PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang

advertisement
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul Hubungan Antara Motivasi Berprestasi dan Status Sosial
Ekonomi dengan Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri 6 Bekasi telah diujikan dalam
sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 07 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada fakultas
Psikologi.
Jakarta, 07 September 2010
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris Merangkap Anggota
Jahja Umar, Ph. D
NIP. 130 885 522
Dra.Fadhilah Suralaga, M. Si
NIP. 19561223 198303 2 001
Anggota :
Solicha, M.Si
NIP. 19720415 199903 2 001
Dra. Netty Hartanti, M.Si
NIP. 19531002 198303 2 001
Mulia Sari Dewi, M. Si., Psi
NIP. 19780502 200801 2 026
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
NIP
: Nova Ayu Pratiwi
: 106070002276
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul HUBUNGAN ANTARA
MOTIVASI BERPRESTASI DAN STATUS SOSIAL EKONOMI DENGAN
PRESTASI BELAJAR SISWA SMA NEGERI 6 BEKASI adalah benar
merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam
penyusunan karya tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan
karya ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam skripsi. Saya bersedia
untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata
skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau ciplakan dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini diperbuat untuk dipergunakan seperlunya.
Jakarta, 07 September 2010
Yang Menyatakan
Nova Ayu Pratiwi
NIM. 106070002276
HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI
DAN STATUS SOSIAL EKONOMI DENGAN
PRESTASI BELAJAR SISWA
SMA NEGERI 6 BEKASI
Universitas Islam Negeri
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi
syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Psikologi
Oleh :
NOVA AYU PRATIWI
NIM : 106070002276
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Dra. Netty Hartanti, M. Si
NIP 19531002 198303 2 001
Pembimbing II
Mulia Sari Dewi, M. Si., Psi
NIP 19780502 200801 2 026
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah Anda
berikan untuk mengisi angket ini. Saya Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian sebagai
pemenuhan tugas akhir (Skripsi).
Saya mengharapkan bantuan saudara/I mengisi angket ini. Dalam menjawab
angket ini tidak ada jawaban salah atau benar, maka Anda bebas menentukan jawaban
yang paling sesuai dengan diri Anda. Setiap jawaban yang Anda berikan akan terjamin
kerahasiaannya.
Bacalah petunjuk pengisian terlebih dahulu, kemudian setelah selesai mohon
diteliti kembali jawaban Anda agar tidak ada pernyataan yang tidak terjawab atau
terlewati.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Hormat saya,
Nova Ayu Pratiwi
Data Responden
Nama Lengkap (ASLI)
:
Jenis Kelamin
:L/P
Usia
: ..... Tahun
Kelas X (sebelumnya kelas X brp)
:
Kelas XI
:
Petunjuk Pengisian
Di bawah ini terdapat sejumlah pernyataan-pernyataan Anda diminta untuk menjawab
pernyataan-pernyataan yang telah disediakan yang sesuai dengan diri Anda pada
kolom jawaban dengan memberi tanda Checklist (√). Adapun pilihan jawabannya
adalah;
SS
: Sangat Sesuai
S
: Sesuai
TS
: Tidak Sesuai
STS
: Sangat Tidak Sesuai
PETUNJUK PENGERJAAN
1. Baca dan pahami setiap pernyataan di bawah ini dengan teliti.
2. Berilah tanda (√) pada kolom si sebelah kanan pada tiap pernyataan yang paling
sesuai dengan diri Anda.
3. Sebelum lembaran ini dikembalikan harap diperiksa kembali kelengkapan
jawaban Anda.
MOTTO
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu
ada kemudahan, sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan”
(Al-Insyirah 5 – 6 )
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahiim
Syukur Alhamdullilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu
tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW serta pengikutnya sampai akhir zaman.
Terselesaikannya skripsi ini sebenarnya juga tidak luput dari bantuan pihak
luar, oleh karena itu, izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. Bapak Jahja Umar, Ph. D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, beserta jajarannya.
2. Ibu Dra. Netty Hartanti, M. Si dan Ibu Mulia Sari Dewi, M. Si., Psi yang telah
membimbing, mengarahkan dan memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis mendapatkan banyak masukan dan ilmu yang sangat berharga, selain itu
penulis mengucapkan terima kasih banyak atas kesediaan kedua dosen
pembimbing penulis karena telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis
hingga skripsi ini selesai.
3. Ibu Dra. Fadhilah Suralaga, M. Si selaku pembimbing akademik.
4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu dan pengetahuannya dengan kesabaran dan keikhlasan.
5. Bapak Drs. Jupri selaku Wakasek Kurikulum di SMA Negeri 6 Bekasi, tempat
penulis mengadakan penelitian.
6. Ibu Puji Rahayu dan Ayah Supriyanto, kedua orang tua terbaik di dunia yang
selalu membangkitkan semangat penulis, selalu memberikan doa yang tiada henti,
pemberi motivasi terbaik, baik secara moril maupun materiil. Penulis yakin tanpa
kesemuanya, sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Dewi Agustiani yang selalu bersedia menemani penulis melakukan penelitian dari
awal sampai akhir, Octaviana Tri Wira Sakti yang senantiasa memberikan
motivasi secara tidak langsung kepada penulis untuk segera menyelesaikan
skripsi ini. Dan tak lupa adik laki-laki bungsu, M. Almero Mayorghi yang saat
penulis dihadapkan oleh sidang genap berusia 6 bulan, selalu saja dapat
menghilangkan kepenatan, kelelahan dan kesulitan di masa-masa penyelesaian
skripsi ini.
8. Seluruh Keluarga besar Alm. H. Muhammad Djamil dan Alm. Muhammad
Sahlan. Om, tante, pa’de, bu’de dan semua sepupu penulis yang turut membantu
memberikan doa untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat tercinta, Keyka sahabat pertama penulis, Bella, Alia, Maivani
orang-orang yang mampu memberikan makna persahabatan dan yang selalu ada
vi
untuk penulis baik dikala senang atau pun sedih. Girisona Jayasantika untuk
kesabaran, ketulusan, support serta doanya.
10. Teman-teman angkatan 2006 khususnya kelas C terimakasih atas kebersamaan
dan pembelajaran selama ini. Khususnya untuk Novita Barselia dan Soraya yang
benar-benar memberikan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini baik dalam
bentuk support ataupun tindakan langsung. Raisa Azmi untuk semua suka citanya,
Nurul Layali, Nadia Safitri untuk persahabatan dan kebersamaannya selama
empat tahun ini “Selai Nanas”.
11. Staff bagian Akademik, Umum, dan Keuangan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
12. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, karena dukungan moral
serta pengertian mereka penulis bisa menyelesaikan laporan ini.
Hanya doa yang penulis panjatkan semoga pihak yang membantu dalam
penyelesaian skripsi ini mendapatkan balasan yag berlipat ganda dari Allah SWT,
amiin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan untuk
menyempurnakan skripsi ini.
Akhir kata, besar harapan penulis semoga skripsi ini memberika manfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca.
Jakarta, September 2010
Penulis
vii
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) 1 September 2010
C) Nova Ayu Pratiwi
D) Hubungan antara motivasi berprestasi dan status sosial ekonomi dengan prestasi
belajar siswa SMA Negeri 6 Bekasi
E) xv + 93 Halaman + Lampiran
F) Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar
sebagaimana yang dinyatakan dalam raport.
Motivasi berprestasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keinginan untuk
meraih sukses melalui usaha/tenaga sendiri dan juga tanggung jawab sendiri serta
menghasilkan kebanggaan.
Status sosial ekonomi adalah merupakan suatu kedudukan yang diatur secara
sosial dan menempatkan seseorang kepada posisi tertentu di dalam struktur sosial
masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula dengan seperangkat hak dan
kewajiban yang harus dimainkan oleh si pembawa status.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara motivasi berprestasi
dan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bekasi.
Penelitian ini merupakan penelitian pendidikan pada siswa yang bertujuan untuk
mendapatkan informasi mengenai hubungan antara motivasi berprestasi dan
status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bekasi.
Populasi adalah seluruh siswa SMA Negeri 6 Bekasi, yang berada di kelas XI
dengan jumlah siswa sebanyak 432 siswa. Pengambilan sampel pada penelitian
adalah dengan cara cluster random sampling dan didapatkan sampel sebanyak
156 siswa. Pengumpulan data menggunakan skala Likert untuk motivasi
berprestasi, sedangkan untuk status sosial ekonommi menggunakan acuan
berdasarkan pada sensus kemiskinan yang dilaksanakan di Provinsi DKI Jakarta
pada tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik (BPS, 2008). Analisis data pada
viii
penelitian ini menggunakan metode korelasi (Spearman dan Chi Square) pada
taraf signifikansi 0.05.
Hasil penelitian menyatakan bahwa antara motivasi berprestasi mempunyai
hubungan yang signifikan dengan prestasi belajar siswa (Rhitung (0.238) > Rtabel
(0.159)), dan arah hubungan kedua variabel itu positif yang bermakna bahwa
semakin tinggi motivasi untuk berprestasi yang dimiliki seorang siswa, akan
diikuti dengan meningkatnya prestasi yang diraihnya.
Sedangkan hasil penelitian menyatakan bahwa status sosial ekonomi tidak
mempunyai hubungan yang signifikan dengan prestasi belajar siswa karena nilai
chi square hitung (1.320) yang didapat < nilai chi square tabel (3.841), dengan
demikian hipotesis yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa diterima.
Selanjutnya hasil penelitian menyatakan bahwa antara motivasi berprestasi dan
status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa mempunyai hubungan yang
signifikan karena nilai probabilitas hitung yang didapat adalah sebesar 0.007 <
0.05. Proporsi varian (R2) sebesar 6.3 % hal ini berarti bahwa variabel motivasi
berprestasi dan status sosial ekonomi memberikan sumbangan perubahan sebesar
6.3% terhadap variabel prestasi belajar siswa.
Berdasarkan hasil penelitian ini, untuk peneliti selanjutnya yang ingin meneliti
variabel prestasi belajar disarankan untuk menggunakan faktor-faktor yang tidak
diteliti dalam penelitian ini seperti minat belajar, kecerdasan, kepribadian dan
lingkungan sekeliling pada siswa. Sehingga nantinya akan mendapatkan hasil
yang lebih baik dari penelitian sebelumnya.
G) Bahan bacaan : 26 buku (1963 – 2010) + 4 jurnal + 3 skripsi
ix
DAFTAR ISI
Cover
i
Persetujuan Dosen Pembimbing
ii
Lembar Pengesahan
iii
Lembar Pernyataan
iv
Motto
v
Kata Pengantar
vi
Abstrak
viii
Daftar Isi
x
Daftar Tabel
xiv
Daftar Gambar
xv
Daftar Lampiran
xvi
BAB 1 : PENDAHULUAN
1 – 10
1.1 Latar Belakang Masalah …………………………………………… 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ……………………………… 8
1.2.1 Pembatasan masalah ..………………………………………... 8
1.2.2 Perumusan masalah .…………………………………………. 9
1.3 Tujuan Penelitian …………….…………………………………….. 9
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………………. 10
BAB 2 : KAJIAN TEORI
11 – 58
2.1 Prestasi Belajar …...……………………………………………….. 11
2.1.1 Pengertian prestasi belajar ……..…………………………….. 11
x
2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar …….…… 13
2.1.3 Cara mengukur prestasi belajar …………………………….… 21
2.2 Motivasi Berprestasi ...……………………………………………... 21
2.2.1 Pengertian motivasi berprestasi ……………………………… 21
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi .……. 26
2.2.3 Ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi …… 27
2.2.4 Fungsi motivasi berprestasi …………………………………. 33
2.3 Status Sosial Ekonomi …………………………………………….. 36
2.3.1 Pengertian status sosial ekonomi orangtua …………………... 36
2.3.2 Faktor penentu status sosial ekonomi …………….………….. 39
2.3.3 Fungsi status sosial ekonomi keluarga dengan prestasi anak … 48
2.4 Kerangka Berfikir ………………………………………………….. 54
2.5 Hipotesis ……………………………………………………………. 57
BAB 3 : METODE PENELITIAN
59 – 73
3.1 Jenis dan Metode Penelitian ………………………………………... 59
3.2 Variabel Penelitian …………………………………………………. 60
3.2.1 Identifikasi variabel ………………………………………….. 60
3.2.2 Definisi konseptual & operasional variabel penelitian ………. 60
3.2.2.1 Definisi konseptual variabel penelitian ….…………... 60
3.2.1.2 Definisi operasional variabel penelitian ……………… 61
3.3 Populasi dan Sampel ……………………………………………….. 62
3.3.1 Populasi dan sampel …………………………………………. 62
3.3.2 Teknik pengambilan sampel ………………………………… 63
3.4 Pengumpulan Data …….…………………………………………..
xi
64
3.5 Uji Alat Ukur Penelitian …………………………………………..
68
3.5.1 Uji validitas …………………………………………………... 69
3.5.2 Uji reliabilitas ……………………………………………….. 70
3.6 Prosedur Penelitian ………………………………………………… 70
3.6.1 Tahap persiapan ……………………………………………… 70
3.6.2 Tahap uji coba alat ukur ……………………………………… 71
3.6.3 Tahap pelaksanaan …………………………………………… 71
3.7 Teknik Analisa Data ………………………………………………... 72
BAB 4 : HASIL PENELITIAN
74 – 85
4.1 Gambaran Umum Responden ………………………………………. 74
4.1.1 Karakteristik umum responden …………………………….... 74
4.1.2 Deskripsi data …………. ……………………………………. 75
4.1.2.1 Kategori skor motivasi berprestasi ………………….. 75
4.1.2.2 Kategori status sosial ekonomi ……………………… 76
4.1.2.3 Kategori prestasi belajar …………………………….. 77
4.2 Pengujian Hipotesis ………………………………………………... 78
4.2.1 Hubungan antara motivasi berprestasi dengan prestasi belajar
siswa SMA Negeri 6 Bekasi …………………………….. .… 78
4.2.2 Hubungan antara status sosial ekonomi dengan prestasi belajar
siswa SMA Negeri 6 Bekasi ………………………………. .. 80
4.2.3 Hubungan antara motivasi berprestasi dan status sosial ekonomi
dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bekasi …….….. 82
xii
BAB 5 : KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
86 – 91
5.1 Kesimpulan ………………………………………………………… 86
5.2 Diskusi ……………………………………………………………… 88
5.3 Saran ……………………………………………………………….. 90
5.3.1 Saran teoritis ………………………………………………… 91
5.3.2 Saran praktis ………………………………………………… 91
DAFTAR PUSTAKA
92 – 94
LAMPIRAN
95 – 128
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Penilaian Skala Likert …………………….………………………….
65
Tabel 3.2 Blue Print Skala Motivasi Berprestasi (Try Out) …………………….. 66
Tabel 3.3 Blue Print Skala Motivasi Berprestasi (Field Test) …………………... 67
Tabel 3.4 Penilaian Skala Likert ………………………………………………... 68
Tabel 3.5 Blue Print Skala Status Sosial Ekonomi ……………………………… 68
Tabel 4.1 Karakteristik Responden ……………………………………………… 74
Tabel 4.2 Kategori Skor Motivasi Berprestasi ………………………………….. 75
Tabel 4.3 Kategori Status Sosial Ekonomi ……………………………………… 77
Tabel 4.4 Kategori Prestasi ……………………………………………………… 78
Tabel 4.5 Hasil Penghitungan Uji Korelasi Antara Motivasi Berprestasi dan
Prestasi Belajar Siswa ………………………………………………… 79
Tabel 4.6 Status Sosial Ekonomi yang Dominan Berdasarkan Prestasi Belajar
Siswa …………………………………………………………………. 81
Tabel 4.7 Hasil Penghitungan Uji Korelasi Status Sosial Ekonomi dan Prestasi
Belajar Siswa …………………………………………………………. 81
Tabel 4.8 Model Summary ……………………………………………………… 83
Tabel 4.9 ANOVAb ……………………………………………………………… 83
Tabel 4.10 Coefficientsa ………………………………………………………….. 84
Tabel 4.11 Proporsi Varian oleh Masing-masing Independen Variabel ………… 85
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir ………………………………………………….. 57
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Pengisian Angket …………………………………………….. 95
Lampiran 2 Data Responden …………………………………………………….
96
Lampiran 3 Skala Motivasi Berprestasi …………………………………………
97
Lampiran 4 Skala Status Sosial Ekonomi ……………………………………….. 99
Lampiran 5 Output Try Out Skala Motivasi Berprestasi …………………. …… 100
Lampiran 6 Output Field Test ……………………………………………..........
102
Lampiran 7 Data Mentah Status Sosial Ekonomi ……………………………….
109
Lampiran 8 Data Mentah Motivasi Berprestasi ………………………………… 113
Lampiran 9 Data Mentah Prestasi Belajar Siswa ………………………………. 123
Lampiran 10 Surat Permohonan Izin Penelitan ………………………………… 128
xvi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sejalan dengan perkembangan dunia, ilmu pengetahuan dan teknologi memegang
peranan penting dalam pembangunan, hal ini berdampak pula pada pendidikan.
Sesungguhnya pendidikan merupakan masalah penting yang aktual sepanjang zaman.
Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi orang mampu mengolah alam yang
dikaruniakan oleh Allah SWT kepada manusia. Islam mewajibkan setiap orang baik
laki-laki maupun perempuan untuk menuntut ilmu sejak dari buaian sampai ke liang
lahad.
Mutu pendidikan di sekolah merupakan masalah yang tak habis-habisnya
dibicarakan orang, baik oleh mereka yang berasal dari lapangan pendidikan, para
pengamat pendidikan maupun masyarakat pada umumnya. Upaya peningkatan mutu
pendidikan telah dilakukan di hampir setiap jenjang pendidikan, baik dari pendidikan
dasar (SD/MI) maupun sampai tingkat pendidikan menengah atas (SMU/Aliyah).
Karena mutu pendidikan yang baik, akan mempengaruhi prestasi belajar siswa.
Winkel (1996) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti
keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan
1
belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. Begitu pula dengan keseluruhan
proses dari belajar siswa yang dilakukan di sekolah dapat terlihat dari prestasi belajar
yang diraihnya.
