Asap Cair Tempurung Kelapa… ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI BAHAN PENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI PADA UDANG PUTIH (Litopenaeus vannamei) Ririn Masfaridah, Nurul ‘Aini, Ratna Y. Lestari, Guntur Trimulyono Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam [email protected] ABSTRAK Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh asap cair tempurung kelapa terhadap jumlah bakteri pada udang putih (Litopenaeus vannamei) serta mengetahui lama waktu perendaman udang putih dalam asap cair tempurung kelapa yang efektif sebagai bahan pengawet pada udang putih. Penelitian ini dilaksanakan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor perlakuan, yaitu lama perendaman dengan variasi waktu 0 menit, 5 menit, 10 menit, 15 menit dan 20 menit dan lama waktu perlakuan yaitu 1 hari dan 2 hari. Parameter yang diamati yakni jumlah bakteri yang tumbuh setelah 1 dan 2 hari setelah perendaman. Data dianalisis dengan menggunakan Anava dua arah dan dilanjutkan dengan uji DMRT dengan tingkat signifikasi α=0,05 menggunakan SPSS 16.0. Hasil penelitian pengaruh lama perendaman udang putih dengan asap cair pada hari pertama secara berturut dari 0 menit, 5 menit, 10 menit, 15 menit dan 20 menit jumlah bakteri adalah 2,9x105 CFU/g; 2,6x105 CFU/g; 1,8x105 CFU/g; 4,6x103 CFU/g dan 2,4x102 CFU/g. Pada hari kedua diperoleh nilai jumlah bakteri 2,6x109 CFU/g; 5,5x108 CFU/g; 2,6x108 CFU/g; 3,4x107 CFU/g dan 3,9x107 CFU/g. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa lama perendaman udang putih dengan asap cair tempurung kelapa yang paling baik adalah 20 menit. Kata kunci: : asap cair, tempurung kelapa, udang putih, jumlah bakteri PENDAHULUAN Indonesia memiliki potensi hasil laut yang sangat tinggi dalam bidang perikanannya, salah satunya adalah udang. Produksi spesies air laut didominasi oleh udang putih (L. vannamei), dari total produksi budidaya udang dunia, 77% diantaranya diproduksi oleh negara-negara Asia termasuk Indonesia (FAO, 2012). Menurut Sutrisno dkk. (2010), mengemukakan bahwasanya udang putih relatif mudah untuk berkembang biak dan dibudidayakan, oleh karena itu udang putih menjadi salah satu spesies andalan dalam budidaya udang. Namun demikian, udang putih memiliki kekurangan sebagaimana hasil perikanan yang lain yaitu mudah mengalami kerusakan dan pembusukan pasca panen(Pramonowibowo dkk., 2007). Penanganan pasca panen yang baik dianjurkan untuk mempertahankan mutu udang putih agar tidak menurunkan harga jual yang dapat merugikan petani udang. Salah satu penanganan pasca panen yang perlu dilakukan adalah melalui teknik pengawetan. Saat ini teknik pengawetan yang dilakukan oleh petani udang adalah dengan cara menambahkan bongkahan es untuk mempertahankan mutu udang. Cara tersebut kurang praktis karena bongkahan es dapat merusak fisik udang akibat tekanan serta pencairan es batu yang mengandung bakteri dapat mencemari produk dan berdampak buruk bagi kesehatan konsumen (Elfidasari dkk., 2011). Kebutuhan terhadap bahan pengawet makanan alami selalu mengalami peningkatan. Hal ini karena hasil Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 produk budidaya yang membutuhkan bahan pengawet semakin meningkat sesuai dengan permintaan pasar. Salah satu bahan pengawet alami yang saat ini dikembangkan adalah asap cair tempurung kelapa yang merupakan hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran tempurung kelapa secara langsung maupun tidak langsung. Penggunaan asap cair sebagai bahan pengawet makanan belum banyak dilakukan, padahal bila dilihat dari kandungan antioksidan dalam asap cair yang cair dapat berperan sebagai bahan antibakteri yang dapat menekan dan menghambat pertumbuhan bakteri merugikan yang terdapat dalam bahan awetan. Tidak hanya