9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Saintifik 1. Pengertian

advertisement
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendekatan Saintifik
1. Pengertian Pendekatan Saintifik
Pendekatan pembelajaran ilmiah menekankan pada pentingnya
kolaborasi dan kerja sama di antara peserta didik. Pendekatan saintifik
merupakan salah satu pendekatan pembelajaran ilmiah. Majid (2014: 193)
mengungkapkan bahwa penerapan pendekatan saintifik bertujuan untuk
pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai
materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal
dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari
guru.
Daryanto (2014:51) mengungkapkan bahwa pembelajaran
dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang
dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif
mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapantahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan atau
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai
teknik,
menganalisis
data,
menarik
kesimpulan
dan
mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan.
Pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan
saintifik merupakan pendekatan yang berpusat kepada siswa agar siswa
secara aktif mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapantahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan
10
hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data,
menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip
yang ditemukan.
2. Langkah-langkah Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik merupakan pendekatan yang berpusat kepada
siswa. Majid (2014: 211) menyebutkan bahwa pendekatan saintifik dalam
pembelajaran meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah,
menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Pendapat tersebut sejalan
dengan yang diungkapkan oleh Daryanto (2014: 59-80), yaitu:
a. Mengamati (Observasi)
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses
pembelajaran. Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti
menyajikan media obyek secara nyata, siswa senang dan tertantang,
dan mudah dalam pelaksanaan. Seperti yang diungkapkan oleh
Daryanto (2014: 60) bahwa metode mengamati sangat bermanfaat
bagi pemenuhan rasa ingin tahu siswa, sehingga proses pembelajaran
memiliki kebermaknaan yang tinggi.
b. Menanya
Guru membuka kesempatan kepada siswa secara luas untuk
bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, atau dibaca.
Daryanto (2014: 65) mengungkapkan bahwa guru yang efektif mampu
menginspirasi siswa untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah
sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya,
11
pada saat itu pula dia membimbing atau memandu siswa belajar
dengan baik.
c. Menalar
Kegiatan menalar menurut Permendikbud Nomor 81a Tahun
2013 (Dalam Daryanto, 2014: 70) adalah memproses informasi yang
sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan
atau eksperimen maupun hasil dan kegiatan mengumpulkan informasi.
Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi
dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi
tersebut.
d. Mencoba
Hasil belajar yang nyata atau otentik akan didapat bila siswa
mencoba
atau
mengungkapkan
melakukan
bahwa
percobaan.
aplikasi
Daryanto
mencoba
atau
(2014:
78)
eksperimen
dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar,
yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
e. Mengkomunikasikan
Guru diharapkan memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari dalam pendekatan
saintifik. Daryanto (2014: 80) mengungkapkan bahwa kegiatan
mengkomunikasikan dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan
apa
yang
ditemukan
dalam
kegiatan
mengasosiasikan dan menemukan pola.
mencari
informasi,
12
Pendapat ahli tersbut dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah
dalam pendekatan saintifik adalah 5M yaitu, mengamati, menanya,
menalar,
mencoba,
dan
mengkomunikasikan.
Tahapan-tahapan
pendekatan saintifik memiliki tujuan agar siswa dapat berpartisipasi dan
terlibat aktif selama pembelajaran.
B. Model Pembelajaran Discovery Learning
1.
Pengertian Model Pembelajaran
Penggunaan model pembelajaran merupakan salah satu upaya
untuk
memudahkan
penyampaian
materi
yang
akan
diajarkan.
Komalasari (2010: 57) mengemukakan bahwa model pembelajaran pada
dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal
sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Menurut Wahab
(2001: 52), model pembelajaran adalah sebuah perencanaan pengajaran
yang menggambarkan proses yang ditempuh pada proses belajar
mengajar agar dicapai perubahan spesifik pada perilaku siswa seperti
yang diharapkan.
Rustaman
(2011:
2.17)
mengungkapkan
bahwa
pada
pengembangan model pembelajaran dalam pandangan konstruktivis
harus memperhatikan dan mempertimbangkan pengetahuan awal siswa
yang mungkin diperoleh di luar sekolah serta dalam pembelajarannya
harus melibatkan siswa dalam suatu kegiatan yang nyata. Model
pembelajaran merupakan salah satu cara guru untuk menyampaikan
materi ajar yang disajikan.
13
Pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa model
pembelajaran merupakan suatu perencanaan pembelajaran yang telah
disusun secara sistematis. Perencanaan pembelajaran tersebut dijadikan
pedoman untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
2.
Pengertian Discovery Learning
Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang
dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini
menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting
terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif
dalam proses pembelajaran. Menurut Eggen (2012: 177), temuan
terbimbing adalah satu pendekatan mengajar di mana guru memberi
siswa contoh-contoh topik spesifik dan memandu siswa untuk memahami
topik tersebut.
Wilcox (dalam Hosnan, 2014: 281) menyatakan bahwa dalam
pembelajaran dengan penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian
besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep
dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki
pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka
menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Hal ini sejalan
dengan yang diungkapkan oleh Hanafiah dan Suhana (2010: 77) bahwa
discovery merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang
melibatkan secara maksimal kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki agar dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.
14
Hosnan (2014: 282) menyebutkan bahwa discovery
learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar
siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka
hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan,
tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan,
anak juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan
sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan ditransfer
dalam kehidupan berasyarakat.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
discovery learning adalah model pembelajaran yang menuntut siswa
secara aktif melakukan pencarian pengalaman belajar menggunakan
analisis dan pemecahan masalah yang dihadapinya dengan menemukan
dan menyelidiki sendiri. Pengalaman belajar tersebut bisa dimanfaat
dalam kehidupan bermasyarakat siswa.
3.
Tujuan Pembelajaran Discovery Learning
Penggunaan model dalam pembelajaran, memiliki tujuan yang
ingin dicapai. Pembelajaran discovery learning juga memiliki tujuan
pembelajaran. Bell (dalam Hosnan, 2014: 284) mengungkapkan beberapa
tujuan spesifik dari discovery learning, yakni sebagai berikut.
a. Dalam discovery learning siswa memiliki kesempatan untuk terlibat
secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa
partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran banyak meningkat
ketika discovery learning digunakan.
b. Melalui discovery learning, siswa menemukan pola sistuasi konkret
maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate)
informasi tambahan yang diberikan.
c. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu
15
dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang
bermanfaat dalam menemukan.
d. Discovery learning membantu siswa membentuk cara kerja sama
yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan
menggunakan ide-ide orang lain.
e. Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa keterampilanketerampilan, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip yang dipelajari
melalui discovery learning lebih bermakna.
f. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi discovery learning dalam
beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktivitas baru dan
diaplikasikan dalam situasi belajar baru.