Prestasi belajar yang diraih siswa dipengaruhi salah satunya oleh motivasi
berprestasi yang ada di dalam diri siswa tersebut. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Djamarah (2002), motivasi mempengaruhi prestasi belajar, tinggi
rendahnya motivasi selalu dijadikan indikator baik buruknya prestasi belajar
seseorang anak didik. Anak didik yang menyenangi mata pelajaran tertentu dengan
senang hati akan mempelajari mata pelajaran itu.
Tidak ada teori yang secara langsung memaparkan fungsi motivasi
berprestasi, tetapi pada dasarnya fungsi dari motivasi berprestasi tidak jauh berbeda
dengan fungsi dari motivasi itu sendiri. Hanya saja, pada motivasi berprestasi semua
fungsi akhirnya dititik beratkan pada pencapaian untuk mencapai prestasi.
Terdapat penjelasan bahwa fungsi motivasi adalah sebagai daya pendorong,
daya penggerak, dan daya pengarah perbuatan (Djamarah, 2002). Siswa yang
mempunyai motivasi berprestasi, mempunyai dorongan untuk berprestasi yang
terlihat dari rasa ingin tahu terhadap suatu materi pelajaran yang ia minati. Dari rasa
ingin tahu tersebut, terciptalah suatu perbuatan atau tindakan untuk memenuhi rasa
ingin tahunya, yang disebut dengan daya penggerak. Kemudian terakhir motivasi
yang berfungsi sebagai pengarah perbuatan yaitu senantiasa mengarahkan siswa ke
2
arah yang mendekatkan pada tercapainya suatu prestasi yang diharapkan oleh seorang
siswa.
Motivasi berprestasi adalah keinginan untuk meraih sukses melalui usaha
atau tenaga sendiri dan juga tanggung jawab sendiri serta menghasilkan kebanggaan
(McClelland, dalam Shaleh 2006). Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi yang
tinggi biasanya mempunyai sikap atau kecenderungan untuk memperjuangkan
kesuksesan atau memperoleh hasil yang sangat didambakan, melibatkan diri dalam
tugas-tugas
yang
diberikan,
berusaha
mengatasi
rintangan-rintangan
dalam
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan sulit secara tepat.
Sedangkan siswa yang mempunyai motivasi berprestasi hanya untuk
memperoleh prestise atau pujian maka akan cenderung mudah kalah bila menemui
kesulitan, mudah gelisah, dan akan menghindari pekerjaan yang mengandung risiko.
Prestasi belajar yang baik merupakan faktor penunjang keberhasilan seseorang dalam
usaha memperbaiki taraf hidupnya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi
belajar adalah faktor internal yang meliputi intelektual, motivasi belajar, sikap dan
minat terhadap pendidikan serta faktor eksternal yang meliputi keluarga, sekolah,
lingkungan tempat tinggal serta keadaan situasional (Winkel, 1996).
Penelitian yang berhubungan dengan studi tentang motivasi berprestasi dan
hasil belajar matematika siswa di SMA juga pernah dilakukan sebelumnya oleh
Herman (2007), dengan hasil bahwa motivasi berprestasi siswa mempunyai hubungan
3
yang signifikan terhadap hasil belajar matematika siswa dengan koefesien korelasi r =
0,884 dan determinasi sebesar r² = 0,781. Ini berarti 78% hasil belajar matematika
siswa dipengaruhi oleh faktor motivasi berprestasi siswa.
Selain itu terdapat pula penelitian yang berhubungan dengan studi tentang
pengaruh motivasi berprestasi dan cara belajar terhadap prestasi belajar siswa,
penelitian ini dilakukan oleh Hariyono (2004). Berdasarkan hasil pengujian hipotesis
yang telah dilakukan dapat dibuat kesimpulan bahwa, motivasi berprestasi dan
cara/kebiasaan belajar berkorelasi positif dengan prestasi belajar, baik secara sendirisendiri maupun secara bersama-sama. Semakin tinggi motivasi berprestasi dan
semakin baik cara/kebiasaan belajar, semakin tinggi juga prestasi belajar siswa.
Selain dari motivasi berprestasi, status sosial ekonomi keluarga dirasa juga
menjadi faktor yang mempengaruhi dalam pencapaian prestasi belajar yang
dihasilkan oleh seorang siswa. Seorang anak yang mempunyai bakat di bidang
tertentu, memungkinkan untuk mendapatkan prestasi yang maksimal apabila bakat
tersebut dapat dilatih dengan benar, tetapi hal tersebut memerlukan latihan yang
tentunya membutuhkan tambahan biaya. Menurut Sunarto dan Hartono (dalam
Djamarah, 2002) bakat memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam
bidang tertentu, akan tetapi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman, dan
dorongan atau motivasi agar bakat itu bisa terwujud. Hampir tidak ada orang yang
membantah, bahwa belajar pada bidang yang sesuai dengan bakat memperbesar
kemungkinan berhasilnya usaha itu. Akan tetapi, banyak sekali hal-hal yang
4
menghalangi untuk terciptanya kondisi yang sangat diinginkan oleh setiap orang.
Salah satu penghambatnya adalah biaya. Suatu lapangan studi yang sesuai dengan
bakat seseorang mungkin terlalu mahal bagi orang tersebut.
Pernyataan di atas juga serupa seperti yang dikatakan oleh Gunarsa (1983),
banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa di sekolah, salah satunya
status sosial ekonomi orangtua. Ada anak-anak yang tak dapat menampilkan prestasi
yang baik karena kurangnya waktu untuk belajar. Hal ini disebabkan karena anak
harus membantu orangtuanya mencari nafkah.
Keadaan status sosial ekonomi keluarga tentulah mempunyai peranan
terhadap perkembangan anak-anak apabila kita pikirkan, bahwa dengan adanya
perekonomian yang cukup, lingkungan material yang dihadapi anak di dalam
keluarganya itu lebih luas, ia mendapat kesempatan yang lebih luas untuk
mengembangkan bermacam-macam kecakapan yang tidak dapat ia kembangkan
apabila tidak ada prasarananya. Hubungan orang tua hidup dalam status sosial
ekonomi serba cukup dan kurang mengalami tekanan-tekanan fundamental seperti
dalam memperoleh nafkah hidupnya yang memadai. Orang tuanya dapat
mencurahkan perhatian yang lebih mendalam kepada pendidikan anaknya apabila ia
tidak disulitkan dengan perkara kebutuhan-kebutuhan primer kehidupan manusia
(Gerungan, 2004).
5
Santrock (2009) mengatakan, sebagian besar negara mempunyai banyak sub
budaya. Salah satu cara yang paling umum untuk mengkategorisasikan subbudaya
melibatkan status sosial ekonomi. Status Sosial Ekonomi (socioeconomic status-SES)
merujuk pada kategorisasi orang-orang, menurut karakteristik ekonomi, pendidikan,
dan pekerjaan mereka. Di AS, SES mempunyai implikasi penting untuk pendidikan.
Individu-individu yang SES –nya rendah, sering kali mempunyai tingkat pendidikan
dan kekuatan yang rendah untuk mempengaruhi institusi masyarakat (seperti sekolah)
dan sumber ekonomi yang lebih sedikit.
Siswa dari keluarga yang status sosial ekonominya kurang baik biasanya
kurang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi, dikarenakan adanya kebutuhan
lain yang harus didahulukan. Keluarga dari tingkat sosial ekonomi yang kurang baik
identik dengan kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu keadaan yang dilukiskan
sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.
Terdapat gambaran bagaimana kemiskinan secara negatif dapat mempengaruhi
pembelajaran dan perkembangan (Santrock, 2009).
Studi penelitian yang dilakukan oleh Eamon (dalam Santrock, 2009) meneliti
peran kemiskinan pada prestasi matematika dan membaca, dengan subyek penelitian
lebih dari 1.200 remaja berusia 12-14 tahun. Kemiskinan berkaitan dengan nilai
matematika dan membaca yang lebih rendah sehubungan dengan hubungannya
dengan lingkungan rumah yang kurang mendukung dan kurang menstimulasi secara
6
kognitif. Studi ini juga menemukan bahwa kemiskinan berkaitan dengan masalah
perilaku di sekolah.
Sedangkan penelitian motivasi berprestasi yang berhubungan dengan status
sosial ekonomi telah dilakukan sebelumnya oleh Dermawansyah, dengan judul
penelitian hubungan antara status sosial ekonomi keluarga dengan prestasi belajar
siswa di Madrasah Ibtida’iyah Negeri Cengkareng Timur Jakarta Barat, dengan hasil
penelitan bahwa tinggi rendahnya tingkat sosial ekonomi erat sekali hubungannya
dengan prestasi belajar siswa, meski hasil hipotesis tersebut berada pada taraf yang
lemah/rendah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat sosial
ekonomi, maka semakin mudah untuk memenuhi kebutuhan belajar, dan demikian
prestasi belajar pun semakin meningkat.
Sikap orang tua terhadap pendidikan anak serta permasalahan dalam keluarga
sebagai akibat dari permasalahan ekonomi dapat menghambat dalam menumbuhkan
motivasi berprestasi siswa, yang akhirnya berpengaruh pada prestasi belajar yang
diraih. Kurangnya penerimaan dari guru, sekolah, dan teman-teman sebaya
menyebabkan anak memandang bahwa sekolah merupakan hal yang tidak
menyenangkan dan sia-sia.
Sekolah sebagai lembaga yang menjadi fasilitas bagi siswa dalam
menyalurkan motivasi berprestasi bagi siswanya, diharapkan mampu memberikan
pelayanan yang baik untuk meningkatkan prestasi bagi siswanya tersebut. Guru
7
sebagai fasilitator juga diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dalam proses belajar mengajar sehingga juga mampu meningkatkan
prestasi siswanya didalam bidang akademis maupun non akademis.
Berdasarkan fenomena dan hasil penelitian terdahulu yang pernah ada,
menarik keinginan penulis untuk mendapatkan gambaran yang lebih jauh lagi tentang
motivasi berprestasi, status sosial ekonomi dan prestasi belajar siswa, maka penelitian
ini layak untuk diteli dengan mengajukan sebuah judul penelitian, “Hubungan Antara
Motivasi Berprestasi dan Status Sosial Ekonomi dengan Prestasi Belajar Siswa di
SMA Negeri 6 Bekasi.”
1.2
Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1
Pembatasan masalah
Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap judul skripsi ini maka penulis
perlu membatasi permasalahan sebagaimana berikut:
1. Motivasi berprestasi pada penelitian dibatasi sesuai dengan manifestasi dari
motivasi berprestasi, yang hasilnya dapat dilihat dari beberapa ciri perilaku
seperti mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatan-perbuatannya,
mencari umpan balik tentang perbuatannya, memilih resiko yang moderat atau
sedang dalam perbuatannya, dan berusaha melakukan sesuatu dengan caracara baru dan kreatif.
8
2. Status sosial ekonomi dibatasi oleh tujuh (7) variabel yang digunakan dalam
sensus kemiskinan di Provinsi DKI Jakarta, pada tahun 2000 yang berkenaan
dengan seberapa luas lantai hunian, jenis lantai hunian, fasilitas air bersih,
fasilitas jamban/WC, kepemilikan aset, konsumsi lauk-pauk dalam seminggu,
dan kemampuan membeli pakaian minimal satu (1) stel.
3. Prestasi belajar dibatasi pada nilai semester II kelas X untuk masing-masing
mata pelajaran yang didapatkan oleh siswa kelas XI di SMA Negeri 6 Bekasi.
1.2.2
Perumusan masalah
Masalah yang diteliti dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ada hubungan antara motivasi berprestasi dengan prestasi belajar
siswa di SMA Negeri 6 Bekasi?
2. Apakah ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan prestasi belajar
siswa di SMA Negeri 6 Bekasi?
3. Apakah ada hubungan antara motivasi berprestasi dan status sosial ekonomi
dengan prestasi belajar siswa di SMA Negeri 6 Bekasi?
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pendidikan pada siswa yang bertujuan
untuk mendapatkan informasi mengenai hubungan antara motivasi berprestasi dan
status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa di SMA Negeri 6 Bekasi.
9
1.4
Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti berharap dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan mendapatkan informasi mengenai
hubungan antara motivasi berprestasi dan status sosial ekonomi dengan
prestasi belajar siswa di SMA Negeri 6 Bekasi.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi kepada pihak sekolah SMA Negeri 6 Bekasi
mengenai hubungan antara motivasi berprestasi dan status sosial ekonomi
dengan prestasi belajar siswa.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
pengembangan
pendidikan
dan
dapat
dijadikan
sebagai
bahan
perbandingan penulis dan peneliti lain dibidang yang sama untuk
memberikan informasi yang berguna dalam penelitian selanjutnya.
10
BAB 2
KAJIAN TEORI
2.1
Prestasi Belajar
2.1.1
Pengertian prestasi belajar
Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam
memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar
maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang
diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung.
Adapun prestasi dapat diartikan hasil yang diperoleh karena adanya aktivitas
belajar yang telah dilakukan. Namun banyak orang beranggapan bahwa yang
dimaksud dengan belajar adalah mencari ilmu dan menuntut ilmu. Ada lagi yang
lebih khusus mengartikan bahwa belajar adalah menyerap pengetahuan. Belajar
adalah perubahan yang terjadi dalam tingkah laku manusia. Proses tersebut tidak akan
terjadi apabila tidak ada suatu yang mendorong pribadi yang bersangkutan.
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan
hasil dari proses belajar. Memahami pengertian prestasi belajar secara garis besar
harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu sendiri. Untuk itu para ahli
11
mengemukakan pendapatnya yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan yang
mereka anut. Namun dari pendapat yang berbeda itu dapat kita temukan satu titik
persamaan.
Sehubungan dengan prestasi belajar, Purwanto (1992) memberikan pengertian
prestasi belajar yaitu, hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar
sebagaimana yang dinyatakan dalam raport. Selanjutnya Winkel (1996) mengatakan
bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan
seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang
dicapainya.
Sedangkan menurut Nasution (1995) prestasi belajar adalah kesempurnaan
yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan
sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, affektif dan psikomotor,
sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu
memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa prestasi belajar
merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak dan
menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar. Prestasi
belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari
materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi
setelah mengalami proses belajar mengajar. Prestasi belajar siswa dapat diketahui
12
setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi
atau rendahnya prestasi belajar siswa.
2.1.2
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Faktor yang menentukan prestasi belajar siswa adalah motivasi siswa itu
sendiri untuk berprestasi. Sering dijumpai siswa yang memiliki intelegensi yang
tinggi tetapi prestasi belajar yang dicapainya rendah, akibat kemampuan intelektual
yang dimilikinya tidak atau kurang berfungsi secara optimal. Salah satu faktor
pendukung agar kemampuan intelektual yang dimiliki siswa dapat berfungsi secara
optimal adalah adanya motivasi untuk berprestasi yang tinggi dalam dirinya
(Hariyono, 2004).
Prestasi belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi
antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal)
maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Pengenalan terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya dalam rangka membantu
murid dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya (Ahmadi, 1991).
Motivasi sangat diperlukan dalam berbagai bidang pekerjaan, khususnya
dalam bidang pendidikan motivasi sangat diperlukan untuk meningkat prestasi belajar
yang akan dihasilkan oleh seorang siswa. Namun belakangan ini, banyak
dipermasalahkan tentang “krisis motivasi belajar”. Achievement motivation menjadi
13
istilah dalam ilmu jiwa, yang berarti daya penggerak pada diri siswa untuk mencapai
prestasi belajar yang setinggi-tingginya (Abror, 1993).
Menurut Ahmadi (1991) terdapat dua faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi
prestasi belajar:
1.
Faktor jasmaniah (fisiologis) baik yang bersifat bawaan maupun yang
diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran,
struktur tubuh, dan sebagainya.
2.
Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun diperoleh yang terdiri
atas:
a. Faktor intelektif yang meliputi:
1)
Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat
2)
Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki
b. Faktor non intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap,
kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, penyesuaian diri.
3.
Faktor kematangan fisik maupun psikis.
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar adalah:
14
1. Faktor sosial yang terdiri atas:
a. Lingkungan keluarga
b. Lingkungan sekolah
c. Lingkungan masyarakat
d. Lingkungan kelompok
2. Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi,
kesenian.
3. Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim.
4. Faktor lingkungan spiritual dan keamanan.
Sedangkan menurut Gunarsa (1983), faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar siswa adalah:
1. Kecerdasan
Tidak dapat disangkal bahwa prestasi yang ditampilkan siswa di sekolah
mempunyai kaitan yang erat dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa.
Siswa yang mempunyai tingkat kecerdasan yang relatif tinggi tentu lebih
mudah menangkap dan mencerna pelajaran yang diberikan di sekolah daripada
siswa yang memiliki kecerdasan yang lebih rendah.
15
2. Kepribadian siswa
Sikap siswa yang pasif, rendah diri, mempunyai kecenderungan agresif dan
lain-lain dapat merupakan faktor yang menghambat anak dalam menampilkan
prestasi yang diharapkan. Siswa ini biasanya dikarakteristikkan sebagai siswa
yang mempunyai konsep serta harga diri yang kurang baik dan juga tampak
kurang ada rasa aman dalam dirinya untuk dapat berprestasi dengan baik. Di
samping itu pengalaman terhadap keberhasilan atau pun kegagalan dapat pula
mempengaruhi prestasi belajar siswa. Seorang siswa yang banyak mengalami
kegagalan biasanya kepercayaan terhadap diriinya akan bekurang dan ini akan
menghambatnya untuk dapat berprestasi dengan baik.
3. Motivasi atau hasrat untuk berprestasi
Kurangnya hasrat untuk berprestasi pada siswa dapat disebabkan oleh berbagai
hal, antara lain: ketidakpuasan terhadap prestasi yang diperoleh; kurangnya
rangsangan dari pihak sekolah ataupun orangtua; orangtua ataupun guru yang
terlalu menekankan pada kegiatan intelektual dan kurang memperhatikan
pentingnya kegiatan sosial dan juga perkembangan emosi anak.