itu, senyawa karbonil dalam asap cair dapat meningkatkan aroma dan cita rasa makanan awetan (Edinov dkk., 2013). Asap cair merupakan hasil pengembunan atau destilasi hasil pembakaran yang berupa uap dari bahan yang banyak mengandung senyawa karbon seperti lignin, selulosa, hemiselulosa dan yang lainnya (Edinov, 2013). Hasil dari destilasi asap tempurung kelapa berupa asap cair memiliki kandungan fenol (0,2-2,9%) dan karbonil (2,6-4,0%) air (11-92%), asam (2,8-9,5%) dan tar (1-7%), adanya kandungan fenol dalam asap cair yang berperan sebagai antioksidan menyebabkan asap cair dapat dipilih sebagai bahan pengawet karena dapat memperpanjang daya simpan produk asapan (Yunus, 2011). Pengawetan bahan makanan dengan menggunakan asap cair dapat 260 Asap Cair Tempurung Kelapa… dilakukan dengan cepat, mudah, dan produk hasil pengasapan lebih seragam, memiliki daya simpan lebih lama, memiliki aroma dan rasa yang khas serta tidak ditemukan senyawa karsinogenik dalam makan yang diawetkan (Edinov dkk., 2013). Keuntungan lain penggunaan asap cair secara ekologi adalah penggunaannya yang tidak mencemari lingkungan (Budijanto dkk., 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Himawati (2010),menunjukkan bahwa asap cair yang berasal dari tempurung kelapa dapat diaplikasikan sebagai bahan pengawet ikan pindang layang sehingga memiliki daya simpan selama 6 hari.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian asap cair tempurung kelapa pada udang putih (L. vannamei) terhadap pertumbuhan bakteri. Melalui penelitian ini diharapkan asap cair tempurung kelapa dapat diaplikasikan juga sebagai bahan pengawet alternatif pada udang putih (L. vannamei). METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di LaboratoriumBahan Bakar Alternatif Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA,dan Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya.Penelitian dilakukan selama 8 bulan. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: tempurung kelapa, udang putih(L. vannamei), alkohol 70%, akuades steril,kapas, aluminium foil,dan media Nutrient Agar (NA). Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu: pirolisator, destilator, autoklaf, cawan Petri, tabung reaksi dan rak, neraca analitik Ohaus, gelas ukur, labu erlenmeyer, mortal dan alu, inkubator, mikropipet, bunsen, colony counter dan vortex. Pembuatan Asap Cair Tempurung Kelapa Tempurung kelapa dibersihkan dan dicacah untuk mempercepat proses pembakaran, selanjutnya dilakukan pengeringan dengan cara penjemuran selama 2 hari. Kemudian dilanjutkan dengan pembakaran tempurung kelapa menggunakan pirolisator selama 8 jam. Asap hasil pembakaran dikondensasi dengan kondensor. Hasil dari proses pirolisis diperoleh tiga produk yaitu asap cair, tar, dan arang. Kondensasi dilakukan dengan koil melingkar yang dipasang dalam bak pendingin. Asap cair yang diperoleh dari kondensasi asap pada proses pirolisis diendapkan selama seminggu. Kemudian cairannya diambil dan dimasukkan ke dalam alat destilasi. Suhu proses destilasi sekitar 150°C dan hasil destilatnya disebut sebagai asap cair tempurung kelapa. Perlakuan Perendaman Udang Putih dengan Asap Cair Tempurung Kelapa Udang Putih sebanyak 10g dimasukkan kedalam gelas kimia yang berisi 100 mL asap cair tempurung kelapa dengan konsentrasi 15%. Gelas kimia ditutup Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 dengan aluminium foil untuk menghindari adanya kontaminasi dari lingkungan luar. Lama waktu perendaman yang dilakukan adalah 0 menit, 5 menit, 10 menit, 15 menit, dan 20 menit. Selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah bakteri denganTotal Plate Count (TPC). Pengujian Total Plate Count (TPC) Bakteri pada Sampel Udang Putih Uji TPC dilakukan dengan terlebih dahulu membuat larutan pepton untuk