BAB I PENDAHULUAN

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu keadaan
sempurna baik fisik, mental, maupun sosial, dan tidak hanya terbebas dari penyakit
dan kelemahan (WHO, 2008). Salah satu kesehatan yang menjadi perhatian khusus
dunia adalah kesehatan reproduksi (Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan
Reproduksi di Indonesia, 2005).
Ada empat komponen kesehatan reproduksi yang diperhatikan yaitu:
kesehatan ibu dan bayi baru lahir, keluarga berencana (KB), kesehatan reproduksi
remaja, serta pencegahan dan penanganan IMS termasuk HIV/AIDS (Depkes RI,
2008). Remaja merupakan kelompok yang rentang berisiko mengalami masalah
kesehatan reproduksi. Para remaja baik pria maupun wanita mempunyai hak untuk
memperoleh informasi yang tepat dan benar mengenai kesehatan reproduksi
sehingga, dapat berperilaku sehat dan menjalani kehidupan seksual yang
bertanggung jawab (Depkes RI, 2001).
Remaja dikelompokkan antara umur 10 sampai 24 tahun dan belum menikah
(BKKBN, 2014). Remaja Indonesia dewasa ini nampak lebih bertoleransi terhadap
gaya hidup seksual pranikah. Menurut Manuaba (2009), faktor yang mendasari
perilaku seks pada remaja yaitu lajunya arus informasi yang dapat menimbulkan
rangsangan seksual pada remaja. Aktivitas seksual yang sering ditemukan pada
1
2
remaja antara lain sentuhan seksual, berpelukan, membangkitkan gairah seksual, oral
seks, anal seks, masturbasi dan hubungan heteroseksual (Santrock, 2007).
Berdasarkan survei Centers For Disease Control and Prevention pada tahun
2011, ditemukan sebanyak 47% siswa Sekolah Menengah di AS telah melakukan
hubungan seksual dan 40% diantaranya tergolong aktif tidak menggunakan kondom,
hubungan seks yang tidak aman ini dapat membuat remaja berisiko tinggi tertular
IMS (Rahman, 2013). Data dari SDKI (2012) menunjukkan bahwa remaja laki-laki
lebih banyak yang menyatakan pernah melakukan seks pranikah dibandingkan
remaja perempuan. Dari data yang sama menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
aktivitas seks pranikah pada remaja yaitu pada tahun 2007 sebesar 16,9% menjadi
21,6% pada tahun 2012.
Hubungan seks pranikah pada remaja dapat menyebabkan terjadinya kasus
IMS. Di Amerika Serikat, remaja usia 15–17 tahun dan dewasa muda 18– 24 tahun
merupakan kelompok usia penderita IMS yang tertinggi dibandingkan dengan
kelompok usia lain (IDAI, 2013). Di Indonesia sendiri khususnya di kota Denpasar,
Dinas Kesehatan Kota Denpasar melaporkan terjadinya peningkatan kasus IMS pada
remaja lima tahun belakangan. Pada tahun 2011 dilaporkan sebanyak 1.794 kasus,
tahun 2012 meningkat menjadi 2009 kasus, tahun 2013 sebanyak 2.772 kasus, tahun
2014 sebanyak 2.886 kasus, dan tahun 2015 sebanyak 3.026 kasus. Tentu saja IMS
memiliki efek jangka pendek dan jangka panjang pada kesehatan individu, misalnya
dapat meningkatkan risiko terkena infeksi HIV selain itu, biaya perawatannya pun
mahal (CDC, 2013).
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Denpasar, menunjukkan
bahwa dari keseluruhan kasus IMS pada tahun 2015 di kota Denpasar sebesar 3.026
kasus dengan rincian wilayah Denpasar Barat sebesar 662 kasus, Wilayah Denpasar
3
Utara 1.542 kasus, wilayah Denpasar Timur sebesar 659 kasus, dan Wilayah
Denpasar Selatan sebesar 510 kasus. Dari data tersebut, kasus IMS tertinggi berada
di wilayah Denpasar Utara dengan persentase 50,95%. Jumlah tersebut didapat dari
laporan puskesmas-puskesmas yang berada di Denpasar. Dari 1.542 kasus yang ada
di Denpasar Utara pada tahun 2015, terdapat 1.332 kasus pada umur 15-44 tahun
yang di dalamnya termasuk remaja.