4. Lingkungan siswa
Faktor lingkungan ini dapat berupa:
16
A. Lingkungan sekolah
1) Guru: tidak jarang kita mendengar bahwa seorang siswa menampilkan
prestasi yang rendah karena ia tidak senang dengan sikap ataupun
tingkah laku gurunya. Oleh karena itu sebaiknya seorang guru harus
dapat menciptakan suasana yang dapat ikut meningkatkan gairah untuk
belajar dan berprestasi dari siswanya.
2) Teman-teman: sering kita melihat siswa yang mudah terpengaruh oleh
teman-temannya. Di sekolah ia tidak mendengarkan pelajaran yang
diberikan oleh guru tetapi sibuk bermain atau memperhatikan temantemannya. Adanya rasa kurang sesuai dengan teman-teman di sekolah
dapat pula menyebabkan siswa enggan ke sekolah, dan ini tentu saja
mengakibatkan siswa enggan belajar.
3) Situasi belajar: Lindgren (dalam Gunarsa, 1983) mengemukakan
bahwa situasi belajar dapat mempengaruhi prestasi sekolah siswa.
B. Lingkungan rumah
Di sini termasuk bagaimana hubungan yang terjalin antara seorang siswa
dengan orangtuanya ataupun dengan saudara-saudaranya. Bagaimana
sikap, perhatian, serta minat orangtua terhadap sekolah. Juga bagaimana
status sosial ekonomi orangtua. Ada anak-anak yang tak dapat
menampilkan prestasi yang baik karena kurangnya waktu untuk belajar.
17
Hal ini disebabkan karena anak harus membantu orangtuanya mencari
nafkah.
C. Sikap masyarakat sekitar terhadap sekolah
Apabila masyarakat di sekitar anak itu tidak menganggap bahwa sekolah
adalah merupakan suatu hal yang penting, maka hal ini akan
mempengaruhi keinginan siswa untuk menampilkan prestasi yang baik di
sekolah.
Faktor-faktor tersebut di atas saling berkaitan dalam mempengaruhi prestasi
belajar siswa. Oleh karena itu sering kita jumpai siswa yang sebenarnya cerdas tetapi
prestasi belajar di sekolahnya buruk. Dengan kata lain, siswa tersebut tidak
menampilkan prestasi sesuai dengan potensi yang dimiliki (Gunarsa, 1983).
Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologis. Oleh karena itu, semua
keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang. Itu berarti
belajar bukanlah berdiri sendiri, terlepas dari faktor lain seperti faktor dari luar dan
faktor dari dalam. Faktor psikologis sebagai faktor dari dalam tentu saja merupakan
hal yang utama dalam menentukan intensitas belajar seorang siswa.
Oleh karena itu, minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuankemampuan kognitif adalah faktor-faktor psikologis yang utama mempengaruhi
proses dan hasil belajar anak didik (Djamarah, 2002).
18
1. Minat
Minat, menurut Slameto (dalam Djamarah, 2002), adalah suatu rasa lebih suka
dan rasa keterkaitan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.
Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri
dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut,
semakin besar minat.
Minat belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi,
sebaliknya minat belajar yang kurang akan menghasilkan prestasi yang rendah
(Dalyono, dalam Djamarah, 2002).
2. Kecerdasan
Inteligensi diakui ikut menentukan keberhasilan belajar seseorang, M. Dalyono
(dalam Djamarah, 2002) misalnya secara tegas mengatakan bahwa seseorang
yang memiliki inteligensi baik (IQ-nya tinggi) umumnya mudah belajar dan
hasilnya pun cenderung baik. Sebaliknya, orang yang inteligensinya rendah,
cenderung mengalami kesukaran dalam belajar, lambat berpikir, sehingga
prestasi belajarnya pun rendah.
3. Bakat
Menurut Sunarto dan Hartono (dalam Djamarah, 2002) bakat memungkinkan
seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu, akan tetapi
19
diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman, dan dorongan atau motivasi agar
bakat itu bisa terwujud. Hampir tidak ada orang yang membantah, bahwa
belajar pada bidang yang sesuai dengan bakat memperbesar kemungkinan
berhasilnya usaha itu. Akan tetapi, banyak sekali hal-hal yang menghalangi
untuk terciptanya kondisi yang sangat diinginkan oleh setiap orang. Salah satu
penghambatnya adalah biaya. Suatu lapangan studi yang sesuai dengan bakat
seseorang mungkin terlalu mahal bagi orang tersebut.
4. Motivasi
Menurut Noehi Nasution (dalam Djamarah, 2002) motivasi adalah kondisi
psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Kuat
lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilan belajar.
5. Kemampuan kognitif
Dalam dunia pendidikan ada tiga tujuan pendidikan yang sangat dikenal dan
diakui oleh para ahli pendidikan, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Ranah kognitif merupakan kemampuan yang selalu dituntut kepada anak didik
untuk dikuasai. Karena penguasaan kemampuan pada tingkatan ini menjadi
dasar bagi penguasaan ilmu pengetahuan.
20
2.1.3 Cara mengukur prestasi belajar
Dalam pendidikan formal di kelas, tes prestasi belajar dapat berbentuk
ulangan-ulangan harian, tes formatif, tes sumatif, bahkan ebtanas dan ujian-ujian
masuk perguran tinggi (Azwar, 2002). Dari penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa
kita dapat mengukur prestasi belajar siswa dari hasil atau nilai ulangan-ulangan
harian dan berbagai macam jenis tes yang diadakan oleh pihak sekolah yang
bersangkutan. Prestasi belajar yaitu, hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha
belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport (Purwanto, 1992). Jadi dalam
penelitian ini penulis mengukur prestasi belajar siswa dengan cara melihat nilai yang
didapatkan siswa yang terdapat dalam raport siswa masing-masing.
2.2
Motivasi Berprestasi
2.2.1
Pengertian motivasi berprestasi
Teori motivasi berprestasi dikembangkan oleh David McClelland (dalam
Munandar, 2001). Sebenarnya lebih tepat teori ini disebut teori kebutuhan dari
McClelland, karena ia tidak saja meneliti tentang kebutuhan untuk berprestasi (need
for achievement), tapi juga tentang kebutuhan untuk berkuasa (need for power), dan
kebutuhan untuk berafiliasi/berhubungan (need for affiliation). McClelland (dalam
Shaleh, 2006) berpendapat bahwa motivasi berprestasi adalah keinginan untuk meraih
21
sukses melalui usaha/tenaga sendiri dan juga tanggung jawab sendiri serta
menghasilkan kebanggaan.
Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi, sudah tentu akan
berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang diharapkan. Pernyataan ini
senada dengan penelitian yang dilakukan oleh McClelland, ia menemukan bahwa
mereka yang memiliki nAch yang tinggi ialah para wirausaha yang berhasil.
Sebaliknya ia tidak menemukan adanya manajer dengan kebutuhan untuk berprestasi
yang tinggi (dalam Munandar, 2001).
McClelland (dalam Shaleh, 2006) mengklaim bahwa kebutuhan didapat dari
belajar, dan kemudian mereka membangun sendiri tingkatan dari potensi untuk
mempengaruhi tingkah laku yang bervariasi dari satu orang ke orang lain (bukan
hirarki yang sama). Sebagai orang yang matang mereka belajar untuk
mengasosiasikan perasaan positif dan negatif dengan sesuatu yang terjadi pada
mereka dan sekitar mereka. Pencapaian situasi mungkin terjadi dalam motivasi, dan
menghasilkan perasaan senang dan sebagai nilai prestasi secara otomatis mendirikan
puncak hirarki seseorang.
Masih menurut McClelland (dalam Shaleh, 2006) timbulnya tingkah laku
karena dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Dalam
konsepnya mengenai motivasi, dalam diri individu terdapat tiga kebutuhan pokok
yang mendorong tingkah lakunya. Konsep motivasi ini lebih dikenal dengan “Social
22
Motives Theory”. Adapun kebutuhan yang dimaksudkan menurut teori sosial ini
adalah:
1.
Kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement)
Merupakan kebutuhan untuk mencapai sukses, yang diukur berdasarkan
standar kesempurnaan diri seseorang. Kebutuhan ini, berhubungan erat
dengan pekerjaan, dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk mencapai
prestasi tertentu.
2.
Kebutuhan untuk berafiliasi (need for affiliation)
Merupakan kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam hubungannya
dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk
mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain.
3.
Kebutuhan untuk berkuasa (need for power)
Kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi terhadap orang lain.
Kebutuhan ini menyebabkan orang yang bersangkutan tidak atau kurang
memperdulikan perasaan orang lain.
Kunci konstruksi dari teori McClelland adalah kebutuhan pencapaian prestasi,
ia juga memikirkan kebutuhan akan kekuasaan dan juga kebutuhan gabungan rasa
hormat. Motivasi berprestasi adalah keinginan untuk meraih sukses melalui
usaha/tenaga sendiri dan juga tanggung jawab sendiri serta menghasilkan kebanggaan
(McClelland, dalam Shaleh 2006).
23
Orang yang memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil, lebih mengejar
prestasi pribadi daripada imbalan terhadap keberhasilan. Mereka bergairah untuk
melakukan sesuatu lebih baik dan lebih efisien dibandingkan hasil sebelumnya,
dorongan ini yang disebut dengan kebutuhan untuk berprestasi (the achievement need
= nAch) (McClelland, dalam Munandar 2001).
Muhari (dalam Harman, 2007) mengatakan, bahwa motivasi berprestasi
adalah proses pembangkitkan gerak dalam diri seseorang yang menggerakkan orang
tersebut untuk melakukan sesuatu tindakan sehingga dapat dicapai hasil sebaikbaiknya, lebih baik dari hasil yang pernah dicapai sebelumnya. Dalam pendidikan
motivasi berprestasi ini kadang-kadang dinamakan mengejar keunggulan.
Motivasi berprestasi seseorang dapat dilihat atau disimpulkan dari adanya
usaha yang ajeg, adanya kecenderungan untuk bekerja terus meskipun sudah tidak
berada di bawah pengawasan, atau adanya kesediaan mempertahankan kegiatan
secara sukarela ke arah penyelesaian suatu tugas (Ardhana, dalam Gani, 1999).
Selanjutnya Heckhausen (dalam Harman, 2007) mengatakan bahwa ada tiga
standar keunggulan dari motivasi berprestasi seperti berikut ini:
1.
Standar yang berhubungan dengan kesempurnaan tugas (task related standard
of excellence), berupa baik sekali dalam penyelesaian suatu tugas.
24
2.
Standar yang berhubungan dengan diri (self related standard of excellence),
berupa pembandingan dengan prestasi diri sendiri yan gpernah dicapai
sebelumnya.
3.
Standar yang berhubungan dengan lainnya (other related standard of
excellence), berupa pembandingan dengan prestasi yang telah dicapai oleh
orang lain misalnya dalam kompetisi.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa motivasi berprestasi adalah proses
pembangkitan gerak dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu tindakan
sehingga dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Bila dikaitkan dengan siswa,
maka melakukan suatu tindakan yang dimaksud adalah belajar, sedangkan mencapai
hasil yang sebaik-baiknya adalah memperoleh hasil belajar di setiap mata pelajaran
yang lebih baik dari hasil yang pernah dicapainya atau dicapai oleh orang lain
sebelumnya. Sedangkan prestasi hasil belajar menunjuk kepada tingkat keberhasilan
usaha dalam belajar.
Atkinson, (1957, dalam Pintrich & Schunk, 2008) berusaha memformulasi
sebuah teori mengenai motivasi berprestasi yang mengkombinasikan kebutuhan,
harapan, dan nilai-nilai ke dalam sebuah kerangka kerja yang komprehensif. Ia
menjelaskan bahwa perilaku perilaku merupakan fungsi perkalian dari ketiga
komponen tersebut, yang ia sebut sebagai daya (motives), untuk sukses, dan nilai
pendorong (incentive value). Motive digambarkan sebagai sesuatu yang dipelajari
25
namun bersifat tetap dan berlangsung terus menerus tergantung watak atau keunikan
individu dan mencakup dua motivasi berprestasi; untuk meraih keberhasilan (daya
mencapai keberhasilan) atau takut akan kegagalan (menghindari kegagalan).
2.2.2
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi
Menurut McClelland (dalam Sobur, 2003), perbedaan dalam kebutuhan untuk
berprestasi sudah tampak sejak anak berusia lima tahun. Hal ini sangat erat
hubungannya dengan kehidupan keluarga, terutama dalam pengaruh itu ketika si anak
menginjak usia delapan sampai sepuluh tahun. Para ibu dari anak yang berusia
delapan tahun, dengan kebutuhan prestasi yang tinggi, dapat mengharapakan anakanaknya memiliki perilaku berdasarkan kepercayaan pada diri sendiri, misalnya
dalam hal mencoba dengan sekuat tenaga untuk mencapai keinginannya, berusaha
keras dalam persaingan, atau mempunyai keberanian untuk keliling kota. Anak-anak
itu sudah dapat membuat keputusan-keputusan penting.
Dalam batasan tertentu, dorongan atau kebutuhan berprestasi adalah sesuatu
yang ada dan dibawa dari lahir. Namun, di pihak lain, kebutuhan untuk berprestasi
ternyata, dalam banyak hal, adalah sesuatu yang ditumbuhkan, dikembangkan, hasil
dari mempelajari melalui interaksi dengan lingkungan. Adapun lingkungan hidup
anak yang pertama dan terutama ialah keluarga, sekolah, lingkungan pergaulan, dan
masyarakat pada umumnya.
26
McClelland (dalam Ridwan, 2010) mengatakan bahwa pengalaman dalam
lingkungan keluarga amat berpengaruh, dimana anak berusaha meniru dari tingkah
laku orang tua dan orang lain yang dianggap sebagai role model.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengalaman dalam
lingkungan keluarga merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi motivasi
berprestasi seseorang.
Berbeda dengan pendapat Weiner (dalam Gani, 1999), ia mengatakan bahwa
faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi adalah faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi perkembangan motivasi berprestasi
ialah sikap, minat, dan potensi yang ada. Sedangkan, faktor eksternal yang
mempengaruhi motivasi berprestasi siswa adalah faktor lingkungan belajar dan latar
belakang sekolah siswa.
2.2.3
Ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi
McClelland (dalam Munandar, 2001) berpendapat bahwa orang yang
mempunyai dorongan prestasi yang tinggi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mempunyai keinginan yang kuat yang berbeda dengan orang yang lain.
2. Melakukan hal-hal dengan lebih baik.
27
3. Mencari kesempatan-kesempatan dimana mereka memiliki tanggung jawab
pribadi dalam menemukan jawaban-jawaban terhadap masalah-masalah.
4. Lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan dimana mereka memiliki tanggung
jawab pribadi.
5. Memilih tugas pekerjaan yang memiliki risiko yang sedang (moderate).
6. Tidak menyukai adanya sebuah keberhasilan secara kebetulan.
7. Tujuan-tujuan yang ditetapkan merupakan tujuan yang tidak terlalu sulit
dicapai dan juga bukan tujuan yang terlalu mudah dicapai.
8. Tujuan yang harus dicapai merupakan tujuan dengan derajat kesulitan
menengah (moderate).
Sedangkan menurut Heckhausen (dalam Harman, 2007) menjabarkan ciri-ciri
dari orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, yaitu:
1.
Berorientasi kepada keberhasilan, dan lebih percaya pada diri sendiri dalam
menghadapi tugas yang harus diselesaikan.
2.
Bersikap mengarah kepada tujuan, dan berorientasi pada masa datang.
3.
Menyukai tugas-tugas yang sedang kesulitannya.
4.
Tak suka membuang-buang waktu.
5.
Tahan bekerja.
6.
Lebih suka bekerja sama dengan orang yang cakap meskipun orang tersebut
tidak
menyenangkan
daripada
bekerja
sama
menyenangkan tetapi orang tersebut tidak cakap.
28
dengan
orang
yang
Selanjutnya Atkinson (dalam Harman, 2007) menjelaskan tentang ciri-ciri
motivasi berprestasi sebagai berikut:
1.
Kebebasan
memilih
(free
choice).
Individu
yang
tinggi
motivasi
berprestasinya akan lebih menciptakan aktivitas-aktivitas berprestasi dari pada
individu yang motivasi berprestasinya rendah. Individu yang tinggi motivasi
berprestasinya mengaitkan keberhasilan dengan kemampuan dan usaha yang
lebih
keras.
membanggakan
Orang
yang
karena
demikian
memperoleh
keberhasilannya,
pengalaman
sehingga
yang
meningkatkan
kemungkinan untuk berprestasi. Ia nampak lebih banyak berbuat dalam
hubungannya dengan prestasi, karena ia mempunyai pengalaman keberhasilan
yang banyak, dan harapan untuk berhasil masih mengikuti kegagalan yang
dialaminya.
2.
Ketahanan
perilaku
(persistence
behavior).
Individu
yang
motivasi
berprestasinya tinggi menganggap kegagalan disebabkan karena kurangnya
usaha, sehingga untuk berhasil masih tetap tinggi.
3.
Intensitas penampilan (intensity of performance). Individu yang motivasi
berprestasinya tinggi memerlukan kerja keras. Ia memerlukan intensitas
performance yang lebih besar dari pada individu yang motivasi berprestasinya
rendah.
29
4.
Kecenderungan
resiko
(risk
preference).
Individu
yang
motivasi
berprestasinya tinggi akan memilih tugas-tugas yang mempunyai konsekuensi
tidak mudah dan sukar.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam hal melakukan
sesuatu, alasan atau dorongan yang menggerakkan orang untuk melakukan sesuatu
adalah motifnya. Proses pembangkitan geraknya disebut motivasi sedangkan motivasi
berprestasi menunjuk pada proses pembangkitan gerak menuju pencapaian prestasi
sebaik-baiknya, lebih baik dari pada prestasi yang pernah dicapai sebelumnya, baik
oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain.
Sedangkan menurut Asnawi (2007) mengatakan manifestasi dari motivasi
berprestasi akan terlihat pada beberapa ciri perilaku seperti:
1.
Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatan-perbuatannya
2.
Mencari umpan balik tentang perbuatannya
3.
Mimilih resiko yang moderat atau sedang dalam perbuatannya, dan
4.
Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif
Pada individu yang memiliki motivasi berprestasi lebih tertari pada prestasi
dengan atau tanpa bantuan orang lain, tetapi pada hakikatnya lebih mengutamakan
pencapaian prestasi tanpa adanya bantuan orang lain. Hal ini tidak berarti bahwa
individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi kemudian menjadi antisosial,
30
karena ia tetap berhubungan dengan orang lain sejauh bisa digunakan atau
dimanfaatkan untuk mencapai tujuan.
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi tidak senang membebankan
tanggung jawab atas kesuksesan atau kegagalan pada orang lain, karena ia sangat
memperhatikan pencapaian tugas tanpa mengikutsertakan orang lain. Individu yang
berorientasi pada prestasi akan bekerja lebih keras apabila mendapatkan umpan balik
tentang kesuksesan akan kegagalannya.
Atkinson (dalam Pintrich & Schunk, 2008) mengatakan, bahwa ada empat
tipe siswa, yang pertama siswa yang berorientasi pada kesuksesan, yaitu siswa yang
termotivasi untuk sukses dan memiliki rasa takut yang rendah atas kegagalan, sangat
tinggi tingkat aktivitasnya untuk mencapai prestasi dan tidak pernah merasa cemas
maupun khawatir terhadap performanya.
Yang kedua siswa yang lari dari kegagalan, sangat takut untuk gagal dan
memiliki motivasi yang rendah untuk berhasil, pelajar jenis ini adalah pelajar yang
cemas dan berusaha untuk menghindari kegagalan dengan menunda-nunda pekerjaan
dan menggunakan strategi merintangi diri sendiri (Convington, Garcia & Pintrich,
dalam Pintrich & Schunk, 2008). Ketiga, tipe pejuang gigih adalah tipe siswa yang
tinggi dalam dua jenis motif; mereka mencoba menggapai keberhasilan namun juga
sangat takut akan kegagalan (Convington, dalam Pintrich & Schunk, 2008). Tipe
siswa seperti ini bekerja keras untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka namun tetap
31
merasa cemas dan tertekan karena mereka takut akan kegagalan. Tipe pejuang yang
gigih adalah siswa yang hampir selalu berprestasi di kelasnya, namun selalu bertanya
pada gurunya mengenai prestasi mereka dan menunjukkan tanda-tanda kecemasan
dan kekhawatiran dalam berprestasi.
Tipe siswa yang terakhir adalah pelajar yang rendah dalam kedua motif, yaitu
siswa yang penerima kegagalan. Mereka secara mendasar tidak tertarik untuk
berprestasi, meski ketidaktertarikan mungkin saja karena kurangnya perhatian dan
kepedulian atau lebih mudah marah dan menolak nilai-nilai keberprestasian, yang
hanya diperuntukkan bagi sebagian kecil siswa (Convington, dalam Pintrich &
Schunk, 2008).
Ardhana (dalam Kadar 2008) mengatakan bahwa motivasi berprestasi yang
pengejawantahannya dapat dilihat dari sikap dan perilaku seseorang seperti keuletan,
ketekunan, daya tahan, keberanian menghadapi tantangan, dan kegairahan serta kerja
keras. Selanjutnya menurut Eysenck dan Wilson (dalam Kadar 2008), bahwa
seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi mempunyai karakteristik antara
lain:
1.
Berambisi
2.
Bekerja keras
3.
Berkompetensi
4.
Tekun dalam meningkatkan status sosial
5.
Sangat menghargai kreativitas dan produktivitas
32
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa siswa yang memiliki motivasi
berprestasi yang tinggi dalam belajar, akan mengarahkan perhatiannya kepada
pencapaian hasil belajar yang tinggi. Dalam hal ini seorang siswa yang memiliki
motivasi berprestasi yang tinggi, berarti siswa tersebut memusatkan semua
perhatiannya dalam proses belajarnya, bekerja keras untuk mengoptimalkan kegiatan
belajarnya, berkompetisi secara sehat untuk mencapai tingkat keberhasilan belajar
dengan setinggi mungkin, tekun berusaha agar dapat menyandang predikat sebagai
siswa yang berprestasi tinggi, selalu menggunakan cara dan teknik belajar yang
efektif, dan selalu berupa meningkatkan prestasi belajar yang telah dicapainya
(Kadar, 2008).
2.2.4
Fungsi motivasi berprestasi
Menurut Cecco (dalam Abror, 1993), ada empat fungsi motivasi dalam proses
belajar mengajar, yaitu:
1.
Fungsi membangkitkan (arousal function) – mengajak siswa belajar.
2.
Fungsi harapan (expectancy function) – apa yang harus bisa ia lakukan setelah
berakhirnya pengajaran (kapabilitas baru).
3.
Fungsi insentif (incentive function) – memberikan hadiah pada prestasi yang
akan datang.
33
4.
Fungsi disiplin (disciplinary function) – menggunakan hadiah dan hukuman
untuk mengontrol tingkah laku yang menyimpang.
Tidak ada teori yang secara langsung memaparkan fungsi motivasi
berprestasi, tetapi pada dasarnya fungsi dari motivasi berprestasi tidak jauh berbeda
dengan fungsi dari motivasi itu sendiri. Hanya saja, pada motivasi berprestasi semua
fungsi akhirnya dititik beratkan pada pencapaian untuk mencapai prestasi itu sendiri.
Seperti fungsi motivasi yang dikemukakan oleh Cecco (dalam Abror, 1993),
yaitu membangkitkan, bila dikaitkan dengan fungsi motivasi berprestasi artinya
adalah guru dalam hal ini sebagai pendidik, diharuskan untuk selalu membangkitkan
motivasi siswa untuk meraih prestasi yang diaharapkan bersama.
Fungsi harapan pada motivasi berprestasi berarti, guru harus menghubungkan
antara harapan-harapan dengan tujuan agar siswa dapat meraih prestasi dengan cara
mengikutsertakan usaha siswa dalam proses belajar. Fungsi intensif maksudnya
adalah guru memberikan hadiah kepada siswa secara intensif dengan cara mendorong
usaha lebih lanjut dalam meraih prestasi selanjutnya. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara mengembalikan hasil-hasil tes yang telah dilakukan dengan tujuan untuk
memberikan umpan balik kepada siswa agar selanjutnya bisa mendapatkan hasil atau
nilai yang lebih baik lagi pada tes-tes selanjutnya. Bisa juga dengan memberikan
pujian baik secara tertulis maupun lisan kepada siswa yang telah berhasil meraih
prestasi yang diharapkan.
34
Fungsi terakhir yaitu fungsi disiplin. Fungsi disiplin disini maksudnya adalah
guru mengontrol segala macam bentuk tingkah laku siswa, sehingga siswa tidak
melakukan perilaku menyimpang yang akhirnya dapat menghambat siswa dalam
meraih prestasi.
Sedangkan Djamarah (2002) mempunyai penjelasan yang sedikit berbeda
tentang fungsi motivasi. Sama halnya dengan Cecco, Djamarah tidak menjelaskan
fungsi motivasi berprestasi tetapi hanya menjelaskan tentang fungsi dari motivasi,
yaitu:
1.
Motivasi sebagai pendorong perbuatan.
2.
Motivasi sebagai penggerak perbuatan.
3.
Motivasi sebagai pengarah perbuatan.
Jika dihubungkan ke dalam fungsi motivasi berprestasi, pendorong perbuatan
bisa diartikan sebagai dorongan siswa untuk mencari tahu apa yang ia ingin ketahui
sehigga memunculkan keinginan untuk belajar. Proses belajar dilakuakan untuk
meraih prestasi yang diharapkan.
Sedangkan motivasi yang berfungsi sebagai penggerak perbuatan maksudnya
adalah suatu kekuatan yang tak terbendung, yang kemudian menjelma dalam bentuk
gerakan psikofisik. Di sini siswa sudah melakukan aktivitas belajar dengan segenap
jiwa dan raga. Sikap berada dalam kepastian perbuatan dan akal pikiran mencoba
35
membelah nilai yang terpatri dalam wacana, prinsip, dalil, dan hukum, sehingga
mengerti betul apa sesungguhnya yang dibutuhkan untuk meraih prestasi.
Sedangkan yang terakhir adalah fungsi motivasi sebagai pengarah perbuatan,
disini siswa mempunyai kemampuan untuk menyeleksi perbuatan mana yang harus
dilakukan dan mana perbuatan yang diabaikan. Siswa yang ingin mendapatkan
sesuatu dari suatu mata pelajaran tertentu, tidak mungkin dipaksakan untuk
mempelajari mata pelajaran lain. Sesuatu yang akan dicari anak didik merupakan
tujuan belajar yang akan dicapainya. Tujuan belajar itulah sebagai pengarah yang
memberikan motivasi kepada siswa dalam belajar. Jika dikaitkan dengan fungsi
motivasi sebagai motivasi berprestasi, fungsi mengarahkan yang dimaksud ialah
mengarahkan siswa dalam melakukan tindakan untuk meraih sebuah prestasi.
2.3
Status Sosial Ekonomi
2.3.1 Pengertian status sosial ekonomi orangtua
Status sosial ekonomi merupakan suatu kedudukan yang diatur secara sosial
dan menempatkan seseorang kepeada posisi tertentu di dalam struktur sosial
masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban
yang harus dimainkan oleh si pembawa status (Mansoer, 2009). Sedangkan menurut
FS. Chapin (dalam Shofa, 2008) mengatakan bahwa, status sosial ekonomi adalah
posisi yang ditempati individu atau keluarga berkenaan dengan ukuran rata-rata yang
36
umum berlaku tentang kepemilikan kultural, pendapatan efektif, pemilikan barang
dan partisipasi dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya.
Terdapat
beragam
definisi
mengenai
status
ekonomi-sosial
(SES;
socioeconomic status). Definisi tersebut khususnya mencakup sebutan status sosial
(posisi, tingkatan) dan indeks ekonomi (kesejahteraan, pendidikan). Saat ini definisi
mengenai SES juga mencakup gagasan mengenai modal (seperti sumber-sumber daya
ekonomi, aset) (Bradley & Corwyn, dalam Pintrich & Schunk, 2008). Modal juga
mencakup sumber-sumber material dan finansial (seperti pemasukan, aset), sumbersumber manusia atau nonmateri (seperti pendidikan orang tua), dan sumber-sumber
sosial (yang didapat melalui jejaring dan relasi sosial) (Putman, dalam Pintrich &
Schunk, 2008). Secara intuitif, hal-hal yang termasuk dalam modal di atas
memberikan pengaruh pada motivasi dan pembelajaran anak .
Di samping adanya kompleksitas SES, kita juga harus tetap melihat bahwa
SES merupakan variabel deskriptif, bukan variabel penjelas. Kaitan antara SES
keluarga dan motivasi akademik anak memang ada (Meece, dalam Pintrich &
Schunk, 2008). Anak-anak yang keluarganya memiliki latar belakang tingkat sosialekonomi rendah menunjukkan motivasi dan prestasi akademik yang rendah dan
memiliki resiko yang besar untuk mengalami kegagalan dan dikeluarkan dari sekolah
(Borkowski & Thorpe, dalam Pintrich & Schunk, 2008); namun bagaimanapun,
rendahnya SES tidak menyebabkan rendahnya motivasi.
37
Rendahnya tingkat SES dikaitkan dengan rendahnya motivasi, namun hal ini
adalah faktor-faktor yang sering mengiringi rendahnya SES yang kemudian
memengaruhi motivasi dan prestasi. Lebih lanjut lagi, terdapat fakta bahwa seorang
anak dengan latar belakang SES keluarga yang rendah tidak menjamin bahwa anak
tersebut akan menjadi masalah. Terdapat individu-individu, yang tidak masuk
hitungan, yang berada dalam kondisi kemiskinan namun berhasil secara akademis dan
kinerja (dalam Pintrich & Schunk, 2008).
Sebagian besar Negara mempunyai banyak subbudaya. Salah satu cara yang
paling umum untuk mengategorisasikan subbudaya melibatkan status sosial ekonomi.
Status sosial ekonomi (socioeconomic status – SES) merujuk pada kategorisasi orangorang, menurut karakteristik ekonomi, pendidikan, dan pekerjaan mereka. Di AS,
SES mempunyai implikasi penting untuk pendidikan. Individu-individu yang SES –
nya rendah, sering kali mempunyai tingkat pendidikan dan kekuatan yang rendah
untuk mempengaruhi institusi masyarakat (seperti sekolah) dan sumber ekonomi
yang lebih sedikit (Santrock, 2009).
Dari pengertian di atas, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa status
sosial ekonomi adalah suatu keadaan yang menggambarkan posisi ataupun keadaan
yang ditempati individu berkenaan dengan pendapatan efektif, pemilikian barang, dan
pekerjaan ataupun kegiatan individu dalam aktivitas kelomok dari komunitas
kesehariannya.
38
2.3.2
Faktor penentu status sosial ekonomi
Kita dapat mengetahui faktor penentu status sosial ekonomi dari karakteristik-
karakteristik rumah tangga yang mengacu kepada sifat-sifat yang mencirikan
kemiskinan dan yang mengacu kepada sifat-sifat yang mencirikan ketidakmiskinan
(Badan Pusat Statistik, 2008). Dari hasil Studi Penentuan Kriteria Penduduk Miskin
(SPKPM 2000) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2000,
diperoleh delapan (8) variabel yang dianggap layak dan operasional untuk penentuan
rumah tangga miskin di lapangan. Kedelapan variabel tersebut adalah:
1. Luas lantai perkapita:
Departemen Kesehatan menyatakan bahwa sebuah rumah dikategorikan
sebagai rumah sehat apabila luas lantai perkapita yang ditempati minimal
sebesar 8 m². Sedangkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) mensyaratkan luas
lantai perkapita minimal 10 m².
ƒ < = 8 m² (skor 1)
ƒ > 8 m² (skor 0)
39
2. Jenis lantai:
Karakteristik rumahtangga miskin dan tidak miskin berdasarkan jenis lantai
rumah. Terdapat perbedaan jenis lantai rumah yaitu yang menggunakan jenis
lantai tanah, dan yang menggunakan jenis lantai bukan tanah.
ƒ Tanah (skor 1)
ƒ Bukan tanah (skor 0)
3. Air minum / ketersediaan air bersih:
Ketersediaan fasilitas air bersih sebagai sumber air minum untuk kebutuhan
sehari-hari rumah tangga merupakan indikator perumahan yang juga dapat
mencirikan sehat tidaknya suatu rumah. Air bersih dalam uraian berikutnya
didefinisikan sebagai air yang bersumber dari air kemasan/ledeng/PAM/
sumur terlindung/mata air terlindung. Ketidaktersediaan air bersih di rumah
tangga adalah salah satu indikasi dari kemiskinan.
ƒ Air hujan/sumur tidak terlindung (skor 1)
ƒ Ledeng/PAM/sumur terlindung (skor 0)
40
4. Jenis jamban/WC:
Fasilitas tempat pembuangan air besar yang digunakan oleh rumah tangga.
ƒ Tidak ada (skor 1)
ƒ Bersama/sendiri (skor 0)
5. Kepemilikan asset:
ƒ Tidak punya asset (skor 1)
ƒ Punya asset (skor 0)
6. Pendapatan (total pendapatan per bulan):
ƒ < = 350.000 (skor 1)
ƒ > 350.000 (skor 2)
7. Pengeluaran (persentase pengeluaran untuk makanan):
Rata-rata pengeluaran makanan rumah tangga dibagi dengan jumlah anggota
rumah tangga yang bersangkutan.
ƒ 80 persen + (skor 1)
ƒ < 80 persen (skor 0)
41
8. Konsumsi lauk pauk (daging, ikan, telur, ayam):
Pada dasarnya konsumsi makanan penduduk sehari-hari memadai jika
memenuhi dua kriteria kecukupan, yaitu cukup kalori dan protein. Kebutuhan
kalori biasanya diperoleh dari konsumsi makanan pokok (karbohidrat),
sementara kebutuhan protein sebagian besar diperoleh dari konsumsi makanan
yang berasal dari hewani, seperti daging, ikan, telur, dan susu.
ƒ Tidak ada/ada, tapi tidak bervariasi (skor 1)
ƒ Ada, bervariasi (skor 0)
Keterangan:
Skor satu (1) mengacu kepada sifat-sifat yang mencirikan kemiskinan dan skor 0
mengacu kepada sifat-sifat yang mencirikan ketidakmiskinan.
Kedelapan variabel tersebut diperoleh dengan menggunakan metode stepwise
logistic regression dan misklasifikasi yang dihasilkan sekitar 17 persen. Hasil analisis
deskriptif dan uji Chi-Square juga menunjukkan bahwa kedelapan variabel terpilih
tersebut sangat terkait dengan fenomena kemiskinan dengan tingkat kepercayaan
sekitar 99 persen. Skor batas yang digunakan adalah 5 (lima) yang didasarkan atas
modus total skor dari domain rumah tangga miskin secara konseptual. Dengan
demikian apabila suatu rumah tangga mempunyai minimal 5 (lima) ciri miskin maka
rumah tangga tersebut digolongkan sebagai rumah tangga miskin (BPS, 2008). Dari
42
pemaparan di atas, dapat dilihat suatu rumah tangga atau keluarga termasuk ke dalam
kategori keluarga miskin atau tidak miskin.
Penghitungan kemiskinan dengan mengaplikasikan dan memodifikasi
pendekatan kriteria penduduk miskin BPS telah dilaksanakan di tiga provinsi, yaitu
Kalimantan Selatan (1999), DKI Jakarta (2000), dan Jawa Timur (2001). Aplikasi
penghitungan kemiskinan berdasarkan variabel-variabel kemiskinan rumah tangga
tersebut dikenal sebagai Sensus Kemiskinan (BPS, 2008).
