1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Produksi monosodium glutamate (MSG) di dunia tahun 2010 mencapai 2.100.000 MT (Patton, 2007), beberapa negara diantaranya: Jepang 65.000 ton per tahun, Korea 40.000 ton per tahun, Amerika 20.000 ton per tahun (Sukawan, 2008) dan Indonesia tahun 1977 sebanyak 254.900 ton pertahun (Ardiyanto, 2004). Konsumsi MSG di Taiwan yang merupakan negara yang paling tinggi konsumsi MSG perkapita 3 g per hari sedangkan Amerika adalah negara yang paling rendah konsumsi MSG per kapita hanya 0,5 g dan Indonesia mencapai 0,6 g/hari (Setiawati, 2008). Laporan FASEB (Federation of American Societes for Experimental Biology), menyebutkan bahwa secara umum MSG aman dikonsumsi. Namun, ada dua kelompok yang menunjukkan reaksi akibat konsumsi MSG. Pertama adalah kelompok orang yang sensitif terhadap MSG yang berakibat muncul keluhan berupa: rasa panas di leher, lengan dan dada, diikuti kaku di otot dari daerah tersebut menyebar sampai ke punggung. Gejala ini dinamakan Chinese Restaurant Syndrome (CRS) dan terjadi 30 menit setelah mengonsumsi makanan yang mengandung MSG. Sedangkan kelompok kedua adalah penderita asma, yang banyak mengeluh meningkatnya serangan setelah mengkonsumsi MSG sekitar 0,5-2,5 g MSG (Ardiyanto, 2004). Pemberian MSG 4 mg/g berat badan secara intraperitoneal pada tikus yang baru lahir selama 2 hari sampai usia 10 hari dan diperiksa pada usia pubertas dan dewasa, memperlihatkan pada usia pubertas terjadi hiperleptinemia, hiperadiposit dan peningkatan kadar kortikosteron, penurunan berat testis, jumlah sel Sertoli dan sel Leydig per testis, serta penurunan kadar LH (Luteinizing Hormone), FSH (Follicle Stimulating Hormone),T (Thiroid). Sementara pada saat dewasa memperlihatkan hiperleptinemia yang lebih tinggi dan penurunan kadar FSH dan LH lebih rendah tetapi kadar T normal, tanpa indikasi perubahan struktur testis (Miskowiak, dkk., 1993). 2 MSG bersifat neurotoksik karena dapat menyebabkan ablasi sumbu arcuate nucleus hipotalamus sehingga dapat mengganggu fungsi sumbu hipotalamus– pituitary–organ target (Legradi, dkk., 1998). Salah satu fungsi penting hipotalamus adalah mensekresi hormon pelepas gonadotropin yang merangsang pengeluaran hormon gonadotropin, yaitu LH dan FSH, dari hipofisis anterior. Kedua hormon ini diperlukan untuk perkembangan gonad maupun gametogenesis, baik pada laki-laki maupun wanita. Dengan demikian, terganggunya fungsi hipothalamus akan mengakibatkan gangguan fungsi endokrin (endocrine disruption), termasuk produksi dan pelepasan hormon reproduksi sehingga turut mempengaruhi fungsi gonad dan menyebabkan penurunan libido (waktu reaksi) (Camihort, 2004). Penelitian pada tikus jantan yang diberi 4g/kg BB MSG intraperitonial selama 15 hari (paparan jangka pendek) dan 30 hari (paparan jangka panjang) menyebabkan penurunan berat testis, produksi sperma, kadar asam askorbat, dan peningkatan jumlah sperma dengan morfologi abnormal (Nayatara, 2008). Pemberian MSG baik jangka panjang maupun jangka pendek tidak berpengaruh terhadap kebiasaan makan tetapi menggangu fase diestrus, estrus dan metaestrus pada minggu ke dua (Nayatara, 2009). Pemberian 0,04 mg/kg BB MSG setiap hari selama 15 hari pada mencit betina dapat menekan pertumbuhan oosit dan zona granulose sehingga pada akhirnya akan menurunkan fertilitas (Eweka,2010). Dari hasil penelitian terhadap mencit jantan dewasa yang disuntikkan MSG secara subkutan selama 6 hari dengan dosis 4 mg/g berat badan dan 8 mg/g berat badan menyebabkan peningkatan kadar glukosa eritrosit, peningkatan kadar peroksidasi, kadar total glutation dan protein yang terikat glutation serta peningkatan kadar enzim glutathione reductase (GR), glutathione-S-transferase (GST), glutathione peroxidase (GPX). Hal ini menggambarkan bahwa dengan pemberian 4 mg/g berat badan mengakibatkan terjadinya stress oksidatif yang diantisipasi tubuh dengan meningkatkan kadar glutation dengan cara meningkatkan enzim metaboliknya ( Ahluwalia, 1996). MSG menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, misalnya dapat menurunkan fungsi hati, menimbulkan dilatasi dari vena sentralis dan menyebabkan infertilitas pada mencit betina (Eweka, 2011), menginduksi penyakit kanker prostat, mengurangi produksi spermatozoa pada 3 mencit jantan yang diberi dosis tinggi (Egbuonu, 2010). MSG juga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia misalnya kerusakan otak, epilepsi, Alzheimer, Huntington, Parkinson, kerusakan sel mata, obesitas, meningkatnya sekresi insulin, mengurangi sekresi hormon pertubuhan (Jhon, 2006). Penelitian yang