Bionanokomposit : Peluang Polimer Alami Sebagai Material Baru

advertisement
Jurnal Riset Industri Vol. VI No. 1, 2012, Hal. 75-85
BIONANOKOMPOSIT : PELUANG POLIMER ALAMI SEBAGAI
MATERIAL BARU SEMIKONDUKTOR
Nuryetti
Balai Besar Industri Hasil Perkebunan Makassar
Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia
[email protected]
Heri Hermansyah
Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Muhammad Nasikin
Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia
ABSTRAK
Bionanokomposit adalah material generasi baru dari nanokomposit yang muncul di bidang ilmu pengetahuan
material dan teknologi nano. Bionanokomposit adalah gabungan dari matrik polimer alami dari bahan pengisi
organik /anorganik yang berukuran nano. Saat ini usaha pegembangan nanokomposit berbahan polimer alami
difokuskan pada peningkatan sifat-sifat mekanik dan panas dan sifat fungsionalnya.
Polimer alami sebagai sumber yang dapat diperbaharui seperti protein, polisakarida dan lemak. Material ini
memiliki potensi yang besar untuk digunakan sebagai material semikonduktor.
Dengan melihat kebutuhan akan material semikonduktor yang terus meningkat dan bahan baku polimer alami
(pati) di Indonesia yang berlimpah, merupakan peluang yang cukup menjanjikan untuk pengembangan
bionanokomposit sebagai material semikonduktor di Indonesia. Artikel ini akan membahas tentang
bionanokomposit yang berbahan dasar polimer alami, proses pembuatan, karakteristik dan peluang
penggunaan polimer alami sebagai bahan pembuatan bionanokomposit.
Key words : polimer alami, plastik, bionanokomposit, proses pembuatan, aplikasi.
ABSTRACT
Bionanocomposites, a new generation of nanogeneration of nanocomposite materials, signyfy an emerging field
in the frontiers of materials science and nanotechnology. Bionanocomposite are composed of a natural polymer
matrix and an organic/inorganic filler with at least one dimension on the nanometer scale. Currently, effort is
being focused on the development natural polymer based nanocomposite with mechanical and thermal
properties, and functional properties. The main renewable sources of polymers are proteins, polysaccariddes
and lipids. These materials have a big potential for applications in electrical such as semiconductor materials.
By looking at the need of a growing semiconductor materials and raw materials of natural polymer (starch) in
Indonesia`s abudant, is a promising opportunity to develop a semiconductor material in Indonesia. Therefore in
this article will discuss about bionanocomposite natural polymer-based, manufacturing process, characteristics
and opportunities natural polymer as a bionanocomposite.
Key words: natural polymers, plastics, bionanokomposit, manufacturing processes, applications.
I.
PENDAHULUAN
Industri elektronik merupakan industri
yang paling pesat kemajuannya, dengan
perkembangan teknologi pembuatan alatalat elektronik pun semakin meningkat.
Tuntutan akan material yang ramah
lingkungan, tidak membutuhkan sumber
tegangan eksternal, ringan, memiliki daya
ubah elektromekanikal yang tinggi, kuat dan
juga tidak beracun pun semakin meningkat
pula. Semua peralatan elektronik
membutuhkan semikonduktor sebagai
komponen dasarnya, dimana selama ini
kebutuhan material semikonduktor dipenuhi
dari komposit plastik dengan bahan aktif
silika. Komposit plastik untuk
semikonduktor yang selama ini digunakan
terbuat dari turunan minyak bumi yang
bahan bakunya semakin hari semakin
terbatas dan tidak bisa diperbarui (non
renewable resources)
Komposit plastik
yang dibutuhkan untuk peralatan elektronik
dan elektrik sebanyak 5% dari jumlah
penggunaan material plastik di Eropa
(Shen.,2010). Komponen semikonduktor
75
Bionanokomposit : Peluang Polimer ..... ( Nuryetti )
yang tidak dipergunakan lagi akan dibuang
menjadi sampah plastik (waste electronic)
yang berakibat menimbulkan polusi
terhadap lingkungan karena plastik sulit
untuk diuraikan (nondegradable) (Avella,
2009).
Untuk memenuhi kebutuhan material
dibidang elektronik dan meningkatnya
kepedulian masyarakat akan kelestarian
lingkungan mendorong para peneliti untuk
mencari alternatif material semikonduktor
yang baru. Pengembangan material dengan
menggunakan teknologi nano dan
menggunakan bahan polimer alami
merupakan salah satu alternatif untuk
memenuhi kebutuhan material yang dapat
berfungsi sebagai material semikonduktor
serta menjadi solusi permasalahan
lingkungan dan keterbatasan sumber daya
alam.
