KAJIAN KRIMINOLOGI TERHADAP PARADIGMA MANUSIA DALAM

advertisement
KAJIAN KRIMINOLOGI TERHADAP PARADIGMA MANUSIA DALAM
MENANGANI KEJAHATAN PEMBUNUHAN DI KABUPATEN MAJALENGKA
Riky Pribadi,S.H.,M.H.1
ABSTRAK
Pada tanggal 14 April 2015 di temukan mayat pria tanpa identitas ditemukan
ditengah sawah pria itu tewas dengan leher tergorok. Selain itu, di bagian matanya terdapat
luka tusukan benda tajam. Saat ditemukan, korban mengenakan celana jeans warna biru dan
kaus oblong warna hijau. Usianya diperkirakan 25 tahun. Korban diduga meninggal 20 jam
lalu sebelum ditemukan warga Blok Kalujuran Desa Cieurih Kecamatan Maja Kabupaten
Majalengka Jawa Barat dan tanggal 9 November 2015 sekitar pukul 06.00 WIB di lahan
kosong berumput samping Komplek Jatiwangi Square Desa Sutawangi Kecamatan Jatiwangi
Kabupaten Majalengka. Ada laporan temuan mayat dalam kondisi terlentang dan leher
tergorok. Berdasarkan uraian tersebut apa yang menjadi manfaat kriminologi, paradigma
manusia dan upaya manusia agar kejahatan pembunuhan tidak terjadi.
Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini ialah kajian pendekatan
yuridis normatif yang di antaranya adalah inventarisasi Hukum Positif, menemukan Asas
Hukum, menemukan Hukum in concreto, Filsafat Hukum, Perbandingan Hukum dan Sejarah
Hukum. Data penelitian pada dasarnya berasal dari studi kepustakaan maupun dari hasil
observasi, tanpa menggunakan statistik yang diperoleh berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan dan pasal-pasal yang berhubungan dengan kajian kriminologi terhadap
paradigma manusia dalam menangani kejahatan pembunuhan di Kabupaten Majalengka.
Hasil penelitian mewawancarai bapak Nendi Rusnendi, S.H. sebagai Hakim
Pengadilan Negeri Majalengka, mewawancarai bapak Wahyu Heri Purnama,S.H.,M.H
sebagai Penuntut Umum Pengadilan Negeri Majalengka, mewawancarai mahasiswa bukan
mahasiswa fakultas hukum tentang kasus pembunuhan di Kabupaten Majalengka dan
mewawancarai guru, mekanik, tukang ojeg dan buruh di Kabupaten Majalengka.
Diperlukannya sosialisasi tentang kriminologi kepada masyarakat di Kabupaten Majalengka.
Jalinan kerjasama yang lebih baik lagi dan efektif di antara manusia di lingkungan
masyarakat dan kepolisian terutama dalam dalam pencarian alat bukti dari kasus tersebut.
Sehingga pelaku dapat didakwa dengan sanksi hukuman yang berat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Kata Kunci : Kriminologi, Paradigma Manusia, dan Pembunuhan.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Media masa cenderung aktif menginspirasi orang dalam melakukan kejahatan.
Pelaku kriminalitas cenderung meniru praktik kejahatan lainnya melalui media massa.
Indikasinya adalah munculnya gejala kemiripan kasus-kasus kriminalitas yang
menonjol pada tahun 2015.
Berdasarkan catatan penelitian dan pengembangan dalam media masa Pikiran
Rakyat, Radar Majalengka, Tribun Jabar, Berita Satu.com dan Sindonews.com, sejak
bulan Januari hinga Desember 2015 terjadi 3 kasus pembunuhan di Kabupaten
Majalengka.
Pada tanggal 14 April 2015 di temukan mayat pria tanpa identitas ditemukan
ditengah sawah pria itu tewas dengan leher tergorok. Selain itu, di bagian matanya
1
Dosen Fakultas Hukum Universitas Majalengka.
terdapat luka tusukan benda tajam. Saat ditemukan, korban mengenakan celana jeans
warna biru dan kaus oblong warna hijau. Usianya diperkirakan 25 tahun. Korban
diduga meninggal 20 jam lalu sebelum ditemukan warga Blok Kalujuran Desa Cieurih
Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka Jawa Barat dan tanggal 9 November 2015
sekitar pukul 06.00 WIB di lahan kosong berumput samping Komplek Jatiwangi
Square Desa Sutawangi Kecamatan Jatiwangi Kabupaten Majalengka. Ada laporan
temuan mayat dalam kondisi terlentang dan leher tergorok. Namun dengan demikian,
mayat korban sudah teridentifikasi dari bagian tubuh dan ciri-ciri lain dari korban,
sebelum adanya pengakuan dari pelaku yang berhasil ditangkap polisi beberapa hari
kemudian. Kejahatan pembunuhan yang telah dilakukan oleh para pelaku akhirnya
terbongkar oleh penyidik dari tim Jatantras Polres Majalengka. Motif pembunuhan yang
dilakukan oleh Jaenal Abidin, Ahmad Juhdi dan Ade Ruhyat karena menginginkan sepeda
motor korban. Sehingga pelaku membunuh korban dan mencuri sepeda motor korban.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia masalah kejahatan pembunuhan
sudah diatur. Supaya pelaku dapat di hukum maka para penyidik dan penegak hukum hanya
bisa menerapkan pasal-pasal yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) yang memiliki unsur-unsur pembunuhan. Sehingga para penyidik dan penegak hukum
selama ini masih menerapkan Pasal 365 Ayat (3) dan (4) KUHP, Pasal 338 KUHP diancam
dengan pidana penjara lima belas tahun bagi barang siapa yang dengan sengaja menghilangkan
jiwa orang lain dihukum karena dood slag, Pasal 339 KUHP diancam dengan pidana penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun dan Pasal 340 KUHP
diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu,
paling lama dua puluh tahun.
Unsur yang diperlukan untuk memenuhi pasal-pasal tersebut ialah bahwa perbuatan tersebut
mengakibatkan kematian orang lain itu dilakukan dengan sengaja. Kesengajaan itu harus pula
terjadi dengan segera, artinya antara niat dan perbuatan waktunya tidak demikian jauh sehingga
tidak ada kesempatan untuk memikirkan cara-cara pelaksanaan pembunuhan. Apabila jarak
waktu itu tersedia sedemikian rupa sehingga memberikan kesempatan bagi pemikiran yang
matang tentang cara pelaksanaan pembunuhan. Dalam Pasal 340 KUHP dapat dilaksanakan
apabila adanya waktu yang tersedia dalam melakukan perbuatan tindak pidana pembunuan
yang direncanakan, maka pelaku pembunuhan akan dikenakan pasal tersebut diatas karena
adanya unsur direncanakan oleh pelaku sebelum melakukan pembunuhan. Dalam Ilmu
Kriminologi hal-hal tersebut dapat dipelajari karena merupakan motif dari pembunuhan yang
dilakukan oleh pelaku kejahatan pembunuhan.