4.
Karakteristik Pembelajaran Discovery Learning
Setiap model pembelajaran memiliki karakteristiknya masingmasing. Hosnan (2014: 284) menyebutkan tiga ciri utama dalam
discovery learning, yaitu sebagai berikut.
a. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,
menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan.
b. Berpusat pada siswa.
c. Kegiatan
untuk
menggabungkan
pengetahuan
baru
dengan
pengetahuan yang sudah ada.
5.
Kelebihan dan Kekurangan Model Discovery Learning
Setiap
model
pembelajaran
memiliki
kelebihan
dan
kekurangannya masing-masing, begitu juga dengan model discovery
16
learning.
Beberapa kelebihan dari model discovery learning yang
diungkapkan oleh Hosnan (2014: 287-288) yaitu sebagai berikut.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan
keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif.
Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan
masalah.
Pengetahuan yang diperoleh melalui strategi ini sangat
pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan,
dan transfer.
Strategi ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat
dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
Strategi ini dapat membantu siswa memperkuat konsep
dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerjasama
dengan yang lainnya.
Berpusat kepada siswa dan guru berperan sama-sama aktif
mengeluarkan gagasan-gagasan.
Mendorong keterlibatan keaktifan siswa.
Menimbulkan rasa senang siswa, karena tumbuhnya rasa
menyelidiki dan berhasil.
Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
Siswa akan mengerti konsep dasar ide-ide lebih baik.
Melatih siswa belajar mandiri.
Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
Pendapat tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh
Marzano (dalam Markaban, 2008: 18), yang menyebutkan beberapa
kelebihan model discovery learning yaitu:
a.
Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan.
b.
Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencaritemukan).
c.
Mendukung kemampuan problem solving siswa.
d.
Memberikan wahana interaksi, dengan demikian siswa terlatih
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
e.
Materi yang dipelajari mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan
membekas karena siswa dilibatkan dalam proses penemuan.
17
f.
Siswa belajar bagaimana belajar (how to learn).
g.
Pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat.
h.
Melatih keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan
memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
Discovery learning melatih siswa untuk lebih mengenal ilmu
pengetahuan disekitarnya, karena siswa terlibat secara aktif dalam
pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan intelektual siswa
melalui bimbingan guru. Discovery learning juga memiliki kekurangan.
Kekurangan model discovery learning, menurut Markaban (2008: 18-19)
yaitu sebagai berikut.
a.
Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih banyak.
b.
Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di
lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti
dengan model ceramah.
c.
Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya
topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan
dengan model temuan terbimbing.
Hosnan
(2014:
288-289)
juga
mengungkapkan
beberapa
kekurangan discovery learning, yaitu sebagai berikut.
a.
b.
c.
d.
e.
Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya
kesalahpahaman antara guru dengan siswa.
Menyita waktu banyak, karena guru dituntut mengubah
kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi
informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing
siswa dalam belajar.
Menyita pekerjaan guru.
Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan.
Tidak berlaku untuk semua topik.
18
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa discovery learning melibatkan siswa secara aktif
dalam pembelajaran yang membuat siswa lebih lama mengingat apa yang
sudah dipelajarinya dan melatih siswa belajar mandiri, namun discovery
learning membutuhkan banyak waktu dan tidak semua topik cocok untuk
model ini serta tidak semua siswa mampu melakukan penemuan.
6.
Tahap-tahap Pelaksanaan Discovery Learning
Dalam proses pembelajaran, diperlukan suatu langkah-langkah
pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditentukan. Eggen (2012: 189) menyebutkan langkah-langkah yang
dilakukan dalam temuan terbimbing (guided discovery learning), yaitu
sebagai berikut.
Fase 1: pendahuluan
Fase 1 diniatkan untuk menarik perhatian siswa dan
memberikan kerangka kerja konseptual mengenai apa yang harus
diikuti. Fase ini bisa mulai dengan berbagai cara dan dapat terdiri
dari pernyataan-pernyataan sederhana.
Fase 2: fase berujung-terbuka (open-ended phase)
Fase berujung terbuka bertujuan mendorong keterlibatan
siswa dan memastikan keberhasilan awal mereka, pada fase ini
dapat dimulai dengan berbagai cara, yaitu:
a. Memberikan contoh dan meminta siswa mengenali pola-pola
di dalam contoh itu.
b. Melaksanakan kelas pelajaran dalam situasi kelas-utuh,
memberi siswa satu contoh dan meminta mereka mengamati
dan menggambarkannya.
c. Memberikan satu contoh dan noncontoh serta meminta siswa
membandingkan keduanya.
d. Memulai dengan satu noncontoh dan meminta siswa
menggambarkannya.
19
Fase 3: konvergen
Pada fase ini, guru membimbing para siswa agar resepon
mereka seragam terhadap satu tujuan belajar spesifik. Inilah fase
dimana siswa secara aktual membangun pengetahuan mereka
mengenai konsep atau generalisasi.
Fase 4: penutup dan penerapan
Penutup terjadi ketika siswa mampu secara lisan
menyatakan karakteristik-karakteristik dari konsep atau secara
verbal menggambarkan hubungan yang ada dalam generalisasi.
Fase 4 juga memberikan kesempatan untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan mereka mengenali informasi yang
tidak relevan, kemampuan yang merupakan keterampilan berpikir
penting.
Fase penerapan umumnya mencakup tugas di tempat
duduk atau di rumah. Akan tetapi, terlepas dari pengembangan
cermat konsep atau generalisasi, penerapan kerap menuntut
bantuan tambahan dari guru. Memonitor secara cermat dan
membahas upaya awal siswa dalam fase penerapan akan
memperkuat
pembelajaran
dengan
membantu
siswa
menjembatani kesenjangan antara kegiatan belajar yang
dibimbing guru dan praktik mandiri.
Langkah-langkah
tersebut
sejalan
dengan
langkah-langkah
operasional implementasi dari discovery learning dalam proses
pembelajaran, yaitu sebagai berikut.
a.
Langkah Persiapan Strategi Discovery Learning
1) Menentukan tujuan pembelajaran.
2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa kemampuan awal,
minat, gaya belajar, dan sebagainya.
3) Memilih materi pelajaran yang akan dipelajari.
4) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara
induktif dari contoh-contoh generalisasi.
5) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contohcontoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
6) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke
kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif,
ikonik sampai ke simbolik.
7) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
(Hosnan, 2014: 289)
20
b. Prosedur Aplikasi Strategi Discovery Learning
Menurut Syah (dalam Hosnan, 2014: 289), ada beberapa
prosedur yang harus dilaksanakan dalam melaksanakan strategi
discovery learning pada kegiatan belajar mengajar secara umum,
yaitu sebagai berikut.
1) Problem statemen (pernyataan/identifikasi masalah)
Pada tahap ini, guru memberi kesempatan pada siswa
untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan
dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis jawaban sementara atas
pernyataan masalah.
2) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak
memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki
sendiri.
3) Data collection (pengumpulan data)
Pada tahap ini, berfungsi untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis, dengan demikian siswa diberi kesempatan
untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca
literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber,
melakukan uji coba sendiri, dan sebagainya.
21
4) Data processing (pengolahan data)
Pada tahap data processing (pengolahan data) merupakan
kegiatan megolah data dan informasi yang telah diperoleh siswa
baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya. Untuk
selanjutnya
ditafsirkan,
dan
semuanya
diolah,
diacak,
diklasifikasikan, ditabulasi, atau bahkan dihitung dengan cara
tertentu.
5) Verification (pembuktian)
Pada tahap verification (pembuktian) ini, siswa melakukan
pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan temuan alternatif,
dihubungkan dengan hasil pengolahan data.
6) Generalization (generalisasi/menarik kesimpulan)
Tahap generalisasi adalah tahap proses menarik sebuah
kesimpulan yang daat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk
semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan
hasil verifikasi.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa langkah-langkah penerapan dalam discovery learning adalah
problem statemen (pernyataan masalah), stimulation (stimulasi), data
collection (koleksi data), data processing (proses data), verification
(pembuktian), dan generalization (kesimpulan).
22
C. Media Grafis
1.
Pengertian Media
Media merupakan alat penyalur pesan dalam komunikasi.
Komunikasi tersebut adalah komunikasi dalam interaksi sosial invidu ke
masyarakat ataupun sebaliknya. Sadiman (2009: 6) menyatakan bahwa
kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari
kata medius yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Medòë
adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.
Gerlach & Ely (dalam Arsyad, 2011: 3) mengatakan bahwa media
apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian
yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh
pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Arsyad (2011: 3) menyebutkan
bahwa guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa media adalah penengah atau perantara antara pengirim pesan dan
penerima pesan. Media memudahkan penerima pesan memahami ide atau
gagasan yang disampaikan oleh pengirim pesan dan media bisa berupa
manusia, teks, maupun alat elektronik seperti radio, dan televisi.
2.
Media Pendidikan
a.
Pengertian Media Pendidikan
Media
dalam
dunia
pendidikan
memiliki
pengertian
tersendiri. Menurut Arsyad (2011:3), media pendidikan adalah media
yang membawa pesan-pesan atau informasi intruksional atau
mengandung maksud-maksud pengajaran. Briggs (dalam Sadiman,
23
2009: 6) menyatakan bahwa media pendidikan adalah segala alat
fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk
belajar.
Gagne (dalam Sadiman, 2009: 3) juga menyebutkan media
pendidikan adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa
yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara itu Sanjaya
(2012: 61) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah
segala sesuatu seperti alat, lingkungan, dan segala bentuk kegiatan
yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan, mengubah sikap
atau menanamkan keterampilan.
Dari pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa media
pendidikan adalah segala sesuatu yang dalam komponen sekolah
baik itu guru, buku, dan sebagainya yang dapat merangsang siswa
untuk belajar. Media tidak hanya benda mati yang dapat
dimanfaatkan dalam penyampaian materi ajar, karena guru juga bisa
dikatakan sebagai media pendidikan.
b. Ciri-ciri umum media pendidikan
Dalam kegiatan belajar mengajar, media pendidikan sering
digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran oleh guru,
karena memudahkan penyampaian materi pembelajaran. Media
pendidikan atau media pembelajaran memiliki ciri-ciri tersendiri.
Arsyad (2011: 6) mengemukakan ciri-ciri tersebut yaitu:
1.
Media pendidikan yang dikenal sebagai hardware yaitu
sebagai benda yang dapat dilihat, di dengar, atau diraba
dengan panca indera.
24
2.
3.
4.
5.
6.
7.
c.
Media yang dikenal sebagai software yaitu kandungan
pesan yang terdapat dalam hardware yang merupakan isi
yang ingin disampaikan kepada siswa.
Penekanan media pendidikan terdapat pada visual dan
audio.
Media pendidikan merupakan alat bantu pada proses
belajar baik di dalam maupun di luar kelas.
Media pendidikan digunakan dalam rangka komunikasi
dan interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
Media pendidikan dapat digunakan secara masal
(misalnya: radio, televisi), kelompok besar dan
kelompok kecil (misalnya film, slide, video, OHP), atau
perorangan (misalnya: modul, komputer, radio tape/
kaset, video recorder)
Sikap, pembuatan, organisasi, strategi, dan manajemen
yang berhubungan dengan penerapan suatu ilmu.
Jenis-jenis Media Pendidikan
Media pendidikan dalam perkembangannya tampil dalam
berbagai jenis dan format (modul cetak, film, televisi, film bingkai,
film rangkai, program radio, komputer, dan seterusnya) masingmasing dengan ciri-ciri dan kemampuannya sendiri. Karakteristik
karakteristik atau ciri khas suatu media berbeda menurut tujuan atau
maksud pengelompokannya.
Televisi merupakan salah satu contoh dari media. Dalam
lingkungan sekolah, terdapat berbagai macam media. Seperti yang
diungkapkan oleh Sadiman (2009: 28-81) bahwa media dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu sebagai berikut.
1. Media grafis
Media grafis merupakan media visual yang sangat
sederhana dan mudah pembuatannya. Media grafis sendiri
terdiri dari berbagai jenis, yaitu: a) Gambar/ foto,
b) Sketsa, c) Diagram, d) Bagan/ chart, e) Grafik (graphs),
f) Kartun, g) Poster, h) Peta dan globe, i) Papan flanel/
flannel board, dan j) Papan buletin (buletin board)
25
2. Media audio
Berbeda dengan media grafis, media audio berkaitan
dengan indera pendengaran. Ada beberapa jenis media
yang dikelompokkan dalam jenis media audio. Yaitu
sebagai berikut: a) Radio, b) Alat perekam pita magnetik,
dan c) Laboratorium bahasa
3. Media proyeksi diam
Media proyeksi diam mempunyai kesamaan dengan media
grafis dalam arti menyajikan rangsangan-rangsangan
visual. Perbedaan yang paling jelas antara keduanya
adalah pada media grafis dapat secara langsung
berinteraksi dengan media yang bersangkutan, sedangkan
media proyeksi pesan tersebut harus diproyeksikan dengan
proyektor terlebih dahulu agar dapat dilihat oleh sasaran.