Sifat material seperti ini dapat
dipenuhi oleh bionanokomposit karena
bionano komposit merupakan gabungan
dari sifat dua fasa atau lebih dari polimer
alami dan organik/anorganik yang berskala
n a n o m e t e r. P o l i m e r a l a m i d a l a m
bionanokomposit berperan sebagai matrik
dan fasa organik/anorganik sebagai bahan
pengisi atau penguat (Darder M. A.-H.,
2007). Dalam beberapa dekade terakhir
pengembangan material semikonduktor
yang berasal dari bahan yang terbarukan
(renewable) cukup meningkat
(NIMS,
2005).
Banyak peneliti telah
mengembangkan bionanokomposit dengan
tujuan untuk penggunaan sebagai material
semikonduktor. Berbagai polimer alami
seperti pati (yang berasal dari kentang,
jagung, sagu, singkong), selulosa, gum
ataupun
protein dan lain-lain telah
dipergunakan sebagai matrik dalam
pembuatan bionanokomposit.
Karakteristik bionanokomposit
menunjukan peningkatan sifat mekanik,
kestabilan thermal dari komposit hanya
76
dengan penambahan sejumlah kecil bahan
pengisi berukuran nano (< 10%). Selain itu
memperlihatkan
keuntungan karena
bersifat biokompatibel, biodegradabel dan
mempunyai sifat khusus sesuai dengan
sifat bahan pengisi yang dipergunakan.
(Carmago., 2009), (Zhao., 2008)
Dengan melihat kebutuhan akan
material semikonduktor yang terus
meningkat dan bahan baku polimer alami
(pati) di Indonesia yang berlimpah,
merupakan peluang yang
cukup
menjanjikan untuk mengembangkan
material semikonduktor bionanokomposit
di Indonesia. Oleh karena itu pada artikel ini
akan dibahas tentang bionanokomposit
sebagai material semikonduktor, proses
pembuatan, karakteristik dan
peluang
polimer alami sebagai bahan
bionanokomposit.
II. ANALISA POLIMER ALAMI SEBAGAI
BAHAN BIONANOKOMPOSIT
Perhatian terhadap ekologi
mendorong usaha untuk menemukan
material alami dan kompostibel.
Isu
biodegradable dan keamanan lingkungan
menjadi sangat penting Dalam beberapa
tahun terakhir ini pengembangan material
biodegrabdabel yang berasal dari bahan
terbarukan (renewable resources) cukup
meningkat . Hal ini dapat dilihat dari jumlah
publikasi yang membahas tentang
nanokomposit yang berbasis polimer alami
terus meningkat (Gambar 1). Awal tahun
2000-an bionanokomposit mulai dikenal
sebagai suatu desain material yang terdiri
dari kombinasi biopolimer dengan suatu
organik/anorganik yang berukuran nano.
Karakteristik dari bionanokomposit
memperlihatkan keuntungan karena
bersifat biokompatibel, biodegradabel dan
mempunyai sifat khusus sesuai dengan
bahan anorganik yang digunakan .
Jurnal Riset Industri Vol. VI No. 1, 2012, Hal. 75-85
poliesteramida :PEA, aliphatik atau
aromatic kopoliester)
Serat selulosa paling banyak
digunakan, sebagai pengisi biodegradable,
serat ini mempunyai sifat mekanik dan fisik
yang menarik (Darder M. et el., 2008).
karena memiliki sifat ramah lingkungan dan
secara tekno ekonomi menguntungkan,
pemakaian di sektor industri (misalnya
otomotif) untuk menggantikan gelas.
Gambar 1. Jumlah publikasi yang
berhubungan dengan nanokomposit
berbasis polimer dibandingkan dengan
nanokomposit berbasis biopolimer (NIMS,
2005)
2. 1. POLIMER ALAMI
Komposit biodegradable terdiri dari
polimer biodegradabel sebagai matrik dan
dapat juga sebagai pengisi (filler), karena
kedua komponen adalah biodegradable
maka komposit yang dihasilkan akan
bersifat degradable (Avella, 2009) (Gacitua,
2009). Gambar 2 memperlihatkan klasifikasi
dari sumber polimer biodegradable. Sumber
polimer biodegradable dapat dibagi menjadi
4 kelompok. Semua polimer kecuali yang
berasal dari fosil, didapat dari biomassa
(renewable resources). Agro-polimer
(misalnya polisakarida) didapatkan dari
pemisahan biomassa. Kelompok kedua dan
ketiga adalah polyester, masing-masing
didapatkan dengan cara fermentasi dari
biomassa (misalnya polihidroksialkanoat:
PHA) dan dengan sintesis dari monomer
yang berasal dari biomassa (misalnya
asam polilaktat : PLA) . Kelompok ke empat
adalah polyester
yang disintesis dari
petroleum (misalnya polikaprolakton :PCL,
Beberapa peneliti telah meneliti
campuran serat selulosa dengan
biopoliester dan plasticized pati.