Dalam berbagai literatur kepustakaan, krimonologi pertama kalinya diberi nama oleh PAUL
TOPINARD (1830-1911), ia adalah seorang antropolog perancis, menurutnya Krimonologi
berasal dari kata “Crimen” (Kejahatan/Penjahat), dan “Logos” (Ilmu Pengetahuan), apabila
dilihat dari istilah tersebut, maka krimonologi adalah Ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang Kejahatan.2
Bahwa Kriminologi bukan mempelajarkan cara berbuat kejahatan melainkan sebaliknya
sebagai ilmu yang mempelajari kejahatan dalam rangka untuk menanggulanginya. Sutherland
dan Cressey dalam “Principles of Crimonology” mengemukakan : Crimonology is the body of
knowledge regarding crime as a social phenomenon yaitu merupakan pengetahuan dari
berbagai ilmu yang mempelajari kejahatan sebagai gejala sosial. Jadi
Krimonologi dari kalimat diatas mengandung pengertian sebagai berikut : 3
a. Krimonologi merupakan ilmu pengetahuan dari berbagai Ilmu, bahwa krimonologi tidak
seperti ilmu-ilmu tersendiri yang memiliki sistem khas dan secara tegas dapat dipisahkan
dengan disiplin ilmu lainnya, misalnya ilmu kedokteran, ilmu alam ilmu hukum, ilmu
ekonomi, sedangkan krimonologi merupakan the body of knowledge, yaitu himpunan dari
2
3
Yesmil Anwar dan Adang, Kriminologi, 2010, Bandung, PT Refika Aditama, Cetakan Kesatu, hlm. 2.
Edwin H. Sutherland and Donald R. Cressey Principles of Criminology, New York : Lippincot Company, 1974, hlm. 3.
berbagai ilmu yang berkaitan secara erat dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan lainnya,
bahkan mengaplikasikan sumbangan segi praktis dari beberapa ilmu pengetahuan.
b. Krimonologi mempelajari “kejahatan” yang mana kejahatan dilihatnya sebagai gejala sosial
atau suatu gejala dalam pergaulan hidup manusia, yang menyangkut pribadi individu dan
masyarakatnya yang sekaligus juga merupakan masalah sosial. Yang mana kejahatan
tersebut dilihatnya sebagai salah satu peri kelakuan manusia, di tengah kehidupan bersama
yang tentunya memiliki ciri-ciri untuk dibedakan dengan perbuatan manusia lainnya yang
bukan merupakan kejahatan. Apa yang dianggap kejahatan oleh masyarakat, belum tentu
merupakan kejahatan pada masyarakat lainnya (antar negara). Bahkan pengertian kejahatan
dalam satu masyarakat tertentu dapat pula berubah (dalam pengertian hukum pidana,
peraturan pidana mengalami kriminalisasi dan deskriminalisasi). Yang jelas sebagai gejala
sosial sekaligus kejahatan adalah masalah sosial yaitu masalah ditengah masyarakat dimana
pelaku dan korbannya adalah anggota masyarakat juga.
B. Rumusan Masalah
1. Apa manfaat ilmu kriminologi dalam menangani kejahatan pembunuhan?
2. Mengapa paradigma manusia dalam menangani kejahatan pembunuhan berbeda ?
3. Bagaimana upaya manusia agar kejahatan pembunuhan tidak terjadi ?
II. PEMBAHASAN
Bahwa penelitian saya berdasarkan pancasila sila keempat yang berdasarkan kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
Selain tercantum dalam Pancasila, dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia 1945 merupakan dasar hukum dari suatu tindak pidana kejahatan terhadap nyawa.
Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yaitu : 4
“ Segala warga Negara bersamaan kedudukanya di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjungjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya”.
Dalam sistem hukum Indonesia, suatu perbuatan merupakan tindak pidana atau perilaku
melanggar hukum pidana hanyalah apabila suatu ketentuan pidana yang telah ada menentukan
bahwa perbuatan itu merupakan tindak pidana. Hal ini berkenaan dengan berlakunya asas legalitas
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP.
Pasal 1 ayat (1) KUHP tersebut, isinya yaitu : 5
“Tidak suatu perbuatan dapat dipidana kecuali berdasarkan aturan pidana dalam
perundang-undangan yang sebelum perbuatan itu dilakukan telah ada. Ketentuan
Pasal 1 ayat (1) KUHP tersebut memberikan jaminan bahwa seseorang tidak dapat
dituntut berdasarkan ketentuan undang-undang secara berlaku surut”.
Semangat Pasal 1 ayat (1) KUHP tersebut telah ditegaskan oleh Pasal 28-I ayat (1) UndangUndang Dasar Republik Indonesia 1945 dan dengan demikian memperoleh jaminan
konstitusional.
Lengkapnya bunyi Pasal 28-I ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
adalah sebagai berikut : 6
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun”.
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, asas legalitas itu dapat
dijumpai pula sebagaimana tertulis pada Pasal 6 ayat (1) undang-undang tersebut. Pasal 6 ayat (1)
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 lengkapnya berisi sebagai berikut:7
“Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan selain daripada yang
ditentukan oleh undang-undang.”
4
UUD 1945 dan Amandemennya, Bandung, FOKUSMEDIA, 2007, hlm.18
Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta, 2007, hlm. 3.
6 Sutan Remy Sjahdeini, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, 2007, Jakarta, Grafiti Pers, Cetakan
kedua, hlm. 26.
7 Sri Mulanto dkk. Kumpulan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana. Yogyakarta, ANDI OFFSET,
2005, hlm 230.
5
Menurut beberapa ahli hukum pidana, biasanya kejahatan ini terjadi tergantung pada
keadaan psikis si pelaku, dimana si pelaku cenderung mengalami gangguan kejiwaan, pada
pendapat lain ahli berpendapat bahwa kejahatan ini merupakan kejahatan susulan dari sebuah
kejahatan pembunuhan dengan maksud untuk menutupi kejahatan pembunuhan tersebut.
Namun, terlepas dari hal tersebut di atas, pembunuhan kerap sekali terjadi dilakukan oleh
orang-orang yang memang mengalami depresi dan gangguan kejiwaan. Dalam kurun waktu 1
tahun. Pada tahun 2015, telah terjadi 3 (tiga) kasus pembunuhan di Kabupaten Majalengka.
Apapun alasannya yang dikembangkan mengenai kejahatan pembunuhani, seharusnya pelaku
kejahatan ini dijerat dengan hukuman mati layaknya apa yang diatur dalam :
Muljatno, Pasal 340 KUHP berisi : 8
“Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang
lain, di ancam, karena pembunuhan dengan rencana ( moord ), dengan pidana
mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama
dua puluh tahun”.