Media proyeksi diam ini terbagi menjadi beberapa jenis,
yaitu: a) Film bingkai, b) Film rangkai, c) Media
transparansi, d) Proyektor tak tembus pandang (opaque
projector), e) Mikrofis, f) Film, g) Film gelang, h)
Televisi, i) Video, dan j) Permainan dan simulasi
d. Fungsi dan Manfaat Media Pendidikan
Dalam suatu proses belajar mengajar, ada dua unsur yang
amat penting yaitu metode mengajar dan media pembelajaran. Kedua
aspek ini saling berkaitan. Fungsi utama media pendidikan adalah
sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim,
kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.
Encyclopedia of Educational Research (dalam Arsyad, 2011:
25) merincikan manfaat media pendidikan sebagai berikut.
1. Meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berpikir, oleh karena
itu mengurangi verbalisme.
2. Memperbesar perhatian siswa.
3. Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan
belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap.
4. Memberikan pengalaman nyata.
26
5. Menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan siswa.
6. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu, terutama
melalui gambar hidup.
7. Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu
perkembangan berbahasa.
8. Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan
cara lain, dan membantu efisiensi dan keragaman yang lebih
banyak dalam belajar.
Media
pendidikan
mempunyai
kegunaan
untuk
mempermudah penyampaian materi pembelajaran. Menurut Sadiman
(2009: 17-18) secara umum media pendidikan mempunyai kegunaan
sebagai berikut:
1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat
verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan
belaka)
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera,
seperti misalnya:
a) Objek yang terlalu besar – bisa digantikan dengan
realita, gambar, film bingkai, film, atau model.
b) Objek yang kecil – dibantu dengan proyektor mikro,
film bingkai, film, atau gambar.
c) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat
dibantu
dengan
timelapse
atau
high-speed
photography.
d) Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa
ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film
bingkai, foto maupun secara verbal
e) Objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin)
dapat disajikan dengan model, diagram, dan lain-lain.
3. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi
dapat mengatasi sikap pasif siswa. Dalam hal ini, media
berguna untuk:
a) Menimbulkan kegairahan belajar.
b) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara
siswa dengan lingkungan dan kenyataan.
27
c) Memungkinkan siswa belajar sendiri-sendiri menurut
kemampuan dan minatnya.
4. Dengan sifat yang unik pada setiap siswa ditambah lagi
dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda,
sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan
sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami
kesulitan bila semuanya harus diatasi sendiri. Maka media
pendidikan dapat:
a) Memberikan perangsang yang sama.
b) Mempersamakan pengalaman.
c) Menimbulkan persepsi yang sama
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
media pendidikan dapat merangsang keingintahuan siswa secara
sama, memberikan pengalaman yang sama untuk semua siswa,
praktis, dapat menyampaikan pesan secara cepat, dan dapat
dimodifikasi oleh guru. Media pendidikan yang banyak dikenal oleh
guru dan siswa adalah media audio, visual, dan audio visual.
3.
Pengertian Media Grafis
Media grafis merupakan salah satu media yang lebih sering
digunakan oleh guru. Sadiman (2009: 28) mengungkapkan bahwa media
grafis termasuk media visual. Hal tersebut sejalan dengan yang
diungkapkan Sanjaya (2012: 157) bahwa media grafis adalah media yang
dapat mengkomunikasikan data dan fakta, gagasan serta ide-ide melalui
gambar dan kata-kata.
Hamzah & Nina (2010: 127) mengungkapkan bahwa media grafis
merupakan media yang digolongkan sebagai media visual non proyeksi,
mudah digunakan karena tidak membutuhkan peralatan serta relatif
murah. Sebagaimana halnya media yang lain, media grafis berfungsi
28
untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Saluran yang
dipakai menyangkut indera penglihatan. Pesan yang akan disampaikan
dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual.
Simbol-simbol tersebut perlu dipahami benar artinya agar proses
penyampaian pesan dapat berhasil dan efisien. Selain fungsi umum
tersebut, secara khusus grafis berfungsi pula untuk menarik perhatian,
memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang
mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak digrafiskan.
Selain sederhana dan mudah pembuatannya, media grafis termasuk
media yang relatif murah ditinjau dari segi biayanya.
4.
Macam-macam Media Grafis
Foto, gambar, kartun, grafik, termasuk dalam media grafis. Media
grafis membantu guru untuk menyampaikan materi ajar dengan mudah.
Sanjaya (2012: 159-168) menyebutkan berbagai macam media grafis,
yaitu bagan, poster, karikatur, grafik, dan foto/ gambar. Hamzah & Nina
(2010: 122) juga menyebutkan berbagai macam media grafis, yaitu
gambar diam, sketsa, diagram, grafik, chart, dan poster. Hal tersebut
sejalan dengan yang diungkapkan oleh Sadiman (2009: 29-49) bahwa
terdapat berbagai macam media grafis yang dapat digunakan dalam
proses belajar mengajar, yaitu sebagai berikut.
a. Gambar/Foto
Gambar/foto adalah media yang paling banyak digunakan
dalam pendidikan. Karena merupakan bahasa yang umum, yang
29
dapat dimengerti secara jelas. Sadiman (2009: 29-31) menyebutkan
kelebihan dan kelemahan media gambar/foto, yaitu:
(a) sifatnya konkret, (b) gambar dapat mengatasi
batasan ruang dan waktu, (c) dapat mengatasi keterbatasan
pengamatan kita, (d) foto dapat memperjelas suatu masalah,
dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja,
sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalahpahaman,
(e) harganya murah dan gampang didapat serta digunakan,
tanpa memerlukan peralatan khusus.