pengenceran berseri dengan cara melarutkan 1g pepton dalam 100mL akuades kemudian disterilisasi. Tahapan selanjutnya adalah menimbang dan menghaluskan sampel udang putih sebanyak 1g. Sampel tersebut dimasukkan kedalam 9 mL larutan pepton dan dihomogenkan menggunakan vortexsebagai sampel pengenceran 10-1. Mengambil 1 mL sampel pengenceran 10-1kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 9 mL larutan peptonsebagai pengenceran 10-2. Mengulangi langkah tersebut hingga pengenceran 10-7. Secara aseptis mengambil1 mL sampel dari pengenceran 10-1, 10-2 , 10-3, 10-4 , 10-5, 10-6 , dan 10-7dimasukkan kedalam cawan petri secara duplo. Menuangkan media NA cair dengan suhu media ±45°C ke masing-masing cawan Petri yang berisi sampel, kemudian dihomogenisasi dan dibiarkan memadat. Selanjutnya diinkubasi dalam posisi terbalik pada suhu 28-30°C selama 24 jam. Perhitungan jumlah koloni bakteri dilakukan menggunakan bantuan colony counter. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data jumlah bakteri yang selanjutnya dianalisis secara statistik. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil yang disajikan pada Tabel 1. berikut ini: Tabel 1. Hubungan lama perendaman udang putih (L.vannamei) denganasap cair terhadap jumlah koloni bakteri pada udang putih (L.vannamei) Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata berdasarkan uji Duncan dengan taraf kepercayaan α 0,05. Berdasarkan data pada Tabel 1 terlihat bahwa masing-masing perlakuan perendaman udang putih dengan asap cair tempurung kelapa selama 5 menit, 10 menit, 15 menit, dan 20 menit menunjukkan nilai jumlah 261 Asap Cair Tempurung Kelapa… bakteri yang berbeda nyata terhadap sampel udang tanpa perlakuan (perendaman 0 menit). Data penelitian menunjukkan bahwa perendaman udang putih dengan asap cair tempurung kelapa memiliki jumlah koloni bakteri lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan udang putih tanpa perendaman asap cair tempurung kelapa. Secara berurut nilai jumlah koloni bakteri pada hari pertama dengan perlakuan perendaman asap cair tempurung kelapa selama 5 menit, 10 menit, 15 menit, dan 20 menit, yaitu: 2,6x105 CFU/g; 1,8x105 CFU/g; 4,6x103 CFU/g; dan 2,4x102 CFU/g. Nilai jumlah bakteri keempat perlakuan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan tanpa perendaman (0 menit), yaitu sebesar 2,9x105CFU/g. Pada hari kedua dengan perlakuan perendaman asap cair tempurung kelapa selama 0 menit; 5 menit, 10 menit, 15 menit dan 20 menit menghasilkan jumlah bakteri berturut-turut sebesar 2,6x109 CFU/g; 5,5x108 CFU/g; 2,6x108 CFU/g; 3,4x107 CFU/g; dan 3,9x107 CFU/g. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa lama perendaman udang putih (L. vannamei) dengan asap cair tempurung kelapa berpengaruh terhadap jumlah bakteri pada udang putih. Lama perendaman udang putih dengan asap cair tempurung kelapa seiring dengan penekanan jumlah bakteri pada udang putih. Hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan pernyataan Nahlohy (2014), bahwasanya senyawa kimia yang terkandung dalam asap cair tempurung kelapa ini akan melapisi permukaan udang dan menjadi penghambat tumbuh dan berkembangnya bakteri, spora, dan jamur yang dapat menyebabkan kebusukan pada udang. Ayudiarti dan Rodiah (2010), mengemukakan bahwa zat-zat yang terkandung dalam asap cair bersifat bakteriostatik dan bakteriosidal, senyawa yang berperan sebagai antibakteri adalah senyawa fenol dan asam asetat. Adisoemarto (1998), menjelaskan bahwa golongan fenol mampu merusak membran sel, menginaktifkan enzim dan mendenaturasi protein pada bakteri sehingga dinding sel bakteri akan mengalami kerusakan karena terjadinya permeabilitas yang memungkinkan terganggunya transport ion-ion organik penting yang akan masuk ke sel bakteri. Ketidakstabilan pada dinding