BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Enzim menjadi primadona industri bioteknologi karena penggunaanya dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan alat praktis yang penting karena sangat diperlukan untuk menunjang berbagai proses dalam industri pangan maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990). Enzim juga merupakan biokatalisator yang efektif dalam meningkatkan kecepatan reaksi kimia spesifik secara nyata (Lehninger, 1995), bekerja pada kondisi yang ramah sehingga lebih efesien karena menekan konsumsi energi proses dan meminimalisir terikutnya senyawa pengotor dalam produk (August, 2000). Pengubahan energi aktivasi dilakukan dengan cara menurunkan hambatan energi (energy barrier) sehingga reaksi dapat berjalan dengan lebih cepat (Rehm dan Reed 1995). Perubahan tersebut difasilitasi oleh enzim melalui pembentukan keadaan transisi yang melibatkan distribusi muatan antara enzim dengan substrat ketika terbentuk ikatan kompleks enzim-substrat. Dengan adanya enzim maka dapat terjadi pengubahan energi reaktan manjadi bentuk energi lain secara efisien (Wilson dan Walker 2000 diacu dalam Dewi 2002). Penggunaan enzim sebagai biokatalis banyak diaplikasikan pada proses industri medis, kimia, farmasi dan pangan. Pada industri pangan khususnya memiliki beberapa keuntungan diantaranya aman terhadap kesehatan karena enzim bukan merupakan bahan kimia, dapat aktif pada konsentrasi yang rendah, 1 2 mengkatalis reaksi sangat spesifik tanpa efek samping, dan dapat digunakan sebagai indikator kesesuaian proses pengolahan. Enzim dapat dihasilkan oleh tanaman, hewan dan mikrobia. Khusus untuk enzim yang dihasilkan oleh mikrobia menunjukkan hasil yang lebih besar apabila produksi enzimnya melalui teknik fermentasi. Produksi enzim dari mikrobia juga memiliki spektrum yang lebih luas untuk diaplikasikan di industri karena lebih stabil dan lebih murah (Ellaiah et al.,2004), enzim ektraseluler lebih mudah dalam recovery enzim dari media fermentasi (Damaso et al.,2008) dan lebih mudah untuk diperbaiki produktivitasnya dibandingkan produksi enzim dari tanaman ataupun hewan. Kebutuhan enzim di pasar dunia mencapai 600 juta dan 20 jutanya merupakan kebutuhan akan lipase. Lipase merupakan salah satu enzim yang dapat dihasilkan oleh mikrobia, dan mikrobia yang banyak dimanfaatkan untuk produksi lipase dengan proses fermentasi adalah dari jenis jamur, salah satunya adalah Aspergilus niger. Jamur Aspergilus niger memiliki sifat lipolitik sehingga merupakan spesies yang potensial untuk menghasilkan lipase. Darmasiwi (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa isolat Aspergilus niger 65I6 mampu menghasilkan lipase dengan aktifitas esterifikasi sebesar 316,25 U/g substrat. Hasil ini merupakan nilai aktivitas tertinggi diantara tujuh isolat yang diisolasi, dan menunjukkan bahwa Aspergilus niger 65I6 dapat dijadikan strain terpilih penghasil lipase. Selain itu Aspergilus niger mudah diperoleh serta mampu berkembang pada media umum pembentukan jamur, sehingga secara ekonomi akan dapat menekan biaya produksi. Keunggulan 3 lainnya adalah mikrobia dapat menggunakan berbagai jenis media (Veerapagu et al.,2013), dan sebagian besar mensekresikan lipase selama pertumbuhan pada penggunaan media limbah bahan organik (Salihu et al., 2012). Ketersediaan limbah bahan organik yang cukup melimpah dapat menjawab tantangan dalam produksi lipase dalam skala industri. Seperti diketahui bahwa salah satu faktor pembatas produksi lipase secara fermentasi pada skala industri saat ini adalah tingginya biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan produksi lipase dan downstream processing yang digunakan (Kanwar et al. 2002). Tingginya biaya produksi disebabkan oleh penggunaan sumber karbon berupa glukosa atau sukrosa dan sumber nitrogen yang berasal dari ekstrak yeast, pepton maupun beberapa jenis asam amino yang merupakan bahan medium dengan harga yang cukup mahal. Potensi terdapatnya kandungan nutrien dalam limbah bahan organik yang dibutuhkan untuk memproduksi enzim, membuka peluang untuk dapat melakukan produksi enzim secara optimum dengan biaya yang lebih murah. Beberapa penelitian mengenai produksi lipase menggunakan residu agroindustri khususnya limbah bungkil biji jarak telah beberapa kali dilakukan. Diantaranya Haslinawati (2011) dalam penelitiannya yang menggunakan bungkil biji jarak di defatting, yang memiliki kadar karbohidrat sebesar 35,04% dan kadar protein sebesar 43,30% sebagai substrat fermentasi dengan metode Solid State Fermentation oleh jamur Aspergilus niger 65I6, menghasilkan nilai aktifitas esterifikasi lipase sebesar 836,86 U/g substrat. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat dan protein pada bungkil biji jarak di defatting tergolong tinggi, dan berpotensi untuk 4 dijadikan sumber nutrien. Namun karbohidrat dan protein yang terkandung pada bungkil biji jarak tersebut masih dalam bentuk polimer. Bentuk polimer akan memicu mikrobia untuk menghasilkan enzim yang akan memecah polimer tersebut menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana agar lebih mudah untuk diabsorpsi. Hal ini juga akan menyebabkan dihasilkan enzim lain selain enzim target yaitu lipase. Agar enzim yang dihasilkan pada proses fermentasi penghasilan enzim lebih fokus terhadap produksi lipase (dengan menghidrolisis inducer olive oil sebagai sumber karbon) maka polimer lain yang terdapat pada medium dihidrolisis terlebih dahulu. Sehingga harapannya enzim target yaitu lipase lebih banyak diproduksi. Proses hidrolisis secara kimia dengan metode dari Mishra et al.,2011 telah dilakukan oleh Hidayah (2015) dimana hidrolisis dengan menggunakan asam sulfat 5%, pada suhu 55oC selama 3 hari penggojogan. Pada penelitian ini ingin dilakukan hidrolisis dengan konsentrasi katalis yang lebih rendah dan variasi waktu hidrolisis yang lebih singkat karena menggunakan katalis kimia, tidak seperti menggunakan enzim yang waktu hidrolisisnya lebih panjang. Kandungan nutrien dalam bungkil biji jarak pagar membuka peluang untuk dapat dipergunakan sebagai medium pertumbuhan Aspergilus niger 65I6 dalam proses produksi lipase dengan metode fermentasi. Metode fermentasi produksi enzim dapat dilakukan dengan metode Solid State fermentation dan metode Submerged fermentation. Metode submerged fermentation merupakan metode fermentasi yang biasanya digunakan untuk memproduksi enzim dari jamur berfilamen dalam skala besar (Singhania et al. 2010). 5 Metode fermentasi submerged fermentation dengan menggunakan media cair memiliki kelebihan yaitu memudahkan dalam penyerapan nutrisi secara merata. Nutrisi yang terdistribusi merata disertai dengan kultur terendam akan menghambat terjadinya sporulasi. Terhambatnya sporulasi dibutuhkan karena produksi enzim lipase mengikuti pola growth associated product formation yaitu produksi enzim berfungsi mendukung pertumbuhan sel. Semakin terhambat sporulasi jamur, maka semakin panjang waktu pertumbuhan sel yang berarti waktu produksi enzim juga semakin lama. Hal ini akan mengoptimalkan produksi enzim yang terdispersi pada medium fermentasi. Penelitian penghasilan lipase oleh jamur dengan metode submerged fermentation (SmF) dengan pengaduk dilakukan pada 100 rpm selama 8 hari dan ditambahkan inducer minyak zaitun sebanyak 2% dan glukosa 2% menghasilkan aktivitas lipase sebesar 0,99 IU/mL (Falony dkk., 2006). Penelitian menggunakan metode submerged fermentation oleh Sharma et al. (2012) dengan konsentrasi spora inokulum 8x107, ditumbuhkan pada media cair pH 7, suhu 280C, selama 6 hari menghasilkan aktivitas lipase sebesar 9 U/mL. Proses fermentasi ada yang diawali dengan menumbuhkan pada media pre kultur ada juga yang tanpa pre kultur. Penelitian yang terpublikasi sebelumnya khususnya dengan metode submerged fermentation (SmF), semua proses fermentasi adalah tanpa menggunakan perlakuan pre kultur. Sebagaimana diketahui bahwa penggunaan media pre-kultur pertumbuhan mikrobia pada medium fermentasi adalah untuk memberikan waktu beradaptasi, sehingga dengan adanya fase adaptasi tersebut maka fase pertumbuhan akan lebih 6 maksimal. Selain itu dengan penggunaan proses pre kultur akan dapat ditentukan waktu pemindahan kecambah jamur yang tepat agar jamur