Sedangkan untuk kekurangannya, yaitu: (a) hanya
menekankan persepsi indera mata, (b) gambar/foto benda yang
terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran,
(c) ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.
b. Sketsa
Menurut Sadiman (2009: 33), sketsa adalah gambar yang
sederhana, atau draft kasar yang melukiskan bagian-bagian pokoknya
tanpa detail. Sketsa, selain dapat menarik perhatian siswa,
menghindari verbalisme dan dapat memperjelas penyampaian pesan,
dan media sketsa dapat dibuat sendiri oleh guru.
c. Diagram
Diagram
merupakan
suatu
gambar
sederhana
yang
menggunakan garis-garis dan simbol-simbol. Diagram atau skema
menggambarkan struktur dari objek secara garis besar. Sadiman
(2009: 34) menyatakan bahwa diagram menunjukkan hubungan yang
ada antar komponennya atau sifat-sifat proses yang ada di situ. Pada
umumnya,
diagram
berisi
petunjuk-petunjuk.
Diagram
menyederhanakan hal yang kompleks sehingga dapat memperjelas
penyajian pesan.
30
d. Bagan/Chart
Bagan sama seperti media grafis lainnya, umumnya digunakan
sebagai penggambaran struktur organisasi. Sadiman (2009: 35)
menyatakan bahwa fungsi dari bagan atau chart adalah menyajikan
ide-ide atau konsep-konsep yang sulit bila hanya disampaikan secara
tertulis atau lisan secara visual. Bagan juga mampu memberikan
ringkasan butir-butir penting dari suatu presentasi.
Pada umumnya, pesan yang disampaikan dalam bagan
merupakan ringkasan visual suatu proses, perkembangan atau
hubungan-hubungan penting. Pesan tersebut diringkas secara tepat,
dan dituangkan dalam media grafis untuk memudahkan penerima
pesan untuk memahami makna dari pesan yang disampaikan. Dalam
bagan, kita dapat menjumpai jenis media grafis yang lain, seperti
gambar, diagram, kartun, atau lambang-lambang verbal.
Bagan sebagai media yang baik haruslah memenuhi beberapa
syarat seperti yang disebutkan oleh Sadiman (2009: 35). Yaitu: (1)
dapat dimengerti anak, (2) sederhana dan lugas, tidak rumit atau
berbelit-belit, dan (3) diganti pada waktu-waktu tertentu agar selain
tetap termasa (up to date) juga tidak kehilangan daya tariknya.
Sadiman (2009: 36) juga menyebutkan beberapa jenis bagan
yang dibagi dalam tahap penyampaian pesannya, yaitu yang
menyampaikan pesan secara bertahap dan menyampaikan pesan
secara langsung.
31
1. Bagan yang menyajikan pesan secara bertahap, yang dibagi lagi
menjadi beberapa jenis.
a) Bagan tertutup (hidden chart) disebut juga strip charts.
Pesan
yang
akan
dikomunikasikan
mula-mula
dituangkan ke dalam satu chart, yang kemudian ditutup
dengan potongan-potongan kertas yang mudah untuk di lepas.
Potongan kertas ini berguna untuk menarik perhatian dari
siswa. Karena bisa menggunakan kertas yang berwarna. Dan
ketika penyajiannya, satu per satu kertas penutup di buka.
b) Bagan balikan (flip chart).
Pesan yang tidak bisa disampaikan dengan chart biasa
bisa disampaikan menggunakan bagan balikan (flip chart).
Bagian-bagian dari dituliskan dalam lembaran tersendiri,
kemudian lembaran-lembaran tersebut dibundel menjadi satu.
Cara penggunaannya, kita hanya perlu membalik satu per satu
bagan balikan sesuai dengan bagan pesan yang disajikan.
2. Bagan yang menyajikan pesan secara sekaligus.
a) Bagan pohon (tree chart)
Bagan pohon atau tree chart dijelaskan seperti sebuah
pohon yang terdiri dari batang, cabang-cabang, dan ranting
ranting. Biasanya digunakan untuk menunjukkan sifat,
komposisi atau hubungan antarkelas/ keturunan. Sebagai
contoh adalah silsilah keluarga.
32
b) Bagan arus (flow chart)
Bagan arus atau flow chart menggambarkan arus suatu
proses atau dapat pula menelusuri tanggung jawab atau
hubungan kerja antar berbagai bagian atau seksi suatu
organisasi. Tanda panah sering kali untuk menggambarkan
arah arus tersebut.
c) Stream chart
Stream chart merupakan kebalikan dari bagan pohon
yaitu mengerucut ke bawah. Pada stream chart dimulai dari
berbagai hal yang pada akhirnya menyimpul ke atau menuju
ke satu hal yang sama.
d) Bagan garis waktu (time line chart)
Bagan garis waktu atau time line chart bermanfaat
untuk menggambarkan hubungan antara peristiwa dan waktu.
Pesan-pesan
tersebut
disajikan
dalam
bagan
secara
kronologis.
e. Grafik (graphs)
Grafik merupakan sebuah media visual. Yang disusun
berdasarkan prinsip-prinsip matematik dan menggunakan data-data
komparatif.
Menurut Sadiman (2009: 40) grafik merupakan gambar
sederhana yang menggunakan titik-titik, garis atau gambar,
dan fungsi grafik adalah untuk menggambarkan data
kuantitatif secara teliti, menerangkan perkembangan atau
perbandingan sesuatu objek atau peristiwa yang saling
berhubungan secara singkat dan jelas.
33
f. Kartun
Kartun adalah salah satu bentuk komunikasi grafis yang
merupakan suatu gambar interpretatif yang menggunakan simbolsimbol untuk menyampaikan sesuatu pesan secara cepat dan ringkas
atau sesuatu sikap terhadap orang, situasi, atau kejadian-kejadian
tertentu. Selain itu, kartun juga mudah menarik perhatian,
mempengaruhi sikap dan tingkah laku. Kartun merupakan hal yang
paling disukai oleh anak-anak. Maka media kartun banyak digunakan
untuk menyampaikan materi pembelajaran.
g. Poster
Poster tidak hanya menyampaikan kesan-kesan tertentu tetapi
dia mampu pula untuk mempengaruhi dan memotivasi tingkah laku
orang yang yang melihatnya. Sadiman (2009: 46) menyebutkan
bahwa fungsi dari poster adalah mempengaruhi orang-orang membeli
produk
baru
dari
suatu
perusahaan,
atau
program-program
pemerintah yang mengajak atau memberitahukan sesuatu kepada
masyarakat.
h. Peta dan Globe
Pada dasarnya peta dan globe berfungsi untuk menyajikan
data-data lokasi. Peta dan globe memberikan informasi mengenai
keadaan permukaan bumi seperti daratan, sungai-sungai, gununggunung dan bentuk-bentuk daratan serta perairan lainnya, tempattempat serta arah dan jarak dengan tempat yang lain, data-data
34
budaya seperti populasi atau adat istiadat, dan data-data ekonomi
seperti hasil pertanian, industri atau perdagangan internasional.