Kebanyakan penelitian menggunakan
biopoliester sebagai matrik (Borders.,
2009). Katagori biokomposit lain adalah
berdasarkan matrik polimer agro, terutama
difokuskan pada pati. Plasticized pati
disebut juga 'thermoplastik starch' (TPS)
Namun TPS memperlihatkan beberapa
kekurangan karena kuatnya karakter
hidropilik (sensitif terhadap air), sifat
mekanikal agak kurang baik dibandingkan
dengan polimer konvensional. TPS baru
akan mencapai kesetimbangan setelah
beberapa minggu. Untuk memperbaiki
kelemahan material ini TPS biasanya
digabungkan dengan komponen lain yang
bersifat sebagai bahan penguat (penguat)
(Wang N., 2009). Biokomposit
(TPS/
selulosa filler) telah diteliti oleh beberapa
peneliti. Bermacam tipe serat, mikrofibril
atau whisker misalnya pulp kentang dan
mikrofibril, pulp kayu dan tunicin whisker.
Laporan dari para peneliti menunjukan
bahwa terjadi kompatibel antara kedua
polisakarida.
77
Bionanokomposit : Peluang Polimer ..... ( Nuryetti )
Gambar 2. Klasifikasi polimer biodegradable (Averousa & Boquillon, 2004)
Mereka menemukan perbaikan kinerja
(tensile strength, pengujian hasil lainnya)
dan peningkatan sifat mekanikal. Selain itu
juga dilaporkan pengurangan sensitifitas
terhadap air (Lilichenko, 2008)
2.2 Pati
Pati adalah polimer yang terdiri dari
unit anhidroglukosa (AHG) (Myllarinen.,
2002). Dua tipe dari polimer AHG yang biasa
terdapat dalam pati yaitu amilosa dan
amilopektin. Amilosa adalah polimer rantai
lurus α-D-(l,4)-glukoksida. Amilopektin
adalah polimer mempunyai rantai
bercabang secara periodik yang terikat
pada α-D-(l;6)-glukoksida (Yu J.H., 2008).
Setiap cabang mengandung 20- 30 unit
AHG, berat molekul dari amilopektin sekitar
100 kali lebih besar dari amilosa. Rasio
kandungan amilosa dan amilopektin dalam
pati bervariasi dan besarnya tergantung dari
sumber tanaman asal.
Indonesia memiliki potensi sebagai
sebagai penghasil tanaman sumber pati
seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, sagu, padi
dan tanaman umbi lainnya. Produksi untuk
tanaman jagung dan ubi kayu untuk tahun
2009 saja adalah 17,6 dan 43,9 juta ton
(Statistik Indonesia 2009). Kandungan pati
yang terdapat dari berbagai sumber
tanaman pati dapat dilihat pada Tabel 1.
Pati alami bersifat rapuh dan sulit untuk di
proses menjadi bahan lain karena
mempunyai temperatur transisi glass yang
o
relatif tinggi (Tg, sekitar 230 C), ini sering
diatas temperatur panas degradasi.
78
Tabel 1. Kandungan pati pada bahan
pangan.
Bahan pangan
Biji gandum
Beras
Jagung
Biji sorghum
Kentang
Ubi jalar
Ubi kayu
Pati(% basis kering)
69
89
57
72
75
90
90
Sumber : (Cui., 2005)
Polimer alami mempunyai sifat
hidropilik yang membuat film yang
dihasilkan sensitif terhadap kelembaban
lingkungan (Myllarinen., 2002) Pati dapat
dimodifikasi untuk mendapatkan material
dapat mencair dibawah temperatur
dekomposisi. Sehingga dapat diproses
dengan teknik konvensional seperti injeksi,
ektrusi, dan moulding. Produk modifikasi
disebut sebagai thermoplastik, destructed,
plasticized atau melted (Wang N..,2009).
Modifikasi bertujuan memecahkan struktur
granular dengan menggunakan plasticizer
o
pada temperatur tinggi (90-180 C), yang
menghasilkan phase kontinyu dalam bentuk
suatu viskos melt . Proses thermoplastisasi
mengurangi interaksi dari rantai molekul
dan memecah struktur dari pati (Yu
L.C.,2005). Sehingga menghasilkan
struktur semikristalin dari pati dan granular
Jurnal Riset Industri Vol. VI No. 1, 2012, Hal. 75-85
akan hilang dan sebagian pati akan
terdepolimerisasi, membentuk massa
amorp. Hampir semua pati alami adalah
semikristalin dengan kristalinitas antara 2045%. Sifat pati yang diplastisasi dapat diatur
dengan merubah temperatur proses,
kandungan air, jumlah plasticizer (Parra,
2004).
Hasil penelitian Shen (2010) menunjukkan
peningkatan penggunaan plastik berbahan
pati. yang terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Kapasitas produksi plastik
berbahan polimer alami dalam tahun 2003
dan 2007 (Shen.,2010).