Sensus kemiskinan yang dilaksanakan di Provinsi DKI Jakarta pada tahun
2000, bertujuan untuk mengetahui rumah tangga mana yang tergolong ke dalam suatu
rumah tangga miskin, yang dikategorikan ke dalam tujuh (7) variabel kemiskinan
rumah tangga, seperti:
1. Luas lantai hunian kurang dari 8m2 per anggota rumah tangga.
2. Jenis lantai hunian sebagian besar tanah atau lainnya.
3. Fasilitas air bersih : tidak ada.
4. Fasilitas jamban/WC : tidak ada dan atau WC umum.
5. Kepemilikan aset (kursi tamu) : tidak tersedia.
6. Konsumsi lauk-pauk dalam seminggu : tidak bervariasi.
43
7. Kemampuan membeli pakaian minimal satu stel dalam setahun untuk
setiap anggota rumah tangga : tidak ada.
Keterangan:
Suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga miskin apabila memiliki
minimal tiga ciri/variabel dari tujuh variabel kemiskinan rumah tangga tersebut.
Peneliti menjadikan tujuh variabel dari kategori sensus kemiskinan di Provinsi
DKI Jakarta pada tahun 2000 untuk dijadikan indikator dalam penelitian kali ini.
Dengan alasan bahwa peneliti melakukan penelitian di Bekasi, secara geografis lebih
berdekatan dengan wilayah Provinsi DKI Jakarta, dibandingkan dengan sensus
kemiskinan oleh BPS yang dilakukan di dua provinsi lainnya seperti Kalimantan
Selatan dan Jawa Timur.
Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk 2005 (PSE05) digunakan untuk
mengetahui ruamh tangga mana yang berhak menerima BLT (Bantuan Langsung
Tunai), sekaligus dapat pula dijadikan sebagai acuan untuk menentukan status sosial
ekonomi suatu keluarga, terdapat sekurangnya 14 variabel yang dijadikan indikator
dalam penentuan kategori rumah tangga penerima BLT, diantaranya:
1. Luas lantai rumah
2. Jenis lantai rumah
3. Jenis dinding rumah
44
4. Fasilitas tempat buang air besar
5. Sumber air minum
6. Penerangan yang digunakan
7. Bahan bakar yang digunakan
8. Frekuensi makan dalam sehari
9. Kebiasaan membeli daging/ayam/susu
10. Kemampuan membeli pakaian
11. Kemampuan berobat ke puskesmas/poliklinik
12. Lapangan pekerjaan kepala rumah tangga
13. Pendidikan kepala rumah tangga
14. Kepemilikan aset
Metode yang digunakan dalam penentuan kategori rumah tangga penerima
BLT adalah dengan menggunakan sistem skoring dimana setiap variabel diberi skor
yang diberi bobot dan bobotnya didasarkan kepada besarnya pengaruh dari setiap
variabel terhadap kemiskinan. Nilai skor variabel terpilih (skor 1 untuk jawaban yang
45
mengindikasikan miskin dan skor 0 untuk jawaban yang mengindikasikan tidak
miskin). Jadi, semakin tinggi skor yang didapat maka semakin miskin rumah tangga
tersebut (BPS, 2008).
Setiap keluarga tiap bulannya pastilah mengeluarkan dana untuk memenuhi
kebutuhan dasar tiap-tiap anggota keluarganya. Menurut BPS kebutuhan dasar
tersebut terdiri dari kebutuhan pangan dan bukan pangan. Berdasarkan komposisi
pengeluaran konsumsi tersebut dapat dihitung besarnya kebutuhan minimum untuk
masing-masing komponen seperti:
1. Pangan, dinyatakan dengan kebutuhan gizi minimum yaitu perkiraan
kalori dan protein.
2. Sandang, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk
keperluan pakaian, alas kaki, dan tutup kepala.
3. Perumahan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk sewa
rumah, listrik, minyak tanah, kayu bakar, arang, dan air.
4. Pendidikan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk
keperluan biaya sekolah (uang sekolah, iuran sekolah, alat tulis, dan
buku).
46
5. Kesehatan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk
penyediaan obat-obatan di rumah, ongkos dokter, perawatan, termasuk
obat-obatan.
Tidak ada satu metode yang secara umum berlaku untuk menentukan
golongan sosial seseorang dalam masyarakat di dunia ini. Mungkin saja tak ada
kriteria yang sama yang berlaku bagi masyarakat yang berbeda-beda. Rumah yang
bagus, pendapatan yang banyak bagi orang desa belum tentu dianggap rumah yang
bagus atau pendapatan yang banyak di kota dan sebagainya (Nasution, 1995).
Dalam suatu masyarakat, sering dijumpai aneka ragam masyarakat sebagian
yang kaya, sementara sebagian besar lainnya termasuk kategori miskin. Ada juga kita
menemukan tingkat pendidikan sekelompok masyarakat yang mencapai jenjang
perguruan tinggi, tapi tidak sedikit pula kelompok yang lainnya yang hanya lulus
sampai tingkat sekolah lanjutan atas atau di bawahnya. Ini semua menggambarkan
bahwa dalam suatu masyarakat manapun selalu memperlihatkan adanya strata sosial
karena perbedaan tingkat ekonomi, pendidikan, status sosial, kekuasaan dan lain-lain.
Sistem pelapisan yang terjadi dalam masyarakat disebut juga dengan
stratifikasi sosial. Menurut Pitirim A Sorokin (dalam Ahmadi, 1991), stratifikasi
adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun
secara bertingkat (hierarchis).
47
Konsep tentang sratifikasi sosial tergantung pada cara seseorang menentukan
golongan sosial itu. Menurut Nasution (1995) adanya golongan sosial timbul karena
adanya perbedaan status dikalangan masyarakat. Untuk menentukan stratifikasi sosial
dapat diikuti dengan tiga metode, yaitu:
1. Metode obyektif, stratifikasi ditentukan berdasarkan kriteria obyektif antara
lain jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan, jenis pekerjaan.
2. Metode subyektif, dalam metode ini golongan sosial dirumuskan menurut
pandangan anggota masyarakat menilai dirinya dalam hierarki kedudukan
dalam masyarakat itu.
3. Metode reputasi, metode ini dikembangkan oleh W. Lyod Warner cs. Dalam
metode ini golongan sosial dirumuskan menurut bagaimana anggota
masyarakat menempatkan masing-masing dalam stratifikasi masyarakat itu.
Kesulitan penggolongan obyektif dan subyektif adalah bahwa penggolongan
itu sering tidak sesuai dengan tanggapan orang dalam kehidupan sehari-hari
yang nyata tentang golongan sosial masing-masing.
2.3.3
Fungsi status sosial ekonomi keluarga dengan prestasi anak
Keadaan status sosial ekonomi keluarga tentulah mempunyai peranan
terhadap perkembangan anak-anak apabila kita perhatikan, bahwa dengan adanya
48
perekonomian yang cukup, lingkungan material yang dihadapi anak di dalam
keluarganya itu lebih luas, ia mendapat kesempatan yang lebih luas untuk
mengembangkan bermacam-macam kecakapan yang tidak dapat ia kembangkan
apabila tidak ada prasarananya. Hubungan orang tua hidup dalam status sosial
ekonomi serba cukup dan kurang mengalami tekanan-tekanan fundamental seperti
dalam memperoleh nafkah hidupnya yang memadai. Orang tuanya dapat
mencurahkan perhatian yang lebih mendalam kepada pendidikan anaknya apabila ia
tidak disulitkan dengan perkara kebutuhan-kebutuhan primer kehidupan manusia
(Gerungan, 2004).
Keluarga yang kaya mampu menyediakan keperluan materiil bagi anakanaknya. Keperluan materiil ini diperlukan oleh anak. Dari alat-alat permainan
sampati ke alat-alat sekolah dan pakaian yang mahal-mahal. anak tidak pernah
bekerja di rumahnya, sebab pembantu rumah tangganya siap melayaninya. Apa yang
diingini berupa benda-benda materiil dapat dipenuhi oleh orang tuanya. Melihat
situasi semacam ini ada suatu kecenderungan bahwa anak-anak dari orang kaya ini
tidak pernah belajar bekerja di rumahnya, sebab pembantu banyak. Ia asing akan
tugas-tugas di rumah meskipun tugas-tugas itu sederhana sekalipun. Di samping itu ia
tidak pernah merasakan bagaimana sulitnya orang-orang yang kekurangan (Ahmadi,
1991).
Perhatian orang tuanya, keutuhan keluarga dan sebagainya. Semua kebutuhan
materiil terpenuhi tetapi kebutuhan akan perhatian orang tua yang berupa kasih
49
sayang tidak terpenuhi akan menimbulkan ketidak seimbangan. Mungkin anak akan
lari ke pergaulan bebas sebagai protes atas kurangnya kasih sayang. Hal ini terjadi
misalnya bila kedua orang tua terlalu sibuk sehingga tidak sempat mengurusi anakanaknya. Jadi keluarga kaya belum menjamin perkembangan yang wajar, bagi anakanaknya (Ahmadi, 1991).
Sebaliknya anak yang lahir dalam keluarga yang miskin. Kebutuhankebutuhan yang bersifat materiil tidak terpenuhi. Kalaupun terpenuhi hanya secara
minimal. Kedua orang tuanya bekerja keras agar kebutuhan keluarga terpenuhi.
Bahkan anak-anak membantu pekerjaan orang tuanya. Orang tua (ayah dan ibu)
karena terlalu sibuk mencari nafkah perhatian terhadap anaknya akan berkurang
karena keadaan memaksa demikian. Hal ini juga mempengaruhi perkembangan anak
yaitu anak kurang mendapatkan perhatian dan perawatan. Sebaliknya anak sudah
dibiasakan bekerja di rumah karena terpaksa. Oleh karena itu dalam hal keterampilan
kerja anak dari keluarga miskin unggul daripada anak dari keluarga kaya. Ia tidak
canggung lagi menerima tugas-tugas pekerjaan. Bahkan ia mengurusi keperluan
sendiri sudah menjadi pekerjaannya, juga bahkan ia harus mengurusi keperluan orang
tuanya dan saudara-saudaranya (Ahmadi, 1991).
Jadi ternyata miskin atau kaya suatu keluarga mempunyai pengaruh yang
besar dalam perkembangan anak. Masing-masing memiliki segi positif dan negatif.
Faktor kaya/miskin bukalah satu-satunya faktor tetapi masih ada faktor-faktor lain
yang turut menentukan perkembangan ataupun prestasi belajar anak di sekolah.
50
Perhatian pada hal-hal yang berkenaan dengan sekolah di antara orang tua
yang berasal dari kelas sosio-ekonomi menengah ke bawah sangatlah rendah
(Mussen, 1963). Orang tua yang berasal dari kelas menengah atas sangat yakin bahwa
pendidikan merupakan solusi bagi banyak permasalahan ekonomi, sosial, dan pribadi.
Sementara orang tua yang berasal dari kelas menengah ke bawah cenderung melihat
sekolah sebagai sarana mempersiapkan anak menapaki kehidupan dewasa. Namun
mereka juga tidak begitu yakin bahwa hanya dengan sekolah dapat diraih
keberhasilan, namun juga dibutuhkan keterampilan khusus. Meski demikian, kedua
kelompok orang tua ini menghargai nilai-nilai yang didapat dari sekolah karena
mereka mengharapkan sekolah dapat memberikan sesuatu kepada anak-anak mereka.
Beberapa faktor yang memiliki hubungan yang bermakna terhadap sikap positif
terhadap keberhasilan akademis diperlihatkan oleh anak-anak dan orang tua yang
berasal dari kelas ekonomi atas (Mussen, 1963).
Lebih dari itu, orang tua siswa dari kelas menengah atas membesarkan hati
anak-anak mereka untuk berusaha lebih keras di sekolah karena minat mereka yang
tulus dalam meningkatkan kemampuan akademik anak-anak mereka dan karena
ancaman terhadap status sosial mereka jika mereka memiliki anak yang tidak
berprestasi. Bagaimanapun, orang tua dari kelas sosial manapun berkeinginan untuk
memiliki anak yang memiliki status sosial yang lebih dari mereka. Sekolah
diharapkan dapat memberikan rute terbaik menuju mobilitas sosial, tidak saja karena
sekolah mampu meningkatkan kemampuan akademik, namun juga karena sekolah
51
memberikan kesempatan bagi siswa-siswanya untuk meniru anak-anak dari kelas
sosial ekonomi tinggi (Mussen, 1963).
Sikap orang tua terhadap sekolah dapat dipengaruhi oleh tingkat ekonomi.
Biasanya, orang tua yang berasal dari tingkat sosial ekonomi rendah, gagal untuk
membesarkan hati anak-anak mereka untuk merancang tujuan-tujuan pendidikan
yang ambisius, sejak mereka merasa bahwa mereka tidak mampu untuk mendukung
anak-anak mereka melalui sekolah atau perguruan tinggi. Tentu saja, di dalam kelas
sosio-ekonomi terdapat beragam jenis sikap orang tua terhadap pendidikan. Beberapa
keluarga dengan pendapatan yang rendah berkorban modal yang sangat besar untuk
menyediakan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak mereka, sementara beberapa
keluarga yang berasal dari kelas menengah enggan berkorban untuk tujuan yang sama
(Mussen, 1963).
Orang tua dari kelas menengah seringkali menunjukkan diri mereka sebagai
model intelektual yang dapat dijadikan teladan, sebagai orang yang tidak hanya
meningkatkan pencapaian intelektual pada anak-anak mereka, namun juga
menanamkan nilai-nilai pada diri anak-anak mereka. Mereka mempraktikkan apa
yang mereka ajarkan (Mussen, 1963).
Sedangkan, orang tua dari kelas bawah, di sisi lain, kurang menunjukkan
aktivitas intelektual mereka. Karenanya, anak-anak dari kelas bawah kurang memiliki
kesempatan untuk menyaksikan orang tua mereka menunjukkan kemampuan
52
intelektual mereka. Oleh sebab itu, beberapa orang tua dari kelas bawah yang
berusaha meningkatkan prestasi akademik anak-anak mereka kurang berhasil dalam
usaha mereka karena kondisi di mana mereka tidak melakukan apa yang mereka
perintahkan (Mussen, 1963).
Keinginan anak-anak untuk mengidentifikasi diri dengan orang tua mereka
adalah salah satu kekuatan yang memunculkan perilaku yang sama antara diri mereka
dan orang tua mereka. Meski orang tua dari kelas bawah dapat memberikan hadiah
atas prestasi akademik, motivasi anak-anak untuk menunjukkan prestasi akademik
tidak akan maksimal jika orang tuanya tidak mempraktikkan nila-nilai mereka dalam
kehidupan sehari-hari (Mussen, 1963).
Akhirnya, tipe kelompok sebaya di antara anak-anak dari kelas bawah berbeda
dengan kelompok teman sebaya dari kelas menengah untuk mencapai prestasi terbaik.
Ringkasnya, anak-anak dari kelas bawah memiliki tiga rintangan psikologis yang
menghambat kekuatan motivasi berprestasi di sekolah – seperti kurangnya perilaku
intelektual dari orang tua mereka, kurangnya dukungan untuk memperoleh prestasi
sekolah yang baik, dan nilai-nilai kelompok sebaya (yang tidak mendukung).
Bagaimanapun, jika dukungan untuk menguasai kemampuan intelektual meningkat,
kemungkinan anak untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugas sekolah, tentunya
juga akan meningkat (Mussen, 1963).
53
Seperti mungkin telah diantisipasi, status sosio-ekonomi berhubungan secara
positif dengan tingginya skor tes kecerdasan. Secara umum, anak-anak dari kelas
sosio-ekonomi menengah ke atas memiliki hasil tes kecerdasan yang tinggi
dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari tingkat sosio-ekonomi ke bawah.
Hal ini sesuai fakta bahwa anak-anak dari kelas sosio-ekonomi ke bawah kurang
memiliki motivasi untuk menguasai kecakapan berbahasa dan kurang peduli pada
kemampuan kecerdasan mereka. Pertanyaan-pertanyaan tes kecerdasan menekankan
bahwa kecakapan berbahasa (seperti vocabulary, pemahaman verbal, kemampuan
berpikir aritmatis) yang lebih banyak muncul pada anak-anak kelas menengah atas
dibandingkan pada anak-anak kelas bawah (Mussen, 1963).
Gibbs
(dalam
Santrock,
2008)
mengatakan,
murid
dari
keluarga
berpendapatan menengah ke atas situasi akademiknya lebih baik ketimbang murid
dari keluarga berpendapatan rendah. Misalnya mereka punya ekspektasi kesuksesan
yang lebih baik, aspirasi prestasi yang lebih tinggi, dan lebih mengakui arti penting
dari usaha keras.
2.4
Kerangka Berfikir
Prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam
menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses
belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan
sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau
54
raport setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar. Prestasi belajar
siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat
memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.
Untuk mendapatkan hasil prestasi yang baik dalam proses belajar mengajar
salah satunya dibutuhkan adanya motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi adalah
suatu dorongan yang dimiliki oleh siswa untuk mencapai hasil prestasi yang
membanggakan dan yang lebih baik dari sebelumnya, dengan usahanya sendiri,
sesuai dengan manifestasi dari motivasi berprestasi, yang hasilnya dapat dilihat dari
beberapa ciri perilaku seperti mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatanperbuatannya, mencari umpan balik tentang perbuatannya, memilih resiko yang
moderat atau sedang dalam perbuatannya, dan berusaha melakukan sesuatu dengan
cara-cara baru dan kreatif.
Status sosial ekonomi keluarga tentulah juga mempunyai peranan yang tidak
kalah pentingnya terhadap perkembangan anak-anak. Apabila kita pikirkan, bahwa
dengan adanya perekonomian yang cukup, lingkungan material yang dihadapi anak di
dalam keluarganya itu lebih luas, ia mendapat kesempatan yang lebih luas untuk
mengembangkan bermacam-macam kecakapan yang tidak dapat ia kembangkan
apabila tidak ada prasarananya (Gerungan, 2004).
Oleh sebab itu selain motivasi berprestasi yang mempengaruhi prestasi belajar
seorang siswa, ternyata status sosial ekonomi seperti yang dikatakan oleh Gerungan
55
dan Gunarsa di atas juga dapat mempengaruhi prestasi belajar yang didapatkan oleh
seorang siswa. Indikator dari status sosial ekonomi yang dimaksud dalam penelitan
ini adalah luas lantai hunian, jenis lantai hunian, fasilitas air bersih, fasilitas
jamban/WC, kepemilikan aset, konsumsi lauk-pauk dalam seminggu, dan
kemampuan membeli pakaian minimal satu stel.