Aparat penegak hukum diharapkan dapat berkerja dengan baik dan secepat mungkin dalam
menangani kejahatan pembunuhan. Mengingat bahwa pengaturan dan batasan pengertian
tentang kejahatan ini tidak dijelaskan secara spesifik dan tegas didalam Undang-undang Hukum
Pidana di Indonesia.
Dahulu dalam sistem penghukuman tidak dilakukan pengurangan demikian disebut
kumulasi (cumulatie) artinya pengumpulan hukuman setiap pelanggaran pidana. Pasal 65 dan 66
KUHP disebut menganut sistem kumulasi dan Pasal 70 KUHP disebut menganut sistem absorsi
yang dipertajam pelangaran dengan pelangaran disebut “kumulasi murni”. Dalam hal
pembunuhan dan penganiayaan sanksi hukum yang diberikan pada Concursus Realis diterapkan
sistem kumulasi diperlunak atau Absorsi dipertajam. Sebagai contoh dari Absorsi dipertajam
dalam Concursus Realis yaitu : Pembunuhan Pasal 338 KUHP, sanksi hukumannya 15 tahun
penjara. Penganiayaan Pasal 351 KUHP, sanksi hukumannya 7 tahun penjara. Dalam hal ini yang
dapat dijatuhkan ialah 15 tahun + [ 1/3 × 15 tahun ] = 20 tahun. Jadi di sini berlaku sistem
absorsi yang dipertajam. Untuk Concursus Realis berupa kejahatan yang diancam pidana pokok
tidak sejenis.
A. Kajian Kriminologi Dalam Menangani Kejahatan Pembunuhan
1. Sejarah Kriminologi
a. Zaman Kuno
Plato (427-347 S.M.) dalam bukunya Republiek telah mengemukakan bahwa emas, dan
manusia merupakan sumber kejahatan. Makin tinggi kekayaan dalam pandangan
manusia, makin merosot penghargaan terhadap kesusilaan. Dalam suatu negara yang
sebahagian besar rakyatnya berada dalam kemiskinan, pasti bersarang secara diam-diam
bajingan, tukang copet, dan penjahat lainnya. Dalam karya lainnya Plato mengemukakan:
jika dalam suatu masyarakat tidak terdapat orang miskin dan tidak ada pula orang kaya,
akan terdapat kesusilaan yang tinggi karena disitu tak akan ada rasa iri hati dan
kelaliman. Sedangkan pengarang Junani lain yaitu Aristoteles (384-322 S.M.)
mengemukakan bahwa kemiskinan menimbukan kejahatan dan pemberontakan. Kedua
pengarang ini berpengaruh dalam hukum pidana. Mereka mengemukakan bahwa
hukuman dijatuhkan bukan karena berbuat jahat, tetapi agar jangan berbuat jahat.
b. Zaman Abad Pertengahan
Thomas Van Aquino (1226-1274) mengemukakan pendapat bahwa kemiskinan dapat
menimbulkan kejahatan sedangkan orang kaya yang hidup bermewah-mewah akan
menjadi pencuri bila jatuh miskin. Kemiskinan biasanya memberi dorongan mencuri.
Yang menarik perhatian dari pengarang ini ialah summa theologica di mana
membenarkan pencurian bila keadaan terpaksa.
c. Permulaan Sejarah Baru (abad ke-16)
Zaman ini dapat dianggap zaman lahirnya kriminologi dalam arti sempit, karena pada
zaman ini Thomas More membahas hubungan kejahatan dengan masyarakat. Ahli hukum
ini mengarang sebuah roman sisialistis yang bersifat Utopis (1516). Dia mengeritik
8
Moeljatno, op. cit. hlm. 123.
pemerintah Inggris yang menghukum penjahat terlalu keras mengatakan kejahatan hanya
berkurang bila ada perbaikan hidup, bukan karena hukuman yang keras. Mengecam
susunan hukum pidana dimana berlaku hukuman mati untuk pencurian, tetapi setuju
bahwa penjahat harus menebus dosanya.
d. Dari revolusi perancis hingga tahun 30 abad 19
Ada tiga hal penting yang terjadi dalam kriminologi yaitu :
1) Perubahan dalam hukum pidana.
Perancis (1791) mengakhiri sistem hukum pidana lama. Code Penalnya disusun di
mana telah dirumuskan dengan tegas kejahatan, dan tiap manusia sama di muka
udang-undang. Hal ini berpengaruh ke negeri Belanda sehingga pada tahun 1809
diadakan “Het criminel wetboek voor het Koningkrijk Holland”. Juga Inggris
dipengaruhi oleh J. Bentham menyusun KUHP Pidana Inggris (1810). Keadaan
lembaga pemasyarakatan di Inggris sangat buruk tetapi di Nederland telah ada
reorientasi. Di Amerika diadakan perubahan yang radikal (1791) dalam lembaga
pemasyarakatan. Pada tahun 1823 di New York diadakan sistem Auburn. Perbaikan
ini belum menyeluruh, baru bersifat yuridis, suatu hal yang masih utopis ialah
mempersamakan semua penjahat. Hal ini masih mendapat perlawanan karena
penjahat berbuat jahat tidak sama, dan logis bila tidak dipersamakan. Iklim baru
benar-benar terjadi pada tahun 70 abad 19. Kriminologi memberi sumbangannya.
2) Sebab-sebab sosial dari kejahatan.
W. Gowin (1756 – 1836) menerangkan adanya hubungan susunan masyarakat dengan
kejahatan. Ch. Hall (1739 – 1819) mengkritik keadaan sosial yang pincang dari kaum
buruh sebagai akibat industrialisasi. Th. Hodsgskin (1787 – 1869), dan R. Owen
(1771 – 1858) memberi pandangan baru. R. Owen mengemukakan dalam bukunya
“The book of the new moral world (1844) mengatakan bahwa lingkungan yang
tidak baik membuat kelakuan seseorang menjadi jahat, dan lingkungan yang baik
sebaliknya. Timbullah somboyan: ubahlah keadaan masyarakat dan anggotaanggotanya akan berubah pula. Jika tiap orang dididik dengan baik serta cukup
untuk hidup, taraf moral akan naik dan hukuman tidak perlu.
3) Sebab-sebab psikiatri antropologis dari kejahatan
Pada masa ini orang gila masih diperlakukan seperti penjahat. Penjahat yang
mempunyai kemauan bebas (free will) sedang orang gila sebelumnya tidak memiliki
kemauan bebas untuk memilih perbuatan baik atau buruk, tetapi berkat lahirnya ilmu
psikiatrik mulailah ada perubahan. Dokter Perancis Ph. Pinel (1754 – 1826)
memperkenalkan ilmu baru ini. Hasilnya ditambahkannya dalam satu pasal Code
Penal yang berbunyi, “tidaklah terdapat suatu kejahatan apabila si terdakwah
berada dalam sakit jiwa”.