dilakukan pada testis tikus yang dipapari Cadmium (Cd) 10 mg/g berat badan memperlihatkan bahwa pemberian vitamin C 10 mg/kg berat badan secara intraperitoneal mampu mengurangi kadar malondialdehyde dalam testis dan peningkatan produksi sperma disertai penurunan persentase sperma yang abnormal, pada pemberian vitamin E 100 mg/kg berat badan secara intraperitoneal memperlihatkan efek yang mirip pada pemberian vitamin C, akan tetapi efek dari vitamin E lebih rendah (Acharya, dkk., 2006). Penelitian yang juga dilakukan pada kelinci usia 5 bulan yang diberi suplemen vitamin C 1,5 g/L dan vitamin E 1 g/L pada minumannya dan kombinasi vitamin C ditambah vitamin E (1,5 g/L + 1 g/L) selama 12 minggu memperlihatkan penurunan kadar thiobarbituric acid-reative di dalam cairan semen serta peningkatan libido (waktu reaksi), volume ejakulasi, konsentrasi sperma, jumlah sperma yang dikeluarkan, indeks motilitas sperma, total sperma yang bergerak, volume sperma, konsentrasi ion hydrogen dan konsentrasi fruktosa semen serta penurunan jumlah sperma bentuk abnormal dan sperma yang mati dan peningkatan kadar glutathione S-transferase (GST) di dalam cairan semen (Yousef, dkk., 2003). Penelitian terhadap pasien infertil dengan keadaan oligosperma, motilitas sperma rendah dan jumlah bentuk normal yang rendah, setelah diberikan suplemen vitamin C 1000 mg per hari selama 2 bulan, memperlihatkan peningkatan jumlah sperma, motilitas sperma dan jumlah sperma yang morfologinya normal (Akmal, dkk., 2006). Pemberian vitamin C 0,2 mg/g berat badan secara oral selama 36 hari pada mencit jantan mampu berperan sebagai antioksidan untuk melindungi efek senyawa radikal bebas yang ditimbulkan oleh senyawa Plumbum asetat 0,1% yang ditandai oleh berkurangnya kadar malondialdehyde dalam sekresi epididimis (Fauzi, 2008). Pemberian vitamin C secara oral dengan dosis 200-1000 mg/hari pada laki-laki infertil meningkatkan jumlah sperma secara in vivo. Vitamin C 4 merupakan antioksidan mampu menetralisir gugus hidroksil, superoksida, dan radikal peroksidase hydrogen (Agarwal, dkk., 2005). Vitamin C berfungsi untuk menyangkal radikal bebas seperti MSG banyak ditemukan pada kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.). Kandungan vitamin C yang terdapat dalam bunga rosella lebih banyak dibandingkan dengan buah-buahan lainnya misalnya, 3 kali lebih banyak dari anggur hitam, 9 kali dari jeruk sitrus, 10 kali dari buah belimbing, dan 2,5 kali dari jambu biji. (Widyanto dan Nelistya, 2008) dan pada kelopak bunga rosella mengandung vitamin C yang tinggi, setiap 100 g bahan mengandung 214,68 mg. Maryani dan Kristiana (2005). Penggunaan rosella sebagai obat-obatan herbal sudah sering digunakan masyarakat sebagai minuman yang diseduh. Secara tradisional, kelopak bunga rosella digunakan sebagai obat herbal antihipertensi, antikanker, diuretik, peluruh batu ginjal, antikolesterol, antibakteri, dan sebagainya. Rosella mengandung protein, vitamin, mineral, dan komponen bioaktif seperti asam organik, phytosterol, polyphenol, antosianin dan flavonoid (Wulandari, 2010). Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh oleh Nayanatara (2008) akan pengaruh pemberian MSG dapat menimbulkan terjadinya stress oksidatif pada testis tikus Wistar dan penelitian-penelitian yang lain akan efek pemberian vitamin C sebagai antioksidan terhadap testis. Dengan demikian, penelitian ini akan dikaji lebih dalam lagi untuk melihat bagaimana pengaruh pemberian ekstrak kelopak rosella (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap tingkah laku reproduksi mencit jantan dewasa (Mus musculus L.) yang telah dipapari oleh MSG secara kronis. 1.2. Batasan masalah Penelitian ini dibatasi tingkah laku reproduksi mencit jantan dewasa (Mus musculus L.) setelah dilakukan pemberian ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) yang dipapari oleh MSG secara kronis. 5 1.3.Rumusan Masalah Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap tingkah laku reproduksi mencit jantan dewasa (Mus musculus L.) yang dipapari oleh MSG secara kronis. 1.4.Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan data mengenai pengaruh pemberian ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap tingkah laku reproduksi mencit jantan dewasa (Mus musculus L.) yang dipapari oleh MSG secara kronis. 1.5.Manfaat penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang biologi. 2. Sebagai sumber informasi tentang pengaruh pemberian ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap tingkah laku reproduksi mencit jantan dewasa (Mus musculus L.) yang dipapari oleh MSG secara kronis.