Pada tahun 2003 tercatat hanya
material plastik dari pati dan polylactic acid
(PLA) yang di produksi sebanyak 0,1 Mt
(metrik ton)
namun dengan makin
berkembangnya hasil penelitian yang terus
memperbaiki sifat plastik seperti
polyhydroxyalkanoates (PHA), Poly
urethanes (PUR) meningkatkan
pertumbuhan produksi sebesar 38%
pertahun. Sehingga pada tahun 2007
produksi mencapai 0,360 Mt.
III. ANALISA BIONANOKOMPOSIT
SEBAGAI MATERIAL
SEMIKONDUKTOR
Bionanokomposit merupakan suatu
konsep baru material ramah lingkungan erat
berhubungan dengan topik material
multifungsi. Aplikasi bionanokomposit
dengan sifat fungsional yang merupakan
bagian aktif dari elektrokimia, optikal atau
peralatan photoelektrikal adalah bidang
aplikasi baru.
Material semikonduktor berbasis
komposit memiliki komponen aktif dominan
sebagai suatu komponen semikonduktor
anorganik seperti metal oksida atau
khalkogenik
(Rajeshwar, 2001) Prinsip
umum dari komposit optik adalah kedekatan
(menyatunya) kedua phase penyusun
komposit (Beecroft L. L., 1997)
Komponen utama polimer alami yang
berperan sebagai matrik. Polimer secara
umum adalah material bersifat isolator.
Sifat-sifat elektrik dari suatu isolator polimer
dapat dimodifikasi dengan penambahan
partikel seperti nanotube, pengisi metalik
dan ZnO (Tjong, 2006)
Satu atau dua phase anorganik dapat
didispersikan dalam matrik (polimer alami)
sebagaimana Gambar 4a. Selain itu
komposit dapat berupa lapisan dari
berbagai komponen seperti Gambar 4b.
Dapat juga phase anorganik berukuran
nano dilapisi dengan anorganik lainnya
sehingga membentuk core-shell geometry
seperti pada Gambar 4e. seperti (CdSe)ZnS
. Alternatif lain adalah partikel
semikonduktor dibuat berpasangan seperti
pada Gambar 4d.
Sifat-sifat elektrik dari komposit dapat di
buat dengan memilih struktur, bentuk,
ukuran dan konsentrasi komponen yang
sesuai.
Sifat-sifat elektrik sangat
tergantung pada ukuran dan konsentrasi
partikel..
Gambar 4. Skema diagram dari 4 tipe
susunan komposit semikonduktor. a)
semikonduktor/matrik ; b) konfigurasi
lapisan; c) core shell geometry; d)
pasangan semikonduktor insert c) dan d)
memperlihatkan hubungan diagram
energy (SC=semikonduktor) (Rajeshwar,
2001)
79
Bionanokomposit : Peluang Polimer ..... ( Nuryetti )
Beberapa penelitian telah berhasil
mengembangkan bionanokomposit dengan
tujuan untuk penggunaan sebagai material
semikonduktor.
Penggunaan bahan matrik yang ramah
lingkungan berupa polimer alami
menggantikan matrik yang berasal dari
derivat minyak bumi, memberikan peluang
penggunaan bahan pertanian, selulosa, pati
(jagung, tapioka, terigu, kentang dan
lainnya) ataupun turunan dari karbohidrat
seperti Poli Lactic Acid (PLA), protein,
enzim, khitin, karet dan DNA menghasilkan
komposit yang dapat didaur ulang. Selain itu
sifat mekanik seperti tensile strength,
thermal stability menunjukan perbaikan bila
dibandingkan material konvensional
(Avella,2009) (Darder M.et al.,2008)
(Gacitua, 2009).
Bionanokomposit yang terbuat dari
Khitosan dan pengisi monmorillonit
memperlihatkan kemampuan sebagai
anion-exchange yang dapat diaplikasikan
sebagai sensor (Darder M.et al., 2008)
(Gambar 5). Komponen hasil interkalasi,
menghasilkan pertukaran muatan
polisakarida dan muatan dari lapisan silikat
anorganik misalnya lempung (clay), yang
memperlihatkan sifat yang sesuai sebagai
phase aktif dalam sensor elektrokimia.
Gambar 5 . Perbedaan respon
potensiometri Khitosan Montmorillonitbionanokomposit dalam larutan NaCL
(Darder M. et al., 2008)
Plastik tipis (film) dari pati kacang
polong dengan menggunakan plasticized
glicerol, menghasilkan plastik dengan
peningkatan tensile strength, Young`s
Modulus dan pengurangan water
permeability dan perbaikan sifat
absorbance UV radiation bionanokomposit
80
yang dihasilkan (Xiaofei Ma, 2009).