Penyebaran IMS dapat dicegah, menurut Depkes RI (2006) langkah untuk
mencegahnya adalah dengan pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan primer
adalah dengan konsep ABC yaitu dengan menghindari kontak langsung dengan cara
menunda kegiatan seks pada remaja (abstinence), menghindari menggonta-ganti
pasangan seksual (be faithful), serta memakai kondom dengan benar dan konsisten.
Sedangkan pencegahan sekunder dilakukan dengan menyediakan pengobatan dan
perawatan pada pasien yang sudah terinfeksi IMS. Selain itu pencegahan IMS juga
dapat dilakukan dengan mencegah masuknya transfusi darah dan alat-alat tembus
kulit yang tidak steril serta menjaga kebersihan alat reproduksi (Dinkes Surabaya,
2009).
Dari hasil SDKI (2007) menunjukkan bahwa pengetahuan remaja tentang
cara paling penting untuk menghindari IMS masih terbatas, hanya 14% wanita dan
9% pria menyebutkan pantang berhubungan seks, 18% wanita dan 25% pria
menyebutkan menggunakan kondom, serta 11% wanita dan 8% pria menyebutkan
membatasi jumlah pasangan seksual sebagai cara menghindari IMS. Berdasarkan
penelitian oleh Risyana (2012) pada pelajar SMA di Padang menunjukkan bahwa
tingkat pengetahuan dalam upaya pencegahan IMS pada tergolong rendah (51,7%)
dan sikap pelajar SMA di Padang dalam upaya pencegahan IMS tergolong negatif
(60,7%).
4
Berdasarkan permasalahan tersebut maka peneliti ingin mengetahui tingkat
pengetahuan dan sikap remaja sekolah menengah di Denpasar Utara terhadap upaya
pencegahan IMS. Wilayah Denpasar Utara dipilih karena merupakan wilayah dengan
kasus IMS tertinggi di Kota Denpasar (Dinkes Denpasar, 2015). Selain itu penelitian
ini belum pernah dilakukan di Denpasar Utara.
1.2. Rumusan Masalah
Kasus IMS pada remaja terus meningkat setiap tahunnya di Denpasar,
khususnya di wilayah Denpasar Utara. Hal ini, sebenarnya dapat di cegah dengan
pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan primer adalah dengan konsep ABC
yaitu dengan menghindari kontak langsung dengan cara menunda kegiatan seks pada
remaja (abstinence), menghindari menggonta-ganti pasangan seksual (be faithful),
serta memakai kondom dengan benar dan konsisten. Selain itu pencegahan IMS juga
dapat dilakukan dengan mencegah masuknya transfusi darah dan alat-alat tembus
kulit yang tidak steril serta menjaga kebersihan alat reproduksi, namun
pengaplikasiannya masih sangat rendah di kalangan remaja. Beberapa faktor yang
mempengaruhinya adalah pengetahuan dan sikap, sehingga peneliti tertarik untuk
mengidentifikasi “Pengetahuan dan Sikap Remaja terhadap Upaya Pencegahan
Infeksi Penyakit Menular (IMS) di Kecamatan Denpasar Utara Tahun 2016”.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Bagaimanakah tingkat pengetahuan dan sikap remaja terhadap upaya
pencegahan IMS di Denpasar Utara?
5
1.4. Tujuan
1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap remaja terhadap upaya
pencegahan IMS di Denpasar Utara.
1.4.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja terhadap IMS dan upaya
pencegahan IMS di Denpasar Utara.
2. Mengetahui sikap remaja terhadap IMS dan upaya pencegahan IMS di
Denpasar Utara.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi untuk lebih mengembangkan
ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan reproduksi remaja terhadap upaya
pencegahan IMS. Hasil penelitian ini juga diharapkan bisa dijadikan acuan bagi
penelitian-penelitian berikutnya yang berkaitan dengan upaya pencegahan IMS.
1.5.2. Manfaat Praktis
Memberikan informasi kepada semua pihak tentang pengetahuan dan sikap remaja
terhadap upaya pencegahan IMS. Dari aspek kesehatan masyarakat, hasil ini dapat
digunakan untuk pengembangan upaya pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan
untuk mencegah dampak negatif dari hubungan seksual berisiko dikalangan remaja.
6
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian di bidang kesehatan reproduksi remaja yang
mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan sikap remaja terhadap upaya pencegahan
IMS.
Download