i. Papan Flanel/ Flanel Board
Menurut Sadiman (2009: 48), papan flanel adalah media grafis
yang efektif sekali untuk menyajikan pesan-pesan tertentu kepada
sasaran tertentu pula. Papan berlapis kain flanel ini dapat dilipat
sehingga praktis. Gambar-gambar yang akan disajikan dapat dipasang
dan dicopot dengan mudah sehingga dapat dipakai berkali-kali dan
dapat menarik perhatian siswa agar terfokus pada apa yang disajikan
oleh guru. Selain gambar, di kelas-kelas permulaan sekolah dasar
atau taman kanak-kanak, papan flanel dipakai untuk menempelkan
huruf dan angka-angka.
j. Papan Buletin (buletin board)
Papan buletin ini tidak dilapisi kain flanel, namun gambar atau
tulisan langsung ditempelkan pada papan. Fungsinya selain
menerangkan
sesuatu,
papan
buletin
dimaksudkan
untuk
memberitahukan kejadian dalam waktu tertentu. Papan buletin ini
lebih populer atau lebih dikenal dengan nama majalah dinding,
karena diletakkan di dinding-dinding kelas atau gedung.
Berdasarkan penjelasan mengenai macam-macam media grafis
tersebut, dapat diketahui bahwa media grafis memiliki dibagi menjadi 10
jenis yaitu gambar atau foto, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun,
poster, peta dan globe, papan flanel, serta papan buletin. Dan media
35
grafis yang paling sering digunakan dalam pembelajaran di SD adalah
gambar atau foto, peta dan globe serta poster karena lebih mudah dalam
pembuatannya dan lebih mudah dipahami oleh anak-anak. Media grafis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah hidden chart dan flip chart
karena dapat menimbulkan rasa ingin tahu siswa.
5. Kelebihan dan Kekurangan Media Grafis
Media pendidikan memiliki karakteristik serta kelebihan dan
kekurangan. Sadiman (2009: 29) menyebutkan bahwa kelebihan dari
media grafis adalah sederhana, mudah pembuatannya serta media yang
relatif murah ditinjau dari segi biaya.
Arsyad (2011: 38-39) juga mengungkapkan kelebihan
media cetakan atau media grafis yaitu: (1) Siswa dapat maju dan
belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing, (2) Siswa dapat
mengulang materi dalam media cetakan, siswa akan mengikuti
urutan pikiran secara logis, dan (3) Perpaduan teks dan gambar
sudah merupakan hal lumrah, dan ini dapat menambah daya tarik,
serta dapat memperlancar pemahaman informasi yang disajikan.
Media grafis juga memiliki beberapa kekurangan dalam
penggunaannya, Sadiman (2009: 28) menyatakan bahwa penyaluran
media
grafis
menyangkut
indera
penglihatan,
pesan-pesn
yang
disampaikan dituangkan dala, simbol komunikasi visual, dan simbolsimbol tersebut perlu dipahami benar agar penyampaian pesan berhasil
dan efisien. Arsyad (2011: 39-40) juga mengungkapkan bahwa
kekurangan dari media cetakan atau media grafis adalah sebagai berikut.
1) Biaya pembuatan akan mahal apabila ingin menampilkan
ilustrasi, gambar, atau foto berwarna-warni.
2) Proses pembuatan media gambar seringkali memakan waktu
lama.
36
3) Umumnya media cetakan dapat membawa hasil yang baik
jika tujuan pembelajaran tersebut bersifat kognitif.
4) Jika tidak dirawat dengan baik, media cetakan cepat rusak
atau hilang.
Pendapat para ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa media grafis
memiliki kelebihan dan pembuatannya yang mudah dan relatif murah.
Tidak hanya memiliki kelebihan, namun media grafis juga memiliki
kekurangan yaitu hanya mendapatkan hasil maksimal apabila tujuan
pembelajaran bersifat kognitif.
D. Pembelajaran IPS
1. Pengertian Pembelajaran IPS
Ilmu pengetahuan sosial atau yang lebih sering disebut dengan IPS,
merupakan suatu ilmu yang mempelajari berbagai disiplin ilmu sosial.
Menurut Zuraik (dalam Susanto, 2013: 137-138) hakikat IPS adalah
harapan untuk mampu membina suatu masyarakat yang baik dimana para
anggotanya benar-benar berkembang sebagai insan sosial yang rasional
dan penuh tanggung jawab, sehingga diciptakan nilai-nilai.
Susanto (2013: 137) menyebutkan bahwa IPS adalah ilmu
pengetahuan yang mengkaji disiplin ilmu sosial dan humaniora
serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara ilmiah dalam
rangka memberi wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada
siswa, khususnya di tingkat dasar dan menengah yang beraspek
pada hubungan sosial, ekonomi, psikologi, budaya, sejarah,
maupun politik.
Trianto (2010: 173) mengungkapkan bahwa IPS membahas
hubungan antara manusia dengan lingkungan masyarakat dimana anak
didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat,
37
dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di
lingkungan sekitarnya.
Uraian pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran IPS adalah pembelajaran yang membahas hubungan
antarmanusia dimana anak didik tumbuh menjadi bagian dari masyarakat
yang memiliki nilai-nilai serta norma dan sejarah, sosiologi, geografi,
serta psikologi termasuk didalamnya. Pembelajaran IPS tersebut sangat
penting sebagai bekal siswa agar dapat menjadi bagian di masyarakat
yang mengerti norma, nilai, sejarah, dan memiliki bekal ilmu
pengetahuan.
2. Tujuan Pembelajaran IPS
Pembelajaran IPS pada setiap jenjang pendidikan memiliki tujuan
yang sama, yaitu mendidik siswa agar dapat berinteraksi dengan
masyarakat disekitarnya. Tujuan dari pendidikan IPS sendiri menurut
Fraenkel (dalam Susanto, 2013: 142) adalah membantu siswa menjadi
lebih mampu mengetahui mengenai diri mereka dan dunia dimana mereka
hidup. Mereka akan lebih mampu menggambarkan kesimpulan yang
diperlukan mengenai hidup dan kehidupan, lebih berperan serta atau
apresiatif terhadap kerumitan menjadi manusia dan masyarakat serta
budaya yang mereka ciptakan.
Pendapat tersebut sejalan dengan yang diungkapkan dalam
Permendiknas No 22 Tahun 2006, yaitu:
38
Mata pelajaran IPS bertujuan agar siswa mempunyai
kemampuan sebagai berikut:
1) Mengenal konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya.
