I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki arti penting bagi masyarakat Indonesia. Meskipun disadari bahwa bawang merah bukan merupakan kebutuhan pokok, akan tetapi kebutuhannya hampir tidak dapat dihindari oleh masyarakat sebagai bumbu pelengkap masakan sehari-hari. Demikian pula pesatnya pertumbuhan industri kuliner akhir-akhir ini juga cenderung meningkatkan kebutuhan akan bawang merah di dalam negeri. Perbanyakan tanaman bawang merah banyak dilakukan secara vegetatif yaitu dengan umbi. Kelebihan pembiakan secara vegetatif yaitu lebih mudah dan cepat dibandingkan pembiakan secara generatif. Namun hal yang harus diperhatikan dalam pembiakan secara vegetatif yaitu adanya masa dormansi. Bawang merah memiliki masa dormansi 4-9 minggu sehingga pada umumnya umbi bawang merah disimpan terlebih dahulu sebelum ditanam. Selama dormansi, meskipun meristem apikalnya aktif, umbi tidak akan berkecambah dan melangsungkan pertumbuhan secara visual karena senyawa penghambat yang terbentuk telah ditranslokasikan ke dalam umbi. Senyawa penghambat tersebut lambat laun berkurang sejalan dengan berjalannya waktu. Hal ini merupakan bentuk dormansi fisiologi (Rubatky dan Yamaguchi, 1998). Bawang merah baru panen akan dijemur sebelum disimpan. Penjemuran yang biasa dilakukan oleh petani yaitu secara tradisional menggunakan sinar matahari. Umbi bawang merah yang telah diikat dijemur dibawah sinar matahari selama 7-14 hari (Anonim, 2013). Lama penjemuran yang biasa dilakukan oleh petani akan berbeda-beda. Misalnya yang dilakukan petani di Bantul yaitu menjemur umbi bawang merah selama 7 hari (Komunikasi pribadi, Supriyanto, 2013). Sampai saat ini belum diketahui lama penjemuran yang paling optimal untuk umbi bawang merah yang akan digunakan sebagai benih. Penelitian mengenai lama penjemuran umbi bawang merah juga belum dilakukan. Penyimpanan umbi bawang merah sebagai benih yang biasa dilakukan oleh petani adalah dengan menyimpan diatas para-para dapur atau disimpan di gudang. Petani memiliki anggapan semakin lama disimpan, umbi bawang merah akan semakin baik untuk dijadikan benih (Soedomo, 1992). Tetapi penyimpanan ini hanya 1 dilakukan secara tradisional tanpa memperhatikan suhu ruang simpan. Hasil penelitian Maya (2012) menyebutkan bahwa penyimpanan umbi bawang merah pada suhu 20°C dapat menghasilkan nilai gaya berkecambah yang lebih tinggi dibandingkan penyimpanan suhu ruang dan suhu 10°C. Hal ini terbukti pada penyimpanan minggu ke-4, umbi bawang merah yang disimpan pada suhu 20°C memiliki gaya berkecambah tertinggi yaitu sebesar 73,25% sedangkan pada suhu 10°C sebesar 64,15% dan suhu ruang 38,1%. Nilai gaya berkecambah pada 1-3 minggu penyimpanan belum mencapai 50% yang artinya umbi masih dormansi. Dalam penelitian ini perlakuan lama penjemuran selama masa penyimpanan dikombinasikan dengan suhu ruang simpan, dengan harapan akan diperoleh informasi mengenai lama penjemuran dan suhu ruang simpan yang paling optimal mematahkan dormansi umbi bawang merah. Penelitian ini menganalisis berbagai faktor yang berpengaruh selama masa dormansi sehingga akan diperoleh informasi aktifitas morfologi dan fisiologi umbi bawang merah selama masa dormansi. B. Tujuan Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui lama penjemuran dan suhu ruang simpan yang optimal untuk pematahan dormansi umbi bawang merah. 2. Mengetahui aktivitas morfologi dan fisiologis umbi bawang merah selama masa dormansi. C. Manfaat Penelitian Manfaat yang didapat dari penelitian ini yaitu: 1. Memberikan informasi mengenai lama penjemuran dan suhu ruang simpan yang optimal untuk pematahan dormansi umbi bawang merah 2. Memberikan informasi mengenai aktifitas morfologi dan fisiologis yang terjadi pada umbi bawang merah selama masa dormansi. 2