2. Pengertian Kriminologi
Dalam berbagai literatur kepustakaan, krimonologi pertama kalinya diberi nama oleh
PAUL TOPINARD (1830-1911), ia adalah seorang antropolog perancis, menurutnya
Krimonologi berasal dari kata “Crimen” (Kejahatan/Penjahat), dan “Logos” (Ilmu
Pengetahuan), apabila dilihat dari istilah tersebut, maka krimonologi adalah Ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang Kejahatan.
Bahwa Kriminologi bukan mempelajarkan cara berbuat kejahatan melainkan
sebaliknya sebagai ilmu yang mempelajari kejahatan dalam rangka untuk
menanggulanginya. Sutherland dan Cressey dalam “Principles of Crimonology”
mengemukakan : Crimonology is the body of knowledge regarding crime as a social
phenomenon yaitu merupakan pengetahuan dari berbagai ilmu yang mempelajari kejahatan
sebagai gejala sosial. Jadi Krimonologi dari kalimat diatas mengandung pengertian sebagai
berikut : 9
9
Edwin H. Sutherland and Donald R. Cressey Principles of Criminology, New York : Lippincot
Company, 1974, hlm. 3.
a. Krimonologi merupakan ilmu pengetahuan dari berbagai Ilmu, bahwa krimonologi tidak
seperti ilmu-ilmu tersendiri yang memiliki sistem khas dan secara tegas dapat dipisahkan
dengan disiplin ilmu lainnya, misalnya ilmu kedokteran, ilmu alam ilmu hukum, ilmu
ekonomi, sedangkan krimonologi merupakan the body of knowledge, yaitu himpunan
dari berbagai ilmu yang berkaitan secara erat dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan
lainnya, bahkan mengaplikasikan sumbangan segi praktis dari beberapa ilmu
pengetahuan.
b. Krimonologi mempelajari “kejahatan” yang mana kejahatan dilihatnya sebagai gejala
sosial atau suatu gejala dalam pergaulan hidup manusia, yang menyangkut pribadi
individu dan masyarakatnya yang sekaligus juga merupakan masalah sosial. Yang mana
kejahatan tersebut dilihatnya sebagai salah satu peri kelakuan manusia, di tengah
kehidupan bersama yang tentunya memiliki ciri-ciri untuk dibedakan dengan perbuatan
manusia lainnya yang bukan merupakan kejahatan. Apa yang dianggap kejahatan oleh
masyarakat, belum tentu merupakan kejahatan pada masyarakat lainnya (antar negara).
Bahkan pengertian kejahatan dalam satu masyarakat tertentu dapat pula berubah (dalam
pengertian hukum pidana, peraturan pidana mengalami kriminalisasi dan
deskriminalisasi). Yang jelas sebagai gejala sosial sekaligus kejahatan adalah masalah
sosial yaitu masalah ditengah masyarakat dimana pelaku dan korbannya adalah anggota
masyarakat juga.
3. Beberapa sarjana terkemuka memberikan definisi kriminologi sebagai berikut :10
a. Edwin H. Sutherland : Kriminologi adalah kumpulan pengetahuan yang membahas
kenakalan remaja dan kejahatan sebagai gejala sosial.
b. W.A. Bonger : Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala
kejahatan seluas-luasnya.
c. Stephan Hurwitz: Kriminolog adalah sebagai suatu istilah global atau umum untuk suatu
lapangan ilmu pengetahuan yang sedemikian luas dan beraneka ragam, sehingga tidak
mungkin dikuasai oleh seorang ahli saja.
d. Wilhem Sauer : Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang dilakukan
oleh individu dan bangsa-bangsa yang berbudaya, sehingga yang menjadi objek dalam
penelitian kriminologi adalah perbuatan individu, serta perbuatan/kejahatan.
e. J.M.Van Bemmelen : Kriminologi adalah suatu ilmu yang mencari sebab-sebab dari
kelakuan yang asusila.
f. Wolfgang dan Johonston : Kriminologi adalah kumpulan ilmu pengetahuan tentang
kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian tentang gejala
kejahatan dengan jalan mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keteranganketerangan, keseragaman-keseragaman, faktor-faktor kausal yang berhubungan dengan
kejahatan, pelaku kejahatan serta reaksi masyarakat terhadap keduanya.
4. Tujuan Kriminologi
a. Memberikan Petunjuk bagaimana masyarakat dapat memberantas kejahatan dengan hasil
yang baik dan lebih-lebih menghindarinya.
b. Mengantisipasi dan bereaksi terhadap semua kebijakan di lapang hukum pidana,
sehingga dengan demikian dapat dicegah kemungkinan timbulnya akibat-akibat yang
merugikan, baik segi si pelaku, korban, maupun masyarakat secara keseluruhan.
c. Mempelajari kejahatan, sehingga menjadi misi kriminologi .
d. Menjabarkan identiitas kriminalitas dan kausa kriminologisnya untuk dimanfaatkan
bagi perencanaan pembangunan sosial pada era pembangunan dewasa ini dan masa
mendatang.
5. Ruang Lingkup Kriminologi
Ilmuwan modern setelah Topinard yang memperkenalkan istilah Criminology,
diantaranya adalah Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cressey mengatakan bahwa
Krimonologi adalah “the body of knowledge regarding delinquency and crime as social
phenomenon. It icludes wthin its scope process of making law, the breaking of law and
10
Sthepen Hurwitz, Criminology, Bina Aksara, Jakarta 1986, hlm. 3.
reacting to word the breaking of law.” Dari pengertian diatas, bahwa yang termasuk ke
dalam pengertian Krimonologi adalah Proses pembentuan hukum, planggaran hukum, dan
reaksi terhadap para pelanggar hukum. Maka dengan demikian krimonologi tidak hanya
mempelajari bagaimana hukum itu berjalan.11
Kriminologi dalam pandangan Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cressey, dibagi
menjadi tiga cabang utama :12
a. Sosiologi Hukum ( Sociology of law ) Cabang Kriminologi ini merupakan analisis ilmiah
atas kondisi-kondisi berkembangannya hukum pidana. Dalam pandangan Sosiologi
Hukum, bahwa kejahatan itu dilarang dan diancam dengan suatu sanksi. Jadi yang
menentukan suatu perbuatan itu merupakan kejahatan adalah hukum;
b. Etiologi Kejahatan merupakan cabang Kriminologi yang mencari sebab musabab dari
kejahatan;
c. Penologi merupakan ilmu tentang hukuman akan tetapi Sutherland memasukan hak-hak
yang berhubungan dengan usaha pengendalian kejahatan baik represif (menekan,
mengekang, menahan atau menindas) maupun preventif (mencegah).
KRIMINOLOGI
Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cressey
SOSIOLOGI
HUKUM
ETIOLOGI
KEJHATAN
PENOLOGI
Kriminologi dalam pandangan Bonger membagi Kriminologi menjadi 3 (tiga) cabang,
yakni: 13
a. Criminal Antropologi, merupakan ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat
(Somatios) dan ilmu ini memberikan suatu jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat
dalam tubuhnya mempunyai tanda-tanda seperti apa, misalnya apakah ada hubungan
antara suku Bangsa dengan Kejahatan;
b. Criminal Sosiologi, ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat,
pokok utama dalam ilmu ini adalah sampai di mana letak sebab-sebab kejahatan dalam
masyarakat;
c. Criminal Psychology, ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari udut jiwanya.