Bionanokomposit Poly(3-alkyl
thiophenes) (P3AT)/partikel semikonduktor
memperlihatkan kinerja photoelektrisitas
(photoluminescence) dan kemampuan
membelokkan sinar merah (Dong, 2009).
Material berstruktur nano telah banyak
mendapat perhatian karena sifat baru
berbeda dari material berukuran bukan
nano (Li F. M.-W., 2008). Dengan
mengontrol dimensi dan morpologi material
penyusun komposit dapat didesain fungsi
peralatan optikal dan elektronik lainnya
(Bayandori, 2009). Kebutuhan material
semikonduktor juga bertambah untuk
membuat peralatan lebih kecil dengan
peningkatan fungsi telah mendorong
perubahan komposit konvensional untuk
dapat memenuhi kebutuhan saat ini.
Beberapa penelitian telah dilaporkan
berhasil membentuk semikonduktor
nanokristal antara lain zeolit dan polimer.
Namun
masih sedikit menggunakan
semikonduktor yang termasuk dalam
grup II-VI atau IV-VI. Seperti semikonduktor
campuran dan Polietilin glikol (PEO)
(Singh,2009), P3ATs)/ZnS (Dong, 2009),
LDPE/ZnO (Tjong,2006), Polietilin oksida
(PEO)/PbxCdxS (Singh,2009),
Polivinilkarbazol (PVK)/ZnO (Li G. N.,
2008).
Sifat elektron yang digambarkan
dengan apa yang disebut struktur band
yang ditetapkan energi level dari elektron
yang dimiliki oleh semikonduktor (Sing,
1995). Mekanisme pembentukan komposit
dipelajari dengan scanning electron
miscroscopy (SEM), X-ray diffraction (XRD)
a n a l y s e s , R a m a n s p e c t r o s c o p y,
Transsmission electron microscopy (TEM)
dan solid-state nuclear magnetic resonance
(NMR) (Rajeshwar, 2001).
IV. ANALISA PROSES PEMBUATAN
BIONANOKOMPOSIT
Pembuatan bionanokomposit dapat
dilakukan dengan mengacu pada proses
membentuk polimer-clay nanokomposit,
mekanisme interaksi (penurunan tekanan
kedalam galeri (ruang) nano, miscibility dan
Iain-lain) antara polimer dan clay tergantung
Jurnal Riset Industri Vol. VI No. 1, 2012, Hal. 75-85
pada polari, berat molekul, hidropilik, grup
reaktif dan lain-lain dari polimer dan tipe
pelarut seperti air, larutan polar atau
nonpolar serta tipe mineral sebagai bahan
pengisi (Li F. M.-W., 2008) Dibawah ini
beberapa metode pembuatan polimer/layer
nanokomposit secara umum dapat
diklasifikaslkan menjadi 3 tipe (Sozer, 2009)
yaitu, intercalated nanokomposit,
flocculated nanokomposit dan exfoliated
nanokomposit . Perbedaan ketiga tipe ini
dapat dilihat pada Gambar.6.
In situ polimerisasi.
In situ polymerization adalah
konvensional proses untuk sintesa
nanokomposit untuk thermoset dan
thermoplastik. Dengan menggunakan
teknik ini pembentukan polimer dapat
terjadi dalam lembaran yang terinterkalasi.
Dasar prosedur In situ polimerisasi adalah
pembengkakkan (swelling) dari layer silikat
dalam liquid monomer dan polimerisasi
dapat dimulai dengan pemanasan atau
radiasi, diisi dengan inisiator yang sesuai .
Proses ini telah berhasil digunakan
memproduksi nilon/monmorillonit
nanokomposit dan masih terus
dikembangkan untuk thermoplastik lainnya
. Metode ini juga dapat digunakan pada
thermoset.
Exfoliasi-adsorption
Proses ini menggunakan pelarut
dimana polimer atau prepolimer di larutkan
menyebabkan lapisan silikat
membengkak. Lapisan silikat menjadi
lemah ikatan permukaannya sehingga
dapat dengan mudah didispersikan dalam
pelarat seperti air, aseton, khloroform atau
toluen. Polimer kemudian diserap kedalam
lapisan dan melapisinya ketika pelarut di
uapkan, dan lembaran di susun, seperti
susunan sandwich. Proses seperti ini
digunakan untuk memproses epoxy-clay
nanokomposit, tetapi penghilangan pelarut
menjadi isu kritis saat ini. Kerugian proses
ini adalah penggunaan pelarut dalam
jumlah yang besar . Grup Riset Toyota yang
menerapkan proses ini pertama kali untuk
memproduksi poliamida nanokomposit.