2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis,
rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan
keterampilan dalam kehidupan sehari-hari (sosial).
3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial
dan kemanusiaan.
4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat
lokal, nasional, dan global.
Berdasarkan penjelasan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
tujuan IPS adalah membina siswa dan masyarakat untuk membentuk
nilai-nilai yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan agar dapat mengambil bagian secara aktif dalam
kehidupannya sebagai masyarakat dan warga negara yang baik.
E. Hasil Belajar
1.
Pengertian Belajar
Pengertian belajar mengalami perkembangan yang sejalan dengan
perkembangan
cara
pandang
dan
pengalaman
para
ilmuwan.
Witherington (dalam Hanafiah dan Suhana, 2010: 7) menyebutkan bahwa
belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan
sebagai pola-pola respons baru yang berbentuk keterampilan, sikap,
kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan.
Menurut Hermawan (2007: 2) belajar adalah proses perubahan
perilaku, dimana perubahan perilaku tersebut dilakukan secara sadar dan
bersifat menetap, perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam
pengetahuan, afektif (sikap), dan keterampilan. Sadiman (2009: 2)
39
mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang kompleks yang
terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih
bayi hingga ke liang lahat nanti.
Berdasarkan berbagai pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah suatu proses perubahan perilaku secara sadar yang
berlangsung seumur hidup. Proses perubahan ini terjadi secara
berkelanjutan.
2.
Hasil Belajar
Dalam proses belajar mengajar terdapat tujuan yang ingin dicapai
yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan yang dimaksud adalah tujuan
pendidikan.
Tujuan
tersebut
dibagi
berdasarkan
masing-masing
kemampuan.
Menurut Bloom (dalam Hanafiah dan Suhana, 2010: 20-23) hasil
belajar
tersebut
mencakup
kemampuan
kognitif,
afektif,
dan
psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan),
comprehension
application
(pemahaman,
(menerapkan),
menjelaskan,
analysis
meringkas,
(menguraikan,
contoh),
menentukan
hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk
bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah
receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing
(nilai),
organization
Domain
psikomotor
(organisasi),
meliputi
characterization
initiotory,
(karakterisasi).
preroutine,
rountinized.
Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial,
manajerial, dan intelektual.
40
Sama dengan yang diungkapkan dalam Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yaitu:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, dan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
hasil belajar merupakan sejumlah pengetahuan, perubahan perilaku dan
sikap, serta keterampilan yang diperoleh oleh siswa setelah mengikuti
kegiatan belajar mengajar.
3.
Kompetensi Hasil Belajar
Kompetensi
hasil
belajar
merupakan
kemampuan
atau
keterampilan yang harus dimiliki siswa setelah proses belajar mengajar
dilaksanakan. Kompetensi hasil belajar ini meliputi aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor.
a. Ranah Kognitif
Kompotensi ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan
siswa dalam menguasai bahan pelajaran atau materi yang diajarkan.
Menurut Poerwanti, dkk., (2008: 1.22) ranah kognitif merupakan
ranah yang menekankan pada pengembangan kemampuan dan
keterampilan
intelektual.
Hal
tersebut
sejalan
dengan
yang
dikemukakan oleh Sunarti (2014: 15) bahwa ranah kognitif dinilai
meliputi
tingkatan
menghafal,
memahami,
mengaplikasikan,
menganalisis, dan mengevaluasi. Penjabaran ranah tersebut adalah:
41
1) Tingkatan hafalan (ingatan) mencakup kemampuan
menghafal verbal atau menghafal parafrasa materi
pembelajaran berupa fakta, konsep, prinsip, dan prosedur.
2) Tingkatan
pemahaman
meliputi
kemampuan
membandingkan,
mengidentifikasi
karakteristik,
menggeneralisasi, dan menyimpulkan.
3) Tingkatan aplikasi mencakup kemampuan dalam
menerapkan rumus atau prinsip terhadap kasus-kasus yang
terjadi di lapangan.
4) Tingkatan analisis meliputi kemampuan mengklasifikasi,
menggolongkan, memerinci, dan mengurai suatu objek.
5) Tingkatan sintesis meliputi kemampuan untuk memadukan
berbagai unsur atau komponen, menyusun, membentuk
bangunan, mengarang, melukis, dan menggambar.
6) Tingkatan evaluasi atau penilaian mencakup kemampuan
menilai terhadap objek studi menggunakan kriteria
tertentu.
Penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ranah
kognitif merupakan hasil belajar yang penilaiannya berkaitan dengan
kemampuan pengetahuan siswa yang meliputi tingkatan menghafal,
memahamai, mengaplikasikan, menganalisis, dan mengevaluasi.
b. Ranah Afektif
Ranah afektif menurut Poerwanti, dkk., (2008: 1.22) adalah
ranah yang berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap nilai dan
emosi. Hal ini sejalan dengan yang dikemukan oleh Sunarti (2014:
16) bahwa dalam ranah afektif terdapat dua hal yang perlu dinilai,
yaitu (1) kompetensi afektif dan (2) sikap dan minat siswa terhadap
mata pelajaran serta proses belajar.
Berbagai jenis tingkatan ranah afektif yang dinilai
menurut Sunarti (2014: 16-17) adalah:
1) Penerimaan: memberikan respons atau reaksi terhadap
nilai-nilai yang dihadapkan kepadanya.
2) Partisipasi: menikmati atau menerima nilai, norma, dan
objek yang mempunyai nilai estetika dan etika.
42
3) Penilaian dan penentuan sikap: menilai ditinjau dari segi
baik-buruk, adil-tidak adil, indah-tidak indah terhadap
objek studi.
4) Organisasi: menerapkan dan mempraktikkan nilai-nilai,
norma, etika, dan estetika dalam perilaku sehari-hari.
5) Pembentukan pola hidup: penilaian perlu dilakukan
terhadap daya tarik, minat, motivasi, ketekunan belajar,
sikap siswa terhadap mata pelajaran tertentu beserta proses
pembelajarannya.
Kunandar (2014: 130) menyebutkan bahwa indikator penilaian
afektif sikap sosial dalam diskusi kelompok adalah:
a) Penerimaan
dengan
indikator
menyimak
dan
memperhatikan ketika teman lain sedang menampaikan
pendapat, penerimaan terhadap hasil diskusi, dan
menegakkan aturan disiplin.
b) Partisipasi dengan indikator memberikan ide atau
pendapat, mengikuti diskusi dengan semangat, dan
memiliki rasa ingin tahu.
c) Penilaian dan penentuan sikap dengan indikator
menghargai pendapat orang lain dan menyimak ketika
teman menyampaikan pendapatnya.
d) organisasi dengan indikator turut kerjasama dalam
kelompok dan patuh terhadap aturan diskusi.
e) pembentukan pola hidup dengan indikator tetap dalam
kelompok ketika diskusi berlangsung.