Karena itu peneliti tertarik untuk mendapatkan gambaran informasi lebih
lanjut pada penelitian mengenai apakah ada hubungan antara motivasi berprestasi
dengan prestasi belajar pada siswa. Selain itu apakah ada hubungan antara status
sosial ekonomi dengan prestasi belajar pada siswa. Sedangkan untuk menunjukkan
kuatnya hubungan antara dua variabel bebas secara bersamaan dengan satu variabel
terikat, peneliti ingin mengetahui adakah hubungan antara motivasi berprestasi dan
status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bekasi.
56
Gambar 2.1
STATUS SOSIAL EKONOMI:
MOTIVASI BERPRESTASI:
1. Mengambil tanggung jawab
pribadi atas perbuatanperbuatannya.
1. Luas lantai hunian.
2. Mencari umpan balik
tentang perbuatannya.
3. Fasilitas air bersih.
2. Jenis lantai hunian.
4. Fasilitas jamban/WC.
3. Memilih resiko yang
moderat atau sedang dalam
perbuatannya.
5. Kepemilikan aset
6. Konsumsi lauk-pauk dalam
seminggu.
4. Berusaha melakukan
sesuatu dengan cara-cara
baru dan kreatif.
7. Kemampuan membeli
pakaian minimal 1 stel.
PRESTASI BELAJAR SISWA
(di lihat dari nilai)
2.5
Hipotesis
Ha1:
Ada hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan prestasi
belajar siswa di SMA Negeri 6 Bekasi.
Ha2:
Ada hubungan yang signifikan antara status sosial ekonomi dengan prestasi
belajar siswa di SMA Negeri 6 Bekasi.
Ha3:
Ada hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dan status sosial
ekonomi dengan prestasi belajar siswa di SMA Negeri 6 Bekasi.
57
Ho1:
Tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan
prestasi belajar siswa di SMA Negeri 6 Bekasi.
Ho2:
Tidak ada hubungan yang signifikan antara status sosial ekonomi dengan
prestasi belajar siswa di SMA Negeri 6 Bekasi.
Ho3:
Tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dan status
sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa di SMA Negeri 6 Bekasi.
58
BAB 3
METODE PENELITIAN
Untuk menguji hipotesis yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, pada bab ini
akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian tentang hubungan
antara motivasi berprestasi dan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa
SMA Negeri 6 Bekasi. Bab tiga ini terdiri dari jenis dan metode penelitian, variabel
penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, uji instrument, prosedur
penelitian, dan teknik analisa data.
3.1
Jenis dan Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif karena analisis data akhir
berbentuk angka atau yang diangkakan (scoring) (Mansoer, 2009). Adapun metode
penelitian yang digunakan adalah korelasional, yang bertujuan untuk mendeteksi
sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada
satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Suryabrata, 1998). Hal
ini sesuai dengan tujuan peneliti pada penelitian ini, yaitu untuk mendapatkan
59
informasi mengenai hubungan antara motivasi berprestasi dan status sosial ekonomi
dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bekasi.
3.2
Variabel Penelitian
3.2.1
Identifikasi variabel
Suryabrata (1998) mendefinisikan variabel penelitian sebagai segala sesuatu
yang akan menjadi objek penelitian, dapat pula dikatakan sebagai faktor-faktor yang
berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Dalam penelitian ini terdapat
tiga jenis variabel, yang menjadi variabel bebas (independent variable) adalah
motivasi berprestasi (X1) dan status sosial ekonomi (X2). Sedangkan yang menjadi
variabel terikat (dependent variable) adalah prestasi belajar (Y).
3.2.2 Definisi konseptual & operasional variabel penelitian
3.2.2.1 Definisi konseptual variabel penelitian
Definisi konseptual adalah pernyataan yang dapat mengartikan atau memberi
makna suatu istilah atau konsep tertentu, atau gambaran penuh isi dari arti yang
dibawa oleh konsep atau istilah tertentu (Masoer, 2009). Adapun definisi konseptual
dari variabel-variabel penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
60
1. Prestasi belajar. Prestasi belajar yaitu, hasil yang dicapai oleh seseorang
dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport (Purwanto,
1992).
2. Motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi adalah keinginan untuk meraih
sukses melalui usaha/tenaga sendiri dan juga tanggung jawab sendiri serta
menghasilkan kebanggaan (McClelland, dalam Shaleh, 2006).
3. Status sosial ekonomi. Status sosial ekonomi merupakan suatu kedudukan
yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang kepada posisi tertentu
di dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula dengan
seperangkat hak dan kewajiban yang harus dimainkan oleh si pembawa status
(Mansoer, 2009).
3.2.2.2 Definisi operasional variabel penelitian
Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang
didefinisikan yang dapat diamati (diobservasi), sehingga apa yang dilakukan oleh
peneliti terbuka untuk diuji kembali oleh orang lain (Mansoer, 2009). Adapun definisi
operasional dari variabel-variabel penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Prestasi belajar. Prestasi belajar yang dimaksud pada penelitian ini
merupakan tingkat keberhasilan seorang siswa dalam mempelajari materi
61
pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai setelah mengalami proses
belajar mengajar, yang hasilnya dapat dilihat dalam raport.
2. Motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi yang dimaksud adalah skor yang
didapat dari skala motivasi berprestasi yang meliputi, mengambil tanggung
jawab pribadi atas perbuatan-perbuatannya, mencari umpan balik tentang
perbuatannya, memilih resiko yang moderat atau sedang dalam perbuatannya,
dan berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif.
3. Status sosial ekonomi. Status sosial ekonomi adalah skor yang didapat dari
angket yang berisi gambaran suatu keadaan posisi ataupun keadaan yang
ditempati individu berkenaan dengan luas lantai hunian, jenis lantai hunian,
fasilitas air bersih, fasilitas jamban/WC, kepemilikan aset, konsumsi laukpauk dalam seminggu, dan kemampuan membeli pakaian minimal satu stel.
3.3
Populasi dan Sampel
3.3.1
Populasi dan sampel
Menurut Hasan (2002) populasi adalah totalitas dari semua objek atau
individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti.
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 6 Bekasi, kelas
XI dengan jumlah siswa sebanyak 432 siswa. Jumlah kelas XI yang ada di sekolah
62
tersebut sebanyak sembilan kelas, yaitu XI IPA 1, XI IPA 2, XI IPA 3, XI IPA 4, XI
IPA 5, XI IPA 6, XI IPS 1, XI IPS 2 dan XI IPS 3.
Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara
tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap yang bisa
mewakili populasi (Hasan, 2002). Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI
SMA Negeri 6 Bekasi, dengan jumlah 156 orang siswa, yang telah dipilih dengan
menggunakan teknik pengambilan sampel yang telah dilakukan.
3.3.2
Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
cluster random sampling, yaitu teknik memilih sebuah sampel dari kelompokkelompok unit-unit yang kecil, atau cluster secara acak (Nazir, 2005). Pengambilan
acak dalam penelitian ini maksudnya adalah dari sembilan kelas XI yang ada di
sekolah tersebut, setelah diadakan teknik pengambilan secara cluster random
sampling, pada akhirnya yang terpilih adalah empat kelas dari sembilan kelas yang
ada, yaitu di kelas XI IPS 3, XI IPA 2, XI IPA 5 dan XI IPA 6. Masing-masing kelas
diambil 100% sedangkan kelas yang tidak terpilih dijadikan untuk try out.
63
3.4
Pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi yang
relevan adalah dengan menggunakan skala. Skala adalah suatu perangkat symbol atau
angka-angka dalam bentuk simbol atau angka yang ditetapkan menurut aturan
individu (atau tingkahlaku mereka) di mana skala diterapkan, penetapan dinyatakan
melalui pemilikan individu skala apa saja yang dianggap perlu diukur (Sevilla, 2006).
Dalam penelitian ini digunakan dua skala, yaitu: skala motivasi berprestasi
dan skala status sosial ekonomi. Skala tersebut diberikan kepada subyek yang
berisikan pernyataan-pernyataan yang harus dijawab dengan memilih salah satu
jawaban yang tersedia sesuai dengan diri subjek.
Model skala yang dipakai adalah model skala Likert. Pernyataan pendapat
disajikan kepada responden yang memberikan indikasi pernyataan setuju atau tidak
setuju (Sevilla, 2006). Subjek yang diteliti akan memilih salah satu dari empat
alternatif jawaban yang telah disediakan untuk menggambarkan tentang dirinya.
1. Skala motivasi berprestasi
Untuk mengukur motivasi berprestasi, peneliti membuat skala berdasarkan
aspek dari motivasi berprestasi, yang hasilnya dapat dilihat dari beberapa ciri perilaku
seperti mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatan-perbuatannya, mencari
umpan balik tentang perbuatannya, memilih resiko yang moderat atau sedang dalam
perbuatannya, dan berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif.
64
Pada skala ini akan ditampilkan pernyataan yang bersifat mendukung
(favorable) dan tidak mendukung (unfavorable). Empat alternatif pilihan jawaban
dilakukan untuk menghindari posisi tengah yang menyebabkan subyek cenderung
untuk menempati dirinya pada posisi tersebut. Adapun penilaian pada keempat
alternatif jawaban tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1
Tabel Penilaian Skala Likert
Alternatif
Favorable
Unfavorable
Sangat Sesuai (SS)
4
1
Sesuai (S)
3
2
Tidak Sesuai (TS)
2
3
Sangat tidak Sesuai (STS)
1
4
Dalam skala ini terdapat 70 aitem yang terdiri dari 35 aitem favorable dan 35
aitem unfavorable. Distribusi penyebaran aitem pada skala motivasi berprestasi ini
dapat dilihat melalui tabel 3.2 sebagai berikut:
65
Tabel 3.2
Blue Print Skala Motivasi Berprestasi (Try Out)
Jumlah
No.
Aspek
Favorable
Unfavorable
Item
1.
Mengambil tanggung jawab
pribadi atas perbuatanperbuatannya.
1, 11, 21, 31,
41, 51, 61
10, 20, 30,
40, 50, 60, 70
14
2.
Mencari umpan balik
tentang perbuatannya.
2, 5, 12, 15,
22, 25, 32,
42, 52, 62,
6, 9, 16, 19,
26, 29, 39,
49, 59, 69
20
3.
4.
Memilih resiko yang
moderat atau sedang dalam
perbuatannya.
Berusaha melakukan
sesuatu dengan cara-cara
baru dan kreatif.
TOTAL
3, 13, 23, 33, 8, 18, 28, 36,
35, 43, 53, 63 38, 48, 58, 68
16
4, 14, 24, 34,
44, 45, 54,
55, 64, 65
7, 17, 27, 37,
46, 47, 56,
57, 66, 67
20
35
35
70
Setelah melakukan try out terdapat 20 aitem yang gugur, sehingga aitem yang
tersisa adalah sebanyak 50. Seperti dijelaskan dalam tabel berikut ini:
66
Tabel 3.3
Blue Print Skala Motivasi Berprestasi (Field Test)
Jumlah
No.
Aspek
Favorable
Unfavorable
Aitem
1.
2.
3.
4.
Mengambil tanggung jawab
pribadi atas perbuatanperbuatannya.
Mencari umpan balik
tentang perbuatannya.
Memilih resiko yang
moderat atau sedang dalam
perbuatannya.
Berusaha melakukan
sesuatu dengan cara-cara
baru dan kreatif.
TOTAL
1, 11, 21, 31,
41, 61
10, 20, 30,
40, 50, 60, 70
13
12, 15, 22,
25, 32, 42
6, 9, 16, 19,
26, 29, 39, 49
14
13, 23, 33,
35, 43, 53
8, 18, 28, 48,
68
11
14, 24, 44,
54, 55, 65
7, 27, 37, 47,
57, 67
12
24
26
50
2. Skala status sosial ekonomi
Skala untuk mengukur status sosial ekonomi keluarga siswa, peneliti
menggunakan indikator berdasarkan data yang dibuat oleh Badan Pusat Statistik
(BPS), dengan indikator : luas lantai hunian, jenis lantai hunian, fasilitas air bersih,
fasilitas jamban/WC, kepemilikan aset, konsumsi lauk-pauk dalam seminggu, dan
kemampuan membeli pakaian minimal satu stel. Pada skala ini akan ditampilkan
pertanyaan beserta pilihan jawaban yang mempunyai skor nilai 0 sampai 1. Semakin
tinggi jumlah skor total yang dimiliki oleh subyek, menunjukkan bahwa subyek
tersebut mempunyai status sosial ekonomi yang rendah dan sebaliknya. Adapun
penilaian pada kedua alternatif jawaban tersebut adalah sebagai berikut :
67
Tabel 3.4
Tabel Penilaian Skala Likert
Alternative Pilihan Jawaban
Skor
A
0
B
1
Distribusi penyebaran aitem pada skala status sosial ekonomi ini dapat dilihat
melalui tabel 3.5 sebagai berikut:
Tabel 3.5
Blue Print Skala Status Sosial Ekonomi
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
3.5
Indikator
Luas lantai hunian
Jenis lantai hunian
Fasilitas air bersih
Fasilitas jamban/WC
Kepemilikan asset
Konsumsi lauk pauk dalam seminggu
Kemampuan membeli pakaian minimal 1 stel
TOTAL
Jumlah Aitem
1
1
1
1
1
1
1
7
Uji alat ukur penelitian
Sebelum penelitian ini dilaksanakan peneliti melakukan uji instrumen kepada
120 orang siswa yang berbeda dengan sampel untuk penelitian yang sesungguhnya.
Uji instrumen ini dilaksanakan dengan tujuan:
a. Mengetahui tingkat validitas instrumen
68
b. Mengetahui tingkat reliabilitas instrumen yang digunakan untuk mengatur
tingkat reliabilitas dari aitem tersebut maka digunakan teknik Alpha
Cronbach.
Suatu penelitian ilmiah harus menggunakan uji skala yang melibatkan dua
kriteria, yaitu: valid dan reliabel, oleh sebab itu dalam sub bab ini akan diuraikan
lebih dalam mengenai dua kriteria tersebut untuk skala motivasi berprestasi dan skala
status sosial ekonomi.
3.5.1
Uji Validitas
Validitas adalah derajat ketepatan suatu alat ukur tentang pokok isi atau arti
sebenarnya yang diukur (Sevilla, 2006). Kata sebenarnya mengandung arti
pertanyaan tentang reliabilitas yang membuat penjelasan lebih kompleks bila tidak
diperdebatkan. Validitas berkenaan dengan keterkaitan data yang diperoleh dengan
sifat variabel yang diteliti. Secara singkat, sifat variabel menjadi tujuan dari
pengukuran. Dalam hal ini sifat variabel yang menjadi tujuan mengenai data yang
akhirnya akan dikumpulkan.
Dalam penelitian try out yang telah dilakukan sebelumnya, dari 70 aitem yang
terdapat pada skala motivasi berprestasi diketeahui hanya 50 aitem yang valid,
sedangkan sisanya sebanyak 20 aitem dinyatakan gugur, karena skor validitas dari
kedua puluh aitem yang gugur tersebut kurang dari 0,3.
69
3.5.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas biasanya didefinisikan sebagai konsistensi dari tes. Konsistensi
hanyalah merupakan salah satu aspek dari reliabilitas. Ketelitian atau akurasi adalah
hal lain. Definisi reliatbilitas yang lebih komprehensif adalah derajat ketepatan dan
ketelitian atau akurasi yang ditunjukkan oleh alat ukur penulis (Sevilla, 2006). Hasil
penelitian try out yang telah dilakukan didapatkan hasil alpha sebesar 0,9276 yang
terdapat pada skala motivasi berprestasi.
3.6
Prosedur Penelitian
3.6.1 Tahap persiapan
Tahap persiapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1.
Dimulai dengan perumusan masalah yang akan diteliti.
2.
Menentukan variabel yang akan diteliti.
3.
Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan landasan teori yang tepat
mengenai variabel penelitian.
4.
Menentukan subjek penelitian.
5.
Persiapan alat pengumpulan data dengan menentukan dan menyusun alat
ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa model skala
70
Likert yang terdiri dari skala motivasi berprestasi dan skala status sosial
ekonomi.
3.6.2 Tahap uji coba alat ukur
1. Melakukan uji coba terhadap alat ukur yang telah dibuat. Uji coba dilakukan
pada tanggal 28 Juli 2010 di SMA Negeri 6 Bekasi dengan jumlah sampel
sebanyak 120 siswa.
2. Memilih aitem-aitem dari skala yang valid dan reliabel.
3. Memilih dan menyusun kembali aitem-aitem yang valid dan reliabel untuk
dijadikan alat ukur siap pakai dalam penelitian ini .
3.6.3 Tahap pelaksanaan
Setelah instrumen yang akan digunakan siap, maka sesuai dengan kesepakatan
yang telah dibuat, peneliti mengadakan penelitian pada tanggal 5 Agustus 2010,
bertempat di SMA Negeri 6 Bekasi, dengan jumlah sampel sebanyak 156 siswa.
Proses tahapan pelaksanaannya adalah:
1. Memilih subjek penelitian menggunakan cluster random sampling.
2. Membagikan kuesioner kepada subjek penelitian.
3. Memberikan penjelasan singkat mengenai cara mengisi kuesioner dan
memberikan kesempatan kepada subjek untuk bertanya.
71
4. Memberi waktu kepada subjek untuk mengisi kuesioner yang telah diisi
untuk menghindari kesalahan atau ketidak lengkapan dalam pengisian.
5. Mengambil data prestasi dari nilai pelajaran sebanyak 17 mata pelajaran
yang didapat dari raport sampel kelas X semester II.
3.7
Teknik Analisis Data
Analisis data penelitian diarahkan untuk menguji hipotesis yang diajukan,
apakah sesuai atau tidak dengan tujuan penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini akan
diuji melalui hipotesis statistik Ho atau hipotesis nihil. Hipotesis nihil (Ho) yang
pertama menyatakan “Tidak ada hubungan antara motivasi berprestasi dengan
prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bekasi”. Hipotesis nihil (Ho) yang kedua
berbunyi “Tidak ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan prestasi belajar
siswa SMA Negeri 6 Bekasi”. Hipotesis nihil (Ho) ketiga berbunyi “Tidak ada
hubungan antara motivasi berprestasi dan status sosial ekonomi dengan prestasi
belajar siswa SMA Negeri 6 Bekasi”.