dapat tumbuh lebih baik. Pada penelitian ini, dilakukan perlakuan hidrolisis yang bertujuan untuk memecah karbohidrat dan protein yang terkandung pada bungkil biji jarak sehingga jamur dapat fokus pada penghasilan lipase untuk memecah olive oil yang berperan sebagai sumber karbon. Inokulum diperoleh melalui proses prekultur dimana spora dikecambahkan terlebih dahulu pada medium cair dan diamati pertumbuhannya dan berat biomasanya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui waktu yang tepat pemindahan inokulum ke medium fermentasi dan pengaruhnya terhadap penghasilan lipase. Selanjutnya dianalisa waktu fermentasi dan kadar glukosa paling optimum penghasilan lipase pada medium komersial, yang dilanjutkan dengan pengaplikasian komposisi glukosa terbaik pada medium hidrolisat cair bungkil biji jarak pagar dan dianalisis nilai aktivitas crude lipasenya. 1.2 Permasalahan Penelitian Berdasarkan pada latar belakang penelitian, maka permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kombinasi terbaik jenis katalis dan waktu hidrolisis bungkil biji jarak, untuk memperoleh hidrolisat terbaik yang akan digunakan sebagai medium fermentasi penghasilan lipase? 2. Berapa lama waktu yang paling tepat untuk memindahkan kecambah spora Aspergillus niger 65I6 ke dalam medium fermentasi? 7 3. Bagaimana kondisi terbaik produksi lipase pada medium komersial dinilai dari kombinasi kadar glukosa dan waktu fermentasi ? 4. Bagaimana produksi lipase oleh Aspergillus niger 65I6 pada komposisi terbaik (0,05%, 0,5% dan 1%) hidrolisat cair bungkil biji jarak dengan menggunakan kombinasi kadar glukosa dan waktu fermentasi optimum pada medium komersial? 1.3 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai hidrolisis bungkil biji jarak pagar menjadi hidrolisat cair dan aplikasinya sebagai medium produksi lipase oleh Aspergilus niger 65I6 dengan sistem sistem submerged fermentation belum pernah dipublikasikan. Penelitian yang pernah dipublikasikan sebelumnya adalah mengkaji tentang produksi enzim lipase Aspergilus niger 65I6 menggunakan substrat bungkil biji jarak dengan metode solid state fermentation (Darmasiwi; 2010), dan optimasi produksi dengan metode solid state fermentation (Haslinawati; 2011). Sedangkan Falony (2006) dan Sharma (2012) melakukan penelitian produksi lipase ekstraseluler dengan metode submerged fermentation menggunakan Aspergillus niger tanpa perlakuan pre-kultur. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan enzim lipase oleh Aspergilus niger 65I6 dengan perlakuan pre-kultur, dengan metode submerged fermentation menggunakan medium hidrolisat bungkil biji jarak. Tujuan spesifik dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 8 1. Mengetahui kombinasi terbaik jenis katalis dan waktu hidrolisis bungkil biji jarak, untuk memperoleh hidrolisat cair optimum yang akan digunakan sebagai medium. 2. Mengetahui berapa lama waktu optimum pre kultur yang diperlukan oleh isolat Aspergilus niger 65I6 untuk siap dipindahkan ke medium produksi enzim. 3. Mengetahui kombinasi kadar glukosa dan waktu fermentasi optimum produksi lipase oleh isolat Aspergilus niger 65I6 pada medium komersial. 4. Mengetahui kadar lipase yang dihasilkan oleh medium hidrolisat cair terbaik (0,05%, 0,5% dan 1%) dengan menggunakan kombinasi kadar glukosa dan waktu fermentasi optimum. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan manfaat teoritik dan aplikatif berupa: 1. Memberikan informasi jenis katalis dan waktu optimum proses hidrolisis untuk medium pertumbuhan jamur khususnya Aspergilus niger 65I6. 2. Memberikan informasi lama waktu optimum pre kultur isolat Aspergilus niger 65I6. 3. Mengetahui kombinasi kadar glukosa dan waktu fermentasi optimum penghasilan enzim lipase oleh isolat Aspergilus niger 65I6 pada medium komersial. 4. Memberikan informasi kadar lipase yang dihasilkan oleh Aspergilus niger 65I6 dengan menggunakan komposisi terbaik (0,05%, 0,5% dan 1%) hidrolisat cair bungkil biji jarak sebagai medium fermentasi. 9 5. Diversifikasi produk pengolahan biji jarak menjadi medium pertumbuhan mikrobia penghasil enzim khususnya lipase.