Penjelasan ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa ranah afektif
merupakan hasil belajar yang berhubungan dengan minat dan sikap
siswa yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin,
komitmen, dan kemampuan mengendalikan diri. Adapun dalam
penelitian ini, peneliti menilai sikap siswa dalam diskusi kelompok,
dengan indikator menyimak dan memperhatikan ketika teman lain
sedang menampaikan pendapat, memberikan ide atau pendapat,
menghargai pendapat orang lain, turut kerjasama dalam kelompok,
dan tetap dalam kelompok ketika diskusi berlangsung.
43
c. Ranah Psikomotor
Menurut Sunarti (2014: 16) ranah psikomotor meliputi
pencapaian kompetensi persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing,
gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan,
dan kreativitas. Pendapat tersebut sejalan dengan yang diungkapkan
oleh Poerwanti, dkk., (2008: 1.22) bahwa ranah psikomotor
merupakan ranah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan atau
keterampilan motorik peserta didik.
Penilaian terhadap pencapaian kompetensi ini menurut Rumini
(dalam Sunarti, 2014: 16) sebagai berikut.
a. Persepsi: kemampuan memilah hal-hal secara khas setelah
menyadari adanya perbedaan.
b. Kesiapan: mencakup kemampuan penempatan diri dalam
gerakan jasmani dan rohani.
c. Gerakan terbimbing: kemampuan melakukan gerakan yang
sesuai dengan contoh guru.
d. Gerakan terbiasa: kemampuan melakukan gerakan tanpa
bimbingan karena sudah terbiasa dilakukan.
e. Gerakan kompleks: kemampuan melakukan sikap moral
cara membantu teman yang membutuhkan bantuan dengan
sikap yang menyenangkan, terampil, dan cekatan.
f. Penyesuaian
mengadakan
pola
gerakan:
penyesuaian
mencakup
dengan
menyesuaiakan diri dengan hal-hal baru.
kemampuan
lingkungan
dan
44
g. Kreativitas: kemampuan berperilaku yang disesuaikan
dengan sikap dasar yang dimilikinya sendiri.
Mulyasa (2013: 147-148) menyebutkan bahwa indikator
penilaian psikomotor dalam keterampilan sosial dalam diskusi
kelompok meliputi membacakan jawaban apa adanya, bertutur kata
yang sopan, berbicara dengan tenang, menjaga ketertiban kelas,
menolong teman yang mendapatkan kesulitan, mendengarkan teman
ketika membacakan laporan hasil diskusi, dan mengumpulkan tugas
tepat waktu.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
ranah psikomotor merupakan hasil belajar yang menunjukkan
pencapaian atau penguasaan siswa dalam aspek keterampilan. Dalam
penelitian ini, peneliti menilai mempresentasikan laporan hasil
diskusi siswa yang meliputi membacakan jawaban apa adanya,
berbicara dengan tenang, menjaga ketertiban kelas, mendengarkan
teman ketika membacakan laporan hasil diskusi, dan mengumpulkan
tugas tepat waktu.
F. Penelitian yang Relevan
1. Fatih Istiqomah (2014) dalam penelitiannya “Penerapan Model Discovery
Learning untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada kelas
IVB SD Negeri 02 Tulung Balak Kabupaten Lampung Timur”. Hasil
penelitiannya menunjukkan proses pembelajaran tematik dengan model
discovery learning dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
2. Ina Azariya Yupita (2013) dalam penelitiannya “Penerapan Model
Pembelajaran Discovery untuk meningkatkan hasil belajar IPS di Sekolah
Dasar”. Hasil penelitiannya menunjukkan proses pembelajaran IPS siswa
45
kelas IV SD Negeri Surabaya dengan model pembelajaran discovery
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
G. Kerangka Berpikir
Dalam kegiatan belajar mengajar, terdapat berbagai aspek yang
mempengaruhi keberhasilan mencapai tujuan pembelajaran. Diantaranya
adalah metode pembelajaran yang digunakan, pendekatan yang digunakan,
serta media pembelajaran yang digunakan. Banyak metode pembelajaran
maupun pendekatan yang dapat digunakan oleh guru untuk meningkatkan
hasil belajar siswa. Salah satunya adalah discovery learning dengan langkahlangkah (1) problem statement; (2) stimulation; (3) data collection; (4) data
processing; (5) verification; dan (6) generalization. Penerapan model discovery
learning (belajar penemuan) untuk meningkatkan hasil belajar siswa, maka
siswa dapat secara langsung menemukan konsep atau teori yang dapat
dibuktikan secara langsung sehingga materi yang diberikan oleh guru lebih
menyenangkan dan menarik siswa menjadi lebih giat belajar.
Media
juga
menjadi
salah
satu
faktor
dalam
keberhasilan
pembelajaran. Media yang dapat digunakan dalam pembelajaran adalah
media grafis. Media grafis dapat membantu siswa untuk lebih memahami dan
lebih tertarik terhadap materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru di
dalam kelas. Media grafis membantu siswa memahami dan memperhatikan
penjelasan guru di dalam kelas. Media grafis yang dapat digunakan adalah
hidden chart dan flip chart. Media hidden chart dan flip chart.
46
Kerangka pikir yang dilaksanakan dapat dilihat berdasarkan gambar
berikut:
Input
Hasil belajar siswa dalam pembelajaran
IPS belum maksimal dan belum
mencapai KKM yang ditetapkan yaitu 66
Proses
Penerapan Model Discovery Learning
dengan langkah-langkah (1) problem
statement; (2) stimulation; (3) data
collection; (4) data processing; (5)
verification; dan (6) generalization,
dengan menggunakan media grafis
hidden chart dan flip chart.
Output
Hasil belajar siswa dengan kategori
“Baik” atau “Sangat Baik” mencapai
≥75%
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penerapan Model Discovery Learning
H. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir di atas, dirumuskan hipotesis penelitian
tindakan kelas sebagai berikut: “Apabila dalam pembelajaran IPS dengan
memperhatikan langkah-langkah penerapan model discovery learning dengan
media grafis secara tepat, maka akan dapat meningkatkan hasil belajar IPS
siswa kelas V B SD Negeri 10 Metro Pusat”.
Download