6. Manfaat Kriminologi
Seperti ilmu pengetahuan lainnya kriminologi akan memberikan manfaat tertentu yang
sesuai dengan tujuan dan sasaran studinya yaitu effek positif bila kita memahami kejahatan
yang merupakan gejala sosial yang senantiasa terdapat pada masyarakat. Manfaat yang
dapat dipetik dari studi kriminologi dapat meliputi manfaat-manfaat : 14
a. Manfaat Pribadi
Seseorang yang memahami makna yang sebenarnya dari perbuatan manusia yang
dinamakan kejahatan (terjadinya kejahatan berhubungan dengan sebab-sebab seseorang
melakukan kejahatan yang mana setiap manusia tanpa kecuali dalam situasi dan kondisi
11
Menurut kami, Criminal Antropology merupakan “ilmu pengetahuan yang mempelajari ciri-ciri fisik
penjahat”, bidang ini dipelajari dalam suatu pengertian filosofis, sebagai contoh adalah berkembangnya gagasan
mengenai tanggung jawab pribadi manusia serta gagasan mengenai pilihan eksistensialisme.
12
Untuk memahami tentang Sosiologi hukum dalam mengkaji kejahatan dan perkembangan hukum pidana, disarankan
untuk membaca buku kami yang berjudul Pengantar Sosiologi Hukum, grasindo Persada, Jakarta.
13
Bidang ini mempelajari gejala kejiwaan dari si penjahat dan lingkungannya, sebab-sebab dari gejala-gejala
itu dan lebih jauh apakah arti hukum dan pembinaan pelanggar hukum terhadap mereka. Psikologi kriminal juga
meliputi deskripsi karier individu penjahat mencari kondisi-kondisi yang membuat orang melakukan perilaku
jahat. Menemukan metode-metode untuk mempengaruhinya
14
Wilhem Sauer, Kriminologi als raine und angewanddte Wissenchaft, Berlin, 1950.
tertentu dapat melakukan kejahatan) akan mendapat keinsapan, sehingga akan lebih
bijaksana menghadapi masalah kejahatan. Dengan demikian kriminologi dapat
diharapkan untuk berperan sebagai penghalus watak dan pribadi manusia. Untuk para
penegak hukum pengetahuan kriminologi akan memberi arti tersendiri, sehingga yang
bersangkutan akan lebih mampu meletakkan masalah kriminalitas yang dihadapi pada
proporsinya, untuk selanjutnya mengambil langkah-langkah yang lebih terarah untuk
menanggulanginya.
b. Manfaat Sosial
Pemahaman yang lebih mendalam mengenai kejahatan yang dapat diperoleh dari studi
kriminologi, akan memberi manfaat sosial, yang dapat terasa dalam usaha penegakan
hukum (law enforcement) dan usaha prevensi kejahatan dalam arti luas, sehingga
pengetahuan kriminologi mutlak diperlukan oleh setiap penegak hukum dan petugas
yang fungsi dan tugasnya berhubungan dengan penanganan masalah kejahatan seperti
petugas lembaga pemasyarakatan, pekerja sosial, pengacara dan lain-lain yang
kegiatannya langsung atau tidak langsung berpengaruh bagi usaha penanggulangan
kejahatan.
c. Manfaat Ilmiah
Kriminologi sebagai the body of knowledge yaitu ilmu yang memanfaatkan sumbangan
berbagai disiplin ilmu pengetahuan untuk pendekatan dan dalam studi kejahatan, maka
studi kriminologi akan membawa manfaat ilmiah yakni mengaplikasikan berbagai ilmu
pengetahuan, sehingga kriminologi akan pula mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan
lainnya yang dipergunakan dalam pendekatan terhadap kejahatan. Di samping bagi yang
mempelajari kriminologi akan mendapatkan tambahan pengetahuan, berupa ilmu-ilmu
yang berhubungan dan dimanfaatkan oleh kriminologi.
Dari ketiga manfaat tersebut di atas, dapat pula kita temui manfaat umum yang menjadi
tujuan studi kriminologi yaitu manfaat :
a. Manfaat dalam memelihara tata tertib hukum dan pentaatan hukum masyarakat dengan
upaya penanggulangan kejahatan dalam arti yang seluas-luasnya yang meliputi kegiatan
prevensi kejahatan, pengarahan produk hukum yang berwibawa serta mencerminkan
aspirasi masyarakat, mengarahkan sikap dan pandangan aspirasi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pengawasan kejahatan.
b. Manfaat dalam proses perencanaan pembangunan sosial, dimana dalam menyusun
rencana pembangunan telah diperhitungkan “kejahatan” sebagai salah satu faktor yang
akan berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan pembangunan.
B. Paradigma Manusia Dalam Menangani Kejahatan Pembunuhan
1. Penggunaan Istilah Paradigma
Paradigma dalam bahasa Inggris ‘paradigm’ dari Yunani ‘paradeigma’ dari para (di
samping, di sebelah) menurut Oxford English Dictionary, paradigm atau paradigma adalah
contoh atau pola. Akan tetapi di dalam komunitas ilmiah, paradigma dipahami sebagai
sesuatu yang lebih konseptual dan signifikan, meskipun bukan sesuatu yang tabu untuk
diperdebatkan.
Apakah paradigma itu ? menurut Gregory, paradigma adalah berbagai working
assumption, prosedur dan temuan yang secara rutin diterima atau diakui oleh sekelompok
scholar yang keseluruhannya mendefinisikan suatu pola aktivitas ilmiah/ilmu pengetahuan
yang stabil, sebaliknya pola ini pada gilirannya akan mendefinisikan komunitas yang
memakai paradigma tersebut.
Menurut Patton, paradigma adalah adalah suatu yang menjabarkan bagaimana dunia
ini dilihat/dipahami. Paradigma mengandung suatu cara melalui mana kompleksitas dunia
ini dipecah/dipilah agar mudah dimengerti. Secara umum paradigma menggariskan bagi
ilmu apa yang penting.
Menurut Thomas Kuhn, tidak ditemukan makna teknis apa yang disebut dengan
paradigma itu. Namun sesuai dengan pandangan yang dikembangkannya, paradigma selalu
berkaitan dengan revolusi keilmuan. Aktivitas yang terpisah-pisah dan tidak terorganisasi
yang mengawali pembentukan suatu ilmu akhirnya menjadi tersusun dan terarah pada saat
suatu paradigma tunggal telah dianut oleh suatu masyarakat ilmiah. Suatu paradigma terdiri
dari asumsi-asumsi teoretis yang umum dan hukum-hukum serta teknik-teknik untuk
penerapannya yang diterimaoleh para anggota suatu masyarakat ilmiah.