Melt Intercalation
Teknik melt intercalation pertamatama dilaporkan oleh Vaia et al . Proses
pembuatan ini tidak memerlukan
penambahan pelarut dan layer silikat yang
dicampur dengan matrik polimer dalam
molten state. Polimer thermoplastik dan
organophilik dicampur secara mekanik
dengan metode konvensional seperti
ekstrusi dan injection molding pada suatu
temperatur tertentu. Rantai polimer
kemudian di interkalasi atau di eksfoliasi
untuk membentuk nanokomposit.
Gambar 6. Illustrasi perbedaan tipe komposit yang dapat terjadi dari hasil
interaksi antara polimer layer silicate (Sozer, 2009)
81
Bionanokomposit : Peluang Polimer ..... ( Nuryetti )
Proses pembuatan dengan metode
interkalasi ini biasa untuk membuat
nanokomposit dari thermoplastik atau bagi
polimer yang tidak sesuai untuk dibuat
dengan teknik adsorpsi atau in situ
polimerisasi.
V. ANALISA SIFAT
BIONANOKOMPOSIT
Struktur dan sifat fungsional
bionanokomposit dapat dibuat sesuai
dengan keinginan dengan memilih fase
organik dan anorganik. Sifat khusus akan
muncul karena adanya interaksi pada
permukaan masing masing phase (Sze S.
K., 2007). Susunan phase semikonduktor
(anorganik) dalam komposit yang
menentukan sifat dari komposit yang
dihasilkan. Dengan mengkombinasikan
phasa organik dan anorganik,
menghasilkan komposit yang mempunyai
sifat menguntungkan dari bahan awal,
menghasilkan kreasi untuk penggunaan
yang lebih luas (Chen, 2008).
Kegiatan karakterisasi atau
pengukuran tidak bisa lepas dari kegiatan
pembuatan bionanokomposit
sebagai
salah satu cabang nanoteknologi dengan
karakterisasi bisa diketahui bahwa material
dan komposit yang disintesis dapat
memenuhi sifat sebagai material
semikonduktor. Hal ini menjadi penting
karena ketika dimensi material aktif menuju
nilai beberapa nanometer (kurang dari 10
nm), banyak sifat fisis maupun kimiawi yang
bergantung dengan ukuran ini
menghasilkan sejumlah kekayaan sifat dan
peluang untuk memanipulasi atau
melahirkan sifat-sifat baru yang tidak
dijumpai pada material berukuran besar
(bulk) (Fama,2009). Sifat yang
menunjukkan kemampuan sebagai
semikonduktor adalah sifat elektrikal seperti
konduktansi, band gap energy, resistivity,
kemampuan sebagai photoelektrik atau
sifat fisikal dan mekanikal lainnya seperti
tensile strength, elongation, water vapor
transmission rate,
dan lain-lain.
Bionanokomposit menunjukkan perbaikan
sifat mekanik (tensile strength,Young`s
modulus sampai 2,6 kali, barrier properties
/ketahanan terhadap penguapan air,
82
thermal stability). Bionanokomposit juga
mempunyai kelebihan yaitu transparency,
density, good flow, surface properties,
recyclability. Akan tetapi komposit yang
dihasilkan dari polimer alami mempunyai
kelemahan karena sensitif terhadap
kelembaban (Wang, Ning. 2009)
Untuk mengetahui kemampuan
material komposit tersebut diperlukan tidak
hanya satu tapi perlu beberapa pengujian
yang saling mendukung dengan
menggunakan peralatan pengujian seperti :
scanning electron microscopy (SEM),
Transmission electron microscopy (TEM),
konductivity meter, ultra violet visible (UVvis),
X-ray diffraction (XRD) Fourrier
transform infra red (FT-IR) microscopy.
VI. ANALISA PELUANG POLIMER
ALAMI
Dari penelitian dan survey yang
dilakukan oleh Li Shen pada tahun 2009
dinyatakan bahwa sekitar 17.1010 metrik ton
(Mt) polimer alami dihasilkan dari alam
setiap tahunnya dan baru 3,5% yang
dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai
keperluan. Jumlah penggunaan material
plastik berbahan polimer alami pada tahun
2007 yaitu 0,36 Mt masih sangat kecil hanya
0,2% dibandingkan dengan material plastik
berbahan derivat minyak bumi. Dalam
penelitian Shen memprediksi kapasitas
produksi material plastik sampai tahun 2020
sebesar 3,5 Mt. (Gambar 8).
Gambar 8. Kapasitas produksi material
plastik berbahan polimer alami sampai
tahun 2020 (Shen., 2010)
Peluang pati, PLA, PHA, biobased
ethylene dan biobased monomer untuk
Jurnal Riset Industri Vol. VI No. 1, 2012, Hal. 75-85
diproduksi menjadi material plastik terus
meningkat.