sel dan membran sitoplasma menyebabkan fungsi permeabelitas selektif dan fungsi pengangkutan aktif bakteri menjadi terganggu. Gangguan integritas sitoplasma pada bakteri berakibat pada lolosnya makromolekul dan ion dari sel. Sel bakteri menjadi kehilangan bentuk dan terjadi lisis (Sasongko dkk., 2014). Selain itu fenol menyebabkan inaktivasi enzim-enzim esensial, perusakan atau inaktivasi fungsional materi genetik dan menyebabkan hidrolisis lipid pada komponen membran bakteri (Aisyah dkk., 2013).Vickery (1981) dalam Aisyah dkk. (2013), menyatakan bahwa senyawa fenolat mempengaruhi Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 fungsi mitokondria sehingga mengganggu respirasi sel. Fenol dapat berperan dalam menghambat pembentukan spora pada mikrobia dan memperpanjang fase lag (Nanlohy, 2010). Hal tersebut mengakibatkan pertumbuhan sel mikrobia menjadi terhambat dan sel akan mengalami kematian. Adanya senyawa asam dalam asap cair antara lain turunan asam karboksilat seperti furfural, furan, dan asam asetat glasial berperan dalam menurunkan pH pada udang putih. Semakin lama perendaman udang putih dengan asap cair maka semakin rendah nilai pH-nya. Perendaman udang putih dengan asap cair mengakibatkan terjadinya penurunan pH pada tubuh udang, hal ini dapat memperlambat pertumbuhan mikroorganisme. Pada pH 4,0 asap cair mampu menghambat semua bakteri pembusuk dan patogen, sedangkan pada pH sekitar 6,0 penghambatan asap cair terhadap pertumbuhan bakteri mulai berkurang (Darmaji dan Izimoto, 1995). Kondisi pH dengan kadar asam yang tinggi juga dapat menghambat pertumbuhan mikrobia karena mikrobia hanya bisa tumbuh pada kadar asam yang rendah (Himawati, 2010). Hal ini terbukti pada perlakuan dengan perendaman terlama yaitu 20 menit mengakibatkan jumlah bakteri yang tumbuh menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah bakteri pada perlakuan yang lain. Efek antimikroba komponen asam organik dalam asap cair secara langsung adalah dapat mengasamkan sitoplasma, merusak tegangan permukaan membran dan hilangnya transport aktif nutrisi melalui membran sehingga menyebabkan bermacam-macam fungsi dan struktur komponen sel menjadi tidak stabil (Aisyah dkk., 2013). Alkohol, fenol, dan asam asetat juga diindikasikan merupakan senyawa-senyawa yang memiliki fungsi sinergi sebagai denaturan protein dan penghidrolisis lipid karena dapat merusak membran sel pada jaringan tubuh bakteri dan menginaktifasi enzim yang disekresikan bakteri (Pelczar, 1988). Kerusakan protein dan lipid pada membran sel menyebabkan membran sel menjadi bocor dan mengakibatkan permeabilitas membran sel menjadi terganggu, membran sel menjadi tidak bersifat semi permeabel. Hal ini menyebabkan kerja enzim permease pada membran yang menjadi tempat keluar masuknya senyawa-senyawa tertentu ke dalam sel menjadi terganggu sehingga mengganggu penyerapan nutrisi, dan jika aktivitas penyerapan nutrisi dari inang untuk metabolismenya terganggu dapat mengakibatkan terganggunya akitivitas biologis dan fisiologis bakteri yang pada akhirnya menyebabkan kematian bakteri (Aisyah dkk., 2013). Perendaman udang dalam asap cair juga menyebabkan kadar air dalam tubuh udang menjadi berkurang karena adanya proses difusi. Asap cair yang 262 Asap Cair Tempurung Kelapa… memiliki tekanan osmosis tinggi akan masuk ke dalam tubuh udang untuk menggantikan air dalam tubuh udang (Edinov dkk., 2013). Hal ini karena potensial air dalam tubuh udang lebih rendah dibanding dengan potensial air di lingkungan sehingga asap cair dapat meresap ke tubuh udang dan mengurangi kadar air bebas dalam udang. Sehingga semakin tinggi konsentrasi asap cair yang digunakan maka akan semakin rendah pula kadar air dalam tubuh udang. Rendahnya kadar air dalam tubuh udang membuat udang lebih tahan