Konsep paradigma yang diperkenalkan oleh Kuhn itu kemudian dipopulerkan oleh
Robert Friedrichs dalam sosiologi. Konsep paradigma Kuhn lebih kepada sesuatu yang
bersifat ‘metateoretis’. Namun demikian, apabila ditelaah secara mendalam paling tidak ada
beberapa hal yang dapat diambil dari pandangan Kuhn yaitu :
a. Paradigma (pandangan) dilihat sebagai model, percontohan, representatif, tipikal,
karakteristik atau ilustrasi dari solusi permasalahan atau pencapaian dalam suatu bidang
ilmu pengetahuan. Pemahaman paradigma berkembang luas meliputi buku-buku klasik
di mana model atau percontohan yang telah diterima tersebut pertama kali muncul.
b. Paradigma tidak hanya terbentuk oleh teori-teori semata, tetapi merupakan semua unsur
praktik-praktik ilmiah/ilmu pengetahuan di dalam sejumlah bidang studi/penelitian yang
terspesialisasi. Paradigma akan menggariskan parameter-parameter penting mana yang
akan diukur, mendefinisikan standar ketetapan yang dibutuhkan, menunjukkan cara
bagaimana (hasil) observasi akan diinterpretasi, serta metode eksperimen mana yang
akan dipilih untuk diterapkan.
c. Makna paradigma meliputi keseluruhan koleksi, kelompok, kombinasi, panduan,
campuran dari komitmen yang diterima, diakui dan diyakini, dianut, dipegang, dipakai
atau diterapkan bersama oleh anggota-anggota komunitas ilmu pengetahuan tertentu.
Lebih luas, paradigma oleh Kuhn disebut sebagai disciplinary matrix, yakni sudut
pangkal, wadah, tempat, cetakan, sumber atau kandungan dari mana suatu disiplin ilmu
pengetahuan bermula. Bagi Kunh paradigma sebagai suatu disciplinary matrix
menempati posisi yang betul-betul sentral di dalam operasi kognitif dan komunitas
ilmiah tersebut.
2. Pengertian Manusia
Manusia secara bahasa disebut juga ‘insan’ yang dalam bahasa Arabnya berasal dari kata
‘nasiya’ berarti ‘lupa’ dan jika dilihat dari kata dasar ‘al-uns’ yang berarti ‘jinak’. Kata insan
dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa dan jinak artinya
manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru di sekitarnya.
Menurut tinjauan kefilsafatan, manusia adalah mahluk yang bertanya, dalam hal ini
manusia sebagai makhluk yang mempertanyakan dirinya sendiri dan keberadaannya. Dalam
hal ini manusia mulai tahu keberadaannya dan menyadiri bahwa dirinya adalah penanya.
Manusia terdiri dari jiwa dan tubuh yang keduanya dapat berdiri sendiri-sendiri. Jiwa berada
dalam tubuh seperti terkurung dalam penjara dan hanya kematian yang dapat melepaskan
belenggu tersebut.
Manusia menurut Paulo Freire adalah manusia merupakan satu-satunya yang memiliki
hubungan dengan dunia. Manusia berbeda dari hewan yang tidak memiliki sejarah dan
hidup dalam masa kini yang kental, yang mempunyai kontak tidak kritis dengan dunia, yang
hanya berada dalam dunia. Manusia dibedakan dari hewan dikarenakan kemampuannya
untuk melakukan refleksi yang menjadikan makhluk berelasi dikarenakan kapasitasnya
untuk meyampaikan hubungan dengan dunia.
Sedangkan menurut Fichte manusia secara prinsipil adalah makhluk yang bersifat moral
yang di dalamnya mengandung suatu usaha. Di sinilah manusia perlu meneriama dunia di
luar dirinya. Sikap seperti ini dapat menjadikan manusia menyadari dirinya sendiri dan
usaha untuk membatasi dirinya sendiri dari masyarakat luas.
3. Hakikat Manusia
Hakikat manusia harus dilihat pada tahapannya, nafs, keakuan diri, ego, dimana pada
tahap ini semua unsur membentuk keakuan diri yang aktual, dalam perbuatan dan amalnya.
Secara substansi dan moral manusia lebih jelek dari pada iblis, tetapi secara konseptual
manusia lebih baik karena manusia memiliki kemampuan kreatif. Tahap nafs hakikat
manusia ditentukan oleh amal, karya dan perbuatannya, sedangkan pada tauhid hakikat
manusia dan fungsinya, manusia sebagai abd dan khalifah dan kesatuan aktualisasi sebagai
kesatuan jasad dan ruh yang membentuk pada tahapan nafs secara aktual. Bagi Freire dalam
memahami hakikat manusia dan kesadarannya tidak dapat dilepaskan dengan dunianya.
Hubungan manusia harus dan selalu dikaitkan dengan dunia dimana ia berada.
4. Paham Tentang Manusia
Beberapa pandangan tentang manusia di dalam pemikiran filsafat berkisar pada empat
kelompok besar yaitu :
a. Materialisme
b. Idealisme
c. Rasionalisme
d. Irasionalisme
Materialisme telah diawali sejak filsafat Yunani, yakni sejak munculnya filsuf alam
Yunani, kemudian kaum Stoa dan Epikurisme. Paham ini mulai memuncak pada abad ke-19
di Eropa. Materialisme ekstrem memandang bahwa manusia terdiri dari materi belaka.
Pandangan Lemettrie (1709-1751) sebagai pelopor materialisme menyebutkan bahwa
manusia tidak lain adalah bintang, bintang tak berjiwa, material belaka, jadi manusia pun
material belaka. Kesimpulannya bahan bergerak sendiri, ada pun yang disebut orang sebagai
pikiran itu pun merupakan bergerak sendiri ada pun yang disebut orang sebagai pikiran itu
pun merupakan sifat material, terutama kerja atau tindakan otak.
Kebalikan dari meterialisme adalah idealisme. Dalam pandangan ini semuanya
membedakan manusia dari binatang, manusia itu bukanlah material belaka. Meskipun diakui
juga bahwa manusia ada persamaannya dengan binatang. Jadi manusia pun mempunyai sisi
kebinatangan, disamping itu pula memiliki pembeda yang mengkhususkan ia, yang sama
sekali membedakannya dari bintangan. Dalam idealisme terdapat beberapa corak yaitu
idealisme etis, idealisme, estetis dan idealisme Hegel. Ada pun paham rasionalisme dan
irasionalisme bukanlah paham yang saling bertentangan seperti paham materalisme dan
idealisme. Pelopor rasionalisme adalah Rene Descartes yang menyatakan bahwa manusia
terdiri dari jasmaninya dengan keluasannya serta budi dan kesadarannya. Sedangkan yang
dimaksud denngan pandangan manusia yang irasionalisme ialah pandangan-pandangan yang
mengingkari adanya raso dan kurang menggunakan rasio walaupun tidak mengingkarinya.