Konsumsi material plastik dunia dengan
bahan derivate minyak bumi pada tahun
2007 sebesar 267.900 kt, dan secara teknis
90% dari jumlah tesebut dapat di subsitusi
dengan material plastik berbahan polimer
alami. Bila dilihat dari produksi material
plastik pada tahun 2007 sebesar 360 kt
maka dengan prediksi pada tahun 2020
sebesar 344 Mt maka terdapat peluang
pasar bagi material plastik berbahan polimer
alami sebesar 236.550 kt. (Gambar 9)
Gambar 8. Potensial pasar material plastik
berbahan polimer alami tahun 2020
(Shen., 2010)
VII. KESIMPULAN
Berbagai penelitian mengenai
bionanokomposit sebagai material baru
yang ramah lingkungan, unik dan fungsional
telah banyak dilakukan dan telah mulai
diaplikasikan pada industri peralatan
elektronik dan peralatan sensor yang
berhubungan dengan kesehatan. Namun
demikian industri bionanokomposit
terutama untuk material semikonduktor
belum berkembang di Indonesia. Padahal
potensi polimer alami (pati) sebagai bahan
utama bionanokomposit seperti jagung,
tapioka, beras, sagu dan lainnya serta
potensi komponen semikonduktor sebagai
bahan pengisi seperti silika, kaoline,
bauksit, alumunium, seng oksida, besi dan
lainnya cukup berlimpah dan beragam di
Indonesia sehingga pembuatan material
semikonduktor merupakan hal yang sangat
memungkinkan untuk dikembangkan.
Pengembangan bionanokomposit sebagai
material semikonduktor dapat mendorong
tumbuhnya industri elektronik. Sifat optik,
optoelektronik dan photoelektrokimia dari
bionanokomposit menjadikan material ini
sangat luas penggunaannya, seperti untuk
peralatan optik dan elektrik, sensor, solar
cell, UV shelding, actuator, varistor, selektif
membran, lampu LED, nanogenerator.
Penggunaan sebagai nanogenerator
terutama bagi peralatan elektronik dengan
kebutuhan sumber daya yang kecil dapat
mengurangi ketergantungan terhadap
penggunaan energi fosil. Selain itu dapat
menggantikan penggunaan batere yang
selama ini menggunakan bahan yang
sifatnya berbahaya bagi tubuh.
Diversifikasi pemanfaatan pati
sebagai bahan bionanokomposit akan
meningkatkan nilai tambah ekonomi produk
agroindustri dalam negeri dan memberikan
kontribusi dalam mengurangi sampah
plastik. Perspektif pengembangan
berkelanjutan dan memperhatikan
kelestarian lingkungan, menjadi alasan
penggunaan polimer alami dapat dianggap
menarik, aman bagi lingkungan dan
merupakan alternatif untuk pengembangan
baru dibidang material semikonduktor dan
mendorong perkembangan
industri
peralatan elektronik khususnya di
indonesia, sehingga mampu meningkatkan
daya saing bangsa di kancah global.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Avella, M. e. (2009). Eco-challenges of biobased polymer composites. Materials ,
2, 911-925.
Averousa, L., & Boquillon, N. (2004).
Biocomposite based on plasticized
starch: thermal and mechanical
behaviours. Carbohydrate Polymers ,
56, 111-222.
Bayandori, A. M. (2009). Synthesis of ZnO
nanoparticles and elecrodeposition of
Polypyrole/ZnO nanocomposite film.
Int J Electrochem Sci , 4, 247-257.
Beecroft, L. L. (1997). Nanocomposite
materials for optical applications.
Chem Mater , 9, 1302-1317.
83
Bionanokomposit : Peluang Polimer ..... ( Nuryetti )
Borders., P. e. (2009). Nano biocomposites :
Biodegradable polyester/nanoclay
systems. Progress in Polymer Science ,
34, 125-155.
Carmago., P. h. (2009). Nanocomposites :
Synthesis, structure, properties and
new application opportunities.
Materials Research , 12 (1), 1-39.
Chen, J. H. (2008). Synthesis of
ZnO/polystyrene composites particle
by pickering emulsion polymerization.
European Polymer Journal , 44, 32713279.
Chung, D. D. (2001). Applied Materials.
RCR Press.
Cui., S. (2005). Food Carbohydrate
Chemistry, Physical Properties and
Applications. Singapore: CRC Press.
Darder, M. A.-H. (2007). Bionanocmposite :
A new conceptof ecological,
bioinspired, and fuctinal hybrid
materials. Advance Materials , 19,
1309-1319.
Darder, M. e. (2008). Design and
preparation on layered solids with
functional and structural properties. J
Materials Science and Technology , 24,
1100-1110.
Dong, Y. et.al (2009). Opticals properties of
Poly (3-alkyl thiophenes)/ZnS
nanocomposites. High Perform
Polymers , 21, 355-361.
Fama, L. (2009). Starch vegetabel fiber
composites to protect food products.
Carbohydrate Polymers , 75, 230-235.