Metode statistik yang digunakan untuk uji hipotesis antara variabel motivasi
berprestasi dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bekasi menggunakan teknik
uji Spearman, hal ini karena data yang ada dalam bentuk ordinal. Sedangkan, untuk
uji hipotesis antara variabel status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa SMA
Negeri 6 Bekasi menggunakan teknik uji korelasi kontingensi dengan menggunakan
formula chi square.
72
Sedangkan untuk menunjukkan kuatnya hubungan antara dua variabel bebas
secara bersamaan dengan satu variabel terikat, di mana dalam penelitian ini adalah
antara motivasi berprestasi dan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa
SMA Negeri 6 Bekasi digunakan teknik uji korelasi kontingensi dengan
menggunakan formula chi square.
Setelah dihitung nilai korelasi antara motivasi berprestasi, status sosial
ekonomi dan prestasi siswa, kemudian dilakukan penghitungan nilai R Square untuk
melihat seberapa besar sumbangsih kedua variabel independen terhadap variabel
dependen, dengan menggunakan uji penghitungan uji persamaan regresi linier.
Metode statistik yang digunakan untuk melakukan analisis data dilakukan
dengan bantuan program SPSS versi 11.00 for windows dan program SPSS versi
17.00 for windows.
73
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1.
Gambaran Umum Responden
4.1.1. Karakteristik umum responden
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 6 Bekasi dengan melibatkan 156 responden
dari kelas XI, yang terdiri dari 66 orang siswa laki-laki (42%) dan 90 orang siswa
perempuan (58%). Responden yang berada di kelas XI IPS 3 berjumlah 46 siswa
(29%), di kelas XI IPA 2 berjumlah 45 siswa (29%), di kelas XI IPA 5 berjumlah 39
siswa (25%) dan di kelas XI IPA 6 berjumlah 26 siswa (17%). Pada Tabel 4.1. akan
menggambarkan karakteristik responden yang terdiri dari jenis kelamin dan
penyebaran kelas siswa.
Tabel 4.1.
Karakteristik
Kelas XI
Total
Karakteristik Responden
Frekuensi
Jumlah
Pria
Wanita
Persentase
IPS 3
22
24
46
29%
IPA 2
18
27
45
29%
IPA 5
15
24
39
25%
IPA 6
11
15
26
17%
66
90
156
100,00%
74
Berdasarkan rentang usia, responden penelitian ini memiliki rentang usia 15 17 tahun, dengan rincian responden yang baru berusia 15 tahun berjumlah 44 siswa
(28%), responden yang telah berusia 16 tahun berjumlah 106 siswa (68%), dan
mereka yang telah berusia 17 tahun berjumlah enam orang (4%).
4.1.2
Deskripsi data
4.1.2.1 Kategori skor motivasi berprestasi
Kategori skor motivasi berprestasi yang dipergunakan adalah dua kategori
tinggi dan rendah. Untuk mengetahui kategori skor motivasi berprestasi
responden dipergunakan formula seperti ditampilkan pada Tabel 4.2. Hasil
penghitungan kategorinya juga disajikan pada tabel yang sama.
Tabel 4.2.
Kategori Skor Motivasi Berprestasi
Kategori
Frekuensi
%
Tinggi
>M
72
46%
Rendah
<M
84
54%
156
100%
Jumlah
Skor Mean yang terdapat di tabel sebesar 149.7949, dengan standard deviasi
sebesar 13.63379. Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa responden yang
75
memiliki motivasi berprestasi rendah lebih banyak sebesar 84 responden (54%) dari
responden yang memiliki motivasi berprestasi tinggi atau sebesar 72 respoden (46%).
4.1.2.2 Kategori status sosial ekonomi
Kategori skor status sosial ekonomi responden mengacu pada instrumen yang
dipergunakan pada sensus kemiskinan yang dilaksanakan di Provinsi DKI
Jakarta pada tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik (BPS, 2008), bertujuan
untuk mengetahui rumah tangga mana yang tergolong ke dalam suatu rumah
tangga miskin atau tidak. Instrumen tersebut mengukur tujuh aitem
kemiskinan rumah tangga, yaitu:
1.
Luas lantai hunian kurang dari 8 m2 per anggota rumah tangga.
2.
Jenis lantai hunian sebagian besar tanah atau lainnya.
3.
Fasilitas air bersih.
4.
Fasilitas jamban/WC.
5.
Kepemilikan aset (kursi tamu).
6.
Konsumsi lauk-pauk dalam seminggu.
7.
Kemampuan membeli pakaian minimal satu stel dalam setahun untuk
setiap anggota rumah tangga.
Setiap aitem memiliki dua pilihan jawaban A dan B. Pilihan jawaban A
mengacu pada jawaban yang mencirikan ketidakmiskinan, sedangkan pilihan jawaban
B mengacu pada jawaban yang mencirikan kemiskinan. Skor terkecil setiap aitem
76
adalah nol (0) dan terbesar satu (1). Skor satu (1) mengacu kepada sifat-sifat yang
mencirikan kemiskinan dan skor nol (0) mengacu kepada sifat-sifat yang mencirikan
ketidakmiskinan. Suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga miskin
apabila memiliki minimal tiga ciri/variabel dari tujuh variabel kemiskinan rumah
tangga tersebut. Kategori terbagi menjadi dua kelompok; kurang mampu dan mampu.
Hasil kategorisasi status sosial ekonomi responden ditampilkan pada Tabel 4.3.
berikut:
Tabel 4.3.
Kategori Status Sosial Ekonomi
Kategori
Frekuensi
%
Kurang Mampu
25
16%
Mampu
131
84%
Jumlah
156
100%
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa mayoritas responden sebesar 131
(84%) termasuk ke dalam kategori keluarga mampu dan hanya 25 responden (16%)
termasuk kategori kurang mampu.
4.1.2.3 Kategori prestasi
Kategori skor prestasi responden yang dipergunakan adalah 2 kategori tinggi
dan rendah. Untuk mengetahui kategori skor prestasi responden dipergunakan
formula seperti ditampilkan pada Tabel 4.4. di bawah ini. Hasil penghitungan
kategorinya juga disajikan pada tabel yang sama.
77
Tabel 4.4.
Kategori
Kategori Prestasi
Frekuensi
%
Tinggi
>M
71
46%
Rendah
<M
85
54%
156
100%
Jumlah
Skor Mean yang terdapat di tabel sebesar 1273.8205, dengan standard deviasi
sebesar 50.57648. Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa sebagian besar
responden sebanyak 85 (54%) memiliki tingkat prestasi rendah, sementara responden
yang memiliki tingkat prestasi tinggi sebanyak 71 (46%).
4.2.
Pengujian Hipotesis
4.2.1. Hubungan antara motivasi berprestasi dengan prestasi belajar siswa
SMA Negeri 6 Bekasi
Teknik uji Spearman dipergunakan untuk menguji korelasi antara variabel
motivasi berprestasi dan prestasi belajar siswa. Pada Tabel 4.5. diperlihatkan ringkasan
hasil penghitungan uji korelasi.
78
Tabel 4.5.
Hasil Penghitungan Uji Korelasi Antara Motivasi Berprestasi
dan Prestasi Belajar Siswa
r (N = 156
rhi
0.238
α = 5% & 1%)
0.159 & 0.210
Keputusan
Tolak H0
Dari tabel tersebut diketahui bahwa nilai r hitung yang didapat adalah sebesar
0.238. Sementara nilai r hitung yang dihasilkan, dengan N 156 pada taraf signifikansi
5% dan 1% adalah sebesar 0.159 dan 0.210. Karena nilai r hitung yang didapat > nilai
r tabel, baik pada taraf signifikansi 5% maupun 1%, maka hipotesis nihil yang
menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi
berprestasi dan prestasi belajar siswa ditolak. Dengan demikian, hipotesis alternatif
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi
berprestasi dan prestasi belajar siswa diterima.
Arah korelasi yang dihasilkan adalah positif, yang bermakna bahwa semakin
tinggi motivasi untuk berprestasi yang dimiliki seorang siswa, akan diikuti dengan
meningkatnya prestasi yang diraihnya.
79
4.2.2. Hubungan antara status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa
SMA Negeri 6 Bekasi
Selanjutnya ingin diketahui hubungan antara status sosial ekonomi dengan
prestasi belajar siswa yang diraih responden. Untuk menguji hubungan ini peneliti
mengajukan hipotesis bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status
sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa. Dengan hipotesis alternatif terdapat
hubungan yang signifikan antara status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa.
Teknik uji yang dipergunakan adalah teknik uji korelasi kontingensi dengan
menggunakan formula chi square.
Pada Tabel 4.6. diperlihatkan kategori prestasi belajar siswa yang dominan
berdasarkan status sosial ekonomi responden. Dari tabel tersebut terlihat bahwa pada
siswa dengan status sosial ekonomi mampu, tingkat prestasi yang rendah (47,4%)
lebih banyak dari yang memiliki tingkat prestasi tinggi (36,5%). Sementara pada
siswa dari status sosial ekonomi kurang mampu, mereka yang memiliki tingkat
prestasi tinggi (9,0%) lebih banyak dari tingkat yang memiliki prestasi rendah (7,1%).
80
Tabel 4.6.
Status Sosial Ekonomi yang Dominan Berdasarkan Prestasi Belajar Siswa
Kategori Status Sosial Ekonomi
Kategori Prestasi
Kurang
Mampu
%
Mampu
%
Tinggi
14
9.0%
57
36.5%
Rendah
11
7.1%
74
47.4%
Total
25
16.0%
131
84.0%
Untuk menguji signifikansi hubungan antara status sosial ekonomi dan
prestasi belajar siswa, data diuji menggunakan teknik chi square. Hasil
penghitungannya diperlihatkan pada Tabel 4.7. Pada tabel tersebut tampak bahwa
nilai chi square hitung yang didapat adalah sebesar 1.320. Sedangkan nilai chi square
tabel pada taraf kepercayaan 95% dengan derajat kebebasan (df ; degree of freedom)
satu (1) sebesar 3.841. Hipotesis nihil dapat diterima jika nilai χ2 hitung < χ2 tabel.
Tabel 4.7.
Hasil Penghitungan Uji Korelasi
Status Sosial Ekonomi dan Prestasi Belajar Siswa
χ2hi
χ2 (df = 1 ; α = 5%)
Keputusan
1.320
3.841
Terima H0
81
Karena nilai chi square hitung yang didapat (1.320) < nilai chi square table
(3.841), dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara status sosial ekonomi dan prestasi belajar siswa diterima.
4.2.3. Hubungan antara motivasi berprestasi dan status sosial ekonomi dengan
prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bekasi
Kemudian ingin diketahui hubungan antara motivasi berprestasi dan status
sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa. Untuk menguji hubungan ini
dipergunakan teknik uji regresi.
Pada Tabel 4.8. diperlihatkan bahwa variabel motivasi berprestasi dan
variabel status sosial ekonomi secara bersama-sama tidak mempengaruhi prestasi
belajar siswa. Dengan proporsi varian (R2) sebesar 6.3 %, hal ini berarti bahwa
variabel motivasi berprestasi dan status sosial ekonomi memberikan sumbangan
perubahan sebesar 6.3% terhadap variabel prestasi belajar siswa. Dengan demikian
terdapat 93.7% variabel lain selain motivasi berprestasi dan status sosial ekonomi
yang dapat memberikan sumbangan perubahan terhadap prestasi belajar.
82
Tabel 4.8.
Model Summary
Model
R
.250a
1
Adjusted R
Square
R Square
.063
Std. Error of the
Estimate
.050
14.12325
a. Predictors: (Constant), SSE, MB
Setelah dilakukan penghitungan nilai R Square variebel independen,
kemudian dilakukan uji persamaan garis regresi untuk melihat apakah persamaan
regresi yang dipergunakan dalam penghitungan ini dapat dipergunakan. Hasil
penghitungannya disajikan dalam Tabel 4.9. berikut:
Tabel 4.9.
ANOVAb
Model
1
Sum of Squares
Regression
df
Mean Square
2037.616
2
1018.808
Residual
30518.319
153
199.466
Total
32555.935
155
a. Predictors: (Constant), SSE, MB
b. Dependent Variable: DV
83
F
5.108
Sig.
.007a
Hasil penghitungan uji persamaan garis regresi dihasilkan nilai f hitung
sebesar 5.108. Sementara nilai probabilitas hitung yang didapat adalah sebesar 0.007.
Karena p value (0.007) < 0.05 maka persamaan regresi yang dipergunakan dapat
diterapkan dalam analisis data. Hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan antara
motivasi berprestasi dan status sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa.
Kemudian dilakukan penghitungan nilai koefisien variabel independen untuk
melihat signifikansi pengaruh variabel motivasi berprestasi dan status sosial ekonomi
terhadap variabel prestasi belajar siswa. Hasil penghitungannya ditampilkan pada
tabel 4.10 berikut:
Tabel 4.10.
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Std. Error
32.101
7.386
MB
.239
.078
SSE
.123
.124
Standardized
Coefficients
Beta
T
Sig.
4.346
.000
.239
3.052
.003
.078
.993
.322
a. Dependent Variable: DV
Hasil penghitungan nilai koefisien variabel independen didapat nilai t hitung
sebesar 3.052 pada variabel motivasi berprestasi dengan p value sebesar 0.002.
Sementara nilai t hitung variabel status sosial ekonomi sebesar 0.993 dengan p value
84
0.322. Karena p value yang didapat pada variabel motivasi berprestasi (0.03) < 0.05
dan p value status sosial ekonomi (0.322) > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa
variabel motivasi berprestasi memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap
prestasi belajar siswa sementara variabel status sosial ekonomi tidak memberikan
pengaruh yang signifikan.
Namun demikian, peneliti menganalisis juga besarnya proporsi varian dari
prestasi belajar siswa yang merupakan sumbangan dari variabel motivasi berprestasi
dan status sosial ekonomi, hal ini dilakukan dengan menghitung pertambahan
proporsi varian setiap kali IV baru dimasukkan dalam persamaan. Bertambahnya R2
(R2 change) ini dapat dilihat pada tabel 4.11 di bawah ini.
Tabel 4.11.
Proporsi Varian oleh Masing-masing Independen Variabel
IV
X1
X12
TOTAL
R2
0.057
0.063
R2 change
0.057
0.006
0.063
Keterangan:
X1
: Motivasi berprestasi
X2
: Status sosial ekonomi
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa variabel motivasi berprestasi
memberi sumbangan sebesar 5.7% terhadap prestasi belajar siswa. Dan status sosial
ekonomi memeberi sumbangan sebesar 0.6% terhadap prestasi belajar siswa.
85
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini akan dijelaskan kesimpulan, diskusi dan saran dari penelitian.
5.1
Kesimpulan
Kesimpulan pada penelitian ini adalah:
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dan prestasi
belajar siswa. Diketahui bahwa nilai r hitung yang didapat adalah sebesar
0.238. Sementara nilai r hitung yang dihasilkan, dengan N 156 pada taraf
signifikansi 5% dan 1% adalah sebesar 0.159 dan 0.210. Karena nilai r hitung
yang didapat (0.238) > nilai r tabel (0.159 & 0.210), baik pada taraf
signifikansi 5% maupun 1%, maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dan
prestasi belajar ditolak. Dengan demikian, hipotesis alternatif yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi
berprestasi dan prestasi belajar diterima. Hal ini berarti semakin tinggi
motivasi untuk berprestasi yang dimiliki seorang siswa, akan diikuti dengan
meningkatnya prestasi yang diraihnya.
86
2. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status sosial ekonomi dan
prestasi belajar siswa. Karena nilai chi square hitung yang didapat 1.320 <
3.841 pada nilai chi square tabel, dengan demikian hipotesis yang
menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status
sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa diterima.
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dan status
sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa. Karena nilai probabilitas hitung
yang didapat adalah sebesar 0.007 < 0.05. Proporsi varian (R2) sebesar 6.3 %,
hal ini berarti bahwa variabel motivasi berprestasi dan status sosial ekonomi
memberikan sumbangan perubahan sebesar 6.3% terhadap variabel prestasi
belajar siswa. Dengan perincian bahwa variabel motivasi berprestasi memberi
sumbangan sebesar 5.7% terhadap prestasi belajar siswa. Dan status sosial
ekonomi memberi sumbangan sebesar 0.6% terhadap prestasi belajar siswa.
Dengan demikian terdapat 93.7% variabel lain selain motivasi berprestasi dan
status sosial ekonomi yang dapat memberikan sumbangan perubahan
terhadap prestasi belajar yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hasil
penghitungan nilai koefisien variabel independen didapat nilai t hitung
sebesar 3.052 pada variabel motivasi berprestasi dengan p value sebesar
0.002. Sementara nilai t hitung variabel status sosial ekonomi sebesar 0.993
dengan p value 0.322. Karena p value yang didapat pada variabel motivasi
berprestasi (0.03) < 0.05 dan p value status sosial ekonomi (0.322) > 0.05,
87
maka dapat disimpulkan bahwa variabel motivasi berprestasi memberikan
pengaruh yang cukup signifikan terhadap prestasi belajar siswa sementara
variabel status sosial ekonomi tidak memberikan pengaruh yang signifikan.
5.2
Diskusi
Berdasarkan kesimpulan di atas, bahwa antara motivasi berprestasi dengan
prestasi belajar siswa terdapat hubungan positif yang signifikan. Hal tersebut berarti
bahwa siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dalam dirinya akan
mendapatkan prestasi belajar yang tinggi pula, karena siswa yang mempunyai
motivasi berprestasi yang tinggi mempunyai sikap atau kecenderungan untuk
memperjuangkan kesuksesan atau memperoleh hasil yang sangat didambakan,
melibatkan diri dalam tugas-tugas yang diberikan, berusaha mengatasi rintanganrintangan dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjaan sulit secara tepat (McClelland,
dalam Shaleh 2006).