C. Apa Manfaat Ilmu Kriminologi Dalam Menangani Kejahatan Pembunuhan
Seperti ilmu pengetahuan lainnya kriminologi akan memberikan manfaat tertentu yang
sesuai dengan tujuan dan sasaran studinya yaitu effek positif bila kita memahami kejahatan
yang merupakan gejala sosial yang senantiasa terdapat pada masyarakat. Manfaat yang dapat
dipetik dari studi kriminologi dapat meliputi manfaat-manfaat : 15
1. Manfaat Pribadi
Seseorang yang memahami makna yang sebenarnya dari perbuatan manusia yang
dinamakan kejahatan (terjadinya kejahatan berhubungan dengan sebab-sebab seseorang
melakukan kejahatan yang mana setiap manusia tanpa kecuali dalam situasi dan kondisi
tertentu dapat melakukan kejahatan) akan mendapat keinsapan, sehingga akan lebih
bijaksana menghadapi masalah kejahatan. Dengan demikian kriminologi dapat diharapkan
untuk berperan sebagai penghalus watak dan pribadi manusia. Untuk para penegak hukum
pengetahuan kriminologi akan memberi arti tersendiri, sehingga yang bersangkutan akan
lebih mampu meletakkan masalah kriminalitas yang dihadapi pada proporsinya, untuk
selanjutnya mengambil langkah-langkah yang lebih terarah untuk menanggulanginya.
2. Manfaat Sosial
Pemahaman yang lebih mendalam mengenai kejahatan yang dapat diperoleh dari studi
kriminologi, akan memberi manfaat sosial, yang dapat terasa dalam usaha penegakan hukum
(law enforcement) dan usaha prevensi kejahatan dalam arti luas, sehingga pengetahuan
kriminologi mutlak diperlukan oleh setiap penegak hukum dan petugas yang fungsi dan
tugasnya berhubungan dengan penanganan masalah kejahatan seperti petugas lembaga
pemasyarakatan, pekerja sosial, pengacara dan lain-lain yang kegiatannya langsung atau
tidak langsung berpengaruh bagi usaha penanggulangan kejahatan.
15
Wilhem Sauer, Kriminologi als raine und angewanddte Wissenchaft, Berlin, 1950.
3. Manfaat Ilmiah
Kriminologi sebagai the body of knowledge yaitu ilmu yang memanfaatkan sumbangan
berbagai disiplin ilmu pengetahuan untuk pendekatan dan dalam studi kejahatan, maka studi
kriminologi akan membawa manfaat ilmiah yakni mengaplikasikan berbagai ilmu
pengetahuan, sehingga kriminologi akan pula mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan
lainnya yang dipergunakan dalam pendekatan terhadap kejahatan. Di samping bagi yang
mempelajari kriminologi akan mendapatkan tambahan pengetahuan, berupa ilmu-ilmu yang
berhubungan dan dimanfaatkan oleh kriminologi.
D. Mengapa Paradigma Manusia Dalam Menangani Kejahatan Pembunuhan Berbeda
Menurut Patton, paradigma adalah adalah suatu yang menjabarkan bagaimana dunia ini
dilihat/dipahami. Paradigma mengandung suatu cara melalui mana kompleksitas dunia ini
dipecah/dipilah agar mudah dimengerti. Secara umum paradigma menggariskan bagi ilmu apa
yang penting.
Menurut Thomas Kuhn, tidak ditemukan makna teknis apa yang disebut dengan paradigma
itu. Namun sesuai dengan pandangan yang dikembangkannya, paradigma selalu berkaitan
dengan revolusi keilmuan. Aktivitas yang terpisah-pisah dan tidak terorganisasi yang
mengawali pembentukan suatu ilmu akhirnya menjadi tersusun dan terarah pada saat suatu
paradigma tunggal telah dianut oleh suatu masyarakat ilmiah. Suatu paradigma terdiri dari
asumsi-asumsi teoretis yang umum dan hukum-hukum serta teknik-teknik untuk penerapannya
yang diterimaoleh para anggota suatu masyarakat ilmiah.
Konsep paradigma yang diperkenalkan oleh Kuhn itu kemudian dipopulerkan oleh Robert
Friedrichs dalam sosiologi. Konsep paradigma Kuhn lebih kepada sesuatu yang bersifat
‘metateoretis’. Namun demikian, apabila ditelaah secara mendalam paling tidak ada beberapa
hal yang dapat diambil dari pandangan Kuhn yaitu :
a. Paradigma dilihat sebagai model, percontohan, representatif, tipikal, karakteristik atau
ilustrasi dari solusi permasalahan atau pencapaian dalam suatu bidang ilmu pengetahuan.
Pemahaman paradigma berkembang luas meliputi buku-buku klasik di mana model atau
percontohan yang telah diterima tersebut pertama kali muncul.
b. Paradigma tidak hanya terbentuk oleh teori-teori semata, tetapi merupakan semua unsur
praktik-praktik ilmiah/ilmu pengetahuan di dalam sejumlah bidang studi/penelitian yang
terspesialisasi. Paradigma akan menggariskan parameter-parameter penting mana yang akan
diukur, mendefinisikan standar ketetapan yang dibutuhkan, menunjukkan cara bagaimana
(hasil) observasi akan diinterpretasi, serta metode eksperimen mana yang akan dipilih untuk
diterapkan.
c. Makna paradigma meliputi keseluruhan koleksi, kelompok, kombinasi, panduan, campuran
dari komitmen yang diterima, diakui dan diyakini, dianut, dipegang, dipakai atau diterapkan
bersama oleh anggota-anggota komunitas ilmu pengetahuan tertentu. Lebih luas, paradigma
oleh Kuhn disebut sebagai disciplinary matrix, yakni sudut pangkal, wadah, tempat, cetakan,
sumber atau kandungan dari mana suatu disiplin ilmu pengetahuan bermula. Bagi Kunh
paradigma sebagai suatu disciplinary matrix menempati posisi yang betul-betul sentral di
dalam operasi kognitif dan komunitas ilmiah tersebut.
Prilaku jahat timbul karena pengaruh ekonomi, sosial dan politik. Kejahatan merupakan
bagian kehidupan yang tidak terpisahkan dari kegiatan manusia sehari-hari seperti
pembunuhan, perampokan, pencurian, pemerkosaan, penipuan dan berbagai bentuk perilaku
sejenis, menunjukan dinamika sosial, suatu bentuk normal kehidupan sosial.