G a c i t u a , W. ( 2 0 0 9 ) . P o l y m e r
nanocomposite synthesa and natural
fibber a review. Modera Sciencia
Technologia , 7 (3), 159-179.
Li, F. M.-W. (2008). Zinc oxida nanostruckur
and high electron mobility
nanocomposite thin films transistor.
IEEE Transaction , 55 (11), 3001.
Li, G. N. (2008). A novel photoconductive
ZnO/PVK nanocomposite prepared
through photopolymerization induced
by semiconductor nanoparticles.
Materials Letters , 62, 3066-3069.
84
Lilichenko, N. (2008). A biodegradable
polymer nanocomposite : mechanical
and barrier properties. Mechanics of
Composite Materials. , 44 (1), 45-56.
Liu, L. e. (2009). Inorganic-organic hybrid
semiconductornanomaterial
(ZnSe)(N2H5N)y. Material Research
Bulletin , 44, 135-1391.
Ma, X. C. (2008). Preparation and properties
of glycerol plasticized-pea starch/zinc
oxide starch bionanocomposite.
Carbohydtrate Polymers , 75, 472-478.
Mazumdar, S. K. (2001). Composite
Manufacturing Materials. RCR Press.
Muller, C. C. (2008). Evaluation of effect of
the glycerol and sorbitol concentration
and water activity on the water barrier
properties of cassava starch a solubility
approach. Carbohydrate Polymers ,
72, 82-87.
Myllarinen., e. a. (2002). Effect of glycerol on
behavior of amylose and amylopectin
films. Carbohydrat Polymer , 50, 355361.
National Institute for Material Science.
(2005). Material Science Outlooks
2005.
NIMS. (2005). Material Science Outlook.
NIMS.
Nuryetti. (2010). Pembuatan
b i o n a n o k o m p o s i t Ta p i o k a . Z n O .
Laporan hasil percobaan
laboratorium,.
Parra, D. e. (2004). Mechanical properties
and vapor transmissionin some blends
of cassava starch edible film.
Carbohydrate Polymers , 58, 475-481.
Rajeshwar, K. e. (2001). Semiconductor
besed composite materials :
Preparation, properties and
performance. Chem Mater , 13, 2765 2782.
Shen., L. W. (2010). Present and future
development in plastic from biomass.
Biofuel, Bioprod.Bioref. , 4, 25-40.
Jurnal Riset Industri Vol. VI No. 1, 2012, Hal. 75-85
Sing, J. (1995). Semiconductor
optoelectronic physic and technology.
NY: McGraw-Hill International Edition.
S i n g h , P. K . - W. ( 2 0 0 9 ) . Te r n a r y
semiconductor nanoparticles
embedded in PEO-Polymer electrolyte
matrix. J Thermoplastic Composite
M a t e r i a l s .
( D O I :
10.1177/0892705708103393).
Sozer, N. K. (2009). Nanotechnology and its
applications in the food sector. Trend in
Biology , 27, 82-89.
Sze, S. e. (2007). Semiconductor devices (3
ed.). Wiley Interscience.
Sze, S. K. (2007). Physics of Semiconductor
Devices (3 ed.). Wiley Interscience.
Tjong, S. L. (2006). Electrical properties of
low density polyethelene/ZnO
nanocomposites. Materials Chemistry
and Physics , 100, 1-5.
Wang, N. et al. (2009). An investigationof the
physical properties of extruded glycerol
and formamide plastized corn starch. J
Thermoplastic Composite Materials ,
22, 273-291.
Wang, Z. L. (2004). Semiconducting and
piezoelectric oxide nanostructures
induced by polar surfaces. Advanced
Functional Materials , 14 (DOI:
10.1002/adfm.200400180), 943-956.
Wang, Z. L. (2008). Toward self-powered
nanosystems: From nanogenerators to
nanopiezotronics. Advanced
Functional Materials , 18
(DOI:10.1002/adfm.200800541),
3553-3567.
Yu, J.H, et al (2008). Effect of glycerol on
water vapor sorption and mechanical
properties of starch/clay composite
films. Starch/Strake , 60, 257-262.
Yu, L. C. (2005). Microstructure and
mechanical properties of orientated
thermoplastic starches. J Material
Science , 40, 111-116.
Zhang, X. Q. (2009). Recent advanceds in
nanotechnology applied to biosensors.
Journal Sensors , 9, 1033-1053.
Zhao., R. e. (2008). Emerging
biodegradabel material : starch and
protein based bionanocomposites.
Journal Materials Science , 43 (DOI
10.1007/s10853-007-2434-8), 30583071.
Zhong, Q.-P. X.-S. (2008). Physicochemical
properties of edible and preservative
filmfrom Chitosan/Cassava
starch/gelatin blend plasticized with
glycerol. Food Techno Biotechnol , 46
(30), 262-269.
85
Download