam kelompok ketika diskusi berlangsung. 43 c. Ranah Psikomotor Menurut Sunarti (2014: 16) ranah psikomotor meliputi pencapaian kompetensi persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas. Pendapat tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Poerwanti, dkk., (2008: 1.22) bahwa ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan atau keterampilan motorik peserta didik. Penilaian terhadap pencapaian kompetensi ini menurut Rumini (dalam Sunarti, 2014: 16) sebagai berikut. a. Persepsi: kemampuan memilah hal-hal secara khas setelah menyadari adanya perbedaan. b. Kesiapan: mencakup kemampuan penempatan diri dalam gerakan jasmani dan rohani. c. Gerakan terbimbing: kemampuan melakukan gerakan yang sesuai dengan contoh guru. d. Gerakan terbiasa: kemampuan melakukan gerakan tanpa bimbingan karena sudah terbiasa dilakukan. e. Gerakan kompleks: kemampuan melakukan sikap moral cara membantu teman yang membutuhkan bantuan dengan sikap yang menyenangkan, terampil, dan cekatan. f. Penyesuaian mengadakan pola gerakan: penyesuaian mencakup dengan menyesuaiakan diri dengan hal-hal baru. kemampuan lingkungan dan 44 g. Kreativitas: kemampuan berperilaku yang disesuaikan dengan sikap dasar yang dimilikinya sendiri. Mulyasa (2013: 147-148) menyebutkan bahwa indikator penilaian psikomotor dalam keterampilan sosial dalam diskusi kelompok meliputi membacakan jawaban apa adanya, bertutur kata yang sopan, berbicara dengan tenang, menjaga ketertiban kelas, menolong teman yang mendapatkan kesulitan, mendengarkan teman ketika membacakan laporan hasil diskusi, dan mengumpulkan tugas tepat waktu. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ranah psikomotor merupakan hasil belajar yang menunjukkan pencapaian atau penguasaan siswa dalam aspek keterampilan. Dalam penelitian ini, peneliti menilai mempresentasikan laporan hasil diskusi siswa yang meliputi membacakan jawaban apa adanya, berbicara dengan tenang, menjaga ketertiban kelas, mendengarkan teman ketika membacakan laporan hasil diskusi, dan mengumpulkan tugas tepat waktu. F. Penelitian yang Relevan 1. Fatih Istiqomah (2014) dalam penelitiannya “Penerapan Model Discovery Learning untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada kelas IVB SD Negeri 02 Tulung Balak Kabupaten Lampung Timur”. Hasil penelitiannya menunjukkan proses pembelajaran tematik dengan model discovery learning dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. 2. Ina Azariya Yupita (2013) dalam penelitiannya “Penerapan Model Pembelajaran Discovery untuk meningkatkan hasil belajar IPS di Sekolah Dasar”. Hasil penelitiannya menunjukkan proses pembelajaran IPS siswa 45 kelas IV SD Negeri Surabaya dengan model pembelajaran discovery dapat meningkatkan hasil belajar siswa. G. Kerangka Berpikir Dalam kegiatan belajar mengajar, terdapat berbagai aspek yang mempengaruhi keberhasilan mencapai tujuan pembelajaran. Diantaranya adalah metode pembelajaran yang digunakan, pendekatan yang digunakan, serta media pembelajaran yang digunakan. Banyak metode pembelajaran maupun pendekatan yang dapat digunakan oleh guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satunya adalah discovery learning dengan langkahlangkah (1) problem statement; (2) stimulation; (3) data collection; (4) data processing; (5) verification; dan (6) generalization. Penerapan model discovery learning (belajar penemuan) untuk meningkatkan hasil belajar siswa, maka siswa dapat secara langsung menemukan konsep atau teori yang dapat dibuktikan secara langsung sehingga materi yang diberikan oleh guru lebih menyenangkan dan menarik siswa menjadi lebih giat belajar. Media juga menjadi salah satu faktor dalam keberhasilan pembelajaran. Media yang dapat digunakan dalam pembelajaran adalah media grafis. Media grafis dapat membantu siswa untuk lebih memahami dan lebih tertarik terhadap materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru di dalam kelas. Media grafis membantu siswa memahami dan memperhatikan penjelasan guru di dalam kelas. Media grafis yang dapat digunakan adalah hidden chart dan flip chart. Media hidden chart dan flip chart. 46 Kerangka pikir yang dilaksanakan dapat dilihat berdasarkan gambar berikut: Input Hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS belum maksimal dan belum mencapai KKM yang ditetapkan yaitu 66 Proses Penerapan Model Discovery Learning dengan langkah-langkah (1) problem statement; (2) stimulation; (3) data collection; (4) data processing; (5) verification; dan (6) generalization, dengan menggunakan media grafis hidden chart dan flip chart. Output Hasil belajar siswa dengan kategori “Baik” atau “Sangat Baik” mencapai ≥75% Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penerapan Model Discovery Learning H. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka pikir di atas, dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut: “Apabila dalam pembelajaran IPS dengan memperhatikan langkah-langkah penerapan model discovery learning dengan media grafis secara tepat, maka akan dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas V B SD Negeri 10 Metro Pusat”.