Penelitian yang berhubungan dengan studi tentang motivasi berprestasi dan
hasil belajar matematika siswa di SMA juga pernah dilakukan sebelumnya oleh
Herman (2007), dengan hasil bahwa motivasi berprestasi siswa mempunyai hubungan
yang signifikan terhadap hasil belajar matematika siswa dengan koefesien korelasi r =
0,884 dan determinasi sebesar r² = 0,781. Ini berarti 78% hasil belajar matematika
siswa dipengaruhi oleh faktor motivasi berprestasi siswa.
88
Sedangkan status sosial ekonomi tidak mempunyai hubungan yang signifikan
dengan prestasi belajar siswa. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Ahmadi
(1991), anak yang lahir dalam keluarga yang miskin, kebutuhan-kebutuhan yang
bersifat materiil tidak terpenuhi. Kalaupun terpenuhi hanya secara minimal. Kedua
orang tuanya bekerja keras agar kebutuhan keluarga terpenuhi. Bahkan anak-anak
membantu pekerjaan orang tuanya. Orang tua (ayah dan ibu) karena terlalu sibuk
mencari nafkah perhatian terhadap anaknya akan berkurang karena keadaan memaksa
demikian. Tetapi di sisi lain, anak sudah dibiasakan bekerja di rumah karena terpaksa.
Oleh karena itu dalam hal keterampilan kerja anak dari keluarga miskin unggul
daripada anak dari keluarga kaya, sehingga ia tidak canggung lagi menerima tugastugas pekerjaan. Perhatian orang tuanya, keutuhan keluarga dan sebagainya.
Semua kebutuhan materiil terpenuhi tetapi kebutuhan akan perhatian orang
tua yang berupa kasih sayang tidak terpenuhi akan menimbulkan ketidak seimbangan.
Mungkin anak akan lari ke pergaulan bebas sebagai protes atas kurangnya kasih
sayang. Hal ini terjadi misalnya bila kedua orang tua terlalu sibuk sehingga tidak
sempat mengurusi anak-anaknya. Jadi keluarga kaya belum tentu menjamin prestasi
yang baik bagi anak-anaknya. Ini berarti bahwa siswa dari keluarga yang memiliki
status sosial ekonomi yang kurang mampu tidak menutup kemungkinan mempunyai
prestasi yang sama baiknya atau lebih baik dibandingkan dengan siswa dari keluarga
yang memiliki status sosial ekonomi mampu.
89
Terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dan status
sosial ekonomi dengan prestasi belajar siswa, dengan nilai probabilitas hitung yang
didapat adalah sebesar 0.007 < 0.05. Proporsi varian (R2) sebesar 6.3 %, hal ini
berarti bahwa variabel motivasi berprestasi dan status sosial ekonomi memberikan
sumbangan perubahan sebesar 6.3% terhadap variabel prestasi belajar siswa. Dengan
perincian bahwa variabel motivasi berprestasi memberi sumbangan sebesar 5.7%
terhadap prestasi belajar siswa. Dan status sosial ekonomi memberi sumbangan
sebesar 0.6% terhadap prestasi belajar siswa. Dengan demikian terdapat 93.7%
variabel lain selain motivasi berprestasi dan status sosial ekonomi yang dapat
memberikan sumbangan perubahan terhadap prestasi belajar yang tidak diteliti dalam
penelitian ini.
5.3
Saran
Berdasarkan penulisan penelitian ini, peneliti menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Untuk itu, dari peneliti ada beberapa saran
untuk bahan pertimbangan sebagai penyempurnaan peneliti selanjutnya yang terkait
dengan penelitian serupa, yaitu berupa saran teoritis dan saran praktis.
90
5.3.1 Saran teoritis:
1.
Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian di sekolah
yang mempunyai keragaman heterogenitas status sosial ekonomi yang lebih
banyak dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.
2.
Pada penelitian selanjutnya dapat meneliti variabel-variabel lain selain
motivasi berprestasi dan status sosial ekonomi yang memiliki sumbangan
yang lebih besar kepada prestasi belajar, misalnya self efficacy, self regulated
learning, dan lain-lain.
5.3.2
1.
Saran praktis:
Untuk para guru sebagai tenaga pendidik, diharapkan untuk meningkatkan
motivasi berprestasi para siswanya, misalnya dengan cara mengubah metode
pelajaran yang ada dengan lebih interaktif, sehingga siswa akan lebih tertarik
untuk mengikuti pelajaran di kelas dan bisa termotivasi lagi dalam berprestasi,
dengan demikian juga akan meningkatkan prestasi siswa.
2.
Untuk para orang tua, diharapkan untuk meningkatkan motivasi berprestasi
bagi anak dengan cara lebih memberikan perhatian yang berhubungan dengan
akademiknya. Karena perhatian dan kasih sayang dari orang tua, menjadi
salah satu hal yang terpenting bagi anak untuk meningkatkan motivasi
berprestasi.
91
DAFTAR PUSTAKA
Abror, A. R. (1993). Psikologi pendidikan. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya
Ahmadi, A. (1991). Ilmu sosial dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta
Ahmadi, A. & W. Supriyono. (1991). Psikologi belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta
Asnawi, S. (2007). Teori motivasi dalam pendekatan psikologi industri dan
organisasi. Jakarta : Studia Press
Azwar, S. (2002). Tes prestasi fungsi pengembangan pengukuran prestasi belajar.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Badan Pusat Statistik. (2008). Analisis dan penghitungan tingkat kemiskinan tahun
2008. Jakarta: CV Nario Sari
Badan Pusat Statistik. (2008). Data dan informasi kemiskinan Tahun 2008 Buku 2:
Kabupaten. Jakarta: CV Nario Sari
Badan Pusat Statistik, (2007). Pengeluaran untuk konsumsi penduduk Indonesia
2007. Jakarta: CV Sukorejo Bersinar
Dermawansyah, F. (2006). Hubungan antara tingkat sosial ekonomi keluarga dengan
prestasi belajar siswa di Madrasah Ibtida’iyah Negeri Cengkareng Timur –
Jakarta Barat. Skripsi. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta
Djamarah, S. B. (2002). Psikologi belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Gani, H. A. (1999). Motivasi berprestasi siswa SLTA di Sulawesi Selatan. Jurnal
Teknologi Pembelajaran: Teori dan Penelitian. tahun 7. No. 1 33 – 44
92
Gerungan, W.A. (2004). Psikologi sosial. Bandung: PT Refika Aditama
Gunarsa, S. D. dan Y. Singgih D. G. (1983). Psikologi perkembangan anak dan
remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia
Hariyono. (2004). Studi tentang pengaruh motivasi berprestasi dan cara belajar
terhadap prestasi belajar siswa. Jurnal Cakrawala Pendidikan. Vol. 6 No. 1
77 – 84
Herman. (2007). Studi tentang motivasi berprestasi dan hasil belajar matematika
siswa di SMA. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari, Jambi. Vol. 7 No. 1
31 – 42
Hasan, M. I. (2002). Pokok-pokok materi metodologi penelitian & aplikasinya.
Jakarta: Ghalia Indonesia
Kadar, S. (2008). Hubungan antara kemampuan awal matematika dan motivasi
berprestasi dengan hasil belajar matematika mahasiswa semester I program
Studi Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Dr Soetomo
Surabaya. Laporan Penelitian Dosen Muda No. 247/SP2H/DP2M/III/2008
Mansoer, M. (2009). Statistik sosial. Ciputat: Ushul Press
Munandar, A. S. (2001). Psikologi industri dan organisasi. Tangerang: Universitas
Indonesia – Press
Mussen, P. H. (1963). Child development and personality. Second Edition. USA:
Incorporated
Nasution, S. (1995). Sosiologi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Nazir, M. (2005). Metode penelitian. Ciawi: Perpustakaan Nasional
93
Pintrich, P. R & D. H. Shucnk. (2008). Motivation in education. New Jersey: Pearson
Education
Purwanto, M. N. (1992). Psikologi pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Ridwan, M. (2010). Hubungan motif berprestasi dengan kepercayaan diri pada atlet
bola basket peserta liga bola basket mahasiswa regional Jakarta. Skripsi.
Fakultas Psikologi UIN Jakarta
Santrock, J. W. (2009). Educational psychology. Psikologi Pendidikan. Diana
Angelica (terj.). Edisi Ketiga. Jakarta: Salemba Humanika
Santrock, J. W. (2008). Psikologi pendidikan. Psikologi Pendidikan. Tri Wibowo B.
S (terj.). Edisi kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Sevilla, C. G. (2006). Pengantar metode penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia
(UI-Press)
Shaleh, A. R. dan Y.F. Nisa. (2006). Psikologi dan industri. Ciputat: Lembaga
Pendidikan UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press
Shofa, L. (2008). Implikasi status sosial ekonomi otang tua terhadap motivasi belajar
siswa di SMP Islam Ruhama Cireundeu–Ciputat. Skripsi. Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta
Sobur, A. (2003). Psikologi umum. Bandung: CV Pustaka Setia
Suryabrata, S. (1998). Metodologi penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Winkel, W. S. (1996). Psikologi pengajaran. Jakarta: PT. Grasindo
94
No.
Pernyataan
1.
Saya senantiasa menyelesaikan tugas sekolah tanpa putus asa.
2.
Saya lebih suka mengisi waktu luang saya dengan memepelajari
sesuatu yang bisa mengembangkan kreativitas daripada melakukan
rekreasi.
3.
Saya cenderung bertindak kreatif untuk menyelesaikan tugas.
4.
Bagi saya kreatifitas itu sangatlah penting.
5.
Saya tidak suka menciptakan cara-cara baru, dalam menyelesaikan soal
latihan.
6.
Saya malas menanyakan tentang materi pelajaran yang belum saya
pahami.
7.
Saya malas untuk mencapai nilai yang baik sebab diperlukan
ketekunan belajar yang tinggi.
8.
Saya tidak suka menyelesai-kan tugas sekolah hingga larut malam.
9.
Saya malas mengetahui berapa nilai yang saya dapatkan.
10. Saya malas mengerjakan tugas sekolah yang menjadi tanggung jawab
saya sendiri.
11. Walau banyak kegiatan, saya tetap mengerjakan tugas sekolah hingga
selesai.
12. Hal pertama yang saya lakukan bila mengalami kegagalan adalah
introspeksi.
13. Saya perlu memperhitungkan resiko yang akan saya hadapi dalam
setiap mengerjakan tugas.
14. Dalam setiap menyelesaikan tugas sekolah, saya senang mencari cara
baru untuk menyelesaikannya.
15. Belajar dari berbagai sumber buku merupakan cara saya agar dapat
mencapai nilai yang lebih baik lagi dari sebelumnya.
16. Saya tidak biasa mengoreksi ulang tugas yang saya kerjakan.
17. Apabila saya diberi tugas oleh guru, maka saya akan berusaha keras
dalam menyelesaikannya secepat mungkin.
18. Tugas-tugas yang sulit, mem-buat saya kurang bersema-ngat untuk
mengerjakannya.
19. Saya malas mencoba untuk mengerjakan tugas yang sama, bila saya
mengalami kegagalan.
20. Saya suka mengulur-ngulur waktu dalam mengerjakan tugas sekolah.
21. Sesulit apapun tugas yang dibebankan kepada saya, saya tetap
berusaha untuk menyelesaikannya.
22. Saya suka memperbaiki cara belajar saya yang kurang baik.
23. Materi pelajaran sekolah yang menantang membuat saya senang untuk
mengerjakannya.
24. Saya mengerjakan soal dengan menggunakan gagasan-gagasan baru
untuk menyelesaikannya.
25. Tugas yang telah saya kerjakan, mendapatkan nilai yang baik oleh
guru saya.
26. Nilai dalam proses belajar, bukanlah hal yang penting untuk saya.
SS
S
TS
STS
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
Saya malas bekerja keras dalam mengerjakan tugas yang
membutuhkan penyele-saian secara kreatif.
Saya malas dengan materi pelajaran yang menantang kemampuan
saya.
Saya tidak suka mendengarkan kritikan atau masukan dari guru atau
orang lain mengenai tugas yang saya kerjakan.
Dalam menyelesaikan tugas sekolah, saya selalu dibantu oleh orang
lain.
Saya adalah siswa yang bertanggung jawab terhadap tugas sekolah
saya.
Jika guru ataupun orang lain memberikan kritik terhadap tugas yang
saya kerjakan, saya secepatnya akan mengadakan perbaikan.
Dalam bertindak biasanya saya mempertimbangkan benar dan
salahnya tindakan tersebut.
Saya tidak suka melakukan eksperimen dalam menyelesaikan tugas
sekolah.
Tugas-tugas berat yang saya hadapi, membuat saya lebih termotivasi
lagi untuk belajar lebih giat.
Merencanakan sesuatu dengan detail hanya akan menyita waktu saya
saja.
Saya lebih menyukai mengerjakan tugas yang biasa saya lakukan
daripada mencoba sesuatu yang baru.
Bagi saya meninggalkan tugas sekolah untuk keperluan keluarga
merupakan hal yang biasa.
Malas untuk saya berusaha meraih prestasi sekolah.
Tugas sekolah yang menumpuk lebih baik saya biarkan saja.
Saya tidak akan meninggalkan tugas, sebelum saya berhasil
menyelesaikannya.
Saya termasuk seseorang yang bisa menerima pendapat / masukan dari
orang lain.
Saya berani menanggung resiko atas setiap materi pelajaran yang saya
pelajari.
Saya lebih menyukai soal-soal sekolah yang membutuhkan
penyelesaian secara kreatif.
Mengerjakan tugas yang menantang, bagi saya merupakan kesempatan
untuk lebih berprestasi lagi.
Saya malas menyelesaikan tugas sekolah yang dibebankan kepada
saya.
Menurut saya, di dalam proses belajar mengajar tidak penting
menciptakan metode-metode yang baru.
Saya suka ragu dalam mengambil keputusan.
Saya mengerjakan tugas sekolah dengan baik, dengan maksud untuk
mendapatkan hadiah ataupun pujian dari orang lain.
Saya menyalahkan orang lain, jika hasil tugas sekolah yang saya
lakukan salah.
1.
Besar rumah kamu adalah:
> 8 m2
a.
2.
b. < 8 m2
Lantai di rumah kamu sebagian besar adalah:
a.
Lantai dengan marmer, keramik dsb
b.
Lantai tidak berkeramik
3.
Apakah di rumah kamu tersedia fasilitas air
bersih:
a.
Iya, selalu tersedia
b. Kadang-kadang
tersedia
4.
Ketersediaan jamban atau WC di rumah kamu:
a.
Ada dan banyak jumlahnya
5.
b. Tidak ada
Di rumah kamu terdapat kursi khusus tamu:
a.
Ada, dan khusus hanya untuk menerima tamu
b.
Tidak ada, karena bergabung dengan kursi untuk
menonton TV (kumpul keluarga)
6.
Apakah menu makanan yang dihidangkan di
rumahmu setiap minggunya bervariasi:
a.
Iya, selalu bervariasi
b. Tidak juga
7.
Dalam setahun minimal anggota keluarga kamu
pasti membeli satu stel pakaian baru:
a.
Iya, seluruh anggota keluarga
b.
Iya, tetapi hanya sebagian anggota keluarga saja
☺ TERIMAKASIH UNTUK PARTISIPASI TEMAN2 ☺
Correlations
Descriptive Statistics
Mean
Std. Deviation
N
DV
50.1058
14.49270
156
MB
49.9958
14.49890
156
Correlations
DV
DV
MB
Pearson Correlation
.238**
1
Sig. (2-tailed)
.003
N
MB
Pearson Correlation
156
156
.238**
1
Sig. (2-tailed)
.003
N
156
156
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Regression
Variables Entered/Removed
Model
1
Variables
Variables
Entered
Removed
SSE, MBa
Method
. Enter
a. All requested variables entered.
Model Summary
Model
1
R
.250a
R Square
.063
a. Predictors: (Constant), SSE, MB
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.050
14.12325
Model Summary
Change Statistics
R Square
Model
Change
1
F Change
.063
df1
5.108
df2
2
Sig. F Change
153
.007
ANOVAb
Model
1
Sum of Squares
Regression
df
Mean Square
2037.616
2
1018.808
Residual
30518.319
153
199.466
Total
32555.935
155
F
Sig.
5.108
.007a
a. Predictors: (Constant), SSE, MB
b. Dependent Variable: DV
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Std. Error
32.101
7.386
MB
.239
.078
SSE
.123
.124
a. Dependent Variable: DV
Coefficients
Beta
t
Sig.
4.346
.000
.239
3.052
.003
.078
.993
.322
Coefficient Correlationsa
Model
1
SSE
Correlations
Covariances
MB
SSE
1.000
.015
MB
.015
1.000
SSE
.015
.000
MB
.000
.006
a. Dependent Variable: DV
Regression
Variables Entered/Removedb
Variables
Variables
Entered
Removed
Model
1
MBa
Method
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: DV
Model Summary
Model
1
R
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square
.238a
.057
.050
14.12264
a. Predictors: (Constant), MB
Model Summary
Change Statistics
R Square
Model
1
Change
F Change
.057
9.229
df1
df2
1
Sig. F Change
154
.003
ANOVAb
Model
1
Sum of Squares
Regression
df
Mean Square
1840.783
1
1840.783
Residual
30715.152
154
199.449
Total
32555.935
155
F
Sig.
9.229
.003a
a. Predictors: (Constant), MB
b. Dependent Variable: DV
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
(Constant)
MB
a. Dependent Variable: DV
Std. Error
38.223
4.072
.238
.078
Coefficients
Beta
t
.238
Sig.
9.387
.000
3.038
.003
Surat Pengisian Angket
Data Responden
Skala Motivasi Berprestasi
Skala Status Sosial Ekonomi
Output Try Out Skala Motivasi Berprestasi
Output Field Test
Data Mentah Status Sosial Ekonomi
Data Mentah Motivasi Berprestasi
Data Mentah Prestasi Belajar Siswa
Surat Permohonan Izin Penelitan
95
106
117
96
107
118
97
108
119
98
109
120
99
110
121
100
111
122
101
112
123
102
113
124
103
114
125
104
115
126
105
116
127
x
Download