lama dari pembusukan. Proses peresapan larutan asap cair ke dalam daging udang membutuhkan waktu. Semakin lama waktu perendaman, maka jumlah asap cair yang meresap ke dalam daging udang semakin meningkat pula, sehingga kadar air turut menurun. Hal ini yang menyebabkan dengan perendaman udang dalam asap cair selama 20 menit merupakan perlakuan yang terbaik. SIMPULAN Perendaman udang putih (L. vannamei) dengan asap cair tempurung kelapa terbukti berpengaruh terhadap penekanan jumlah koloni pada udang putih (L. vannamei). Semakin lama waktu perendaman udang putih (L. vannamei) dengan asap cair tempurung kelapa, maka semakin menurun jumlah bakteri pada udang putih (L. vannamei). Perendaman udang putih (L.vannamei) dengan asap cair tempurung kelapa yang optimal dalam penekanan jumlah koloni bakteri pada udang putih (L. vannamei) adalah selama 20 menit. Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait konsentrasi asap cair yang efektif dalam pengawetan udang putih. DAFTAR PUSTAKA Adisoemarto, S. 1998. Sumberdaya Alam sebagai Modal dalam Pembangunan Berkelanjutan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Aisyah, I., Juli, N. & Pari, G. 2013. Pemanfaatan Asap Cair Tempurung Kelapa untuk Mengendalikan Cendawan Penyebab Penyakit Antraknosa dan Layu Fusarium pada Ketimun. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 31 (2), Hal: 170-178 Ayudiarti, D.L., dan R.N. Sari. 2010. “Asap cair dan Aplikasinya pada Produk Perikanan”. Jurnal Squalen. Vol. 5(2): hal. 100-108. Budijanto, S., Hasbullah, R., Prabawati, S., Setiadjid, Soekarno &Zuraida, I. 2008. Identifikasi dan Uji Keamanan Asap Cair Tempurung Kelapa untuk Produk Pangan. Jurnal Pascapanen. Vol. 5 (1): hal. 32-40. Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9 Darmaji, P., dan Izimoto. 1995. Antibacterial effects of spices on fermented meat. The scientific Reports of The Faculty of Agriculture Okayama University. Vol. 83 (2): hal. 9-15. Edinov, S., Yelfrida., Indrawati & Refilda. 2013. Pemanfaatan Asap Cair Tempurung Kelapa pada Pembuatan Ikan Kering dan Penentuan Kadar Air, Abu, serta Proteinnya. Jurnal Kimia Unand. Vol. 2(2). Elfidasari, D., Saraswati, A.M., Nufadianti, G., Samiah, R., dan Setiowati, V. 2011. Perbandingan FAO. 2012.The State Of World Aquaculture. Rome-Italy Fisheries And Himawati, E. 2010. Pengaruh penambahan asap cair tempurung kelapa Destilasi dan redestilasi terhadap sifat kimia, Mikrobiologi, dan sensoris Ikan pindang layang (Decapterus spp) Selama Penyimpanan. Skripsi. Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Nanlohy, E. 2014. Analisa Total Bakteri Pada Ikan Tuna Asap yang Direndam dengan Asap Cair “Waa Sagu” selama Penyimpanan Pada Suhu Kamar. Biopendix. Vol. 1 (1). Hal: 43-47 Pramonowibowo, H. & Ghofar, A. 2007. Kepadatan Udang Putih (Penaeus merguiensis De Man) di Sekitar Perairan Semarang. Jurnal Pasir Laut. Vol. 2 (2): hal 18-29 Pelczar, M., dan Chan. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Alih Bahasa: Ratna Siri Hadioetomo, dkk. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) Sasongko, P., Mussholaeni, W., dan Herman. 2014. Aktivitas Antibakteri Asap Cair dari Limbah Tempurung Kelapa terhadap Daging Kelinci Asap. Buana Sains. Vol.14 (2): 193-197 Sutrisno, E., W.T. Prabowo., dan S. Slamet. 2010. Produksi Calon Induk Udang Vaname (L. vannamei) dengan Resirkulasi Tertutup pada Bak Raceway. Situbondo: Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo. Yunus, M. 2011. Teknologi Pembuatan Asap Cair dari Tempurung Kelapa sebagai Pengawet Makanan. Jurnal Sains dan Inovasi. Vol. 7 (1): 53-61. Widawati, L., dan Budiyanto. 2014. Pembuatan Asap Cair Tandan Kosong Kelapa Sawit Untuk Pengawet Dan Flavouring Ikan Pindang Kembung (Rastrelliger Sp.). Jurnal Agroteknologi. Vol.8(1): 15-28. 263