Alasan-alasan ekonomi pun mencuat sebagai salah satu faktor di balik peningkatan aksi
kriminal di Indonesia. Bukan satu-satunya, tetapi faktor ekonomi berperan besar mendongkrak
angka kriminal itu. Faktor-faktor yang dianalisis sebagai penyebab peningkatan kriminal antara
lain : rata-rata pendapatan, faktor demografis, tingkat pencegahan perbuatan kriminal,
pendidikan, pemerataan pendapatan masyarakat, ukuran keluarga, struktur keluarga, ketimbang
pendapatan, pengawasan orang tua kemiskinan, pengamanan pribadi, tahapan hukuman, tingkat
hukuman, pengangguran dan lain-lainnya. Semakin timpang pendapatan semakin tinggi
probabilitas pada seseorang untuk melakukan tindakan kriminal. Masalah pengangguran juga
memicu aksi kriminal.
Pandangan manusia selama ini hanya memandang bahwa kejahatan pembunuhan hanya di
pandang sebagai suatu perbuatan yang keji dan kejam. Tapi harus dilihat dulu motif dari pelaku
kejahatan pembunuhan itu, supaya kita mengetahui alasan-alasan pelaku melakukan kejahatan.
Dalam tulisan ini, peneliti akan menampilkan suatu pandangan/paradigma manusia di
Kabupaten Majalengka yang lain, mengenai mengapa kejahatan pembunuhan berbeda. Dari
hasil penelitian di lapangan bahwa pandangan manusia di Kabupaten Majalengka dalam
menangani kejahatan pembunuhan berbeda karena sifat manusia itu berbeda yang satu dengan
yang lainnya dan lebih baiknya penanganan melalui penegakan hukum dan pendekatan agama.
E. Bagaimana Upaya Manusia Agar Kejahatan Pembunuhan Tidak Terjadi
Salah satu upaya manusia agar kejahatan pembunuhan tidak terjadi yaitu dengan cara :
a. Harus adanya kerjasama yang baik antara pihak Kepolisiaan, Kejaksaan, Pengadilan Negeri
dan Masyarakat;
b. Aparat Penegak Hukum harus memiliki rasa tanggung jawab yang besar dalam membantu
penyidikan apabila di minta menangani kasus pembunuhan tersebut. Sehingga kasus
tersebut dapat diselesaikan dengan cepat;
c. Manusia harus diberikan pendekatan agama yang lebih mendalam lagi;
d. Berbuat baik sesama manusia;
e. Waspada serta hati-hati dalam bergaul di lingkungan masyarakat;
f. Tidak melukai perasaan orang lain; dan
g. Tidak memiliki banyak musuh.
Penulis, berpendapat bahwa kasus pembunuhan yang terjadi di Kabupaten Majalengka
motifnya balas dendam dan pencurian. Sehingga kasus pembunuhan dapat terungkap dan
pelaku dapat dijerat dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.
III. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Manfaat yang dapat dipetik dari kajian kriminologi dapat meliputi manfaat pribadi,
manfaat sosial dan manfaat ilmiah. Dari ketiga manfaat tersebut di atas, dapat pula kita
temui manfaat umum yang menjadi kajian Kriminologi yaitu manfaat Manfaat
Kriminologi dalam memelihara tata tertib hukum dan pentaatan hukum di masyarakat
dengan upaya penanggulangan kejahatan dalam arti yang seluas-luasnya yang meliputi
kegiatan prevensi kejahatan, pengarahan produk hukum yang berwibawa serta
mencerminkan aspirasi masyarakat yang mengarahkan sikap dan pandangan aspirasi
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengawasan kejahatan dan manfaat Kriminologi
dalam proses perencanaan pembangunan sosial, dimana dalam menyusun rencana
pembangunan telah diperhitungkan “kejahatan” sebagai salah satu faktor yang akan
berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan pembangunan.
2. Dari hasil penelitian bahwa Paradigma (pandangan) manusia selama ini hanya memandang
bahwa kejahatan pembunuhan hanya di pandang sebagai suatu perbuatan yang keji dan
kejam. Tapi harus dilihat dulu motif dari pelaku kejahatan pembunuhan itu, supaya kita
mengetahui alasan-alasan pelaku melakukan kejahatan. Bahwa paradigma (pandangan)
manusia di Kabupaten Majalengka dalam menangani kejahatan pembunuhan berbeda
karena sifat manusia itu berbeda yang satu dengan yang lainnya dan lebih baiknya
penanganan pandangan manusia melalui penegakan hukum dan pendekatan agama.
3. Salah satu upaya manusia agar kejahatan pembunuhan tidak terjadi yaitu dengan cara
kerjasama yang baik antara manusia sebagai pihak Kepolisiaan, Kejaksaan, Pengadilan
Negeri dan sebagai masyarakat. Sehingga kasus kejahatan pembunuhan di Kabupaten
Majalengka dapat diselesaikan dengan cepat.
B. SARAN
1. Harus diadakannya sosialisasi dan penyuluhan terhadap masyarakat tentang
manfaat
Kriminologi sebagai ilmu tentang kejahatan secara seluas-luasnya.
2. Paradigma (pandangan) manusia itu sifatnya berbeda-beda, sehingga dalam menangani
kejahatan pembunuhan harus adanya kesepakatan antar manusia dalam pandangan melalui
penegakan hukum atau aturan perundangan-undangan yang berlaku dan pendekatan
agama. Agar manusia bisa terhindar dari kejahatan pembunuhan.
3. Kerjasama antar manusia sebagai aparat penegak hukum dan sebagai masyarakat harus
lebih ditingkatkan lagi. Agar kasus kejahatan pembunuhan di Kabupaten Majalengka dapat
diselesaikan dengan baik dan cepat dan sebagai aparat penegak hukum juga harus
memiliki rasa tanggung jawab yang besar dalam menangani kasus pembunuhan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Buku :
Andi Hamzah, Asas Asas Hukum Pidana Edisi Revisi 2008, PT Rineka Cipta, Jakarta 2008;
----------------, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta 2000;
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta, Sinar Grafika, 2004;
Edwin H. Sutherland and Donald R. Cressey Principles of Criminology, New York : Lippincot
Company;
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung 1997;
Sthepen Hurwitz, Criminology, Bina Aksara, Jakarta 1986;
Sutan Remy Sjahdeini, Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korporasi, PT.Grafiti Pers Jakarta
2006;
Yesmil Anwar, Kriminologi, Bandung, PT Refika Aditama, Cetakan Kesatu, 2010;
W.A Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, PT. Pembangunan, Jakarta, 1982
Wilhem Sauer, Kriminologi als raine und angewanddte Wissenchaft, Berlin, 1950
B. Sumber Lain :
Adobe Reader, Perubanan I, II, III dan IV UUD 1945;
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bumi Aksara,Jakarta, 2007;
Sri Mulanto dkk, Kumpulan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana, Andi Yogyakarta, 2007;
--------------------,Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Andi
Yogyakarta, 2007;
--------------------,Undang-Undang No. 12 Tahun Tentang Pemasyarakatan, Andi Yogyakarta,
2007;
----------------------,Undang-Undang No.16 Tahun Kejaksaan Republik Indonesia, Andi
Yogyakarta, 2007.
Download